MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI GEGAR OTAK MANUSIA MENGGUNAKAN PENCOCOKAN MODEL (TEMPLATE MATCHING) M. Hasan Chabibie*, R. Rizal Isnanto**, Budi Setiyono** Abstrak - Saat ini, dunia ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, demikian pula dengan dunia kedokteran. Sinergi antara dua bidang tersebut diperlukan untuk meningkatkan kecepatan dan keakuratan penanganan medis terutama untuk penyakit-penyakit yang memerlukan penanganan cepat seperti gegar otak. Selama ini, pengidentifikasian gegar otak otak memerlukan keahlian khusus, oleh karena itu perlu dibuat suatu alat untuk melakukan identifikasi gegar otak secara cepat dan terautomatisasi, sehingga diperoleh analisis yang akurat. Analisis citra merupakan salah satu metode dalam pengolahan citra digital. Proses prapengolahan citra digital dimulai dari akuisisi data citra. Analisis citra yang dilakukan dalam hal ini adalah pendeteksian gegar otak menggunakan metode pencocokan model (template matching). Pencocokan model mendeteksi kehadiran suatu objek dengan mencocokkan citra yang hendak diketahui dengan sekumpulan citra lain yang menjadi acuan (template). Program yang dibuat memiliki kemampuan untuk mengenali citra, mengambangkan citra, melakukan transformasi antara citra dengan model (template) dan dapat melakukan proses identifikasi gegar otak dengan lebih cepat dan akurat berdasarkan kisaran jumlah piksel yang telah ditentukan. Kata-kunci: Identifikasi Gegar Otak, Pencocokan Model, Jumlah Piksel
PENDAHULUAN Latar Belakang Komputer pribadi sebagai sarana bantu manusia, telah terbukti dapat menyelesaikan pekerjaan sehari-hari di segala bidang. Pada mulanya para pemakai hanya menggunakan komputer sebagai mesin ketik saja, namun kini telah berkembang penggunaannya baik di lingkungan rumah tangga, industri bahkan di lingkungan pendidikan. Komputer dapat mengenali informasi dari citra atau gambar yang sedang diamati dengan bantuan pengolahan citra. I. 1.1
*Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UNDIP **Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro UNDIP
Pengolahan citra adalah suatu metode atau teknik yang dapat digunakan untuk mengolah citra atau gambar dengan jalan memanipulasinya menjadi data atau gambar yang diinginkan untuk mendapat informasi tertentu. Pembacaan suatu citra dapat dilakukan secara konvensional. Namun, pembacaan secara konvensional terkadang kurang akurat ketika dilakukan dengan pengamatan langsung tanpa pengambilan citra digital. Oleh sebab itu hal ini menyebabkan pembacaan secara konvensional tidak efisien. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan maka pembacaan citra akan lebih akurat dengan melakukan pembacaan dan deteksi melalui bantuan citra digital. Teknologi yang lazim dipergunakan untuk penegakan diagnosis gegar otak adalah proses pemagaran menggunakan teknologi Computed Temography yang lazim disebut CT-scan. Namun terdapat beberapa kelemahan pada penggunaan CTscan. Inovasi-inovasi baru diperlukan untuk membantu penegakan diagnosis. Program berbasis pencocokan model (template matching) merupakan metode yang telah dikenal dan berguna untuk mendeteksi suatu objek dalam citra. Pencocokan model (template matching). Metode ini mendeteksi kehadiran suatu objek dengan mencocokkan citra yang hendak diketahui dengan sekumpulan citra lain yang menjadi acuan. Penggunaan pencocokan model (template matching) dapat membantu proses analisis hasil CT-scan. 1.2
Tujuan dan Manfaat Tujuan yang hendak dicapai dalam tugas akhir ini adalah membuat program bantu yang dapat melakukan proses identifikasi gegar otak dengan lebih cepat dan akurat dengan pencocokan pola (template matching). Untuk mencapai kesimpulan tersebut dilakukan pengujian menggunakan sebuah program bantu dengan bahasa pemrograman Matlab. 1.3 Batasan Masalah Masalah dalam tugas akhir ini akan dibatasi pada : 1. Citra yang akan dikenali adalah hasil dari CT-scan asli dari rumah sakit tanpa membahas proses pemotretannya
2.
3.
4.
Perancangan meliputi algoritma mulai dari pembacaan citra digital hingga identifikasi gegar otak menggunakan metode pencocokan model (template matching) Citra yang diambil berasal dari pasien dengan besar ukuran otak dan kisaran usia yang sama, serta menggunakan tingkat perbesaran yang sama pula. Program bantu yang digunakan adalah Matlab versi 6.5.1
LANDASAN TEORI Pengertian Cedera Kepala Cedera kepala adalah satu diantara kebanyakan bahaya yang menimbulkan kematian pada manusia. Dari semua kasus cedera kepala menurut data di Amerika Serikat yang terakhir sekitar 49 % disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor dan jatuh merupakan penyebab umum yang kedua. Cedera kepala paling sering ditemukan pada usia 15 sampai 24 tahun, dan dua kali lebih besar pada pria dibandingkan wanita. Proses keperawatan secara unik membantu perawat mengidentifikasi diagnosis keperawatan dan bekerjasama dengan dokter serta tenaga kesehatan lain untuk mengkonsentrasikan pada terapi khusus berdasarkan konsekuensi kondisi patologi pasien. II. 2.1
Ada banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan atau mengklasifikasikan pasien dengan cedera kepala. Dalam tahun terakhir dipakai istilah “terbuka” dan “tetutup”, serta kup dan kontra kup. Akan tetapi istilah tersebut akan sulit untuk menggambarkan derajat berat ringannya cedera kepala. Berat cedera kepala saat ini didefinisikan berdasarkan skala koma Gaslow. Istilah cedera kepala ringan, sedang, dan berat berguna dalam hubungan dengan pengkajian parameter untuk terapi dan hasil sepanjang kontinum perawatan. Namun demikian tidak boleh ada asumsi bahwa cedera kepala ringan akan mengakibatkan masalah ringan atau tidak ada masalah pada pasien. Gambar 2.1 menunjukkan contoh penampang otak yang sehat.
Gambar 2.1 Penampang otak sehat
2.2 Mekanisme Cedera Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsenuensi patologis dari trauma kepala. Cedera percepatan (akselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah apabila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, Cedera sekunder dapat terjadi sebgai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler serta vasdilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan intrakanial. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. 2.3
Pemeriksaan Komputer Tomografi Otak (CT-scan) Pemeriksan ini merupakan metode diagnostik standar terpilih bagi kasus-kasus cedera kepala karena prosedur ini tidak invasif (sehingga aman) dan memiliki keandalan yang tinggi. Dalam hal ini, dapat ditampilkan secara jelas lokasi dan adanya pendarahan intrakanial, edema, kontusi udara, benda asing intrakanial, serta pergeseran struktur tengkorak. 2.4
Definisi Pengolahan Citra Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi virtual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Proses pengolahan dalam bentuk digital secara umum mempertimbangkan pada peningkatan mutu citra atau penyulingan citra. Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra 2 dimensi dengan menggunakan komputer. Dalam definisi yang
lebih luas pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Citra digital adalah barisan bilangan nyata maupun kompleks yang diwakili oleh bit-bit tertentu. Proses pengolahan citra digital dapat digambarkan sebagai berikut :
Sistem Pengindera
Kuantisasi dan Pencuplikan
Media Penyimpan
Komputer Digital
penyangga
Penyimpanan
Proses
penyimpan
objek yang sudah diketahui. Proses diagnosis yang dilakukan berdasarkan hasil pengolahan citra ini kadang-kadang tidak cukup hanya dengan melihat perbedaan tingkat keabuan elemen gambar antara yang sakit dengan bagian yang sehat, akan tetapi juga melalui pembedaan ukuran bagian tubuh yang diamati dengan bagian tubuh yang dalam keadaan normal. Pengukuran besarnya suatu objek dalam gambar dapat dilakukan dengan penghitungan jumlah piksel yang menyatakan tingkat keabuan kategori objek tersebut.
penampil Output
Objek
Observasi
Pendigitalan
perekam
Gambar 2.7 Diagram alir Pengolahan Citra Digital Proses Gambar 2.7 merupakan proses pengolahan citra secara digital dalam pengenalan pola yang bertujuan untuk mengidentifikasi objek secara lebih luas dan lebih berkonsentrasi pada bentuk objek. Untuk tujuan tersebut, dilakukan proses prapengolahan yang akan mengubah data mentah menjadi data yang siap dianalisa. Proses prapengolahan yang akan dilakukan disini adalah pengambangan dan proses morfologi.
2.5
Aplikasi Pengolahan Citra Biomedis Proses–proses pengolahan citra biomedis secara digital pada umumnya bertujuan untuk mendeteksi objek dan untuk melakukan pengukuran yang lebih lanjut kemudian digunakan untuk mendukung proses diagnosis. Untuk tujuan tersebut diatas jenis pengolahan citra yang sering dibutuhkan dalam aplikasi ini adalah : 2.5.1 Proses Prapengolahan Proses prapengolahan sering disebut pula sebagai proses pengolahan tingkat rendah. Pada tahap tersebut biasanya diperlukan proses peningkatan mutu citra, juga proses deteksi sisi atau garis-garis batas antara objek yang berbeda, seperti antara tulang dan jaringan atau antara jaringan yang sehat dengan jaringan yang sakit. Proses-proses tersebut diatas kadang-kadang dilakukan pada citra hasil pengamatan berbagai tampak, sehingga diperoleh gambaran analisis yang bersifat tiga dimensi. 2.5.2 Klasifikasi dan Segmentasi Citra Analisis citra dalam bentuk deteksi atau identifikasi objek dapat dilakukan melalui tahap proes klasifikasi citra ke beberapa objek dan proses pembandingan antara ciri objek yang diamati dengan pengetahuan ciri
2.6
Pencocokan Pola (Template matching) Secara umum teknik pencocokan pola bertujuan untuk mengklasifikasi dan mendeskripsi pola atau objek kompleks melalui pengukuran sifatsifat atau ciri-ciri objek yang bersangkutan. Metode ini mendeteksi kehadiran suatu objek dengan mencocokkan citra yang hendak diketahui dengan sekumpulan citra lain yang menjadi acuan (template). Metode yang digunakan pada dasarnya menggunakan logika ExOR, yaitu mengidentifikasi antara persamaan dan perbedaan suatu objek. Misalnya, citra masukan otak sehat dibandingkan dengan citra template otak sehat maka tidak akan dihasilkan sebuah nilai yang menunjukkan tidak ditemukannya penyakit gegar otak. Lain halnya jika citra masukan otak sehat dibandingkan dengan citra template otak sakit maka akan dihasilkan sebuah nilai yang menunjukkan adanya penyakit gegar otak. Proses identifikasi penyakit gegar otak dengan metode template matching pada dasarnya merupakan proses pengolahan citra tingkat atas, yang diawali dengan proses penentuan ciri objek (ekstraksi ciri). Ciri yang diperoleh disini berdasarkan histogram distribusi tingkat keabuan yang diperoleh dari hasil CT-scan. 2.7 Aplikasi Transformasi Fourier dan Teori Transformasi Secara umum transformasi Fourier digunakan untuk mengubah suatu sinyal dari kawasan spasial ke kawasan frekuensi, dan untuk perubahan sebaliknya dapat digunakan transformasi invers Fourier. Transformasi Fourier dalam kenyataannya tidak hanya digunakan dalam 1 dimensi saja. Suatu citra yang akan diolah pada dasarnya terletak dalam dimensi 2 dimana bentuk kontinu dari pasangan transformasi Fourier dan transformasi Fourier balik menjadi berikut.
Citra masukan 1 N 1 N 1
H(n1,n2) = h ( k 1 , k 2 ) e
j 2 / N ( n1 k 1 n 2 k 2 )
(2.2)
k1 0 k 2 0
= DFT [h(k1,k2)] dimana
n1 = 0,1,2,...,N-1 n2 = 0,1,2,...,N-1
Korelasi antara dua persamaan ini juga disebut sebagai penapisan yang dicocokkan (matched filtering) dan dapat digunakan untuk mengekstraksi bentuk-bentuk yang ditentukan sebelumnya pada citra. Dalam hal ini korelasi sering juga disebut dengan template matching. Transformasi sebanding dengan korelasi jika dirotasi menggunakan transformasi 1800. h1(k1,k2)◦ h2(k1,k2)↔ H1(n1,n2)H2*(n1,n2) (2.9)
invers dari persamaan di atas: h(k1,k2) =
1 N 1 N 1 j 2 / N ( n1k1 n2k2 ) (2.3) H (n1 , n2 )e N 2 n1 0 n2 0
h(k1,k2) merupakan invers dari H(n1,n2). Untuk 0 < u,x < N-1 dan N adalah jumlah sampel masukan. Faktor 1/N digunakan untuk proses normalisasi agar sesuai dengan daerah harga masukan. Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa h(k1,k2) dapat diperolah dari operasi 1 dimensi secara berurutan terhadap setiap barisnya terlebih dahulu baru kemudian tehadap setiap kolomnya. Seperti yang kita ketahui bahwa transformasi Fourier digunakan untuk mengubah suatu sinyal dari kawasan spasial menjadi kawasan frekuensi, sehingga proses transformasi dapat dilaksanakan dalam bentuk perkalian biasa yang dihasilkan dari h1(k1,k2) dan h2(k1,k2). Bentuk Transformasinya adalah ;
Untuk melihat lokasi template dalam citra, harus dicari terlebih dahulu nilai maksimum piksel baru kemudian ditentukan nilai ambang yang mana besarnya harus lebih kecil dari nilai maksimum yang didapat. Lokasi ini akan diindikasikan oleh titik yang memiliki warna putih yang lebih terang dari pada yang lainnya di dalam pengambangan korelasi citra.
PERANCANGAN PROGRAM Perangkat lunak yang digunakan adalah Matlab 6.5.1 untuk pembuatan program karena fungsifungsi yang lengkap. Namun, versi yang lebih rendah yaitu Matlab 5.3 masih digunakan untuk membuat tampilan antarmuka untuk pengguna (GUI). Pengolahan citra dilakukan berdasarkan dasar teori yang telah dijelaskan pada Bab II. III.
3.2.1 M 1 N 1
g(n1,n2) = h 1 ( k 1 , k 2 ) h 2 ( n 1 k 1 ,n 2 k 2 )
(2.4)
k1 0 k 2 0
jika h1(k1,k2) dinyatakan melebihi daerah: (2.4.1) 1 k 2 0 , B 1
k 1 0 , A
dan jika h2(k1,k2) dinyatakan melebihi daerah: (2.4.2) k 1 0 , C 1 k 2 0 , D 1 Transformasi dari sinyal 2D dinyatakan sebagai berikut: h1(k1,k2)* h2(k1,k2) (2.5) Sehingga dapat ditunjukkan bahwa: h1(k1,k2)* h2(k1,k2) ↔ H1(n1,n2)H2(n1,n2)
(2.6)
Korelasi atau korelasi silang dari 2 sinyal 2D dinyatakan : N 1 M 1 g(n1,n2) = h1 ( k 1 , k 2 ) h2 ( n1 k 1 ,n 2 k 2 ) (2.7) k1 0 k 2 0
atau dapat dinotasikan sebagai: g(n1,n2) = h1(k1,k2)◦ h2(k1,k2)
(2.8)
Pembacaan Citra yang Akan Diolah
Citra digital diperoleh dari hasil foto CTscan, sehingga citra yang didapat sudah dalam bentuk berkas tanpa perlu dilakukan pemayaran (scanning), dengan penyimpanan ekstensi jpg. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa hasil foto mikroskopis digital cukup jelas untuk dianalisis dengan ukuran berkas yang relatif kecil. 3.2.2 Pengubahan Aras Warna Menjadi Aras Keabuan Citra yang dipilih adalah citra 24 bit sehingga dikenali sebagai citra RGB. Untuk menyederhanakan proses perlu diubah aras warnanya menjadi aras keabuan, dan citra hanya memiliki tingkat atau kadar keabuan. Citra RGB adalah citra yang tersusun dari kombinasi tiga warna dasar (merah, hijau, biru). Ketiga warna tersebut dapat menghasilkan kombinasi warna yang sangat banyak, sesuai dengan kadar dari setiap warna tersebut. Hal ini membuat proses pengolahan citra menjadi kompleks dan panjang. Program yang dibuat mengenali citra otak dalam aras keabuan. Dengan demikian citra dengan aras warna perlu diubah ke dalam aras keabuan.
3.2.3
Konvolusi Citra dengan Template Pada proses ini diawali dengan proses penentuan cirri objek (ekstraksi ciri) dimana cirri ini diperoleh dari histogram distribusi tingkat keabuan yang diperoleh dari hasil CT Scan. 3.2.4
Pengambangan Citra Template Proses pengambangan dilakukan untuk menentukan titik konsentrasi yang akan dijadika pijakan piksel. 3.2.5 Deskripsi Hasil Pengolahan Proses pengolahan citra digital setelah implementasi fungsi bwperim dilanjutkan dengan tampilan deskripsi atas hasil pengolahan dalam bentuk tekstual. Karena program yang dibuat adalah untuk mengidentifikasi penyakit gegar otak, maka analisis yang diambil adalah mengidentifikasi jumlah piksel sel. Dengan mengetahui jumlah piksel dari citra otak yang telah diproses dengan acuan sel yang normal, akan didapatkan nilai minimum dan maksimum dari jumlah piksel citra yang sehat. Nilai acuan ini akan digunakan untuk proses identifikasi lanjut.
IV.
Tabel 4.1 Hasil perhitungan citra otak yang sakit Nama C.jpgitra
Jumlah Piksel
01.jpg.
21
03.jpg
46
04.jpg
42
05.jpg
14
07.jpg
19
08.jpg
94
09.jpg
46
10.jpg
150
11.jpg
93
13.jpg
74
14.jpg
112
15.jpg
60
17.jpg
4
18.jpg
8
HASIL PENGUJIAN
Pengolahan citra berakhir dengan deskripsi hasil dari pengolahan citra yang dilakukan. Deskripsi ini bersifat tekstual yang menerangkan citra hasil pengolahan, Deskripsi hasil pengolahan citra merupakan pemrosesan lanjut yang disesuaikan dengan analisis citra yang diinginkan, dalam hal ini adalah citra otak. Proses deskripsi di sini dilakukan dengan menghitung jumlah piksel citra dengan nilai ambang tertentu (150). Nilai tersebut diperoleh dengan melakukan proses perhitungan manual dengan mencoba satu-persatu citra sehingga diperoleh nilai yang paling besar untuk citra model yang kita kategorikan sakit. Dimana apabila jumlah kandungan piksel yang terdapat pada citra di atas 150 maka otak dinyatakan sehat dan apabila jumlah kandungan piksel dibawah 150 maka citra dinyatakan menderita gegar otak. Adapun daftar jumlah piksel berdasarkan hasil perhitungan dapat ditunjukkan dalam Tabel 4.1
Dari tabel diatas dapat dilihat untuk jumlah piksel 150 sebagai nilai tertinggi citra yang teridentifikasi gegar otak ditunjukkan oleh citra 10.jpg (10), adapun citra yang memiliki jumlah piksel terendah terlihat pada citra 17.jpg (4). Adapun hasil perhitungan jumlah piksel untuk citra yang sehat ditunjukkan tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Citra Otak yang Sehat Nama Citra
Jumlah Piksel
01.jpg
189
02.jpg
554
03.jpg
327
04.jpg
472
16.jpg
710
15.jpg
414
14.jpg
204
10.jpg
347
Dari tabel diatas dapat dilihat untuk perhitungan jumlah piksel citra yang sehat jumlah piksel terbesar ada pada citra 16.jpg yaitu 710 piksel, dan untuk jumlah piksel yang terkecil ada pada citra 01.jpg yaitu 189piksel
Tabel 4.3 Perbandingan identifikasi program dengan analisis dokter Nama Jumlah Identifikasi Identifikasi Citra piksel Program Dokter 73 Gegar Gegar 02.jpg Otak Otak 57 Gegar Gegar 06.jpg Otak Otak 147 Gegar Gegar 12.jpg Otak Otak 68 Gegar Gegar 16.jpg Otak Otak 138 Gegar Gegar 19.jpg Otak Otak 347 Otak Sehat Otak Sehat 21.jpg 221 Otak Sehat Otak Sehat 22.jpg
Nilai piksel minimum citra sehat (189 piksel) adalah mendekati nilai piksel maksimum citra sakit (150 piksel). Kesimpulan dari tabel di atas dapat diamati bahwa jumlah piksel untuk citra yang teridentifikasi Gegar Otak berada dibawah 150 dan jumlah piksel untuk citra Otak yang sehat berada diatas 150. Untuk penilaian lebih lanjut, tidak dapat langsung diberikan kesimpulan berdasarkan jumlah piksel namun perlu adanya penilaian dari dokter ahli misalnya dalam hal bentuk, dan sebagainya Dari program diatas dapat diketahui proses penentuan identifikasi Otak sehat dan Gegar Otak. Selama ini disamping metode pencocokan pola kita juga mengetahui adanya cara untk melakukan perbandigan yaitu dengan logika EXOR. Dimana logika tersebut dalam kasus ini apabila terdapat kesemaan bentuk yang persis baru kemudian dapat melakukan identifikasi citra berdasarkan template yang benar-benar mirip, sedangakan pencocokan model hanya membutuhkan cirri objek untuk kemudian secara otomatis akan mencari persamaannya dengan sendirinya. Penentuan identifikasi sehat ataupun sakit seperti dijelaskan diatas sekaligus menjawab pertanyaan mengapa dalam penentuan batas nilai ambang untuk jumlah piksel diatas 150 dikategorikan sehat dan jumlah piksel dibawah 150 dikategorikan sakit, dalam program ini citra model yang menjadi penentu ciri objek citra yang akan diuji. Semakin citra yang diuji mendekati citra model maka jumlah pikselnya semakin sedikit dan jika citra yang diuji semakin berbeda dengan citra model maka jumlah pikselnya pun semakin besar sehingga dari situlah dilakukan proses identifikasi. 4.1.7 Perbandingan Identifikasi program dengan analisis dokter Disamping citra yang sudah diuji dalam proses ini, kami juga melakukan pengujian dengan menggunakan citra baru yang belum pernah diambil modelnya untuk kemudian dilakukan pengetesan terhadap program yang kami buat, dan kemudian kami cocokkan dengan referensi dari pihak dokter yang berwenang di bagian Radiologi. Dari hasil pengujian ini didapatkan hasil sebagai berikut .
Dari hasil uji diatas menunjukkan bahwa pada citra yang teridentifikasi Gegar otak oleh program jumlah piksel dibawah 150 sedangkan analisis dokter juga menunjukkan hal demikian sehingga tingkat ketepatan dan akurasi analisis yang dilakukan oleh program ini dan dibandingkan dengan dokter menunjukkan hasil yang sama.
PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yag dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Program yang dibuat dapat mengidentifikasi penyakit gegar otak dengan berbagai jenis dan beragam pola penanganannya dengan metode Pencocokan Model (template matching) dan melakukan perhitungan jumlah pada citra yang sehat dan yang sakit. 2. Hasil identifikasi dari program ini memugkinkan sedini mungkin dapat diambil tindakan medis yang tepat dan akurat 3. Batas piksel untuk sel yang sehat yaitu berada diatas kisaran 150 dan untuk piksel yang teridentifikasi gegar otak berada dibawah kisaran 150. V. 5.1
5.2 1.
SARAN Penelitian dapat dilanjutkan dengan menggunakan citra yang berekstensi lain dan dapat diteruskan untuk memperbaiki citra yang dihasilkan.
2.
3.
Penelitian dapat dilakukan dengan objek yang berbeda, misalnya tulang manusia, sel kanker, sel kulit dan lain sebagainya Untuk identifikasi secara akurat dalam penentuan Citra Otak yang sehat atau sakit, tidak dapat langsung diberikan kesimpulan berdasar jumlah piksel, namun perlu adanya penilaian lagi dari ahli patologi anatomi dalam hal bentuk, dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA [1]. Coman, S.R. and V. Kumar, Pathologic Basis of Disease, Ackermans, 1994. [2]. Galbiati, L.J., Machine Vision and Digital Image Processing Fundamentals, Prentice-Hall, New Jersey,1990. [3]. Gompel, C, Atlas of Diagnostic Cytology, John Wileys & Sons, New York. [4]. Hanselman, D. and B. Littlefield, Mastering MATLAB 5: A Comprehensive Tutorial and Reference, PrenticeHall, New Jersey, 1996. [5]. Jain, A.K., Fundamental of Digital Image Processing, Prentice Hall, New Delhi, 1995. [4]. Lim, J.S., Two Dimensional Signal and Image Processing, Prentice-Hall International, Inc., 1990. [5]. Murni, A., Pengantar Pengolahan Citra, PT Elek Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, 1992. [6]. Russ, J.C., The Image Processing Handbook 2nd ed., CRC Press Inc., 1994. [7]. Schalkoff, R.J., Digital Image Processing and Computer Vision, John Wiley & Sons, Nem York, 1989. [8]. Satyanegara, Ilmu Bedah syaraf, Edisi kedua, PT.Pantja sakti. 1980 [9]. Satyanegara, Ilmu Bedah syaraf, Edisi ketiga, PT.Gramedia Pustaka Utama, 1998
M.HASAN CHABIBIE Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Diponegoro angkatan 1998, dengan konsentrasi Teknik Elektronika dan Telekomunikasi. Saat ini sedang menyelesaikan studi strata-1 (S1).
Pembimbing II
Budi Setiyon o S.T,M.T NIP.132 283 184