IV. KONDISI DAN PENGELOLAAN DAS GARANG
4.1
Kondisi Umum DAS Garang dan Kali Garang Daerah Aliran Sungai (DAS) Garang membentang lurus dari selatan ke
utara yaitu dari puncak Gunung Ungaran sampai pantai Laut Jawa dengan luas total kurang lebih 203,38 km2. Tiga anak sungai yang masuk ke Kali Garang adalah Sungai Kreo di sebelah barat, Sungai Kripik di tengah dan hulu Kali Garang di timur. Ketiga anak sungai ini bertemu di hulu Bendung Simongan . DAS Garang dibedakan menjadi tiga daerah toporafis yaitu: daerah tinggi (400–2050 m) merupakan lambung terjal Gunung Ungaran yang mempunyai Gunung api sejak jaman pelistocene.
Kelerengan antara 15 –
40%. Hutan
masih menutupi lambung yang paling curam, tetapi tegalan (jagung dan ubi kayu) dan sawah serta perkebunan (karet, teh, cengkih, rambutan dan kopi) dominan pada ketinggian 400 – 1000 m (Irianto et al., 1999). Daerah transisi merupakan dataran berbukit dengan ketinggian antara 50– 400 m. Jaringan hidrologi berkembang, ketiga anak sungai melewati lembah sempit dan berbelok-belok. Di dalam alur sungai ini banyak terdapat batu-batuan besar yang menyatakan bahwa aliran sungai deras sekali. Pemandangan di sekelilingnya adalah sawah, tegalan (kebun campur), dan bangunan. Daerah pantai dengan lebar 4 km, dahulu adalah rawa, tetapi hampir seluruhnya ditempati oleh persawahan, bangunan, perikanan (kolam) dan tegalan. Tiga anak sungai bertemu di daerah tugu suharto, kemudian mengalir melewati Bendung Simongan sampai ke laut. DAS Garang meliputi tiga daerah administrasi, yaitu: Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang. Kepadatan penduduk mencapai rata rata 795 orang/km2. Curah hujan tahunan di Semarang sekitar 2500 mm dan di kaki Gunung Ungaran > 4000 mm (JICA, 2000). Kali Garang merupakan suatu sistem dengan pola meranting, dengan demikian banyak anak sungainya. Anak sungai yang cukup besar yaitu Sungai Kreo dan Sungai Kripik (Gambar 19), di mana panjang aliran Kali Garang dari hulu sampai ke hilir kurang lebih 35 km. Kali Garang merupakan sungai pengangkut sedimen yang cukup besar untuk daerah Semarang dan sekitarnya terutama daerah-daerah sepanjang pantai Semarang .
51
Sumber: Irianto et al., (1999)
Gambar 19 Peta dan penggunaan lahan di DAS Garang
Berdasarkan data pokok pengairan yang dikeluarkan oleh Dinas PSDA Jawa Tengah (2006) menyebutkan bahwa Kali Garang mempunyai data umum sebagai berikut :
Panjang Sungai
: 35 km
Luas DAS
: 203,38 km2
Q Hilir
: 414,13 m3 / detik
Kemiringan dasar sungai
: 0,0129
Panjang Tanggul
: 4 km kanan dan kiri
52
Berdasarkan peta tata guna lahan untuk DAS Garang dan data sekunder dari
Badan Pertanahan Propinsi Jawa Tengah tahun 1998, lahan terbesar
adalah:
4.2
Sawah 54,22 km2
Kebun 49 km2;
Pemukiman 36,68 km2 ;
Hutan 17,33 km2 ;
Tegalan 15,13 km2 dan sisa lainnya berupa tambak dan padang rumput. Sistem Jaringan Hidrometri DAS Garang
4.2.1. Pemantauan Debit atau Tinggi Muka Air Saat ini pemantauan tinggi muka air sungai atau debit Kali Garang menggunakan AWLR (Automatic Water Level Recorder) mekanik dan dipasang di daerah Panjangan (pertengahan antara hulu dan hilir), Kalipancur (hulu Sungai Kreo) serta di Patemon (hulu anak Kali Garang). Akan tetapi untuk AWLR di Patemon telah hilang/rusak sejak tahun 2000. Pada tahun 1996-1999, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat dan CIRAD (Center for International Cooperation in Agricultural Research for Development) Perancis dalam rangka Kali Garang Pilot Project memasang alat pengukur cuaca atau AWS (Automatic Weather Station), curah hujan otomatis atau ARR (Automatic Rainfall Recorder) dan AWLR dengan sistem data logger. Lokasi-lokasi AWLR di DAS Garang baik yang dikelola oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA)/BMG dan Departemen Pertanian dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 20. Sedangkan bangunan AWLR yang dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum dapat dilihat dan Gambar 21. Tabel 5 Lokasi stasiun pengukur tinggi muka air LOKASI
FASILITAS
KONDISI
TAHUN
KETERANGAN
Panjangan
AWLR Kertas
Bagus
1998
Milik Dinas PSDA
Patemon
AWLR Kertas
Hilang
1990
Milik Dinas PSDA
AWLR Kreo
AWLR Kertas
Rusak
2002
Milik Dinas PSDA
Sikopek (hulu sungai Kreo) Jedung (hulu Kali Garang) Keji (hulu anak Kali Garang)
Data Logger
Rusak
1997
Data Logger
Rusak
1997
Data Logger
Rusak
1997
Milik Departeman Pertanian Milik Departeman Pertanian Milik Departeman Pertanian
53
Gambar 20 Lokasi penempatan stasiun AWLR dan ARR di DAS Garang.
a. AWLR Panjangan
b. AWLR Kreo
Gambar 21 Foto bangunan AWLR yang dikelola oleh Dinas PSDA Jawa Tengah
54
4.2.2. Pemantauan Curah Hujan Pemantauan curah hujan di DAS Garang baik di hulu sungai maupun di hilir sungai milik Departemen PU dan BMG masih menggunakan sistem manual dengan penakar hujan harian. Untuk penakar hujan otomatis (tipe Hilman) hanya ada 1 buah dan terpasang di Kantor Pusat BMG Semarang (hilir Kali Garang). Beberapa alat penakar curah hujan dan lokasi serta kondisi dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 20. Sedangkan bangunan ARR dan AWLR yang dikelola oleh Departemen Pertanian dapat dilihat pada Gambar 22. Tabel 6. Lokasi stasiun pengukur hujan di DAS Garang LOKASI
POSISI
FASILITAS
KONDISI
KETERANGAN
0
Data Logger
Baik
Milik Departemen Pertanian
0
Data Logger
Baik
Milik Departemen Pertanian
0
Data Logger
Rusak
Milik Departemen Pertanian
0
Data Logger
Rusak
Milik Departemen Pertanian
0
Data Logger
Baik
Milik Departemen Pertanian
0
Data Logger
Rusak
Milik Departemen Pertanian
o
Manual dan otomatis
Manual Bagus Otomatis Rusak
Dikelola PU dan BMG
o
Manual
Rusak
Dikelola PU dan BMG
o
Manual
Rusak
Dikelola PU dan BMG
o
Manual
Rusak
Dikelola PU dan BMG
o
Manual
Rusak
Dikelola PU dan BMG
BPP Pakopen
S 07 12’ 28.9” 0 E 110 23’ 16.7” Elevasi 540 m
BPP Gunungpati
S 07 05’ 05.9” 0 E 110 21’ 41.7” Elevasi 284 m
Sikopek (hulu sungai Kreo)
S 07 05’46.4” 0 E 110 20’ 26.4” Elevasi 300 m
Jedung (hulu Kali Garang)
S 07 04’43” 0 E 110 22’ 16.6” Elevasi 260 m
Nyatnyono
S 07 08’ 52.2” 0 E 110 22’ 37.2” Elevasi 650 m
Gonoharjo
S 07 08’ 75” 0 E 110 19’ 27” Elevasi 720 m
Gunung Pati (46)
S 07 05’10.6” E 110º22’03” Elev 294 m
Ungaran (65)
S 07 08’ E 110º24’ Elev 318 m
Simongan (42)
S 06 59’34.11” E 110º24’08.71” Elevasi 6 m
Sumur Jurang
S 07 06’20.02” E 110º23’11.51” Elevasi 336m
Ungaran 2 ( 64)
S 07 07’ E 110º25’ Elevasi 330 m
55
a. AWLR dan ARR di Sekopek (hulu Sungai Kripik)
b. ARR di Pakopen
Gambar 22 Foto stasiun AWLR dan ARR yang dikelola oleh Departemen Pertanian 4.3
Bendung Simongan Fasilitas lain yang cukup penting di lokasi Kali Garang adalah Bendung
Simongan. Bendung ini terletak di hilir Kali Garang kurang lebih 5 km dari pantai Semarang dan kurang lebih 2 km dari lokasi AWLR Panjangan. Dari hasil pengukuran oleh JICA tahun 2000, adalah 1,57 x 64,6 x h
1,5
rating curve pada Bendung Simongan
+ 1,8 x10,4 x h1,5 dengan h adalah tinggi muka air dari
puncak bendung. Berdasarkan rating curve tersebut dapat dibuat tabel antara tinggi muka air dari puncak bendung dengan debit seperti terlihat pada Tabel 7. Sedangkan gambar grafik rating curve dapat dilihat pada Gambar 23 di bawah ini.
Tabel 7
Hubungan antara tinggi air dari puncak bendung (m) dan debit (m3/dtk)
No
Tinggi Air dari Puncak Bendung (m)
Debit 3 (m /detik)
1
0,5
42
2
1
120
3
1,5
221
4
2
340
5
2,5
475
6
3
624
7
3,5
787
8
4
961
9
4,5
1147
56
5
Tinggi air dari puncak bendung (m)
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Q (m3 /detik)
Gambar 23 Grafik rating curve untuk Bendung Simongan Dari catatan kejadian banjir pada 25 Januari 1990 di Bendung Simongan ketinggian muka air dari puncak bendung mencapai 4,25 m dengan debit mencapai 1053 m3/detik seperti terlihat pada Tabel 8. Genangan pada saat banjir tahun 1990 dapat dilihat pada Lampiran II A serta Lampiran II B menggambarkan kapasitas Kali Garang dilihat dari Bendung Simongan hingga muara Kali Garang. Tabel 8 Kejadian penting banjir di Kali Garang Semarang Tinggi Air dari Puncak
Debit *
Bendung (m)
(m /detik)
28 Maret 1922
4,1
997
10 Januari 1963
4,2
1.034
22 Januari 1976
4,05
979
4,25
1.053
Tanggal Kejadian Banjir
25 Januari 1990 * rating curve = 1,57 x 64,6 x h
1,5
+ 1,8 x10,4 x h
3
1,5
Sistem pencatatan tinggi muka air di Bendung Simongan masih secara manual yaitu dengan melihat papan duga. Data dicatat dan dilaporkan ke Sub Dinas PU Pengairan Semarang setiap satu minggu sekali. Jika ada kejadian luar biasa (yaitu waspada, siaga dan awas) maka pencatatan dilakukan setiap 1 Jam, 30 menit ataupun terus menerus. Sistem pelaporan dalam keadaan siaga dengan menggunakan telepone umum (wartel). Sistem monitoring secara manual memiliki kelemahan kelemahan antara lain sebagai berikut : •
Petugas harus selalu mengunjungi lokasi pengukuran.
•
Pencatatan muka air secara manual sehingga akurasinya kurang.
57
•
Sistem monitoring secara berkala dan belum real time.
•
Pemberitahuan bahaya masih dilakukan manual dan satu persatu sehingga waktu tanggap belum dapat ditingkatkan.
•
Prosedur penyampaian pesan secara manual. Kecepatan, ketepatan dan prosedur tetap penyampaian pesan dan tindak
lanjut sangat tergantung kapabilitas operator. Waktu penyampaian pesan berpotensi terjadi keterlambatan sehingga berpotensi pula terjadi keterlambatan dalam pencegahan bencana. Karena adanya beberapa keterbatasan di atas maka saat ini di Kali Garang tidak terdapat sistem monitoring secara on line dan terintegrasi sehingga menyebabkan sulitnya dilakukan prediksi dan peringatan dini tentang bahaya banjir yang akan terjadi. Lebih jauh lagi tidak adanya informasi dan data yang dapat mendukung pengambilan keputusan dan tindakan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.
Gambar
24 di bawah
adalah kondisi bendung Simongan jika dilihat dari sisi hilir
Gambar 24 Bendung Simongan dilihat dari sisi hilir
4.4
Rencana Pengelolaan DAS Garang Untuk menangani masalah banjir di DAS Garang, maka pemerintah telah
melakukan penanganan pencegahan banjir secara struktur dan non struktur. Rencana pencegahan banjir di DAS Garang secara struktur untuk tahun 2009 s/d 20011 adalah pembangunan Waduk Jatibarang dan Normalisasi Kali Garang. Selain itu akan dilakukan pula pembangunan pompanisasi.
58
4.4.1. Mitigasi Bencana Banjir Kali Garang Secara Struktur Dalam upaya kegiatan pencegahan banjir secara struktur antara lain adalah normalisasi sungai, pembuatan dam dan pompanisasi. Untuk kegiatan pengendalian banjir di Kali Garang telah dilakukan kegiatan studi perencaanaan yang dilakukan oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) sejak tahun 1997 hingga tahun 2000. tercakup dalam satu paket disain pekerjaan “Flood Control , Urban Drainage and Water Resources Development in Semarang in the Republic of Indonesia“. Kegiatan ini meliputi tiga
paket yaitu: pembangunan
Waduk Jatibarang (Jatibarang Dam) dan normalisasi Kali Garang (Garang River Improvement) serta Urban Drainage System Improvement seperti terlihat pada Gambar 25.
Sumber : JICA (2000)
Gambar 25 Denah lokasi pekerjaan Jatibarang Dam, River Improvement for West Floodway/Garang River dan Urban Drainage System Improvement.
59
Untuk kegiatan Normalisasi Kali Garang terdapat tiga kegiatan yaitu: normalisasi Kali Garang dan rekonstruksi Bendung Simongan.
Sedangkan
Urban Drainage System improvment terdapat dua kegiatan yaitu Kali Semarang Improvement dan Pompanisasi Kali Asin/Kali Baru. Manfaat yang didapat dari ketiga kegiatan dari Flood Control, Urban Drainage and Water Resources Development dapat dilihat pada Gambar 26 dibawah ini.
U
Bandara A.Yani
Kec.Semarang Barat
at Banjir Kanal Bar
LAUT JAWA
Kec.Semarang Tengah
Rencana Kegiatan: - Perbaikan sungai (9.5 km) - Modifikasi bd. Simongan - Peninggian jembatan KA
Bd.Simongan
MANFAAT: Pengamanan terhadap banjir dengan periode ulang 25 tahunan (tanpa waduk) atau 50 tahunan (dengan waduk) k. Garang
k. Kr eo
k. Kripik
Luas DAS: 53 km2 Luas permukaan: 1.10 km2 3 Volume : 20.4 juta m
Rencana Kegiatan: - Pembangunan waduk - Pembangunan WTP II - Pembangunan PLTA
ar an g
WTP.K.Garang
Wd.Jatibarang
Kec.Mijen
k. Se m
Kec.Gunungpati
MANFAAT: - Penyediaan air minum kota Semarang (2.040 l/dt) - Pengendalian banjir - Pembangkit tenaga listrik (1.500 kW) MANFAAT TAK LANGSUNG: - Pengurangan pengambilan air bawah tanah dengan tersedianya air permukaan sehingga mengurangi penurunan muka tanah
LEGENDA Jalan raya Jalan kereta api
Kec. Ungaran
Batas DAS Sungai
G.Ungaran (2.050 m)
SKALA 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 Km
SISTIM PENGENDALIAN BANJIR SEMARANG - SUNGAI GARANG/BANJIR KANAL BARAT -
C/std/Bm/Banj/Garang.cdr
Gambar 26 Manfaat dari rencana pekerjaan Flood Control , Urban Drainage and Water Resources Development
60
4.4.2. Mitigasi Bencana Banjir Kali Garang Secara Non Struktur Pertumbuhan
penduduk
dan
pembangunan
yang
begitu
cepat
menyebabkan perubahan tata guna lahan tak terhindarkan. Banyak lahan-lahan yang semula berupa lahan terbuka dan/atau hutan berubah menjadi areal permukiman maupun industri. Hal ini tidak hanya terjadi di kawasan perkotaan, namun sudah merambah ke kawasan budidaya dan kawasan lindung, yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Dampak dari perubahan tata guna lahan tersebut adalah meningkatnya aliran permukaan langsung sekaligus menurunnya air yang meresap ke dalam tanah. Akibat selanjutnya distribusi air yang makin timpang antara musim penghujan dan musim kemarau, debit banjir meningkat dan ancaman kekeringan makin menjadi-jadi. Secara umum penggunaan tanah di DAS Garang dapat dibagi menjadi tujuh macam yaitu; tanah rawa, tegalan, kebun capuran, hutan, perkebunan dan pemukiman. Hutan terdapat di hulu Kali Garang yaitu di derah sebagian Ungaran Utara (Kab Ungaran), Gunungpati dan Mijen (Kota Semarang). Sejak 20 tahun terakhir ini, di hulu DAS Garang perubahan lahan
dari lahan hijuan/terbuka
terdapat berbagai
menjadi perumahan/pabrik. Dari
survey bulan Agustus 2008, terdapat banyak komplek perumahan di sekitar DAS Garang.
Secara
umum
komplek
perumahan
di
DAS
Garang
dapat
dikelompokkan menjadi dua lokasi yaitu yang terdapat di hulu Kali Garang dan hulu Kali kripik / Kreo seperti terlihat pada Tabel 9. Dari Tabel 9 di bawah dapat dilihat bahwa banyak perubahan lahan terutama tegalan, kebun campuran, hutan, serta sawah berubah menjadi komplek perumahan. Dari tahun 1980 sampai dengan 2008 untuk hulu Kali Garang terdapat perubahan lahan hijau kurang lebih sebesar 325 Ha menjadi lahan perumahan. Selain itu juga terdapat perubahan lahan hijau menjadi lahan rumah tinggal secara pribadi. Untuk mencegah terjadinya perubahan tata guna lahan, maka pada tahun 2004 pemerintah Kota Semarang mengeluarkan Perda No 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Semarang. Dalam kebijakan tata ruang Kota Semarang, pemanfaatan ruang pada kawasan hulu DAS Garang berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan pengelolaan DAS secara terpadu dari hulu ke hilir, dengan melibatkan seluruh pemangku
kebijakan
pembangunan
DAS
yang Kali
terkait Garang
(Stake akan
Holders).
Dengan
memperhatikan
demkian
perimbangan-
61
perimbangan antara ruang untuk pengembangan dengan ruang untuk fungsi ekologis secara serasi dan terpadu dalam kerangka keseimbangan dan kelestarian ekosistemnya. Tabel 9 NO
Perubahan tata guna lahan sekitar hulu Kali. Garang, Kali Kripik dan Kreo
NAMA PERUMAHAN
TOTAL AREA
LAHAN SEBELUMNYA
MULAI DIBANGUN
Lokasi Hulu K Garang 1
Rumpun Diponegoro
20
Ha
Tegalan, kebun campuran
1980
2
Srondol Asri
10
Ha
Tegalan, kebun campuran
1990
3
`
5
Ha
Tegalan, kebun campuran
1995
4
Perumahan PLN
15
Ha
Tegalan
1995
5
P4A
45
Ha
1997
6
Mapagan Permai
10
Ha
Kebun campuran, tegalan, hutan Tegalan, kebun campuran
7
Trangkil Sejahtera
7
Ha
Tegalan, kebun campuran
1997
8
Villa Regency
10
Ha
Tegalan
2000
9
Bukit Sentosa
5
Ha
Tegalan
2005
10
Griya Sakinah
8
Ha
Sawah
2008
11
Bukit Wahid
30
Ha
Tegalan, kebun campuran
2008
50
Ha
Tegalan, hutan
1995
1997
Lokasi Hulu K Kreo & Kripik 1
Bukit Manyaran Permai
2
Perum Kandri Pesona Asri
3
Perum Bukit Sukorejo
4
Puri Sartika
5
Green Wood Estate
6
Permata Safir
7
Puri Ayodia
8
Perum Sekar Gading
9
Kuasen Rejo
10
Kampung Hollywood
20
7
Ha
Tegalan, hutan
1997
10
Ha
Tegalan
1998
5
Ha
Tegalan
2000
15
Ha
Tegalan
2000
8
Ha
Tegalan
2000
10
Ha
Tegalan
2000
5
Ha
Hutan
2004
30
Ha
Tegalan, hutan
2006
Ha
Tegalan
2007
Dalam pencegahan banjir secara non struktur untuk DAS Garang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
Upaya non struktur kawasan hulu.
Upaya non struktur kawasan hilir.
Untuk upaya non struktur di kawasan hulu lebih ditekankan pada pembuatan embung, penghijuan serta pencegahan perubahan tata guna lahan dari lahan hijau/terbuka menjadi lahan permukiman. Untuk
lokasi hilir ditekankan pada
penghijuan kembali serta pembuatan tampungan air. Hal ini dikarenakan kawasan hilir didominasi oleh lahan permukiman dan pertokoan/usaha. Bentuk sumur resapan untuk kawasan hulu dan tampungan air untuk kawasan hilir
62
dapat dilihat pada Gambar 27 dan 28. Sedangkan bentuk-bentuk kegiatan yang dikelompokkan ada di hulu dan hilir DAS Garang dapat dilihat pada Tabel 10.
PIPA TALANG RUMAH
TUTUP BAK KONTROL TROTOAR JALAN SALURAN AIR HUJAN
PIPA PVC
SALURAN DRAINASE
SUMUR RESAPAN AIR HUJAN
BATU / PUING / IJUK
Gambar 27 Bentuk sumur resapan untuk kawasan hulu
Atap Talang
PipaTalang
TutupBak
Bakdari Beton Bertulang
Kran
SaringanAir (Filter)
Gambar 28 Bentuk tampungan air untuk kawasan hilir
63
Tabel 10 Pencegahan banjir secara non struktur daerah hulu dan hilir DAS Garang KELOMPOK
DAERAH
JENIS KEGIATAN
Hulu
Ungaran Utara
Pembuatan embung Penghijuan Sumur Resapan Pencegahan perubahan tata guna lahan hijau atau terbuka menjadi lahan permukiam
Hulu
Gunungpati
Pembuatan embung Penghijauan Sumur Resapan Pencegahan perubahan tata guna lahan hijau atau terbuka menjadi lahan permukiam
Hulu
Mijen
Pembuatan embung Penghijuan Sumur Resapan Pencegahan perubahan tata guna lahan hijau atau terbuka menjadi lahan pemukiman
Hilir
Semarang Barat
Tampungan Air Ruang Terbuka Hijau
Hilir
Semarang Utara
Tampungan Air Rang Terbuka Hijau
Hilir
Semarang Tengah
Tampungan Air Ruang Terbuka Hijau