IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Objek Penelitian Objek penelitian adalah Provinsi Sulawesi Tengah, yang didasarkan atas beberapa pertimbangan.
Pertama,
Provinsi
Sulawesi Tengah
memiliki
sumberdaya sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang sangat besar. Kedua, pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dikaji dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). 4.2. Jenis dan Sumber Data Untuk membangun model sistem neraca sosial ekonomi Sulawesi Tengah yang terdiri dari beberapa neraca, maka diperlukan beberapa jenis data sekunder seperti disajikan pada Tabel 4.
Setelah data yang disebutkan pada Tabel 4
diperoleh maka penghitungan nilai transaksi pada masing-masing sub matriks atau sel-sel matriks dalam kerangka Sistem Neraca Sosial Ekonomi dilakukan melalui pendekatan yang berbeda-beda. Data utama yang digunakan bersumber dari Tabel Input-Output Sulawesi Tengah 2005
yang menurunkan informasi tentang
distribusi nilai tambah yang diturunkan oleh berbagai sektor produksi. Data lain yang digunakan adalah data SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasional), neraca keuangan pemerintah daerah, neraca pembayaran luar negeri, sensus penduduk, dan Sakerda (Survey Angkatan Kerja Daerah), Supas (Survey Penduduk Antar Sensus), serta berbagai data hasil dari survey juga digunakan untuk melengkapi informasi yang ada.
86
Tabel 4. Jenis dan Sumber Data No.
Jenis Data
Sumber Data
1. Tabel Input - Output 2005
BPS Provinsi Sulawesi Tengah
2. Agregasi Sektoral
Agregasi Olahan
3. SUSEDA 2005
BPS Provinsi Sulawesi Tengah
4. SUSENAS Indonesia 2005
BPS Pusat Jakarta
5. Statistik Pertanian 2008
Dinas Pertanian dan Perkebunan, BPS Provinsi Sulawesi Tengah
6. SKTIR 2008 (Survey Khusus BPS Provinsi Sulawesi Tengah, Tabungan dan Investasi BPS Pusat Jakarta Rumahtangga) 7. INKESRA (Indikator Kesejahteraan BPS Provinsi Sulawesi Tengah, Rakyat) 2008 BPS Pusat Jakarta 8. APBD
Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Sulawesi Tengah
9. Penanaman Modal Daerah
BKPMD, Bappeda Sulawesi Tengah
10. PDRB 2008
Provinsi
BPS Provinsi Sulawesi Tengah
11. Produksi dan Perdagangan Sektor Dinas Pertanian dan Perkebunan, Pertanian Deperindag, BPS Provinsi Sulawesi Tengah 12. Data Lainnya
Instansi Terkait
13. Balancing SNSE 2008
Cross Entropy Olahan
Secara umum proses yang dilakukan dalam penyusunan kerangka Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sulawesi Tengah 2008 adalah :
87
1. Menetapkan penggolongan utama/klasifikasi atas berbagai transaksi dalam kerangka Sistem Neraca Sosial Ekonomi, secara garis besar terdiri dari : klasifikasi sektor produksi, klasifikasi faktor produksi, dan klasifikasi rumahtangga. 2. Melakukan
estimasi
tentang
besaran-besaran
nilai
transaksi
pada
masing-masing sel atau sub matriks. 3. Melakukan kompilasi dan restrukturisasi data penunjang lain seperti data tenaga kerja, jumlah penduduk dan rumahtangga. Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Sulawesi Tengah pada Tahun 2008 terdiri dari beberapa neraca, untuk itu penjelasan jenis data yang seperti yang dikemukakan oleh Ginting (2006) sebagai berikut : 1. Pendapatan Tenaga Kerja Data value added (nilai tambah) yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja (modal) di peroleh dari Tabel Input-Output pada komponen upah dan gaji (kode 201) dan surplus usaha (kode 202). Selain itu, perlu ditambahkan pula komponen penyusutan (kode 203) yang dianggap pula sebagai balas jasa faktor produksi bukan tenaga kerja (modal). Transaksi tersebut memberikan gambaran tentang komponen balas jasa faktor produksi yang dibayarkan oleh seluruh sektor produksi yang pada akhirnya akan menjadi sumber pendapatan faktor produksi, ataupun institusi yang sebagian besar dimiliki oleh rumahtangga. Balas jasa dalam faktor produksi tenaga kerja pada
Tabel
Input-Output yang dimunculkan hanya untuk tenaga kerja yang dibayar, sedangkan tenaga kerja yang tidak dibayar tidak dimunculkan, sehingga untuk kepentingan Sistem Neraca Sosial Ekonomi disini transaksi tersebut perlu
88
diperhitungkan secara terpisah. Tenaga kerja dibayar adalah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan ekonomi sebagai faktor produksi tenaga kerja dan memperoleh upah dan gaji sebagai balas jasa bagi faktor produksi yang telah diberikan (status tenaga kerja dibayar adalah buruh/karyawan), sedangkan tenaga kerja tidak dibayar adalah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan ekonomi produksi sebagai faktor produksi tenaga kerja (berstatus bukan buruh atau pengusaha) tetapi mereka tidak memperoleh sama sekali upah dan gaji sebagai balas jasa faktor produksi, contohnya adalah pekerja keluarga, selain itu ada juga sebagian dari mereka yang tidak memperoleh upah dan gaji karena balas jasanya (mixed income, property income) sudah tercakup dalam surplus usaha dari usaha yang mereka lakukan, contohnya adalah mereka yang bekerja sendiri. Balas jasa yang diperoleh tenaga kerja tidak dibayar dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi dinilai dalam bentuk imputasi upah dan gaji (imputed wages and salaries) yang diperhitungkan dari keuntungan usaha (sebagian kode 202 dalam Tabel Input-Output). Pada Tabel Input-Output Sulawesi Tengah total balas jasa tidak dimunculkan sebagai satu komponen tersendiri tetapi digabung dalam komponen surplus usaha (operating surplus). Balas jasa yang diperoleh tenaga kerja dibayar dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi didapat dari kode 201 dalam Tabel Input-Output. Dengan adanya perbedaan konsepsi tersebut maka total upah dan gaji yang terdapat dalam Tabel Input-Output (kode 201) tidak akan sama dengan total upah dan gaji yang dihitung dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi.
Alokasi nilai tambah
ke faktor produksi bukan tenaga kerja (kapital) dihitung berdasarkan porsi komponen balas jasanya yang berupa keuntungan (termasuk pajak langsung),
89
bunga modal, sewa tanah, sewa rumah dan pendapatan kepemilikan lainnya ditambah dengan penyusutan. Pengalokasian pendapatan faktor produksi baik tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja kepada pemilik faktor produksi baik itu rumahtangga, perusahaan maupun pemerintah dihitung berdasarkan pendekatan pada masing-masing kelompok pemilik faktor tersebut. Alokasi yang disebut sebagai proses distribusi yang menggambarkan titik temu transaksi yang terjadi antara produsen sebagai pihak yang membayarkan dan pemilik faktor sebagai penerima pendapatan. Berbagai sumber data digunakan diantaranya Survey Sosial Ekonomi Nasional, Tabel Input-Output serta survey khusus lainnya (Survey Khusus Tabungan dan Investasi Rumahtangga dan Survey Khusus Sosial Ekonomi Daerah). Tenaga kerja dibayar menerima pendapatan berupa upah dan gaji, tunjangan-tunjangan maupun fasilitas-fasilitas lain baik tunai maupun dalam bentuk natura, sedangkan tenaga kerja tidak dibayar seperti halnya pekerja pemilik dan pekerja keluarga memperoleh pendapatan dari bagian surplus usaha atau keuntungan, baik tunai maupun dalam bentuk natura.
Modal
merupakan faktor produksi selain tenaga kerja yang memperoleh pendapatan dalam bentuk bagian dari keuntungan, deviden, bunga, serta pendapatan kepemilikan lainnya. Pendapatan tersebut diestimasi dan berbagai data-data yang berkaitan dengan transaksi itu, yaitu dengan cara menghitung proporsinya dari pendapatan surplus usaha. 2. Transfer antar Institusi Transfer antar institusi meliputi pemberian yang bersifat tidak mengikat seperti halnya hibah, dimana transaksinya dilakukan antar unit
90
institusi baik secara individual maupun berkelompok. Institusi yang dimaksud adalah pemerintah, unit swasta, maupun rumahtangga. Transfer dari pemerintah ke rumahtangga diperoleh dari laporan keuangan pemerintah kemudian transfer antar rumahtangga diolah dari hasil Survey Khusus Tabungan dan Investasi Rumahtangga, sedangkan transfer lainnya diperoleh dari hasil survey khusus yang berkaitan dengan transfer institusi.
Sebagian
pengeluaran pemerintah untuk kesehatan dan pendidikan yang berupa subsidi, dicatat sebagai pengeluaran transfer pemerintah yang diberikan kepada rumahtangga. Pada sisi yang berbeda, pengeluaran pemerintah yang berupa subsidi tersebut menjadi penerimaan bagi rumahtangga, yang kemudian oleh rumahtangga dikeluarkan lagi sebagai pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan. 3. Pengeluaran Konsumsi Pembelian barang dan jasa hasil dari produksi domestik maupun impor oleh rumahtangga, pemerintah serta unit usaha untuk tujuan konsumsi akhir masuk dalam kategori pengeluaran konsumsi.
Pengeluaran konsumsi (akhir)
rumahtangga adalah pembelian berbagai jenis produk seperti:
sandang,
pangan, dan papan, (tidak termasuk pengeluaran untuk transfer). Pengeluaran konsumsi rumahtangga mencakup pula pengeluaran oleh lembaga swasta nirlaba. Sumber data utama yang digunakan adalah Tabel Input-Output Sulawesi Tengah Tahun 2005 (kode 301) yang dilengkapi dengan hasil dari survey-survey mengenai perilaku konsumsi rumahtangga seperti: Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Survey Khusus Tabungan dan Investasi Rumahtangga (SKTIR).
91
Pengeluaran
konsumsi
(akhir)
pemerintah
adalah
pengeluaran
pemerintah untuk barang dan jasa, misalnya untuk upah dan gaji, pembelian alat-alat kantor, dan sebagainya tidak termasuk pengeluaran untuk transfer. Sumber data utama yang digunakan untuk menghitung pengeluaran konsumsi pemerintah adalah dari publikasi neraca keuangan pemerintah yang mencatat tentang struktur pengeluaran pemerintah. Komposisi pengeluaran konsumsi pemerintah tersebut kemudian disesuaikan dengan Tabel Input-Output Sulawesi Tengah Tahun 2005 (kode 302).
Pengeluaran konsumsi akhir
pemerintah mencakup pengeluaran oleh unit pemerintah daerah yang terdiri dari berbagai departemen, lembaga non departemen, dan lembaga pemerintah lainnya
di
daerah,
termasuk
pemerintah
daerah
Provinsi,
daerah
Kabupaten/Kota, dan daerah desa. Pengeluaran badan usaha milik daerah bukan merupakan bagian dari pengeluaran konsumsi pemerintah tetapi digabungkan dengan sektor industri sesuai dengan penggolongan lapangan usahanya masing-masing. 3. Pengeluaran Konsumsi Antara Pengeluaran konsumsi perusahaan disebut sebagai konsumsi (input) antara yang mencakup pembelian dan penggunaan berbagai produk barang dan jasa baik yang berasal dari hasil produksi domestik maupun impor. Data mengenai input antara maupun biaya produksi perusahaan diolah dari Tabel Input-Output Sulawesi Tengah 2005. 4. Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung dan subsidi yang menggambarkan lalu lintas transfer dari perusahaan ke pemerintah (pajak tidak langsung) dan yang
92
kembali kepada masyarakat (subsidi) diolah dari laporan keuangan pemerintah dan dari Tabel Input-Output Sulawesi Tengah Tahun 2005. 5. Keuntungan yang Tidak Dibagikan Keuntungan yang tidak dibagikan atau dalam istilah lain disebut sebagai laba yang ditahan oleh perusahaan dihitung dari bagian surplus usaha yang bersumber dari Tabel Input-Output Sulawesi Tengah 2005 serta hasil pengolahan survey lainnya (Survey Khusus Tabungan dan Investasi Rumahtangga dan Survey Khusus Sosial Ekonomi Daerah). Keuntungan yang tidak dibagikan ini merupakan sumber tabungan bagi perusahaan. 6. Tabungan Tabungan merupakan bagian dari pendapatan/penerimaan yang tidak dikonsumsi oleh masyarakat. Data mengenai tabungan dapat diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan Daerah atau data SUSENAS dan SKTIR, Hasil Survey Industri serta Survey-Survey Khusus Lainnya untuk laba/keuntungan yang ditahan perusahaan, neraca keuangan pemerintah pusat dan daerah untuk tabungan pemerintah diperoleh dari statistik keuangan pemerintah daerah Sulawesi Tengah. 7. Transaksi Eksternal Transaksi eksternal ini merupakan transaksi yang terjadi antara ekonomi domestik dengan luar negeri (rest of the world) yang menyebabkan terjadinya aliran devisa baik masuk maupun keluar. Penerimaan maupun pengeluaran meliputi transaksi dari kegiatan ekspor dan impor, kompensasi faktor produksi tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja, pembayaran bunga, berbagai jenis transfer dari dan keluar negeri, hutang-piutang dan transaksi modal. Sumber data dari Tabel Input-Output Sulawesi Tengah dan data lain.
93
4.3.
Konstruksi Kerangka Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sulawesi Tengah Tahapan konstruksi kerangka Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)
Sulawesi Tengah, adalah penyiapan Tabel Input-Output (I-O), penyusunan neraca regional, penyusunan Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi regional dan meninterpretasikan secara deskriptif Tabel SNSE regional. Konstruksi model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Provinsi
Sulawesi Tengah dapat
dijelaskan pada Gambar 12. Tahapan dalam membangun Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sulawesi Tengah dimulai dengan melakukan agregasi Tabel Input-Output Sulawesi Tengah Tahun 2005. Mengingat sektor produksi yang di analisis di fokuskan pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian secara rinci sementara sektor tersebut pada Tabel Input-Output 2005 memiliki ukuran 50 x 50 sektor maka diagregasi menjadi 23 sektor, dan sektor pertanian di disagregasi menjadi 5 sub sektor pertanian ditambah dengan industri sektor pertanian. Secara lengkap disajikan pada Tabel 5. Sistem Neraca Sosial Ekonomi yang sudah diagregasi adalah data dari sisi neraca pengeluaran, sementara model SNSE mensyaratkan neraca pengeluaran sama dengan penerimaan, oleh karena itu harus dilakukan balancing pada neraca penerimaan agar dipenuhi persyaratan tersebut dengan menggunakan metode Cross Entropy.
Data-data yang telah melalui proses agregasi dan balancing
menjadi data dasar analisis SNSE. Dengan menggunakan analisis pengganda, dilakukan analisis pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian dalam perekonomian sektoral, terutama peran dalam produksi,
94
nilai tambah (PDB), penciptaan lapangan kerja (yang didekati dari nilai tambah tenaga kerja) dan keterkaitan (linkage) antar sektor. TABEL INPUT OUTPUT 2005
AGREGASI SEKTORAL
SUSEDA SNSE SULTENG
SUSENAS INDONESIA STATISTIK PERTANIAN SKTIR DATA LAINNYA
Konstruksi SNSE 2008 Cross Entropy
Balancing SNSE 2008
APLIKASI SNSE 2008
Analisis Multiplier
Dampak Ekonomi Sektoral
Distribusi Pendapatan R.umahtangga
Analisis Simulasi Kebijakan
Faktor Produksi
SUSEDA / SUSENAS
Keterkaitan Antar Sektor
Output
Analisis Kemiskinan (Total Poverty Gap)
Gambar 12. Konstruksi Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah
95
Tabel 5. Klasifikasi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah
Sektor Produksi
Institusi
T.K.Penerima Upah dan Gaji T.K.Bukan Penerima Upah dan Gaji Kapital Buruh Tani Pertanian Pendapatan Golongan Rendah di Desa Pertanian Pendapatan Golongan Tinggi di Desa Pendapatan Golongan Rendah di Desa Pendapatan Golongan Atas di Desa Pendapatan Golongan Rendah di Kota Pendapatan Golongan Atas di Kota Institusi Perusahaan Lainnya Pemerintah Sub Sektor Tanaman Pangan Sub Sektor Perkebunan Sub Sektor Peternakan Sub Sektor Kehutanan Sub Sektor Perikanan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Pertambangan Non Minyak dan Penggalian Industri makanan dan minuman Industri Kulit Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri Pupuk Kimia dan Barang dari Karet Industri Semen, Barang Galian bukan Logam Industri Logam Dasar Besi dan Baja Industri Alat Angkutan dan Industri Lainnya Listrik dan Air Bersih Bangunan / Kontruksi
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Perdagangan
30
Tenaga Kerja
Rumahtangga
Faktor Produksi
Restoran dan Hotel Angkutan dan Komunikasi Bank, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum, Pertahanan, Jasa dan Kegiatan Lainnya Neraca Kapital Pajak Tidak Langsung Anggaran Rutin dan Pembangunan Luar Negeri
1 2 3 4 5
31 32 33 34 35 36 37 38
96
Selanjutnya melalui model SNSE, dapat ditelusuri kepada faktor produksi apa saja besarnya pendapatan tersebut yang diterimakan. Misalnya berapa pendapatan yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja dan berapa besar untuk pemilik modal. Pendapatan yang didistribusikan kepada faktor produksi selanjutnya di redistribusikan ke institusi penerima, yaitu rumahtangga, pemerintah dan perusahaan. Institusi rumahtangga penerima kesejahteraan dirinci menurut beberapa golongan rumahtangga berdasarkan kepemilikan lahan pertanian, rumahtangga desa dan kota didasarkan pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian. Angka pengganda neraca digunakan untuk melakukan analisis simulasi kebijakan sehingga diperoleh dampak terhadap persentase perubahan pendapatan output sektoral dan pendapatan tenaga kerja sehingga dapat dihitung pendapatan sebelum dan sesudah simulasi. Data pendapatan tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis distribusi pendapatan sektoral dan tenaga kerja dengan data SNSE dan data pendukung lain. Untuk menganalisis distribusi pendapatan rumahtangga dan kemiskinan dengan menggunakan data survey sosial ekonomi daerah yang dibandingkan dengan survey sosial ekonomi nasional. Dengan demikian meskipun analisis distribusi pendapatan rumahtangga dan kemiskinan dilakukan diluar analisis SNSE, tetapi terdapat keterkaitan pembahasan antara kedua analisis tersebut. 4.4. Metode Analisis Setelah Sistem Neraca Sosial Ekonomi
Provinsi
Sulawesi Tengah
berhasil dibangun, maka selanjutnya dapat dianalisis hubungan antara satu neraca dengan neraca lainnya, seperti : analisis distribusi pendapatan faktorial
97
(tenaga kerja dan modal) dapat dilakukan dengan melihat hubungan antara neraca sektor produksi dengan neraca faktor produksi, analisis distribusi pendapatan rumahtangga dapat dilakukan dengan melihat hubungan antara neraca faktor produksi dengan neraca institusi, demikian halnya dengan neraca lainnya. Selain itu, dari Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi tersebut juga dapat ditunjukkan beberapa indikator ekonomi makro, seperti : pola pengeluaran rumahtangga, perusahaan dan pemerintah, tabungan regional dan investasi, alokasi nilai tambah faktor produksi, transfer dari/kepada rumahtangga, perusahaan,
struktur produksi dan lainnya.
Dengan demikian berarti bahwa
Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sulawesi Tengah yang dibangun sudah dapat digunakan untuk menjelaskan kinerja perekonomian. Metode analisis dalam penelitian ini : (1) ) analisis pengganda (multiplier effect), (2) distribusi pendapatan rumahtangga, (3) analisis jalur struktural (4) analisis kemiskinan, dan (5) analisis simulasi. Masing-masing metode analisis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 4.4.1. Analisis Pengganda Neraca Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui dampak dari perubahan neraca eksogen, misalnya investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian sebesar 1 unit terhadap pendapatan neraca endogen (faktor produksi, institusi rumahtangga, dan sektor produksi). Dalam penelitian ini, pengganda yang digunakan adalah dengan pendekatan rata-rata (M a ). Nilai tersebut dapat dihitung dengan cara membagi masing-masing elemen dari setiap neraca dengan nilai total keseluruhan. Secara matematis analisis pengganda neraca dapat dituliskan sebagai berikut :
98
−1
Aij = Tij t j , atau Tij = Aij t j ................................................................(4)
dimana : A ij
= kecenderungan pengeluaran rata-rata (average expenditure propensity) baris ke-i dan kolom ke-j
T ij
= elemen neraca baris ke-i dan kolom ke-j (neraca endogen)
tj
= total kolom ke-j Oleh karena itu kerangka SNSE dapat dituliskan dalam bentuk matriks
sebagai berikut : 0 t1 t A 2 = 2.1 t 3 0 t 4 0
0 A2.2 A3.2 A4.2
A1.3 X1 t1 0 X = t 2 = 2 .........................................(5) A3.3 X 3 t 3 X 4 A4.3
Dimana, X, adalah vektor kolom dari matriks Tij untuk masing-masing i = 1,2,3,4 (neraca eksogen). Karena Aij merupakan suatu matriks dengan unsur-unsurnya yang konstan, maka persamaan (5) dapat dituliskan sebagai berikut :
0 t1 0 t = A 2 2.1 A2.2 t3 0 A3.2 dan,
A1.3 t X 1 1 0 = t 2 + X 2 .....................................(6) A3.3 t3 X 3
t 4 = A4.2 t 2 + A4.3t 3 + X 4 ........................................................................(7) Berdasarkan persamaan (7) dapat dilihat bahwa nilai t 4 dapat dicari bila t 2 dan t 3 diketahui. Neraca t 4 dan neraca X i (i = 1,2,3,4) merupakan neraca eksogen dalam kerangka SNSE. Selanjutnya persamaan (6) dapat ditulis dalam notasi matriks sebagai berikut :
99
t = At + X ...........................................................................................(8)
t − At = X
( I − A)t = X
t = ( I − A) −1 X , atau
t = M a X ........................................................(9)
Dengan, M a = ( I − A) −1 yang disebut sebagai pengganda neraca (accounting multiplier).
Persamaan (9) menjelaskan bahwa pendapatan neraca endogen,
yaitu : neraca faktor produksi, neraca institusi, dan neraca sektor produksi akan berubah sebesar M a akibat perubahan neraca eksogen sebesar 1 unit. Dengan kata lain persamaan (9) dapat diturunkan : Secara umum :
δt = M aδX .............................................................................(10) Secara khusus :
δti / δX j = Maij ......................................................................(11) Dalam hal ini, δt i adalah perubahan neraca endogen ke-i (misalnya perubahan pendapatan pada institusi rumahtangga), δX j adalah perubahan neraca eksogen ke-j (misalnya perubahan pengeluaran investasi pemerintah dan swasta di sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian), dan Maij adalah pengganda neraca baris ke-i dan kolom ke-j. Persamaan (11) menjelaskan bahwa apabila pengeluaran neraca eksogen ke-j berubah sebesar 1 unit, maka pendapatan neraca endogen ke-i akan berubah sebesar Ma unit. Untuk melihat proses perubahan neraca endogen secara detail akibat dari perubahan neraca eksogen, maka dalam penelitian ini akan dilakukan analisis dekomposisi pengganda neraca Ma .
Dekomposisi tersebut dapat dilakukan
100
dalam bentuk perkalian (multiplicative) atau dalam bentuk pertambahan (additive).
Untuk ini prosedur akan dimulai dengan menuliskan kembali
persamaan (6) dalam bentuk sebagai berikut : t1 0 t = 0 2 t 3 0
0 A2.2 0
0 t 0 1 0 t 2 + A2.1 A3.3 t 3 0
A1.3 t X 1 1 0 t 2 + X 2 .........................(12) 0 t 3 X 3
0 0 A3.2
Penulisan persamaan (6) menjadi persamaan (12) dimaksudkan untuk dapat memisahkan elemen-elemen diagonal matriks A, yaitu A2.2 dan A3.3 dari elemen-elemen lainnya, yaitu
A2.1 , A3.2 , dan A1.3 .
Apabila matriks M a.1
adalah : I M a.1 = 0 0
( I − A2.2 ) −1 0 0 ( I − A3.3 ) −1 0
0
maka persamaan (9) dapat dituliskan sebagai berikut : 0 t = M a.1 A2.1 0
0 0 A3.2
A1.3 0 t + M a.1 X .........................................(13) 0
Persamaan (13) tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
t = A t + M a.1 X , dengan
0 A = M A 2.1 a .1 0
0 0 A3.2
A1.3 0 ..................................(14) 0
Dengan asumsi kebalikan matriks ( I − A2.2 ) −1 dan ( I − A3.3 ) −1 ada (exist), maka kedua matriks tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
101
( I − Ai.i ) −1 = I + Ai.i + Ai.i + ........ 2
3
Berarti ( I − Ai.i ) −1 mempunyai nilai yang selalu lebih besar dari I karena semua elemen Ai.i adalah positif.
Oleh karena itu M a.1 ada (exist).
Selanjutnya
persamaan (14) dapat ditulis menjadi : t = ( I − A) −1 M a.1 X , dengan asumsi bahwa matriks kebalikan ( I − A ) −1 ada. Matriks kebalikan ( I − A) −1 dapat dituliskan sebagai berikut : ( I − A ) −1 = I + A + A 2 + A 3 + .............
= ( I + A + A 2 ) ( I + A 3 + A 6 ) + .......) = ( I + A + A 2 ) ( I − A 3 ) −1 Sehingga, t = M a.3 M a.2 M a.1 X Dengan, M a.2 = ( I + A + A 2 )
M a.3 = ( I − A 3 ) −1 0 0 A = A2.1 0 0 A3.2
A1.3 0 0 0 = A 2.1 0 A 3.2 0 0
0 A1.3 A 3.2 A 2 = 0 0 A 3.2 A 2.1 0
A1.3 0 0
A 2.1 A1.3 0 0
A1.3 A 3.2 A 2.1 0 A 3 = 0 A 2.1 A1.3 A 3.2 0 0
0 A A A 3.2 2.1 1.3
0
102
Sehingga terlihat bahwa matriks M a dapat didekomposisi menjadi : M a = M a.3 M a.2 M a.1 ................................................................................................(15) Matriks M a dapat juga didekomposisi dalam bentuk pertambahan sebagai berikut: M a = I + ( M a.1 − I ) + ( M a.2 − I ) M a.1 + ( M a.3 − I ) M a.2 M a.1 = I + Ta + Oa + Ca ..............................................................(16) Bentuk pertama persamaan (16) menunjukkan matriks identitas, yang menggambarkan dampak awal injeksi terhadap neraca endogen.
Misalnya
terdapat kenaikan permintaan terhadap sektor pertanian dari neraca kapital (investasi). Kenaikan itu disebut injeksi awal. Sementara itu, bentuk kedua, ketiga dan keempat pada persamaan (16) masing-masing menunjukkan transfer (Ta), open loop (Oa) dan closed loop multipliers (Ca). Besarnya nilai pengganda Sistem Neraca Sosial Ekonomi menunjukkan besarnya keterkaitan intersektoral dalam perekonomian. Keterbatasan yang sering muncul dalam analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi secara konvensional meliputi asumsi purely demand, dengan kata lain, tidak ada hambatan penawaran, harga tetap dan koefisien pengeluaran untuk setiap perhitungan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi (Bautista, 2000). Perhitungan total pengganda neraca setiap sektor terdiri dari beberapa elemen nilai pengganda neraca, yaitu : 1. Pengganda Output Pengganda output ini menunjukkan total efek atau dampak terhadap output dalam perekonomian secara keseluruhan akibat adanya peningkatan permintaan output pada suatu sektor i dalam blok produksi dimana nilai pengganda ini diperoleh dari penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca di blok sektor
103
produksi sepanjang kolom sektor i. Nilai output pengganda ini juga menunjukkan besarnya keterkaitan antar sektor produksi dalam perekonomian sebagai total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan output dari sektor i sebesar satu satuan moneter kepada permintaan akhir. 2. Pengganda Keterkaitan antar Sektor Produksi Pengganda keterkaitan antar sektor produksi menunjukkan total efek atau dampak terhadap input dan output dalam perekonomian secara keseluruhan akibat adanya peningkatan permintaan input dan output pada suatu sektor i dalam blok faktor produksi dan sektor produksi dimana nilai pengganda ini diperoleh dari penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca di blok faktor produksi dan sektor produksi sepanjang kolom sektor i. 3. Pengganda Pendapatan Rumahtangga Pengganda pendapatan rumahtangga ini menunjukkan total efek atau dampak terhadap pendapatan rumahtangga dimana nilai pengganda ini diperoleh dari penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur yang termasuk kelompok rumahtangga (termasuk elemen blok institusi) sepanjang kolom sektor i. Pendapatan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi yang dimaksud adalah pendapatan yang diperoleh dari alokasi pendapatan yang diterima oleh rumahtangga (upah dan gaji, deviden, bunga, sewa, dan lain-lain) serta pembayaran transfer kepada rumahtangga. 4. Pengganda faktor produksi Pengganda faktor produksi menunjukkan total dampak terhadap penerimaan blok faktor produksi dimana blok faktor produksi terdiri dari tenaga
104
kerja dan modal. Pendapatan yang dimaksud dalam model SNSE adalah alokasi nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi kepada faktor-faktor produksi sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut, misalnya upah dan gaji sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga kerja, keuntungan, deviden, bunga, sewa dan lain-lain. Nilai pengganda ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur dalam blok faktor produksi (tenagakerja dan modal) sepanjang kolom sektor i. Selanjutnya nilai-nilai pengganda tersebut digunakan untuk meranking sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian, guna mengidentifikasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian
mana yang perlu
mendapat prioritas untuk dikembangkan. 4.4.2. Analisis Jalur Struktural Analisis jalur struktural dalam penelitian ini difokuskan pada jalur yang menghubungkan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian ke institusi rumahtangga. Analisis dilakukan untuk mengetahui jalur atau jaringan yang menghubungkan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian sampai ke institusi rumahtangga, yaitu pengaruh stimulus ekonomi yang diberikan ke sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian sebagai jalur asal ke institusi rumahtangga sebagai jalur tujuan. Dalam hal ini institusi rumahtangga didisagregasi menjadi tujuh golongan rumahtangga. Hubungan antara jalur sektor pertanian dan industri pengolahan hasil
pertanian dan
jalur
institusi
rumahtangga
serta
jalur-jalur
yang
dilewati dinyatakan melalui besaran koefisien pengaruh yang menunjukkan besaran pengeluaran. Perhitungan koefisien
tersebut menggunakan pendekatan
105
kecenderungan pengeluaran rata-rata (average expenditure propensity). Analisis jalur struktural menghasilkan banyak sekali jalur yang menghubungkan dampak stimulus di sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian ke institusi rumahtangga. Untuk itu jalur yang dianalisis dibatasi hanya melewati tujuh jalur seperti : dari sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian menuju faktor produksi tenaga kerja pertanian, non pertanian dan berakhir ke rumahtangga). 4.4.3. Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Metode analisis yang digunakan dalam mengukur distribusi pendapatan adalah menggunakan Theil index. Penggunaan metode tersebut didasari karena Theil index dapat didekomposisi menjadi ketimpangan dalam kelompok rumahtangga itu sendiri, dan ketimpangan antara kelompok rumahtangga. Koefisien Theil merupakan indeks yang bersifat non parametrik, yang sangat popular digunakan untuk menganalisis distribusi pendapatan. Keunggulan Theil index adalah sifatnya yang tidak terpengaruh oleh nilai-nilai ekstrim. Theil index juga tidak terpengaruh oleh perubahan jumlah populasi. Ada dua indeks Theil, yaitu indeks Theil-T yang menggunakan pembobot pangsa pendapatan dan indeks Theil-L menggunakan pembobot pangsa populasi.
Index ketimpangan tersebut
dapat diukur dengan rumus :
T =∑ i
Yij ∑j Y
Yij Y ln nij n
............................................................................(17)
dimana : Y ij
= total pendapatan rumahtangga dalam kelas pendapatan j untuk kelompok i
Y
= total pendapatan untuk semua rumahtangga
106
n ij
= jumlah rumahtangga dalam kelas
pendapatan j untuk
kelompok i n
= jumlah seluruh rumahtangga
Theil index dapat didekomposisi menjadi komponen dalam kelompok dan antar kelompok, dengan rumusnya adalah : Ketimpangan total = Ketimpangan kelompok + ketimpangan antarkelompok Yi Yi Yi Y T = ∑ Ti + ∑ ln = Tw + Tb ..................................................(18) i T j Y ni n dimana : Yi Yi Y Ti = ∑ ln j Y ni n
Untuk ukuran ketimpangan distribusi pendapatan sektoral dihitung dengan menggunakan L-Index.
Jika data tenaga kerja untuk setiap sektor produksi
tersedia, maka perhitungan L-index dapat dirumuskan sebagai berikut :
nij L = ∑∑ i j n
nij n ln Yij Y
........................................................................(19)
dimana : Y ij
= total pendapatan rumahtangga dalam kelas pendapatan j untuk kelompok i
Y
= total pendapatan untuk semua rumahtangga
n ij
= jumlah
tenaga kerja yang ada dalam masing-masing sektor
sebagai salah satu proxi untuk rumahtangga. n
= jumlah seluruh rumahtangga
Jumlah tenaga kerja yang ada dalam masing-masing sektor sebagai salah satu proxi untuk rumahtangga, karena sangat sulit untuk memperoleh jumlah
107
rumahtangga yang dirinci menurut sektor produksi. Ukuran L-index dapat pula dekomposisi menjadi 2 (dua) komponen, dengan rumus sebagai berikut : m
m
Wj
j =1
j =1
Vj
L = ∑ W j L j + ∑ W log
......................................................................(20)
m
∑W L j =1
m
j
j
= menunjukkan komponen within-inequality Wj
∑W log V j =1
= menunjukkan komponen between-inequality
j
dimana : Wj Vj
= sumbangan jumlah pekerja menurut kelompok pendapatan j = sumbangan jumlah pendapatan menurut kelompok penerima pendapatan j
m
= jumlah kelompok penerima pendapatan (j = 1,2,3, .......,m)
4.4.4. Analisis Kemiskinan Langkah awal untuk melakukan analisis kemiskinan adalah dengan menyiapkan data SUSENAS. Data tersebut digunakan untuk membentuk struktur data kelompok rumahtangga berdasarkan jenis pekerjaan, lokasi (desa-kota), ratarata pengeluaran maupun jumlah anggota rumahtangga. Dengan menggunakan batas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah, dapat ditetapkan jumlah rumahtangga yang tergolong miskin, yaitu rumahtangga yang memiliki pendapatan (yang diproksi dari pengeluaran) di bawah garis kemiskinan. Dalam penelitian ini data SUSENAS yang digunakan adalah data Tahun 2005, maka garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah yang dihitung melalui rata-rata pengeluaran perbulan dibawah garis kemiskinan.
108
Tahun 2005 garis kemiskinan ditetapkan sebesar Rp. 217 529 untuk perkotaan dan Rp. 189 653 untuk perdesaan. Data-data tersebut selanjutnya digunakan sebagai data dasar (base data) untuk menghitung index kemiskinan. Untuk menghitung index
kemiskinan,
data
pendapatan
rumahtangga
berdasarkan
golongan
rumahtangga (yang diproxi dari data pengeluaran), diubah ke dalam pendapatan masing-masing individu. Hal ini dilakukan karena perhitungan FGT poverty index didasarkan pada pengeluaran masing-masing individu atau per kapita penduduk miskin. Dalam menghitung pendapatan masing-masing individu sebagai dasar penghitungan kemiskinan ada dua pendekatan, yaitu : 1. Pendekatan berdasarkan rata-rata per kapita. Rata-rata perkapita ini belum mempertimbangkan tingkat konsumsi menurut golongan umur, jenis kelamin dan skala ekonomi dalam konsumsi. 2.
Pendekatan berdasarkan skala ekivalensi atau Equivalence Scales (ES), yang menunjukkan ukuran pendapatan relatif dari masing-masing rumahtangga yang berbeda untuk mencapai standar hidup. Dalam penelitian ini penghitungan melalui pendekatan skala ekivalensi
didasarkan pada kenyataan bahwa kriteria untuk menentukan garis kemiskinan pada umumnya lebih banyak
didasarkan pada kecukupan kebutuhan energi
kalori, sementara kebutuhan kecukupan pangan individu berbeda menurut umur dan jenis kelamin. Selanjutnya analisis simulasi kebijakan juga digunakan untuk menganalisis kemiskinan. Index kekurangan pendapatan total (total poverty gap) dengan menggunakan data SUSEDA/SUSENAS. Meskipun menggunakan analisis diluar model SNSE, pada dasarnya analisis kemiskinan dalam penelitian ini tetap mengacu pada kerangka SNSE, karena: (1) kelompok rumahtangga pada
109
model
SNSE
disusun
berdasarkan
data
SUSEDA/SUSENAS,
dan
(2)
penggolongan rumahtangga pada data SUSEDA/SUSENAS dibuat mengikuti pengelompokan rumahtangga yang terdapat dalam neraca SNSE. Untuk menghitung index kemiskinan, data pendapatan rumahtangga berdasarkan golongan rumahtangga (yang diproxi dari data pengeluaran), diubah ke dalam pendapatan masing-masing individu. Hal ini dilakukan karena perhitungan total poverty gap index didasarkan pada pengeluaran masing-masing individu atau per kapita penduduk miskin. Formula Foster-Greer-Thorbecke poverty index dinyatakan sebagai berikut (Cockburn, 2001). P α (y;z) =
1 q z − yi ∑ n i =1 z
α
(α ≥ 0) ................................................
(21) dimana : yi
= rata-rata nilai rumahtangga
pengeluaran per kapita individu ke i dalam yang sudah
diranking
berdasarkan
tingkat
pengeluaran n
= total populasi
q
= jumlah populasi miskin
z
= batas kemiskinan
sehingga poverty gap ratio adalah G i = (z – yi )/z, dimana G i = 0 pada saat y i > z. Dalam formula di atas memiliki angka nilai α terdiri dari : 1. Jika α = 0, P 0 menyatakan headcount index, merupakan proporsi populasi yang berada dibawah garis kemiskinan. Formula di atas akan menjadi:
1 q z − yi P 0 (y;z) = ∑ , atau P0 = q/n. n i =1 z 0
110
Jika misalnya sebanyak 30 persen populasi adalah kelompok miskin, maka P 0 = 0.3. 2. Jika α = 1, menunjukkan ukuran poverty gap ratio dimana masing-masing penduduk miskin dibobot berdasarkan jarak relatif mereka dari garis kemiskinan. Formula (2) menjadi: P 1 = 1/n
∑ ( z − y )/z. i
Misalkan besaran P 1 = 0.2 artinya total kesenjangan kemiskinan seluruh populasi miskin terhadap garis kemiskinan adalah 20 persen, sedangkan P 1 /P 0 =1/q
∑ (z − y
i
)/z adalah rata-rata kesenjangan kemiskinan (poverty
gap) yang dinyatakan sebagai proporsi terhadap garis kemiskinan. 3. Jika α = 2, formula (2) menjadi:
1 q z − yi P 2 (y;z) = ∑ n i =1 z
2
.
Artinya bobot yang diberikan kepada masing-masing penduduk miskin proporsional dengan kuadrat kekurangan pendapatan mereka terhadap garis kemiskinan. Index tersebut merupakan ukuran yang sensitif terhadap perubahan pendapatan atau distribusi pendapatan populasi miskin (distributionally sensitive index). Ukuran ini dinamakan rasio ‘keparahan’ kemiskinan (poverty severity). Pengukuran kemiskinan dengan FGT index dapat digunakan juga apabila populasi rumahtangga akan dipisahkan (disaggregated) menurut kelompok (sub-group) populasi sehingga kontribusi masing-masing kelompok dapat diketahui. Dalam penelitian ini populasi dibagi menjadi 7 kelompok maka profil kemiskinan akan digambarkan melalui P j untuk j = 1,...,7.
111
Pj =
1 7 p ( z j , y ij ).................................................................................(22) ∑ n j =1
Selain itu kemiskinan agregat sebagai rata-rata ukuran kemiskinan kelompok, diformulasikan sebagai:
P=
1 7 ∑ Pj N j ........................................................................................(23) n j =1
dimana: P j = ukuran kemiskinan untuk kelompok j, dimana j = 1,......,7. N j = jumlah populasi kelompok j y i j = rata-rata pengeluaran individu i yang berada pada kelompok j i
= individu 1,...,n j yang berada dalam kelompok j.
Profil kemiskinan menurut kelompok tersebut akan menggambarkan konsistensi, dimana ketika kemiskinan dalam suatu kelompok meningkat, maka secara agregat kemiskinan populasi juga akan meningkat, demikian sebaliknya. 4.4.5. Analisis Simulasi Simulasi yang dilakukan bertujuan untuk melihat apakah sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian merupakan sektor yang dapat mempengaruhi distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan rumahtangga di Provinsi Sulawesi Tengah, maka skenario kebijakan dari penelitian ini adalah : Skenario 1:
Simulasi peningkatan investasi pemerintah dan swasta untuk sub sektor tanaman pangan sebesar 10 persen.
Skenario 2:
Simulasi peningkatan investasi pemerintah dan swasta untuk sub sektor tanaman perkebunan sebesar 10 persen.
Skenario 3:
Simulasi
peningkatan
investasi pemerintah dan swasta untuk
industri pengolahan makanan dan minuman sebesar 10 persen .
112
Skenario 4:
Simulasi peningkatan investasi pemerintah dan swasta untuk industri pengolahan hasil hutan sebesar 10 persen.
Skenario 5:
Simulasi peningkatan investasi pemerintah dan swasta sektor pertambangan minyak dan gas bumi sebesar 10 persen.
Simulasi 6:
Simulasi peningkatan investasi pemerintah dan swasta sektor perdagangan sebesar 10 persen
Skenario 7:
Simulasi peningkatan investasi pemerintah dan swasta sektor jasa hotel dan restoran sebesar 10 persen.
4.5. Asumsi Analisis Asumsi
yang
mendasari
penelitian
untuk
menggambarkan
dan
meramalkan perekonomian wilayah Sulawesi Tengah dalam model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), maka ini, (1), Tiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan tidak ada substitusi secara otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda-beda (homogenitas). (2), Hubungan antara input dan output didalam tiap sektor merupakan fungsi linear yaitu jumlah tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor-sektor tersebut (Proporsional). (3)
Efek total dari kegiatan produksi di berbagai sektor
merupakan penjumlahan dari efek masing-masing kegiatan. (4). Sisi penawaran selalu dapat merespon perubahan sisi permintaan, sehingga interaksi permintaan dan penawaran tidak pernah menimbulkan kesenjangan antara keduanya (Kapasitas sumberdaya berlebih).
Konsekuensinya harga-harga tidak pernah
berubah atau harga tetap (fixed price) dan bersifat eksogen (tidak muncul dalam persamaan SNSE).