II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Traktor Roda Dua Pengolahan lahan pertanian dengan menggunakan mekanisasi yang moderen yaitu traktor, baik yang roda empat dan roda dua atau lebih dikenal dengan sebutan traktor tangan. Bila dilihat dari segi ekonomis, penggunaan traktor roda dua di Indonesia lebih unggul dan lebih efektif. Karena lahan pertanian di Indonesia pada umumnya terdapat lahan kecil dan sempit. Apabila digunakan traktor roda empat kurang efektif, hal ini mengingat bahwa traktor tersebut memerlukan lahan yang luas dan sangat sulit bila dioperasikan pada lahan yang sempit. Traktor roda dua sudah lama dikenal oleh petani di Indonesia. Jenis traktor ini semakin banyak digunakan khususnya dalam pengelolaan tanah oleh para petani sebagai usaha untuk meningkatkan produktifitas. Hal ini terlihat dengan semakin bertambahnya jumlah traktor di lapangan untuk mengolah lahan. Data terakhir diketahui bahwa populasi traktor tangan di Indonesia pada tahun 2002 sebanyak 101.433 unit
dengan luas lahan 7.890.000 ha (BPS 2002).
Dibandingkan dengan luas lahan pertanian di Indonesia, berarti saat ini idealnya Indonesia harus memiliki traktor roda dua sejumlah 526.000 unit. Hal ini mengingat kerja ideal satu unit traktor roda dua dengan daya ±7 PK dapat mengolah lahan 15 ha untuk setiap musim tanam. Meskipun masih banyak keluhan yang disampaikan oleh petani dalam penggunaan traktor roda dua di lapangan, seperti menyangkut dengan biaya investasi yang masih sangat mahal bagi ukuran petani di Indonesia, dan segi teknis seperti dimensi yang terlalu besar apabila dibandingkan dengan ukuran tubuh para petani. Disamping masalah dimensi, beratnya beban biaya dalam mengoperasikan traktor roda dua, juga menjadi masalah bila dibandingkan dengan menggunakan tenaga hewan untuk mengolah lahan pertanian. Walaupun produktifitas traktor roda dua masih lebih kecil dari traktor roda empat, tetapi masih lebih tinggi produktifitasnya dibandingkan tenaga ternak atau manusia sehingga petani dapat menikmati kecepatan dan ketepatan kerja serta membuat kerja menjadi lebih ringan (Sakai et al. 1989). Kecilnya skala usaha tani yang dilakukan oleh sebagian besar petani di Indonesia serta sempitnya petakan lahan yang dimiliki merupakan kendala tradisional dalam penggunaan traktor tangan di lapangan. Dari hasil sensus yang telah dilakukan oleh Deptan (2003)
diketahui bahwa dalam kurun waktu 1983 - 1993 terjadi penurunan jumlah kepemilikan lahan oleh petani yaitu untuk luas kepemilikan di bawah 0.5 ha mengalami penurunan sebesar 2.53% sedangkan untuk luas kepemilikan di atas 0.5% terjadi penurunan sebesar 11.93%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama petakan lahan yang dimiliki oleh petani di Indonesia semakin sempit sehingga akan berpengaruh terhadap aplikasi mekanisasi pertanian khususnya traktor roda dua di lapangan (Akbar et al. 2005). Traktor roda dua (two wheel drive) atau traktor tangan (hand tractor) adalah mesin pertanian yang dapat dipergunakan untuk mengolah tanah dan pekerjaan pertanian lainnya, alat pengolahannya digandengkan atau dipasang di bagian belakangnya. Mesin ini mempunyai efisiensi yang tinggi, karena pembalikan dan pemotongan tanah dapat dikerjakan dalam waktu bersamaan (Hardjosentono et al. 1985). Menurut Sembiring et al. (1991), berdasarkan cara pemanfaatan tenaga untuk alat-alat yang dipergunakan, secara umum traktor roda dua dapat dibedakan menjadi : 1. Pemanfaatan tenaga dari traktor roda dua ini dapat menarik alat atau implemen yang digandengkan pada bagian belakang traktor. 2. Traktor roda dua tipe penggerak (Drive Type) atau sering dikatakan sebagai Power Tiller. Pemanfaatan tenaga dari traktor roda dua ini memerlukan suatu sistem transmisi, karena implemen yang dipasangkan adalah implemen yang bergerak, misalnya bajak rotari. 3. Traktor roda dua tipe kombinasi. Pemanfaatan tenaga dari traktor roda dua ini adalah kombinasi dari traktor roda dua yang tersebut di atas. Menurut Sakai et al. (1998) traktor roda dua terdiri dari komponenkomponen sebagai berikut ; (1) enjin, (2) dudukan enjin dengan titik gandeng, (3) rumah gigi transmisi termasuk kopling master dan titik gandeng belakang (4), stir dengan beberapa tuas kontrol, dan (5) roda, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Komponen utama traktor dua-roda (Sakai et al. 1998)
Sedangkan menurut Sembiring et al. (1991), bagian-bagian utama traktor roda dua adalah: 1. Sumber tenaga enjin bakar Traktor roda dua tipe tarik biasanya mempergunakan enjin berpendingin udara sebagai sumber tenaganya, sedangkan traktor roda dua tipe penggerak dan tipe kombinasi mempergunakan enjin bahan bakar Diesel berpendingin air. 2. Sistem transmisi Sistem transmisi traktor roda dua terdiri atas tiga bagian utama yaitu : a. V-belt, yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga dari poros engkol enjin bakar ke poros utama. b. Kopling, berfungsi untuk menghubungkan atau memutuskan aliran tenaga yang disalurkan oleh V-belt. c. Gigi transmisi, yang berfungsi untuk mengubah kecepatan dan torsi yang dihasilkan oleh sumber tenaga dan menyalurkannya ke kedua penggerak. 3. Roda Di samping menggunakan roda ban untuk pengoperasian di lahan atau untuk transportasi pada jalan umum, ada berbagai jenis roda bukan ban yang dapat dipergunakan untuk berbagai jenis pengoperasian di lahan antara lain : Pipe Wheels, Float Wheels, Cage Wheel, dan lain sebagainya. Cage Wheels khusus dipergunakan untuk lahan padi sawah karena mempunyai daya apung yang tinggi pada lahan berlumpur.
2.2 Ergonomi Ergomomika adalah ilmu terapan yang menggabungkan ilmu-ilmu biologi bersama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai kecocokan atau penyesuaian (to mach) terhadap suatu produk, pekerjaan dan tempat kerja dengan orang yang menggunakan, dimana manfaatnya di ukur dari efesiensi dan kesejahteraan atau kenyamanan kerja (Riyadina 2002). Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, engineering, manajemen dan disain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusia atau ergonomi disebut juga sebagai human factor (Nurmianto 2004). Penerapan ergonomika pada berbagai jenis pekerjaan telah terbukti menyebabkan perbaikan efisiensi dan kenaikan produktivitas yang dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas hasil kerja bisa mencapai 10% atau lebih (Kusen 1989). Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu ILO antara lain menyatakan,sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya. Peruhahan-perubahan yang terjadi pada alat dan enjin yang digunakan manusia akan berpengaruh terhadap pemakaian energi, resiko kecelakaan dan efek terhadap kesehatan (Cormick 1987). Salah satu aspek penting dari ergonomika adalah getaran yang akan menjadi pembahasan utama dalam penelitian ini.
Pertimbangan ergonomi terutama yang berkaitan dengan getaran enjin, kebisingan, efek gas buang, beban traktor terhadap operator dan bentuk rancangan menjadi hal penting dalam pemilihan suatu tipe traktor tangan. Sebagai contoh adanya gangguan pada persendian (pinggang dan tangan), pusing-pusing dan rasa mual serta gangguan pada telinga (mendengung). Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi dan waktu tertentu ternyata penggunaan traktor tangan ada dampak negatifnya pada fisik operator. Dengan demikian sangat penting bila pemakaian traktor tangan berdasarkan pengalaman lebih mementingkan faktor keamanan dan kenyamanan dalam bekerja. Kastaman (1999) menuliskan bahwa pemakaian traktor roda dua di Jawa Barat yang bekerja di lahan sawah rata-rata selam 8 hingga 10 jam per hari dan apabila dilihat dari tingkat kelelahan yang ditimbulkan saat bekerja dengan traktor roda dua menunjukkan bahwa aktifitas pengolahan tanah dengan traktor roda dua tersebut termasuk aktifitas dengan tingkat kelelahan antara ringan hingga sedang. Artinya traktor roda dua tersebut tidak sampai membebani operator atau pemakainya. Namun bila dilihat dari tingkat kebisingan yang ditimbulkan enjin dengan lama waktu operasi 9 hingga 10 jam. Getaran yang ditimbulkan oleh enjin penggerak. Dimana efek samping yang terjadi dari getaran ini berdasarkan pangalaman pemakai bahwa terjadi pegal-pegal terutama pada daerah pergelangan tangan dan pinggang. Pengaruh getaran yang berlebihan terhadap tubuh adalah adanya gangguan pada jaringan pembuluh darah dan sistim saraf atau yang dikenal dengan istilah vibration white finger (VWB)
2.3 Enjin Diesel Tenaga penggerak yang diperlukan untuk mengoperasikan traktor roda dua berasal dari pembakaran solar di dalam ruang pembakaran enjin, sehingga dapat menggerakkan piston. Pinsip kerja enjin diesel torak (piston) yang bergerak translasi (bolak-balik) di dalam silinder dihubungkan dengan pena engkol dari poros engkol yang berputar pada bantalannya dengan perantaraan batang penghubung. Campuran bahan bakar dan udara yang dibakar dalam ruang bakar, yaitu ruangan yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala silinder dan kepala torak. Gas pembakaran yang terjadi tersebut mampu menggerakkan torak yang selanjutnya menggerakkan poros engkol. Pengaturan pemasukan dan pengeluaran udara diatur oleh masing-masing katup.
Pengaruh gerakan mekanis dan gesekan antara komponen-komponen enjin
selama
proses
pembakaran
berlangsung
dalam
ruang
bakar,
mengakibatkan terjadinya getaran. Selanjutnya getaran tersebut merambat kesemua arah berupa energi melalui rangka traktor hingga ke stang kemudi.
2.4 Getaran Mekanis Getaran mekanis yang terjadi pada traktor tangan terpusat pada engine yang merupakan sumber tenaga penggerak. Kerja dari engine ini menimbulkan getaran mekanis dan bunyi (suara). Hal ini terjadi karena adanya perubahan frekuensi atau tekanan udara maupun suara akibat dari adanya gesekan antara komponen-komponen enjin. Sehingga menghasilkan tenaga secara keseluruhan dan perubahan bentuk energi yang terjadi dalam engine, misalnya perubahan dari energi kimia menjadi energi kinetik atau menjadi gerak translasi lainnya Getaran pada umumnya terjadi akibat efek dinamis dan toleransi pembuatan, ketegangan, kontak dengan bagian yang berputar dan bergesek antara elemen-elemen enjin serta adanya gaya yang menimbulkan suatu momen yang tidak seimbang pada bagian-bagian yang berputar. Osilasi kecil dapat memicu frekuensi resonansi dari beberapa bagian struktur dan diperkuat menjadi sumber-sumber kebisingan (noise) dan getaran yang utama (James 1994). Getaran sinusoidal berupa gerakan harmonis sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Getaran sinusoidal (James 1994)
Getaran yang terjadi pada benda yang bergerak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain gaya akibat tumbukan, gaya yang tidak konstan, gaya gesek yang tidak konstan, gaya cairan yang tidak stabil, gaya magnetik yang berfluktuasi dan interaksi gaya mekanis yang tidak stabil. Titik proyeksi penyebab getaran berupa satu garis lurus yang panjangnya menunjukkan amplitudo getaran. Persamaan gerak dari titik hasil proyeksi tersebut adalah:
x = A ⋅ sin(ωt + θ )
………………….1
dimana : x = jarak perpindahan titik (m) A = amplitudo
ω = kecepatan sudut (radian/detik) t = waktu (detik)
θ = sudut awal (radian) Persamaan kecepatan getaran adalah turunan pertama dari persamaan gerak:
v = A × ω × cos(ωt + θ )
………………….2
dimana : v = kecepatan (m/detik)
Persamaan percepatan adalah turunan kedua persamaan gerak
a = A × ω 2 × sin(ωt + θ )
………………….3
dimana : a = percepatan (m/detik2) Getaran adalah gerakan dari benda atau sistem yang berulang dengan selang waktu tertentu yang disebut sebagai perioda. Jumlah siklus gerakan tiap satuan waktu tertentu disebut frekuensi. Amplitudo adalah jarak terjauh dari titik equilibrium, sehingga jarak total yang dilalui adalah dua kali amplitudo. Benda yang bergetar pada frekuensi yang sama dapat saling mempengaruhi dan disebut dalam keadaan beresonansi. Berdasarkan keteraturannya, getaran dibagi menjadi getaran beraturan dan getaran tidak beraturan. Getaran beraturan adalah getaran yang gerakannya
diulang dalam selang waktu yang persis sama tiap siklus (memiliki perioda). Pada getaran tidak beraturan, gerakan terjadi secara tidak beraturan dan terjadi kembali pada waktu yang tidak tertentu. Dalam pemakaian alat atau saat berada dalam sebuah ruangan adakalanya getaran yang timbul disekitar bisa nyaman atau tidak nyaman dirasakan oleh tubuh manusia. Getaran dengan frekuensi rendah bisa menyebabkan gangguan pada tubuh manusia. Ada tiga katagori yang dapat menyebabkan gangguan tersebut, yaitu : a. Penyebab getaran pada seluruh tubuh manusia terjadi apabila tubuh berhubungan langsung dengan alat yang bergetar. b. Getaran yang membuat rasa tidak nyaman dapat terjadi apabila getaran tersebut kontak langsung dengan tubuh manusia. Dan ini biasanya berfrekuensi dibawah 1 Hz. c. Getaran melalui tangan yang disebabkan oleh beberapa proses pada kegiatan industri, pertanian, konstruksi, pertambangan dan transportasi dimana alat yang bergetar tersebut kontak langsung dengan tangan (Griffin 2006). Getaran yang terjadi pada lingkungan kerja berpengaruh pada tubuh manusia. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Griffin (2006) yaitu beberapa pengaruh yang berbeda dari getaran terhadap tubuh manusia dan banyak variabel peubah yang mempengaruhi dari efek tersebut dan dapat dikatagorikan sebagai variabel luar (ektrinsik variabel) dan variabel dalam (intrisik variabel), diantaranya adalah : Tabel 1 Variabel pengaruh tubuh terhadap kecepatan getaran
Menurut Griffin (2006) untuk melakukan pengukuran getaran dan arah gerakannya meliputi tiga hal, yaitu kecepatan, percepatan yang merupakan perubahan rata-rata percepatan dan perpindahan getaran yang meliputi : a. Besaran dari getaran itu dapat dihitung dengan perpindahan, kecepatan dan percepatannya. b. Frekuensi getaran merupakan jumlah atau siklus getaran/det2 (Hz). Frekuensi getaran ini menyebabkan getaran dapat ditransmisikan ke seluruh permukaan tubuh. c. Arah getaran, biasanya getaran diukur pada permukaan antara tubuh dan permukaan yang sedang bergetar pada 3 arah ortogonal yaitu pada sumbu x, y dan sumbu z. d. Lama getaran yang terjadi merupakan jumlah waktu getaran yang dirasakan pada tubuh tergantung atas besaran kecepatan. Percepatan yang terjadi dapat menunjukkan ketidaknyamanan atau gangguan apabila percepatan berubah-ubah dari waktu kewaktu. Ambang batas persepsi getaran mekanis pada selang frekuensi 1 – 100 Hz terhadap tubuh manusia secara umum dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2 Skala ambang persepsi getaran ketidaknyamanan Percepatan (m/det2)
Katagori ambang
10
ambang sangat berbahaya
1
ambang nyaman
0,1
ambang rasa
0,01
ambang persepsi
a. Pengaruh frekuensi dan arah getaran. Secara fisiologi maupun phisikologi menunjukkan bahwa reaksi tubuh terhadap
frekuensi
getaran
dan arah
getaran
sangat
berpengaruh.
Peningkatan kecepatan getaran dapat menyebabkan pengaruh yang lebih besar atau lebih kecil terhadap tubuh. Pada frekuensi yang berbeda ditunjukkan dalam besaran frekuensi (frequency weighting). Yaitu frekuensi yang dapat menyebabkan pengaruh besar yang diakibatkan oleh besar frekuensi yang terjadi. Ada beberapa faktor yang erat kaitannya dengan besaran frekuensi yang dapat diterima oleh tubuh manusia diantaranya
ditentukan oleh equevalent comfort countours. Untuk mengurangi jumlah besar frekuensi faktor multiplaying yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan kepekaan antara sumbu getaran. Besaran frekuensi tadi (rms) kadang-kadang disebut compount ride value. Getaran yang terjadi pada beberapa sumbu sangat tidak nyaman apabila terjadi pada satu sumbu saja. Untuk mendapatkan overal ride value dihitung dengan menjumlahkan akar kuadrat ride value tersebut. Bagian yang memiliki overal ride value yang tertinggi merupakan bagian yang paling tidak nyaman yang diakibatkan oleh getaran tersebut. Overal ride value dapat juga dibandingkan dengan skala ketidaknyamanan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Skala getaran ketidaknyaman
b. Pengaruh lama getaran Ketidaknyamanan akibat getaran cendrung meningkat dengan meningkatnya periode getaran yang diterima tubuh. Laju peningkatan tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor tetapi yang paling menentukan adalah faktor percepatan pangkat 4 (empat) dan lama getaran yang dapat diterima tubuh. 2.4.1 Sumber getaran Getaran yang terjadi pada traktor roda dua bersumber dari enjin penggerak. Besarnya getaran pada traktor tangan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya getaran enjin penggerak, konstruksi komponen traktor tangan,
ukuran komponen traktor tangan, bahan komponen traktor tangan, keadaan dan jenis tanah serta kondisi operator. Berdasarkan arah gerakannya, getaran dibagi menjadi getaran rektiliniear dan gerakan torsional. Getaran rektilinear digolongkan dalam dua bentuk, yaitu bentuk longitudinal dimana ekstensi dan kompresi terjadi secara aksial pada batang dan kawat, dan tranversal dimana gerakannya tegak lurus terhadap sumbunya. Amplitudo pada getaran rektilinear adalah dalam satuan jarak. Sedangkan getaran torsional, gerakannya memuntir dan satuan yang digunakan untuk amplitudo adalah satuan sudut. Benda
yang
mempengaruhi,
dan
bergetar disebut
pada
frekuensi
dalam
keadaan
yang
sama
dapat
beresonansi.
saling
Berdasarkan
kontinuitas, getaran dapat dibedakan antara getaran alami dan getaran paksa. Perbedaan dan prinsip antara keduanya adalah mengenai gaya luar yang turut berpengaruh pada sistem yang bergetar. Apabila tidak ada peredaman (damping), getaran alami yang terjadi akan terus berlanjut. Dalam kenyataannya, energi gerak yang ada tidak dapat dipertahankan terus, akan tetapi mengalami kehilangan akibat friksi. 2.4.2 Rambatan Getaran Getaran mekanis dapat mencapai operator melalui beberapa cara hantaran. Cara pertama, getaran dihantarkan pada seluruh tubuh pekerja melalui dasar atau badan enjin yang bergetar, yang disebut sebagai whole-body vibration. Dalam banyak hal, getaran dihantarkan ke tubuh secara lokal melalui tangan, sehingga getaran jenis ini disebut sebagai segmental vibration (Heryanto 1988). Benda bergetar yang dipasangkan pada tumpuan dengan kaku akan menyampaikan getaran secara maksimum pada benda yang kontak langsung. Material yang keras dan padat (pejal) mempunyai nilai besar dalam meneruskan getaran yang terjadi. Berdasarkan pengetahuan ini, tanpa mempertimbangkan faktor lain, dapat disimpulkan bahwa penggunaan material logam akan dapat menimbulkan getaran yang lebih besar pada stang kemudi apabila dibandingkan dengan penggunaan material yang lebih lunak (elastis), misalnya karet, plastik atau fiber. Mengingat beban kerja traktor roda dua di lahan yang berbagai ragam dan bentuk, maka pemilihan dan penggunaan material untuk komponen traktor roda dua harus disesuaikan dengan pekerjaan dan lingkungan, dengan kata lain
perlu optimasi dan kombinasi dimensi, bentuk serta pemakaian material yang sesuai. Getaran yang dirasakan oleh tangan dapat menyebabkan bebarapa gejala gangguan. Hubungan gejala tersebut masih belum banyak diketahui, tetapi ada lima jenis gangguan yang sudah terindentifikasi. Antara lain berupa gangguan sirkulasi, gangguan persendian, gangguan saraf, gangguan otot dan gangguan sistem sirkulasi lainnya. Dimana masing-masing gangguan tersebut dipengaruhi beberapa aspek lingkungan yang lain. Gangguan-gangguan tersebut juga diistilahkan dengan vibration syndrom atau band arm vibration syndrom. Yaitu getaran yang ditransmisikan lewat tangan. Getaran dari alat yang digunakan bervariasi dan sangat tergantung atas disain atau metode penggunaan dari alat tersebut. Oleh sebab itu tidak mungkin digolongkan setiap jenis alat apakah nyaman atau berbahaya (Griffin 2006). 2.4.3 Peredam Peredam memiliki karakteristik yang lebih lunak dan tidak mudah dipengaruhi oleh energi akibat rambatan getaran kebagian berikutnya. Tujuan utama dari peredam getaran adalah untuk mengurangi efek dari getaran. Dalam berbagai aplikasi, peredam harus bersifat lunak, mampu menyangga beban yang diberikan dan dapat bertahan terhadap keadaan lingkungan sekitarnya. Adapun karakteristik dari karet peredam adalah : 2.4.4 Bahan peredam Cara yang paling efektif mengurangi getaran adalah apabila pemasangan bahan peredam dilakukan pada lokasi yang dekat dengan sumber getaran dan permukaan yang diukur. Bahan isolator yang berasal dari karet dapat ditemukan dalam bentuk yang bervariasi, didisain dengan kekakuan untuk beberapa arah. Bahan isolator ini dapat mengisolasi getaran dengan frekuensi pengusik serendah 10 Hz dan amplitudo kecil. Dengan dikembangkannya karet sintetis yang tahan minyak dan tahan panas serta kemajuan dalam teknik pengelasan karet pada permukaan logam, maka kini telah dapat dihasilkan karet pencegah getaran untuk tumpuan enjin. Karet sangat baik untuk menghambat laju getaran dan bunyi dari sumbernya. Namun karet mempunyai kelemahan karena menjadi lapuk dalam waktu yang relatif pendek dibandingkan dengan logam, dan kurang tahan terhadap minyak, panas dan asam (Sularso dan Suga 1987).
Lembaran karet busa dapat ditemukan dalam berbagai bentuk dan kekakuan. Tingkat kekakuan bahan tersebut bertambah sangat cepat dengan penambahan beban dan peningkatan frekuensi. Karet busa yang berupa sel terbuka cenderung menyerap cairan sehingga untuk penggunaannya perlu ditambahkan material berupa sel yang tertutup. Bahan ini relatif kuat, ringan dan tidak mahal, akan tetapi nilai kekakuannya bervariasi dengan perubahan suhu permukaan (Spotts 1985). Pada kasus-kasus di atas, perhitungan didasarkan pada asumsi bahwa gaya yang bekerja tidak mengalami pengurangan. Pada kenyataannya menurut Mabie dan Ocvirk (1977), gerakan benda akan selalu berkurang, yang umumnya akibat adanya gesekan. Keadaan ini mendorong terjadinya peredaman getaran. Friksi dapat terjadi dalam bentuk tahanan akibat viskositas cairan, geseran dari permukaan benda yang bergerak, atau dapat juga akibat tahanan geser internal dari benda. Karet peredam yang banyak terdapat dipasaran adalah berupa dari bahan karet, gabus dan fiber yang mempunyai nilai friksi internal yang besar. 2.4.5 Sifat karet dan shore Bahan karet memiliki beberapa sifat, salah satunya adalah sifat kekerasan atau merupakan sifat perlawanan karet terhadap pengaruh akibat pembebaban maupun beban kompres. Pengujian kekerasan hanya dilakukan pada karet yang divulkanisasi. Kekerasan karet tergantung pada jumlah dan jenis bahan pelunak yang digunakan dalam penyusunan campuran (komponen). Dengan demikian kekerasan suatu vulkanisasian dapat diatur menurut kehendak. Pengujian kekerasan ada dua metode, yaitu dengan metode Durometer dan metode IRHD (International Rubber Hardness Degrees). a
Metode dengan menggunakan durometer, dimana metode ini pada durometer memiliki jarum dengan ujung berbentuk tumpul dan pada saat pembebanan dilakukan, jarum keluar dari sebuah lubang bagian bawah dimana specimen uji diletakkan. Sebuah skala pembacaan 0 - 100 untuk menunjukkan uji kekerasan yang diukur oleh pegas. Skala ini dikalibrasi menurut sebuah kurva linier dengan pembacaan 0 pada beban 56 gram (BS 2119, 1956).
b
Metode IRHD (ASTM 1415 – 56 T, BS 903 : Part A 20 : 1959), pengujian kekerasan karet dengan alat ini lebih peka dibanding dengan shore durometer.
Kekerasan
hasil
pengukuran
dinyatakan
dengan
IRHD
(International Rubber Hardness Degrees). Prinsip kerja metode ini hampir
sama dengan metode shore durometer. Perbedaannya terletak pada bentuk jarum dan kaki penekan dengan beban tetap diatas specimen uji. Selanjutnya sebuah penggetar listrik (vibrator) digunakan untuk menghilangkan gesekan antara karet dengan jarum selama proses pembebanan uji dilakukan. Kekerasan material yang memiliki sifat elastis dan plastis dinyatakan dengan shore. Tingkatan (level) kekerasan shore berbeda-beda. Berdasarkan penggunaannya menurut ASTM (2006), secara umum tingkatan atau level (degrees) kekerasan shore dapat digolongkan dalam beberapa tingkatan seperti pada Tabel 4 berikut ini : Tabel 4 Menentukan kekerasan shore menurut penggunaan Type (scale) A B C D DO M O OO CF
Typical Examples of Materials Tested Soft vulcanized rubber, natural rabber, nitriles, thermoplastic elastomers, flexible polyacrylics and thermosets, wax, felt, and leathers Moderately hard rubber, thermoplastic elastomers, paper products, and fibrous materials Medium hard rubber, thermoplastic elastomers, medium-hard plastic, and thermoplastics Hard rubber, thermoplastic elastomers, harder plastics, and rigid thermoplastics Moderately hard rubber, thermoplastic elastomers, and very dense textile windings Thin, irregularly shaped rubber, thermoplastic elastomers, and plastic specimens Soft-rubber, thermoplastic elastomers, very solf plastics and thermoplastics, medium-density textile windings Extremely soft rubber, thermoplastic elastomers, sponge, extremely soft plastics and thermoplastics, foams, low-density textile windings, human and animal tissue Composite foam materials, such as amusement ride safety cushions, vehicle seats, dashboards, headrests, armrests, and door panels
Durometer Hardness (typical Uses) 20 – 90 A Above 90 A Below 20 D Above 90 B Above 90 C Below 20 D 20 – 85 A Below 20 DO Below 20 O See Test Method F1957
Annual Book of ASTM Standards 2006, section nine rubber [ASTM 2240-05]
Selanjutnya secara khusus pada Tabel 5 memperlihatkan aplikasi dari beberapa material menurut tingkatan kekerasan shore serta pada Tabel 6 menunjukkan hasil perkiraan perbandingan antara tiga kekerasan shore berdasarkan level masing-masing, yaitu shore A, shore D dan shore OO.
Tabel 5 Kekerasan shore berdasarkan tingkatan (degrees) Durometer Type (Shore)
Applicable to these types of materials
Type A (Shore)
Soft rubber & plastics
Type D (Shore)
Hard rubber & plastics
Type 00 (Shore)
Sponge & foam
Tabel 6 Perkiraan hasil perbandingan kekerasan dengan durometer Jenis kekerasan shore Shore A
Shore D
100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5
58 46 39 33 29 25 22 19 16 14 12 10 8 7 6
Shore OO
98 97 95 94 93 91 90 88 86 83 80 76 70 62 55 45
2.4.6 Metode peredam getaran Untuk mengurangi efek negatif dari getaran enjin, perlu dilakukan modifikasi pada peralatan. Pengurangan getaran menurutnya dapat dilakukan dengan mengadakan perubahan-perubahan yaitu : a. Mengurangi getaran yang terjadi pada sumbernya. b. Mengurangi transmisi dari sumber getaran sampai permukaan yang diukur. c. Mengurangi amplitudo getaran pada permukaan yang meradiasikan getaran tersebut.
Bahan isolator yang berasal dari karet dapat ditemukan dalam bentuk yang bervariasi, didisain dengan kekakuan untuk beberapa arah. Bahan isolator ini dapat mengisolasi getaran dengan frekuensi pengusik serendah 10 Hz dan amplitudo kecil. Dengan dikembangkannya karet sintetis yang tahan minyak dan tahan panas serta kemajuan dalam teknik pengelasan karet pada permukaan logam, maka kini telah dapat dihasilkan karet pencegah getaran untuk tumpuan enjin. Karet sangat baik untuk menghambat laju getaran dan bunyi dari sumbernya. Namun karet mempunyai kelemahan karena menjadi lapuk dalam waktu yang relatif pendek dibandingkan dengan logam, dan kurang tahan terhadap minyak, panas dan asam (Sularso dan Suga 1987). Lembaran karet busa dapat ditemukan dalam berbagai bentuk dan kekakuan. Tingkat kekakuan bahan tersebut bertambah sangat cepat dengan penambahan beban dan peningkatan frekuensi. Karet busa yang berupa sel terbuka cenderung menyerap cairan sehingga untuk penggunaannya perlu ditambahkan material berupa sel yang tertutup. Bahan ini relatif kuat, ringan dan tidak mahal, akan tetapi nilai kekakuannya bervariasi dengan perubahan suhu permukaan (Spotts 1985). Pada kasus-kasus di atas, perhitungan didasarkan pada asumsi bahwa gaya yang bekerja tidak mengalami pengurangan. Pada kenyataannya menurut Mabie dan Ocvirk (1977), gerakan benda akan selalu berkurang, yang umumnya akibat adanya gesekan. Keadaan ini mendorong terjadinya peredaman getaran. Friksi dapat terjadi dalam bentuk tahanan akibat viskositas cairan, geseran dari permukaan benda yang bergerak, atau dapat juga akibat tahanan geser internal dari benda. Karet peredam yang banyak terdapat dipasaran adalah berupa dari bahan karet, gabus dan fiber yang mempunyai nilai friksi internal yang besar. Cara yang paling efektif mengurangi getaran adalah apabila pemasangan bahan peredam dilakukan pada lokasi yang dekat dengan sumber getaran dan permukaan yang diukur.
2.4.7 Pertimbangan dalam pemilihan peredam getaran Bahan
peredam
untuk
meredam
getaran
bersifat
lunak
yang
pemasangannya bertujuan untuk mengurangi efek dari getaran yang sifatnya stabil. Untuk berbagai aplikasi, sifat yang harus dimiliki oleh bahan peredam getaran di antaranya adalah
- Cukup lunak agar sesuai dengan tingkat isolasi yang diinginkan - Mampu menyangga beban yang diberikan - Dapat bertahan terhadap keadaan lingkungan sekitar, seperti suhu, kelembaban, uap bahan bakar dan korosi. Secara umum pegas (logam) akan mengalami defleksi yang besarnya berbanding lurus (linear) dengan gaya yang bekerja padanya. Hal ini tidak sesuai dengan kebutuhan. Karena untuk enjin penggerak diperlukan tahanan dari pegas yang akan bertambah besar sebanding dengan gaya yang bekerja. Dalam hal ini sekalipun terjadi tarikan dari sabuk (belt) yang menghubungkan transmisi dengan enjin penggerak, maka kedudukan enjin penggerak tetap stabil dan tidak terjadi slip yang terlalu besar. Dengan demikian, akibat pemasangan peredam getaran tidak akan banyak mempengaruhi kemampuan kerja dari traktor roda dua. 2.4.8 Pegas Karet dan Neoprene Pengetahuan tentang sifat karet untuk pembebanan belum banyak terungkap, dan perhitungan yang dilakukan hanya dapat berupa pendekatan saja. Menurut Spotts (1985), modulus elastisitas karet bergantung pada angka kekerasan durometer, sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Hubungan antara angka kekerasan durometer dengan modulus elastisitas karet (Spotts, 1985) Karet tidak mengikuti Hukum Hooke, akan tetapi kekakuannya akan terus bertambah dengan penambahan deformasi. Pada pembebanan geser, karet akan mengalami deformasi berbanding terbalik dengan berat beban yang
lebih besar bila dibandingkan dengan kompresi dan tarikan (Black dan Adams 1981), sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Kerakteristik defleksi pegas karet terhadap berbagai pembebanan (Black dan Adams 1981) Bahan isolator yang berasal dari karet dan neoprene (elastomer) dapat ditemukan dalam bentuk yang bervariasi, didisain dengan kekakuan untuk beberapa arah. Bahan isolator ini dapat mengisolasi getaran dengan frekuensi pengusik serendah 10 Hz (Spotts 1985) dan amplitudo yang kecil (Sularso dan Suga 1987). Bahan ini relatif kuat, ringan dan tidak mahal, akan tetapi nilai kekakuannya bervariasi dengan perubahan suhu (Spotts 1985). Selain itu, sifatnya adalah tidak cenderung memperbesar getaran seperti pada pegas logam pada frekuensi pribadinya (Sularso dan Suga 1987). Karet alam mempunyai beberapa kelemahan dan kelebihan bila dibandingkan dengan karet sintetis. Menurut Black dan Adams (1981) bahwa karet alam mempunyai sifat meredam getaran. Karet alam lebih kuat dan murah, akan tetapi mudah rusak akibat hidrokarbon, ozon serta suhu tinggi (Spotts 1985) dan asam (Sularso dan Suga 1987). Neoprene dan karet sintetis lainnya mempunyai ketahanan yang lebih besar terhadap keadaan di atas, karet silicon secara kimia dan dapat dipergunakan pada suhu antara -750 C sampai 2000 C. Semua jenis elastomer mempunyai kecenderungan mengkerut, yaitu mengalami deformasi permanen
secara perlahan tetapi berlangsung terus-menerus dengan pembebanan yang besar, khususnya pada suhu yang tinggi (Spotts 1985). Karet peredam yang digunakan, sebaiknya adalah yang tahan terhadap beban lingkungan kerja, akan tetapi karet tersebut lebih mahal dari karet alam yang tanpa perlakuan. Hal ini karena karet tersebut perlu perlakuan khusus dengan bahan kimia berupa Neoprene, EPDM, Chlorobutyl, Silicon, Viton dan lain-lain. Karet seperti ini lebih dikenal dengan nama karet sintetis.
2.5 Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) Jaringan Syaraf Tiruan merupakan sebuah model sistem komputasi yang bekerja seperti syaraf biologis pada saat berhubungan dengan dunia luar. Jaringan Syaraf Tiruan terdiri dari neuron elemen penghitung dalam jumlah banyak dan saling terhubungkan serta mempunyai kemampuan untuk merespon input atau masukan dan belajar beradaptasi dengan lingkungannya (Patterson 1996). Proses pembelajaran atau learning dari Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan
perubahan
pada
tingkat
hubungan
antar
neuron,
yaitu
pada
faktor pembobotnya selama proses belajar di mana nilai-nilai faktor pembobot yang dihasilkan akan ditetapkan dan digunakan sebagai faktor pembobot terpakai. Secara sederhana bentuk JST oleh Patterson (1996) diilustrasikan pada Gambar 5. Modifikasi dari nilai faktor pembobot dilakukan secara sistematis dengan menggunakan aturan belajar (learning rule), yang secara umum prosedur proses pembelajaran dikelompokkan menjadi lima, yaitu : a. Pembelajaran tanpa pengawasan (unsupervised learning) Proses pembelajaran hanya dilakukan dengan menggunakan data-data input saja, sedangkan data output dari proses yang dimodelkan tidak diketahui. Model Jaringan Syaraf Tiruan berfungsi untuk menemukan pola (patterns), karakteristik (features), keteraturan (regularities) dan kategori dari domain input. Selama proses pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan melakukan pengaturan (reorganise) secara internal, sehingga proses pembelajaran ini banyak digunakan pada permasalahan pattern recognition klasifikasi dan cluster analysis.
Gambar 5 Ilustrasi sederhana Jaringan Syaraf Tiruan (JST) b. Pembelajaran dengan pengawasan (supervised learning) Proses pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan dilakukan dengan memberikan beberapa data input-output. Data-data ini dinamakan dengan data latihan (training data set), di mana modifikasi dari nilai-nilai faktor pembobot dimaksudkan agar output dari Jaringan Syaraf Tiruan dapat sesuai dengan output dari datanya sehingga akan menghasilkan nilai minimum dari kesalahan (mean square error/MSE) antara output model JST dengan output data. c. Pembelajaran dengan nilai Proses pembelajaran ini secara prinsip sama dengan prosedur pembelajaran dengan pengawasan, tetapi dalam pembelajaran ini target pencapaian outputnya dievaluasi dengan nilai atau score untuk mengukur seberapa dekat output model dengan output pengamatan. Proses ini banyak digunakan dalam problem controlling dan optimasi di mana dijumpai kesulitan dalam memperoleh respon atau output yang tepat.
d. Pembelajaran gabungan (hybrid learning) Proses
pembelajaran
ini
dilakukan
dengan
menggabungkan
proses
pembelajaran tanpa pengawasan dan pembelajaran dengan pengawasan yang bertujuan untuk mempercepat proses pembelajaran.
e. Pembelajaran Non adaptive Pada proses ini tidak dilakukan modifikasi terhadap nilai faktor pembobot. Dengan menggunakan fungsi energi maka faktor pembobotnya tetap hanya selama proses pembelajaran modifikasi dilakukan terhadap status nodenodenya sampai diperoleh fungsi yang steady state. Dalam hubungannya dengan proses pembelajaran (pelatihan) untuk mendapatkan
penyelesaian
yang
cepat
dari
JST,
dilakukan
dengan
menggunakan algoritma backpropagation, yang efektif untuk memecahkan berbagai permasalahan diantaranya mengidentifikasi mutu buah dengan citra digital (Arham 2003), memprediksi pengaruh tinggi dan lebar kemudi traktor tangan terhadap beban kerja (Akbar dan Herodian 2004), klasifikasi data (Suprayogi 2003), peramalan dan pemecahan masalah kombinatorial seperti peramalan penjualan (sales forecasting), proses kontrol, riset pelanggan, validasi data, manajemen resiko serta target penjualan (Stergiou 1996). Selain itu, Jaringan Syaraf Tiruan mampu untuk memecahkan permasalahan di mana hubungan antara masukan (input) dan keluaran (output) tidak diketahui dengan jelas (Yang et al. 1998). Beberapa keuntungan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan oleh Stergiou (1996) dijelaskan sebagai berikut : - Mempunyai kemampuan untuk mempelajari bagaimana basis data yang diberikan untuk pelatihan (adaptive learning) - JST dapat mengorganisasi secara mandiri dan menampilkan informasi yang diterima selama waktu pembelajaran (self organisation). - Toleransi kesalahan disampaikan melalui kode informasi.
2.5.1 Pembelajaran Metode Back Propagation Data sampel hasil pengukuran digunakan sebagai bahan pada proses pembelajaran (training), dengan menggunakan metode back propagation (Patterson 1996). Mekanisme pembelajaran dilakukan melalui ilustrasi seperti pada Gambar 8 serta tahapan dan persamaan berikut ini : - Input pada lapisan masukan merupakan input untuk lapisan tersembunyi
Hj = ∑ Vij xi j = 1, 2, ..........h i
.................................. 4
I k = ∑ Wkj y j k = 1, 2, .........m
.................................. 5
i
dimana :
Hj
= input pada lapisan tersembunyi node j
Ik
= input pada lapisan keluaran (output) node k
h
= jumlah node pada lapisan tersembunyi
m
= jumlah node pada lapisan keluaran (output)
- Perhitungan nilai output node j pada lapisan tersembunyi dan output node k pada lapisan keluaran dengan persamaan berikut :
y j = f (H j )
j = 1, 2, ....k
.................................. 6
zk = f ( I k )
k = 1, 2, ....m
.................................. 7
sehingga persamaan keseluruhan output pada lapisan keluaran ke k dengan masukan nilai input x adalah :
z k = f ( I k ) = f (∑ Wkj y j ) j
= f (∑ Wkj f ( H j )) j
= f (∑ Wkj f (∑ V ji xi )) j
.................................. 8
i
fungsi (f) yang digunakan pada proses pembelajaran merupakan fungsi aktivasi log-sigmoid :
f = (H j ) = f = (I k ) =
1 1+ e
.................................. 9
−β ( H j )
1 1+ e
.................................. 10
−β ( I j )
dimana :
β = konstanta fungsi sigmoid - Prinsip
backpropagation
adalah
mengoptimalkan
nilai
fungsi
dengan
memperkecil nilai galat (error) hingga mencapai minimum global, melalui
perbaikan nilai pembobot dengan membandingkan nilai output jaringan dengan nilai target yang diberikan dengan menggunakan persamaan jumlah kuadrat galat, yaitu :
E=
1 (t kp − z kp ) 2 ∑ 2
........................................ 11
dimana :
t
= target
z
= keluaran JST
- Perbaikan nilai pembobot dilakukan untuk memperkecil nilai galat dengan menggunakan metode delta rule :
ΔWkj = ηδ k y j
...................................... 12
dimana :
η
= konstanta laju pembelajaran
ΔWkj
= perubahan nilai pembobot Wkj
δ k = galat output ke k y j = fungsi log-sigmoid ΔV ji = ηδ j xi
...................................... 13
Dari persamaan-persamaan di atas maka nilai pembobot dapat dirumuskan melalui persamaan berikut :
Wkjbaru = Wkjlama + ΔWkj = Wkjlama + ηy j (t k − z k ) f ' ( I k )
............ 14
V jibaru = V jilama + ΔV ji = V jilama + ηx j f ' ( H j )∑ k δ k Wkj
............ 15
Gambar 6 Ilustrasi Pembelajaran Backpropagation - Semua proses di atas di lakukan secara berulang-ulang melalui pemberian nilai input-output, proses aktivasi dan perubahan nilai pembobot. Kinerja jaringan dievaluasi melalui nilai Root Mean Square Error (RMSE), hal ini gunanya untuk melihat tingkat ketelitian yang telah dibangun.
RMS Error =
∑ (Z
k
− Tk ) 2
n
.............................................. 16
dimana :
Yk
= nilai prediksi jaringan
Tk
= nilai target yang diberikan pada jaringan
n
= jumlah contoh pada data set validasi Dalam alogaritma backprogation neural networks perlu dilakukan proses
normalisasi data input dan output target yang berguna untuk mempersempit data input dan output target. Pertama dilakukan pencarian nilai minimum dan maximum untuk data input dan output. Nilai minimum dan maximum akan digunakan dalam normalisasi data. Kemudian nilai data input dinormalisasi kedalam selang nilai 0 -1 seperti pada persamaan berikut ini:
Xi
baru
=
( X i lama − Z i min )
.................................. 17
( Z 0 max − Z 0 min )
Pada nilai data output dinormalisasi kedalam selang 0.2 - 0.8. Persamaan normalisasi data output target adalah sebagai berikut:
Zo
baru
= 0.6 ∗
(Z 0
lama
− Z 0 min )
( Z 0 max − Z 0 min )
+ 0.2
.................................. 18
2.5.2 Validasi Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Training model dilakukan untuk melihat hasil ketelitian pada proses pembelajaran JST, sedangkan testing model dilakukan sebagai proses pengujian ketepatan kinerja jaringan untuk memberikan jawaban yang benar melalui pemberian data baru diluar data yang digunakan selama proses training. Hasil pembelajaran Jaringan syaraf tiruan menghasilkan nilai pembobot dan bias, yang selanjutnya digunakan untuk testing pendugaan terhadap aplikasi data yang digunakan pada proses pembelajaran. Ada beberapa parameter statistik yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana ketelitian model yang dibuat, antara lain : standard error prediction (SEP), bias ( d ) , dan coefficien of variation (CV) dari keluaran model terhadap keadaan yang sesungguhnya. Bentuk persamaan dari parameter statistik tersebut dituliskan sebagai berikut : - Standard Error Prediction (SEP)
n
SEP =
∑ (Z i =1
a
− Z p )2
n −1
.................................. 19
dimana : Za = data ukur Zp = data hasil Jaringan Syaraf Tiruan
- bias ( d ) n
d=
∑ (Z n =1
a
− Zp) .................................. 20
n
- Coefficien of Variation (CV)
CV =
SEP × 100 % Za
Untuk
mengetahui
menggambarkan
keadaan
.................................. 21
apakah yang
suatu
model
yang
dirancang
dapat
sesungguhnya,
maka
dilakukan
suatu
pemeriksaan terhadap model yang dirancang tersebut, yaitu dengan cara membandingkan antara pembobot hasil pada saat pembelajaran dengan model yang di gunakan.