BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1
Kajian Teori
2.1.1 Teori Locus of Control 2.1.1.1 Pengertian Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1966, seorang ahli teori pembelajaran sosial. Menurut Ghufron dan Risnawita (2012, p.65) locus of control merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku individu. Orang yang mempunyai internal locus of control mempunyai keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya, kegagalan-kegagalan, keberhasilankeberhasilannya disebabkan oleh dirinya sendiri sedangkan orang yang mempunyai external locus of control mempunyai anggapan bahwa faktor-faktor yang ada di luar dirinya akan mempengaruhi apa yang terjadi dalam kehidupannya, seperti kesempatan, nasib dan keberuntungan. Menurut Kreitner dan Kinicki (2010, p.135) locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personality), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. Hasil yang dicapai oleh individu yang memiliki internal locus of control dianggap berasal dari aktivitas dirinya. Sedangkan pada individu yang memiliki external locus of control menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya. Findley dan Cooper tahun 1983 dalam Friedman dan Schustack (2006, p.275) individu dengan internal locus of control lebih berorientasi pada keberhasilan karena mereka menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga mereka lebih cenderung tergolong high achiever. Menurut
Leone
Jagdischchandra (2011),
dan
Burns
tahun
2000
dalam
Vijayashree
dan
locus of control adalah adalah sebuah konstruk yang
mengukur sejauh mana individu percaya bahwa mereka bertanggung jawab atas konsekuensi dari perilaku mereka. Faktor internal adalah individu yang memiliki keyakinan bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apapun yang terjadi pada diri mereka, sedangkan faktor eksternal adalah individu yang memiliki keyakinan bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar. 27
28 Seseorang yang mempunyai internal locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan di dalamnya. Pada individu yang mempunyai external locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran di dalamnya. Individu yang mempunyai internal locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri dan cenderung lebih menyenangi keahlian-keahlian dibandingkan dengan situasi yang menguntungkan. Sementara itu individu yang mempunyai external locus of control cenderung lebih banyak menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih banyak mencari dan memilih situasi yang menguntungkan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa locus of control adalah variabel kepribadian mengenai tingkat keyakinan individu terhadap kemampuan mereka mengontrol dan menentukan nasib mereka sendiri. Locus of control internal adalah tingkat di mana individu percaya dan menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri mereka ditentukan dan berasal dari diri mereka sendiri. Sedangkan locus of control external adalah tingkat di mana individu percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri mereka dikendalikan dan dikontrol oleh faktor lingkungan, kekuatan luar dan keadaaan sekitarnya. 2.1.1.2 Karakteristik Individu yang Memiliki Locus of control Internal Menurut Crider tahun 1983 dalam Ghufron dan Risnawita (2012, p.68) individu yang memiliki internal locus of control mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Suka bekerja keras b. Memiliki inisiatif tinggi c. Selalu berusaha menemukan pemecahan masalah d. Selalu mencoba berpikir seefektif mungkin e. Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil 2.1.1.3 Dimensi Locus of Control Rotter tahun 1954 dalam Friedman dan Schustack (2006, p.275) membagi locus of control sebagai dua dimensi, yaitu:
29 2.1.1.3.1 Locus of Control Internal Individu yang yakin bahwa apa yang diraih sebanding dengan usaha yang dilakukan dan sebagian besar dapat dikendalikan. Individu yang cenderung memiliki internal locus of control mempunyai keyakinan bahwa kejadian yang dialami merupakan akibat dari perilaku dan tindakannya sendiri, memiliki kendali yang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dapat mempengaruhi orang lain, yakin bahwa usahanya dapat berhasil, serta aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dihadapi. 2.1.1.3.2 Locus of Control External Individu yang memiliki external locus of control memiliki keyakinan bahwa tindakan mereka memiliki sedikit dampak bagi keberhasilan atau kegagalan mereka, dan tidak banyak dapat mereka lakukan untuk mengubahnya. Individu yang cenderung memiliki eksternal locus of control meyakini bahwa kekuasaan orang lain, takdir dan kesempatan merupakan faktor utama yang mempengaruhi apa yang mereka alami, memiliki kendali yang kurang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dipengaruhi oleh orang lain, seringkali tidak yakin bahwa usaha yang dilakukan dapat berhasil, kurang aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dihadapi. 2.1.2 Teori Kepemimpinan 2.1.2.1 Pengertian Kepemimpinan Terdapat banyak ragam pandangan tentang kepemimpinan. Antara lain menurut Wibowo (2014, p.265) kepemimpinan pada hakikatnya adalah kemampuan individu dengan menggunakan kekuasaannya melakukan proses mempengaruhi, memotivasi, dan mendukung usaha yang memungkinkan orang lain memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. Menurut Setiawan dan Muhith (2013, p.19) kepemimpinan yaitu suatu upaya mewujudkan adanya kemampuan memengaruhi untuk menggerakan, membimbing, memimpin, dan memberi kegairahan kerja terhadap orang lain yang ada di dalam diri pemimpin sebagai orang yang dapat memengaruhi, menggerakan, menumbuhkan perasaan ikut serta dan tanggung jawab, memberikan fasilitas, teladan yang baik serta kegairahan kerja terhadap orang lain.
30 Robbins and Judge (2013, p.368) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sebuah visi atau serangkaian
tujuan.
mendefinisikan
Sementara
kepemimpinan
itu,
Kreitner
sebagai
proses
dan di
Kinicki mana
(2010,
seorang
p.467) individu
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Colquitt, LePine, dan Wesson (2013, p.483) mendefinisikan kepemimpinan sebagai penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk mengarahkan aktivitas pengikut ke arah pencapaian tujuan. Arah tersebut dapat mempengaruhi interpretasi kejadian pengikut, organisasi aktivitas pekerjaan mereka, komitmen mereka terhadap tujuan utama, hubungan mereka dengan pengikut, atau akses mereka pada kerja sama dan dukungan dari unit kerja lain. Terdapat kesamaan di antara banyak definisi, yaitu: (a) kepemimpinan adalah merupakan
kemampuan
mempengaruhi
orang
lain
dengan
menggunakan
kekuasaannya, (b) kepemimpinan adalah suatu proses interaksi antara pemimpin dan pengikut, (c) kepemimpinan terjadi pada berbagai tingkat dalam suatu organisasi, (d) kepemimpinan fokus pada penyelesaian tujuan bersama. Dengan merujuk pada berbagai pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan individu dalam menggunakan kekuasaannya melakukan proses mempengaruhi, mengarahkan, mengkoordinasikan, memotivasi, dan mendukung usaha yang memungkinkan orang lain untuk memberikan kontribusinya dalam pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Menurut Setiawan dan Muhith (2013, p.31) ada beberapa faktor yang mempunyai relevansi atau pengaruh positif terhadap proses kepemimpinan dalam organisasi, yaitu: a) Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalaman yang akan mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan; b) Harapan dan perilaku atasan; c) Karakteristik, harapan, dan perilaku bawahan akan berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan;
31 d) Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya kepemimpinan; e) Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan; dan f) Harapan dan perilaku rekan.
Gambar 2. 1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Sumber: Setiawan dan Muhith (2013, p.32) Konsep mengenai faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menurut Karim diadopsi oleh Setiawan dan Muhith (2013, p.32) terdiri dari tiga faktor sebagai berikut: 1) Faktor Kemampuan Individu Dalam kepemimpinan, faktor dari pribadi individu pemimpin yang berupa berbagai kompetensi sangat mempengaruhi proses kepemimpinannya. Secara konsep kepemimpinan umumnya terpusat pada pribadi pemimpin dengan berbagai kualitas atau kemampuan yang dimilikinya. Di era modern saat ini pemimpin didasarkan pada beberapa kelebihan yang tidak dimiliki orang lain dalam kelompoknya, seperti kecerdasan, tingkat pendidikan, bertanggung jawab, aktivitas dan partisipasi sosial serta status ekonomi dan sosial. 2) Faktor Jabatan Seorang pemimpin dalam berperilaku harus selalu mengetahui bagaimana memposisikan dirinya. Contohnya seorang perwira tinggi tentunya dalam memberikan perintah sangat berbeda gayanya dengan seorang rektor. Hal ini terkait dengan aturan dan norma yang diberlakukan di masing-masing organisasi. Hal penting yang perlu dipahami bahwa seorang pemimpin tidak
32 pernah bekerja sendiri tetapi selalu berada dalam lingkungan sosial yang dinamis sehingga ia harus memilki citra tentang perilaku kepemimpinan yang digunakan sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi. Untuk itu pemimpin harus bisa memahami konsep peran (role concept) dan tanggap terhadap situasi eksternal. 3) Faktor Situasi dan Kondisi Dalam suatu situasi atau kondisi tertentu dibutuhkan tipe kepemimpinan yang tertentu pula. Pemimpin harus bisa memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap situasi dan kondisi dari bawahannya. Jika tidak, maka yang akan muncul bukan komitmen (kepatuhan) tetapi resistensi (perlawanan) dari para bawahan yang menyebabkan kepemimpinan menjadi tidak efektif. Kemampuan
Kepemimpinan
Situasi
Jabatan
Gambar 2. 2 Segitiga Faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Sumber: Wibowo (2014, p.32) 2.1.2.3 Pengertian Kepemimpinan Transformasional Menurut Bass dalam Robbins dan Judge (2013, p.378) kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan dan memiliki kharisma. Kreitner dan Kinicki (2010, p.485) menyatakan bahwa pemimpin transformasional munimbulkan kepercayaan, mencari dan mengembangkan jiwa kepemimpinan dalam diri orang lain, bersedia berkorban dan memiliki moral untuk melayani, memfokuskan diri dan bawahannya pada tujuan yang melampaui kebutuhan yang lebih mendesak dari kelompok kerja. Kepemipinan transformasional mentransformasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi lebih dari kepentingan pribadi. Menurut Colquitt, Lepine, dan Wesson (2013, p.462) kepemimpinan transformasional meliputi menginspirasi pengikut untuk berkomitmen terhadap visi bersama yang memberi arti untuk pekerjaan mereka sementara juga sekaligus
33 merangkap sebagai panutan yang membantu pengikut mengembangkan potensi dan melihat masalah mereka sendiri dari perspektif baru. Pemimpin transformasional dapat menghasilkan perubahan organisasi yang signifikan dan hasil kinerja karena bentuk kepemimpinan mendorong tingkat yang lebih tinggi dari motivasi intrinsik, kepercayaan, komitmen, dan loyalitas dari bawahan. Pemimpin transformasional mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan cara membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka yang lebih tinggi. Dari
pendapat-pendapat
di
atas
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang mampu mentransformasi atau melakukan perubahan terhadap bawahannya untuk mencapai tujuan melalui kharisma yang dimilikinya, fokus dan memperhatikan kebutuhan bawahan, menginspirasi dan memotivasi karyawannya secara individual, serta menjadi panutan dalam organisasi sehingga bawahannya bisa percaya, kagum, dan setia kepada pemimpin yang bersangkutan. 2.1.2.4 Peran Pemimpin Transformasional Menurut
Setiawan
dan
Muhith
(2013,
p.116)
peran
pemimpin
transformasional adalah sebagai berikut: 1) Envisioning, pemimpin menstimulus terbentuknya visi baru organisasi yang lebih maju; 2) Energizing, berarti kekuatan karakter yang menjadi sumber energi (spirit) bagi anggota untuk memiliki gairah kerja dalam mewujudkan cita-cita organisasi; 3) Enabling, pemimpin bekerja bersama dengan anggota sehingga memberikan keyakinan akan terwujudnya cita-cita organisasi (bukan cita-cita individu). 2.1.2.5 Perbandingan Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Menurut Afsaneh Nahavandi dikutip dari Setiawan dan Muhith (2013, p.107) kepemimpinan transaksional didasarkan pada konsep pertukaran antara pemimpin dan para pengikut. Pemimpin menyediakan pengikutnya sumber daya dan penghargaan dalam pertukaran untuk motivasi, produktivitas, dan pencapaian tugas
34 yang efektif. Kepemimpinan transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama, atau pemimpin yang memotivasi bawahannya melalui pemberian imbalan atas apa yang telah mereka lakukan, sebab pemimpin mengasumsikan bahwa bawahan mampu untuk melakukan pekerjaannya. Kepemimpinan
transaksional
menekankan
pada
“reward”
(imbalan)
dan
“punishment” (hukuman). Menurut Bass dan Rigio dalam Setiawan dan Muhith (2013, p.110) aspekaspek dalam kepemimpinan transaksional adalah sebagai berikut: 1) Penghargaan Bersyarat (Contingent Reward) Menjalankan pertukaran kontraktual antara penghargaan dan usaha, menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang baik dan mengakui pencapaian yang diperoleh. 2) Manajemen Pengecualian-aktif (Management by Exception-Active) Mengamati dan mencari penyimpangan dari aturan-aturan dan standar, serta melakukan tindakan-tindakan perbaikan. 3) Manajemen Pengecualian-pasif (Management by Exception-Passive) Mengintervensi hanya jika standar tidak tercapai. 4) Laissez-faire Melepas tanggung jawab dan menghindari pengambilan keputusan. Sedangkan pada konteks kepemimpinan tranformasional dinyatakan bahwa untuk menjadi pemimpin yang sukses, ia harus membangkitkan komitmen pengikutnya untuk dengan kesadarannya membangun nilai-nilai organisasi, mengembangkan visi organisasi, melakukan perubahan, dan mencari terobosanterobosan baru dalam meningkatkan produktivitas organisasi. Menurut Karim dikutip dari Wibowo (2014, p.116) sisi perbedaan antara kepemimpinan transformasional dan transaksional adalah seperti dalam tabel berikut ini:
35 Tabel 2. 1 Sisi Perbedaan antara Transactional dan Tranformational Leadership Uraian Leadership Transactional Leadership Transformational Leadership Fungsi Untuk membesarkan diri Untuk memberdayakan kepemimpinan dan kelompoknya atas pengikut dengan kekuasaan biaya orang lain melalui keahlian dan keteladanan kekuasaan Etos kepemimpinan Mendedikasikan usahanya Mendedikasikan usahanya untuk memperoleh untuk kehidupan bersama yang imbalan/posisi yang lebih lebih baik Pendekatan Posisi, kekuasaan dan Kekuasaan, keahlian dan kepemimpinan sistem keteladanan Dalam Kekuasaan, perintah, uang, Kekuasaan keahlian dan mempengaruhi yang sistem, mengembangkan kekuasaan referensi dipimpin interest, transaksional Cara mempengaruhi Menaklukan jiwa dan Memenangkan jiwa dan membangun kewibawaan membangun kharisma melalui kekuasaan Target Membangun jaringan Membangun kebersamaan kepemimpinan kekuasaan Sasaran tindakan Pikiran dan tindakan yang Pikiran dan hati nurani kepemimpinan kasat mata Sumber: Wibowo (2014, p.116) Sedangkan Burn dalam Wibowo (2014, p.117) mengemukakan beberapa perbedaan jenis pemimpin yang bergaya transaksional dan transformasional, seperti tampak pada tabel berikut: Tabel 2. 2 Perbedaan Jenis Pemimpin Transaksional dan Transformasional Jenis Pemimpin Transaksional Jenis Pemimpin Transformasional 1. Opinion leaders atau pemimpin 1. Intellectual leaders atau pemimpin opini, yaitu pemimpin dengan intelektual, yaitu pemimpin dengan kemampuan untuk mempengaruhi kemampuan mentransformasi opini publik. masyarakat melalui kejelasan visi. 2. Bureaucratic leaders atau pemimpin 2. Reform leaders atau pemimpin birokrasi, di mana posisi yang reformasi, yaitu pemimpin bagi memegang kekuasaan atas pengikut perubahan masyarakat dengan mereka. mengatasi satu masalah moral. 3. Party leaders atau pemimpin partai, 3. Revolutionary leaders atau yaitu pemimpin yang memegang pemimpin revolusioner, yaitu jabatan politik di negara tertentu. pemimpin yang membawa perubahan dalam masyarakat setempat dan luas melalui transformasi. 4. Legislative leaders atau pemimpin 4. Charismatic leaders atau pemimpin legislatif, yaitu pemimpin politik kharismatik, yaitu pemimpin yang yang bekerja di belakang layar. menggunakan pesona pribadi untuk membawa perubahan.
36 5.
Executive leaders atau pemimpin eksekutif, yaitu sering digambarkan sebagai presiden sebuah negara, tidak harus terikat dengan partai politik atau legislator. Sumber: Wibowo (2014, p.117) 2.1.2.6 Dimensi Kepemimpinan Transformasional Menurut Avolio, Bass, dan Jung tahun 1997 dalam Voon et al. (2011) ada empat dimensi kepemimpinan transformasional, yaitu: a) Pengaruh Ideal (Idealized Influence) Pengaruh yang ideal berkaitan dengan reaksi bawahan terhadap pemimpin. Pemimpin dijadikan sebagai panutan, dipercaya, dihormati dan mempunyai visi dan misi yang jelas menurut persepsi bawahan dapat diwujudkan. b) Motivasi yang Inspiratif (Inspirational Motivation) Pemimpin yang inspirasional adalah seorang pemimpin yang bertindak dengan cara memotivasi dan menginspirasi bawahan yang berarti mampu mengkomunikasikan ekspektasi yang tinggi dari bawahannya, menggunakan simbol-simbol untuk berfokus pada upaya bawahannya dan menyatakan tujuan-tujuan penting secara sederhana. c) Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation) Pemimpin mendorong bawahan untuk lebih kreatif, serta mendorong bawahannya untuk menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang lebih rasional dalam pengambilan keputusan dan cermat dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. d)
Perhatian yang bersifat Individual (Individualized Consideration) Pemimpin memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya, seperti memperlakukan mereka sebagai pribadi yang utuh, mempertimbangkan kebutuhan dari bawahannya, serta melatih dan memberikan saran kepada bawahannya.
2.1.3 Teori Kepuasan Kerja 2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja menurut Hartatik (2014, p.225) adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja merupakan hasil interaksi manusia terhadap lingkungan kerjanya. Perasaan seseorang terhadap
37 pekerjaan merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan. Sedangkan Wibowo (2014, p.132) menyatakan pada hakekatnya kepuasan kerja merupakan tingkat perasaan senang seseorang sebagai penilaian positif terhadap pekerjaannya dan lingkungan tempat pekerjaannya. Pekerja dengan kepuasan kerja rendah mengalami perasaan negatif ketika mereka berpikir tentang tugas mereka atau mengambil bagian bagian dalam aktivitas pekerjaan mereka. Mangkunegara (2013, p.117) menyatakan kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, dan mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan pendidikan. Dermawan (2013, p.58) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu tanggapan secara kognisi dan afeksi dari seorang karyawan terhadap segala hasil pekerjaan atau kondisi-kondisi lain yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti gaji, lingkungan kerja, rekan kerja, dan atasan. Sedangkan menurut Suharsono (2012, p.107) kepuasan kerja berkaitan dengan perasaan, yaitu perasaan seseorang (karyawan) terhadap pekerjaannya. Perasaan tersebut berkaitan dengan hal menyenangkan atau tidak terhadap pekerjaan yang dilakukan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan, sikap, reaksi atau respon emosional yang dihasilkan dari penilaian atau apa yang seseorang pikirkan mengenai aspek pekerjaannya, tugas serta kondisi fisik dan sosial dari lingkungan kerjanya. 2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Dermawan (2013, p.59) adalah sebagai berikut: 1. Faktor gaji, ini berhubungan dengan jumlah imbalan sebagai hasil dari pelaksanaan kerja. Faktor ini akan ditinjau karyawan apakah sesuai dengan yang apa yang telah dilakukannya.
38 2. Faktor aplikasi pekerjaan, faktor ini mengarah kepada isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang dapat memuaskannya sehingga dapat menciptakan kenyamanan bekerja. 3. Faktor rekan kerja, mengarah kepada rekan-rekan kerja atau kepada siapa saja seseorang berinteraksi dengan karyawan dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan, dan tentu saja hal ini dapat berpengaruh terhadap kepuasan kerja. 4. Faktor pemimpin, faktor ini berhubungan dengan gaya kepemimpinan seorang pimpinan yang memiliki karakter tertentu saat memberi perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat menyenangkan atau tidak, dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja. 5. Faktor
promosi
atau
pengembangan
karir,
seseorang
dapat
mengembangkan karirnya melalui kenaikan jabatan. Pengembangan karir yang dapat membentuk kepuasan kerja didasarkan pada prestasi kerja dan harus bersifat terbuka dan jelas. 6. Faktor lingkungan kerja, faktor ini mencakup lingkungan fisik dan psikologis dari pekerjaan. 7. Faktor produk organisasi, faktor ini mengarah kepada merek dari produkproduk yang dihasilkan organisasi yang dapat berbentuk jasa maupun barang. Misalnya seseorang bisa saja langsung merasakan kepuasan kerja ketika ia bekerja di perusahaan terkenal. Adapun
dua
faktor
yang
mempengaruhi
kepuasan
kerja
menurut
Mangkunegara (2013, p.120) adalah: 1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja. 2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja. 2.1.3.3 Pentingnya Kepuasan Kerja Menurut Suharsono (2012, p.108) ada beberapa hal yang perlu dipahami berkaitan dengan pentingnya kepuasan kerja dalam organisasi antara lain:
39 1. Karyawan yang tidak terpuaskan lebih cenderung “melewatkan” kerja dan kemungkinan besar mengundurkan diri. 2. Karyawan yang terpuaskan cenderung lebih senang dan menikmati seluruh pekerjaannya. 3. Kepuasan kerja juga terbawa dalam kehidupan karyawannya. Setiap karyawan tidak hanya terikat pada hubungan sosial dalam perusahaan tempatnya bekerja. Karyawan juga memiliki ikatan hubungan sosial di tempat lain misalnya tempat tinggal atau komunitasnya di luar perusahaan. Jelas bahwa ketika karyawan merasakan kepuasan kerja maka tidak hanya akan terlihat pada perilakunya di lingkungan kerja saja tetapi juga dibawa ke luar dari lingkungan kerja masing-masing karyawan. Dengan demikian perasaan positif dan negatif yang dirasakan karyawan akan terbawa ke luar lingkungan organisasi misalnya melalui mulut ke mulut, perilaku ataupun gaya hidupnya. Hal ini juga bisa berarti menguntungkan bagi perusahaan karena hal ini bisa menjadi promosi tidak langsung bagi perusahaan. Sebaliknya jika karyawan yang bersangkutan tidak merasakan kepuasan maka hal itu akan membentuk citra yang buruk bagi perusahaan. Selain itu, kepuasan kerja itu penting karena memiliki dampak yang dapat mempengaruhi organisasi. Dampak ketidakpuasan pekerja dituangkan dalam model teoritik yang dinamakan EVLN-Model (Wibowo, 2014, p.145). Model EVLN ini terdiri dari: 1. Exit, perilaku langsung meninggalkan organisasi seperti mencari pekerjaan lain dan mengundurkan diri. 2. Voice, secara aktif dan konstruktif mencoba berusaha untuk memperbaiki kondisi, misalnya dengan berbicara dan mendiskusikan persoalan dengan atasan serta menganjurkan untuk perbaikan. 3. Loyality, secara positif tetap secara optimis menunggu kondisi membaik kemudian berbicara dengan organisasi. Mereka percaya bahwa organisasi dan manajemen melakukan sesuatu yang benar. 4. Neglect, bertindak secara pasif dan memungkinkan kondisi menjadi semakin buruk. Termasuk keluar dari perusahaan secara tidak baik, keterlambatan, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.
40
Gambar 2. 3 Respon – Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja Sumber : Robbins dan Judge (2013, p. 83) Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat dampak dari ketidakpuasan dapat
menimbulkan
kerugian
bagi
perusahaan.
Misalnya
dengan
adanya
ketidakpuasan kerja karyawan memutuskan untuk keluar dari perusahaan, meningkatkan keterlambatan, menurunkan kinerjanya, dan sebagainya. Ketika karyawan memutuskan untuk keluar dari perusahaan maka perusahaan harus mengeluarkan biaya rekrutmen dan seleksi untuk menggantikan posisi karyawan yang keluar dan belum tentu perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan calon karyawan yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Meningkatnya keterlambatan dan penurunan kinerja jelas sekali dapat merugikan perusahaan karena jika karyawan terlambat maka dapat menunda terselesainya pekerjaan yang harus diselesaikan karyawan padahal perusahaan telah membayar karyawan untuk bekerja. Jika karyawan menurunkan kinerjanya dalam perusahaan maka dapat munurunkan kinerja perusahaan secara keseluruhan dan bisa berdampak pada tidak tercapainya tujuan perusahaan. 2.1.3.4 Dimensi Kepuasan Kerja Menurut Funmilola, Sola, dan Olusola (2013, p.511) ada lima dimensi dari kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pay Mencerminkan perasaan karyawan mengenai bayaran yang diterima. Dimensi ini didasarkan pada perbandingan antara bayaran yang diinginkan dengan bayaran yang diterima. 2. Promotion Mencerminkan perasaan karyawan mengenai kebijakan promosi perusahaan dan pelaksanaannya, termasuk apakah promosi sering diberikan, dilakukan dengan jujur, dan berdasarkan pada kemampuan.
41 3. Sepervision Mencerminkan perasaan karyawan mengenai atasan mereka, termasuk apakah atasan mereka kompeten, sopan, komunikator yang baik, tidak malas, dan tidak menjaga jarak. 4. Work itself Mencerminkan perasaan karyawan mengenai tugas dan pekerjaan mereka, termasuk
apabila
memanfaatkan
tugasnya
keterampilan
menantang, penting
menarik,
daripada
sifat
dihormati,
dan
pekerjaan
yang
menjenuhkan, berulang-ulang dan tidak nyaman. 5. Work condition Mencerminkan perasaan karyawan mengenai kondisi pekerjaan mereka, termasuk apakah dalam pekerjaan yang mereka lakukan terdapat hal-hal yang menyenangkan seperti rekan kerja yang bisa diajak bekerja sama atau lingkungan kerja yang nyaman, tidak ribut dan bising, bersih, tidak sempit, pencahayaan cukup, dan sebagainya. 2.1.4
Teori Kinerja Karyawan
2.1.4.1 Pengertian Kinerja Karyawan Menurut Suwarto (2014, p.76) kinerja ialah tentang perilaku atau apa yang dilakukan karyawan, bukannya apa yang diproduksi atau apa hasil kerja mereka. Sedangkan Abdullah (2014, p.3) menyatakan bahwa kinerja adalah prestasi kerja yang merupakan hasil dari implementasi rencana kerja yang dibuat oleh suatu institusi yang dilaksanakan oleh pimpinan dan karyawan (SDM) yang bekerja di institusi itu baik pemerintah maupun perusahaan (bisnis) untuk mencapai tujuan organisasi. Mangkunegara (2013, p.67) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah pencapaian atau prestasi kerja yang dapat dilihat secara nyata serta memiliki peran dalam organisasi menyangkut kualitas dan kuantitas hasil kerja serta prosesproses yang terjadi dalam organisasi, dapat diukur berdasarkan indikator dan fungsi dalam periode waktu yang telah ditetapkan.
42 2.1.4.2 Faktor-faktor Penentu Kinerja Menurut Suwarto (2014, p.77) ada tiga faktor yang membuat orang bisa melakukan dengan lebih baik daripada yang lain, yakni: 1) Pengetahuan deklaratif Pengetahuan deklaratif adalah informasi tentang fakta-fakta dan hal-hal termasuk informasi mengenai persyaratan tugas yang telah diberikan, label, prinsip, dan tujuan. 2) Pengetahuan prosedural Pengetahuan prosedural ialah kombinasi antara apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, pengetahuan ini mencakup keterampilanketerampilan yang bersifat kognitif (cognitive), fisik, perspektual, motor, dan interpersonal. 3) Motivasi Motivasi melibatkan tiga jenis perilaku pilihan sebagai berikut: a. Pilihan untuk mencurahkan usaha dan upaya. b. Pilihan tingkat upaya. c. Pilihan untuk tetap berusaha meningkatkan upaya. Ketiga hal tersebut harus ada supaya dapat mencapai tingkatan tinggi. Dengan kata lain, ketiga hal tersebut mempunyai hubungan multiplikatif. Kinerja = pengetahuan deklaratif + pengetahuan prosedural + motivasi 2.1.4.3 Membangun Kinerja Karyawan Menurut Abdullah (2014, p.49) beberapa pilar utama yang harus kita letakkan sebagai tonggak penyangga untuk membangun kinerja karyawan antara lain adalah: 1) Kompetensi Kompetensi mengandung tiga pengertian, yaitu: a) Karakteristik dasar (underlying characteristic) Kompetensi bagian dari kepribadian yang melekat pada diri seseorang, serta perilakunya dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan. b) Hubungan kausal (causally related) Kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan untuk memprediksi kinerja seseorang. Artinya jika seseorang mempunyai kompetensi
43 yang tinggi maka ia akan mempunyai kinerja yang tinggi pula (sebab akibat). c) Kriteria (criterion referenced) Yang dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi secara nyata akan memprediksikan seseorang dapat bekerja dengan baik, terukur dan spesifik atau terstandar. Sedangkan komponen yang membentuk kompetensi adalah sebagai berikut: -
Pengetahuan
-
Keterampilan
-
Konsep diri
-
Ciri diri
-
Motif
2) Pemberdayaan Memberdayakan karyawan (sumber daya manusia) dalam suatu organisasi merupakan hal yang penting karena kinerja suatu organisasi sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Pemberdayaan dapat mendorong terjadinya inisiatif dan responsif terhadap respon-respon dalam persoalan-persoalan yang dihadapi, sehingga seluruh masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. Beberapa hal penting mengenai pemberdayaan adalah: a) Pemberian tanggung jawab dan wewenang kepada karyawan; b) Menciptakan kondisi saling percaya antara manajemen dan karyawan; c) Adanya employee involvement yaitu melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Jika karyawan diberdayakan dengan tepat maka akan muncul motivasi dan komitmen dari karyawan yang bersangkutan. 3) Kompensasi Kompensasi adalah apa yang karyawan terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Kompensasi ada yang berbentuk uang, dan ada pula yang tidak berbentuk uang. Tujuan dari pemberian kompensasi menurut Werther dan Davis dikutip dari Abdullah (2014, p.75) adalah sebagai berikut: a) Memperoleh personel yang berkualitas b) Mempertahankan karyawan yang ada
44 c) Memastikan keadilan d) Menghargai perilaku yang diinginkan e) Mengawasi biaya f) Mematuhi peraturan g) Memfasilitasi saling pengertian h) Efisiensi administrasi 4) Pembinaan Karyawan Pembinaan (coaching) adalah upaya untuk membantu karyawan mencapai kinerja yang lebih baik. Pembinaan merupakan bagian dari siklus berkelanjutan yang bisa digunakan manajer untuk memperbaiki kinerja karyawan di tempat kerja. Pembinaan adalah proses yang bisa membantu setiap orang untuk memaksimalkan kinerjanya. Apabila seorang karyawan sukses, organisasi juga akan sukses. Seiring dengan terjadinya perubahan dalam organisasi baik bersifat internal dan eksternal maka pembinaan secara berkelanjutan menjadi suatu hal yang penting untuk dilaksanakan. 2.1.4.4 Kriteria Standar Kinerja Untuk mengukur indikator kinerja diperlukan kriteria (ukuran). Kriteria (ukuran) yang biasa dipakai untuk mengukur kinerja karyawan menurut Wirawan dikutip dari Abdullah (2014, p.116) adalah : 1) Kuantitatif (seberapa banyak) 2) Kualitatif (seberapa baik) 3) Ketepatan waktu melaksanakan tugas/menyelesaikan produk. 4) Efektivitas penggunaan sumber daya organisasi. 5) Cara melakukan pekerjaan. 6) Efek atas suatu upaya yang ada hubungannya dengan akibat akhir. 7) Metode melaksanakan tugas (yang ada hubungannya dengan UU, kebijakan, prosedur, metode, dan peraturan). 8) Standar sejarah, hubungannya dengan masa lalu. 9) Standar nol (tidak akan terjadi sesuatu, tidak beresiko).
45
2.1.4.5 Dimensi Kinerja Karyawan Menurut Suwarto (2014, p.80) dimensi kinerja ada dua, yaitu: 1. Kinerja Tugas Kinerja tugas didefinisikan sebagai berikut: -
Aktivitas-aktivitas produksi dan operasional dalam perusahaan dilakukan
dengan
baik
untuk
menciptakan
pelayanan
yang
memuaskan. -
Aktivitas yang bisa membantu dengan proses perubahan, yakni dengan mengisi suplai bahan mentah, mendistribusikan produk yang sudah selesai, atau memberikan perencanaan penting, koordinasi, supervisi, atau fungsi staf yang bisa membuat organisasi berfungsi secara efektif dan efisien.
2. Kinerja Kontekstual Kinerja kontekstual didefinisikan sebagai para pelaku yang memberikan sumbangan untuk efektivitas organisasi dengan menciptakan suatu kondisi lingkungan yang baik, di mana kinerja tugas bisa berjalan dengan baik pula. Kinerja kontekstual mencakup perilaku-perilaku sebagai berikut: -
Tetap melakukan dengan antusias dan berusaha sekuat tenaga sebagaimana yang diperlukan untuk menyelesaikan tugasnya sendiri dengan sukses.
-
Sukarela melakukan aktivitas tugas yang merupakan bagian tugas yang tidak resmi.
-
Membantu dan bekerja sama dengan orang lain.
-
Mengikuti aturan dan prosedur organisasi.
-
Menyokong, mendukung, dan membela objektivitas organisasi.
46
2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2. 3 Penelitian Terdahulu No Nama Penulis Judul Objek Penelitian 1. M.L. Voon; The influence of 200 employees M.C. Lo; K.S. leadership styles on of public sector Ngui; & N.B. employees’ job executives in Ayob satisfaction in public Malaysia sector organizations in Malaysia (2011)
2. L.Vijayashree Locus of Control and & M. V. Job Satisfaction: PSU Jagdischchandra Employees (2011)
3. Wai Kwan The Impacts of (Elaine) Lau Personality Traits and Goal Commitment on Employees' Job Satisfaction (2012) 4. Sundi K Effect of Transformational Leadership and Transactional Leadership on Employee Performance of Konawe Education Department at Southeast Sulawesi Province (2013) 5. Oyebamiji Impact of Job Florence Satisfication Funmilola, Dimensions on Job Kareem Performance in A Thompson Sola, Small and Medium dan Ayeni Enterprise in Ibadan, Gabriel Olusola South Western, Nigeria (2013)
Keterangan Gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap kepuasan kerja dibandingkan dengan gaya kepemimpinan transaksional. 100 employees Locus of control of various internal memiliki public sector pengaruh yang companies signifikan terhadap kepuasan kerja. Sedangkan locus of control external memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja dan tidak signifikan. 224 students in a Locus of control university in the berhubungan secara southwest positif dengan United States. kepuasan kerja. Employee Konawe Education Department Southeast Sulawesi Province.
of Gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional at berpengaruh positif langsung dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
A small and medium enterprise in Ibadan, Southwestern, Nigeria.
Kepuasan kerja memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
47 Sumber: Penulis, 2014 2.3
Kerangka Pemikiran Berdasarkan pembahasan sudah dipaparka di atas, maka kerangka penelitian
ini ditunjukkan oleh model gambar berikut ini: Locus of Control Internal (X1) Kepuasan Kerja
Kinerja Karyawan
(Y)
(Z)
Gaya Kepemimpinan Transformasional (X2) Gambar 2. 4 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis, 2014 2.4
Rancangan Hipotesis Menurut Sekaran (2014, p.135), hipotesis bisa didefinisikan sebagai
hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua variabel atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh Locus of Control Internal (X1) terhadap Kepuasan Kerja (Y) pada PT. Olahbumi Mandiri? H0 :
Locus of Control Internal tidak memiliki pengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
Ha :
Locus of Control Internal memiliki pengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
2. Bagaimana pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kepuasan Kerja (Y) pada PT. Olahbumi Mandiri? H0 :
Gaya Kepemimpinan Transformasional tidak memiliki pengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
Ha :
Gaya Kepemimpinan Transformasional memiliki pengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
48 3. Bagaimana pengaruh Locus of Control Internal (X1) dan Gaya Kepemimpinan Transformasional (X2) secara simultan terhadap Kepuasan Kerja (Y) pada PT. Olahbumi Mandiri? H0 :
Locus of Control Internal dan Gaya Kepemimpinan Transformasional secara simultan tidak memiliki pengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
Ha :
Locus of Control Internal dan Gaya Kepemimpinan Transformasional secara simultan memiliki pengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
4. Bagaimana pengaruh Locus of Control Internal (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT. Olahbumi Mandiri? H0 :
Locus of Control Internal tidak memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
Ha :
Locus of Control Internal memiliki pengaruh terhadap Kinerja.
5. Bagaimana pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT. Olahbumi Mandiri? H0 :
Gaya Kepemimpinan Transformasional tidak memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
Ha :
Gaya Kepemimpinan Transformasional memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
6. Bagaimana pengaruh Kepuasan Kerja (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT. Olahbumi Mandiri? H0 :
Kepuasan Kerja tidak memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
Ha :
Kepuasan Kerja memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
7. Bagaimana pengaruh Locus of Control Internal (X1), Gaya Kepemimpinan Transformasional (X2), dan Kepuasan Kerja (Y) secara simultan terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada PT. Olahbumi Mandiri? H0 :
Locus of Control Internal, Gaya Kepemimpinan Transformasional, dan Kepuasan Kerja tidak memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
Ha :
Locus of Control Internal, Gaya Kepemimpinan Transformasional, dan Kepuasan Kerja memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan.