KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN III 2015
Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan
III
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
2015
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT Telp
: [0380] 832-047
Fax
: [0380] 822-103
Email :
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected]
ii
Kata Pengantar Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya. Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kupang, November 2015 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur
iii
Daftar Isi Halaman Judul
i
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi
v
Daftar Grafik
vii
Daftar Tabel
xii
Ringkasan Umum
xiii
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
xvii
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1
1.1 Kondisi Umum
1
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
2
1.2.1. Konsumsi
3
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
4
1.2.3. Ekspor dan Impor
6
1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah
6
1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri
6
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
7
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
7
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
8
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
9
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
10
BOKS 1. Kesiapan Industri Pariwisata di 5 KSPN di NTT
12
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
15
2.1. Kondisi Umum
15
2.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas
17
2.2.1. Bahan Makanan
17
2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
18
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
19
2.2.4. Komoditas Lainnya
19
2.3. Disagregasi Inflasi NTT
20
2.3.1 Volatile Foods
20
2.3.2 Administered Prices
21
2.3.3 Inflasi Inti (Core)
21
Triwulan III 2015
v
Daftar Isi 2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
21
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
21
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
22
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
23
BOKS 2. Karakteristik Inflasi Komoditas Pada Hari Raya Natal dan Tahun Baru
25
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
27
3.1. Kondisi Umum
27
3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum
28
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
29
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
29
3.2.3. Penyaluran Kredit Pembiayaan
30
3.2.4. Kualitas Kredit
31
3.2.5. Suku Bunga
32
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
32
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
33
3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
35
3.4.1. Pulau Flores
35
3.4.2. Pulau Sumba
35
3.4.3. Pulau Timor
36
3.5. Sistem Pembayaran 3.5.1 Transaksi Non Tunai
36 36
3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)
36
3.5.1.2. Transaksi RTGS
37
3.5.2 Transaksi Tunai
37
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar
38
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
38
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (Upal)
38
BOKS 3. Gerakan Cinta Rupiah di Perbatasan – Atambua Kab. Belu NTT
39
BOKS 4. Layanan Keuangan Digital di Provinsi NTT
41
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
43
4.1 Kondisi Umum
43
4.2 Pendapatan Daerah
43
4.3 Belanja Daerah
45
vi
Triwulan III 2015
Daftar Isi BAB V KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN
49
5.1 Kondisi Umum
49
5.2 Perkembangan Ketenagakerjaan
49
5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
49
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
50
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
50
5.2.4 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
51
5.2.5 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
51 51
5.3 Perkembangan Kesejahteraan 5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum
51
5.3.2 Tingkat Kemiskinan
52
5.3.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
53
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
55
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
55 55
6.1.1 Sisi Ekonomi NTT Triwulan IV 6.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Sektoral
55
6.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
56
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sepanjang Tahun 2015
57
6.2 Inflasi
57
BOKS 5. Sosialisasi MoU BI-Polda
59
Triwulan III 2015
vii
Daftar Grafik Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
1
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional
1
Grafik 1.3 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan III 2015
3
Grafik 1.4 Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
3
Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen
4
Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
4
Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
4
Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi
4
Grafik 1.9 Realisasi Investasi PMA & PMDN
5
Grafik 1.10 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
5
Grafik 1.11 Realisasi Dana Masuk/Keluar Provinsi NTT dalam RTGS
5
Grafik 1.12 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
5
Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas
6
Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat
6
Grafik 1.15 Ekspor Impor Antar Negara
6
Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor NTT
6
Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Tukar Petani
8
Grafik 1.18 Pengiriman Ternak (yoy)
8
Grafik 1.19 Perkembangan SKDU Pertanian
8
Grafik 1.20 Perkembangan Kredit Pertanian
8
Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
9
Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
9
Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
10
Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
10
Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel
10
Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara
10
Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
15
Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
15
Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
17
Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
17
Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
18
Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
18
viii
Triwulan III 2015
Daftar Grafik Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
18
Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas
18
Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
19
Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas
19
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
20
Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
20
Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan
21
Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang
22
Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang
22
Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang
22
Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere
23
Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere
23
Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere
23
Grafik Boks 2.1 Karakteristik Inflasi di Provinsi NTT
25
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan
27
Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL
27
Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI
28
Grafik 3.4 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank
29
Grafik 3.5 Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
29
Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
29
Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
30
Grafik 3.8 Komposisi DPK
30
Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
30
Grafik 3.10 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
30
Grafik 3.11 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
31
Grafik 3.12 Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan
31
Grafik 3.13 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
32
Grafik 3.14 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
32
Grafik 3.15 Komposisi Kredit UMKM
32
Triwulan III 2015
ix
Daftar Grafik Grafik 3.16 Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
32
Grafik 3.17 Perkembangan UMKM
33
Grafik 3.18 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
33
Grafik 3.19 Komposisi DPK BPR
34
Grafik 3.20 Pertumbuhan DPK BPR
34
Grafik 3.21 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
34
Grafik 3.22 Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi
34
Grafik 3.23 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
35
Grafik 3.24 Komposisi DPK di Pulau Flores
35
Grafik 3.25 Komposisi Kredit di Pulau Flores
35
Grafik 3.26 Komposisi DPK di Pulau Sumba
36
Grafik 3.27 Komposisi Kredit di Pulau Sumba
36
Grafik 3.28 Komposisi DPK di Pulau Timor
36
Grafik 3.29 Komposisi Kredit di Pulau Timor
36
Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT
37
Grafik 3.31 Perkembangan SKNBI Nasional
37
Grafik 3.32 Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank
37
Grafik 3.33 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
37
Grafik 3.34 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Nominal
37
Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi Tunai
38
Grafik 3.36 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
38
Grafik 3.37 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT
38
Grafik 3.38 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT
38
Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
43
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
44
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
44
Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
44
Grafik 4.5 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
44
Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
45
Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
x
Triwulan III 2015
46
Daftar Grafik Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
46
Grafik 4.9 Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
46
Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
47
Grafik 5.1 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka
49
Grafik 5.2 Perkembangan Angkatan Kerja Sesuai dengan Tingkat Pendidikan
50
Grafik 5.3 Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan
50
Grafik 5.4 Struktur Tenaga Kerja di NTT Agustus 2014 dan 2015
50
Grafik 5.5 Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Agustus 2015
50
Grafik 5.6 Perkembangan Struktur Tenaga Kerja sesuai dengan Status
50
Grafik 5.7 Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat
50
Grafik 5.8 Perkembangan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang
51
Grafik 5.9 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
51
Grafik 5.10 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
51
Grafik 5.11 Perkembangan Nilai Tukar Petani
52
Grafik 5.12 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
52
Grafik 5.13 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
52
Grafik 5.14 Presentase Penduduk Miskin di NTT
53
Grafik 5.15 Perkembangan Garis Kemiskinan
53
Grafik 5.16 Indeks Kedalaman Kemiskinan
53
Grafik 5.17 Indeks Keparahan Kemiskinan
53
Grafik 5.18 Sepuluh Provinsi dengan Angka IPM
54
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV-2015
55
Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT 2015
55
Grafik 6.3. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian
56
Grafik 6.4. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
56
Grafik 6.5. Indeks Tendensi Konsumen
56
Grafik 6.6. Perkembangan Inflasi NTT
58
Triwulan III 2015
xi
Daftar Tabel Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-III 2015
3
Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-III 2015
7
Tabel Boks 1.1 Statistik Kepariwisataan 5 KSPN NTT
13
Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
16
Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
16
Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
17
Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
22
Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
23
Tabel Boks 2.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahun 2011-2014 di Kota Kupang
26
Tabel Boks 2.2 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahun 2011-2014 di Kota Maumere
26
Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS
28
Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
34
Tabel Boks 4.1 Tingkat Penetrasi Tabungan di Provinsi NTT
41
Tabel Boks 4.2 Hasil Identifikasi Kabupaten yang Berpotensi untuk Penerapan LKD
42
Tabel Boks 4.3 Indikator Penilaian dalam Kajian Identifikasi Potensi LKD di Provinsi NTT
42
Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan Daerah
44
Tabel 4.2 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT
45
Tabel 4.3 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
47
Tabel 4.4 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
47
Daftar Gambar Gambar Boks 1.1 Kondisi Industri Pariwisata pada 5 KSPN di NTT
12
Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
24
Gambar Boks 3.1 Formasi Tari Tebe Dilihat dari Ketinggian
39
Gambar Boks 3.2 Sanksi atas Penggunaan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia
39
Gambar Boks 4.1. Bank dan Agen yang sudah menyalurkan LKD di Provinsi NTT
42
Gambar 5.1 IPM Kabupaten/Kota di NTT
54
Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan November 2015
55
Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Desember 2015
55
Gambar Boks 5.1. Pembukaan Sosialisasi Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja
59
Gambar Boks 5.2. Penjabaran Empat Pedoman Kerja PPK BI-Polda NTT
59
xii
Triwulan III 2015
Ringkasan Umum EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan III-2015 tumbuh sebesar 5,11% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,03% (yoy). Angka pertumbuhan pada triwulan III 2015 ini masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tumbuh hanya sebesar 4,73% (yoy). Sementara itu pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami peningkatan. Jika pada triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi tercatat 4,24% (qtq), maka pada triwulan laporan, perekonomian tumbuh mencapai angka 5,65% (qtq). Peningkatan perekonomian terutama didorong oleh kenaikan investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Di sisi lain kinerja konsumsi rumah tangga masih menunjukkan angka positif walaupun melambat, sementara konsumsi pemerintah menunjukkan penurunan. Selanjutnya, perlambatan impor antar daerah juga turut berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2015. Dari sisi sektoral, semua sektor mengalami pertumbuhan. Dari sektor Administrasi Pemerintahan adanya gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil mendorong peningkatan kinerja sektor administrasi pemerintah, sektor perdagangan besar dan eceran terpacu oleh adanya musim liburan sekolah, masa ajaran baru dan libur Idul Fitri, sementara sektor konstruksi terbantu oleh peningkatan investasi pemerintah melalui pembangunan jalan, rehabilitasi bandara, rehabilitasi pelabuhan, gedung pemerintahan dan jaringan irigasi.
INFLASI REGIONAL Pada triwulan III 2015, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih mengalami inflasi walaupun tidak sebesar inflasi di triwulan sebelumnya. Puncak inflasi di Provinsi NTT terjadi pada bulan Juli 2015 seiring dengan adanya libur sekolah dan perayaan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan tarif angkutan udara pada level tertinggi di tahun 2015. Pada bulan Agustus terjadi deflasi sebagai dampak dari kembali normalnya harga-harga terutama angkutan udara di Provinsi NTT. Di bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras setelah mengalami penurunan di dua bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi di Provinsi NTT mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya yang membuat selisih inflasi NTT dengan nasional semakin menyempit. Inflasi tahunan NTT pada triwulan III 2015 sebesar 6,74% (yoy), hanya sedikit lebih rendah dibanding nasional yang sebesar 6,83% (yoy). Di sepanjang tahun 2015, inflasi NTT sebesar 1,36% (ytd) masih lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 2,24% (ytd). Secara triwulanan, inflasi provinsi NTT hanya naik sebesar 0,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 1,27% (qtq). Dalam rangka perkembangan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), telah terbentuk 21 TPID yang terdiri dari 1 TPID Provinsi dan 20 TPID Kabupaten/Kota. Hingga saat ini, hanya Kab. Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kab. Malaka yang belum membentuk TPID. Sementara itu, kegiatan TPID pada triwulan III lebih difokuskan pada pengendalian inflasi komoditas selama hari raya idul fitri melalui operasi pasar dan pasar murah, serta implementasi GTCK (Gerakan Tanam Cabai di Musim Kering).
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 relatif meningkat serta pertumbuhannya masih berada di atas kinerja perbankan Nasional. Peningkatan tercermin dari beberapa indikator perbankan, diantaranya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat sebesar 18,35% (yoy), lebih tinggi dari Triwulan II sebesar 15,99% (yoy).Kredit perbankan juga tumbuh sebesar 14,33% (yoy), lebih tinggi dibanding Triwulan II yang hanya mencapai 14,20% (yoy). Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan DPK dan kredit, tingkat intermediasi perbankan juga relatif stabil yang ditandai dengan LDR sebesar 83,99% hanya sedikit meningkat dari Triwulan II 2015 yang sebesar 83,94%. Satu-satunya indikator Triwulan III 2015
xiii
perbankan yang melambat hanyalah aset perbankan di Provinsi NTT yang masih tumbuh sebesar 20,90% (yoy), namun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 24,20% (yoy). Sementara itu, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan mengalami penurunan dari 2,09% pada Triwulan II menjadi 2,00% di Triwulan III. Angka tersebut masih tetap berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL gross sebesar 5%. Perkembangan sistem pembayaran Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 masih menunjukkan peningkatan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.846,35 miliar atau meningkat 46,69% (yoy). Net outflow terutama disebabkan oleh adanya perayaan Hari Raya Idul Fitri yang membuat konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan serta meningkatnya pembayaran proyek investasi. Sementara itu, transaksi non tunai juga mengalami perkembangan positif. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan. Volume kliring di Provinsi NTT mengalami peningkatan sebesar 28,15% (yoy) dan nominal meningkat sebesar 52,03% (yoy). Sementara itu, transaksi BI-RTGS masih mengalami net-to-NTT atau transfer uang yang masuk ke dalam Provinsi NTT. Dari sisi nominal net to NTT meningkat sebesar 39,17% (yoy) atau mencapai Rp.8,02triliun, walaupun dari sisi volume mengalami penurunan sebesar 51,68% (yoy). Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mencapai 52 lembar, tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 966 lembar. Temuan uang palsu tersebut disebabkan karena semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya, serta pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian.
KEUANGAN PEMERINTAH Secara akumulatif, anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT hingga triwulan laporan mencapai Rp32,07 triliun atau meningkat Rp0,98 triliun (3,15%) dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan alokasi anggaran belanja tersebut seiring dengan telah disahkannya APBD-P di beberapa kabupaten/ kota serta peningkatan pagu belanja pemerintah pusat sebesar 30 miliar. Persentase realisasi belanja daerah di Provinsi NTT hingga triwulan III 2015 tercatat 46,8% atau sebesar Rp15,02 triliun dari total pagu anggaran belanja. Masih relatif rendahnya penyerapan anggaran belanja daerah tersebut disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain: belum terlaksananya proyek pembangunan infrastruktur daerah seperti pembangunan sejumlah rumah sakit umum di Provinsi NTT (RS Johannes, RSUD Ruteng, RSUD Kota Kupang, RSUD Atambua), pembangunan gedung tiga universitas di kota Kupang dan beberapa proyek pembangunan infrastruktur daerah yang masih dalam proses pengerjaan. Sementara itu, realisasi anggaran pendapatan daerah untuk pemerintah di provinsi NTT telah mencapai 80,90% dari rencana pendapatan APBN dan APBD tahun 2015. Realisasi pendapatan tertinggi pada Dana Alokasi Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar Rp9,38 triliun (77,96%), realisasi Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp1,69 triliun (77,04%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada triwulan III-2015 sebesar Rp1,48 triliun (70,31% ).
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Pada triwulan III 2015, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang tercermin dari data ketenagakerjaan dan kemiskinan menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan.. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Agustus 2015 adalah 3,83% (88.446 jiwa) meningkat dibandingkan Agustus 2014 sebesar 3,26%(73.210 jiwa). Angka kemiskinan hingga Maret 2015 mencapai 22,61%, meningkat dibandingkan periode September 2014 yang
xiv
Triwulan III 2015
sebesar 19,60%. Peningkatan jumlah penduduk miskin diperkirakan terjadi seiring perlambatan ekonomi Indonesia yang terjadi di Indonesia. Sementara itu, angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT pada tahun 2014 tercatat 62,26 meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 61,68 namun masih berada pada peringkat 31 dari 34 Provinsi di Indonesia.
PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-IV 2015 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Optimisme peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator survei dan liaison yang dilakukan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan berada pada rentang 5,0 – 5,4% (yoy), sehingga proyeksi pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2015 diperkirakan berada pada rentang 4,9 – 5,3 (yoy) diatas proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada rentang 4,7 – 5,1% (yoy). Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor konstruksi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT. Pertumbuhan kedua sektor tersebut diperkirakan menjadi pendorong ekonomi NTT, baik di Triwulan IV maupun secara keseluruhan pada tahun 2015. Pada triwulan IV, pertumbuhan ekonomi terbantu oleh percepatan belanja pemerintah, realisasi belanja dana desa dan realisasi proyek-proyek. Selain itu, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan seiring masa panen ke-2 untuk padi irigasi, serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor seiring perayaan natal dan tahun baru di akhir tahun juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2015 diperkirakan mengalami penurunan. Inflasi Provinsi NTT pada akhir tahun 2015 diperkirakan berada pada kisaran 3,8% - 4,1% (yoy) jauh dibawah inflasi tahun 2014 yang sebesar 7,76% (yoy). Penurunan terutama disebabkan oleh harga BBM bersubsidi yang relatif terjaga pada tahun 2015, penurunan tarif dasar listrik, penurunan harga solar serta relatif stabilnya harga bahan pangan, seperti ikan segar dan bumbu-bumbuan. Namun di sisi lain, komoditas yang masih tercatat sebagai penyumbang inflasi tahunan cukup tinggi di tahun 2015 adalah angkutan udara dan beras. Sementara itu secara triwulanan (qtq), inflasi pada triwulan IV diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan III yang disebabkan oleh momen natal dan tahun baru di akhir tahun. Kenaikan harga pangan, terutama beras, harga makanan jadi (kue) serta harga sandang akibat peningkatan permintaan di akhir tahun diperkirakan menjadi penyebab utama.
Triwulan III 2015
xv
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR I. EKONOMI MAKRO REGIONAL INDIKATOR
2014
2013
2014
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
61.325,5
68.602,6
15.818,0
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
18.272,4
20.446,9
4.855,1
Pertambangan dan Penggalian
894,2
1.070,3
Industri Pengolahan
758,8 23,6
II
2015 IV
II
II
%QTQ*
%YOY*
18.059,0
18.483,6
19,981.1
5.6%
5.1%
5.042,5
5.695,8
6,009.5
3.6%
2.0%
220,0
305,6
324,3
350.6
5.6%
6.2%
843,7
193,3
231,6
222,4
243.5
7.3%
5.1%
31,5
6,9
9,5
9,4
9.2
-3.0%
12.6%
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Pengadaan Listrik dan Gas
41,8
45,5
10,6
11,9
11,5
12.3
6.1%
1.1%
Konstruksi
6.344,8
7.096,0
1.625,3
1.907,5
1.899,0
2,051.7
6.3%
6.5%
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
6.570,5
7.285,7
1.691,3
1.893,6
1.998,3
2,151.5
6.3%
6.5%
Transportasi dan Pergudangan
3.195,3
3.566,9
808,8
974,6
955,5
1,014.8
4.3%
4.8%
367,8
422,4
95,0
116,8
116,2
127.3
6.5%
6.4%
Informasi dan Komunikasi
4.660,2
5.134,4
1.216,2
1.337,5
1.322,7
1,416.9
7.0%
7.5%
Jasa Keuangan dan Asuransi
2.389,3
2.714,9
638,3
731,9
706,4
781.3
8.7%
7.9%
Real Estate
1.705,5
1.860,9
433,3
496,4
496,0
539.7
6.1%
4.9%
188,5
210,9
49,2
55,8
57,7
61.3
4.8%
5.1%
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
7.592,1
8.392,7
1.872,0
2.278,5
2.161,9
2,461.3
9.0%
6.8%
Jasa Pendidikan
5.679,6
6.568,2
1.434,2
1.880,4
1.707,0
1,918.6
6.2%
6.0%
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1.279,7
1.414,6
309,9
394,6
393,3
413.7
0.9%
6.2%
Jasa lainnya
1.361,3
1.497,0
358,6
390,4
406,1
417.8
1.7%
3.6%
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
61.325,5
68.602,6
15.818,0
18.059,0
18.483,6
19,981.1
5.65%
5.11%
1. Konsumsi Rumah Tangga
47.277,1
51.082,8
12.403,1
13.460,9
13.758,8
14,509.5
3.7%
5.4%
1.868,3
2.323,8
572,1
580,7
603,8
671.5
11.0%
17.5%
3. Konsumsi Pemerintah
16.400,3
21.055,6
2.532,0
5.676,7
4.922,3
7,692.3
16.5%
-11.1%
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
20.620,3
26.393,0
6.076,8
8.070,4
7.841,7
9,006.1
8.9%
16.1%
5. Perubahan Inventori
1.094,3
994,3
167,8
277,4
149,7
417.2
166.7%
45.6%
6. Ekspor Luar Negeri
1.196,3
1.382,3
309,1
391,7
379,2
506.8
38.4%
38.4%
923,5
1.103,2
121,7
452,1
141,5
57.1
-62.2%
-75.9%
-26.207,7
-33.526,0
-6.121,2
-9.946,7
-9.030,4
-12,765.1
15.5%
7.3%
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
21.613
18.410
4.820
4.722
6.595
6,249
-5.5%
38.1%
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
52.373
61.410
18.179
13.620
17.277
27,364
57.7%
58.4%
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
15.437
26.013
10.011
11.736
3.653
93
-97.5%
-94.8%
Volume Impor Nonmigas (ton)
48.712
76.708
1.068
10.626
1.503
511
-66.0%
-97.4%
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Jasa Perusahaan
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
7. Impor Luar Negeri 8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) Data Ekspor Impor di Provinsi NTT Ekspor
Impor
Dalam Rp Miliar *) Pertumbuhan Triwulan II 2015 dibandingkan Triwulan I 2015 **) Pertumbuhan Triwulan II 2015 dibandingkan Triwulan II 2014 ***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
II. INFLASI Indikator
2013
2014
2015
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
NTT
104.41
104.78
108.66
110.58
112.52
113.27
113,15
119,15
118.59
120,07
120.78
- Kota Kupang
104.56
104.91
108.85
110.84
112.91
113.63
113,50
120,06
119.47
121,09
121.54
- Maumere
103.39
103.96
107.42
108.85
110.00
110.93
110,85
113,20
112.81
113,42
115.77
NTT
7.11
5.26
8.29
8.41
7.78
8.10
4,13
7,76
5.39
6,01
6.74
- Kota Kupang
7.06
5.56
8.88
8.84
7.99
8.31
4,27
8,32
5.81
6,57
7.08
- Maumere
7.38
3.73
5.32
6.24
6.39
6.70
3,19
4,00
2.55
2,24
4.44
Indeks Harga Konsumen
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
Triwulan III 2015
xvii
III. PERBANKAN INDIKATOR
2013
2013
2014
I
2014
2015
II
III
IV
I
II
III
IV
II
III
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset
22,434
25,600
21,017
21,291
22,055
22,434
23,316
26,398
27,114
25,600
29,877
32,778
32,750
2. DPK
16,402
18,571
15,351
15,836
15,923
16,402
17,078
18,791
19,092
18,571
19,798
21,764
22,568
- Giro
2,917
3,717
3,781
3,999
3,903
2,917
4,137
5,516
5,091
3,717
5,474
6,379
6,647
- Tabungan
9,933
10,385
7,575
7,751
8,029
9,933
8,577
8,568
9,041
10,385
9,092
9,149
9,704
- Deposito
3,552
4,469
3,995
4,087
3,990
3,552
4,363
4,707
4,960
4,469
5,232
6,236
6,217
15,624
17,759
13,546
14,528
15,276
15,624
15,756
16,652
17,220
17,759
16,907
17,845
18,552
- Investasi
4,447
5,316
3,480
3,949
4,269
4,447
4,439
4,881
5,122
5,316
5,011
5,392
5,618
- Modal Kerja
1,412
1,537
1,141
1,270
1,358
1,412
1,344
1,444
1,444
1,537
1,260
1,303
1,286
- Konsumsi
9,765
10,905
8,925
9,309
9,649
9,765
9,972
10,326
10,654
10,905
10,636
11,150
11,648
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
14,918
17,094
12,844
13,862
14,568
14,918
15,071
15,947
16,532
17,094
17,226
18,198
18,897
- Investasi
4,340
5,252
3,439
3,889
4,172
4,340
4,322
4,742
5,008
5,252
5,218
5,626
5,848
- Modal Kerja
1,150
1,309
831
1,008
1,095
1,150
1,115
1,201
1,235
1,309
1,318
1,359
1,338
- Konsumsi
9,427
10,534
8,574
8,965
9,301
9,427
9,634
10,004
10,289
10,534
10,690
11,212
11,710
91.0%
92.0%
83.7%
87.5%
91.5%
91.0%
88.3%
84.9%
86.6%
92.0%
87.0%
83.6%
83.7%
4,007
5,162
3,294
3,741
3,889
4,007
4,185
4,753
5,000
5,162
5,234
5,611
5,996
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%) Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain). Total Aset
337
415
254
263
303
337
343
355
374
415
437
454
482
Dana Pihak Ketiga
248
309
182
184
211
248
250
257
275
309
311
331
353
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
256
319
181
212
242
256
270
294
306
319
330
349
354
84.3%
79.4%
81.4%
84.6%
83.9%
84.3%
82.6%
85.6%
84.1%
79.40%
80.5%
82.4%
80.5%
1. Total Aset
22,771
26,016
21,271
21,555
22,357
22,771
23,660
26,753
27,487
26,016
30,314
33,232
33,232
2. Dana Pihak Ketiga
16,649
18,880
15,533
16,020
16,134
16,649
17,328
19,048
19,367
18,880
20,109
22,095
22,921
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
15,174
17,413
13,025
14,074
14,810
15,174
15,341
16,241
16,838
17,413
17,556
18,547
19,250
1. Total Aset (%)
1.5%
1.6%
1.2%
1.2%
1.4%
1.5%
1.5%
1.3%
1.4%
1.6%
1.4%
1.4%
1.4%
2. Dana Pihak Ketiga (%)
1.5%
1.6%
1.2%
1.1%
1.3%
1.5%
1.4%
1.4%
1.4%
1.6%
1.5%
1.5%
1.5%
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
1.7%
1.8%
1.4%
1.5%
1.6%
1.7%
1.8%
1.8%
1.8%
1.8%
1.9%
1.9%
1.8%
LDR (%) C. Grand Total (A+B)
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
IV. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR
2013
2014
2013 I
II
2014 III
IV
2015
I
II
III
IV
II
III
Inflow (Rp. Triliun)
3.2
3.4
1.4
0.6
0.8
0.4
1.4
0.7
0.8
0.5
1.8
0,5
0.8
Outflow (Rp. Triliun)
4.7
4.6
0.4
1.0
1.4
1.9
0.3
0.8
1.3
2.1
0.4
0,9
1.7
Uang Palsu (lembar)
37
72
8
7
15
7
14
11
39
8
27
22
52
80.03
93
13.31
22.75
17.78
26.20
14.18
13.05
29.84
35.63
34.61
43,75
41.55
29,516
33,747
5,687
6,142
8,209
9,478
7,809
7,868
8,776
9,294
5,984
6.086
5,877
91
89
22.69
21.88
20.72
25.50
17.19
20.60
24.09
26.83
31.69
40,04
33.54
46,994
42,931
9,704
9,333
12,630
15,327
10,696
10,475
10,707
11,053
6,013
6567
6,812
Transaksi Non Tunai BI-RTGS To NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) From NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) Net To-From NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
-11
4
-9.38
0.87
-2.94
0.70
-3.00
-7.54
5.75
8.80
2.92
-3,71
8.02
-17,478
-9,184
-4,017
-3,191
-4,421
-5,849
-2,887
-2,607
-1,931
-1,759
-29
481
-935
3.13
3.79
0.66
0.70
0.81
0.96
0.84
0.85
0.91
1.19
0.99
0,93
1.38
139,007 152,284
31,839
32,715
34,848
39,605
34,677
36,188
37,809
43,610
39,971 40.708
48,453
213
251
228
256
179
175
276
267
Kliring Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) Cek/BG Kosong
xviii
Triwulan III 2015
948
897
300
254
342
01
Ekonomi Makro Regional
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III mengalami kenaikan seiring dengan peningkatan investasi pemerintah dan swasta. Dari sisi sektoral, peningkatan terutama didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta sektor Konstruksi.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT mencapai 5,11% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya sebesar 5,03% (yoy) dan nasional sebesar 4,73% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi NTT mencapai 5,65% (qtq) terutama didorong oleh peningkatan sektor Administrasi Pemerintahan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.1 KONDISI UMUM Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan III menunjukkan adanya akselerasi pertumbuhan. Ekonomi mengalami peningkatan hingga 5,11% (yoy), tumbuh dibanding triwulan II 2015 yang sebesar 5,03% (yoy). Dari sisi penggunaan, peningkatan investasi/ Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi. Peningkatan Investasi/PMTB tercermin dari peningkatan belanja modal pemerintah guna pembangunan sarana jalan, saluran irigasi, dan sarana prasarana publik lainnya. Dari sisi sektoral, perkembangan sektor administrasi pemerintahan pertahanan dan jaminan sosial wajib terdorong oleh realisasi gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil. Sementara perkembangan sektor konstruksi sejalan dengan peningkatan investasi/PMTB melalui pembangunan berbagai infrastruktur publik dan swasta. Realisasi belanja pemerintah yang masih cukup rendah dan tingginya ketergantungan NTT terhadap impor dari daerah lain menjadi beberapa permasalahan pengembangan ekonomi di Provinsi NTT. Sampai akhir triwulan III 2015, realisasi anggaran pemerintah di NTT (APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota) tercatat masih cukup rendah, yaitu sebesar 46,84% (Rp 15,02 triliun dari total pagu anggaran 2015 sebesar Rp 32,06 triliun). Rendahnya realisasi juga terjadi pada belanja modal sebagai pendorong pembangunan infrastruktur publik yang dapat mengakselerasi kegiatan perekonomian dan sosial di NTT. Tercatat realisasi belanja modal hingga akhir triwulan III baru mencapai 29,74%. Beberapa faktor yang menghambat diantaranya: 1) keterlambatan proses lelang, 2) Penyesuaian pada aplikasi termin dan penerapan Perpres baru, 3) Kendala penguasaan teknis administrasi di tingkat desa yang masih rendah (untuk dana desa) hingga 4) keengganan pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selain pemasalahan teknis, beberapa permasalahan di tingkat pelaksanaan pengerjaan proyek juga teridentifikasi, diantaranya: 1) Proses pelengkapan administrasi (Masterplan dan Amdal) yang cukup lama, serta 2) pemasalahan sengketa lahan. Dari sisi impor antar daerah, masih terbatasnya produk-produk industri pengolahan di NTT menjadi penyebab utama. Oleh karena itu, usaha pemerintah dan BUMN (PT. Semen Kupang dan PT. Semen Indonesia) untuk membangun pabrik Semen Kupang Tiga dengan kapasitas produksi 1,5 juta ton/tahun perlu diapresiasi. Selain itu, beberapa potensi pengembangan industri lainnya, diantaranya adalah pabrik pengolahan garam di Kab. Kupang dan Nagekeo, serta pengembangan kawasan industri Bolok sebagai sentra industri. Di sisi lain, beberapa hal yang perlu dilakukan untuk pengembangan perekonomian di NTT diantaranya: 1) perbaikan infrastruktur yang perlu terus dilakukan. Permasalahan infrastruktur dan konektivitas membuat NTT menjadi salah satu daerah dengan biaya hidup yang tinggi, karena tingginya biaya distribusi barang dari satu daerah ke daerah lain, 2) Pengembangan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta 3) Pengembangan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) guna membuka lapangan usaha baru di Provinsi NTT. Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional 20
19,98
triliun
Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional 6,50
18,48
19
2.982,6
PDRB ADHB (triliun)
45,39
18
26.12
6,00
17
19,98
16
27,68
5,50 5,11
15 14
5,00
NTT
NTB
BALI
NAS
9.86
13 4,47
12
4,50
5.65 3.21
11 10 I
II
III
IV
2013 PDRB NTT (TRILIUN)
Sumber: BPS, diolah
I
II
III 2014
NTT (%YOY)
IV
I
II 2015
III
3.00
4.73
5.11
NAS
NTT
6.29
4,00
NAS
NTT
NTB
QTQ
NASIONAL (%YOY)
BALI
NTB
BALI
YOY
Sumber: BPS, diolah
Triwulan III 2015
01
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan III 2015 mencapai 5,11% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,73% (yoy). Peningkatan investasi dan PMTB serta realisasi gaji ke-13 menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi. Total PDRB NTT pada triwulan III mencapai Rp 19,98 triliun. Sementara di tingkat nasional, perbaikan terutama ditunjang oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah. Apabila dibandingkan dengan daerah di koridor Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra) lainnya, pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan III tercatat masih yang terendah. Struktur ekonomi NTT yang mayoritas masih mengandalkan pertanian konvensional, serta terbatasnya industri menjadi faktor penghambat akselerasi perekonomian di NTT. Ketergantungan impor yang tinggi seiring terbatasnya produk asli lokal dan dibarengi kebutuhan yang tinggi dari >5 juta penduduk NTT (terbanyak ke-2 di Kawasan Timur Indonesia, dibawah Sulawesi Selatan) juga turut menjadi penghambat. Pertumbuhan ekonomi tertinggi di koridor Balinusra berada di Provinsi NTB sebesar 26,12% (yoy) yang terutama masih disebabkan oleh peningkatan produksi pertambangan bijih logam oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) seiring adanya relaksasi ekspor oleh Pemerintah pusat. Sementara, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan III tercatat sebesar 6,29% (yoy) yang terutama bersumber dari peningkatan konsumsi rumah tangga yang tercermin dari pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran (8,86%-yoy), selain itu dorongan juga berasal dari peningkatan investasi/PMTB. Di sisi lain, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebagai sektor utama di Bali cenderung melambat dengan pertumbuhan sebesar 5,35% (yoy). Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT Masih di bawah Prov NTB, namun berada di atas Prov Bali. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan III 2015 sebesar 5,65% (qtq), masih dibawah pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB yang sebesar 9,86% (qtq), namun masih diatas Provinsi Bali yang sebesar 3,00% (qtq). Dorongan perekonomian NTB terutama berasal dari sektor industri pengolahan seiring peningkatan produksi industri pengolahan tembakau. Sementara pertumbuhan ekonomi NTT lebih disebabkan olah sektor Administrasi Pemerintahan seiring adanya realisasi gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil.
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN Secara tahunan, kinerja investasi/PMTB menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi triwulan III. Pertumbuhan investasi/PMTB yang mencapai 16,05% (yoy) mampu menjadi pendorong kinerja perekonomian secara keseluruhan. Sementara itu, kinerja konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,44% (yoy) yang menunjukkan masih cukup baiknya daya beli masyarakat di NTT. Di sisi lain, kinerja konsumsi pemerintah mengalami penurunan sebesar 11,13% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, sebagai imbal balik dari peningkatan investasi dan masih terbatasnya produksi lokal di NTT, terjadi peningkatan impor antar daerah sebesar 7,33% (yoy). Secara triwulanan, kinerja perekonomian NTT mengalami peningkatan sebesar 5,65%(qtq). Peningkatan pertumbuhan ekonomi secara triwulan disebabkan oleh peningkatan konsumsi pemerintah sebesar 16,51% (qtq) yang terutama didorong oleh realisasi gaji ke-13 PNS, peningkatan realisasi belanja barang dan jasa, serta belanja hibah (dana desa). Peningkatan juga didorong oleh kenaikan investasi/PMTB sebesar 8,89% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan-II yang sebesar 4,81% (qtq).
02
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan III 2015 2014
YOY
URAIAN
2015
yoy
qtq
Bobot
ctc
2013
2014
III
II
III
47,368,797
51.246.857
13,232,334
13,879,267
14,509,504
72.6
3.67
5.44
5.86
1,868,305
2.323.762
548,673
603,754
671,518
3.4
10.96
17.51
-0.83
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
16,889,933
19.250.737
7,932,731
6,485,299
7,692,259
38.5
16.51
-11.13
-2.63
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
20,586,330
26.336.089
6,890,180
7,841,736
9,006,069
45.1
8.89
16.05
19.57 -16.91
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PERUBAHAN INVENTORI
946,724
2.934.161
296,758
149,693
417,152
2.1
166.66
45.60
EKSPOR LUAR NEGERI
1,196,294
1.453.489
383,471
379,197
506,776
2.5
38.45
38.40
30.97
IMPOR LUAR NEGERI
3,733,059
645.729
211,016
141,513
57,095
0.3
-62.21
-75.86
-64.29
(23,797,857)
(34.296.733)
(10,996,237)
(10,639,850)
(12,765,116)
-63.9
15.51
7.33
15.45
61,325,467
68.602.633
18,076,895
18,557,582
19,981,066
100.0
5.65
5.11
4.96
NET EKSPOR ANTAR DAERAH PDRB Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
1.2.1 Konsumsi Pengeluaran konsumsi pada triwulan III menunjukkan sedikit peningkatan sebesar 0,57% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014. Peningkatan terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring libur sekolah dan idul fitri, gaji ke-13 PNS serta mulai berjalannya proyek-proyek pemerintah. Peningkatan konsumsi rumah tangga terlihat dari indeks riil penjualan eceran yang mengalami peningkatan. Berdasarkan rincian komoditas, mayoritas komoditas juga menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan penjualan. Peningkatan tertinggi terutama berasal dari komoditas pakaian dan perlengkapannya. Musim liburan sekolah dan libur Idul Fitri diperkirakan menjadi pendorong meningkatnya penjualan komoditas tersebut. Grafik 1.4. Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
Grafik 1.3. Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan III 2015 160,00
30,00%
140,00
25,00% 20,00%
120,00
60%
MAKANAN DAN TEMBAKAU PAKAIAN DAN PERLENGKAPANNYA BAHAN BAKAR TOTAL
15,00%
100,00
10,00%
80,00
5,00%
60,00
0,00% -5,00%
40,00
-10,00%
20,00 -
BAHAN KONSTRUKSI SUKU CADANG PERLENGKAPAN RUMAH TANGGA BARANG KERAJINAN
80%
-15,00%
I
II
III
IV
I
II
2013 IRPE
III 2014
IRPE (QTQ)
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
IV
I
II 2015
CRT PDRB (QTQ)
III
40% 20% 0% -20%
-20,00% -40%
I
II
-60%
III 2014
IV
I
II
III
2015
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
Peningkatan konsumsi masyarakat juga telihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menunjukkan peningkatan. Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan peningkatan yang terlihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang mengalami kenaikan. Sementara, untuk konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan III 2015 mengalami penurunan sebesar -5,73% (qtq) apabila dibandingkan triwulan II namun bila dibandingkan periode yang sama tahun 2014 mengalami peningkatan cukup tinggi sebesar 13,62% (yoy). Penurunan konsumsi listrik secara triwulanan diperkirakan lebih terjadi karena masalah teknis, yaitu pemeliharaan PLTU Bolok pada awal bulan Juli dan musibah terbakarnya PLTU Bolok pada pertengahan Agustus, sehingga berdampak pada berkurangnya kapasitas listrik yang dapat dialirkan kepada masyarakat. Di sisi lain, Indeks Kegiatan Usaha dari hasil Survei Bank Indonesia menunjukkan adanya penurunan namun masih dalam batasan positif, sehingga mendukung adanya pertumbuhan yang masih tetap terjadi. Sementara itu, Penyaluran kredit konsumsi secara triwulanan masih tumbuh positif sebesar 4,4% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar 13,8% (yoy). Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) menunjukkan adanya peningkatan yang cukup tinggi sebesar 17,51% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 (8,64%yoy). Peningkatan konsumsi lembaga non profit diperkirakan terjadi seiring makin dekatnya penyelenggaraan pilkada serentak pada 9 Kabupaten di Provinsi NTT (Kab. Ngada, Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Malaka, Kab. Timor Tengah Utara (TTU), Kab. Sabu Raijua dan Kab. Belu).
Triwulan III 2015
03
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 1.6. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen
115
indeks
110
140000
30%
120000
25% 20%
100000
105
15%
80000
100
10% 60000
95 90
40000
85
20000
80
5% 0% -5%
0
I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
2014
ITK
II
-10%
III
I
III
IV
I
2012
2015
PENDAPATAN RT
II
PROYEKSI ITK
II
III
I
II
III
IV
I
2014
II
III
2015
GROWTH (QTQ)
KONSUMSI (RIBU KWH)
Sumber : BPS, diolah
IV
2013
GROWTH (YOY)
Sumber : PT PLN, diolah
Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi
60
14.00
50
triliun
25,0%
12.00 40
20,0%
10.00
30
8.00
15,0%
20
6.00
10,0%
10
4.00
-10 -20
5,0%
2.00
0 I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
I
II
III
0,0%
0.00
I
2015
II
III
IV
2013
I
II
III 2014
IV
I
II
II
2015
-30 KEGIATAN USAHA
HARGA JUAL
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
TENAGA KERJA
KONSUMSI
KONSUMSI (YOY)
KONSUMSI (QTQ)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Secara tahunan, konsumsi pemerintah menunjukkan adanya penurunan sebesar -11,13% (yoy) pada triwulan III 2015. Namun secara triwulan mengalami peningkatan sebesar 16,51% (qtq). Penurunan secara tahunan tersebut cukup kontradiktif dengan peningkatan pada 17 sektor dalam perhitungan PDRB. Secara nominal (ADHB), belanja konsumsi pemerintah hingga triwulan III 2015 mengalami kenaikan hingga lebih dari dua triliun rupiah. Namun demikian, besarnya deflator 1 PDRB untuk konsumsi pemerintah membuat pertumbuhan ekonomi atas pengeluaran pemerintah mengalami penurunan. Rendahnya belanja konsumsi terutama terjadi pada realisasi belanja barang dan jasa (37,27% dari pagu) serta realisasi belanja bantuan sosial (39,10% dari pagu). Namun, penurunan konsumsi pemerintah dapat tertahan oleh peningkatan belanja pegawai melalui realisasi gaji ke-13 pada bulan Juli.
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Pertumbuhan investasi di Provinsi NTT pada triwulan III-2015 mengalami kenaikan cukup tinggi sebesar 16,05% (yoy). Kenaikan investasi diperkirakan berasal dari kegiatan investasi pemerintah yang meningkat, walaupun realisasi belanja modal pemerintah baru mencapai 29,74%. Beberapa proyek APBN yang sudah mulai dijalankan diantaranya pembangunan dan rehabilitasi sumber daya air, pembangunan/pelebaran Jalan di Kawasan Strategis, Perbatasan, Wilayah Terluar dan Terdepan, pengembangan pelabuhan dan dermaga, pengembangan 14 bandara, pengembangan jaringan distribusi listrik, serta pengembangan fasilitasi pendidikan tinggi. Selain itu, pengembangan investasi juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui pembangunan kantor pemerintahan yang baru. Di akhir tahun 2015, telah direncanakan pula tahap awal pembangunan (groundbreaking) bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu. Di sisi lain, realisasi belanja modal yang belum optimal masih menjadi hambatan dalam pengembangan investasi pemerintah. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi terutama berupa kendala administrasi dan SDM, 1. Kenaikan satuan harga pada PDRB
04
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
seperti keterlambatan proses lelang dan penerapan Perpres yang baru, serta kendala di lapangan, seperti permasalahan lahan. Permasalahan hukum yang menjerat beberapa pejabat di tataran pemerintah juga menyebabkan adanya keengganan untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sehingga menghambat proses lelang. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai prosedur lelang dan pengawasan serta advisory yang baik dari pimpinan satker perlu untuk ditingkatkan. Selain proyek pemerintah, beberapa proyek swasta juga sudah dilaksanakan pada triwulan III tahun 2015. Proyek-proyek yang dikembangankan oleh pihak swasta, diantaranya adalah pembangunan Base Transceiver Station (BTS) oleh PT. Telkomsel (Persero) di wilayah perbatasan, pembangunan infrastuktur kelistrikan yang terus dilakukan oleh PT. PLN (Persero), serta pembangunan beberapa hotel baru, seperti di Kota Kupang. Peningkatan investasi juga terlihat dari data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen. Berdasarkan data BKPM, pada triwulan III 2015 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 21,9 juta atau meningkat 630,2% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2014. Peningkatan juga terlihat dari indikator penjualan semen yang mengalami peningkatan sebesar 11,4% (qtq). Grafik 1.9. Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
Grafik 1.10. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
25 20
700%
300,00
600%
250,00
50,0% 40,0% 30,0%
500% 400%
15
300% 200%
10
100% 0%
5
200,00
20,0%
150,00
10,0% 0,0%
100,00
-10,0% 50,00
-100%
-20,0%
-
-30,0%
-200%
0
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
2013
2014
PROYEK PMA (JUTA US$) PMA (%YOY)
PROYEK PMDN (MILIAR RP) PMDN (%YOY)
II 2015
I
III
II
III
IV
I
II
2013
IV
I
2014 RIBU TON
Sumber : BKPM, diolah
III
YOY
II
III
2015 QTQ
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Dari data sistem pembayaran nontunai juga terlihat adanya peningkatan uang masuk ke NTT. Data Real-Time Gross Settlement (RTGS) menunjukkan adanya net to NTT sebesar Rp 8,01 triliun atau meningkat 39,42% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 16,9% (yoy) dan kredit investasi sebesar 8,2% (yoy) cenderung lebih lambat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Namun dengan angka pertumbuhan yang masih cukup tinggi menunjukkan adanya perkembangan kegiatan investasi di NTT yang cukup baik. Sedangkan rendahnya pertumbuhan kredit investasi kemungkinan besar disebabkan oleh tingginya bunga kredit investasi, sehingga debitur memilih meminjam menggunakan pilihan kredit yang lain. Grafik 1.11. Realisasi Dana Masuk/ Keluar Provinsi NTT dalam RTGS 50
Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
triliun 7,00
40
6,00
30
5,00
triliun
60,0% 50,0% 40,0%
4,00 30,0%
20
3,00
10
20,0%
2,00
10,0%
1,00
I
II
(10) (20)
Sumber : Bank Indonesia, diolah
III
IV
I
II
II
0,00
0,0% I
2014 RTGS OUT
2015 RTGS IN
NET RTGS
II
III
IV
I
2013 MODAL KERJA
II
III
IV
2014 INVESTASI
MODAL KERJA (YOY)
I
II
III
2015 INVESTASI (YOY)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Triwulan III 2015
05
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.2.3 Ekspor – Impor 1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari perkembangan aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Pada triwulan III, net impor antar daerah di Provinsi NTT tumbuh sebesar 15,51% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya atau tumbuh sebesar 7,33% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Apabila dilihat dari bongkar muat peti kemas, terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar 4,3% (yoy), namun secara triwulanan mengalami penurunan sebesar -19,6% (qtq). Di sisi lain, bongkar muat curah masih menunjukkan defisit masuk barang ke NTT yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi di NTT berkorelasi postif dengan pasokan barang dari daerah lain. Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber daya pangan di NTT menyebabkan ketergantungan dengan daerah lain masih tinggi. Grafik 1.13. Perkembangan Peti Kemas 30.000
Grafik 1.14. Aktivitas Bongkar Muat
Teus
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% -40%
25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 I
II
III
IV
I
2013 TEUS
II
III
IV
2014 PERTUMBUHAN (% YOY)
I
II
III
Ton
80.000
100% 80%
60.000
60% 40.000
40%
20.000
20% 0%
0 I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
-20%
-20.000 2013
2014
2015
-40%
-40.000
-60%
-60.000
-80%
-80.000
-100%
2015 PERTUMBUHAN (% QTQ)
Sumber : Pelindo III, diolah
BONGKAR
MUAT
NET
NET UNLOADING (% YOY)
Sumber : Pelindo III, diolah
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor bersih Provinsi NTT pada triwulan III masih mengikuti perkembangan triwulan sebelumnya yang meningkat. Peningkatan net ekspor NTT mencapai 292,3% (yoy) pada triwulan III yang disebabkan oleh nilai ekspor yang meningkat tinggi dan dibarengi dengan impor yang menurun. Ekspor NTT pada triwulan III bernilai US$ 6,24 juta dengan tujuan utama ekspor adalah Timor Leste. Komoditas utama ekspor adalah semen dan kendaraan bermotor roda 4 dan lebih, sementara ekspor dari sektor pertanian terutama ikan tuna/tongkol. Sementara itu, impor NTT pada triwulan III hanya sebesar US$ 92.581 dengan komoditas impor utama adalah kopi serta buah/sayur olahan yang berasal dari Timor Leste.
Grafik 1.15. Ekspor Impor Antar Negara 13
Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor NTT 10,00
Juta USD
8,00
9
7,00
7
6,00
5
5,00
3
4,00 3,00
1 -1
Juta USD
9,00
11
2,00 2013
2014
2015
-3
1,00 0,00
I
-5
II
EKSPOR
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
06
III
IV
I
2012
-7
Triwulan III 2015
IMPOR
NET EKSPOR
USA
II
III
IV
I
2013 THAILAND
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
INDIA
II
III
2014 JAPAN
RRC
IV
I
II 2015
TIMOR LESTE
III
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2015 didorong oleh adanya realisasi gaji ke-13 PNS, peningkatan belanja masyarakat seiring libur sekolah, idul fitri dan tibanya musim ajaran baru, serta peningkatan kegiatan konstruksi di NTT. Secara tahunan, semua sektor mengalami pertumbuhan pada triwulan III 2015 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi pada tahun 2015. Sementara pada periode triwulanan, hanya sektor pengadaaan listrik dan gas yang mengalami penurunan. Permasalahan operasional PLTU Bolok yang sempat terhambat seiring pemeliharaan dan musibah kebakaran yang terjadi diperkirakan menjadi penyebab utama. Tabel1.2.PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III 2015
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2014
YOY
URAIAN
2015
2013
2014
III
II
III
Bobot
qtq
yoy
ctc
18.272.369
20,446,913
5,429,343
5,696,653
6,009,484
30.1
3.58
2.04
2.70
B Pertambangan dan Penggalian
894.152
1,070,349
279,999
324,312
350,556
1.8
5.64
6.21
5.67
C Industri Pengolahan
758.818
843,708
218,019
222,408
243,493
1.2
7.25
5.10
5.10
23.603
31,539
7,437
9,348
9,187
0.0
-3.03
12.56
13.05
D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
41.818
45,529
12,009
11,494
12,347
0.1
6.14
1.08
2.64
F Konstruksi
6.344.808
7,095,979
1,851,177
1,899,771
2,051,698
10.3
6.30
6.53
4.30
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
6.570.524
7,285,709
1,914,901
1,998,350
2,151,550
10.8
6.32
6.51
6.13
H Transportasi dan Pergudangan
3.195.325
3,566,950
922,291
955,527
1,014,761
5.1
4.28
4.85
5.64
367.820
422,443
109,450
117,133
127,264
0.6
6.50
6.35
5.28
J Informasi dan Komunikasi
4.660.243
5,134,426
1,326,414
1,321,882
1,416,921
7.1
7.00
7.52
6.96
K Jasa Keuangan dan Asuransi
2.389.329
2,714,850
682,434
708,643
781,252
3.9
8.75
7.93
5.70
L Real Estate
1.705.495
1,860,878
481,490
499,416
539,727
2.7
6.08
4.90
3.86
188.487
210,879
54,621
57,442
61,340
0.3
4.83
5.13
4.50
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
7.592.137
8,392,732
2,301,375
2,193,833
2,461,309
12.3
8.98
6.79
6.82
P Jasa Pendidikan
5.679.554
6,568,193
1,734,950
1,737,853
1,918,599
9.6
6.21
6.04
6.87
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1.279.704
1,414,584
370,178
397,896
413,749
2.1
0.86
6.23
5.81
1.361.281
1,496,973
380,809
405,622
417,829
2.1
1.70
3.65
3.85
61.325.467
68,602,633
18,076,895
18,557,582
19,981,066
100.0
5.65
5.11
4.96
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
M,N Jasa Perusahaan
R,S,T,U Jasa lainnya PDRB Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Sektor sektor pertanian masih mengalami pertumbuhan walaupun melambat dibandingkan periode yang sama tahun 2014 maupun triwulan-II 2015. Sektor pertanian pada triwulan III 2015 mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 2,04% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebesar 4,58% (yoy) dan triwulan-II 2015 sebesar 3,02% (yoy). Peningkatan terutama diperkirakan berasal dari komoditas ternak seiring tingginya kebutuhan dari daerah lain untuk perayaan Idul Adha. Selain itu, beberapa komoditas perkebunan yang sudah mulai panen, seperti jambu mete, asam, kopi dan kakao juga menjadi pendorong. Komoditas perikanan juga diperkirakan menjadi pendorong, hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai ekspor ikan, terutama tuna/tongkol ke luar negeri yang meningkat sebesar 244,7% (yoy). Sementara komoditas padi diperkirakan menurun seiring belum tibanya musim panen ke-2. Di sisi lain, dampak El-Nino diperkirakan tidak akan begitu besar bagi produksi komoditas pertanian, terutama padi. Dari data Dinas Pertanian, kerusakan lahan baik dari El Nino, serangan hama dan bencana banjir hanya mencapai 2.988,13 ha dari total luas tanam padi sebesar 36.402,43 ha. Hal ini juga dikonfirmasi dengan Angka Ramalan-II BPS yang menyebutkan adanya peningkatan produksi padi sebesar 14,2% pada tahun 2015. Peningkatan diperkirakan turut ditunjang oleh adanya bantuan Pemerintah melalui anggaran upaya khusus APBN sebanyak Rp 319 miliar guna perbaikan jaringan irigasi, pembelian traktor, combine harvester, benih, pupuk dan sarana produksi lainnya. Pertumbuhan sektor pertanian juga terkonfirmasi dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP) dan pengiriman ternak. Indikator nilai tukar petani pada triwulan III menunjukkan peningkatan sebesar 102,2 yang terutama ditunjang oleh petani di subsektor peternakan dan palawija. Sementara itu, trafik pengiriman ternak dari NTT juga mengalami kenaikan hingga 50,2% (yoy) atau 9.872 ekor pada triwulan III. Diperkirakan peningkatan kebutuhan sapi menjelang perayaan Idul Adha di luar NTT menjadi penyebab utama.
Triwulan III 2015
07
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 1.18. Pengiriman Ternak (yoy)
Grafik 1.17. Perkembangan Nilai Tukar Petani 180
104
160
103
140
102
12000
120
101
10000
100
100
8000
50%
80
99
6000
60
98
0%
97
20
96
2000
95
0
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013 IT
II
III
IV
I
2014
IB
II
100%
4000
40 0
150%
14000
-50% -100% I
III
II
III
IV
I
II
2013
2015
Sumber : BPS, diolah
IV
I
2014
PENGIRIMAN TERNAK
NTP - AXIS KANAN
III
II
III
2015
BONGKAR
PERT (%YOY)
PERT (%QTQ)
Sumber : PT Pelindo III, diolah
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian menunjukkan adanya perlambatan kegiatan usaha pada triwulan III 2015. Hal ini terlihat dari adanya penurunan nilai indeks kegiatan usaha dan tenaga kerja. Sementara itu, indeks harga jual justru mengalami kenaikan. Hasil produksi yang masih terbatas, terutama paska panen untuk komoditas padi menyebabkan melambatnya indeks kegiatan usaha dan tenaga kerja. Sementara indeks harga jual yang tinggi disebabkan oleh kenaikan harga akibat produksi yang masih terbatas. Dari sisi pembiayaan, kredit pertanian menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 13,6% (yoy) pada triwulan III -2015 dan cenderung melambat dibandingkan periode yang sama tahun 2014. Grafik 1.19. Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.20. Perkembangan Kredit Pertanian
30,0
250
20,0
200
10,0
150
700%
Milyar Rp
600% 400%
0,0
300% 200%
100 I
-10,0
500%
II
III
IV
2013
I
II
III
IV
I
2014
II 2015
100%
III
0%
50
-100% -20,0
-200%
0 I
-30,0 -40,0
II
III
IV
I
2013 KEGIATAN USAHA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
HARGA JUAL
TENAGA KERJA
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
II
III
IV
2014 PERTANIAN (%YOY)
I
II
III
2015 PERTANIAN (%QTQ)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Beberapa permasalahan yang dapat menghambat perkembangan sektor pertanian terutama berasal dari keterbatasan sarana dan proses produksi. Dari subsektor perikanan, keterbatasan sarana melaut yang masih menggunakan kapal ukuran kecil, serta sarana cold storage menjadi hambatan. Dari subsektor peternakan, prosedur kuota pengiriman sapi dan banyaknya sapi betina usia produktif yang dipotong merupakan beberapa hambatan yang teridentifikasi. Sementara dari sektor pertanian palawija, perlunya jalan usaha tani yang menghubungkan jalan utama ke areal pertanian serta distribusi pupuk bersubsidi diharapkan dapat menjadi prioritas perbaikan pada periode yang akan datang. Selain itu, permasalahan lainnya adalah turunnya harga komoditas, terutama rumput laut. 1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan III 2015 sebesar 6,79% (yoy) melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan II 2015. Belanja konsumsi pemerintah pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 11,48% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, hingga akhir September, total anggaran yang terealisasi baru mencapai 54,2%. Realisasi belanja barang dan jasa serta bantuan sosial (dibawah 40%) menjadi beberapa pos anggaran yang masih relatif
08
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
minim terealisasi. Realisasi belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota dinilai masih cukup rendah walaupun relatif wajar, sedangkan belanja pertahanan dan jaminan sosial wajib relatif cukup bagus yang terlihat dari realisasi belanja pegawai APBN yang terserap sesuai anggaran. Lambatnya penyerapan anggaran juga terlihat dari simpanan pemerintah di perbankan yang masih cukup tinggi. Dana pemerintah yang tersimpan di perbankan NTT hingga akhir Triwulan III 2015 mencapai Rp 7,64 triliun atau meningkat 3,5% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini merupakan anomali, dibanding tahun-tahun sebelumnya yang cenderung selalu menurun pada periode yang sama. Peningkatan upaya penyerapan anggaran yang tepat sasaran bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat di akhir periode anggaran diharapkan dapat menjadi prioritas utama di triwulan IV 2015. Grafik 1.21. Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah 23,000 22,500
miliar
Realisasi
% Real
12.151,7
54.20
22,418.11
22,000
11,48%
21,500 21,000 20,500
20,109.89
Grafik 1.22. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
19
9,000
120,0%
17
8,000
100,0%
7,000 15
80,0%
6,000
60,0%
13
5,000
40,0%
4,000 11
20,0%
3,000
0,0%
9
2,000
-20,0%
20,000 19,500
1,000 7
19,000 18,500
5
2014 TOTAL BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH
2015 PERTUMBUHAN BELANJA KONSUMSI
Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan, diolah
-40,0%
0
-60,0% I
II
III
IV
I
2013 SIMPANAN (RP MILYAR)
II
III 2014 PERT (%YOY)
IV
I
II
III
2015 PERT (%QTQ)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan III 2015 sebesar 6,51% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya maupun pada triwulan II 2015. Pertumbuhan sektor perdagangan terutama didorong oleh perbaikan daya beli masyararakat dan peningkatan kebutuhan pada waktu liburan sekolah, libur Idul Fitri dan masuknya musim ajaran baru. Peningkatan daya beli masyarakat diperkirakan turut didorong oleh adanya gaji ke-13 PNS pada bulan Juli dengan pertimbangan jumlah pegawai negeri di NTT yang mencapai ribuan orang2. Selain itu, dorongan peningkatan belanja pemerintah juga mampu menggerakan perekonomian secara keseluruhan, baik dalam hal penyediaan tenaga kerja dan perdagangan barang di NTT. Berdasarkan indikator survei SKDU dan kinerja kredit perdagangan di triwulan II 2015, terlihat adanya peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Indikator SKDU menunjukkan adanya peningkatan pada indikator kegiatan usaha dan tenaga kerja, sementara untuk harga jual cenderung tidak berubah terlalu besar. Peningkatan ini menunjukkan adanya geliat ekonomi dari sektor perdagangan yang ditunjukkan oleh peningkatan kegiatan usaha, baik dari sisi omset dan kuantitas penjualan serta penyerapan tenaga kerja. Dari sisi kredit perdagangan, terjadi pertumbuhan kredit mencapai 24,9% (yoy) pada triwulan III 2015, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,1% (yoy).
2. data BPS sebanyak 6.447 orang pada tahun 2014, belum termasuk PNS Provinsi dan instansi/Lembaga Pusat di Daerah
Triwulan III 2015
09
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 1.23. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan triliun
10
6,0
8
5,0
50%
4,0
40%
3,0
30%
2,0
20%
1,0
10%
6
60%
4 2 0 I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
-2 2013
-4
2014
2015
0,0
-6
0% I
II
III
IV
I
II
2013
-8 -10
KEGIATAN USAHA
HARGA JUAL
TENAGA KERJA
III
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
IV
I
II 2015
2014 PERT (%YOY)
III
PERT (%QTQ)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 6,53% (yoy) dan merupakan salah satu sektor yang mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan III 2015. Peningkatan kegiatan proyek pemerintah, menjadi beberapa faktor pendorong sektor konstruksi. Dari sisi swasta, pembanguan pusat perbelanjaan dan hotel, serta upaya pembangunan real estate guna mendukung program 1 juta rumah pemerintah juga menjadi pendorong. Hal ini sejalan dengan kinerja investasi yang juga mengalami peningkatan. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan III 2015 mengalami pertumbuhan hingga mencapai 6,35% (yoy) yang turut didorong oleh penyelenggaraan beberapa even pariwisata, seperti Amazing Flobamor dan Pameran Pembangunan di Kota Kupang, serta Festival Adventure Indonesia di Alor. Peningkatan jumlah wisatawan juga diperkirakan turut disebabkan oleh dampak positif menguatnya dolar terhadap rupiah. Hal ini terindikasi dari adanya peningkatan jumlah tamu hotel yang berasal dari mancanegara sebesar 12,4% (yoy) dibanding periode yang sama tahun 2014. Jumlah okupansi dan tamu hotel yang menginap di wilayah Provinsi NTT sendiri pada triwulan III 2015 mengalami kenaikan hingga 24,5% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Jumlah penumpang yang terbang dari dan menuju NTT juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, mencapai 13,4% (yoy). Penambahan jumlah maskapai yang melayani penerbangan dari dan ke NTT diperkirakan juga menjadi salah satu pendorong. Grafik 1.25. Perkembangan Tamu Hotel
60
Grafik 1.26. Perkembangan Penumpang Bandara
Ribu orang
80%
50
60% 28.4%
40
40%
30
800
Ribu orang
715.94
700
50.82
20% 24.5%
20.9%
600
40% 30% 20%
500 13.4%
400
10% 0%
300
20
0%
200
-10%
10
-20%
100
-20%
-40%
0
I
II
III 2013
IV
I
II
III
IV
I
2014 TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
PERT (%QTQ)
II 2015
III
-30% I
II
III
IV
2013
II
III
IV
I
2014 PENUMPANG
PERT (%YOY)
I
PERT (%QTQ)
II
II
2015 PERT (%YOY)
Sumber : BPS, diolah
Sektor komunikasi dan informasi menjadi salah satu sektor yang tumbuh cukup tinggi pada triwulan III 2015 sebesar 7,52% (yoy). Peningkatan diperkirakan berasal dari adanya pembangunan Base Transceiver Station (BTS) oleh Telkomsel di beberapa daerah perbatasan. Sektor pendidikan tumbuh positif yang diperkirakan didorong oleh pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode semester II- 2015 dan adanya peningkatan alokasi dana untuk perguruan tinggi. Sektor pertambangan dan penggalian mengalami kenaikan, walaupun produksi mangan cenderung menurun akibat adanya
10
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
moratorium tambang di beberapa daerah. Sektor pengadaan listrik dan gas juga cenderung mengalami peningkatan seiring penambahan daya yang dilakukan. Namun demikian, dibanding triwulan sebelumnya, nilai tambah sektor pengadaan listrik dan gas mengalami penurunan yang disebabkan oleh adanya gangguan pasokan akibat dari terbakarnya konveyer batubara pada pembangkit listrik di Bolok.
Triwulan III 2015
11
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
01
Kesiapan Industri Pariwisata di 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) NusaTenggaraTimur
Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian dalam menghadapi persaingan MEA di Asia Tenggara diperkirakan akan mengalami peningkatan signifikan. Di tengah lesunya perekonomian dunia, sektor pariwisata masih mampu tumbuh melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari PDRB provinsi yang mengandalkan pariwisata sebagai pendorong perekonomian yang masih tumbuh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Sebagai contoh : Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Nusa Tenggara Timur yang masih mampu tumbuh di atas 5% di triwulan III 2015. Dalam rangka mendukung program kepariwisataan nasional, pemerintah telah menetapkan provinsi NTT dalam wilayah kepariwisataan Great Bali. Tujuan dari program tersebut adalah untuk meningkatkan posisi kepariwisataan nasional yang saat ini masih berada di peringkat 4 di Asia Tenggara1 , setelah Malaysia, Thailand dan Singapura. Dengan berbagai macam keindahan alam dan budaya, seharusnya Indonesia mampu untuk hanya sekedar mengalahkan negara tetangga tersebut. Dalam rangka menyukseskan program kepariwisataan nasional tersebut, pemerintah telah menetapkan 5 wilayah di Provinsi NTT sebagai 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yaitu KSPN Komodo di Kab. Manggarai Barat, KSPN Ende-Kelimutu, KSPN Alor-Kalabahi, KSPN Nemberalla di Pulau Rote dan KSPN Waikabubak-Manupeh Tanah Daru di Kab. Sumba Barat. Kelima wilayah tersebut memiliki karakter wisata yang kuat di masing-masing daerah. Labuan Bajo terkenal dengan binatang endemik komodo. Ende terkenal dengan danau tiga warna Kelimutu. Alor terkenal dengan taman lautnya. Pulau Rote terkenal dengan Pantai Nembrala, salah satu spot surfing terbaik di Indonesia. Dan terakhir, KSPN Waikabubak di Sumba Barat terkenal dengan adat Pasola, bangunan megalitik dan pantai yang sangat Indah. Gambar Boks 1.1. Kondisi Industri Pariwisata pada 5 KSPN di NTT
Sumber : BPS, diolah
Dengan karakteristik pesona alam yang kuat tersebut, seharusnya kunjungan wisatawan di Provinsi NTT dapat tumbuh dengan baik. Namun demikian, banyaknya kendala, baik sarana dan prasarana penunjang pariwisata maupun kondisi industri pariwisata yang masih sangat terbatas menjadi penghambat utama pengembangan wisata di NTT. Permasalahan utama pengembangan wisata di NTT saat ini adalah akses penghubung antar wilayah pariwisata yang dapat dikatakan masih terbatas. Untuk KSPN Komodo dan Waikabubak, wisatawan justru lebih mudah berkunjung melalui Denpasar yang terlihat dari banyaknya rute penerbangan dari Denpasar yang mencapai 47 kali penerbangan per minggu ke Labuan Bajo 1. Total wisman ke Indonesia sebanyak 9,4 juta orang (Kemenpar, 2015). Sedangkan data wisman di Malaysia sebanyak 27 juta, Thailand juga 27 juta, Singapura 15 juta dan Vietnam 8 juta wisman (BMI, 2015)
12
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
dan 21 kali penerbangan per minggu ke Sumba Barat, jauh lebih banyak dibanding jadwal penerbangan dari Kupang yang hanya 28 kali dan 7 kali per minggu. Hanya KSPN Kelimutu yang sarana transportasinya masih relatif berimbang. Sedangkan KSPN Alor dan Rote Ndao justru hanya ada penerbangan dari Kupang dan rata-rata hanya satu penerbangan perhari. Apabila dilakukan simulasi perhitungan, kelima KSPN tersebut per tahun hanya mampu menampung 210 ribu wisatawan pertahun . Selain itu, jumlah hotel berbintang juga relatif minim yang membuat keinginan berkunjung juga berkurang. Berdasarkan daya dukung transportasi udara, kapasitas penumpang pesawat terbang untuk kelima KSPN tersebut per tahun hanya sebanyak 706 ribu penumpang per tahunnya. Apabila penumpang menggunakan pesawat setiap keberangkatan dan kepulangan, maka kapasitas penumpang hanya sebanyak 353 ribu penumpang. Rasio penggunaan pesawat oleh wisatawan di tahun 2014 bahkan sudah mencapai 43,86%. Walaupun terlalu tinggi dibanding realitas yang ada seiring adanya pilihan moda transportasi lain seperti kapal laut dan jalur darat, rasio tersebut menunjukkan kepada kita betapa minimnya kapasitas angkutan udara di NTT terlebih di 5 KSPN tersebut. Tabel Boks 1.1. Statistik Kepariwisataan 5 KSPN NTT Wisatawan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional MANGGARAI BARAT
Hotel
WISMAN
WISDOM
TOTAL
JUMLAH
JUMLAH KAMAR
Restoran
JUMLAH TEMPAT TIDUR
KAPASITAS HOTEL*
Pesawat
JUMLAH
RUTE/ MINGGU
RUTE/ TAHUN
RASIO KAPASITAS PENUMPANG WISATAWAN / TAHUN** / PESAWAT
43,681
43,681
43,681
43,681
43,681
43,681
43,681
43,681
43,681
43,681
43,681
43,681
ROTE NDAO
1,400
1,400
1,400
1,400
1,400
1,400
1,400
1,400
1,400
1,400
1,400
1,400
ALOR
1,603
1,603
1,603
1,603
1,603
1,603
1,603
1,603
1,603
1,603
1,603
1,603
ENDE
13,184
13,184
13,184
13,184
13,184
13,184
13,184
13,184
13,184
13,184
13,184
13,184
9,230
9,230
9,230
9,230
9,230
9,230
9,230
9,230
9,230
9,230
9,230
9,230
SUMBA BARAT
583
583
583
583
583
583
583
583
583
583
583
583
SUMBA BARAT DAYA
459
459
459
459
459
459
459
459
459
459
459
459
70,140
70,140
70,140
70,140
70,140
70,140
70,140
70,140
70,140
70,140
70,140
70,140
104,491
104,491
104,491
104,491
104,491
104,491
104,491
104,491
104,491
104,491
104,491
104,491
67.13
67.13
67.13
67.13
67.13
67.13
67.13
67.13
67.13
67.13
67.13
67.13
MAUMERE
TOTAL TOTAL NTT RASIO WISATAWAN
Sumber : BPS dan Dinas Pariwisata Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan permasalahan diatas, diketahui bahwa dengan kapasitas infrastruktur sarana dan prasarana yang ada, ke depan masih dibutuhkan penambahan fasilitas pendukung kepariwisataan seperti jumlah hotel dan frekuensi penerbangan maupun akses yang menghubungkan tempat-tempat pariwisata di NTT. Selain itu ,program-program pemerintah terkait pembenahan sarana infrastruktur menjadi fokus utama yang saat ini harus di percepat. Berdasarkan data Dinas Perhubungan NTT, total anggaran tahun 2015 untuk membenahi 5 Bandara di 5 KSPN NTT mencapai 255 Milyar Rupiah. Sementara itu untuk anggaran sektor pelabuhan di 5 wilayah KSPN mencapai total anggaran sebesar 78 Milyar Rupiah. Saat ini hanya dibutuhkan usaha yang lebih keras dari pemerintah untuk mengembangkan kelima KSPN yang ada tersebut. Promosi pariwisata yang lumayan gencar setidaknya dapat diimbangi dengan kemudahan dan promosi investasi yang juga gencar, sehingga adanya peningkatan kunjungan wisatawan dapat langsung dirasakan manfaatnya berkat kesiapan industri pariwisata di NTT.
2. asumsi tingkat penghunian kamar sebesar 50% dan rata-rata waktu tinggal tiap wisatawan selama dua hari.
Triwulan III 2015
13
02
PerkembanganInflasi
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan III 2015 relatif terkendali dibanding tahun sebelumnya maupun rata-rata inflasi nasional. Adanya kenaikan inflasi yang cukup tinggi di bulan Juli 2015, mampu kembali diredam dengan deflasi di bulan Agustus 2015. Pada bulan September 2015, NTT kembali mengalami inflasi namun dalam nilai yang cukup rendah. Kelompok inflasi inti menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan bahan makanan dan sandang karena hari raya idul fitri. Biaya pendidikan juga mengalami kenaikan cukup besar seiring dengan pergantian tahun ajaran baru. Kota Maumere mengalami inflasi yang lebih besar dari Kota Kupang dikarenakan tingginya inflasi beras, ayam hidup dan biaya pendidikan. Fokus TPID di triwulan III adalah pengendalian inflasi menjelang dan selama hari raya Idul Fitri melalui operasi pasar, pemantauan harga dan stok komoditas maupun pasar murah.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.1 KONDISI UMUM Pada triwulan III 2015, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih mengalami inflasi walaupun tidak sebesar inflasi di triwulan sebelumnya. Puncak inflasi di Provinsi NTT terjadi pada bulan Juli 2015 seiring dengan adanya libur sekolah dan perayaan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan tarif angkutan udara pada level tertinggi di tahun 2015. Pada bulan Agustus terjadi deflasi sebagai dampak dari kembali normalnya hargaharga terutama angkutan udara di Provinsi NTT. Di bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras setelah mengalami penurunan di dua bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi di Provinsi NTT mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini membuat jarak inflasi NTT dengan nasional semakin menyempit. Inflasi tahunan NTT pada triwulan III 2015 sebesar 6,74% (yoy), hanya sedikit lebih rendah dibanding nasional yang sebesar 6,83% (yoy). Di sepanjang tahun 2015, inflasi NTT sebesar 1,36% (ytd) masih lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 2,24% (ytd). Secara triwulanan, inflasi provinsi NTT hanya naik sebesar 0,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 1,27% (qtq). Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional 9.00%
NASIONAL
Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional 6.0%
NTT
8.00%
NASIONAL
NTT
5.0%
6,83% 7.00%
4.0%
6.00%
6,74%
3.0%
5.00%
2.0%
4.00%
1.0%
3.00%
1,27%
0,58%
I
II
III 2012
IV
I
Sumber : BPS, diolah
II
III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
0.0%
I
-1.0%
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II 2015
III
Sumber : BPS, diolah
Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT masih sedikit lebih rendah dibanding nasional walaupun semakin mendekati angka inflasi nasional. Inflasi di triwulan III 2015 mencapai 6,74% (yoy) dengan penyumbang inflasi terbesar pada kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan. Adapun komoditas penyumbang inflasi utama antara lain beras dengan kenaikan dalam setahun mencapai lebih dari 19% (yoy). Tingginya inflasi kelompok komoditas transportasi lebih disebabkan oleh adanya pengaruh kenaikan BBM di akhir tahun 2014, yang menyebabkan kenaikan tarif angkutan dalam kota, tarif sewa motor, tarif listrik, dan bensin. Harga tiket angkutan udara juga relatif tinggi lebih disebabkan oleh relatif kurangnya trafik penerbangan di wilayah NTT, sehingga adanya sedikit gangguan dan peningkatan permintaan angkutan udara langsung berimbas pada kenaikan harga tiket yang cukup tinggi. Secara triwulanan, Inflasi di Provinsi NTT masih cukup terkendali dengan inflasi hanya sebesar 0,58% (qtq), lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 1,27% (qtq). Relatif rendahnya inflasi di Provinsi NTT lebih disebabkan oleh mayoritas masyarakat yang beragama non-muslim, sehingga perayaan Hari Raya yang biasanya menjadi penyebab kenaikan harga utama tidak terlalu berdampak di NTT. Komoditas utama yang menyumbang kenaikan dalam 3 bulan terakhir antara lain ikan kembung yang lebih disebabkan oleh harga yang kembali normal setelah mengalami penurunan yang cukup besar di awal tahun. Beras menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua terutama disebabkan oleh kenaikan harga beras pada bulan September dikarenakan adanya kenaikan harga di tingkat pedagang besar. Pada triwulan III juga terdapat kenaikan biaya sekolah hingga lebih kurang 10%, kenaikan biaya sewa dan kontrak rumah, dan kenaikan harga rokok menyesuaikan kenaikan cukai rokok. Tarif angkutan udara justru menjadi penghambat deflasi terbesar yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya tarif setelah mengalami kenaikan tinggi selama Hari Raya Idul Fitri.
Triwulan III 2015
15
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT Juli Komoditas
Agustus Komoditas
Inflasi (%)
September
Inflasi (%)
Andil (%)
Andil (%)
Komoditas
ANGKUTAN UDARA
16.15
0.49
DAGING AYAM RAS
5.18
0.05
BERAS
Inflasi (%) 3.35
Andil (%) 0.23
KEMBUNG
10.61
0.10
TELUR AYAM RAS
6.59
0.05
KEMBUNG
8.85
0.09
KONTRAK RUMAH
3.67
0.09
SAWI PUTIH
6.56
0.03
ROKOK KRETEK FILTER
2.63
0.04
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
12.00
0.08
DAGING BABI
4.75
0.03
SEWA RUMAH
1.99
0.04
SEKOLAH DASAR
5.41
0.05
TAMAN KANAK-KANAK
17.41
0.02
SENG
2.88
0.03
CABAI RAWIT
36.19
0.05
LAYANG/BENGGOL
25.28
0.02
TOMAT SAYUR
12.83
0.03
AYAM HIDUP
7.39
0.04
PUCUK LABU
36.17
0.02
SEPATU
(0.19)
0.02
DAUN SINGKONG
28.55
0.04
DAUN SINGKONG
10.01
0.02
BUNGA PEPAYA
16.26
0.02
CELANA PANJANG BAHAN DRILL
27.98
0.04
KELOMPOK BERMAIN
26.61
0.02
KAKAP MERAH
9.11
0.02
TONGKOL
8.24
0.04
LENGKUAS
7.59
0.02
NASI DENGAN LAUK
0.93
0.02
Sumber : BPS diolah
Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT Juli Komoditas
Agustus Inflasi (%)
Andil (%)
Komoditas
September
Inflasi (%)
Andil (%)
Komoditas
Inflasi (%)
Andil (%)
SEPATU
2.37
(0.02)
BUNCIS
(22.96)
(0.02)
MINUMAN RINGAN
(2.75)
(0.01)
BAWANG PUTIH
(6.40)
(0.02)
BAYAM
(11.62)
(0.03)
CELANA PANJANG JEANS
(6.26)
(0.01)
DAGING AYAM RAS
(2.48)
(0.03)
AYAM HIDUP
(4.68)
(0.03)
CAKALANG
(15.15)
(0.02)
TELUR AYAM RAS
(3.58)
(0.03)
KOL PUTIH/KUBIS
(33.14)
(0.03)
DAGING SAPI
(4.47)
(0.02)
KANGKUNG
(5.41)
(0.04)
BERAS
(1.06)
(0.07)
EKOR KUNING
(12.58)
(0.02)
SENG
(4.68)
(0.05)
BESI BETON
(7.60)
(0.07)
PISANG
(6.87)
(0.03)
TOMAT SAYUR
(15.35)
(0.05)
KANGKUNG
(11.46)
(0.09)
DAGING AYAM RAS
(3.95)
(0.04)
BERAS
(0.91)
(0.06)
TONGKOL
(17.71)
(0.09)
KANGKUNG
(7.46)
(0.05)
BAYAM
(24.23)
(0.08)
TOMAT SAYUR
(32.37)
(0.09)
BAWANG MERAH
(22.99)
(0.06)
BAWANG MERAH
(31.11)
(0.12)
ANGKUTAN UDARA
(12.64)
(0.44)
ANGKUTAN UDARA
(8.81)
(0.27)
Sumber : BPS diolah
Secara bulanan, inflasi mengalami kenaikan tertinggi di tahun 2015 pada bulan Juli 2015. Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukup tinggi pada tarif angkutan udara. Di saat bersamaan, Biaya pendidikan, biaya kontrak rumah juga mengalami kenaikan sesuai dengan ritme kenaikan tarif yang biasanya dilakukan setahun sekali. Komoditas sandang juga mengalami kenaikan lebih dikarenakan adanya intensi dari pedagang untuk meningkatkan harga terlebih dahulu sebelum memberikan diskon penjualan. Komoditas bahan makanan justru mengalami deflasi sehingga mampu menahan inflasi. Pada bulan Agustus, Provinsi NTT mengalami deflasi yang cukup besar disebabkan oleh kembali normalnya harga tiket angkutan udara setelah mengalami kenaikan tinggi pada Hari Raya Idul Fitri. Kelompok komoditas bahan makanan juga mengalami deflasi yang cukup besar seiring dengan melimpahnya pasokan paska hari raya dan libur sekolah. Kelompok komoditas pendidikan masih mengalami inflasi terutama bersumber dari kenaikan biaya pendidikan taman kanak-kanak dan kelompok bermain. Komoditas bahan makanan juga mengalami penurunan terutama pada komoditas sayur-sayuran, padi-padian dan ikan segar yang disebabkan oleh melimpahnya pasokan seiring dengan kondisi cuaca yang cukup mendukung. Pada bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi sebesar 0,26% (mtm). Di sisi lain, nasional justru mengalami deflasi -0,05% (mtm) yang membuat selisih inflasi NTT dan nasional kembali merapat. Kenaikan harga beras yang cukup tinggi menjadi penyebab utama inflasi pada bulan September 2015. Ikan kembung masih mengalami kenaikan dikarenakan harga jual yang masih lebih rendah dibanding rata-rata. Harga rokok di bulan September juga mengalami kenaikan seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok di bulan yang sama. Biaya sewa rumah mengalami kenaikan mengikuti kenaikan biaya kontrak rumah yang sudah meningkat dua bulan sebelumnya. Makanan jadi juga menyumbang inflasi cukup tinggi walaupun kenaikan harganya tidak terlalu besar.
16
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2. 3. Perbandingan Inflasi Tahunan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 2. 4. Perbandingan Inflasi Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara 1.52
1.60
8.00 7.00
6.74
6.56
6.00
1.40 1.20
5.41
5.00
1.00
4.00
0.80
3.00
0.60
2.00
0.40
1.00
0.20
-
1.10
0.58
-
BALI
NTB
NTT
BALI
NTB
NTT
QTQ
YOY Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Apabila dibandingkan dengan Provinsi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, inflasi tahunan di Provinsi NTT masih mengalami kenaikan tertinggi, diikuti Provinsi Bali dan NTB. Namun demikian, secara triwulanan, inflasi di Provinsi NTT menunjukkan kenaikan terendah, diikuti Provinsi Bali dan Provinsi NTB. Tingginya inflasi di Provinsi NTB dinilai wajar dikarenakan oleh mayoritas penduduk yang 96% beragama Islam sehingga permintaan komoditas pangan, transportasi maupun sandang meningkat tinggi dalam rangka menyambut hari raya.
2.2. INFLASI BERDASARKAN KOMODITAS Secara triwulanan, komoditas pendidikan justru menjadi penyumbang inflasi tertinggi seiring dengan adanya kenaikan biaya pendidikan. Kenaikan inflasi makanan jadi, minuman dan tembakau juga cukup besar seiring dengan adanya kenaikan harga makanan jadi dan cukai rokok. Komoditas transportasi justru mengalami deflasi terutama di bulan Agustus dan September 2015. Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2015
KOMODITAS
MTM
YTD
QTQ
6.74
1.36
0.58
1.06
(0.73)
0.26
112.2
6.58
0.15
(0.02)
(0.10)
(1.21)
1.30
129.2
130.1
9.32
6.34
1.77
0.81
0.28
0.67
120.0
119.6
120.0
3.92
0.88
0.44
0.48
(0.31)
0.27
SANDANG
119.9
119.4
119.5
6.88
4.91
2.37
2.70
(0.43)
0.11
KESEHATAN
111.0
111.3
111.6
5.55
4.35
1.27
0.66
0.29
0.31
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
122.0
122.8
123.1
5.29
5.54
3.00
2.10
0.68
0.20
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
135.5
132.3
130.5
10.64
(3.21)
(1.07)
2.66
(2.36)
(1.31)
JUL
AGUST
SEP
INFLASI UMUM
121.4
120.5
120.8
BAHAN MAKANAN
112.1
110.7
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
128.9
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
YOY
JUL
AGUST
SEP
Sumber : BPS diolah
Secara tahunan, komoditas transportasi masih menjadi penyumbang inflasi tertinggi bersama dengan komoditas bahan makanan dan makanan jadi, minuman dan tembakau. Namun demikian, inflasi transportasi sepanjang tahun 2015 justru mengalami deflasi seiring dengan hilangnya efek kenaikan BBM di akhir tahun. Inflasi tinggi justru terjadi pada komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau serta komoditas pendidikan yang mengalami kenaikan biaya di semua tingkat pendidikan. 2.2.1 Bahan Makanan Inflasi komoditas bahan makanan hingga triwulan III 2015 masih relatif terjaga yang terlihat dari kinerja inflasi sepanjang tahun 2015 yang hanya sebesar 0,15% (ytd). Cukup tingginya inflasi bahan makanan secara tahunan lebih disebabkan oleh tingginya inflasi pada akhir tahun 2014. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan permintaan menjelang hari raya natal dan sentimen negatif kenaikan BBM di akhir tahun. Secara triwulanan, inflasi komoditas bahan makanan justru menunjukkan deflasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi bahan makanan tidak mengalami kenaikan berarti selama hari raya, dan pasokan dapat dipenuhi dengan baik seiring dengan kondisi cuaca yang cukup baik. Kenaikan inflasi bahan makanan hanya terjadi pada bulan September 2015 terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras, ikan segar dan sayur-sayuran setelah mengalami deflasi di bulan sebelumnya.
Triwulan III 2015
17
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 2. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Padi padian, Umbi umbian dan …
14.00 12.00
20 15 10 5 0 -5 -10 -15
Bahan Makanan Lainnya
10.00
6.58
8.00
Lemak dan Minyak
6.00 4.00
1.30
2.00
Ikan Segar
Bumbu - bumbuan
-
(2.00)
Daging dan Hasil hasilnya
Jan Feb Mar Apr May Jun
Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2014
(4.00)
2015
Ikan Diawetkan
Jul Aug Sep
(0.02)
Telur, Susu dan Hasil -hasilnya
Buah - buahan
(6.00) (8.00)
YOY
QTQ
MTM
Kacang - kacangan
Sayur -sayuran
yoy
qtq
Sumber : BPS (diolah)
Sumber : BPS (diolah)
Berdasarkan sub kelompok komoditas pembentuknya, kenaikan besar justru terlihat pada kenaikan komoditas padipadian yang naik lebih dari 10% baik dibanding tahun sebelumnya maupun di sepanjang tahun 2015. Ikan diawetkan juga mengalami kenaikan hingga 19,69% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, namun hanya sedikit menyumbang inflasi dikarenakan bobot konsumsi masyarakat yang relatif rendah. Komoditas daging dan hasil-hasilnya juga menunjukkan adanya kenaikan cukup tinggi terutama di triwulan III 2015 seiring dengan meningkatnya harga ayam hidup di Kota Maumere yang saat ini juga berdampak pada meningkatnya harga daging ayam kampung di Kota Kupang dan Maumere di sepanjang triwulan III 2015. Komoditas ikan segar pada triwulan III 2015 mengalami inflasi yang cukup tinggi mencapai 7,24% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya lebih disebabkan oleh rendahnya harga di awal tahun akibat adanya isu formalin, sehingga harga jual saat ini sedang kembali menuju pada harga jual normal. 2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan III 2015 justru mengalami deflasi setelah mengalami inflasi yang cukup tinggi di triwulan sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh adanya penurunan tarif angkutan udara di bulan Agustus dan September setelah mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi di bulan Juli 2015. Meskipun demikian, inflasi secara tahunan masih menunjukkan nilai yang tinggi terutama disebabkan oleh inflasi pada sub kelompok komoditas transportasi yang masih cukup tinggi. Tingginya inflasi disebabkan oleh masih terimbas dampak kenaikan BBM di akhir tahun 2014. Berdasarkan kinerja inflasi di sepanjang tahun 2015, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan justru menunjukkan deflasi -3,22% (ytd) dikarenakan oleh adanya penurunan tarif angkutan dalam kota. Grafik 2. 7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas 24%
20.00
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Transpor Komunikasi Dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan
qtq
19% 14%
15.00
9% 4%
10.00 10.64
-2% -7%
Jan Feb Mar
Apr May Jun
Jul
Aug Sep Oct Nov Dec
2014
5.00
Jan Feb Mar
Apr May Jun
Jul
Aug Sep
Jul
Aug Sep
2015
0.25
Jan Feb Mar Apr May Jun
(5.00)
Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2014
2015
(10.00)
(1.07)
0.2
Jul Aug Sep
0.15 0.1
(1.31)
0.05 0
YOY
QTQ
MTM
-0.05
Jan Feb Mar
Apr May Jun
Jul
2014
Sumber : BPS, diolah
Aug Sep Oct Nov Dec
Jan Feb Mar
Apr May Jun
2015
Sumber : BPS, diolah
Komoditas yang perlu dipantau lebih intens adalah inflasi pada komoditas angkutan udara. Di Bulan September 2015, inflasi angkutan udara di sepanjang tahun 2015 hanya sebesar hampir 5% (ytd). Namun demikian, hal yang perlu diperhatikan lebih adalah adanya fluktuasi kenaikan/penurunan tarif yang cukup besar. Pada bulan Juli 2015, inflasi angkutan udara mencapai lebih dari 30% (ytd) dan menjadi kenaikan tarif angkutan udara terbesar di sepanjang tahun 2015.
18
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan III 2015 sebesar 0,44% (qtq). Namun demikian, dikarenakan bobot komoditas yang cukup tinggi terhadap total inflasi, membuat sumbangan komoditas terhadap inflasi relatif besar dan mencapai 0,11% (sum qtq) terhadap total inflasi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Kenaikan inflasi komoditas terutama disebabkan oleh adanya kenaikan biaya kontrak rumah di bulan Juli 2015 yang berimbas pada kenaikan biaya sewa rumah di bulan September 2015. Inflasi kelompok komoditas perumahan masih dapat tertahan terutama disumbang oleh penurunan harga komoditas besi beton di bulan Agustus 2015. Grafik 2. 9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.10. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas Perumahan,Air, Listrik,Gas & Bb Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga
10.00 8.00 6.00 4.00 3.92
7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% -1%
qtq
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun 2014
2.00 0.44 0.27
-
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep
(2.00)
2014
2015 YOY
QTQ
Sumber : BPS, diolah
MTM
Jul Aug Sep
2015
yoy
0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun
Jul Aug Sep
Sumber : BPS, diolah
Secara tahunan, inflasi kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masih terus menunjukkan adanya penurunan menjadi sebesar 3,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. secara tahunan, inflasi tarif listrik masih menjadi penyumbang inflasi tertinggi lebih disebabkan oleh kenaikan bertahap yang terjadi di tahun sebelumnya. Adapun sepanjang tahun 2015, inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar hanya sebesar 0,88% (ytd). 2.2.4. Komoditas Lainnya Komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua setelah inflasi komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau. Total inflasi di triwulan III 2015 sebesar 3,00% dan menyumbang inflasi hingga sebesar 0,24% (sum qtq) dari total inflasi di triwulan III 2015 yang sebesar 0,58% (qtq). Tingginya inflasi pendidikan terutama disebabkan oleh kenaikan biaya pendidikan di awal tahun ajaran baru. Komoditas sandang juga menyumbang inflasi cukup besar di triwulan III 2015 seiring dengan kenaikan harga sandang selama Hari Raya Idul Fitri. Kenaikan tertinggi terjadi pada bulan Juli bertepatan dengan libur sekolah dan perayaan lebaran. Pada bulan Agustus 2015 harga komoditas sandang mengalami penurunan namun tidak sebesar kenaikan yang telah terjadi. Kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi yang cukup besar di triwulan III 2015 sebesar 1,77% (qtq) dan menyumbang hingga 0,25% (sum qtq) terhadap total inflasi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Secara tahunan, kenaikan harga pada kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau mencapai 9,32% (yoy) dan di sepanjang tahun 2015 terjadi inflasi sebesar 6,34% (ytd). Kenaikan harga rokok dan nasi dengan lauk menjadi penyebab utama inflasi makanan, minuman dan tembakau di Provinsi NTT. Bahkan banyak komoditas mengalami inflasi lebih dari 10%, seperti buah pinang, biskuit, kopi, air kemasan, kue kering dan pabrikan serta beberapa komoditas lainnya.
Triwulan III 2015
19
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.3. DISAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price mampu menjadi penghambat inflasi walaupun sempat mengalami kenaikan yang cukup tinggi di bulan Juli 2015. Inflasi inti menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan penyumbang utama adalah kenaikan biaya pendidikan dan makanan jadi. Volatile food juga menunjukkan kenaikan walaupun tidak terlalu besar. Secara bulanan, inflasi volatile food mampu menjadi penghambat inflasi di bulan Juli dan Agustus. Sebaliknya, inflasi administered price justru mengalami kenaikan tinggi di bulan Juli 2015 seiring dengan kenaikan biaya angkutan udara. Inflasi inti juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi terutama dikarenakan kenaikan harga komoditas pendidikan, sandang, biaya tempat tinggal dan makanan jadi. Di Bulan Agustus, inflasi inti dan administered price juga mengalami deflasi. Pada bulan September 2015, inflasi volatile food mengalami kenaikan terutama disebabkan oleh kenaikan harga beras. Inflasi juga terjadi pada inflasi inti yang terutama disebabkan oleh kenaikan biaya tempat tinggal, makanan jadi dan sandang. Inflasi administered price masih mengalami deflasi di bulan September 2015 dikarenakan penurunan tarif angkutan udara yang mengalami kenaikan tertinggi di bulan Juli 2015. Grafik 2. 11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik2.1 2.12. Disagregasi Inflasi Sumbangan Inflasii Bulanan Grafik Perkembangan Inflasi dan di NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur 7.5
20 18
5.5
16 14
3.5
12 10
1.5
8 6
-0.5
4 2 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-2.5 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
1
2
3
4
5
6
7
8
9 -4.5
SUM AP
SUM VF
SUM CORE
INFLASI (YOY)
INF CORE
INF VF
INF AP SUM AP
Sumber : BPS, diolah
SUM VF
SUM CORE
INFLASI (MTM)
CORE
VOL FOOD
ADM PRICE
Sumber : BPS, diolah
2.3.1 Kelompok Volatile Food Inflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan III 2015 secara umum mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Deflasi terjadi pada bulan Juli dan agustus 2015 terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas padi-padian, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Kondisi cuaca yang relatif mendukung membuat produksi hortikultura cukup melimpah di NTT. Beberapa daerah juga mengalami panen padi, sehingga pasokan beras cukup banyak di pasar. Inflasi terjadi pada kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya terutama komoditas ayam hidup dan daging ayam kampung. Kenaikan harga diduga disebabkan oleh tingginya harga DOC ayam kampung dikarenakan kelangkaan bibit ayam kampung di Masyarakat. Inflasi pada komoditas ikan segar lebih disebabkan oleh harga yang sudah mengalami penurunan cukup besar di awal tahun, sehingga harga ikan segar saat ini mulai kembali ke kondisi normal. Pada bulan September, komoditas volatile food kembali mengalami inflasi terutama didorong oleh meningkatnya harga beras. Secara tahunan, inflasi volatile food mencapai 7,48% (yoy) yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan yang cukup tinggi di Bulan November dan Desember 2014, serta bulan Januari 2015. Sepanjang tahun 2015, inflasi komoditas volatile food hanya sebesar 0,98%, terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas ikan segar yang mengalami penurunan cukup besar antara bulan Februari-Mei 2015 karena isu ikan berformalin.
20
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.3.2 Kelompok Administered Prices Inflasi administered price pada triwulan III 2015 mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya, terutama disebabkan oleh penurunan tarif angkutan udara pada bulan Agustus dan September setelah mengalami kenaikan cukup tinggi di bulan Juli 2015. Deflasi kelompok komoditas transportasi dikarenakan oleh harga yang sudah terlalu tinggi dibanding tahun sebelumnya, sehingga tarif angkutan mengalami penyesuaian kembali. Secara tahunan, kelompok administered price masih mengalami inflasi sebesar 11,97% (yoy). Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan inflasi yang cukup tinggi pada akhir tahun 2014 seiring dengan kenaikan BBM di akhir tahun 2014. Sepanjang tahun 2015, kinerja kelompok administered price justru mengalami deflasi sebesar -0,95% (ytd) dibanding posisi inflasi di akhir tahun 2014. Kenaikan cukup besar terutama pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol seiring dengan adanya kenaikan harga cukai rokok. Permasalahan lainnya yang sering terjadi adalah inflasi kelompok komoditas transportasi angkutan udara yang terlalu berfluktuasinya sehingga berdampak pada tingginya fluktuasi inflasi bulanan di NTT. 2.3.3 Kelompok Inti (core) Inflasi kelompok inti masih relatif terkendali dalam satu tahun terakhir. Namun demikian, di sepanjang tahun 2015 inflasi kelompok inti mengalami kenaikan paling besar dibanding inflasi volatile food dan administered price. Inflasi inti di sepanjang tahun 2015 sebesar 3,25% (ytd) cukup besar bila dibandingkan inflasi volatile food yang sebesar 0,98% (ytd), maupun inflasi administered price yang sebesar -0,95% (ytd). Kenaikan inflasi inti terutama disebabkan oleh adanya kenaikan makanan jadi, minuman, biaya pendidikan, sandang dan biaya perawatan jasmani dan kesehatan. . Inflasi kelompok inti yang cukup besar terjadi pada triwulan III 2015 yang mengalami inflasi hingga 1,27% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Adanya momen hari raya idul Fitri telah meningkatkan biaya sandang, makanan jadi dan biaya perawatan jasmani dan kosmetika. Sedangkan permulaan tahun ajaran baru menjadi kesempatan bagi sekolah untuk menaikkan biaya pendidikan. Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan
200
4%
195
3%
190 185
2%
180
1%
175 170
0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
1
2
3
4
5
1%
6
7
8
9
165 160 155
2% INFLASI
EKSPEKTASI 3 BULAN YAD
EKSPEKTASI 6 BULAN YAD
Sumber : Bank Indonesia, diolah
2.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA 2.4.1 Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Kupang hingga triwulan III 2015 masih relatif terkendali. Pada triwulan III 2015, inflasi kota Kupang hanya sebesar 0,37% (qtq), relatif rendah walaupun pada periode ini bersamaan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri, libur panjang sekolah dan hari raya kemerdekaan RI. Secara tahunan, inflasi kota Kupang sebesar 7,08% (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi tahunan di Provinsi NTT yang sebesar 6,74% (yoy). Namun demikian, inflasi Kota Kupang di sepanjang tahun 2015 hanya sebesar 1,23% (ytd), masih lebih rendah dibandingkan kinerja inflasi NTT yang
Triwulan III 2015
21
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
sebesar 1,36% (ytd). Secara triwulanan, inflasi kota Kupang juga relatif lebih rendah dengan nilai inflasi sebesar 0,37% (qtq), bandingkan dengan inflasi provinsi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Peningkatan inflasi terutama terjadi pada bulan Juli yang disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara, harga jual sandang, maupun kenaikan harga makanan jadi. Pada bulan Agustus 2015, inflasi mengalami penurunan seiring dengan penurunan tarif angkutan udara. Dan pada bulan September, inflasi sedikit meningkat dikarenakan adanya kenaikan harga kelompok komoditas padi-padian. Grafik 2.14. Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kota Kupang
Grafik 2.16. Inflasi Bulanan Kota Kupang
10.00%
KUPANG
7.0%
NTT
KUPANG
NTT
KUPANG
NTT
4.0%
9.00% 6.0%
3.0%
8.00%
5.0%
7.08% 7.00%
2.0%
4.0%
1,02% 1,06%
6.00%
6.74%
3.0%
5.00%
2.0%
4.00%
1.0%
3.00%
1.0%
0,27% 0,26%
0.0% 1
2
3
4
5
0.58%
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II 2015
III
0.0%
6
7
8
9 10 11 12
1
2
2014
-1.0%
3
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
5
6
7
8
9
-0,73%
-0,92%
0.37% I
4
2015
-2.0%
III
2015
-1.0%
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan kelompok komoditas, tingginya inflasi lebih disebabkan oleh kenaikan biaya makanan jadi, sandang, dan kesehatan. Penurunan tarif transportasi baru terjadi setelah hari raya Idul Fitri berakhir. Biaya pendidikan mengalami kenaikan cukup besar terutama di triwulan III 2015 bersamaan dengan dimulainya tahun ajaran baru sekolah. Pada bulan September 2015, harga beras mengalami kenaikan cukup tinggi sebagai dampak dari kenaikan harga gabah dan beras di tingkat produsen dan pedagang besar yang sudah terjadi di bulan sebelumnya. Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2015
KOMODITAS
MTM
YTD
QTQ
7.08
1.23
0.37
1.02
(0.92)
0.27
113.3
7.79
0.15
(0.54)
(0.40)
(1.53)
1.41
128.4
129.3
9.18
6.26
1.82
0.78
0.32
0.71
121.2
120.8
121.1
4.19
0.89
0.51
0.54
(0.33)
0.30
SANDANG
121.6
121.0
121.1
7.62
5.40
2.69
3.10
(0.51)
0.11
KESEHATAN
111.2
111.5
111.9
6.01
4.67
1.40
0.76
0.28
0.36
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
119.5
120.1
120.5
3.61
3.95
2.53
1.69
0.54
0.28
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
137.9
134.0
132.1
10.54
(3.26)
(1.42)
2.87
(2.77)
(1.43)
JUL
AGUST
SEP
INFLASI UMUM
122.3
121.2
121.5
BAHAN MAKANAN
113.5
111.7
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
128.0
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
YOY
JUL
AGUST
SEP
Sumber : BPS diolah
2.4.2 Inflasi Kota Maumere Secara tahunan, inflasi Kota Maumere relatif rendah hanya sebesar 4,44% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi NTT yang sebesar 6,74% (yoy). Namun demikian, adanya kenaikan bahan makanan dan pendidikan yang cukup tinggi di triwulan III 2015 membuat inflasi triwulanan di Kota Maumere mengalami inflasi yang cukup tinggi sebesar 2,07% (qtq), lebih besar dibanding inflasi di Provinsi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Tingginya inflasi bahan makanan terutama disebabkan oleh kenaikan inflasi padi-padian yang sepanjang tahun 2015 saja telah mengalami kenaikan hingga 20% (ytd). Biaya pendidikan di Kota Maumere juga mengalami kenaikan yang tinggi. Di sepanjang tahun 2015 saja telah terjadi kenaikan biaya pendidikan hingga lebih dari 15% (ytd).
22
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kota Maumere
9.00%
6.0%
8.00%
5.0%
MAUMERE
Grafik 2.19. Inflasi Bulanan Kota Maumere
NTT
4.0% 3.0%
6.74%
7.00%
4.0%
1,33% 1,06% 0,53% 0,20%
2.0%
6.00%
3.0%
1.0%
2.07%
5.00%
4.44%
2.0%
0.0%
4.00% 1.0%
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
2014
-1.0%
2.00%
NTT
0.58%
0.0% I
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
III 2014
IV
I
II III 2015
Sumber : BPS, diolah
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II 2015
6
7
8
9
0,26% -0,73%
3.00% MAUMERE
5 2015
-2.0%
III
MAUMERE
-1.0%
Sumber : BPS, diolah
NTT
Sumber : BPS, diolah
Sub kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya bahkan mengalami inflasi lebih tinggi hingga 30,50% (ytd) terutama disebabkan oleh tingginya inflasi ayam hidup, sejak terjadi kelangkaan DOC ayam kampung. Inflasi kelompok komoditas bahan makanan dapat ditahan berkat deflasi pada sub kelompok komoditas ikan segar dan sayur-sayuran yang mencapai sebesar -31,70% (ytd) dan -25,05% (ytd). Pada triwulan III 2015, inflasi di Kota Maumere disebabkan oleh kenaikan harga kelompok komoditas bahan makanan terutama di bulan Juli 2015, serta kenaikan biaya pendidikan di bulan yang sama. Hampir semua kelompok komoditas mengalami kenaikan pada triwulan ini. Hanya kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang relatif tetap dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan data bulanan, inflasi yang terus terjadi di bulan Juli, Agustus dan September 2015 dinilai menjadi penyebab utama meningkatnya inflasi di Kota Maumere di triwulan III 2015 ini. Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2015
KOMODITAS
MTM
YTD
QTQ
4.44
2.27
2.07
1.33
0.53
0.20
104.9
(1.26)
0.12
3.82
2.11
1.12
0.55
134.6
135.2
10.20
6.83
1.50
1.04
0.02
0.44
112.6
112.4
112.5
2.03
0.78
-
0.10
(0.20)
0.10
SANDANG
108.8
108.9
109.0
1.81
1.48
0.10
(0.13)
0.12
0.11
KESEHATAN
109.3
109.7
109.7
2.51
2.26
0.36
-
0.36
-
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
138.6
140.6
140.2
15.83
15.44
5.75
4.52
1.43
(0.26)
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
119.8
120.7
120.3
11.37
(2.89)
1.48
1.10
0.76
(0.38)
JUL
AGUST
SEP
INFLASI UMUM
114.9
115.5
115.8
BAHAN MAKANAN
103.2
104.3
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
134.6
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
YOY
JUL
AGUST
SEP
Sumber : BPS diolah
2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID Hingga triwulan III 2015, TPID yang sudah terbentuk di provinsi NTT sebanyak 21 TPID, terdiri dari 1 TPID di tingkat provinsi dan 20 TPID di tingkat kabupaten/kota. Kegiatan utama TPID di triwulan ini lebih difokuskan pada pengendalian inflasi komoditas selama hari raya Idul Fitri. Hingga saat ini, hanya tinggal kabupaten Timor Tengah Selatan dan Malaka yang belum membentuk TPID. Sepanjang tahun 2015, telah dilakukan pembentukan 5 TPID baru diantaranya TPID kabupaten Sumba Barat Daya, Ngada, Nagekeo, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara. Rapat konsolidasi atas pembentukan TPID baru belum dapat dilakukan dikarenakan masih fokus pada upaya pengendalian inflasi sepanjang hari raya.
Triwulan III 2015
23
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Adapun kegiatan pengendalian harga yang dilakukan antara lain pemantauan pasar menjelang hari raya oleh kota Kupang, operasi pasar dan pasar murah oleh pemerintah provinsi NTT. Sebelumnya, pemerintah provinsi NTT juga melakukan rapat high level meeting (HLM) TPID yang langsung dipimpin oleh Gubernur Provinsi NTT. Pemerintah Kota Kupang juga telah melakukan rapat persiapan melalui rapat HLM TPID bahkan telah dilakukan dua kali untuk memastikan pemantauan komoditas penyumbang inflasi dapat dilakukan dengan baik. Adapun program terkait penyelesaian permasalahan fundamental juga sudah dilakukan bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan TPID Kabupaten Kupang berupa gerakan tanam cabe di musim kering (GTCK) yang diperkirakan akan memasuki musim panen Perdana pada akhir November 2015. Rapat konsolidasi dengan TPID Kabupaten Rote Ndao juga telah berhasil dilakukan pada tanggal 2 September 2015.
24
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
02
Karakteristik Inflasi Komoditas Pada Hari Raya Natal Dan TahunBaru
Karakteristik inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur relatif berbeda dibanding daerah lain. Ketika sebagian besar provinsi hanya mengalami puncak inflasi pada saat hari raya Idul Fitri, NTT mengalami dua periode inflasi besar yaitu pada saat Hari Raya Idul Fitri serta Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Perbedaan karakter inflasi lebih disebabkan oleh mayoritas penduduk yang menganut agama Kristen, sehingga peningkatan permintaan masyarakat terjadi pada saat perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Tingginya inflasi di Hari Raya Idul Fitri lebih disebabkan oleh tingginya inflasi transportasi dikarenakan tingginya arus mudik dan balik warga pendatang, sehingga biaya transportasi meningkat signifikan. Adanya gaji ke-13 membuat belanja sandang meningkat signifikan, dan biaya pendidikan biasanya mengalami kenaikan cukup besar seiring dengan adanya peralihan tahun ajaran baru. Grafik Boks 2.1. Karakteristik Inflasi di Provinsi NTT 0.055
Inflasi NTT
0.045 3.41%
0.035
0.025 1.95% 1.69%
1.48%
1.23%
0.015
0.93% 0.55%
-0.005
0.23%
0.24%
0.005
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2010
2011
2012
2013
2014
2015
-0.66%
-0.015
Sumber : BPS, diolah
Pada akhir tahun, inflasi Provinsi NTT lebih didominasi oleh meningkatnya harga bahan makanan. Peningkatan harga bahan makanan selain disebabkan oleh meningkatnya permintaan selama perayaan hari raya Natal, juga disebabkan oleh kondisi cuaca yang memburuk di akhir tahun, sehingga terjadi gangguan pasokan komoditas. Berdasarkan karakter pergerakan harga, inflasi selama dua bulan di akhir tahun cukup tinggi yaitu mencapai 1-2%. Anomali inflasi tinggi hanya terjadi pada akhir tahun 2014 yang lebih disebabkan oleh adanya kenaikan BBM bersubsidi, sehingga mempengaruhi sentimen inflasi masyarakat. Berdasarkan analisa data antara tahun 2011-2014 (4 tahun), diketahui bahwa terdapat 9 komoditas yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kota Kupang, dan 8 komoditas yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kota Maumere. Preferensi konsumsi masyarakat di dua kota perhitungan inflasi ini juga relatif berbeda yang terlihat dari jenis komoditas tertinggi penyumbang inflasi yang berbeda di masing-masing kota. Hanya komoditas cabe rawit dan beras yang secara persisten sama-sama menyumbang inflasi tertinggi di dua kota tersebut. Di Kota Kupang, komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi pada bulan November adalah komoditas beras, sawi putih, daging ayam ras, bawang merah, tarif listrik dan wortel. Sedangkan Komoditas yang persisten menyumbang inflasi pada bulan Desember adalah komoditas sawi putih, ikan kembung, beras, daging ayam ras, bawang merah, cabe rawit, dan telur ayam ras. Di Kota Maumere, komoditas yang persisten menyumbang inflasi di bulan November antara lain cabe rawit, kangkung, tongkol dan labu siam. Sedangkan komoditas yang persisten menyumbang inflasi di bulan Desember adalah sawi hijau, cabe rawit, ayam hidup, kubis, kangkung, beras, dan ikan selar. Triwulan III 2015
25
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel Boks 2.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi tahun 2011-2014 Kota Kupang KOMODITAS PENYUMBANG UTAMA
Count Inflasi
Tabel Boks 2.2. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi tahun 2011-2014 Kota Maumere
Count Inflasi
Nov
Des
TOT
Nov
Des
TOT
KOMODITAS PENYUMBANG UTAMA
BERAS
4
3
7
0.69
0.57
1.25
Count Inflasi
Count Inflasi
Nov
Des
TOT
Nov
Des
TOT
SAWI HIJAU
4
3
7
0.69
0.57
1.25
SAWI PUTIH
3
4
7
0.14
0.60
0.75
CABE RAWIT
3
4
7
0.14
0.60
0.75
KEMBUNG/GEMBUNG
1
4
5
0.09
0.83
0.92
AYAM HIDUP
1
4
5
0.09
0.83
0.92
DAGING AYAM RAS
2
2
4
0.20
0.23
0.43
KANGKUNG
2
2
4
0.20
0.23
0.43
BAWANG MERAH
2
2
4
0.10
0.30
0.40
KOL PUTIH/KUBIS
2
2
4
0.10
0.30
0.40
CABE RAWIT
1
2
3
0.09
0.21
0.30
BERAS
1
2
3
0.09
0.21
0.30
TARIP LISTRIK
2
1
3
0.15
0.12
0.27
SELAR
2
1
3
0.15
0.12
0.27
WORTEL
2
1
3
0.12
0.14
0.27
TONGKOL
2
1
3
0.12
0.14
0.27
TELUR AYAM RAS
1
2
3
0.03
0.21
0.23
BENSIN
1
2
3
0.03
0.21
0.23
ANGKUTAN DALAM KOTA
1
1
2
0.46
0.55
1.01
LABU SIAM/JIPANG
1
1
2
0.46
0.55
1.01
Kenaikan harga beras lebih disebabkan oleh kondisi pasokan yang berkurang. Pasokan diperkirakan akan terus berkurang hingga musim panen pertama tahun 2016 dilakukan. Adanya impor beras diperkirakan tidak terlalu berdampak dikarenakan harga sudah terlanjur mengalami kenaikan di tingkat pedagang besar seiring minimnya pasokan. Kenaikan harga sayur-sayuran selain disebabkan oleh kenaikan permintaan, juga disebabkan oleh penurunan produksi dikarenakan adanya musim hujan. Penurunan pasokan ikan lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk selama musim penghujan, sehingga nelayan tidak bisa melaut. Demikian pula dengan penyediaan daging ayam yang terganggu kondisi cuaca, sehingga pasokan relatif terhambat. Dengan mengetahui permasalahan yang terjadi, diharapkan pemerintah dapat bergerak aktif untuk mengatasi permasalahan yang berpotensi terjadi. Penyediaan beras dapat segera ditingkatkan dan dipantau terus kondisinya. Sebagai contoh, kebutuhan beras di Kota Kupang per hari tidak kurang dari 150 ton beras. Oleh karena itu, stok beras harus dipastikan selalu tersedia, baik di BULOG maupun di tangan pedagang untuk memasok masyarakat dalam waktu yang aman. Terkait ketersediaan ikan tangkap, pemerintah dapat mengaktifkan cold storage yang ada. Adanya kondisi El Nino diharapkan juga dapat dimanfaatkan dengan baik. Mundurnya musim hujan yang diperkirakan baru turun pada bulan Desember sekiranya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan. Adapun terkait pemenuhan kebutuhan sayur-mayur, pemerintah dapat memulai dengan melakukan penanaman menjelang musim hujan, sesuatu yang jarang dilakukan oleh petani. Dengan waktu tanam lebih kurang 30 hari, masih ada peluang untuk menjaga inflasi agar tidak naik sebagaimana sebelumnya. Adanya keterlambatan musim hujan akibat El Nino diharapkan dapat sungguh-sungguh dimanfaatkan dalam menjaga pasokan yang biasanya sudah terhambat karena adanya cuaca buruk pada awal musim penghujan.
26
Triwulan III 2015
03
Perkembangan Perbankan Dan Sistem Pembayaran
Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami peningkatan. Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) dan triwulanan (qtq) mengalami peningkatan. Peningkatan ini juga masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Selain itu, beberapa indikator sistem pembayaran juga masih menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif di Provinsi NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.1. KONDISI UMUM Perkembangan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 relatif meningkat di atas kinerja perbankan Nasional. Peningkatan tersebut tercermin oleh beberapa indikator perbankan, diantaranya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan sebesar 18,35% (yoy), lebih tinggi dari Triwulan II 2015 sebesar 15,99% (yoy) atau dengan nominal mencapai Rp. 22,92 triliun. Kemudian kredit perbankan pada Triwulan III 2015 mencapai Rp.19,25 triliun atau tumbuh sebesar 14,33% (yoy), juga lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya mencapai 14,20% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan aset perbankan secara umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp. 33,23 triliun atau mengalami perlambatan sebesar 20,90% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 24,20% (yoy). Rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mengalami penurunan, dari 2,09% pada Triwulan II 2015 menjadi 2,00% di Triwulan III 2015. Angka tersebut juga masih tetap berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL Nett sebesar 5%. Selain itu, angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan III 2015 sebesar 83,99% sedikit lebih tinggi dari Triwulan II 2015 yang mencapai 83,94%. Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan
35,000
30,00%
30,000
25,00%
25,000
15,000
2,0%
90% 88%
15,00%
86%
10,00%
10,000
92%
20,00%
20,000
2,5%
94%
1,5% 1,0%
84% 82%
5,000
5,00%
0
0,00% IV
I
2012 ASET (MILIAR)
II
III
IV
I
2013 KREDIT (MILIAR)
II
III
IV
2014 DPK (MILIAR)
YOY ASET
I
II
III
2015 YOY KREDIT
0,5%
80% 78%
0,0% IV 2012
I
YOY DPK
II
III
IV
I
2013
II
III 2014
LDR
IV
IIII
II 2015
III
NPL
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 masih menunjukkan peningkatan. Sistem Pembayaran Tunai masih mengalami net-outflow sebesar Rp.846,35 miliar atau meningkat 46,69% (yoy). Besarnya Net Outflow terutama disebabkan oleh adanya perayaan Hari Raya Idul Fitri yang membuat konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan serta meningkatnya pembayaran proyek investasi. Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mencapai 52 lembar, lebih sedikit apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 966 lembar. Temuan uang palsu tersebut disebabkan oleh semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian. Pada Triwulan III 2015 transaksi non tunai mengalami peningkatan. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan. Volume kliring di Provinsi NTT mengalami peningkatan sebesar 28,15% (yoy), dan nominalnya meningkat sebesar 52,03% (yoy). Tidak hanya itu, perkembangan SKNBI di Provinsi NTT juga masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada Triwulan III 2015 masih mengalami net-to-NTT atau transfer uang yang masuk ke dalam Provinsi NTT lebih besar dari transfer uang yang keluar. Dari sisi nominal naik sebesar 39,17% (yoy) atau mencapai Rp.8.017,86 miliar, dan dari sisi volume mengalami penurunan
Triwulan III 2015
27
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
sebesar 51,68% (yoy), namun penurunannya tidak sebesar Triwulan II 2015 yang mencapai 81,55% (yoy). Pada triwulan ini juga pertumbuhan tersebut masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Aliran dana yang masuk ke NTT (NettToNTT ) pada Triwulan III 2015, diperkirakan adalah untuk pembayaran gaji ke 13 serta transfer dana pembayaran termin proyek ke III. Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI 40.00%
500.00%
YOY
30.00%
400.00%
20.00%
300.00%
10.00% 200.00% 0.00%
I
-10.00%
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II 2015
III
100.00%
-20.00%
0.00%
-30.00%
-100.00% VOLUME KLIRING
NOMINAL KRILING
VOLUME CEK/BG KOSONG
NOMINAL CEK/BG KOSONG
Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS Transaksi RTGS DARI (FROM) NTT
Nominal (Rp.Miliar)
17.188,53
20.597,63
III
IV
24.389,56
26.834,10
2014 89.009,82
2015 I
II
31.694,04
40.042,32
III 33.042,78
51.895
10.696
10.475
10.900
11.053
43.124
6.013
6.567
6.812
14,73%
-24,24%
-5,85%
17,73%
5,23%
-1,95%
84,39%
94,40%
37,50%
Nominal (Rp.Miliar)
1,80%
-10,63%
-12,49%
-13,70%
-27,89%
-16,90%
-43,78%
-37,31%
-37,50%
80.032,43
14.184,27
13.052,92
30.150,79
35.629,94
93.017,92
34.614,54
43.751,01
41.553,64
Volume (Lbr Warkat)
33.361
7.809
Growth Nominal
22,75%
6,58%
Nominal (Rp.Miliar) Volume (Lbr Warkat) Growth Nominal Growth Volume
NET FROM (TO) NTT
II
Volume (Lbr Warkat)
Growth Volume
FROM-TO NTT
90.782,31
2014 I
Growth Nominal Growth Volume
MENUJU (TO) NTT
2013
Nominal (Rp.Miliar) Volume (Lbr Warkat) Growth Nominal Growth Volume
7.868 -42,61%
8.965
9.294
33.936
5.984
6.086
5,877
69,58%
36,00%
16,23%
144,03%
235,18%
37,82%
2,55%
4,90%
-4,40%
9,21%
-1,94%
1,72%
-23,37%
-22,65%
-34,45%
22.500,17
4.329,99
4.261,96
13.639,43
19.742,90
41.974,28
25.133,15
29.243,54
21.382,63
5.379
1.393
1.231
1.567
1.746
5.937
1.106
1.188
1.085
325,42%
131,06%
-17,11%
114,10%
116,62%
86,55%
480,44%
586,15%
56,77%
17,27%
12,61%
-9,95%
20,45%
18,45%
10,37%
-20,60%
-3,49%
-30,76%
10.749,88
3.004,26
7.544,71
-5.761,23
-8.795,84
-4.008,10
-2.920,50
-3.708,69
-8.017,86
18.534
2.887
2.607
1.935
1.759
9.188
29
481
935
-22,79%
-67,97%
-969,65%
-296,19%
1159,36%
-137,29%
-197,21%
-149,16%
39,17%
0,47%
-36,18%
-30,29%
-56,23%
-69,93%
-50,43%
-99,00%
-81,55%
-51,68%
3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Walaupun pertumbuhan total aset mengalami perlambatan, namun kredit yang disalurkan maupun dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan. Rasio penyaluran kredit relatif meningkat, dan kredit bermasalah juga relatif berkurang dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja perbankan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya konsumsi selama perayaan Hari Raya Idul Fitri yang terlihat dari peningkatan kredit konsumsi di masyarakat. Peningkatan dana pihak ketiga lebih disebabkan oleh adanya peningkatan deposito dan giro pemerintah, seiring dengan pencairan dana transfer ke pemerintah daerah. Total Aset pada Triwulan III 2015 tumbuh 20,79% (yoy) atau sebesar Rp.32,75 triliun, lebih rendah dibandingkan Triwulan II 2015 yang mampu tumbuh mencapai 24,17% (yoy). Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Triwulan III 2015 naik 20,79% (yoy) atau sebesar Rp.22,57 tirliun, meningkat jika dibandingkan Triwulan II 2015 yang hanya tumbuh sebesar 15,82% (yoy). Pertumbuhan kredit hingga Triwulan III 2015 mencapai 14,30% (yoy) atau mencapai Rp.18,90 triliun, pertumbuhan ini sedikit lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 14,11% (yoy). Rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) pada triwulan ini juga menunjukkan adanya perbaikan yang terlihat dari penurunan nilai dari 2,01% menjadi sebesar 1,93% pada Triwulan III 2015. Selain itu, angka rasio likuiditas perbankan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 juga sedikit meningkat dari sebesar 83,61% pada Triwulan II 2015, menjadi 83,73%.
28
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif Perkembangan Aset Bank Umum baik di Provinsi NTT maupun secara Nasional pada Triwulan III 2015 mengalami perlambatan. Namun demikian, pertumbuhan Aset di Provinsi NTT masih tetap berada di atas Nasional. Perlambatan aset perbankan ini disebabkan oleh melambatnya aset bank pemerintah. Walaupun demikian, aset bank swasta pada triwulan ini masih mengalami peningkatan. Adapun perlambatan aset bank pemerintah yakni dari 25,52% (yoy) pada Triwulan II 2015 menjadi 21,12% (yoy) di Triwulan III 2015. Sementara itu, pada Triwulan III 2015 Aset bank Swasta Nasional mengalami peningkatan sebesar 18,34% (yoy) dari 14,30% (yoy) pada Triwulan II 2015. Walaupun aset bank pemerintah mengalami perlambatan, bila dilihat berdasarkan kelompok bank penyumbang Aset terbesar, pada Triwulan III 2015 Bank Pemerintah masih menjadi penyumbang aset terbesar yaitu 88,30%, sementara Bank Swasta Nasional sebesar 11,70%. Grafik 3.4. Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank
11,70% 88,30%
BANK PEMERINTAH
BANK SWASTA NASIONAL
3.2.2. Dana Pihak Ketiga Pada Triwulan III 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT mengalami peningkatan dan masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan penghimpunan DPK oleh perbankan dipicu oleh meningkatnya simpanan Giro dan Tabungan, sementara itu simpanan Deposito mengalami perlambatan. Peningkatan giro lebih disebabkan oleh adanya peningkatan dana transfer pemerintah yang belum dibelanjakan. Perlambatan deposito diduga disebabkan oleh adanya pengalihan dana ke rekening giro sebagai persiapan pelaksanaan aktivitas proyek di triwulan IV 2015. Pertumbuhan Giro pada Triwulan III 2015 mencapai 30,56% (yoy), dari 15,64% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Demikian juga dengan Tabungan yang mengalami peningkatan sebesar 7,34% (yoy) pada Triwulan III 2015, lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 6,78% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan Deposito pada triwulan ini melambat sebesar 25,34% (yoy), lebih rendah dibanding Triwulan II 2015 yang berhasil mencapai 32,49% (yoy). Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
Grafik 3.6. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
70%
(RP MILIAR)
<=3BULAN
<=6 BULAN
<=12 BULAN
>12 BULAN PEMERINTAH
PEMERINTAH
SWASTA
PERORANGAN
LAINNYA
SWASTA
GIRO
PERORANGAN
DEPOSITO
9.51
<=1 BULAN
554.71
0%
1,019.80
190.73
484.46
10%
264.23
2,774.30
30% 20%
13.07
40%
42.03
50%
3,136.67
5,594.46
8,484.32
60%
LAINNYA
TABUNGAN
Triwulan III 2015
29
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Berdasarkan komposisi, Giro Pemerintah pada Triwulan III 2015 memiliki porsi paling besar, kemudian diikuti oleh swasta dan perorangan. Selain itu, peningkatan giro yang besar pada Triwulan III 2015 juga disebabkan oleh meningkatnya giro pemerintah sebesar 32,88% (yoy), giro perorangan 34,26% (yoy), dan giro lainnya 17,77% (yoy) serta giro swasta naik 6,11% (yoy). Komposisi dana tabungan pada triwulan ini masih dikuasai oleh kelompok perorangan, kemudian swasta dan pemerintah. Pada Triwulan III 2015 kelompok Tabungan juga ikut meningkat, hal ini disebabkan oleh meningkatnya tabungan perorangan sebesar 6,71% (yoy), tabungan swasta 12,92% (yoy), dan tabungan pemerintah sebesar 9,77% (yoy). Sementara itu, tabungan lainnya mengalami penurunan sebesar 12,27% (yoy). Pada kelompok dana Deposito, triwulan ini mengalami perlambatan karena melambatnya deposito perorangan menjadi 17,34% (yoy), deposito pemerintah sebesar 36,56% (yoy) dan deposito swasta 19,99% (yoy) serta deposito kelompok lainnya yang melambat sebesar 12,57% (yoy). Hal ini juga diperkirakan karena adanya perpindahan preferensi simpanan dari deposito menjadi giro yang menunjukkan adanya indikasi penggunaan dana untuk kegiatan ekonomi dalam jangka pendek. Grafik 3.7.Pertumbuhan DPK
Grafik 3.8.Komposisi DPK
40%
Share
35% 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
IV 2013
I
II
III
IV
I
II
2014 GIRO (YOY)
25% 50.23%
45.60%
25.05%
25.98%
25.55%
20%
26.43%
28.65%
29.31%
10%
24.07% 24.23%
29.35%
I
II
26.67%
20.02%
27.65%
III
IV
I
2014
TABUNGAN (YOY)
42.04%
45.92% 55.92%
15%
2015
DEPOSITO (YOY)
47.35%
GIRO
DEPOSITO
II
5% 0%
2015 TABUNGAN
DPK (YOY)
3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan Penyaluran kredit oleh Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 sedikit meningkat bila dibandingkan dengan Triwulan II 2015, dan masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Pertumbuhan kredit yang sedikit meningkat karena pertumbuhan kredit Konsumsi yang meningkat selama libur sekolah dan perayaan Hari Raya Idul Fitri sebesar 13,81% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,08% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi relatif dijaga untuk menjaga tingkat kesehatan kredit yang disalurkan. Kredit Modal Kerja pada Triwulan III 2015 mengalami perlambatan sebesar 16,78%(yoy) dibandingkan Triwulan II 2015 yang mencapai 18,64% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit juga terjadi pada Kredit Investasi, yang Grafik 3.9.Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan 0.6
Grafik 3.10.Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
0.25
0.5
0.20
0.4 0.15
KONSUMSI
0.10
61,97%
0.3 0.2
7,08% INVESTASI
0.05
0.1 0
0.00 IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
30,95% MODAL KERJA
2012
2013
YOY KREDIT
30
Triwulan III 2015
YOY MODAL KERJA
2014 YOY INVESTASI
2015 YOY KONSUMSI
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
mengalami pertumbuhan sebesar 8,35% (yoy) di Triwulan III 2015, lebih rendah bila dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 13,20% (yoy). Peningkatan pertumbuhan Kredit Konsumsi pada triwulan ini antara lain terjadi pada sektor rumah tangga untuk keperluan multiguna yang tumbuh sebesar 52,06% (yoy), sedikit lebih rendah dari Triwulan II 2015 yang mencapai 52,90% (yoy). Sektor rumah tangga untuk pemilikan rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan) juga tumbuh 24,94% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar 8,27% (yoy). Sektor rumah tangga untuk pemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 70 pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar 15,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan II 2015 yang tumbuh mencapai 19,15% (yoy). Sementara itu, perlambatan Kredit Modal Kerja di Triwulan III 2015 terjadi pada sektor pertanian, perburuan dan kehutanan, sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi serta sektor konstruksi. Perlambatan Kredit Investasi dipicu oleh melambatnya Kredit Investasi pada sektor listrik, gas dan air, sektor kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan perorangan lainnya, serta sektor pertanian, perburuan dan kehutanan. Berdasarkan sektor usaha, pangsa terbesar penyaluran kredit pada Triwulan III 2015 di Provinsi NTT adalah sektor penerima kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian sektor pedagang besar dan eceran, serta sektor konstruksi. Grafik 3.11.Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
65,51% 26,79% 4,39% 1.66% 1.66%
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN KONSTRUKSI JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
3.2.4. Kualitas Kredit Total kredit bermasalah (Non Performing Loan;NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mencapai Rp.364,17 miliar atau dengan rasio sebesar 1,93%, lebih rendah dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 2,02%. Penurunan rasio kredit macet (NPL) terutama didorong oleh penurunan kredit bermasalah pada kredit konsumsi serta perbaikan kinerja kredit modal kerja. Sedangkan kinerja kredit investasi masih relatif kurang, terlihat dari kualitas kredit macet yang mengalami peningkatan. Grafik 3.12. Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan 5.00% 4.50% 4.00% 3.50% 3.00% 2.50% 2.00% 1.50% 1.00% 0.50% 0.00% I
II
III
IV
I
2014 NPL MODAL KERJA
NPL INVESTASI
II
III
2015 NPL KONSUMSI
NPL KREDIT
Triwulan III 2015
31
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Berdasarkan sektor ekonomi penyaluran kredit, maka kredit di sektor Listrik, Gas dan Air menjadi pendorong utama rasio kredit macet dengan rasio sebesar 19,56%, diikuti sektor konstruksi dengan rasio sebesar 10,51%, dan sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi sebesar 3,25%. 3.2.5. Suku Bunga Pada Triwulan III 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di Provinsi NTT sedikit meningkat. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga kredit Investasi mengalami peningkatan paling besar, diikuti oleh peningkatan suku bunga kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Berdasarkan nilai suku bunga, kredit investasi juga memiliki suku bunga tertinggi dibandingkan suku bunga kredit konsumsi dan modal kerja. Hal ini membuat nasabah kurang tertarik meminjam kredit investasi yang terlihat dari nilai kredit yang relatif rendah. Adanya peningkatan suku bunga dinilai justru akan menghambat investasi walaupun dapat dipahami bahwa kenaikan suku bunga saat ini lebih disebabkan oleh adanya kenaikan bunga DPK dan ketidak pastian ekonomi dunia. Suku bunga kredit investasi pada Triwulan III 2015 mencapai 15,17% sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 14,91%. Kemudian suku bunga kredit Modal Kerja pada triwulan ini juga mengalami sedikit peningkatan yaitu sebesar 14,13%, lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 13,99%. Suku bunga kredit Konsumsi pada Triwulan III 2015 juga ikut naik menjadi 14,62% dari 14,51% pada Triwulan II 2015. Grafik 3.13. Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.14. Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
25,00%
16%
18.00%
20,00% 15,00% 10,00%
16.00%
14%
14.00%
12%
12.00%
10%
10.00%
8%
8.00%
6%
6.00%
4%
4.00%
5,00%
2%
2.00%
0%
0.00%
0,00% IV 2012
I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
KREDIT (YOY)
I
II 2015
RATIO NPL
BI RATE
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
MODAL KERJA
I
II
III
IV
I
2014 INVESTASI
KONSUMSI
II
III
2015 RATA-RATA
BI RATE
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan III 2015 mencapai Rp. 6 triliun atau naik 19,91% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 18,04% (yoy). Selain itu, pertumbuhan UMKM di Provinsi NTT juga berada jauh di atas Nasional, pada Triwulan III 2015 yang hanya tumbuh sebesar 7,41% (yoy). Sementara itu, rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mencapai 31,73%, meningkat dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 30,83%. Grafik 3.16. Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.15. Komposisi Kredit UMKM
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
KECIL
43,89%
23,93% MIKRO
32,18% MENENGAH
32
Triwulan III 2015
70,01% 9,51% 4,86% 2,80% 2,74%
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN KONSTRUKSI JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM pada Triwulan III 2015 didorong oleh meningkatnya pertumbuhan kredit Kecil dan Menengah dengan pertumbuhan masing-masing 13,64%(yoy) dan 34,97% (yoy). Sementara itu, kredit Mikro pada triwulan ini mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 14,32% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan Triwulan II 2015 yang sebesar 19,21% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, baik kredit Modal Kerja maupun Investasi pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan. Kredit UMKM yang digunakan untuk Modal Kerja pada Triwulan III 2015 mencapai Rp 5,01 triliun atau naik 21,10% (yoy), lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya tumbuh 19,32% (yoy). Sementara itu, kredit UMKM yang digunakan untuk Investasi pada triwulan ini mencapai Rp 0,99 triliun, tumbuh 14,22% (yoy) lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya mencapai 12,08% (yoy). Risiko kredit macet (NPL) UMKM pada Triwulan III 2015 juga menunjukkan perbaikan kinerja yang ditunjukkan oleh penurunan NPL menjadi sebesar 3,83% menurun dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 4,06%. Rasio kredit macet di Provinsi NTT juga relatif lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 4,78%. Penurunan rasio kredit macet (NPL) UMKM di Provinsi NTT didorong oleh menurunnya NPL Kredit Mikro dari 3,10% pada Triwulan II 2015 menjadi 2,55% pada Triwulan III 2015. Selain itu, NPL Kredit Menengah pada Triwulan III 2015 juga mengalami penurunan yang mencapai 4,53%, lebih rendah dari Triwulan II 2015 yang sebesar 5,34%. Sementara itu, NPL Kredit Kecil mengalami sedikit peningkatan yaitu dari 3,72% pada Triwulan II 2015 menjadi 4,02% di Triwulan III 2015. Kredit UMKM pada triwulan ini menunjukkan peningkatan yang menggambarkan peningkatan kinerja di sektor produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT. Grafik 3.17. Perkembangan UMKM
Grafik 3.18. Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
7,000.00
35,00%
6,000.00
30,00%
60.00%
6,000
50.00%
5,000
5,000.00
25,00%
4,000.00
20,00%
40.00%
4,000
3,000.00
15,00%
30.00%
3,000
2,000.00
10,00%
1,000.00
5,00%
-
0,00% IV 2012
I
KREDIT UMKM
II
III
IV
2013
NPL KREDIT UMKM
I
II III 2014
IV
KREDIT UMKM (YOY)
I
II 2015
20.00%
2,000
10.00%
1,000
III 0.00%
0 IV 2012
I
II
III
IV
2013
I
II III 2014
IV
I
II 2015
III
RATIO NPL UMKM MODAL KERJA
INVESTASI
MODAL KERJA (YOY)
INVESTASI (YOY)
Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar 83,51% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit Investasi hanya sebesar 16,49% dari total kredit UMKM.
3.3. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Sampai dengan Triwulan III 2015 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada pertumbuhan penyaluran kredit dan penghimpunan DPK. Kondisi aset masih menunjukkan adanya peningkatan. Walaupun terjadi perlambatan, secara umum kinerja BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum.
Triwulan III 2015
33
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan 2012
Indikator Utama Aset (miliar) y-o-y aset Kredit (miliar) y-o-y kredit DPK (miliar)
2013
2014
IV
I
II
III
IV
250,74
253,67
263,47
302,54
336,87
26,62%
24,82%
23,40%
36,44%
175,40
180,85
212,00
242,30
17,55%
17,59%
27,15%
42,07%
I
2015
II
III
IV
I
343,28
355,19
373,58
II
III
415.26
436.99
454.41
481.56
34,35%
35,32%
34,81%
255,73
270,06
294,39
23,48%
23.27%
27.30%
26.50%
28.90%
306,28
318.54
330.21
348.80
45,80%
49,33%
38,87%
353.59
26,41%
24.56%
22.27%
18.59%
15.45%
186,17
181,93
183,85
211,41
247,60
250,20
323,64
274,78
308.97
311.39
330.86
352.91
y-o-y DPK
30,26%
24,84%
17,67%
30,29%
33,00%
37,53%
76,04%
29,98%
24.79%
24.45%
28.69%
28.43%
LDR
94,21%
99,41%
115,31%
114,61%
84,26%
82,57%
85,60%
84,13%
79.40%
80.46%
82.38%
80.52%
NPL
4,26%
7,38%
5,71%
4,33%
2,49%
6,63%
7,34%
8,49%
4.76%
5.46%
5.71%
6.05%
Perlambatan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) didorong oleh melambatnya pertumbuhan Deposito. Di sisi lain, kinerja tabungan justru menunjukkan adanya perbaikan walaupun besar pertumbuhan penghimpunan tabungan tidak sebesar pertumbuhan deposito. Grafik 3.19. Komposisi DPK BPR
Grafik 3.20. Pertumbuhan DPK BPR 250.00
45,00%
200.00
35,00%
40,00% 30,00%
150.00
33,53% 66,47%
25,00% 20,00%
100.00
15,00% 10,00%
50.00
5,00% 0,00% I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II 2015
2014
III
DEPOSITO TABUNGAN DEPOSITO
TABUNGAN
YOY DEPOSITO
YOY TABUNGAN
Perlambatan penyaluran kredit oleh BPR terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan kredit Investasi dan konsumsi. Kredit modal kerja masih dapat mengalami kenaikan walaupun hanya sedikit meningkat sebesar 20,65% (yoy) dari 20,15% (yoy) pada Triwulan II 2015. Peningkatan penghimpunan dana yang lebih tinggi dibanding penyaluran kredit membuat rasio likuiditas perbankan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan III 2015 mengalami penurunan menjadi 80,52% dari 82,38% pada Triwulan II 2015. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) pada triwulan laporan mencapai 6,05%, meningkat dibanding NPL triwulan II 2015 yang sebesar 5,71%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kualitas kredit yang disalurkan.
Grafik 3.21. Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Bukan Lapangan Usaha - Lainnya Perdagangan Besar dan Eceran
22.71%
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
10.54%
Konstruksi
9.02%
Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan…
35.00%
60%
30.00%
50%
25.00%
40%
5.93%
20.00%
5.35%
2.65%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
SHARE THD NPL
Rumah Tangga
Bukan Lapangan...
Jasa
Jasa Pendidikan
Real Estate
Kegiatan usaha yang...
0.08%
Pertambangan dan Penggalian 0.02%
Jasa Perorangan yang...
0.23%
Listrik, Gas dan Air
Jasa Kesehatan dan...
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Adsminitrasi
0.66% 0.50%
0% Perantara Keuangan
0.89%
Real Estate Industri Pengolahan
0.00% Penyediaan...
0.96%
Transportasi,..
1.26%
Jasa Pendidikan
10% Pertanian, Perburuan...
1.36%
Perantara Keuangan
5.00% Konstruksi
Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga
20%
10.00%
Perdaganan Besar
1.61% 1.46%
Listrik, Gas dan Air
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
Industri Pengolahan
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial…
30%
15.00%
3.12%
Perikanan
Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga
Pertambangan dan...
Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya
Perikanan
Grafik 3.22. Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi 31.65%
SHARE THD KREDIT
Untuk menekan angka rasio kredit macet, perlu adanya kerja sama yang baik antara Otoritas Jasa Keuangan Provinsi NTT selaku pengawas lembaga keuangan dan BPR sendiri sebagai lembaga penyalur kredit dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian serta selektif terhadap debitur.
34
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.4. KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau flores, sumba dan timor. Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu Asset, Penghimpunan DPK, Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, Pulau Sumba pada triwulan ini tumbuh paling tinggi dari Pulau Flores dan Pulau Timor. Grafik 3.23. Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau 35.00%
2.50%
30.00% 2.00% 25.00% 1.50%
20.00% 15.00%
1.00%
10.00% 0.50%
5.00% 0.00%
0.00% TIMOR ASSET
FLORES DPK
SUMBA KREDIT
NPL
3.4.1.Pulau Flores Pada Triwulan III 2015 pertumbuhan kinerja perbankan di pulau Flores mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Aset perbankan di pulau Flores yang hanya sebesar 18,60% (yoy) melambat dibanding pertumbuhan pada triwulan II 2015 yang mencapai sebesar 32,55% (yoy). Penghimpunan DPK dan penyaluran kredit juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Sementara itu, angka rasio kredit macet (NPL) di pulau flores pada Triwulan III 2015 mengalami penurunan dari periode sebelumnya, dari 1,83% pada Triwulan II 2015 menjadi 1,80% pada Triwulan III 2015. Grafik 3.25. Komposisi Kredit di Pulau Flores
Grafik 3.24. Komposisi DPK di Pulau Flores 100%
2.80%
0.14%
90% 80%
40.94% 11.24%
70%
85.82%
KONSUMSI
0.85%
60% 50% 40% 30%
INVESTASI
62,57%
3.34% 82.32%
3,81%
54.87%
20%
0.55%
6.18%
10% 0% PEMERINTAH
PERORANGAN
GIRO
DEPOSITO
SWASTA
MODAL KERJA
33,62%
10.95% LAINNYA
TABUNGAN
3.4.2. Pulau Sumba Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan III 2015 juga mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan kemungkinan disebabkan oleh relatif tingginya pertumbuhan kredit di periode-periode sebelumnya, sehingga pertumbuhan kredit terkesan melambat bila dibandingkan dengan tingginya pertumbuhan di waktu sebelumnya. Aset pada Triwulan III 2015 masih tumbuh sebesar 28,20% (yoy) atau Rp.2,42 triliun walaupun melambat dibanding pertumbuhan triwulan II yang sebesar 52,91% (yoy). Perlambatan tersebut juga diikuti oleh melambatnya pertumbuhan DPK dan kredit dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 30,64% (yoy) dan 11,90% (yoy). Sementara itu, rasio kredit macet di pulau Sumba relatif mengalami penurunan dari 1,01% pada Triwulan II 2915 menjadi 0,83% di triwulan III 2015.
Triwulan III 2015
35
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.26. Komposisi DPK di Pulau Sumba 100%
Grafik 3.27. Komposisi Kredit di Pulau Sumba
2.09%
90% 80%
49.18%
70%
13.75%
60%
84.15%
50%
KONSUMSI 100.00%
40% 30%
90.04% 1.37%
INVESTASI
71,83%
2,06%
49.45%
20%
4.61%
10%
5.35%
0%
PEMERINTAH
PERORANGAN
GIRO
DEPOSITO
SWASTA
0.00% 0.00%
MODAL KERJA
26,11%
LAINNYA
TABUNGAN
3.4.3. Pulau Timor Pada Triwulan III 2015 kinerja perbankan di pulau Timor malah tumbuh meningkat. Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 31,63% (yoy) atau sebesar Rp.22,19 triliun lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 19,28% (yoy). Penghimpunan DPK juga meningkat dari 2,32% (yoy) pada Triwulan II 2015 menjadi 16,51% (yoy) pada Triwulan III 2015. Sementara itu, penyaluran kredit pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan sebesar 9,70% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan II 2015 yang mencapai 4,72% (yoy). Rasio kredit macet di pulau Timor juga menunjukkan adanya penurunan sebesar, dari 2,30% pada Triwulan II 2015 menjadi 2,19% di triwulan III 2015. Grafik 3.28. Komposisi DPK di Pulau Timor
100%
1.44% 0.09%
90% 80%
Grafik 3.29. Komposisi Kredit di Pulau Timor
45.63%
9.66%
70%
88.81%
KONSUMSI
60% 50%
0.67%
4.87%
40% 30%
INVESTASI
59,94%
9,91%
83.82%
20%
8.50%
48.83%
MODAL KERJA
10% 0% PEMERINTAH GIRO
PERORANGAN DEPOSITO
7.64%
0.05%
SWASTA
LAINNYA
30,15%
TABUNGAN
3.5. SISTEM PEMBAYARAN 3.5.1. Transaksi Non Tunai 3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI) Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT Pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan. Pertumbuhan kliring di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 dari sisi nominal mencapai Rp.1.383,80 miliar, tumbuh 52,03% (yoy) lebih tinggi dibandingkan Triwulan II 2015 yang hanya mencapai 9,77% (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada Triwulan III 2015 naik 28,15% (yoy) atau mencapai 48.453 lembar warkat dari 12,49% (yoy) pada Triwulan II 2015. Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 didorong oleh Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar 42%, kemudian Bank Pembangunan Daerah sebesar 31%, dan Bank Pemerintah sebesar 27%.
36
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.30. Perkembangan SKNBI NTT
Grafik 3.31. Perkembangan SKNBI Nasional Nasional
1.600
60.000
NTT
1.400
780.000
50.000 40.000
800
30.000
600
720.000
660.000
I
II
2013
III
IV
I
2014
II
600.000
III
23.000.000 III
2015
NILAI (RP.MILIAR)
24.000.000
620.000
0 IV
25.000.000
640.000
10.000
III
26.000.000
680.000
400
0
27.000.000
700.000
20.000
200
28.000.000
740.000
1.200 1.000
29.000.000
760.000
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
2015
NILAI (RP.MILIAR)
VOLUME (LBR)
III
VOLUME (LBR)
Grafik 3.32. Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank
BANK PEMERINTAH
27.08%
41.85% BANK SWASTA NASIONAL BANK PEMBANGUNAN DAERAH
31.07% 3.5.1.2. Transaksi RTGS Transaksi BI-RTGS pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan. Tingginya net inflow RTGS di Provinsi NTT menggambarkan adanya aliran dana segar atau investasi ke Provinsi NTT, serta tingginya dana transfer pemerintah dalam rangka penambahan APBN dan persiapan pembayaran gaji ke 13. Transfer masuk (inflow) menggunakan BI-RTGS ke Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp.41.553,64 miliar, tumbuh melambat sebesar 37,82% (yoy) dari 235,18% (yoy) pada Triwulan II 2015. Total Nett-Inflow pada triwulan III Grafik 3.33. Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
Grafik 3.34. Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Nominal
12.000 50.000
10.000
45.000 40.000
8.000
35.000 30.000
6.000
25.000 20.000
4.000
15.000 10.000
2.000
5.000
0 I
II
III
IV
I
2014 FROM NTT
II 2015
III
0
I
II
III
IV
I
2014
TO NTT
FROM NTT
II 2015
III
TO NTT
3.5.2. Transaksi Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
Triwulan III 2015
37
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow) Perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow sebesar Rp.1.687,20 miliar yang tumbuh sebesar 25,56% (yoy) pada Triwulan III 2015, naik bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,83% (yoy). Sementara itu, aliran inflow pada Triwulan III 2015 mencapai Rp.840,86 miliar, naik 9,65% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan II 2015 yang mengalami penurunan sebesar 33,34% (yoy). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi di Provinsi NTT. Grafik 3.35. Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 3.36. Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) 700%
2000.00
500% 1000.00
400%
2,000
320%
400%
500.00 0.00
480%
2,500
600%
1500.00
300% I
II
III
IV
I
2011
-500.00
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
I
II
III
2015
1,500
240%
1,000
160%
200% 100%
80%
0% -1000.00
-100%
-1500.00
-200%
-2000.00
-300%
QTQ
NET IN/OUT (RP. MILIAR)
500
0%
0
I
YOY
II III 2012
IV
I
INFLOW (RP. MILIAR)
II III 2013
IV
I
II III 2014
OUTFLOW (RP. MILIAR)
IV
YOY INFLOW
I
II 2015
III
-80%
YOY OUTFLOW
3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Uang Tidak Layak Edar (UTLE) pada Triwulan III 2015 mengalami penurunan. Hal ini dapat digambarkan oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT Pada Triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp. 380,04 miliar, menurun 17,06% (yoy) bila dibandingkan dengan Triwulan II 2015 yang mencapai 15,68% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada Triwulan III 2015 yaitu sebesar 0,38%. Penurunan UTLE ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman masyarakat dalam menjaga kualitas uang yang dimiliki. 3.5.2.3. Temuan Uang Palsu Temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mengalami penurunan. Jumlah lembar uang palsu turun dari 966 lembar menjadi 52 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan Rp.50.000,-. Walaupun jumlah uang palsu yang ditemukan menurun namun kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah masih tetap diperlukan. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya uang palsu yang dilaporkan. Grafik 3.37. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
Grafik 3.38. Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
2,500.00
1600.00% 1400.00%
2,000.00
1000
1200.00% 1000.00%
1,500.00
800.00%
800 600
600.00%
1,000.00
400.00% 200.00%
500.00
0.00% 0.00
1200
I
II
III 2012
IV
INFLOW (RP. MILIAR)
I
II
III 2013
IV
OUTFLOW (RP. MILIAR)
I
II
III 2014
UTLE
IV
I
QTQ UTLE
II 2015
III
YOY UTLE
-200.00%
400 200 0
I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II 2015
III
LEMBAR UPAL
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menuntut pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
38
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
03
Gerakan Cinta Rupiah diPerbatasan–Atambua Kab.Belu NTT
Jumat, 16 Oktober 2015 di Lapangan Simpang Lima Atambua, pagelaran Tari Tebe Masal dalam rangka “Gerakan Cinta Rupiah dan Menuju Satu Abad Kota Atambua” berhasil memecahkan rekor baru MURI. Tercatat sebanyak 4.601 orang ikut terlibat dalam tarian khas Kabupaten Belu tersebut. Ribuan penari mengawali pagelaran tari dengan membentuk formasi barisan cinta Rupiah yang disimbolkan dengan bentuk “hati ( ) dan Rp” lengkap dengan pertunjukan Brazilian Wave di setiap barisan. Pagelaran Tari Tebe Masal sekaligus pencatatan Rekor MURI yang pertama kalinya di tanah Belu, diharapkan dapat menguatkan memorabilia kebanggaan warga perbatasan terhadap Rupiah sebagai simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini sangat relevan, mengingat masih adanya masyarakat di perbatasan yang menggunakan mata uang asing dalam bertransaksi. Gambar Boks 3.1. Formasi Tari Tebe Dilihat dari Ketinggian
Mengawali acara, Bupati Belu, Wilhelmus Foni, menyampaikan sekapur sirih berpesan kepada seluruh masyarakat yang hadir untuk selalu menanamkan “Cinta Rupiah” dalam benak mereka. Selain itu dirinya juga mengajak masyarakat untuk mensyukuri perayaan HUT Kota Atambua yang ke-99. “Kita patut berbangga karena kota ini telah melalui perjalanan panjang, hampir satu abad lamanya dan menjadi wilayah terdepan NKRI yang berbatasan dengan Republik Demokratis Timor Leste (RDTL). Oleh karena itu, sebagai warga perbatasan kita harus bangga dengan Rupiah, bukan dollar” ujarnya. Kepala Perwakilan BI Provinsi NTT, Naek Tigor Sinaga, dalam sambutannya, mengajak warga untuk selalu menggunakan rupiah sebagai alat untuk melakukan transaksi. “Rupiah merupakan alat pembayaran yang sah sehingga wajib digunakan dalam kegiatan perekonomian di wilayah NKRI. Bagi yang menolak Rupiah untuk pembayaran akan dihukum dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak 200 juta rupiah” tegas Sinaga. Selain itu, dirinya mengimbau masyarakat mewaspadai penggunaan mata uang asing di perbatasan, seperti di Kota Atambua yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, karena rawan infiltrasi berupa serangan mata uang asing. Gambar Boks 3.2. Sanksi atas Penggunaan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia SANKSI PELANGGARAN Kewajiban Penggunaan Rupiah
TUNAI NON TUNAI
Sanksi Pidana UU Mata uang (Kurungan Maksimal 1 Tahun & Denda Maksimal 200 juta) BI bewenang mengenakan sanksi administratif: - Teguran tertulis; - Denda berupa kewajiban membayar 1% dari nilai transaksi maksimal 1 milyar; dan/ atau - Larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran
Triwulan III 2015
39
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Departemen Pengelolaan Uang, Luctor E. Tapiheru, mengatakan bahwa Rupiah merupakan simbol NKRI dan merupakan alat tukar yang mempersatukan bangsa. “Saat ini dollar AS menguat karena kita kurang cinta Rupiah untuk transaksi, maka diharapkan masyarakat menggunakan Rupiah dalam bertransaksi di Indonesia. Di wilayah perbatasan yang rentan dengan penggunaan mata uang asing, harus selalu siaga dan tetap menggunakan Rupiah untuk bertransaksi agar orang hormat terhadap Rupiah” ujar Luctor. Wakapolda NTT, Kombespol Sumartono Johana, menambahkan bahwa pihak Polda akan terus berkoordinasi bersama BI mengawal pelaksanaan ketentuan yang berlaku terkait uang Rupiah. Rangkaian pembukaan Gerakan Cinta Rupiah dan Menuju Satu Abad Kota Atambua diakhiri oleh sambutan Wakil Gubernur NTT, Benny Litelnoni, yang sangat mengapresiasi pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan acara. “Saya ucapkan terima kasih kepada panitia dari Bank Indonesia yang telah menyelenggarakan acara ini. Tidak lupa pula kepada Bupati Belu yang telah berbuat baik bagi Kab. Belu selama ini” katanya. Selain itu Benny juga berpesan kepada masyarakat untuk mencintai Rupiah dengan sepenuh hati karena dengan Rupiah yang kuat, bangsa akan bermartabat. Selain balutan budaya melalui pagelaran Tari Tebe massal, tidak lupa dilakukan sosialisasi ketentuan terkait uang Rupiah khususnya ciri-ciri keaslian uang rupiah dan kewajiban penggunaan uang Rupiah serta edukasi keuangan yang disambut antusias peserta. Di samping itu, kas keliling pun digelar untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin melakukan penukaran uang kecil, lusuh, maupun rusak. Acara sosialisasi juga diramaikan dengan kuis-kuis berhadiah yang menambah semangat peserta untuk lebih memahami materi sosialisasi. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan peran Bank Indonesia menggerakkan perekonomian perbatasan, disaksikan oleh Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT, Paulus B. Manehat, dilakukan penyerahan secara simbolis Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dalam bentuk bantuan dana pembangunan rumah tenun kepada Kelompok Tenun Ikat “Suka Maju” di Desa Batnes, Kecamatan Musi, Kabupaten Timor Tengah Utara, yang juga merupakan wilayah perbatasan RI-RDTL. Acara diakhiri dengan hiburan artis lokal dan nasional yang menambah semarak Gerakan Cinta Rupiah di Perbatasan.
Kuatlah Rupiah, majulah daerah perbatasan, jayalah NKRI yang berdaulat dan bermartabat…!!!
40
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
04
Layanan Keuangan Digital (LKD) DiProvinsi NTT
Sektor jasa keuangan merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian suatu wilayah. Keberadaan bank dan lembaga keuangan akan menopang aktivitas ekonomi masyarakat, serta memudahkan masyarakat untuk menjangkau sumber modal dan pada akhirnya sektor produktif dapat lebih berkembang. Di Indonesia keterbatasan infrastruktur dan kondisi alam yang berupa kepulauan, termasuk NTT, menjadi kendala bagi bank dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama yang berada di daerah terpencil maupun pedesaaan. Keterbatasan layanan perbankan ini juga tidak lepas dari perhitungan skala ekonomis operasional bank di suatu daerah tersebut dan pertimbangan bank mengenai distribusi penduduk di suatu daerah yang akan dijangkau oleh layanan kantor cabang bank. Akibatnya, terdapat disparitas layanan perbankan dalam menjangkau seluruh daerah administrasi pemerintahan baik di tingkat provinsi, kabupaten dan terutama kecamatan. Sementara itu di NTT, perbandingan jumlah penduduk dewasa dengan jumlah rekening tabungan yang dimiliki oleh masyarakatnya sudah tergolong besar, yaitu dengan tingkat penetrasi 105%. Namun demikian, tingginya tingkat penetrasi tersebut lebih dikarenakan oleh adanya kepemilikan rekening tabungan lebih dari 1 rekening oleh 1 penduduk dewasa di suatu daerah. Kemudian jika dilihat dari persebarannya, masih terdapat perbedaan yang signifikan khususnya pada Kabupaten yang baru berkembang. Tabel Boks 4.1. Tingkat Penetrasi Tabungan di Provinsi NTT Kabupaten dengan Penetrasi Terendah
Kabupaten dengan Penetrasi Tertinggi
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Tingkat Penetrasi
Tingkat Penetrasi
Manggarai Timur
17,65
Kupang
168,10
Sumba Barat Daya
35,46
Kota Kupang
196,37
Nagekeo
43,68
Sumba Barat
209,19
Salah satu penyebab dari rendahnya tingkat penetrasi oleh Kabupaten yang baru berkembang adalah karena masih minimnya dukungan infrastruktur di daerah. sehingga, sebagian besar perbankan baru dapat menjangkau daerah ibu kota Kabupaten. Oleh karena itu, dalam rangka memperluas jangkauan layanan keuangan, khususnya bagi masyarakat unbanked dan underbanked, Bank Indonesia melakukan inovasi dengan menyelenggarakan Layanan Keuangan Digital (LKD) yang dahulu disebut branchless banking. LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat marjinal untuk mendapatkan layanan keuangan dengan aman dan biaya terjangkau, serta tanpa menggunakan kantor cabang bank tradisional. LKD merupakan salah satu bagian dari Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang telah dicanangkan oleh Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 2014. GNNT sendiri ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. Selain LKD, bagian lain dari GNNT adalah: 1. Elektronifikasi keuangan, berupa perubahan metode pembayaran di lingkup pemerintah yang awalnya tunai menjadi non tunai. Pada saat ini, tengah dilakukan migrasi pembayaran gaji PNS dari tunai menjadi non tunai yang dimulai dari beberapa SKPD 2. Uang Elektronik, merupakan alat pembayaran yang saldonya tersimpan secara chip based maupun server based. Adapun bentuk implementasi dari uang elektronik berupa penyaluran beasiswa kepada mahasiswa Universitas Nusa Cendana dengan menggunakan uang elektronik serta bantuan yang diberikan oleh Kementrian Sosial kepada masyarakat dalam Program Keluarga Harapan (PKH) Triwulan III 2015
41
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar Boks 4. 1 Bank dan Agen yang sudah menyalurkan LKD di Provinsi NTT
Tabel Boks 4.2 Hasil Identifikasi Kabupaten yang Berpotensi untuk Penerapan LKD
No.
Kabupaten
1.
TIMOR TENGAH SELATAN
2.
SUMBA BARAT DAYA
3.
MANGGARAI TIMUR
4.
NAGEKEO
5.
MABGGARAI BARAT
6.
TIMOR TENGAH UTARA
7.
SABU RAIJUA
8.
SUMBA TENGAH
Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia No. 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 16/12/DPAU tentang Penyelenggaraan LKD dalam rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen LKD Individu, maka diatur bahwa penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank dengan agen LKD badan hukum dan agen LKD individu. Program pemerintahan Jokowi (Nawacita) menargetkan kedaulatan keuangan melalui inklusi keuangan mencapai 50% penduduk Indonesia. Oleh karena itu, agar akses terhadap layanan keuangan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, maka LKD harus dapat dilakukan di seluruh daerah, termasuk Provinsi NTT. Untuk mewujudkan hal tersebut, Bank Indonesia telah melakukan Identifikasi Potensi Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT untuk memperoleh prioritas daerah yang membutuhkan, sehingga perluasan layanan oleh pihak penyelenggara LKD dapat tepat sasaran dan lebih optimal. Tabel Boks 4. 3 Indikator Penilaian dalam Kajian Identifikasi Potensi LKD di Provinsi NTT
Unbanked people : people adalah masyarakat yang belum terhubung dengan bank. Underbanked people : adalah masyarakat yang sudah menjadi nasabah bank, namun dalam layanan yang terbatas, contohnya hanya sebagai nasabah tabungan, belum dapat menikmati layanan kredit, internet banking atau layanan perbankan lainnya secara optimal.
42
Triwulan III 2015
04
Keuangan Daerah
Realisasi pendapatan pemerintah hingga triwulan III-2015 mencapai 80,9% (Rp16,04 triliun) dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp19,82 triliun. Realisasi anggaran belanja daerah pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan laporan masih rendah yaitu hanya sebesar 46,8% dari total anggaran belanja.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
4.1. KONDISI UMUM Secara akumulatif, anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT hingga triwulan laporan mencapai Rp32,07 triliun atau meningkat Rp0,98 triliun (3,15%) dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan alokasi anggaran belanja tersebut seiring dengan telah disahkannya APBD-P di beberapa kabupaten/ kota. Adanya peningkatan rencana belanja pemerintah pusat sebesar Rp.30 miliar lebih disebabkan oleh sudah dibukanya alokasi anggaran yang sebelumnya masih dalam pembahasan. Alokasi anggaran belanja terbesar pada pos belanja konsumsi sebesar 69,91% dan alokasi untuk belanja modal sebesar 30,09%. Persentase realisasi belanja daerah di Provinsi NTT hingga triwulan III 2015 tercatat 46,8% atau sebesar Rp15,02 triliun dari total pagu anggaran belanja daerah yang sebesar Rp32,07 triliun. Rendahnya penyerapan anggaran belanja daerah tersebut disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain : belum terlaksananya proyek pembangunan infrastruktur daerah seperti pembangunan sejumlah rumah sakit umum di Provinsi NTT (RS Johannes, RSUD Ruteng, RSUD Kota Kupang, RSUD Atambua), pembangunan gedung tiga universitas di kota Kupang dan beberapa proyek pembangunan infrastruktur daerah masih dalam proses pengerjaan. Realisasi anggaran pendapatan daerah untuk pemerintah di provinsi NTT mencapai 80,90% dari rencana pendapatan APBN dan APBD tahun 2015. Realisasi pendapatan tertinggi pada Dana Alokasi Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar Rp9,38 triliun (77,96%), realisasi Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp1,69 triliun (77,04%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada triwulan III 2015 sebesar Rp1,48 triliun (70,31% ). Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Realisasi Pendapatan Pemerintah
Realisasi Belanja Pemerintah 16,6%
1,5%
15,75%
10,3%
8,59%
Triliun
REALISASI
19,82
16,24
16
ANGGARAN
14
REALISASI
81,90% APBN
75,66% KAB
10
8
8
PENDAPATAN DAERAH
46,8% BELANJA DAERAH
2
ANGGARAN REALISASI 11,04
2,53
PROV
4,67 3,29
4
2,05
2
0,31 APBN
55,3% KAB
PORSI REALISASI BELANJA
8,30
6
3,28 1,38
0
55,3% APBN
12
10
6
80,9%
14
PROV
PORSI REALISASI PENDAPATAN
4
PAGU
17,74
REALISASI
16
12,14
31,1%
18
REALISASI
12
15,02
Triliun
PAGU
18
16,04
34,4%
13,6%
32,07 ANGGARAN
KAB
PROV
0 APBN
KAB
PROV
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
4.2. PENDAPATAN DAERAH Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT. Hal ini tercermin dari data realisasi pendapatan atas PPh mencapai Rp721,6 milyar hingga posisi triwulan III 2015. Pendapatan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berada diurutan kedua dengan realisasi sebesar Rp360,75 milyar atau 32,59% dari total penerimaan sektor perpajakan, sedangkan porsi pendapatan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Lainnya masih dibawah 2,5%. Realisasi dana transfer dari pemerintah pusat untuk provinsi dan kabupaten di NTT hingga triwulan laporan mencapai 76,63% atau sebesar Rp11,14 triliun. Nilai ini memiliki pangsa sebesar 75,94% dari total pendapatan pemerintah daerah. Adapun komponen pendapatan lain-lain daerah yang sah berada pada urutan kedua dengan pangsa 15,65% (realisasi 75,39%). Hal ini mencerminkan bahwa anggaran pendapatan dan keuangan daerah NTT masih sangat bergantung pada bantuan dana transfer dari pemerintah pusat dengan pangsa sebesar 85,62%.
Triwulan III 2015
43
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT kabupaten/kota
PROPINSI
68,4%
65,18% 32,59% 0,03% 2,21%
42,9%
28,0% 23,6%
11,6% 8,1%
PAJAK PENGHASILAN
6,7%
5,2%
2,9%
2,6%
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
DAU
PAD
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah
DAK
OTSUS
LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Tabel 4.1 : Realisasi Pendapatan Daerah RENCANA
URAIAN PENDAPATAN DAERAH PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN
REALISASI
Pangsa (%)
Nominal
%
19,520
14,666
75.13
1,940
1,232
63.51
8.40
14,534
11,138
76.63
75.94
394
275
69.88
1.88
DANA ALOKASI UMUM (DAU)
12,035
9,382
77.96
63.97
DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)
2,106
1,481
70.31
10.10
3,045
2,296
75.39
15.65
DANA HIBAH
60
21
35.39
0.14
DANA DARURAT
69
33
47.68
0.23
569
357
62.67
2.43
DANA PENYESUAIAN DAN OTSUS
2,199
1,694
77.04
11.55
PENDAPATAN DARI PIHAK KETIGA
116
112
96.47
0.76
32
16
48.80
0.11
63
-
0.43
DANA BAGI HASIL
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YG SAH
" DANA HASIL PAJAK DARI PROV. DAN PEMERINTAH DAERAH LAINNYA"
BANTUAN KEUANGAN PENDAPATAN LAINNYA Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Persentase realisasi pendapatan utama APBD di Provinsi NTT hingga triwulan berjalan masing-masing DAU mencapai 78,00%, Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus mencapai 77,00%, realisasi DAK sebesar 70,30%,PAD sebesar 63,50% dan pendapatan lainnya sebesar 70,70%. Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT 100
%
90 80
71,9
70 70,7
60 50
58,3
40 30 20 10 0
PAD
DAU
PROVINSI
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
DAK
KABUPATEN
OTSUS
LAINNYA
Grafik 4.5. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT NAGEKEO TTS LEMBATA SUMBA TIMUR FLOTIM RONDA SUMBA BARAT ALOR PROV. NTT MALAKA KOTA KUPANG MATIM ENDE MANGGARAI MABAR SBD BELU TTU NGADA KAB. KUPANG SIKKA SABURAIJUA SUMBA TENGAH
88,17 87,09 82,33 81,77 80,11 78,90 78,75 77,63 76,98 76,47 76,17 75,12 74,49 73,98 73,60 71,22 70,69 69,41 69,39 68,06 68,04 64,17 48,26
%
KAB+PROV
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Serapan Dana Penyesuaian dan Otsus di tingkat provinsi dipicu oleh adanya pencairan dana peningkatan kualitas pendidikan di daerah (a.l : Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap-III 2015, alokasi tunjangan guru PNS di daerah). Jumlah PAD Provinsi NTT memiliki pangsa 23,60% (Rp596,4 milyar) dari total pendapatan daerah. Pada tingkat kabupaten/kota, PAD memiliki pangsa 5,20% dari total pendapatan daerah, selebihnya berasal dari DAU dengan pangsa mencapai 68,40% (Rp8,3 triliun), dan realisasi DAK dengan pangsa 11,60%. Hal ini menunjukkan tingkat ketergantungan pemerintah kabupaten/ kota yang jauh lebih tinggi dibanding provinsi dikarenakan realisasi pendapatan asli daerah yang sangat kecil bila dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan kabupaten/kota per tahunnya.
44
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Persentase realisasi pendapatan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi NTT secara rata-rata mencapai 74,27%. Kabupaten dengan realisasi pendapatan tertinggi yaitu Kabupaten Nagekeo dengan realisasi mencapai 88,17% yang didorong oleh adanya peningkatan realisasi transfer dana perimbangan pemerintah ke kabupaten ini.
4.3. BELANJA DAERAH Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan III 2015 masih rendah yaitu 46,84% atau baru direalisasikan sebesar Rp15,02 triliun dari total anggaran belanja daerah yang sebesar Rp32,07 triliun. Rendahnya realisasi belanja di daerah pada triwulan laporan terutama disebabkan oleh rendahnya belanja modal yang baru terealisasi sebesar 29,74% atau Rp2,87 triliun dari total 9,65 triliun yang telah dialokasikan. Dengan waktu penyerapan anggaran hanya tersisa 2 bulan anggaran, maka percepatan penyerapan anggaran modal dirasa sudah sangat mendesak untuk dimonitor perkembangannya. Percepatan realisasi belanja modal pemerintah pusat yang mencapai lebih dari lima triliun rupiah dinilai perlu monitoring ekstra ketat. Berbeda dengan karakter penyerapan anggaran di APBD yang dapat dijadikan SILPA di tahun berikutnya, anggarap APBN yang tidak terserap akan otomatis kembali ke kas Negara. Oleh karena itu, akan sangat disayangkan apabila anggaran yang besar tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal. Serapan anggaran belanja konsumsi saat ini sudah mencapai 54,20% atau Rp12,15 triliun. Realisasi belanja pegawai menjadi pencapaian realisasi belanja tertinggi kedua yang lebih disebabkan oleh sifat pembayaran gaji yang memang secara rutin dibayarkan secara bulanan, sehingga tidak memungkinkan adanya penundaan pembayaran. Realisasi pencapaian belanja konsumsi tertinggi pada belanja hibah terutama pemerintah provinsi yang hingga triwulan III 2014 sudah terealisasi sebesar 75,06% dari total belanja hibah yang sebesar 1,38 triliun. Berdasarkan jenis pemerintahan, realisasi belanja daerah tertinggi sebesar 62,24% (Rp2,05 triliun) pada pemerintah provinsi NTT yang didominasi oleh realisasi belanja konsumsi sebesar 66,02% (Rp1,8 triliun) dan realisasi belaja modal sebesar 43,90% (Rp246,60 milyar). Grafik 4.6. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT %
50,3 42,3
URAIAN
66,0
62,2
54,2
53,6 46,8
43,9
32,8
46,8 29,7
23,9
APBN
KAB BELANJA DAERAH
PROV BELANJA MODAL
Tabel 4.2 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
TOTAL
BELANJA KONSUMSI
REALISASI Nominal
%
Pangsa (%)
BELANJA DAERAH
32,066
15,021
46.84
BELANJA MODAL
9,648
2,870
29.74
19.10
BELANJA KONSUMSI
22,418
12,152
54.20
80.90
BELANJA PEGAWAI
11,753
7,345
62.49
48.90
BELANJA BARANG DAN JASA
6,924
2,580
37.27
17.18
BELANJA HIBAH
1,381
1,037
75.06
6.90
BELANJA BANTUAN SOSIAL
690
270
39.10
1.80
BELANJA BAGI HASIL
328
162
49.46
1.08
1,234
729
59.07
4.85
109
29
26.86
0.19
-
-
-
-
BANTUAN KEUANGAN KONSUMSI LAINNYA BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
RENCANA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Realisasi belanja daerah pemerintah kabupaten di provinsi NTT mencapai 46,81% (Rp8,30 triliun) dari total anggaran belanja sebesar Rp17,73 triliun. Belanja modal pemerintah kabupaten/kota yang rendah hanya sebesar 23,94% menjadi penyebab utama rendahnya total belanja pemerintah kabupaten/kota. Lambatnya realisasi belanja modal berpotensi menghambat pencapaian pertumbuhan ekonomi di kabupaten. Selain itu, masih banyaknya kabupaten yang menerapkan standar akuntansi menggunakan cash basis membuat proyek pembangunan infrastruktur di daerah yang masih dalam proses pengerjaan tidak tercatat sebagai realisasi belanja modal hingga proyek tersebut sudah selesai dikerjakan. Hal ini pula yang membuat selalu terjadi lonjakan penyerapan anggaran di akhir tahun yang juga disebabkan oleh karakter kontraktor yang hanya mau menarik anggaran setelah proyek selesai. Penarikan anggaran sesuai termin pembayaran sekiranya dapat selalu ditekankan agar progress pembangunan infrastruktur dapat diketahui dengan lebih baik.
Triwulan III 2015
45
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 4.8. Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.7. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota 120 100 80
%
4,78 24.65
73,1
7,81
8,51
59,1
62,5
13,59
49,5
KONSUMSI LAINNYA
43,44
39,1
37,3
BANTUAN KEUANGAN
60
26,9
BELANJA BAGI HASIL
35,17
63,67
40
BELANJA BANTUAN SOSIAL
14,67
BELANJA PEGAWAI
12,05
KAB
PROV
0
APBN
BELANJA MODAL
Belanja Hibah
APBN
Belanja Bagi Hasil PROV
Bantuan Keuangan
27,8
14,0
61,5
59,0
49,9
0
Belanja Bantuan Sosial KAB
32,2
42,8
34,0
39,8
64,6
Belanja Barang dan Jasa
77,1
33,9
51,7
69,2
Belanja Pegawai
38,2
BELANJA BARANG DAN JASA
11,67
60,6
20,32
35,40
67,7
BELANJA HIBAH
20
0
Konsumsi Lainnya
TOTAL
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Pangsa realisasi belanja modal pemerintah pusat di Provinsi NTT mencapai 35,40% dan belanja pegawai sebesar 35,17%. Adapun alokasi belanja konsumsi pemerintah provinsi untuk belanja hibah menjadi alokasi belanja terbesar pemprov dengan pangsa sebesar 43,44%, diikuti belanja pegawai dengan pangsa sebesar 20,32%. Sedangkan pada pemerintah kabupaten/kota belanja pegawai memiliki pangsa yang tinggi hingga sebesar 63,67%, diikuti alokasi belanja barang dan jasa sebesar 13,59% dan alokasi belanja modal sebesar 11,67%. Secara persentase, realisasi belanja hibah menjadi komponen tertinggi di tingkat kabupten dan provinsi NTT dengan total 75,10%, di ikuti oleh belanja pegawai dengan total realisasi sebesar 62,50%. Pada pemerintah Provinsi NTT, alokasi belanja konsumsi terbesar pada komponen belanja hibah dengan realisasi tertinggi sebesar 77,10% dan belanja pegawai 69,20%. Di lingkup pemerintah kabupaten, belanja hibah juga menunjukkan realisasi belanja paling tinggi dengan persentase realisasi 64,60% dan belanja pegawai sebesar 60,60% Secara spasial, persentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota periode laporan mencapai rata-rata 46,40%, dengan persentase realisasi tertinggi pada Pemerintah Kab. Flores Timur sebesar 61,30% sedangkan Kab. Sumba Tengah menjadi yang terendah dengan realisasi hanya sebesar 29,80%. Belanja modal rata-rata di tingkat kabupaten baru mencapai 24,10%. Realisasi tertinggi pada kabupaten Sabu Raijua dengan realisasi 55,20% dan realisasi terendah pada Kab. Malaka dengan realisasi hanya sebesar 4,80%. Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
SUMTENG
MALAKA
SUMBAR
ENDE
MANGGARAI
KAB. KUPANG
TTU
NAGEKEO
ALOR
SBD
MATIM
LEMBATA
NGADA
TTS
BELU
MABAR
KOTA KUPANG
RONDA
SUMTIM
SABU RAIJUA
SAKKA
FLOTIM
PROV. NTT
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan data perbankan pada bulan September 2015 tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp7,48 triliun. DPK tersebut meningkat sebesar Rp1,91 triliun atau 34,29% (yoy) dibandingkan posisi yang sama tahun 2014. Peningkatan DPK tersebut mencerminkan realisasi belanja pemerintah masih belum terserap secara optimal. Instrumen utama penempatan dana pemerintah di perbankan, terutama dalam bentuk giro yang mencapai Rp5,49 triliun, sementara sisanya sebesar Rp1,98 triliun ditempatkan dalam bentuk deposito dan tabungan.
46
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 4.3. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.10. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur 8
7,48
7
GIRO
PEMERINTAH
TABUNGAN
DEPOSITO
TOTAL DPK
6 5
3 2 1 0
51.71
3.604
0
65.446
PROVINSI
374.315
4.285
334.652
713.252
KOTA
208.632
32.842
154.982
396.455
4.850.323
97.865
1.356.991
6.305.179
549.112
138.596
1.846.625
7.480.332
PUSAT
4
I
II
III 2012
IV
I
PUSAT
II
III 2013
PROVINSI
IV
PEMKOT
I
II
III 2014
IV
I
II 2015
III
KABUPATEN TOTAL
PEMKAB
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.4. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur APBN / APBD APBN PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
REALISASI
KAB
PROV
TOTAL
APBN
305,312
16,237,021
3,282,665
19,824,999
KAB
PROV
1,377,575
12,138,823
2,526,935
16,043,333
TOTAL 15,021,262
11,041,473
17,735,604
3,289,126
32,066,204
4,672,419
8,301,810
2,047,033
Belanja Modal
5,039,259
4,046,694
562,136
9,648,089
1,654,115
968,855
246,596
2,869,566
Belanja Konsumsi
6,002,214
13,688,911
2,726,990
22,418,115
3,018,304
7,332,954
1,800,437
12,151,695
Belanja Pegawai
2,427,634
8,724,438
600,956
11,753,028
1,643,253
5,285,813
415,942
7,345,008
Belanja Barang dan Jasa
3,013,188
3,329,559
581,066
6,923,812
1,151,535
1,128,422
300,206
2,580,162
-
228,218
1,152,778
1,380,997
-
147,474
889,149
1,036,623
561,392
100,089
28,337
689,819
223,517
34,071
12,141
269,729
Belanja Bagi Hasil
-
7,772
320,449
328,221
-
2,505
159,848
162,353
Bantuan Keuangan
-
1,197,650
35,903
1,233,553
-
706,530
22,098
728,628
Konsumsi Lainnya
-
101,185
7,500
108,685
-
28,140
1,053
29,193
Belanja Lainnya
-
-
-
-
-
-
-
-
(10,736,161)
(1,498,583)
(6,461)
(12,241,205)
(3,294,844)
3,837,013
479,902
1,022,071
Penerimaan
1,710,240
61,161
1,771,402
1,499,397
236,992
1,430,700
SILPA Tahun Lalu
1,592,422
53,779
1,646,202
1,423,405
231,609
1,357,626
Lainnya
117,818
7,382
125,200
75,992
5,384
73,074
Pengeluaran
119,400
54,700
174,100
71,250
53,526
99,163
Penyertaan Modal
108,400
50,000
158,400
69,250
50,000
97,500
11,000
4,700
15,700
2,000
3,526
1,663
1,590,840
6,461
1,597,302
1,428,147
183,466
1,331,537
92,257
-
92,257
5,265,160
663,369
5,648,453
Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial
SURPLUS/DEFISIT PEMBIAYAAN DAERAH
Lainnya PEMBIAYAAN NETTO SILPA SEKARANG
-
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Triwulan III 2015
47
05
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan
Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi perlambatan pada akhir 2015.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2015 mencatat angka 3,83% atau 88,4 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2015 sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Jumlah penduduk miskin di NTT hingga Maret 2015 mencapai 22,61% dari total penduduk meningkat dibandingkan periode September 2014 sebesar 19,60%. Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT pada tahun 2014 mencatatkan angka 62,26 meningkat dibandingkan 2013 sebesar 61,68.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
5.1. KONDISI UMUM Pada triwulan III 2015, kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada ketenagakerjaan dan kemiskinan menunjukkan perlambatan1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Agustus 2015 adalah 3,83% (88.446 jiwa) meningkat dibandingkan Agustus 2014 sebesar 3,26%(73.210 jiwa). Hasil tersebut sesuai dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi NTT pada triwulan IIII-2015 yang menunjukkan penurunan indeks ketenagakerjaan2 (SBT -5.55). Hal ini menunjukkan adanya penurunan penyerapan tenaga kerja pada periode laporan. Dari indikator kesejahteraan yang lain, angka kemiskinan menunjukkan peningkatan yang terlihat dari meningkatnya angka presentasi penduduk miskin menjadi 22,61% atau 1,15 juta jiwa pada bulan Maret 2015. Hal ini juga ditunjukkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Maret 2015 yang mengalami perlambatan dibandingkan September 2014. Perlambatan terutama didorong oleh meningkatnya biaya hidup petani di pedesaan, terutama biaya transportasi dan bahan makanan. Kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab.
5.2. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN 5.2.1. Kondisi Ketenagakerjaan Umum Hingga Agustus 2015, perkembangan tenaga kerja di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan yang ditunjukkan dengan peningkatan rasio penduduk menganggur atau yang disebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Namun angka TPT NTT tercatat masih lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 6,18%. Di sisi lain, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan peningkatan dari 68,91% (Agustus 2014) menjadi 69,25% pada Agustus 2015. Grafik 5.1. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka 2,350,000
88,446
100,000 90,000
2,300,000 73,210
74,727
2,250,000
70,664
66,875
2,200,000
80,000 70,000
57,999
60,000
2,150,000
50,000 2,100,000
40,000
2,050,000
30,000
2,000,000
20,000
1,950,000
10,000 -
1,900,000 AGUST 2010 AGUST 2011 AGUST 2012 AGUST 2013 AGUST 2014 AGUST 2015 ANGKATAN KERJA
KERJA
PENGANGGUR
Sumber : BPS, diolah
Dilihat dari jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, terjadi peningkatan Angkatan Kerja terdidik untuk tingkat SMP hingga Universitas, sementara tenaga kerja tingkat SD cenderung menurun. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat NTT untuk bersekolah. Namun, peningkatan jumlah tenaga kerja terdidik tersebut tidak dibarengi peningkatan lapangan kerja yang cukup. Hal ini terlihat dari tingkat pengangguran terdidik yang cukup tinggi. Menurut data BPS, pengangguran tingkat universitas, SMP, SMK dan SMA cenderung naik, sementara untuk tingkat SD dan Diploma cenderung turun. Hal ini dimungkinkan terjadi karena masih terbatasnya lapangan pekerjaan sektor formal dan industri di Provinsi NTT yang membutuhkan pekerja terdidik. Struktur ekonomi NTT yang masih tergantung pada sektor pertanian membuat penciptaan lapangan kerja lebih menyukai penggunaan tenaga kerja tidak terdidik dikarenakan oleh upah buruh yang lebih murah. Sementara untuk diploma, kebutuhan perusahaan akan pegawai siap kerja dengan gaji dibawah strata S1 diperkirakan menjadi salah satu penyebab penyerapan pegawai di tingkat ini cenderung lebih baik.
1. Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa. 2. Angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban "naik" dengan jawaban "turun" disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor Triwulan III 2015
49
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 5.2. Perkembangan Angkatan Kerja Sesuai Tingkat Pendidikan 1600
ribu
ANGKATAN KERJA
Grafik 5.3. Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan jiwa
35000
1400
PENGANGGUR
30000
1200
25000
1000 20000 800 15000
600 400
10000
200
5000
0 SD
SMP
SMA AGUSTUS 2014
SMK
DIPLOMA
UNIVERSITAS
0
SD
SMP
SMA AGUSTUS 2014
AGUSTUS 2015
Sumber : BPS, diolah
SMK
DIPLOMA
UNIVERSITAS
AGUSTUS 2015
Sumber : BPS, diolah
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Pada rentang Agustus 2014 dan Agustus 2015 terjadi pergeseran struktur tenaga kerja di Provinsi NTT. Sektor Pertanian dan jasa-jasa mengalami peningkatan, sedangkan sektor industri mengalami penurunan. Semua sub sektor yang termasuk dalam kelompok sektor industri, yaitu industri, pertambangan, listrik, gas dan air serta konstruksi mengalami penurunan. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi, diantaranya adanya pabrik pengolahan mangan yang berhenti beroperasi seiring kebijakan moratorium tambang mangan di beberapa Kabupaten/kota di NTT. Sementara untuk kelompok sektor jasa-jasa, peningkatan terutama berasal dari sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor keuangan serta perdagangan. Pembukaan beberapa pusat perbelanjaan baru di Provinsi NTT, pengembangan infrastruktur telekomunikasi dan sarana perhubungan diperkirakan menjadi beberapa penyebab peningkatan. Grafik 5.4. Struktur Tenaga Kerja di NTT Agustus 2014 dan 2015
Grafik 5.5. Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Agustus 2015
1,600,000 1,400,000 1,200,000
PERTANIAN
1,000,000
PERTAMBANGAN
62% 0% 5% 1% 3% 1% 6% 9% 13%
800,000 600,000 400,000
INDUSTRI LISTRIK, GAS DAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN TRANS, PERGUDANGAN & KOMUNIKASI
200,000
KEUANGAN
PERTANIAN
INDUSTRI AGUSTUS 2014
JASA-JASA
JASA KEMASYARAKATAN
AGUSTUS 2015
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan Struktur pekerja di NTT berdasarkan status pekerjaan tidak menunjukkan adanya perubahan signfikan pada rentang Agustus 2014 dan Agustus 2015. Porsi pegawai formal pada periode tersebut masih tetap berada pada kisaran 21%, sementara pegawai informal masih menjadi mayoritas dengan porsi 79%. Hal menarik dalam pertumbuhan status pekerjaan adalah tingginya peningkatan jumlah pekerja yang tidak dibayar sebesar 56.600 jiwa atau tumbuh sebesar 9% (yoy). Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas lapangan pekerjaan di Provinsi NTT. Grafik 5.6. Perkembangan Struktur Tenaga Kerja Sesuai Status Pekerjaan
Grafik 5.7. Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat
2,000,000
800,000
1,800,000
700,000
1,600,000
AGUSTUS 2014
jiwa
AGUSTUS 2015
600,000
1,400,000 500,000
1,200,000 1,000,000
400,000
800,000
300,000
600,000
200,000
400,000
100,000
200,000 0
0 FORMAL SERIES 1
Sumber : BPS, diolah
50
Triwulan III 2015
Berusaha Sendiri
INFORMAL
Berusaha dibantu buruh tidak tetap
Pekerja bebas
INFORMAL
SERIES 2
Sumber : BPS, diolah
Pekerja Tak Dibayar
Berusaha dibantu Buruh/Karyawan buruh tetap FORMAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
5.2.4 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan III 2015, diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor minuman (39,66%) namun menurun dibandingkan triwulan-II yang sebesar 44,86%. Di sisi lain, produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 6,70 juta/tenaga kerja atau menurun dibandingkan triwulan III yang sebesar Rp 10,87 juta/tenaga kerja. Penurunan produktivitas terjadi pada seluruh sektor industri, baik makanan, minuman maupun furnitur. Dari sisi pendorong produktivitas, sektor furnitur menjadi yang tertinggi sebesar Rp 8,37 juta/ tenaga kerja. Sementara industri makanan menjadi terendah sebesar Rp 5,13 juta/tenaga kerja. Grafik 5.8. Perkembangan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang 50
Grafik 5.9. Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
%
50
30
45
45 39,66
25
40
40
35
35
20
30
32,03
25 30
15
20 15
28,31
25
6,79
10 20
5
15
0 I
II
III
IV
I
II
2013 INDUSTRI MAKANAN
III
IV
I
2014 INDUSTRI MINUMAN
II 2015
5 I
II
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
2014
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI FURNITURE
Sumber : BPS, diolah
10
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI FURNITUR
II 2015
III
0
TOTAL
Sumber : BPS, diolah
5.2.5 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan pada triwulan III-2015. Hal ini menunjukkan adanya penurunan dalam penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT. Berdasarkan hasil survei, sektor utama yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian. Sementara itu, sektor bangunan/konstruksi serta pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan di triwulan III. Untuk periode triwulan IV 2015, penyerapan tenaga kerja diperkirakan mengalami peningkatan yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan tenaga kerja yang meningkat. Grafik 5.10. Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU 30
% SBT
25 20 15 10 INDEKS
5 0
I
II
-5
III 2012
IV
I
II
III
IV
2013
I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV*
2015
-10 -15
*Perkiraan
INDEKS PROYEKSI TENEGA KERJA
INDEKS JUMLAH TENAGA KERJA
Sumber: BPS (diolah)
5.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN 5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum Kondisi kesejahteraan di Provinsi NTT pada periode Maret 2015 tercatat melambat. Hal ini terindikasi dari peningkatan jumlah penduduk miskin serta penurunan pada Nilai Tukar Petani (NTP) pada Bulan triwulan-I 2015. Hingga Maret 2015, presentasi jumlah penduduk miskin di NTT mencapai 22,61% meningkat dibandingkan periode September 2014 yang sebesar 19,60%. Peningkatan jumlah penduduk miskin diperkirakan terjadi seiring
Triwulan III 2015
51
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 5.11. Perkembangan Nilai Tukar Petani 104
160 102.71
103
150
102
101.16
101
140
100
130
99 98
120
97
110
96 95
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
II
2014 NTP - AXIS KANAN
III
100
2015 IT
IB
Sumber: BPS (diolah)
perlambatan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Hal ini terindikasi dari penurunan Nilai Tukar Petani pada bulan Maret 2015 dibandingkan September 2014 yang disebabkan oleh peningkatan indeks harga yang dibayar petani, terutama dari komponen sandang, bahan makanan dan transportasi. 5.3.2 Tingkat Kemiskinan . Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT hingga Maret 2015 mencapai 1,15 juta jiwa, meningkat sebanyak 167,9 ribu jiwa atau 16,9% dibandingkan bulan September 2014. Berdasarkan data histroris jumlah penduduk miskin, trend peningkatan jumlah penduduk miskin juga terjadi di tingkat nasional walaupun tidak setinggi di Provinsi NTT. Prosentase jumlah penduduk miskin di NTT mencapai 22,61% lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 11,22%. Berdasarkan rangking prosentase penduduk miskin di Indonesia, Provinsi NTT berada di peringkat ke-3 terbawah dan hanya berada di atas Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua. Oleh karena itu, usaha-usaha peningkatan taraf hidup masyarakat melalui program pengembangan pendidikan dan pembukaan lapangan usaha baru perlu terus dilakukan guna memperbaiki posisi perekonomian NTT di tingkat nasional. Grafik 5.12 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 5.13 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi 28,17
25 23 21 19 17 15 13 11 9 7 5
%
22.61
25,82
% 22,61
14,66
14,91
Lampung
DIY
17,08
17,10
Aceh
NTB
17,88
18,32
19,51
11.22
MAR 12
SEPT 12
MAR 13
SEPT 13
NTT
Sumber : BPS, diolah
MAR 14
SEPT 14
MAR 15
Nasional
Bengkulu Gorontalo
Maluku
NTT
Papua Barat
Papua
Sumber : BPS, diolah
Dari sisi komposisi, mayoritas penduduk miskin di NTT berada di pedesaan dengan jumlah mencapai 1,04 juta jiwa atau 21,78% dari total penduduk di pedesaan. Sementara jumlah penduduk miskin di perkotaan hanya sebesar 116,16 ribu (11,28% dari total penduduk di perkotaan). Berdasarkan pertumbuhannya, jumlah penduduk miskin di pedesaan pada bulan Maret 2015 meningkat 17,8% dibandingkan September 2014, sementara peningkatan penduduk miskin di perkotaan hanya sebesar 9,9%. Adanya inflasi yang tinggi berpotensi menurunkan daya beli dan meningkatkan kemiskinan. Hal ini terlihat dari peningkatan Garis Kemiskinan (GK) yang mencapai Rp 297.864,-/kapita atau meningkat 10,92% dari bulan September 2014 yang sebesar Rp 268.536,-/kapita. Peningkatan terutama berasal dari komponen bahan makanan yang mencapai 11,6%, sementara non bahan makanan hanya sebesar 8,3%. Data Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Maret 2015 juga
52
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 5.14. Presentase Penduduk Miskin di NTT
1,200
5.15. Perkembangan Garis Kemiskinan 1,159.84 %
Ribu
350 300 250
23.00
800
RIBU 297.86
28.00 1,000
200
600
18.00
150
400
100
13.00
200
50
0
8.00
MAR 12 PERKOTAAN
SEPT 12
MAR 13
PEDESAAN
KOTA+DESA
SEPT 13
MAR 14
%PERKOTAAN
SEPT 14 %PEDESAAN
0
MAR 15
MAR 12
%KOTA+DESA
Sumber : BPS, diolah
SEPT 12
MAR 13
MAKANAN
SEPT 13
SEPT 14
MAR 14
BUKAN MAKANAN
MAR 15
GARIS KEMISKINAN
Sumber : BPS, diolah
mendukung hal tersebut dengan adanya peningkatan pada indeks yang dibayar (IB) Petani, terutama dari biaya bahan makanan, sandang dan transportasi. Peningkatan biaya hidup yang tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan masyarakat di NTT menjadi penyebab naiknya jumlah penduduk miskin. Mayoritas penduduk yang masih bekerja di sektor informal (buruh tani) dengan pendapatan yang cukup terbatas menyebabkan peningkatan jumlah masyarakat yang tidak mampu hidup secara layak. Indikator lain yang dapat dipergunakan dalam menggambarkan kondisi kemiskinan, diantaranya adalah indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di NTT pada Maret 2015 (P1: 4,06 dan P2: 1,07) tercatat meningkat dibandingkan September 2014 (P1: 3,25 dan P2: 1,07). Peningkatan keduanya mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran juga semakin melebar. Grafik 5.16. Indeks Kedalaman Kemiskinan
Grafik 5.17. Indeks Keparahan Kemiskinan
5.00
1.40
4.50
1.20
4.00
1.00
3.50
0.80
3.00
0.60
2.50
0.40
2.00
0.20
1.50
0.00
1.00 MAR 12
SEPT 12
KOTA
MAR 13
SEPT 13
DESA
MAR 14
SEPT 14
MAR 15
MAR 12
KOTA+DESA
Sumber : BPS, diolah
SEPT 12
KOTA
MAR 13
SEPT 13
DESA
MAR 14
SEPT 14
MAR 15
KOTA+DESA
Sumber : BPS, diolah
5.3.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pada tahun 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) mengimplementasikan metode baru untuk perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sesuai dengan perubahan metode yang diberlakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan beau adalah: 1) Indikator kesehatan yang masih menggunakan Angka Harapan Hidup Saat Lahir (AHH), 2) Perubahan pada indikator pendidikan, yaitu penggunaan Harapan Lama Sekolah (HLS) menggantikan Angka Melek Huruf (AMH), sementara komponen rata-rata lama sekolah
Triwulan III 2015
53
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
(RLS) masih digunakan, 3) Perubahan indikator standar hidup yang awalnya menggunakan PDB perkapita menjadi PNB perkapita, serta 4) Perubahan Agregasi Indeks menjadi rata-rata ukur/geometrik. Berdasarkan perhitungan angka IPM baru tersebut, IPM NTT tahun 2014 adalah 62,26 berada pada peringkat ke-31 dari 34 Provinsi di Indonesia, diatas Papua (56,75), Papua Barat (61,28) dan Sulawesi Barat (62,24). IPM NTT tersebut meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 61,68. Besaran indikator pembentuk IPM di NTT adalah: Angka Harapan Hidup (AHH): 65,91 tahun, Angka Harapan Lama Sekolah (AHLS): 12,65 tahun, Rata-Rata Lama Sekolah (RLS): 6,85 tahun dan Pengeluaran Per Kapita (PPK) mencapai Rp 6.934.000,-. Apabila dilihat secara spasial, angka IPM Kota Kupang (77,58) menjadi yang tertinggi, sementara Kab. Sabu Raijua (52,51) menjadi yang terendah. Dari 22 Kab/Kota di Provinsi NTT, hanya Kota Kupang yang memiliki IPM >70, sementara 11 kabupaten berada pada rentang 60-65 dan 10 Kabupaten berada di bawah 60. Dari indikator pembentuk IPM, indikator AHH, AHLS,RLS dan PPK tertinggi berada di Kota Kupang, sementara untuk kategori terendah: AHH, RLS dan PPK ada di Kab. Sabu Raijua, sementara AHLS di Kab. Manggarai Timur dan Kab. Manggarai Barat. Grafik 5.8. Sepuluh Provinsi dengan Angka IPM terendah 66,43
Gambar 5.1. IPM Kabupaten/Kota di NTT
66,42 65,18
66,17
64,89
64,31 62,26
62,24 61,28
56,75
Sulawesi Tengah
Lampung
Maluku Utara
Sumber : BPS, diolah
54
Triwulan III 2015
Gorontalo
KALBAR
NTB
NTT
Sulawesi
Papua Barat
Papua
Sumber : BPS, diolah
06
Outlook Pertumbuhan Ekonomi Dan Inflasi Di Daerah
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan-IV 2015 diperkirakan meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Secara tahunan, perekonomian NTT juga diperkirakan akan sedikit lebih tinggi dibanding 2014. Di sisi lain, pertumbuhan inflasi pada akhir 2015 diperkirakan lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh percepatan belanja pemerintah, peningkatan kinerja pertanian seiring musim panen padi ke-2, serta dorongan konsumsi seiring perayaan hari raya natal dan tahun baru. Sementara, peningkatan kinerja perekonomian secara tahunan pada 2015 terutama berasal dari peningkatan belanja pemerintah, akselerasi sektor perdagangan dan sektor konstruksi. Perkembangan inflasi secara triwulan diperkirakan mengalami peningkatan seiring peningkatan konsumsi masyarakat di waktu natal dan menjelang tahun baru. Di sisi lain, inflasi secara tahunan diperkirakan lebih rendah dibanding 2014. Stabilnya harga komoditas administered prices (bahan bakar minyak) menjadi penyebab utama.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-IV 2015 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Optimisme peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator survei dan liaison yang dilakukan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan berada pada rentang 5,0 – 5,4% (yoy), sehingga proyeksi pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2015 diperkirakan berada pada rentang 4,9 – 5,3 (yoy) diatas proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada rentang 4,7 – 5,1% (yoy). Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor konstruksi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT. Pertumbuhan kedua sektor tersebut diperkirakan menjadi pendorong ekonomi NTT, baik di Triwulan IV maupun secara keseluruhan pada tahun 2015. Percepatan belanja pemerintah, realisasi belanja dana desa dan realisasi proyek-proyek pada triwulan IV diperkirakan menjadi pendorong utama. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi untuk triwulan IV juga terbantu oleh sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan seiring masa panen ke-2 untuk padi irigasi, serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor seiring perayaan natal dan tahun baru di akhir tahun. Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV-2015 5,40
%
%
11 9
5,20
7
5,00
5 4,80
3 4,60
1
4,40
-1
4,20
-3 II
III
I
2014
II
III
Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2015 5,80 5,70 5,60 5,50 5,40 5,30 5,20 5,10 5,00 4,90 4,80 4,70
%
IV*
%
11 9 7 5 3 1 -1 -3
II
III
I
2015
II
III
2015
PDRB (YOY)
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)
ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)
PDRB (YOY)
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)
ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)
PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY)
KONSTRUKSI
JASA PENDIDIKAN (YOY)
PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY)
KONSTRUKSI
JASA PENDIDIKAN (YOY)
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 6.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Sektoral Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan terutama didorong oleh masa panen padi ke-2 untuk sawah irigasi. Beberapa sentra produksi padi di NTT, seperti Lembor, Kab. Manggarai Barat juga telah memasuki musim panen pada bulan November. Sementara itu, musim hujan diperkirakan akan secara merata tiba pada bulan Desember, sehingga bertepatan dengan selesainya panen raya padi dan persiapan masa tanam. Angka ramalan sementara produksi padi sendiri pada musim panen I sebesar 567.243 ton, proyeksi BPS untuk 2015 angka produksi padi mencapai 943.020 ton Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan November
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Desember
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Triwulan III 2015
55
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Peningkatan sektor pertanian juga terlihat dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan kenaikan indeks ekspektasi kegiatan usaha dan tenaga kerja sektor pertanian pada triwulan IV 2015. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan akan mengalami kenaikan. Belanja barang dan jasa pemerintah yang baru terealisasi sebesar 37,27% pada triwulan III 2015 diperkirakan akan kembali meningkat. Selain itu upaya memaksimalkan belanja bantuan sosial dan belanja pegawai juga diperkirakan akan terus dilakukan untuk meningkatkan realisasi. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan juga mengalami peningkatan. Peningkatan sektor perdagangan terutama didorong oleh belanja masyarakat seiring perayaan hari raya natal dan tahun baru di bulan Desember. Peningkatan juga terindikasi dari perkembangan indikator kegiatan usaha pada Survei Kegiatan Dunia Usaha-Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan. Grafik 6.3. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian
Grafik 6.4. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
30
30
20
20
10
10
0
0 I
-10
II
III
IV
2013
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IVP
I
-20
-20
-30
-30
-40
KEGIATAN USAHA
HARGA JUAL
II
-10
2015
III
-40
TENAGA KERJA
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
IV
I
2013
II
III
IV
I
2014
KEGIATAN USAHA
HARGA JUAL
II
III
IVP
2015
TENAGA KERJA
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Sektor konstruksi diperkirakan meningkat seiring penyelesaian proyek pemerintah di akhir tahun. Peningkatan sektor konstruksi terutama berasal dari pengerjaan proyek jalan dan gedung pemerintahan pada akhir tahun, selain itu penyelesaian proyek rehabilitasi infrastruktur bandara dan perlabuhan juga masih dilakukan di akhir tahun. 6.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat seiring optimisme masyarakat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK). Peningkatan optimisme masyarakat diperkirakan terjadi seiring perayaan Natal dan Tahun Baru serta dibarengi peningkatan pendapatan pada musim panen padi ke-2. Selain itu, akselerasi anggaran pemerintah di bidang proyek-proyek infrastruktur diperkirakan dapat pula mendorong pendapatan masyarakat yang bekerja sebagai buruh harian lepas. Grafik 6.5. Indeks Tendensi Konsumen 115 115
110
110 105
105
100
100
95
95
90
90
85
85
80
80 III
IV
2012 ITK
Sumber : BPS, diolah
56
Triwulan III 2015
I
II
III
2013 PROYEKSI PEND.RT
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV*
2015
RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Komponen investasi diperkirakan mengalami peningkatan. Indikasi peningkatan terlihat dari trend peningkatan net RTGS masuk ke NTT. Pada triwulan III, net RTGS masuk mencapai Rp 8,02 triliun atau tumbuh 39,42% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan arus dana masuk tersebut diperkirakan akan digunakan untuk peningkatan kegiatan investasi. Selain itu, menjelang akhir tahun anggaran, pemerintah juga akan melakukan percepatan investasi agar dana pembangunan yang sudah dianggarkan dapat terealisasi. Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan IV diperkirakan akan sedikit melambat. Perlambatan diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan konsumsi masyarakat NTT untuk perayaan Natal dan Tahun Baru, terutama barang-barang pokok seperti beras, tepung terigu dan bahan pangan lainnya. Di sisi lain, adanya kapal yang dialokasikan untuk mengangkut ternak sapi dari NTT diperkirakan dapat membantu mengurangi gap net impor antar daerah. Adanya kapal tersebut diharapkan dapat membantu memaksimalkan kuota pengiriman sapi di NTT. Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri diperkirakan masih meningkat seiring trend penguatan dolar terhadap rupiah yang masih terjadi. 6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sepanjang Tahun 2015 Secara umum, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 akan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun 2014. Peningkatan terutama didorong oleh anggaran pemerintah yang naik sebesar Rp 4,73 triliun atau 17,32%(yoy) pada tahun 2015. Namun, upaya peningkatan perekonomian yang lebih tinggi masih terhambat dengan banyaknya permasalahan realisasi anggaran yang menyebabkan penyerapan tidak optimal. Dorongan pertumbuhan ekonomi NTT juga diperkirakan berasal dari sektor Pertanian, seiring Angka Ramalan (ARAM-II) produksi komoditas padi yang menunjukkan adanya peningkatan sebesar 14,2% (yoy), selain itu, produksi komoditas jagung juga diperkirakan meningkat sebesar 6,74% (yoy). Sektor lainnya yang mengalami pertumbuhan adalah sektor konstruksi seiring peningkatan proyek-proyek Pemerintah, serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran seiring peningkatan pendapatan masyarakat di sektor pertanian dan pembukaan lapangan kerja di sektor konstruksi. Dari sisi penggunaan, peningkatan penanaman modal asing hingga 155,07% (yoy) sampai akhir triwulan III 2015 menunjukkan perbaikan kinerja investasi di tahun 2015.
6.2 INFLASI Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2015 diperkirakan mengalami penurunan. Inflasi Provinsi NTT pada akhir tahun 2015 diperkirkan berada pada kisaran 3,8% - 4,1% (yoy) jauh dibawah inflasi tahun 2014 yang sebesar 7,76% (yoy). Penurunan terutama disebabkan oleh tidak adanya gejolak harga BBM bersubsidi pada tahun 2015, penurunan tarif dasar listrik, penurunan harga solar serta relatif stabilnya harga bahan pangan, seperti ikan segar dan bumbu-bumbuan. Namun di sisi lain, komoditas yang tercatat sebagai penyumbang inflasi tahunan cukup tinggi di tahun 2015 adalah angkutan udara dan beras. Tingginya tarif angkutan udara diperkirakan terjadi akibat penyesuaian harga seiring penguatan dolar terhadap rupiah serta permintaan tiket yang cukup tinggi di NTT sebagai dampak dari peningkatan kondisi perekonomian NTT. Sementara itu secara triwulanan (qtq), inflasi pada triwulan IV diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan III yang disebabkan oleh momen Natal dan Tahun Baru di akhir tahun. Kenaikan harga pangan, terutama beras, harga makanan jadi (kue) serta harga sandang akibat peningkatan permintaan di akhir tahun diperkirakan menjadi penyebab utama.
Triwulan III 2015
57
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.6. Perkembangan Inflasi NTT 9% 8% 7% 6%
4,04%
5% 4% 3% 2%
2,64%
1% 0% -1%
III
IV 2012
I
II
III
IV
2013
I
II
III
IV
2014 HARGA JUAL
I
II
III
IV*
2015
TENAGA KERJA
Sumber : BPS, diolah
Secara triwulanan, komoditas volatile food diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan IV. Secara historis, peningkatan harga terutama berasal dari komoditas beras, bawang merah dan ikan kembung. Peningkatan harga beras diperkirakan terjadi akibat kenaikan permintaan masyarakat dan penurunan produksi secara nasional akibat dampak El Nino. Walaupun produksi beras di NTT diperkirakan naik, namun belum seimbang dengan kebutuhan masyarakat, sehingga mayoritas kebutuhan beras masih dipasok dari Makassar dan Jawa Timur. Sementara itu, kenaikan harga bawang merah diperkirakan terjadi akibat musim tanam yang baru tiba. Di sisi lain, kenaikan harga ikan kembung disebabkan oleh cuaca buruk di akhir tahun seiring musim hujan yang telah tiba sehingga mendorong penurunan produksi. Inflasi administered prices diperkirakan cukup stabil pada bulan Desember. Potensi kenaikan harga hanya berasal dari harga tiket angkutan udara seiring libur Natal dan Tahun Baru. Namun, berdasarkan data historis yang ada peningkatan harga tiket tidak terlalu tinggi pada bulan Desember. Tidak adanya rencana kenaikan harga BBM juga diperkirakan mendorong normalnya inflasi kelompok administered prices. Komoditas core inflation diperkirakan mengalami peningkatan seiring kenaikan permintaan masyarakat. Momen hari raya keagamaan seperti Natal dan perayaan Tahun Baru yang identik dengan acara kumpul keluarga yang diselingi berbagai hidangan dan penggunaan pakaian baru dari anggota keluarga, diperkirakan dapat mendorong kenaikan inflasi komoditas inti (core). Beberapa komoditas yang diperkirakan naik diantaranya: nasi, kue kering berminyak dan komoditas sandang.
58
Triwulan III 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
05
Perkuat Implementasi Kerjasama BI Dengan Polri Di NTT Dalam Rangka Mendukung Pengembangan Kegiatan Perekonomian NTT
Memiliki wilayah yang berupa kepulauan, berbatasan dengan Negara tetangga, terdapat destinasi pariwisata turis mancanegara, dan kondisi perekonomian yang sedang berkembang, bisa menjadi hal yang positif sekaligus ancaman pelaksanaan tugas Kantor Perwakilan BI Provinsi NTT di bidang sistem pembayaran, baik tunai maupun non tunai. Ancaman bisa berupa tindak pidana di bidang sistem pembayaran dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA), serta pelanggaran kewajiban penggunaan uang rupiah dan tindak pidana uang Rupiah. Belum lagi risiko membawa uang Rupiah dalam rangka pengedaran uang ke daerah pelosok. Dibutuhkan sinergi yang kuat antara BI dan institusi kepolisian untuk menciptakan efektivitas dan tata kelola yang baik di bidang sistem pembayaran. Gambar Boks 5.1. Pembukaan Sosialisasi Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja
Untuk membentuk sinergi yang kuat, dibutuhkan pemahaman yang baik akan peran dan tugas masing-masing institusi. Oleh karena itu, menindaklanjuti penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) KPw BI Provinsi NTT dengan Polda NTT sebelumnya, pada tanggal 13 Oktober 2015 diselenggarakan kegiatan sosialisasi materi kerjasama antara BI dan Polri bertempat di Hotel Swiss-belinn Kristal Kupang. Kegiatan ini mengundang peserta dari jajaran Polda khususnya Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Satuan Brimob, dan Direktorat Pembinaan Masyarakat. Selain itu, peserta kegiatan adalah kasat reskrim dari total 16 (enam belas) Polres/Polresta se-NTT. Sebagai narasumber sosialisasi hadir dari BI Kantor Pusat yaitu Asral Mashuri-Departemen Pengelolaan Uang (DPU), A. Fathurrohman-Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP), dan Rachmat Daud-Departemen Logistik dan Pengamanan (DLP). Melengkapi komposisi narasumber, hadir pula Kombespol Syahri gunawan dari Divisi Hukum Mabes Polri. Gambar Boks 5.2. Penjabaran 4 Pedoman Kerja PPK BI – Polda NTT
Tata cara pelaksanaan penangannan dugaan TP SP dan KUPVA
Tata cara pelaksanaan penanganan dugaan pelanggaran kewajiban penggunaan uang rupiah di NKRI
Tata cara pelaksanaan pengamanan BI dan pengawalan barang berharga milik negara
Tata cara pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap Badan Usaha Jasa Pengamanan untuk kawal angkut uang dan pengelolaan uang
Triwulan III 2015
59
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kepala Perwakilan BI Provinsi NTT, Naek Tigor Sinaga, dalam sambutannya, menekankan pentingnya menjaga kedaulatan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Penjatuhan hukuman yang cukup berat pada kasus pembuatan uang palsu di Jember dan pengedaran uang palsu di Merauke diharapkan dapat menjadi jurisprudensi dan rujukan bagi kasus serupa. Penetapan hukuman penjara hingga 10 tahun penjara dan denda hingga 200 juta seperti kasus temuan uang palsu di Bajawa, Kabupaten Ngada, diharapkan dapat memberikan efek jera dan peringatan kepada pelaku tindak pidana uang Rupiah lainnya. Sebagaimana diketahui jumlah peredaran uang palsu di wilayah NTT yang terungkap terus menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu sebanyak 45 lembar pada tahun 2013, 72 lembar pada tahun 2014, dan 1069 lembar pada tahun 2015 (per 9 Oktober 2015). Kegiatan sosialisasi ini mendapat apresiasi dari Kapolda NTT, Brigjenpol Endang Sunjaya, yang hadir didampingi oleh Wakapolda, Irwasda, dan beberapa pejabat utama lainnya dari Polda NTT. Dalam sambutannya, Kapolda menegaskan bahwa pelaksanaan sosialisasi ini sangat penting dalam rangka mendukung implementasi MoU antara BI dengan Polri, khususnya penegakan hukum terkait tindak kejahatan keuangan dan berbagai transaksi lainnya. Banyaknya permasalahan dan kejahatan dalam bidang perbankan seperti peredaran uang palsu dan kejahatan valuta asing. Oleh karena itu, BI dan Polri bekerjasama untuk mengamankan kejahatan pembayaran, transaksi kiminal serta perdagangan uang palsu. Dalam rangka meningkatkan motivasi insan kepolisian dan sebagai bentuk apresiasi BI atas pengungkapan dan penyidikan kasus pengedaran uang palsu di Bajawa, pada pembukaan acara tersebut dilakukan penyerahan plakat dan piagam penghargaan kepada Polres Ngada dan insan kepolisian yaitu: Kasat Reskrim Polres Ngada, Kapolsek Golewa, dan Pjs Kanit Reskrim Polsek Golewa. Hal ini menambah antusiasme peserta yang hadir terlihat dari banyaknya jumlah pertanyaan yang dilontarkan dan jumlah peserta yang sama sekali tidak berkurang sampai dengan akhir penyampaian materi. Semoga antusiasme peserta akan terus berlanjut pada semangat dan konsistensi implementasinya di lapangan sehingga tercipta kondisi sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai yang kondusif dan ideal untuk mendukung pengembangan perekonomian di NTT.
60
Triwulan III 2015