II. TINJAUAN PUSTAKA A. Talas Dikutip dari Pranowo (2004), tanaman talas (Colocasia esculenta (L) Schott), merupakan tanaman monokotil asli daerah tropis. Tanaman ini berasal dari daratan India dan Cina yang selanjutnya dibawa ke Rusia oleh botanis Nikolai Ivanovich Vaviloc. Gambar talas dapat dilihat pada Gambar 1. Taksonomi tanaman ini adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotylae Ordo : Arales Famili : Araceae Genus : Colocasia Spesies : Colocasia esculenta (L) Schott
Gambar 1. Talas bentul Umbi talas terletak di bagian bawah pokok batang talas. Umbi inilah yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Ada bermacam jenis talas, baik yang liar maupun yang dibudidayakan. Bahkan ada jenis tertentu yang ditanam sebagai tanaman hias. Jenis talas dapat dicirikan oleh warna daun dan tangkainya. Selain itu tanaman talas juga dibedakan berdasarkan warna dan rasa yang tergantung pada jenis talas (Lingga 1989). Di Indonesia tempat pengembangan talas adalah Bogor dan Malang yang menghasilkan kultivar yang enak rasa umbinya. Tingkat produksi tanaman talas tergantung pada kultivarnya, umur tanaman, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Pada kondisi optimal, produktivitas tanaman talas dapat mencapai 30 ton per hektar. Salah satu jenis talas yang digemari orang ialah Colocasia esculenta L. Schoott atau talas bogor. Bedanya dengan kimpul jenis ini mempunyai daun yang berbentuk hati dengan ujung pelepah daunnya tertancap agak ketengah helai daun sebelah bawah. Warna pelepah bermacammacam. Bunga terdiri atas tangkai seludang dan tongkol. Bunga betinanya terletak di pangkal tongkol, bunga jantan di sebelah atasnya, sedang diantaranya terdapat bagian yang menyempit. Pada ujung tongkolnya terletak bunga-bunga yang mandul, umbinya berbentuk silinder sampai agak membulat. Talas Bogor ini mengandung kristal yang menyebabkan rasa gatal. Terdapat keanekaragaman pada bentuk daun, warna pelepah, bentuk dan rasa umbi serta kandungan kristal. Untuk pertumbuhan talas diperlukan tanah yang kaya akan humus dan berdrainase baik (Deptan).
3
Komposisi kimia talas bervariasi bergantung pada jenis, usia, keadaan tempat tumbuh, dan tingkat kematangan. Komposisi kimia talas dapat dilihat pada Tabel 1. Komponen utama dari karbohidrat umbi talas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Komposisi kimia talas per 100 gram bahan mentah Kandungan Gizi
Jumlah
Energi (kJ)
393
Kadar air (%)
75.4
Protein (g)
2.2
Lemak (g)
0.4
Serat (g)
0.8
Total karbohidrat dan serat (g)
21
Abu (g)
1
Ca (mg)
34
P (mg)
62
Fe (mg)
1.2
K (mg)
448
Na (mg)
10
Karoten (mg)
2
Thiamin (mg)
0.12
Riboflavin (mg)
0.04
Niacin (mg)
1
Asam askorbat (mg)
8
Sumber : FAO 1988 dalam Kusnandar 2007 Tabel 2. Fraksi karbohidrat dalam umbi talas (berat basah) Karbohidrat
%
Pati
77.9
Pentosan
2.6
Serat kasar
1.4
Dekstrin
0.5
Gula pereduksi
0.5
Skrosa
0.1
Sumber : Onwueme 1978 dalam Kusnandar 2007 Dalam Onwueme (1978) seperti yang dikutip oleh Kusnandar (2007), pati umbi talas terdiri dari 17-28% amilosa sedangkan sisanya yaitu 72-83% adalah amilopektin. Kandungan protein umbi
4
talas lebih tinggi dibandingkan umbi lainnya seperti ubi jalar, ubi kayu, dan ubi rambat. Kandungan protein tersebut kaya akan asam amino esensial tetapi jumlah histidin, lisin, isoleusin, tryptofan dan methioninnya rendah. Seperti halnya umbi-umbi lainnya, dalam umbi talas terkandung oligosakarida terutama rafinosa. Senyawa ini masih ditemukan pada talas yang telah dimasak dan bersifat tidak dapat dicerna. Walaupun jumlah kandungan rafinosa yang terdapat dalam talas hanya sedikit tetapi hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya masalah flatulen dalam usus besar. Flatulen menyebabkan orang yang mengkonsumsinya akan mengeluarkan gas-gas antara lain CO2, O2, dan N2. Kandungan rafinosa dalam umbi talas yang telah dimasak dapat dilihat pada Tabel 3. Kandungan tersebut berasal dari kultivar talas yang terdapat di Samoa dan nilainya akan bervariasi untuk setiap spesies talas. Tabel 3. Kandungan gula dalam talas yang telah dimasak Jenis Gula
Gram (berat basah)
Fruktosa
1
Glukosa
0.6
Sukrosa
94
Maltosa
1
Rafinosa
0.3
Sumber : FAO 1988 dalam Kusnandar 2007 Manfaat utama umbi talas adalah sebagai bahan pangan sumber karbohidrat. Di beberapa daerah seperti di Papua Barat, talas dikonsumsi sebagai makanan pokok. Selain itu umbi talas juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan tradisional, tepung talas (bahan pembuat roti, kue, zat pengental, dan makanan bayi), obat tradisional (encok, rematik, bisul, penawar racun, dan obat urusurus), dan produk fermentasi berupa pasta kental yang disebut poi. Tetapi karena kandungan karbohidrat yang cukup tinggi serta adanya kandungan nutrisi lainnya, kini talas lebih banyak dibudidayakan sebagai salah satu makanan untuk diversivikasi pangan. (Deptan) Umbi talas memiliki kandungan potensi karbohidrat dan protein, mineral Ca dan P yang cukup tinggi, kedua mineral tersebut penting bagi pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Selain itu pula mengandung vitamin A, C, sedikit B1 (Rukmana, 1998). Seperti yang dikutip dari Pranowo (2004), tepung talas memiliki kandungan gizi yang baik dibandingkan dengan tepung umbi lainnya. Tepung talas mengandung serat yang sangat berguna membantu pencernaan makanan dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan dengan mengkonsumsi tepung talas dapat mencegah seseorang terserang penyakit wasir, ambeien atau haemorroid.
B. Sulfurisasi Sulfurisasi merupakan perlakuan penambahan sulfur dioksida (SO2) untuk mempertahankan warna, cita rasa, dan mencegah kerusakan bahan pangan oleh aktivitas mikroorganisme serta mempertahankan stabilitas mutu selama penyimpanan berlangsung. Senyawa yang biasa digunakan adalah sulfur dioksida, garam natrium, senyawa sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bahan ini tidak diperbolehkan digunakan untuk daging dan bahan yang mengandung vitamin B 1 yang tinggi karena dapat merusak thiamin (B1) yang ada. Sedangkan natrium-metabisulfit (NaHSO3) yang aman pada kadar 2000-3000 ppm (Desrosier 1988).
5
C. Pengeringan Talas Pengeringan merupakan pengeluaran air dari suatu produk pertanian hingga mencapai kadar air yang setimbang dengan keadaan udara atmosfir secara normal. Pada kondisi akhir pengeringan diperoleh kadar air yang tidak menyebabkan aktivitas enzim tertentu, jamur, dan serangga yang dapat merusak kualitas (Pranowo 2004). Menurut Hubeis (1984), pengeringan merupakan cara untuk menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan bantuan energi panas dari sumber alami (sinar matahari) atau buatan (alat pengering). Pengeringan bahandapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu penjemuran, pengeringan buatan, dan pengeringan beku. Penjemuran merupakan tindak pengeringan bahan dengan energi surya di udara terbuka dengan kelembaban udara, kecepatan udara serta suhu yang dipengaruhi cuaca. Pengeringan dengan cara penjemuran dapat dilakukan dengan cara menempatkan bahan yang akan dikeringkan pada tempat seperti lamporan/lantai penjemuran, tikar, atap rumah, dan di jalan raya. Keuntungan dari penjemuran yaitu tidak memerlukan peralatan yang khusus dan mahal serta penanganan yang sederhana. Sedangkan kerugian dari pengeringan cara ini adalah dipengaruhi oleh cuaca, waktu pengeringan yang lebih lama, hasil pengeringan yang tidak merata dan adanya pengotoran oleh debu selama penjemuran. Pengeringan buatan merupakan tindak pengeringan dengan alat pengering pada kondisi suhu, kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara, dan waktu pengeringan yang dapat dikontrol. Pengering buatan dapat dikategorikan menjadi pengering kelompok adiabatik, yaitu pengeringan bahan oleh udara panas yang dialirkan pada alat pengering secara konduksi; dan kelompok pengering isotermik, yaitu pengeringan bahan oleh udara panas secara langsung melalui pelat logam di mana bahan itu ditempatkan. Beberapa alat pengering buatan yang digunakan untuk pengeringan biji-bijian dalam bentuk utuh dan tepung adalah drum dryer, tunnel dryer, cabinet dryer, dan tray dryer. Drum dryer berbentuk silinder tunggal atau ganda yang berputar pada porosnya. Pada alat ini bahan yang berbentuk larutan dikentalkan dahulu, lalu dipanaskan secara merambat pada dinding silinder yang telah dipanaskan dengan tenaga uap untuk menjadi lapisan tipis setebal 0.02 – 0.04 inci. Tunnel dryer berbentuk sebuah terowongan (panjang: 35 – 50 kaki) yang terdiri dari rak-rak yang ditempatkan pada kereta beroda, pipa pemanas, dan kipas angin. Pada alat ini, bahan yang berada di rak-rak dari kereta beroda dikeringkan dengan udara panas kering dari pipa pemanas yang dihembuskan oleh kipas angin secara sirkulasi. Cabinet dryer merupakan ruang pengering berbentuk persegi seperti lemari yang terdiri dari rak-rak yang disusun secara bertingkat dan sumber pemanas. Pada alat ini bahan ditempatkan pada rak dikeringkan dengan udara panas kering dari sumber pemanas (kayu, arang) yang berada di luar atau di dalam ruang pemanas (di bawah rak pengering) melalui dasar rak-rak tersebut. Tray dryer terdiri dari rak-rak yang disusun bertingkat untuk meletakkan nampan pengering, elemen listrik/ pemanas, dan kipas angin. Pada alat ini bahan yang ditempatkan dalam nampan pada rak akan dikeringkan dengan udara panas kering dari pemanas yang dialirkan oleh kipas angin berkekuatan 7 – 15 kaki/detik.
D. Pengecilan Ukuran Penggilingan merupakan proses pengecilan ukuran dari bahan padat/butiran dengan gaya mekanis menjadi berbagai fraksi ukuran yang lebih kecil. Dengan pengecilan ukuran ini, bahan dapat dipisahkan atas keperluannya dan meningkatkan daya reaktifitas (Hubeis 1984). Pengecilan ukuran (size reduction), mencakup beberapa pengertian sebagai berikut: pemotongan (cutting), penghancuran dan penggerusan (crushing and grinding) dan penggilingan
6
(milling). Karakteristik pengecilan ukuran antara lain menggunakan daya mekanis tanpa mengubah susunan kimia bahan yang diproses dan ukuran produk akhir sesuai atau mendekati ukuran yang diinginkan. Beberapa tujuan pengecilan ukuran adalah: 1. Mempermudah ekstraksi unsur tertentu dan struktur komposisi 2. Penyesuaian dengan kebutuhan spesifikasi produk atau mendapatkan bentuk tertentu. 3. Untuk menambah luas permukaan padatan 4. Mempermudah pencampuran bahan secara merata Bahan baku seringkali tersedia dalam ukuran yang terlalu besar untuk diolah sehingga harus dikecilkan terlebih dahulu. Operasi pengecilan ukuran dapat dibedakan menjadi dua kategori besar berdasarkan bentuk bahan yang diproses yaitu padatan atau cairan. Jika bahan berupa padatan, operasi disebut grinding dan cutting. Jika berupa cairan, operasi disebut emulsification atau atomization. Pembedaan didasarkan pada reaksi terhadap shearing forces di dalam padatan dan cairan.
E. Tepung Talas Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Pada proses penggilingan ukuran bahan diperkecil dengan cara diremuk yaitu bahan ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggiling (Hubeis 1984). Menurut Winarno (1997) tepung merupakan produk yang memiliki kadar air rendah. Kadar air yang rendah berperan penting dalam menjaga keawetan suatu bahan pangan. Jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis/asal bahan, perlakuan yang telah dialami bahan pangan, kelembaban udara tempat penyimpanan, dan jenis pengemasan. Cara yang paling umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering. Menurut Lingga (1986) proses pembuatan tepung dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis umbi-umbian itu sendiri. Proses pembuatan tepung talas diawali dengan pencucian dan pengupasan umbi segar, yang kemudian diiris. Pengirisan dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah itu dilakukan perendaman dengan air. Perendaman juga merupakan proses pencucian karena secara tidak langsung mempunyai efek membersihkan. Kemudian dilakukan pengeringan pada suhu sekitar 50-60°C sampai pada saat kadar air mencapai 12%. pengeringan dilakukan selama 6 jam dan biasanya umbi yang dikeringkan tersebut dibolak-balik agar keringnya merata. Hasil dari pengeringan adalah berupa keripik talas yang kemudian digiling untuk menghasilkan tepung talas yang seragam dilakukan pengayakan. Bagan alir pembuatan tepung talas dengan cara kering dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Kadar pati, amilosa, amilopektin dan serat kasar dari tepung talas disajikan pada Tabel 4.
7
Tabel 4. Analisis kadar pati, amilosa, amilopektin, dan serat kasar tepung dari beberapa kultivar talas Kadar pati, amilosa, amilopektin, dan serat kasar
No. koleksi
Pati (mg/g tepung) (%)
Amilosa (%)
Amilopektin (%)
Serat Kasar (%)
Ketan
412
70.99
10.88
89.12
6.2
Sutra
149
68.64
10.54
89.46
5.55
Bogor
155
72.39
16.5
83.49
6.67
Lampung
552
69.97
20.91
79.08
4.17
Bentul
24
70.92
21.44
78.56
5.3
Kultivar
Sumber : Hartati dan Titik (2003)
Talas Pengupasan
Perajangan
Pencucian dengan air
Perendaman dengan Na-Metabisulfit
Pengeringan
Penggilingan
Pengayakan dengan ukuran 100 mesh
Tepung talas Gambar 2. Tahapan proses pembuatan tepung talas (Lingga 1986)
F. Reologi Reologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sifat aliran dan perubahan bentuk suatu bahan cair atau fluida. Perubahan bentuk bahan terjadi jika aplikasi gaya yang diberikan akan mengubah bentuk atau ukuran bahan. Sedangkan bahan dikatakan mengalir jika tingkat perubahan
8
bentuk berubah secara kontinu. Di dalam reologi, bahan yang ideal dapat diklasifikasikan menjadi bahan yang elastis, plastis, dan kental tergantung dari perubahan bentuk yang terjadi jika diberikan suatu gaya. Bahan yang elastis akan meregang jika diberi gaya, sedangkan bahan yang bersifat plastis akan mengalami perubahan bentuk yang permanen dan bahan kental akan mengalir. Ukuran granula berperan penting dalam pembentukan karakter reologi dari suatu sistem dimana pati merupakan komponen utamanya. Pada umumnya, suatu cairan akan meningkat viskositasnya jika kandungan padatan di dalamnya meningkat dan suhunya menurun (Virgarini 1992).
G. Gelatinisasi Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula akan mulai mnggelembung. Ini terjadi saat temperatur meningkat dari 60°C sampai 85°C. Granulagranula dapat menggelembung hingga volumenya lima kali lipat volume semula. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu kira-kira 85°C ganula pati pecah dan isinya terdispersi merata ke seluruh air di sekelilingnya. Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai dan campuran pati menjadi makin kental membentuk sol. Pada pendinginan, jika perbandingan pati dan air cukup besar, molekul pati membentuk jaringan dengan molekul air terkurung di dalamnya sehingga terbentuk gel. Keseluruhan proses ini dinamakan gelatinisasi (Gaman dan Sherrington 1992). Menurut Champbell (1950) karakteristik pati dan kualitas produk akhir dari produk dengan bahan baku yang mengandung pati, sangat dipengaruhi oleh absorbsi air, peningkatan volume (swelling), kepecahan (rupture), viskositas, dan pembentukan gel. Seluruh karakteristik tersebut berhubungan dengan proses gelatinisasi pati. Lalu lebih lanjut dijelaskan bahwa bentuk puncak pada kurva amilogram dapat tajam, sempit atau lebar tergantung pada laju pembengkakan dan ketahanan granula pati terhadap kepecahan. Pati dengan puncak tajam dan sempit membutuhkan pengawasan yang ketat selama pengolahan/ perlakuan panas jika diinginkan pembengkakan granula pati yang seragam selama pengolahan bahan pangan. Pati dengan puncak lebar atau plateau lebih disukai jika diinginkan pembengkakan yang seragam. Dalam proses gelatinisasi pati ini, granula pati secara berangsur-angsur mengalami pengembangan (swelling) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Pengembangan granula pati terjadi karena molekul-molekul air masuk ke dalam granula pati dan terperangkap pada susunan molekulmolekul amilosa dan amilopektin. Dengan naiknya suhu suspensi pati, maka granula pati semakin membesar. Mekanisme pengembangan tersebut disebabkan ikatan-ikatan hidrogen yang menghubungkan molekul-molekul amilosa dan amilopektin semakin melemah dengan meningkatnya suhu pemanasan, sehingga mengganggu kekompakan granula pati. Di sisi lain, dengan meningkatnya suhu, maka molekul-molekul air mempunyai energi kinetik yang lebih tinggi sehingga dengan mudah berpenetrasi ke dalam granula pati. Dengan demikian, bila suhu suspensi pati meningkat, maka air akan terikat secara simultan dalam molekul amilosa dan amilopektin yang mengakibatkan pengembangan ukuran granula pati tersebut. Setelah pengembangan granula mencapai maksimum pada suhu pemanasan tertentu, maka granula pati akan pecah (rupture), sehingga pemanasan pada suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan kekentalan pasta pati secara tajam (Meyer 2003, Parker 2003 dalam Faridah 2011). Proses gelatinisasi pati seperti dikemukakan di atas dapat diamati dengan menggunakan alat Brabender Viscoamilograph (BVA) atau Rapid Visco Analyzer (RVA). BVA dan RVA mencatat datadata profil gelatinisasi selama fase pemanasan dan pendinginan, yaitu suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas breakdown, viskositas setback dan viskositas akhir. Profil gelatinisasi dengan pengukuran menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) dan perubahan granula pati selama
9
pemanasan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Profil gelatinisasi dengan pengukuran menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) dan perubahan granula pati selama pemanasan (Srichuwong, 2006 dalam Faridah 2011) Schoch dan Maywald (1968) mengelompokkan pati berdasarkan profil gelatinisasinya ke dalam empat jenis, yaitu tipe A, B, C, dan D. Profil gelatinisasi pati tipe A menunjukkan pati yang memiliki kemampuan mengembang yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas maksimum dan diikuti dengan penurunan viskositas selama pemanasan (mengalami breakdown), contohnya pati kentang, dan tapioka. Profil gelatinisasi pari tipe B mirip dengan tipe A, tetapi dengan viskositas maksimum lebih rendah, contohnya pati dari serealia. Profil gelatinisasi pati tipe C terdapat pada pati yang mengalami pengembangan yang terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas maksimum dan viskositas breakdown (menunjukkan ketahanan panas yang tinggi), contohnya pati kacang hijau, pati yang dimodifikasi dengan ikatan silang dan heat moisture treatment (HMT). Profil gelatinisasi pati tipe D terdapat pada pati yang mengalami pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya profil viskositas, misalnya pati yang mengandung amilosa lebih dari 55,0%. Beberapa profil gelatinisasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Beberapa tipe profil amilogram (Chen 2003 dalam Anggriawan 2010)
10
H. Cake Cake merupakan produk “bakery” yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Pada pembuatan cake dibutuhkan pengembangan gluten dan biasanya digunakan bahan pengembang kimiawi serta dibutuhkan pembentukan emulsi kompleks air dalam minyak di mana lapisan air terdiri dari gula terlarut dan partikel tepung terlarut (Sunaryo 1985). Jenis - jenis cake adalah chiffon cake, butter cake, genoise cake , dan cake adonan roti. Untuk chiffon cake lebih ringan dan lembut. Teknik pembuatannya putih telur dan kuning telur dikocok terpisah, sesudahnya baru dicampurkan dengan bahan lain. Butter cake atau cake mentega, untuk jenis ini mentega dan gula dikocok dahulu hingga lembut, baru bahan lain berturut–turut dimasukkan. Cara pembuatan genoise cake sama dengan sponge cake, tetapi telur dikocok sambil dipanaskan. Cara ini menghasilkan cita rasa cake yang tidak mengenyangkan. Cake adonan roti meskipun menggunakan ragi, kue-kue ini lebih umum disebut cake karena berbentuk utuh dan dihias (Boga 2002). 1. Daya Kembang Cake Tingkat pengembangan cake ditentukan dengan cara mengukur volume cake sebelum dan sesudah diolah. Pengembangan chiffon cake kulit singkong berkaitan erat dengan komposisi chiffon cake tersebut. Komposisi tersebut adalah tepung terigu. Tepung terigu merupakan sturktur pokok atau bahan pengikat didalam semua formula cake. Bahan yang digunakan untuk memproduksi cake memiliki pengaruh pengikat dan pengeras yang berbeda-beda terhadap adonan cake. Untuk perbedaan ini disebabkan oleh varietas gandum, teknik penggilingan, dan perlakuan penggilingan. Pengaruh pengerasan terhadap adonan cake dijumpai pada tepung yang digiling dari varietas gandum yang berbeda-beda. Pada gandum lunak terentang antara 7-10 %. Keadaan ini menciptakan suatu sistem yang akhirnya menghasilkan tekstur cake yang lebih lunak dan beremah (Desrosier 2008). Secara garis besar ada dua jenis tepung gandum yaitu tepung gandum keras (strong flour) dan tepung gandum lunak (soft flour). Tepung gandum keras biasanya digunakan untuk membuat roti dan produk-produk yang dibuat dengan melibatkan proses fermentasi serta puff pastry. Tepung terigu lunak biasanya digunakan untuk membuat biskuit dan kue. Perbedaan utama tepung terigu keras dan tepung terigu lunak terletak pada kandungan glutennya, dimana tepung terigu keras mengandung gluten sekitar 13% sedangkan tepung terigu lunak kandungan glutennya sekitar 8,3%. Gluten inilah yang bertanggung jawab terhadap sifat pengembangan adonan tepung terigu setelah ditambah air dan ditambah bahan pengembang atau difermentasi dengan menggunakan ragi. Pada pembuatan tepung gandum seringkali ditambahkan bahan-bahan aditif yang berfungsi untuk meningkatkan sifat-sifat tepung gandum yang dihasilkan. Salah satu bahan aditif yang dapat ditambahkan pada pembuatan tepung gandum yaitu L-sistein (biasanya dalam bentuk hidrokloridanya) yang berfungsi sebagai improving agent (meningkatkan sifat-sifat tepung gandum yang diinginkan). Sistein dapat melembutkan gluten (protein utama gandum yang berperan dalam pengembangan adonan yang dibuat dari tepung gandum). Selain pada tepung terigu, gula, margarin, kuning telur juga memiliki sifat sebagai pengemulsi dan pengempuk. Perbaikan rasa dan warna membantu membuat susunan, meningkatkan rasa dan butirannya menjadi lebih halus dan lembut (Wheat Associates 1983). 2. Sponge Cake Menurut US Wheat Associates (1983) sponge cake hampir sepenuhnya tergantung pada kocokan telur supaya ringan dan bergas. Keringanan dihasilkan karena pengocokan telur yang teliti dan yang membentuk gelembung-gelembung udara. Keadaan panas saat pembakaran menyebabkan udara dan cairan dalam gelembung-gelembung itu terus berkembang dan menyebabkan reaksinya semakin mengembang.
11
Ada dua jenis sponge cake yaitu straight sponge dan short sponge. Straight sponge mengandung telur, gula tepung, garam, dan bahan pewangi. Sedangkan short sponge mengandung bahan straight sponge ditambah dengan susu, lemak, air, bahan peragi/ pengembang, dan lain-lain. Telur merupakan bahan yang paling utama dalam pembuatan sponge cake, oleh karena itu harus berhati-hati dalam memilih telur. Telur harus bermutu baik, sehat, dan tidak berbau amis. 3. Fungsi Bahan dalam Pembuatan Cake Menurut Wheat Associates (1983), bahan dasar untuk pembuatan cake dibagi dalam dua jenis. Pertama jenis yang membentuk susunan cake: tepung, telur, dan susu. Kedua adalah jenis yang menjadikan cake empuk: gula, lemak, dan baking powder. a. Tepung Tepung merupakan unsur susunan adonan cake dan juga menahan bahan-bahan lainnya. Tepung dengan kadar protein 7% sampai 9% , butiran halus, dan yang telah diputihkan dengan baikcocok sekali utnuk tepung cake. Pemutihan membantu tepung lebih mudah menerima gula, air, dan lemak. Nilai pH tepung sekitar 5.2. b. Gula Gula digunakan sebagai bahan pemanis. Gula yang digunakan untuk semua jenis cake harus halus biturannya agar susunan cake rata dan empuk. Gula tersebut mudah larut dan akan menghasilkan susunan yang kasar pula. Bila mengkremkan gula dan lemak, yang paling baik ialah menggunakan gula sebanyak dua kali dari lemak. Kelebihan gula dari yang tercantum dalam formula harus dilarutkan dalam susu atau air. Jumlah gula yang sama dengan jumlah telur hasil kocokannya akan baik sekali. Gula akan mematangkan dan mengempukkan susunan sel, dan bila persentase gula terlalu tinggi dalam adonan maka hasil cake akan kurang baik dan cenderung jatuh di bagian tengahnya Gula invert, madu, molase, dan glukose mempunyai sifat-sifat higroskopis. Gula tersebut tidak hanya menahan cairan tetapi gula akan menimbulkan aroma dan rasa yang khas pada hasil produksi. Gula akan menurunkan titik penggulalian pada adonan sehingga memungkinkan kerak pada cake menjadi berwarna pada suhu yang lebih rendah. c. Lemak (Shortening) Lemak untuk cake harus mempunyai kemampuan yang baik dalam pengkreman, rasa, dan bau yang netral, harus mengemulsi dengan baik dan warnanya harus putih, harus bersifat plastis bila digunakan pada suhu antara 70º dan 75º F. Mentega termasuk lemak yang paling baik untuk pembakaran dilihat dari sudut rasa. Mutu pengkremannya aga kurang. Volume cakeyang dihasilkannya rendah dan butirannya lebih kasar bila dibandingkan dengan cake yang memakai lemak yang memiliki daya pengkreman sangat baik. Oleh karena itu para pengusaha menggunakan sebagian mentega untuk membangkitkan rasa atau aroma di samping menggunakan sebagian mentega untuk membangkitkan rasa atau aroma di samping memnggunakan sebagian lemak untuk meningkatkan volume dan butiran yang lebih halus. Lemak juga membantu menahan cairan dalam cake yang telah jadi. d. Telur Telur dan tepung membentuk suatu kerangka yang bertugas sebagai pembantu susunan bentuk cake. Telur segar memiliki nilai pH 7-7.5; apabila menjadi kurang sehat nilai pH akan berubah menjadi asam dan menyebabkan peragian dari formula menjadi tidak seimbang. Juga telur akan memberi cairan, aroma (rasa) dan warna pada kue. Sebelum digunakan telur harus dikocok dulu. Telur
12
harus dikocok sampai kocokannya bagus dan teguh. Letichin dalam kuning telur mempunyai daya pengemulsi, sedangkan lutein dapat membangkitkan warna pada hasil produksi. e. Susu Bila susu yang digunakan sebagai susu padat kering maka cake akan mempunyai susunan yang lengkap. Laktosa gula susu menghasilkan warna kerak. Susu padat membangkitkan rasa (aroma) dan merupakan bahan penahan cairan yang baik. Air yang ada dalam susu cair menimbulkan rasa lezat pada kue. f. Peragian/ Pengembangan (Leavening) Peragian/ pengembangan cake dapat dilakukan dengan tiga cara: 1. Memasukkan udara selama pencampuran 2. Menggunakan bahan peragi/ pengembang kimia 3. Menggunakan tekanan uap yang dibangkitkan pada oven Cara peragian/ perkembangannya tergantung pada jenis cake yang akan dibuat berdasa rkan pada banyaknya lemak dalam formula, kepadatan adonan, dan suhu pembakaran. 4. Penilaian Cake Menurut U.S. Wheat Associates (1983), agar dapat menilai cake yang tepat haruslah sudah ada gambaran tentang cake yang sempurna dan sekaligus menyimpulkannya. a. Simetri Istilah simetri dengan sendirinya sudah jelas. Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi biasanya berbentuk: sisi rendah, sisi tinggi, tengah-tengah rendah, tengah-tengah tinggi dan tidak merata. b. Cerah (Bloom) Istilah bloom berhubungan dengan semaraknya cake. Warna yang cerah dan baik sangatlah penting. Bloom merupakan sifat warna yang berseri. c. Warna Kerak Warna kerak berbeda sesuai dengan jenis cake, dengan demikian untuk semua jenis cake tidak ada batasan tertentu mengenai warna kerak. Warna yang ideal untuk suatu jenis cake harus diketahui sehingga warna keraknya dapat ditentukan sesuai. d. Volume Walaupun seorang baker yang berpengalaman dapat memperkirakan volume dengan cukup tepat, namun cara yang terbaik ialah mengatur volume itu supaya menghasilkan cake yang sedap dipandang mata serta mempunyai susunan yang baik pada bagian dalamnya. Volume cake yang baik tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, agar susunan cake kelihatannya baik. e. Keadaan Kerak Keadaan kerak berbeda sesuai jenis cakenya. Beberapa jenis cake keraknya ada yang harus lebih empuk dari yang lain. Kerak cake yang baik seharusnya tidak terlalu empuk, sehingga cake tersebut tidak hancur namun kerak yang empuk tetap diinginkan.
13
f. Warna Remah Warna remah berlainan satu dengan yang lainnya tergantung pada jenis cake yang akan dibuat. Warna remah yang terang tetap disukai apa pun jenis cake yang dibuat. Warna remah menjadi tua atau muda tergantung dari bahan-bahan baku atau ketentuan formulanya. g. Butiran Cake Butiran cake tergantung pada jenis cake. Pound cake misalnya, butirannya harus rapat; tetapi jenis cake yang lain butirannya harus renggang sampai rapat. Hal itu tergantung pada ukuran, bentuk, dan sifat susunan sel remah. Keseragaman ukuran dan tipisnya dinding sel merupakan faktor yang paling dikehendai. Butiran yang tidak baik ialah yang sel-selnya kasar, tebal, berdinding, tidak rata, dan berlubang besar-besar. Untuk menilai butirannya, kita harus memotong cake itu pada bagian tengahnya. h. Aroma Aroma cake harus sedap. Udara dalam susunan sel yang mengantar aroma harus harum, manis, segar, dan murni. i. Rasa Untuk menentukan rasa cake, cara yang sebaik-baiknya ialah mencicipi sepotong cake. Kunyahlah dengan seksama sehingga dapat dirasakan rasa cake yang sebenarnya. Rasa merupakan kombinasi mutlak dari dua unsur: rasa dan harum. Rasa yang diinginkan serupa dengan aroma yang diinginkan. Yang paling kita sukai ialah rasa manis, lezat, dan menyenangkan. j. Mutu Simpan Mutu simpan cake merupakan faktor yang sangat penting, terutama mengenai cake yang dijual terbungkus di dalam pak, karena biasanya cake ini harus disimpan lama sebelum sampai kepada konsumen. Mutu simpan tiap jenis cake berbeda-beda tergantung pada berlemaknya cake itu, metode pembuatannya dan bahan-bahan yang digunakan. Namun demikian, terlepas dari jenis cake setiap cake harus memiliki mutu simpan yang baik, berarti harus selalu dalam keadaan baru/segar atau tetap lembab dan tidak bulukan.
14