PENGARUH GERAKAN LAMBUNG AKIBAT GELOMBANG TERHADAP POLA PERGERAKAN MUATAN DALAM TANGKI MT.NIRIA Putu Eka (1), Eko B. Djatmiko (2), Mas Murtedjo, M Eng T (3) (1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan,FTK-ITS *Email :
[email protected] (2), (3) Staff Pengajar Jurusan Teknik Kelautan
ABSTRAK Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah mencari tekanan yang terjadi pada dinding tangki kapak akibat gerakan fluida di dalam tangki. Pengembangan konversi tanker menjadi storage tanker lebih efesien dibandingkan dengan membuat kapal storage baru. Hal ini disebabkan karena waktu pembuatan yang lebih singkat selain itu keuntungan lain dari konversi ini adalah antisipasi pada umur reservoir yang pendek hingga menengah (5-15 tahun) dan jadwal proses operasi yang lebih cepat (Leick, 2000). MST merupakan tempat penampungan minyak mentah yang dihasilkan dari pengeboran yang dilakukan. Proses pemindahan crude oil dari reservoir ke MST harus diperhatikan karena kapal yang semula kosong akan diisi secara perlahan hingga mencapai batas maksimal tangki. Pada kondisi tersebut MST harus mampu stabil saat terkena beban gelombang. Selain itu efek sloshing yang menyebabkan guncangan fluida harus diperhatikan karena sangat berpengaruh pada motion gerakan kapal. Pehitungan untuk mengetahui pengaruh gerakan sloshing dimulai dengan menghitung respon amplitude operator (RAO) dan frekuensi natural dari gerakan MST, disini gerakan yang ditinjau hanya gerakan sway, heave dan roll. Dari hasil permodelan yang dibantu dengan MOSES untuk muatan 80 % didapat peak RAO sway, heave dan roll sebesar 2.15 m/m, 4.34 m/m dan 6.523 deg/m pada frekuensi 0.25 rad/sec, 0.69 rad/sec dan 0.78 rad/sec. Untuk muatan 50 % peak RAO sway, heave dan roll sebesar 1.83 m/m, 3.52 m/m dan 6.281 deg/m pada frekuensi 0.25 rad/sec, 0.75 rad/sec dan 0,84 rad/sec. Untuk muatan 30 % peak RAO sway, heave dan roll sebesar 2.16 m/m, 2.96 m/m dan 6.066 m.m pada frekuensi 0.25 rad/sec, 0.74 rad/sec dan 0.96 rad/sec. Sedangkan untuk muatan 20 % peak RAO sway, heave dan roll sebesar 1.13 m/m, 0.655 m/m dan 5.68 deg/m pada frekuensi 0.25 rad/sec, 0.25 rad/sec dan 1.15 rad/sec. Selanjutnya dilakukan penggabungan gerakan agar pergerakan tangki bisa mencakup gerakan sway, heave dan roll. Penggabungan ini dilakukan dengan memilih 3 frekuensi yang memiliki respon paling tinggi dan selanjutnya akan didapat persamaan dari setiap gerakan , dimana persamaan tersebut akan digunakan sebagai inputan untuk menggerakan tangki dengan ANSYS FLUENT dengan time domain. Analisa tekanan serta arahnya dilakukan dengan bantuan software ANSYS FLUENT dengan model VOF (Volume of fluid). Dengan bantuan software tersebut akan diketahui berapa besar serta arah dari tekanan yang pada dinding- dinding tangki. Inputan untuk menggerakan tangki yaitu persamaan dari gerakan yang sudah dirubah ke dalam time domain. Dari situ maka tangki digerakkan secara simultan, sehingga fluida di dalam akan ikut bergerak dan menghasilkan pressure ke dinding tangki. Dimana hasil yang di dapat untuk tekanan dengan muatan 80 % adalah 788 Pa, muatan 50 % sebesar 1360 Pa, sedangkan untuk muatan 30 % dan 20 % sebesar 1530 Pa dan 2780 Pa pada bagian kanan dan kiri bawah dinding tangki. Dari sini bisa disimpulkan bahwa semakin besar permukaan bebas area maka momen yang terjadi semakin besar sehingga tekanan yang dihasilkan semakin besar pula. Kata Kunci MST, Response Amplitude Operator (RAO), Frekuensi natural, Sway, Heave, Roll, Sloshing, Pressure 1. PENDAHULUAN Kebutuhan sumber daya minyak dan gas yang semakin meningkat, akan tetapi tidak diimbangi dengan jumlah cadangan minyak dan gas yang kita miliki. Untuk itu dilakukan usaha untuk meningkatkan produksi migas, salah satu caranya adalah dengan mengalihkan daerah oerasi dari perairan dangkal menuju perairan dalam (deepwater). Metode produksi maenggunakan bangunan terpancang mulai digantikan dengan bangunan terapung (floating). Hal ini dilakukan karena lebih efektif dan mengurangi biaya instalasi.
Kemajuan perkembangan sarana trasnportasi laut ini memberikan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga muncul beberapa inovasi – inovasi. Salah satunya konversi Motor Tanker menjadi Mooring Storage Tanker (MST) yang secara prinsip kapal dibangun dengan tujuan mengangkut crude oil. Agar memenuhi tujuan tersebut kapal harus memenuhi beberapa karateristik dasar, yaitu mengapung dalam posisi tegak lurus, bergerak dengan kecepatan sesuai rancangan, cukup kuat untuk menahan beban yang dialami dan mampu beroperasi di laut lepas.
Proses konversi Motor Tanker menjadi Mooring Storage Tanker (MST) lebih banyak digunakan di industri oil & gas. Waktu pembuatan MST dengan konversi lebih singkat sekitat 1-2 tahun dari pembuatan Mooring Storage Tanker (MST). Keuntungan lain yang didapatkan dalam proses secara konversi adalah antisipasi pada umur reservoir yang pendek hingga menengah yakni (515 tahun) dan jadwal proses operasi yang lebih cepat (Leick, 2000). Hal yang perlu diperhatikan pada konversi tanker ini adalah mooring sistem yang mampu menjamin fungsi pengikatan sebagai respon terhadap beban gelombang dan beban-beban lainnya. Karena MST ini nantinya sebagai crude oil storage tanker dan dioperasikan di laut dalam maka perlu dianalisis masalah –masalah yang bisa menyebabkan kegagalan sistem. Salah satu masalah yang harus diperhatikan yaitu bagaimana pergerakan crude oil ini di dalam tangki akibat gerakan kapal. Jika suatu fluida cair berada dalam sebuah tangki kemudian tangki tersebut bergerak, maka saat itulah akan terjadi sebuah guncangan fluida cair akibat adanya permukaan bebas atau dengan kata lain fluida menjadi seperti diaduk dalam tangki tersebut (sloshing). Tekanan yang terjadi pada side wall tangki akibat gerak fluida ini menjadi hal yang penting dalam analisis tugas akhir ini, sehingga dapat mendesain atau memilih jenis konstruksi tangki yang tepat agar tidak terjadi kegagalan sistem.
kapal Ishikawajima Heavy Industry Co.Ltd. Shipyard Division pada tahun 1983. Saat ini kurang lebih berumur 28 tahun. Trading vessel ini akan dikonversi menjadi Mooring Storage Tanker bersifat tetap, tidak berpindah sehingga fungsi propulsion sistem akan menjadi tidak aktif serta membutuhkan sistem yang kuat. Berikut data dari MT .NIRIA : L.O.A = 228,55 m LPP = 219,00 m Lebar Kapal = 32,20 m Tinggi Kapal = 18,90 m Sarat Air = 12,21 m Diplasemen = 72.682 MT Deadweight = 60.525 MT 2. DASAR TEORI 2.1 Persamaan gerak kapal Gerakan floating body di perairan bergelombang terdiri atas 3 gerakan traslational dan 3 gerakan rotasional. Dimana ketiga gerakan traslational terdiri dari surge, sway dan heave sedangkan untuk gerakan rotasional terdiri dari roll, pitch dan yaw. Pada umumnya persamaan gerakan floating body adalah sebagai berikut : ̈
̇
(1)
dimana a ̈ merupakan inertia force, b ̇ adalah damping force , cx adalah restoring force sedangkan F merupakan gaya yang mengenai floating body. Pada tugas akhir ini, floating body yaitu tangki MT.NIRIA ditinjau secara dua dimensi sehingga gerakan kapal yang ditinjau hanya sway,heave dan roll.
Gambar 2 Mode gerak kapal Gambar 1 General Arrangement MT. NIRIA ( Sumber : PT CITRA MAS) Studi kasus pada tugas akhir ini mengambil kapal MT.NIRIA yang dibangun oleh galangan
2.2 Gerakan sway murni (Uncouple swaying motion )
dimana Fo adalah ampitudo gaya eksitasi sedangkan merupakan frekuensi gelombang encountering.
Inertia force 2.3 Gerakan Heave murni ( Uncouple Heaving Merupakan percepatan gerakan secara kontinu dari fuida yang terjadi, gaya yang lebih besar dari massa percepatan waktu kapal. (Bhatacarya, 1977) = massa kapal + massa tambah
(2) (3)
dimana adalah inertia force, M adalah massa kapal dan ay merupakan massa tambah kapal pada sumbu y.
motion) Inertia force Merupakan percepatan gerakan secara kontinu dari fuida yang terjadi, gaya yang lebih besar dari massa percepatan waktu kapal. (Bhatacarya, 1977) = massa kapal + massa tambah (7)
Damping force Damping Force selalu bergerak berlawanan arah dari gerakan kapal danmenyebabkan redaman yang berangsur-angsur pada amplitudo gerakan. = b. ̇
(4)
Dimana b adalah koefisien untuk gaya damping kondisi heaving. Normalnya damping coefisien ini bergantung pada faktor : 1. Tipe dari gerakan osilasi
dimana adalah inertia force, M adalah massa kapal dan az merupakan massa tambah kapal pada sumbu z. Damping force Damping Force selalu bergerak berlawanan arah dari gerakan kapal danmenyebabkan redaman yang berangsur-angsur pada amplitudo gerakan. = b. ̇
(8)
Dimana b adalah koefisien untuk gaya damping kondisi heaving. Normalnya damping coefisien ini bergantung pada faktor :
2. Frekuensi encountering 3. Bentuk kapal
1. Tipe dari gerakan osilasi
Restoring force
2. Frekuensi encountering
Restoring Force untuk Swaying diberikan sebagai tambahan gaya buoyancy kapal ketika dibawah permukaan air. Sehingga restoring Force diberikan sebagai jumlah displacement air, atau berat spesifik tambahan pada volume tercelup. =
(5)
dimana Awp merupakan water plane area, y adalah simpangan gerakan swaying, Cwp adalah koefesien water plane area, p adalah massa jenis air laut sedangkan g dan adalah kecepatan gravitasi dan berat jenis air laut. Exciting force Gaya eksitasi pada heaving adalah pengintegrasian dari penambahan bouyancy karena gelombang melewati sepanjang kapal sehingga dapat dirumuskan : (6)
3. Bentuk kapal Restoring force Restoring Force untuk heaving diberikan sebagai tambahan gaya buoyancy kapal ketika dibawah permukaan air. Sehingga restoring Force diberikan sebagai jumlah displacement air, atau berat spesifik tambahan pada volume tercelup. =
(9)
dimana Awp merupakan water plane area, z adalah simpangan gerakan heaving, Cwp adalah koefesien water plane area, p adalah massa jenis air laut sedangkan g dan adalah kecepatan gravitasi dan berat jenis air laut. Exciting force Gaya eksitasi pada heaving adalah pengintegrasian dari penambahan bouyancy karena gelombang
melewati sepanjang dirumuskan :
kapal
sehingga
dapat
Sehingga : (14)
(10) dimana Fo adalah ampitudo gaya eksitasi sedangkan merupakan frekuensi gelombang encountering. 2.4 Gerakan Roll murni ( Uncouple roll motion) Kapal menjalani gerakan harmonis sederhana terhadap koordinat axis secara transversal maupun longitudinal. Gerakan tersebut akan berpengaruh initialvelocity dari kesetimbangan posisi. (lihat gambar 3). sehingga perlu untuk memperhitungkan momen dari gaya. Rumus umum dari persamaan gerakan akibat rolling adalah : ̈
dimana merupakan momen inertia massa tambah dari kapal untuk gerakan rolling, adalah kuadrat dari jari-jari girasi pada kondisi rolling, adalah momen inersia massa kapal sedangkan ∆ & g adalah displasemen dan kecepatan gravitasi. Menurut Bhatacharya diasumsikan bahwa distribusi massa secara longitudinal adalah sama dengan distribusi displacement secara longitudinal. Sehingga distribusi vertical tidak bergitu berpengaruh dan CG dari kapal adalah di midship section. Catatan bahwa pada bentuk normal kapal jari-jari girasinya kondisi rolling adalah (15)
̇
(11) Damping momen
dimana Mo merupakan ampitudo momen eksitasi, ̈, adalah frekuensi encountering sedangkan ̇, adalah Inertia moment, damping moment dan restoring moment, merupakan exciting moment yang bekerja pada benda.
Damping koefesien adalah koefisien redaman dan b merupakan momen redaman. Damping koefisien untuk rolling dapat dihitung dengan pendekatan oleh strip theory yang ditentukan oleh tiap station dan di integrasikan sebanyak station. Restoring momen Momen restoring untuk rolling dapat di hitung dengan perhitungan sederhana sebagai berikut : ∫
(16) (17)
Dimana p adalah massa jenis air laut, g adalah Gambar 3 Ilustrasi kondisi rolling kapal pada saat still water
kecepatan gravitasi, Ixx adalah momen inertia dari beban midship area.
(Sumber : Mutedjo,1999) Exciting momen karena merupakan gerak rotasional, pada gerakan rolling terdapat empat jenis momen yang bekerja, yaitu : Inertia moment merupakan virtual massa dari momen inertia dan merupakan percepatan angular dari rolling. Massa virtual momen inertia kondisi rolling adalah momen kapal inertia ditambah massa tambah momen inertia dari rolling (12) Ixx =
(13)
Exciting moment untuk rolling dikarenakan tidak seimbangnya momen akibat dari gelombang longitudinal axis dari kapal. Rolling moment dapat dengan mudah di naikan, ini berarti distribusi tekanan hydrostatic sebagai berikut : (18) dimana Mo adalah amplitudo momen eksitasi sedangkan adalah frekuensi encountering.
2.5 Konsep penggabungan gerakan sway, heave dan roll
kecepatan rolling, p adalah tekanan, ρ adalah densitas fluida sedangkan g adalah kecepatan gravitasi.
Pada tugas akhir ini mengunakan model tangki 2 dimensi dengan dinding yang rigid, maka untuk menganalisa gerakangabungan sway, heave dan roll seperti yang ditunjukan gambar 4 harus menggunakan persamaan di bawah ini : (19) (20) (21) dimana Y,Z, θ adalah gerakan sway heave dan roll kemudian Ya, Za, θa adalah amplitudo gerakan sway, heave dan roll, adalah frekuensi encountering. Hasil yang diperoleh dari persamaan (19), (20) dan (21) ini akan ditemukan koordinat titik pusat yang baru akibat penggabungan ketiga gerakan tersebut.
Gambar 5 perubahan koordinat fluida akibat gerakan tangki Persamaan kontiyuitas yang mengatur untuk aliran incompressible dapat ditulis sebagai berikut : (24) Kedalaman air h (z,t) dari fluida di dalam tangki dapat diselesaikan dengan memasukkan parameter ρ, v dan w dari kinematic boundary condition dari free surface. Yang mana persamaanya dapat ditulis sebagai berikut : (25)
Gambar 4 Sketsa Gerakan gabungan 2.6 Persamaan Gerak sloshing Untuk analisa gerakan fluida di dalam tangki, sistem koordinat fluida mengikuti perpindahan gerakan tangki. Dengan mengabaikan viskositas fluida, persamaan incompressible euler untuk kasus dua dimensi dalam perpindahan sisitem koordinat dapat diturunkan sebagai berikut :
̇ ̈̇
̇ ̈
dimana h adalah kedalaman fluida di dalam tangki, v & w adalah kecepatan fluida darah arah sumbu y dan z.
r o l l
s w a y
(22) Gambar 6 Pergerakan fluida di dalam tangki
dan
̇ ̈̇
̇ ̈
(23)
dimana u, w adalah kecepatan fluida arah sumbu y dan z, ̈ & ̈ adalah komponen kecepatan fluida pada sistem koordinat yang bergerak terhadap sistem koordinat tetap pada arah y dan z,θ adalah
Dengan mengambil partial differensial dari persamaan (22) dan (23) terhadap sumbu y dan z serta menjumlahkan hasilnya, maka ditemukan persamaan tekanan fluida di dalam tangki : ( (
) )
̇(
)
̇
(26)
kemudian kondisi gradien tekanan di permukaan solid meliputi : ̈
̇ ̈
(27)
dan ̈
̇ ̈
(28)
Dalam free surfaces boundary, kinematic serta dynamic kondisi harus dipenuhi. Karena batasan masalah yaitu fluida tidak sampai pada pergerakan high violent motion, maka boundary kondisinya dapat ditulis sebagai berikut : ⃗
(29)
3. ANALISA DAN HASIL 3.1 Permodelan kapal Kapal yang akan dilakukan permodelan adalah Motor Tanker Niria yang dikonversi menjadi Mooring Storage Tanker menjadi di perairan Natuna. Permodelan kapal dibuat denganmenggunakan software MAXSURF dengan acuan General Arrangemen (GA) yang sudah ada. Sebelum membuat model kapal dengan menggunakan MAXSURF perlu diketahui beberapa parameter inpit penting, yakni data prinsipal dimension anta lain : -
L.O.A. Breadth (B) Height (H) Draft (T)
= 228.55 = 32,20 = 18,90 = 12,21
meter meter meter meter
2.7 Response Amplitude Operator (RAO)
3.2 Hidrostatik
Metode spektra merupakan cara untuk mengetahui suatu respon struktur akibat beban gelombang reguler dalam tiap-tiap frekuensi. Response Amplitude Operator (RAO) atau sering disebut sebagai Transfer Function adalah fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai struktur offshore. RAO dapat juga didefinisikan sebagai hubungan antara amplitudo respon terhadap amplitude gelombang. Dapat dinyatakan dengan bentuk matematis yaitu (ζrespon / ζgelombang). Amplitudo respon bisa berupa gerakan, tegangan, maupun getaran. RAO juga disebut sebagai Transfer Function karena RAO merupakan alat untuk mentransfer beban luar (gelombang) dalam bentuk respon pada suatu struktur (Chakrabarty, 1987). Bentuk umum dari persamaan RAO dalam fungsi frekuensi adalah sebagai berikut :
Dari permodelan yang telah kita buat harus kita calidasi untuk mengetahui seberapa akurat model kita. Validasi yang dilakukan yaitu dengan membandingkan data hasil perhitungan hidrostatik hasil output MAXSURF dengan data hidrostatik MT.NIRIA yang sudah ada.
[ (
]
(30) )
[
( )
(31)
]
Dimana : Fungsi densitas spektrum gelombang 2
[ft -sec] : Fungsi densitas spektrum respon gerakan [ft2-sec] : Spektrum respon gerakan [ft] [ ] : Response Amokitudo Operator (RAO) : Amplitudo respon gerakan [ft] : Amplitudo gelombang [ft]
Gambar7 Permodelan kapal denga menggunakan MAXSURF
Tabel 1 Koreksi hidrostatik dari data yang sudah ad dengan model Measurement LOA (m) LPP (m) B (m) H (m) T (m) Displacement (Ton) WSA (m2)
Pemod elan 228.55 219.00 32.20 18.90 12.21 72712
MT. Niria 228.55 219.00 32.20 18.90 12.21 72682
10745.6
10683.5
AM
(m2)
387.271
390.6
AW
(m2)
6510.16
6282.6
LCB (m thd AP)
111.13
115.10
LCF (m thd AP) LKM (m) KB (m) Cb Cp Cw Cm
-105.80
- 109.00
299 6.368 0.82 0.832 0.919 0.985
298.50 6.276 0.823 0.826 0.891 0.996
Persenta se (%) 0 0 0 0 0 0.000412 76 0.005813 6 0.008522 8 0.036221 6 0.034491 7 -0.02928 0.001675 0.014 -0.00364 0.007263 0.031425 -0.01104
Besaran-besaran hidrostatik yang dibandingkan meliputi displacement, koefesien- koefesien bentuk, letak Centre of bouyancy, wetted surface dan lain-lain seperti yang telah ditunjukan pada tabel 1. Hasil perhitungan hidrostatik yang diperoleh dari MAXSURF sudah menunjukan kesesuaian dengan hidrostatik data MT.NIRIA dimana perbedaannya <1%. Dengan demikian hasil perancangan lines plan pada tabel 1 adalah valid untuk dipakai sebagai inputan menghitung karateristik gerakan kope sway- heave – roll pada MT.NIRIA.
Gambar 8 Lines plan MT.NIRIA
3.4 Analisa Gerakan Kapal Analisa gerakan dilakukan dengan bantuan software MOSES. Data- data yang diperlukan untuk analisa gerakan menggunakan MOSES adalah offset kapal yang digunakan program untuk mngidentifikasi badan kapal untuk menghitung luas, volume dan displacement. Proses tersebut merupakan salah satu validasi MOSES. Data inputan yang digunakan dalam MOSES antara lain data lingkungan seperti tinggi dan periode gelombang, kedalaman perairan, tipe gelombang, arah sudut datang gelombang, kondisi kapal menyangkut draft kapal , radius girasi. Tabel 2 Data Lingkungan Parameter Value Kedalaman perairan Tinggi gelombang signifikan
Unit
125
Meter
2.5 - 4
Meter
5.5 - 7
detik
(H 1/3) 3.3 Lines plan Permodelan kapal yang sudah divalidasi digunakan pada tahap selanjutnya. Sebelumnya perlu dilakukan perencangan rencanan garis atau yang disebut lines plan. Rencana garis ini diperoleh dari data offset model yang sudah valid. Dalam studi kasus tentang konversi motor tanker menjadi Mooring Storage Tanker (MST) pada “MT.Niria”, data-data yang ada meliputi : Ukuranutama ( L ; B ; H ; T ) Hydrostatics table General Arrangement
Periode gelombang
Berikut ini ditampilkan keluaran MOSES dalam bentuk visual dan grafik
MODEL MST. NIRIA Isometris
Depan
Dari gambar 11 didapat displacament keluaran MOSES sebesar 74372.9 Ton. Maka untuk menhitung berapa besar koreksinya digunakan rumus sebagai berikut: (32)
Samping
Atas
dari rumus tersebut ditemukan 0.23 %. Jadi model keluaran MOSES valid untuk bisa digunakan ke tahap selanjutnya. 3.5 Response Amplitude Operator (RAO)
Gambar 9 Model MT.NIRIA keluaran MOSES
Dari Model MOSES tersebut divariasikan muatan yang ada didalam tangki kapal sehingga bisa menghasilkan output amplitudo respon sebagai berikut :
Gambar 12 Grafik RAO gerakan sway
Gambar 10 Ilustrasi MT.NIRIA dalam kondisi mooring Validasi Moses Validasi MOSES dilakukan sama seperti yang dilakukan pada Tugas Rancang I, dimana validasi dilakukan dengan membandingkan displacement dari data yang sudah ad dengan keluaran MOSES, dimana perbedaan displacement tidak boleh dari 0.5%.
Gambar 11 Displacement keluaran MOSES
Gambar 13 Grafik RAO gerakan heave
Gambar 14 Grafik RAO gerakan roll
Grafik RAO untuk gerakan sway pada gambar (12) mula-mula cenderung menurun secara gradual kemudian naik sedikit dan kembali turun secara drastis. Kemudian dari grafik diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada gerakan sway dengan muatan 80% memiliki amplitudo maksimal paling kecil dibandingkan dengan tangki yang berisikan muatan 50%, 30% dan 20%. Dengan demikian dapat dikatakan untuk gerakan sway bahwa semakin besar muatan tangki maka amplitudonya semakin kecil. Untuk gerakan heave pada gambar (13) karateristikk dari masing-masing RAO hanya berbeda ketika muatan berisikan 80 %, dimana pada kondisi tersebut terdapat 2 puncak. Mulamula grafik RAO naik hingga mencapai puncak pada frekuensi 0.7 rad/sec kemudian menurun secara gradual hingga frekuensi 1 rad/sec dan naik lagi hingga frekuensi 1.2 rad/sec dan selanjutnya menurun secara drastis. Sedangkan untuk kondisi muatan 50%, 30 % dan 20% karaterisitik RAO hampir sama, dimana mula-mula grafik naik hingga frekuensi tertentu dan selanjutnya menurun secara gradual. Dari grafik di atas juga dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar muatan tangki maka amplitudo maksimal gerakan heavenya semakin besar. Pada grafik RAO gerakan roll gambar (14) karaterisktik hampir sama pada setiap variasi muatan. Mula-mula naik secara gradual hingga frekuensi tertentu dan kemudian turun secara gradual. Dari grafik RAO gerakan roll tersebut juga dapat disimpulkan bahwa momen maksimal berbanding lurus dengan kondisi muatan di dalam tangki. Jadi semakin besar muatan di dalam tangki maka momen gerakan roll juga semakin besar. Berikut adalah tabel frekuensi natural dari masing-masing gerakan : Tabel 3 frekuensi natural gerakan
20 10 sway 0 -10
0
5
10
15
20
heave roll
-20
TIME (SECOND)
Gambar 15 gerakan tangki akibat coupling motion kondisi 80 % load 20 10
sway
0 -10
heave 0
5
10
15
20
roll
-20 Gambar 16 Gerakan tangki akibat coupling motion kondisi 50 % load 15 10 sway
5 0
heave
-5 0
5
10
15
20
roll
-10 -15 Gambar 17 Gerakan tangki akibat coupling motion kondisi 30 % load 20 10
3.6 Coupling motion on the tank Gerakan tangki akibat coupling motion didapat dengan memilih Respon Amplitude Operator yang terbesar dari setiap gerakan (sway, heave dan roll). Dari situ kita bisa dapat persamaan dari ketiga gerakan setiap gerakan dan selanjutnnya kita bentuk grafik dalam fungsi waktu untuk setiap gerakan. Maka dari grafik tersebut kita bisa membaca bagaimana gerakan tangki pada waktu tertentu akibat gerakan coupling sway, heave dan roll. Berikut adalah grafik gerakan tangki dalam kondisi waktu tertentu dengan berbagai variasi muatan :
sway
0
heave 0
5
10
15
-10 -20 Gambar 18 Gerakan tangki akibat coupling motion kondisi 20 % load
roll
3.7 Analisis Tekanan pada tangki Pada kondisi 80 % seperti yang ditunjukan pada gambar 19, ini didapat distribusi tekanan pada dinding-dinding tangki, dimana besar tekanan maksimal untuk kondisi 80 % ini sebesra 788 Pa. Kontour tekanan paling besar ditunjukan dengan penggunaan warna merah. Gambar distribusi tekanan ini merupakan hasil output ANSYS Fluent yang langsung menyeleksi tekanan maksimal yang terjadi dalam rentang waktu 2 periode gerakan gabungan dari Gambar grafik 15.
Gambar 20. Kontour Pressure pada kondisi 30% Sedangkan untuk tekanan maksimal pada kondisi 20 % , distribusi tekanan yang dihasilkan dari ANSYS Fluent ditunjukan pada gambar 4.20. dimana tekanan maksimal yang terjadi pada kondisi tersebut sebesar 2780 Pa.
Gambar 19. Kontour Pressure pada kondisi muatan 80 %. Untuk tekanan maksimal pada kondisi distribusi tekanan yang dihasilkan dari Fluent ditunjukan pada gambar 4.18. tekanan maksimal yang terjadi pada tersebut sebesar 1360 Pa.
50 % , ANSYS dimana kondisi
Gambar 20. Kontour Pressure pada kondisi 20%. Dari hasil tekanan maksimal yang didapat pada dinding tangki dapat dibuat suatu grafik yang menunjukan hubungan antara tekanan dengan variasi muatan yang dilakukan yang ditunjukan pada Gambar 4.21
Hubungan tekanan dengan Filling tank Gambar 20. Kontour Pressure pada kondisi 50%. Untuk tekanan maksimal pada kondisi distribusi tekanan yang dihasilkan dari Fluent ditunjukan pada gambar 4.19. tekanan maksimal yang terjadi pada tersebut sebesar 1530 Pa.
30 % , ANSYS dimana kondisi
3000 Presure 2000 (Pa) 1000 0 0
50 Tank Fill ( Persen)
Gambar 21. Grafik hubungan tekanan dengan variasi muatan. Gambar 21. menunjukan penurunan tekanan maksimal yang terjadi pada dinding tangki berbanding lurus dengan semakin besarnya muatan di dalam tangki sehingga bisa disimpulkan bahwa semakin besar muatannya maka semakin kecil
100
tekanannya karena disebabkan oleh permukaan bebas yang ada didalam tangki. Jadi ketika tangki permukaan bebasnya semakin besar maka momen yang bekerja pada tangki akan semakin besar sehingga adukan muatan semakin besar dan menimbulkan tekanan yang besar pula. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1Kesimpulan 1.
Dari hasil perhitungan dengan MOSES didapat peak Response Ampitude Operator (RAO) dari gerakan sway, heave dan roll pada kondisi 80 % muatan masing-masing adalah 2.15 m/m pada frekuensi 0.25 rad/sec, 4.34 m/m pada frekuensi 0.69 rad/sec dan 6.523 deg/m pada frekuensi 0.78 rad/sec. Untuk kondisi 50 % muatan peak RAO ketiga gerakan adalah 1.83 m/m pada frekuensi 0.25 rad/sec, 3.52 m/m pada frekuensi 0.78 rad/sec dan 6.281 deg/m dengan frekuensi 0.84 rad/sec. Untuk kondisi 30 % peak RAO ketiga gerakan adalah 2.16 m/m pada frekuensi 0.25 rad/sec, 2.96 m/m pada frekuensi 0.74 rad/sec dan 6.066 deg/m pada frekuensi 0.96 rad/sec. Sedangkan pada kondisi 20 % muatan peak RAO gerakan sway, heave dan roll adalah 1.13 m/m pada frekuensi 0.25 rad/sec, 0.655 m/m pada frekuensi 0.25 rad/sec dan 5.68 deg/m pada frekuensi 1.15 rad/sec.
2.
Dari hasil pemodelan gerak fluida di dalam tangki dengan ANSYS fluent di dapat tekanan yang terjadi pada tangki. Dimana tekanan maksimal yang terjadi berada pada dinding kanan bawah dan kiri bawah tangki dimana dengan muatan 80 % sebesar 788 Pa , muatan 50 % sebesar 1360 Pa, muatan 30 % sebesar 1530 Pa dan untuk muatan 20 % sebesar 2780 Pa.
4.2 Saran 1.
Untuk kasus tugas akhir ini bisa dikembangkan dengan menggunakan kondisi laut yang lebih real yaitu dengan menggunakan gelombang irregular dengan spektrum sesuai dengan daerah operasi bangunan laut tersebut.
2.
Permodelan tangki bisa dibuat secara 3 dimensi dengan 6 derajat kebebasan gerakan kapal agar lebih terlihat gerakan fluida di dalam tangki secara keseluruhan.
5. Daftar Pustaka Bathacarya, R. Dynamic of Marine Vehicles, John Wiley and Sons Inc. 1978 Chakrabarti, S. K., Hydrodynamic of Offshore Structure, Springer, Verlag Berlin.1987. Chakrabarti, S.K., Handbook Of Offshore Engineering, Volume 1, Offshore Structure Analysis Inc . 2004. Chen, B.F. and Huang, C.F., “Nonlinear Hydrodynamic Pressure Generated by a Moving High Rise Shore Cylinder”, Ocean Engineering 24(3), 201-216, 1997. Chen, B.F.and Chiang, H.W., ” Complete TwoDimensional Analysis of Sea-Wave-Induced Fully Non-linear Sloshing Fluid in a Rigid Floating Tank”, Ocean Engineering 27, 953977, 2000. Faltinsen, O.M., “A Numerical Non-linear Method of Sloshing in Tanks with Two Dimensional Flow”, J. Ship Res, 31(2) (1978) 125-135. 2009. Francescutto et al., “ An Experimental Study of the Coupling Between Roll Motion and Sloshing in a Comparment”, Proceedings of thr Fourth International Offshore and Polar Engineering Conference, Osaka, Japan, 1994. Gaillarde, G., Ledoux, A. and Lynch, M., ”Coupling Between Liquefied Gas and Vessel’s Motion for Partially Filled Tanks: Effect on Seakeeping”. Design & Operation of Gas Carriers. RINA, London, UK. 2004. Huang, T.C.(Ed), Engineering Mechanics, Vol 2, Dynamics.Addison-Wesley Publishing Company Ltd, Reading, MA, 1967. Indiyono, P., Hidrodinamika Bangunan Lepas Pantai, SIC, Surabaya. 2003. Kim, B. and Shin, Y.S., “ Coupled Seakeeping with Liquid Sloshing in Ship Tanks “, Proceedings of the ASME 27th International Conference on Offshore Mechanics and Artic Engineering, Estoril, Portugal, 2008. Kim, Y., Nam, B.W., Kim, D.W and Kim, Y.S., “Study On Coupling Effect of Ship Motion and Sloshing”, Ocean Engineering 34, 21762187, 2007. Lee, S.J., Kim, M.H. and Lee, D.H., “Effect of LNG Tank Sloshing on The Global Motion Of LNG”, Ocean Engineering 34, 10-20, 2007. Leick, R., “Conversion and New Build”, FPSO Workshop Proceedings Presentation, 8 June, 2000. Liu, Z. and Huang, Y., “A New Method for Large Amplitude Sloshing Problems”, Journal of Sound and Vibration 175 (2), 185-195, 1994.
Mardiansah, A., “Analisisa Stabilitas Akibat Konversi Motor Tanker (MT) Niria menjadi Mooring Storage Tanker”, Tugas Akhir S1, Jurusan Teknik Kelautan ITS, 2011. Molin, B., Remy, F., Rigaud, S. and De Jouette, Ch., “LNG-FPSO’s: Frequency Domain, Coupled Analysis of Support and Liquid Cargo Motion”. In: Proceedings of the IMAM Conference, Rethymnon, Greece. 2002. Murtedjo, M., Teori Bangunan Apung, Surabaya. 1999 Nurfadiyah, “Analisa Kekuatan Konstruksi Aft dan Bow Chain Stopper Akibat Konversi Motor Tanker menjadi Mooring Storage Tanker (MST)”, Tugas Akhir S1, Jurusan Teknik Kelautan ITS, 2011. Potthurst, R., “Tanker Conversion to FPSO”, OGP Marine Risk Workshop Proceedings, 2003. Seokkyu Cho et al., “ Studies on the Coupled Dynamics of Ship Motion and Sloshing including Multi-Body Interactions”, Proceedings of the seventeenth International Offshore and Polar Engineering Conference, Lisbon, Portugal, 2007. www.ict-silat,akses:12November2011.