KEBIJAKAN PENCEGAHAN TRAFFICKING DI PROVINSI LAMPUNG ( Studi Mengenai Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pencegahan Traficking oleh Bidang Pemberdayaan Perempuan)
Intan Fitri Meutia Staff Pengajar Jurusan Administrasi Negara Universitas Lampung ABSTRACT This article aims to describe and analyze implementation of trafficking prevention policy by bidang pemberdayaan perempuan at Lampung Province 2007 with those influence factors. The conclusion that implementation of Perda No. 4 year 2006 by Biro BPP according to section 7 article 2 has carried out well subsidized several supplementary and hindrance factors. The supporter factors are; enough resources, direct causality connection between prevention efforts with trafficking cause, managing of Biro BPP main task and function with working partner dependability only coordination in information system formation, and Biro BPP authority execution on implementation of trafficking prevention ended with supervision from DPRD and Woman Empowerment Ministry. Keyword: policy implementation, trafficking.
PENDAHULUAN
Pemerintah Republik Indonesia sebenarnya telah konsekuen atas upaya penanggulangan trafficking dengan menindaklanjuti ratifikasi atas konversi Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan kejahatan transnasional dan Protokol Palermo, antara lain dengan dikeluarkannya UU RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Hal ini tertuang dalam konsiderannya yang berbunyi; “bahwa keinginan untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang didasarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen nasional dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakkan terhadap pelaku, perlindungan korban dan peningkatan kerjasama”.
Indonesia sebagai salah satu negara sumber, penerima dan bahkan transit untuk trafficking internasional telah mempunyai komitmen yang tegas dalam penanggulangan masalah jaringan trafficking internal khususnya. Pada tanggal 23 Desember 2002 Presiden Megawati mengumumkan persetujuannya atas Rencana Nasional Tindakan untuk Penghapusan Trafficking perempuan dan perlindungan terhadap anak-anak. Kemudian pemerintah Indonesia juga telah ikut serta menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan terhadap kejahatan transnasional terorganisasi (CEDAW) dan Protokol Palermo pada tahun 2000, sebagai perwujudan dari komitmen Indonesia dalam memberantas kejahatan transnasional terorganisasi, terutama memberantas kejahatan perdagangan perempuan dan anak-anak, yang realisasinya akan dilanjutkan melalui kerjasama internasional dari dua belah pihak, multilateral atau regional, untuk menyelesaikan usaha untuk pencegahan perdagangan perempuan dan anak-anak.
Adanya penerapan otonomi daerah di Indonesia, mendorong Pemerintah Daerah untuk menindaklanjuti peraturan perundangan yang telah dibuat oleh Pemerintah Pusat dengan mengeluarkan peraturan lanjutan seperti Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur di masing-masing Propinsi di Indonesia. Dalam upaya penanggulangan trafficking, terdapat 3 (tiga) Propinsi
144
Intan Fitri M; Kebijakan Pencegahan Trafficking 145 yang telah mengeluarkan Perda khusus tentang trafficking, yaitu; Sulawesi Utara, kemudian Sumatera Utara dan yang terbaru adalah Lampung. Pemerintah Propinsi Lampung sendiri sangat serius dalam menanggapi isu trafficking ini, ditandai dengan keluarnya Peraturan Daerah Propinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pencegahan Trafficking dan dilengkapi juga dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Rencana Aksi Daerah Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak Tahun 2005 - 2009. Perda Nomor 4 tahun 2006 mendeskripsikan bahwa terdapat beberapa perangkat daerah yang berperan langsung dalam implementasi kebijakan pencegahan trafficking ini. Perangkat daerah tersebut terdiri atas bidang pemberdayaan perempuan, bidang ketenagakerjaan, bidang kesejahteraan sosial dan bidang kepariwisataan. Selanjutnya pada Peraturan Gubernur Lampung No. 13 tahun 2005 tentang Rencana Aksi Daerah P3A Tahun 2005 - 2009 dijelaskan bahwa untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan Gugus Tugas RADP3A, dibentuk sebuah sekretariat yang berkedudukan di Biro Bina Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Propinsi Lampung. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa pusat implementasi pencegahan trafficking di Propinsi Lampung dilakukan oleh Biro Bina Pemberdayaan Perempuan sebagai implementor utama. Hal ini juga didukung melalui tugas dan fungsi Biro Bina Pemberdayaan Perempuan, tercantum dalam Keputusan Gubernur Propinsi Lampung No. 2 tahun 2000, sebagai pelaksana kebijakan Pemerintah Daerah Propinsi Lampung di bidang pemberdayaan perempuan dalam rangka perlindungan dan penghormatan terhadap HAM perempuan. Sehingga pencegahan terhadap trafficking yang merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap HAM sudah sepantasnya menjadi tanggung jawab Biro Bina Pemberdayaan Perempuan
ADMINISTRATIO
yang juga bertanggung jawab penuh sebagai implementor utama Perda No. 4 tahun 2006. Dalam penelitian ini ada dua rumusan masalah (research questions) yang menjadi inti pembahasan, yaitu: (1). Bagaimanakah implementasi kebijakan pencegahan trafficking di Propinsi Lampung tahun 2007 melalui Peraturan Daerah Propinsi Lampung Nomor 4 tahun 2006 oleh bidang pemberdayaan perempuan?, (2). Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi implementasi kebijakan pencegahan trafficking oleh bidang pemberdayaan perempuan di Propinsi Lampung Tahun 2007? METODE PENELITIAN Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian kebijakan (research policy) dengan pendekatan metode kualitatif. Ann Majchrzak (1984) dalam Sudarwan Danim (1997: 23) mendefinisikan penelitian kebijakan sebagai proses penyelenggaraan penelitian untuk mendukung kebijakan atau analisis terhadap masalah-masalah sosial yang bersifat fundamental secara teratur untuk membantu pengambil kebijakan memecahkan masalah dengan jalan menyediakan rekomendasi yang berorientasi pada tindakan atau tingkah laku pragmatik. Bogdan dan Taylor (1975: 5) dalam Lexy J. Moleong (2006: 4) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tulisan atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Metode ini diharapkan dapat mengungkapkan peristiwa riil di lapangan bahkan mengungkapkan nilainilai tersembunyi dari penelitian ini. Peneliti menggunakan tipe penelitian kebijakan yang dikaitkan dengan metode kualitatif untuk memudahkan peneliti dalam mendeskripsikan dan menganalisa permasalahan yang diteliti, yaitu mengenai proses implementasi kebijakan trafficking oleh bidang
ISSN : 2087-0825
146 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, Juli-Desember 2010 pemberdayaan perempuan di Propinsi Lampung sesuai dengan penerapan Perda No. 4 tahun 2006 tentang pencegahan trafficking.
Pelaksanaan koordinasi, integrasi, sinkronisasi pencegahan trafficking dengan berbagai Mitra Kerja (stakeholder) berdasarkan pola kerjasama dan kemitraan
HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Perda No. 4 tahun 2006 oleh bidang pemberdayaan perempuan telah tercantum secara fungsional pada Pasal 7 ayat 2, yaitu upaya pencegahan oleh Perangkat Daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi koordinasi di bidang pemberdayaan perempuan, dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: Bentuk Jaringan Kerja (Networking) dalam Upaya Pencegahan Trafficking Jaringan kerja (networking) dalam upaya pencegahan trafficking sesuai Perda No. 4 tahun 2006 telah berjalan sejak tahun 2002, jauh sebelum Perda tersebut diformulasikan. Hal ini juga menunjukkan kelebihan pelaksanaan Good Governance pemerintah Propinsi Lampung, dimana pemerintah daerah berinisiatif untuk melakukan tindakan nyata sebelum kebijakan dilegalkan. Propinsi Lampung dapat dikategorikan melakukan upaya desentralisasi yang selangkah lebih maju daripada nasional untuk upaya pencegahan trafficking khususnya. Ketika UU mengenai trafficking yaitu UU No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO belum ada, Propinsi Lampung sudah mempunyai Perda No. 4 Tahun 2006 tentang Pencegahan Trafficking. Sebelum formulasi Perda dilakukan telah dibentuk Gugus Tugas melalui Pergub No. 13 tahun 2005 tentang RAD-P3A. Selangkah lebih maju dimana ketika belum ada kebijakan yang melatarbelakangi maka pemerintah beserta mitra kerjanya, baik itu dinas vertikal terkait dan juga masyarakat melalui LSM atau NGO’s sudah melakukan kerjasama membentuk jaringan kerja dalam upaya pencegahan trafficking.
Koordinasi, integrasi dan sinkronisasi oleh Biro Bina Pemberdayaan Perempuan dilakukan dengan mengembangkan kelompok kerja perdagangan orang tingkat desa atau kelurahan. Mengembangkan radio komunitas di pedesaan, kelurahan untuk menjangkau penduduk yang tempat tinggalnya tersebar dan terpencil. Mengingkatkan peran perempuan musrenbang, sehingga isu gender telah menjadi aspek utama sejak perencanaan di tingkat desa atau kelurahan. Mengatasi masalah peraturan yang sering kali menjadi modus dalam melaksanakan perdagangan orang. Observasi tentang perdagangan orang dengan modus adopsi anak dan bayi. Bentuk sistem informasi tentang pencegahan trafficking, termasuk pemetaan lokasi atau wilayah rawan terjadinya trafficking Data yang didapat dari DAMAR bahwa jumlah kasus trafficking pada tahun 2007 di Propinsi Lampung sebanyak 45 orang, sedangkan data yang didapat dari unit PPA Polda Lampung sejak Januari 2007 hingga Februari 2008 telah terjadi sebanyak 7 kasus yang terungkap. Kasus perdagangan orang tersebut terjadi antara lain di Bandar Lampung, Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Tulang Bawang. Bapak Darwin juga menjelaskan bahwa informasi pemetaan lokasi atau wilayah rawan terjadinya trafficking itu juga dapat dikumpulkan melalui data kasus jika ada yang melapor ke UPT, seoerti UPT yang ada di Rumah Sakit Abdul Muluk untuk pelayanan korban, atau UPT yang berada di Kabupaten atau Kota lainnya di Propinsi Lampung. Sistem informasi merupakan sekumpulan elemen yang saling berhubungan satu
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
Intan Fitri M; Kebijakan Pencegahan Trafficking 147 sama lain untuk membentuk satu kesatuan yang menggabungkan data, memproses, menyimpan, mendistribusikannya, sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan dan mengendalikannya. Sistem informasi sangat mendukung proses dalam suatu pelaksanaan kerja organisasi khususnya dalam menjalankan fungsi managerial yang meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan (organizing), pengendalian (controlling). Pembentukkan sistem database dilakukan melalui pertukaran informasi antar instansi. Gugus tugas daerah mengembangkan sistem data base Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (P3A) yang terintegrasi dengan sistem kependudukan dan keluarga, dan sistem administrasi kependudukan serta sistem informasi yang terkoneksi ke daerah sampai ke sumber data dan informasi di pedesaan. Gugus tugas daerah mengembangkan pusat informasi tenaga kerja di pedesaan atau kelurahan. Gugus tugas daerah membina hubungan dan kerjasama dengan media massa atau perguruan tinggi dalam rangka pengumpulan data dan informasi P3A. Nantinya sistem informasi ini akan dijadikan bahan pertimbangan pelaksanaan pencegahan trafficking dengan melihat daerah kabupaten atau kota mana di Propinsi Lampung yang rawan akan terjadinya trafficking untuk mendukung upaya pencegahan trafficking sesuai Perda No. 4 tahun 2006 oleh bidang pemberdayaan perempuan.
Dekripsi Data fokus faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pencegahan trafficking dilihat dari pendekatan implementasi model Hogwood dan Gunn; Dalam implementasi suatu kebijakan akan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya. Pada penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan implementasi Perda No. 4
ADMINISTRATIO
Tahun 2006 tentang Pencegahan Trafficking oleh bidang pemberdayaan perempuan digunakan pendekatan implementasi kebijakan model Hogwood dan Gunn. Model pendekatan implementasi menurut Hogwood dan Gunn ini terdiri atas beberapa persyaratan untuk mengkategorikan bahwa suatu kebijakan telah diimplementasikan secara sempurna. Model ini juga amat tepat digunakan dalam implementasi kebijakan pencegahan trafficking karena dirasa relatif operasional untuk mengamati pelaksanaan proses implementasinya (Nugroho, 2003: 165-175). 1.
Adanya jaminan bahwa upaya yang dilakukan oleh Biro Pemberdayaan Perempuan dapat menanggulangi hambatan yang berasal dari lingkungan luar
Biro BPP sebagai implementor utama dalam menjalankan perannya dibantu oleh mitra kerja (stakeholder), jika mitra kerja mengalami masalah tentunya hal tersebut akan mempengaruhi kinerja dari Biro BPP. Ketika ditanya mengenai hambatan yang berasal dari mitra kerja dan masyarakat kepada Bapak Darwin, SE dari Biro BPP, maka beliau menjelaskan bahwa tidak ada hambatan yang berarti yang berasal dari mitra kerja ataupun masyarakat sebagai sasaran kebijakan pencegahan trafficking ini. Semua instansi yang terlibat sebagai mitra kerja sudah dijelaskan tugas pokok dan fungsinya didalam RAD P3A sehingga mereka dapat saling bekerja sama tanpa menghambat tugas dan fungsi masing-masing. 2.
Ketersediaan sumber daya manusia, fasilitas, dana, serta waktu yang memadai dalam pelaksanaan Perda No.4 tahun 2006
Kebijaksanaan yang memiliki tingkat kelayakan fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Gagasan ini sangat bijaksana karena berkenaan dengan
ISSN : 2087-0825
148 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, Juli-Desember 2010 feasibilitas dari implementasi kebijakan. Penyebabnya dapat berupa jangka waktu yang terlalu pendek, kurangnya sarana dan prasarana yang memadai, tersedianya sumber dana yang mencukupi, serta tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang tersedia dalam upaya implementasi Perda No. 4 tahun 2006 tentang Pencegahan Trafficking ini terdiri atas dana, personil, waktu dan fasilitas. Dana dalam implementasi pencegahan trafficking ini menurut Biro BPP digunakan untuk sosialisasi trafficking, kemudian untuk UPT penanganan korban di rumah sakit dimana diperlukan untuk pembelian obat bagi korban-korban. Personil yang khusus menangani trafficking ini untuk Biro BPP terdiri dari 5 orang. Waktu yang diberikan melalui Pergub itu dirasa sudah mencukupi, dimana Pergub ada sebelum Perda, dan bahkan Perda sudah ada sebelum UU diformulasikan. Fasilitas yang diberikan sudah cukup memadai dengan adanya Biro BPP sebagai sekretariat dalam upaya koordinasi antara mitra kerja terkait. 3.
Perpaduan sumber-sumber daya yang diperlukan optimal dan masalah-masalah yang timbul dalam upaya penyediannya dapat diatasi
Biro BPP telah menyatakan bahwa sumber daya yang tersedia sudah cukup mengakomodir keperluan Biro BPP dalam mengimplementasikan Perda No. 4 tahun 2006, baik dari segi kemampuan anggaran pemerintah, yaitu dana yang disesuaikan dengan kemampuan daerah dan untuk personil juga telah dirumuskan di Pergub No. 13 tahun 2005 tentang RAD-P3A. Hal ini juga ditegaskan oleh Bapak Sugeng (DPRD), bahwa jika ada masalah ataupun ada yang dirasa kurang dalam sumbersumber daya yang diperlukan oleh Biro BPP, maka sudah sepatutnya Biro BPP melaporkan dan menuntut adanya penambahan untuk menyokong kinerja dalam implementasi Perda ini. Laporan yang masuk ke DPRD maka akan segera
ADMINISTRATIO
difasilitasi dilihat dari seberapa mendesak kebutuhan itu. Program Biro BPP pasti akan difasilitasi akan terealisasikan selama program itu program yang berdaya guna untuk mendukung kebijakan pencegahan trafficking di Propinsi Lampung. Hal ini juga diungkapkan oleh DAMAR yang ikut serta dalam jaringan kerja yang dibentuk oleh Biro BPP untuk pencegahan trafficking yang secara berkala melakukan pertemuan, dimana ketika ada pertemuan yang difasilitasi Biro BPP baik tempat dan makanan yang disediakan sudah cukup layak. 4.
Hubungan kausalitas yang andal antara kesesuaian Perda No.4 tahun 2006 dalam upaya pencegahan trafficking dengan masalah-masalah penyebab trafficking di Propinsi Lampung
Prinsipnya adalah apakah kebijakan tersebut memang dapat menyelesaikan masalah yang hendak ditanggulangi. Atau secara sederhana dapat digambarkan ”apakah jika X dilakukan akan terjadi Y”. Pemahaman akan masalah yang akan dihadapi, berupa sebab-sebab timbulnya masalah dan cara pemecahannya; atau peluangpeluang yang tersedia untuk mengatasi masalahnya dan sifat permasalahannya dan apa yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang-peluang itu. Harus ada kesesuaian antara Perda No. 4 tahun 2006 tentang pencegahan trafficking dan upaya-upaya pencegahan diharapkan dapat sesuai dengan masalah-masalah penyebab trafficking di Propinsi Lampung. 5.
Banyaknya hubungan kausalitas yang terjadi dalam Prosedur dan mekanisme kerja sesuai Perda No.4 tahun 2006 tentang pencegahan trafficking oleh bidang pemberdayaan perempuan
Asumsinya, semakin sedikit hubungan ”sebab-akibat”, semakin tinggi pula hasil yang dikehendaki oleh kebijakan tersebut dapat dicapai. Sebuah
ISSN : 2087-0825
Intan Fitri M; Kebijakan Pencegahan Trafficking 149 kebijakan yang mempunyai hubungan kausalitas yang kompleks, otomatis menurunkan efektifitas implementasi kebijakan. Dengan perkataan lain, semakin banyak hubungan dalam mata rantai, semakin besar pula resiko bahwa beberapa di antaranya kelak terbukti amat lemah atau tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Ini juga berlaku untuk implementasi kebijakan pencegahan trafficking dimana hubungan kausalitas antara Implementor utama, yaitu Biro BPP, dengan mitra kerjanya haruslah sederhana dan sesuai prosedur serta mekanisme kerja yang tercantum dalam Perda No. 4 tahun 2006. 6.
Hubungan saling ketergantungan antara peranan Biro Bina Pemberdayaan dan mitra kerja dalam implementasi pencegahan trafficking harus kecil
Hubungan antara Biro BPP dan mitra kerjanya tergambar jelas dalam Gugus Tugas RAD P3A. Gugus tugas ini terdiri dari dinas instansi vertiikal terkait, dan partisipasi LSM didalamnya. Dalam gugus tugas ini juga secara berkala diadakan rapat koordinasi untuk membahas permasalahan-permasalahan apa yang ada di daerah, misalnya di daerah seperti Metro atau Kabupaten lainnya di Propinsi Lampung ada permasalahan apa yang timbul. 7.
Pemahaman mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan oleh Biro Bina Pemberdayaan Perempuan dan mitra kerjanya sesuai Perda No. 4 tahun 2006
Persyaratan ini mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh dari pihak implementor mengenai kebijakan tersebut dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang penting, keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses implementasi. Menurut Biro BPP tujuan kebijakan pencegahan trafficking di Propinsi Lampung adalah untuk mendorong kerjasama timbal balik
ADMINISTRATIO
dalam bantuan hukum serta pemberian bantuan hukum kepada korban Perdagangan orang dalam penanganan kasus trafficking yang ditemukan di Propinsi Lampung. Hubungan antara mitra kerja dengan Biro BPP terkait dengan tujuan kerja sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing dijelaskan Bapak Sugeng bahwa karena memang ada kebijakannya, UU yang memiliki konektivitas dengan persoalan pemberdayaan perempuan, persoalan tenaga kerja, persoalan tindak kekerasan, persoalan-persoalan anak.
8.
Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Biro Bina Pemberdayaan Perempuan telah diperinci sesuai Perda No.4 tahun 2006 tentang pencegahan trafficking
Pelaksanaan Perda itu tidak hanya sebagai tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat, serta tanggung jawab pihak ketiga yang bersama-sama dalam melaksanakan ketentuan perundangundangan yang sudah ditetapkan oleh DPRD. Didalam unit satuan kerja yang menjalankan fungsinya melalui Peraturan Gubernur adalah Gugus Tugas RAD P3A yang terbentuk dari turunan Perda, karena Perda No. 4 tahun 2006 tidak mengatur hal-hal teknis oleh karena itu perlu turunannya.
9.
Adanya prosedural komunikasi dan koordinasi antar Biro Bina Pemberdayaan Perempuan dan mitra kerja yang disepakati bersama dalam membentuk sistem informasi
Kebijakan adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan, baik untuk mendamaikan claim dari pihak-pihak yang konflik atau untuk menciptakan insentif terhadap tindakan bersama bagi pihak-pihak yang ikut menciptakan tujuan dalam usaha bersama tersebut. Komunikasi (communication) diartikan sebagai komando untuk mengimplementasikan
ISSN : 2087-0825
150 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, Juli-Desember 2010 kebijakan kepada personil dalam implementasi kebijakan tersebut yang tepat dan kebijakan sudah seharusnya jelas, akurat, serta konsisten untuk dapat mengatasi masalah publik yang ada. Dalam hal ini Perda No.4 tahun 2006 diharapkan dapat mengatasi masalah trafficking di Propinsi Lampung dengan upaya pencegahan yang dilakukan oleh bidang pemberdayaan perempuan, yaitu Biro BPP sebagai implementor utama dibantu dengan mitra kerjanya terutama melalui sistem informasi atas pemetaan daerah rawan trafficking yang dikumpulkan. 10.
Pelaksanaan wewenang kekuasaan Biro Bina Pemberdayaan Perempuan diakhiri dengan laporan kegiatan sebagai pertanggungjawaban implementasi pencegahan trafficking oleh bidang pemberdayaan perempuan
Kekuasaan atau power adalah syarat bagi keefektifan implementasi kebijakan. Tanpa otoritas yang berasal dari kekuasaan, maka kebijakan akan tetap berupa kebijakan tanpa ada impact bagi target kebijakan. Harus terdapat kondisi ketundukan penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah atau komando dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap perintah, maka ia harus dapat diidentifikasikan oleh kecanggihan sistem informasinya dan dicegah sendini mungkin oleh sistem pengendalian yang andal.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dari kedua fokus penelitian “Kebijakan Pencegahan Trafficking di Propinsi Lampung Tahun 2007 (Studi Terhadap Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pencegahan Trafficking di Propinsi
ADMINISTRATIO
Lampung oleh Bidang Pemberdayaan Perempuan)”, yaitu: 1. Implementasi Perda No. 4 tahun 2006 tentang Pencegahan trafficking telah diimplementasikan dengan baik. Hal ini terlihat dengan terbentuknya jaringan kerja antara Biro BPP dengan mitra kerjanya (stakeholder) dalam upaya pencegahan trafficking yaitu; Dinas Tenaga Kerja dalam pengaturan PJTKI, Dinas Sosial, Dinas Pariwisata, LSM dalam upaya pendampingan korban, serta Kepolisian dan Rumah Sakit yang lebih berperan dalam penanganan kasus trafficking. Adanya koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi dalam jaringan kerja yang telah dibentuk melalui pertemuan Gugus Tugas secara berkala minimal 3 bulan dalam 1 tahun periode kerja untuk melakukan pembagian tugas antara satuan kerja terkait dari Gugus Tugas tersebut. Sistem informasi yang dibuat juga telah mampu memberikan jumlah data terjadinya kasus trafficking di Propinsi Lampung beserta daerah penyebaran kasus trafficking di Propinsi Lampung sebagai pemetaan daerah rawan trafficking. 2. Dalam implementasi yang sempurna menurut Hogwood dan Gunn ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pada implementasi pencegahan trafficking oleh bidang pemberdayaan perempuan sesuai dengan Perda No. 4 tahun 2006 dilihat dari pendekatan model implementasi Hoogwood dan Gunn ada beberapa faktor yang mendukung implementasinya dan ada faktor penghambat dalam implementasinya, yaitu sebagai berikut: a) Faktor pendukung yang pertama, telah tersedianya sumber-sumber daya yang memadai berupa personil, fasilitas, dana, dan tenggat waktu yang cukup untuk
ISSN : 2087-0825
Intan Fitri M; Kebijakan Pencegahan Trafficking 151
b)
pelaksanaan implementasi Perda No. 4 tahun 2006. Kedua, adanya hubungan kausalitas yang langsung antara upaya-upaya pencegahan dengan penyebab trafficking di Propinsi Lampung. Ketiga, telah diperincinya tugas pokok dan fungsi dari Biro BPP dan mitra kerjanya dengan hubungan ketergantungan yang hanya berupa koordinasi saja dalam membentuk sistem informasi antara Biro BPP sebagai implementor utama dan mitra kerjanya. Keempat, pelaksanaan wewenang Biro BPP dalam menjalankan program-program atas implementasi pencegahan trafficking diakhiri dengan pengawasan baik itu dari DPRD dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan. Adapun faktor penghambat dalam implementasi Perda No. 4 tahun 2006 ini adalah kurang tepatnya sasaran sosialisasi Perda, dimana sosialisasi Perda hanya diberikan kepada aparatur pemerintahan dari Propinsi ke daerah Kabupaten atau Kota saja, sehingga kesadaran masyarakat sebagai objek dari kebijakan pencegahan trafficking ini masih dirasa kurang. Walaupun pemerintah melalui Biro BPP sebagai implementor utama dan instansi terkait sebagai mitra kerjanya telah melakukan tugas dengan baik dalam implementasi Perda No. 4 tahun 2006 ini, akan tetapi masyarakat kurang memahami pengertian atas bentuk-bentuk “kejahatan trafficking” ini. Hal tersebut menjadi salah satu faktor utama masih rentannya perkembangan kejahatan trafficking di Propinsi Lampung.
REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan tersebut maka peneliti memberikan beberapa rekomendasi untuk implementasi kebijakan Perda No. 4 tahun 2006 tentang Pencegahan Trafficking, yaitu: 1. Gugus Tugas RAD P3A 2005 - 2009 yang tercantum dalam Pergub No.13 tahun 2005 perlu segera diperbarui menjadi Gugus Tugas 2009 - 2013 sebagai turunan petunjuk pelaksanaan dari Perda No. 4 tahun 2006 tentang Pencegahan Trafficking khususnya di Propinsi Lampung. 2. Adanya penyuluhan tentang trafficking tidak hanya kepada aparatur pemerintahan saja, tetapi juga kepada masyarakat, diantaranya melalui komunikasi dan pendidikan nonformal terutama di pedesaaan. 3. Pembentukkan UPT dari Pemerintah Propinsi Lampung yang dibina oleh Biro BPP terutama di daerah kabupaten dan desa untuk mempermudah pelaporan masyarakat yang terkena kejahatan trafficking dan sebagai sistem informasi untuk daerah rawan trafficking.
DAFTAR PUSTAKA Danim, Sudarwan. 1997. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Bumi Aksara. Jakarta. Dwikora, Bambang dan Rati Riana. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Rineka Cipta. Jakarta. Harkrisnowo, Harkristuti. 2003. Indonesian Country Report: Human Trafficking.Universitas Indonesia Human Rights Center. Islamy, M. Irfan. 2001. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta.
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
152 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, Juli-Desember 2010 Jurnal Perempuan No. 29. Oktober 2004. Perdagangan Perempuan dan Anak Indonesia. YJP. Jakarta.
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo. Yogyakarta.
Jurnal Perempuan No.36. Juli 2004. Penanggulangan Korban Traffiking. YJP. Jakarta.
Yentriyani, Andy. 2004. Politik Perdagangan Perempuan. Galang Press. Yogyakarta.
Jurnal Perempuan No. 51. Januari 2007. Mengapa Mereka Diperdagangkan?. YJP. Jakarta.
Dokumen dan Peraturan Perundangundangan:
Laporan Independen NGO’s. Mei 2007. Implementasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) di Indonesia. CEDAW Working Group Initiative (CWGI). Jakarta. Laporan Kementrian Koordinator Bidang Kesra. 2005. Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking In Persons) di Indonesia Tahun 20042005. Jakarta.
UU Nomor 7 Tahun 1984, tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (The Convention On The Elimination of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3277).
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
UU Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235).
Nugroho, D. Riant. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002, tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak.
Rosenberg, R. (ed). 2003. Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia. USAID-ICMI-ACILS. Jakarta.
Peraturan Daerah Propinsi Lampung Nomor 4 tahun 2006, tentang Pencegahan Trafficking.
Sulistyowati Irianto,dkk. 2005. Perempuan dalam Jaringan Pengedaran Narkotika. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Peraturan Daerah Propinsi Lampung Nomor 15 tahun 2000, tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Propinsi Lampung dan Sekretariat DPRD Propinsi Lampung.
Tim Peneliti Centre for Political Studies Soegeng Sarjadi Syndicated. 2001. Otonomi Potensi Masa Depan RI. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wahab, S.A. 2004. Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
ADMINISTRATIO
Peraturan Gubernur Lampung Nomor 13 tahun 2005 tentang Rencana Aksi Daerah Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak Tahun 2005-2009. Keputusan Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2000, tentang Pembentukan Persiapan Organisasi dan Tata Kerja
ISSN : 2087-0825
Intan Fitri M; Kebijakan Pencegahan Trafficking 153 Biro Bina Pemberdayaan Perempuan pada Sekretariat Daerah Propinsi Lampung. Keputusan Gubernur Lampung Nomor G/130/B.VIII/HK/2006, tentang Pembentukan Tim Penyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak Propinsi Lampung Tahun 2006. Sumber Data dan Website: Data Ungkap Kasus Perdagangan Orang Kepolisian Negara republik Indonesia Daerah Lampung Direktorat Reserse Kriminal Periode Tahun 2007 dan 2008. http://www.detiknews.com/index.php/ detik.read/tahun/2007/bulan/08/tg l/02/time/232359/ idnews/812690/idkanal/10, diakses pada tanggal 15 Oktober 2007. http://www.humantrafficking.org/coun tries/indonesia, diakses pada tanggal 10 November 2007. http://www.stoptraffiking.or.id , diakses pada tanggal 20 September 2007. http://www.stoptrafficking.or.id/index. php?option=com_content&task=blog category&id=4&Itemid=6, diakses pada 22 Oktober 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/Propinsi_L ampung, Propinsi Lampung, diakses pada 20 Januari 2008.
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825