6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Broadband Broadband secara harfiah berarti jangkauan frekuensi yang luas yang digunakan untuk mengirim dan menerima data4. Definisi umum broadband adalah proses pengiriman dan penerimaan data melalui sistem jaringan telekomunikasi dengan kecepatan tinggi. Umumnya kecepatan mulai dari 256 kbps sampai dengan 100 Mbps yang terhubung dengan perangkat pengguna/pelanggan disebut broadband 5. 2.2. Definisi Pemasaran Pemasaran adalah proses pemberian kepuasan konsumen untuk mendapatkan laba. Dua sasaran pemasaran yang utama adalah menarik konsumen baru dengan menjanjikan nilai yang unggul dan mempertahankan konsumen saat ini dengan memberikan kepuasan (Kotler dan Amstrong 2004) Selain itu Kotler dan Amstrong (2004) juga mendefiniikan pemasaran sebagai proses sosial dan manajerial tempat individu dan kelompok memperoleh apa yang yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain. Pemasaran merupakan fungsi yang mempunyai kontak paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh karena itu pemasaran memainkan peranan penting dalam pengembangan strategi (Tjiptono, 2008). 2.3. Strategi Pemasaran Strategi pemasaran membantu mengidentifikasi bagian pasar yang sanggup dilayani dengan baik dan paling menguntungkan baginya. Terdiri dari tiga langkah utama yaitu penentuan segmentasi konsumen, pemilihan pasar sasaran, dan penentuan pencitraan produk dalam pasar, ketiganya lebih dikenal dengan STP (Segmentation, Targetting, Positioning). Selengkapnya penjelasan atas ketiganya adalah sebagai berikut: 4
http://www.jaringankomputer.org/internet-broadband-pengertian-dan-jenis-jeniskoneksi-internet-broadband/ [20 Februari 2012] 5 http://inconcept.wordpress.com/?s=arti+mobile+broadband [ 30 Januari 2012]
7
2.3.1 Segmentasi Membagi pasar kedalam kelompok pembeli yang lebih kecil, yang memiliki kebutuhan, karakter, dan perilaku yang khas, yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang terpisah. Berikut adalah variabel-variabel utama yang digunakan untuk mensegmentasi pasar konsumen (Kotler dan Amstrong, 2004) : 1. Segmentasi Geografis Segmen ini berupaya membagi pasar menjadi unit-unit geografis yang berbeda seperti negara, wilayah, negara bagian, kabupaten, kota, atau pemukiman. Perusahaan kemudian memilih satu atau beberapa area geografis sebagai tempat operasinya, atau dapat memilih semua area yang ada, namun tetap memfokuskan pada perbedaan geografis dalam kebutuhan dan keinginan. 2. Segmentasi Demografis Segmen ini berupaya membagi pasar menjadi sejumlah kelompok berdasarkan variabel-variabel seperti usia, jender, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, dan kebangsaan. 3. Segmentasi Psikografis Segmen ini berupaya membagi pembeli menjadi kelompokkelompok yang berbeda berdasarkan kelas sosial, gaya hidup, atau karakteristik
kepribadian.
Orang-orang
yang
berada
dalam
kelompok demografi yang sama bisa saja memiliki tampilan psikografis yang berbeda. 4. Segmentasi Perilaku Segmen ini berupaya membagi pembeli-pembeli ke dalam sejumlah kelompok
berdasarkan
pengetahuan,
sikap,
kegunaan,
atau
tanggapan mereka terhadap suatu produk. 2.3.2 Targetting Setelah melakukan segmentasi maka langkah selanjutnya adalah mengevaluasi dan memilih segmen pasar. Dalam mengevaluasi segmen pasar yang berbeda - beda, perusahaan harus memperhatikan faktor ukuran dan pertumbuhan segmen, faktor daya tarik struktural
8
segmen, serta tujuan dan sumberdaya perusahaan. Setelah melakukan evaluasi segmen - segmen yang berbeda, perusahaan harus memutuskan segmen-segmen dan berapa banyak segmen yang harus dilayani (Kotler dan Amstrong, 2004). 2.3.3 Positioning Setelah perusahaan memutuskan segmen-segmen pasar yang akan dimasuki, haruslah diputuskan posisi apa yang harus ditempati dalam segmen tersebut (Kotler dan Amstrong, 2004) 2.4. Komunikasi Pemasaran Promosi adalah salah satu faktor penentu keberhasilan program pemasaran, promosi pada hakikatnya adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi / membujuk, dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan (Tjiptono, 2008). Promosi merupakan bagian dari bauran pemasaran barang maupun jasa. Dalam bauran promosi dikenal lima cara komunikasi utama, yaitu (Durianto dkk, 2003): 1. Advertising (Periklanan) Semua bentuk penyajian nonpersonal, promosi, dan ide tentang barang atau jasa yang dibayar oleh suatu sponsor. 2. Sales Promotion (Promosi Penjualan) Berbagai bentuk insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan konsumen untuk mencoba atau membeli suatu produk barang atau jasa. 3. Public Relation (Hubungan Masyarakat dan Publisitas) Berbagai macam program untuk memelihara menciptakan, dan mengembangkan citra perusahaan atau merk sebuah produk. 4. Personal Selling (Penjualan Secara Pribadi) Interaksi langsung dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesanan.
9
5. Direct Marketing (Pemasaran langsung) Penggunaan surat, telepon, faksimili, e-mail, dan alat komunikasi nonpersonal lainnya untuk melakukan komunikasi secara langsung agar mendapat tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelanggan 2.5. Iklan Menurut Durianto, dkk (2003) secara umum iklan berwujud penyajian informasi non personal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko yang dijalankan dengan kompensasi biaya tertentu. Dengan demikian iklan adalah proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Menurut Tjiptono (2008), iklan adalah suat bentuk komunikasi tidak langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian. 2.5.1 Iklan yang Efektif Iklan dikatakan efektif apabila mencapai tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pengiklan, iklan yang baik atau efektif memuaskan beberapa pertimbangan berikut (Shimp, 2003) : 1. Iklan harus memperpanjang strategi pemasaran. Iklan akan efektif bila cocok dengan elemen lain dari strategi komunikasi pemasaran yang diarahkan dengan baik dan terintegrasi. 2. Periklanan yang efektif harus menyertakan sudut pandang konsumen. Para konsumen membeli manfaat-manfaat produk, bukan
atribut/lambangnya.
Oleh
karena
itu,
iklan
harus
dinyatakan dengan cara yang berhubungan dengan kebutuhankebutuhan, keinginan, serta apa saja yang dinilai oleh konsumen pada pemasar. 3. Periklanan yang efektif harus persuasif, yaitu ketika produk yang diiklankan memberi keuntungan tambahan bagi konsumen.
10
4. Iklan harus menemukan cara untuk menerobos kerumunan iklan. Para pengiklan secara kontinyu saling bersaing dalam menarik perhatian konsumen. 5. Iklan yang baik tidak pernah menjanjikan lebih apa yang bisa diberikan. Intinya adalah menerangkan apa adanya, baik dalam pengertian etika serta dalam pengertian bisnis yang cerdas. 6. Iklan yang baik mencegah ide kreatif dan strategi yang berlebihan. Tujuan iklan adalah mempersuasi dan mempengaruhi, bukan untuk membagus-baguskan yang bagus serta meluculucukan yang lucu. Penggunaan humor yang tidak efektif dapat mengakibatkan orang hanya akan ingat pada humornya saja, tetapi melupakan pesannya. 2.5.2 Fungsi Iklan Periklanan adalah pelaksanaan beragam fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya. Menurut Shimp (2003), iklan mempunyai fungsi sebagi berikut: 1. Informing (Memberi Informasi) Periklanan membuat konsumen sadar akan merek-merek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif. 2. Persuading (Mempersuasi) Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan. 3. Reminding (Mengingatkan) Iklan menjaga merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para konsumen. Periklanan yang efektif juga meningkatkan minat konsumen terhadap merek yang sudah ada dan pembelian sebuah merek yang mungkin tidak akan dipilihnya. 4. Adding Value (Memberi Nilai Tambah) Periklanan memberi nilai tambah pada merek agar lebih elegan, lebih gaya, lebih bergengsi, dan lebih unggul dari tawaran pesaing dengan mempengaruhi persepsi konsumen. Terdapat tiga cara mendasar dalam memberi nilai tambah bagi penawaran mereka,
11
yaitu inovasi, peyempurnaan kualitas, atau mengubah persepsi konsumen. 5. Assisting (Mendampingi) Iklan berperan sebagai pendamping yang mendampingi upaya lain dari perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran. 2.5.3 Sifat – Sifat Iklan Tjiptono (2008) mengungkapkan bahwa suatu iklan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Public Presentation Iklan memungkinkan setiap orang menerima pesan yang sama tentang produk yang diiklankan 2. Pervasiveness Pesan iklan yang sama dapat diulang-ulang untuk memantapkan penerimaan informasi. 3. Amplified Expressiveness Iklan mampu mendramatisasi perusahaan dan produknya melalui gambar dan suara untuk menggugah dan mempengaruhi perasaan khalayak. 4. Impersonality Iklan tidak bersifat memaksa khalayak untuk memperhatikan dan menanggapinya, karena merupakan komunikasi yang monolog atau satu arah. 2.5.4 Tujuan Iklan Dalam Durianto, dkk (2003) tujuan iklan adalah untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek. Menurut Kotler dalam Durianto (2003) tujuan periklanan berdasarkan sasarannya dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Iklan untuk memberi informasi (informative) kepada khalayak tentang seluk beluk suatu produk. Biasanya dilakukan besarbesaran pada tahap awal pengenalan produk pada tahap awal peluncuran suatu jenis produk dengan tujuan membentuk permintaan awal.
12
2. Iklan untuk membujuk (persuasive) dilakukan dalam tahap kompetitif, untuk membentuk permintaan selektif merek tertentu. Perusahaan
melakukan
persuasi
tidak
langsung
dengan
memberikan informasi tentang kelebihan produk yang dikemas sedemikian rupa sehingga menimbulkan perasaan menyenangkan yang akan mengubah pikiran orang untuk melakukan tindakkan pembelian. 3. Iklan untuk mengingatkan (reminding) untuk menyegarkan informasi yang pernah diterima masyarakat penting untuk produk yang sudah mapan, bertujuan sebagai penguat untuk meyakinkan pembeli sekarang bahwa mereka telah melakukan pilihan yang benar. 2.5.5 Iklan Televisi Menurut Durianto, dkk (2003) diungkapkan bahwa kekuatan dan kelemahan iklan televisi sebagai berikut: 1. Kekuatan a. Efisiensi Biaya Televisi mampu menjangkau masyarakat yang sangat luas. Kebijakan ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap orang. Banyak pengiklan memandang televisi sebagai media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesann komersialnya. b. Dampak yang kuat Iklan televisi sampai ke pemirsa dalam bentuk audio visual. Kreativitas pengiklan lebih dapat dieksplorasi dan dioptimalkan dengan mengkombinasikan gerak, keindahan, kecantikan, suara, warna, musik, drama, humor, maupun ketegangan. c. Pengaruh yang kuat Kebanyakan pemirsa melewatkan waktunya di depan televisi yang
merupakan
sarana
hiburan,
sumber
berita,
sarana
pendidikan, dll. Sebagaimana kebanyakan pembeli, pemirsa televisi cenderung memilih produk yang diiklankan di televisi dari pada produk yang tidak mereka kenal.
13
2. Kelemahan a. Biaya tinggi Biaya iklan untuk menjangkau setiap orang relatif lebih rendah. Namun, biaya absolut beriklan di televisi adalah tinggi. b. Masyarakat yang tidak selektif Pemirsa televisi banyak dan luas. Iklan yang ditampilkan di televisi mungkin menjangkau pasar yang tidak tepat dan tidak selektif. c. Kesulitan teknis Jadwal tayang iklan di televisi tidak mudah diubah sehingga seringkali tidak fleksibel. Kebutuhan pengiklanan yang mendesak dalam menghadapi event-event tertentu, sering kali pihak pengiklan akan menghadapi kesulitan teknis untuk mengubah jadwal maupun jam tayang. 2.6. Definisi Konsumen Menurut Sumarwan (2011), istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu, konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu: membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, digunakan anggota keluarga lain / seluruh anggota keluarga, atau mungkin untuk hadiah. Konsumen organisasi: meliputi orgnisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit), dimana mereka harus membeli produk peralatan dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya. 2.7. Perilaku Konsumen Sumarwan (2011) menyatakan perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi. Menurut Engel et al (1994), Perilaku konsumen merupakan tindakan yang
langsung
terlibat
dalam
mendapatkan,
mengkonsumsi,
dan
14
menghabiskan produk dan jasa, termasuk keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. 2.7.1 Faktor yang Mendasari Perilaku Konsumen Engel et al (1994) membahas tentang determinan inti, berisi tiga kategori yang mendasari variasi perilaku konsumen yang terlihat pada Gambar 4, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Pengaruh lingkungan Konsumen hidup di dalam lingkungan yang kompleks, yang secara langsung maupun tidak mempengaruhi perilaku dan tindakan mereka. Perilaku proses keputusan mereka dipengaruhi oleh arus pemgaruh yang luas sampai yang spesifik, sebagai berikut: (1) budaya; (2) kelas sosial; (3) pengaruh pribadi; (4) keluarga; (5) situasi. Budaya, seperti digunakan di dalam studi perilaku konsumen, mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbolsimbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran, dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Pemasaran adalah transmitter nilai yang secara serentak membentuk budaya dan dibentuk oleh budaya. Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Mereka dibedakan oleh status sosioekonomi yang berjajar dari yang rendah hingga yang tinggi. Status kelas sosial sering kali menghasilkan bentuk perilaku konsumen yang berbeda. Pengaruh pribadi, perilaku konsumen kerap kali dipengaruhi oleh mereka atau orang lain yang berhubungan erat dengan kita. Respon sering terjadi terhadap tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh orang lain. Keluarga, setiap manusia memang berawal dan lahir dari keluarga. Maka tidak heran bila keluarga merupakan unit
15
pengambilan keputusan yang utama, tentu saja dengan pola peranan dan pembentukan keputusan pembelian dan konsumsi. Situasi, jelas bahwa perilaku berubah ketika situasi berubah. Perubahan kadang dapat diramalkan dan ada pula yang tidak dapat diramalkan. 2. Perbedaan individu Perbedaan individu lebih menekankan pada faktor internal yang
menggerakan
dan
mempengaruhi
perilaku.
Dengan
memasukan lima cara penting di mana konsumen mungkin berbeda, yaitu: (1) sumber daya konsumen; (2) motivasi dan keterlibatan; (3) pengetahuan; (4) sikap; dan (5) kepribadian, gaya hidup, dan demografi (Engel et al, 1994) Sumber daya konsumen, setiap orang membawa tiga sumber daya ke dalam setiap situasi pengambilan keputusan yaitu waktu, uang, dan perhatian (penerimaan informasi dan kemampuan pengolahan). Umumnya terdapat keterbatasan yang jelas pada ketersediaan masing-masing, sehingga memerlukan semacam alokasi yang cermat. Motivasi dan keterlibatan, motivasi disebabkan oleh pengaktivan kebutuhan yang lahir karena adanya ketidakcocokan antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Sedangkan keterlibatan merupkan faktor pengarah yang sangat potensial, karena pemahaman yang baik adalah pemotivasi yang utama. Pengetahuan konsumen mencakup susunan luas informasi, seperti ketersediaan dan karakteristik produk dan jasa, di mana dan kapan untuk membeli, dan bagaimana menggunakan produk. Sikap merupakan evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang melakukan respon dengan cara yang menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Menurut
Kasarjian
dalam
Engel
et
al
(1994),
mengemukakan bahwa, kepribadian adalah respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan Gaya hidup merupakan pola yang
16
dilakukan seseorang untuk menghabiskan sumber daya yang ia miliki.
Sedangkan
mendeskripsikan
demografi
pangsa
merupakan
konsumen
cara
berdasarkan,
untuk usia,
pendapatan, pengeluaran, dan pendidikan. 3. Proses Psikologis Engel et al (1994), mengemukakan tiga proses psikologis sentral yang membentuk semua aspek motivasi dan perilaku konsumen, yaitu (1) pengolahan informasi, (2) pembelajaran dan (3) perubahan sikap dan perilaku. Pengolahan informasi didefinisikan sebagai
proses dimana
rangsang pemasaran
diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan kemudian diambil kembali oleh konsumen dan digunakan untuk evaluasi - evaluasi alternatif produk. Perbedaan Individu Sumber Daya Konsumen
Pengaruh Lingkungan
Proses Psikologi
Motivasi dan Keterlibatan
Budaya Kelas Sosial
Pengetahuan
Pengolahan Informasi
Pengaruh Pribadi
Sikap
Pembelajaran
Keluarga
Kepribadian, gaya Hidup, dan Demografi
Perubahan Sikap/Perilaku
Situasi
Proses Keputusan Pembelian Pengenalan kebutuhan
Pencarian informasi
Pengevaluasian alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku setelah pembelian
Gambar 2. Model perilaku konsumen dan faktor yang mempenga ruhinya (Engel et al, 1994) Pembelajaran
merupakan
proses
dimana
pengalaman
menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan atau perilaku. Pembelajaran menggambarkan perubahan perilaku
17
individu yang muncul karena pengalaman. Menurut Watson dalam Engel et al (1994), menyatakan bahwa pengulangan yang konsisten akan mengukuhkan respon dan membina kebiasaan membeli. Sehingga dapat dikatakan bahwa, semua proses pembelajaran yang dialami oleh konsumen akan mempengaruhi keputusan konsumen tersebut mengenai apa yang dibeli dan apa yang dikonsumsi. 2.8. Keputusan Pembelian Menurut penyelesaian
Kotler
(2005),
keputusan
pembelian
adalah
proses
masalah yang terdiri dari menganalisa atau pengenalan
kebutuhan dan keinginan, pencarian informasi, penilaian sumber- sumber seleksi terhadap alternatif pembelian, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian. 2.8.1 Karakteristik Konsumen Karakteristik konsumen berpengaruh pada proses keputusan pembelian. Menurut Sumarwan (2011), konsumen mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Karakteristik Demografi dan Subbudaya Konsumen Dalam kaitannya dengan demografi dapat dikatakan bahwa seorang
konsumen
bisa
menjadi
anggota
dari
beberapa
subbudaya. Berikut ini adalah beberapa karakteristik demografi yang biasa digunakan untuk mengelompokkan konsumen: a. Usia Sejak lahir ke dunia manusia sudah menjadi konsumen, ia akanterus menjadi konsumen dengan kebutuhan yang berbeda sesuai usianya. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. b. Pendidikan dan pekerjaan Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan, pendidikan seseorang akan menentukan jenis pekerjaannya. Selain itu konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat
18
responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam memilih produk dan mereka. c. Lokasi Geografik Lokasi tempat tinggal konsumen akan mempengaruhi pola konsumsinya. 2. Karakteristik Ekonomi Konsumen a. Pendapatan Pendapatan adalah sumber daya material yang sangat penting bagi konsumen, karena dengan pendapatan itulah konsumen dapat membiayai kegiatan konsumsinya. b. Pengeluaran Pilihan konsumen terhadap suatu barang dipengaruhi oleh cara bagaimana membelanjakan atau mengeluarkan dana yang tersedia, kapan waktu yang tepat untuk membelanjakan uang dan apakah perlu melakukan pinjaman untuk melakukan pembelian. c. Kredit dan Kartu Kredit Kredit akan meningkatkan daya beli konsumen, konsumen yang memperoleh sumber kredit akan punya peluang untuk meningkatkan konsumsi berbagai produk dan jasa. 3. Karakteristik Kelas Sosial Konsumen Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokkan masyarakat ke dalam kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk, jenis jasa, dan merek yang dikonsumsi oleh konsumen. Konsumen yang berada pada kelas sosial yang sama akan menunjukkan persamaan dalam nilai-nilai yang dianut, gaya hidup, dan perilaku yang sama. Dalam kehidupan bermasyarakat biasanya terdapat pembagian kelas sosial seperti berikut: a.
Status pekerjaan Pekerjaan yang dilakukan orang tua, baik ayah atau ibu akan menentukan kelas sosial.
19
b. Pemilikan harta benda Pendapatan menentukan daya beli seseorang, yang selanjutnya
akan
mempengaruhi
pola
konsumsinya.
Pendapatan yang tinggi biasanya diikuti oleh pemilikan harta benda yang banyak. c. Variabel interaksi Pembagian kelas sosial ini ditentukan oleh penghargaan yang diberikan orang lain kepada seseorang. Seseorang dapat dikatakan memiliki prestis pribadi jika dihormati oleh orang lain dan orang-orang sekelilingnya. d. Variabel politik Orang-orang yang terpilih sebagai pemimpin atau ketua partai politik yang besar adalah orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain, mereka adalah termasuk ke dalam kelas sosial atas. 2.8.2 Proses Keputusan Pembelian Menurut Kotler dan Armstrong (2004),
proses pembelian
berlangsung jauh sebelum pembelian aktual dan berlanjut jauh sesudahnya. Pemasar perlu berfokus pada seluruh proses pengambilan keputusan pembelian bukan hanya pada proses pembelian saja. Proses pengambilan keputusan pembelian terdiri lima tahap, seperti terlihat pada gambar berikut: Pengenalan kebutuhan
Pencarian informasi
Pengevaluasian alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku setelah pembelian
Gambar 3. Proses pengambilan keputusan pembelian (Kotler dan Amstrong, 2004) 1. Pengenalan Kebutuhan Pengenalan kebutuhan muncul saat pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan aktual dan sejumlah keadaan yang diinginkan. Kebutuhan dapat dipicu adanya rangsangan internal dan rangsangan eksternal.
20
2. Pencarian Informasi Konsumen yang tertarik mungkin mencari lebih banyak informasi atau mungkin tidak. Jika dorongan konsumen itu kuat dan produk yang memuaskan ada di dekat konsumen itu, konsumen mungkin akan membelinya kemudian. Jika tidak, konsumen bisa menyimpan kebutuhan itu dalam ingatannya atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan itu. Sumber informasi konsumen terdiri atas empat kelompok, yaitu: a. Sumber pribadi meliputi keluarga, teman, tetangga, kenalan. b. Sumber komersial meliputi iklan, tenaga penjual, wiraniaga, situs web, pedagang perantara, kemasan. c. Sumber publik meliputi media massa, organisasi ranting konsumen, pencarian internet. d. Sumber pengalaman meliputi penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk. 3. Pengevaluasian Alternatif Tahap ketiga dari proses keputusan pembelian adalah evaluasi alternatif yaitu cara konsumen memproses informasi untuk mengevaluasi berbagai merek alternatif yang menghasilkan berbagai pilihan merek. Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi pembelian tertentu. 4. Keputusan Pembelian Di tahap pengevaluasian, konsumen menyusun peringkat merek
dan
membentuk
kecenderungan
(niat)
pembelian.
Keputusan pembelian konsumen akan membeli merek yang paling disukai, tetapi ada dua faktor yang muncul di antara kecenderungan pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain dan faktor kedua adalah faktor situasi yang tak terduga. Konsumen mungkin membentuk kecenderungan pembelian berdasar pada pendapatan yang diharapkan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan Namun,
21
situasi yang tak terduga dapat mengubah kecenderungan pembelian. 5. Perilaku Setelah Pembelian Tugas pemasar tidak berakhir saat produk dibeli, melainkan berlanjut hingga periode pasca pembelian. Konsumen akan melakukan tindak lanjut setelah pembelian berdasarkan pada kepuasan atau ketidakpuasan mereka, yang akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Konsumen yang puas akan cenderung melakukan pembelian ulang dan merekomendasikan produk kepada orang lain. 2.9. Impulse Buying Menurut Sumarwan (2011), jenis pembelian konsumen terbagi menjadi tiga macam yaitu pembelian yang terencana sebelumnya, pembelian yang separuh terencana dan pembelian yang tidak terencana. Pembelian yang terencana sepenuhnya adalah jika konsumen telah menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan. Ketika konsumen sudah mengetahui produk yangt ingin dibeli dan keputusan merek yang akan dibeli diputuskan pada saat di dalam toko, pembelian bisa digolongkan dalam pembelian yang separuh terencana. Beberapa konsumen sering kali membeli produk atau jasa tanpa direncanakan terlebih dahulu. Hal ini dapat disebabkan oleh penataan display ayau pemotongan harga. Display atau peragaan tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen, sehingga konsumen merasakan kebutuhan
yang
mendesak
untuk
membeli
produk
yang
sedang
dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian seperti ini disebut sebagai pembelian impuls (impulse purchasing / impulse buying) (Sumarwan, 2011). Berdasarkan penelitian Rook dalam Engel (2002), pembelian berdasarkan impulse tidak didasarkan pada pemecahan masalah konsumen dan paling baik dipandang dari prespektif hedonik atau pengalaman. Pembelian berdasar impulse mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik sebagai berikut:
22
1. Spontanitas, pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sekarang sebagai respon terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan. 2. Dorongan untuk membeli dengan segera. Ada motivasi untuk mengesampingkan yang lain dan bertindak dengan seketika. 3. Kesenangan dan stimulasi, merupakan desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi. 4. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan. 2.10. Consumer Decision Model Consumer Decision Model
dapat diartikan sebagai suatu model
dengan enam variabel yang saling berhubungan, yaitu: Pesan Iklan (F, finding
information),
Pengenalan
Merek
(B,
brand
recognition),
Kepercayaan Konsumen (C, confidence), Sikap Konsumen (A, attitude), Niat Beli (I, intention) dan Pembelian nyata (P, purchase), menurut (Howard dalam Durianto 2003). Consumer Decision Model (CDM) merupakan proses pembedaan dan pengelompokan bentuk-bentuk pikiran konsumen, CDM memetakan alur bagaimana konsumen mencari dan mempertimbangkan suatu keputusan untuk membeli produk. Dimana masing-masing variabel yang telah disebutkan berinteraksi dan saling mendukung hingga berakhir di pembelian nyata. Sebagai mana terlihat dalam gambar (Durianto dkk, 2003), seperti berikut: C
F
B
I
P
A Gambar 4. Consumer Decision Model (Durianto dkk, 2003) Dalam gambar terlihat bahwa alur model tersebut berawal dari konsumen yang menerima informasi atau pesan iklan (F). Informasi yang diterima dapat menyebabkan tiga kemungkinan pengaruh, yang dimulai dari
23
pengenalan merek oleh konsumen (B) atau dari informasi yang didapat langsung menambah perbendaharaan pikiran konsumen sebagai tingkat kepercayaan (C). Selain itu ada alur lain yaitu, dari informasi itu yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen menunjukan kesesuaian yang akan membentuk sikap (A). Kemudian, dari pengenalan merek (B) dievaluasi apakah pengenalan tersebut sesuai dengan keingnan dan kebutuhan, kemudian membentuk sikap (A), serta menambah tingkat kepercayaan (C). Pengenalan merek mempunyai sumbangan berupa penguatan terhadap sikap dan keyakinan konsumen terhadap merek yang ditawarkan, sehingga diharapkan mampu menimbulkan niat beli (I) konsumen. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan suatu pembelian nyata (P). Berikut adalah paparan keenam variable yang diulas dalam CDM menurut (Howard dalam Durianto 2003): 1. Pesan Iklan (Information) Pesan iklan yang ideal menurut Kotler dalam Durianto ,dkk ( 2003), harus
mampu
ketertarikan
menarik
(interest),
perhatian
(attention),
membangkitkan
keinginan
mempertahankan (desire),
dan
menggerakan tindakan (action). Pesan Iklan (F) dalam Consumer Decision Model (CDM) menurut Howard dalam Durianto (2003) merupakan variabel penentu dari keenam variabel. Consumer Decision Model (CDM), menunjukan bahwa pesan iklan dapat menyebabkan: calon pembeli mengenal suatu merek, mengevaluasi merek-merek yang dibutuhkan calon pembeli, menentukan sikap dan mengukur seberapa besar kepuasan konsumen terhadap suatu merek serta atribut-atribut lainnya suatu produk. 2. Pengenalan Merek (Brand Recognation) Pengenalan merek sangat penting untuk mengetahui sampai tingkat mana para pembeli mengetahui ciri – ciri suatu merek. Menurut John A Howard dalam Durianto (2003) pengenalan merek terkait dengan tingkat pengenalan pembeli akan ciri atau keistimewaan produk dibandingkan produk-produk sejenis lainnya. Kesan merek secara keseluruhan terbentuk atas tiga elemen, yaitu: Pengenalan Merek (Brand Recognation), Sikap Konsumen (Attitude) dan Kepercayaan Konsumen
24
terhadap produk (Confidence). Pengenalan merek merupakan landasan untuk terciptanya sikap dan keyakinan konsumen 3. Sikap Konsumen (Attitude) Peter dan Olson dalam Durianto (2003) mengatakan bahwa sikap didefinisikan sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang. Bagi produsen data tentang sikap konsumen menjadi kebutuhan yang penting, karena dapat digunakan untuk melihat sikap konsumen di masa lalu serta dapat memprediksi sikap konsumen di masa yang akan datang. Engel, Black well dan Miniard dalam Durianto (2003) menuliskan bahwa sikap terhadap suatu iklan dapat berfungsi sebagai peramal yang signifikan atas sikap terhadap suatu produk. 4. Kepercayaan Konsumen (Confidence) Menurut Russel dan Lane dalam Durianto (2003), kepercayaan merupakan
tingkat
kepastian
konsumen
yang
menyatakan
keyakinannnya dan penilaiannya terhadap suatu produk yang dinilai bebas Menurut Durianto (2003), kepercayaan konsumen adalah bagaimana pembeli dapat yakin atas keputusan mereka terhadap suatu merek, apakah produk tersebut dapat memuaskan kebutuhan konsumen atau tidak. Kepercayaan konsumen dapat meningkat jika calon pembeli sudah mendapatkan keterangan yang jelas yang didapat konsumen dari pesan iklan (informasi) yang ditayangkan di televisi secara berulangulang, brosur, pemasaran langsung, dan lainnya. 5. Niat Beli (Intention) Niat beli adalah pernyataan mental konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Niat beli terbentuk dari sikap konsumen terhadap produk dan keyakinan konsumen terhadap kualitas produk. Semakin rendah keyakinan konsumen terhadap suatu produk akan menyebabkan menurunnya niat beli konsumen (Durianto, 2003). Secara umum keyakinan konsumen kepada suatu produk berbanding lurus dengan niat beli konsumen terhadap produk tersebut.
25
6. Pembelian Nyata (Purchase) Pembelian nyata merupakan sasaran akhir dari pendekatan Consumer Decision Model (CDM), baik untuk konsumen yang pertama kali membeli maupun yang melakukan pembelian ulang. Berdasarkan pendekatan CDM, pengukuran efektivitas iklan digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel F (pesan iklan), B (pengenalan merek), C (keyakinan konsumen), dan A (sikap konsumen) terhadap I (niat beli) suatu merek atau produk dan juga untuk mencari informasi, apakah ada variabel antara dan variabel bukan antara dari B (pengenalan merek), C (keyakinan konsumen), dan A (sikap konsumen) yang dapat mempengaruhi F (pesan iklan) terhadap I (niat beli). 2.11. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana butir-butir dalam kuisioner dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Umar, 2005). Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pernyataan dengan skor total. Pengujian korelasi pada penelitian ini adalah dengan menggunakan korelasi product moment sebagai berikut : ∑ √
∑
∑
∑ ∑ ∑
∑
Dimana : : korelasi antara x dan y x : skor pernyataan y : skor total n : jumlah responden Pengujian validitas terdiri dari uji validitas kuisioner dan uji validitas responden. Uji validitas kuisioner dilakukan terhadap seluruh butir soal yang ada dalam kuisioner dengan menguji 30 kuisioner, dan uji validitas responden dilakukan pada seluruh data yang diberikan responden dalam penelitian. Uji validitas responden diperlukan karena, menurut Umar (2002) bila responden merasa malu, takut, dan cemas akan jawabannya, maka besar
26
kemungkinan dia akan memberikan jawaban yang tidak benar. Uji validitas responden dilakukan dengan cara mentranspose matriks. Seluruh uji validitas baik kuisioner maupun responden dibantu oleh software MINITAB 14 dengan batas nilai error 5% dimana bila bila tingkat signifikasi kesalahan lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan valid dan dapat digunakan. 2.12. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian, atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrument pengukuran (Umar, 2005). Reliabilitas (keandalan) merupakan suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuisioner (Nugroho, 2005). Kuisioner yang reliable adalah kuisioner yang apabila dicoba berulang pada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama. Penelitian kali ini melakukan uji reliabilitas dengan metode alpha cronbach’s dengan rumus sebagai berikut: r11
(
∑ k ) (1 k1
)
Dimana = r11
: reliabilitas instrumen
k
: banyak butir pertanyaan : jumlah ragam total
∑
: jumlah ragam butir
Rumus untuk mencari ragam adalah: ∑
∑
Dimana = : ragam n
: jumlah contoh (responden) : nilai skor yang dipilih
27
Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0.06 (Nugroho, 2005). Nilai cronbach’s Alpha dapat dihitung dengan bantuan software SPSS 16. 2.13. Structural EquationModeling (SEM) Bagozzi dan Fornell dalam Ghozali (2005) menyatakan bahwa model persamaan struktural (SEM) adalah generasi kedua teknik analisis multivariat yang memungkinkan peneliti menguji hubungan antar variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran keseluruhan tentang model. Ghozali (2008) menyatakan, manfaat utama SEM dibandingkan generasi pertama multivariate seperti principal component analysis, factor analysis, discriminant analysis, atau multiple regression, SEM memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi bagi peneliti untuk menghubungkan antara teori dengan data. Bollen dalam Ghozali (2005), menyatakan SEM tidak seperti analisis multivariat biasa, SEM dapat menguji secara bersama-sama hal berikut ini: 1.
Model structural
:
hubungan
antara
konstruk
independen
dependen. 2.
Model measurement :
hubungan (nilai loading) antara indikator dengan konstruk (variabel laten)
Terdapat beberapa istilah variabel yang biasa digunakan dalam SEM, yaitu: 1.
Variabel laten
: variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi.
2.
Variabel manifest
: indikator-indikator yang dapat diukur
3.
Variabel eksogen
: variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam model
4.
Variabel endogen
: variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam suatu model penelitian
Secara teknis SEM dibagi dalam dua kelompok,yaitu SEM berbasis covariance dan SEM berbasis variance
atau sering disebut component
based SEM yang mempergunakan software SmartPLS dan PLS Graph. Covariance Based SEM lebih bertujuan memberikan pernyataan tentang hubungan kausalitas atau memberikan deskripsi mekanisme hubungan
28
kausalitas (sebab-akibat). Sedangkan Component Based SEM bertujuan mencari hubungan linear prediktif antar variabel (Ghozali 2008). Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbedaan antara Covariance Based SEM dengan Variance Based SEM: Tabel 3. Perbedaan Covariance Based SEM dengan Variance Based SEM (PLS) No 1.
Kriteria Tujuan
PLS Berorientasi prediksi
CBSEM Berorientasi pendugaan parameter
2.
Pendekatan
Berbasis varian (ragam)
Berbasis kovarian (peragam)
3.
Asumsi
Spesifikasi prediktor
Multivariate normal
(nonparametric)
distribution,independence , observation (parametric)
4.
Estimasi
Konsisten sebagai
Parameter
indikator dan sample size
Konsisten
meningkat (consistency at large) 5.
Skor Variabel
Secara eksplisit diestimasi
indeterminate
Hubungan
Dapat dalam bentuk
Hanya
Epistemik antara
reflective maupun
indikator
variabel laten dan
formative indicator
Laten 6.
dengan
reflektif
dengan
ketepatan
indikatornya 7.
8.
Implikasi
Optimal untuk ketepatan
Optimal
prediksi
parameter
Kompleksitas
Kompleksitas besar (100
Kompleksitas kecil sampai
Model
konstruk dan 1000
menengah (< 100 indikator)
indikator) 9.
Besar Sample
Kekuatan analisis
Kekuatan analisis berdasarkan
didasarkan pada porsi dari
pada model spesifik minimal
model yang memiliki
direkomendasikan berkisar
jumlah prediktor terbesar.
dari 200-800
Minimal direkomendasikan berkisar dari 30-100 kasus
Sumber : Ghozali (2008)
29
2.14. Analisis Diskriminan Supranto (2004) menyatakan bahwa analisis diskriminan merupakan teknik menganalisis data, variabel tak bebas (disebut criterion) merupakan kategori (non-metrik, nominal, ordinal, atau kualitatif) sedangkan variabel bebas sebagai prediktor merupakan metric (interval atau rasio, bersifat kuantitatif). Adapun tujuan analisis diskriminan, adalah sebagai berikut: 1. Membuat fungsi diskriminan atau kombinasi linear, dari prediktor atau variabel bebas yang bisa mendiskriminasi atau membedakan variabel tak bebas atau criterion kedalam kategori yang tepat 2. Menguji apakah ada perbedaan signifikan antara kategori / kelompok, dikaitkan dengan variabel bebas atau prediktor. 3. Menentukan prediktor (variabel bebas) yang mana yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya perbedaan antar kelompok. 4. Mengklasifikasikan atau mengkelompokkan objek/kasus atau responden kedalam suatu kelompok/kategori didasarkan pada nilai variabel bebas. 5. Mengevaluasi keakuratan klasifikasi Berikut ini adalah bentuk model diskriminan, yang pada penelitian kali ini akan dicari persamaannya:
Dimana : : variabel bebas / prediktor ke j dari responden ke i : koefisien atau timbangan diskriminan dari variabel atau atribut ke j Analisis diskriminan bertahap menurut Supranto (2004) dianalogkan sebagai regresi berganda bertahap (stepwise), di mana variabel bebas atau prediktor dimasukkan secara berurutan (sequentially) berdasarkan pada kemampuannya untuk mendiskriminankan setiap kelompok. Suatu rasio F dihitung untuk setiap prediktor dengan jalan melakukan suatu analisis varian univariant, dimana kelompok diperlakukan sebagai variabel kategori (non-metrik) dan prediktor sebagai variabel kriterion atau variabel dependen. Suatu prediktor dengan dengan nilai rasio F yang tinggi, yang pertama-tama terpilih untuk dimasukkan dalam fungsi diskriminan, kalau prediktor tersebut memenuhi kriteria dan toleransi tertentu. Prediktor kedua
30
ditambahkan berdasarkan pada the highest adjusted or partial F ratio, dengan memperhitungkan prediktor yang telah dipilih sebelumnya, dan seterusnya. Setiap prediktor yang telah diuji untuk retensi berdasarkan pada hubungannya dengan prediktor lainnya yang telah dipilih. Proses pemilihan dan retensi dilanjutkan sampai semua prediktor memenuhi kriteria signifikansi untuk dimasukkan dan dipertahankan dalam fungsi diskriminan. 2.15. Penelitian Terdahulu Astriyani (2011) mengambil judul penelitian Analisis Efektivitas Iklan Televisi dan Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Es Krim Wall‟s Magnum Berdasarkan Karakteristik Gender dalam Kasus Mahasiswa S1 IPB. Hasil analisis mengungkapkan bahwa iklan televisi es krim Wall‟s Magnum hanya sampai niat beli untuk mahasiswi dan hanya sampai tahap terbangunnya kepercayaan dan sikap konsumen pada mahasiwa. Sulaeman (2011) mengambil judul penelitian Pengukuran Analisis Model Struktural dan Analisis Diskriminan Es Krim Wall‟s Magnum Pada Konsumen Pengguna Social Media (Studi Kasus Mahasiswa Program Strata 1
IPB).
Hasil
analisis
model
struktural
dapat
diketahui
bahwa
penginformasian yang dilakukan oleh Wall‟s Magnum di sosial media efektif hingga ke pembelian nyata. Analisis diskriman menunjukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelian sehingga tercipta rasa menyukai produk es krim Wall‟s Magnum Classic adalah status kemahasiswaan, saran keluarga, bentuk kemasan, merek, pengetahuan produk, dan kepercayaan bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan faktorfaktornya adalah status kemahasiswaan, pengetahuan varian es krim, bentuk kemasan, harga, merek, manfaat dan gaya hidup. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelian sehingga tercipta rasa menyukai produk es krim Wall‟s Magnum Almond adalah faktor harga dan gaya hidup menurut persepsi laki-laki dan faktor kepercayaan dan pengalaman terdahulu bagi perempuan. Selain itu faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelian sehingga tercipta rasa menyukai produk es krim Wall‟s Magnum Chocolate Truffle menurut persepsi laki-laki adalah faktor wiraniaga, besarnya pengeluaran konsumen, pengetahuan varian es krim, manfaat, tempat pembelian, dan kepribadian, sedangkan menurut persepsi perempuan adalah
31
faktor saran dari teman, kondisi cuaca, saran dari wiraniaga, pengetahuan produk, tempat pembelian dan kepribadian. Hayati (2011) mengambil judul penelitian Analisis Penerapan Quality Of Work Life (QWL) Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Karyawan. Penelitian ini menggunakan analisis model struktural dengan menggunakan software SmartPLS, hasil analisis menyimpulkan bahwa penerapan QWL dan kepuasan kerja karyawan berpengaruh positif secara signifikan terhadap komitmen karyawan. Berdasarkan uji PLS terlihat bahwa terdapat perbedaan persepsi karyawan antara pria dan wanita terhadap penerapan QWL. Namun, tidak terdapat perbedaan yang berarti antara kepuasan kerja dan komitmen karyawan baik wanita maupun pria.