JURNAL PSIKIATRI INDONESIA Vol.2 No.1 Tahun 2016 e-ISSN: 2502-2512
Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Kecemasan Keluarga Pasien Di Ruang Flamboyan RSUD Jombang M.Mahmudi1, Monika Sawitri Prihatini2, Rifa’i3 1,2,3
STIKes Pemkab Jombang
ABSTRAK Pendahuluan :Pasien dan keluarganya yang menjalanirawatinap di rumahsakit akan mengalami perasaan cemas atau yang sering disebut ansietas.Hal ini disebabkan keluarga tidak mampumemberikan dukungan bagi pasien dan keluargapasien kesulitan bekerjasama dengan perawat.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik dengan kecemasan keluarga pasien di Ruang Flamboyan RSUD JOMBANG. Metode :Desain penelitian ini adalah analitik korelasional. Variabel independen penelitian ini adalah komunikasi kasi terapeutik dan variabel dependenpenelitian ini adalah kecemasan keluarga pasien di Ruang Flamboyan dengan sampel sebanyak 32 orang yang di ambil menggunakan Consecutive Sampling. Data yang terkumpul dari tanggal 30 mei – 13 juni 2016 di analisis dengan dengan uji statistik spearman rank corelation. Hasil :Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh (56,3%) tenaga kesehatan menerapkan komunikasi terapeutik tidak baikdan hampir setengah (43,8%)responden tidak mengalami kecemasan. Analisa data dengan menggunakan akan spearman rank corelationdengan taraf signifikan α = 0,05 diperoleh hasil penghitungan dengan nilai corelation coefficient 0,905 bahwa H1 di tolak yang artinya tidak ada hubungan komunikasi terapeutik dengan kecemasan keluarga pasien di Ruang Flamboyan Flamboyan RSUD JOMBANG.Pembahasan :Kesimpulan dari penelitian initidak ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan kecemasan keluarga pasien di Ruang Flamboyan RSUD Jombang. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan oleh peneliti selanjutnya untuk mencari faktor penyebab kecemasan yang lain selain darifaktorkomunikasi terapeutik Kata Kunci :komunikasi komunikasi terapeutik, kecemasan,keluarga
PENDAHULUAN Komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien merupakan hal yang pokok dalam asuhan keperawatan. Penggunaan komunikasi terapeutik harus memperhatikan pengetahuan, sikap dan cara yang digunakan oleh perawat sangat besar pengaruhnya terhadap usaha mengatasi berbagai masalah psikologis pasien maupun keluarganya kel (Roatib, Suhartini & Supriadi, 2007). Komunikasimerupakan penghubungdalam bersosial. Ilmu komunikasi sekarang berkembang pesat. Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah komunikasi kesehatan atau komunikasi terapeutik yang selalu dilakukan saat berhubungan dengan pasien ataupun keluarga dan tenaga kesehatan lainnya (Setianti 2007). Pasien bersama keluarganya yang Masuk Rumah Sakit (MRS) RS) akan mengalami perasaan cemas
atau yang sering disebut ansietas ansietas. Hal ini disebabkan mereka tidak mampu untuk membangun dukungan bagi pasien dan mereka sering terlihat kesulitan bekerjasama dengan perawat. Hal ini menimbulkan kebingungan dan meningkatkann stress dan kemarahan dalam diri keluarga terhadap staf perawat. Sebenarnya hal demikian tidak akan terjadi apabila sejak dari pertama kali pasien MRS, perawat mampu memberikan pengertian dan pendekatan yang terapeutik kepada pasien dan keluarganya yang diwujudkan iwujudkan dengan pelaksanaan komunikasi yang efektif antara perawat dengan pasien dan keluarganya berupa komunikasi terapeutik baik komunikasi verbal maupun non verbal (Rahmat, 2006). Komunikasi yang kurang baik berdampak
Evidence Based Practice Indonesia Web: http://ebpi.asia Email:
[email protected]
Jurnal Psikiatri Indonesia Vol: 2, No:1 Tahun : 2016 buruk bagi pasien maupun keluarga, diantaranya kesalahpahaman dan kebingungan pada keluarga, perawat harus bisa menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh keluarga dalam menerangkan tindakan komunikasi dengan menjawab pertanyaan, siapa yang menyampaikan, apa yang di sampaikan, melalui saluran apa dan apa pengaruhnya (Canggara ,2006). Penelitian yang di lakukan oleh Rusmini tahun 2006 tentang hubungan komunikasi terapeutik dengan kecemasan keluarga di RSU Doris Sylvanus Palangkaraya didapatkan bahwa perilaku perawat khususnya dalam berkomunikasi kurang baik (35,5%). Penelitian yang dilakukan Prihatiningsih (2012) menunjukkan komunikasi terapeutik yang dilakukan di Ruang Melati RSUD Kebumen sudah cukup baik (53,3 %). Tingkat kecemasan keluarga pasien di Ruang Melati RSUD Kebumen mayoritas berkategori sedang (62,7%). Terdapat hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien di Ruang Melati RSUD kebumen dengan p=0.003 (<0.05) Dari hasil wawancara dengan lima keluarga pasien di ruang Paviliun Flamboyan RSUD Jombang mengenai komunikasi antara perawat dengan anggota keluarga, tiga anggota keluarga menyatakan bahwaperawatkurang memberikan informasi mengenai kondisi pasien. Kondisi tersebut menjadikan anggota keluarga menjadi lebih khawatir. Sedangkan dua keluarga menyatakan bahwa justru anggota keluarga yang lebih aktif mencari informasi mengenai kondisi pasien, namun tidak mendapat informasi yang baik dari perawat. Menurut anggota keluarga apabila perawat memberikan informasi kondisi pasien kurang bisa dipahami oleh anggota keluarga, dimana perawat masih banyak menggunakan istilah bahasa medis sehingga mempersulit pemahaman anggota keluarga. Bagi keluarga pasien yang berada dalam keadaan kritis (critical care patients) memiliki stress emosional yang tinggi. Mendapatkan informasi tentang kondisi medis pasien dan hubungan dengan petugas pemberi pelayanan merupakan prioritas utama yang diharapkan dan diperlukan oleh keluarga pasien. Para penelitisebelumnyamendapatkan data adanyapeningkatan kejadian stress yang dialami oleh keluarga e-ISSN: 2502-2512
Hal.20 pasien segera setelah pasien berada di rumahsakit, perawatan pasien dirumahsakitdan lingkungan rumah sakit yang asingdapatmenimbulkan stress bagi keluarga pasien. Hal lain yang menyebabkan stress adalahdokter dan perawat merupakan orang yang asing, bahasa medis yang sulit dipahami dan terpisahnya anggota keluarga dengan pasien. Untuk itu pelayanan keperawatan perlu memberikan perhatian untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam frekuensi, jenis, dan dukungan komunikasi. Sejalan dengan itu, pelayanan keperawatanperlu memahami kepercayaan, nilai-nilai keluarga, menghormati struktur, fungsi, dan dukungan keluarga (Potter & Perry, 2009). Menurut Potter dan Perry (2006) dengan komunikasi dan hubungan terpeutik diharapkan dapat menurunkan kecemasan keluarga pasien karena keluarga merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi dalammencapai tujuan perawatan yang optimal sertadiiharapkan dapat menghilangkan kecemasan. Selain itu sikap yang penuh perhatian, empati, dan ramah saat menyampaikan informasi tersebut sangat diharapkan oleh keluarga (Neves, 2009). Dari pemikiran dan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan komunikasi yang dilakukan perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang menjalani di Ruang Flamboyan RSUD Jombang.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional dengan pendekatan Cross Sectional dengan teknik consecutive sampling.Desain penelitian iniadalah penelitian analitik korelasi denganmenggunakan kuesioner untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik dengankecemasan keluarga pasien di Ruang Flamboyan RSUD Jombang.Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga pasien yang di rawatsebanyak 43 responden. Penelitian ini akan dilakukan dalam kurun waktu dua minggu. Sampel penelitian ini sebanyak 32 responden. 1. Kriteria Inklusi a. Keluarga pasien yang di rawat di RuangFlamboyan
Jurnal Psikiatri Indonesia Vol: 2, No:1 Tahun : 2016 b. Keluargaberusia25 - 50 tahun c. Keluarga tinggal satu rumah 2. Kriteria Eksklusi: 1) Keluarga pasien yang tidak koopratif Dari hasil pengisian kuesioner, ditabulasikan dan dianalisa disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan variabel kemudian diuraikan sesuai hasil yang dicapai guna mengetahui hubungan hubungan komunikasi yang dilakukan perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di Ruang Flamboyan RSUD Jombang. Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu deengan menggunakan uji analisa data Spearman Rank. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian disajikan dalam dua bagian yaitu data umum dan data khusus. Data umum menyajikan karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. Sedangkan data khusus komunikasi terapeutik dan kecemasan dan hubungan hubungan komunikasi yang dilakukan perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di Ruang Flamboyan RSUD Jombang Karakteristik data umum responden penelitian di Ruang Flamboyan RSUD Jombang pada tanggal 31mei sampai13Juni 2016 Tabel 1.Distribusi karakteristik data umumresponden di Ruang Flamboyan RSUD Jombang pada tanggal 31mei - 13Juni 2016. No 1
2
3
4.
Usia 25 – 35 36 – 45 46 – 55 Pendidkan Pendidikan Dasar(SD/SMP/MTS) Pendidikan Menengah(SMU/SMK) Pendidikan Tinggi(D3/S1/S2/S3) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja
f 13 17 2
( %) 40,6 53,1 6,3
13 17 2
40,6 53,1 6,3
17 15
53,1 46,9
14 18
43,8 56,3
Sumber data primer 2016. Tabel 2.Distribusi karakteristik data khusus responden di Ruang Flamboyan RSUD Jombang pada tanggal 31mei - 13Juni 2016 e-ISSN: 2502-2512
Hal.21 No 1.
2.
Data Khusus Komunikasi terapeutik Baik
f
%
23
71,9
Tidak baik
9
28,1
Kecemasan Normal
14
43,8
Ringan
10
31,3
Sedang
8
25,0
Sumber data primer 2016. Tabel 3.Tabulasi silang antara umur dengan komunkasi terapeutik di di Ruang Flamboyan RSUD Jombang pada tanggal 31mei – 13Juni 2016 Komuni kasi f terapeut ik Baik 6 Tidak baik Total
8 1 4
Kecemasan Nor F Ring f Seda f Tot mal an ng al % % % % 18,8 5 15,6 3 9,4 1 43, 4 8 25,0 5 15,6 5 15,6 1 56, 8 2 43,8 1 31,2 8 25,0 3 100 0 2 ,0
Sumber data primer 2016. Analisa Uji Statistik Tabel 4. Hasil uji spearment rank antara komunikasi terapeutik dengan kecemasan keluarga di Ruang Flamboyan RSUD jombang tahun 2016. Terapeu Kecemas tik an Correlati on Coefficie Terapeut nt ik Sig. (2tailed) N Spearma n's rho Correlati on Coefficie Kecemas nt an Sig. (2tailed) N
1,000
,022
.
,905
32
32
,022
1,000
,905
.
32
32
Jurnal Psikiatri Indonesia Vol: 2, No:1 Tahun : 2016 Berdasarkan tabel 4.8 hasil uji Spearman's rho angka korelasi 0,905 dengan angka signifikan atau nilai Correlation Coefficient (1,000) jauh lebih tinggi standart signifikan 0,05 atau ( ≤ α ), yang berarti tidak ada hubungan kedua variabel yang signifikan yaitu tidak ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan kecemasan keluarga pasien di Ruang Flamboyan RSUD Jombang tahun 2016. PEMBAHASAN Berdasarkan tabel2 dapat di ketahui bahwa separuh (56,3%) tenaga kesehatan menerapkan komunikasi terapeutik kurang baik. Musliha & Fatmawati, (2010) menjelaskan komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja dan merupakan tindakan profesional, komunikasi terapeutik sebagai kegiatan bertukar informasi antara perawat dan pasien yang dilakukan secara sadar dalam rangka proses penyembuhan. Kegiatan yang dilakukan oleh perawat adalah mencari informasi mengenai keluhan yang dirasakan oleh pasien dan mengevaluasi. Kegiatan pasien adalah memberikan informasi yang sejelasjelasnya mengenai keluhan yang dirasakan agar dapat dijadikan pegangan perawat dalam bertindak (melakukan tindakan keperawatan). Kenyataan di lapangan perawat melakukan komunikasi yang kurang baik karena faktor komunikasi interpersonal dan pengalaman dalam berkomunikasi dari perawat dan kesibukan perawat dalam merawat pasien yang lain juga kurangnya hubungan saling percaya antara perawat dan klien. Berdasarkan tabel 2. dapat di ketahui bahwa hampir setengah (43,8) tidak mengalami kecemasan. Kecemasan merupakan keadaan perasaanyang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yangakan datang. Keadaan yang tidak menyenangkan itu sering kabur dan sulit menunjuk dengan tepat, tetapi kecemasan itu sendiri selalu dirasakan (Lestari, 2015) Kenyataan di lapangan responden atau keluarga tidak mengalami kecemasan karena pasien yang di rawat sudah beberapa kali kambuh dan sembuh dan mangatakan ikhlas dengan penyakit yang di derita anggota keluarganya. Merekamampumengendalikan keadaan yang ada, sehingga ansietas yang e-ISSN: 2502-2512
Hal.22 disebabkan oleh persepsi mereka sendiri tentang ketidakmampuan yang direfleksikan ke dalam konsep diri itu dapat di atasi. Berdasarkan tabel 3 menunjukkan sebagian kecil (25,0 %) responden yang mendapatkan komunikasi terapeutik tidak baik mengalami kecemasan normal. Menurut Suryani (2005) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik. Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan.Kualitas hubungan perawatklien ditentukan oleh bagaimana perawatmendefenisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat. Kedua perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.Ketiga, semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik. Kecemasan merupakan keadaan perasaan efektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yangakan datang. Keadaan yang tidak menyenangkan itu sering kabur dan sulit menunjuk dengan tepat, tetapi kecemasan itu sendiri selalu dirasakan (Lestari, 2015). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hampir semua responden mangatakan ikhlas dengan penyakit yang di derita anggota keluarganya, tetapi mereka tidak kehilangan kemampuan mengendalikan keadaan yang ada, sehingga ansietas yang di sebabkan oleh persepsi mereka sendiri tentang ketidakmampuan yang direfleksikan ke dalam konsep diri itu dapat di atasi.
Jurnal Psikiatri Indonesia Vol: 2, No:1 Tahun : 2016 KESIMPULAN Berdasarkan data yang telah di sajikan dalam bab sebelum nya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan tabel 4.5 dapat di ketahui bahwa separuh (56,3%) tenaga kesehatan menerapkan komunikasi terapeutik tidak baik. 2. Berdasarkan tabel 4.6 dapat di ketahui bahwa hampir setengah (43,8%) tidak amengalami kecemasan. 3. Tidak ada hubunganantara komunikasi terapeutik dengan kecemasan keluarga pasien di Ruang Flamboyan RSUD Jombang dengan koefisien korelsi 0,905 yang berarti H1 di tolak.
Hal.23 Diharapkan institusi pendidikan dapat memberikan arahan atau pembelajaran pada peserta didik tentang pentingnya komunikasi terapeutik dalam lingkungan kerja selama dalam perkuliahan yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan perawat dalam menjalankan perannya sebagai perawat yang profesional. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu PendekataPraktik.Jakarta: Rineka Cipta. Lestari Titik. (2015). Kumpulan Teori Untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
SARAN Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan terhadap pihak yang terkait dalam hal ini adalah : 1. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan melakukan penelitian tentang efektifitas komunikasi terapeutik dengan komunikasi interpersonal terhadap kecemasan sehingga hasilnya akan di ketahui bahwa lebih efektif komunikasi terapeutik atau komunikasi interpersonal yang di terapkan dalam rumah sakit atau puskesmas dan juga lebih membatasi kerakteristik responden. 2. Bagi responden Di harapkan responden tidak takut bertanya kepada tenaga kesehatan diruangandengan bertanya akan memberikan responden suatu jawaban yang dapat mempengaruhi penurunan kecemasan yang di alami misalnya dengan sering bertanya kepada tenaga kesehatan tentang prosedur tindakan. 3. Bagi perawat Diharapkan para petugas kesehatan benarbenar menerapkan prinsip dan tahapan komunikasi terapeutik yang benar dengan cara meningkatkan pengetahuan skill bekomunikasi yang terapeutik melalui pelatihan-pelatihan yang ada, atau mengadakan workshop ruangan untuk meningkatkan kualitas SDM yang ada diruangan demi klien dan rumah sakit. 4. Bagi Institusi Pendidikan e-ISSN: 2502-2512
Musliha & Fatmawati Siti. (2010). Komunikasi Keperawatan Plus Materi Komunikasi Terapeutik. Jogjakarta : Nuha Medika Potter & Perry (2009). Fundamental of Nursing: Fundamental Keperawatan, Edisi 7. Jakarta, Salemba Medika Sigalingging, Ganda (2012) Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Di Ruang Intensif Rumah Sakit Columbia Asia Medan. http.//uda.ac.id/jurnal/files/ Ganda FIKpdf.JURNAL. Dakses tangga120 desember 2015). Sudarman (2015) Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Yang Dirawat Di Unit Perawatan Kritis Rsu Pku Muhammad'ryah Gombong. http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/70_/. SRIPSI (Di akses tangga120 desember 2015). Suryani. (2006). Komunikasi terapeutik teori & prakte. Jakarta : EGC Ulil
Firdaus Zaqqi, (2014). Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Kecemasan Pasien Pre Opratif Seksio Sesaria.SKRIPSI