IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Kawasan Bandung Utara (disingkat KBU). Wilayah KBU memiliki luas total sekitar 38548,33 ha yang secara administratif berada di dalam tiga wilayah administrasi pemerintahan yaitu Kota Cimahi terdiri dari 2 kecamatan dan 9 kelurahan, Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 7 kecamatan dan 51 desa, Kabupaten Bandung terdiri dari 2 kecamatan dan 11 dessa, serta Kota Bandung terdiri dari 10 kecamatan dan 35 kelurahan. B. Metode Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk (1) mengetahui struktur ruang KBU terutama terkait dengan hirarki kota dan sistem perkotaan, sistem penggunaan lahan kota dan diferensiasi perubahan guna lahan dari guna lahan kota sampai ke guna lahan kedesaan.; (2) mengetahui tingkat transformasi struktur penggunaan lahan sebagai dasar pemberian insentif dan disinsentif; (3) menghitung besaran nilai manfaat hidrologi untuk rumah tangga; (4) menghitung besaran nilai lahan berdasarkan NJOP, harga jual setempat dan nilai harapan tanah, dengan mempertimbangkan zona guna lahan; (5) menghitung besaran PDR dan PES serta efektivitasnya di setiap zona guna lahan dan wilayah administrasi kabupaten/kota di KBU; (6) merumuskan konsep penerapan PES dan PDR; dan (5) merumuskan tahapan kemungkinan penerapan PES dan PDR.
C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis Data Data utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data struktur ruang kota Data utama, berupa: -
Data pusat-pusat pertumbuhan yang ada
-
Data kedudukan kota
-
Jangkauan pelayanan kota
82
-
Kepadatan penduduk
-
Fasilitas pelayanan
-
Infrastruktur
-
Jenis kegiatan utama
b. Data tingkat kerawanan perubahan guna lahan Data utama berupa: -
Asal perjalanan dan tujuan perjalanan pada lokasi tertentu
-
Data guna lahan
-
Jarak antar pusat pertumbuhan
c. Data nilai lahan dan produktivitas lahan Data utama berupa: -
NJOP tiap kelas tanah
-
Harga jual tanah pertanian dan tanah permukiman
-
Harga bangunan (rumah)
-
Biaya produksi pertanian, jumlah produksi pertanian dan harga jual pertanian
d. Data jasa lingkungan (hidrologis) Data utama berupa: -
Jumlah rumah tangga yang tinggal menetap
-
Pendapatan rata-rata per tahun setiap anggota rumah keluarga
-
Sumber air rumah tangga
-
Jumlah air rata-rata yang dibutuhkan dalam satu hari
-
Korbanan yang dilakukan rumah tangga untuk memperoleh satu meter kubik air (biaya pengadaan, seperti biaya operasi, biaya perawatan untuk jangka waktu tertentu)
e. Data nilai harapan tanah -
Luas hutan produksi dan hutan lindung di KBU
-
Jumlah pohon per kelas umur
-
Jumlah pohon yang dijarangi tiap kelas umur
-
Produksi getah per pohon per kelas umur
-
Jumlah produksi kayu penjarangan dan akhir per ukuran diameter
83
-
Biaya produksi
-
Biaya penanaman sampai awal pemanenan
-
Suku bunga
f. Data penetapan harga insentif PDR dan PES -
Data status kepemilikan lahan KBU
-
Data luas wilayah masing-masing kabupaten/kota di KBU
-
Data penyebaran luas guna lahan di KBU
-
Data luas kawasan lindung bukan kawasan hutan
g. Data kebijakan dan APBD -
Data kebijakan terkait dengan KBU
-
Data APBD Kabupaten/Kota yang masuk KBU
Data penunjang yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: -
Data umum lokasi penelitian
-
Peta Kawasan Bandung Utara
-
Peta Peta Hutan Produksi dan Hutan Lindung
-
Data monografi desa
Metode Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan cara: a. Studi literatur untuk mengumpulkan data terkait dengan data kebijakan dan APBD, profil desa, monografi desa, data terkait diferensiasi guna lahan, peta-peta dan sebagainya; b. Obeservasi dengan mengamati segala hal yang berhubungan dengan KBU baik menyangkut permukiman, lahan pertanian, perkotaan maupun hutan c. Wawancara
D. Alur Penelitian Secara skematis alur penelitian dalam menentukan besaran PDR dan PES dalam mencegah terjadinya perubahan guna lahan dan mendorong menanam pohon di KBU untuk meningkatkan efektivitas pengendalian tata ruang dapat dilihat pada gambar berikut.
84 PENGENDALIAN TATA RUANG KBU
ANALISIS STRUKTUR RUANG KBU
ANALISIS NILAI LAHAN
Lahan Hutan
Lahan Milik
Harga jual lahan
Guna Lahan
ANALISIS NILAI JASA HIDROLOGI
Hirarki Kota
Surplus Konsumen
NHTp Diferensiasi Guna Lahan
NHTh
PES
PDR
KLNH dan H
Zona Guna Lahan NPV Jasa Hidrologi
PES KLNH & PES H
PDR Zona Gina
Lahan
Efektivitas PES
Efektivitas PDR
Nilai Jasa Hidrologi
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN TATA RUANG
Gambar 15. Alur Penelitian
85
E. Metode Analisis 1. Analisis Penentuan struktur ruang KBU Struktur ruang KBU yang akan diteliti adalah hirarki kota dan sistem perkotaan yang ada di KBU, sistem penggunaan lahan kota dan diferensiasi perubahan guna lahan dari guna lahan kota sampai ke guna lahan kedesaan dan transformasi struktur penggunaan lahan. Penentuan hirarki kota ditujukan untuk mengetahui satuan-satuan wilayah pengembangan (SWP) yang menjadi dasar untuk mengetahui sistem penggunaan lahan di setiap SWP dan diferensiasinya. a. Penentuan hirarki kota Metode penentuan hirarki kota dan sistem perkotaan dilakukan dengan cara mengidentifikasi perkembangan fasilitas pelayanan dan infrastruktur dari pusat-pusat pertumbuhan yang telah diidentifikasi sebelumnya. Adapun fasilitas pelayanan dan infrastruktur yang jadi indikator masing-masing pusat pertumbuhan adalah sebagai berikut:
Kedudukannya sebagai pusat pemerintahan atau pelayanan umum lainnya;
Jangkauan pelayanan yakni cakupan luas pelayanan yang dibedakan atas jangkauan nasional, kabupaten dan lokal;
Kepadatan penduduk;
Fasilitas
pelayanan
yang
meliputi
fasilitas
pendidikan,
kesehatan,
perdagangan, pariwisata, dan fasillitas pelayanan lainnya.
Infrastruktur terkait dengan jaringan jalan, pelabuhan udara dan infrastruktur lainnya.
Kegiatan perdagangan dan peindustrian, dibedakan atas skala besar, sedang dan kecil.
Sebagai acuan penetapan orde kota adalah yang dikembangkan Sinulingga (2005) yang telah disesuaikan sebagaimana Tabel 23.
86
Tabel 23. Kriteria Penetapan Orde Kota di KBU Jangkauan Pelayanan km
Kepadatan penduduk per ha > 100 jiwa
Orde Kota
Kedudukan
I
Ibukota propinsi atau pusat-pusat pembangunan nasional atau ibukota provinsi
II
Ibukota kabupaten/ Cakupan kota, atau dan pusat propinsi dan pengembangan kabupaten/kota wilayah, atau kota besar
50 - 100
III
Ibukota kecamatan
Cakupan pelayanan beberapa kecamatan
20 – 50
Sekolah Menengah Atas, rumah sakit tipe C, pasar dan kantor pemerintah
IV
Ibukota kecamatan
Cakupan kecamatan ybs
5 – 20
SMP, puskesmas pembantu, kantor pemerintah
Sumber: Sinulingga (2005, hal. 68)
Cakupan nasional
Fasilitas pelayanan
Infrastruktur
Kegiatan
Universitas, rumah sakit tipe A, pusat import dan ekspor, gedung pembelajaan/pusat pasar, pusat bank/ kantor wilayah bank, dan kantor pemerintah Sekolah Menengah Atas, rumah sakit tipe B, pusat pasar/bank, kantor pemerintah
Lapangan udara internasional/ nasional, jalan nasional, station kereta api, terminal bis terpadu
Industri besar yang modern, ekspor, jasa perdagangan, dan perbankan internasional
Jalan nasional dan jalan propinsi, jaringan kereta api utama dan terminal bis Jalan provinsi dan jalan kabupaten, jalan kereta api, terminal bis Jalan kabupaten
Agro industri, jasa perdagangan, grosir, dan bank
Industri kecil, sortir dan penyimpanan hasil produksi
Perdagangan eceran, penyimpanan sementara hasil pertanian
87
b. Penentuan sistem penggunaan lahan kota Sistem penggunaan lahan kota yang diidentifikasi terlebih dahulu adalah penetapan zona perkotaan dan zona perumahan. Penetapan kedua zona ini didasarkan pada bangkitan perjalanan (trip generation) yang ditandai produksi perjalanan (trip production) atau asal perjalanan berasal dari perumahan dan tarikan perjalanan (trip atraction) atau tujuan dari kegiatan perkantoran, perdagangan, jasa, pendidikan, dan kegiatan perkotaan lainnya. Tingginya angka produksi perjalanan dibandingkan tarikan di suatu zona menandakan pemanfaatan lahan lebih dominan untuk kegiatan perumahan, sebaliknya angka tarikan perjalanan yang tinggi menunjukkan kegiatan perkotaan lebih dominan sehingga menarik perjalanan dari beberapa zona lainnya. Analisis produksi dan tarikan untuk Kota Bandung dan Kabupaten Bandung menggunakan hasil analisis sekunder hasil penelitian LPM-ITB (1998) dan proyeksi dari Bappeda Propinsi Jawa Barat (1998). Selain menggunakan bangkitan perjalanan penetapan zona perumahan dan zona perkotaan dilakukan dengan melihat kepadatan lalu lintas jaringan jalan yang dihitung dalam VCR (Volume – Capacity Ratio). Data yang digunakan adalah hasil perhitungan estimasi Bappeda Propinsi Jawa Barat (1998) untuk kurun waktu 2010 terhadap kapasitas jalan utama di KBU, dengan asumsi tidak ada penambahan jaringan jalan baru.
c. Metode penentuan diferensiasi penggunaan lahan KBU Metode penentuan diferensiasi penggunaan lahan kota dari daerah kekotaan (built-up area) sampai ke daerah kedesaan murni (rural areal), menggunakan metode segitiga penggunaan lahan desa – kota yang dikembangkan Yunus (2005), seperti gambar dan kriteria berikut:
88 D
E Rural - Urban Fringe Urban Fringe
0
Urral Fringe
25
Rural Fringe
50
100
75
100
A
100
75
75
50 50 B
C
25 25
A B C D E
: : : : :
Persentase jarak lahan kota ke desa Persentase guna lahan kota Persentas guna lahan desa Batas areal built-up kota Batas areal desa
Kriteria: Urban area Urban fringe area
: :
Urral fringe area
:
Rural fringe area
:
Rural area : Sumber: Yunus (2005, hal. 168)
Daerah dimana 100% penggunaan lahannya berorientasi kekotaan; Daerah yang sebagian besar guna lahan didominasi oleh bentuk bentuk guna lahan kekotaan atau > 60% penggunaan lahannya urban land use, dan <40% penggunaan lahannya rural land use. Terletak dari titik perbatasan “urban built up land” sampai ke jarak 40% dari titik tersebut (jarak dihitung dari urban real sampai rural real). Terjadi perubahan transformasi struktural penggunaan lahan sangat cepat walau tidak secepat urban area. Daerah yang persentase guna lahan kota seimbang dengan guna lahan desa berkisar antara 40 – 60%, dan dalam jangka pendek transformasi struktural penggunaan lahan akan terjadi walaupun tidak secepat pada subzone urban fringe. Daerah yang sebagian besar guna lahan didominasi oleh bentuk bentuk guna lahan kedesaan atau > 60% penggunaan lahannya rural land use, dan <40% penggunaan lahannya urban land use. Tereltak dari titik perbatasan rural sampai ke jarak 40% dari titik tersebut (jarak dihitung dari urban real sampai rural real). Terjadi perubahan transformasi struktural penggunaan lahan meskipun cukup lambat. Daerah dimana 100% penggunaan lahannya berorientasi agraris.
Gambar 16. Metode Segitiga Penentuan Penggunaan lahan Kota – Desa d. Metode penentuan tingkat transformasi struktural penggunaan lahan KBU Metode penentuan tingkat transformasi penggunaan lahan dilakukan dengan melakukan evaluasi arahan penggunaan lahan yang menunjukkan kesesuaian lahan yang dibedakan atas sawah irigasi teknis, tegalan/ladang, kebun campuran, tanaman sayuran, hutan sejenis dan hutan lebat. Lokasi-lokasi tersebut kemudian diidentifikasi letaknya terhadap subzone guna lahan. Kemudian sesuai dengan kategori subzone di atas, maka ditetapkan tingkat transformasi struktural penggunaan lahan di setiap jenis guna lahan.
89 2. Analisis Manfaat Hidrologi Sebagai acuan kelayakan dalam penerapan implementasi PDR dan PES adalah nilai manfaat hidrologis atas dasar nilai sumber air untuk kebutuhan rumah tangga. Konsumsi air untuk rumah tangga meliputi air untuk kebutuhan minum, memasak, dan MCK. Penentuan nilai ekonomi air untuk konsumsi kebutuhan rumah tangga dilakukan dengan metode biaya pengadaan yang merupakan modifikasi dari metode biaya perjalanan dan metode kontingensi dengan menggunakan kurva permintaan, yang tahapannya sebagai berikut: 1) Menentukan model (kurva) permintaan dengan meregresikan permintaan (Y) sebagai variabel terikat dengan harga (biaya pengadaan) sebagai variabel bebas dan faktor sosial ekonomi lainnya. Y = β0 + β1X1 + β2X2 + …. + βnXn
…………………………..............................(1)
Y
= Permintaan atau konsumsi (satuan atau kapita)
X1
= Biaya pengadaan (Rp/satuan)
β0
= Intersep
β1,2,3 .. n
= Koefisien regresi
X2, 3, ...n
= Peubah bebas/faktor sosek
2) Menentukan intersep baru β0’ fungsi permintaan dengan peubah bebas X1 dan faktor lain (X2, X3, … Xn) tetap sehingga persamaan menjadi : Y = β0’ + β1X 1 …………………………………………...........................................(2) 3) Menginversi persamaan fungsi asal sehingga X1 menjadi peubah terikat dan Y menjadi peubah bebas, sehingga persamaan menjadi : Y - β0’ X1 = ──── ………………………………………………………....................(3) β1 4) Menduga rata-rata WTP dengan cara mengintegralkan persamaan (3) a U = ∫ ƒ(Y)dY ........................................................................................................(4) 0 5) Menentukan nilai X1 pada saat Y dengan cara mensubstitusikan nilai Y ke persamaan (3) 6) Menentukan rata-rata nilai yang dikorbankan oleh konsumen dengan cara mengalikan X1 dengan Y. 7) Menentukan nilai total WTP, nilai yang dikorbankan dan surplus konsumen dengan cara mengalikan nilai tersebut dengan populasi.
Harga air dihitung berdasarkan pada biaya pengadaan, yaitu biaya yang harus dikorbankan untuk mendapatkan dan menggunakan air tersebut. Untuk penentuan nilai
90 ekonomi air rumah tangga, maka dihitung harga (biaya pengadaan) air untuk rumah tangga dengan rumus sebagai berikut : BPARTi HARTi
=
.................................................................................(5)
HARTi
= Harga/biaya pengadaan air responden ke i (Rp/ m3)
K RTi
dimana;
BPA RTi = Biaya pengadaan air rumah tangga ke i (Rp) = Jumlah kebutuhan air rumah tangga ke i (m3)
K RTi
Nilai ekonomi total air rumah tangga didasarkan pada konsumsi air rumah tangga per kapita sehingga pengganda yang digunakan adalah jumlah penduduk desa penelitian yang menggunakan air untuk kebutuhan rumah tangganya bersumber dari aliran yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu yakni yang mewakili DAS hulu, tengah dan hilir. Untuk menentukan total nilai penggunaan air digunakan rumus sebagai berikut: NART = RNART X P ....................................................................................(6) dimana; NART
= Nilai air rumah tangga (Rp/tahun)
RNART = Rata-rata nilai air rumah tangga (Rp/org/tahun) P Untuk
= Jumlah penduduk menjadi acuan kelayakan pemberian insentif atas model PDR dan PES
dihitung nilai air rumah tangga per satuan luas dengan rumus sebagai berikut: NART NARTHA =
.................................................................................(7) L
dimana; NARTHA
= Nilai Air Rumah Tangga Per ha per tahun (Rp/ha/tahun)
L
= Luas KBU dalam ha
Untuk menetapkan kelayakan pemberian insentif maka NART HA tersebut dilakukan discounting menjadi NART Had, dengan rumus sebagai berikut. NARTHA NARTHAd
=
1.0p r – 1
.................................................................................(8)
91 Suku bunga yang dipakai adalah suku bunga riil (p) yakni selisih antara re-rata BI rate dengan re-rata inflasi. Sedangkan waktu (r) yang dipakai adalah 20 tahun yakni analog dengan masa ekonomis rumah. Penetapan waktu 20 tahun ini dengan asumsi bahwa lahan pertanian jika dijual untuk dikonversi menjadi lahan permukiman dan diatasnya dibangun rumah. 3. Analisis Nilai Lahan Pertanian dan Permukiman Nilai tanah diartikan sebagai kekuatan nilai dari tanah untuk dipertukarkan dengan barang lain. Sebagai contoh tanah yang mempunyai produktivitas rendah seperti tanah padang rumput relatif lebih rendah nilainya karena keterbatasan dalam penggunaannya. Sedangkan nilai pasar tanah didefinisikan sebagai harga (yang diukur dalam satuan uang) yang dikehendaki oleh penjual dan pembeli (Shenkel, 1988 dalam Sutawijaya, 2004). Nilai lahan pertanian dan permukiman yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada nilai jual objek pajak (NJOP), harga jual setempat dan nilai harapan tanah (NHT). a. Nilai lahan berdasarkan NJOP Nilai lahan yang digunakan berdasarkan NJOP yang dilakukan melalui pencatatan bukti PBB dan dengan menggunakan metode CVM. Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP) lahan, yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Faktor-faktor yang diperhatikan dalam penentuan klasifikasi bumi adalah (1) letak, (2) peruntukan, (3) pemanfaatan, dan (4) kondidi lingkungan dan lain-lain. Sementara faktor-faktor yang diperhatikan dalam penentuan klasifikasi bangunan adalah: (1) bahan yang digunakan, (2) rekayasa, (3) letak dan (4) kondisi lingkungan dan lainlain. Berdasarkan criteria tersebut, maka NJOP dapat dijadikan gambaran nilai lahan saat sekarang. Klasifikasi besaran NJOP dibedakan atas NJOP di pusat kota (pertumbuhan) dan NJOP di daerah pengaruhnya (hinterland-nya) pada kisaran NJOP terkecil dan NJOP terbesar. b. Nilai lahan berdasarkan harga jual setempat Nilai lahan (tanah) pertanian dan permukiman berdasarkan harga jual setempat dihitung dengan menggunakan metode CVM (Contingent Valuation Method) yakni dengan cara menanyakan besarnya nilai kesediaan menjual lahannya yang dijadikan
92 responden. Besarnya nilai jual tanah dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : NLRt
= WTPrj ........................................................................................... (9)
n WTPrj = WTPij / nij ...........................................................................(10) i=1 dimana; NLRt WTPrj WTPij nij
= = = =
Nilai jual tanah pada zona guna lahan ke-j (Rp/m2) Rata-rata kesediaan menjual pada zona ke-j (Rp/m2) Kesediaan menjual responden ke- i pada zona ke -j (Rp/m2/orang) Jumlah responden (orang) pada zona ke-j
Dalam penelitian ini ingin diketahui pola hubungan nilai jual lahan pertanian dan permukiman yang dihipotesiskan dipengaruhi oleh variabel bebas yakni variabel kategori zona (x1) dan variabel hirarki kota (x2), maka digunakan analisis regresi berganda dengan metode stepwise (mengeluarkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh). Model regresi yang digunakan sebagai berikut : Yi = a + b1x1 + b2x2 ..........................................................................................(11) dimana; Yi = Nilai jual tanah (Rp/m2) a,b = konstanta x1, x2 = kategori zona lahan dan hirarki kota c. Nilai lahan pertanian berdasarkan nilai harapan tanah (NHT) KBU telah ditetapkan sebagai kawasan lindung dan diindikasikan memiliki kawasan konservasi potensial sangat tinggi dan tinggi mencapai 87% dari luas KBU, namun sebagian lahan milik dijadikan lahan budidaya pertanian. Kondisi ini mengingat status kepemilikan lahan di KBU didominasi oleh lahan milik (54%) dan lahan publik 46%. Maka untuk menghitung nilai lahan berdasarkan NHT menggunakan nilai harga sekarang (Net Present Value, NPV) dari budidaya tanaman pertanian. Oleh karena sebagian besar budidaya lahan pertanian didominasi oleh tanaman sayuran, sawah irigasi, bunga potong, ternak sapi perah, ternak sapi potong dan ternak domba; maka NPV yang dihitung berdasarkan NPV tanaman pertanian dan ternak. NHT dihitung sebagai berikut: Yr – E NHTp
=
1.0pr – 1
.................................................................................(12)
93 dimana; NHTp Yr p r E
= Nilai harapan tanah pertanian (Rp/m2) = Nilai bersih produksi hasil pertanian selama setahun (Rp/m2/thn) = Suku bunga riil = Lamanya produksi (thn) = Total pengeluaran setiap produksi selama setahun (Rp/m2/thn)
Tingkat suku bunga yang dipakai adalah suku bunga riil yakni selisih antara rerata BI rate dengan re-rata inflasi. Sedangkan lamanya waktu yang dipakai adalah 20 tahun yakni analog dengan masa ekonomis rumah. Penetapan waktu 20 tahun ini dengan asumsi bahwa lahan pertanian jika dijual untuk dikonversi menjadi lahan permukiman dan diatasnya dibangun rumah. Dalam penelitian ini ingin diketahui pola hubungan NHT lahan pertanian yang dihipotesiskan dipengaruhi oleh variabel bebas yakni variabel kategori zona (x1) dan variabel hirarki kota (x2), dengan model regresi berikut. Yi = a + b1x1 + b2x2 ..........................................................................................(13) dimana; Yi = Nilai harapan tanah (Rp/m2) a,b = konstanta x1, x2 = kategori zona lahan dan hirarki kota Variebal kategori zona direpresentasikan sebagai persentase lahan rural di setiap zona guna lahan yakni zona kekotaan memiliki persentase lahan rural (0%), sampai zona rural area yang memiliki persentase lahan rural (100%). Sedangkan hirarki kota diberikan definisi atas tingkat hirarki kota yakni orde 1 merupakan orde kota tertinggi dimana tidak ada fasilitas kekotaan yang tidak dipenuhi (0%), sampai orde IV dimana fasilitas kota tidak dipenuhi (100%). Metode yang digunakan adalah metode stepwise menggunakan software SPSS Versi 6.0. Berdasarkan hasil analisis regresi dibuatkan kurva sewa lahan (bid land rent curva) pertanian atas dasar NHT. 4. Analisis Nilai Bangunan Dalam penentuan nilai bangunan pun dilakukan dengan dua cara yaitu berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) bangunan yang dilakukan melalui pencatatan bukti PBB dan dengan menggunakan metode CVM. Faktor-faktor yang dijadikan dasar
94 klasifikasi bangunan dalam NJOP adalah (1) bahan yang digunakan, (2) rekayasa, (3) letak, dan (4) kondisi lingkungan dan lain-lain. Nilai bangunan dihitung dengan menggunakan metode CVM (Contingent Valuation Method) yakni dengan cara menanyakan besarnya nilai kesediaan menjual bangunan (rumah) dari responden. Besarnya nilai bangunan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : NLRb
= WTPb ............................................................................................(14)
WTPb
n = WTPi / ni .................................................................................(15) i=1
dimana : NLRb = Nilai Perumahan klasifikasi tipe rumahke-i (Rp/m2) WTPb = Rata-rata kesediaan menjual rumah (Rp/m2) WTPi = Kesediaan menjual responden ke i (Rp/m2/orang) ni = Jumlah responden (orang) Adapun klasifikasi rumah sebagai berikut: Tabel 24. Klasifikasi kelas rumah berdasarkan kondisi fisik bangunan No 1 2 3 4 5 6 7
Parameter Luas lantai Jenis lantai Jens atap
Kelas 1 < 50 m2 Tanah/tegel Ijuk/genteng tanah
Jenis dinding terluas Penerangan
Batako/papan kayu biasa/ bambu Minyak tanah/listrik (<450 Watt) Sumur/sungai
Sumber air minum MCK
Sungai/MCK umum
Kelas 2 50 – 120 m2 Tegel/keramik Genteng tanah/semen Tembok/ kayu indah Listrik (450 – 900 Watt) Sumur/PAM/ pompa air MCK Sendiri
Kelas 3 > 100 m2 Keramik/marmer Genteng tanah/ keramik/kayu Tembok/ kayu indah Listrik ( > 900 Watt) PAM/pompa air MCK Sendiri
Dalam penelitian ini ingin diketahui pola hubungan nilai bangunan yang dihipotesiskan dipengaruhi oleh variabel bebas yakni variabel kategori zona (x1) dan variabel hirarki kota (x2), dengan model regresi berikut. Yi = a + b1x1 + b 2x2 ..........................................................................................(16) dimana; Yi = Nilai bangunan (Rp/m2) a,b = konstanta x1, x2 = kategori zona lahan dan hirarki kota
95 Variebal kategori zona direpresentasikan sebagai persentasi lahan rural di setiap zon yakni zona kekotaan memiliki persentase lahan rural (0%), sampai zona rural area yang memiliki persentase lahan rural (100%). Sedangkan hirarki kota diberikan definisi atas tingkat hirarki kota yakni orde 1 merupakan orde kota tertinggi dimana tidak ada fasilitas kekotaan yang tidak dipenuhi (0%), sampai orde IV dimana fasilitas kota tidak dipenuhi (100%). Metode yang digunakan adalah metode stepwise menggunakan software SPSS Versi 6.0. Berdasarkan hasil analisis regresi dibuatkan kurva nilai bangunan. 5. Analisis nilai lahan berdasarkan NHT lahan hutan produksi Hutan produksi di KBU didominasi oleh jenis hutan pinus yang menghasilkan kayu dan getah, dengan asumsi sistem penanaman tidak dilakukan dengan sistem tumpangsari. Dengan demikian rente hutan didefinisikan sebagai nilai sekarang diskonto hanya dari tegakan kayu dan getah. Nilai tegakan kayu dihitung menggunakan nilai harapan tanah hutan per ha dengan rumus sebagai berikut: NHTH =
Yr + Ta1.0pr-a +
.....+ Tq1.0pr-a
- C.1.0pr
1.0pr – 1
-E
............(17)
dimana; NHTH = Nilai harapan tanah hutan Yr = Nilai bersih pada akhir daur Ta ..Tq = Nilai bersih penjarangan C = Biaya penanaman sampai awal pemanenan p = Suku bunga riil r = lamanya daur a .. q = Tahun penjarangan E = Total pengeluaran selama daur 6. Analisis Penentuan Besarnya Nilai PDR Lahan Milik Penggunaan NHT berdasarkan NPV diasumsikan sebagai harga dasar nilai jual tanah yang dipertimbangan pemilik lahan dalam menjual tanahnya, sehingga pemilik lahan akan menjual tanahnya apabila nilai jual tanah setempat melebihi NHTP nya. Terkait dengan penentuan besarnya nilai pembelian hak membangun (Purchase of development right, PDR) untuk menahan pemilik lahan tidak menjual lahannya menggunakan rumus sebagai berikut: PDR = NLRt – NHTp .........................................................................................(18)
96 dimana; PDR
= Nilai hak membangun (Rp/m2)
NLRt = Nilai jual tanah pada zona guna lahan (Rp/m2) NHTp = Nilai harapan tanah pertanian (Rp/m2) Sebagai ukuran efektivitas penerapan PDR adalah nilai manfaat hidrologi yang telah didiscounting (NARTHAd), oleh karena itu maka pembelian hak membangun diizinkan apabila NARTHAd > PDR. 7. Analisis Penentuan Besarnya Nilai insentif Penanam Pohon (PES) Penggunaan NHT hutan pinus produksi dalam penentuan besarnya pemberian insentif bagi penanam pohon untuk menanam pohon di lahannya, diasumsikan bahwa nilai produktivitas pohon lainnya sama dengan pohon pinus. Oleh karena itu petani akan menanam pohon dan tidak menebangnya apabila mendapatkan kompensasi dari NHT tertinggi yang akan diperoleh jika mengusahakan kayu dan getah pinus selama daur produksinya, dengan rumus sebagai berikut: PES = NHT HS – NHTHop .....................................................................................(19) dimana; PES
= Nilai jasa lingkungan hutan (Rp/ha)
NHTHS
= Nilai harapan tanah hutan tahun sewa (Rp/ha)
NHTHop
= Nilai harapan tanah hutan optimum (Rp/ha)
Sedangkan manfaat hidrologis yang diterima publik dari tidak menebang pohon tersebut adalah NARTHAd dalam waktu tidak terbatas. Oleh karena itu penentuan efektivitas lamanya pohon disewa pada saat selisih (NARTHAd) dengan PES tertinggi. 8. Implementasi Penerapan PDR dab PES di KBU Kemungkinan penerapan PDR dan PES akan dilihat dari dua aspek yakni aspek kebijakan terkait KBU dan aspek penyediaan anggaran APBD di 4 kabupaten/kota yang ada di KBU yakni Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung. Dari aspek kebijakan akan dibandingkan dengan prasyarat bisa diterapkannya PDR dan PES di negara-negara yang telah menggunakannya. Sementara dari aspek APBD, ingin melihat peluang APBD sebagai sumberdana pembelian hak membangun dan pemberian insentif penanaman pohon.