II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat, baik dalam hal financial benefit maupun social benefit (Ibrahim, 2003). Tujuan yang ingin dicapai dari studi kelayakan bisnis ini mencakup empat pihak yang berkepentingan (Ibrahim, 2003), yaitu : 1. Investor Studi kelayakan bisnis ditujukan untuk melakukan penilaian dari kelayakan usaha untuk menjadi masukan berguna, karena sudah mengkaji berbagai aspek pasar dan pemasaran, aspek teknologis dan teknis, aspek finansial dan aspek manajemen operasional, yang secara komprehensif dan detail, sehingga dapat dijadikan dasar bagi investor untuk membuat keputusan investasi secara obyektif. 2. Analisis Studi kelayakan adalah suatu alat yang berguna dan dapat dipakai sebagai penunjang kelancaran tugas-tugasnya dalam melakukan suatu penilaian rencana usaha, usaha baru, pengembangan usaha, atau menilai kembali usaha yang sudah ada. 3. Masyarakat Hasil studi kelayakan bisnis merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat baik yang terlibat secara langsung maupun yang muncul, karena adanya nilai tambah sebagai akibat dari adanya usaha tersebut. 4. Pemerintah Hasil dari studi kelayakan ini bertujuan pengembangan sumber daya, baik dalam pemanfaatan sumber-sumber alam maupun pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) berupa penyerapan tenaga kerja, selain itu adanya usaha baru atau berkembangnya usaha lama sebagai hasil studi yang dilakukan oleh individu atau badan usaha tentunya akan menambah pemasukan pemerintah baik dari pajak
pertambahan nilai maupun dari pajakpenghasilan dan retribusi berupa perijinan, biaya pendaftaran, dan administrasi yang layak diterima sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Sofyan, 2003). Tahap-tahap untuk melakukan investasi usaha adalah : 1. Identifikasi Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan untuk memperkirakan kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut. 2. Perumusan Perumusan ini merupakan tahap untuk menerjemahkan kesempatan investasi kedalam suatu rencana proyek yang konkrit, dengan faktor-faktor yang penting dijelaskan secara garis besar. 3. Penilaian Penilaian dilakukan dengan menganalisa dan menilai aspek pasar, teknik, manajemen dan finansial. 4. Pemilihan Pemilihan dilakukan dengan mengingat segala keterbasan dan tujuan yang akan dicapai. 5. Implementasi Implementasi adalah menyelesaikan proyek tersebut dengan tetap berpegang pada anggaran.
2.2. Aspek-aspek Studi Kelayakan Studi kelayakan
bisnis merupakan gambaran kegiatan usaha yang
direncanakan, sesuai dengan kondisi, potensi, sesuai dengan kondisi, potensi, serta peluang yang tersedia dari berbagai aspek. Dengan demikian menyusun studi kelayakan bisnis (Ibrahim, 2003) meliputi aspek-aspek berikut : 1. Aspek pasar dan pemasaran 2. Aspek teknis dan teknologi 3. Aspek manajemen operasional 4. Aspek finansial 5. Kesimpulan dan rekomendasi yang diperlukan
1.
Aspek Pasar dan Pemasaran Aspek ini bertujuan untuk memahami berapa besar potensi pasar yang
tersedia, berapa bagian yang dapat diraih oleh perusahaan atau usaha yang diusulkan, dan strategi pemasaran yang direncanakan untuk memperebutkan konsumen (Husnan dan Muhammad, 2000). 2.
Aspek Teknis dan Teknologis Bertujuan untuk meyakini apakah secara teknis dan pilihan teknologi
perencanaan yang telah dilakukan dapat dilaksanakan secara layak atau tidak layak (Husnan dan Suwarsono, 2000). Pada aspek teknis dan teknologis dipaparkan beberapa factor, yaitu penentuan kapasitas produksi, tata letak pabrik, pemilihan mesin, peralatan dan teknologi untuk produksi (Umar, 2001). 3.
Aspek Manajemen Operasional Aspek ini merupakan suatu fungsi atau kegiatan manajemen yang meliputi
perencanaan, organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan, dan pengawasan terhadap operasi perusahaan (Umar, 2001). Aspek ini juga mengkaji mengenai legalitas dari suatu perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk meyakini apakah secara yuridis perencanaan usaha yang telah dibuat dapat dinyatakan layak atau tidak layak dihadapkan pada pihak berwajib dan masyarakat (Umar, 2001). 4.
Aspek Finansial Aspek ini berbicara tentang bagaimana penghitungan kebutuhan dana, baik
kebutuhan dana untuk aktiva tetap maupun dana untuk modal kerja. Analisis aspek finansial juga membahas mengenai sumber dana yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan jumlah dana tersebut, sekaligus pengalokasiannya secara efisien sehingga memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan (Husnan dan Suwarsono, 2000).
2.3.
Usaha Kecil Pengertian usaha kecil menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pemberdayaan Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan.
Berikut adalah kriteria usaha kecil berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Pasal 5 Ayat 1, yaitu : a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000, tidak termasuk tanah dan tempat usaha b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000 c. Milik warga negara Indonesia d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar e. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Berdasarkan kriteria-kriteria di atas nilai nominal dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 juga mengatur mengenai kebijaksanaan pemerintah dalam menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usaha dengan menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan, serta memberikan kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan.
2.4.
Usaha Penggilingan Gabah Di Indonesia, usaha penggilingan gabah dikelompokkan berdasarkan
kapasitas penggilingan yang meliputi penggilingan sederhana (PS), penggilingan kecil (PK), penggilingan besar (PB) dan penggilingan terpadu (PT) (Hasbullah, 2007). Jenis usaha penggilingan gabah yang termasuk dalam penggilingan sederhana dan penggilingan kecil merupakan yang paling banyak ditemui di pedesaan pada
umumnya.
Secara
umum,
penggilingan sederhana
dan
penggilingan kecil memiliki karakteristik secara umum menghasilkan beras dengan mutu rendah, skala ekonominya kecil dan jangkauan pemasarannya lokal (Hasbullah, 2007).
2.5.
Teknologi Pengolahan Padi Pengolahan padi menjadi beras meliputi tahapan-tahapan yaitu pemisahan
kotoran, pengeringan, pengeringan dan penyimpanan padi, pengupasan kulit, penggilingan dan pengemasan serta distribusi. Pemisahan kotoran dari padi hasil panen dilakukan karena terkadang dalam kumpulan gabah yang akan digiling masih terdapat kotoran seperti daun maupun benda lain seperti batu kerikil ataupun pasir. Kadar air yang terdapat pada padi hasil panen bervariasi 18-25 %, bahkan dalam beberapa kasus dapat lebih besar. Proses pengeringan dilakukan untuk mengurangi kandungan kadar air sampai 14 %, sehingga memudahkan dan mengurangi kerusakan dalam penyosohan. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyulitkan pengupasan kulit dan menyebabkan kerusakan pada gabah, karena tekstur yang lunak. Penyosohan merupakan proses pengupasan kulit padi yang merupakan tahapan paling penting dari keseluruhan proses. Sedangkan proses selanjutnya hanyalah penyempurnaan dari proses penyosohan dan untuk meningkatkan kebersihan. Tahap penggilingan adalah proses penyempurnaan penyosohan dan pelepasan lapisan penutup butir beras. Teknologi penggilingan saat ini sudah berkembang untuk menghasilkan beras putih yang layak. Dalam tahapan ini terdapat proses penyosohan, pemutihan dan pengkilapan. Namun, inti dari proses ini pemisahan lapisan penutup semaksimal mungkin. Bagian terakhir dari proses pengolahan adalah pengemasan yang memberikan kemudahan dalam pengangkutan dan pendistribusian. Saat ini, teknologi pengemasan sudah berkembang, meliputi keragaman bentuk, rupa dan ukuran. Selain itu, adanya penambahan atribut produk yang meliputi estetika, informasi produk dan perbaikan daya simpan (Bantacut, 2006).
2.6.
Teknik Penggilingan Gabah yang Baik Teknik penggilingan gabah yang baik meliputi tahapan-tahapan sebagai
berikut : a.
Persiapan Bahan Baku Beras bermutu dihasilkan dari bahan baku gabah bermutu. Gabah harus
diketahui varietasnya, asal gabah, kapan dipanen dan kadar air gabah. Penundaan gabah kering panen sampai lebih dari 2-3 hari akan menimbulkan kuning pada gabah dan sebaiknya gabah yang sudah kering dijaga agar tidak kehujanan, karena apabila kehujanan akan menyebabkan butir patah. Diusahakan agar gabah yang hendak digiling merupakan gabah kering panen (GKG) yang baru dipanen, agar penampakan putih cerah dan cita rasa belum berubah. Jika penggilingan terhadap gabah kering yang telah disimpan lebih dari 4 bulan atau 1 musim, menyebabkan penampakan beras yang tidak optimal dan berubahnya citarasa. b.
Proses Pemecahan Kulit Proses ini diawali dengan menyiapkan tumpukan gabah berdekatan dengan
lubang pemasukan (corong sekam) gabah. Mesin penggerak dihidupkan, corong sekam dibuka dan ditutup dengan klep penutup. Proses ini dilakukan 2 kali, kemudian diayak 1 kali dengan alat ayakan beras pecah kulit, agar dihasilkan beras pecah kulit. Proses ini dapat berjalan dengan baik, apabila tidak terdapat butir gabah dalam kumpulan beras pecah kulit. Apabila masih ditemukan juga butir gabah dalam kumpulan beras pecah kulit, maka harus dilakukan penyetelan ulang struktur rubber roll dan kecepatan putarannya. c.
Proses Penyosohan Beras Dalam proses ini digunakan alat penyosoh tipe friksi, yaitu gesekan antar
butiran, sehingga dihasilkan beras dengan penampakan bening. Yang perlu dicermati untuk memperoleh beras bermutu adalah kecepatan putaran, yaitu 1.100 rpm dengan menyetel mesin penggerak dan dan katup pengepresan keluarnya beras. Proses ini berjalan baik, apabila rendemen beras yang dihasilkan sama atau lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%. Terdapat 3 jenis preferensi konsumen terhadap beras yaitu beras bening, beras putih dan beras mengkilap. Untuk menghasilkan beras bening digunakan alat
penyosoh tipe friksi, beras putih digunakan alat penyosoh tipe abrasif dan beras putih menggunakan alat penyosoh sistem pengkabutan. d.
Proses Pengemasan Beras yang sudah digiling hendaknya tidak langsung dikemas, agar panas
akibat penggilingan hilang. Untuk jenis kemasan sebaiknya memerhatikan berat isinya. Kemasan lebih dari 10 kg sebaiknya menggunakan karung plastik yang dijahit tutupnya. Pada kemasan 5 kg dapat menggunakan kantong plastik yang memiliki ketebalan 0,8 mm. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis kemasan adalah kekuatan kemasan dan bahan kemasan (sebaiknya tidak korosif, tidak mencemari produk beras dan kedap udara) e.
Proses Penyimpanan Yang perlu diperhatikan dari tempat penyimpanan beras adalah kondisi
tempat penyimpanan yang aman dari tikus dan pencuri, bersih, bebas kontaminasi hama, terdapat sistem pengaturan sirkulasi udara, tidak terdapat kebocoran dan tidak lembab. Karung yang sudah berisi beras diletakkan di atas bantalan kayu, agar dapat menghindari kelembapan yang disebabkan oleh kontak langsung dengan lantai (Departemen Pertanian, 2005).
2.7.
Jenis-Jenis Mesin Penggilingan Gabah Terdapat 3 jenis mesin penggilingan gabah, yaitu penggilingan gabah
besar, penggilingan gabah kecil dan rice milling unit (RMU). Penggilingan gabah besar merupakan penggilingan gabah dengan unit yang lengkap, yaitu mesin perontok, pembersih gabah, pembersih kulit, padi separator, pemutih, grader dan elevator dengan kapasitas produksi riil lebih dari 0,7 ton beras/jam. Untuk penggilingan gabah kecil memiliki 2 unit mesin yang dipasang secara terpisah, yaitu pemecah kulit dan pemutih dengan kapasitas produksi riil antara 0,3 – 0,7 ton beras/jam. Umumnya proses pemindahan beras dari pemecah kulit ke pemutih dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia. Sedangkan RMU terdiri dari 1 unit pemisah kulit yang telah menyatu dengan pemutih dan memiliki kapasitas produksi antara 0,3 – 0,7 ton beras/jam (Departemen Pertanian, 2005).
2.8.
Penelitian Terdahulu yang Relevan Chaerunisa
(2007)
meneliti
analisis
kelayakan
pendirian
usaha
penggilingan gabah di desa Cikarawang, Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan pendirian usaha penggilingan gabah dilihat dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek finansial. Penelitian ini menggunakan pendekatan rencana usaha kolaboratif dengan Participatory Action Research (PAR) dan metode Participatory Rural Appraisal (PRA). Berdasarkan analisis finansial diperoleh nilai dari beberapa parameter kelayakan proyek yang meliputi Net Present Value (NPV) Rp. 254.889.000,00 ; Internal Rate of Return (IRR) 40,8% ; Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 8,54 ; Payback Periode (PBP) 0,8 tahun. Dari keseluruhan penilaian kriteria tersebut, terlihat bahwa pendirian usaha penggilingan gabah layak untuk didirikan. Dan dari analisis sensitivitas ditunjukkan NPV negatif pada saat harga input operasional naik 50% dan volume penjualan turun 66%. Tahmid (2005) meneliti mengenai studi kelayakan pendirian industri gelatin tipe b berbasis tulang sapi di Indonesia. Tujuan dari penelitian untuk menentukan kelayakan investasi pendirian industri gelatin tipe b tersebut. Penentuan kelayakan ditentukan dengan pengkajian aspek-aspek kelayakan, yaitu aspek pasar pemasaran, ketersediaan bahan baku, teknis dan teknologis, manajemen dan organisasi, legalitas dan finansial. Pada aspek pemasaran digunakan teknik peramalan Double Exponential Smoothing dengan dua parameter Holt’s untuk memproyeksikan permintaan dan penawaran gelatin di masa mendatang, sedangkan untuk mengetahui ketersediaan bahan baku, dilakukan penelusuran ke beberapa pemasok. Pada aspek teknis dan teknologis digunakan metode perbandingan berpasangan untuk menentukan lokasi pabrik. Berdasarkan beberapa parameter kelayakan finansial proyek yang meliputi NPV Rp. 402.927.007.574,87, IRR 53,70%, Net B/C 4,06 dan PBP 2,91 tahun, pendirian pabrik gelati tipe b di Indonesia layak untuk dilaksanakan dan di sisi lain analisis sensitivitas juga menunjukkan bahwa ketika terjadi kenaikan harga
bahan baku 121,10% dan ketika terjadi penurunan harga produk gelatin 43,45%, industri ini sudah tidak layak, karena NPV proyek negatif.