M MO OD DU UL LP PE EL LA AT TIIH HA AN N
A AP N PL LIIK KA AS SII S SIIG GU UN NT TU UK KK KE ES SE ES SU UA AIIA AN NL LA AH HA AN
Oleh MUHAMMAD BANDA SELAMAT Staf Pengajar Jurusan Ilmu Kelautan UNHAS
Makassar 2007
DAFTAR ISI
1. Perangkat Lunak .................................. 2. Analisis Spasial .................................. 3. Keputusan Spasial ................................. 4. Peta .............................................. Sumber Bacaan
hal 1-1 2-1 3-1 4-1
ii
1. PERANGKAT LUNAK ARCVIEW adalah salah satu produk ESRI yang bekerja dilingkungan WINDOWS. Paling tidak ada dua alasan mengapa ARCVIEW dipilih untuk praktikum SIG: produk ini lebih user friendly dibanding ARCINFO kemudahan dalam analisis spasial Meskipun pada awal kehadirannya, ARCVIEW lebih ditujukan untuk mempermudah layout data spasial hasil kerja ARCINFO, namun dengan semakin lengkapnya fungsi-fungsi tambahan yang dimiliki, membuat ARCVIEW menjadi semakin sering digunakan untuk pekerjaan SIG. Selain itu, bahasa pemrograman Avenue yang disisipkan pada ARCVIEW semakin melengkapi keandalan perangkat lunak ini. Secara praktis, ARCVIEW biasa digunakan antara lain untuk: 1. digitasi data citra di layar (on screen digitizing) 2. rektifikasi citra (dengan ekstensi image analysis) 3. editing tema dengan drag and drop atau cut and paste 4. editing tema melalui query item pada tabel 5. membuat tema baru dari MS-EXCELL atau MS-ACCESS 6. membuat kontur (dengan ekstensi spatial analysis) 7. hitungan volume, cut dan fill (dengan 3D analysis) 8. Pengubahan sistem proyeksi dengan projection utility 9. kemudahan konversi data ke perangkat lunak lain, seperti: AUTOCAD, MAPINFO, SURFER dsb Modul 1 ini akan memberikan gambaran singkat penggunaan ARCVIEW untuk keperluan penanganan data SIG. Cara terbaik menggunakan modul ini adalah dengan praktek langsung di depan komputer.
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
1.1 Project Anda yang Pertama ARCVIEW dapat diaktifkan dengan meng-klik ikon toolbar WINDOWS. Tampilan awal akan terlihat Gambar 1.1.
pada seperti
Gambar 1.1 Tampilan awal ARCVIEW GIS
ARCVIEW kemudian akan memberikan pilihan (Gambar 1.2) apakah akan membuka project yang sudah ada, atau memulai kerja dengan blank project. Default pilihan ini adalah dengan view yang baru.
Gambar 1.2 Pilihan pada Pembukaan ARCVIEW GIS
1-2 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:42 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Jika anda memilih nilai default, maka kemudian akan ditampilkan konfirmasi penambahan data pada view (Gambar 1.3).
Gambar 1.3
Konfirmasi Penambahan Data pada View
Sebaiknya setiap memulai pekerjaan dengan ARCVIEW GIS, anda menetapkan suatu direktori tertentu untuk menyimpan hasil. Aktifkan menu file dan pilih set working directory (Gambar 1.4).
Pengaktifan fungsi pada menu File
Gambar 1.4
Penetapan Direktori Kerja
Ketikkan nama direktori kerja anda pada kolom isian dan klik ok bila telah selesai (Gambar 1.5).
1-3 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:42 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Isikan nama direktori kerja disini
Gambar 1.5
Pengisian Nama Direktori Kerja
1.2 Menambahkan tema baru Penambahan data spasial (diistilahkan sebagai tema pada ARCVIEW GIS) dapat dilakukan dengan cara meng-klik ikon tanda plus pada toolbar bagian atas (Gmbar 1.6). Klik tanda plus untuk input data
Gambar 1.6
Penambahan Tema
Sesaat setelah anda klik ganda ikon penambahan tema, anda akan diminta untuk memilih satu atau sejumlah tema yang ada di direktori data (Gambar 1.7). Bila anda hanya menambah satu tema, anda cukup klik ganda nama tema yang diperlukan dan klik ok untuk konfirmasi. Apabila tema yang akan digunakan lebih dari satu, maka anda dapat melakukannya dengan kombinasi kunci ctrl dan shift dan klik kiri mouse. Tema yang dipilih akan menempati kolom kiri layar view. Anda harus memberikan tanda check untuk mengaktifkan tema, caranya adalah dengan meng-klik kotak kecil di depan nama tema yang akan diaktifkan (Gambar 1.8). Tema-tema ini kedudukannya dapat dipindah-pindahkan yang satu bertumpangtindih dengan yang lainnya.
1-4 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:42 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Gambar 1.7
Gambar
Pemilihan Tema dari direktori data
1.8
Penempatan tema pada view
1.3 Sistem Proyeksi Seringkali kita menggunakan data spasial dari berbagai sumber. Untuk dapat menampilkan skala yang data aslinya, persyaratan yang diminta oleh ARCVIEW adalah keseragaman proyeksi data spasial yang ditampilkan pada layar view. Anda dapat mengecek kelengkapan sistem proyeksi, unit peta dan unit jarak data spasial anda dengan mengaktifkan properties pada menu view (Gambar 1.9).View properties berisi sejumlah keterangan mengenai data spasial yang sedang aktif. Bila data anda bukan data yang diproyeksi maka ARCVIEW pertama sekali akan mengisi nilai map unit dengan unknown, demikian pula dengan distance unitnya.
1-5 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:42 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Pengaktifan fungsi properties pada menu view
Gambar 1.9
Pengaktifan fungsi pada menu View
Umumnya sistem gratikul data spasial dinyatakan dengan derajat desimal (decimal degrees). Beberapa perangkat lunak menangani sistem gratikul data spasialnya dalam bentuk derajat, menit, sekon (DD MM SS), contohnya MAPINFO. Beberapa data detail kawasan dinyatakan dalam sistem proyeksi Mercator dengan sistem grid seperti UTM. Bila menggunakan sistem UTM, maka unit peta dan jarak dapat dinyatakan dalam satuan meter (Gambar 1.10).
Untuk data spasial dalam sistem grid UTM, nyatakan unit peta dan jarak dalam meter
Gambar 1.10
Beberapa komponen view properties
1-6 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:42 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
1.4 Legenda Legenda digunakan sebagai kunci pembeda dalam visualisasi tema. Warna setiap tema sebaiknya unik dan berbeda dengan tema yang lainnya. Setiap kali anda menambahkan tema pada layar view, ARCVIEW akan memberikan warna tertentu untuk tema tersebut. Bila anda ingin mengubah pewarnaan dan teksturnya anda perlu mengaktifkan Legend Editor (Gambar 1.11 dan 1.12).
Klik panah scroll untuk menampilkan pilihan tipe legend Klik ganda untuk menampilkan Fill palette Klik ganda pada tema untuk mengaktifkan Legend Editor
Gambar 1.11
Pengaktifan Legend Editor
Tipe legenda memberikan anda sejumlah pilihan item dari tema aktif yang ingin anda tampilkan. Dasar pemilihannya adalah dari tabel atribut. Sebagaimana anda ketahui, setiap objek spasial pada SIG harus memiliki ID yang unik. Bila anda hendak menampilkan warna berbeda sesuai ID tersebut maka anda akan mendapatkan sejumlah warna berbeda dalam satu tema. Tema merupakan satu kelompok unsur rupabumi yang memiliki kesamaan sifat logik atau fungsi. Contohnya di dalam poligon kecamatan ada poligon-poligon desa.
1-7 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:42 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Jenis tekstur pewarnaan yang dipilih
Pilihan untuk mengatur: 1. tipe garis 2. tipe tekstur 3. warna 4. tipe hurus, dsb
Gambar 1.12
Klik disini bila semuanya sudah sesuai
Menu-menu pengaturan pada Legend Editor
Bila anda ingin membedakan desa melalui tampilan warna, maka anda harus mengubah tipe legenda dan memberikan nilai yang unik untuk legenda tersebut. Nilai unik tersebut dengan sendirinya akan menampilkan warna yang unik pula (Gambar 1.13). Anda dapat menampilkan kelas tema sebagai nilai unik (warna tersendiri),
Gambar 1.13
Penetapan Nilai Unik untuk Tipe Legenda
1-8 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:42 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
1.5 Label Pemberian nama poligon pada suatu tema dapat dilakukan dengan mengaktifkan fungsi autolabel pada menu tema (Gambar 1.14). Apabila label tidak muncul maka kemungkinan data tersebut belum mengalami final editing. Anda dapat membuka tabel untuk tema bersangkutan dan cek apakah semua field telah memiliki nilai yang sesuai bila tidak maka lakukan editing table.
Label yang akan ditampilkan
Gambar 1.14
Isian pada Fungsi Auto label
1-9 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:42 AM
2. Analisis Spasial 2.1 Tabel Pada modul 1 anda telah mempelajari fungsi-fungsi ARCVIEW untuk pekerjaan Sistem Informasi Geografis (SIG). Modul 2 ini akan memberikan gambaran singkat proses editing tema melalui tabel objek. Seringkali dalam pekerjaan SIG anda harus menetapkan kriteria tertentu untuk data spasial yang dimiliki. Dengan kata lain, dalam menjawab suatu permasalahan SIG, anda harus memilah-milah informasi mana yang diperlukan dan mana yang tidak, dari seperangkat data yang telah anda miliki. Tabel adalah kumpulan atribut, yang tersusun atas sejumlah baris (record) dan kolom (field). Perpotongan baris dan kolom merupakan nilai atribut untuk objek spasial yang dimaksud. Tabel adalah realisasi dari entiti. Entiti adalah segala sesuatu yang memiliki atribut. Dalam konsep SIG, entiti dipermukaan bumi secara keseluruhan dimodelkan menjadi tiga macam yaitu titik (point), garis (line), dan luasan (area). Model bumi itu sendiri sebenarnya ada 2 macam, yaitu model vektor dan raster. Pada model vektor, objek di muka bumi dikenal sebagai point, line/arc, dan polygon. Pada model raster, suatu wakil permukaan bumi dipilah menjadi gridgrid (kotak-kotak kecil) dengan ukuran luas (resolusi) tertentu sehingga membentuk point (grid tunggal), line (deretan grid) dan area (kumpulan grid). Jadi dalam pengertian SIG, kita dapat mengatakan ada entiti titik, entiti garis dan entiti luasan. Setiap entiti memiliki tabel, misalnya, entiti titik memiliki tabel yang berisi semua atribut untuk titik tersebut. Tabel 1, 2 dan 3 adalah contoh atribut untuk entiti garis, luasan dan titik menurut format perangkat lunak ARC-INFO. Tabel 1.
Contoh Tabel Garis pada ARC-INFO (AAT.DBF)
FNODE_
TNODE_
LPOLY_
RPOLY_
LENGTH
ROADS_
ROADS_ID
RDCODE
41 40 38
40 38 33
2 2 2
2 2 2
39.107070 574.672200 510.771700 dst
44 43 40
14 15 16
1 1 1
dst
dst
dst
dst
dst
Dst
Dst
Komponen standar AAT: FNODE :node awal arc (segmen garis) penomoran internal TNODE :node akhir segmen garis
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
LPOLY :poligon di sisi sebelah kiri segmen garis RPOLY :poligon di sisi sebelah kanan segmen garis LENGTH :panjang segmen garis ROADS_ :identifier segmen garis penomoran internal ROADS_ID :identifier segmen garis penomoran eksternal (dari user)
Tabel 2.
Contoh Tabel Luasan pada ARC-INFO (PAT.DBF)
AREA
PERIMETER
477.383300 507454.000000 23931.470000 Dst
SOILS_
SOILS_ID
SOILCODE
SUIT
3 4 7
1 2 5
Id3 Sg Ns1
1 3 2
105.243900 8316.573000 673.880900 dst
dst
dst
dst
dst
Komponen standar PAT: AREA :nilai luasan PERIMETER:keliling SOILS_ :identifier dengan penomoran internal SOILS_ID :identifier dengan penomoran eksternal (dari user) Tabel 3.
Contoh Tabel Titik pada ARC-INFO (PAT.DBF)
AREA 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
PERIMETER 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
KOTA_
KOTA_ID
1 2 3 5 6
1 2 3 5 6
ID 100 110 111 120 121
NAMA Lhokseumawe Caltex 01 Caltex 02 Mobil Oil 01 Mobil Oil 02
Dari tabel-tabel di atas, dapatlah diketahui bahwa setiap objek pada suatu tabel akan memiliki identifier (ID) yang unik. Contoh pada tabel jalan, jalan propinsi akan dapat dibedakan dengan jalan kabupaten karena memiliki angka pengenal (identifier) yang berbeda. Oleh karena struktur basisdata dalam SIG umumnya adalah relasional, maka apabila komponen record suatu objek (misalnya identifier jalan propinsi) dihapus, maka pada tampilan grafis, jalan propinsi tidak akan terlihat lagi.
2-2 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:44 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
2.2 Query dengan Tabel Bukalah ARCVIEW, dengan cara klik dua kali ikon toolbar WINDOWS. Tampilan awal akan terlihat Gambar 1.1.
pada seperti
Gambar 2.1 Tampilan awal ARCVIEW GIS
Cobalah tampilkan sedemikian rupa atribut harga tanah yang ada di tema administrasi desa dari direktori kerja anda (Gambar 2.2).
Distribusi harga tanah desa
Gambar 2.2
Distribusi harga tanah
Dari legenda dapat dilihat bahwa harga tanah bervariasi mulai Rp 35000 per meter persegi hingga Rp 80000 permeter persegi. Umpamakan anda hanya ingin mengetahui lokasi tanah yang kisaran harganya kurang dari Rp 50000, maka anda harus menetapkan filter untuk tabel harga tanah yang nilainya kurang dari Rp 50000 tersebut.
2-3 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:44 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Untuk mem-filter tabel dengan sintaks query, anda harus membuka tabel dan jendela query. Caranya dengan mengklik ikon tabel pada toolbar sehingga muncul tabel untuk tema tersebut (Gambar 2.3) Nama desa
Harga tanah
Gambar 2.3
Tabel Harga Tanah
Klik menu Table dan klik query untuk mengaktifkan jendela query. Anda dapat juga menggunakan kombinasi kunci Ctrl+Q untuk mengaktifkan fungsi query ini (Gambar 2.4).
Gambar 2.4
Pengaktifan Query
Setelah jendela query muncul (Gambar 2.5), anda dapat menggunakan pernyataan logika untuk menampilkan nilai harga
2-4 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:44 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
tanah yang sesuai dengan kriteria anda ( misalnya tanah yang harganya kurang dari Rp 50000). Nama field
Variasi nilai field
Klik disini bila Sudah ok
Ekspresi query
Gambar 2.5
Jendela Query
Apabila operasi query selesai, jendela query dapat ditutup dan semua nilai field tanah yang nilainya kurang atau sama dengan Rp 50000 akan disorot (Gambar 2.6). Banyaknya desa yang memenuhi kriteria harga tanah
Gambar 2.6
Hasil Operasi Query
2-5 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:44 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
2.2 Analisis Spasial Salah satu fungsi analisis spasial dalam Arcview adalah geoprocessing. Geoprocessing adalah proses pembuatan tema baru dari tema yang ada pada jendela view. Pada kebanyakan kasus, sifat geometrik objek diabaikan untuk sementara oleh karena perhatian lebih ditujukan pada penanganan data atributnya (tabel). a.Reduksi Tema Yang termasuk dalam proses reduksi data adalah: 1) Memotong (clip) satu tema dari tema yang lain Proses ini akan menghasilkan tema baru dengan cara menjadikan suatu tema polygon (atau polygon yang dipilih pada tema tersebut) sebagai pola potongan untuk tema lain (point, line maupun polygon). Tema keluaran hanya akan berisi data dari tema yang dipotong – tema yang sebelumnya dijadikan pola hanya dipakai untuk mendefinisikan batas-batas potongan-nya (Gambar 2.7). Tema Hasil
Tema Clip
Tema Input
Gambar 2.7
Clip Tema
2) Irisan (intersect) dua tema Proses ini hampir mirip dengan clipping, perbedaannya adalah pada batas geometrik yang diiris, semua komponen geometrik dan atribut dari kedua tema akan menjadi atribut dan geometrik untuk tema yang baru (Gambar 2.8). Output overlay Input
Gambar 2.8
Irisan Dua Tema
2-6 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:44 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Proses irisan ini dasarnya adalah teori himpunan pada matematika aljabar. Perhatikan pernyataan aljabar berikut: A = {a,b,c,d} dan B = {c,d,e,f} Kita dapat menggambarkan kondisi ini dalam bentuk diagram Venn (Gambar 2.9).
Gambar 2.9.
Diagram Venn A Iris B
Secara matematis elemen-elemen yang sekaligus menjadi anggota himpunan A dan B dinyatakan sebagai: A ∩ B (baca A iris B) Jadi dapatlah anda lihat, bahwa ada dua elemen himpunan A yang juga menjadi elemen himpunan B, yaitu c dan d. sehingga dapat dikatakan bahwa A ∩ B = {c,d} Wilayah untuk irisan ini digambarkan sebagai arsiran pada Gambar 2.9. Misalkan A mewakili tema harga tanah yang nilainya kurang atau sama dengan Rp 500000 dan B adalah jenis penggunaan lahan tegalan maka A ∩ B akan diperoleh lahan teglan yang harganya kurang atau sama dengan Rp 50000 per meter persegi.
B.Manipulasi Geometrik 1) Penghapusan (dissolve) Geometrik berdasarkan atribut Proses dissolve dalam satu tema akan menghilangkan batasbatas antara dua bentuk geometrik yang bersebelahan yang memiliki kesamaan nilai atribut(Gambar 2.10). Contohnya, anda dapat melakukan dissolve dalam tema administrasi desa, untuk menghilangkan batas-batas desa sehingga diperoleh wilayah-wilayah dengan harga tanah yang sama.
2-7 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:44 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Sebelum dissolve Sesudah dissolve
Gambar 2.10
Operasi Dissolve
2) Penggabungan (union) dua tema Penggabungan tema akan membuat tema baru melalui proses kombinasi dua polygon. Tema yang baru akan mewarisi data (atribut dan geometrik) dari kedua tema induknya, termasuk pula disini wilayah yang menjadi irisan kedua tema induk (Gambar 2.11). overlay output input
Gambar 2.11
Unifikasi
3) Penyatuan (merge) Tema Penggunaan merge hampir sama dengan union – Tema yang baru dibuat dari beberapa tema tetapi atribut dan geometriknya tidak mengalami pengirisan (intersection). Merge memudahkan anda dalam melakukan kombinasi atribut dari dua atau lebih tema yang memiliki kesamaan geometrik (Gambar 2.12). Apabila anda merge beberapa tema, anda harus menentukan dari tema mana nantinya tema yang baru itu mengambil kesamaan field tabelnya. Hal ini akan memberikan 2 kemungkinan: - Jika tema kedua atau selebihnya yang anda merge memiliki lebih banyak field daripada tema yang anda jadikan acuan, field tersebut tidak akan dimunculkan pada tabel tema yang baru - Kalau tema kedua atau selebihnya yang akan di-merge tidak memiliki nama field yang sama dengan tema yang anda jadikan
2-8 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:44 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
acuan, maka pada tabel tema yang baru akan muncul null value pada sel-selnya. Contoh dalam hal ini adalah, untuk memperoleh gambaran harga tanah dalam satu kecamatan, anda dapat menyatukan data harga tanah dari sejumlah desa.
Gambar 2.12. Merger
D. Hubungan Spasial Tema 1) Memperoleh Data berdasarkan Lokasi Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan sifat relasional antara satu lokasi dengan lokasi lain (spatial relationship) untuk menggabungkan data dari satu tema ke tema yang lainnya.
2-9 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:44 AM
3.KEPUTUSAN SPASIAL 3.1 PEMBOBOTAN PARAMETER Tujuan pembobotan parameter adalah untuk mengekspresikan seberapa besar pengaruh suatu parameter terhadap parameter lainnya dalam menghasilkan suatu keputusan spasial. Misalkan anda harus memilih lokasi untuk membangun industri pengolah rumput laut, mana yang lebih anda utamakan, akses jalan ke lokasi tersebut atau harga tanahnya? Ada banyak metode untuk pembobotan ini, beberapa yang lazim digunakan dalam SIG adalah pembobotan dengan: a) Metode ranking b) Metode perbandingan pasangan Pengambilan keputusan spasial yang seringkali menggunakan banyak parameter pasti dihadapkan pada masalah penentuan tingkat pengaruh satu parameter terhadap parameter lain yang menyusun fungsi keputusan. Pengambil keputusan biasanya harus melakukan pembobotan untuk setiap parameter berdasarkan tingkat pengaruh atau nilai penting parameter yang bersangkutan. Nilai penting suatu parameter, dapat dilihat dari seberapa besar bobot yang diberikan untuknya dalam proses penentuan keputusan. Normalisasi pembobotan biasanya dilakukan dengan cara menjumlahkan bobot keseluruhan parameter sehingga diperoleh total nilai sebesar 1. Untuk sejumlah n parameter, himpunan bobot dapat didefinisikan sebagai berikut: w = ( w1, w2, w3, wj,... wn ) ∑wj = 1 Pembahasan berikut akan menjelaskan bagaimana memperoleh nilai untuk w1, w2, w3, wj,... wn.
caranya
A) METODE RANKING Metode ranking adalah metode yang paling sederhana untuk pemberian nilai bobot. Intinya setiap parameter akan disusun berdasarkan peringkat. Penentuan peringkat bersifat subjektif, dan sangat dipengaruhi oleh persepsi pengambil keputusan. Penentuan ranking dapat dilakukan secara langsung, misalnya dalam memilih rumah yang akan dibeli, pertimbangannya utamanya adalah akses jalan, jarak dari tempat kerja atau sekolah, harga, dan seterusnya. Parameter paling penting diberi nilai 1, parameter penting diberi nilai 2 dan
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
parameter kurang penting diberi nilai 3, atau dapat juga dengan pendekatan kebalikan misalnya parameter kurang penting diberi nilai 1, penting diberi nilai 2 dan paling penting bernilai 3. Bilamana ranking telah ditetapkan, maka ada 3 cara untuk penentuan bobot setiap parameter, yaitu dengan pendekatan jumlah ranking, ketergantungan ranking, dan eksponen ranking. Penentuan bobot dengan cara penjumlahan ranking Pembobotan dengan cara ini dihitung menurut rumus: wj = (n - rj + 1)/ ∑(n - rp + 1) wj adalah bobot normal untuk parameter ke j (j=1,2...n), dimana n adalah banyaknya parameter yang sedang dikaji, p adalah parameter (p=1,2...n) dan rj posisi ranking suatu parameter. Setiap parameter diberi bobot senilai (n kemudian dinormalisasi dengan ∑(n - rp + 1).
rj
+
1)dan
contoh Misalkan ada p (p=1,2,3) parameter yang diperlukan untuk pengambilan keputusan pada suatu masalah. Misalkan pula untuk setiap parameter diberikan ranking seperti yang disajikan pada Tabel 3-1. Tabel NO 1. 2. 3.
3-1. Ranking Parameter PARAMETER RANKING Aksesibilitas 2 Harga Tanah 3 Kondisi 1 lingkungan
Perhitungan untuk penentuan bobot masing-masing parameter dapat dilakukan sebagai berikut: Penentuan bobot untuk parameter ke 1, dari tabel 1 diketahui n = 3, r1 = 2, tinjau persamaan 1 .... wj = (n - rj + 1)/ ∑(n - rp + 1) w1 = (3 - 2 + 1)/ {(3 - 3 + 1)+ (3 - 2 + 1)+ (3 - 1 + 1)} w1 = 2/ (1 + 2 + 3) w1 = 2/6 ≅ 0.33 jadi bobot untuk parameter 1 ≅ 0.33 dengan cara yang sama diperoleh: w2 = 1/6 ≅ 0.17 w3 = 3/6 ≅ 0.50 3-2 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Susun kembali Tabel 3-1 menjadi seperti Tabel 3-2. Tabel 3-2. Hasil Perhitungan Dengan Jumlah Ranking No 1. 2. 3.
PARAMETER Aksesibilitas Harga Tanah Kondisi lingkungan
RANKING 2 3 1
BOBOT (n - rj + 1) 2 1 3
BOBOT NORMAL (wj) 0.33 0.17 0.50
Penentuan bobot dari ketergantungan ranking Nilai bobot diperoleh dari normalisasi ranking setiap parameter. Rumus yang digunakan adalah seperti yang ditunjukkan oleh berikut: wj = (1/rj)/ ∑(1/rk) Lihat kembali Tabel 3-1, dihitung bobotnya menjadi:
untuk
parameter
ke
1
dapat
wj = (1/rj)/ ∑(1/rk) w1 = (1/2)/ (1/2 + 1/3 + 1) w1 = 3/11 ≅ 0.27 dengan cara yang sama diperoleh w1 = 2/11 ≅ 0.18 w1 = 6/11 ≅ 0.55
Penentuan bobot dengan cara eksponen ranking Bobot parameter ditentukan dengan rumus berikut: wj = (n - rj + 1)e/ ∑(n - rp + 1)e Nilai e ditentukan secara iteratif, dengan terlebih dahulu memberikan bobot secara apriori untuk parameter terpenting. Apabila nilai e dapat ditentukan atau dianggap given,maka bobot untuk parameter lain dapat ditentukan dengan mudah. Perhatikan, apabila e = 0 maka bobot untuk setiap parameter akan memiliki nilai yang sama dan apabila e = 1, maka perhitungan bobotnya akan sama dengan rumus penjumlahan ranking.
3-3 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
B) METODE PERBANDINGAN PASANGAN Metode ini pada awalnya dikembangkan oleh Saaty (1980) untuk keperluan proses analitis hirarki (Analytic Hierarchy process/AHP). Bobot parameter ditentukan dengan cara normalisasi vektor eigen, yang diasosiasikan dengan nilai eigen maksimum pada suatu matriks rasio. Contoh kasus berikut akan memperjelas tahapan yang harus dilakukan. contoh Misalkan permasalahannya adalah penentuan kesesuaian lokasi budidaya rumput laut di perairan pesisir Kabupaten Jeneponto. Parameter yang dievaluasi yaitu: kondisi lingkungan (k), akses (s) dan harga tanah (h). Oleh karena pada satu pasangan parameter, kita harus menentukan parameter mana yang lebih penting, untuk itu setiap parameter akan dipasangkan satu dengan lainnya dan kemudian dibandingkan seberapa penting parameter yang satu terhadap parameter yang menjadi pasangannya saat itu (lihat Tabel 34). Sebelum membandingkan, kita harus memiliki skala nilai penting antar parameter, dalam hal ini digunakan Tabel 3-3. Metode yang diajukan Saaty (1980), menggunakan skala 1-9 untuk menetapkan nilai penting tersebut. Tabel 3-3. NILAI 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Skala 1980)
untuk
perbandingan
pasangan
(Saaty,
DEFINISI Sama penting sama hingga cukup penting Cukup penting Cukup penting hingga tinggi kepentingannya Tinggi kepentingannya Tinggi kepentingannya hingga sangat tinggi Sangat tinggi kepentingannya Kepentingannya sangat tinggi hingga amat sangat tinggi
Kepentingannya amat sangat tinggi
Tabel 3-4.
Menentukan Nilai Penting Parameter Pasangan
PARAMETER 1 Kond. Lingk. Kond. Lingk. Akses
PARAMETER 2 Akses Harga tanah Harga tanah
NILAI PENTING 4 7 4
Perhatikan Tabel 3-4, pada baris pertama, pasangan yang dibandingkan adalah parameter kondisi lingkungan dengan akses. Untuk menentukan kesesuaian lokasi, mana yang lebih
3-4 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
dahulu anda pertimbangkan kondisi lingkungan atau aksesnya? Pada Tabel 3-4 tersebut diperlihatkan bahwa dibandingkan akses, maka kondisi lingkungan adalah cukup penting sampai tinggi kepentingannya untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kesesuaian lokasi.
TAHAP 1:Membuat Matriks Perbandingan Pasangan Tabel 3-4 yang telah disusun, dapat ditransformasi ke dalam bentuk matriks, yang lazim disebut sebagai matriks perbandingan pasangan (Tabel 3-5).
Tabel 3-5. PARAMETER
KONDISI LINGKUNGAN (k) AKSES (s) HARGA TANAH (h)
Perbandingan Pasangan Parameter KONDISI AKSES HARGA LINGKUNGAN (s) TANAH (k) (h) 1 4 7 1/4 1/7
1 1/4
4 1
TAHAP 2:Menghitung bobot parameter Tahapan ini meliputi langkah-langkah operasi: i) penjumlahan nilai untuk setiap kolom pada matriks perbandingan parameter ii) pembagian nilai setiap sel dengan nilai total pada kolom yang bersangkutan. Matriks hasilnya dinamakan sebagai matriks perbandingan pasangan ternormalisasi iii) menghitung nilai rata di setiap baris matriks ternormalisasi untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3-6. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa parameter kondisi lingkungan merupakan yang paling penting, diikuti parameter akses dan kemudian harga tanah.
3-5 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Tabel 3-6. PARAMETER Kondisi lingkungan (k) Akses (s) Harga tanah(h)
Penentuan Bobot Relatif Parameter LANGKAH i LANGKAH ii k s h k s h 1
4
7
0.7179
0.7619
0.5833
1/4 1/7 1.3929
1 1/4 5.2500
4 1 12.000
0.1795 0.1026 1.0000
0.1905 0.0476 1.0000
0.3333 0.0834 1.0000
LANGKAH iii BOBOT Kondisi lingkungan (k) Akses (s) Harga tanah(h)
(0.7179 + 0.7619 + 0.5833 ) / 3 =
0.6877
(0.1795 + 0.1905 + 0.3333 ) / 3 = (0.1026 + 0.0476 + 0.0834 ) / 3 =
0.2344 0.0779 1.0000
TAHAP 3:Estimasi rasio konsistensi Harus ada mekanisme untuk menentukan apakah perbandingan pasangan seperti yang telah dilakukan pada Tahap 1 benarbenar konsisten. Untuk itu, pada tahap 3 akan dilakukan langkah operasi berikut: i) penentuan vektor jumlah bobot dengan cara mengalikan bobot parameter pertama (kondisi lingkungan ) dengan kolom pertama pada matriks perbandingan yang awal (Tabel 3-5), kemudian mengalikan bobot parameter kedua akses)dengan kolom kedua, seterusnya bobot parameter ketiga (harga tanah) dengan kolom ketiga, dan akhirnya dilakukan penjumlahan pada setiap baris ii) Menentukan vektor konsistensi dengan cara membagi vektor jumlah bobot dengan bobot parameter (Tabel 36). Hasil operasi lengkap dapat dilihat pada Tabel 3-7. Tabel 3-7. Menentukan Rasio Konsistensi LANGKAH I LANGKAH ii
PAR k s h
0.6877*1 +0.2344*4 +0.0779*7=2.1706 0.6877*(1/4)+0.2344*1 +0.0779*4=0.7179 0.6877*(1/7)+0.2344*(1/4)+0.0779*1=0.2347
2.1706/0.6877=3.1563 0.7179/0.2344=3.0628 0.2347/0.0779=3.0128
Setelah menghitung nilai vektor konsistensi, kita harus menghitung pula nilai untuk rata-rata konsistensi (λ)dan indeks konsistensi (CI). Nilai λ dapat dihitung sebagai berikut: λ = (3.1563 + 3.0628 + 3.0128)/3 = 3.0773
3-6 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Nilai CI juga dapat dihitung: CI = (λ - n) / (n – 1) CI = 3.0773 - 3 / 3 – 1 CI = 0.0387 Nilai CI menyatakan seberapa jauh jarak dari konsisten, dari sini kita juga dapat menghitung RI yaitu indeks acak, yang merupakan indeks konsistensi untuk setiap matriks perbandingan pasangan secara acak. Nilai RI bergantung pada seberapa banyak parameter yang sedang dibandingkan (lihat Tabel 8)dan digunakan untuk menghitung rasio konsistensi atau CR. CR = CI/RI CR = 0.0387/0.58 CR = 0.0666 Nilai Rasio CR didesain sedemikian rupa untuk mengikuti sifat berikut: ; jika CR < 0.10, menunjukkan tingkat konsistensi yang cukup rasional dalam perbandingan pasangan ; jika CR ≥ 0.10, berarti telah terjadi penilaian yang tidak konsisten untuk kondisi kedua, maka perlu dilakukan perhitungan kembali terutama dalam menentukan tingkat kepentingan dari dua parameter yang sedang dibandingkan. Dengan kata lain, nilai-nilai pada tabel awal (Tabel 3-5) perlu disusun ulang.
n 1 2 3 4 5
Tabel 3-8. RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12
Indeks Inkonsistensi Acak (RI) n RI n RI 6 1.24 11 1.51 7 1.32 12 1.48 8 1.41 13 1.56 9 1.45 14 1.57 10 1.49 15 1.59
TAHAP 4: Kesimpulan Dari perhitungan rasio konsistensi diketahui bahwa proses perbandingan pasangan cukup konsisten (CR=0.0666 < 0.10), sehingga nilai bobot untuk masing-masing parameter dapat ditetapkan sebagai berikut: ; Bobot untuk parameter kondisi lingkungan = 0.6877 ; Bobot untuk parameter akses = 0.2344 ; Bobot untuk parameter harga tanah = 0.0779
3-7 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
3.2 PENENTUAN KEPUTUSAN Penentuan keputusan dalam SIG adalah suatu mekanisme untuk menentukan alternatif spasial mana yang terbaik yang harus dipilih dari serangkaian alternatif untuk pemecahan masalah spasial. Mekanisme ini secara integral akan melibatkan data dan informasi seluruh alternatif pemecahan masalah yang mungkin muncul dan juga kerangka pemikiran para pengambil keputusan dalam menilai keseluruhan alternatif pemecahanan masalah tersebut. Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk keperluan ini, diantaranya adalah: 1) Metode pembobotan aditif sederhana 2) Metode pendekatan fungsi/nilai 3) Metode proses analitik hirarki (AHP) 4) Metode titik ideal 5) Metode konkordansi 6) Metode Operasi Aggregasi Fuzzy 7) Metode pemrograman linier 8) Metode pemrograman interaktif 9) Metode pemrograman kompromi 10) Metode analisis perkembangan data Modul ini hanya akan membahas satu metode, yaitu metode pembobotan sederhana.
Sekilas Tentang Kesesuaian Lahan Konsep kesesuaian lahan mengacu pada metode CSR-FAO (1993) untuk tanaman. Pendekatan ini memadukan kebutuhan tumbuh optimal tanaman dengan karakteristik lahan dan kondisi agroklimatnya. Kondisi dan karakteristik lahan dianalisis sedemikian rupa untuk mendapatkan gambaran sesuai (S) atau tidak sesuai (N). Jika seluruh aspek untuk tumbuh optimal terpenuhi, maka kesesuaiannya berada pada tingkat sangat sesuai (s1). Bila dijumpai satu atau lebih faktor pembatas maka tingkatnya turun menjadi sesuai marginal. Sesuai marginal terbagi atas dua yaitu cukup sesuai (s2) dan kurang sesuai (s3). Perlakuan terhadap faktor pembatas dapat membuat tingkat kesesuaian s3 berubah menjadi s2 ataupun s1. Ketidaksesuaian (N) muncul karena banyaknya faktor pembatas, dalam hal ini, sifatnya adalah tidak sesuai sementara (N1) dan tidak sesuai permanen (N2). Perlakuan dan teknologi memungkinkan N1 menjadi sesuai untuk suatu 3-8 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
komoditas. Visualisasi skematik dari konsep ini disajikan pada Gambar 3.1.
komoditi
Karakter lahan
tingkat kesesuaian
Tidak sesuai (N)
Sesuai (S)
sangat sesuai (S1)
perlak uan
Sesuai marginal
tidak sesuai sementara (N1) perlak uan tidak sesuai permanen (N2)
Gambar 3.1
cukup sesuai (S2)
Kurang sesuai (S3)
Tingkat Kesesuaian Lahan dan Level Studi yang diperlukan
3-9 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Kesesuaian budidaya rumput laut (simulasi) Studi kasus ini akan memberikan gambaran sederhana bagaimana lokasi budidaya rumput laut dapat ditentukan, dengan pendekatan analisis spasial dalam sistem informasi geografis. Sifat studi kasus ini hanyalah simulasi, namun memungkinkan untuk dikembangkan dengan ketersediaan data dan fungsi keputusan yang lebih realistis. Sebagai bahan acuan untuk penentuan kesesuaian lokasi budidaya rumput laut dalam simulasi ini, digunakan tiga parameter lingkungan yaitu: kecepatan arus dalam satuan meter per detik kedalaman perairan dalam satuan meter oksigen terlarut dalam satuan miligram per liter Secara grafis, nilai kesesuaian untuk masing-masing parameter dapat dilihat pada Gambar 3.2
Gambar 3.2 Nilai kesesuaian setiap parameter
Skenario yang disusun selanjutnya didasarkan pada kebutuhan spasial berikut:
3-10 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
1. Lokasi budidaya paling jauh berjarak 2 km dari pantai dan paling dekat 500 m. 2. Lokasi minimal memiliki luas 5 hektar 3. lahan darat memiliki luas minimal 2 hektar 4. Lahan darat harus berjarak maksimal 250 m dari jalan, minimal 500 m dari pemukiman dan sedekat mungkin dari laut 5. lahan darat memiliki harga tanah kurang atau sama dengan Rp 50.000 per meter persegi 6. penggunaan lahan darat sebelumnya adalah tegalan 7. Kedalaman perairan kurang dari 10 meter 8. Jarak lokasi budidaya ke lahan darat kurang dari 2 km Berdasarkan skenario dan nilai acuan kesesuaian di atas, maka serangkaian analisis spasial dapat ditempuh untuk menentukan calon lokasi. Langkah 1 Membuat buffer untuk jarak minimum dan maksimum lokasi budidaya dari daratan / garis pantai (Gambar 3.3 sampai dengan 3.7)
Gambar 3.3
Pilih tema daratdesa untuk dibuffer
3-11 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Gambar 3.4
berikan nama untuk file buffer output yang merupakan jarak minimum dari darat
Gambar 3.5
Tampilan buffer jarak minimum dari darat
3-12 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
Gambar 3.6
Tampilan buffer jarak minimum dan maksimum dari darat
Gambar 3.7
Tampilan lokasi budidaya berdasarkan kesesuaian jarak dari darat
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Langkah 2, Membuat buffer untuk jalan (Gambar 3.8)
Gambar 3.8
kesesuaian
jarak
lahan
darat
dari
Tampilan buffer jarak 250 m dari jalan
Langkah 3, Memilih harga lahan yang sesuai (Gambar 3.9)
Gambar 3.9
Lokasi lahan yang harganya sesuai
3-14 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Langkah 4, Memilih tataguna lahan yang sesuai (Gambar 3.10)
Gambar 3.10
Penggunaan lahan yang diinginkan
Langkah 5, Operasi clip untuk mendapatkan lahan penggunaannya sesuai (Gambar 3.10)
Gambar 3.10
yang
harga
dan
Penggunaan lahan yang diinginkan
3-15 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Langkah 6, Operasi clip untuk mendapatkan lahan yang harga dan penggunaannya sesuai dan jaraknya sekitar 250 m dari jalan (Gambar 3.11)
Gambar 3.11
proses pemenuhan kriteria harga, penggunaan lahan dan jarak dari jalan
Gambar 3.12
kriteria harga, penggunaan lahan dan jarak dari jalan terpenuhi
3-16 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Langkah 7, Mencari lokasi lahan darat terpilih yang jaraknya kawasan pemukiman minimal 500 m (Gambar 3.13, 3.14)
dari
Gambar 3.13
proses buffering 500 meter dari pemukiman
Gambar 3.14
calon lokasi lahan darat terpilih
3-17 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Langkah 8, Mencari lokasi budidaya yang kedalamannya kurang dari 10 meter dan jarak dari lahan darat kurang dari 2 km (Gambar 3.15, 3.16)
Gambar 3.15
calon lokasi budidaya rumput laut kedalamannya laut kurang dari 10 meter
Gambar 3.16
yang
buffer 2 km dari lahan darat
3-18 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Langkah 9, Lokasi industri rumput laut definitif, detail kualitas perairan (Gambar 3.17)
Gambar 3.17
sebelum
survei
calon lokasi industri budidaya rumput laut (lahan darat dan laut)
3-19 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:43 AM
4. PETA 4.1 SEJARAH PETA Sebelum membuat peta, ada baiknya kita me-review kembali apa sebenarnya peta tersebut. Sejarah perpetaan telah dimulai sejak lebih kurang 5000 tahun yang lalu. Peta yang pertama ditemukan adalah sketsa kota Mesopotamia yang dibuat oleh orang Babilonia pada sekitar tahun 3800 SM. Peta ini digambar diatas tanah lempung. Orang-orang Mesir menggambarkan petanya pada daun papirus disekitar tahun 1300-1500 SM, sementara bangsa Cina mulai mengenal peta pada dinasti Han yang digambarkan pada kain sutra(sekitar 168 SM). Peta didefinisikan sebagai gambaran sebagian atau keseluruhan bumi baik yang di atas maupun yang di bawah permukaan dan disajikan pada bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan pada skala dan proyeksi tertentu. Pembuatan peta haruslah memenuhi kaidah ilmu pembuatan peta (kartografi). Tidaklah mungkin peta itu akan seindah aslinya (bumi), karena pasti ada penyederhanaan, namun pada intinya setiap peta harus mempertahankan satu dari beberapa hal berikut: 1) luasan, peta yang mempertahankan unsur luasan dinamakan equal area. Peta ini memiliki akurasi yang tinggi dalam merepresentasikan luasan (misalnya bidang tanah/persil) dari muka bumi ke bidang peta. 2) Bentuk, peta seperti ini disebut peta comform atau orthomorphic. 3) Skala, peta yang mempertahankan jarak, dinamakan equidistance namun haruslah selalu diingat bahwa bagaimanapun transformasi matematis dilakukan pastilah terjadi distorsi yang kemudian menyebabkan ada bagian pada peta yang skalanya tidak konsisten. 4) Arah, peta ini disebut peta azimuthal. Setiap peta pasti memiliki satu hal dari keempat unsur di atas, tetapi tidak keempatnya dan juga tidak lebih dari satu. Itu artinya peta equal area, tidaklah conform atau lainnya.
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
4.2 KLASIFIKASI PETA Berdasarkan aspek tinjauan, peta dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam (Tabel 4-1). Perlu juga diketahui perbedaan antara peta (maps) dengan chart. Chart adalah bentuk peta tematik untuk keperluan yang spesifik seperti navigasi laut atau untuk penerbangan. Pada chart, navigator memplot rencana perjalanan, dan mencatat informasi yang terkait dengan keselamatan pelayaran, termasuk didalamnya deklinasi utara. Tabel 4-1. Peta Berdasarkan Aspek Tinjauannya No ASPEK TINJAUAN NAMA PETA 1. SKALA: > 1:250.000 GEOGRAFIS/IKHTISAR 1:25.000 – 1:250.000 TOPOGRAFI/SKALA MEDIUM < 1:25.000 TEKNIS/SKALA BESAR 2. TUJUAN TOPOGRAFI TEMATIK 3. CARA SURVEI TERESTRIS FOTOGRAMMETRIS SPACE / CITRA SATELIT 4. CARA PENYAJIAN GARIS FOTO DIGITAL 5. UNSUR GEOMATIK KONTUR PLANIMETRIK (2D) 3D
4-3 UNSUR RUPABUMI Pada dasarnya, apa yang teramati pada real world hanya terbagi atas dua unsur, yaitu unsur alam dan unsur buatan manusia. Dengan demikian objek yang disajikan pada peta juga terbagi atas dua unsur: 1) unsur alam (natural made); adalah segala sesuatu bentuk fisik selain buatan manusia yang dapat dijumpai pada daerah yang dipetakan. Seringkali untuk keperluan khusus pada pemetaan tematik, unsur-unsur alam ini dibatasi sesuai dengan keperluannya. Pada peta topografi, unsur alam ini antara lain: air dan perairan (contoh: sungai, danau) tumbuhan (contoh:sawah,hutan) ketinggian (contoh:pegunungan, dataran tinggi) 2) unsur buatan manusia (man made); adalah semua bentuk yang dapat diamati dilapangan dan merupakan hasil buatan manusia atau disepakati bersama. Ada 4 komponen yang termasuk dalam kategori ini: 4-2 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:41 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
-
pemukiman (kota, kampung) fasilitas umum/jalur transportasi (jalan, rel kereta, bandar udara, pelabuhan) batas administrasi (propinsi, kabupaten) penyajian tinggi (titik tinggi/height spot, kontur)
Bentuk geometrik primitif, yaitu titik, garis dan luasan adalah merupakan elemen dasar grafik yang digunakan untuk menyajikan unsur rupabumi pada peta. 4-4 INFORMASI TEPI PADA PETA Peta dapat dibagi atas dua bagian besar, yaitu bagian isi yang berupa gambaran grafis daerah yang dipetakan dan informasi tepi yang berisi semua atribut terkait dengan bagian grafisnya. Komposisi peta ada bermacam-macam, apalagi peta tematik yang beranekaragam tujuan pembuatannya. Untuk kasus peta tematik, tidak ada acuan standar, informasi apa yang hendak disajikan pada bagian tepinya. Menurut kaidah kartografi, pada informasi tepi sebaiknya ditampilkan hal-hal berikut: 1) judul lembar peta 2) nomor referensi 3) datum dan skala horisontal 4) datum dan skala vertikal 5) legenda 6) deklinasi magnetik (orientasi) 7) pembuat peta 8) metadata Contoh-contoh tata letak pada peta untuk berbagai keperluan dapat dilihat pada Gambar 4.1,4.2,4.3 dan 4.4
4-3 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:41 AM
Gambar 4.1
Tata letak pada peta batas perencaan tata ruang pesisir Makassar
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Gambar 4.2
Tata letak pada peta Penggunan Lahan 4-5
by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:41 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Gambar 4.3
Tata letak pada peta distribusi kecerahan perairan 4-6
by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:41 AM
MODUL PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Gambar
4.4
Tata letak peta indeks
4-7 by M Banda S
Last printed 11/5/2007 12:41 AM
Sumber Bacaan Bernhardsen, T. 1992. Geographic Information Systems. VIAK IT dan Norwegian Mapping Authority, Arendal-Norwegia. Chevrier, E.D., dan D.F.W. Aitkens. 1970. Topographic Map and Air Photo Interpretation. Macmillan, Canada. Lipschutz, S. 1981. Schaum’s Outline of Theory and Problems of Set Theory and Related Topics. Schaum’s Outline Series. McGraw-Hill International Book Company, Singapore. Lipschutz, S. 1981. Schaum’s Outline of Theory and Problems of General Topology. Schaum’s Outline Series. McGrawHill International Book Company, Singapore. Malczewski,J. 1999. GIS and Multicriteria Analysis. John Wiley & Sons, New York.
Decision
Munkres, J.R. 1988. Topology – A First Course. Prentice Hall of India, New Delhi. Robinson,A., J.L., Morrison, P.C., Muehrcke, A.J. Kimerling,dan S.C., Guptill. 1995. Elements of Cartography. Edisi ke-6. John Wiley & Sons, New York. Snyder, P. 1989. Map Projections-a Working Manual. U.S. Geological Survey Professional Paper 1395. United States Government Printing Office, Washington. Takasaki, M. 1992. Pengukuran Pemetaan. Editor: Suyono Paramita, Jakarta.
Topografi dan Teknik Sosrodarsono. Pradnya
Hand Out kuliah Sistem Basisdata. 1998. Hand Out kuliah Basis Data Topografi Digital. 1999.