II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies
of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthopoda, klas Insekta, ordo Lepidoptera, famili Papilionidae, genus Troides dan taxon Troides helena (Linnaeus, 1758). Kupu ini memiliki dua nama Inggris (CITES 2008), yaitu Black-and-gold Birdwing (Simbolon & Iswari 1990) atau Common Birdwing (Collins & Morris 1985; HoiSen 1983; Khoo & Chng 1987; Morrell 1960) dengan nama Indonesia Kupu-kupu Raja Helena (Simbolon & Iswari 1990). Jenis ini memiliki perbedaan jelas antara jantan dan betina (Tabel 1 dan Gambar 1). Ukuran jantan tidak sama dengan betina (Khoo & Chng 1987). Tabel 1 Perbedaan antara kupu-kupu T. helena jantan dengan betina No. Pembeda 1 Kepala
2
Dada
3
Perut
4
Sayap depan
5
Sayap belakang
Jantan Betina hitam, dengan sisik merah di hitam cokelat dengan belakang lengkungan merah di sisi atas. hitam, bersisik di bawah coklat, bulu bersisik merah sayap berambut merah. di bawah dasar sayap. berwarna kuning putih tanah lebih banyak berwarna abudi sisi atas, tertutup garis- abu, cokelat, atau kuning, garis hitam pada masing- ditutupi sisik hitam. masing segmen. Sisi dalam kuning. panjang 6-7 cm, bila panjang 8-9 cm, bila direntangkan 11-12 cm, direntangkan 12-15 cm. warna abu-abu atau hitam Ditandai dengan warna abutanah ditandai dengan warna abu, coklat, atau hitam tanah, putih. sangat beragam. Terdapat sisik-sisik cokelat. berwarna kuning emas, batas biasanya ditandai warna hitam pada tulang sayap kuning keemasan dan warna lebar. hitam pada bagian tepi. Terdapat bintik-bintik hitam besar, juga terdapat warna putih.
Sumber : Simbolon & Iswari 1990, Sutedja et al. 1992
4
Keterangan: Pembeda antara Troides helena (Linn.) jantan dan betina yaitu kepala (1), sayap depan (2), sayap belakang (3), dada (4), perut (5), dan alat kelamin (6). Sumber: Dokumentasi penelitian
Gambar 1 Perbedaan antara T. helena jantan dan betina. T. helena dapat ditemukan pada habitat hutan sekunder pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan air laut. Penyebarannya meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaya, hingga ke daratan India (Simbolon & Iswari 1990). 2.2
Siklus Hidup Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Kupu-kupu bersifat holometabolus atau mengalami metamorfosis sempurna.
Tahapan fase dalam siklus hidup kupu-kupu yaitu fase telur, larva, kepompong (pupa) dan imago (kupu-kupu dewasa). Fase perkembangan kupu-kupu dengan waktu yang digunakan pada setiap fase dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Fase perkembangan kupu-kupu Fase Perkembangan Perkawinan Masa persiapan telur Telur Larva Kepompong Kupu-kupu Sumber : Sihombing 1999
Waktu 6-8 jam 3-5 hari 10-15 hari 14-21 hari 21-28 hari 21-28 hari
5 Telur T. helena berwarna putih, bulat licin, berukuran 1.5-2.0 mm dan dilapisi dengan cairan berwarna orange yang berfungsi sebagai perekat (Mardiana 2002). Fase ini berlangsung selama 7-12 hari. Jumlah telur dipengaruhi oleh kondisi betina, bila sehat dan berukuran lebih besar maka bisa menghasilkan telur lebih banyak. Telur yang menetas akan menjadi larva. Selama fase larva T. helena mengalami 6 kali tahapan instar (pergantian kulit) (Mardiana 2002). Fase selanjutnya larva berubah menjadi pupa, yang diawali dengan fase prepupa dan akhirnya menjadi imago (kupu-kupu dewasa). Kupu-kupu keluar dari kepompong dalam kondisi sayap lemah dan tubuh menggembung. Tubuh yang berisi cairan ini akan mengempis setelah cairan tersebut mengalir ke vena sayap dan sayap mulai melebar dan membentang. Pembentangan sayap harus berlangsung dengan cepat. Jika udara terlalu kering, sayap dapat mengering sebelum sayap itu terbentang sehingga tidak terbentuk dengan sempurna. Setelah sayap berkembang sempurna dan ukuran tubuh menjadi normal, kupu-kupu siap terbang, mencari makan dan melakukan perkawinan (Pallister 1986). Total waktu yang diperlukan untuk satu siklus hidup antara 55-92 hari (Mardiana 2002). 2.3
Perilaku Kupu-kupu Perilaku merupakan gerak atau perubahan gerak termasuk perubahan dari
bergerak ke tidak bergerak sama sekali atau membeku. Menurut Alikodra 2002 perilaku merupakan gerak-gerik satwa untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan dari lingkungannya. Stokes et al. (1991) dalam Ismarrahman (2003) menyatakan bahwa ada beberapa perilaku kupu-kupu yang mudah dikenali, diantaranya puddling, berjemur, mencari pasangan dan meletakkan telur. Selain itu, Talsma et al. (2008) menyebutkan beberapa perilaku kupu-kupu sebelum ditangkap dalam inventarisasi tercatat sedang makan, kawin, terbang atau berjemur. 2.3.1 Puddling Saat kupu-kupu berada di tanah dan menghisap air kubangan, inilah yang disebut puddling (EnchantedLearning.com® 2009). Kupu-kupu jantan lebih banyak
melakukan
puddling
dibandingkan
kupu-kupu
betina
(EnchantedLearning.com® 2009). Stokes et al. (1991) dalam Ismarrahman (2003)
6 menyebutkan bahwa hampir semua kupu-kupu yang berkerumun di genangan air adalah kupu-kupu jantan. Pada genangan yang berlumpur dan berpasir (biasanya ditemukan di dekat kotoran hewan), kupu-kupu menghisap kandungan air berupa garam mineral dan nutrisi penting (terutama sodium klorida dan larutan kaya nitrogen) yang dilepaskan oleh tanah dan batuan di sekitarnya (EnchantedLearning.com® 2009). Stokes et al. (1991) dalam Ismarrahman (2003) menjelaskan bahwa telah ada suatu bukti bahwa unsur yang paling membuat kupu-kupu tertarik di tempat ini adalah sodium, salah satu komponen garam. Kupu-kupu jantan membutuhkan garam dan nutrisi lain seperti asam amino untuk kawin (khususnya perkawinan kedua). Nutrisi ini akan dilewatkan bersama sperma dalam bentuk spermatophore. Sodium dapat membantu kupu-kupu betina menghasilkan telur dan kupu-kupu jantan menghasilkan aroma khas jantan (sex pheromone) yang digunakan saat mencari pasangan (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). Selama hidupnya kupu-kupu jantan bisa bebeberapa kali melakukan perkawinan sedangkan betina hidupnya lebih singkat karena setelah bertelur betina akan mati (Mardiana 2002). Kupu-kupu
memperoleh
nutrisi
penting
yang
dibutuhkan
dengan
mengunjungi tempat becek, kotoran dan bangkai hewan, terutama bangkai karnivora (pemakan daging). Selain itu, nutrisi ini dapat ditemukan pada tempat hewan buang urin dan bekas api unggun karena abu merupakan mineral yang cukup potensial (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). Di padang penggembalaan ternak sering terlihat banyak kupu-kupu mengerumuni feses ataupun urin ternak untuk mencari nutrisi yang dibutuhkan (Sihombing 1999). 2.3.2 Berjemur Kupu-kupu berjemur di bawah sinar matahari ketika suhu udara lebih rendah dari suhu tubuhnya (antara 85°-100°F atau sekitar 29.4°-37.8°C). Tujuan berjemur yaitu untuk menghangatkan tubuh (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). Aktivitas ini biasanya dilakukan pada pagi hari dan saat matahari memancarkan sinar yang cukup hangat. Salah satu cara berjemur yang dapat diamati di lapangan yaitu berjemur cara dorsal, dimana kupu-kupu
7 membuka membuka lebar sayapnya sambil menghadapkannya ke arah matahari (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). Panas diserap oleh tubuh (yang umumnya berwarna hitam) dan bagian sayap yang terdekat dengan tubuh. 2.3.3 Mencari Pasangan Kupu-kupu jantan bertugas mencari pasangan. Mereka bergerak aktif dengan terbang berkeliling mencari kupu-kupu betina. Hal ini tidak mudah dilakukan karena ukuran kupu-kupu jantan lebih kecil dari betina dan jumlah betina lebih sedikit. Kupu-kupu betina umumnya ditemukan di jalan, sungai, atau jalur yang biasa dilewati. Kupu-kupu jantan mengamati kupu-kupu betina dari tanaman atau tempat yang tidak bergerak seperti bebatuan atau batang pohon yang roboh. Kupu-kupu jantan akan mendekati kupu-kupu betina saat melihatnya. Kupu-kupu tidak dapat secara visual membedakan detail dengan baik dari suatu kejauhan sehingga tidak jarang mereka mengamati jenis yang salah atau bahkan jenis hewan lain. Bila ternyata objek yang diamati bukan merupakan sesama jenisnya, kupu-kupu jantan akan kembali ke tempat pengamatannya. Namun bila yang diamati adalah jantan dari jenis yang sama, mereka akan berkejaran sejenak lalu terbang secara vertikal dan berpisah. Ketika kupu-kupu jantan menemukan betina dari jenis yang sama maka jantan akan segera menghampiri dan mulai melakukan percumbuan (courtship) (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). Strategi mencari pasangan lainnya ialah berpatroli, yaitu terbang di daerah tempat kupu-kupu betina mencari makan atau meletakkan telur. Mulanya jantan akan terbang di atas atau di belakang betina, terkadang dengan lebih aktif dan kepakan sayapnya lebih cepat dari biasanya. Pada saat ini kupu-kupu jantan akan melepaskan feromon melalui sayap atau tubuhnya yang menyebabkan betina mendarat ke tanah atau vegetasi terdekat. Pada beberapa jenis, jantan terlihat menyentuh betina dengan antena atau kaki, atau membuat gerakan sayap yang khas (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). Setelah itu, kupu-kupu jantan dan betina akan hinggap pada suatu tempat dengan posisi saling membelakangi. Keduanya lalu melengkungkan abdomennya untuk berkopulasi. Kopulasi dapat terjadi dalam sepuluh menit hingga beberapa
8 jam. Kadang mereka juga terbang dalam keadaan abdomen masih saling menempel (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). Kupu-kupu betina yang baru saja kawin kadang kala langsung didekati oleh jantan lain. Dalam hal ini kupu-kupu betina menghindarinya secara kimiawi dengan menggunakan antiaphrodisiacs, atau dengan tindakan seperti mengangkat abdomennya ke atas saat hinggap sehingga sulit bagi seekor jantan untuk melakukan kontak normal. Cara lainnya yaitu membentangkan sayapnya untuk mencegah para jantan lebih mendekat. Ada pula bentuk penghindaran ketiga, yaitu betina dan jantan terbang membumbung tinggi secara spiral di atas hingga akhirnya jantan menyerah sendiri lalu kembali ke bawah. Semua mekanisme di atas dapat cukup mudah diamati di lapangan, terlebih bila terdapat kupu-kupu dalam jumlah besar (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). 2.3.4 Meletakkan Telur Setelah kawin, tugas utama betina adalah meletakkan telur (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). Dalam satu kali perkawinan kupu-kupu betina menghasilkan ratusan telur. Masa bertelur T. helena rata-rata selama 3-4 hari, per harinya bisa menghasilkan kurang dari 20 telur (Mardiana 2002). Kupu-kupu yang akan meletakkan telur cukup mudah diamati seperti kupu-kupu betina berada jauh dari bunga, terbang rendah dan lincah, serta berulang-ulang mendarat atau menyentuh daun yang berbeda (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). Kupu-kupu betina dapat mengenali famili, marga, atau jenis tumbuhan tertentu melalui alat sensornya. Untuk jarak yang sedang mereka menggunakan petunjuk visual seperti warna bunga atau bentuk daun. Ketika lebih dekat mereka menggunakan antena untuk mencium aroma, dan saat berada pada tanaman mereka menyentuhnya dengan antena atau probosis, atau merabanya dengan kaki depan. Melalui rabaan ini, betina melepaskan zat kimia untuk mengidentifikasi serta menilai tekstur dan kondisi daun. Betina diketahui dapat menghindari tanaman yang telah terdapat telur atau ulat di atasnya (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). Pada saat kupu-kupu betina telah menemukan tanaman yang tepat, mereka akan menyimpan telurnya pada bagian atas atau bawah dari permukaan daun
9 (Stokes et al. 1991 dalam Ismarrahman 2003). T. helena meletakkan telurnya pada daun bagian bawah, menghindari tulang daun dan bagian pinggir daun agar terhindar dari serangan predator, parasitoid serta sengatan matahari dan percikan air hujan (Mardiana 2002). Telur tersebut dapat melekat pada permukaan daun karena ada cairan yang dikeluarkan bersama telur (Departemen Kehutanan 1994). Cara meletakkan telurnya dengan membengkokkan abdomennya yang penuh telur sampai abdomen menempel pada bagian bawah daun sambil meletakkan telurtelurnya. Telur diletakkan satu-satu untuk menghindari kompetisi apabila kelak menetas (Mardiana 2002). Setelah meletakkan telur, kupu-kupu betina terbang kembali untuk meletakkan telurnya lagi, dan biasanya sambil diselangi dengan hinggap pada bunga untuk menghisap nektar. Selama hidupnya, kupu-kupu betina banyak menggunakan waktu untuk bertelur sedangkan jantan untuk mencari nektar (Mardiana 2002).