/
795-
9
,a,.
-
KAJIAN KOMPONEN KOMPONEN PENENTU DAN STRATEGI PEN INGKATAN DAY A SAING AGROlNDUSTRl KEGlL PANGAN D l WllAYAH KOTAMADYA DT II BOGOR
Oleh RULLI HENDRlANl
F 28. 0339
1 9 9 5 FAKULTAS
TEKNOLOGI
PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R
RULLI HENDRIANI F 28.0339. Kajian Komponen-Komponen Penentu dan Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan di Wilayah Kotamadya DT 11 Bogor. Di bawah bimbingan M. Syamsul Ma'arif.
RINGKASAN Agroindustri kecil pangan mempunyai,p.eranan yang cukup penting dalam memberikan kontribusinya pada Produk ~ o m e s t i k . + ~ e ~ i oBruto n a l (PDRB) dan penyerapan i . tenaga kerja. Jenis agroindustri &cil.pangan formal yang cukup potensial di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor adalah asinan, nata de coco, roti, kopi bubuk, tapioka, dan manisan pala. Namun pertumbuhan dan perkc2.mbangannya masih rendah. Hal ini disebabkan belum mampunya para pengelola memberi respon terhadap pengaruh faktor internal dan eksternal, sehingga daya saingitya pun masih rendah. Pengkajian ini bertujuan untuk : (1) menentukan prioritas jenis agroindustri kecil pangan yang akan dikernbangkan ke arah peningkatan daya saing, (2) menganalisis komponen-komponen penentu daya saing agroindustri kecil pangan, dan (3) merancang strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan tersebut. Analisa Matriks Perbandingan Eksponensial menunjukkan bahwa nata de coco mempunyai prioritas tertinggi, diikuti dengan jenis agroindustri kecil pangan asinan, roti, manisan pala, kopi bubuk, dan terakhir tapioka. Hasil analisa Proses Hirarki Analitik (PHA) dengan alat bantu Expert Choice versi 8.0, menunjukkan bahwa komponen penentu daya saing secara berurutan adalah pemasaran, manajemen produksi, bahan baku dan teknologi proses. Faktor yang paling berpengaruh terhadap komponen tersebut adalah sumberdaya manusia, diikuti dengan faktor kebijaksanaail pemerintah, modal, dan kondisi persaingan. Strategi pemasaran yang terpilih adalah berdasarkan produk. Perpaduan antara pelatihan dan pembinaan dengall inovasi sendiri, merupakan strategi yang terpilih untuk basis manajemen produksi, sedangkan strategi basis bahan baku adalah kemitraan dengan petani. Strategi teknologi proses yang diperlukan untuk peningkatan daya saingnya, adalah perpaduan antara teknologi tradisional, teknologi baru sederhana, dan teknologi tinggi. Dalam strategi harga dipilih penetapan harga berdasarkan persaingan, dan untuk strategi distribusi produk adalah distribusi ganda. Peningkatan kualitas merupakan bentuk strategi produk yang terpilih daii untuk promosi yaitu iklan melalui radio. ,
Dari hasil analisis Strength, Weakness, Opportlmity, Threat menunjukkan bahwa untuk jenis usaha tapioka, saluran distribusinya terbatas pada pengusaha besar dan industri terkait lainnya. Strategi balian baku dengan budidaya sendiri hanya dapat dilakukan untuk starter nata de coco, sedangkan untuk jenis usaha lainnya, tidak memungkinkan. Hal ini mengingat lahan pertanian yang semakin sempit, karena perkembangan kota lebih diarahkan pada kota pemukiman, kota pendidikan, dan kota pariwisata.
KAJIAN KOMPONEN-KOMPONEN PENENTU DAN STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING AGROINDUSTRI KECIL PANGAN DI WILAYAH KOTAMADYA DT I1 BOGOR
Oleh RULLI HENDRlANl F 28.0339
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
1995 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Pengertian Simbol Yang Digunakan I. P a d a Metode Perbandingan Eksponensial Simbol
Keterangan Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i
TKK.J
Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j jumlah pilihan keputusan jumlah kriteria keputusan
11. P a d a Metoda Proses H i r a r k i Analitik
Simbol
Keterangan Matriks pendapat individu terhadap hasil pembandingan elemen pada level tertentu
a..IJ
Nilai pembandingan individu (elemen matriks) pada baris ke-i kolom ke-j Bobot input dalam baris Bobot input dalam lajur atau kolom Nilai eigen dari kelompok pendapat jumlah elemen yang diperbandingkan Indeks acak yang dikeluarkan oleh OAK RIDGE LABORATORY di dalam Saaty (1986) dari matriks berorde 1 - 15 Nilai konsistensi pendapat padasuatu level Elemen matrik gabungail baris ke-i, ko101n ke-j
a..U(k)
Elemen matriks individu pada baris ke-i dengan CI yang lnemenuhi persyaratan k
m
Jumlah responden atau matriks individu dengan CI yang memenuhi persyaratan Nilai eigen hasil perkalian baris pada elemen mattriks ke-i Elemen vektor prioritas ke-i Nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada level ke-i terhadap elemen ke-k pada level di atasnya (i-1), yang diperoleh dari pengolahan horizontal. Nilai prioritas pengaruh elemen ke-k pada level ke-(i-l) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil pengolahan vertikal
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAI
ICAJIAN ICONIPONEN-I
Oleli RUI,I,I HENDRIANI I' 28.0339
Sebagai salali satu syarat nntuk memperoleli gelar SAIUANA TEI
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanabu wata'ala, dengan rahmat dan ridhaNyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknolog i Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada : 1. Dr.Ing. M. Syamsul Ma'arif, MEng. selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan dan dorongannya. 2. Dr.Ir.Illah Sailah, MS. dan Ir. Erliza Hambali, MS., selaku dosen penguji yang telah banyak memberi koreksi dan masukkan. 3. Letkol H. E. Tjuhardja dan Wiwi Surleni selaku orangtua penulis, yang telah banyak mernberi dorongan dan bantuan moril maupun materiil, serta kakakku Renni Septinawati, SE., adikku Meike Puspita, dan Denni Widiawan. 4. Dr. Ir. H. Sjafri Mangkuprawira, Dr. Ir. Illah Sailah, MS., Drs. Achmad Soleh, Harry Viriano, BSc., Bapak Taryono, dan Bapak Anggih, yang telah banyak mem bantu dan memberi masukkan kepada penulis selama penelitian. 5. Seluruh pegawai Kantor DepartemenKabang Dinas Perindustrian dan Kantor BAPPEDA Kotamadya DT 11 Bogor, atas bantuan dan kerjasamanya. 6 . Para pengusaha agroindustri kecil pangan di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, atas perhatian dan waktu yang diberikarl dalam memberikan informasi yang bermanfaat. 7. Rekan-rekan GKM-S (Lusi, Anna, Marwin, Heri, Junaedi), Wulan, Tanti, Adith, Tony, Vivid, May, Saipul, Aris, Mul, Nilla, Diah, Yuli, Nina, Yudha, Yuni dan warga Moeslim House (Nani dan Dewi), adik-adik GKM-S (Eko, Yoki, Vanda, Susan, Ocha, dan Ana) atas pengertian dan kebersamaannya serta, da Wal yang telah banyak membatitu dan mernberi masukkan yang berarti. 8. Seluruh Staf Tata Usaha Jurusau Teknologi Industri Pertanian dan Fakultas Teknologi Pertanian.
DAFTAR IS1 Halaman KATA PENGANTAR ...................................................... I DAFTAR IS1 ................................................................. iii DAFTAR TABEL .......................................................... v DAFTAR GAMBAR ....................................................... vi I . PENDAHULUAN .......................................................... 1 A . LATAR BELAKANG .................................................. 1 B. TUJUAN ................................................................. 2 C. MANFAAT .............................................................. 3 3 D. RUANG LINGKUP .................................................... I1. TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 4 4 A . AGROINDUSTRI KECIL ............................................ B. KOMPONEN-KOMPONEN AGROINDUSTRI KECIL ........ 6 C. METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL ................ 10 D. PROSES HIRARKI ANALITIK ..................................... 12 E . ANALISIS STRENGHT WEAKNESS OPPORTUNITY THREAT 20 F. PENELITIAN TERDAHULU ........................................ 21 I11. METODOLOGI ............................................................ 22 A . KERANGKA PEMIKIRAN .......................................... 22 B. PENDEKATAN SISTEM ............................................. 23 C . TATA LAKSANA ..................................................... 28 29 D. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN .......................... E . RESPONDEN .......................................................... 29 IV. KONDISI UMUM AGROINDUSTRI KECIL PANGAN FORMAL 31 POTENSIAL DI WILAYAH KOTAMADYA DT I1 BOGOR ..... A . POTENSI AGROINDUSTRI KECIL PANGAN FORMAL POTENSIAL ........................................................... 31 B. POTENSI PENDUKUNG PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KECIL PANGAN ....................................................... 40
V. PEMILIHAN PRIORITAS JENIS AGROINDUSTRI KECIL PANGAN YANG AKAN DIKEMBANGKAN KE ARAH PENINGKATAN DAYA SAING ................................................... A. PENYUSUNAN PILIHAN KEPUTUSAN ......................... B. ANALISA PRIORITAS JENIS AGROINDUSTRI KECIL PANGAN ................................................................. VI . ANALISIS KOMPONEN-KOMPONEN PENENTU DAN STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING AGROINDUSTRI KECIL PANGAN .................................................................... A . PENYUSUNAN HIRARKI ........................................... B. PENILAIAN DAN PENGUKURAN ELEMEN-ELEMEN HIRARKI ................................................................. VII.PENGEMBANGAN STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING JENIS AGROINDUSTRI KECIL PANGAN .......................... A . AGROINDUSTRI KECIL ASINAN ................................ B. AGROINDUSTRI KECIL NATA D E COCO ..................... C. AGROINDUSTRI KECIL ROT1 .................................... D. AGROINDUSTRI KECIL KOPI BUBUK ......................... E . AGROINDUSTRI KECIL TAPIOKA .............................. F. AGROINDUSTRI KECIL MANISAN PALA ..................... VIII . KESIMPULAN DAN SARAN ........................................ A . KESIMPULAN ....................................................... B. SARAN .................................................................. DAFTAR PUSTAKA ...................................................... LAMPIRAN di dalam SUPLEMEN
44 44 49
54 54
79 105 105 108 110 113 115 117 120 120 121 122
Halaman Tabel I. Random Indeks menurut jumlah elemen pada tiap level hirarki .....................................................
17
Tabel 2. Potensi agroindustri kecil pangan formal di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, 1994 .......................
31
Tabel 3. Perkembangan agroindustri kecil formal tahun 1989-1994 ......................................................
32
........................
45
Tabel 5. Kriteria keputusan yang dikelompokkan ..........................
46
Tabel 6. Rangking kelompok agroindustri kecil pangan berdasarkan kelompok kriteria ....................................
48
Tabel 7. Skala nilai kriteria keputusan .......................................
49
Tabel 8. Nilai ram-rata kelompok jenis agroindustri kecil dan kriteria
50
Tabel 9. Total nilai dan prioritas agroindustri kecil pangan ..............
51
Tabel 4. Kelompok jenis agroindustri kecil pangan
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Peran lnovasi Dalam Daur Hidup Produksi Gambar 2 . Bagan Matriks MPE
...................
...............................................
Gambar 3 . Diagram Pendekatan Sistem
......................................
9 11
24
Gambar 4 . Diagram Input Ouput Kajian Komponen-Komponen Penentu dan Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan ............................................................. 27 Gambar 5 . Diagram Alir Tahapan Penelitian
...............................
30
Gambar 6 . Hirarki Analisis Komponen Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan ....................................................... 59 Garnbar 7 . Hirarki Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berbasis Bahan Baku .............
62
Gambar 8. Hirarki Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berbasis Teknologi Proses
......
64
Gambar 9. Hirarki Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berbasis Manajemen Produksi .
67
Gambar 10. Hirarki Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berbasis Pemasaran ..............
69
................................. Gambar 12. Hirarki Analisis Strategi Distribusi Produk ................... Gambar 13. Hirarki Analisis Strategi Produk ................................ Gambar 14. Hirarki Analisis Strategi Promosi ...............................
Gambar 11. Hirarki Analisis Strategi Harga
Gambar 15. Bobot dan Prioritas Hirarki Komponen Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan .......................................
73 75 78 80
82
Gambar 16. Bobot dan Prioritas Hirarki Strategi Peningkatan Daya Saing 85 Agroindstri Kecil Pangan Berbasis Bahan Baku .............. Gambar 17. Bobot dan Prioritas Hirarki Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berbasis Teknologi Proses ...... 88
Gambar 18. Bobot dan Prioritas Hirarki Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berbasis Manajemen Produksi 91 Gambar 19. Bobot dan Prioritas Hirarki Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berbasis Pemasaran ..............
94
Gambar 20 . Bobot dan Prioritas Hirarki Strategi Harga ...................
96
Gambar 21 . Bobot dan Prioritas Hirarki Strategi Distribusi Produk .....
98
Gambar 22 . Bobot dan Prioritas Hirarki Strategi Produk
.................. 101
Gambar 23 . Bobot dan Prioritas Hirarki Strategi Promosi
vii
................. 103
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Peranan industri kecil di Indonesia sangat membantu dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam memberikan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Departemen Perindustrian, 1993). Namun dalam perkembangannya industri kecil mempunyai berbagai permasalahan yang sangat kompleks, baik masalah intern maupun masalah ekstern. Kompleksnya permasalahan tersebut sangat mempengaruhi kemampuan bersaing industri kecil dalam rnernpertahankan dan mengembangkan kesinambungan usahanya, terutama dalam menghadapi perkembangan masa yang selalu menuntut kemampuan suatu industri untuk dapat bersaing. Menurut Lukmana (1994), industri kecil pangan memiliki beberapa keunggulan, antara lain keterkaitan yang kuat baik ke hulu maupun ke hilir, memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif, dapat menampung tenaga kerja, dan produknya cukup inelastis sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan berpeluang besar untuk melakukan perluasan pasar. Selain itu, Lukmana (1994) pun menyatakan bahwa pengembangan agroindustri pangan ini akan semakin cerah prospeknya, apabila produk tersebut dapat dijamin kualitasnya. Menurut Kantor DepartemenICabang Dinas Perindustrian Kotamadya DT 11 Bogor, perkembangan agroindustri kecil di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor setiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun laju pertumbuhan rata-ratanya masih rendah yaitu 4.68 persen untuk jumlah unit usaha, 4.88 persen untuk penyerapan tenaga kerja, dan 11.46 persen untuk peningkatan investasi. Achfas (1985), menyatakan bahwa penyebab keadaan tersebut adalah karena adanya kelemahan industri kecil dalarn inenanggapi atau memberi respon terhadap pengaruh faktor internal dan eksternal, sehingga mempengaruhi keberhasilan usaha agroindustri kecil pangan. Somantri (1992) pun menyatakan bahwa faktor internal dan eksternal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan usaha, sehingga dalam pertumbuhannya perlu dilakukan perbaikan yang didasarkan pada faktor internal dan eksternal tersebut. lndustri kecil paiigan potensial yang ada di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor ini sangat menutijang keberadaanya dalam pembangunan kota yang mengarah pada
kota pariwisata dan pasar regional. Itidustri kecil asinan, manisan pala, nata de coco, roti, tapioka, dan kopi bubuk merupakan industri kecil pangan potensial di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, dimana setiap jenis industri ini mempunyai prospek pemasaran yang cukup baik di masa sekarang dan masa yang akan datang dan sangat membantu dalam penyerapan tenaga kerja. Ole11 karena itu, jenis industri kecil pangan potensial tersebut menjadi prioritas utama dalam usaha pengembangannya. Kemajuan kota Bogor yang semakin pesat, terutama dalam fungsinya sebagai kota pariwisata dan kota pemasaran regional menuntut adanya kemampuan bersaing agroindustri kecil pangan. Menurut Porter (1993), merupakan suatu keharusan bagi perusahaan mempunyai kemampuan bersaing agar mampu bertahan dan dapat terus melakukan pengembangan, terutama dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. Kompleksnya permasalahan yang mempengaruhi daya saing industri kecil pangan dan terbatasnya kemampuan suatu perusahaan untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan usaha untuk mengindentifikasikan dan menentukan komponen-komponen yatig paling berpengaruh terhadap daya saing. Kajian komponen-komponen penentu terhadap daya saing ini akan mengefisienkan dalam mengatasi permasalahan yang sangat kompleks dan mengarahkan pada pembentukan strategi yang perlu dilakukan dalam usaha peningkatan daya saingnya.
B. TUJUAN Tujuan dari pengkajian makalah khusus ini adalah : 1. Menentukan prioritas jenis agroindustri kecil pangan yang akan dikembangkan ke arah peningkataii daya saing. 2. Menganalisis komponen-kotiiponen daya saing agroindustri kecil pangan. 3. Merancang strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor.
C. MANFAAT Manfaat yang diharapkan dala~npengkajian makalali kliusus ini adalah : 1. Sebagai bahan penyusunan kebijaksanaa~ldalam pengembangan agroindustri pangan potensial berdaya saing kuat oleh lembaga-lembaga terkait. 2. Agroindustri kecil pangan potensial mampu mempertahankan dan mengembangkan diri dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. D. RUANG LINGKI.JP Masalah khusus ini mengkaji komponen-komponen penentu dan strategi peningkatan daya saing suatu agroindustri kecil pangan, yang dikhususkan pada industri kecil pangan formal dan potensial di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, yaitu industri kecil asinan, manisan pala, nata de coco, roti, kopi bubuk, dan tapioka. Komponen-komponen penentu daya saing ditinjau dari komponen sistem agroindustri, meliputi modal, sumberdaya manusia, kondisi persaingan, kebijaksanaan pemerintah, bahan baku, teknologi proses, manajemen produksi, serta pemasaran. Kajian ini lebih dititik beratkan pada komponen-komponen penentu yang perlu disusun strateginya dalam upaya peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, yang meliputi bahan baku, teknologi proses, manajemen produksi, serta pemasaran. Komponen lain yang ikut menentukan, dijadikan faktor berpengaruh dalarn menentukan komponen daya saing.
11. TINJAUAN PUSTAKA A. AGROEYDUSTRI KECIL 1. Karakteristik Agroindustri Kecil
Menurut Aziz (1992), kegiatan agroindustri merupakan suatu proses yang memanfaatkan komponen bahan baku, tenaga kerja, modal, manajemen, teknologi proses, dan faktor pendukung lainnya. Hasil akhir dari kegiatan ini adalah produk agroindustri yang dilanjutkan pada kegiatan pemasaran. Kriteria kuantitatif menurut Surat Keputusan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Noinor : 1 3 / ~ 1 ~ ~ 1 ~ 1 1tanggal 9 9 0 , 14 Maret 1990 tentang Kriteria Bidang Usaha Dalam Kelompok Industri Kecil adalah memiliki nilai kekayaan perusahaan seluruhnya tidak lebih dari 600 juta rupiah tidak termasuk nilai rumah dan tanah yaiig ditempati, serta pemiliknya adalah warga negara Indonesia. Industri kecil formal adalah industri kecil yang memiliki nomor izin usaha dengan asset antara 5 juta sampai 600 juta rupiah, sedangkan industri kecil non formal adalah industri kecil yang tidak mempunyai nomor izin usaha dengan asset di bawah 5 juta rupiah (Departemen Perindustrian, 1994). 2. Keunggulan d a n Kendala Agroindustri Kecil
Lukmana (1994) meliyatakan bahwa agroindustri kecil memiliki keunggulan antara lain : (1) usalia kecil ini meliputi berbagai sektor kehidupan, (2) mudah dimasuki pengusaha baru kecil dan menengah, (3) perolehan tenaga kerja tidak memerlukan syarat-syarat khusus, (4) modal yang diperlukan kecil, (5) orientasi pasar lokal, (6) teknologinya sederhana, dan (7) jaringan usahanya terbatas. Selain itu pengusaha kecil pull lnenurut Lukmana (1994), mempunyai kendala-kendala yang meilghambat perkembangannya meliputi kendala internal dan kendala eksternal. Kendala utalna internal adalah kualitas SDM pengusaha kecil yang masih rendah. Kendala ini menimbulkan kendala-kendala lain yang lebih spesifik yaitu: (1) kelemahan dalarn lnemperoleh peluang (akses) pasar dan
terbatasa~iuntuk ~ne~nperoleh jalur (akses) terhadap sumber-sumber permodalan, (3) kelemahan di bidang organisasi dan manajemen, (4) keterbatasan dalam pemanfaatan (akses) dan penguasaan teknologi, dan (5) keterbatasan jaringan usaha dan kerjasama usaha (kemitraan). Kendala eksternal meliputi : (1) iklim berusaha yang kurang mendukung (kondusif), karena masih adanya persaingan yang tidak sehat, (2) sarana dan prasarana pereko~io~iiian yang kurang memadai, dan (3) pembinaan yang masih kurang terpadu (Lukmana, 1994). Menurut Buana (1994), pengadaan bahan baku menjadi permasalahan utama dalam perusahaan agroindustri. Hal ini karena ketidakmampuan alam untuk menyediakan satu jenis bahan baku pada jumlah yang stabil dan kualitas yang baik. Menurut Darmawati (1994), masalah utama yang dihadapi dalam sistem pengendalian harga bahan baku adalah adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Akibat dari kondisi tersebut, fluktuasi harga tidak dapat dihindari. Permasalahan lain yang dihadapi dalam pengawasan mutu agroindustri secara umum adalah pengawasan mutu yang diterapkan saat ini belum optimal, mulai dari bahan baku, proses produksi, produk, sampai produk berada di pasaran (Winamo 1994).
3. Peluang Pengembangan Agroindustri Kecil Lukmana (1994) menyatakan bahwa walaupun demikian pengusaha kecil masih mempunyai peluang untuk menumbuh kembangkan pengusaha kecil. Hal ini didukung antara lain oleh : (1) adanya kemauan politik yang kuat dan tuntutan dari masyarakat untuk membangun sistem demokrasi ekonomi, (2) pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, (3) berlangsungnya proses transformasi dan globalisasi ekonorni, (4) semakin meningkatnya kualitas sumber daya manusia, serta (5) semakin baiknya prasarana dan sarana usaha. Harinugraha (1990), menyatakan bahwa pada dasarnya semua produk akan selalu mempunyai peluang keberhasilan dan mencapai kedudukan unggul di pasaran apabila direncanakan dengall matang. Hal ini pun ditegaskan oleh Kotler
(1991), bahwa keunggulan produk di pasaran selalu ada apabila manajemennya diperbaiki. Menurut Wardoyo (1992). pengembangan agroindustri di Indonesia didukung oleh besarnya potensi sumberdaya yang dimiliki dan tuntutan pasar yang semakin meningkat. Tuntutan pasar yang semakin meningkat ini memberikan peluang yang cukup baik untuk pengembangan agroindustri kecil. 4. Prioritas Pengembangan Agroindustri Kecil
Departemen Perindustrian (1994), menyatakan bahwa dalam dunia usaha, khususnya industri kecil, kemampuan bersaing merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan dalarn mempertahankan ataupun meningkatkan kemajuan usaha. Dari sifat produk, ketrampilan dan tingkat teknologinya, ada industri kecil yang mempunyai keunggulan komparatif dan ada yang mempunyai keunggulan kompetitif. Prawiranegara (1994), menyatakan bahwa prioritas pengembangan agroindustri kecil pangan pada PELITA V1 adalah komoditi-komoditi yang memiliki daya saing untuk memasuki pasaran global, berasal dari olahan sumber daya alam dalam negeri utamanya hasil pertanian (agro-busedproducts) serta komoditi yang secara strategis perlu dikembangkan. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (1992), salah satu jenis agroindustri yang potensial untuk dikembangkan, adalah , pengolahan buah-buahan dan sayur-sayurati. B. KOMPONEN-KOMPONEN AGROINDUSTRI 1. Bahan Baku
Penyediaan bahan baku merupakan masalah bagi agroindustri dimana jumlah dan kontinyuitas, mutu dan penyediaati, kecocokan sebagai bahan baku industri, spesifikasi dan lokasi yang terpencar masih mempunyai masalah (Lukmana, 1994).
2. Modal
Menurut Reksoliadiprodjo et al. (1992), modal merupakan ha1 yang terpenting dala~nme~ijalankansuatu usaha. Hal ini berkaitan dalam proses perolehan dan pemanfaatan dana yang baik. Lukmana (1994), menyatakan bahwa umumnya modal yang dimiliki agroindustri kecil masih terbatas dan perolehan dana dengan tingkat bunga rendah masih sulit diperoleh selnentara agroindustri memiliki jangka waktu usaha yang panjang. 3. Pemasaran Menurut Departemen Perindustrian (1993), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam daya saing suatu perusahaan kecil, khususnya agroindustri kecil pangan adalah produk, yang meliputi kualitas, kemasan, jumlah dan diversifikasi produk; harga produk; distribusi produk; serta promosi. Di dalam mengukur daya saing suatu perusahaan, kualitas produk harus disesuaikan dengan segmen pasar tertentu yang menjadi tujuan perusahaan. Hal ini akan mempengaruhi keputusan tingkat kualitas yang harus dipenuhi untuk mendapat keloyalan konsumen (Kotler, 1991). Dalam penentuan harga produk dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal perusahaan. Keputusan penentuan harga produk pun akan mempengaruhi tingkat keuntungan, kesinambungan usaha, dan kemampuan bersaing suatu perusahaan. Dalam mencapai keputusan harga produk yang sesuai, maka perlu perencanaan yang mendalam terutama terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya (Guiltinan dan John, 1992). Harinugraha (1990), menambahkan bahwa harga harus dikendalikan agar tetap stabil, dimana yang terpenting adalah tetap menjaga citra produk dan mencegah kehilangan pelanggan sebagai akibat dari naiknya harga. Fluktuasi harga di antara para pengecer diusahakan tidak terlalu besar. Bentuk kemasan dapat mencirikan produk perusahaan yang bersangkutan, sehingga mudah diingat oleh konsumen. Kemasan yang aman dan menarik sangat diperlukan untuk ~ne~ijaga kualitas produk dan loyalitas konsumen (Reksohadiprodjo et al. 1992).
Diversifikasi produk merupakan ha1 yang perlu dilakukan dalam suatu persaingan. Diversifikasi produk ini dapat berupa produk asli, perbaikan produk, modifikasi produk, dan ~nerekbaru (Reksohadiprodjo et al., 1992).
4. Teknologi Proses Menurut Assauri (1980) proses produksi adalah cara, metoda dan teknik bagaimana menciptakan atau ~nena~nbah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan dan dana. Menurut Ma'arif (1993) teknologi sangat memegang peranan penting guna menangkap peluang dampak globalisasi. Teknologi yang selalna ini dikuasai baik teknologi hasil penelitian dan pengembangan maupun teknologi hasil alih teknologi luar, perlu dimanfaatkan dan diadaptasi dalam usaha pengembangan agroindustri secara efisien. Inovasi tek~iologidapat diartikan sebagai suatu kreativitas yang bersumber dari keahlian atau ketrampilan, erat hubungannya dengan kegiatan inenghasilkan produk baru atau memodifikasi produk agar memberikan kegunaan lebih, memenuhi selera dan daya beli konsumen. Inovasi teknologi dapat juga diartikan sebagai kegiatan membimbing atau mengarahkan ide-ide baru menjadi produkproduk industri baru atau modifikasi, sehingga dapat dijadikan basis kegiatan baru bagi perusahaan yang sudah ada atau sebagai basis produk untuk pendirian perusahaan baru (Ma'arif, 1993). Ma'arif (1993) pun menyatakan bahwa peranan utama inovasi teknologi adalah dapat : a. mendorong lahir dan berkembangnya kegiatan industri yang lebih efisien dan produktif, karena produk iliovasi teknologi merupakan keterpaduan nilai teknik dan pemasaran, b. mendorong terciptanya kebutuhan dan permintaan baru, c. meningkatkan daya guna dan daya saing produk, karena teknologi berbasis pada peningkatati ~iilaitambah produk. d. menciptakan aku~nulasipengalaman industri yang dinamis, karena produk inovasi pertama akan merangsang tumbuhnya ketrampilan untuk inovasi teknologi berikutnya.
e. menciptakan kesempatan kerja yang lebih produktif, karena inovasi teknologi mengutamakan produktivitas. Secara umum, peran inovasi teknologi dalam daur hidup produksi dapat dilihat pada Gambar 1. Menurut Undang-Undang RI No.5 1984, tentang Perindustrian, teknologi industri adalah cara pada proses pengolahan yang diterapkan dalam industri, sedangkan teknologi tepat guna adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkali nilai tamball. Tingkat Produksi inovasi
\ waktu Gambar 1. Peran Inovasi Dalam Daur Hidup Produksi (Ma'arif, 1993). Keterangan : ------------ dilakukan inovasi teknologi tidak dilakukan inovasi teknologi 5. Sumberdaya Manusia
Menurut Reksohadiprodjo et al.(1992) aspek sumber daya manusia memegang peranan penting dalam mengukur kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam meningkatkan daya saingnya. Marbun (1993) menyatakan bahwa sumberdaya manusia yang ada di industri kecil banyak dipengaruhi oleh kondisi sosioekonomi lnasyarakat setempat, selain itu Lukmana (1994), menyatakan bahwa kualitas sumberdaya manusia yang ada pada industri kecil masih rendah.
Habibie (1993), menyatakan baliwa teknologi tidak akan ada artinya tanpa dibarengi dengan pemilikan sumberdaya manusia yang memadai.
6. Manajemen Produksi Menurut Assauri (1980), manajemeti produksi dapat didefinisikan sebagai kegiatan untuk mengatur agar dapat menciptakan dan menambah kegunaan (utifity) sesuatu barang atau jasa. Menurut Jauch dali Glueck (1992), produksi membutuhkan pelaksanaan rencana dan kebijakan. Rencana produksi jangka panjang akan dihadapkan pada rencana pemasaran. Manajemen produksi diperlukan untuk mengantisipasi atau rnengembangkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan dari h a i l yang diinginkan. Guna mencapai tujuan tersebut, perlu melihat kondisi lingkungan dan internal perusahaan. Manajemen produksi ini harus senantiasa dilakukan untuk rnenghindari kegagalan usaha, yang banyak disebabkan oleh kegagalan dalam memanajemen perusaliaannya (Jauch dan Glueck, 1992).
C. METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutali prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini dapat pula digunakan untuk pengambilan keputusan dalam pemilihan jenis industri kecil berbasis sumberdaya alam. Asumsi dasar yang digunakan adalah pengambil keputusan harus mempunyai kemampuan untuk dapat menentukan derajat kepentingan relatif kriteria dan pilihan keputusan, dimana teknik ini bersifat subyektif (kualitatif) dengan pengukuran yang dilakukan secara normal dan interval (Rakhman, 1988). Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memilih pilihan keputusan dengan menggunakan MPE adalah sebagai berikut : a. Penyusunan pilihan jenis iiidustri kecil yang akan dipilih. b. Penyusunan kriteria keputusan yang akan dikaji.
c. Penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan dengan menggunakan skala konversi tertentu sesuai de~igankeinginan pengainbil keputusan. d. Penentuan derajat kepeiitingan relatif setiap pilihan keputusan pada setiap kriteria keputusan. e. Perhitungan total nilai setiap pilihan keputusan dengan rumus sebagai berikut : nt TKK.J Total Nilai (TN,) = C (RKij) j=1 dengan : RK..'J = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j n = jumlah pilihan keputusan m = jumlah kriteria keputusan
Penerapan metode perbandingan eksponensial dalam suatu tabel keputusan dapat dilihat pada Gambar 2.
Kriteria keputusan Pilihan Keputusan
Nilai 1
Deraj at kepentingan . kriteria keputusan
2
3
.
.
.
.
.
m
Ga~nbar2. Bagan Matriks MPE
c. Penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan dengan menggunakan skala konversi tertentu sesuai dengan keinginan pengalnbil keputusan. d. Penentuan derajat kepentingan relatif setiap pilihan keputusan pada setiap kriteria keputusan. e. Perhitungan total nilai setiap pilihan keputusan dengan rumus sebagai berikut :
m TKK.J Total Nilai (TN,) = C (RKij) j=1 dengan : RKij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j n = jumlah pilihan keputusan m = jumlah kriteria keputusan Penerapan metode perbandingan eksponensial dalam suatu tabel keputusan dapat dilihat pada Gambar 2.
Kriteria keputusan Pilihan Keputusan
Nilai 1
2
3
.
m
n
TNn
Dera j at ke pent ingan kriteria keputusan
Ga~nbar2. Bagan Matriks MPE
Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara menghitung skor untuk setiap kriteria berdasarkan informasi dari instansi-instansi yang terkait dengan bidang agroindustri kecil pangan. Selnakin besar nilai skor akan semakin besar tingkat kepentingan kriteria. Penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif: semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan berbeda karena adanya fuligsi eksponensial, maka penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan lebih banyak pertimbangan (Rakhman, 1988). Menurut Rakhman (1988). MPE mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalaln analisa, dimana dalam metode ini dilakukan dua kali pembandingan yaitu pembandingan terhadap kriteria keputusan dan pembandingan terhadap alternatif keputusan. Nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata.
D. PROSES HIRARICI ANALITIK 1. Pengertian Proses Hirarlti Analitik Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process) merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk pengambilan suatu keputusan. Menurut Fewidarto (1991), hirarkhi adalah abstraksi struktur suatu sistem, dimana fungsi hirarki antar komponen dan dampaknya pada sistem secara keseluruhan dapat dipelajari. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, semuanya tersusun ke bawah dari suatu puncak (tujuan akhir), turun ke suatu sub tujuan (sub objective), kemudian faktor-faktor pendorong (proses) yang mempengaruhi sub tujuan tersebut, lalu pelaku (actors) yang memberikan dorongan, turun ke tujuan pelaku, kemudian kebijaksanaan-kebijaksanaan dan akhirnya turun ke strategi-strategi dan hasil strategi tersebut. Prinsip PHA ada tiga. yaitu : ( I ) prinsip penyusunan hirarki, (2) prinsip penetapan prioritas, dan (3) prinsip konsistensi logis (Saaty, 1991). Pada penyusunan hirarki memegang prinsip pada perolehan pengetahuan terinci,
peliyusunan realitas yang kornpleks ke dalarn bagiarl yarig nierijadi elernen pokoknya, kemudian bagian ini ke dalaln bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya. Penetapan prioritas berprinsip pada penetapan hubungan elemen dari setiap tingkatan hirarki dengan niembandingkarl elemeri tersebut dalam pasangan. Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif elemen pada tingkat hirarki tertentu terhadap setiap elemen pada tingkat yang lebih tinggi. Prinsip konsisterisi logis yaitu pertama, pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokkan menurut homogenitas dan relevansinya; dan kedua, intensitas relasi antar gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu, saling membenarkan secara logis. PHA merupakan model yang luwes dimana memberi kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk mernbangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengall cara rnembuat asumsi rnereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. PHA dirancang untuk lebih menampung sifat alamiah manusia daripada memaksa cara berpikir yang mungkin justru berlawanan dengan hati riurani (Saaty, 1991). Saaty (1991), pun menyatakan bahwa metoda ini memasukkan baik aspek kualitatif maupun aspek kuantitatif pikiran manusia. Aspek kualitatif untuk mendefinisikan persoalan dan hirarkinya dan aspek kuantitatif untuk mengekspresika~ipenilaian dan preferensi secara ringkas dan padat. Dengan menggunakan teori inaternatis pada hirarki, dapat dikembangkan suatu metode untuk merigevaluasi da~npakdari suatu level terhadap level terdekat di atasnya, yaitu berdasarkan kornposisi kontribusi relatif (prioritas) dari elemen-elemen pada level itu berkenaan de~igansetiap elemen dari level terdekat. Komposisi ini dapat dikernbangkan lebih lar~jutke atas pada hirarki. Keuntungan yang diperoleh dalaln pengarnbilan keputusan dengan metode hirarki ini antara lain : 1. Sistem alamiah yang disusuri secara.hirarki, yaitu dengan membangun konstruksi modul dsn akhirnya me-nyusun rakitan modul-modul itu. Hal ini jauh lebih efisierl daripada rnerakit inodul-modul tersebut secara keseluruhan sekaligus. 2. Penyajiari sistern secara hirarki dapat digunakan urituk menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada level atas mempengaruhi prioritas pada elemen-elemen pada level dibawalinya.
3. Hirarki memberikan banyak infor~nasiyang lengkap pada struktur dan fungsi suatu siste~ndala~nlevel yang lebih rendah dan rnemberikan gambaran tentang pelaku-pelaku dan tujuan-tujuan pada level yang lebih tinggi. 4. Hirarki lebih mantap (stabil) dan lentur (fleksibel). Stabil dalam arti bahwa perubahan-perubahar kecil inempunyai efek yang kecil dan lentur diartikan bahwa penamballan untuk mendapatkan suatu hirar-ki yang terstruktur baik, tanpa mengganggu urljuk kerjanya.
2. Komparasi Pasangan, Prioritas dan Skala Fewidarto (1991), rnenyatakan bahwa Proses Hirarki Analitik yang dikembangkan oleh Saaty dapat diterapkan untuk memecahkan problems-problema yang terukur maupun yang rnemerlukan suatu pendapat (judgement). Penggunaan judgenteiit dalaln lnemecahkan problema dilakukan dengan membandingkan masukan-masukan (input) secara berpasangan. Untuk itu diperlukan skala yang dapat membeda-bedakan setiap pendapat, serta melnpunyai keteraturan, sehingga memudahkan kita ~nengaitkan anta-ra judgement kita dengan skala-skala. Nilai skala ko~nparasiyang digunakan 1 sampai 9 dan skala komparasi yang mengaitkan antara keadaan pa-da suatu periode waktu dengan periode waktu berikutnya -5 sa~npaidangan 5. Hal ini telah dibuktikan oleh Saaty memberikan nilai akurasi yang terbaik yang ditunjukkan oleh nilai RMS (Root Mean Squere) dan MAD (Median Absolute Deviation) pada berbagai problema. Identifikasi terhadap intensitas dari semua faktor atau elemen (prioritas), yang berarti juga ~nelihatfaktor dorninan. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknik komparasi berpasangan dengan memberikan nilai komparasi sesuai dengan judgement, sehingga rnernbelituk matriks persegi (n x n). Kemudian dilihat prioritas yang dicari prioritas yang dicari (eigenvector) dan ukuran konsistensi judgement (eigenvalue). Jika C,, C,, ... C,, adalah set aktivitas, maka kuantifikasi judgement pada pasangan aktifitas itu dibentuk matrik 11 x n :
dimana a,. memenuhi aturan sebagai berikut : J' Aturan I. Jika a.. = oc maka a,. = Ila U
J'
Aturan 2. Jika Ci dinilai relatif salna dengan C., maka a..!I = I ; a.. = 1 dan aii = 1 11 I untuk selnua i
Jika matrik tersebut dikalikan dengan vektor W, maka hasil perkalian menjadi nW, ayitu AW = nW. Dalam teori matrik formula ini menggambarkan bahwa W adalah vektor eigen dari A dengan nilai eigen n. Untuk lnendapatkan nilai W, maka persamaan di atas diubah menjadi: (A - nI), dimana I adalah matriks identitas. Persamaan ini akan meinpunyai solusi tak no1 jika n adalah nilai eigen dari A dan W adalah vektor eigen-nya. Secara lengkap persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
Dalam praktek elemen matrik a. tidak berdasarkan pada suatu pengukuran 'J yang eksak, tetapi berdasarkan pendapat (judgment) yang bersifat subjektif, maka di sini aij akan menyimpang dari rasio ideal WilWj. Kemudian ditentukan bobot W,, W,, ..., Wn yang merupakan judgement terkuantifikasi. Untuk itu diperlukan penjelasan yang akurat secara aritmatik tentang hubungan antara Wi dengan judgement aij. Wi/Wj = aij Wi
= bobot input dalam baris
Wj Wi
= bobot input dalam lajurlkolom
Wi
= rataan dari (ail W, , a.12 W,,
Wi
= l/n
=
aij Wj n
... ai,, W,,)
E aij Wj
1
Apabila estimasi aij baik, cenderung untuk dekat dengan Wi/Wj. Perubahan terhadap a..U akan mempengaruhi solusi. Jika nilai n diubah menjadi rmax, diperoleh nilai :
yaitu solusi yang menghasilkan bobot yang unik. Ini merupakan suatu problema dari suatu ukuran konsistensi judgement. 3. Konsistensi dan Akurasi
Konsistensi secara umum dapat diartikan sebagai kesamaan hasil yang diperoleh dari percobaan pertama dan ulangan-ulangan berikutnya dibawah kondisi yang terkendali. Indikator petunjuk tingkat konsitensi (Consistency Index CI) dapat ditulis sebagai berikut:
'max
= eigenvalue
n = jumlah elemen yang diperbandingkan Nilai nisbah konsitensi didapat dari :
dimana RI merupakan random indek. RI adalah indeks acak yang dikeluarkan oleh OAK RIDGE LABORATORY di dalam Saaty (1986) dari matriks berorde 1 sampai 15 dengan menggunakan sampel berukuran 100. Random Indeks tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Nilai CR yang lebih kecil atau sama dengan 0.1 adalah nilai yang tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan ukuran bagi konsistensi suatu komparasi berpasangan dalam matriks pendapat (Saaty, 1986). Jika indeks konsistensi cukup tinggi maka dapat dilakukan revisi judgment, yaitu dengan dicari deviasi RMS dari barisan (aij dan Wi/W.) dan merevisi judgment pada baris yang mempunyai nilai prioritas terbeJ sar.
4. Matriks Pendapat Gabungan Menurut Yunianto (1991), rnatriks pendapat gabung-an merupakan matriks baru yang elemen-elemen matriks-nya (gij) berasal dari rata-rata geometrik elemen mat-riks pendapat individu yang rasio konsistensinya (CR) memenuhi syarat. Formulasi rata-rata geometrik adalah sebagai berikut :
g.. = J 'J
.ir
k=l
a,. IJ(~)
dimana : : elemen matrik gabungan baris ke-i, kolom ke-j g.. 'J a,.u(W : elemen matriks individu pada baris ke-i dengan CI yang memenuhi persyaratan k m : jumlah responden atau matrik individu dengan CI yang mernenuhi persyaratan.
5. Pengolahan Horizontal Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas elernen keputusan setiap tingkat hirarki keputusan. Yunianto (1991), menyatakan bahwa tahapannya adalah sebagai berikut : a. Perkalian baris
(2) dengan
menggunakan rumus :
b. Perhitungan vektor eigen (VE)
c. Perhitungan vektor prioritas (VP) dengan rurnus :
J
T
aij
j=l
VP. = n n n E ( J T a,) i = 1 j=1 dimana VPi adalah elemen vektor prioritas ke-i. d. Perhitungan nilai eigen maksimum dengan rumus : VA,
= aij x VP,
VB,
=
VA, VP, 1 n \ max = - C VB, n i=l
(untuk i = 1,2,...,n)
e. Perhitungan indeks konsistensi (CI) dengan rumus :
Pengukuran konsistensi diperlukan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh terhadap kesahihan hasil. Lebih lanjut, bila ingin diketahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio konsistensinya (CR) yaitu :
6 . Pengolahan Vertiltal Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
untuk i = 1,2, ...,p j = 1,2, ...,q k = 1,2, ...,r Dimana :
CHiji wk(i-l)
P q r
= Nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada level ke-i terhadap
elemen ke-k pada level di atasnya (i-1), yang diperoleh dari pengolahan horizontal. = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-k pada level ke-(i-1) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari h a i l pengolahan vertikal. = Jumlah tingkat hirarki (level) keputusan. = Jumlah elemen yang ada pada level ke-i = Jumlah elemen yang ada pada level ke-(i-1).
E. ANALISIS SWOT (Strength, Weaknees, Opportunity, and Threat) Menurut Reksohadiprodjo a t al. (1992), analisis SWOT (Strength, Nakness, Oppofiunity, a n d Weakness) digunakan untuk mengetahui strategi yang perlu disusun dalam rangka mencapai tujuan. Dalam penyusunannya mempertimbangkan kondisi internal perusahaan, yaitu Strength (kekuatan dan Weakness (kelemahan) perusahaan serta memperhatikan faktor eksternal perusahaan yaitu Opportlrnity (kesempatan) dan Threat (ancaman). Pendekatan yang dilakukan dengan metoda analisa ini adalah mengetahui strategi dalam menggunakan kekuatan utama berupa input terkontrol dan tidak terkontrol, untuk memanfaatkan peluang dan strategi penanggulangan ancaman berupa output yang tidak dikehendaki dengan kekuatan yang ada.
F. PENELITIAN TERDAHULU Diano (1990), telah menganalisa faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi keberhasilan industri kecil kerajinan di Tegal Wangi, dengan mengidentifikasikan kelompok industri kecil yang berhasil dan tidak berhasil dari sampel berdasarkan B/C Ratio, titik impas, dan tingkat pemenuhan standar produk. Somantri (1992) telah menganalisa faktor-faktor penentu pengembangan industri kecil kerajinan rotan di Kabupaten Tangerang, dengan mengurutkan permasalahan yang dihadapi para pengrajin. Faktor-faktor tersebut dijadikan pertimbangan dalam prioritas pembinaan yang dilakukan pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya.
111. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Dalam usaha mempertahankan dan meningkatkan agroindustri kecil pangan yang mampu lnenghadapi persaingan pasar yang semakin kuat, suatu agroindustri kecil pangan harus mampu mengatasi kelemahan-kelemahan dalam memberi respon terhadap pengaruh faktor-faktor internal dan eksternal. Saat ini pertumbuhan dan perkembangan agroindustri kecil pangan di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor menghadapi berbagai permasalahan sehingga belum optimal dalam mencapai tujuannya. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan ratarata dan kontribusinya terhadap PDRB yang masih rendah. Guna mengatasi ha1 tersebut yang dipengaruhi oleh kompleksnya permasalahan yang dihadapi para agroindustri kecil pangan, maka perlu dilakukan penstrukturan komponen-kompoenen penentu daya saing berdasarkan faktor internal dan eksternal yang menjadi komponen agroindustri. Sementara dalam mengefisienkan waktu dalaln pengembangan agroindustri kecil pangaii oleh pihak-pihak terkait di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, dan melihat ketidakseragalnan tingkat permasalahan yang dihadapi oleh berbagai jenis agroindustri kecil pangan potensial yang ada di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor serta terbatasnya dana, maka perlu dilakukan prioritas jenis agroindustri kecil pangan formal dan potensial yalig perlu dikembangkan ke arah peningkatan daya saing. Idealnya suatu agroi~idustrikecil inemiliki konsep strategi yang jelas untuk mengelola kegiatan industri tersebut dalam rangka meningkatkan daya saing. Kondisi ini akan tercipta bila setiap saat agroindustri kecil yang bersangkutan rnemperhatikan komponen-komponen yang menentukan dalam usaha meningkatkan daya saing dan selanjutnya melniliki strategi yang mantap dalam mendayagunakan komponen-komponen daya saing tersebut. Hal ini merupakan persyaratan yang mutlak apabila suatu agroindustri kecil berkeinginan untuk selalu berada di dalam suasana persaingan, sehingga mampu bertahan dan mengembangkan usahanya. Kajian tentang komponen dan strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil di wilayah Kotamadya DT 11 Bogor, ~nerupakanwujud nyata dari pencapaian tujuan di atas dan perlu dilakukan secara terus-menerus. Informasi ini khususnya akan membantu para pengusaha agroi~idustrikecil pangan dalam mengembangkan
usaha, serta pemerintah atau pihak terkait lainnya dapat ~nengefisienkanprogram pembinaannya. B. PENDEKATAN SISTEM Menurut Jogianto (1992), siste~nadalah suatu jaringan kerja prosedur-prosedur yang saling berliubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Menurut Maiietsch dan Park di d a l a ~ nEriyatno (1987) pendekatan sistem adalah metoda pemecahan masalah yang dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan yang menghasilkan suatu sistem operasi secara efisien. Dengan pendekatan sistem, seseorang memandang dan memecahkan masalah dari berbagai sudut pandang, sehingga menghasilkan munculnya jawaban baru yang semula tidak terlihat. Diagram pendekatan sistem dapat dilihat pada Gambar 3. Cukup kompleknya permasalahan yang dihadapi dan terlibatnya banyak pihak dalam menentukan komponen penentu daya saing, memerlukan pertimbangan-pertimbangan terhadap berbagai per~nasalahantersebut. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem. 1. Analisa Kebutuhan
Pihak-pihak yang terkait d a l a ~ nkajian komponen-komponen penentu dan strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor adalah kele~nbagaanpembinaan dan pengembangan, pengusaha kecil, perbankan, dan pengusaha besar. Analisa kebutuhan dari masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut : a. Pengusaha Kecil
1. 2. 3. 4.
Meningkatkan keuntungan Kemampuan bersaing tinggi Kesinambungan usaha Perluasan dan pengembangan pasar
,
(3 MULAI
& ANALISA KEBUTUHAN
l-----a I
FORMULAS1 PERMASALAHAN I
PERMODELAN S I S T E M
PROGRAM
a VERIFIKASI MODEL
(3 SELESAI
Gambar 3 .
Diagram P e n d e k a t a n Sixtern ( ~ ~ n e t r cdha n P a r k d i d a l a m E r i y a t n o . 1 9 8 7 )
b. Kelen~bagaanPembinaan d a n Pengembangan
1. Dinas Perindustrian meningkatkan pernbinaan terhadap agroindustri kecil pangan. 2. Kebijakan dalam pengembangan agroindustri pangan yang berkaitan dengan industri besar. 3. Penyediaan informasi pasar d. Pihak Bank
1. Kemudahan dalam meminjam modal 2. Bantuan kredit lunak 3. Tingkat bunga pinjaman memadai d. Pengusaha Besar
1. Pola keterkaitan usaha, sebagai penerima produk untuk bahan baku bagi kegiatan industrinya. 2. Usaha mengembangkan industri kecil sebagai mitra kerja. 2. Formulasi Permasalahan Pengusaha agroindustri kecil berkepentingan terhadap strategi peningkatan daya saing perusahaannya yang tepat dan menyeluruh agar dapat diterapkan di perusahaannya. Permasalahan utaina yang harus dipecahkan oleh pengusaha kecil adalah bagaimana menganalisis komponen-komponen yang berpengaruh dalam meningkatkan daya saing perusahaannya dan menyusun strategi itu sendiri. Keterbatasan waktu, kemampuan analisis, serta pengalaman menuntut adanya koordinasi dan kerjasama yang baik antara pengusaha kecil, lembaga pembinaan dan pengembangan industri kecil, pengusaha besar dan pihak Bank. Perpaduan antara berbagai pihak ini akan memberikan sumbangan yang berharga dalam upaya rnenetapkan komponen penentu dan strategi peningkatan daya saing yang tepat.
Untuk tujuan di atas diperlukan beberapa analisis, serta pendekatan pemilihan prioritas dari masing-masing komponen penentu dan strategi yang akan dirancang. Sehubungan dengan ha1 tersebut, analisis awal yang perlu dilakukan adalah memprioritaskan jenis agroindustri kecil pangan yang akan dikembangkan ke arah peningkatan daya saingnya, dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), kernudian perlu pula disusun komponen-komponen strategi yang akan dilakukan dengan penetapan dan pemilihan prioritasnya berdasarkan metoda pengambilan keputusan. Pemilihan komponen penentu dan penetapan strategi ini didekati dengan menggunakan metoda Proses Hirarki Analitik (PHA). Selanjutnya, dalam menyusun strategi untuk tiap jenis agroindustri kecil pangan dilakukan dengan analisis S W W (Strength, Weaknees, Opportunity, and Threat). Analisis ini untuk mengetahui kondisi keseluruhan setiap jenis agroindustri kecil di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor dan menerapkan strategi yang telah terbentuk sebelumnya sesuai dengan tingkat permasalahan yang dihadapinya.
3. Identifikasi Sistem Wawancara dengall beberapa pakar dan pengusaha kecil agroindustri kecil pangan, serta kajian pustaka mengenai komponen-komponen penentu dan strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan digunakan sebagai pendukung tahapan pengembangan sistem. Elemen-elemen yang terlibat di dalam sistem saling berhubungan satu dengan yang lain. Setelah diketahui keterkaitan antara parameter-parameter yang berpengaruh terhadap sisteln kajian komponen-komponen penentu dan strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan, kemudian dilakukan penegasan keterkaitan tersebut di dalam diagram input dan output. Diagram ini bertujuan mengetahui secara jelas aliran masukan dan keluaran yang diharapkan dari sistem kajian yang ditunjukka~ipada G a ~ n b a 4. r
I. P e r a t u r a n pemerin2. K o n d i z i s o s i a l 3. I k l i m
INPUT YANG TIDAK TERKONTROL I . Perkernbangan t e k n o l o g i . 2. P e r m i n t a a n produk. 3. K e t c r s e d i a a n bahan baku. 4. H i l a i uang yang bertaku. 5. I k l i m uzaha s a a t i t u .
1 I I
OUTPUT YANG DIKEHENDAKI
I
I . Peningkatan daya s a i n g . 2. Kesinambungan usaha 3. Periuasan dan pengembangan pssar 4. Keuntungan yang t i n g g i .
KAJIAN KOMPONEN PENENTU DAN STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING AGROINDUSTRI KECIL PANGAN
I+-
INPUT YANG TERKONTROL
1. Sumber day= perusahaan. 2. Performance psrusahaan. 3. B a n t u a n layanan. 4. S i s t e m manalemen. 5. Ketcrarnpi I a n beruraha.
1. B l a y s yang t i n g g i . 2. Daya s a t n g lernah. 3. Penurunan p r o d u k t i v i t a s . 4. E f i s i e n s i dan E f e k t i v i t a s usaha yang rendah.
MANAJEMEN INDUSTRI DAN LEMBAGA LAYANAN
Gambar 4.
Diagram Input Output K a j i a n Komponen-Komponen Penentu dan Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci l Pangan.
C. TATA LAKSANA Tahapan pengkajian ~nasalalikliusus ini adalah sebagai berikut : 1. Telaah pustaka ~nengenaipengembangan, khususnya dalam peningkatan daya saing agroindustri kecil beserta alternatif pengembangannya berdasarkan kompolien-komponen penentu daya saing. 2. Observasi lapang untuk melihat langsung keberadaan dan permasalahan agroindustri kecil pangan, dengan wawancara dan hasil pengumpulan data berupa kebijaksanaan pemerintah, ditentukan agroindustri kecil pangan formal potensial yang akan diprioritaskan. Pada tahap ini pun selanjutnya dilakukan identifikasi kondisi u~numagroindustri kecil pangan yang telah terpilih. 3. Dari hasil observasi lapang dan telaah pustaka ditentukan kriteria-kriteria prioritas pemilihan agroindustri kecil pangan terpilih dan penentuan komponen-komponen daya saing agroindustri kecil pangan di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor. Dalam tahap ini, dilakukan pengumpulan data, dari data otentik menyangkut permasalahan peni~igkatandaya saing agroindustri kecil yang sudah ada, maupun data yang diperoleh inelalui kuisioner yang diisi oleh pihak-piliak tertentu yang telah ditetapkan. 3. In depth interview, yaitu wawancara yang mendalam dengan pihak-pihak tertentu sebagai pengambil keputusan pada perusahaan dan dengan kalangan pakar untuk menjelaskan jenis-jenis data, pengetahuan, dan prosedur-prosedur yang diperlukan dala~nmenyelesaikan suatu masalah. 4. Analisis kriteria-kriteria dalam peniililian agroindustri kecil pangan potensial yang diprioritaskan d a l a ~ npengembangannya dan analisis komponen-komponen penentu daya saing. Untuk ~nemperrnudah menyelesaikan permasalahan ini, analisis-analisis akan diformulasikan secara manual dan bahasa komputer dengan menggunaka~i metoda kualitatif dan kuantitatif seperti Metoda Perbandingan Eksponensial (MPE) dan Proses Hirarki Analitik (PHA). 5. Tahap selanjutnya adalah perancangan dan penerapan strategi yang tepat dalam tnendayagunakan komponen-komponen penentu guna meningkatkan daya saing agroindustri kecil di Wilayah Kota~nadyaDT I1 Bogor. Tujuan ini akan dicapai
6. Akliir, dilakukan penerapan liasil strategi kepada setiap jenis agroindustri kecil pangan terpilih, dengan Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportuniry, Threat). Dari tahap ini. kemudian dilakukan perbaikari dan penyempurnaan. Secara. lebili jelas, taliapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
D. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 1994 sampai Juli 1995. Kajian pustaka dilakukan dari bulaii Oktober 1994 - Mei 1995, sedangkan observasi lapang dimulai pada bulan Maret sa~npaiApril 1995. Penyusunan sistem, pengambilan data, pengolalian data dan penyusunan skripsi dilakukan pada bulan Mei-Juli 1995. Peiiguinpula~idata tersebut dilakukan di Kantor DepartemenICabang Dinas Perindustrian, Ka~itorBAPPEDA, Kantor Statistik, beberapa agroindustri kecil pangan potensial di wilayali Kotainadya DT I1 Bogor, dan Institut Pertanian Bogor.
E. RESPONDEN Responden untuk data kondisi ulnum agroindustri kecil pangan berjumlah 14 responden. Data didukung pula dengan data sekunder yang ada pada Kantor Cabang DinasIDepartemen Perindustrian Kotainadya DT I1 Bogor. Dalam analisis dengan inetoda MPE digunakan nilai rata-rata dari lima responden dari Kantor Cabang DinasIDepartemen Perindustrian dan Kantor BAPPEDA Kotamadya DT 11 Bogor. Responden tersebut adalah mereka yang mengetahui dan mempu~iyaiwawasan luas mengenai kondisi agroindustri kecil pangan yang ada di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor. Para ahli selaku responden dala~nanalisis dengan metoda PHA adalah Dr.1r.H. Sjafri Mangkuprawira (Kepala Leiiibaga Pengabdian Masyarakat IPB), Dr.Ir. Illah Sailah, MS. (Sekretaris Lembaga Suinberdaya Masyarakat IPB), Drs. Achmad Soleh (Kepala Bagian Industri Kecil Kantor Cabang DinaslDepartemen Perindustrian Kotamadya DT I1 Bogor), Harry Viriano, BSc. (Mantan Kasi Percobaan Balai Pengembangan Makanan Minuinan dan Fotokiinia BBIHP Departemen Perindustrian dan Pengusaha Kecil Nata de Coco), Bapak Taryono (Kepala Bidang Ekonomi BAPPEDA Kotainadya DT I I Bogor), daii Bapak Anggih (Manager Personalia "Bogor Per~naiBakery").
L1 I I Tujuan P e n e i i t i a n
Observasi Lapang
Penentuan J e n i s A g r o i n d u s t r i Kec i l Pangan F o r m a l Vans Akan D i p r i o taskan
I
I d e n t i f i k a s i Kond i s i Umum A g r o i n d u s t r i Keci i Pangan T e r p i l i h
Penentuan K r i t e r i a P r i o r i t a s Agroindustri Kecil Terpi 1 i h
I
1 I
4
b
Penentuan Komponen P e n e n t u dan S t r a t e g i Daya S a i n g
+
r Penyusunan MPE
Penyusunan Hirarki
Penyusunan Kuisioner
1
I
Pengumpulan D a t a
Anaiisa Tingkat P r i o r i t a s Agroind u s t r i K e c i l pansan T e r p i l i j
I
I
P
4
b
Pengembangan S t r a t e g i Pening4 k a t a n Daya S a i n g Tiap A g r o i n d u s t r i K e c i i Pangan
Kesimpulan dan Saran
Gambar 5 .
Diagraill A i l r Tahapan P e n e l i t i a n
n a l i m a Komponen+ AKamponen Penentu dan S t r a t e g i Daya S a i n g
IV. KONDISI UMUM AGROINDUSTRI KECIL PANGAN FORMAL POTENSIAL DI WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT I1 BOGOR A. POTENSI AGROINDUSTRI KECIL PANGAN FORMAL Dari informasi potensi industri tahun 1994, Kantor DepartemenICabang Dinas Perindustrian Kotamadya DT l l Bogor, ju~nlah agroindustri kecil pangan yang ada terdiri dari 26 jenis kornoditi. Banyaknya jenis komoditi agroindustri yang ada ini, tidak semuanya merupakan agroindustri kecil pangan formal. Adapun jenis agroindustri kecil pangan formal yang potensial dapat dilihat pada Tabel
Tabel 2. Potensi agroiudustri kecil pangan fonnal pote~isial u
2
h i s Agroindus-
I
7
wi Kecil Panga
Unit Usnhn (brr:~b)
Tenagn ICerja (orang)
Produksi (000 kg/th)
Asinan
3
44
216
4 7 28
38
438
Nata de coco Tauioka Kopi bubuk Roti
I I
18
I
35
190 157
I
1.008 804
I
267.98
"Kantor Departetnen ICabang Dillas Perindustriau Kotamadya DT I1 Bogor. 1994. Walaupun kolnoditi agroindustri pangan formal ini cukup potensial di wilayah Kotamadya DT 11 Bopor, naniun sanlpai saat ini belurn ada satu jenis pun komoditi pangan agroindustri kecil yang telali herhasil ~nemasukipasaran internasional (ekspor). Jenis usaha tapioka status legalnya. sebagian besar ~nasihdalam status terdaftar, dimana surat izin usalia beluni tlikeluarkan. Dari tujuh unit usaha yang tercantum pada Tabel 2. Iianya sail1 c ~ n i tusaha yang baru dikeluarkan surat izinnya. Jenis usaha ini sangat potensi;ll cli wilayah Kota~nadyaDT I1 Bogor, karena
mampu menyerap tenaga kerja di wilayah sekitar, dimana kelompok usaha ini mernbentuk selitra usaha, berkaitan dengan industri lain, dan wilayahnya telah direncanakan sebagai kawasan industri. Dengan kondisi tersebut, maka jenis usalia ini rnerupakan salah satu jellis agroindustri kecil pangan yang mendapat prioritas pengembangan oleh pemerintah setempat. Secara lebih lengkap llama perusahaan, alamat, pemilik dan status legal tiap unit usaha, dapat dilihat pada Lampiran
4. (Suplemen). Perkembangan agroindustri kecil di wilayali Kotamadya DT I1 Bogor, menurut data DepartemenICabang Dinas Perindustrian tahun 1989 sampai 1994 mengalami peningkatan yang cukup rendah baik ditinjau dari jumlah unit usaha, penyerapan tenaga kerja, lnaupun jumlah investasi. Dalam pertumbuhannya diartikan sebagai lahirnya beberapa jenis agroindustri kecil baru atau hasil pengembangan usalia dan diversifikasi produk, yang diikuti pula dengan adanya penutupan beberapa unit usaha agroindustri kecil. Agroindustri kecil berbasis sumberdaya alam yang ada di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor ini digolongkan me~ljadiindustri kecil formal dan nonformal, termasuk di dalamnya jenis ko~noditipangan dan non pangan (obat-obatan tradisional). Data perkembangan agroindustri kecil di wilayah Kotamadya DT 11 Bogor dari tahun 1989 sampai 1994 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3. l'erkenlbangan agroindustri kecil follnal tahu~l 1989-1994"
[.,,%bun
.
. .
UoitUsahn
Tcnag? ..,,...,.....,,.,..
,...,
(bu at^.
I
K~yja
(ern ng)
Pcrsexr
Jumlilla
,
Jun~lmfi. Persen I
I
Inves tasi
CRP,
"00)
Jurnlalr
Persen I
Dari Tabel 3. terliliat bahwa laju perkembangan agroindustri kecil formal pada tiap tahunnya cenderung mengalami penurunan, dengan laju rata-rata untuk
pertumbuhan unit usaha adalali 4.68 persen, penyerapan tenaga kerja 4.88 persen dan peningkatan investasi 11.46 persen. Keadaan ini banyalc dipengaruhi berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti bahan baku, modal, manajemen, dan pemasaran. Faktorfaktor tersebut sebenarnya masih dapat ditangani, jika keinginan dari pengusaha itu sendiri untuk berkembang cukup baik. Hal ini terlihat dari beberapa para pengusaha yang masih dapat bertalian dan berliasil metigembangkan usalianya. Kondisi umum agroi~idustrikecil pangan formal potensial yang ada di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, untuk tiap jenis produk memiliki kondisi yang berbeda-beda. Perbedaan kondisi ini, secara umum terlihat dari bahan baku, teknologi proses, rnanajemen produksi dan pemasaran produknya, yang sela~ijutnya akan mempengarulii upaya peningkatan daya saing. 1. Agroindustri Kecil Asinan Agroindustri kecil asinan sudah cukup lama keberadaanya di kota Bogor, yaitu rata-rata beru~nur10 tahun. Perusahaan asinan ini berasal dari warisan orang tua dengan sifat usaha sebagai mata pencaharian. Pemilihan usaha pada jenis produk ini berawal dari balian baku yang tersedia berlimpah dan lnudah diperoleh di sekitar tempat usaha. Namun keadaannya sekarang menjadi lain, untuk beberapa jenis bahan baku menjadi sulit diperoleh baik dalam jumlali, maupun kualitas yang sesuai. Kondisi ini diakibatkan dari perkembangan kota Bogor yang mengarah pada kota pemukiman dan pariwisata, sehingga lahan pertanian senlakin se~npitterdorong oleh arah perkembangan kota. Asinan sebagai jenis makanan penyegar yang terdiri dari berbagai jenis buah-buahan dan sayuran, menuntut selalu tersedianya berbagai jenis buah dan sayuran yang dibutuhkan dalani ko~idisisegar. Dengan kondisi yang ada, tidak heran bila masalali utama yang dihadapi pengusaha asinan ini adalah bahan baku. Mereka liarus berusalia mencari sumber bahan baku tertentu ke lokasi lain untuk memenuhi kebutulian produksi dan permintaan pasar yang cenderung menginginkan produk yang berkualitas tinggi. Sementara bagi mereka yang tidak sanggup mencari sumber balian baku ke tempat lain, karena kesulitan tambahan modal, hanya mernanfaatka~ibalian baku yang tersedia di sekitar tempat usaha, seperti di pasar-pasar yang ada di kota Bogor. Bagi mereka balian baku
yang tersedia di pasar tersebut sudali cukup memenuhi untuk menjalankan usahanya, walaupun kualitas produk yang dihasilkan kurang baik. Dalam menjalankan usalianya, jenis usaha ini inalnpu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, dengan persentase tenaga kerja wanita 5 0 persen dari jumlah keselurulian tenaga kerja yang dibutulikan. Seperti halnya dengan pengusaha kecil pangan lainnya, tenaga kerja yang ada umumnya bekerja sebagai buruli, sedangkan pemimpin dan ad~ninistrasiusaha dilakukan oleh pihak pemilik. Kisaran urnur tenaga kerja tersebut ram-rata antara 15 sampai 50 tahun, dengan tingkat pendidikan terakhir SMP dan SMA. Kesejahteraan tenaga kerja yang diberikan pihak pengusaha adalah upah, sarana tempat tinggal, tunjangan kesehatan, dan tunjangan hari raya. Menurut pengusaha jenis produk ini, loyalitas tenaga kerja terhadap perusahaannya akan me~npengaruhikelancaran usaha dan kualitas produk yang dihasilkan, oleli karena itu kesejahteraan tenaga kerja ~nerupakanha1 yang penting untuk diperhatikan dan ditingkatkan. Sistem administrasi pada perusahaan jenis produk ini, umumnya sudah ada, namun belu~ncukup baik. Mereka hanya melakukan pencatatan-pencatatan sederhana sebagai ballan pertanggungjawaban terhadap pihak-pihak yang bersangkutan. Hal ini didorong oleli jenis usaha mereka yang merupakan usaha keluarga, dimana dalam penambahan modalnya ditanggung bersama-sama pihak keluarga. Melihat sifat produk yang mudali rusak, dengan tuntutan bahan baku yang selalu segar ~nakapertnasalahan utama lain yang dihadapi yaitu proses produksi. Hal yang terpenting yang perlu diperhatikan dalam proses produksi pangan adalah kebersilian. Walaupun proses produksi ini masih bersifat sangat sederhana d a ~ iter~nasukjenis produksi padat karya, namun perlu diterapkan teknologi proses baru yang lebili menguntungkan dengan memperhatikan kesegaran produk yang inenjadi ciri khas jenis produk ini. Pemasaran asinan di daerali Bogor tidak mengalami kesulitan, dimana permintaan terhadap asinan tidak lianya berasal dari daerah kota Bogor sendiri, melainkan juga dari daerali luar Bogor. Pernasaran asinan ini menjadi se~nakin baik, dengan didukung aral) pe~nbangunankota ke arah kota pariwisata. klias Bogor, areal pemasaran asinan ini hanya Sebagai maka~iat~ dilakukan di wilayali kota Bogor, dengan orientasi segmen pada konsumen
tingkat menengall ke atas. Citra asinan mernberi peluang bagi para pengusaha untuk terus tnengembangkan usahanya, dimana orang selalu mencari dan ingin mencoba jenis makanan khas Bogor ini. Peluang yang cukup baik ini menjadi tantangan bagi para sesama pengusaha asinan untuk mampu bersaing di pasar, sehingga konsu~nenloyal terliadap produk yang dihasilkznnya. Menurut para pengusaha, ha1 yang terpenting yang perlu diperhatikan dalam persaingan adalah kualitas dan kemasat~. 2. Agroindustri I<ecil Nata De Coca Produk nata de coco tergolong produk pangan baru dibandingkan produk pangan lainnya yang ada di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, sehingga asal berdirinya perusahaan ini bukanlali hasil pemberian orang tua atau warisan keluarga, tetapi atas usaha pendirian sendiri. Walaupun skala usahanya masih rendah, namun fungsi usaha ini adalah ladang mata pencaharian keluarga dengan modal awal seluruhnya ~iiiliksendiri. Dorongan pe~lgusahadala~iimemilill jenis produk ini yaitu karena melihat prospek pemasaran yang cukup baik. Kondisi ini dilihat dari segi masih luasnya pasar yang me~nungkinkanuntuk dimasuki nata de coco, yaitu dengan meningkatnya permintaan dan masih terbukanya areal pasar yang belum dimasuki produk ini. Walaupun prospek pasar cukup baik, bukan berarti tidak adanya persaingan antara pengusaha produk sejenis. Persaingan ini tidak mempengaruhi motivasi para pe~igusalialama dan baru untuk mengembangkan jenis usaha nata de coco. Guna mengantisipasi kalahnya persaingan oleh pengusaha produk sejenis yang telah ada maupun yalig aka11 lahir, perlu dilakukati usaha meningkatkan daya saingnya, dengan selalu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi daya saingnya. Usaha nata de coco banyali mema~ifaatkantenaga kerja wanita dibandingkan tenaga kerja pria, yaitu sebesar 82 persen tenaga kerja wanita. Rata-rata tingkat pendidikan terakhir tenaga kerjanya yaitu lulusan SD, dengan umur berkisar antara 15 sa~npai50 taliun. Prioritas pemililian tenaga kerja wanita ini disebabkan oleh sederliatianya teknologi proses yang digunakan, dimana
kerja yang dilakukali tidak cukup berat, namun membutuhkan tingkat kebersihan dan ketelitia~iyang tinggi, untuk kualitas produk yang optimal. Manajerne~iperusahaali produk i ~ i pun i masih sangat sederhana, dan belum menerapkan sistem ~nanaje~neii yang baik. Hal ini terlihat dari belum dilakukannya pencatatan yang baik selama menjalankaii usaha, baik dalam keuangan, petnakaian ballan baku, dan pemasara!i produk, sehingga terkadang hasil usaha ini tidak sesuai dengan rencana awal yang akan dilakukan. Kapasitas produksi produk ini rata-rata adalah 450 kglhari, dan dalam memenuhi target produksi yang berada di atas kapasitas normal perusahaan, pengeioia tidak melakukan alternatif usaha, umumnya mereka hanya berusaha semampunya, tergantung jumlah balian baku yang tersedia. Oleh karena itu aspek bahan baku ine~ijadiper~nasalahanutama dalam jenis usaha ini, dimana jumlah d a i ~kualitas yang tersedia, terkadang tidak memenuhi kebutuhan perusahaan, yang umumnya untuk ja~igkapanjang telah berorientasi pada perluasan pasar. Walaupun mengalami kesulitan bahan baku, namun usaha yang telah ada ini telah berhasil melakukan pelnasaran ke luar Kotamadya DT I1 Bogor, seperti ke Cianjur, Sukabumi. Jakarta, beberapa daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, Bali, Lombok, lnaupun Lampung. Cara memasarkan produk ini umumnya dilakukan dengan mendistribusikan sendiri melalui pihak pengecer.
3. Agroindustri Kecil Roti Roti sebagai jellis panganan yalig banyak dikenal orang ini, banyak pula diproduksi oleh para pengusaha kecil di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor. Dalam memasarkan produknya, setiap perusahaan mempunyai orientasi pemasaran pada segmeli yang berbeda-beda. Perbedaan segmen ini kondisi persaingan pasar. Umumnya ~nerekamemasarkan produk dengan mendistribusikan sendiri atau dengan membuka cabang. Baiian baku roti ini pun mudali didapat di pasar-pasar sekitar, sehingga bahan baku bukan melijadi ~nasalalid a l a ~ npengembangan usaha, namun pemasaranlah yang rne~ijadiaspek utalna per~nasalahanmereka. Persaingan menjadi semakin tinggi baik di antara pengusaha yang telah lama berdiri bersama maupun dengan pengusaha ro~iyaliy baru lahir.
Jenis usaha
iiii
sebagian besar inenyerap tenaga kerja laki-laki, dengan
tingkat pendidikaii SD dan uinur berkisar antara 15 sampai 50 tahun. Dibandingkan jenis usaha panganan lainnya, usaha roti ini telah memanfaatkan teknologi proses yang lebili tinggi. Hal ini terlihat dari jenis peralatan yang diperlukan. Peralatan yang diiniliki sendiri, umumnya mempunyai umur yang tua, namun masili berfungsi baik. Kondisi ini rnenyebabkan ketidakefisienan proses produksi yang dilakukan kareiia kecepatan mesin yang rendah dan tingkat keausan mesin yang tinggi, diinaiia umur mesin tersebut berkisar 40 tahun. Selain itu, proses produksi ini pun sangat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, baik dalam pemilihan balian baku, penanganan selama proses produksi, maupun saat produk akan sampai ke tangan konsumen. 4. Agroindustri ICecil Kepi Jenis usalia kopi di Kotamadya DT I1 Bogor, inempunyai jumlah unit usaha yang terbanyak, yaitu 2 8 unit usaha, dibandingkan jenis agroindustri kecil pangan formal lainnya. Sebagai minuman yang umum dikenal dan disukai masyarakat ini, mendorong para pengusaha untuk bersaing merebut pangsa pasar. Narnun keinginan tersebut tidak semulus yang dibayangkan. Para pengusaha ini pun harus bersaing dengan produksi kopi bubuk perusahaan besar, yang telah banyak berada di pasaran, selain harus bersaing dengan sesama pengusaha kecil kopi yaiig ada. Akibatnya, persaingan pemasaran kopi semakin ketat, dan memerlukan kemampuan para pengusaha untuk dapat menghadapi persaingan tersebut. Bahan baku yang mudali diperoleh, tidak menjadi masalah utama dalam pengembangan usalianya. Hal ini karena bahan baku selalu tersedia dalam jumlah dan tingkat kualitas yang sesuai. Jarak sumber bahan baku dengan tempat usaha berkisar aiitara 60 kin atau lebih dan kontinyuitas pengadaan bahan bakunya dapat dikendalikan dengan baik. Jumlah tenaga kerja yang diserap.oleh jenis usaha i ~ i i80 persen adalali tenaga kerja laki-laki, dan 20 persen tenaga wanita. Kesulitan para pengusalia ltopi ini adalali belum mampunya menanggapi tingkat kualitas produk yang dii~iginkaiikonsumen, sesuai dengan segmen tujuan pasarnya. Hal iiii disebabkan oleh kualitas kopi yang ditentukan oleh
aroma, rasa, dali liasil seduliai~kopi yang harus sesuai dengan selera konsumen. Hasil produk yang diinginkan ini sangat dipengarulii oleh proses produksi yang dilakukan. Tidak heran bila rnasalah yang dihadapi selanjutnya adalali proses produksi. Pengusaha berkeinginan lnelnpunyai teknologi proses yang lebih baik dan terkendali sehingga kualitas produk sesuai dengan yang diharapkan. Kapasitas produksi rata-rata perusahaan kopi ini adalah 50 kg per hari, dengan tujuan pemasaran pada seglnen masyarakat tingkat menengah ke bawah yang ada di wilayah sekitar Kotainadya DT I1 Bogor. Pemasaran ini masih dilakukan dengan cara inendistribusikan sendiri, dengan tingkat harga yang ditentukan berdasarkan kondisi pasar dan biaya produksi.
5. Pengusaha Tapiolta Lokasi usaha tapioka ini tidak sama dengan jenis usaha pangan lainnya yang tersebar di wilayah Kotainadya DT I1 Bogor. Para pengusaha tapioka ini berkumpul dalatn suatu sentra industri yang berada di wilayah kelurahan Tegal Gundil, dengall jumlah tujuli unit usaha. Jenis usaha sentra ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 35 orang, yalig berasal dari penduduk setempat. Tiap unit usalia ran-rata terdiri dari 70 persen tenaga kerja laki-laki, yang berstatus sebagai buruli. Umumnya tingkat pendidikan tenaga kerja adalah SD. Demikiati pula dengan para pengelola yang sekaligus sebagai pemilik usaha. Teknologi proses tapioka ini sederliana dan banyak membutuhkan tenaga kerja, terutama pada proses penyaringan dan proses antara pengendapan dan penjemuran. Jenis peralatan yaiig digunakan masih terbatas pada mesin penggiling saja, de~iganbahan bakar bensin. Kualitas produk sangat tergantung pada bahan baku dan proses produksi yatig dilakukan. Tahap proses produksi yang banyak mempengarulii kualitas adalah proses penyaringan dan penjemuran. Penjemuran yang masili mengaiidalkan sinar matahari ini, menjadi masalah utama, bila cuaca mendung d a ~ imusiiii Iiujan. Akibat kondisi tersebut jumlah produksi dan kualitas produk me~ijadirendah, selanjutnya harga jual pun menjadi rendah.
Kapasitas produksi rata-rata tapioka ini adalah 500 kglhari. Permasalahan kelancaran proses produksi ti~nbul,karena kontinyuitas bahan baku tidak baik. Seperti Iialnya pengusaha asinan. pengusaha tapioka ini Dun kesulitan dalam memperoleh bahan baku di sekitar tempat usaha, sehingga perlu dilakukan alternatif su~nberbaliaii baku. Kesulitaii pengadaan bahan baku ini pun dipengaruhi oleli sifat bahan baku yang musimaii. Peinasaran tapioka i n i dilakukail dengan mengadakan kerjasa~nadengan pengusaha besar. Pendistribusian ke pengusaha besar ini, menyebabkan pihak pengusaha kecil kurang berperan dalain penentuan harga, dimana harga ditentukan oleh pihak pengusaha besar berdasarkan tingkat kualitas produk yang dihasilkan. Harga rerendah adalall Rp. 1,200 per kg dan harga tertinggi adalah Rp. 1,500 per kg. Peinai~faatanproduk yang banyak digunakan untuk jenis panganan lain seperti kerupuk dan kue basah, dan banyak dikonsumsi dari segala jenis lapisall masyarakat ini, menuntut adanya time delively yang baik, peningkatan produksi dan kualitas produk yang tinggi. Dorongan ini semakin kuat, dengan adanya perrnintaai~dari pihak pengusaha besar yang berorientasi pada ekspor. Hal ini perlu diperhatikan, bila perusahaan kecil ini ingin mendapat perhatian dari piliak pengusaha besar dan tetap mempunyai tempat dalam pemasaran produknya.
6 . Agroindustri Kecil Manisan Pala Tidak seperri pengusaha agroindustri kecil pangan lainnya, usaha ini merupakan usaha sampingan yang didirikan sendiri oleh pengusahanya. Pemilihan jenis industri ini didasari oleli kemudahan diperolehnya bahan baku, baik dalam jumlah dan inutu yang sesuai. Bahan baku dapat diperoleh di pasar-pasar di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, dengan jarak antara surnber bahan baku dengan tempat usaha kuraiig lebili lima kilometer. Walaupun sebagai usalia sainpingan, ulnur perusahaan ini telah mencapai 15 taliun. Selanla perjalaii;~nusahanya, manisan pala ini pun memiliki daur hidup produk di pasaran, diinana saat awal pendiriannya mengalami peningkatan dan sekarang inengala~nipenurunan. Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya pengetaliuan pengusaha dalam menghadapi persaingan pasar, sehingga harus mengalaiiii penuruiiali yang cukup besar. Menurut data dari Kantor
Departemen/Cabang Dinas Perindustrian Kotamadya DT I1 Bogor, pada saat kejayaannya, pengusalia ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 10 orang dengan kapasitas protluksi 7 700 kgltaliun, sedangkan saat sekarang dimana dalam kondisi menurun hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 5 orang dengan kapasitas produksi sebanyak 5 400 kg/tahun. Lemalinya pengusaha manisan pala dalam persaingan, terlihat dari ketidakmampuan pengusaha untuk memasarkan produknya di wilayali Bogor. Pasar manisan pala di wilayali Kotamadya DT I1 Bogor ini, telah dikuasai oleh pengusaha lain dari luar wilayali Kotamadya Bogor, seperti Jakarta, Sukabumi, dan Cianjur. Akibat dari keadaan ini pengusaha manisan pala ini memasarkan produknya ke luar wilayali Kotamadya DT Ii Bogor seperti Karawang, Jonggol dan Tangerang dengan segmen pasar yang dituju yaitu konsumen tingkat bawah. Dalam melakukan pemasarannya, didistribusikan sendiri dengan menyew a sarana transportasi yang selalu tersedia. Berkat kerjasama dan kepercayaan dari pihak pengangkutan, tempat-tempat pemasaran atau pengecer, dan pihak Bank usalia ini inasih dapat terus bertahan. Selain ha1 tersebut di atas, ha1 terpenting yang perlu diperhatikan dalam menjaga loyalitas konsumen sehingga usaha ini dapat terus bertahan adalah rnelijaga kualitas produk tetap baik. Pengusaha manisan pala ini merupakan salah satu pengusaha yang telah memanfaatkan fasilitas penamballan modal dari Bank, dengan besar pinjaman Rp. tujuh juta rupiah. Menurut pengusaha ini, persyaratan yang ditetapkan pihak Bank terliadap jaminan yang harus disediakan masih memberatkan. walaupun jumlah angsurali pinjalilan cukup meringankan.
B. POTENSI PENDUICUNG PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KECIL PANGAN 1. Potensi Wilayah ICotamadya DT I1 Bogor Wilayah Kotamadya Dacrali Tingkat I1 Bogor memiliki luas areal 2 156 ha, terbagi atas enam wilayah keca~iiatan yang mencakup 22 kelurahan
(DepartemenlCabang Dinas Perindustrian, 1993). Jumlah penduduk berdasarka~isensus tahun 1990 adalah 771 341 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0.95 persen. seda~igkanberdasarkan regestrasi tahun 1993 adalah 272 143 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0.14 persen (Pemerintali Kotamadya DT I1 Bogor. 1994). Bogor sebagai kora pernukilnam, kota ilmu, kota perdagangan regional dan kota pariwisata yang telali berkembang pesat baik ditinjau dari berbagai perkembangan fungsinya maupun diti~ijaudari segi pertumbuhan penduduk dan fasilitas yang diperluka~i(Pe~nerintahKotamadya DT I1 Bogor, 1994). Namun perkembangan tersebut tidak diiringi dengan perkembangan luas areal, sehingg a semakin sempitnya lahau efektif yang tersedia menjadi permasalahan bagi perkembangan penduduk serta kebutuhan sarana dan prasarana lainnya untuk masa yang akan dataog. Berdasarkan data tahun 1991, sektor-sektor lapangan usaha yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap PDRB berdasarkan harga berlaku adalah perdagangan, hotel dan restoran 22.57 persen, diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 19.43 persen, pemerintahan dan hankam 16.60 persen serta bangunan dan ko~istruksi 15.67 persen, sedangkan sektor lainnya masih dibawah 10 persen, termasuk di dalamnya sektor industri yang hanya memberikan kontribusi sebesar 8.04 persen (Kantor Statistik Kotamadya DT I1 Bogor, 1993). Secara lebih lengkap kontribusi lapangan usaha terhadap PDRB Kotamadya DT I1 Bogor, dapat dilihat pada Lampiran 3. (Suplemen). Kotamadya DT I1 Boyor sebagai daerah perkotaan memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai dalam menunjang pengembangan agroindustri kecil pangan. Walaupun arah kebijaksaan perkembangan kota tidak diarahkan pada perkembangan sektor industri, namun pembangunan sarana terus ditingkatkan. Hal ini terliliar dengan adanya jalan darat dan angkutan yang menghubungkan sentra-sentra industri kecil dengan tempat pemasaran, bahan bakulpenolong yang tersedia ke berbagai pelosok perkotaan di wilayah dalam dan luar Kotamadya DT I I Bogor. yang sangat ~nenulijang. Kondisi sarana dan prasarana di wilayah Kolamatlya IIT I I Bogor lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. (Suple~iien). Adanya perhatiall pemerintali Kotamadya DT II Bogor dalam meningkatkan pengadaa~isar;ill;i t l ; ( i ~ lprusai-;~natersebut, terlihat dari pembangunan jalan
yang meningkat pada iallui~ 199311994, yaitu dari 156.66 kin pada tahun 199211993 inelijadi 183.74 kin pada tahun 199311994 (Peinerintah Kotainadya DT I1 Bogor, 1994). Demikian pula den gal^ sarana kolnunikasi yang ada. Sarana telepon maupun kantor pos cukup tersebar sampai ke sentra-sentra industri. Ini terlihat dengan semakin ineluasnya sarana telepon umum dan warung telekomunikasi di teinpat-te~npatstrategis yang memudahkan sarana komunikasi bagi dunia usaha. Selain sarana jalan dan ko~nunikasi,sarana pendidikan dan kebudayaan, perbankan serta pemasaran, cukup tersedia dan sangat menunjang bagi pengembangan usaha. Hal ini icrliliat dengan semakin meningkatnya sarana pemasaran, dimana pada tahun 199311994 telah berhasil diselesaikannya pembangunan Pasar Bogor, Bogor Plaza dan Rainayana Shoping Centre di lantai atas Pasar Kebon Kelnbang (Pemerintah Kotamadya DT I1 Bogor, 1994). Adanya berbagai jenis Perguruan Tinggi. Balai Besar Penelitian lndustri Hasil Pertanian merupakaii sarana bagi par;i pengusaha untuk inenambah pengetahuan dan memperbaiki usahanya. Beberapa Bank pemerintah dan swasta yang tersebar di berbagai wilayal~Kotainadya DT 11 Bogor, merupakan sarana untuk menamball modal usaha, sedangkan sarana pasar yang cukup banyak, memberikaii peluang para pengusaha untul; ~neinasarkanproduk dan memperoleh bahan baku secara mudah. Kondisi sarana dan prasaralia yang tersedia cukup baik ini sangat menunjang untuk pengembangan para pengusaha industri kecil.
2. Kebijaksanaan Pemeriiitsl~I
3. Penataan dalt pelidaya~iiil;l;i~tkeleltlbagaali dan aparatur pemerintah peiiianfaatan sumber daya alam dan lingkung4. Pelestarian dan pe~igol)tiln;~l;ul an liidup. Pokok-pokok I;ebi~;~l;s;il~;i;~lr pembinaa~idan pengembangan agroindustri r Dinas Perindustrian kecil tahun 199411995 K ~ t DepartemenJCabang Kotamadya DT I 1 Bogor. iiiellgacu kepada lial-ha1 sebagai berikut : 1. Undang-Unda~tgNo.5 Ta1ti1111984, tentang Perindustrian, 2. Perda No.7 Taliun 1984. ic11t;utg pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja Cabang Dinas Perilttlustrian Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat, 3. SK Menteri Perindustria~tNo. 302/M/SK/8/1984, tentang organisasi dan tata kerja Kanwil Del)artelltcit Perindustrian Di Propinsi dan Kantor Departemen, 4. SK Menteri Perindustr-ia11No. 186/MISK/10/1989, tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin usaha industri, 5 . SK Menteri Perindustriait No. 13lMISK-1/3/1990, tentang penyempurnaan Surat Keputusan Melitel-I I'criltdustrian No. 186/M/SK/10/1989, tentang ketentuan dan tata cam pelaksallaan pemberian izin usaha industri, 6. Kebijaksanaan dan Ranca~tgaiiProgram Kerja Pelnbangunan Daerah Propinsi Jawa Barat. 7. Kebijaksanaali d a ~ iRaitcai~gai~ KerJa Departemen Perindustrian. 8. Evaluasi program ker,ja dail realisasinya tahun 199311994 yang ~nenyangkut pembinaan inter11 dan ekstcrit serta pelaksanaan APBN, APBD, dan sumber-sumber lain~iya. Menurut Departe~ne~l/('al,a~ig Dinas Perindustrian (1993), sektor industri di wilayah Kotatiiadya Daer;~ltI'ingkat 11 Bogor dalam pengembangannya dititik beratka~ipada pe~ii~tgkat;lii 111-oduktifitasdan penganekaragaman produk industri yang telah atla serta pcit2;iwasalt dan pencegahan terhadap lingkungan. Berkaitan deligall Ikola lic~gursebagai kota pariwisata, keberadaan industri kecil dan keraji~ta~l sa1ig;ii I)cl-pera~ikepada pengembangan kepariwisataan seperti produk cintleralnata ~ I ; I I I iitaka~tankhas Bogor. Kliusus kelo~npok industri kecil dalt 1ker;ijin;iit 1nc110;ip;iiprioritas utalna dala~npengembartgan sek.. tor industri ilii. 1k;ii-ciia \ i l ; ~ ~ i , : , ; y ; i i i ~ banyak menyerap teliaga kerja serta menu~ijangterliadal~industri
II;L~I\\
V. PEMILIHAN PRIORITAS JENIS AGROINDUSTRI KECIL PANGAN YANG AKAN DIKEMBANGKAN KE ARAH PENINGKATAN DAYA SAING
PENYUSUNAN PILIHAN KEPUTUSAN Pengembangan industri berdaya saing kuat diarahkan pada industri yang mernanfaatkan dan mengembangkan keunggulan komparatif, seperti pemanfaatan surnberdaya alam. Jenis industri yang memanfaatkan sumberdaya alam diantaranya adalah industri pangan (Lembaga Sumberdaya Informasi IPB, 1995). Menurut Lukmana (1994) agroindustri kecil yang perlu dikembangkan adalah (I) agroindustri kecil potensial di wilayahnya, (2) agroindustri kecil formal, dan (3) agroindustri kecil yang dapat memberikan nilai tambah, menyerap tenaga kerja, dan mampu melakukan inovasi teknologi. Industri potensial menurut CabangJDinas Perindustrian Kotamadya DT I1 Bogor, adalah memanfaatkan sumberdaya alam setempat, lnampu menyerap tenaga kerja banyak dan mempunyai peluang pemasaran yang cukup baik. Peluang pemasaran ini dapat ditinjau dari cakupan pasar, baik seginen pasar maupun areal pemasaran yang dituju, adanya keterkaitan dengan pengusaha besar, serta keberadaan produk di pasar yang mendukung kota Bogor sebagai kota pariwisata. Menurut CabangIDinas Perindustrian Kotamadya DT I1 Bogor (1994). jenis agroindustri kecil pangan yang termasuk kriteria di atas adalah asinan, nata de coco, roti, kopi bubuk, tapioka, dan manisan pala. Agroindustri kecil pangan tersebut menjadi alternatif pilihan dalam analisis prioritas jenis agroindustri kecil pangan formal potensial, seperti terlihat pada Tabel 4 . Ketidakseragaman tingkat permasalahan yang dihadapi oleh berbagai jenis agroindustri kecil pangan dan terbatasnya dana, maka perlu lebih dikhususkan lagi dalam pemrioritasannya, yaitu dengan kriteria : 1. Mernpunyai tingkat permasalahan yang rendah pada bahan baku. 2. Mempunyai tingkat permasalahan yang rendah pada teknologi proses. 3. Mempunyai tingkat permasalahan yang rendah pada modal. 4 . Me~npunyaitingkat permasalahan yang rendah pada pemasaran. 5 . Adanya penerapan manajemen produksi dan SDM.
kecil pangan formal yang ada di wilayali Kotarnadya DT 11 Bogor dan inempunyai wawasan luas pada kondisi tiap jenis agroindustri kecil pangan. e
l 5
Kl~telin Lcl)utusn~~ y.111g d1hcIo11ipoLLa11
Kriteria ke-
I
1
1
Ar ti
Kelo~npok
I
A
1
I ~ i n ~ k pennasalahan at bahan baku
2
l~ingkatpe~masalaliantek~~ologi proses
3
Tingkat pe~lnasalahari modal
A
4
Tingkat pennasalahall petnasaran
A
5
Penerapan manajemen produksi
B
6
Rata-rata kapasitas produksi
D
7
I ~ u ~ n l aunit l ~ usaha
8
Jurnlah penyerapan tenaga k e ~ j a
C
9
Tingkat upah tenaga keja
D
10
Peran dalam mmutijang aral~pelnbangutian kota
B
11
Cakupan pasar
E
12
Tingkat pendidikan pengusaha
D
13
Tingkat peudidikan peke j a
D
I A I
I
I C I
Tingkat permasalahan bahan baku ini dilihat dari ketersediaan bahan baku di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, baik dalam kontinyuitas, kuantitas maupun kualitas bahan baku. Tingkat permasalahan teknologi proses, dilihat dari segi permasalahan yang dihadapi atau kemudahan dalam metode proses yang dilakukan dalam menghasilkan produk yang berkualitas. Selain itu ditinjau pula dari segi tingkat kebutulian penguasaan pengelola dalam melakukan metode tersebut. Tingkat permasalahan modal, dilihat dari kemanipuan dalam memenuhi modal yang diperlukan untuk menjalankan jenis usaha agroindustri yang dipilih.
Tingkat permasalalian pemasaran, dililiat dari segi perilmaan produk di pasar, luasnya saluran distribusi dan persaingan antara sesama jenis produk. Pemililian jenis agroindustri kecil pangan berdasarkan kriteria rendahnya tingkat permasalahan yang dihadapi ini agar pendayagunaan strategi yang dipilili tidak lagi diliadapkan pada permasalahan yang kompleks. Dengan demikian, jenis industri kecil yang terpilili i ~ i ilebih diarahkan untuk meningkatkan daya saingnya, sehingga mampu mempertaliankan dan rnengembaligkali usalianya. Kapasitas produksi me~ijadikriteria lain yang juga perlu dipertimbangkan. Hal ini akan memberi peluang lebih besar bagi jenis pengusaha kecil yang bersangkutan untuk melakukali perluasan pasar, sehingga jenis produk~iyatersebar merata. Kriteria jumlah unit usaha ini, akan lebih mengeksistensikan keberadaan lernbaga pembinaan dan pengembangan dengan waktu dan biaya yang lebih efektif. Hal ini mengingat adanya perbedaan masalah yang dihadapi oleh setiap jenis agroindustri kecil pangan, maka masalah pembinaan dan pengembangan yang perlu dilakukan menjadi berbeda untuk tiap jenis usaha. Kemampuan industri dalam menyerap tenaga kerja dan tingkat upah tenaga kerja perlu pula dijadikan kriteria pemilihan. Menurut Lukmana (1994), industri kecil turut membantu penyerapan tenaga kerja di lingkungan sekitar, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Kriteria lain yang perlu dipertimbangkan adalah keberadaan jenis industri tersebut di Kotamadya DT 11 Bogor, terutama dalam mendukung arah pembangunan kota sebagai kota pariwisata dan pasar regional. Dengan peluang yang ada ini, diliarapkan industri kecil pangan dapat melakukan perluasan dan pengembangan pasar. Selain itu, pemerintali diharapkan turut membantu dalam rne~nasukiakses pasar, dimana menurut Lukmana (1994), industri kecil mempunyai kelemahan dalam me~nasukiakses pasar yang ada. Cakupan pasar yang luas menjadi kriteria pemilihan yang perlu dipertimbangkan. Cakupan pasar yang dimaksud adalah penyebaran produk pada areal dan segmen pemasarannya. Menurut Porter (1993), cakupan pasar yang luas akan memperkuat kedudukan bersaing. Jenis produk pangan terpilih diharapka~i dapat bertahan dan terus berkembalig meningkatkan daya saingnya dengan kemampuan rnernasuki areal pasar dan peluang pasar yang baik.
Tingkat pendidikan pengusalia d a ~ pekerja i pun perlu dipertimbangkan, dimana dengan kriteria ini dapat mempermudah pelaksanaan program pelatihan dan pe~nbi~iaan agroindustri kecil pangan. Menurut Habibie (1993), kualitas usaha perlu didukung dengan kualitas suinberdaya ~nanusiayang memadai. Kriteria-kriteria yaiig telali ditentukan tersebut, diberi nilai untuk inelihat tingkat kepentingan yang perlu dipertimbangkan dalam memilill prioritas kelompok jenis agroiiidustri kecil pangan. Se~nakinbesar nilai kriteria. inaka akan semakin besar tingkat kepeiitingannya. Besarnya skala penilaian kriteria ditentukan dengan aturan seperti terlihat pada Tabel 7 . Tabel 6. Raugkirig kelo~npokagroindustri kecil pangan berdasarkan keloinpok kriteria.
1
sangat ting- sailgat bu- sangat sedi- sangat ren- sarigat selnruk sekali kit sekali dali sekali pit sekali gi sekali
-
tinggi
1 1
buiuk buruk
I
1
sedikit sedikit
1 1
remldalt rendah
3
tinggi
4
agak tiuggi
agak buruk
agak sedikit
agak rendali
5
sedang
sedang
sedang
sedang
I 6 7
8 9
-
agak rendah reiidah
I anak baik baik
sangat baik sangat ren- sangat baik sekali dah sekali sangat reridah
sem$it semnpit agak sempit seda~lg
I
I anak banyak ballyak
I I
agak tinggi tinggi
sailgat sangat tinggi banyak saiigat ba- sangat tingnyak sekali gi sekali
agak luas luas sangat luas sangat lua s sekali
49
Tabel 7.
Sknla nilai kiiteria keputusa~~
B. ANALISIS PRIORITAS JENIS AGROINDUSTRI KECIL PANGAN Tabel 8. menunjukkan bahwa untuk kriteria pemasaran (4) mendapat perhatian utama dalam pemililian prioritas jenis agroindustri kecil pangan. Ini ditunjukkan dengan nilai tertinggi yang diberikannya. Dalam kriteria pemasaran, jenis usaha tapioka mempunyai permasalahan pemasaran yang paling tinggi di antara jenis usaha yang lain, dimana nilai yang diberikan paling rendah, sedangkan untuk jenis usalia nata de coco mempunyai tingkat permasalahan pemasaran terendah. Walaupun jenis usaha ini berkaitan era1 dengan jenis usaha lain, namun saluran distribusinya inasili sangat tergantung pada satu pengusalia besar, dan dalani ha1 penetapan harga, piliak pengusalia kecil tidak berperan dimana harga produk telali ditetapkan oleh pihak pengusaha besar. Dalam memenuhi permintaan konsumen, masih sangat rendah, dimana jumlah, kualitas dan kontinyuitas produksinya masih belurn terjamin, seliingga sering terancam kehilangan pasar dan akibatnya produk dijual dengan harga yang sangat rendah. Sementara jenis usaha lain yang berkaitan dengan industri tapioka, seperti pabrik kerupuk dan makanan basah, banyak membutulikan tapioka sebagai bahan bakunya. Kondisi ini lnenuntut pihak pengusaha kecil untuk manipu menerobos pasar pada pengusaha besar lain atau pengusaha industri terkait dan membina suatu sistem kemitraan, bila ingin inengembangkan usahanya. Menurut Lukmana (1994). industri kecil sangat lemah dalam memasuki akses pasar tersebut dan perlu adanya piliak lain seperti kelembagaan pembinaan dan pengembangan yang turut
niembantu dalain inenghadapi perinasalahan ini. Terutaina dalain meiiiberi kebijaksanaan liarga yang sesuai sehingga pihak pengusaha kecil lebih dapat ineniiigkatkaii keuntungannya, yang perlu ~nengimbangidengan perolehail bahan baku yang sulit dan bersifat musiman.
Tabel 8.
Nilai sata-rata kelompok agroindostii kecil pangan da11 kliteiia
Ketn mpok
ltiriteria
IL
I I
III I
Nihi
V
1V I
I
V1 I
Kritcrin I
Tabel 8. menunjukkan pula bahwa kriteria kapasitas produksi rata-rata ( 6 ) dan tingkat pendidikan pengelola (1 1) mendapat tingkat kepentingan yang paling rendah. Kriteria tersebut diartikan sebagai ha1 yang tidak utama untuk dipestimbangkan dalam menentukaii prioritas pililian.
Kapasitas produksi dan tingkat pelididikan pengelola yang rendall tidak menjadi penghambat dalaln menentukan jenis agroindustri kecil pangan yang potensial. Justru dengan hasil pemilihan tersebut, ha1 yang sudah menjadi ciri kualitatif dan kelemahan industri kecil ini dapat ditingkatkan melalui proses pelatihan dan pernbinaan yang dilakukali ole11 kelembagaan pernbinaan dan pengembangan. Berdasarkan nilai kriteria dan nilai kelompok terhadap kriteria tersebut, maka hasil prioritas jenis agroindustri kecil pangan dapat dililiat pada Tabel 9. Tabel 9. Total ililai dan prioritas agroindustri kecil pangan
l'otnl Nlri
Keloiupok
Prioritas
I
Asinail
22,156.52
I1
Nata de coca
22,508.52
I
Roti
20,290.3
111
Kopi bubuk
14,l 14.84
V
Tayioka
9,777.69
VI
-
Tabel 9. menunjukkan bahwa kelompok Il, yaitu nata de coco mendapat prioritas pertama, diikuti dengan prioritas kedua sampai prioritas keenam, yaitu asinan, roti, manisan pala, kopi, dan tapioka. Nata d e coco sebagai jenis makanan yang tergolong baru dan belum banyak dikenal masyarakat ini, ternyata telah mampu meluaskan areal pemasarannya sampai ke luar Jawa. Jenis makanan ini mempunyai tingkat keawetail yang lebih tinggi dibandingkan jenis asinan, roti, dan rnanisan pala. Bahan baku tersedia cukup berlimpah di wilayah Bogor, walaupun jumlah dan kualitasnya belum mencukupi kebutuhan produksi. Kemampuan dalam memasuki akses pasar ini, perlu didukung oleh Pemerintali Kotamadya DT 11 Bogor, sehingga dapat lebih berkembang dan lneningkatkan kontribusinya pada PDRB. Terpilihnya jenis agroindustri kecil asinan sebagai prioritas kedua ini, sangat didukung oleh tersedianya balian baku yang cukup banyak di wilayah Bogor, sedangkan peluang pemasaran yang cukup baik, didukung oleh fungsinya sebagai
makanan klias Bogor. Dengan keKliasan tersebut, terjadi hubungan timbal balik antara asinan dan fungsi kota sebagai kota pariwisata. Kota Bogor yang mempunyai jenis makanan khas ini aka11 mengundang wisatawan lebih banyak, dimana mereka tidak hanya datang untuk berwisata tetapi juga ingin mencoba dan membawa buali tangan untuk sanak saudaranya. Dengan keadaan ini, para pengusaha asinan mempunyai peluang yang cukup besar untuk mengembangkan usaha. baik dalam meningkatkan jumlah produksi maupun meningkatkan daya saingnya. Peningkatan ke arah daya saing agroindustri kecil asinan sangat diperlukan, karena dengan kondisi yang ada, aka11mendorong para wirausaha untuk membuka usaha jenis pangan ini. Lahirnya pengusaha-pengusaha baru dan adanya pengusaha lama yang telah mampu merebut pasar menjadi tantangan bagi para pengusaha tersebut dalam menghadapi persaingan pasar. Kondisi ini perlu diperhatikan ole11 pihak Cabang DinasIDepartemen Perindustrian dan BAPPEDA Kotamadya DT I1 Bogor, guna menghindari terjadinya persaingan tidak sehat antara sesama pengusaha maupun dalam mempertahankan keberadaan jenis usaha ini yang sangat mendukung arah pembagunan kota. Dengan perhatian Pemerintah Daerah Kotamadya DT I1 Bogor dalam mengembangkan jenis usaha asinan diharapkan akan dapat lebih banyak lnenyumbangkan kontribusinya pada PDRB dan tetap dikenal sebagai jenis makanan khas Bogor. Roti sebagai makanan yang umum dikenal masyarakat ini pun perlu pula diperhatikan dalam pengembangannya, dimana persaingan antara sesama pengusaha cukup ketat terjadi, sementara kebutuhan masyarakat terhadap jenis pangan ini pun semakin meningkat, baik dikalangan bawah, menengah, maupun di kalangan atas. Banyaknya jumlah pengusaha roti di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, yang terbagi dalam berbagai tujuan segmen pasar, telah mampu menunjukkan keberadaannya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat setempat maupun dalam menunjang arah pembangunan kota. Pengadaan bahan baku untuk komoditi roti sangat baik dibandingkan jenis pangan lain, dimana kontinyuitas, kuantitas, dan kualitas bahan baku yang tersedia di pasar sangat memadai untuk kebutuhan industri. Kondisi tersebut sangat mendukung untuk mengembangkan usalia roti ke arah peningkatan daya saing, sehingga mampu bertahan dan terus berkembang, walaupun dihadapkan pada persaingan sesama pengusaha yang cukup ketat. Walaupu~iurutan prioritasnya cukup rendah untuk komoditi manisan pala, kopi,
dan tapioka, uamun tetap perlu diperhatikan d a l a ~ npengembangannya ke arah peningkatan daya saing, karena setiap jenis agroindustri kecil pangan yang ada di wilayah Kotainadya DT I 1 Bogor mempunyai perailan dalam inenyu~nbangkan kontribusinya pada PDRB.
VI. ANALISIS KOMPONEN-KOMPONEN PENENTU DAN STRATEGI PENINGKATAN DAUA SAING AGROINDUSTRI KECIL PANGAN A. PENYUSUNAN HIRARKI
Menurut Saaty (1991), sisteln yang kompleks dapat dengan mudah dipahaini bila dipecahkan menjadi elemen-elemen pokoknya atau dikelompokan menjadi kumpulan elemen yang homogen, kemudian disusun ke dalam bagian-bagian lagi yang menunjukkan relevansi pada setiap tingkat hirarki. Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif elemen hirarki tertentu terhadap setiap elemen pada tingkat yang lebih tinggi. Berdasarkan pertimbangan para pakar dan literatur, dihasilkan sembilan struktur hirarki dalam kajian komponen-komponen penentu dan strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor. Sembilan struktur hirarki tersebut, adalah satu hirarki tingkat I , yaitu hirarki analisis komponen-komponen penentu daya saing agroindustri kecil pangan, empat hirarki tingkat 11, meliputi hirarki analisis strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan berbasis bahan baku, hirarki analisis strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan berbasis teknologi proses, hirarki analisis strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan berbasis manajemen produksi, dan hirarki analisis strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan berbasis pemasaran. Keempat hirarki tersebut merupakan lanjutan dari pembentukan strategi komponen daya saing pada hirarki tingkat I . Hirarki strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan berbasis pemasaran, perlu dianalisis lebih mendalam hingga mencapai tingkat hirarki 111. Empat hirarki tingkat 111 tersebut adalah hirarki analisis strategi harga, hirarki analisis strategi distribusi produk, hirarki analisis strategi produk, dan hirarki analisis strategi promosi.
1. Hirarki Analisis Komponen-Komponen Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Komponen-komponen agroindustri yang dikelompokkan menurut Aziz (1992), dikelompokkan kembali berdasarkan fungsinya, llingga membentuk suatu struktur fungsional (Saaty, 1991). Struktur fungsional tingkat I, terdiri dari faktor, aktor, tujuan dan komponen daya saing yang menjadi alternatif strategi peningkatan daya saing. Pada hirarki tingkat I , faktor yang berpengaruh dalam menentukan komponen daya saing adalah modal, sumberdaya manusia, kondisi persaingan, dan kebijaksanaan pemerintah, sedangkan komponen penentu daya saing agroindustri kecil pangan adalah bahan baku, teknologi proses, manajemen produksi dan pemasaran. Modal bagian dari komponen agroindustri kecil yang menjadi faktor berpengaruh dalam pemilihan komponen daya saing. Peletakan modal pada level faktor ini karena menurut Aziz (1992), keberadaan modal sangat diperlukan pada setiap tahap kegiatan industri, sehingga keputusan yang diambil pun harus mempertimbangkan ketersediaan dan kebutuhan modal. Faktor sumberdaya manusia yang terdiri dari tenaga kerja dan pengelola usaha perlu pula dipertimbangkan dalam pemilihan komponen daya saing. Sumberdaya manusia ini memegang peranan utama dalam menjalankan sistem agroindustri. Kualitas sumberdaya manusia yang ada, akan mempengaruhi tingkat keberhasilan usaha (Reksohadiprodjo et al., 1992). Menurut Habibie (1993), potensi pembangunan dan pengembangan agroindustri ditentukan oleh kondisi orang sekarang, artinya keberhasilan strategi yang dipilih akan terlihat bila didukung dengan sumberdaya manusia yang memadai. Sumberdaya manusia ini meliputi jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan dan pengalaman tenaga kerja dan pengelola, kesejahteraan tenaga kerja, serta motivasi tenaga kerja dan pengelola untuk memajukan usahanya. Kondisi persaingan sebagai lingkungan mikro dan kebijaksanaan pemerintah sebagai lingkungan makro, turut mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Kondisi persaingan disini meliputi persaingan antara sesalna industri yang ada, dengan industri pendatang, atau dengan konsumen. Pada setiap
segnien pasar yang dituju mempunyai kondisi persaingan yang berbeda (Porter,
1993). Kebijaksanaan peinerintah yang dimaksud adalah arah kebijaksanaa~ipemerintali Kotamadya DT 11 Bogor dalain pembangunan kota yang inengarah pada kota pariwisata, pe~nukiman,dan kota pasaran regional, dan yang berkaitan dengan usaha pengembangan industri. Pengembangan industri ini lebih diarahkan pada peningkatan kualitas produk dan penyerapan tenaga kerja. Kedua faktor ini merupakan tinjauan lingkungan perusahaan yang harus senantiasa dilakukan dalam menyusun strategi agar dapat mengantisipasi segala ancaman dan memanfaatkan peluang yang ada (Reksohadiprodjo et al., 1992). Pertimbangan terhadap kedua faktor ini akan memberikan keputusan yang lebih baik, terutarna berkaitan dalam menentukan komponen daya saing agroindustri kecil pangan. Aktor yang berperan dalam pengambilan keputusan ini adalah pengusalia kecil, kelembagaan pembinaan dan pengembangan, pengusaha besar, dan pihak Bank. Pengusaha kecil sebagai pihak yang terlibat langsung dalam peningkatan daya saing usalianya, mempunyai peranan dalam menentukan komponen daya saing. Mereka sebagai pernegang keputusan terhadap langkah lanjutan yang perlu diarnbil, akan mempertimbangkannya berdasarkan keinampua~~ dan pengalaman usaha. Persaingan pasar yang kurang sehat antara sesama industri kecil atau antara industri kecil dengan industri besar, memerlukan adanya pihak ketiga, yaitu kelembagaan pembinaan dan pengembangan yang lebih mengarahkan dan membina dalalii menghadapi persaingan. Dengan kondisi tersebut aktor ini turut berperan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Ikut berperannya kelembagaan ini dalain mengambil keputusan akan membentuk strategi yang tepat, di~nanatujuan yang ingin dicapai dapat terealisasi secara nyata dan persaingan usalia pun menjadi seliat. Aktor pengusaha besar berkepentingan pula dalam menentukan komponen daya saing, dimana ia turut terlibat dalam persaingan pasar dan pengembangan usaha. Keterlibatan pengusalia besar dalam persaingan pasar agroindustri kecil pangan terlihat dari sistern kemitraan dan fungsi pengusalia kecil sebagai pemasok bagi pengusalia besar. Pihak pengusalia besar berkeinginaii agar pihak pengusalia kecil sebagai mitra usalia inempunyai daya saing yang
kuat. Demikian pula dengan pengusaha kecil yang bermitra dengan pengusaha besar, dalam mengambil keputusan akan mempertimbangkan keberadaan pengusaha besar. Menurut Lembaga Sumberdaya Informasi IPB (1995). peran pengusaha besar dalam kemitraannya dengan pengusaha kecil sangat membantu pengembangan agroindustri kecil berdaya saing kuat, atas dasar kemitraan untuk saling memperkuat. Pihak Bank dalam usaha peningkatan daya saing agroindustri kecil di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, ikut berperan sebagai pemasok dana bagi unit usaha yang ada. Pengusaha kecil berharap dapat memperoleh modal tambahan dari Bank dengan bunga dan persyaratan yang ringan. Menurut Manajemen Usahawan Indonesia (1994), dalam menunjukkan komitmen pemerintah, yang menekankan pengembangan usaha kecil pada Repelita VI, akan dikeluarkan kebijaksanaan dan langkah-langkah guna mendorong perkembangan usaha kecil dan koperasi. Kebijaksanaan tersebut diantaranya adalah adanya dukungan fasilitas perbankan untuk memperoleh akses keperluan modal. Pengambilan keputusan oleh pihak Bank ini, dipertimbangkan atas dasar ketersediaan dana yang ada. Tujuan yang ingin dicapai dari analisis komponen-komponen penentu daya saing ini adalah meningkatkan keuntungan, mampu berkompetisi, kesinambungan usaha, serta perluasan dan pengembangan pasar. Menurut Kotler (1991), suatu perusahaan selalu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Selain itu persaingan pasar yang semakin kuat pun menuntut perusahaan untuk mampu berkompetisi (Porter, 1993), sedangkan tujuan awal dari suatu perusahaan adalah bagaimana mempertahankan usaha yang telah ada agar tetap sinambung dengan senantiasa dihadapkan pada ancaman lingkungan perusahaan (Reksohadiprodjo et al., 1992). Azis (1993) menjelaskan tujuan pengembangan agroindustri adalah mempunyai daya saing yang kuat, kemudian dilanjutkan pada tujuan perluasan dan pengembangan pasar produk agroindustri. Alternatif komponen daya saing tersebut terdiri dari bahan baku, teknologi proses, manajemen produksi dan pemasaran. Menurut Somantri (1992), komponen-komponen tersebut mempengaruhi keberhasilan industri kecil.
Bahan baku adalah komponen daya saing yang perlu diperhatikan dan dibentuk strateginya, karena menurut Porter (1993). konsep pokok dalam strategi bersaing adalah menentukan daya tarik industri yang salah satunya dipengaruhi ole11 komponen pemasok bahan baku. Faktor pemasok ini berperan dalam pengadaan bahan baku baik kualitas, kuantitas, kontinyuitas, harga, maupun jenis bahan baku. Porter (1993) pun menyatakan bahwa teknologi proses berperan penting dalam perubahan struktur industri serta mendorong terciptanya industri baru. Teknologi penting dalam persaingan jika berpengaruli terhadap keunggulan bersaing. Guna menentukan teknologi proses yang mendukung keunggulan bersaing, perlu disusun strategi yang dapat lnenekan biaya produksi dan mampu menciptakan diversifikasi produk, dan menurut Habibie (1993), liarus didukung dengan sumberdaya manusia yang memadai. Manajemen produksi menjadi komponen penting dalam keunggulan bersaing. Gagalnya produk di pasar bukan karena pasarnya sudah jenuh, tetapi karena gagalnya manajennen (Kotler, 1991). Oleh karena itu, komponen ini pun perlu dibentuk strateginya agar produk agroindustri kecil pangan mempunyai peluang keberhasilan dan mencapai kedudukan unggul di pasar. Pemasaran merupakan komponen yang penting pula diperhatikan dala~n menghadapi persaingan, karena dengan manajemen pemasaran yang baik pengusaha dapat lnenghadapi persaingan (Kotler, 1991). Seperti halnya komponen di atas, komponen pemasaran perlu pula dibentuk strategi dalam usaha peningkatan daya saing, dimana kunci keberhasilan produk di pasar adalah pada sistem pemasaran yang dilakukan. Hirarki analisis komponen-komponen penentu daya saing secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 6 . 2.
Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berbasis Bahan Baltu Hirarki ini terdiri dari empat alternatif strategi guna mengatasi permasalahan bahan baku sebagai upaya peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan. Strategi-strategi tersebut yaitu budidaya sendiri, beli langsung ke petani. melalui penyalur atau pasar bahan baku, dali kemitraan dengan petani.
Anal i s i s Komponen Daya Saing Agroindustri Keci l Pangan Formal D i W i layah Kotamadya DT I1 Bogor
1 Faktor
:
Sumberdaya Manusi a
Modal
1
t Aktor
:
Pengusaha Keci I
4
Kebijaksanaan Pemeri ntah
Kondisi Persaingan
t
t
t
Kel embagaan Pembi naan dan Pengembangan
Pengusaha Besar
Pihak Bank
-
Tujuan
:
Komponen Daya Saing :
Gambar 6.
H i r a r k i Anal i s i s Komponen Daya Sai ng Agroindustri Keci I Pangan
Faktor modal sangat mempengaruhi pe~nilihanstrategi. Modal merupakan ha1 yang terpenting dalam menjalankan suatu usaha, sedangkan menurut Luk~nana(1994), besarnya modal yang dimiliki pengusaha kecil masih terbatas (Reksoliadiprodjo et al. (1992). Kualitas dan kuantitas balian baku menjadi pertimbangan dalam memilili strategi, karena permasalahan yang sering timbul dalam pengadaan balian baku agroindustri adalah kurang tersedianya bahan baku pada kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan. Demikian pula dengan sumber dan letak bahan baku yang terpencar dan berjauhan de~igantempat usaha, menjadi faktor lain yang perlu dipertimbangkan, karena ha1 ini masih menjadi masalah bagi agroindustri (Lukmana, 1994). Darmawati (1994), menyatakan harga bahan baku pangan berfluktuasi, sedangkan Hari~iugraha(l990), menjelaskan bahwa perbedaan harga pada saluran distribusi menyebabkan harga tidak terkendali. Dengan kondisi tersebut, faktor harga bahan baku turut mempengaruhi dalam pengambilan.keputusan, terutama dalam menekan biaya produksi sebagai salah satu upaya untuk dapat unggul dalam bersaing. Faktor jenis bahan baku dan bahaii penolong yang beraneka ragam untuk keperluan agroindustri kecil pangan, perlu dipertimbangkan karena setiap jenis bahan baku dan balian penolong mempunyai permasalahan yang berbeda dalam ha1 pengadaannya. Buana (1994) menyatakan bahwa alam tidak mempunyai kemampuan dalam menyediakan satu jenis bahan baku pada jumlah yang stabil dan kualitas yang baik, sehingga perlu dicari alternatif komoditas lain agar kegiatan produksi dapat temp berjalan, dan selanjutnya perlu ditentukan produk alternatif yang dapat dikerjakan oleh sistem yang tersedia. Dengan pertimbangan di atas akan mempengaruhi keputusan yang diambil dalam upaya peningkatan daya saingnya. Guna mencapai upaya peningkatan daya saing, terlebih dahulu perlu dilakukan penyelesaian terhadap masalah yang timbul. Terjaminnya kontinyuitas bahan baku yang masih menjadi masalah (Lukmana, 1994), dijadikan tujuan awal yang ingin dicapai dari strategi ini. Tujuan kedua strategi ini adalah meminimisasi biaya produksi. Menurut Kotler (1991), besarnya biaya produksi akan menghambat kemampuan bersaing. Oleh kare~ia ini dalam mencapai upaya peningkatan daya sai~igperlu
diorientasikan pula pada penekanan biaya produksi, di~nanadalam ha1 ini adalah menekan biaya pengadaan bahan baku. Persaingan pasar yang semakin ketat menuntut terbentuknya produk yang berkualitas tinggi (Kotler, 1991). Kualitas produk banyak dipengaruhi oleh kualitas bahan baku. rnaka tujuan lain yang ingin dicapai adalah kualitas produk tinggi. Jumlah produk sesuai dengan permintaan menjadi tujuan keempat strategi ini. Kemampuan perusahaan dalam mencapai produk yang sesuai dengan permintaan ini sangat tergantung pada jumlah persediaan bahan baku. Menurut Reksohadiprodjo et al. (1992), perusahaan yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen akan menambah kekuata~idalam bersaing. Menurut Lukmana (1994), derajat diversifikasi usaha industri kecil masih rendah, sedangkan Harinugaraha (1990) menjelaskan bahwa produk pangan mempunyai keunggulan dalam diferensiasi yang lebih banyak. Buana (1994) menyatakan pula langkah ini perlu dilakukan sebagai lanjutan dari pertimbangan terhadap faktor jenis bahan baku. Secara lengkap hirarki analisis peningkatan daya siang agroindustri kecil pangan berbasis bahan baku dapat dilihat pada Gambar 7.
3.
Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berbasis Teknologi Proses Empat strategi yang akan dipilih pada hirarki ini adalah teknologi tradisional, teknologi baru sederhana,.teknologi tinggi, dan paduan tiga unsur tersebut. Teknologi baru sederhana adalah teknologi tradisional yang mengalami inovasi teknologi, namun masih memanfaatkan teknologi tradisional. Teknologi tinggi yaitu teknologi yang sudah menggunakan teknologi modern dan membutuhkan modal besar untuk investasi awalnya. Aziz (1992), menyatakan faktor bahan baku merupakan komponen agroindustri yang mempengaruhi kelancaran teknologi proses. Dalam pemilihan strategi ini perlu memperhatikan faktor bahan baku, dimana teknologi proses yang dipilih harus disesuaikan dengan jenis, sifat, kualitas dan kuantitas bahan baku. Menurut Porter (1993) teknologi yang dipilih harus dapat memberikan
Peningkatan Daya Saing g r o i n d u s t r i Keci l Panga Berbasi s Bahan Baku
'aktor
:
Tujuan
:
A l ternatif Strategi :
Gambar 7.
H i r a r k i Analisis S t r a t e g i Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci l Pangan Berbasis Bahan Baku
nilai unggul dalam bersaing dan dapat melakukan diferensiasi produk, sehingga kebutuhannya dapat terlihat secara nyata. Sumberdaya manusia merupakan faktor lain yang sangat berperan dalam menentukan strategi yang dipilih, dimana teknologi yang dipilih hanya akan berarti bila didukung dengan sumberdaya manusia yang memadai (Habibie, 1993). Lukmana (1994) menyatakan bahwa tenaga kerja menjadi pertimbangan utama dalam melaksanakan teknologi proses agroindustri kecil, karena dalam menjalankan fungsinya agroindustri kecil pangan harus mampu menyerap tenaga kerja, sedangkan kualitas sumberdaya manusia pengusaha kecil masih rendah. Dengan pe~ljelasandi atas, maka jelas faktor ini perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis teknologi proses yang sesuai. Faktor ketersediaan teknologi yang ada sangat mempengaruhi pula pemilihan strategi, dimana jenis teknologi yang ada menjadi alternatif pilihan guna mencapai tujuan peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan. Dalam pemilihan ini pun perlu dipertimbangkan faktor modal. Besarnya modal yang ada akan menentukan kemarnpuan perusahaan untuk dapat merealisasikan pilihan strategi tersebut. Faktor sarana penunjang, seperti tempat dan kesehatan lingkungan usaha pun perlu dipertimbangkan untuk kelayakan dan kesesuaian teknologi proses yang digunakan. Diharapkan teknologi proses yang dipilih dapat memberikan kelayakan tempat kerja, sehingga produktivitas tenaga kerja tetap baik dan diusahakan meningkat. Tujuan strategi yang ingin dicapai antara lain adalah kualitas dan kuantitas produk. Sebagai hasil akhir dari teknologi proses, produk harus inempunyai kedudukan unggul di pasar (Porter, 1993). Selain itu teknologi proses ini harus mencapai tujuan optimalisasi sumberdaya baik modal, bahan baku dan tenaga kerja, sehingga dapat meminimumkan biaya produksi. Menurut Kotler (1991). minimisasi biaya produksi ini akan memberikan keunggulan dalam persaingan, terutama dalam ha1 biaya. Diversifikasi produk rnenjadi tujuan laill dari strategi ini, menurut Porter (1993), teknologi dibutuhkan bila dapat inelakukan diversifikasi produk. Hirarki analisis strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan berbasis teknologi proses secara jelas dapat dilihat pada Gambar 8.
Anal i s i s S t r a t e g i Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci l Pangan Berbasi s
+ Faktor :
+ Sumberdaya Manusia
Bahan Baku
I
C Ketersedi aan Teknologi
+ Modal
+
Sarana Penunjang *
I
Tujuan :
Kua I itas&Kuan t i t a s Produk
I
Optimal isasi
I
Diversifikasi Produk
Alternatif Strategi :
Gambar 8.
H i r a r k i Anal i s i s Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berbasis Teknologi Proses
4.
Analisis Strategi Peningkatari Daya Saing Agroindustri Kecil Pangar1 Berbasis Manajemen Produlcsi Pelatihan dan pernbinaan, inovasi teknologi sendiri, perpaduan kedua unsur tersebut dan bantuan pihak lain menjadi alternatif pilihan strategi dalam hirarki ini, sebagai upaya peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan berbasis manajemen produksi. Faktor sistem manajemen akan mempengaruhi langkah pengambilan keputusan selanjutnya. Menurut Guiltinan dan John (1992), diperlukan perencanaan yang mendalam untuk keberhasilan usaha. Menurut Assauri (1980), sistem manajemen produksi harus dapat merubah metoda menjadi lebih ilmiah, memilih, mengembangkan, dan membagi tugas secara tepat dan baik, dalam mencapai tujuan yang diharapkan. De~igan pertimbangan terhadap sistem manajemen yang telah dilakukan dimana umumnya belum menerapkan sistem manajemen (Marbun, 1993), aka11 memberikan pertimbangan yang berarti dalam memilih strategi yang sesuai. Pengalaman usaha merupakan faktor yang turut mempengaruhi pengambiIan keputusan, dengan pengalaman usaha akan banyak memberikan rnasukan dan pertimbangan dalam menentukan langkah kelanjutan usaha yang perlu diambil. Marbun (1993) pun menyatakan bahwa pengusaha kecil dalam mengambil keputusannya, selalu bertolak pada apa yang telah dilakukan dalam menjalankan usahanya. Persaingan usaha yang semakin ketat menjadi ancaman bagi keberhasilan usaha, maka dalam mengambil strategi, perlu dipertimbangkan kondisi persaingan (Reksohadiprodjo et al., 1992). Demikian pula dalam menyusun strategi peningkatan daya saing yarig berbasis pada manajemen produksi dan sumberdaya manusia, faktor ini ikut mempengaruhi pengambilan keputusan. Skala usaha menjadi faktor keempat yang mempengaruhi pemilihan strategi. Besarnya kapasitas yang dimiliki dan diinginkan serta arah cakupan segmen pasar yang ingin dituju mempunyai pertimbangan tersendiri dalam memilih strategi manajelnen produksi dan sumberdaya manusia yang perlu dilakukan agar dapat meningkatkan daya saingnya. Marbun (1993) menyatakan bahwa semakin besar ukuran usaha, apabila ingin bertahan dan berkembang tidak ada jalan lain kecuali mempraktekan manajemen yang benar. Hal ini pun
didukung oleh Jaucll dan Glueck (1992), bahwa kemampuan perusahaan dalam meningkatkan skala usahanya menunjukkan kemampuan dala~nmemanajemen perusahaan tersebut. Kesinambungan usaha merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dari strategi ini. Demikian pula dengan kemampuan bersaing, dan mencapai tninimisasi biaya produksi merupakan tujuan lain yang ingin dicapai dalam upaya peningkatan daya saing agroindustri kecil berbasis manajemen produksi. Strategi pelatilian dan pembinaan yang ditujukan pada pengelola dan tenaga kerja adalah bagian program kelembagaan pembinaan dan pengembangan industri kecil dalam usaha peningkatan daya saing agroindustri kecil. Program ini menjadi salah satu alternatif strategi bagi pengusaha kecil yang lemah dalam manajemen dan motivasi untuk berkembang, sehingga membutuhkan dorongan dan bantuan dari pihak kelembagaan pembinaan dan pengembangan industri kecil. Inovasi teknologi sendiri, lebih ditujukan pada pengusaha kecil yang telah termotivasi untuk maju sehingga berkesadaran untuk meningkatkan dan memperbaiki siste~nmanajemennya, tanpa bantuan pihak lain. Inovasi teknologi sendiri ini lebih diarahkan pada bidang manajemen produksi dengan berusaha diperbaiki sendiri berdasarkan pengalaman usaha dan pendidikan yang dimiliki. Maksud dari perpaduan kedua unsur tersebut adalah memperbaiki sistem manajemen sendiri tanpa adanya dorongan motivasi dari pihak luar, namun dalam usaha perbaikannya masih membutuhkan pembinaan dari kelembagaan pembinaan dan pengembangan industri kecil. Menurut Marbun (1993). untuk dapat mencapai keberhasilan, industri kecil harus mengerti, meresapi, dan menjalankan dasar-dasar manajemen. Bantuan dari pihak lain ini dapat berupa bantuan alat baik pinjaman atau sewa, atau pelatihan manajemen dengan sistem magang di perusahaan besar. Langkali strategi ini didasari motivasi sendiri untuk maju dan berkembang. Secara jelas hirarki analisis strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil patigan berbasis manajemen produksi dapat dilihat pada Gambar 9.
Berbasi s Manajemen
Faktor
Tujuan
:
:
Alternatif Strategi :
Gambar 9.
H i r a r k i Analisis S t r a t e g i Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci l Pangan Berbasis Manajemen Produksi
5.
Alialisis Strategi Peningkatari Daya Saing Agroiridustri Kecil Pat~gari Berbasis Pemasaran Menurut Reksohadiprodjo et al. (1992), dalam tnenyusun suatu strategi perusahaan termasuk di dalatnnya dalatn menyusun strategi pemasaran, perlu mempertimbangkan kondisi lingkungan perusahaan. Kondisi lingkungan perusaliaan ini meliputi kondisi persaingan dan kebijaksanaan pemerintah. Perusahaan kecil yang banyak dikelola oleh pemilik, dalam keberhasilan usaha dan pemilihan strategi pemasaran sangat dipengarulii oleh kualitas pengelola. Faktor kualitas pengelola ini meliputi tingkat pendidikan, motivasi, da11 kepemimpinan yang banyak dipengaruhi oleh nilai sosio-kultural yang berlaku di masyarakat sekitar (Marbun, 1993). Modal sebagai faktor ketiga akan mempengaruhi strategi pemasaran yang dipilih. Pertimbangan modal sangat penting dilakukan, mengingat modal agroindustri kecil masih terbatas (Lukmana, 1994). dan dalam merealisasikan strategi yang dipilih membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dalam strategi ini perlu pula dipertimbangkan faktor skala usaha atas pertimbangan kemampuan yang ada, karetia menurut Porter (1993), cakupan usaha yang luas akan memperkuat kedudukan bersaing perusahaan di pasar, sehingga akan ~nerintangipesaing pendatang dan mampu menjadi pemimpin pasar. Tujuan yang ingin dicapai dari strategi ini adalab mampu bersaing, keuntungan maksimal, kesinambungan usaha, dan perluasan dan pengembangan pasar. Menurut Guiltinan dan Gordon (1992), tujuan perusahaan dalam metnasarkan produk adalah kemampulabaan, unggul dalam bersaing, dan dapat mempertahankan usaha yang ada. Selain itu, menurut Aziz (1993), produk agroindustri perlu pula diarahkan pada perluasan dan pengembangan pasar. Strategi yang dipilih merupakan strategi pokok dalam pemasaran yang secara teknis akan disusun lebih lanjut pada hirarki tingkat 111, yaitu berdasarkan harga, distribusi produk, produk, dan promosi (Kotler, 1991). Hirarki analisis strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan berbasis pemasaran, lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 10.
Anal i s i s S t r a t e g i eningkatan Daya Saing r o i n d u s t r i Keci i Pangan Berbasi s Pemasaran
! aktor
:
ujuan
:
Kondi s i Persai ngan
! Kua l i tas Pengelola
I
1 Modal
Skala/Kapasi tas Usaha
,It e r n a t i f itrategi :
Gambar 1 @ .
Hirarki Anal i s i s S t r a t e g i Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci l Pangan Berbasis Pemasaran
1 -
Kebi jaksanaan Pemerintah
6. Hirarki Analisis Strategi Harga Strategi harga yang akan dipilih terdiri dari strategi penetapari harga berorientasi biaya, penetapari harga berorientasi permintaan, dali penetapan harga berorientasi persaingan. Setiap strategi ini mempunyai prinsip-prinsip tersendiri dalam menentukan harga produknya. Faktor yang mempengaruhi strategi harga yaitu penetapan liarga berdasarkan biaya yang dikeluarkan agar produk sampai ke tangan konsumen. Biayabiaya tersebut adalah biaya produksi dan biaya penjualan. Menurut Guiltinan dan Gordon (1992), faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu perubahan tindakan pesaing atau kondisi persaingan dan faktor kondisi ekonomi. Kondisi persaingan meliputi bagaimana pesaing melakukan perubahan harga dan bagaimana reaksi peianggan terhadap perubahan harga. Permintaan produk pangan yang bersifat inelastis akan mempertimbangkan kenaikan harga, dengan menduga para pesaing akan mengikuti kenaikan harga tersebut, sedangkan reaksi konsumen hanya sedikit mengalami perubahan. Dalam penetapan harga perlu pula mempertimbangkan saluran distribusi, dimana pengusaha kecil dalam mendistribusikan produknya ada yang melalui pengusaha besar, pihak pengecer, atau langsung ke konsumen. Adanya sistem kemitraan dan keterkaitan industri kecil dan menengah, mendorong adanya campur tangan dalam penentuan harga jual produk pengusaha kecil. Penentuan harga yang dilakukan oleh pihak pengusaha kecil akan lebih memberikan kelonggaran dalam melakukan perubahan sebagai tindakan balas terhadap pesaing dan perubahan biaya, sedangkan bila penentuan harga dilakukan oleh pihak pengusaha besar, harga yang ditetapkan sulit dan tidak dapat dirubah, akibatnya pada saat terjadi perubahan biaya keuntungan yang diperoleh kecil. Menurut Harinugraha (1990), fluktuasi harga terjadi di antara para pengecer, dan perlu diusahakan tidak terlalu besar agar harga dapat dikendalikan tetap stabil untuk menjaga citra produk dan mencegah kehilangan pelanggan akibat harga naik. Menurut Reksohadiprodjo et af., (1992), kondisi sosial ekonomi aka11 ikut menentukan dalam strategi harga, dimana pada saat inflasi penetapan harga harus dipaksakan terhadap biaya produksi, dan ditekan agar terjangkau ole11 konsurnen.
Strategi penetapan harga menurut Musselman dan John (1991). bertujuan untuk memaksimalkan keulitungan atau kemampulabaan, lnampu berkompetisi, dan kesinambungan usaha. Menurut Porter (1993), harga yang ditetapkan dalam menghadapi persaingan pun llarus disesuaikan dengan daya beli konsumen, dimana keunggulan nilai produk di pasar ditentukan oleh nilai dan manfaat yang dapat dirasakan oleh konsumen, yang berarti harus ditunjang dengan nilai yang sedia dibayar oleh pembeli. Oleh karena itu, harga terjangkau konsumen menjadi tujuan keempat dari strategi harga. Tujuan mampu berkompetisi adalah penetapan harga harus dapat menaikkan tingkat pembelian bentuk produk, mempertahankan pelanggan lama, mempertahankan pelanggan yang menguntungkan, menarik pelanggan baru dengan harga atau dengan mutu (Guiltinan dan Gordon, 1992). Strategi penentuan harga berorientasi biaya menurut Reksohadiprodjo ef al. (1$92), dapat dilakukan dengan prinsip mark up, biaya plus, dan tingkat hasil yang ditargetkan. Prinsip mark up yaitu harga ditentukan dengan menambah suatu persentase tertentu pada biaya per satuan. Prinsip biaya plus artinya harga ditentukan oleh penambahan suatu julnlah tertentu pada biaya pelaksanaan pekerjaan bahan rutin, sedangkan prinsip tingkat hasil yang ditargetkan artinya penetapan harga dilakukan untuk memperolell hasil kembali berdasarkan volume standar yang diperkirakan. Musselman dan John (1991), menyatakan bahwa strategi penentuan harga berorientasi permintaan dapat dilakukan dengan prinsip permintaan primer. permintaan selektif, dan menarik pelanggan baru. Berdasarkan permintaan primer yaitu berusaha untuk meningkatkan tingkat pembelian produk, d a ~ idapat dilakukan dengan cara memberi harga yang sesuai dengan penawaran konsumen. Berdasarkan permintaan selektif yaitu berusaha untuk rnempertahankan semua pelanggan lama, sedangkan ~nenarikpelanggan baru artinya dapat menarik pelanggan baru dengan harga yang lebih murah atau karena harga tinggi yang mencerminkan tingkat mutu. Reksohadiprodjo et al. (1992). menyatakan bahwa strategi penentuan harga berorientasi persaingan dapat dilakukan dengan taktik perubahan harga, yang dapat dilakukan dengan harga prornosi atau karena pembelian dalam jumla11 banyak. Harga promosi yaitu harga rendah yang ditetapkan pada waktu Selain itu dapat pula dilakukan dengan menetapkan harga tertentu.
berdasarkan harga berlaku, atau menetapkan harga di atas atau di bawali harga pesaing. Secara lengkap hirarki analisis strategi harga dapat dilihat pada Gambar 1 1. 7. Hirarki Aualisis Strategi Distribusi P r o d u k Hirarki strategi distribusi produk terdiri dari empat alternatif strategi yaitu kemitraan dengall pengusaha besar, langsung ke tangan konsumen, melalui pihak pengecer, dan distribusi ganda. Sistem distribusi tnelalui kemitraan dengan pengusaha besar dilakukan dengan cara menjual atau memasarkan produk ke pengusaha besar, atas dasar keterkaitan industri atau kemitraan. Sistem distribusi ini akan memberi bantuan ke pada pihak pengusaha kecil dalam memasarkan produknya ke tempattelnpat yang sulit dilnasuki oleh pengusaha kecil. Langsung ke tangan konsumen sebagai strategi kedua yang akan dipilih ini ditujukali untuk dapat menekan harga beli produk. Bila melalui pihak pengecer, harga beli akan lebih tinggi dibandingkan distribusi langsung ke tangan konsumen, dimana pihak pengecer ikut menentukan harga jual produk. Keuntungan dari sistem distribusi ini adalah penyebaran produk lebih luas dan mcrata. Menurut Harinugraha (1990), produk pangan mempunyai keunggulan penyebaran produk yang lebih merata dan dikenal masyarakat luas. Distribusi ,ganda dilakukan dengan memadukan ketiga cara distribusi tersebut, untuk mencapai pemerataan produk di pasar. Porter (1993) pun menyatakan bahwa cakupan pasar yang luas akan memperkuat kedudukan dalam persaingan, terutama dalam menghadapi pendatang baru. Faktor yang mempengaruhi pemililian strategi adalah sifat produk. Produk cair, padat, campuran atau cepat, sedang, dan tahan rusak memerlukali perlakuan yang berbeda dalam pendistribusiannya, baik dalam segi waktu maupun jarak untuk sampai ke tangan konsumen (Reksohadiprodjo et al., 1992). Faktor modal perlu dipertimbangkan dalam melnilih strategi distribusi produk, karena dalarn ha1 ini biaya penjualan perlu diperhitungkan untuk
Anal i s i s S t r a t e g i Harga Dalam Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci l
ktor : Produksi
ijuan :
Penjualan
+
+
Memaksimal kan Keuntungan
Mampu Berkmpet i s i
I
ternatif :rategi :
.insip :
Persai ngan
-
Distribusi
+ Kes inambungan Usaha
I
+ Harga Terjang kau Konsumen
I
Penentuan Harga Berorientasi Permintaan
Penetuan Harga Berorientasi
al&Ekonomi
a
Biaya p i u s Mark UP T i n g k a t h a s i l yang d i t a r g e t k a n
Gambar 11. H i r a r k i Anal i s i s Strategi Harga
Penentuan Harga Berori entasi
T a k t i k perubahan h a r g a Pada h a r g a b e r l a k u D i a t a s h a r g a pesaing D i bawah harga p e s a i n g
merealisasikan strategi yang dipilih. Lukmana (1994) menyatakan bahwa modal bagi pengusaha kecil masih terbatas, sedangkan Reksohadiprodjo et al. (1992) menyatakan bahwa modal merupakan ha1 yang diperlukan dalam menjalankan usaha, ter~nasukdi dalamnya untuk biaya penjualan. Kondisi persaingan turut mempengaruhi strategi yang dipilih. Posisi perusahan di dalam persaingan akan menentukan langkah strategi yang perlu diambil untuk ~nempertahankanusalianya (Kotler, 1991). Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam mernilih distribusi produk adalah jumlah produk. Jumlah produk yang didistribusikan harus sesuai dengan tempat dan sifat produk pangan. Reksohadiprodjo et al. (1992). menyatakan bahwa penyebaran produk pangan yang tidak awet dan dikonsumsi cepat perlu dijual pada berbagai tempat dan mencakup jumlah sedikit saja. Perkiraan jumlah produk perlu diperhitungkan secara benar agar konsumen tidak kecewa karena produk yang jumlahnya tidak mencukupi atau terlambat sampai di tempat. Seperti yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari strategi ini adalah perluasan dan pengembangan pasar. Menurut Kotler (1991), perusahaan yang mampu menambah bagian pasar akan mampu mengalahkan para pesaingnya. Minimisasi biaya dalam strategi ini adalah minimisasi biaya penjualan. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah kesinambungan usaha. Hirarki analisis strategi distribusi produk lebih iengkap dapat dilihat pada Gambar 12.
8. Hirarki Analisis Strategi P r o d u k Alternatif strategi produk pada hirarki ini adalah peningkatan kualitas, diversifikasi produk, jumlah produk ditambah. atau perbaikan kernasan. Keputusan pemilihan strategi ini dipengaruhi oleh faktor bahan baku, modal, daur hidup produk, manajemen produksi, perilaku konsumen, dan jenis produk. Faktor bahan baku, menurut Aziz (1992) akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Selain itu, modal yang dimiliki akan menentukan strategi produk yang akan dipilih, karena modal merupakan kompone11 agroindustri kecil yang diperlukan untuk menjalankan sistem agroindustri kecil sampai ~nenghasilkanproduk yang dapat dijual.
Analisis Strategi D i s t r i busi Produk Dalam Peningkatan Daya Saing Agroi n d u s t r i Keci l Pangan
! Faktor
:
! Modal
S i f a t Produk
Kondisi Persaingan
Jumlah Produk
I Tujuan :
Pengembangan Pasar
Minimisasi B i aya Penjualan
Kesi nambungan
A lternatif Strategi :
Gambar 12.
H i r a r k i Analisis S t r a t e g i D i s t r i b u s i Produk
Menurut Kotler (1991). daur hidup produk sangat perlu dipertimbangkan d a l a ~ nmemilih strategi, dimana pada setiap tahap daur hidupnya memerlukan strategi yang berbeda agar produk tetap unggul dalam mengliadapi persaingan. Makin ketatnya persaingan akan mempersingkat daur hidup produk, artinya produk hanya menghasilkan keuntungan pada waktu yang lebih singkat. Manajemen produksi perlu dilakukan karena akan menentukan nilai produk, yang meliputi kegiatan untuk mengatur agar ~nenciptakandan menamball kegunaan barang (Assauri, 1980). Dalam pemilihan strategi produk, inanajemen produksi menjadi faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Dengan pertimbangan-pertimbangan khusus, seperti rancangan alat dan tugas pekerjaan, diharapkan strategi yang dipilih dapat memberikan nilai unggul pada produk. Selain faktor di atas, perilaku konsumen turut menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi produk. Perilaku konsumen meliputi perubahan jumlah permintaan dan kecenderungan konsumen dalam memilih produk. Menurut Reksohadiprodjo et al. (1992), kecenderungan konsumen dalam memilih produk ini dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya dan ekonomi, baik dalam memilih penampilan produk ataupun dalarn mernilih kualitas produk. Jenis produk adalah faktor keenam yang mempengaruhi pemilihan strategi, dimana setiap jenis produk mempunyai sifat dan peluang diferensiasi yang berbeda. Oleh karena itu, jenis produk yang diproduksi pun menjadi pertitnbangan dalam menentukan strategi produk selanjutnya dalam menghadapi persaingan (Reksohadipodjo et al., 1992). Dalam usaha peningkatan daya saing agroindustri kecil, tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan strategi ini adalah kesinambungan usaha, minimisasi biaya produksi, dan loyalitas konsumen. Menurut Kotler (1991), loyalitas konsumen merupakan tujuan yang ingin dicapai untuk mendapatkan kedudukan unggul di pasar, dimana dengan tercapainya loyalitas konsumen, perusahaan tetap unggul walaupun menghadapi perubahan perilaku pesaing terhadap produk atau datangnya pesaing baru. Kotler (1991) menyatakan bahwa strategi peningkatan kualitas perlu dilakukan untuk memenuhi keinginan konsumen yang senantiasa menginginkan produk berkualitas tinggi dan untuk menghadapi persaingan.
Keunggulan produk pangan yang me~npunyaidiferensiasi lebih banyak (Harinugraha, 19901, mendukung realisasi perliyataan Porter (1993). bahwa diversifikasi produk perlu dilakukan dalam mengliadapi persaingan. Tidak adanya produk pesaing akan menyebabkan kecenderungan pada persaingan harga, yang dapat mengakibatkan kemampulabaan perusahaan me~ijadirendali. Bila ada produk diversifikasi sebagai produk pesaing, keunikan dan kekhasan produk tersebut akan mena~nbah nilai produk, sehingga produk ini dapat menggunakan harga yang jauli lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan. Akibatnya, kemampulabaan perusahaan dapat lebih tinggi. Menurut Reksoliadiprodjo et al. (1992), diversifikasi produk dapat berupa produk asli, perbaikan produk, modifikasi produk atau merek baru. Oleh karena itu strategi diversifikasi produk menjadi salah satu alternatif strategi yang akan dipilih. Jumlah produk yang ditambah menjadi strategi produk ketiga yang dapat dilakukan untuk memeratakan pemasaran produk, sehingga perusahaan rnenguasai cakupan pasar yang lebih luas. Demikian pula dengan perbaikan kemasan sebagai strategi keempat yang perlu dilakukan dalam menarik minat konsumen. Persaingan dalam menghadapi produk sejenis, menuntut pengusaha untuk dapat menampilkan produknya lebih me~iarikdibandingkan produk pesaing. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan cara perbaikan kemasan (Reksohadiprodjo et al., 1992). Secara lengkap hirarki analisis strategi produk dapat dilihat pada Gambar 13.
9. Hirarki Analisis Strategi Promosi Hirarki ini terdiri empat alternatif strategi, yaitu iklan radio, penyebaran brosur atau pamflet, dan partisipasi dalam pameran pembangunan, yang disesuaika~idengan kondisi agroindustri kecil pangan dan kebijaksanaan pemerintah di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor. Marbun (1993) pun menyatakan bahwa strategi di atas merupakan alternatif promosi yang dapat dilakukan bagi pengusaha kecil. Modal adalah faktor yang perlu dipertimbangkan dalam promosi, dimana kebutuhan modal untuk biaya penjualan sernaki~ibesar dengan adanya promosi (Kotler, 1991).
Anal i s i s S t r a t e g i Produk Dalam Peningkatan Daya Saing A g r o i n d u s t r i K e c i l Pangan
1 or
:
Bahan Baku
1
I
1 Daur HIdup Produk
Modal
1
1 Manajemen Produksi
P e r i laku Konsumen
Jeni s Produk
-
Kesi nambungan
ernatif ategi :
Peningkatan
Minirnisasi Biaya Produks
Kl6 10 D i v e r s i f i kasi
Gambar 13. H i r a r k i Anal i s i s S t r a t e g i Produk
Faktor sararla dan prasarana pun perlu dipertimbangkan dalam menentukan keputusan, agar strategi yang dipilih dapat direalisasikan. Oleli karena itu faktor ini turut mempengaruhi keputusan yang akan diambil. Kondisi persaingan menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan dala~n inemilih strategi promosi. Perilaku pesaing dan konsumen yang senantiasa mengancam kelangsungan usaha, mempengaruhi pemilihan strategi yang tepat dalam menghadapi kondisi tersebut (Reksohadiprodjo et al., 1992). Faktor jenis produk pun perlu dipertimbangkan dalam mengambil keputusan. Menurut Reksohadiprodjo et al. (1992), dalam menawarkan sesuatu di pasar agar dapat perhatian, dibeli dan dimanfaatkan atau dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan, perlu memperhatikan jenis produknya. Setiap jenis produk mempunyai kemampuan menarik perhatian konsumen yang berbeda, sehingga strategi promosinya pun mempunyai pertimbangan yang berbeda, agar mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan penyusunan strategi promosi yang ingin dicapai adalah meningkatkan permintaan, meminimisasi biaya penjualan, dan kesinambungan usaha. Keunggulan dalam ha1 biaya dan kemampuan dalam meningkatkan permintaan atau menarik konsumen baru, akan ~nemperkuatkedudukan perusahaan dalam bersaing (Musselman dan John, 1991). Hirarki analisis strategi promosi secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 14.
B. PENILAIAN DAN PENGUKURAN ELEMEN-ELEMEN HIRARKI Penilaian elemen-elemen hirarki dilakukan dengan proses pengisian kuisioner PHA oleh responden yang telah ditetapkan. Prinsip penilaian kuisioner ini adalah membandingkan tingkat kepentingan atau prioritas antara satu elemen dengan elemen lainnya yang berada pada satu tingkat. Penilaian alternatif didasarkan pada pertimbangan tertentu seperti pertimbangan faktor yang mempengaruhi, aktor yang berperan dan berkepentingan dan tujuan. Skala nilai yang diberikan responden dala~npembandingan tersebut, dilakukan sesuai dengan skala nilai pendapat yang telah dikeluarkan oleh Saaty (1986). Uji konsistensi dilakukan pada hasil penilaian setiap level. Pendapatpendapat responden yang memenuhi syarat konsistensi, CR = 0.100, dijadikan
Anal i s i s Strategi Promosi Dalam Peningkatan Oaya aing Agroindustri Keci l
1 Faktor
Tujuan
:
:
Al t e r n a t i f Strategi :
I
1 Sarana dan Prasarana
Modal
Minimisasi Bi aya Penjualan
1
Kondisi Persai ngan
Jeni s Produk
Kesi nambungan
FlFlFl Partisipasi
Pembangunan
Gambar 14.
H i r a r k i Analisis Strategi Promosi
lnasukaii dalam pengolalian keputusan selanjutnya, sehingga diperoleh keputusari dalam bentuk bobot dan prioritas setiap elemen dari hasil penilaian gabungan. Proses pengukuran dilakukan dengan cara manual dan menggunakan paket program Expert Choice versi 8.0, sehingga diperoleh bobot dan prioritas tiap elemen pada setiap level dari kesembilan hirarki yang tersusun.
1.
Bobot P a d a Hirarki Analisis Komponen-Komponen Penentu Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berdasarkan hasil penilaian dan pengukuran dari para responden, diperoleh bobot dan prioritas faktor yang mempengaruhi analisis komponen-kornpolien penentu daya saing agroindustri kecil pangan. Bobot dan prioritas faktor, aktor, tujuan, dan komponen penentu daya saing tersebut, secara jelas dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil penilaian tersebut, menunjukkan secara jelas bahwa faktor sumberdaya manusia mempunyai peranan yang paling penting dalain mencapai tujuan utama. Dukungan kualitas dan motivasi sumberdaya manusia perlu dipertimbangkan lebih utama dibandingkan dengan faktor kebijaksanaan pemerintah, modal dan kondisi persaingan. Kelembagaan pembinaan dan pengembangan industri kecil mempunyai peranan penting dibandingkan dengan pengusaha kecil, pengusaha besar, dan pihak Bank. Besarnya nilai yang tidak berbeda jauh antara aktor kelembagaan dengan aktor pengusaha kecil lnenunjukkan bahwa kedua aktor ini Iiarus saling berdampingan. Pengusaha kecil membutuhkan dorongan dan pembinaan dari kelembagaan, sementara kelembagaan pun membutuhkan informasi dan realisasi dari pembinaannya. Keberadaan kelembagaan pembinaan dan pengembangan sangat dibutulikan dalam usaha pengembangan agroindustri kecil ke arah peningkatan daya saing, terutama dalam ha1 membantu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pengusalia kecil yang umumnya masih rendah. Selain itu, peranannya sangat diharapkan dalam membantu akses pengadaan modal dari pihak Bank. Pada masa sekarang keberadaan Bank sebagi pelnasok dana belum mewujudkan fungsinya bagi para pengusaha kecil.
I
Anali s i s Komponen Daya Saing Agroindustri Keci l angan Formal Di W i layah Kotamadya DT I1 Bogor
I Faktor
Aktor
Tujuan
:
!
Modal
Sumberdaya Manusia
Kebi jaksanaan Pemerintah
0.193 ( 3 )
0.428 (1)
0.226 (2)
7
! Kondisi Persaingan 0.153
(4)
i
!
1
I
Pengusaha Keci I
Ke l embagaan Pembinaan dan Pengembangan
Pengusaha Besar
Pihak Bank
0.316 ( 2 )
0.354 (1)
0.181 (3)
0.149 ( 4 )
I
I
I
I
Meningkatkan Keuntungan
Mampu Berkompeti s i
Kes inambungan Usaha
0.251 ( 2 )
0.221 ( 3 )
0.329 (1)
:
:
I
C
r-l 1
Per luasan dan Pengembangan Pasar
I
0.201 (4)
Komponen Daya Saing : 0.174 ( 3 )
Gambar 15.
0.153 (4)
0.236 ( 2 )
0 . 4 3 7 (1
Bobot dan P r i o r i tas Hirarki Komponen Daya Saing Agroindustri Keci I Pangan
Hal ini terliliat dari masill sulitnya perolehan pilljaman, baik prosedur, persyaratan dan bunga yang ditetapkan, di~nanabelum sesuai dengan kondisi industri kecil yang lemah. Ditinjau dari segi kondisi persaingan pun peran kelembagaan cukup berarti, yaitu dalam mengatasi kondisi persaingan yang tidak sehat antara sesama pengusaha maupun dengan pengusaha besar. Tanpa peranan kelembagaan, posisi pihak pengusaha kecil akan semakin terdesak, akibatnya tidak mampu berkembang dan akhirnya mati. Guna menghindari ha1 tersebut, pihak kelembagaan diharapkan dapat membantu keberadaan para pengusaha kecil dalam usaha meningkatkan daya saingnya, seperti dengan memberikan kebijaksanaan berupa perlindungan bagi para pengusaha kecil terhadap penguasaan pasar oleh pengusaha besar. Bila ditinjau dari segi kebijaksanaan pemerintah pun, pihak yang dekat dengan aparat pemerintali ini diharapkan dapat lebih lnenyumbangkan pikiran dalam menyusun kebijaksanaan pemerintah selanjutnya. Pihak ini dinilai sangat mengerti dan memahami posisi dan kondisi para pengusaha kecil. Pengusaha besar dan piltak bank ikut berperan pula dalam usaha peningkatan daya saing agroindustri kecil pangan, pengusaha besar mempunyai peranan yang lebih dibandingkan dengan pihak Bank. Hal ini terlihat dari adanya pengusaha besar yang telah membantu sebagian pengusaha kecil dalam memasarkan produknya. Peran pengusaha besar ini dirasakan lebih berarti, sehingga ada sebagian pengusaha kecil pangan yang terdorong dan telah bermitra dengan pengusaha besar. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah kesinambungan usaha. Selain itu juga dapat meningkatkan keuntungan, mampu berkompetisi, serta meluaskan dan mengembangkan pasar. Prioritas tujuan tersebut sesuai dengan kondisi yang ada, dimana pada masa sekarang pengusaha kecil masih belum mampu untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya. Mereka belum memprioritaskan pada tingkat keuntungan yang tinggi, seperti halnya tujuan umum perusahaan lain, namun mereka masih dalaln tahap mempertahankan dan mengembangkan usaha yang ada, maka tujuan kesinambungan usaha menjadi prioritas utalna yang ingin dicapai dari analisis ini.
Garnbar 15. menunjukkan baliwa komponen pemasaran paling menentukan dalam daya saing pengusaha kecil pangan di wilayali Kotamadya DT I1 Bogor. Manajemen produksi menjadi komponen penentu yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dibandingkan dengan komponen bahan baku dan teknologi proses. Pemasaran masih menjadi perinasalahan yang cukup besar bagi pengusaha kecil pangan. Mereka belum lnalnpu memasuki pasar potensial dan kurang mampu mengliadapi persaingan pasar. Dari kelemahan ini mereka umumnya jatuh dan tidak malnpu mempertahankan diri. Manajemen produksi turut menentukan dalam kemampuan bersaing. Komponen ini akan mempengaruhi pula komponen-komponen lainnya. Manajemen produksi yang baik akan memberikan hasil produk yang baik pula, sehingga produk yang dillasilkan unggul di pasar. Bahan baku dan teknologi proses, turut pula menentukan daya saing agroindustri kecil pangan. Kesederhanaan teknologi proses dan ketersediaan bahan baku yang cukup, menyebabkan komponen-komponen ini mendapat prioritas yang lebih rendah dibandingkan komponen lainnya.
2. Bobot P a d a Hirarki Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Kecil Pangan Berbasis Bahan Baltu Faktor, tujuan dan strategi yang mendapat prioritas utama secara jelas dapat dilihat pada Gambar 16. Sumber dan letak bahan baku menjadi faktor utama yang mempengaruhi analisis strategi ini, diikuti dengan kualitas dan kuantitas bahan baku, jumlah modal yang dimiliki, jenis bahan baku dan bahan penolong, serta harga bahan baku. Faktor sumber dan letak balian baku yang tersebar dan jauh dari tempat usaha, akan mempengaruhi kemudahan perolehan bahan baku, baik dalam jenis, kualitas maupun kuantitasnya. Fungsi kota Bogor sebagai tempat pemasaran regional menjadi suatu kekuatan dalam usaha pengembangan agroindustri kecil pangannya, dimana sebagian besar jenis bahan baku tersedia cukup. Dengan dukungan ini para pengusalia kecil pangan mempunyai peluang besar untuk meningkatkan daya saing.
Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci I Pangan Berbasi s Bahan Baku
aktor
:
t
t
t
Modal
Kua l i tas8Kuan t i t a s BB
0.174 1 3 )
0 . 2 4 7 (2)
Sumber/Letak Bahan Baku 0.316 (1)
t
t
Harga Bahan Baku
Jenis Bahan Baku 8 Bahan Peno Iong
0.114 ( 5 )
0.149 (4)
I
ujuan
:
Terjaminnya Kontinyui t a s Bahan Baku
Minimisasi Biaya Produksi
0.403 ( 1 )
0.147 (4)
Kua I it a s Produk Tinggi 0 . 1 7 3 (2)
Jumlah Produk Sesuai Permi ntaan
Marnpu Melakukan Diversik a s i Produk
0.112 ( 5 )
0.165 (3)
,It e r n a t i f ,trategi : 0.201 ( 3 )
Gambar 16.
0.235 ( 2 )
0.183 (4)
Bobot dan P r i o r i t a s H i r a r k i S t r a t e g i Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci l Pangan Berbas i s Bahan Baku
0.382 (1)
Sementara untuk para pengusaha agroindustri kecil pangan yang bahan bakunya masih mengandalkan dari wilayah di luar kota Bogor, menghadapi permasalahan dalam terjaminnya kontinyuitas, kualitas, dan kuantitas bahan baku. Sumber dali letak bahan baku yang jauh akan memberi peluang yang lebih besar terhadap kerusakan bahali baku dan mempunyai peluang yang kecil dalaln usaha diversifikasi produk. Modal menjadi faktor ketiga yang perlu diperliatikan, dimana kemampuan perusahaan dalam memenuhi kapasitas produksi dan mengukur daya beli perusahaan terhadap harga bahan baku yang tersedia. Jenis bahan baku dan bahan penolong menjadi faktor pertimbangan keempat dalam penyusunan strategi ini, sedangkan harga bahan baku menjadi faktor berpengaruli paling kecil, dimana para pengusaha masih mempunyai peluang untuk mencari bahan baku dengan kualitas yang sama pada harga yang lebih rendah. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam strategi ini adalah terjaminnya kontinyuitas bahan baku. Berangkat dari tujuan utama ini, diharapkan pula strategi ini dapat mengliasilkan kualitas produk yang tinggi dan mampu melakukan diversifikasi produk. Tujuan keempat yang ingin dicapai adalah minilnisasi biaya produksi dan terakhir adalah dapat memenuhi jumlah permintaan terhadap output yang dihasilkan. Sesuai dengan prioritas tujuan dan faktor yang berpengaruh maka hasil analisa menunjukkan baliwa strategi yang dipilih adalah kemitraan dengan petani. Bentuk strategi ini sangat menguntungkan kedua pihak, dimana pihak petani mempunyai pasar yang jelas dan pihak pengusaha dapat terjamin kontinyuitas, kualitas dan kuantitas bahan baku yang dibutuhkannya. Strategi membeli langsulig ke petani menjadi alternatif pilihan kedua, diikuti dengan budidaya sendiri dan melalui pihak pengecer atau pasar bahan baku. Walaupun dalam segi terjaminnya pencapaian seluruli tujuan, lebih baik mengambil langkali budidaya sendiri, namun untuk memulai strategi ini, diperlukan modal yalig cukup besar, sementara para pengusaha kecil lemah dalam segi modal. Selain itu perlu dipertimbangkan pula kondisi wilayali Kotamadya DT I1 Bogor yang lalian pertaniannya semakin sempit, selain pertimbangan selainnya seperti lingkup perhatiall pengelola usalia menjadi luas, karena adanya perluasan bidang usaha.
Letak lahan yang jauh dari tempat usaha akan sedikit menyulitkan pengelola dalam mengawasi lahan pertanian yang dikelolanya, faktor transportasi dan kerusakan selama perjalanan pun menjadi pertimbangan bila memilih strategi budidaya sendiri. Pembelian langsung dari pihak petani akan lebih menguntungkan dalam segi harga dan terjaminnya kualitas dibandingkan dengan pembelian melalui penyalur atau pasar bahan baku. Selain itu, dengan bermula membeli langsung ke petani diimbangi dengan adanya kepercayaan dari kedua belah pihak, akan memberi peluang untuk melakukan kemitraan atas dasar saling menguntungkan. 3.
Bobot P a d a Hirarlci Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindust r i Kecil Pangan Berbasis Teltnologi Proses Hasil analisa seperti terlihat pada Gambar 17. menunjukkan bahwa faktor sumberdaya manusia memegang peranan paling penting dalam penentuan strategi ini. Tersedianya sumberdaya manusia yang memadai akan mendukung ketersediaan teknologi sebagai faktor ketiga yang turut rnempengaruhi usaha peningkatan daya saing. Modal sebagai faktor kedua dan besar bobotnya tidak berbeda jauh dengan faktor ketersediaan teknologi menunjukkan bahwa, ketersediaan teknologi yang ada harus didukung dengan modal yang dimilikinya. Walaupun teknologi tersebut tinggi dan sangat baik dafam mencapai tujuan, tanpa didukung dengan kemampuan modal, tidak akan dapat direalisasikan keberadaannya di dalam usaha peningkatan daya saing. Bahan baku rnenjadi faktor prioritas keempat yang rnempengaruhi strategi teknologi proses yang akan dipilih. Teknologi proses harus sesuai dengan sifat bahan bakunya, sehingga dapat meminimisasi biaya produksi dan menghasilkan produk yang berkualitas. Selain itu, dengan teknologi yang sama, diharapkan dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan baku pada proses produksi yang sama, sehingga memberi peluang bagi diversifikasi produk. Bobot sarana
A n a l i s i s S t r a t e g i Peningkat an Daya Saing Agroindustri Keci I Pangan Berbasi s
t Faktor :
Sumberdaya
Bahan Baku 0.146
(4)
Ketersediaan Teknologi
Modal
Sarana Penunjang
0.213 ( 3 )
0.242 ( 2 )
0.071 ( 5 )
+ Kua l i tas&Kuan t i tas Produk
Tujuan :
Optimal i s a s i Sumberdaya
Tradisional
Sederhana
0.089 ( 4 )
0.318 ( 2 )
Gambar 17.
Diversifikasi Produk
0.368 (2)
0.448 ( 1 )
A l ternatif Strategi :
+ 0.186 ( 3 )
Tiga Unsur 0.210 ( 3 )
0.383 ( 1 )
Bobot dan P r i o r i t a s H i r a r k i Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci l Pangan Berbasis Teknologi Proses
penunjang yang kecil menunjukkan bahwa faktor ini tidak terlalu penting. Tanpa adanya sarana penunjang pun teknologi proses dapat dilakukan, dimana sarana penunjang ini tidak terlibat langsung dalam proses produksinya. Namun akan lebih baik dan optimal bi!a diadakan sarana penunjang bagi kelancaran operasinya. Hasil analisa menunjukkan bahwa tujuan utatna yang ingin dicapai adalah kualitas dan kuantitas produk yang tinggi dan sesuai dengan tingkat kebutuhan konsumen. Tujuan kedua yang ingin dicapai adalah optimalisasi sumberdaya, baik modal, bahan baku, tenaga kerja, dan perhatian pengelola dalam menjalankan proses produksinya, terutama dalam pengawasan dan perencanaan produksi, yang untuk saat ini masih dirasakan kurang diterapkan bagi para pengusaha kecil di wilayah Kotamadya DT 11 Bogor. Tujuan ketiga yang saling berkaitan dengan tujuan di atas dan ingin dicapai adalah diversifikasi produk. Hasil analisa yang mengaitkan antara tujuan yang ingin dicapai dengan faktor yang mempengaruhinya, menunjukkan bahwa strategi yang terpilih untuk agroindustri kecil pangan dalam usaha peningkatan daya saingnya adalah paduan dari tiga unsur yaitu, antara teknologi tradisional. teknologi baru sederhana, dan teknologi tinggi. Perbedaan kelompok teknologi ini didasarkan pada fase pertumbuhannya. Teknologi tradisional hanya memanfaatkan peralatan seadanya, yang umum digunakan dan telah ada sejak dulu, sedangkan metode prosesnya masih bersifat tradisional dan belum mendapat sentuhan teknologi. Teknologi baru sederhana, telah sedikit memanfaatkan kemajuan teknologi, namun masih mempertahankan metoda tradisional. Contohnya dalam proses pendinginan, memanfaatkan media air sebagai sarana untuk mempercepat proses pendinginan dan peralatannya masih sederhana. Teknologi paduan tiga unsur, sedikit lebih tinggi dari teknologi baru sederhana. Contohnya dalam proses pendinginan telah digunakan alat-alat sederhana, yang tersusun sebagai alat pendingin. Alat tersebut berupa suatu sistem aliran udara dan air dengan aliran berputar, yang mempercepat proses pendinginan. Teknologi tinggi, telah memanfaatkan alat-alat canggih yang bersifat otomatis, seperti mesin pendingin yang dapat diatur suhunya.
Pengusaha kecil di lain sisi harus nnampu menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi, namun di sisi lain harus dapat pula meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahanya. Adanya perbedaan tujuan yang diharapkan dari pihak pemerintah daerah ini, serta adanya keterbatasan nodal dan keinginan untuk mencapai peningkatan daya saing dari pihak pengusaha kecil, maka jenis teknologi proses yang sesuai adalah padual1 dari ketiga unsur. Sementara teknologi baru sederhana menjadi prioritas kedua, diikuti dengan teknologi tinggi dan terakhir teknologi tradisional. Kemajuan usaha tidak akan tercapai bila para pengusaha bertahan pada metoda lama atau tradisional. Menurut Ma'arif (1993), inovasi teknologi akan mendorong lahirnya produk yang berdaya saing kuat. Dengan latar belakang tersebut, maka teknologi tradisional menjadi alternatif strategi terakhir yang dipilih. 4.
Bobot Pada Hirarki Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindust r i Kecil Pangan Berbasis Manajemen Produksi Terlihat pada Gambar 18. bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam strategi ini adalah sistem manajemen. Sistem manajemen yang diterapkan akan sangat menentukan segala keputusan yang akan dipilih. Sistem manajemen harus dapat memberikan perubahan, koordinasi, pengembangan bagi usahanya. Berawal dari perlunya penerapan manajemen inilah, maka dilakukan perbaikan-perbaikan dalam bentuk strategi yang sesuai bagi pengusaha kecil pangan untuk mencapai tujuannya. Pengalaman usaha menjadi faktor kedua yang penting dan mempengaruhi alternatif keputusan. Selain dengan pertimbangan pengalaman usaha dan sistem rnanajemen yang diterapkan, perlu pula diperhatikan skala usaha. Kondisi persaingan memberikan nilai bobot dan prioritas terendah sebagai faktor yang mempengaruhi keputusan. Faktor skala usaha tidak menjadi pertimbangan utama, karena pihak pengusaha kecil mempunyai keterbatasan modal dan pemasaran untuk meningkatkan skala usahanya. Strategi ini mempunyai tujuan utama kesinambungan usaha, diikuti dengan tujuan lain yaitu kemampuan bersaing dan minimisasi biaya produksi.
Anal i s i s Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci 1 Pangan
i Faktor
Tujuan
:
:
i
Sistem Manajemen
Pengal aman Usaha
Kondisi Persaingan
Skala Usaha
0.571 ( 1 )
0.185 ( 2 )
0.119 ( 4 )
0.124 ( 3 )
Kesinambungan 0.357 ( 1 )
Minimisasi Bi 0.324 (2)
0.320
(3)
Alternatif Strategi :
Gambar 18.
Bobot dan P r i o r i t a s H i r a r k i Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci 1 Pangan Berbasis Manajemen Produksi
Hasil analisa menunjukkan bahwa strategi yang baik dan mendapat prioritas utama adalah paduan antara pelatihan dan pembinaan serta inovasi sendiri. Inovasi dalam manajernen produksi yang dilakukan pihak pengusaha kecil masill perlu pembinaan dan pelatihan, agar berjalan sesuai dengan tujuan. Alternatif ini perlu dilakukan bagi para pengusaha yang telah termotivasi untuk berkembang, namun mempunyai tingkat pendidikan yang belum inemadai. Pihak pengusaha kecil tidak bole11 tergantung pada peran kelembagaan, namun juga harus mempunyai inisiatif untuk usaha peningkatan daya saingnya. Adanya kemampuan dalam melakukan inovasi sendiri ini akan memberikan ciri khas terhadap produk yang diliasilkannya dan memberi peluang untuk mempunyai kedudukan unggul di pasar. Untuk kondisi sekarang, para pengusaha kecil yang ada di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, sangat lemah dalam bidang manajemen baik ilmu dan penerapannya, sehingga masih sangat perlu dilakukan pelatihan dan pembinaan. Pelatihan dan pembinaan yang dilakukan, sebaiknya dilakukan secara kontinyu dan terpadu, artinya tidak hanya materi yang diberikan tetapi juga diberikan praktek baik berupa magang ataupun pengawasan usaha. Dengall pembinaan yang terpadu ini akan terlihat tingkat kemampuan pengelola dalam menerapkan ilmu manajemennya, dan dapat langsung dievalusi dan dirasakan sendiri manfaatnya oleh pihak pengusaha kecil. Strategi ketiga berupa inovasi sendiri dilakukan dengan tujuan sama seperti strategi lainnya, hanya ditujukan untuk para pengusaha yang termotivasi dan mempunyai pendidikan linggi. Urutan pilihan strategi ini pun menunjukkan hasil yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dari agroindustri kecil pangan di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor. Strategi keempat berupa bantuan pihak lain, bila dapat direalisasikan secara nyata akan sangat mendukung usaha peningkatan daya saing. Namun pada kenyataannya strategi ini tidak dapat diharapkan dengan pasti akan m e n berikan dampak kelanjutan usaha dengan baik. Berdasarkan pengalaman, pihak yang me~nbantu secara sukarela hampir tidak ada, mereka umumnya mempunyai harapan terhadap pihak yang dibantunya. Bantuan hanya diberikan pada para pengusaha yang telali mandiri dan berkesinambungan, sementara kebanyakan dari para pengusaha kecil yang membutuhkan bantuan tersebut,
adalah mereka yang masili belum malnpu nlencapai kondisi tersebut. Akibatnya, peluang untuk mendapat bantuan dari piliak lain ~nasilisangat kecil.
5.
Bobot P a d s Hirarki Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindust r i ICecil Pangan Berbasis Pemasaran Gambar 19. menunjukkan bahwa komponen penentu daya saing terpenting agroindustri kecil pangan, dalam penyusunan strategi pemasarannya sangat dipengaruhi oleh kualitas pengelola. Besarnya bobot menunjukkan bahwa dalam strategi pemasaran perlu ditekankan pada faktor kualitas pengelolanya, baik dalam segi pengalaman usaha, pendidikan, dan motivasi untuk maju dan berkembang, sehingga mereka berani bertindak dalam menghadapi persaingarl pasar. Adanya rasa takut dan kurang percaya diri terhadap tantangan yang dihadapi, menjadikan para pengelola untuk pasrah pada keadaan, tanpa berusaha melakukan tindakan pencegahan. Sikap mental yang kurang baik inilah yang masih menjadi permasalahan utama untuk berusaha meningkatkan usaha. Selain kualitas pengelola yang baik, strategi ini perlu didukung dengan modal, sebagai faktor kedua yang mempengaruhi keputusan. Modal merupakan faktor terpenting dalam kegiatan usaha yang keberadaannya selalu dibutulikan dalam melakukan segala bentuk kegiatan industri. Dalam menyusun strategi pemasaran, kondisi persaingan sebagai faktor ketiga yang turut mempengaruhi perlu diperhatikan, sehingga strategi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan pasar yang ada. Seperti terlihat pada Gambar 19. faktor skala atau kapasitas usaha menduduki prioritas keempat dalam mempengaruhi strategi pemasaran. Walaupun kontribusinya tidak terlalu besar, kebijaksanaan pemerintah sebagai faktor eksternal perusahaan, mempengaruhi pula startegi ini. Prioritas utama, tujuan yang ingin dicapai dalam strategi ini adalali kesinambungan usaha, diikuti dengan tujuan lain yaitu mampu bersaing, mendapat keuntungan maksimal, dan selanjutnya dapat ~ne~npeluas dan mengembangkan pasar. Strategi yang perlu dia~nbildalam peningkatan daya saing basis pemasaran adalah strategi produk, kemudian penentuan harga, distribusi produk dan terakhir promosi.
Analisis S t r a t e g i Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci l Pangan Berbasi s Pemasaran
jktor
ujuan
:
Persai ngan
Pengelola
0.169 ( 3 )
0.388 ( 1 )
0.198 (2)
tas Usaha
Pemeri ntah
0.161 ( 4 )
0.083 ( 5 )
:
D i s t r i b u s i Produk
1 t e r n a t if trategi :
Gambar 19.
Bobot dan P r i o r i tas H i r a r k i Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Keci i Pangan Berbasis Pemasaran
6. Bobot P a d a Hirarki Analisis Strategi Harga Gambar 20. menunjukan bahwa dalam strategi harga, faktor yang paling berpengaruh adalah biaya produksi. Biaya produksi ini menjadi pertimbangan utama dalam menentukan harga jual produk yang dihasilkannya. Selain biaya produksi, para pengusaha menetapkan harga yang-berbeda pada setiap saluran distribusinya, akibatnya saluran distribusi menjadi faktor kedua yang mempengaruhi penetapan harga. Pengusaha kecil akan lnenetapkan harga yang sedikit lebih rendah bila pemasaran produknya melalui pihak pengecer, sedangkan bila berhadapan langsung dengan konsumen, harga yang ditetapkan dapat lebih tinggi namun lebih rendah dari harga yang ditawarkan oleh pihak pengecer. Keuntungan dari saluran distribusi langsung ke tangan konsumen ini, yaitu keuntungan yarig diperoleh pengusaha kecil lebih besar. Bila produk dipasarkan ke pengusaha besar, penetapan harga tidak sebebas melalui pihak pengecer atau konsumen langsung. Harga dapat diatur oleh pihak pengusaha hesar sehingga keuntungan yang diperoleh sedikit. Dari segi penetapan harga, peranan industri kecil lemah bila berhadapan langsung dengan pengusaha besar, namun dengan sistem saluran distribusi ini, pasar produk menjadi terjamin dan membantu pihak pengusaha kecil yang lemah dalam memasuki akses pasar yang lebih luas. Mampunya produk pangan memasuki akses pasar yang semakin luas ini akan memberi peluang terhadap produk untuk lebih banyak dikenal orang. Berawal dari ha1 tersebut, sifat produk yang inelastis ini akan rnempunyai peluang untuk menetapkan harga lebih tinggi, tanpa harus takut kehilangan jurnlah konsumen. Kekuatan inilah yang memberi dorongan bagi pengusaha kecil pangan untuk dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungannya. Selain faktor di atas, faktor biaya penjualan, kondisi persaingan, dan kondisi sosial ekonomi berperan pula dalam penetapan harga. Faktor kondisi persaingan cukup penting pula diperhatikan. Harga yang ditetapkan harus dapat bersaing dengan harga produk sejenis lainnya, sehingga loyalitas konsumeri terhadap produk tinggi. Penetapan harga yang tepat akan dapat merebut konsumen lebili banyak, sehingga produk lebih unggul di pasar. Dari Garnbar 20. menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi, mempunyai peranan yang cukup kecil dalam menetapkan harga. Produk inelastis akan
Anal i s i s S t r a t e g i Harga Dalam Peningkatan Daya Saing A g r o i n d u s t r i Keci l Pangan
Produksi
Penjualan
0.352 (1)
0.191
Memaksima l kan
juan :
Distribusi
Persaingan 0.170 ( 4 )
(3)
alaEkonomi 0.092 ( 5 )
0.195 (2)
Kesi nambungan
Harga
Terjang
Berkompeti s i 0.164 ( 4 )
0.298 ( 2 )
0.225 ( 3 )
0.314 (1)
I
ternatif rategi
Berorientasi
:
Biaya
0.263
0.363 ( 2 )
insip
:
t
Biaya plus Mark Up T i n g k a t h a s i l yang d i t a r g e t k a n
Gambar 20.
U Penentuan Harga Beror ientasi Permintaan
Penetuan Harga
Bobot dan
Persaingan 0.374 ( 1 )
(3)
Perrnintaan primer Permintaan s e l e k t i f M e n a r i k peianggan baru
Prioritas
Penentuan Harga B e r o r i entasi
Hirarki S t r a t e g i Harga
k
T a k t i k perubahan h a r g a Pada h a r g a b e r l a k u D i a t a s h a r g a pesaing i bawah h a r g a pesaing
tetap dibutuhkan, pada kondisi sosial ekonomi apapun. Peranannya hanya sebagai pertimbangan dalam mengukur daya beli konsumen terhadap harga produk yang di pasarkan. Harga produk inelastis ini harus dapat terjangkau konsumen, sehingga konsumen tidak mencari produk substitusi. Berkurangnya jumlah konsumen ini akan merugikan pihak pengusaha sendiri, dimana keberadaan produk di pasar tidak lagi mempunyai nilai, karena tidak didukung dengall daya beli masyarakat. Kemungkinan inilah yang menyebabkan pihak pengusaha untuk tetap perlu mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi dalam penetapan harga produknya. Tujuan yang ingin dicapai dari strategi harga adalah harga terjangkau konsumen, diikuti dengan mampu berkompetisi, kesinambungan usaha, dan memaksimalkan keuntungan. Penetapan harga produk inelastis yang sedikit dipengaruhi oleh jumlah permintaan, harus mampu bersaing merebut konsumen, dimana kedudukan produk di pasar sama yaitu dibutuhkan oleh setiap lapisan segmen pasar. Dengan strategi harga ini diinginkan produk dapat terjangkau dengan daya beli konsumen dan mampu berkompetisi merebut pangsa pasar sehingga unggul dalam bersaing. Berdasarkan faktor dan tujuan yang ingin dicapai tersebut, maka hasil analisa pada Gambar 20. menunjukkan bahwa strategi penetapan harga yang dipilih adalah penetapan harga berorientasi persaingan, diikuti dengan berorientasi pada biaya, dan terakhir penentuan harga berorientasi permintaan. Penentuan harga berorientasi permintaan menjadi prioritas terakhir yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan harga. Hal ini karena bila ingin mencapai tujuan, harga yang ditetapkan harus mempunyai strategi agar tidak merugikan pihak pengusaha. 7. Bobot Pada Hirarki Analisis Strategi Distribusi P r o d u k
Hasil analisa seperti terlihat pada Galnbar 21. menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam strategi distribusi produk adalah sifat produk, diikuti dengan jumlah produk, kondisi persaingan dan terakhir modal.
Anal i s i s S t r a t e g i D i s t r i busi Produk Dalam Peningkatan Daya Saing Agroi n d u s t r i Keci l Pangan
Faktor :
Persaingan 0.301 ( 1 )
Tujuan :
0.213 ( 4 )
Pengembangan Pasar
Minimisasi Bi aya Penjualan
Kesi narnbungan
0.332 ( 2 )
0.408 ( 1 )
0.260 ( 3 )
Al t e r n a t i f Strategi :
0.259 ( 2 )
0.227 ( 3 )
Pengusaha Besar
Ke Tangan Konsumen
Pengecer
0.163 ( 4 )
0.208 ( 3 )
0.211 ( 2 )
Gambar 21.
Bobot dan P r i o r i t a s H i r a r k i S t r a t e g i D i s t r i b u s i Produk
Distribusi Ganda 0.417 ( 1 )
Dalam pendistribusiannya sifat produk pangan yang rnudah rusak dan bersifat tidak rigid ini mempunyai peluang kerusakan yang cukup besar. Melihat sifat produk pangan tersebut, maka perlu pula diperhatikan jumlah produk yang sesuai dengan kebutuhannya agar kerusakan produk dapat ditekan, dimana faktor jumlah produk mempunyai nilai prioritas kedua yang turut mempengaruhi strategi ini. Kerusakan produk pangan dapat terjadi karena mengalami perjalanan yang terlalu jauh ataupun proses penyimpanan yang tidak terkendali seperti kemasan yang rusak dan pengaturan suhu yang tidak sesuai. Kondisi persaingan menjadi faktor ketiga yang penting untuk dipertimbangkan dalam mengambil langkah strategi ini. Distribusi yang merata berarti menunjukkan kemampuan dalam mencakup pasar yang lebih luas. Cakupan pasar yang luas ini akan memberikan kedudukan produk unggul di pasar, sehingga dapat menghambat timbulnya pengusaha baru sejenis yang akan menjadi ancaman. Termasuk di dalamnya adalah posisi persaingan perusahaan di pasar, perusahaan yang tidak mampu menghadapi persaingan pada saluran distribusi tertentu, harus mengambil langkah untuk mencari bentuk alternatif strategi distribusi produk lain agar usahanya dapat berkesinambungan. Faktor modal mempunyai pengaruh yang kecil dalam strategi ini, dimana alokasi biaya telah ditetapkan dan disediakan oleh pihak pengusaha kecil untuk pendistribusian produknya, sehingga faktor ini tidak menjadi permasalahan dalam melakukan distribusi produknya. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah kesinambungan usaha, diikuti dengan minimisasi biaya penjualan dan terakhir perluasan dan pengembangan pasar, sehingga produk tersebar merata. Dengan kondisi yang ada, perluasan dan pengembangan pasar menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai. Hal ini karena distribusi produk yang dilakukan harus mampu mempertahankan kesinambungan usaha dan meminimisasi biaya penjualan. Usaha yang telah sinambung akan memberi peluang yang lebih tinggi dalam merealisasikan tujuan tersebut. Strategi distribusi ganda mendapat prioritas utama dalam mencapai tujuannya, diikuti dengan strategi melalui pihak pengecer, langsung ke tangan konsumen, dan kemitraan dengan pengusaha besar.
Banyak faktor yang menjadi pertimbangan bila diprioritaskan pada distribusi melalui pihak pengecer saja, diantaranya keuntungan yang diperoleh lebih rendah, kualitas produk kurang dapat terjamin, dan pengendalian harga sulit ditangani dimana harga sampai ke konsumen tidak sama antara pengecer satu dengall pengecer lainnya, akibatnya produk kurang unggul dalam menghadapi persaingan pasar. Keunggulan dalam pendistribusian melalui pihak pengecer, adalah jangkauan produk untuk konsumen lebih luas, akibatnya cakupan pasar pun menjadi lebih luas. Oleh karena itu, sistem distribusi ini menjadi alternatif kedua strategi yang dipilih. Sistem distribusi melalui pengusaha besar sangat efektif dalam membantu memasuki akses pasar, namun kenyataannya untuk dapat memasarkan produk pada pihak pengusaha besar masih banyak dituntut kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kualitas, kuantitas, dan time delivery yang baik. Tuntutan ini masih belum dapat diimbangi dengan kondisi agroindustri kecil pangan yang ada, sehingga sistem distribusi melalui pihak pengusaha besar mendapat prioritas terendah.
8. Bobot Pada Hirarki Analisis Strategi P r o d u k Faktor yang paling berpengaruh dalam strategi ini berdasarkan Gambar 22. adalah manajemen produksi, diikuti dengan perilaku konsumen, bahan baku, modal, daur hidup produk, dan jenis produk. Manajemen produksi akan menentukan nilai produk sehingga dengan pertimbangan-pertimbangan khusus, seperti pengaturan rancangan alat, pembagian kerja dan perencanaan yang baik, akan menghasilkan nilai unggul pada produk. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah loyalitas konsumen. Loyalitas konsumen yang tinggi akan memperkuat kedudukan bersaing dalam menghadapi perilaku pesaing yang telah ada maupun pesaing pendatang. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah kesinambungan usaha dan minimisasi biaya produksi. Hasil analisa menunjukkan bahwa strategi peningkatan kualitas menjadi prioritas utalna dalam mencapai tujuannya, diikuti dengan usaha diversifikasi
Analisis S t r a t e g i Produk Dalam Peni ngkatan Daya Saing Agroindustri Keci l Pangan 3
I
ernat i f ategi :
! Daur Hi dup Produk
Bahan Baku
Modal
0.186 ( 3 )
0.166 ( 4 )
i
i
0.159 ( 5 )
Manajernen Produksi
Peri laku Konsumen
Jenis Produk
0.180 ( 1 )
0.174 ( 2 )
0.152 (6)
I
1
Kesinarnbungan Usaha
Mini rnisasi Biaya Produks
Loyal i tas Konsumen
0.336 ( 2 )
0.308 (3)
0.355 ( 1 )
1
i
Peni ngkatan Kual i t a s
Diversifikasi Produk
Jumlah Produk D i tambah
Perbai kan Kemasan
0.385 ( 1 )
0.264 ( 2 )
0.224 ( 3 )
0.126 ( 4 )
Gambar 22.
1
Bobot dan P r i o r i t a s H i r a r k i S t r a t e g i Produk
1
produk, jumlah produk yang ditingkatkan dan perbaikan kemasan. Bobot yaiig ditunjukkan pada Gambar 22. menunjukkan bahwa kemasan produk tidak menjadi ha1 petiting dalam mencapai tujuan untuk usaha peningkatan daya saingnya. Hal ini karena faktor kemasan tidak terlalu menjadi perhatian utama, yang menarik perhatian konsumen. Daya tarik produk pangan lebih dituntut dalam segi kualitas dan diversifikasi produk. Jaminan terhadap kualitas dan diferensiasi produk inilah yang mendorong konsumen untuk tetap loyal terhadap produk yang dihasilkannya.
9. Bobot P a d a Hirarki Analisis Strategi Promosi Gambar 23. menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam menyusun strategi promosi adalah modal. Faktor ini penting, mengingat terealisasinya strategi promosi sangat tergantung pada modal yang dimilikinya. Selain itu, dipengaruhi pula oleh sarana dan prasarana yang mendukung, kondisi persaingan, dan jenis produk. Keempat faktor ini saling mempengaruhi dan perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dalam mengambil keputusan. Kesinambungan usaha dan peningkatan permintaan mempunyai prioritas yang sama dalam tujuan strategi promosi ini. Ini berarti bentuk strategi yang dipilih harus mengutamakan dan mencapai dua tujuan tersebut, yaitu selain dapat meningkatkan permintaan, juga tetap menjaga kesinambungan usaha. Strategi promosi yang dipilih juga diharapkan dapat meminimisasi biaya penjualan. Minimisasi biaya penjualan menjadi prioritas tujuan akhir, dimana di satu sisi biaya penjualan menjadi meningkat, dan di sisi lain biaya penjualan pun dapat ditekan, karena tidak perlu lagi mengeluarkan biaya lebih besar untuk tenaga kerja yang lebih banyak. Mengaitkan antara faktor yang paling berpengaruh dengall tujuan utatna yang ingin dicapai, maka strategi dengan iklan radio lebih mengenai sasaran. Promosi secara kontinyu akan lebih baik, dimana akan lebih besar peluang dikenal konsumen. Akibatnya, keberadaan produk tersebut menjadi salah satu produk yang turut dipilih bagi pemenuhan kebutuhan konsumen.
Partisipasi kegiatan pameran pembangunan, adalah satu bentuk strategi kedua yang cukup baik untuk promosi. Selain biaya yang dikeluarkan rendah, konsumen mempunyai peluang langsung untuk melihat dan mencoba produk. Perilaku konsumen dapat terlihat langsung oleh para pengusaha, sehingga dapat menjadi masukan bagi perbaikan kualitas dan diferensiasi produknya. Bentuk strategi ini sebenarnya sangat efesien bagi promosi pengusaha kecil pangan, namun realisasinya tidak dapat dilakukan secara kontinyu, akibatnya hanya sebagian kecil dari lapisan masyarakat yang berkesempatan untuk melihat dan mencoba produk tersebut. Penyebaran brosur atau pamflet merupakan bentuk alternatif ketiga strate. gi promosi. Strategi ini dinilai kurang efektif dibandingkan dengan kedua strategi di atas, dimana dalam penyebaran produknya, rnasih rnembutuhkan tenaga kerja, sementara biaya promosi pun tetap dikeluarkan. Metode penyampaian pesannya pun terasa kurang efektif, karena konsumen untuk tahu harus secara sengaja membaca terlebih dahulu. Kendala lain dihadapi yaitu kebiasaan konsumen yang kurang tertarik untuk membaca dalam bentuk selebaran kertas-kertas kecil. Lain halnya dengan iklan radio, yang sengaja atau tidak sengaja akan terdengar oleh konsumen.
VII. PENGEMBANGAN STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING JENIS AGROINDUSTRI KECIL PANGAN Pengeinbangan strategi peningkatan daya saing jenis agroindustri kecil pangan formal potensial disusun dengan mempertimbangkan kondisi internal perusahaan yaitu strength (kekuatan) dan weaktzess (kelemahan) serta kondisi eksternal perusahaan, yaitu oppomnity (kesempatan) dan threat (ancaman). Analisa ini digunakan untuk menyusun lebih rinci strategi yang sesuai dengan kondisi setiap jenis agroindustri kecil pangan, dengan acuan pada hasil Analytical Hierarchy Process. A. AGROINDUSTRI K E C I L ASINAN Dari hasil pengamatan dan wawancara, inaka ditentukan beberapa identifikasi faktor eksternal dan internal yang dimiliki oleh agroindustri kecil asinan. 1. Faktor Kekuatan Internal (Strength)
a. Teknologi proses sederhana dan padat karya, dimana banyak memanfaatkan tenaga manusia. b. Sistem distribusi ke konsumen langsung, lancar. c. Modal kerja yang dibutuhkan cukup kecil. d. Lokasi sebagian bahan baku di dalam kota. e. Mempunyai alat transportasi sendiri, sehingga memperlancar proses pengangkutan dari sumber bahan baku ke tempat lokasi usaha. f. Lokasi usaha dan tempat pemasaran dalam satu tempat. g. Mempunyai cukup modal untuk meningkatkan produktivitas usaha. h. Harga produk terjangkau konsumen, dimana masih dapat menetapkan harga dengan mark up, walaupun banyak dipengaruhi oleh mekanisme pasar. i. Produk klias Bogor serta banyak dikenal dan disukai masyarakat luas.
2. Faktor Kelernahan Internal (Weakness)
a. Lokasi sebagian bahan baku di luar kota dan letaknya cukup jauh. b. Buah-buahan yang didatangkan dari luar kota dan dalam kota, tidak terjamin kualitas dan kuantitasnya. Hal ini karena pemetikan buah dilakukan saat buah setengah matang sehingga aroma dan rasa kurang enak. c. Tidak memiliki alat penyimpanan buah, dimana kebutuhan buah-buahan segar harus temp terjaga dan terjamin kontinyuitasnya. d. Tingkat pendidikan pengelola dan pekerja rendah. e. Mayoritas tenaga kerja tidak berpengalaman. f. Perhatian terhadap promosi masih rendah. g. Masih sering terjadi adanya produk yang tidak terjual, sehingga mengurangi tingkat keuntungan. 3. Faktor Peluang Eksternal (Oppo~tunity)
a. Kualitas sumberdaya manusia semakin meningkat. b. Produk disukai oleh semua lapisan masyarakat dari berbagai daerah. c. Perkembangan kota semakin pesat, baik ke arah pariwisata maupun ke arah perdagangan regional. Kondisi ini memberi peluang akses pasar yang lebih luas. d. Mendapat perhatian utama oleh pemerintah setempat dalam usaha pengembangannya. 4. Faktor Ancaman Eksternal (Threat)
a. Kekurangan bahan baku, baik jenis, kualitas dan kuantitas, akibat dari persaingan dalam merebut pemasok bahan baku. b. Ada pesaing sejenis yang menghasilkan produk lebih berkualitas dengan harga yang memadai. c. Adanya diferensiasi produk pesaing yang lebih menarik konsumen. Berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal tersebut, maka disusun strategi peningkatan daya saingnya.
1. Strategi Strengtlz-Opporturtify (Maxi-Maxi)
Strategi pernailfaatan kekuatan untuk mengambil k e s e ~ n p a t ayang ~ ~ sebesar-besamya : a. Meningkatkan kuantitas produk sesuai dengan jumlah permintaan. b. Saluran distribusi diperluas, untuk meningkatkan cakupan pasar, sehingga produk terjual sesuai dengan kapasitas produksinya.
2. Strategi Strengtfz-Threat (Maxi-Mini) Strategi memanfaatkan kekuatan untuk menentukan akibat adanya ancaman : a. Perlu dilakukan inovasi teknologi, baik dalam metoda prosesnya maupun dalam manajemen produksi dan sumberdaya manusia, sehingga diperoleh efisiensi produksi yang tinggi. b. Kualitas produk perlu ditingkatkan dan dijamin tetap baik, sampai saat dikonsumsi. c. Perlu dilakukan diversifikasi produk, sehingga kekhasan produk yang dihasilkan dapat memberikan kedudukan unggul di pasar.
3. Strategi Weakness-Opportunity (Mini-Maxi) Pengurangan kelemahan dengan memanfaatkan kesempatan yang ada seoptimal mungkin. a. Pelatihan dan pembinaan terhadap pekerja dan pengelola dengan dibantu dati pihak kelembagaan pembinaan dan pengembangan industri kecil. 4 . Strategi Weakness-Threat (Mini-Mini) Pengurangan kelemahan dengan melihat ancaman yang timbul. a. Perlu diusahakan kemitraan dengan petani atau beli langsung ke petani, dalam menghadapi masalah bahan baku yang tidak terkendali. b. Dilakukan promosi, dengan mengikuti pameran pembanguna atau dengan ikIan radio dan dengan penyebaran brosur atau pamflet.
B. AGROINDUSTRI K E C I L NATA DE C O C O 1. Faktor Kekuatan Internal (Strength) a. Sebagian besar lokasi bahan baku di dalam kota. b. Mempunyai alat transportasi sendiri, sehingga lnemperlancar proses pengangkutan dari sumber bahan baku ke tempat lokasi usaha. c. Mempunyai cukup modal untuk meningkatkan produktivitas usaha. d. Harga produk terjangkau konsumen, dimana masih dapat menetapkan harga dengan mark up, walaupun banyak dipengaruhi oleh mekanisme pasar. e. Pengawasan mutu terjaga. f. Tingkat pendidikan pengelola tinggi. 2. Faktor Kelemahan Internal (Weakness) a. Menuntut adanya tenaga kerja yang berkualitas tinggi pula, karena perlu adanya penangan khusus dalam proses pembuatannya. b. Produk belum umum dikenal masyarakat. c. Jumlah dan kualitas bahan baku tidak terjamin. d. Tingkat pendidikan pekerja rendah. e. Starter mahal. f. Perhatian terhadap promosi masih rendah. g. Kemasan primer kurang menarik. h. Umumnya saluran distribusinya masih terbatas pada pihak pengecer saja.
3. Faktor Peluang Eksternal (Opportunity) a. Kualitas sumberdaya manusia semakin meningkat. b. Produk disukai oleh semua lapisan masyarakat dari berbagai daeralt (akses pasar luas). c. Perkembangan kota semakin pesat, baik ke arah pariwisata maupun ke arah perdagangan regional. Kondisi ini memberi peluang akses pasar yang lebill has.
d. Mendapat perhatian utama oleh pemerintah setempat dalam usaha pengembangannya. 4. F a k t o r Ancaman Eksternal (Threat) a. Kekurangan bahan baku, baik jenis, kualitas dan kuantitas, akibat dari persaingan dalam merebut pemasok bahan baku. b. Ada pesaing sejenis yang menghasilkan produk lebih berkualitas dengan harga yang memadai. c. Adanya diferensiasi produk pesaing hasil diversifikasi produk yang dapat lebih menarik konsumen. Berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal tersebut, maka disusun strategi peningkatan daya saing agroindustri kecil nata de coco. 1 . Strategi Strength-Opport~tnity(Maxi-Maxi) Strategi pemanfaatan kekuatan untuk mengambil kesempatan yang sebesar-besarnya : a. Dalam usaha perluasan pasar perlu meningkatkan kuantitas produk sesuai dengan jumlah permintaan. 2 . Strategi Strength-Threat (Maxi-Mini) Strategi memanfaatkan kekuatan untuk menentukan akibat adanya ancaman : a. Menetapkan harga berdasarkan kondisi persaingan. b. Kualitas produk perlu dipertahankan dan dijamin tetap baik, sampai saat dikonsumsi. c. Perlu dilakukan diversifikasi produk, sehingga kekhasan produk yang dihasilkan dapat memberikan kedudukan unggul di pasar.
3. Strategi Weakness-Opportunity (Mini-Maxi)
Pengurangan kelemahan dengan memanfaatkan kesempatan yang ada seoptimal mungkin. a. Memanfaatkan tenaga kerja yang berkualitas b. Saluran distribusi diperluas, untuk meningkatkan cakupan pasar, sehingga produk terjual sesuai dengan kapasitas produksinya. c. Dilakukan promosi, dengan mengikuti pameran pembangunan atau dengan iklan radio dan penyebaran brosur atau pamflet.
4. Strategi Weak~less-Threat(Mini-Mini) Pengurangan kelemahan dengan melihat ancaman yang timbul. a. Perlu diusahakan kemitraan dengan petani, dengan pengusaha besar seperti pengusaha minyak kelapa atau pengusaha lain yang memanfaatkan bahan baku kelapa atau starter-nya budidaya sendiri, guna mengatasi permasalahan bahan baku yang tidak terkendali. b. Kemasan diperbaiki untuk menarik konsumen, seperti dengan mengubah gambar dan warna kemasan yang lebih menarik dan mencirikan identitas perusahaan. c. Pelatihan dan pembinaan terhadap pekerja untuk meningkatkan produktivitas. C. AGROINDUSTRI KECIL ROT1
1. Faktor Kekuatan Internal (Strength) a. Lokasi bahan baku di dalam kota, dekat tempat usaha, serta jumlah dan kualitasnya terjamin. b. Mempunyai alat transportasi sendiri, sehingga memperlancar proses pengangkutan dari sumber bahan baku ke tempat lokasi usaha. c. Mempunyai cukup modal untuk meningkatkan produktivitas usaha. d. Harga produk terjangkau konsumen, dimana masih dapat menetapkan harga dengan mark up, walaupun banyak dipengaruhi oleh mekanisme pasar.
e. Pengawasan mutu terjaga. f. Produk umum dikenal dan banyak dibutuhkan.
2. Faktor Kelemahan Internal (Weakness) a. Menuntut adanya tenaga kerja yang berkualitas tinggi karena perlu ketrampilan dan pengalaman dalam proses pembuatannya. b. Efesiensi mesin rendah. c. Modal kerja lebih tinggi dibandingkan produk pangan lain. d. Tingkat pendidikan pekerja rendah. e. Jumlah produk yang terjual rendah. f. Perhatian terhadap promosi masih rendah.
3. Faktor Peluang Eksternal (Oppodr~nity) a. Kualitas sumberdaya manusia semakin meningkat. b. Produk disukai oleh semua lapisan masyarakat dari berbagai daerah (akses pasar luas). c. Perkembangan kota semakin pesat, baik ke arah pariwisata maupun ke arah perdagangan regional. Kondisi ini memberi peluang akses pasar yang lebih luas. d. Mendapat perhatian utama oleh pemerintah setempat dalam usaha pengembangannya. 4. Faktor Ancaman Eksternal (Threat) a. Ada pesaing sejenis yang menghasilkan produk lebih berkualitas dengan harga yang memadai. b. Adanya diferensiasi produk pesaing yang lebih menarik konsumen. Berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal tersebut, maka disusun strategi peningkatan daya saingnya.
1. Strategi Strength-Opportunity (Maxi-Maxi) Strategi pemanfaatan kekuatan untuk mengambil kesempatan yang sebesar-besamya : a. Memperluas saluran distribusi, untuk meningkatkan cakupan pasar dan un-. tuk mencapai target penjualan.
2. Strategi Strength-Threat (Maxi-Mini) Strategi memanfaatkan kekuatan untuk ~nenentukanakibat adanya ancaman : a. Menetapkan harga berdasarkan kondisi persaingan. b. Kualitas produk perlu ditingkatkan d a n dijamin tetap baik, sampai saat dikonsumsi. c. Perlu dilakukan diversifikasi produk, sehingga kekhasan produk yang dihasilkan dapat memberikan kedudukan unggul di pasar.
3. Strategi Weakness-Opportunity (Mini-Maxi) Pengurangan kelemahan dengan memanfaatkan kesempatan yang ada seoptimal mungkin. a. Memanfaatkan tenaga kerja yang berkualitas b. Dilakukan promosi, dengan mengikuti pameran pembangunan atau dengan iklan radio dan penyebaran brosur atau pamflet. c. Pelatihan dan pembinaan bagi para pekerja dan pengelola dengan bantuan dari pihak kelembagaan pembinaan dan pengembangan industri kecil. 4. Strategi Weakness-Threat (Mini-Mini) Pengurangan kelemahan dengan melihat ancaman yang timbul. a. Perlu dilakukan pergantian alat atau menjaga efesiensi alat.
D. AGROINDUSTRI KECIL K O P I BUBUK 1. F a k t o r Kekuatan Internal (Strength)
a. Bahan baku mudah diperoleh, melalui penyalur, serta jumlah dan kualitasnya terjamin. b. Mempunyai alat transportasi sendiri, sehingga memperlancar proses pengangkutan dari sumber bahan baku ke tempat lokasi usaha. c. Harga produk terjangkau konsumen, dimana masih dapat menetapkan harga dengan mark up, walaupun banyak dipengaruhi oleh mekanisme pasar. d. Produk umum dikenal dan banyak dibutuhkan.
2. F a k t o r Kelemahan Internal (Weakness) a. Teknologi prosesnya menuntut adanya tenaga kerja yang berkualitas tinggi, berpengalaman, serta mengerti tentang selera konsumen. b. Kualitas produk rendah. c. Modal kerja lebih tinggi dibandingkan produk pangan lain. d. Tingkat pendidikan pekerja rendah. e. Modal terbatas. f. Perhatian terhadap promosi rendah. g. Pengawasan produksi rendah. h. Belum mampu menanggapi selera konsumen yang beraneka ragam.
3. F a k t o r Peluang Eksternal (Opportunity) a. Kualitas sumberdaya manusia semakin meningkat. b. Produk disukai oleh semua lapisan masyarakat dari berbagai daerah (akses pasar luas). c. Perkembangan kota semakin pesat, baik ke arah pariwisata maupun ke arah perdagangan regional. Kondisi ini memberi peluang akses pasar yang lebih luas. d. Mendapat perhatian utama oleh pemerintah setempat dalam usaha pengembangannya.
4. Faktor Ancaman Eksternal (Tfzreat)
a. Ada pesaing sejenis yang menghasilkan produk lebih berkualitas dengan harga yang memadai. Produk pesaing ini umumnya datang dari para pengusaha besar. b. Kecenderungan konsumen terhadap merk tertentu. Berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal tersebut, maka disusun strategi peningkatan daya saingnya.
1. Strategi Strength-Opportunity (Maxi-Maxi) Strategi pemanfaatan kekuatan untuk mengambil kesempatan yang sebesar-besarnya : a. Memperluas saluran distribusi, untuk meningkatkan cakupan pasar dan untuk mencapai target penjualan. b. Kuantitas produk ditingkatkan, sesuai dengan tingkat permintaan konsumen. 2. Strategi Strength-Threat (Maxi-Mini)
Strategi memanfaatkan kekuatan untuk menentukan akibat adanya ancaman : a. Menetapkan harga berdasarkan kondisi persaingan. 3 . Strategi Weakness-Opportunity (Mini-Maxi) Pengurangan kelemahan dengan memanfaatkan kesempatan yang ada seoptimal mungkin. a. Memanfaatkan tenaga kerja yang berkualitas b. Dilakukan promosi, dengan mengikuti pameran pembangunan atau dengan iklan radio dan penyebaran brosur atau pamflet. c. Pelatihan dan pembinaan bagi para pekerja dan pengelola dengan bantuan dari pihak kelembagaan pemhinaan dan pengembangan industri kecil.
4. Strategi Weakness-Threat (Mini-Mini)
Pengurangan kelemahan dengan melihat ancaman yang timbul. a. Kualitas produk ditingkatkan dan berusaha menyesuaikan dengan selera konsumen. b. Diusahakan penambahan modal, baik dengan usaha sendiri ataupun bantuan dari pihak Bank. E. AGROINDUSTRI K E C I L TAPIOKA 1. Faktor Kekuatan Internal (Strength)
a. Teknologi proses sederhana. b. Produk banyak dibutuhkan oleh industri-industri terkait lainnya, sehingga sistem pemasaran memalui pihak pengusaha besar lancar. c. Mempunyai modal yang mencukupi untuk peningkatan produktivitas usaha. d. Modal kerja yang dibutuhkan kecil. e. Harga masih dapat diperoleh dengan mark up, walaupun ditetapkan sepenuhnya oleh pihak pengusaha besar. f. Saluran distribusinya masih terbatas pada satu pengusaha besar. g. Tidak mempunyai peranan dalam menetapkan harga jual produk. 2. Faktor Kelemahan Internal (Weakness)
a. Bahan baku sulit diperoleh melalui penyalur, serta jumlah dan kualitasnya tidak terjamin. b. Tingkat pendidikan pengelola dan pekerja sangat rendah. c. Proses produksi masih tergantung cuaca. d. Kualitas produk tidak seragam. e. Produksi tidak lancar. f. Tidak mempunyai alat transportasi sendiri.
3. Faktor Peluang Eksternal (Opportunity) a. Kualitas sumberdaya manusia semakin meningkat. b. Berkembangnya industri-industri terkait, memberi peluang peningkatan akses pasar. c. Mendapat perhatian utama oleh pemerintah setempat dalam usaha pengembangannya.
4. Faktor Ancaman Eksternal (Threat) a. Loyalitas pengusaha besar menurun, akibatnya kehilangan pasar. b. Bahan baku tidak dapat diperoleh, karena adanya persaingan dalam merebut pemasok bahan baku dan sifatnya yang musiman. Berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal tersebut, maka disusun strategi peningkatan daya saingnya.
1. Strategi Strength-Opportunity (Maxi-Maxi) Strategi pemanfaatan kekuatan untuk mengambil kesempatan yang sebesar-besarnya : a. Kuantitas produk ditingkatkan, sesuai dengan tingkat permintaan konsumen. 2. Strategi Strength-Threat (Maxi-Mini) Strategi memanfaatkan kekuatan untuk menentukan akibat adanya ancaman : a. Melakukan inovasi teknologi, yaitu memakai teknologi yang baru dan sederhana, atau paduan dari teknologi tradisional, sederhana, dan teknologi tinggi, dalam usaha meningkatkan kualitas produknya.
3. Strategi Weakness-Opportunity (Mini-Maxi) Pengurangan kelemahan dengan memanfaatkan kesempatan yang ada seoptimal mungkin. a. Memanfaatkan tenaga kerja yang berkualitas b. Pelatihan dan pembinaan bagi para pekerja dan pengelola dengan bantuan dari pihak kelembagaan pembinaan dan pengembangan industri kecil. c. Kemitraan dengan pengusaha besar dipertahankan dan ditingkatkan.
4. Strategi Weak~~ess-Threat (Mini-Mini) Pengurangan kelemahan dengan melihat ancaman yang timbul. a. Kualitas produk ditingkatkan dan kontinyuitas produk dijaga. b. Kemitraan dengan petani untuk mengatasi permasalahan bahan baku. c. Penyediaan sarana transportasi.
1. Faktor Kekuatan Internal (Strength)
a. Bahan baku mudah diperoleh, lokasi dekat tempat usaha, jurnlah dan kualitasnya mencukupi. b. Teknologi proses sederhana. c. Produk khas Bogor, banyak dikenal dan disukai orang. d. Modal kerja yang dibutuhkan kecil. e. Harga rnasih dapat diperoleh dengan nzark up, walaupun ditetapkan sepenuhnya oleh pihak pengusaha besar. 2 . Faktor Kelemahan Internal (Weakness)
a. Tingkat pendidikan pengelola dan pekerja sangat rendah. b. Kualitas produk rendah. c. Kemasan tidak rnenarik. d. Tidak memiliki sarana transportasi sendiri.
e. Modal yang dimiliki terbatas. f. Perhatian terhadap promosi rendah. 3. Faktor Peluang Eksternal (Opportunity)
a. Kualitas sumberdaya manusia semakin meningkat. b. Berkembangnya industri-industri terkait, memberi peluang peningkatan akses pasar. c. Mendapat perhatian utama oleh pemerintah setempat dalam usaha pengembangannya. 4. Faktor Ancaman Eksternal (Threat) a. Adanya persaingan dari produk sejenis dari luar kota, yang kualitas dan harganya memadai. b. Adanya diferensiasi produk pesaing, yang lebih menarik minat konsumen. Berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal tersebut, maka disusun strategi peningkatan daya saingnya. 1. Strategi Strength-Opportunity (Maxi-Maxi) Strategi pemanfaatan kekuatan untuk mengambil kesempatan yang sebesar-besamya : a. Kuantitas produk ditingkatkan, sesuai dengan tingkat permintaan konsumen.
2. Strategi Strength-Tltrent (Maxi-Mini) Strategi memanfaatkan kekuatan untuk menentukan akibat adanya ancaman : a. Melakukan inovasi teknologi, yaitu memakai teknologi yang baru dan sederhana, atau paduan dari teknologi tradisional, sederhana, dan teknologi tinggi.
b. Melakukan diversifikasi produk. c. Harga ditetapkan berorientasi pada persaingan.
3. Strategi Weakness-Opportunity (Mini-Maxi) Pengurangan kelemahan dengan memanfaatkan kesempatan yang ada seoptimal mungkin. a. Memanfaatkan tenaga kerja yang berkualitas b. Pelatihan dan pembinaan bagi para pekerja dan pengelola dengan bantuan dari pihak kelembagaan pembinaan dan pengembangan industri kecil. c. Saluran distribusi diperluas, yaitu dengan melakukan distribusi ganda.
4. Strategi Weakness-Threat (Mini-Mini) a. Kualitas produk ditingkatkan dan kontinyuitas produk dijaga. b. Kemasan produk diperbaiki, dengan kemasan yang lebih informatif, menarik konsumen dan mencirikan identitas perusahaan.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, urutan prioritas jenis agroindustri kecil pangan yang akan dikembangkan ke arah peningkatan daya saing, dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah jenis usaha nata de coco, asinan, roti, manisan pala, kopi bubuk dan tapioka. Hasil analisa menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh dalam penentuan komponen daya saing secara berurutan adalah sumberdaya manusia, kebijaksanaan pemerintah, modal dan kondisi persaingan. Komponen daya saing yang menjadi prioritas utama adalah pemasaran, diikuti dengan komponen manajemen produksi, bahan baku, dan komponen teknologi proses. Dengan pertimbangan faktor yang berpengaruh terhadap strategi komponen daya saing dan tujuan yang ingin dicapai, hasil analisa menunjukkan bahwa komponen pemasaran banyak dipengaruhi oleh kualitas pengelola. Strategi yang tepat untuk komponen pemasaran ini adalah strategi produk dengan usaha meningkatkan kualitas. Faktor sistem manajemen banyak mempengaruhi strategi komponen manajeInen produksi, dan strategi yang dipilih adalah perpaduan antara pelatihan dan pembinaan dengan inovasi sendiri. Komponen teknologi proses sangat dipengaruhi oleh sumberdaya manusia, dan strategi yang baik untuk meningkatkan daya saingnya adalah memanfaatkan teknologi hasil paduan dari teknologi tinggi, sederhana, dam tradisional. Strategi komponen bahan baku banyak dipengaruhi oleh sumber dan letak bahan baku, untuk rnencapai tujuannya maka strategi yang paling sesuai adalah kemitraan dengan petani. Hasil analisa SWOT dengan acuan dari strategi PHA, menunjukkan, bahwa setiap jenis agroindustri mempunyai tingkat permasalahan yang berbeda dalam mendayagunakan strategi-strategi yang tersusun dari PHA. Berdasarkan kondisi tersebut, menunjukkan bahwa untuk jenis usaha tapioka tidak dapat mendayagunakan strategi perluasan saluran distribusi melalui pihak pengecer atau konsurnen
langsung, dimana jenis usaha ini terbatas pada pihak pengusaha besar atau industri terkait lainnya. Strategi budidaya sendiri kurang dapat diterapkan di wilayah Kotamadya DT I1 Bogor, karena lahan pertanian yang semakin sempit. Untuk budidaya sendiri stalter nata de coco, masih sangat memungkinkan karena tidak membutuhkan suatu lahan pertanian yang luas, cukup pada ruangan khusus saja.
B. SARAN Terlibatnya banyak pihak dalam usaha pengembangan agroindustri kecil pangan berdaya saing kuat, perlu adanya keterpaduan antara aktor-aktor seperti pengusaha kecil, pengusaha besar, kelembagaan pembinaan dan pengembangan industri kecil, dan pihak Bank. Dalam mencapai tujuan tersebut, maka perlu disusun kebijaksanaan yang lebih mengarah pada komponen-komponen penentu daya saing dan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kebijaksanaan yang tersusun harus dapat direalisasikan secara terpadu dan kontinyu sehingga agroindustri kecil pangan dapat berkesinambungan dan meningkatkan PDRB wilayah Kotamadya DT I1 Bogor. Jenis usaha tapioka yang saluran pemasarannya berkaitan dengan industri lain, kurang sesuai memakai alternatif promosi yang ada, sehingga perlu dicari alternatif bentuk promosi lain yang lebih sesuai. Salah satu bentuk promosi tersebut dapat berupa personal selling atau penjualan tatap muka langsung ke pengusaha besar dan industri terkait lainnya. Jenis promosi ini sangat mengandalkan keaktifan dari pihak pengusaha tapioka sendiri. Manajemen sumberdaya manusia industri kecil belum diterapkan, baik dalam proses penarikan karyawan, kompensasi, integrasi, pengembangan, maupun pemeiiharaan karyawan. Belum terstrukturnya bentuk manajemen sun~berdayamanusia yang sesuai dengan kondisi industri kecil ini, diperlukan suatu penelitian khusus gutla meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya, yang dikenal masih sangat rendah.
DAFTAR PUSTAKA Achfas, R. 1985. Studi Mekanisme Operasional Sistem Pengembangan Industri Kecil Bidang Pertanian. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Assauri, S. 1980. Management Produksi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Aziz, M.A. 1992. Siapa dan Bagaimana Menggarap Agroindustri. Disam~aikanpada Seminar Agroindustri 111. Fakultas Teknologi Pertanian Gajah Mada, Yogyakarta. 22 Desember 1992. Azis, M.A. 1993. Strategi Operasional Perdagangan Internasional Menghadapi Penya tuan Pasar Tunggal Eropa dan NAFTA. Di dalam Pasar Global Agroindustri, Prospek Pengembangan pada PJPT 11, Aziz, M.A. (ed) ha1 1. Penerbit Bangkit, Jakarta. Badan Koordinasi Penanaman Modal. 1992. Keterlibatan Pihak Swasta dalam Opera sionalisasi Pengembangan Agroindustri pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap 11. Makalah Seminar Nasional Sehari Operasionalisasi Pengembangan Agroindustri, Bogor. 3 Oktober 1992. Buana, A.T. 1994. Sistem Penunjang keputusan Peningkatan Pendayagunaan Sumber daya Agroindustri. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Darmawati, A. 1994. Rekayasa Model Sistem Pengendalian Harga Bahan Baku dan Produk Olahan Agroindustri dari Komoditas Nenas. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Departemen Perindustrian. 1993. Laporan Akhir Studi Pengkajian Faktor-Faktor Produksi Penentu Daya Saing Industri Kecil. Proyek Survey Industri Kecil, Direktorat Jenderal Industri Kecil, Departemen Perindustrian. PT. Insanselaras Konsultindotama, Policy Research and Planning Consultants, Jakarta. Diano, C. 1990. Analisa Faktor Eksternal dan Internal Yang Berpengaruh Pada Keberhasilan Industri Kecil Kerajinan Rotan (Studi Kasus di Sentra Industri Kecil Rotan Tegal Wangi). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Eriyatno. 1987. Analisa Sistem Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Fewidarto, P.D. 1991. Proses Hirarki Analitik. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Eogor, Bogor. Habibie, B.J. 1993. Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Pelnbangunan Agroindustri. Di dalam Pasar Global Agroindustri, Prospek Pengembangan pada PJPT 11. Aziz, A.M. (ed). ha1 22. Penerbit Bangkit, Jakarta.
Guiltinan, J.P. dan Gordon, W.P. 1992. Strategi dan Program Manajemen Pemasar an. Teriemahan. Erlangga, Jakarta. Harinugraha, K.P. 1990. Mempeiajari Peluang Pengembangan Pangsa Pasar untuk Menunjang Strategi Pemasaran Minyak Goreng Kemasan Eceran Di Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jauck, L.R. dan Glueck, W.F. 1992. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan. Teriemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Jogiyanto, H.M. 1992. Teori dan Aplikasi Program Komputer Bahasa Pascal. Jilid 1. Andi Offset, Yogyakarta. Kotler, P. 1991. Manajemen Pemasaran. Erlangga, Jakarta.
Jilid 2.
Teriemahan.
Edisi Kelima.
Lukmana, A. 1994. Operasionalisasi Kultur Bisnis dan Struktur Usaha Agroindustri pada Pelita VI. Disamoaikan pada Seminar Operasionalisasi Sub Sektor Agroin dustri pada Pelita VI, Jakarta. 5 Mei 1994.
. 1994. Kebijaksanaan Operasional Pengembangan Pengusaha Kecil Industri Pangan. Disamoaikan pada Lokakarya Nasional Kemitraan Antara Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Swasta Dalam Industrialisasi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian dan PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. 6-7 Oktober 1994. Ma'arif, M.S. 1993. Analisis Strategi Aktor Suatu Kajian Dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Teknologi Inovatif. Laboratorium Teknik dan Mananjemen Industri, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; Bogor. Marbun, B.N. 1993. Kekuatan dan Kelemahan Perusahan Kecil. PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Musselman, V.A. dan John, H.J. 1991. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Teriemahan. Erlangga, Jakarta. Porter, M.E. 1993. Keunggulan Bersaing, hlenciptakan dam Mempertahankan Kiner ja Unggul. Teriemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Prawiranegara, A.S. 1994. Kebijaksanaan Operasional Pembinaan dan Pengembangan Pengusaha Kecil Industri Pangan. Disamoaikan pada Lokakarya Nasiorlal Kemitraan Antara Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Swasta Dalam I~~dustrialisasi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian dan PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. 6-7 Oktober 1994. Rakhman, P. 1988. Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah Komoditi Tananian Pangan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertania~i Bogor, Bogor. Reksohadiprodjo, S.. T.H. Handoko. dan Siswanto. 1992. Kebijaksanaan Perusahaan. BPFE, Yogyakarta.
Saaty, T.L. 1986. The Analytic Hierarchy Process Planning Priority Setting Re. sources Allocation. Mc. Graw Hill Int. Book Company, New York.
. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Teriemahan. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Somantri, S. 1992. Studi Pengembangan Pembinaan Industri Kecil Kerajinan Rotan di Kabupaten Tangerang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Swasono, Y. 1994. Kebijaksanaan Operasional Penyiapan Sumberdaya Manusia Siap Disamuaikan pada Lokakarya Nasional KemiPakai Untuk Industri Pangan. traan Antara Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Swasta Dalam Industrialisasi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian dan PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. 6-7 Oktober 1994. Wardoyo. 1992. Arah dan Pengembangan Agroindustri. Di sam~aikanpada Seminar Agroindustri 111. Fakultas Teknologi Pertanian Gajah Mada, Yogyakarta. 22 Desember 1992. Winanlo. 1994. Permodelan Sistem Pengawasan mutu Produk Kualitas Ekspor Agroindustri Perikanan Rakyat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut I?ertanian Bogor, Bogor. Yunianto, M.A. 1991. Pengembangan Strategi Pengendalian Dua Tingkat (Studi Kasus pada Hero Supermarket). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.