II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Sub filum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub ordo
: Siluroidea
Famili
: Pangasidae
Genus Spesies
: Pangasius : Pangasius polyuranodon
Nama Indonesia : Ikan Juaro, Sadarin Nama Inggris
: Catfish
Gambar 1. Ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2006)
Ikan Juaro merupakan salah satu jenis ikan Patin yang banyak ditemukan di sungai-sungai besar. Jenis ikan Patin di Indonesia relatif banyak dan sampai saat ini dikenal sekitar 12 jenis Patin sungai. Beberapa jenis ikan Patin antara lain
4
Pangasius djambal (patin jambal), Pangasius macronema (ikan rios, riu, lancang), Pangasius micronemus (wakal, rius caring), Pangasius nasutus (pedado), Pangasius nieuwenbuissii (ikan Lawang), dan Pangasius polyuranodon (ikan Juaro) in (www.bi.go.id) (2007) Ikan Juaro merupakan ikan konsumsi, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan Juaro dan beberapa patin lainnya dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging ternak (www.bi.go.id) (2007).
Ikan Juaro
merupakan ikan omnivora dengan makanan utamanya adalah hewan benthik seperti moluska dan crustacea. Berdasarkan ciri morfometrik dan meristrik, ikan ini mempunyai bentuk tubuh yang memanjang. Bentuk kepala yang pipih dan pendek, bentuk tubuh tampak depan bundar, punggung hitaman.
berwarna biru gelap sampai biru kehitam-
Bentuk mata normal, bentuk mulut subterminal, mampu mencapai
panjang baku tubuh hingga 80 cm serta tidak memiliki lineal lateral.
Sirip
punggung dengan jari-jari bertulang keras berjumlah 2-2, sirip punggung jari-jari lemah 6-8, sirip anal berjari-jari tulang keras 0-0, sirip anal dengan jari-jari lemah 33-43, sirip ekor panjang dan bercagak. Sedangkan untuk sirip yang sepasang, sirip pectoral berjari-jari tulang keras 1, dan berjari-jari lemah 9-15 dengan bentuk normal, untuk sirip perut (pelvics) dengan 1 jari-jari keras dan 6-6 jari-jari lemah dengan bentuk abdominal.
2.2 Habitat dan Distribusi Penyebaran ikan Juaro tidak hanya terbatas di Indonesia saja, namun ikan ini juga banyak ditemukan di negara-negara beriklim tropis seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Ikan Juaro banyak ditemukan di sungai-sungai besar seperti Sungai Musi, Kapuas, Mekong, Batang rajang, Kinabatangan, Sabah dan Sarawak (www.bi.go.id) (2007). Menurut FAO (2007), penyebaran ikan Juaro meliputi perairan Asia dan kepulauan Indonesia. Habitat ikan Juaro di Indonesia sendiri adalah daerah estuari, pinggiran sungai maupun rawa banjiran di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Di Sungai Mekong ikan ini ditemukan pada
5
muara sungai. Ikan Juaro hidup pada salinitas tawar, penyebarannya di Indonesia yaitu di Sungai Musi dan Kapuas, serta Banjarmasin, Borneo. Menurut informasi masyarakat sekitar bahwa ikan Juaro memijah di bagian tengah sampai hilir DAS Musi, ikan ini berbeda dengan jenis Pangasius lain yang apabila memijah bermigrasi ke bagian hulu, karena ikan Juaro ini bukan tipe ikan bermigrasi. Setelah memijah ikan Juaro memilih perairan yang agak tenang untuk nursery ground dan feeding ground, setelah cukup dewasa ikan Juaro mencari makan sampai ke perairan yang memiliki arus yang lambat sampai sedang. Hal ini dibuktikan saat pengambilan ikan contoh banyak ditemukan di bagian tengah sampai hilir DAS Musi, jarang sekali ditemukan di bagian hulu.
2.3 Hubungan Panjang-Berat Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui dengan melakukan analisis hubungan panjang-beratnya. Berat dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang. Nilai praktis yang didapat dari perhitungan panjang-berat dapat digunakan untuk menduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan mengenai pertumbuhan, kemontokan, dan perubahan dari lingkungan (Effendie, 2002).
2.4 Rasio Kelamin Nikolsky (1969) berpendapat bahwa perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama musim pemijahan, dalam ruaya ikan untuk memijah ikan jantan lebih banyak mengalami perubahan nisbah kelamin secara teratur, pada awalnya ikan jantan lebih banyak dari pada ikan betina, kemudian rasio kelamin berubah menjadi 1:1 diikuti dengan dominasi ikan betina. Namun pada kenyataannya di alam perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan (Effendie, 2002).
2.5 Aspek Biologi Reproduksi Reproduksi pada ikan merupakan tahap penting dalam siklus hidupnya untuk menjamin kelangsungan hidup suatu spesies (Effendie, 2002). Biologi reproduksi dapat memberikan gambaran tentang aspek biologi yang terkait
6
dengan proses reproduksi, mulai dari diferensiasi seksual hingga dihasilkannya individu baru (Affandi dan Tang, 2002). Nikolsky (1963) menyatakan bahwa beberapa aspek biologi reproduksi dapat memberi keterangan yang berarti mengenai frekuensi pemijahan, keberhasilan pemijahan, lama pemijahan dan ukuran ikan ketika pertama kali matang gonad. Aspek reproduksi tersebut meliputi faktor kondisi, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas dan diameter telur.
2.5.1 Faktor Kondisi Faktor kondisi menurut Effendie (1979) menunjukkan keadaan ikan dilihat dari kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Faktor kondisi bergantung kepada kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, makanan, jenis kelamin dan umur.
Faktor kondisi dapat digunakan untuk menduga
kecocokkan suatu spesies ikan terhadap lingkungannya dengan memperhatikan tempat hidupnya (Lagler, 1972).
2.5.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan tahap perkembangan gonad sejak, sebelum, sampai setelah ikan memijah. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari vitellogenesis yaitu proses pengendapan kuning telur pada sel telur (Effendie, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad yaitu faktor dari dalam dan luar. Faktor dalam antara lain adalah perbedaan spesies, umur, ukuran, serta sifat fisiologi ikan tersebut seperti kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan. Faktor luar yang mempengaruhi adalah makanan, suhu dan arus (Lagler et al., 1977). Menurut Effendie (2002) penentuan
TKG dapat dilakukan secara
morfologi dan histologi. Penentuan secara morfologi dilihat dari bentuk, panjang dan warna, serta perkembangan isi gonad. Penentuan TKG secara histologi dapat dilihat dari anatomi perkembangan gonadnya. Dalam proses reproduksi, awalnya ukuran gonad kecil, kemudian membesar dan mencapai maksimal pada waktu
7
akan memijah, kemudian menurun kembali selama pemijahan berlangsung sampai selesai (Effendie, 1979). Dalam proses reproduksi, perkembangan gonad akan semakin matang sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad.
Tingkat kematangan gonad diperlukan untuk
mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak melakukan reproduksi (Effendie, 2002). Dari pengetahuan TKG ini juga akan didapatkan keterangan waktu ikan itu memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. berhubungan
Ukuran ikan pada saat pertama kali gonadnya masak,
dengan
pertumbuhan
ikan
dan
faktor
lingkungan
yang
mempengaruhinya (Affandi dan Tang, 2002). Dengan memperhatikan perkembangan histologi gonadnya, akan diketahui anatomi perkembangan gonad lebih jelas dan mendetail (Effendie, 2002). Secara histologi perkembangan gonad pada ikan jantan (spermatogenesis) ditandai dengan perbanyakan spermatogonia melalui pembelahan mitosis. Pada perkembangan selanjutnya inti sel bertambah besar membentuk spermatosit primer. Ukuran testis akan bertambah besar, spermatosit berkembang menjadi spermatosit sekunder kemudian berkembang menjadi spermatid.
Spermatid
membelah secara meiosis menjadi spermatozoa. Spermatozoa dewasa memiliki kepala dan ekor yang panjang atau flagella (Gromann, 1982 in Novitriana, 2004). Perkembangan awal ovarium, oogonia masih sangat kecil, berbentuk bulat dengan inti sel yang besar dibandingkan dengan sitoplasmanya. Oogonia terlihat berkelompok, tapi kadang ada juga yang berbentuk tunggal, oogonia akan terus memperbanyak diri dengan cara mitosis menjadi oosit primer. Selanjutnya inti sel terletak di tengah dibungkus oleh lapisan sitoplasma yang sangat tipis (Ernawati, 1999). Pada perkembangan selanjutnya oosit membentuk lapisan chorion, granulosa, membran dan teka.
Butir-butir lemak juga mulai terlihat pada
sitoplasma yang selanjutnya akan bertambah besar pada proses vitellogenesis. Oosit semakin membesar (oosit sekunder).
Oosit yang telah matang dengan
kuning telur yang memenuhi sitoplasma siap dikeluarkan dengan diovulasikannya oosit ke lumen ovarium (Ernawati, 1999).
8
2.5.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG) Indeks kematangan gonad (IKG) adalah angka (dalam persen) yang menunjukkan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh. IKG dapat menggambarkan ukuran ikan pada waktu memijah. Indeks kematangan gonad akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada waktu akan terjadi pemijahan. Kisaran IKG ikan betina lebih besar dibandingkan dengan kisaran IKG ikan jantan (Effendie, 2002).
2.5.4 Diameter Telur dan Pola Pemijahan Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran diameter telur dipakai untuk menentukan kualitas kuning telur (Effendie, 2002). Telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar dari pada telur yang berukuran kecil.
Perkembangan diameter telur semakin
meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad. Effendie (2002) menyatakan bahwa pemijahan sebagai salah satu bagian dari reproduksi merupakan mata rantai daur hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies. Masa pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang berlangsung singkat (total spawner), tetapi banyak pula dalam waktu yang panjang (partial spawner) yang berlangsung sampai beberapa hari. Semakin tinggi TKG, garis tengah telur di dalam ovarium semakin besar (Effendie, 1979).
Ovarium yang mengandung telur masak berukuran sama,
menunjukkan waktu pemijahan yang pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai dengan banyaknya ukuran telur yang berbeda di dalam ovarium. Frekuensi pemijahan dapat diduga dari penyebaran diameter telur ikan di dalam gonad yang sudah matang, yaitu dengan melihat modus penyebarannya (Lumbanbatu, 1979 in Saepudin, 1999). frekuensi ukuran diameter telur.
Lama pemijahan dapat diduga dari
Ovarium yang mengandung telur masak
berukuran sama besar menunjukkan waktu pemijahan yang pendek sedangkan ovarium yang mengandung telur masak dengan ukuran
yang bervariasi
9
menunjukkan waktu pemijahan yang panjang dan terus-menerus (Hoar, 1969 in Novitriana, 2004).
2.5.5 Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah (Effendie, 2002). Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur yang terdapat di dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau fekunditas total, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang. Royce (1972) mengemukakan bahwa fekunditas total diartikan sebagai jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan selama hidupnya, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur persatuan berat.
Fekunditas
individu adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang dikeluarkan pada tahun itu pula (Nikolsky, 1969). Menurut Moyle dan Cech (1988), fekunditas merupakan ukuran yang paling umum dipergunakan untuk mengetahui potensi reproduksi pada ikan. Secara umum fekunditas meningkat sesuai dengan ukuran tubuh ikan.
Pada
umumnya terdapat hubungan antara fekunditas dengan ukuran panjang, berat, umur, cara penjagaan (parental care) dan ukuran butir telur. Analisis hubungan panjang dengan fekunditas ikan Beunteur (P. binotatus) di Situ Cigudeg menunjukkan hubungan yang erat antara fekunditas dengan panjang tubuh ikan. Semakin panjang tubuh ikan, fekunditasnya semakin tinggi (Saepudin, 1999). Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar, pada umumnya memijah di daerah permukaan sedangkan spesies yang fekunditasnya kecil biasanya melindungi telurnya dari pemangsa atau menempelkan telurnya pada tanaman atau habitat lainnya (Nikolsky, 1963).