ISSN 1693-4849
JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU (Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan)
VOLUME 22
NOMOR 1
SEPTEMBER 2015
Pengembangan Design Pembelajaran Tematik untuk Menemukan Rumus Luas Lingkaran Di Sekolah Dasar Aklimawati
(Hal 149-156)
Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia Terhadap Efektivitas Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Muhammad Daud
(Hal 157-163)
Analisis Materi Pendidikan Berkarakter dalam Pembelajaran Sosiologi pada SMA Kota Banda Aceh Abubakar dan Anwar
(Hal 164-173)
Strategi Pengembangan Kompetensi Guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam Penanaman Nilai Karakter Bangsa Di Kabupaten Aceh Besar Ahkyar
(Hal 174-179)
Ketuntasan Belajar Meningkatkan Motivasi Siswa dengan Penerapan Metode Tanya Jawab dan Pemberian Tugas dalam Pembelajaran Matematika pada Salah Satu Konsep yaitu Akar Kuadrat Di Kelas 6 SD N 40 Banda Aceh Nirwana Pohan (Hal 180-193) Penerapan Media Gambar Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas IX SMP Negeri 2 Kota Banda Aceh Maikarni
(Hal 194-199)
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VI Ilmu Pengetahuan Alam melalui Model Pembelajaran Interaktif pada Pokok Bahasan Konduktor dan Isolator Di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 40 Kota Banda Aceh Sulastri (Hal 200-210)
Diterbit Oleh FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu
Volume 22
Publikasi Online: jurnal.serambimekkah.ac.id/jurnal-fkip/
Nomor 1
Hal 149-210
Banda Aceh September 2015
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
149
PENGEMBANGAN DESIGN PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENEMUKAN RUMUS LUAS LINGKARAN DI SEKOLAH DASAR
Oleh Aklimawati*
Abstrak Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki rumus-rumus serta materi pelajaran yang membutuhkan pemahaman konsep. Siswa tidak mampu memaknai simbolsimbol yang digunakan dalam suatu rumus. Apalagi jika ditanya mengapa rumus luas lingkaran adalah , siswa tidak dapat memberi jawaban sama sekali. Hal ini terjadi karena pembelajaran selama ini kurang bermakna, sehingga siswa menganggap bahwa rumus-rumus dalam matematika hanya simbol tanpa makna. Kondisi ini menyebabkan perlu upaya guru mendesign lintasan belajar yang dapat mempermudah siswa memahami materi tertentu. Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan Hypothetical Learning Trajectory (HLT) yang dapat membantu siswa memahami konsep menemukan rumus luas lingkaran. Penelitian ini melibatkan satu orang guru dan 30 siswa kelas V SD Negeri 1 Banda Aceh. Metode yang digunakan adalah metode Design Research yang dilaksanakan dua siklus yaitu pilot experiment dan teaching experiment yang masing-masing terdiri atas tiga tahap yaitu (i) Preparing for the Experiment, (ii) the Teaching Experiment, (iii) the Retrospective Analysis. Pengumpulan data penelitian menggunakan dua macam instrumen yaitu instrumen utama yang merupakan peneliti sendiri dan instrumen pendukung yang terdiri dari lembar aktivitas siswa, lembar observasi, pedoman wawancara, dan catatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan HLT yang dikembangkan dapat membantu siswa menemukan rumus luas lingkaran dengan pendekatan rumus luas bangun datar lainnya seperti rumus luas persegi panjang, jajargenjang, dan segitiga. Kata Kunci:
Hypothetical Learning Trajectory (HLT), Design Research, Pemahaman Siswa, dan Lingkaran.
Pengaplikasian rumus-rumus dalam menyelesaikan permasalahan matematika menjadi penyebab mayoritas siswa menganggap bahwa matematika itu pelajaran yang sulit dan membosankan karena banyaknya simbol/lambang yang digunakan dalam rumus-rumus matematika. Meskipun penggunaan simbol/lambang diharapkan dapat memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dituangkan dalam bentuk kalimat matematika. Penggunaan simbol dalam proses penyelesaian masalah pada pelajaran matematika biasanya kurang bermakna, siswa langsung diberi simbol tersebut untuk kemudian digunakan dalam perhitungan. Siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengetahui darimana munculnya lambang tersebut atau nilai yang biasanya menyertai lambang tersebut. Salah satu pokok bahasan matematika yang paling banyak menggunakan rumus
adalah goemetri. Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambargambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi (Burger & Shaughnessy, 1986). Menurut NCTM (2000), pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain karena geometri sudah dikenal oleh siswa sejak mereka belum masuk sekolah seperti garis, bidang dan ruang melalui aktivitas sehari-hari. Mengingat pentingnya geometri untuk dipelajari, sebaiknya siswa maupun guru
Aklimawati, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
harus lebih memahami materi geometri, namun kenyataannya siswa maupun guru masih mengalami kesulitan pada materi geometri. Hal ini sesuai dengan pendapat Fielker dalam Mariana (2008), mengungkapkan bahwa sebagian besar guru menghindari mengajar geometri. Ada beberapa kemungkinan alasan mengapa sebagian besar guru menghindari mengajar geometri. Salah satu alasan yang mungkin adalah karena kebanyakan dari guru tidak memiliki pengetahuan tentang geometri. Alasan lain yang mungkin adalah bahwa geometri tidak memiliki bukti dalam kehidupan sehari-hari. Kesulitan mempelajari geometri juga terjadi pada mahasiswa calon guru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jones dalam Dicky (2011), menunjukkan bahwa pengetahuan calon guru matematika mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang membutuhkan perhitungan luas, luas permukaan, dan volume. Hal ini akan terus berlanjut hingga mahasiswa calon guru menjadi guru. Kesulitan mempelajari geometri sesuai hasil penelitian Fujita & Jones dalam dicky (2011) juga menyimpulkan bahwa guru dan calon guru tidak dapat memberikan definisi yang tepat untuk beberapa segi empat seperti trapesium dan memiliki masalah dalam mengklasifikasikan segi empat. Selama ini, pada pembelajaran yang terjadi di kelas dan buku-buku yang digunakan siswa maupun guru cenderung diperkenalkan dengan algoritma dari berbagai bangun datar, sehingga banyak siswa menganggap tidak terdapat hubungan luas suatu bangun datar dengan bangun datar lainnya. Hal ini disebabkan karena pada saat pembelajaran siswa tidak terbiasa menemukan rumus luas dengan pendekatan bangun datar lain yang sudah dipelajarinya. Sebagai contoh siswa terbiasa menghitung luas lingkaran dengan menghafal algoritma luas lingkaran sehingga siswa tidak memiliki pemahaman bahwa luas lingkaran dapat ditemukan dengan pendekatan bangun datar lain seperti persegi panjang, segitiga sama kaki, jajargenjang, persegi, dan trapesium. Menurut Kenney & Kouba (van de Walle, 2007), kesalahan yang umum adalah bertukarnya rumus untuk keliling dan luas. Kesalahan seperti ini seringkali terjadi akibat penekanan berlebihan pada rumus-rumus tanpa latar belakang konseptual yang
150
mendalam. Hal ini juga dikemukakan oleh Achadiyah (2009), kesulitan siswa dalam mempelajari geometri juga terjadi pada materi keliling dan luas lingkaran. Hal ini terjadi karena siswa sekedar menerima dan menghafal rumus keliling dan luas lingkaran. Akibatnya, pengetahuan yang diperoleh siswa hanya bertahan sementara karena pengetahuan tersebut tidak dikonstruk sendiri oleh siswa. Berdasarkan diskusi dengan guru, dari pengalamannya selama mengajar di SD Negeri 1 Banda Aceh, diperoleh informasi bahwa masih banyak siswa kelas V yang mengalami kesulitan memahami rumus luas lingkaran. Jika siswa ditanya berapa luas lingkaran yang diketahui jari-jari atau diameter, siswa tidak langsung menjawab. Ada yang mengatakan lupa rumusnya dan ada yang salah menggunakan rumus. Apalagi jika ditanya mengapa rumus luas lingkaran adalah , siswa tidak dapat memberi jawaban sama sekali. Kesulitan ini sangat mempengaruhi pemahaman siswa pada materi selanjutnya, misalnya pada materi volume bangun ruang sisi lengkung. Disnawati (2013), mengemukakan bahwa kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari PMRI. Suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan konteks atau permasalahan yang realistik. Permasalahan realistik mengandung makna bahwa masalah tersebut tidak harus selalu ada didunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Apabila suatu masalah dapat dibayangkan (imaginable) atau nyata (real) dalam pikiran siswa maka masalah tersebut merupakan masalah ‘realistik’. Pendekatan PMRI pun menekankan adanya penggunaan konteks sebagai starting point dalam pembelajaran matematika seperti bentuk alat musik tradisional, cerita rakyat, legenda, dan bentuk formal matematika bisa digunakan sebagai konteks atau masalah realistik. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran geometri khususnya menemukan rumus luas lingkaran di sekolah yaitu mengajarkan matematika dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). PMRI merupakan adaptasi pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di Belanda yang dikembangkan oleh
Aklimawati, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Aklimawati, Pengembangan Design Pembelajaran Tematik
Institut Freudenthal pada tahun 1971 yang merupakan buah pemikiran Hans Freudenthal (1991) yang memandang “mathematics is a human activity”. Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa bukanlah sekedar penerima yang pasif terhadap materi matematika yang siap saji, tetapi siswa perlu diberi kesempatan untuk menemukan (reinvent) kembali konsep matematika melalui aktivitas yang mereka alami sendiri. Siswa harus diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri melalui penggunaan situasi nyata yang bermakna sehingga menjadi sumber belajar.Jadi, dalam hal ini pembelajaran berpusat pada siswa (student center learning) dan guru hanya sebagai fasilitator. Oleh karena itu fokus pendidikan matematika bukan hanya pada hasil, tetapi juga cara memperoleh hasil (Johar, 2001:11). Dalam merancang kegiatan pembelajaran di kelas untuk menemukan rumus luas lingkaran, guru harus mempunyai dugaan atau hipotesis dan mampu mempertimbangkan reaksi siswa untuk setiap tahap lintasan belajar terhadap tujuan pembelajaran yang dilaksanakan. Freudenthal (Grameijer & Eerde, 2009), menjelaskan bahwa siswa diberikan kesempatan untuk membangun dan mengembangkan ide dan pemikiran mereka ketika mengkonstruksikan matematika. Guru dapat memilih aktivitas pembelajaran yang sesuai sebagai dasar untuk merangsang siswa berpikir dan bertindak ketika mengkonstruksikan konsep matematika tersebut. Dalam proses aktivitas tersebut guru harus mengantisipasi aktivitas mental apa saja yang muncul dari siswa dengan tetap memperhatikan tujuan pembelajaran. Prediksi dan antisipasi yang dilakukan tersebut disebut Hypothetical Learning Trajectory (HLT) (Simon, 1995). HLT merupakan suatu hipotesa atau prediksi bagaimana pemikiran dan pemahaman siswa berkembang dalam aktivitas pembelajaran. Salah satu benda konkret yang menjadi konteks dalam penelitian ini adalah alat musik Rapa’i. Alat musik Rapa’i sudah dikenal dan paling dekat dengan siswa karena permainan Rapa’i merupakan salah satu kegiatan ekstrakurikuler SD negeri 1 Banda Aceh. Rapa’i merupakan alat musik yang masih identik dengan masyarakat Aceh
151
hingga kini. Rapa’i dapat juga diartikan sebagai salah satu nama untuk instrumen musik pukul (sejenis gendang) yang terbuat dari kayu Tualang atau kayu Merbau, sedangkan membrannya berbentuk lingkaran terbuat dari kulit kambing yang sudah diolah sedemikian rupa dan di sekelilingnya dililitkan rotan. Permainan alat musik rapa’i telah dikenal siswa sebelumnya, sehingga bentuk alat musik rapa’i ini dapat diintegrasikan dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi keliling dan luas lingkaran. Pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu (Trianto, 2009:98). Dalam pembahasannya tema ditinjau dari berbagai mata pelajaran, sebagai contoh tema “Ekosistem” yang diterapkan dalam penelitian ini mengaitkan matapelajaran matematika, PKn, IPS, IPA, Bahasa Indonesia, dan PJOK. Pembelajaran matematika pada penelitian ini tepatnya pada materi kelliling dan luas lingkaran. Berdasarkan tuntutan kurikulum 2013 bagi guru harus kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi siswa, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, dan menyenangkan. Selain itu materi belajar hendaknya tidak hanya bersumber dari buku teks, namun diperkaya dengan buku bacaan yang sesuai dengan tema yang dikembangkan.Untuk itu perlu dikembangkan teori lokal yang memuat lintasan belajar siswa dalam pembelajaran untuk memahami materi geometri yaitu pada materi menemukan rumus luas lingkaran siswa kelas V Sekolah Dasar. Dengan demikian, fokus utama dalam penelitian ini adalah mengembangkan Hypothetical Learning Trajectory (HLT) yang dapat membantu siswa memahami konsep menemukan rumus luas lingkaran. HLT yang desain bertujuan mempermudah penyampaian bahan ajar agar dapat dipahami dengan baik oleh siswa. HLT tersebut kemudian diujicobakan dalam pembelajaran di kelas dan dianalisis berulang-ulang baik untuk tiap satu aktivitas pembelajaran maupun keseluruhan rangkaian hipotesis hingga tujuan pembelajaran tercapai. HLT pada siklus yang telah mencapai tujuan pembelajaran, selanjutnya dianalisis kembali
Aklimawati, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
untuk selanjutnya dapat digunakan untuk kebutuhan yang lebih luas. METODA PENELITIAN Penelitian ini mendeskripsikan ujicoba HLT menemukan rumus luas lingkaran. Kegiatan pembelajaran ini dilaksanakan pada hari Selasa, 3 Juni 2015, di kelas V(B) SDN 1 Banda Aceh. Siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran ini berjumlah 30 siswa. Langkah pembelajaran dikembangkan berdasarkan kajian teoretis yang memperhatikan prinsip dasar dan karakteristik dalam pembelajaran dengan teori pendekatan matematika realistik. Langkahlangkah pembelajaran dibuat dengan tujuan memudahkan guru dalam proses belajar mengajar agar menjadi pembelajaran yang lebih sistematis dan bermakna sesuai dengan teori yang dianut. Namun demikian langkah tersebut tidak membatasi gerak guru melainkan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dikelas. HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas pertama diawali dengan melukis benda berbentuk lingkaran, memotong lingkaan menjadi bagian yang sama besar, menyusun potongan juring lingkaran membentuk bangun datar lain yang sudah dipelajari dan menentukan rumus luas lingkaran dengan pendekatan bangun datar lain yang sudah dipelajari. Aktivitas ini bertujuan untuk membantu siswa dalam mengetahui cara memotong lingkaran menjadi bagian yang sama besar, mengetahui cara menyusun potongan lingkaran menjadi bangun datar lain dan menemukan rumus luas lingkaran. Di samping itu aktivitas ini juga mengaitkan antara pengetahuan sebelumnya tentang menghitung luas bangun datar lain dengan materi yang akan dipelajari. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari pendidikan matematika realistik yaitu intertwining atau keterkaitan antara konsep dalam matematika. Deskripsi aktivitas, guru memulai aktivitas pembelajaran dengan mengaitkan tema ekosistem pada materi keliling dan luas lingkaran. Upaya yang dilakukan guru dengan bertanyajawab tentang definisi ekosistem dan salah satu komponen ekosistem alam/biotik yang sudah dipelajari sebelumnya yaitu sapi dan kambing. Sapi dan kambing banyak manfaatnya untuk manusia. Guru meminta
152
seorang siswa menyebutkan apa saja manfaat sapi untuk manusia. beberapa siswa menunjukkan tangan dan menyebutkan beberapa manfaat sapi untuk manusia. Kemudian guru menunjukkan beberapa gambar yang memperlihatkan manfaat dari sapi seperti yang sudah disebutkan siswasiswanya. Salah satu yang disebutkan siswa tersebut adalah kulit sapi dapat dimanfaatkan untuk membuat rapa’i, guru menunjukkan rapa’i yang terdapat di kelas tersebut dan menanyakan bagaimana cara menghitung luas kulit sapi yang digunakan untuk membuat rapa’i tersebut. Berikut cuplikan tanggapan guru terhadap siswa tersebut. Guru : Bagaimanakah menghitung luas kulit yang diperlukan untuk membuat rapa’i? Siswa : Dengan menggunakan rumus luas lingkaran bu? Guru : Adakah dari anak ibu yang mengetahui apa rumusnya? RF : Tidak tahu bu. Guru : Mari kita sama-sama menemukan rumus luas lingkaran, tapi sebelumnya ibu ingin mengetahui apakah anak-anak ibu masih mengingat rumus keliling lingkaran? Siswa : (Dengan serempak menjawab), masih, × bu. Guru : Kalau yang diketahui jari-jari lingkaran? RF : 2 × × bu. Guru : Iya, RF benar, sekarang kita akan melanjutkan pembelajaran menemukan rumus luas lingkaran. Guru mengingatkan siswa kembali bahwa setiap bangun datar yang sudah dipelajari memiliki keterkaitan seperti halnya ekosistem yang saling berhubungan satu sama lainya, begitu juga bangun datar persegi dengan lingkaran yang saling berkaitan dalam menemukan rumus luas lingkaran dibutuhkan rumus luas bangun datar lain. Kemudian guru memberikan kesempatan siswa untuk memilih tiga kertas transparan untuk membantu siswa menemukan luas lingkaran. Berikut tiga model kertas transparan yang peneliti gunakan saat melakukan untuk membangkitkan motivasi siswa dalam menemukan rumus luas lingkaran.
Aklimawati, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Aklimawati, Pengembangan Design Pembelajaran Tematik
153
Gambar 1. Kertas transparan yang digunakan untuk menemukan rumus luas
Setelah semua kelompok selesai memilih kertas transparan tersebut guru mengajukan pertanyaan untuk mengetahui alasan siswa memilih kertas transparan tersebut. Berikut cuplikan tanggapan siswa terhadap pertanyaan guru. Guru : Kertas transparan yang mana yang kalian pilih? DH : (Perwakilan kelompok 1), kami memilih kertas transparan yang berbentuk persegi satuan bu. Guru : Tolong berikan alasanya mengapa memilih kertas transparan tersebut. DH : Karena biasanya kami mengunakan persegi satuan untuk menemukan rumus luas bangun datar yang lain bu. Guru : Coba perhatikan jika menggunakan kertas berpetak satuan masih adakah celah RF : Masih bu Guru : bolehkah menghitung luas bangun datar dengan tidak menghitung bagian yang bercelah Siswa : tidak boleh bu. Guru : iya pintar anak ibu, tapi coba anak ibu perhatikan jika bentuk lingkaran semakin besar, masih bisakah anak ibu menutupinya dengan kertas transparan yang tersedia? MD : Kalau lingkarannya semakin luas harus pakai rumus bu
Guru
: Iya MD benar, untuk menemukan luas lingkaran terlebih dahulu menemukan rumus luas lingkaran. Guru memberikan kesimpulan bahwa untuk menghitung luas lingkaran diperlukan rumus luas lingkaran. Sehingga guru meminta siswa melakukan percobaan dengan menggunting lingkaran menjadi bagian yang sama besar dan menyusunnya membentuk bangun datar lain yang sudah dipelajari rumus luasnya. Guru meminta siswa mempresentasikan hasil kerja setiap kelompok. Hal ini dilakukan agar kelompok yang menyusun bangun datar yang berbeda-beda tetap dapat memahami cara penyusunan kelompok lain. Setiap kelompok terlihat antusias dalam mengunting dan menempel hasil kerja mereka pada karton yang sudah disediakan guru. Mereka saling berbagi tugas dan mendiskusikan bagaimana bentuk bangun datar yang akan dibentuk. Pada kegiatan menyusun bangun datar dari potongan lingkaran, terdapat dua kelompok yang menemukan kesulitan. Mereka kesulitan dengan mengatur posisi potongan lingkaran hingga hasil kerja mereka tidak membentuk bangun datar yang beraturan. Kelompok tersebut terpaksa untuk melepaskan potonganpotongan tersebut kembali. Kegiatan ini menuntut kreativitas dan kerja sama sesama anggota kelompok. Dari lima kelompok yang ada terdapat tiga macam bangun datar yang terbentuk. Berikut gambar hasil kerja siswa dalam menyusun juring-juring lingkaran tersebut.
Aklimawati, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
154
Gambar 2. Hasil kerja beberapa kelompok dalam menyusun juring lingkaran Setelah setiap kelompok selesai membentuk bangun datar dari potongan lingkaran, guru membantu siswa dalam menemukan rumus luas lingkaran. Guru mengawalinya dengan menanyakan bagaimana sisi alas dari bangun datar yang sudah dibentuk siswa. Pada awalnya siswa kebingungan dalam mengaitkannya dengan bagian pada lingkaran. Guru membimbing siswa dengan mengingatkan bahwa pada bagain sisi alas bangun datar yang terbentuk merupakan bagian dari keliling lingkaran. Guru meminta siswa untuk melepaskan kembali bagian alas bangun yang sudah dibentuknya dan menyusunnya kembali menjadi lingkaran, kemudian guru meminta siswa memperhatikan berapa bagian lingkaran yang terbentuk. Pada tahapan ini kelompok yang berhasil menyusun bangun datar segitiga menemukan alas bangun segitiga sama dengan seperempat bagian keliling lingkaran, sedangkan kelompok lain menemukan setengah bagian keliling lingkaran. Setelah itu guru melanjutkan dengan
memberikan pertanyaan mengenai tinggi atau lebar pada bangun datar yang terbentuk. Guru meminta siswa menunjukkan bagian yang disebut jari-jari dari potongan juring lingkaran, kemudian guru mengaitkannya dengan tinggi bangun datar yang terbentuk. Pertanyaan guru mampu membuat siswa memahami bahwa tinggi dari bangun datar yang terbentuk merupakan jari-jari lingkaran. Setelah siswa memahami hubungan antara bangun datar yang terbentuk dan bagian lingkaran, siswa diminta untuk menemukan rumus luas lingkaran berdasarkan rumus luas bangun datar tersebut. Guru mengunjungi setiap kelompok untuk memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan. Setelah semua kelompok selesai dalam menemukan rumus luas lingkaran, kegiatan selanjutnya adalah memajang hasil pekerjaan siswa di papan tulis dan mempresentasikannya. Berikut hasil kerja siswa dalam mengaitkan hubungan luas bangun datar jajargenjang dengan luas lingkaran.
Gambar 3. Hasil kelompok yang menyusun juring lingkaran membentuk jajargenjang
Aklimawati, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Aklimawati, Pengembangan Design Pembelajaran Tematik
Mengakhir pembelajaran guru menanyakan hal baru yang diperoleh siswa saat belajar, dan guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran. Kemudian guru memberikan penilaian terhadap cara siswa mengemukakan pendapat dalam bekerja sama. Guru memilih kelompok yang diberikan nilai tertinggi dan memberikan mereka penghargaan. Restrospective Analysis dilakukan setelah mengimplementasikan desain pembelajaran yang telah dirancang, peneliti dan guru yang bersangkutan melakukan refleksi. Secara umum proses belajar mengajar berlangsung dengan baik. Siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Siswa terlihat antusias dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diminta oleh guru. Namun ada beberapa hal yang perlu dianalisis sebagai bahan pertimbangan untuk dapat lebih baik kedepannya. Pada kegiatan menemukan luas lingkaran dengan pendekatan bangun datar segitiga, masih terdapat kelompok yang mengalami kesulitan dikarenakan kelompok tersebut salah menuliskan rumus luas segitiga. SIMPULAN Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dengan pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengembangkan pola pikirnya. Selama proses pembelajaran siswa melaksanakan semua aktivitas yang diminta guru dengan baik. Rumus-rumus yang biasanya hanya langsung diberikan oleh guru kepada mereka sebenarnya berasal dari fenomena yang terjadi di dunia nyata dan dapat dipelajari bagaimana cara menemukannya. Saran 1. Guru diharapkan lebih mengembangkan pendidikan matematika realistik dalam proses pembelajaran matematika agar siswa-siswa lebih aktif dan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan bagi siswa. 2. Memperhatikan konteks atau situasi masalah seideal mungkin dalam membuka pelajaran baik melalui cerita maupun pengajuan masalah untuk membuat pondasi yang jelas dan dipahami siswa dengan baik. 3. Memberikan perhatian yang cukup kepada siswa sebagai upaya untuk menjembatani
155
keterbatasan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan konsep yang akan dicapai mengingat geometri merupakan salah satu materi yang sangat abstrak bagi siswa sekolah dasar. DAFTAR PUSTAKA Achadiyah, Nur. (2009). Pembelajaran Keliling dan Luas Lingkaran dengan Strategi REACT pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 6 Kota Mojokerto. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY pada tanggal 5 Desember 2009. Burger, W. F & Shaughnessy, J. M. (1986). Characterizing the van Hiele Levels of Development in Geometry. Journal for Research in Mathematics Education. 17(1): 31-48. Dicky, (2011). Indonesian Primary Teachers’ Mathematical Knowledge for TeachingGeometry: Implications for Educational Policy and Teacher PreparationPrograms. Asia-Pacific Journal of Teacher EducationVol. 39, No. 2, May 2011, 151–164 Disnawati, (2013). Desain Pembelajaran Bangun Datar Segi Empat Menggunakan Konteks Cak Ingkling Matematika di Sekolah Dasar. Tesis. Universitas Sriwijaya. Tidak diterbitkan. Freudenthal, Hans. (1983). Didactical Phenomenology of Mathematical Structures. Dordrecht: Reidel. Gravemeijer, K. & Van Eerde, D. (2009). Design Research as a Means for Building a Knowledge Base for Teachers and Teaching in Mathematics Education. The Elementary School Journal. Vol. 109 (5), pp. 510-524. Johar, R. (2001).Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. JICA Jurusan Pendidikan FMIPA Universitas Negeri Malang. Mariana, N. (2008). Design Research in Geometry Education Developing Spatial Ability in Young Children. Netherlands: Freudenthal Institute. NCTM.(2000). Principles and Standar for Scholl Matematics. USA: NCTM.
Aklimawati, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
Simon, Martin. (2004). Explicating the Role of Mathematical Tasks in Conceptial Learning: An Elaboration of the Hypothetical Learning Trajectory. Penn State University. Trianto. (2009). Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik.Prestasi Pustaka: Jakarta. Van De Walle, John A. (2007). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Pengajaran. Jilid 2. Erlangga: Jakarta.
Aklimawati, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah
156
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
157
PENGARUH KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Oleh Muhammad Daud* Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengakaji pengaruh kualitas sumber daya manusia terhadap efektifitas organisasi pada Bappeda Kota Banda Aceh, khususnya pengaruh pendidikan, pengalaman, dan kemampuan pegawai, serta mengkaji teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia dan efektifitas organisasi. Bertempat di Bappeda Kota Banda Aceh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey eksplanatory. Popilasi penelitian ini adalah pada Bapeda Kota Banda Aceh. Dalam hubungannya dengan ini maka yang menjadi popolasi sasaran seluruh pegawai negeri sipil yang bekerja pada lingkungan Bappeda Kota Banda Aceh yang berjumlah 47 orang. Dari jumlah tersebut secara sensus semuanya dijadikan responden. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, observasi, wawancara dan angket/daftar pertanyaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Path Analiysis (analisis Jalur). Berdasarkan Hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan (korelasi) yang positif dan pengaruh yang sangat nyata kualitas sumber daya manusia maka semakin efektif organisasi Bappeda Kota Banda Aceh, berarti bahwa semakin tinggi kualitas sumber daya manusia maka semakin efektif organisasi Bappeda Kota Banda Aceh. Secara simultan ketiga komponen sumber daya manusia (tingkat pendidikan, pengalaman, kemampuan) mampu mempengaruhi efektifitas Bappeda Kota Banda Aceh. Secara Mandiri komponen tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap efektifitas organisasi Bappeda Kota Banda Aceh, dibandingkan komponen pengalaman dan kemampuan. Kata Kunci: Kualitas, SDM, Organisasi, Pendidikan, Pengalaman, Kemampuan, Pegawai.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembanguan nasional merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan pembangunan suatu daerah. Di Indonesia pembangunan daerah ini dirasakan sangat penting, karena pada dasarnya pembangunan daerah merupakan proses untuk meratakan pembangunan dan hasil-hasilnya keseluruh pelosok tanah air. Pada hakikatnya pembangunan terdapat unsur pertumbuhan, perubahan menuju ke keadaan yang diinginkan dan selanjutnya akan menuju kearah modernisasi. Dengan modernisasi, maka pemerintah dan masyarakat akan semakin termotivasi untuk mencapai kehidupan yang lebih layak. Untuk mencapai hal tersebut perlu adanya upaya berupa strategi atau kebijaksanaan yang tepat sehingga apa yang diinginkan pemerintah dan masyarakat terwujud. Dengan kata lain pembangunan dalam prosesnya harus bergerak menuju suatu
masyarakat lebih layak, lebih adil dan lebih merata. Dengan demikian pemerintah harus melakukan intervensi dalam menerapkan model kesamarataan dalam pembangunan sehingga memberikan peluang terhadap berbagai unsur pembangunan untuk selanjutnya berperan aktif dalam kegiatan pembangunan. Selanjutnya dalam UU No. 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala Daerah untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut Bupati, dan untuk kota disebut Walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah disusun oleh pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan
Muhammad Daud, S.Sos, M.Si* adalah dosen FISIP Universitas Terbuka
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
Pembangunan Daerah. Penyusunan perencanaan pembangunan di daerah pada dasarnya berpedoman kepada komponen perencanaan pembangunan daerah dalam repelita. Dalam penyusunan perencanaan tersebut dilakukan upaya kearah pembinaan perencanaan dari bawah keatas dan sebaiknya dari atas ke bawah melalui tahap-tahap penyusunan semua tingkatan pemerintahan mulai dari desa, kecamatan, kabupaten atau kota, propinsi, regional sampai nasional dan sebaliknya dari pusat sampai ke pedesaan. Menurut observasi awal penulis terhadap Bappeda Aceh masih adanya ketidak sesuaian antara tujuan yang ingin dicapai organisasi dengan rencana yang ditetapkan, seperti adanya perancanaan proyek pembangunan yang tidak terealisasi, hal ini disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara perencanaan proyek pembangunan dari daerah kecamatan dan kotamadya. Selain itu jumlah hasil kerja yang ingin dicapai juga belum optimal dan kemampuan didalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepada personil masih sangat terasa lambat. Sementara itu efisiensi organisasi juga masih harus dibenahi, hal ini dapat dilihat dari kemampuan organisasi didalam memanfaatkan tenaga personil yang ada dan masih banyaknya waktu pegawai yang kurang dimanfaatkan sehingga hal ini menyebabkan kurangnya keefektivan organisasi Bappeda selama ini B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan seperti yang telah di uraikan, maka pernyataan permasalahan (problem statement) yang diajukan dalam penelitian ini adalah efektivitas organisasi di Bappeda Kota Banda Aceh masih rendah. Kualitas sumber daya manusia masih belum memadai. Kualitas sumber daya manusia di Bappeda Kota Banda Aceh akan diukur melalui tiga dimensi: pendidikan, pengalaman dan kemampuan (Thoha, 1988:316), guna mempengaruhi dimensi efektivitas organisasi. Berdasarkan problem statement tersebut, maka research question akan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Adakah pengaruh kualitas sumber daya manusia (terdiri dari tiga dimensi yaitu pendidikan, pengalaman dan kemampuan). terhadap efektivitas organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banda Aceh.
158
C. Maksud Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai fenomenafenomena tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia serta pengaruhnya terhadap efektivitas organisasi pada Badan Perencanaan Daerah Kota Banda Aceh. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian yang akan dicapai adalah : Menganalisis dan mengkaji pengaruh kualitas sumber daya manusia terhadap efektivitas organisasi pada Bappeda Kota Banda Aceh. E. Kegunaan Penelitian Penelitian ini pada dasarnya mempunyai kegunaan dilihat dari: 1. Kegunaan akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasi dan mengembangkan teori yang berkaitan dengan objek penelitian, yaitu pengaruh kualitas sumber daya manusia yang meliputi; pendidikan, pengalaman, dan kemampuan terhadap efektifitas organisasi pada Bappeda Kota Banda Aceh. 2. Kegunaan praktis Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kota Banda Aceh dalam rangka memberikan informasi yang obyektif untuk menyusun rencana pembangunan daerah KAJIAN PUSTAKA A. Kualitas Sumber Daya Manusia Kualitas pegawai dari organisasi perencanaan pembangunan daerah akan menjanjikan kekuatan dalam menghasilkan rencana yang baik. Untuk memahami pengertian kualitas, sampai akhirya menuju kepada kemampuan aparat perencana, beberapa konsep diantaranya menurut Katz dan Rosen weigh (1970 : 220) kemampuan adalah : "to mobolize, allocate, and combine the action that one technically needed to achieve development objectives" (mengerahkan, menyediakan dan menyatukan berbagai tindakan yang secara teknis dibutuhkan guna mencapai tujuan pembangunan). Seseorang akan mampu
Muhammad Daud, S.Sos, M.Si* adalah dosen FISIP Universitas Terbuka
Muhammad Daud, Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia
melakukan suatu tindakan apabila memang ada kekuasaan untuk mengerahkan atau menggerakkan. Tentunya ini berkaitan dengan potensi yang dimiliki oleh personal atau pribadi itu dan ini dapat dilihat pendapat Thoha (1988 : 316) yaitu kemampuan yang merupakan salah satu unsur dalam kematangan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan, latihan dan pengalaman. Hal tersebut juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Katz dan Rosenweigh (1970: 222) bahwa kemampuan tergantung pada keterampilan dan pengetahuan (ability depends upon both skill and knowledge). Dua unsur yaitu pengetahuan dan keterampilan merupakan determinan dari kemampuan yang diperoleh dari pendidikan formal, informal dan non formal yang dapat menunjang peningkatan kecakapan. B. Efektivitas Organisasi Suatu organisasi dapat dikatakan berhasil atau efektif apabila organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya. Konsep efektivitas sesungguhnya merupakan suatu konsep yang luas, mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi. Tampaknya konsep efektivitas ini oleh para pakar belum ada keseragaman pandangan, dan hal tersebut disebabkan karena sudut pandang yang dilakukan dengan pendekatan disiplin ilmu yang berbeda, sehingga melahirkan konsep yang berbeda pula. Hal tersebut akan berbeda pula di dalam pengukurannya. Dalam suatu organisasi menuntut adanya kebutuhan untuk mengkoordinasikan pola interaksi para anggota organisasi secara formal. Untuk itu diperlukan sekali struktur organisasi. Dengan adanya struktur organisasi, maka akan ada pembagian tugas, mekanisme organisasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti. Secara umum dibentuknya suatu organisasi secara sadar adalah untuk mencapai tujuan tertentu, agar organisasi itu dapat berjalan secara efektif maka harus didasari dengan perhitungan yang rasional. Menurut Ndraha (1997:54) rasional adalah usaha didasarkan pertimbangan untung - rugi dan baik - buruk. Indikator rasionalitas adalah efektif, ekpedien dan efesien. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa efektifitas organisasi dapat diartikan sebagai pencapaian tujuan sesuai denga rencana yang dibuat berdasarkan kebijaksanaan organisasi.
159
Efektivitas organisasi juga dapat diartikan sebagai pencapaian tujuan sesuai dengan rencana yang dibuat berdasarkan kebijaksanaan organisasi. Efektivitas organisasi dapat dilihat sejauh mana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasaran. Adapun yang menjadi tolak ukur efektivitas dalam penelitian ini yaitu: adanya target, produktivitas dan efisiensi. METODA PENELITIAN Metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey eksplanatory. Pendekatan explanatory menurut Rusidi (1992:24) merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis dengan cara mendasarkan pada pengamatan terhadap akibat yang terjadi dan mencari faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu. Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel kualitas sumber daya manusia terhadap efektivitas organisasi, dan subjek penelitian ini adalah pegawai yang bekerja dilingkungan Bappeda Kota Banda Aceh. Dengan pendekatan ini akan diperolah informasi yang lengkap mengenai masalahmasalah yang akan teliti, sehingga dapat digambarkan masalah-masalah yang akan dihadapi dalam birokrasi pemerintahan khususnya mengenai pengaruh kualitas sumber daya manusia terhadap efektivitas organisasi Badan Perencanan Pembangunan daerah Kota Banda Aceh. Untuk menunjang informasi-informasi tersebut akan dilakukan penyebaran angket terhadap pegawai pada Bappeda Kota Banda Aceh yang dijadikan objek dalam penelitian ini. Pemilihan teknik angket dalam pengumpulan data pada penelitian ini di dasarkan atas kecendrungan penelitian administrasi negara yang mencoba mengungkap data seobjektif mungkin melalui penelitian empirik. Sebagai pelengkap guna memperoleh gambaran mengenai masalah yang diteliti, peneliti juga mengadakan studi dokumentasi dan studi kepustakaan untuk memperolah informasi-informasi lain terutama berupa data sekunder sebagai data pendukung. A. Populasi dan Responden Penelitian Populasi penelitian ini adalah pegawai pada Bappeda Kota Banda Aceh. Dalam
Muhammad Daud, S.Sos, M.Si* adalah dosen FISIP Universitas Terbuka
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
hubungannya dengan ini maka yang menjadi populasi sasaran seluruh pegawai negeri sipil yang bekerja pada lingkungan Bappeda Kota Banda Aceh yang berjumlah 47 orang. Dari jumlah tersebut secara sensus semuanya dijadikan responden.
pernyataan dianggap sahih jika pernyataan tersebut mampu mengungkapkan apa yang diungkapkan atau apa yang ingin diukur. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiono (1999 : 109) instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan masing-masing pernyataan dengan jumlah skor untuk masing-masing variabel. Secara statistik angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritikal tabel korelasi nilai r. Teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment Djamaluddin Ancok (dalam Masri Singarimbun dan Sofyan, 1995 : 137) dengan rumus sebagai berikut:
B. Analisis Data Dalam suatu penelitian kesahihan (validitas) dan kehandalan (reliabilitas) suatu hasil penelitian tergantung pada alat pengukur (instrument) yang digunakan dan data yang diperoleh. Jika alat ukur yang digunakan tersebut tidak sahih dan tidak andal maka hasilnya tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Untuk itu diperlukan dua macam pengujian yaitu tes kesahihan (test of validity) dan tes kehandalan (test of reliability). 1. Uji Kesahihan atau Validitas (validity) Uji validitas dilakukan untuk mengukur pernyataan yang ada dalam kuisioner. Suatu
=
∑
∑
− (∑
− (∑
Setelah angka korelasi diketahui, kemudian dihitung nilai t dari r dengan rumus sebagai berikut:
√ −2
√1 −
Setelah itu dibandingkan dengan kritiknya. Bila r hitung > r tabel data tersebut signifikan (valid) dan layak digunakan dalam pengujian hipotesis penelitian. Sebaliknya bila r hitung < r tabel berarti data tersebut tidak signifikan (tidak valid) dan tidak akan diikutsertakan dalam pengujian hipotesis penelitian. 2. Uji Keandalan atau Reliabilitas (reliability) Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat pengumpul data pada dasarnya menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan, kestabilan, atau konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu dari sekelompok individu, walaupun dilakukan terhadap pernyataan-pernyataan yang sudah
160
)
)(∑ )
∑
− (∑ )
valid, untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran kembali terhadap gejala yang sama. Menurut Sugiono (1999 : 110), menyatakan instrumen yang valid adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Uji ini dilakukan dengan menggunakan teknik belah dua dari Spearman Brown (Split-hallf), yang langkah-langkah kerjanya sebagai berikut: a. Membagi pernyataan-pernyataan menjadi dua belah b. Skor untuk masing-masing pernyataan pada tiap belahan dijumlahkan, sehingga menghasilkan dua skor total untuk masing-masing responden. c. Mengkorelasikan skor total belahan pertama dengan belahan kedua, dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment. d. Angka korelasi yang diperoleh adalah angka korelasi dari alat pengukur yang dibelah (split-hallf), maka angka korelasi yang lebih rendah dari pada angka yang diperoleh jika alat ukur itu
Muhammad Daud, S.Sos, M.Si* adalah dosen FISIP Universitas Terbuka
Muhammad Daud, Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia
tidak dibelah, seperti pada teknik testretest. Oleh karena itu dicari angka reliabilitasnya untuk keseluruhan item tanpa dibelah dengan rumus Spearman Brown. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Kota Banda Aceh Kota Banda Aceh sebagai ibukota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki luas wilayah 61,36 km. Terletak 05.30° 05.35° Lintang Utara dan 95.30° - 09.16° Bujur Timur. Batas-batas daerah meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar, sebelah Barat dengan Samudera Indonesia, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar. Ciri-ciri demografi selama empat kali pelaksanaan sensus penduduk menggambarkan rata-rata pertumbuhan penduduk antara periode yang berfluktuasi. Rata-rata laju pertumbuhan relatif meningkat setiap tahun. Berdasarkan jenis kelamin, data statistik tahun 2003 menunjukkan bahwa penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang berjenis kelamin perempuan, yaitu 119.627 dan 115.896. Dengan adanya globalisasi ekonomi, akan menempatkan Kota Banda Aceh sebagai ibukota propinsi yang lebih aktif dalam berhubungan baik regional maupun internasional. Jika pada saat ini Banda Aceh berperan sebagai pusat kegiatan ekonomi, budaya, politik, maka dalam era globalisasi ini, Kota Banda Aceh akan menjadi salah satu simpul terpenting di antara simpuil-simpul kegiatan ekonomi di kawasan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, walaupun diketahui bahwa saat ini masih dalam tahap rekonstruksi sebagai akibat bencana alam gempa bumi dan tsunami. B.
Analisis Deskriptif Variabel Kualitas SDM Dalam variabel kualitas SDM ini terdiri dari 3 (tiga) dimensi yaitu pendidikan, pengalaman dan kemampuan. Ketiga dimensi dioperasionalkan kepada 14 item pertanyaan. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS versi 11.5, jawaban responden terhadap dimensi pendidikan secara keseluruhan menunjukkan bahwa proporsi
161
tertinggi terdapat pada skor 4 (empat) kategori setuju dengan rata-rata 58,71%, proporsi tertinggi kedua terdapat pada skor 3 (tiga) kategori ragu-ragu dengan rata-rata 19,86%. Data ini memberikan indikasi bahwa dimensi pendidikan sudah berjalan dengan baik, walaupun ada beberapa responden yang masih ragu-ragu. Jawaban responden terhadap dimensi pengalaman secara keseluruhan menunjukkan bahwa proporsi tertinggi terdapat pada skor 3 (tiga) kategori ragu-ragu dengan rata-rata 39,53%, proporsi tertinggi kedua terdapat pada skor 4 (empat) kategori setuju dengan rata-rata 31,78%. Data ini memberikan indikasi bahwa dimensi pengalaman sudah berjalan dengan baik walaupun masih ada responden yang raguragu terhadap dimensi pengalaman. Jawaban responden terhadap dimensi kemampuan menunjukkan bahwa proporsi tertinggi terdapat pada skor 4 (empat) kategori setuju dengan rata-rata 51,71%, proporsi tertinggi kedua terdapat pada skor 5 (lima) kategori sangat setuju dengan rata-rata 31,15%. Data ini memberikan indikasi bahwa dimensi kemampuan sudah berjalan dengan baik. SIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan (korelasi) yang positif dan pengaruh yang nyata kualitas sumber daya manusia terhadap efektivitas organisasi Bappeda Kota Banda Aceh, berarti bahwa semakin tinggi kualitas sumber daya manusia maka semakin efektif organisasi Bappeda di Kota Banda Aceh. 2. Komponen tingkat pendidikan memijiki pengaruh yang lebih besar terhadap efektivitas organisasi Bappeda Kota Banda Aceh, yaitu 51,96%, dibandingkan dengan komponen sumberdaya lainnya (pengalaman dan kemampuan). Hal ini disebabkan pendidikan sangat bermanfaat dan memudahkan bagi pegawai Bappeda dalam menginterpretasikan, memahami, dan melaksanakan berbagai tugas yang dibebankan kepadanya. 3. Komponen pengalaman memiliki pengaruh terhadap efektivitas organisasi Bappeda Kota Banda Aceh, yaitu 27,28%, lebih besar dibandingkan dengan variabel
Muhammad Daud, S.Sos, M.Si* adalah dosen FISIP Universitas Terbuka
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
4.
5.
kemampuan pegawai Bappeda. Pengalaman yang baik terhadap bidang tugasnya merupakan salah satu persyaratan yang amat penting bagi kelancaran pelaksanaan tugas pegawai. Oleh karena itu pegawai Bappeda Kota Banda Aceh dituntut untuk mempunyai pengalaman yang luas terhadap seluk beluk berbagai macam tingkat pekerjaan, teratoma yang berhubungan dengan masalah perencanaan pembangunan daerah. Komponen kemampuan memiliki pengaruh terhadap efektivitas organisasi Bappeda Kota Banda Aceh, sebesar 9,63%. Secara simultan atau secara bersama-sama ketiga komponen number daya manusia (tingkat pendidikan, pengalaman, kemampuan) pegawai Bappeda Kota Banda Aceh, mampu mempengaruhi efektivitas organisasi Bappeda Kota Banda Aceh sebesar 62,86%.
B. Saran Dalam rangka mencapai tingkat efektivitas organisasi di Bappeda Kota Banda Aceh maka disarankan : 1. Agar kualitas sumber daya manusia agar menjadi perhatian pimpinan Bappeda Kota Banda Aceh, terutama tingkat pendidikan. Oleh karena itu strategi peningkatan kualifikasi tingkat pendidikan pegawai Bappeda melalui tugas belajar maupun pendidikan non formal, haras menjadi prioritas utama dalam rangka peningkatan sumber daya manusia pegawai. 2. Dalam rangka meningkatkan pengalaman pegawai, maka perlu dikembangkan program pemagangan bagi pegawai Bappeda Kota Banda Aceh ke instansi yang memiliki efektifitas organisasi yang lebih baik, terutama pegawai yang berasia dinas masih muda dan pegawai yang berpendidikan rendah. 3. Hasil analisis yang memmjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan tinggi antara pendidikan serta pengalaman dengan kemampuan, maka peningkatan kemampuan dapat dilakukan melalui peningkatan strata pendidikan serta pengalaman pegawai Bappeda Kota Banda Aceh.
162
DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Jakarta , PT Renika Cipta. Cochran G William, 1977. Sampling Techniques. John Wiley & Sons, Inc. Daft, Richard L. 1998. Organizational Theory and Design. Ohio International Thompson publisening. ITP Cincinati. Denison, Daniel R. 1990. Corporate Culture and Organizational Effectiveness, Canada John wiley dan Sons. Dillon R Wiliem, Goldstein Matthew, 1984. Multivariate Analysis Method and Application. John Wiley & Sons, Inc. Etzioni, Amitai,1982, Organisasi-Organisasi Modern, (alih bahasa: Suryatin) Jakarta UI Press. Fremount, E. Kastd dan James E. Rosenzweig. 2002. Organisasi dan Manajemen terjemah Drs A. Hasyimi Ali. Jakarta Bumi Aksara. Gibson. 1996, Organisasi. Edisi kedelapan, (Alih bahasa Nunuk Adiarni) Jakarta, Binarupa Aksara. Indrawidjaya, Adam I, 2000. Perilaku Organisasi. Bandung. Sinar Baru. Johnson, A, Richard. Wichern W, Dean .1988. Applied Multivariate Statistical Analysis, Prentice - Hall, Inc. Kasim, Azhar, 1993, Pengukuran Efektivitas dalam Organisasi, Jakarta. Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi bekerjasama dengan pusat antar Universitas Ilmu-Ilmu sosial UI. Kotler, Philip. 2000. Marketing Management. The Millenium Edition. Prentice Hall Intemasional Inc. USA. Mc. Laughlin, Curtis P, 1978. Productivity and Effectiveness in Government, dalam Sutherland, John W. (ed), Management Handbook For Public Adminitration, New York : Van Nostrand Reinhold Company. Mulyono, Mauled, 1993. Penerapan Produktivitas dalam organisasi. Jakarta. PT. Bumi Aksara. Muslimin, Amarah, 1989. Perspektif Otonomi Daerah. Jakarta. Bina Aksara. Ndraha, 1997. Budaya Organisasi. Jakarta, Rineka Cipta. Parasuraman, A. Berry L Leonard, 1991, Marketing Services, The Free Press a Division of Macmillan, Inc.
Muhammad Daud, S.Sos, M.Si* adalah dosen FISIP Universitas Terbuka
Muhammad Daud, Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia
Ravianto. J. 1985. Produktivitas dan Mannsia, Jakarta. SIUP. Robbins P. Stephen, 1994. Teori Organisasi; Struktur, Desain, dan Aplikasi. Jakarta. Arcan. -------------, 2001. Perilaku Organisasi. Ahli bahasaTim Indeks. Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Jakarta : Ilham Jaya. Singarimbun. Masri, Efendi Sopyan. 1995. Metode Penelitian Survey, Jakarta. LP3ES.
Muhammad Daud, S.Sos, M.Si* adalah dosen FISIP Universitas Terbuka
163
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
ANALISIS MATERI PENDIDIKAN BERKARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SOSIOLOGI PADA SMA KOTA BANDA ACEH
Oleh Abubakar*, dan Anwar**
Abstrak Sejak resmi menjadi mata pelajaran, masalah utama pembelajran sosiologi adalah tidak tersedianya guru yang memiliki latar belakang ilmu sosiologi, hal ini menyebabkan minimnya kemampuan pengajar dalam menyiapkan model dan bahan ajar berbasis kearifan lokal, pembelajarannya seringkali terfokus pada buku teks saja, sehingga mengembangkan paradigma pendidikan berkarakter tidak bisa terwujud, pembelajaran tidak menarik dan membosankan, yang dipelajari siswa jauh dari pengalaman hidupnya, Penelitian ini merupakan salah satu usaha penting untuk menemukan model yang tepat dengan prinsipprinsip pembelajaran sosiologi dan tersedianya bahan ajar yang susuai dengan paradigma pendidikan berkarakter. Metode penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, hasil penelitian menunjukkan banyak pengajar belum faham dan tidak menguasai bagaimana membuat rencana pembelajaran yang sarat dengan nilai-nilai lokal yang perlu dipahami dan diteladani sebagai panduan hidupnya, yang dijalankan selama ini adalah apa yang telah lama dilakukan, dengan muatan materi yang sangat umum dari buku-buku nasional, bahkan ada yang berpendapat materi dari nilai-nilai lokal tidak diperlukan dengan berbagai alasan, padahal apa yang tersurat dalam teori universal faktanya banyak bertebaran pada masyarakat sekitar, usaha pemberdayaan gurupun masih minim, dengan kondisi yang demikian pembelajaran sosiologi pada SMA Kota Banda Aceh belum berbasis lokal sebagaimana diharapkan Syariat Islam, yang sedang digalakkan oleh pemerintah daerah dengan berbagai qanunya. Kata kunci : Pembelajaran sosiologi, Karakter dan Nilai Kearifan local Abstract Begin 1976 the sociology officially became the subjects in senior high school, the main problem is not the availability of learning that teachers have a background of sociology, this led to a lack of ability of teachers in preparing and teaching material models based on local wisdom, learning is often focused on textbooks alone, so that the development paradigm character education can not be realized, unattractive and boring lessons, students learned much from the local values and life experiences, this study is one of the important effort to find the exact model of learning with the learning principles of sociology and the availability of teaching materials which corresponds the paradigm of character education and be able to identify various barriers and were able to find a way out. This research method is descriptive qualitative triangulation approach, results show, shows, Implementation character values based on local wisdom in teaching sociology in Banda Aceh has some problems and become obstacles are: The existence of a standard regulatory measurement of national education through the national final examination (standardized testing) which emphasizes the realm koqnitif course, this raises the contradictory because it is centralized, making it hard Implementation indigenous values that are decentralized. Teachers do not have the experience of teaching sociology, they are not in field of sociology, teaching sociology is additional subjects other than teaching main task in mayority, with such conditions are often the task of teaching sociology courses in Banda Aceh is a double play (multiple roles). The material used is a national and centralized textbooks, teachers have not been able to develop special materials in the classroom-based learning in the region. Many parents no longer pay attention to their children's education in
Abubakar* adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Anwar** adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
164
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
165
every school, they assume teenager education is the responsibility of school, the task of parents is to deliver and finance only. Key Words : Teaching Caracter Value and Local Wisdom
Tujuan pendidikan pada umumnya bernilai baik, yaitu sebagai usaha sadar, sistimatis dan terencana, yang bertujuan membentuk manusia yang berkepribadian sesuai dengan karakter bangsa dan masyarakatnya, banyak faktor yang dapat mempengaruhi pendidikan, salah satu factor yang menentukan (determinan factor) tersedianya sumber daya manusia yang kompeten menurut bidangnya, serta faktor lain yang cukup penting adalah peran serta masyarakat sebagai sumber belajar, hal ini penting karena apa yang diberikan dan dikembangkan di sekolah merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan dan apa yang tersedia di masyarakat, oleh sebab itu sesungguhnya apa yang dipelajari di sekolah tidak boleh terlepas dari apa yang ada di dalam masyarakatnya, apa bila itu terjadi maka akan muncul apa yang disebut oleh Hary A Gunawan 2013 dengan gejala desintegratif, yaitu berkurangnya kesetiaan terhadap nilainilai umum yang telah berlaku di masyarakat, dengan demikian maksud dari tujuan pendidikan yang sebenarnya tidak tercapai. Provinsi Aceh merupakan daerah khusus yang memiliki berbagai potensi, baik potensi alam dan potensi sosialnya, serta memiliki berbagai kearifan lokal yang selaras dengan nilai-nilai Syariat Islam, demikian juga hal dengan Kota Banda yang telah menetap visinya menjadi kota madani berbasis Syariat Islam, untuk itu perlu adanya upaya berbagai pihak termasuk guru dalam mengembangkan nilai-nilai Islami guna mewujudkan visi tersebut, termasuk melalui berbagai pembelajaran di sekolah adalah upaya nyata dalam penanaman nilai-nilai kearifan lokal pada generasi mudanya. Salah satu pembelajaran penting untuk mencapai tujuan itu adalah pembelajaran mata pelajaran sosiologi, namun sering sosiologi di anggap sebagai mata pelajaran pelengkap, bahkan mata pelajaran sosiologi hanya di berikan pada anak-anak kelompok IPS saja, sering orang berpikir IPS adalah jurusan di mana tempat berkumpulnya
anak-anak kurang cerdas dan nakal, Pemahaman seperti itu akan terbagunnya paradigma berpikir (frame of mind) kebanyakan kita menyangkut dikhatomi kelompok ilmu IPA dan IPS, IPA prioritas sedangkan IPS menjadi alternatif, dengan demikian tanpa kita sadari pembelajaranpun akan berjalan seadanya saja dan mengikuti karakter siswa sesuai dengan anggapan di atas. METODA PENELITIAN Penelitian ini bersifat kualitatif, responden penelitian berasal dari seluruh guru pengajar mata pelajaran sosiologi pada SMA Kota Banda Aceh, beserta beberapa unsur dari pihak terkait seperti pakar-pakar sosiologi dan tokoh adat budaya yang dianggap memilki pengetahuan sesuai dengan masalah yang diteliti dan data yang diperlukan. Teknik pengumpulan adalah wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Pengolahan dan Analisis Data, data yang terkumpul akan di olah dengan pendekatan “Trianggulasi’. Dengan metoda kualitatif. Tujuannya untuk menggambarkan katagori-katagori yang relevan dengan tujuan yang ingin di capai dalam penelitian, sehingga melahirkan luaran penelitian yang sempurna. Reduksi data dilakukan sebagai usaha sejak awal penelitian secara terus menerus, hal ini di tempuh untuk menghindari penumpukan data, sehingga memungkinkan peneliti mengumpulkan data secara terus menerus untuk memperdalam setiap temuan sebelumnya dan untuk mempertajam data – data yang sudah ada. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran Sosiologi di Indonesia termasuk mata pelajaran baru, masuk dalam kurikulum Indonesia mulai tahun 1994, model pembelajaran dan berbagai tujuannya terus berkembang sesuai dengan arah tujuan, visi utama pendidikan Indonesia yaitu pembentukan karakter sesuai dengan Undangundang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 3. Mengingat Indonesia
Abubakar* adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Anwar** adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Abubakar dan Anwar, Analisis Materi Pendidikan Berkarakter dalam Pembelajaran Sosiologi
memiliki 1.128 suku mendiami pulau yang berbeda-beda, maka nilai-nilai karakter perlu diselaraskan pula dengan kearifan lokalnya, sehingga hasil pembelajaran bermanfaat bagi lulusannya ketika kembali ke masyarakat lingkungannya. Bagi guru sosiologi menyelaraskan nilai-nilai karakter yang telah ditetapkan secara nasional dengan nilai-nilai kearifan lokal dirasa masih banyak hambatan, hambatan itu baik yang berasal dari guru itu sendiri, buku ajar, kurikulum dan model pembelajaran yang belum selaras dengan harapan pembelajaran yang diinginkan, bahkan hambatan tersebut bersumber dari regulasi pemerintah sendiri. Berikut ini penulis mencoba mendeskripsikan beberapa problema pembelajaran sosiologi berdasarkan hasil penelitian tahun 2013 di Kota Banda Aceh. 1.
Hambatan Implimentasi Penerapan Nilai Karakter pada SMA Kota Banda Aceh Berdasarkan hasil pengelohan dan analisis berbagai data yang terkumpul, dapat disimpulakn sebagai berikut : a. Hambatan Regulasi dan Standar Pengukuran UU No 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menetapkan tujuan pendidikan nasional ditujukan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif untuk memiliki kekuatan spiritual keamanan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, kecerdasan, dan keterampilan. Apa yang digariskan dalam UUD tersebut jelas bahwa pendidikan bukan hanya menjadikan peserta didik pandai dari segi akademik, tetapi untuk menjadikan manusia yang utuh yang mampu menjadi manusia yang mengabdi kepada Sang Maha Pencipta, menjadi manusia demi manusia yang lain dan alam semesta. Pendidikan nasional tidak hanya bermkasud menciptakan kemampuan manusia yang memiliki kecerdasan intelektual saja, namun harus membangkitkan hati nurani yang akan menghasilkan manusia yang tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata. dasar pembelajaran harus mampu mengembangkan nilai-nilai bijak, dan mengarahkan pada kecerdasan intelektual/akademik atau Intelegence Quotient (IQ), kecerdasan emosional atau Emotional
166
Quotient (IQ), dan kecerdasan spiritual atau Spiritual Quetient (SQ). Mencermati maksud tersebut arah pembangan pembelajaran perlu penekanan pada berbagai karakternya, dengan demikian pulu tidak bisa dipisahkan dengan kearifan lokalnya sebagai tempat mereka beradaptasi dan membesarkan keluarganya, tekanan pembelajaran lebih bersifat desentralistik. Sementara di sisi lain kebijakan penerapan Ujian Akhir Nasional (standardized testing) menekankan pada ranah koqnitif saja menimbukan kontradiktif karena lebih bersifat sentralistik. Dua kebijakan yang bertolak belakang ini menimbulkan kebingungan bagi guru dalam pelaksanaan pembelajarannya di kelas, karena disatu sisi ada dasar penerapan tujuan pembelajaran yang bersifat local dengan berbagai keunggulannya, namun di sisi lain pemerintah menghendaki adanya keseragaman penguasaan materi yang bersifat nasional atau provinsi, guru dipacu dengan luar biasa untuk mencapai kelulusan tertinggi dalanm ujian itu dengan sasaran materi terpusat, padahal setiap daerah memiliki karakteristik yang berbedabeda. Di samping itu ada anggapan dan “hukuman” kalau mata pelajaran yang diasuh seorang guru, dihasil UAN banyak siswa yang tidak lulus, maka kinerja guru tersebut dianggap tidak bagus, disinilah beban batin seorang guru berkecamuk antara kejujuran dan kecurangan. Kejujuran adalah membiar hasil ujian siswa apa adanya sesuai denga kemampuan siswa pada mata pelajaran yang diasuh, kecurangan adalah melakukan berbagai upaya yang sistimatis untuk meningkatkan tingkat kelulusan siswa pada mata pelajaran yang diasuh untuk mempertahankan citra kinerjanya, dan menyelamatkan citra sekolahnya, karena tingkat kelulusan UAN juga menjadi tolak ukur keberhasilan sekolahdi Indonesia saat ini, regulasi seperti ini dapat mencoreng nilai-nilai karakter dan kearifan kal, karena tidak ada satupun budaya masyarakat yang menyakini “curang” sebagai karakter bernilai baik. Dari fenomena itu banyak hal yang kita petik sebagai indicator yang menjadi penghambat karena : 1. Banyak guru yang bingung dalam pembelajaran karena memiliki tujuan ganda, secara tertulis tujuan pembelajaran membangun karakter sesuai dengan
Abubakar* adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Anwar** adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
2.
3.
4.
b.
kearifan local masyarakatnya, sementara siswa wajib lulus UAN yang sentralistik sebagai indicator keberhasilan siswa, guru dan sekolah serta berbagai satuan kerja yang terlibat. Dampak “hukuman” yang akan diterima guru dan sekolah apabila siswa gagal UAN menyebabkan konsentrasi guru lebih terfokus pada materi nasional dari pada materi – materi berbasis local. Berkembangnya nilai buruk seperti curang, jual beli kunci jawaban, tidak jujur, padahal sekolah adalah lembaga yang menjaga nilai – nilai baik, berfungsi menjadi pengembang nilai- nilai buruk. Materi yang diujikan tidak sinkron dengan amanat konstitusi dan perundangan pendidikan nasional, karena hanya memerhatikan kecerdasan intelegensia. Kemampuan intelektual saja jelas tidak menjamin kualitas dan keberhasilan manusia karena kurang ada kaitannya dengan etos kerja keras dan hubungan dengan lingkungannya.
Kompetensi Mengajar Guru dan tugas mengajar tidak sesuai Di Kota Banda guru masih merupakan faktor penentu keberhasilan pembelajaran dan pencapaian tujuannya, artinya keberhasilan belajar siswa masih sangat memerlukan peran guru di kelas, dalam pembelajaran siswa belum mandiri untuk menciptakan kondisi belajarnya sendiri. Kalau guru tidak bisa hadir maka sering kali siswa menjadi ribut dan dapat mengganggu kelas lain yang ada disampingnya. Meskipun peranan guru sangat penting untuk profesionalisme mengajar, namun untuk pembelajaran sosiologi di Kota Banda Aceh belum ada guru khusus yang memiliki kemampuan pendidikan sosiologi. Guru pengajar mata pelajran sosiologi pada SMA Kota Banda Aceh 100% tidak memiliki bidang yang relevan dan mata pelajaran yang diasuh, pada umumnya mereka memiliki latar belakang pendidikan seperti Geografi, Sejarah, Kewarganegaraan, Administrasi Pendidikan, Ekonomi, dan Bahasa Indonesia. Dengan demikian pembelajaran sosiologi pada daerah yang diteliti dapat dikatakan belum memenuhi unsur profesionalnya. Karena pengalaman pendidikan guru yang mereka peroleh tidak sesuai mata pelajaran yang mereka asuh.
167
Dampaknya adalah minimnya kompetensi profesi yang harus dikembangkan sebagai seorang guru yang baik, dengan demikian prinsip-prinsip dan sifat-sifat pembelajaran sosiologi tidak diterapkan, baik bagaimana model pembelajaran, bagaimana menghubungkan materi-materi sosiologi dengan nilai-nilai karakter masyarakat localnya dalam pembelajaran sekolah. Rendahnya latar pengetahuan guru bidang sosiologi cukup menghambat guru dalam mengembangkan materi-materi pembelajaran dan mengembangkan metoda penelitian sosiologi pada masyarakat. c.
Tidak ada pelatihan khusus untuk tenaga pengajar sosiologi Pelatihan merupakan suatu upaya peningkatan keterampilan secara berkelanjutan, minimal pelatihan dilakukan setahun sekali, hal ini penting mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan cepat, sehingga modelmodel pembelajaran tersebut mengikuti juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, seluruh perkembangan tersebut perlu disampaikan dan dikuasai oleh setiap guru sebagai model pembelajarannya. Meskipun dinyakini pentingnya pelatihan dalam peningkatan ketrampilan guru pengajar sosiologi selama ini guru tidak mendapat pelatihan secara sistimatis dan regular, guru mata pelajaran lain sebenarnya hampir sama, namun frekwensi pelatihan untuk guru lain sering dilakukan meskipun belum juga memenuhi jumlah yang ideal, beda halnya dengan guru pengajara mata pelajaran sosiologi pelatihan pernah diberikan pada IKIP padang tahun 1985 dan yang terakhir tahun 2006 pasca Tsunami yang didanai oleh LSM asing. Pelatihan yang pernah diperoleh oleh guru sosiologi dalam kedua tahun tersebut 1% menyebutkan pernah mengikuti bidang materi sosiologi dan 3% bidang metoda mengajar, dengan demikian 96% guru pengajar sosiologi Kota Banda Aceh belum pernah mengikuti pelatihan yang mendukung pembelajaran sosiologi di kelas. Minimnya pelatihan tersebut menyebabkan mengajar guru di kelas dilakukan berdasarkan pengalaman yang diperoleh pada saat menempuh pendidikan dulu dari berbagai LPTK-nya. Mengingat pendidikan berkarakter baru digalakkan pada
Abubakar* adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Anwar** adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Abubakar dan Anwar, Analisis Materi Pendidikan Berkarakter dalam Pembelajaran Sosiologi
2003 sehingga tidak semua guru dapat menguasai pola-pola, model-model pembelajaran berkarakter pada mata pelajaran sosiologi, karena wacana pendidikan berkarakter tidak pernah didapatkan pada LPTK tempat guru tersebut menempuh pendidikannya dulu. Jadi terjadi bias yang sangat jauh bagi guru antara tuntutan penerapan pembelajaran berkarakter dengan kemampuannya dalam bidang pembelajaran berkarakter. Sebagaimana telah disinggung di muka guru sosiologi bukan berasal dari bidang ilmu sosiologi, mereka berasal dari berbagai disiplin ilmu, hal ini menggambarkan pembelajaran sosiologi di Kota Banda Aceh sangat bervariasi, baik dilihat dari kompetensi guru, kemampuan menguasai materi, seni mengajar dan kemampuan meneliti bidang sosiologi serta kemampun mengkoloborasi nilai-nilai karakter local dalam pembelajaran sosiologi di kelas. Untuk itu palitihan sangat penting bagi guru sosiologi Kota Banda Aceh dapat berfungsi ganda, antara lain : 1. Meningkatkan kemampuan guru mengajar sosiologi 2. Meningkatkan kemampuan dalam pengimplimentasian nilai-nilai karakter kearifan local dalam pembelajaran sosiologi 3. Menyeragamkan materi, model dan metoda pembelajaran sosiologi sesuai dengan sifat-sifat, prinsip dan tujuan pembelajaran sosiologi berkarakter 4. Mengembangkan model-model penelitian sosiologi untuk mengembangkan materimateri pembelajarannya d.
Peran Ganda Bidang Tugas Mengajar Guru Sebagaimana yang telah dikemukan di muka bahwa semua guru mengajar mata pelajaran sosiologi tidak memiliki bidang pendidikan sosiologi, mereka ditugaskan membantu mengajar sosiologi pada suatu waktu tertentu, sementara pada waktu lain mengajar mata pelajaran yang lain sesuai dengan bidangnya, peran ganda guru dapat menimbulkan beban kerja dan ketidaknyamanan kerja dikalangan guru sendiri. Kondisi peran ganda seperti ini menimbulkan kecendrungan professional yang tidak berimbang, bagi guru yang
168
mengajar bukan bidangnya afiliasi professional lebih cenderung pada bidangnya dan sering kali menjadi prioritas sedangkan mata pengajaran sosiologi menjadi alternatifnya. Peran ganda dapat menyebabkan stress kerja seorang guru karena di satu pihak dituntut kemampuan mengajar dalam bidangnya sementara dipihak lain juga harus professional dalam bidang yang sebelumnya tidak dipelajari dalam pengalaman pendidikannya, stress seperti ini menurut Briner (Rahayu Apriliaswati 2014), disebut stress internal bersifat Openness to Experience. Peran ganda seperti ini menyebabkan pelaksanaan kerja tidak focus, padahal mengajar ditutuntut konsentrasi penuh, mepersiapkan materi, media dan metodametodanya serta penelitian lapangan guna menemukan berbagai muatan kearifan local sesuai dengan pokok bahasannya. Mata pelajaran sosiologi materi pembelajaran lebih menekankan pada materi lapangan, dengan demikian guru dituntut kerja ekstra dalam menggali berbagai nilai-nilai kearifan local sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Kerja – kerja seperti itu belum dilakukan oleh guru – guru pengajar di SMA Kota Banda Aceh dalam memperkuat implimentasi nilai karakter dalam pembelajaran sosiologi, karena disamping mereka mengajar mata pelajaran sosiologi juga mengajar beberapa mata pelajaran lainnya, fokus profesionalismenya dapat dikatakan bercabang. e.
Materi pembelajaran besifat terpusat Dari hasil penelitian menunjukkan semua guru-guru pengajar sosiologi masih menggunakan buku-buku paket nasional, sehingga masih sulit memasukkan unsur-unsur kearifan lokal sebagai materi pelajaran sosiologinya, dengan demikian apa yang ada di luar dalam masyarakat belum masuk pada pembelajaran sekolah. Materi sosiologi memiliki karakteristik tersendiri dan berbeda dengan berbagai ilmu sosial lainnya, hal ini belum banyak dipahami oleh guru, dalam pembelajaran sulit dibedakan mana pendekatan sosologi, antropologi, sejarah, eknomi dan ilmu-ilmu lainnya. Belum ada buku materi sosiologi khusus yang sesuai dengan karakter Ke-Acehan merupakan kendala utama guru dalam mengembangkan
Abubakar* adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Anwar** adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
materi pembelajaran di kelas, pada umumnya materi sosiologi di Kota Banda Aceh bersifat nasional yang bersumber dari buku-buku paket nasional. Guru belum mampu mengembangkan materi khusus yang memuat nilai-nilai kearifan lokal Aceh, para pakar sosiologi di Banda Aceh juga belum ada yang memberikan perhatian khusus untuk pengembangan materi local guna memperkuat pembelajar karakter di sekolah. Oleh sebab itu penting kiranya disiapkan buku-buku ajar yang berbasis kearifan lokal sehingga dengan tersedianya materi-materi tersebut membuka wacana bagi guru dalam mengembangkan materi-materi lebih lanjut yang lebih kontektual dengan kearifan lokal masyarakat. f.
Belum ada keterlibatan masyarakat dan orang tua dalam pengembangan Nilai-nilai kearifan Lokal Orang tua merupakan salah satu unsur penting dalam menunjung pendidikan, orang tua seharusnya memahami bahwa merekalah sebagai penanggung jawab utama dalam pendidikan putra-putrinya sesuai dengan nilainilai yang diharapkan. Dewasa ini banyak orang tua yang tidak lagi menaruh perhatian pada pendidikan anaknya di setiap sekolah. Dengan berbagai alas an, seperti keterbatasan waktu, menganggap sekolah yang bertanggung jawab untuk keberhasilan pendidikan, tugas orang tua hanya membiayai dan tidak adanya kesempatan dengan berbagai model yang dibangun sekolah yang memungkin orang tau dapat terlibat dalam pembelajaran anakanaknya di sekolah, bisa saja hambatan ini diakibatkan oleh sekolah sendiri yang tidak membuat format yang memungkinkan orang tua terlibat di dalam program sekolahnya. Kecendrungan pola seperti itu telah terjadi di berbagai kota besar termasuk di Kota Banda Aceh, banyak satuan pendidikan menjalankan pembelajaran sendiri melalui berbagai usahanya, orang tua juga enggan terlibat karena tidak diikutsertakan dan juga menganggap bukan tugasnya lagi dengan berbagai alasan yang telah disebutkan di atas. Oleh sebab itu kesalahan – kesalahan tersebut perlu dihilangkan karena upaya pembentukan pendidikan karakter berbasis kearifan local langkah awal sebenarnya dimulai dari orang tua terlebih dahulu, nilainilai kearifan local pertama sekali dihidupkan oleh keluarga, terus berkembang menjadi
169
nilai-nilai universal di masyarakat, demikian juga sebaliknya, 2. Pembelajaran berkarakter dengan kearifan lokal dan dampak prilaku sosial remaja Kota Banda Aceh Penerapan pendidikan karakter di Indonesia termasuk masih baru, banyak hal yang perlu dibangun guna mengembang pendidikan berkarakter secara sempurna, pendidikan berkarakter merupakan suatu sistem yang secara sadar dan terencana melalui materi/alat penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah, yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai sebagaimana yang dipraktekan oleh masyarakatnya, baik nilai nilai dalam hubungannya dengan Allah SWT, nilai-nilai terhadap diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Program pendidikan karakter bukanlah suatu proyek pembangunan, tetapi adalah niat dan itikad dengan tujuan terjadi perubahan karakter masyarakat secara menyeluruh, kembali pada sumber daya yang bersih, jujur, amanah, adil, tidak terlibat berbagai pelanggaran yang bertentangan dengan nilai agama dan budaya masyarakat setempat. Untuk memaksimalkan pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian serta berbagai perangkatnya, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah wajib berfungsi aktif dan berperan sesuai dengan masing-masing fungsinya. Mencermati berbagai komponen tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan berkarakter dengan memanfaatkan kearifan lokal pada SMA Kota Banda Aceh belum terwujud, belum adanya tindakan konkrit dari seluruh elemen sekolah dalam meningkatkan pembelajaran dengan pemanfaatan nilai-nilai kearifan lokal. Banyak nara sumber yang belum faham sifat-sifat pembelajaran sosiologi dan belum menguasai bagaimana membuat rencana pembelajaran berbasis lokal, yang perlu dipahami dan
Abubakar* adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Anwar** adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Abubakar dan Anwar, Analisis Materi Pendidikan Berkarakter dalam Pembelajaran Sosiologi
diteladani oleh semua pihak sebagai penduan hidup dalam bermasyarakat dan beragama yang terintegrasi dalam pembelajaran di sekolah. Apa yang dijalankan selama ini adalah apa yang telah lama dilakukan, dengan muatan materi yang sangat umum dari bukubuku nasional dan masih banyak di antara nara sumber yang belum paham, tentang materimateri lokal yang dapat dimasukan dalam pembelajaran sosiologi di sekolah. Bahkan ada yang berpendapat bahan ajar sosiologi berbasis materi dari nilai-nilai lokal tidak diperlukan dengan berbagai alasan. Dari ungkapan tersebut tersirat bahwa banyak para guru yang mengajar sosiologi yang belum mengetahui bagaimana memadukan konsep teoritis nasional dengan nilai-nilai yang berlaku di lingkunagn masyarakat, pada hal sesungguhnya apa yang tersurat dalam teori universal faktanya banyak bertebaran pada masyarakat sekitar. Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan Aceh pada umumnya, nilai – nilai karakter yang sebelumnya menjadi acuan hidup yang bersumber dari Syariat Islam, kini telah mengalimi perubahan, baik pada kalangan generasi muda dan dewasa, hal ini ditandai pada banyak genarasi muda yang menghabiskan waktunya untuk kegiatan yang tidak bermanfaat, nongkrong di caffe-caffe, yang sebelumnya banyak dilakukan oleh remaja pria, kini kebiasaan itu juga sudah mulai digandrungi juga oleh remaja putri, pembunuhan oleh kelompok tertentu, pemerasan dalam berbagai bentuk, pindah agama, sogok menyogok dalam berabagai kesempatan, jual beli skripsi, mencontek, curang ujian UAS dan UAN, merokok (kini sudah merambah pada remaja putri, sebelumnya sangat tabu) narkoba, freesex telah cukup banyak dijumpai di kalangan remaja SMA Kota Banda Aceh (2,46% remaja SMA pernah free sex, Abubakar dkk. 2010), bahkan dalam penelitian terakhir ditemukan bahwa 10% lebih PSK Kota Banda Aceh adalah remaja berpendidikan tinggi, disadari atau tidak, ini merupakan produk yang teroganisir dari minimnya kemampuan guru dan berbagai elemen sekolah dalam membentuk karakter nilai-nilai yang dulunya cukup berkembang di kalangan masyarakat Aceh yaitu nilai-nilai Islami. Guru belum mampu merumuskan
170
meteri-materi dengan implikasi nilai-nilai karakter, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai akademik, dan belum pada tingkatan internalisasi dalam tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari secara konkrit. Karakter secara akademik adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, tujuannya mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk berdasarkan nilai-nilai masyarakat, menjaga dan memelihara apa yang baik itu, dan mampu mewujudkan nilai-nilai kebaikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara empati atau tanpa adanya pemaksaan lagi. Secara makro nilai pendidikan karakter adalah memelihara dan menjaga nilainilai pendidikan nasional, yaitu mewujudkan manusia yang berbudi pekerti luhur, bertanggungjawab, dan menjadi manusia yang berguna, bagi agama, keluarga, bangsa dan negaranya. Secara mikro pengembangan nilai/karakter di sekolah dapat kita klasifikasikan dalam empat pilar, yakni : a. Hasil dari kegiatan belajar-mengajar di kelas (teaching learning process), b. Hasil kegiatan keseharian dalam bentuk budaya sekolah (school culture); c. Hasil kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat. Pembentukan nilai-nilai karakter di kelas perlu di bangun secara menyeluruh setiap mata pelajaran sesuai dengan ranah cakupannya dan terintegrasikan dalam semua mata pelajaran (embeded approach). Dalam gambar di bawah ini merupakan bagan pengembangan nilai-nilai kearifan lokal yang sesuai dengan daerah, Di Kota Banda Aceh secara mikro belum tergambar adanya tahapan – tahapan yang jelas menyangkut dengan nilai karakter apa yang akan dicapai, baik melalui proses belajar mengajar, budaya sekolah, ekstra kurikuler serta nilai-nilai karakter di rumah dan dalam masyarakat sekitarnya. Pada umumnya di sekolah ke 18 nilai karakter diajurkan, namun guru belum mampu menghubungkan dan mengembangkan nilai-nilai tersebut secara mikro di kelas.
Abubakar* adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Anwar** adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
171
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
Dukungan Pemerintah Pusat
Syariat Islam
Tujuan Pendidikan Nasional dan Daerah
Adat Budaya Aceh Qanun/ Kebijakan Daerah
Buku Ajar Karakter Pengalaman guru
Ada
Bahan Ajar/Kur/ Ekskur
Prilaku Karakter Islami
Partisipasi Keluarga dan Masyarakat
Komitmen Pejabat Daerah dan Satuan Pendidikan
Gambar Bagan Pengembangan Proses Pendidikan Karakter dan Kearifan Lokal Kota Banda Aceh Di kelas sebenarnya nilai karakter dapat dilaksanakan melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan, tidak perlu muluk-muluk namun perlu yang di rancang khusus sebagaimana yang telah di singgung di muka. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya masyarakat setempat dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti, religius, adil, kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar yang biasa di lakukan guru baik melalui materi maupun tugas-tugasnya. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya
pengkondisian secara sengaja dan terorganisir dengan model dan metoda – pembelajaran yang relevan sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai tersebut. Oleh sebab itu di ujung pembahasan ini kita berkesimpulan upaya-upaya yang sinergi semacam itu belum dilakukan dalam pembelajaran sosiologi di SMA Kota Banda Aceh. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka ada beberapa poin penting yang dapat di tarik sebagai hasil penelitian, antara lain : a. Disamping beberapa hambatan yang dapat mengganggu yang paling dicari jalan keluarnya adalah regulasi pemerintah dan standar pengukuran, Pendidikan nasional tidak hanya bermkasud menciptakan kemampuan manusia yang memiliki kecerdasan intelektual saja, namun pendidikan hartus
Abubakar* adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Anwar** adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Abubakar dan Anwar, Analisis Materi Pendidikan Berkarakter dalam Pembelajaran Sosiologi
b.
c.
mengembangkan nilai-nilai bijak, berbasis karakter masing-masing potensi daerahnya secara desentralistik. Dipihak lain ada kebijakan penerapan Ujian Akhir Nasional (standardized testing) menekankan pada ranah koqnitif saja menimbulkan kontradiktif karena lebih bersifat sentralistik. Dua kebijakan yang bertolak belakang ini menimbulkan kebingungan bagi guru dalam pelaksanaan pembelajarannya di kelas, guru dipacu dengan luar biasa untuk mencapai kelulusan tertinggi dalanm ujian itu dengan sasaran materi terpusat, padahal setiap daerah memiliki karakterustik yang berbeda-beda, berbagai upaya ditempuh untuk menghindari “hukuman” seperti membocorkan kunci jawaban, memberi jawaban dan lain-lain yang justru mencoreng nilai karakter lokalnya. Guru pengajar mata pelajran sosiologi pada SMA Kota Banda Aceh 100% tidak memiliki bidang yang relevan dan mata pelajaran yang diasuh serta rendah frekwensi pelatihan yang diterima guru, minimnya pengalaman akan berdampak pada minimnya kompetensi profesi yang harus dikembangkan sebagai seorang guru yang baik, dengan demikian prinsipprinsip dan sifat-sifat pembelajaran sosiologi tidak dapat dikembangkan, baik bagaimana model pembelajaran, bagaimana menghubungkan materimateri sosiologi dengan nilai-nilai karakter masyarakat localnya dalam pembelajaran sekolah, dan akan berpengaruh pada kemampuan penelitian sosiologinya guna menemukan dan merangkumkan berbagai materi yang bertebaran dalam masyarakatnya. Guru pengajar sosiologi biasannya ditugaskan mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang berbeda, sehingga seringkali mereka berperan ganda (multiple role) kondisi ini menimbulkan beban kerja dan ketidaknyamanan kerja dikalangan guru sendiri. Kondisi peran ganda seperti ini menimbulkan kecendrungan professional yang tidak berimbang, bagi guru yang mengajar bukan bidangnya, afiliasi professional lebih cenderung pada bidangnya dan sering kali menjadi prioritas sedangkan
d.
e.
f.
172
mata pengajaran sosiologi menjadi alternatifnya. Peran ganda dapat menyebabkan stress kerja seorang guru karena di satu pihak dituntut kemampuan mengajar dalam bidangnya sementara dipihak lain juga harus professional dalam bidang yang sebelumnya tidak dipelajari dalam pengalaman pendidikannya, kondisi seperti dapat menimbulkan stress kerja bagi guru. Materi sosiologi memiliki karakteristik tersendiri dan berbeda dengan berbagai ilmu sosial lainnya, hal ini belum banyak dipahami oleh guru, dengan demikian dalam pembelajaran sulit dibedakan mana pendekatan sosologi, antropologi, sejarah, eknomi dan ilmu-ilmu lainnya. Belum ada buku materi sosiologi khusus yang sesuai dengan karakter Ke-Acehan, merupakan kendala utama guru dalam mengembangkan materi pembelajaran di kelas, pada umumnya materi sosiologi di Kota Banda Aceh bersifat nasional yang bersumber dari buku-buku paket nasional. Guru belum mampu mengembangkan materi khusus yang memuat nilai-nilai kearifan lokal Aceh. Orang tua dan masyarakat merupakan unsure penting dalam menunjung pendidikan karakter. Dewasa ini banyak orang tua yang tidak lagi menaruh perhatian pada pendidikan anaknya di setiap sekolah, mereka beranggapan pendidikan anak usia remaja adalah tanggungjawab sekolah, tugas orang tua adalah mengantar dan membiayainya, kecendrungan seperti itu telah terjadi di berbagai kota besar termasuk di Kota Banda Aceh, di samping itu banyak satuan pendidikan menjalankan pembelajaran sendiri melalui berbagai usahanya, orang tua juga enggan terlibat karena tidak diikutsertakan oleh sekolah dalam berbagai program termasuk dalam menyiapkan materi pembelajaran untuk anaknya. Karakter secara akademik adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, tujuannya mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk berdasarkan nilainilai masyarakat, menjaga dan memelihara apa yang baik itu, dan
Abubakar* adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Anwar** adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
mampu mewujudkan nilai-nilai kebaikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara empati atau tanpa adanya pemaksaan lagi. Pembentukan nilai-nilai karakter di kelas perlu di bangun secara menyeluruh setiap mata pelajaran sesuai dengan ranah cakupannya dan terintegrasikan dalam semua mata pelajaran (embeded approach). Di Kota Banda Aceh secara mikro belum tergambar adanya tahapan – tahapan yang jelas menyangkut dengan nilai karakter apa yang akan dicapai, baik melalui proses belajar mengajar, budaya sekolah, ekstra kurikuler serta nilai-nilai karakter di rumah dan dalam masyarakat sekitarnya. Pada umumnya di sekolah ke 18 nilai karakter diajarkan, namun guru belum mampu menghubungkan dan mengembangkan nilai-nilai tersebut secara mikro di kelas. DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Dkk (2013) Model Pembelajaran Sosiologi Dalam Membentuk Pendidikan Berkarakter Berdasarkan Kearifan Lokal Pada Sma Di Kota Banda Aceh. Laporan Penelitian Dikti Kemendikbud RI, LP2M USM Banda Aceh. Abubakar dan Anwar, 2013, JURNAL KOMUNITASResearch & Learning in Sociology and Anthropology http://journal.unnes.ac.id/nju/index.p hp/komunitas. Volume 5, Nomor 2 Edisi September 2013. Unes, Semarang. Agus Santosa, 2012. Pembelajaran Sosiologi di SMA, Diunduh di http://agsa sman3yk.wordpress.com). Ary H. Gunawan, 2010. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, Penerbit Reneka Cipta, Jakarta. Coleman, James dan Donald Cressey. 1984. Social Problem, Harper & Row Publishers Inc. USA. Etin Solihatin, Hj. dan Raharjo, 2009. Cooperative Leaning, Analisis Model Pembelajaran IPS, Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. George Ritzer, Douglas J dan Goodman, 2011. Teori Sosiologi Modern, edisi ke
173
enam. Alih bahasa oleh : Alimandan. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Hess, Beth. B. Dkk. 1985. Sociology. Second Edition. Macmillan Publishing Company. New York. Collier Macmillan Publishers. London. LA Tahang 2010. Pengemabangan Pembelajaran Sosiologi Berbasis ELearning, Diunduh di http:// prodibpi.wordpress.com/2010/08/01/p engembangan-pembelajaran-so siologi-berbasis-e-learning-di-sma ma/. Prayogo Bestari dan Syaifullah Syam, 2010, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Membangun Karakter Bangsa (Nation and Character Building): Refleksi, Komitmen dan Prospek, Laboratorium PKn, Bandung. Robert C. Bogdan. 1982. Qualitative Research For Education to Theory and Methods. Allyn and Bacopns, Inc. Boston, London, Sydney, Toronto. Saifuddin, 2008, Strategi Pembelajaran Sosiologi pada SMA, Seri Jurnal Medika, Volume : 6 Nomor 2 tahun 2008, Edisi Mei – Agustus 2008, Diunduh di http://isjd.pdii. lipi.go.id/admin/jurnal/6208396407.p df Seriwati Bukit, 2013. Pendidikan Karakter, http://sumut.kemenag.go.id/ Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagaman Medan. Tirta Rahardja Umar dan Lasula, 2000, Pengantar Pendidikan, Penerbit Pusat Perbukuan. Depdikbud dan PT. Reneka Cipta, Jakarta. Usman, Sunyoto. 1999. Konsep Dasar Sosiologi. Diktat Kuliah Sosiologi FISIPOL UGM. Yokyakarta. Xaveary, 2010, Strategi Pembelajaran Sosiologi Tingkat SMA, Diunduh di http://re-searchengines.com/ xaviery6-04.html.
Abubakar* adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Anwar** adalah Dosen Kopertis DPK pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
174
STRATEGI PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM PENANAMAN NILAI KARAKTER BANGSA DI KABUPATEN ACEH BESAR
Oleh Ahkyar* Abstrak Penelitian ini untuk melihat strategi pengembangan kompetensi guru pendidikan kewarganegaraan dalam penanaman nilai karakter bangsa di Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah guru-guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baik di tingkat SMP dan SMA. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi, wawancara dan catatan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi guru Pendidikan Kewarganegaraan baik di jenjang SMP dan SMA telah ditingkatkan secara kualitas maupun kuantitas melalui berbagai kebijakan guna meningkatkan kualitas pendidikan dan secara spesifik meningkatkan penanaman nilai karakter bangsa. Strategi Pemerintah Kabupaten Aceh Besar melalui Dinas Pendidikan dan Pemuda Olahraga telah membuka peluang bagi perkembangan pendidikan di Kabupaten Aceh Besar. Startegi yang diambil terkait dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan antara lain dengan Pendidikan Gratis sampai tingkat SMP, pemberian beasiswa bagi siswa/santri miskin, meningkatkan pengelolaan lembaga pendidikan yang professional, Melaksanakan program diniah pada setiap jenjang pendidikan, Menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa pada peserta didik, Menerapkan Manajemen Teknologi Informatika dan Komunikasi (TIK) dalam akses pendidikan dan pembelajaran (eeducation), peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dan meningkatkan komponenkomponen pendidikan untuk meningkatkan penanaman nilai karakter bangsa seperti Program Pendidikan Usia Dini, Program Wajib Belajar 9 Tahun, Program Pendidikan Menengah, Program Pendidikan Non Formal, Pendidikan Luar Biasa, Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan dan Program Manajemen Pelayanan Pendidikan. Langkah strategis dalam memberdayakan guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai agen penanaman nilai karakter bangsa dilakukan melalui pembimbingan oleh kepala sekolah masing-masing dan pembekalan dari Dinas Pendidikan dan Pemudah Olahraga. Dan terakhir, atas strategi tersebut terdapat perubahan dalam penenaman nilai karakter bangsa terjadi di beberapa sekolah seperti: SMA Modal Bangsa, SMA Negeri 1 Baitussalam, SMP Abulyatama dan SMP Negeri 3 Ingin Jaya Aceh Besar. Kata Kunci: Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah
PENDAHULUAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan negara yang merupakan prioritas utama adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mengemas sedemikian rupa sehingga seluruh masyarakat dapat menikmati pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna mengadaptasi situasi dan kondisi yang selalu mengalami perubahan secara dinamis.
Aceh Besar adalah sebagai Salah satu Kabupaten dekat dengan ibukota Propinsi Aceh berupaya meningkatkan kinerja layanan pendidikan. Dalam mengelola pendidikan Kabupaten Aceh Besar meletakkan pendidikan sebagai salah satu program prioritas. Kabupaten Aceh Besar terus berupaya mendorong tumbuhnya kontribusi. Pertumbuhan partisipasi semua komponen pendidikan, baik pemerintah, pengelola, guru maupun komite sekolah, dengan demikian, maka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat berjalan dengan optimal. Berbagai dorongan dan terobosan yang dilakukan oleh Kabupaten Aceh Besar dalam
Drs. Ahkyar, M.Si* adalah Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Abulyatama
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
menunjang Manajemen Berbasis Sekolah seperti pembebasan iuran wajib, insentif jam mengajar, beasiswa, pembenahan sarana dan prasarana pendidikan, hingga peningkatan mutu guru sebagai pengelola proses belajar mengajar di kelas. Di balik kebijakan yang begitu baik, ada beberapa kalangan masyarakat yang menyoroti bahwa upaya pemerintah memajukan pendidikan, di mana mereka memandang Pendidikan Karakter Bangsa dan Pendidikan yang mendorong siswa bangga menjadi warga Negara Indonesia dipandang kurang mendapat perhatian. Menurut mereka pembelajaran di sekolah lebih didominasi oleh penguasan kognitif berupa ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan atas permasalahan tersebut sehingga memberikan inisiatif kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Besar Propinsi Aceh untuk mengadakan pendidikan percontohan, yaitu pendidikan yang bukan menekankan pada ilmu pengetahuan dan teknologi belaka, tetapi keimanan, antara ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbaikan perilaku melalui penguatan mata pelajaran agama (Aqidah dan Akhlak). Semua kebijakan pendidikan Kabupaten Aceh Besar dikemas dalam kebijakan pendidikan jangka panjang, kebijakan pendidikan jangka menengah, dan kebijakan pendidikan jangka pendek. Pengembangan pendidikan dalam jangka panjang Tahun 2007-2027. Kebijakan pengembangan pendidikan dalam jangka menengah, dan pendek ditetapkan dengan melalui Restra-SKPD Dinas Pendidikan yang berkenaan tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten (RPJMK) dan Rencana Pembagunan Jangka Pendek Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012-2017. Dari berbagai kebijakan pengembangan pendidikan yang cukup menarik untuk diteliti adalah Pengembangan Kompetensi Tenaga Kependidikan pada umumnya dan khususnya pengembangan Kompetensi Guru Pendidikan Kewarganegaraan. Alasan penelitian pada pengembangan Kompetensi Guru Pendidikan Kewarganegaraan dibandingkan guru lainnya. Guru Pendidikan Kewarganegaraan bukan saja bertugas, mendidik, melatih, dan mengajar materi pelajaran, namun juga wajib menjadi contoh, bukan sekadar memberikan contoh
175
perilaku yang baik, karakter bangsa dan membina siswa-siswi untuk mencintai tanah air. Di sinilah peran guru pengasuh mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai agen pembawa bagi penanaman nilainilai karakter bangsa. Maka terdapat beberapa permasalahan yang layak dikedepankan, yaitu: Bagaimana strategi pengembangan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Kabupaten Aceh Besar, Komponen-komponen apa saja yang dikembangkan dalam mendukung Kompetensi Guru pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh, Bagaimana dampak Pengembangan Kompetensi Guru Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Penanaman Nilai Karakter Bangsa di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. METODA PENELITIAN Peneliatian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penggunaan metode kualitatif dipilih berdasarkan alasan: Pertama lebih mudah menyesuaikan di lapangan apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua penelitian ini menyajikan secara langsung hakikat peneliti dengan responden. Ketiga lebih peka dan lebih banyak menyesuaikan diri pada penajaman pengaruh pada pola-pola nilai yang dihadapi (Maleong, 2002:77) Sesuai dengan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu: metode wawancara, wawancara dilakukan baik secara berstruktur maupun mendalam (in-depth interview), kepada key informan ( Informan Kunci) dan responden. menggali informasi yang lebih mendalam (probing), wawancara dilakukan pula dengan teknik snow-ball (Danim, 2000) Untuk memperoleh informasi dari informan yang satu ke informan yang lain sehingga informasi yang diperoleh mencapai titik jenuh. Metode observasi observasi yang dilaksanakan adalah observasi sistematik, yang sering disebut observasi berkerangka atau observasi berstruktur (Achmadi, 2001 : 72). Metode studi pustaka, Menurut Prasetya, dkk (1999) menyebutkan bahwa metode kepustakaan adalah suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui penelitian kepustakaan guna mencari
Drs. Ahkyar, M.Si* adalah Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Abulyatama
Ahkyar, Strategi Pengembangan Potensi Guru
teori dan informasi-informasi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti. Analisis data merupakan proses menelaah seluruh data yang telah tersedia, yang telah diperoleh melalui pengamatan, wawancara, pencatatan, dokumen dan lain sebagainya (Maleong, 2002: 109). HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar Bidang Pendidikan Adapun kebijakan umum di bidang pendidikan yang ditetapkan di Kabupaten Aceh Besar secara lebih rinci adalah sebagai berikut. Memberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang seluas-luasnya bagi setiap warga masyarakat di Kabupaten Aceh Besar melalui: 1. Melaksanakan pendidikan yang merata, dan terbebas dari hambatan biaya (Pendidikan Gratis). 2. Memberikan Beasiswa bagi siswa dan santri miskin dari tingkat SD, MIN, SMP/MTsN, dan SMA/MAN 3. Meningkatkan pengelolaan lembaga pendidikan yang profesional 4. Menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa pada peserta didik 5. Melaksanakan program diniah pada setiap jenjang pendidikan 6. Menerapkan Manajemen Teknologi Informatika dan Komunikasi (TIK) dalam akses pendidikan dan pembelajaran (e-education) 7. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar bagi anak didik dan guru. Adapun program dan kegiatan yang diselenggarakan pada tahun 2013/2014 pada bidang pendidikan adalah sebagai berikut. 1. Program Pendidikan Usia Dini 2. Program Wajib Belajar 9 Tahun 3. Program Pendidikan Menengah 4. Program Pendidikan Non Formal 5. Program Pendidikan Luar Biasa 6. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Kependidikan 7. Program Managemen Pelayanan Pendidikan 8. Program Wajib Belajar 12 Tahun
176
B. Strategi Pengembangan Kompetensi Guru PKn di Kabupaten Aceh Besar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki visi sebagai nation and character building. Yakni membangun karakter manusia Indonesia yang Pancasilais, karena ideologi Pancasila merupakan identitas bagi bangsa Indonesia. Selain berdimensi identitas, Pancasila juga berdimensi humanitas (sila kedua dan keempat) dan universalitas (sila pertama dan keempat) (lihat, Sartono Kartodirdjo, 1993: 214). Pengembangan profesi guru merupakan hal penting untuk diperhatikan guna mengantisipasi perubahan dan beratnya tuntutan terhadap profesi guru. Pengembangan profesionalisme guru menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Seperti penjelasan Maister (1997), bahwa profesionalisme bukan sekadar memiliki pengetahuan, teknologi dan manajemen tetapi memiliki keterampilan tinggi, memiliki tingkah laku yang dipersyaratkan. Guru yang memiliki kinerja yang baik tentunya memiliki komitmen yang tinggi dalam pribadinya artinya tercermin suatu kepribadian dan dedikasi yang paripurna. Tingkat komitmen guru terbentang dalam satu garis kontinum, bergerak dari yang paling rendah menuju paling tinggi. Langkah strategis dalam upaya meningkatkan kinerja guru dapat dilakukan melalui beberapa terobosan antara lain: 1. Kepala Sekolah harus memahami dan melakukan tiga fungsi sebagai penunjang peningkatan kinerja guru antara lain: a. Membantu guru memahami, memilih dan merumuskan tujuan pendidikan yang dicapai. b. Mendorong guru agar mampu memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi dan dapat melihat hasil kerjanya. c. Memberikan pengakuan atau penghargaan terhadap prestasi kerja guru secara layak, baik yang diberikan oleh kepala sekolah maupun yang diberikan semasa guru, staf tata usaha, siswa, dan masyarakat umum maupun yang
Drs. Ahkyar, M.Si* adalah Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Abulyatama
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
diberikan pemerintah. Mendelegasikan tanggung jawab dan kewenangan kerja kepada guru untuk mengelola proses belajar mengajar dengan memberikan kebebasan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil belajar. Membantu untuk memberikan kemudahan kepada guru dalam proses pengajuan kenaikan pangkatnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Membuat kebijakan sekolah dalam pembagian tugas guru, baik beban tugas mengajar, beban administrasi guru maupun beban tugas tambahan lainnya harus disesuaikan dengan kemampuan guru itu sendiri. Melaksanakan tehnik supervisi yang tepat sesuai dengan kemampuannya dan sesuai dengan keinginan guruguru secara berkesinambungan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran. Mengupayakan dan selalu meningkatkan kesejahteraannya yang dapat diterima guru serta memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Menciptakan hubungan kerja yang sehat dan menyenangkan dilingkungan sekolah baik antara guru dengan kepala sekolah, guru dengan guru, guru dengan siswa, guru dengan tata usaha maupun yang lainnya. Menciptakan dan menjaga kondisi dan iklim kerja yang sehat dan menyenangkan di lingkungan sekolah, terutama di dalam kelas, tempat kerja yang menyenangkan, alat pelajaran yang cukup dan tempat beristirahat di sekolah yang nyaman, kebersihan dan keindahan sekolah, penerangan yang cukup dan masih banyak lagi. Memberikan peluang pada guru untuk tumbuh dalam meningkatkan pengetahuan, keahlian mengajar, dan memperoleh keterampilan yang baru. Mengupayakan adanya efek kerja guru di sekolah terhadap keharmonisan anggota keluarga, pendidikan anggota keluarga, dan terhadap kebahagiaan keluarganya.
m.
n.
o.
p.
177
Mewujudkan dan menjaga keamanan kerja guru tetap stabil dan posisi kerjanya tetap mantap sehingga guru merasa aman dalam pekerjaannya. Memperhatikan peningkatan status guru dengan memenuhi kelengkapan status berupa perlengkapan yang mendukung kedudukan kerja guru, misalnya tersediahnya ruang khusus untuk melaksanakan tugas, tempat istirahat khusus, tempat parkis khusus, kamar mandi khusus dan sebagainya. ( Junaidin, 2006). Menggerakkan guru-guru, karyawan, siswa dan anggota masyarakat untuk mensukseskan program-program pendidikan di sekolah. Menciptakan sekolah sebagai lingkungan kerja yang harmonis, sehat, dinamis dan nyaman sehingga segenap anggota dapat bekerja dengan penuh produktivitas dan memperoleh kepuasan kerja yang tinggi.
2. Dinas Pendidikan dan Pemuda Olahraga selaku pihak yang ikut andil dalam mengeluarkan dan memutuskan kebijakan pada sektor pendidikan dapat melakukan langkah sebagai berikut: 1. Memberikan kemandirian kepada sekolah secara utuh 2. Mengontrol setiap perkembangan sekolah dan guru. 3. Menganalisis setiap persoalan yang muncul di sekolah 4. Menentukan alternatif pemecahan bersama dengan kepala sekolah dan guru terhadap persoalan yang dihadapi guru C.
Dampak Pengembangan Kompetensi Guru Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Penanaman Nilai Karakter Bangsa di Kabupaten Aceh Besar Melalui peningkatan kompetensi guru, baik kompetensi pedagogik, profesional, personal dan sosial, maka Pemerintah Kabupaten Aceh Besar melalui Dinas Pendidikan dan Pemuda Olahraga mengoptimalkan peran guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam penanaman nilai karakter bangsa siswa melalui berbagai
Drs. Ahkyar, M.Si* adalah Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Abulyatama
Ahkyar, Strategi Pengembangan Potensi Guru
kegiatan maupun sosialisasi yang dimulai dari bidang terkecil. Adapun langkah-langkah strategis ynag perlu diambil sebagai tindakan nyata dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi guru Pendidikan Kewarganegaraan yaitu dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut: a. Kegiatan rutin sekolah Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. b. Kegiatan Spontan Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji. c. Keteladanan Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan. d. Pengkondisian Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Berdasarkan proses sosialisasi semenjak kebijakan di bidang pendidikan diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, terdapat perubahan yang signifikan terhadap implementasi nilai karakter bangsa di sekolah. Peningkatan tersebut terjadi pada beberapa sekolah seperti SMA Modal Bangsa, SMA Negeri 1 Baitussalam, SMP Abulyatama dan SMP Negeri 3 Ingin Jaya Aceh Besar. D. PEMBAHASAN Pendidikan merupakan salah satu prioritas pembangunan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam
178
rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian maka diharapkan segenap masyarakat Kabupaten Aceh Besar memiliki pendidikan minimal tingkat SMA. Pendidikan di Kabupaten Aceh Besar merupakan program prioritas yang dilaksanakan dengan kebijakan yang diambil Pemerintah Daerah untuk mengratiskan siswa SD, SMP dan SMA dari biaya pendidikan. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk bersekolah, pemerintah Kabupaten Aceh Besar membuat kebijakan dibidang pendidikan dengan memberikan subsidi biaya pendidikan dari tingkat dasar sampai menengah, yaitu bantuan beasiswa pendidikan. Di Kabupaten Aceh Besar, masalah kualitas penduduk melalui pendidikan lebih diarahkan pada tahap awal adalah mendorong partisipasi masyarakat untuk bersekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah sehingga dengan kebijakan tersebut diharapkan seluruh usia sekolah masyarakat Kabupaten Aceh Besar mendapat kesempatan bersekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dengan mencanangkan pendidikan gratis bagi siswa tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah, sehingga diharapkan akan semakin banyak masyarakat yang mengutamakan pendidikan dengan menyekolahkan anak-anaknya sebagai upaya meningkatkan sumber daya manusia dalam rangka pembangunan daerah. Memberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang seluas-luasnya bagi setiap warga masyarakat di Kabupaten Aceh Besar melalui: 1. Melaksanakan pendidikan yang merata, dan terbebas dari hambatan biaya (Pendidikan Gratis). 2. Memberikan Beasiswa bagi siswa dan santri miskin dari tingkat SD/MIN, SMP/MTsN, dan SMA/MAN 3. Meningkatkan pengelolaan lembaga pendidikan yang profesional 4. Menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa pada peserta didik 5. Melaksanakan program diniah pada setiap jenjang pendidikan 6. Menerapkan Manajemen Teknologi Informatika dan Komunikasi (TIK) dalam akses pendidikan dan
Drs. Ahkyar, M.Si* adalah Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Abulyatama
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
7.
pembelajaran (e-education) Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar bagi anak didik dan guru.
SIMPULAN Sesuai dengan pembahasan pokok diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kebiajakan pengembangan pendidikan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar telah membuka peluang bagi perkembangan dunia pendidikan di Kabupaten Aceh Besar. Kebijakan yang diambil terkait dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan antara lain dengan pembebasan biaya pendidikan sampai tingkat SMA, pemberian beasiswa, .peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan kualitas sumber daya manusia pendidik dan tenaga kependidikan serta meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Untuk mendukung kebijakan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar di bidang pendidikan tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Aceh Besar mengembangkan dan meningkatkan komponen-komponen pendidikan guna meningkatkan penanaman nilai karakter bangsa yang meliputi Program Wajib Belajar 9 Tahun, Program Pendidikan Menengah, Program Pendidikan Non Formal, Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Program Manajemen Pelayanan Pendidikan dan Program Wajib Belajar 12 Tahun Langkah strategis dalam memberdayakan guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai agen penanaman nilai karakter bangsa dilakukan melalui pembimbingan oleh kepala sekolah masingmasing sekolah dan pembekalan dari Dinas Pendidikan dan Pemuda Olahraga. Pengembangan Kompetensi Guru Pendidikan Kewarganegaraan memberi dampak positif bagi Penanaman Nilai Karakter Bangsa di Kabupaten Aceh Besar.
179
Kesadaran dan Kebudayaan Nasional. Yogyakarta: Aditya Media. Maister, D. H. (1997). The Professionalism. New York : The Free Press. Maleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Prasetya, dkk. 1999. Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Terbuka
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Asmori, 2001 , Filsafat umum, Jakarta : Rajawali Pers. Danim, Sudarwan. 2000. Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Jakarta: Bumi Aksara. Kartodirdjo, Sartono. 1993.Pembangunan Bangsa: tentang Nasionalisme,
Drs. Ahkyar, M.Si* adalah Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Abulyatama
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
180
KETUNTASAN BELAJAR MENINGKATKAN MOTIVASI SISWA DENGAN PENERAPAN METODE TANYA JAWAB DAN PEMBERIAN TUGAS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SALAH SATU KONSEP YAITU AKAR KUADRAT DI KELAS 6 SD N 40 BANDA ACEH
Oleh Nirwana Pohan* Abstrak Sebagai guru matematika di SD N 40 Banda Aceh selalu ada kendala-kendala atau permasalahan yang dialami dalam proses pembelajaran. Salah satu permasalahan yang penulis temukan dilapangan adalah kurang aktifnya siswa mengajukan pertanyaan atau menyampaikan ide/pendapat pada orang lain. Hal ini merupakan salah satu indikasi kurangnya motivasi siswa dalam mempelajari matematika. Untuk mengatasi permasalahan tersebut guru peneliti mencoba Ketuntasan belajar meningkatkan motivasi siswa dengan penerapan metode tanya jawab dan pemberian tugas dalam pembelajaran matematika pada salah satu konsep yaitu Akar kuadrat di kelas 6 SD N 40 Banda Aceh. Hipotesis dalam penelitian ini adalah prestasi siswa yang diajarkan dengan menerapkan metode tanya jawab dan pemberian tugas dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan motivasi siswa pada pokok bahasan Akar Kuadrat di SD N 40 Banda Aceh subjek penelitian ini adalah kelas 6 sebanyak 28 orang. Analisis data menggunakan statistik deskriptif. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan : (1) Penerapan metode Tanya jawab dan pemberian tugas dalam pembelajaran matematika di kelas 6 SD N 40 Banda Aceh telah dapat meningkatkan motivasi siswa dari 65% pada siklus I menjadi 83% pada siklus ke 2. Peningkatan ini telah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu sebesar 75% dan (2) terdapat peningkatan prestasi belajar yang diajarkan dengan menggunakan metode Tanya jawab dan pemberian tugas dalam pembelajaran matematika di SD N 40 Banda Aceh . Peningkatan ini dapat dilihat pada nilai ketuntasan belajar siswa pada siklus I rata-rata 6,89 menjadi 7,55 dan pada siklus ke 2 dari 6,7 menjadi 7,9. Kata Kunci : Matematika, pembelajaran akar kuadrat, motivasi belajar siswa
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu hal yang mutlak dibutuhkan untuk mencapai kemajuan suatu bangsa. Melalui pendidikan akan dapat terbentuk generasi penerus pembangunan yang tangguh dan berkualitas menghadapi tantangan didunia yang semakin maju. Suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila tercapai suatu hasil yang sesuai dengan tujuan tersebut. Maka harus ada keterkaitan baik antara pendidikan dengan siswa maupun antara siswa dengan lingkungan sekolah dimana mereka mendapatkan pendidikan formal. Pendidikan formal disekolah diberikan dalam bentuk pengajaran, sebagai pendidikan kita tidak hanya mengajar tetapi juga harus memikirkan bagaimana mempersiapkan siswa agar ilmu yang diberikan kepada mereka
disekolah dapat dipergunakan dan diamalkan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Di Sekolah Dasar terdapat satu pelajaran mendasar yaitu matematika yang sangat erat kaitannya dengan pelajaran lain. Agar siswa dapat menguasai matematika, maka mereka harus dibekali dengan konsep dasar dalam matematika. Di Sekolah Dasar terdapat dua unit yang dianjarkan dalam matematika yaitu, unit Aritmatika dan unit Geometri. Masingmasing unit memuat kesimpulan konsep matematika tertentu yang dituangkan dalam kurikulum matematika sekolah dasar. Tahun 2004 yang telah disempurnakan. Namun untuk mencapai tujuan yang diharapkan tidak hanya dari usaha pendidik dan siswa saja tetapi usaha semua pihak. Sekolah dasar merupakan sasaran tepat dalam pembentukan
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
sikap, kecerdasan dan kepribadian anak, namun yang ditemui siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Kenyataan yang dijumpai dilapangan, masih terdapat kesenjangan antara pelaksanaan proses belajar mengajar dengan apa yang diharapkan kurikulum. Guru lebih terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran sebagai pemberi pengetahuan kepada siswa. Sehingga materi pelajaran setiap semester selesai diajarkan dengan mengabaikan aspek proses, psikomotor dan afektif siswa dan siswa menjadi kurang komunikatif serta bosan. Dan hasil belajar siswa masih kurang memuaskan. Hal ini ditunjukkan hasil pengamatan dan yang dirasakan guru matematika sendiri saat proses belajar mengajar, nilai ulangan harian kelas menunjukkan 40% siswa yang tuntas belajar. Rendahnya ketuntasan ini merupakan suatu indikasi bahwa motivasi dan materi penguasaan materi tersebut masih sangat rendah oleh siswa. Diduga penyebab rendahnya penguasaan oleh siswa adalah : (1) Motivasi siswa belajar matematika masih rendah karena penyajian materinya masih belum menyentuh rasa ingin tahu siswa ; (2) Kurangnya media atau alat peraga yang digunakan guru untuk menarik minat siswa. Untuk meningkatkan pemahaman dan prestasi hasil belajar siswa, maka diperlukan berbagai upaya dapat menunjang ketuntasan pencapaian tujuan mata pelajaran matematika. Untuk itu perlu dikembangkan suatu strategi pembelajaran yang inovatif yang dapat meningkatkan penguasaan konsep matematika dan meningkatkan motivasi serta menumbuhkan kreatifitas siswa. Salah satu alternative metode pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan adalah metode Tanya jawab dan pemberian tugas. Dalam kegiatan belajar mengajar terutama tentang metode Tanya jawab dan pemberian tugas rumah, guru dapat mengarahkan dan membimbing siswanya untuk belajar. Siswa diaktifkan dengan pertanyaan-pertanyaan baik yang diajukan oleh guru maupun oleh siswa dan tugas-tugas yang diberikan kepadanya siswa akan lebih giat dalam belajarnya, sehingga hasil belajarnya diharapkan akan lebih baik dan siswa termotivasi dalam belajarnya.
181
A. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, secara umum permasalahan dalam penelitian ini adalah; 1. Apakah penerapan metode Tanya jawab dan pemberian tugas dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika pokok bahasan Akar kuadrat. 2. Apakah terdapat peningkatan prestasi belajar dalam pelajaran matematika pokok bahasan Akar kuadrat. B. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui ada/tidaknya peningkatan motivasi belajar siswa dengan penerapan metode Tanya jawab dan pemberian tugas pada mata pelajaran matematika pokok bahasan Akar kuadrat. 2. Untuk mengetahui ada/tidaknya peningkatan prestasi belajar dalam mata pelajaran matematika pokok bahasan Akar kuadrat. Untuk mengetahui ketercapaian tujuan penelitian ini, maka ditentukan indikator keberhasilan yaitu : 1. Terdapat 70% siswa dapat mencapai SKBM yang telah ditentukan yaitu 6,3. 2. Terdapat 75% guru dapat menerapkan metode Tanya jawab dan pemberian tugas saat pembelajaran Matematika di kelas untuk meningkatkan motivasi. C.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika di kelas 6 SD N 40 Banda Aceh. Dapat meningkatkan professionalisme guru dalam mengelola pembelajaran matematika di kelas. Sebagai informasi bagi guru/ pihak sekolah dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa dan mutu Pendidikan di sekolah. D.
Hipotesis Penelitian Tindakan Kelas Menurut Nasir (1985 : 182) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya. Masih harus diuji secara empiris. Adapun yang menjadi
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Nirwana Pohan, Ketuntasan Belajar Meningkatkan Motivasi Siswa
hipotesis dalam penelitian ini adalah :” Prestasi siswa yang diajarkan dengan menerapkan metode Tanya jawab dan pemberian tugas dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Akar kuadrat di SD N 40 Banda Aceh. KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi dalam Belajar 1. Fungsi Motivasi dalam Belajar Sardiman (2000 : 82) mengemukakan, “Motivation is an essential condition of learning.” Hasil belajar akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intesitas usaha belajar bagi para siswa. Ada 4 (empat) fungsi motivasi yaitu: 1. Motivasi manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. 2. Menentukan arah perbuatan, yaitu kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. 3. Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang sesuai guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatanperbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak sesuai dengan tujuan. 4. Motivasi manusia untuk melakukan usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik.dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan memperoleh prestasi yang baik. 2. Macam-macam motivasi Motivasi atau motif-motif yang aktif sangat bervariasi, diantaranya adalah :
182
a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya. 1. Motif-motif bawaan (motif physiological drivers) Menurut sardiman (2000:84) : “Motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir. Seperti dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja, dorongan untuk beristirahat, dan dorongan seksual.” 3. Motif-motif yang dipelajari (affiliative needs) Maksudnya adalah motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai contoh dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu dalam masyarakat. Menurut Sardiman (2000:84): ”Motif-motif yang dipelajari ini disebut juga dengan motif-motif yang diisyaratkan secara sosial.” 3. Cognitive motives Motif ini menunjukkan pada gejala intrinsic, yaitu menyangkut kepuasan individual. Kepuasan individual yang berada didalam diri manusia dan biasanya berwujud proses dan produk mental. Jenis motif ini sangat primer dalam kegiatan belajar disekolah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektual. 4. Self-expression Penampilan diri adalah sebahagian dari prilaku manusia. Kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu kejadian. Untuk ini memang diperlukan kreativitas, penuh imajinasi. Jadi dalam hal ini seseorang itu ada keinginan untuk aktualisasi diri. 5. Self –enhancement Sardiman (2000:85) mengemukakan bahwa :”melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan meningkatkan kemajuan diri seorang. Kemajuan diri menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu.” Dalam Belajar dapat diciptakan suasana kompetensi yang
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
sehat bagi siswa untuk mencapai prestasi. b.
Motivasi menurut pembagian Woodworth dan Marquis. 1. Motif atau kebutuhan organis, meliputi kebutuhan untuk minum, makan, bernafas, seksual, berbuat dan beristirahat. 2. Motif-motif darurat, meliputi kebutuhan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha Untuk memburu. Motivasi ini timbul karena rangsangan dari luar. 3. Motif-motif objektif, meliputi kebutuhan melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat.motif-motif ini muncul karena dorongan untuk menghadapi dunia luar secara efektif.
c.
Motivasi jasmaniah dan rohaniah Motivasi jasmaniah meliputi refleks, instink otomatis, nafsu. Sedangkan motivasi rohaniah meliputi kemauan. d.
Motivasi intrinsik dan ekstrinsik Motivasi intrinsik timbul karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Contohnya : Seseorang senang membaca, dia akan rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Sedangkan motivasi ekstrinsik Timbul karena adanya rangsangan dari luar. Contohnya dorongan belajar yang diberikan oleh gurunya. Motivasi adalah usaha yang Motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi bersumber dari diri seseorang Untuk sesuatu yang belum terpenuhi. Motivasi erat hubungannya dengan keinginan. Sedangkan keinginan hubungan dengan minat. Karena ada minat, maka timbul keinginan untuk melakukan sesuatu. Untuk mencapai suatu tujuan ada dorongan, baik dorongan dari dalam (motivasi intrinsic) maupun dorongan dari luar (motivasi ekstrinsik). Semakin besar motivasi yang ada pada seseorang semakin baik prestasi yang dicapainya. Setiap siswa yang merasa membutuhkan sesuatu, maka aktivitasnya mempunyai motif, demikian pula dengan
183
kegiatan.Belajar. Motivasi merupakan faktor penting dalam membangkitkan keinginan belajar. Semakin kuat motif yang diberikan, semakin efektif usaha untuk belajar. Menurut Nasution (1996 : 45) motivasi adalah : “ Kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu. “ Selanjutnya menurut Purwanto (1985 : 56) motivasi adalah : “Segala sesuatu yang Motivasi seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu”. Motivasi dapat menunjang prestasi yang diperoleh siswa. Motivasi tersebut bisa berasal dari dalam diri siswa maupun berasal dari luar. Seorang siswa memungkinkan memperoleh prestasi yang baik jika ia mempunyai motivasi Belajar yang kuat. Dalam proses belajar mengajar Motivasi sangat penting, karena itu sangat diharapkan kepada para pendidik agar selalu berusaha untuk dapat membangkitkan Motivasi siswa, sehingga benar-benar terdorong belajar secara aktif. Dengan adanya Motivasi yang kuat maka usaha belajar akan lebih berhasil. Motivasi dibagi dalam dua macam yaitu : Motivasi intrinsic adalah Motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasar kesadaran sendiri dilakukan suatu kegiatan, yang dalam hal ini adalah belajar, jadi tidak perlu dirangsang dari luar. Dalam hal ini sardiman (1986 : 89) mengemukakan bahwa : “Motivasi intrinsic sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan golongan dari dalam diri secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajaranya.” Jelaslah Motivasi itu penting dalam proses belajar mengajar. Dengan adanya keinginan belajar yaitu Motivasi ekstrinsik berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Seperti giat belajar diberitahu sebentar lagi akan adanya ujian sebagainya. Untuk ini sardiman (1986 : 90) berpendapat : “Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk Motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.” Berdasarkan kutipan diatas jelaslah bahwa dalam proses belajar mengajar
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Nirwana Pohan, Ketuntasan Belajar Meningkatkan Motivasi Siswa
184
diperlukan Motivasi ekstrinsik. Karena Motivasi ekstrinsik diharapkan dapat mempengaruhi atau menggerakkan siswa untuk belajar. Untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar Motivasi merupakan hal yang amat penting. Dengan Motivasi yang kuat seseorang sanggup bekerja extra keras untuk mencapai sesuatu, sehingga mencapai prestasi belajar yang memuaskan. Ada beberapa hal yang mempengaruhi Motivasi yaitu (a) kemasakan / kematankaena dengan men gan, (b) usaha yang bertujuan atau goal dan ideal, (c) pengetahuan mengenai hasil dalam Motivasi. a) Kematangan Untuk dapat mempengaruhi Motivasi anak, harus diperhatikan kematangan anak. Tidak bijaksana untuk merangsang aktivitas-aktivitas sebelum individu matang secara fisik, psikis dan sosial. Karena apabila tidak memperhatikan kematangan ini, akan berakibat prustasi. Prustasi emosi dapat mempengaruhi kapasitas belajar.
akan selalu diulang-ulang. Pengulangan berkali-kali adalah syarat belajar.
b)
C. Metode Pemberian Tugas Mengajar dan belajar merupakan dua hal yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan yang telah ditetapkan. Walaupun keduanya berbeda, namun mempunyai hubungan yang erat satu dengan lainnya. Mengajar berarti memberikan kepada siswa pengetahuan, keterampilan dan sikap, yang semuanya tertuang dalam satu bentuk yaitu perubahan tingkah laku pada siswanya, perubahan itu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Terjadinya proses interaksi antara guru dan siswa, sebagaimana yang dikehendaki guru, perlu metode penyampaian atau metode mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran. Dalam pelajaran matematika metode mengajar yang digunakan antara lain metode ceramah, Tanya jawab, diskusi, demontrasi, penyelidikan dan pemberian tugas. Diharapkan seorang guru tampil menggunakan metode mengajar secara tepat agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. 1. Pengertian Metode Pemberian Tugas Salah satu metode mengajar yang digunakan dalam pelajaran matematika Islam adalah metode pemberian tugas . Metode ini
Usaha yang bertujuan atau goal dan ideal Apabila mata pelajaran telah disesuaikan dengan bijaksana pada kapasitas anak dan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya, usaha yang bertujuan dapat dicapai dengan motifasi yng tidak layak. Motif mempunyai tujuan atau goal,makin terang tujuannya makin kuat perbuatan itu didorong. Tiap usaha untuk membuat goal itu lebih kuat adalah suatu langkah menuju ke motivasi yang efektif. c) Pengetahuan mengenai hasil dalam motivasi Apabila tujuan atau goal sudah jelas dengan dan siswa selalu di beri tahu tentang kemajuaannya ,maka dorongan untuk usaha makin besar.Kemajuan perlu diberitahukan dengan, karena dengan mendapat kan kemajuan ini anak akan merasa puas. Sesuai dengan lau of Effect dari Thorndike kepuasan ini akan membawa kepada usaha yang lebih besar. Sebaliknya apabila siswa mengalami kegagalan,untuk kepentingan belajar selanjutnya, hendaknya jangan selalu diingatkan sehubungan dengan law of effect dikatakan bahwa hal-hal yang menyenangkan
B. Metode Tanya jawab dalam pembelajaran. Untuk mencapai tujuan perlu cara, sehingga dengan demikian tujuan yang di harapkan dapat tercapai secara efektif dan efesien.Cara untuk mencapai sesuatu itu dikenal dengan nama metode.Penggunaan metode dalam bidang pendidikan dan pengajaran bukanlah merupakan hal baru, karena setiap proses pengajaran yang dilaksanakan oleh para Guru mempunyai tujuan masing-masing Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa setiap guru dalam proses belajar mengajar akan menggunakan metode untuk mempermudah penyampaian materi pelajaran, sehingga mempermudah pencapaian tujuan sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu guru dapat mengadakan pendekatan-pendekatan kepada siswa dengan menggunakan metode yang sesuai dengan materi yang diajarkan.
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
dilaksanakan pada akhir proses belajar mengajar. Metode pemberian tugas (resitasi) adalah salah satu mengajar, dimana guru diberikan tugas-tugas kepada siswa dan setelah dikerjakan siswa menyerahkan kembali kepada guru untuk diperiksa (diberikan penilaian). Menurut Hamalik (1989:46) metode pemberian tugas adalah, ”Suatu cara mengajar yang dicirikan oleh adanya kegiatan perencanaan antara guru dan siswa mengenai suatu Persoalan atau problema yang harus diselesaikan serta dikuasai oleh siswa dalam jangka waktu yang disepakati bersama antara guru dan murid.” Metode pemberian adalah sesuatu tugas yang diberikan kepada siswa, dan siswa diharapkan mengerjakan tugas tersebut. Dalam pelajaran matematika tugas itu berupa sejumlah soal yang diberikan kepada siswa sebagai pekerjaan rumah. Pada waktu yang telah disepakati, tugas tersebut harus dikumpul dan dipertanggung jawabkan oleh siswa didepan kelas. Pengertian metode pemberian tugas secara lebih luas merupakan suatu perencanaan atau pengorganisasian bersama antara guru dan siswa mengenai suatu materi pelajaran. Perencanaan yang dilakukan bersama antara guru dan siswa mengenai suatu persoalan yang harus diselesaikan oleh siswa dalam waktu tertentu. Dalam metode pemberian tugas hendaknya guru memberikan saran-saran dan pengarahan-pengarahan serta mengecek, apakah siswa benar-benar telah memahami apa yang harus dicapai. Kegagalan siswa dalam mengerjakan tugas adalah tanggung jawab guru dan orang tua siswa. Sehingga menyebabkan tugas yang diberikan kurang tepat diselesaikan siswa. Menurut Soejono (1981:43) menyatakan, “ Pemberian tugas sangat banyak macam, tergantung pada tujuan yang hendak dicapai seperti tugas peneliti, tugas menyusun laporan, tugas motivasi, tugas di laboratorium dan tugastugas lainnya.” 2. Tujuan Pemberian Tugas Tujuan pemberian tugas kepada siswa antara lain untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan siswa, dimana informasi tersebut diperoleh dari hasil pekerjaannya. Dengan demikian guru mengetahui apakah metode mengajar yang
185
digunakannya tepat dan tujuan yang telah disusun dapat dicapai oleh siswa. Dengan mengerjakan tugas siswa dapat lebih memahami konsep matematika Islam yang diberikan disekolah. Hal ini disebabkan mereka mempelajari kembali materi pelajaran tersebut sebelum mengerjakan tugas. Dalam kaitan tugas guru memeriksa dan menilai pekerjaan siswa. Kemudian semua tugas yang telah diperiksa itu dikembalikan kepada siswa, agar mereka mengetahui hasil kerjanya, dan sekaligus mengetahui dimana yang belum dikuasainya. Sehingga pada kesempatan yang lain kekurangan tersebut dapat diperbaiki. Berkenaan dengan hal itu, Arikunto (1984 : 5) mengemukakan bahwa Dengan diadakan penilaian, maka siswa dapat mengetahui sejauh mana berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh siswa ada dua kemungkinan : a. Memuaskan Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan, maka hal itu ingin diperolehnya lagi dikesempatan lain waktu. Akibatnya siswa akan mempuyai motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat b. Tidak memuaskan Jika siswa tidak puas dengan hasil yang telah diperoleh ia akan berusaha agar lain kali keada Sebaliknya dapat terjadi. Ada beberapa siswa yang lemah kemampuannya, akan menjadi putus asa Dengan hasil kurang memuaskan yang telah diterimanya. Berdasarkan uraian diatas diperoleh bahwa pemberian tugas akan memupuk kebiasaan siswa untuk bekerja sendiri dan memecahkan masalah yang diberikan kepadanya, sekaligus menumbuhkan rasa percaya diri pada diri siswa terhadap apa yang akan dikerjakannya. Dalam pelaksanaan pemberian tugas dapat dilakukan secara perseorangan (masing-masing siswa), kelompok kecil maupun kelompok besar. Tiap-tiap tugas materi pelajaran yang diberikan dapat berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, maupun satu masalah dipecahkan oleh masing-masing siswa atau kelompoknya. Pada akhirnya menghasilkan suatu pendapat bersama atau berbeda dapat diketahui setelah adanya evaluasi oleh guru.
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Nirwana Pohan, Ketuntasan Belajar Meningkatkan Motivasi Siswa
3. Fase Pemberian Tugas a. Guru memberi tugas Dalam memberikan tugas kepada siswa sebagai pekerjaan rumah guru perlu memeriksa soal-soal, antara lain : Pertama, soal yang dibuat harus sesuai dengan materi pelajaran yang baru diberikan di sekolah. Hal ini dimaksud agar pengetahuan yang diperoleh disekolah dapat kembali di perdalam di rumah, dengan menyelesaikan soal-soal, seperti yang ditegaskan oleh Hudoyo (1989: 238) bahwa : “Soal untuk pekerjaan rumah harus sesuai dengan konsep yang baru diperoleh di sekolah”. Kedua, soal harus sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus yang telah ditentukan, agar taraf pencapaian tujuan yang diharapkan dapat diukur. Ketiga, soal harus disertai petunjuk yang jelas. Jadi guru harus menjelaskan hal-hal yang perlu dipelajari oleh siswa agar mereka tidak merasa bingung mengenai apa yang harus dipelajari dan bagian-bagian mana yang dipentingkan. Jika hal tersebut sudah jelas, maka perhatian mereka sewaktu belajar akan lebih terpusat pada bagian-bagian yang penting. Sebaliknya jika mereka tidak tahu apa yang harus dikerjakan, berarti mereka akan tidak peduli sama sekali tugas itu, hal ini ditegaskan oleh Hudoyo (1989:173) bahwa: “ Bila seseorang siswa tidak mengerti masalah yang akan diselesaikan, biasanya ia tidak lagi mempunyai perhatian terhadap masalah tersebut”. b. Siswa melaksanakan tugas. Berkenaan dengan tugas yang diberikan kepada siswa, siswa akan mempelajari kembali materi pelajaran yang diperoleh disekolah. Bila petunjuk tugas tersebut jelas, maka siswa akan memusatkan perhatian hal-hal yang menyangkut dengan pertanyaan soal-soal mengenai peristiwa belajar dalam menemukan penyelesaiannya. Seorang guru harus menyadari bahwa didalam suatu kelas terdapat siswa yang beragam tingkat intelektualnya. Ada siswa yang cepat menerima pelajaran dan ada pula yang sedang serta lambat. Untuk itu guru perlu memberikan bimbingan dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepada siswa. Bimbingan guru tersebut sangat bermanfaat bagi siswa yang lambat menerima
186
pelajaran, karena dapat membantu mereka dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Bagi siswa akan merupakan kebahagiaan tersendiri jika mereka dapat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru kepadanya. Oleh karena apa yang mereka usahakan dalam menyelesaikan soal-soal tersebut mendapat hasil dari usahanya sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Hudoyo (1989:61) bahwa:” Para siswa akan merasakan puas bila mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapi sendiri. Kepuasan intelektual ini merupakan hadiah bagi siswa tersebut”. c. Siswa mempertanggung jawabkan hasil pekerjaannya Pada waktu yang telah ditentukan, hasil kerja siswa harus dikumpulkan. Kemudian guru dapat mengajukan beberapa pertanyaan sesuai dengan soal yang telah diberikan kepada mereka. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah benar mengerjakan tugas tersebut atau hanya mencontoh hasil pekerjaan temannya. Selain itu pertanyaan yang diajukan oleh guru setiap kali siswa mengumpulkan hasil pekerjaannya akan membuat mereka usaha dengan sungguh-sungguh untuk mengerjakan tugas berikutnya. Dengan demikan dapat memupuk kebiasaan siswa untuk selalu bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya. Hal ini ditegaskan pula oleh Ruseffendi (1982:223) bahwa: “ Agar penilaian kita lebih objektif dan timbul rasa tanggung jawab dari siswa, kita perlu mengajukan beberapa pertanyaan tentang hasil tugasnya”. Dari hasil jawaban siswa, guru dapat mengetahui apakah materi pelajaran yang diajarkan dapat dipahami oleh siswa, bagi siswa yang berhasil diberikan penghargaan misalnya dengan kata-kata pujian. Penghargaan ini pendorong baginya, dan bagi siswa salah. Guru dapat memberikan bimbingan dalam menyelesaikan soal tersebut agar siswa dapat menyelesaikan tugasnya secara benar. Kondisi seperti ini akan memupuk rasa percaya diri pada siswa. 4. Cara membuat Tugas Sangat sedikit sekali ilmu pengetahuan yang diperoleh siswa, jika hanya
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
menerima bahan pelajaran yang diberikan guru disekolah saja. Maka untuk memperbanyak pembendaharaan, memperluas wawasan siswa, perlu menambahnya dalam bentuk menyelesikan tugas-tugas yang diberikan guru maupun soal yang ada dalam buku paket. Dengan banyaknya mengerjakan tugas-tugas, akan mempertajam cara berfikir siswa, mengumpulkan data, bahan-bahan dan mempelajari dari berbagai sumber, menganalisa dan mengolahnya,seperti dalam membuat paper, laporan, ringkasan dan menjawab soal-soal . Hampir setiap mata pelajaran guru memberikan sejumlah tugas kepada siswa. Ada tugas brsifat mingguan yang harus diselesaikan setip kali pertemuan, dan ada pula yang bersifat bulanan dan semesteran tergantung dari jenis dan sifat-sifat tugas itu sendiri. Salah satunya yang belajar matematika Islam adalah harus selalu banyak latihan untuk memecahkan soal-soal. Dengan cara ini, maka pengertian siswa tentang materi terdahulu diperkuat, sementara yang baru mengerjakan banyak soal yang ada kaitanya dengan bahan yang terdahulu akan menyempurnakan pengertian siswa tentang teori yang telah dipelajari Soejono (1981: 63): “Kesempurnaan dapat dicapai dengan latihan. Jadi dengan seringnya siswa melatih menyelesaikan tugas-tugas di luar waktu sekolah, maka dengan sendirinya jika ada soal-soal yang ada hubungannya dengan materi pelajaran yang telah diajarkan itu diharapkan mereka yang dapat mengerjakan dengan baik. Apabila ada yang kurang jelas dapat ditanya langsung kepada guru yang bersangkutan, dan tugas itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya dan diserahkan tepat pada waktu yang telah ditentukan oleh seorang guru. Hindari keinginan untuk menciplak kepunyaan teman karena hal tersebut mematikan daya kreativitas dan pola berfikir. METODA PENELITIAN A. Setting Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD N 40 Banda Aceh pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012,
187
mulai tanggal 1 juni 2012 sampai dengan tanggal 30 juni 2012. 2. Subjek Penelitian Subjek Penelitian adalah seluruh siswa kelas 6 SD N 40 Banda Aceh yang terdiri dari 28 orang, karena permasalahan kelas 6 ini lebih diprioritaskan dibandingkan kelas yang lain. Subjek memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda dan bervariasi (heterogen). Yang menjadi guru peneliti adalah guru SD. 3. Sumber Data dan Pengumpulan Data a. Sumber data Sumber data pada penelitian ini adalah : Siswa (kelas VI yang diberikan tindakan) SD N 40 Banda Aceh. Guru (yang melakukan tindakan). b. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif maksudnya metode yang menggambarkan suatu kejadian pada saat peneltian ini dilakukan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1. Pada saat diterapkan metode Tanya jawab dan pemberian tugas, menggunakan media LKS. Semua proses kegiatan Pembelajaran dicatat oleh guru pengamat (observer). 2. Sebelum dan sesudah pembelajaran berlangsung siswa diberikan tes (tes awal dan tes akhir). 3. Selesai pembelajaran berakhir siswa diberikan format motivasi siswa, guru mengetahui secara jelas apa yang dialami oleh siswa setelah diberi tindakan guru selama PBM berlangsung (contoh format terlampir). 4. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Tes hasil belajar (produk) yaitu bentuk soal-soal yang sesuai dengan materi pembelajaran yang disajikan (bentuk soal uraian terlampir). 2. Format mengukur motivasi siswa terhadap pembelajaran : format yang diseain oleh guru peneliti yang dilakukan dialami oleh siswa selama
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
188
Nirwana Pohan, Ketuntasan Belajar Meningkatkan Motivasi Siswa
PBM (kur SD 2004. Pedoman khusus penilaian Berbasis kompetensi). 3. Catatan lapangan guru pengamat/peneliti hasil pengamatan lapangan (hasil observasi) 4. Lembaran kerja siswa dan kamera. Metode Pengolahan Data Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan penelitian sebagai berikut: 1. Tes Hasil Belajar Dianalisis dengan proporsi ketuntasan hasil belajar yaitu : Ketuntasan belajar individu siswa bila memperoleh proporsi > 6,5, dan klasikal bila 80%. 2. Format mengukur motivasi siswa dalam matematika dianalisis dengan skala. (Kur. SD 2004). 3. Catatan lapangan digunakan untuk menambah/melengkapi informasi yang terjadi saat PBM berlangsung dan didiskripsikan dalam pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian. 4. Kamera digunakan untuk merekam salah satu kegiatan belajar mengajar merupakan dokumen penelitian untuk memperkuat data. 6. Persiapan dan Rencana Pelaksanaan Penelitian a. Persiapan penelitian Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum dilakukan tindakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini adalah : Menyusun Desain Pembelajaran (DP) Menyusun Lembar Kerja Siswa ( LKS) Menyusun Soal ( tes) Mendesain format pengamatan motivasi siswa b. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan Penelitian tindakan kelas ini dilakukan selama 2 ( dua ) siklus, setiap siklus terdiri dari 2 kali tatap muka dengan tahap-tahap : Perencanaan (Planning) Tindakan (Acting) Pengamatan (Observating) Pengkajian efektivitas tindakan (Reflekting)
Selanjutnya hasil refleksi digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan (kemajuan) dan tingkat pencapaian indikatorindikator yang telah ditetapkan, jika belum tercapai pada siklus 1, maka perlu dipikirkan rencana tindakan untuk ditindak lanjuti pada siklus berikutnya. PELAKSANAAN PENELITIAN
DAN
HASIL
A. Siklus Pertama Setelah semua persiapan penelitian dipersiapkan, guru peneliti melaksanakan tindakan dikelas, dengan subjek penelitian yaitu di kelas 6 SD Negeri 40 Banda Aceh. Pada siklus pertama ini, guru peneliti melaksanakan pembelajaran dengan rencana tindakan yang telah dipersiapkan selama 2 kali tatap muka dengan konsep yang telah ditentukan. Pada setiap tatap muka disajikan materi pembelajaran yang berbeda sesuai dengan alokasi waktu dan GBPP pelajaran matematika semester ganjil. Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka guru peneliti telah menetapkan rencana tindakan yang akan diaplikasikan untuk mengatasi masalah yang telah dirumuskan. Rencana tindakan itu ditetapkan melalui langkah-langkah : 1. Perencanaan (Planning) Pada setiap tatap muka guru peneliti mempersiapkan desain pembelajaran (DP), lembaran kerja siswa (LKS), soal-soal ulangan ( post test) serta instrumen penelitian yang diperlukan. Persiapan ini semuanya disesuaikan dengan permasalahan dan materi yang akan disajikan. Dalam rencana pembelajaran ini memunculkan prilaku baru dan keterampilan generik yang harus dimiliki siswa, guna untuk meningkatkan motivasi siswa belajar matematika di kelas 6 SD Negeri 40 Banda Aceh yaitu : 1. Guru peneliti menerapkan strategi belajar kelompok kecil dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. Jumlah keseluruhan ada 7 kelompok. Siswa laki-laki dengan Siswa perempuan dengan kelompoknya berbeda dan kemampuan siswa tiap kelompok bervariasi. Setelah pembagian kelompok selesai guru memberi namanama kelompok, dengan nama-nama sebagai berikut :
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
Kelompok persamaan Kelompok Pertidaksamaan Kelompok Akar Kelompok Kuadrat Kelompok Varibel Kelompok Pembagian Kelompok Perkalian
2. Selanjutnya guru menjelaskan cara bekerja dalam kelompok sesuai dengan petunjuk LKS. Pada saat ini siswa bekerja, guru membimbing sekaligus guru menerapkan metode tanya jawab yaitu membangkitkan motivasi siswa belajar dengan mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata, mereka menjawab tugas yang diberikan guru dan motivasi sisw menghubungkan pengetahuan yang mereka peroleh dengan kehidupan sebenarnya. 3. Selama proses kerja kelompok, guru berupaya mematau siswa yang kurang aktif Serta memberi bimbingan dari satu kelompok ke kelompok lain, ini dilakukan guna untuk Membangun pemahaman oleh siswa sendiri berdasarkan pengalaman yang diperoleh, sekaligus merupakan pengalaman baru bagi mereka. Dimana pemahaman yang mendalam akan diperoleh siswa dari bekerja sama dan menjawab tugas secara, sehingga Siswa memperoleh keterampilan generik, mengekspresikan imajinasi dan memberi kesan Pengalaman belajar yang bermakna. 4. Metode tanya jawab, juga akan diterapkan guru saat diskusi kelas, dimana guru meminta Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya didepan kelas secara bergiliran. Dengan demikian, upaya guru memotivasi siswa belajar dan melatih siswa bertanggung jawab atas tugasnya akan muncul. Dan pemberian tugas selama KBM berlangsung, hal ini guru telah berupaya mengembangkan keterampilan generic Berfikir kritis kemampuan bertanya berbagi pengalaman serta menciptakan suasana masyarakat belajar. 5. Diakhir pembelajaran guru akan mengadakan penilaian dengan menggunakan lembaran soal (test) guna untuk mengukur pengetahuan siswa, dengan menggunakan soal yang telah
189
disusun oleh guru dan sesuai waktu pada rencana pembelajaran. 6. Selanjutnya, guru peneliti bersama pengamat (Observer) akan melakukan refleksi tentang apa yang telah dilakukan oleh guru maupun siswa dan apa yang dialami ketika proses Pembelajaran berlangsung, serta bagaimana tampak dari tindakan yang telah diterapkan guru terhadap suasana belajar siswa dan hasil belajar siswa. Ini dilakukan dengan Memberi waktu post- test dengan menggunakan soal dan memberi format motivasi dan Keaktifan siswa selama PBM dan format siswa terhadap proses pembelajaran. Hasil Refleksi guru akan menyusun langkah-langkah tindakan selanjutnya sampai permasalahan dianggap tuntas atau perlu tindakan selanjutnya. 2. Pelaksanaan (Akting) Berdasarkan rencana tindakan dan desain pembelajaran yang telah dipersiapkan, guru dengan teman kolaborator/Pengamat : - Guru melaksanakan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran dan alokasi waktu yang telah diterapkan. - Semua rencana tindakan yang telah dirumuskan guru dengan pengamat pada 2 kali Pertemuan selama siklus satu dapat dilaksanakan secara teratur oleh guru mulai dari kegiatan awal sampai dengan kegiatan terakhir. 3. Pengamatan (Observing ) Setelah guru melaksanakan semua rencana tindakan selama 2 kali tatap muka pada siklus 1 di kelas 6 SD N 40 Banda Aceh, dan hasil pengamatan, pengamat catatan lapangan guru, lembaran format tanggapan siswa terhadap PBM, serta hasil ulangan harian siswa diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Penerapan langkah-langkah pembelajaran oleh guru pada siklus 1, yaitu 1 kali tatap muka telah sesuai dengan rencana pembelajaran dan metode tanya jawab dan pemberian tugas. - Strategi pembelajaran dengan kelompok kecil pada siklus ini telah Motivasi keaktifan Siswa berdiskusi dalam kelompok, yaitu bertanya
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Nirwana Pohan, Ketuntasan Belajar Meningkatkan Motivasi Siswa
-
sesama teman dan bertanya kepada Guru, rata-rata siklus 1 sebanyak 10 orang (36%) dan siswa aktif mengerjakan tugas Secara menggunakan lembaran kerja siswa dan buku bacaan 20 orang (71%). Sedangkan siswa yang dapat mempresentasikan hasil diskusi kelompok 7 orang ( 25%). Tugas siswa menyelesaikan LKS dan sebagai tugas, dampak, membuat Siswa lebih tekun dalam bekerja untuk menuangkan imajinasinya dan memperoleh Keterampilan generik, sehingga terlihat suasana belajar aktif, dan memberi kesan Pengalaman belajar memakna serta memupuk kerja sama dalam kelompok hal ini Sangat jelas terlihat pada siklus 1, terutama pada pertemuan ke-2, rata-rata 18 orang (65%).
2. Pada saat diskusi kelas berlangsung, guru peneliti dapat mengetahui bahwa ada yang Kurang berani mengajukan pertanyaan atau menyampaikan pendapatnya, sehingga yang Menjawab maupun berpendapat cenderung didominasi oleh siswa yang pintar dan itu-itu Saja orangnya, pada saat pemberian tugas guru harus memberikan perhatian atau bimbingan yang harus merata dan waktu yang cukup untuk semua kelompok. Sehingga tidak ada kelompok yang merasa diabaikan. Dalam hal ini perlu perhatian guru untuk mengatasi kendala tersebut pada pertemuan atau siklus berikutnya. 3. Tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran matematika dengan menggunakan Metode tanya jawab dan pemberian tugas selama siklus 1, menunjukkan respon yang positif, diantaranya penggunaan waktu bekerja, cukup efektif dan pembagian tugas yang diberikan guru sangat jelas, sehingga Motivasi siswa untuk Bertanggung jawab menyelesaikan tugasnya. Meskipun pada siklus 1 ini masih ada Siswa yang tidak dapat menyelesaikan tugasnya secara baik dan benar. Menurut guru kolaborator (pengamat) yang memantau kegiatan proses belajar mengajar pada siklus 1, hal ini wajar
190
saja terjadi, karena jumlah siswa yang banyak untuk satu kelas dan belum terbiasa dengan cara belajar seperti ini, namun upaya guru telah Menunjukkan hasil yang sangat berarti dan memadai pada siklus 1 ini. 4. Refleksi dan Tindak Lanjut Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data yang diperoleh guru dan pengamat selama 2 kali tatap muka pada siklus 1, telah terlihat ada pengaruh dari tindakan yang diberikan guru peneliti , maka dapat ditinjau dari keberhasilan dan kelemahannya baik dari pihak guru maupun siswa antara lain. 1. Keberhasilan Guru dan siswa - Kemampuan guru melaksanakan tindakan, untuk meningkatkan motivasi siswa sesuai Rencana dan langkah-langkah pembelajaran sudah mencapai 75% - Kemampuan siswa bekerja sama dalam kelompok telah mulai terlihat aktif pada Pertemuan 1 siklus 1, telah mencapai 23 orang (82%) . Kemampuan siswa bertanya sesama teman bertanya dan kepada guru, ratarata Siklus 1 sebanyak 13 orang (54%). Keberanian siswa mempresentasikan hasil kerjanya didepan kelas pada siklus 1 ini, Ratarata mencapai 10 orang (36%).Nilai hasil ulangan harian siklus 1 rata-rata kelas pada pertemuan 1 mencapai ratarata 6,89, dan ketuntasan belajar secara klasikal hanya 1 orang (4%). Kenyataan ini tentu Belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan guru peneliti. 2. Kelemahan guru dan siswa - Upaya guru untuk meningkatkan motivasi siswa dengan menggunakan metode tanya Jawab dan pemberian tugas belum memperoleh hasil maksimal, artinya belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.pelaksanaan tindakan yang direncanakan oleh guru peneliti, untuk memotivasi siswa belajar matematika konsep akar kuadrat. Menurut pengamat yang telah memadai, namun perlu diperbaiki pada kegiatan Kegiatan
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
-
-
-
membangkitkan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan dari orang lain yang masih kurang. Kemudian guru dalam membimbing siswa pada saat kegiatan diskusi harus memberikan perhatian yang merata untuk semua kelompok, sehingga tidak ada kelompok yang merasa kurang diperhatikan. - Hasil tes pada siklus 1 memperoleh skor rata-rata sebesar 6,89, kiranya nilai rata-rata ini harus lebih baik lagi pada pertemuan selanjutnya. Menindak lanjuti keberhasilan dan Kelemahan yang ditemukan yang telah diuraikan diatas, guru peneliti bersama pengamat guru kolaborator, sepakat akan melanjutkan pelaksanaan tindakan kelas pada siklus ke 2 dengan 2 tatap muka lagi. Upaya-upaya yang dilakukan diantaranya adalah dengan cara mengoptimalkan langkah-Langkah pembelajaran melalui penerapan metode tanya jawab dan pemberian tugas dengan maksimal dan meningkatkan bimbingan guru pada saat siswa bekerja Dalam kelompok sesuai dengan konsep yang dipelajari, guru memberikan motivasi Semanagat belajar siswa agar lebih percaya diri pada saat mempresentasikan hasil Kerja kelompok didepan kelas. B. Siklus ke 2 (dua) Berdasarkan refleksi yang ada pada siklus 1, maka guru peneliti bersama pengamat Menetapkan bahwa tindakan yang dilaksanakan pada siklus 1 perlu perbaikan ada pada siklus 2 agar pembelajaran berlangsung secara optimal. 1. Perencanaan ( Planning) Pada siklus 2 ini akan dilakukan sama dengan yang direncanakan pada siklus 2 sebelumnya, yaitu bertujuan untuk memunculkan prilaku baru dan keterampilan generic yang harus dimiliki siswa secara optimal, guna untuk meningkatkan motivasi siswa belajar matematika di kelas 6 SD Negeri 40 Banda Aceh. Rencana yang disusun berupa : - Guru peneliti menyiapkan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian
-
-
191
Menetapkan topik yang diajarkan. Menyiapkan LKS Guru peneliti akan menerapkan strategi belajar metode tanya jawab dan pemberian tugas dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Menyusun evaluasi proses pembelajaran berupa pre test dan pos test. Menyusun angket respon pada siswa untuk memberikan tanggapannya dalam pembelajaran Yang telah dilaksanakan guru peneliti.
2. Pelaksanaan ( Acting ) Berdasarkan rencana tindakan dan desain pembelajaran yang telah dipersiapkan, guru Dengan teman kolaborator/pengamat : - Guru melaksanakan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran Dan alokasi waktu yang telah diterapkan. - Semua rencana tindakan yang telah dirumuskan guru dengan pengamat pada 2 kali Pertemuan selama siklus 2 dapat dilaksanakan secara teratur oleh guru mulai kegiatan awal sampai dengan kegiatan terakhir. - Guru motivasi siswa dengan bertanya jawab dan memberikan tugas terstuktur berupa Pertanyaan-pertanyaan yang tingkatannya lebih tinggi dari siklus 1. Guru melaksanakan kegiatan inti lebih kurang 70 menit sesuai dengan rencana pembelajaran yang disusun. Guru melaksanakan tes akhir selama + 20 menit. Guru membagikan angket respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh guru Peneliti selama 5 menit. 3. Pengamatan (Observing ) Setelah guru melaksanakan semua rencana tindakan selama 2 kali tatap muka pada siklus 1 di kelas 6 SD Negeri 40 Banda Aceh, dan hasil pengamatan pengamat, catatan lapangan guru,lembaran format tanggapan siswa terhadap PBM, serta hasil ulangan harian siswa diperoleh sebagai berikut : - Penerapan langkah-langkah pembelajaran oleh guru pada siklus 2, yaitu 2 kali tatap muka, telah sesuai dengan rencana pembelajaran, dan metode tanya jawab dan pemberian tugas.
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Nirwana Pohan, Ketuntasan Belajar Meningkatkan Motivasi Siswa
-
Guru melaksanakan langkah-langkah pembelajaran cukup teratur sesuai dengan desain Pembelajaran Kondusif. - Siswa sangat aktif dalam mengajukan pertanyaan dan menyampaikan ide / pendapatnya. - Kepada teman dan guru dan sangat antusias dalam menyelesaikan soal-soal pemberian - Tugas dengan bekerja kelompok dan mengerjakan LKS yang diberikan guru. - Bimbingan guru pada saat siswa bekerja kelompok sudah cukup baik dan intesif, sehingga siswa mendapat bimbingan secara merata untuk semua kelompok. - Pada saat presentasi hasil kerja kelompok guru peneliti menyuruh siswa secara acak untuk Menyajikan hasil kerja kelompok yang telah dilakukan, dan siswa sportif Memperhatikan sajian temannya dan merespon dengan tepuk tangan, untuk merayakan keberhasilan temannya. Guru terlihat sangat arif dan selektif dalam membimbing siswa untuk mempertahankan suasana belajar yang kondusif.Guru melaksanakan pos tes sesuai dengan waktu yang telah ditentukan tidak ada siswa yang perlu penanganan secara khusus tapi umumnya mereka harus lebih giat lagi dalam membaca di rumah agar proses pembelajaran untuk topik yang lainnya lebih siap dan baik lagi. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Penerapan metode tanya jawab dan pemberian tugas dalam pembelajaran matematika di kelas 6 SD Negeri 40 Banda Aceh telah dapat meningkatkan motivasi siswa dari 75% pada siklus 1 menjadi 83% pada siklus ke 2. peningkatan ini telah mencapai indikator keberhasilan yang diterapkan yaitu sebesar 75%. b. Terdapat peningkatan prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode tanya jawab dan pemberian tugas pada pokok bahasan akar kuadrat kelas 6 SD Negeri 40 Banda Aceh, peningkatan ini Dapat dilihat pada nilai ketuntasan belajar siswa pada siklus
192
1 rata-rata 6,89 menjadi 7,55 dan pada siklus ke 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Mengingat pembelajaran menggunakan metode tanya jawab dan pemberian tugas dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, maka disarankan kepada guru untuk dapat menggunakan metode tersebut pada mata pelajaran yang lain pada konsep-konsep yang dianggap sesuai. 2. Diharapkan pada para guru memiliki dedikasi yang tinggi dan merespon secara tepat dalam proses belajar mengajar di kelas, sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar dan mempunyai kemampuan dan kualitas yang baik di masa yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas, (2001), Pedoman Teknis Pelaksanaan Clss Room Action Research (CAR), Jakarta : Depdiknas. -------------- (2003), Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Dan Penilaian Kurikulum 2004 SD, Jakarta : Depdiknas. Buchori, dkk, (2005), Jenius Matematika 1 Untuk SMP Kelas VII. Semarang : Aneka Ilmu Hamalik, Oemar (1989), Metode Mengajar dan kesulitan-kesulitan belajar, Bandung : Tarsito. Mulyasa, (2003), Kurikulum Berbasis Kompetensi : Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Jakarta : Rineka Cipta. Nasution. (1996). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta : Bina Aksara. Purwanto, M, Ngalim, (1985), Psikologi Pendidikan, Bandung : CV, Remaja Karya. Sardiman, (2000), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Pedoman Bagi Calon Guru, Jakarta : Grafindo Persada.
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
Slameto, (1991), Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta. Soeyono, (1981), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Nirwana Pohan* adalah Kepala Sekolah SD Negeri 49 Banda Aceh
193
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
194
PENERAPAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU KELAS IX SMP NEGERI 2 KOTA BANDA ACEH
Oleh Maikarni* Abstrak Penelitian ini berjudul “Penerapan Media Gambar Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pelajaran IPS Terpadu Kelas IX SMPN 2 Kota Banda Aceh”. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah dengan menerapkan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar, aktivitas guru dan siswa dapat terlaksana dengan baik, serta ketrampilan guru dalam mengelola pembelajaran, dan bagaimana respon siswa terhadap penerapan media gambar. Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa; (2) Untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran; (3) Untuk mengetahui keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran; dan (4) Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dalam penggunaan media gambar mendapatkan hasil belajar yang baik. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX-2 SMP Negeri 2 Banda Aceh yang terdiri dari 28 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes (pre-test dan pos-test) untuk hasil belajar siswa, menggunakan lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa, lembar pengamatan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran, dan angket respon siswa terhadap penggunaan media gambar. Analisis data menggunakan statistik deskriptif persentase. Hasil penelitian diperoleh (1) Persentase ketuntasan secara individual meningkat, pada siklus I terdapat 18 siswa yang tuntas secara individual dan 10 siswa yang tidak tuntas dari 28 orang siswa (64%), pada siklus II terdapat 24 siswa yang tuntas secara individual dan 4 siswa yang tidak tuntas dari 28 orang siswa (86%). Persentase ketuntasan klasikal meningkat dari 60% pada siklus I menjadi 90% pada siklus ke II; (2) Aktitas guru dan siswa meningkat menjadi sesuai dengan persentase waktu ideal; (3) Keterampilan guru dalam penerapan penggunaan media gambar meningkat dari sedang (2,5) menjadi baik (3,7); dan (4) Respon siswa terhadap penggunaan media gambar adalah 92,9% dari 28 siswa menjawab dapat memperjelas pemahaman terhadap materi yang dipelajari dengan menggunakan media gambar. Kata kunci: media gambar, hasil belajar, ips terpadu
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan investasi yang sangat besar bagi setiap warga negara, karena pendidikan salah suatu bidang yang harus diutamakan oleh setiap warga negara. Maju mundurnya suatu bangsa tergantung pada tingkat pendidikan bangsa itu sendiri sehingga kelanjutan pendidikan harus menjadi tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan yang semakin pesat menuntut lembaga pendidikan untuk lebih dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pendidikan. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran guru diharapkan senantiasa mendorong dan mengarahkan cara berfikir siswa kearah pengembangan secara ilmiah
Dra. Maikarni* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh
agar mereka dapat berfikir dan bertindak secara logis, kritis dan kreatif. Salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan pada mata pelajaran IPS Terpadu adalah dengan menggunakan pembelajaran aktif dan kreatif, dimana siswa melakukan sebagian besar pekerjaan yang harus dilakukan siswa menggunakan pemikiran sendiri untuk mempelajari berbagai masalah dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Melalui proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu membimbing dan memfasilitasi siswa agar mereka dapat memahami kekuatan serta kemampuan yang mereka miliki. Peran guru dalam memberikan motivasi agar siswa terdorong untuk bekerja atau belajar sebaik mungkin untuk
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
mewujudkan serta mengembangkan kapasitas belajar, kompetensi dasar, serta keberhasilan berdasarkan kemampuaan yang mereka miliki secara penuh. Pengembangan potensi siswa secara tidak seimbang yang nantinya menjadikan pendidikan cenderung lebih peduli pada pengembangan suatu aspek kepribadian tertentu saja. Dalam rangka memaksimalkan pembelajaran siswa, maka dapat dilakukan pemecahan masalah dengan cara penggunaan media gambar. Menurut Usman (2002:11), “Media gambar merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajar pada dirinya”. Berbagai definisi mengenai pembelajaran dikemukakan oleh para ahli, menurut Sudjana (2005:28) “Pembelajaran merupakan upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi pembelajaran antara dua pihak, yaitu peserta didik dan pendidik yang melakukan kegiatan pembelajaran”. Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah pada dasarnya merupakan aktivitas transformasi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Melalui proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu membimbing serta memfasilitasi siswa agar siswa dapat memahami kekuatan serta kemampuan yang mereka miliki. Guru merupakan suatu jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian khusus, guru juga diartikan sebagai seorang pendidik yang profesional. Menurut UU No. 14 tahun 2005 pasal 1 ayat (1) tentang guru dan dosen, “Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, menyampaikan, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Pekerjaan sebagai guru tidak bisa dilakukan seseorang tanpa mempunyai keahlian sebagai guru. Seorang guru memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran. Belajar akan berjalan lebih baik apabila disertai dengan tujuan yang
Dra. Maikarni* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh
195
jelas. Menurut Slameto (2010:50) “Belajar merupakan suatu perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasan atau suatu pengertian”. Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok dari keseluruhan proses pembelajaran, yang berarti berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung kepada bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung. Gambar pada dasarnya membantu para siswa dalam membangkitkan minatnya pada pelajaran. Media gambar akan membantu siswa dalam kemampuan berbahasa, kegiatan seni, dan pernyataan kreatif dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, melukis dan menggambar serta membantu mereka menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi bacaan dari buku teks. Menurut Sardiman (2002:26) media gambar terdiri dari dua kelompok, yaitu pertama flat opaque picture atau gambar datar tidak tembus pandang, misalnya gambar fotografi, gambar dan lukisan cetak dan transparent picture atau gambar tembus pandang, misalnya film slides, filmstrips dan transparancies. Jenis – Jenis Media Gambar Terdapat berbagai macam jenis media gambar yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran, di antaranya: (1) Bagan atau Charta adalah media gambar yang menyajikan pesan pembelajaran dengan mengombinasikan unsur tulisan dan gambar untuk menjadi kesatuan yang bermakna dengan maksud untuk menyederhanakan bahan pembelajaran yang kompleks agar mudah dipahami. (2) Poster adalah media yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi, sran atau ide – ide tertentu, sehingga dapat merangsang keinginan yang melihatnya untuk melaksanakan isi pesan tersebut. (3) Karikatur atau kartun adalah media gambar untuk mengungkapkan ide atau sikap dan pandangan terhadap seseorang, kondisi, kejadian atau situasi tertentu, biasanya sederhana dan terkesan lucu. (4) Grafik adalah media yang dapat memvisualisasikan perkembangan atau keadaan tertentu secara sederhana dan ringkasan melalui garis atau gambar, biasanya digunakan untuk bentuk visual dari keadaan tertentu yang terdapat pada table. (5) Foto merupakan media yang umum dipakai untuk berbagai macam kegiatan
Maikarni, Penerapan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
pembelajaran yang baik bukan hanya dapat menyampaikan saja tetapi dapat digunakan untuk melatih keterampilan berpikir serta dapat mengembangkan kemampuan imajinasi siswa. Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang dipaparkan diatas, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk (1) mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu melalui penerapan media gambar. (2) mengetahui aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu dalam penerapan media gambar. (3) mengetahui keterampilan guru dalam mengelola proses pembelajaran melalui penerapan media gambar. (4) mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menerapkan media gambar dalam memperoleh hasil belajar yang baik. METODA PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan untuk mencermati kegiatan belajar dalam sebuah kelas secara bersama dengan penerapan media gambar dalam pembelajaran langsung. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan penelitian yaitu menentukan kelas, menetapkan materi, menyusun RPP, menyusun alat evaluasi pre test dan post test, lembar pengamatan aktivitas, lembar pengelolaan, lembar respon. Semua persiapan perencanaan ini disesuaikan dengan materi yang akan disajikan. Subjek penelitian ini adalah 28 siswa kelas IX-2 IPS Terpadu SMP Negeri 2 Banda Aceh. Kelas ini memiliki siswa yang heterogen baik dari kemampuan akademis maupun latar belakang sosial. Pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) siklus kegiatan merupakan ciri khas yang membedakan penelitian ini dari jenis penelitian lainnya. Penelitian ini dilakukan seperti yang di ungkapkan Wardani (2012), siklus dilakukan secara berurutan yang terdiri atas (1) Perencanaan (planning); (2) pelaksanaan tindakan (action); (3) pengamatan (observing); dan (4) refleksi (reflecting). Data dalam penelitian ini adalah tes, angket, observasi dan dokumentasi. Tes dipergunakan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa. Observasi dipergunakan untuk mengumpulkan dan mengetahui data tentang aktivitas siswa dan keterampilan guru
Dra. Maikarni* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh
196
dalam pembelajaran dan implementasi dilakukan penelitian dengan penggunaan media gambar. Dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data berupa gambar selama penelitian. Instrument yang digunakan dan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah Tes tulis (instrumen 1), tes yang terbentuk objektif dengan empat pilihan a, b, c, d, sesuai dengan jumlah indikator yang dirumuskan dalam RPP (instrumen 1). Perangkat tes ini berupa pre-test dan post-test. Pre-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diterapkan penggunaan media gambar, sedangkan post-test diberikan setelah dilakukan kegiatan pembelajaran dengan penggunaan media gambar. Lembar respon siswa terhadap penggunaan media gambar (instrumen 4). LKS disusun untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap penerapan pembelajaran yang diterapkan oleh guru selama kegiatan pembelajaran. Data hasil belajar merupakan perolehan skor atau nilai siswa setelah diberi ujian. Pada penelitian ini siswa dikatakan tuntas jika skor hasil belajar yang diperoleh diatas KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 75. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari perkembangan skor dasar, ujian siklus I dan ujian siklus II. Analisis data menggunakan statistik deskriptif persentase. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Setelah semua rencana penelitian dipersiapkan, peneliti (sebagai guru) melaksanakan tindakan di kelas, tindakan diamati oleh dua pengamat, dengan subjek penelitian kelas IX-2 SMP Negeri 2 Banda Aceh. Pada siklus pertama dilaksanakan dengan materi peta tentang pola dan bentuk muka bumi. Sebelum pembelajaran berlangsung guru melakukan perencanaan dengan mempersiapkan RPP, pre-test dan post-test serta instrumen penelitian berupa lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa dan lembar keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dengan penggunaan media gambar serta menyiapkan modul untuk diberikan kepada setiap siswa. Berikut dipaparkan hasil penelitian siklus I. Hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I dengan waktu 2 x 40 menit, diperoleh hasil bahwa proses kegiatan pembelajaran
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
pada siklus pertama, guru mampu memberikan suasana baru dan nyaman di kelas. Dilihat dari setiap langkah-langkah pembelajaran siswa cukup antusias dalam pembelajaran, hal ini terlihat dari diskusi kelompok yang berjalan dengan baik, walaupun sebahagian siswa banyak yang belum paham terhadap materi. Hasil tes belajar siswa pada siklus I dari 28 siswa, 18 siswa hasil belajarnya dapat dikatakan tuntas secara individual. Dari 10 soal terdapat 6 soal yang tuntas secara klasikal dengan persentase 60 persen.. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran telah mencapai skor rata-rata yaitu 2,5 dikategorikan sedang. Beberapa hal yang menjadi kelemahan yang dialami guru dan siswa pada pelaksaan proses pembelajaran pada siklus yaitu hasil belajar pada siklus I masih belum tuntas di karenakan ketuntasan indivudal dan klasikal belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM), karena pada siklus pertama siswa hanya mampu memperoleh nilai kentuntasan individual 60% dan nilai ketuntasan klasikal 64%. Aktivitas guru dan siswa dalam mengelola pembelajaran belum memdapatankan hasil waktu yang memadai atau sesuai waktu yg telah di tetapkan pada siklus pertama. Guru harus meningkatkan keterampilan dalam menggelola pembelajaran khususnya dalam mengaitkan materi pelajaran pada siklus pertama. Yaitu pada kegiatan awal guru hanya mampu memperoleh katagori sedang yakni 2.6, kegiatan inti di katagorikan baik yakni 2.8, dan kegiatan akhir di katagorikan sedang yakni 2.2. Untuk memperbaiki kelemahan dan mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai pada siklus pertama, maka perencanaan pada siklus II yakni: (1) Guru harus lebih percaya diri dan terampil serta semangat dalam menjalankan proses pembelajaran, Guru harus lebih menguasai dalam melakukan langkah-langkah pembelajaran dengan sistematis. (2) Memberikan motivasi terhadap siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran (3) Guru harus lebih intensif dalam membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa. (4) Guru harus lebih baik dalam menjaga waktu dalam melakukan aktivitas pembelajaran, sehingga guru dan siswa dapat melaksanakan
Dra. Maikarni* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh
197
pembelajaran sesuai dengan waktu yang telah di tetapkan. Siklus II Siklus kedua merupakan tindak lanjut hasil refleksi pada siklus pertama. Berdasarkan refleksi yang ada pada siklus I, maka guru bersama pengamat menetapkan bahwa tindakan yang dilaksanakan pada siklus pertama perlu perbaikan dan peningkatan pada siklus kedua agar tercapai hasil pembelajaran yang optimal dan maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Keberhasilan yang telah dicapai pada siklus II guru dapat membimbing siswa dengan intensif sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari, hal ini terlihat pada hasil belajar siswa yang sudah meningkat pada siklus kedua, yakni ketuntasan individual 86% dan ketuntasan klasikal 90%. Aktivitas guru dan siswa pada siklus II sudah mampu dalam pengelolaan pelaksanaan dengan waktu ideal, sehingga kegiatan yang dilakukan guru dan siswa sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah ditetapkan dalam penggunaan media gambar. Keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran pada siklus kedua sudah mampu mengelola pembelajaran sangat baik yakni 3.7, di lihat dari kegiatan awal dikatagorikan sangat baik yakni 3.7, kegiatan inti dikatagorikan sangat baik yakni 3.7, dan kegiatan akhir di katagorikan baik yakni 3.5. Berdasarkan hasil pada siklus II, maka tindakan dalam siklus diberhentikan, karena hasil belajar sudah maksimal dan sebagian besar siswa sudah memenuhi nilai KKM secara individual dan sudah tuntas secara klasikal, dan aktivitas guru dan siswa sudah mampu mengelola pelaksanaan pembelajran dengan waktu yang tidak ideal ke waktu yang ideal sesuai yang telah di tetapkan, ketarampilan guru sudah mulai mengalami peningkatan dalam pembelajaran yakni dari katagori sedang menjadi sangat baik, dan mendapatkan respon positif dari siswa dalam penggunaan media gambar bahwa siswa telah mampu dan memahami proses pembelajaran yang di berikan oleh guru. Berdasarkan dari hasil tinjauan penelitian yang telah dilakukan dengan dua siklus, maka dapat dilihat bahwa terdapat
Maikarni, Penerapan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
peningkatan hasil belajar siswa kelas IX-2, Secara individual hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I hingga siklus ke II. Pada siklus I hasil belajar menunjukkan dari 28 siswa, 2 siswa memperoleh nilai 100 persen, 1 siswa memperoleh nilai 90 persen, 15 siswa memperoleh nilai 80 persen, 6 siswa memperoleh nilai 70 persen dan 4 siswa memperoleh nilai 60 persen. Pada siklus I dari 28 siswa, 18 siswa yang hasil belajarnya dapat dikatakan tuntas secara individual,10 siswa lainya dikatakan tidak tuntas secara individual karena memperoleh nilai dibawah KKM yaitu 75. SIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa (1) Penggunaan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-2 SMP Negeri 2 Banda Aceh dalam pembelajaran IPS Terpadu pada materi dinamika penduduk. Hal ini dapat dilihat dari ketuntasan individual, mulai dari siklus I dari 28 siswa terdapat 10 siswa yang belum tuntas atau sekitar 64 persen dan siklus II dari 28 siswa hanya 4 orang siswa yang belum tuntas atau sekitar 86 persen. Sedangkan ketuntasan klasikal mulai dari siklus I sebesar 60% dan siklus II sebesar 90%. (2) Aktivitas guru pada siklus I banyak kegiatan yang pelaksanaan pembelajaran belum sesuai dengan waktu yang ditetapkan, terutama pada kegiatan inti dan pemberian pre-test dan post-test. Pada siklus II aktivitas guru dan siswa sudah lebih baik dari siklus pertama, hal ini terlihat dari persentase pelaksaan dengan waktu yang diterapkan telah sesuai. (3) Keterampilan guru dalam penggunaan media gambar selama siklus I hingga siklus II, mengalami peningkatan yaitu dapat dikategorikan sedang dengan perolehan skor 2,5 dan dapat dikategorikan baik dengan perolehan skor 3,7. (4) Respon siswa terhadap penggunaan media gambar dapat dikatakan baik, siswa berpendapat bahwa dengan penggunaan media gambar dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan (1) mengingat penggunaan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar
Dra. Maikarni* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh
198
dalam pembelajaran IPS terpadu pada materi dinamika pertumbuhan, maka disarankan kepada guru IPS Terpadu lainnya untuk menggunakan model pembelajaran picture and picture pada materi-materi pembelajaran yang dianggap sesuai. (2) kepada peneliti lain untuk dapat memvariasikan penggunaan media gambar dengan komponen pembelajaran lainnya baik tingkat sekolah menengah atas maupun sekolah menengah pertama. (3) diharapkan kepada pihak instasi terkait agar lebih banyak memberikan pelatihan dan penataran kepada guru IPS terpadu, dalam hal pemilihan model-model dan strategi pembelajaran di sekolah dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa dan mutu pendidikan, dikarenakan banyak model dan strategi pembelajaran yang bisa diterapakan kepada siswa salah satunya dengan penggunaan media gambar.
DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV RyamaWidya. Aqil, 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. Arikunto, S.B. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Djamarah. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hartono. 2008. Ilmu Pengetahun Sosial : untuk kelas VIII Sekolah Menengah pertama/Madrasah Tasnawiyah (bse). Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Kemdikbud. 2014. Ilmu Pengetahun Sosial : untuk kelas VIII Sekolah Menengah pertama/Madrasah Tasnawiyah (kurikulum 2013). Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud. Kunandar. 2009. Langkah Muda Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Propesi Guru. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Kusumah dan Dwitagama. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Indeks. Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
Sanjaya Wina. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media. Sardiman Arief. 2008. Media Pendidikan. Jakarta:Raja Grafindo. Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhuinya. Jakarta: Rineka Cipta Sudjana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. Suhardjono. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Sukidin. 2008. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendikia. Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta. Usman, M. Basyiruddin dan Asnawir, 2002. Media Pembelajaran, Ciputat Pers. Usman, Unzer. 2002. Penggunan Media Gambar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dra. Maikarni* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh
199
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
200
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VI ILMU PENGETAHUAN ALAM MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF PADA POKOK BAHASAN KONDUKTOR DAN ISOLATOR DIKELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 40 KOTA BANDA ACEH
Oleh Sulastri* Abstrak Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah, sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa. Penelitian ini untuk meningkatkan prestasi belajar IPA pada kelas VI Sekolah Dasar Negeri 40 Kota Banda Aceh dan dengan pembelajaran menggunakan metode interaktif untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 40 Kota Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (action research)sebanyak 3 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu rancangan dan pengamatan. Refleksi dan, sasaran penelitian ini adalah siswa kelas VI. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I, siklus II dan Siklus III yaitu siklus I(61,33%), siklus II (66,93%) dan siklus III (69,33 %) Maka dapat disimpulkan bahwa penelitian adalah pembelajaran dengan kooperatif teamwork memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi siswa yang ditandai dengan prestasi kelulusan mencapai 70 %. Kata kunci: IPA interaktif
PENDAHULUAN Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tanggungjawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama bagì guru Sekolah Dasar (SD), yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan dasar ,guru Sekolah Dasar (SD) adalah orang yang paling berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualltas yang dapat bersaing di Zaman pesatnya perkembangan teknologi. Guru Sekolah Dasar (SD) dalam setiap pembelajaran selalu menggunakan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang dapat memudahkan siswa memahami materi yang diajarkannya, namun masih sering terdengar keluhan dan para guru di lapangan tentang materi pelajaran yang terlalu banyak dan keluhan kekurangan waktu untuk mengajarkannya semua. Proses pembelajaran yang berlangsung mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa, dan siswa terlibat langsung dalam pembelajaran. Disamping itu kurikulum berbasis kompetensi memberi
Sulastri S.Pd* adalah Guru SD Negeri Kota 40 Banda Aceh
kemudahan kepada guru dalam menyajikan pengalaman belajar, sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hidup yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar dengan melakukan (learning to do), belajar untuk hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Untuk itu guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai dengan rancangan pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, kárakteristik siswa, materi yang diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia. Kenyataannya masih banyak ditemui proses pembelajaran yang kurang berkualitas, tidak efisien dan kurang mempunyai daya tarik, bahkan cenderung membosankan, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Model pembelajaran interaktif sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini dirancang agar siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban pertanyaan mereka sendiri (Faire & Cosgrove
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
dalam Harlen, 1992). Dengan cara seperti itu siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar. 1. Rendahnya perolehan hasil belajar mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar Negeri 40 Kota Banda Aceh, menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas. 2. Model pembelajaran yang bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya. Bagi sìswa pembelajaran interaktif memberikan pengalaman barudan diharapkan memberikan kontribusi terhadap peningkatan belajarnya. Siswa memiliki kesadaran bahwa proses pembelajaran adalah dalam rangka mengembangkan potensi dirinya, karena itu keberhasilan pembelajaran sangat dìtentukan oleh siswa. Disamping itu, melalui penelitian ini siswa terlatih untuk dapat memecahkan masalah dengan pendekatan ilmiah dan siswa didorong aktif secara fisik, mental, dan emosi dalam pembelajaran. KAJIAN PUSTAKA A.Pengertian Belajar Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku yang amat pentingbagi kelangsungan hidup manusia Belajar membantu manusia menyesuaikan din (adaptasi) dengan lingkungannya. Dengan adanyaproses belajar inilah manusia bertahan hidup (survived). Belajar secara sederhana dikatakan sebagai proses perubahan dan belum mampu menjadi sudah mampu, tejadi dalam jangka waktu waktu tertentu. Perubahan yang itu harus secara relative bersifat menetap (permanent) dan tidak hanya terjadi path perilaku yang saat ini nampak (immediate behavior) tetapi juga pada perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang (potential behavior). Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa perubahan perubahan tersebut terjadi karena pengalaman. Perubahan yang terjadi karena pengalaman ini membedakan dengan perubahan-perubahan lain yang disebabkan oleh kemasakan (kematangan). B. Motivasi Belajar Telah banyak penelitian yang berkaitan dengan karakteristik kepribadian dan
Sulastri S.Pd* adalah Guru SD Negeri Kota 40 Banda Aceh
201
performasi calon guru dilakukan. Namun bukti yang berkaitan dengan sifat hubungan ini masih belum jelas. Para ahli psikologi yang tertarik dengan penelitian karakteristik kepribadian, motivasi, dan prilaku manusia, percaya bahwa motivasi memberikan ragam dalamintensitas prilaku manusia, serta arah terhadap prilaku tersebut. Kebutuhan penelitian yang berhubungan dengan motivasi dalam dunia pendidikan guru telah diidentifikasi oleh Turner sejak tahun 1975 yang menyatakan bahwa: Studies ... problem more deeply into the motivational basis ... [of student teachers] are needed. An efficient professional training system is one which invest substantial fund in the training ... [of] ... the least ... motivated candidates. A more efficient system would devote more intense and systematic training of/he most talented and well motivated aspirants (hal.108-109). Pentingnya kebutuhan tersebut juga telah dibahas oleh Howson (1976) dalam laporan The Bicentennial Commission on Education for the Profession of Teaching, yang menyatakan bahwa “society now demands a new breed of teachers- a well prepared, highmotivated professional”. Teori motivasi Maslow (1954) menyatakanbahwa: An attempt to formulate a positive theory of motivation which will satisft theoretical demands [while] confirming to known facts (about human behavior), clinical and observational, as well as experimental.Teori yang digambarkan oleh Maslow tersebut memfokuskan pada 5tingkatan kebutuhan (needs). Kebutuhan tersebut menggambarkan suatu kekuatan di belakang prilaku manusia; dan tingkat kebutuhan seseorangakan berbeda tergantung kepada individu masing-masing yang memerlukan kebutuhan itu. Kelirna kebutuhan yang diungkapkan oleh Maslow tersebut adalah kebutuhan dasar (fisiologis), rasa aman (emosional), rasa memiliki (sosial), status-ego (personal), dan aktualisasidiri (personality). Menurut Maslow, suatu kebutuhan hanya dapatdipuaskan bila kebutuhan yang pada tingkatan yang lebih rendah telahterpenuhi, yang diatur dalam suatu hirarki yang disebut prepotensi. Misalnya, seseorang tak akan berhasil memenuhi kebutuhan aktualisasidiri (pengembangan din) bila taraf pertama yang paling fundamental, yakni kebutuhan fisiologis (seperti makanan, minuman, dan sandang) tidak terpenuhi. Kebutuhan tersebut harus dapat dicapai agar
Sulastri, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa KelasVI
kebutuhan individu lainnya dapat dipuaskan, dan dimulai dan kebutuhandasar (fisiologis). Teori Maslow telah banyak dîgunakan secara luas dalam dunia industri untuk menunjukkan adanya hubungan antara pekerja dengan performansi kerja (Robert, 1972). Warner (1978) juga telah melakukan penelitian tentang hubungan antara mahasiswa calon guru dalam hubungannya dengan praktek mengajar. Hasil penelitian Warner menunjukkan bahwa ada hubungan yang logis antara hirarki kebutuhan Maslow, sikap kependidikan, dan konsep din mahasiswa. Para ahlipsikologi menyatakan tentang adanya dua variabel sikap, yaitu: (a) sikap terhadap mengajar (Young, 1973), dan (b) konsep din (Le Benne danGresene, 1965) yang secara erat dapat disatukan dengan motivasi; denganasumsi bahwa variabel sikap bukan hanya memiliki kualitas motivasi yangdapat tumbuh dan mengatur prilaku, tetapi juga memberikan arah terhadapprilaku individu. Aspek motivasi dan sikap dinyatakan oleh Young (1973): As primary motives (attitudes) arouse behavior; they sustain orterminate an activity and progress, they regulate and organize behavior ...and they lead to the acquisition of motives, stable dispositions to act. Pernyataan tersebut menggambarkan bagaimana sikap dapat membangkitkan, mengatur dan mengorganisasikan prilaku individu terhadap sekumpulan objek. Walaupun hubungan antara sikap dan prilakutidak secara mudah dapat diidentifikasi, namun fungsi sikap dapat masukdan menentukan prilaku manusia. Menurut Peak (1955), sikap memiliki “the effect emphasizing objects ... with the result that their probability ofactivation and of choice and selection is increased.” Dengan kata lain, sikap dapat mengatur apakah seseorang dapat menerima atau menolak terhadap rangsangan suatu objek, misalnya perasaan suka dan tidak suka, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kesimpulannya, sikap terhadap suatu objek dapat mempengaruhi pilihan seseorang terhadap objektersebut, dan oleh karena itu dapat menentukan arah yang akan diambil oleh individu yang bersangkutan. C. Model Pembelajaran Interaktif Secara khusus, istilah model diartikan sebagai kerangka konseptualyang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu
Sulastri S.Pd* adalah Guru SD Negeri Kota 40 Banda Aceh
202
kegiatn. Sunarwan (1991) dalam Sobry Sutikno (2004:15) mengartikan model merupakan gambaran tentang keadaan nyata. Model pembelajaran atau model mengajar sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam mengatur maten pelajaran, dan memberi petunjuk kepada mengajar di kelas dalam setting pengajaran. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran interaktif sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini dirancang agar siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban pertanyaan mereka sendiri (Faire & Cosgrove dalam Harlen, 1992). Meskipun anak-anak mengajukan pertanyaan dalam kegiatan bebas, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terlalu melebar dan seringkali kabur sehingga kurang terfokus. Guru perlu mengambil langkah khusus untuk mengumpulkan, memilah, dan mengubah pertanyaan-pertanyaan tersebut ke dalam kegiatan khusus. Pembelajaran interaktif merinci langkah-langkah ini dan menampilkan suatu struktur untuk suatu pelajaran IPA yang melibatkan pengumpulan dan pertimbangan terhadap pertanyaanpertanyaan siswa sebagai pusatnya (Harlen, 1992:48-50). Model pembelajaran ínteraktif memiliki lima langkah. Langkahlangkah penerapan model pembelajaran lnteraktif diawali dengan (1) persiapan, sebelum pembelajaran dimulai guru menugaskan siswa untuk membawa hewan peliharaannya dan mempersiapkan din untuk menceritakan tentang hewan peliharaannya masing-masing. (2) kegiatan penjelajahan, pada saat pernbelajaran di kelas siswa lain boleh mengamati hewan-hewan peliharaan temantemannya dan dekat (meraba, mengelus, menggendong) dan mereka boleh mengajukan pertanyaan. (3) pertanyaan siswa diarahkan guru sekitar proses pemeliharaannya. (4) penyelidikan, guru dan siswa memilih pertanyaan untuk dieksplorasi lebih jauh. Misalnya siswa diminta mengamati keadaan hewan-hewan yang tidak dipelihara, seperti
203
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
dan mana mereka memperoleh makanannya, dimana mereka tidur, punya nama atau tidak, bagaimana kebersihannya. (5) refleksi, path pertemuan berikutnya di kelas dibahas hasil penyelidikan mereka, dilakukan pembandingan antara hewan peliharaan dengan hewan liar untuk memantapkan hal-hal yang sudah jelas dan memisahkan hal-hal yang masih perlu diselidiki lebih jauh. Pada akhir kegiatan guru dapat memberikan tugas kepada siswa untuk mengamati benda-benda di sekitar siswa untuk mengarnati benda-benda di sekitar mereka seperti buku dan tas sekolahnya. Salah satu kebaikan dan model pembelajaran interaktif adalah bahwa siswa belajar mengajukan pertanyaan, mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan jawaban terhadap pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi (penyelidikan). Dengan cara seperti itu siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar. D. Kreativitas Dewasa ini istilah kreativitas atau daya cipta sering digunakandalam kegiatan manusia sehari-hani, sering pula ditekankan pentingnya pengembangan kreativitas baik pada anak didik, pegawai negeri maupun pada mereka yang berwiraswasta. Kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru. Ciptaan itu tidak perlu seluruh produknya harus baru, mungkìn saja gabungannya, kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya, kombinasi baru, atau melihat hubungan- hubungan baru antara unsur, data, atau hal - hal Yang sudah ada sebelumnya. Kreativitas terletak pada kemampuan untuk melihat asosiasi antara hal-hal atau obyek-obyek yang sebelumnya tidak ada atau tidak tampak hubungannya. Seorang anak kecil asyik bermain dengan balok-balok yang mempunyai bentuk dan warna yang bermacam-macam, setiap kali dapat menyusun sesuatu yang bani, artinya baru bagi dirinya karena sebelumnya belum pernah membuat hat yang semacam itu. Anak ini adalah anak yang kreatif, berbeda dengan anak lain yang hanya membangun sesuatu jika ada contohnya. Mengembangkan kreatìvitas dalam pembelajaran, Gordon dalam Joice and Weill (1996) dalam E. Mulyana (2005 : 163) mengemukakan empat prinsip dasar sinektik tentang kraetivitas. Pertama, kreativitas
Sulastri S.Pd* adalah Guru SD Negeri Kota 40 Banda Aceh
merupakan sesuatu kegiatan sehari-hari.
yang
penting
dalam
METODA PENELITIAN 1. Persiapan a. Membuat beberapa wacana yang memuat isi pesan sesuai dengan matenpokok secara berlainan yang jumlahnya sebanyak anggota dalam setiapindikator pencapaian hasil. Satu indikator dapat dibuatkan satu wacanaSubyek Penelitianatau lebih, kemudian digandakan sebanyak kelompok yang akan dibuatdalam satu kelas. b. Membuat tugas-tugas yang akan diselesaikan oleh siswa secara kelompoksetelah memahami informasi atau isi pesan dalam wacana. 2. Pelaksanaan 1. Tahap Kooperatif a. Siswa dibagi ke dalam kelompok dengan anggota 3-5 orang secamheterogin (kelompok awal). b. Membagikan wacana yang telah disiapkan kepada masingmasingkelompok. c. Menugaskan kepada setiap kelompok untuk membagi tanggung jawab dalam memahami informasi/isi pesan dalam wacana. d. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu dan tugas yang diberikan. 2.
Tahap Ahli a. Siswa dalam setiap kelompok yang mendapatkan tugas/permasalahan sama untuk membuat kelompok baru yang kemudian disebut kelompok awal b. Menugaskan sìswa dalam kelompok ahli agar mendiskusikan tugas/permasalahannya sehingga menjadi ahli dalam bidang informasi yang menjadi tugasnya. c. Menugaskan setiap anggota kelompok ahli untuk mencatat hasil diskusinya. Apabila kegiatan ini telah selesai, maka siswa dalam kelompok ahli ditugaskan agar kembali ke kelompok kooperatif (kelompok awal).
Sulastri, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa KelasVI
3.
Tahap Kelompok kooperatif kelompok awal. a. Tahap ini dilakukan setelah siswa kembali ke kelompok kooperatif/kelompok awal, di mana setiap anggota telah menjadi ahli informasi dalam bidangnya atau tugasnya permasalahannya. Secara bergiliran, tugaskan siswa dalam kelompok kooperatif ke1ompok awal untuk menginformasikan hasil diskusinya di kelompok ahli. Hal yang sama dilakukan juga pada kelompok lain secara simultan. b. Setelah siswa menginformasikan hasil diskusinya dalam kelompok ahli kepada temannya di kelompok kooperatif/kelompok awal, maka masing-masing kelompok melaporkan hasilnya secara tertulis. c. Guru dapat juga mempersilahkan masing-masing kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya secara lisan (presentasi) dan dilengkapi atau ditanggapi oleh kelompok lain. d. Guru mengklarifikasi hasil diskusi dan bersama siswa menyimpulkan.
B. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalarn melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakantindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000:3) Sedangkan menurut Mukhlis (2000:5) PTK adalah suatu bentuk kajian yangbersifat sistematis reflektif oleh pelaku
Sulastri S.Pd* adalah Guru SD Negeri Kota 40 Banda Aceh
204
tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Adapun tujuan utama dan PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti dikalangan guru (Mukhlis, 2000: 5). Sesuai dengan jenis penelitian yang dìpilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dan Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dan siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan) dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah ditindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. C. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan teknik tes dan non tes. Tes tertulis digunakan pada akhir siklus I dan siklus II, yang terdiri atas materi perkembangbiakan pada hewan dan tumbuhan. Sedangkan Teknik non tes meliputi teknik observasi dan dokumentasi. Observasi digunakan pada saat pelaksanaan penelitian tindakan kelas kemampuan memahami materi benda konduktor dan isolator panas pada siklus I dan siklus II. Sedangkan teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data khususnya nilai mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam basil ulangan harian. Wawancara berupa menggalì informasi dengan berkomunikasi langsung dengan siswa kelas VI Negeri 40 Kota Banda Aceh tentang keterampilan dan pengetahuan sisa tentang benda konduktor dan isolator.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
205
Tabel 3.1 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II No
Uraian
Hasil Siklus II
1
Nilai rata-rata tes formatif
66,93
2
Jumlah siswa yang tuntas belajar
22
3
Persentase ketuntasan belajar
73,33
Dari tabel di atas diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa adalah 66,93% dan ketuntasan belajar mencapai 73,33% atau ada 22 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar . Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan model pembelajaran interaktif. D. Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut : 1. Memotivasi siswa 2. Membimbing siswa merumus kesimpulan/menemukan konsep 3. Pengelolaan waktu a.
1.
2.
3.
Rancangan Pelaksanaan kegiatan belajar siklus II ini masih terdapat kekurangan–kekurangan. Perlu adanya untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain : Guru dalam memotivasi sisa hendaknya dapat membuat siswa lebih bermotivasi selam proses belajar mengajar berlangsung. Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/ menemukan konsep.
Sulastri S.Pd* adalah Guru SD Negeri Kota 40 Banda Aceh
4.
5.
Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar.
E. Teknik Analisis Data Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan untuk mengetahui teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa stelah diadakannyakegiatan tindakan dengan menggunakan deskriptif, selain itu juga digunakan statistik sederhana dalam bentuk persentase. 1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yangselanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan: Dengan : = Nilai rata-rata ∑X = Jumlah semua nilai sìswa ∑N = Jumlah siswa 2.
Untuk ketuntasan belajar Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65 dan kelas disebut tuntas belajar baik di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dan 21atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan
Sulastri, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa KelasVI
belajar digunakan rumus sebagai berikut: =
∑
∑
100%
F. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom actionresearcher) yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. 1. Siklus a. Perencanaan terdiri dan kegiatan: Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP); Penyiapan skenario pembelajaran; b. Pelaksanaan terdiri dan atas kegiatan: Pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal; Secara klasikal menjelaskan strategi dalam model pembelajaran interaktif dilengkapi lembar kerja siswa; Memodelkan strategi dan langkahlangkah model pembelajaran interaktif; Mengadakan observasi tentang proses pembelajaran; Mengadakan tes tertulis; Penilaian hasil tes tertulis; c. Pengamatan (observing), yaitu mengamati proses pembelajaran clanmenilai hasil tes sehingga diketahui hasilnya. Atas dasar tersebut digunakan untuk merencanakan tindak lanjut pada siklus berikutnya. d. refleksi (reflecting), yaitu menyimpulkan pelaksanaan hasil tindakan pada siklus 1. 2. a.
b.
Siklus II Perencanaan terdiri dan kegiatan: Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP); Penyiapan skenario pembelajaran; Pelaksanaan terdiri dan atas kegiatan: Pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal; Pembelajaran dengan model pembelajaran interaktif untuk siswa kelasVI SD Negeri 40 Kota Banda Aceh pada kompetisi dasar Membandingkan sifat kemampuan menghantarkan panas dan berbagai
Sulastri S.Pd* adalah Guru SD Negeri Kota 40 Banda Aceh
c.
d.
3. a.
b.
206
benda; Secara klasikal menjelaskan strategi dalam model pembelajaraninteraktif dilengkapi lembar kerja siswa;Memodelkan strategi dan langkah-langkah model pembelajaranìnteraktif; Mengadakan observasi tentang proses pembelajaran; Mengadakan tes tertulis; Penilaian hasil tes tertulis; Pengamatan (observing), yaitu mengamati proses pembelajaran danmenilai hasil tes sehingga diketahui hasilnya. refleksi (reflecting), yaitu menyimpulkan pelaksanaan basil tindakanpada siklus II. Siklus III Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dan rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan ,belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada bulan September 2011 di kelas VI SD 40 Kota Banda Aceh. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaranyang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan model pembelajaran interaktif dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus. Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betulbetul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas,
207
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
rehabilitas, pembeda.
taraf
kesukaran,
dan
daya
A. Metode Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan model pembelajaran ìnteraktif, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif. B. Analisis Item Butir Soal Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrumen penelitian berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang dilakukan meliputi: 1. Validitas Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tessehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian 3.
ini. Dan perhitungan 30 soal diperoleh 17 soaltidak valid dan 13 soal valid. Hasil dan validits soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa Soal Valid Soal Tidak Valid 2, 3, 4, 7, 9, 10, 1, 5, 6, 8, 13, 16, 18, 11, 12, 14, 15, 17, 20, 25, 29, 30, 22, 24, 19, 21, 23 26, 27, 28
2.
Rehabilitas Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dan hasil perhitungan diperoleh koefisien rehabilitas sebesar 0, 65. Harga ini lebih besar dan harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 30) dengan r (95%) 0,254. Dengan demikian soal soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat rehabilitas.
Analisis Data Penelitian Persiklus Tabel 4.2 Pengelolaan Pembelajaran’Pada Siklus I No
Aspek yang diamati Pengamatan KBM A. Pendahuluan 1. Memotivasi siswa 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran 3. Menghubungkan dengan pelajaran sebelumnya 4. Mengatur siswa dalam kelompok
I
II III
Penilaian P1 P2
Rata-rata
2 4
3 2
2,5 3
2 2
2 4
2 3
3
2
2,5
3 1 3
2 2 2
2,5 1,5 2,5
2 3
3 3
2,5 3
Pengelolaan Waktu
2
4
3
Antusiasme Kelas 1. Siswa antusias 2. Guru antisias
4 4
2 4
3 4
Jumlah
35
34
34,5
B. Kegiatan inti 1. Mempresentasikan langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif 2. Membimbing siswa melakukan kegiatan 3. Melatih keterampilan kooperatif 4. Mengawasi setiap kelompok secara bergiliran 5. Memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan C. Penutup 1. Membimbing siswa membuat rangkuman 2. Memberikan evaluasi
Sulastri S.Pd* adalah Guru SD Negeri Kota 40 Banda Aceh
208
Sulastri, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa KelasVI
Keterangan Nilai : Kriteria 1 : TidakBaik 2 : Kurang Baik 3 : Cukup Baik 4 : Baik Dari Tabel di atas, tanpak aspek-aspek yang diamati pada kegiatan belajar mengajar (Siklus II) yang dilaksanakan oleh guru dengan menerapkan pembelajaran koopertif metode diskusi mendapatkan penilaian yang cukup baik dari pengamat.Maksudnya dari seluruh penilaian tidak terdapat niali kurang.Namun demikain penilaiantersebut belum merupakan hasil yang optimal, untuk itu ada beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian untuk penyempurnaan penerapan pembelajaran selanjutnya.Aspek-aspek tersebut adalah memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/ menentukan konsep, dan pengelolaan waktu.
Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II No Uraian Hasil Siklus II Nilai rata-rata tes 66,93 formatif 22 Jumlah siswa yang 73,33 tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar
Tabel 4.4 Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III No Uraian
Hasil Siklus III
1
Nilai rata-rata tes formatif
69,33
2
Jumlah siswa yang tuntas belajar
26
3
Persentase ketuntasan belajar
86,67
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 69,33% dan dan 30 siswa yang telah tuntas sebanyak 26 siswa dan 4 siswa belummencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telahtercapai sebesar 86,67% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dan siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran interaktif yang membuat siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa Iebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. D. Revisi Pelaksanaan Pada siklus III guru telah menerapkan model pembelajaran interaktif dengan baik dan
Sulastri S.Pd* adalah Guru SD Negeri Kota 40 Banda Aceh
dilihat dan aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan Revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan model pembelajaran interaktif dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. E. Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Melalui hasil peneilitian ini rnenunjukkan bahwa model pembelajaran interaktif memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dan semakin mantapnya
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2015 Volume 22 Nomor 1
pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dan skIus I, II, dan Ill) yaitu masing-masing 61,33%, 46,93%, dan 69,33%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 1. Kemampuan Guru dalam mengelola Pembelajaran 2. Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA pada pokok bahasan Konduktor dan isolator panas dengan model pembelajaran interaktif yang paling dominan adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. SIMPULAN 1. Siklusi I Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran kooperatif model karya wisata memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dan semakin mantapnyapemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 61,33%, 66,93%, dan69,33%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Hambatan yang ditemukan pada penerapan model pembelajaraninteraktif adalah : siswa tidak aktif sepenuhnya dalam melakukan interaktif baik kelompok ahli maupun kelompok asal, siswa belum memanfaatkan waktu secara optimal dan siswa masih malu-malu dalam komunikasi atau mengantarkan pendapat. Cara mengatasi hambatan pada siklus I adalah: guru memberikan motivasi, membimbing, mengarahkan siswa dalam kegiatan pembelajaran, baik secara individual maupun kelompok, guru memberi ramburambu tentang batas waktu mulai dan melakukan penyajian materi secara demonstrasi, mengerjakan LKS dan evaluasi. Dan keseluruhan siklus I sampai II yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: dengan menggunakan model pembelajaran interaktif dapat meningkatkan
Sulastri S.Pd* adalah Guru SD Negeri Kota 40 Banda Aceh
209
kompetensi belajar IPA untuk siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 40, hambatan-hambatan dalam penerapan model pembelajaran interaktif dapat diatasi dengan penentuan materi dan pembatasan materi. Setiap siklus selalu membawa dampak yang positif ke arah peningkatan penguasaan konsep IPA siswa kelas VI SD Negeri 40 Kota Banda Aceh. Saran-saran 1. Bagi Guru a. Guru IPA perlu menerapkan model pembelajaran interaktif menyampaikan materi konduktor dan isolator panas. Model pembelajaran interaktif dengan ini juga bisa diterapkan untuk materibahasan lainnya yang berhubungan dengan peristiwa sehari- hari,sehingga konsepkonsep IPA tidak mudah terlupakan. b. Guru SD perlu diadakan pelatihanpelatihan tentang penggunaan model pembelajaran interaktif dan memodifikasi berbagai metodepembelajaran dalam cooperative learning (Karya wisata, TGT, GI,Coop-Coop) sehingga pembelajaran dapat lebih bermakna bagi siswa. 2. Bagi Siswa a. Siswa harus selalu belajar dan berani mengeluarkan ide-idenya untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. b. Siswa harus bisa bekerja sama dengan orang lain. c. Siswa harus mengetahui bisa menumbuhkan motivasi berprestasinya untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon. Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilalan Program Pendidikczn. Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud. Dirjen Dikti. Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta Rineksa Cipta. Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pende katan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Sulastri, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa KelasVI
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendithkan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta. Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Alun and Bacon, Inc. Boston. Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptij Lembaga Penelitian Pendidilcan dan Penerangan Ekonomi. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta. Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. .Yoyakarta. Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Hamalik, Oemar. 1999. Kurikuum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hasibuan. JJ. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta. Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitían Tindakan Kelas. Makalah PanitianPelatihan Penulisan Karya Ilmiab untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban. Mursell, James (-). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars. Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya. Poerwodarminto.1991.kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Bina Ilmu. Rustiyah, N.K.1991.Strategi Belajar Mengaja. Jakarta:Bina Aksara Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Slameto, 1988. Evaluasi pendidikan. Jakarta:Bina Aksara. Soekamto, toeti. 1997. Teori belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta:PAUPPAI, Universitas Terbuka. Suryabrata,sumadi. 1990.psikologi pendidikan.yogyakarta: Andi Offset.
Sulastri S.Pd* adalah Guru SD Negeri Kota 40 Banda Aceh
210
Suryosubroto, b. 1997. Proses belajar mengajar di sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta. Usman, Moh.Uzer. 2001. menjadi guru profesional. bandung: remaja rosdakarya. Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik belajar dan mengajar. (terjemahan) Bandung: Jemmars.