KAJIAN PEMUPUKAN N, P DAN K TERHADAP PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN BONE BOLANGO, GORONTALO Muh. Asaad1 dan M. Yasin2 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo Jl. Kopi No. 270 Tilongkabila, Bone Bolango , Gorontalo 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P. Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penggunaan pupuk berimbang disamping meningkatkan produktivitas, juga akan meningkatkan efisiensi, dan mengurangi dampak negatif dari kelebihan pupuk yang diberikan. Tujuan kajian ini adalah untuk mendapatkan paket rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada sentra pengembangan jagung di Provinsi Gorontalo. Kajian dilaksanakan di Desa Dotuhe, Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango pada bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012 menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan takaran pupuk adalah 1). 54 kg P2O5 /ha dan 90 kg K2O /ha (Tanpa N), 2). 180 kg N/ha dan 90 kg K2O /ha (Tanpa P), 3). 180 kg N/ha dan 90 kg P2O5 /ha (Tanpa K),4). 160 kg N/ha , 54 kg P2O5 /ha dan 90 kg K2O /ha (NPK). Data yang dikumpulkan adalah (1) analisis contoh tanah dan jaringan, (2) komponen pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah helai daun) pada umur 35 dan 70 HST, (3) nilai skala BWD, (4) komponen hasil (bobot 100 biji, jumlah tongkol, panjang tongkol, jumlah biji/baris) dan (5) hasil biji (t/ha, kadar air 14%). Hasil kajian menunjukkan bahwa aplikasi pupuk NK (160:90), NP (160:54) dan NPK (160:54:90) memberikan hasil yang lebih tinggi masing-masing 8,04 t/ha; 7,85 t/ha dan 7,45 t/ha dibanding pemberian pupuk tanpa N (PK) yaitu 4,66 t/ha. Perlakuan pupuk tanpa N (PK) menyebabkan penurunan produksi sekitar 35%. Hasil analisis usaha tani menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian pupuk NP memberikan keuntungan lebih tinggi dibandingan dengan perlakuan lainnya yaitu dengan total keuntungan Rp. 12.649.800 dan biaya produksi sebesar Rp. 6.980.200. Hasil ini akan berguna dalam meningkatkan efisiensi pemupukan dan peningkatan produktivitas jagung di Provinsi Gorotalo. Kata Kunci: Jagung, pemupukan, produktivitas
Pendahuluan Permintaan akan jagung meningkat tiap tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kemajuan industri pengolahan pangan, dan perkembangan sektor peternakan. Provinsi Gorontalo sudah menjadikan jagung menjadi komoditas prioritas dan sebagai ikon. Pada tahun 2009 Produktivitas jagung di Gorontalo rata-rata 4,6 t/ha (BPS Provinsi Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 311
Gorontalo, 2010) masih berada di bawah potensi hasil jagung yang mencapai 5 - 10 t/ha (Badan Litbang Pertanian, 2008). Faktor kesenjangan produktivitas jagung antara lain disebabkan: 1) penggunaan varietas yang berpotensi hasil rendah, 2) pertanaman jagung di lahan marginal, 3) pengelolaan tanaman yang tidak optimal. Penggunaan pupuk akhir-akhir terus mengalami peningkatan seiring dengan usaha peningkatan produksi baik melalui perluasan pengembangan jagung maupun peningkatan intensifikasi jagung. Peningkatan pengunaan pupuk saat ini tidak hanya terjadi pada peningkatan pupuk N (urea) tatapi juga pupuk P dan K yang bersumber dari pupuk majemuk. Terdapat kecenderungan pengunaan pupuk urea ditingkat petani di berapa tempat seperti Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango, Pohuwato, dan Gorontalo Utara yang relatif tiggi dapat mencapai 500 kg urea/ha, dan kadang-kadang tidak dikombinasi dengan penggunaan pupuk yang mengandung P, dan K, atau menggunakan pupuk P, dan K kurang optimal, sehinga penggunaan pupuk tidak seimbang yang berakibat produktivitas juga tidak optimal dan tidak efisiensi. Takaran N lebih dari 150 kg/ha adalah umum diberikan pada lahan sawah irigasi; bahkan pada beberapa tempat pertanaman jagung intensif, seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan, dan Gorontalo ada yang memberi N dalam jumlah yang sangat banyak yakni sekitar 350 kg N/ha (Saenong et al. 2005). Informasi kebutuhan pupuk yang optimal, khususnya N, P, dan K pada tanaman jagung berdasarkan spesifik lokasi sangat dibutuhkan untuk menjamin pertumbuhan dan produktivitas jagung yang memuaskan dan berkelanjutan, juga akan meningkatkan efisiensi produksi dan pendapatan petani. Hara N, P, dan K merupakan hara yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Setiap ton hasil biji, tanaman jagung membutuhkan 27,4 kg N; 4,8 kg P; dan 18,4 kg K (Cooke, 1985), sehingga diperlukan pengelolaan hara yang tepat agar kebutuhan tanaman akan hara dapat terpenuhi secara optimal. Upaya peningkatan produktivitas pertanaman jagung di Provinsi Gorontalo akan terwujud diantaranya melalui pemberian hara/pupuk yang spesifik lokasi sesuai dengan lokasi pengembangan jagung Pada umumnya petani memupuk tanaman jagung hanya mengunakan urea, tanpa atau hanya sebagian kecil petani menggunakan pupuk mengandung P atau K meskipun tanaman respon terhadap pemberian P dan K. Disisi lain menggunakan pupuk urea yang terkadang melebihi dari kebutuhan tanaman. Pada beberapa kasus misalnya di Jawa timur (Kediri) dan Sulsel (Takalar, Gowa, dan Bantaeng) penggunaan pupuk urea sudah melebih dari takaran yang wajar, yaitu mencapai 500 - 750 kg urea/ha. Pengunaan pupuk yang tidak berimbang akan menguras hara lain yan dapat menyebabkan defisien di dalam tanah yang akan berakibat degradasi kesuburan lahan Penggunaan pupuk yang berimbang, yang artinya sesuai dengan tingkat kebutuhan disuatu lokasi (spesifik lokasi) disamping meningkatkan produktivitas, juga akan meningkatkan efisiensi, dan mengurangi dampak negatif dari kelebihan pupuk yang diberikan. Tujuan kajian ini adalah mendapatkan paket rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada sentra pengembangan jagung di Provinsi Gorontalo.
Metodologi Kajian ini dilaksanakan di lahan kering di Desa Dotuhe, Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo pada bulan Oktober 2011 sampai Februari Muh. Asaad dan M. Yasin : Kajian pemupukan N, P, dan K | 312
2012. Kajian menggunakan rancangan acak kelompok yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan dalam suatu kawasan pengembangan jagung. Perlakuan takaran pupuk yang diberikan adalah 1. PK (Tanpa N): 54 kg P2O5 /ha dan 90 kg K2O /ha), 2. NK (Tanpa P): 160 kg N/ha dan 90 kg K2O /ha, 3. NP (Tanpa K): 160 kg N/ha dan 54 kg P2O5 /ha, dan 4. NPK: 160 kg N/ha , 54 kg P2O5 /ha dan 90 kg K2O /ha Lahan disiapkan dengan pengolahan tanah sempurna. Gulma pra tumbuh disemprot herbisida paraquat dengan takaran 4 l/ha. Ukuran petak adalah 10 m x 10 m. Jagung yang akan ditanam adalah jagung hibrida varietas Bisi 2 dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm, 1 tanaman per lubang Sebelum ditanam benih dicampur dengan sromil untuk mencegah penyakit bulai dengan takaran 2,5 g/kg benih. Hama dikendalikan dengan furadan pada saat tanaman berumur 15 hst melalui pucuk tanaman dengan takaran 5 kg/ha. Seluruh takaran pupuk P, ½ takaran K dan 50 kg takaran N masing-masing perlakuan diberikan pada 7 hari setelah tanam (hst). Sisa takaran N dan K diberikan pada fase Vegetatif 9 . Pemberian pupuk dilakukan secara tugal sekitar 5 - 7 cm dari tanaman. Panen dilakukan setelah masak fisiologis. Data yang dikumpulkan adalah (1) analisis contoh tanah dan jaringan, (2) komponen pertumbuhan seperti tinggi tanaman pada umur 35 dan 70 HST, (3) nilai skala BWD, (4) komponen hasil (bobot 100 biji, jumlah tongkol, panjang tongkol, jumlah biji/baris), (5) hasil biji (t/ha, kadar air 14%) dan analisis usahatani menggunakan analisis BCR (Malian, 2004). Data dianalisis dengan analisis sidik ragam (anova), selanjutnya perbedaan perlakuan diuji dengan Beda Nyata Terkecil (Least Significant Different)
Hasil dan Pembahasan Hasil Analisis Tanah dan Jaringan Tabel 1. Hasil analisis tanah No. 1.
2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jenis Pengujian a. Liat (%) b. Debu (%) c. Pasir (%) PH: a. pH H2O (1:2,5) b. pH KCl (1:2,5) Bahan Organik: a. C-Total (%) b. N-Total (%) c. C/N (%) P2O5 (mg/100 g) K2O (mg/100 g) P2O5 (ppm) K2O (ppm) Keasaman Al-Tukar (me/100 g) H-Tukar (me/100 g) Tekstur:
Nilai 2 32 66 6,53 5,85 0,17 0,06 3 31 12 14 20 0 0 0
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 313
Lanjutan Tabel 1. Hasil analisis tanah No. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Jenis Pengujian
Nilai 6,69 1,36 0,04 0,01 5,96 100
Ca (me/100 g) Mg (me/100 g) K (me/100 g) Na (me/100 g) Nilai Tukar Kation Kejenuhan Basa (%)
Sumber: Laboratorium BPTP Sulawesi Selatan, 2012 Hasil pengujian laboratorium analisis tanah (Tabel 1), menunjukkan bahwa tanah lokasi penelitian berstruktur lempung berpasir, pH agak masam, kandungan bahan organik rendah, N Total sangat rendah, P2O5 rendah, K2O rendah-sedang, K rendah, KTK rendah tetapi kejenuhan basa sangat tinggi (Tabel 1). Berdasarkan klasifikasi tanah, tanah pada lokasi penelitian ini termasuk jenis tanah Inceptisol. Umumnya tanah jenis ini cukup baik untuk pengembangan tanaman jagung (Subagyo et.al., 2000). Namun demikian diperlukan upaya untuk mengatasi faktor pembatas hara, terutama hara N, P, dan K untuk mendapatkan hasil yang memadai (Nursyamsi et al., 2002). Tabel 2. Hasil analisis jaringan tanaman No.
Perlakuan
1.
Hasil Analisis Jaringan N Jaringan (%)
P Jaringan (%)
K Jaringan (%)
NPK
0,56
0,06
1,43
2.
NK
0,41
0,01
1,54
3.
PK
0,53
0,06
1,48
0,01
1,63
4. NP 0,40 Sumber: Laboratorium BPTP Sulawesi Selatan, 2012 Komponen Vegetatif Tanaman
Hasil pengamatan Tabel 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman jagung dan jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan pemupukan tanpa N (PK) yaitu 74, 74 cm dan jumlah daun 11 helai pada umur 35, sedangkan pada umur 70 HST yaitu 137,96 cm dan jumlah daun 14 helai. Sedangkan pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan pemupukan NP pada aplikasi pemupukan umur 70 HST yaitu 203,86 cm dengan jumlah daun 16 helai. Namun tidak berbeda nyata pada perlakuan pemberian pupuk NPK dan NK.
Muh. Asaad dan M. Yasin : Kajian pemupukan N, P, dan K | 314
Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun (helai) pada umur 35 dan 70 HST Komponen Pengamatan Perlakuan
NPK
Umur 35 HST Tinggi Tanaman Jumlah Daun (cm) (helai) 98, 56 a 12 a
Umur 70 HST Tinggi Tanaman Jumlah Daun (cm) (helai) 186,00 a 15 a
NK
98,89
a
13 a
199,07 a
15 a
PK
74,74
b
11 a
137,96 b
14 a
NP
96,63
a
13 a
203,85 a
16 a
-
α0,05= 34,61
-
NP BNT
α0,05= 15,66
KK (%) 8 7 10 4 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tdak berbeda nyata pada taraf uji BNT. Hasil ini menunjukkan bahwa kebutuhan unsur hara N, P, dan K mutlak harus tersedia dalam tanah dengan jumlah yang cukup. Aplikasi pupuk yang tidak lengkap atau salah satu unsur hara penting tidak ada dari pemupukan menyebabkan penurunan kualitas tanaman, baik komponen tanaman maupun hasil tanaman jagung. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik tanaman jagung pada kondisi lahan di Provinsi Gorontalo memerlukan pemupukan unsur hara N, P dan K. Pemupukan tanpa salah satu unsur hara tersebut menyebabkan tanaman jagung mengalami hambatan dan penurunan pertumbuhan dan produksi Hasil pengamatan BWD (Tabel 4) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk tanpa Nitrogen (Perlakuan PK) menunjukkan niai BDW terendah (2,59 pada umur 35 HST dan 2,30 pada umur 70 HST) dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Sedangkan nilai skala BWD tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian pupuk NPK dan NK yaitu 3,96 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan NP. Tabel 4. Perbedaan nilai Bagan Warna Daun pada umur 35 dan 70 HST. Skala Bagan Warna Daun Umur 35 HST Umur 70 HST a NPK 3,70 3,96 a a NK 3,44 3,96 a PK 2,59 b 2,30 b a NP 3,41 3,85 a NP BNT α0,05= 0,55 α0,05= 0,41 KK (%) 8 4 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tdak berbeda nyata pada taraf uji BNT. Perlakuan
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 315
a)
b)
Gambar 1. Hasil pengukuran skala BWD di Lapangan. a) Warna daun pada skala <4,5 membutuhkan penambahan pupuk N; b) Warna daun pada skala >4,5 tidak membutuhkan penambahan pupuk N Nilai skala hasil pengukuran BWD yang diperoleh pada masing-masing perlakuan masih tergolong rendah karena berada di bawah nilai skala 4,5 ini menunjukkan bahwa tanaman tersebut kekurangan N. BWD pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati keseimbangan hara pada tanaman, terutama N. Jika hasil pengamatan dengan BWD menunjukkan tanaman kekurangan N (warna daun pada skala <4,5) maka perlu segera penambahan pupuk N. Sebaliknya jika hara N sudah cukup tersedia bagi tanaman maka tidak perlu penambahan pupuk N. Aplikasi pemupukan dilakukan pada tanaman setelah berumur antara 5 – 9 MST, karena pada umur tersebut laju pertumbuhan tanaman sangat cepat sehingga kebutuhan hara sangat tinggi. Apabila tanaman kekurangan unsur hara pada fase tersebut maka pertumbuhannya akan terhambat. Komponen Hasil Hasil pengamatan komponen hasil tanaman menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk tanpa N (PK) memberikan hasil terendah pada komponen pengamatan panjang tongkol (11,90 cm), jumlah biji per tongkol (30.30 biji), diameter tongkol (3,988 cm) dan berat tongkol (251,33 g) serta berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 5). Tabel 5. Pengamatan panjang tongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol dan berat tongkol. Komponen Pengamatan Panjang Jumlah Baris Jumlah Biji Diameter Berat Tongkol Tongkol (cm) Per Tongkol Per Tongkol Tongkol (cm) (gr) NPK 16,43 a 12,13 a 36,13 a 4,197 a 334,00 a NK 16,40 a 12,67 a 36,77 a 4,405 a 381,33 a b a b a PK 11,90 12,13 30,30 3,988 251,33 a NP 15,00 a 11,93 a 39,03 a 4,151 a 335,00 a NP BNT α0,01= 2,87 α0,01= 3,91 KK (%) 6 4 4 4 13 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tdak berbeda nyata pada taraf uji BNT. Perlakuan
Muh. Asaad dan M. Yasin : Kajian pemupukan N, P, dan K | 316
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar antar perlakuan pada pengamatan berat pipilan kering dan berat 100 biji. Namun dari hasil pengamatan terlihat bahwa perlakuan tanpa pemberian pupuk Nitrogen (PK) memberikan hasil terendah pada parameter pengamatan berat pipilan kering (919,33 gr), Berat 100 biji (23,67 gr) dan produksi (4,66 ton/ha) (Tabel 6). Perlakuan pemberian pupuk tanpa N (PK) juga menyebabkan penurunan produksi sekitar 35% dibandingkan dengan pemberian pupuk N, P dan K. Tabel 6. Pengamatan berat pipilan, berat 100 biji dan produksi Komponen Pengamatan Berat Pipilan Kering (gr) Berat 100 Biji (gr) Produksi (Ton/Ha) NPK 1333,67 a 24,33 a 7,45 a NK 1507,67 a 28,00 a 8,04 a a a PK 919,33 23,67 4,66 b NP 1390,00 a 26,33 a 7,85 a NP BNT α0,05= 2,27 KK (%) 16 14 16 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tdak berbeda nyata pada taraf uji BNT. Perlakuan
Hasil analisis statistik pada parameter pengamatan produksi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan tanpa pemberian pupuk Nitrogen (PK) dengan perlakuan yang lainnya (Tabel 6). Produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk NK (8,04 ton/ha) sedangkan produksi terendah terdapat perlakun tanpa pemberian pupuk Nitrogen (PK) (4,66 ton/ha). Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai indeks panen yang diperoleh untuk tiap-tiap perlakuan tidak terdapat perbedaan nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Nilai Indeks panen tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian pupuk NK yaitu 41,77%. Tabel 7. Indeks panen (%) Perlakuan NPK NK PK NP KK (%)
Indeks Panen (%) 41.34 a 41.77 a 41.53 a 41.61 a 2
Menurut Jones (1987) Kekurangan unsur hara N sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil jagung sampai 30%, karena Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi tanaman merupakan bagian dari protoplasma, penyusunan asam amino pembentuk protein, penyusun tubuh tanaman dan bagian terbesar dari biomas tanaman. Akibat kekurangan Nitrogen penampilan tanaman jagung di lapangan nampak daunnya berwarna kuning dan klorosis, akibatnya tanaman mengalami gangguan fotosintesis, Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 317
pertumbuhan dan produksi terhambat. Hasil penelitian di Jeneponto menunjukkan bahwa aplikasi pupuk NPK (200: 35:100) atau setara 440 kg Urea, 223 kg SP36 dan 191 kg KCl memberikan hasil lebih tinggi (5,5 /ha) dibanding hasil pada perlakuan pupuk PK (35:100) yaitu 4,0 t/ha (Tandisau dan Thamrin, 2009). Hasil penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa untuk potensi hasil 7-8 t/ha pada tanah Inceptisol di Kabupaten Bone diperlukan pupuk 121,6 - 132,7 kg N; 12,7 - 27,5 kg P2O5 dan 11,9 -18,2 kg K2O/ha dan pada tanah Vertisol di kabupaten Sidrap diperlukan pupuk 150 kg N dan 35 kg P2O5 (tanpa K) (Syafruddin, et al., 2006). Kekurangan posfor mengakibatkan kehilangan hasil sekitar 20% (Tisdale et al, 1990). Sementara Otari dan Noriharu (1996) mengemukakan bahwa posfor merupakan penyusun penting sel hidup, terlibat dalam berbagai reaksi metabolik, berkaitan erat dengan senyawa struktural, asam nukleat yang berguna untuk reproduksi, konversi dan transfer energi. Posfor juga diketahui berperan dalam pembentukan bunga, buah dan biji, pembelahan sel, perkembangan akar yang pada gilirannya meningkatkan kualitas tanaman. Kekurangan posfor berpengaruh dalam aspek metabolism dan pertumbuhan khususnya pembentukan tongkol dan biji tidak normal (Sutoro et al., 1988). Kekurangan kalium mengakibatkan kekurangan hasil jagung sekitar 10%. Hal ini disebabkan karena kalium berperan penting dalam proses fisiologis tanaman, mempengaruhi transpirasi, pengambilan mineral lain dan mengendalikan gerakan bagian-bagian penting dalam tanaman untuk pertumbuhan (Jones, et al., 1991). Analisis Usahatani Analisis usahatani merupakan salah satu metode analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat penerimaan atau keuntungan dari kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani. Hasil analisis usahatani jagung dalam pengkajian pemupukan disajikan dalam Tabel 8. Hasil analisis usaha tani perlakuan pemupukan pada tanaman jagung (Tabel 8) menunjukkan bahwa biaya produksi tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian pupuk NPK dengan total biaya produksi sebesar Rp. 7.974.800 dengan keuntungan sebesar Rp. 10.645.200. Sedangkan biaya produksi terendah terdapat pada perlakuan pemberian pupuk PK dengan total biaya produksi Rp. 6.965.500. Meskipun biaya produksi yang di keluarkan untuk perlakuan pemberian pupuk PK rendah, namun keuntungan yang dihasilkanpun juga rendah. Dari hasil analisis usaha tani tersebut diperoleh bahwa perlakuan dengan pemberian pupuk NP memberikan keuntungan lebih tinggi dibandingan dengan perlakuan lainnya, yaitu dengan total keuntungan Rp. 12.649.800 dan biaya produksi sebesar Rp. 6.980.200. Nilai B/C Ratio yang diperoleh dari hasil analisis usaha tani (Tabel 8) menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian pupuk NP memiliki nilai B/C ratio lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 1,812. Sedangkan nilai B/C ratio terendah terdapat pada perlakuan pemberian pupuk PK yaitu 0,671. Nilai ini menunjukkan bahwa usaha tani jagung dengan hanya memberikan pupuk PK tidak layak untuk diusahakan karena nilai B/C ≤ 1. Benefit Cost Ratio merupakan salah satu metode kelayakan investasi. Pada dasarnya perhitungan metode kelayakan investasi ini lebih menekankan kepada benefit (manfaat) dan perngorbanan (biaya/ cost) suatu invetasi, bisa berupa usaha, atau proyek. Jika B/C ≥ 1 , maka alternatif investasi atau proyek layak/diterima (feasible). Sedangkan jika B/C < 1 , maka alternatif investasi atau proyek tidak layak (not feasible).
Muh. Asaad dan M. Yasin : Kajian pemupukan N, P, dan K | 318
Tabel 8. Analisis usaha tani pada perlakuan aplikasi pemupukan pada tanaman jagung
No.
Komponen Biaya
Perlakuan NPK NK PK NP (160 kg N, 54 (54 kg (160 kg N, (160 kg N, kg P2O5, 90 P2O5, 90 kg 90 kg K2O) 54 kg P2O5) kg K2O) K2O)
1
Biaya Tenaga Kerja Pengolahan Tanah a. 950.000 950.000 950.000 950.000 (Traktor) b. Penanaman 420.000 420.000 420.000 420.000 c. Pemupukan I 300.000 300.000 300.000 300.000 d. Pemupukan II 300.000 300.000 300.000 300.000 e. Pemupukan III 300.000 300.000 300.000 300.000 f. Penyiangan (2x) 600.000 600.000 600.000 600.000 g. Pengairan (4x) 800.000 800.000 800.000 800.000 Pengendalian Hama dan h. 60.000 60.000 60.000 60.000 Penyakit i. Panen 300.000 300.000 300.000 300.000 j. Pemipilan (Rp 100/kg) 744.800 804.300 465.500 785.200 2 Biaya Bahan Saprodi Benih 20 kg (Rp. a. 900.000 900.000 900.000 900.000 45.000,-) b. P2O5 (Rp. 2.500,-/kg) 135.000 135.000 135.000 c. Urea (Rp. 2.000,-/kg) 730.000 730.000 730.000 d. K2O(Rp. 11.500,-/kg) 1.035.000 1.035.000 1.035.000 Furadan 10 kg (Rp. e. 200.000 200.000 200.000 200.000 20.000,-/kg) f. Pestisida 200.000 200.000 200.000 200.000 Total Biaya Produksi 7.974.800 7.899.300 6.965.500 6.980.200 Produksi jagung (kg) 7.448 8.043 4.655 7.852 Pendapatan (Produksi x 18.620.000 20.107.500 11.637.500 19.630.000 Harga Jual*) Keuntungan (Pendapatan10.645.200 12.208.200 4.672.000 12.649.800 Biaya Produksi) B/C Rasio (Pendapatan/Biaya 1,335 1,545 0,671 1,812 Produksi) Keterangan: * Diasumsikan bahwa harga jual jagung pipilan = Rp. 2.500/kg.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 319
Kesimpulan 1.
Aplikasi pupuk NK (160:90), NP (160:54) dan NPK (160:54:90) memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding pemberian pupuk tanpa N (PK)
2.
Pemberian pupuk tanpa N (PK) menghasilkan pertumbuhan dan produksi terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
3.
Perlakuan pemberian pupuk tanpa N (PK) juga menyebabkan penurunan produksi sekitar 35% dibandingkan dengan pemberian pupuk N, P dan K.
4.
Hasil analisis usaha tani menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian pupuk NP memberikan keuntungan lebih tinggi dibandingan dengan perlakuan lainnya, yaitu dengan total keuntungan Rp. 12.649.800 dan biaya produksi sebesar Rp. 6.980.200.
Daftar Pustaka Badan Litbang Pertanian. 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Jagung. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. 2010. Gorontalo dalam Angka. BPS Provinsi Gorontalo. Cooke, G. W. 1985. Fertilizing for maximum yield. Granada Publishing Lmt. London. 75-87.
p.
Jones, J.B.Jr., B.Wolf and H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Hand Book. A Practical Sampling Preparation. Analysis and Interpretation Guide. Micra-Macro Publishing Inc. Jones, U.S. 1987. Fertilizers and Soil Fertility. Prentice-Hall of India, Private Limited, New Delhi. 421 p. Malian, A.H. 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial Teknologi pada Skala Pngkajian. Makalah Analisis Ekonomi bagi Pengmbangan Sistim dan Usaha Agribisnis Wilayah. Bogor. Otari, T. and Noriharu A. 1996. Phosphorus uptake Medurism of Crops Grown in Soil with Low P Status. Screenings of Crops for efficient P uptake. Soil Sci. Plant Nutr. 42 (1) : 155-163 Saenong, S., Syafruddin, dan Subandi. 2005. Penggunaan LCC untuk pemupukan N pada tanaman jagung. Laporan Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) Kerjasama Balitereal dengan Potash & Phosphate Institute (PPI), Potash and Phosphate Institute of Canada (PPIC). (belum dipublikasi). Sutoro, Y.Sulaiman dan Iskandar.1988. Budidaya. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Wijono (Penyunting). Jagung. Puslitbangtan Bogor Syafruddin, M. Rauf, R. Arvan dan M. Akil. 2006. Kebutuhan Pupuk N, P, dan K Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Haplustepts. Penelitian pertanian 25:1 - 9 Muh. Asaad dan M. Yasin : Kajian pemupukan N, P, dan K | 320
Tandisau, P. dan M. Thamrin. 2009. Kajian Pemuukan N,P dan K terhadap Jagung pada Lahan Kering Tanah Typic Ustropepts. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 12 (2): 126-134 Tisdale, S., W.L. Nelson and J. D. Beaton. 1990. Soil Fertility and Fertilizer. MacMilland Publ.Co., New York.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 321