Bab II Landasan Teori
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Dalam sebuah studi ilmiah yang berjudul Studi Kelayakan Ekonomi Pengambangan Bandar Udara Internasional Minangkabau oleh Yayan Rajartnam, Harianto Hardjasaputra dan Monty Girianna tahun 2006, dimana Bandara ini mampu didarati pesawat udara jenis MD-11/A-300 atau DC-10. Selain itu pada BIM ini juga dilengkapi dengan terminal kargo seluas 1.850 m² yang diharapkan dapat menampung jumlah kargo sekitar 7,100 ton per tahun. Fasilitas penunjang lain adalah gedung operasi dua lantai dengan luas 2.100 m², air traffic control tower (ATC Tower) setinggi tujuh lantai, terminal penumpang tiga lantai dengan luas 2.300 m². Dimana saat ini terus terjadi peningkatan aktifitas penerbangan. Selain itu pada Koran ANTARA News Kamis, 15 September 2011 Pemerintah Indonesia kembali akan mengajukan penambahan kuota haji kepada Pemerintah Arab Saudi untuk 2012, untuk memperpendek daftar tunggu bagi masyarakat yang hendak berangkat. Mengingat daftar tunggu keberangkatan haji saat ini ada yang telah mencapai 13 tahun, pemerintah kembali akan mengajukan penambahan kuota kepada Arab Saudi dengan menambah penerbangan menggunakan pesawat berbadan besar, kata Direktur Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kementerian Agama, Zainal Abidin Sufi di Padang. 2.2 Maksud dan Tujuan Berkaitan dengan hal diatas, maka dalam ini penulis ingin melakukan Analisa Perbandingan Perkerasan Runway Bandara Inernasional Minangkabau dengan dua metoda yaitu metoda CBR dan FAA dimana bertujuan untuk II-1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
mengetahui apakah kondisi Runway Bandara BIM sekarang sudah memenuhi kelayakan untuk penambahan dari jam penerbangan dan penambahan pelayanan pesawat dalam melayani penumpang dimasa yang akan dating, khusus Pesawat berbadan besar, yakni Lion Air boeing 747 seri 400 terbaru.
Gambar 2.1 Layout Rencana Pengembangan Bandara BIM Tahap II 2.3 Perkerasan Runway
Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan perkerasan dengan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dengan campuran aspal dan agregat, digelar di atas suatu permukaan material granular dengan mutu yang tinggi dan disebut perkerasan fleksible, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton (Portland Cement Concrete) disebut perkerasan “Rigid Pavement” (Basuki,1986). Perkerasaan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat, permukaan yang rata menghasilkan jalan yang Comfort dari fungsinya maka harus dijamin bahwa tiap-tiap lapisan dari atas kebawah cukup kekerasan dan ketebalannya sehingga tidak mengalami “Distress” (perubahan karena tidak mampu menahan beban). II-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Perkerasan flexible terdiri dari lapisan-lapisan surface, course, base course dan subbase course, masing-masing biasanya terdiri dari satu lapis atau lebih. Pada perencanaan perkerasan runway memiliki konsep dasar yang sama dengan perencanaan perekerasan pada jalan raya, dimana perencanaan berdasarkan terhadap beban yang bekerja dan kekuatan bahan yang digunakan untuk mendukung beban yang bekerja, namun pada aplikasi sebenarnya terdapat perbedaan perencaan perkerasan jalan raya dan runway yaitu sebagai berikut ; 1. Jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 9000 lbs, sedangankan runway dirancang untuk memikul beban pesawat yang rata-rata berbobot jauh lebih besar yaitu sekitar 100.000 lbs. 2. Jalan raya direncanakan mampu melayani penulangan beban (repetisi) 10002000 truk perharinya. Sedangkan runway direncanakan untuk melayani repetisi beban 20.000 sampai 40.000 kali selama umur rencana. 3. Tekanan ban pada kendaraan yang bekerja berkisar antara 80-90psi. Sedangkan pada runway tekanan ban yang bekerja diatasnya mencapai 400psi. 4. Perkerasan jalan raya mengalami distrees yang lebih besar karena beban yang bekerja lebih dekat ke tepi lapisan, berbeda pada runway dimana beban yang bekerja hanya pada bagian tengah perkerasan. 2.4 Fasilitas Pendukung Bandara Udara Suatu
bandara
mencakup
suatu
kumpulan
kegiatan
yang
luas
yangmempunyai kebutuhan-kebutuhan yang berbeda dan terkadang saling bertentangan antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya, seperti kegiatan keamanan membatasi sedikit mungkin hubungan antara land side (sisi darat) dan
II-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
air side (sisi udara), sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan banyak pintu terbuka dari sisi land side ke air side agar pelayanan dapat berjalan lancar. Sistem bandara udara di sisi darat terdiri dari sistem jalan penghubung (jalan masuk udara), lapangan parkir dan bangunan terminal. Sedangkan system bandar udara dari sisi udara terdiri dari taxiway, holding pad, exit taxiway, terminal angkasa dan jalur penerbangan di angkasa (Horonjeft dan McKelvey, 1993), dalam sistem lapangan terbang, sifat-sifat kedaraan darat dan kendaraan udara mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perencanaan bandara udara. Dengan alasan lain, jalan masuk menuju lapangan terbang perlu mendapatkan perhatian dalam pembuatan rancangan bandara udara, dan berikut ini adalah gambar fasilitas pendukung sistem penerbangan pada bandara udara ;
Gambar 2.2 Diagram system penerbangan Sumber : Horonjeff (1994) & Basuki (1986) II-4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Beberapa istilah kebandar-udaraan yang perlu diketahui adalah sebagai berikut menurut Basuki, 1996; Sartono, 1996 dan PP No. 70 thn 2001: •
Airport: adalah area daratan atau air yang secara regular dipergunakan untuk kegiatan take-off and landing pesawat udara. Dilengkapi dengan fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat, bongkar muat penumpang dan barang, dilengkapi dengan fasiltas keamanan dan terminal building untuk mengakomodasi keperluan penumpang dan barang atau sebagai tempat perpindahan antar akomodasi transportasi.
•
Kebandar Udaraan: meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan bandar udara (bandara) dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi sebgai bandara dalam menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalulintas pesawat udara, penumpang, barang dan pos.
•
Airfield: Area daratan atau air yang dapat dipergunakan untuk kegiatan takeoff and landing pesawat udara, fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat dan terminal building untuk mengakomodasi keperluan penumpang pesawat.
•
Aerodrom: Area tertentu baik di darat maupun di air (meliputibangunan saranadan prasarana, instalasi infrastruktur, dan peralatan penunjang) yang dipergunakan baik sebagian maupun keseluruhannya untuk kedatangan, keberangkatan penumpang dan barang, pergerakan pesawat terbang. Namun aerodrom belum tentu dipergunakan untuk penerbangan yang terjadwal.
•
Aerodrom reference point: Letak geografi suatu aerodrom.
•
Landing area: Bagian dari lapangan terbang yang dipergunakan untuk take off dan landing, dan tidak termasuk terminal area. II-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
•
Landing strip: Bagian yang bebentuk panjang dengan lebar tertentu yang terdiri atas shoulders dan runway untuk tempat tinggal landas pesawat terbang.
•
Runway (r/w): Bagian memanjang dari sisi darat aerodrom yang disiapkan untuk tinggal landas dan mendarat pesawat terbang.
•
Taxiway (t/w): Bagian sisi darat dari aerodrom yang dipergunakan pesawat untuk berpindah (taxi) dari runway keapron atau sebaliknya.
•
Apron: Bagian aerodrom yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk parkir, menunggu, mengisi bahan bakar, mengangkut dan membongkar muat barang
dan
penumpang.
Perkerasannya
dibangun
berdampingan
dengan terminal building. •
Holding apron: Bagian dari aerodrom area yang berada didekat ujung landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk tempat menunggu sebelum take off.
•
Holding bay: Area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati pesawat lainnya saat taxiway, atau berhenti saat taxiway.
•
Terminal Building: Bagian dari aeroderom difungsikan untuk memenuhi berbagai keperluan penumpang dan barang, mulai dari tempat pelaporan ticket, imigrasi, penjualan tiket, ruang tunggu, cafetaria, penjualan souvenir, informasi, komunikasi, dan sebaginnya.
•
Turning area: Bagian dari area di ujung landasan pacu yang dipergunakan oleh pesawat untuk berputar sebelum take off.
II-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
•
Over run (o/r): Bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run biasanya terbagi menjadi dua, yaitu : (i) Stop way : bagian over run yang lebarnya sama dengan runway dengan diberi perkerasan tertentu. (ii) Clearway: bagian over run yang diperlebar dari stopway, dan biasanya ditanami rumput.
•
Fillet: Bagian tambahan dari pavement yang disediakan pada persimpangan runmway atau taxiway untuk menfasilitasi beloknya pesawat terbang agar tidak tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada.
•
Shoulders: Bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun mukadan belakang runway, taxiway dan apron.
II-7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
2.5 Konfigurasi Bandar Udara Konfigurasi bandar udara jumlah dan arah orientasi dari landasan serta penempatan bangunan terminal termasuk lapangan parkirnya yang relative terhadap landasan pacu. Jumlah landasan bergantung pada volume lalu lintas dan orientasi landasan, tergantung pada arah angin dominan tertiup, tetapi kadang juga bergatung pada luas tanah yang tersedia bagi pengembangan. Karena orientasi utama dalam bandar udara adalah landasan pacu (runway), maka penempatan landasan hubung (taxiway) harus benar-benar tepat sehingga lokasinya memberi kemudahan dalam melayani penumpang. Orientasi yang paling penting dalam perencanaan bandar udara adalah landasan pacu (runway), landasan hubung (taxiway) dan tempat parker (apron). 2.5.1
Landasan Pacu (Runway) Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang
untuk mendarat (landing) dan melakukan lepas landas (take off). Menurut Horojeff (1994) sistem runway terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan (shoulder), bantal hembusan (blast pad) dan daerah aman runway (runway end safety area), pada dasarnya landasan pacu diatur sedemikian rupa untuk ; a. Memenuhi persayaratan pemisahan lalu lintas udara. b. Meminimalisasi gangguan akibat operasional suatu pesawat dengan pesawat lainnya serta akibat penundaan pendaratan. c. Memberikan jarak landas hubung yang sependek mungkin dari daerah terminal menuju landasan pacu.
II-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
d. Memberikan jumlah landasan hubung yang cukup sehingga pesawat yang mendarat dapat meninggalkan landasan pacu yang secepat mungkin dan mengikuti rute yang paling pendek ke daerah terminal. Konfigurasi runway ada bermacam-macam dan konfigurasi itu biasanya merupakan
kombinasi
dari
beberapa
macam
konfigurasi
dasar
(basic
configuration). 1. Landasan Pacu Tunggal 2. Landasan Pacu Paralel 3. Landasan Pacu Dua Jalur 4. Landasan Pacu yang Berpotongan 5. Landasan Pacu V – Terbuka
Gambar 2.3 System Runway Sumber :Sandhyavitri dan Taufik (2005) 1. Landas Pacu Tunggal Adalah konfigurasi yang paling berbentuk sederhana, sebagian besar lapangan terbang di Indonesia adalah landasan pacu tunggal, begitu juga landas pacu Bandar Udara International Minangkabau Kabupaten Padang Pariaman menggunakan landas pacu tunggal. Telah di adakan perhitungan bahwa kapasitas landasan tunggal dalam kondisi Visuall Flight Rule (VFR) antara 45-1000 gerakan tiap jam, sedangkan kondisi IFR (Instrument Flight Rule) kapasitasnya berkurang menjadi 40-50 gerakan tergantung kepada komposisi pesawat campuran dan tersedianya alat bantu Navigasi. II-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.4 Single Runway
2. Landas Pacu Sejajar (Paralel) Kapasitas landasan sejajar terutama tergantung pada jumlah landasan dan pemisahan/penjarakkan dua landasan yang biasanya adalah dua landasan sejajar atau empat landasan sejajar. Untuk penjarakkan antara dua landasan sejajar dapat dibagi menjadi 3 yaitu ; a. Berdekatan (close) Landasan Sejajar Berdekatan (close) mempunyai jarak sumbu 700 ft = 213 m (untuk lapangan terbang transport). Maximum sampai 3500 ft = 1067 m. Dalam kondisi IFR operasi penerbangan pada satu landasan tergantung pada operasi pada landasan lain. b. Landasan Sejajar Menengah (Intermediate) Landasan ini dipisahkan dengan jarak 3500 ft = 1067 meter sampai 5000 ft = 1524 meter. Dalam kondisi IFR kedatangan pada satu landasan tidak tergantung kepada keberangkatan pada landasan yang lain. II-10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
c. Landas Sejajar Jauh (far) Landasan ini dipisahkan dengan jarak 4300 ft = 1310 meter atau lebih. Pengoperasian dua landasan dapat dioperasikan tanpa tergantung satu sama lain untuk kedatangan ataupun keberangkatan pesawat. Pada satu saat karena alasantertentu, mungkin kita perlu mengadakan pergeseran Threshold (dimuka pintu) landasan sejajar, sehingga ujung landasan tidak pada satu garis.
Gambar2.5 Open Runway Parallel 3. Landasan Pacu Dua Jalur Landasan dua jalur
ini terdiri dari dua landasan
yang sejajar
dipisahkan berdekatan ( 1000 ft – 2499 ft ) dengan exit taxiway secukupnya. Walaupun kedua landasan dapat dipakai untuk operasi penerbangan campuran, tetapi diinginkan operasinya diatur, landasan terdekat dengan terminal untuk keberangkatan pesawat dan landasan jauh untuk kedatangan pesawat. Didapatkan kenyataan bahwa kapasitas untuk landasan pendaratan dan lepas landas tidak begitu peka terhadap pemisahan sumbu landasan antara dua landasan bila pemisahan antara 1000-2499 ft. Maka dianjurkan untuk memisahkan dua landasan dengan jarak tidak kurang dari 1000 ft, bila disitu akan melayani pesawat– pesawat komersil.
II-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.6 Open Parallel Concept 4. Landasan Pacu Bersilang Landasan ini diperlukan jika angin yang bertiup keras lebih dari satu arah, yang akan menghasilkan tiupan angin berlebihan bila landasan mengarah kesatu mata angin (landasan ini banyak di temui di luar negeri). Persilangan landasan tergantung pada perletakkan di ujungnya atau ditengah. Apabila angin bertiup kencang pada satu arah maka hanya satu landasan yang bersilangan yang dapat digunakan, ini bisa mengurangi kapasitas, tetapi lebih baik dari pada pesawat tidak bisa mendarat didaerah tersebut. Bila angin bertiup lemah (kurang dari 20 knots 13 knots) maka kedua landasan dipakai bersama–sama. Kapasitas dua landasan yang bersilang tergantung sepenuhnya di bagian mana landasan itu bersilang (ditengah, diujung) serta cara operasi penerbangan yaitu strategi pendaratan dan pacu landas (Basuki, 1986).
Gambar 2.7 Landasan Pacu Bersilangan II-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
5. Landasan Pacu V – Terbuka Landasan ini dengan arah menyebar, tetapi tidak saling berpotongan disebut landasan V–terbuka. Landasan pacu ini dibuat disebabkan arah angin dari banyak arah, maka harus membuat landasan dengan dua arah. Ketika angin bertiup kencang dari satu arah, maka landasan hanya bisa dioperasikan satu arah saja, sedangkan pada angin yang bertiup lembut, landasan dua-duanya bisa dipakai bersama-sama. (Basuki, 1986). Dari segi kapasitas pengetahuan lalu lintas udara, yang paling disenangi yaitu konfigurasi landasan tunggal. Kapasitas serta pengaturan yang sama dihasilkan dari operasi dua arah. Konfigurasi menghasilkan kapasitas terbanyak dibandingkan konfigurasi yang lain. Sekarang kita bandingkan konfigurasi menyatu, dengan landasan V terbuka lebih disukai dari pada landasan dengan konfigurasi persilangan. Pada landasan V terbuka, strategi operasinya dengan rute pesawat membuka landasan V menghasilkan kapasitas lebih banyak dari pada operasi sebaliknya. Bila tidak dihindari landasan berpotongan, diusahakan agar perpotongan dua landasan tadi sedekat mungkin pada ambang pintunya dan mengoperasikan pesawat dengan arah menjauhi perpotongan dari pada sebaliknya.
Gambar2.8 Landasan Pacu V terbuka II-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.9 Konfigurasi runway tipikal. (a) runway tunggal, (b) dua runway sejajar-ambang rata, (c) dua runway sejajar-ambang tidak rata, (d) empat runway sejajar, (e), (f), (g) runway yang berpotongan, (h), (i), runway-V terbuka.Catatan P = pendaratan, LL = lepas landas Sumber ( Basuki: 1986).
Tabel 2.1Tipe Pelabuhan Udara Berdasarkan Panjang Landasan Pacu Panjang Dasar Landasan Pacu Tipe Maksimum
Lebar Landasan Pacu
minimum
Max Kemiringan membujur
Meter
Feet
Meter
Feet
Meter
Feet
%
A
-
-
2100
7000
45
150
1,5
B
2099
6999
1500
5000
45
150
1,5
C
1499
4999
900
3000
30
100
1,5
D
899
2999
750
2500
22,5
75
2,1
E
749
2499
600
2000
18
60
2,1
( Horonjeff, 1993) II-14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
2.5.2
Landasan Hubung Fungsi utama dari landasan hubung (taxiway) adalah untuk memberikan
jalan masuk dari landasan pacu ke daerah terminal dan hangar pemeliharaan atau sebaliknya. Landasan hubung diatur sedemikian rupa sehingga pesawat yang baru mendarat tidak mengganggu gerakan pesawat yang sedang bergerak perlahan untuk lepas landas. Pada bandar udara yang sibuk dimana pesawat yang akan menuju landasan pacu diduga akan bergerak serentak dalam dua arah dan harus disediakan landasan hubung yang sejajar satu sama lain. 2.5.3
Apron Tunggu (Holding Apron) Apron tunggu yaitu bagian dari bandar udara yang berada didekat ujung
landasan yang dipergunakanoleh pilot untuk pengecakan terakhir dari semua instrument dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk tempat menunggu sebelum take off. 2.6
Karakteristik Pesawat Terbang Menurut Horonjeff (1993) berat pesawat terbang penting untuk
menentukan tebal perkerasan runway, taxiway, dan apron (landing movement), panjang runway lepas landas dan pendaratan pada suatu bandara. Bentang sayap dan panjang badan pesawat mempengaruhi ukuran apron, yang akan mempengaruhi menentukan
susunan
gedung-gedung
lebar runway,
terminal.
taxiway dan
jarak
Ukuran
pesawat
juga
antara keduanya,
serta
mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan pada kurva-kurva perkerasan. Gambaran dari berbagai pesawat terbang yang membentuk armada perusahaan penerbangan dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan 2.3. II-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Tabel 2.2 Karakteristik Pesawat Terbang Komersial
II-16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Tabel 2.3 Klasifikasi Airport, Disain Group Pesawat dan Jenis Pesawat
II-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
II-18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
\
Sumber (Sandhyavitri, 2005) Karakteristik pesawat terbang yang berhubungan dengan perancangan perkerasan bandara antara lain : 1.
Beban pesawat Beban pesawat diperlukan untuk menentukan tebal perkerasan landing
movement yang dibutuhkan. Beberapa jenis beban pesawat yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat antara lain : a. Berat kotor operasi (Operating Weight Empty = OWE) Adalah beban utama pesawat, termasuk awak pesawat dan konfigurasi roda pesawat tetapi tidak termasuk muatan (payload) dan bahan bakar. b. Muatan (payload) Adalah beban pesawat yang diperbolehkan untuk diangkut pesawat sesuai dengan persyaratan angkut pesawat. c. Berat bahan bakar kosong (Zero Fuel Weight = ZWF) Adalah beban maksimum yang terdiri dari operasi kosong, beban penumpang dan barang. II-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
d. Berat Ramp maksimum (Maximum Ramp Weight = MRW) Adalah beban maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir pesawat ke pangkal landas pacu. Selama melakukan ini, maka akan terjadi pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan kehilangan berat. e. Berat maksimum lepas landas (Maximum Take Off Weight = MTOW) Adalah beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi berat operasi kosong, bahan bakar dan cadangan (tidak termasuk bahan bakar yang digunakan unuk melakukan gerakan awal) dan muatan (Payload) f. Berat maksimum pendaratan (Maximum Landing Weight = MLW) Adalah beban maksimum pada saat roda pesawat menyentuh lapis keras atau mendarat sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan. g. Berat Statik pada Main Gear dan Nose Gear Untuk merencanakan kekuatan landasan, dianggap bahwa 5 % beban diberikan kepada Nose Gear sedangkan yang 95 % dibebankan pada Main Gear. Bila ada dua Main Gear masing-masing gear menahan 47,5 % beban pesawat. 2.
Konfigurasi roda pendaratan utama pesawat Selain berat pesawat, konfigurasi roda pendaratan utama sangat
berpengaruh terhadap perancangan lapis perkerasan. Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama melakukan pendaratan (semakin besar gaya yang ditimbulkan semakin kuat roda yang digunakan), dan untuk menahan beban yang lebih kecil dari beban II-20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
pesawat lepas landas maksimum. Dan selama pendaratan berat pesawat akan berkurang akibat terpakainya bahan bakar yang cukup besar, konfigurasi roda pendaratan utama, ukuran dan tekanan pemompaan tipikal untuk beberapa jenis pesawat dirangkum pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Tipikal Konfigurasi Roda Pesawat dan Tekanan Angin (Basuki,1986) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geomterik lapangan terbang adalah ;
II-21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
a. Karakteristik dan ukuran pesawat yang direncanakan untuk operasi bandar udara b. Perkiraan volume penumpang c. Kondisi meteorologi (rata-rata udara maksimum dan kecepatan angina) d. Elevasi permukaan bandar udara e. Kondisi lingkungan setempat, misalnya ketinggian gedung-gedung ekisting yang ada disekitar bandar udara Dilihat dari faktor-faktor diatas hampir sama dalam dengan parameter dalam menentukan suatu panjang landasan pacu (runway) karena itu setiap bandara udara haraus memiliki data-data diatas. Seperti halnya dalam karaktersitik kemampuan pesawat yang bepengaruh langsung terhadap penentuan panjang landasan dan temperatur yang juga mempengaruhi panjang landasan, bila suatu temperature tinggi maka diperlukan landasan yang lebih panjang. Kondisi lingkungan lapangan terbang yang berpengaruh terhadap panjang landasan pacu (runway) adalah temperatur, angin permukaan, kemiringan landasan pacu, ketinggian lapangan terbang dari permukaan laut dan kondisi permukaan
landasan.
Seberapa
jauh
keterkaitan
hal-hal
diatas
tentu
mempengaruhi panjang landasan pacu dimana merupakan pendekatan, namun demikian analisa terhadap hal-hal diatas akan menguntungkan terhadap perhitungan landasan pacu. Selanjutnya untuk semua perhitungan panjang landasan pacu dipakai standart ARFL (Aeroplane Reference Field Length), yaitu landasan pacu minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada kondisi berat landas II-22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
maksimum (maximum take off weight), elevasi muka laut, kondisi atmosfer normal, keadaan tanpa ada angin yang bertiup landasan pacu tanpa kemiringan=0. Perbedaan dalam menentukan kebutuhan panang landasan pacu (runway) disebabkan oleh faktor-faktor lokal yang mempengaruhi kemampuan pesawat. Panjang landasan pacu yang dibutuhkan oleh pesawat sesuai dengan kemampuannya menurut perhitungan pabrik yang disebutkan ARFL, maka bila ada suatu landasan yang dipertanyakan terhadap kemampuan pesawat yang akan mendarat di landasan itu maka harus dikonfirmasikan dengan ARFL. 2.7
Geometrik Landasan Pacu Internasional Civil Aviation Organization (ICAO) dan Federal Aviation
Administration (FAA) telah memberikan ketentuan dan kriteria-kriteria dalam membuat perancangan bandar udara yang meliputi fasilitas-fasilitas yang tersedia, lebar kemiringan (gradien), jarak pisah landasan pacu, landasan hubung dan halhal lainnya yang berhubungan dengan daerah pendaratan yang dipengaruhi oleh variasi prestasi pesawat, cara penerbang dan kondisi cuaca. Klasifikasi pelabuhan udara oleh ICAO sebagai berikut ; Tabel 2.5 Klasifikasi Bandar Udara Oleh ICAO Tanda Kode
Panjang Runway (ft)
Panjang Runway (m)
A
< 7.000
>2.133
B
5.000 – 7.000
1.524 – 2.133
C
3.000 – 5.000
9.14 – 1.524
D
2.500 – 3.000
762 – 914
E
2.000 – 2.500
610 - 762
Sumber : Basuki (1986)
II-23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Adapun ditinjau dari pengoperasiannya, fasilitas sisi udara ini sangat terkait erat dengan karakteristik pesawat dan senantiasa harus dapat menunjang terciptanya jaminan keselamatan, keamanan dan kelancaran penerbangan yang dilayani. Aspek-aspek tersebut menjadi pertimbangan utama dalam menyususn standart persayaratan teknis operasional fasilitas udara yang akan dilayani. Standar teknis operasinal fasiltas sisi udara berdasarkan penggolongan pesawat dan kelas Bandar udara di Indonesia, terlihat pada tabel 2.6 berikut ini ; Tabel 2.6 Pengelompokkan Bandar Udara menurut ARFL Kelompok Bandar Udara A (Unttended) B (Avis)
Kode Angka 1 2 3
ARFL (Aeroplane Reference Field Length) < 800 m 800 m < P < 1200 m 1200 m < P < 1800 m
C (ADC)
4
>1800 m
Kode Huruf A B C D E F
Bentang Sayap < 15 m 15 m < l < 24 m 24 m < l < 36 m 36 m < l < 52 m 52 m < l < 65 m 65 m < l < 80 m
Sumber : Peraturan Dirjen Perhubungan No. SKEP/77/VI/2005 Dimensi pesawat adalah dasar utama dalam perencanaan geometrik bandara udara.Untuk dimensi yang berhubungan dengan perencanaan runway, pesawat dapat dikelompokan berdasarkan dimensinya menjadi 4 kelas. Dam kelas tersebut berdasarkan pada dimensi wings-pan (lebar sayap), under carriage (lebar bagian bawah), wheel-treat atau wheel-base (jarak antara kepala dengan roda dan roda dengan badan), dan dapat dilihat dari table berikut ini ; Tabel 2.7 Tabel Kelas Pesawat Sesuai dengan Perencanaan Geomterik Group
Jenis-jenis Pesawat
I
B 727-100, B 737-100, B 737-200, DC 9-30, DC 9-40
II
BAC 111 (jenis pesawat nermesin 2 dan 3)
III
DC 8 S, B 707, B 720, B 727-200, DC 10, L 10 H
IV
Jenis pesara yang lebih besar dari group III II-24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Sumber : Basuki (1986) Elemen-elemen landasan pacu terdiri dari ; a.
Perkerasan struktural (Structural pavement), berfungsi untuk mendukung beban yang bekerja pada runway yaitu beban pesawat, sehingga mampu melayani lalu lintas pesawat.
b.
Bahu landasan (shoulder) yang terletak berdekatan dengan tepi perkersan yang berfungsi untuk menahan erosi akibat hembusan mesin jet dan menampung peralatan untuk pemeliharan saat konisi darurat.
c.
Bantalan hembusan (blast pad) adalah suatu area yang dirancang khusus untuk mencegah erosi permukaan pada ujung-ujung landasan pacu akibat hembusan jet yang terus menerus atau berulang-ulang. Biasanya area ini ditanami rumput. Oleh ICAO menetapkan panjang bantal hembusan 100 kaki, sedangkan FAA menetapkan panjang bantal hembusan harus 100 kaki untuk pesawat kelas I, 150 kaki untuk pesawat kelas II, 200 kaki untuk pesawat kelas III dan IV, dan 400 kaki kelompok rancangan V dan VI.
d.
Daerah aman untuk landasan pacu (runway safety area) adalah daerah yang bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, dimana terdapat saluran drainase, memiliki permukaan yang rata dan mencakup bagian perkerasan, bahu landasan, bantalan hembusan dan daerah perhentian apabila diperlukan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan saat keadaan darurat juga harus mampu menjadi tempat aman bagi pesawat seandainya keluar dari jalur landasan pacu. ICAO menetapkan bahwa daerah aman landasan pacu harus lurus sepanjang 275 kaki dari setiap ujung landasan pacu untuk runway yang menggunakan pesawat rencana kelas II II-25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
dan IV, dan untuk seluruh landasan pacu untuk operasi instrumentsi. Sedangkan FAA menetapkan bahwa daerah aman landasan pacu harus memiliki panjang 240 kaki dari ujung landasan pacu untuk pesawat kecil dan 1000 kaki untuk seluruh rancangan kelas pesawat rencana. e.
Perluasan area aman (safety area extended) dibuat apabila dianggap perlu dimana
bertujuan
untuk
mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan
terjadinya kecelakaan yang disebabkan apabila pesawat mengalami undershoot ataupun overruns. Panjang area ini normalnya adalah 800 kaki, tetapi ini bukan suatu ukuran baku karena akan bergantung pada kebutuhan local dan luas area yang tersedia. Menurut ICAO ada 5 faktor koreksi yang mempengaruhi perencanaan panjang runway, yaitu ; a. Faktor koreksi ketinggian dari muka air laut (Altitude of the Airport), bila letak pelabuhan udara semakin tinggi dari muka air laut, maka udara semakin tipis, temperature semakin kecil sehingga panjang landasan pacu semakin panjang. b. Faktor koreksi temperatur, keadaan temperatur di Bandar Udara pada tiap tempat tidaklah sama, semakin tinggi temeperatur di suatu Bandar Udara maka semakin panjang landasan pacu yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi temperatur udara semakin kecil densitynya, dimana dapat mengakibatkan daya desak pesawat berkurang sehingga dituntut panjang runway yang lebih panjang. c. Faktor koreksi gradient (kemiringan memanjang) dimana tanjakan pada landasan akan menyebabkan kebutuhan akan landasan pacu yang lebih II-26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
panjang dan pada landasan pacu yang datar. Begitu juga sebaliknya apabila landasan menurun maka pajang landasan pacu dapat lebih pendek. Sebagai standarisasi untuk runway, tiap 1 % kenaikan gradien landasan akan membutuhkan penambahan panjang landasan pacu sebanyak 7% smapai 10%. d. Faktor koreksi angin (Surface wind) dimana apabila kondisi arah angina sejajar dengan arah gerak pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan akan semakin besar, sabaliknya apabila arah angin berlawanan dengan arah pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan pacu semakin kecil. e. Faktor koreksi kondisi permukaan landasan, dimana apabila pada permukaan landasan pacu terdapat genangan air maka pada saat pesawat akan
mengudara akan
mengalami
hambatan
kecepatan
sehingga
dibutuhkan landasan pacu yang lebih panjang. 2.8 Struktur Perkerasan Landasan Pacu Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal dengan agregat digelar diatas permukaan material granuler mutu tinggi disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton (portland cement concrete) disebut perkerasan kaku. Menurut Basuki (1986) perkerasan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat. Permukaan yang rata menghasilkan jalan pesawat yang aman dan nyaman, oleh karena itu dari fungsinya maka harus dijamin bahwa tiap-tiap lapisan dari atas ke bawah cukup kekerasan dan ketebalannya sehingga tidak mengalami perubahan akibat tidak mampu menahan beban (distress). II-27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Pada umumnya susunan lapisan konstruksi perkerasan flexible ( lentur ) terdiri dari beberapa lapisan seperti gambar 2.9 1. Lapisan Permukaan (Surface Coarse) 2. lapisan Pondasi Atas (Base Coarse) 3. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Coarse) 4. Lapisan Dasar (Subgrade) Surface Coarse Base Coarse Subbase Coarse Subgrade tanah asli
Gambar 2.10 Komponen Lapisan Flexible Pavement,(Basuki, 1986) Permukaan landas pacu (runway) harus memenuhi standart/nilai keandalan (performance) agar pengoperasian suatu fasilitas teknik Bandar Udara dapat memenuhi keselamatan penerbangan yaitu ; a. Pavement Clasfication Index (PCI) b. Kerataan (IRI / Integrated Rouhgnes Index) c. Kekesatan Permukaan Perkerasan / Skid Resistance
2.8.1
Struktur Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Menurut Basuki, (1986) dalam buku “Merancang Merencanakan
Lapangan Terbang” perekerasan flexible adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat elastis dimana perkerasan akan melendut saat diberi pembebanan. Adapun struktur lapisan perkersan lentur sebagai berikut ; II-28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
a. Tanah Dasar (Sub Grade) Tanah dasar merupakan bagian yang terpenting dari struktur konstruksi perkerasan lentur, dimana tanah dasar yang akan mendukung konstruksi runway serta muatan lalu lintas lainnya diatasnya, maka daya dukung tanah (CBR) yang ada harus cukup baik. Terdapat beberapa ketentuan untuk tanah dasar lapangan udara antara lain (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2005) : Uji CBR di laboratorium berdasarkan ASTM D-1883 dan uji CBR lapangan harus dilakukan untuk mengetahui nilai CBR tanah dasar yang akan digunakan dalam perancangan perkerasan lentur (flexible). Untuk perancangan perkerasan lentur (flexible), nilai CBR tanah dasar tidak boleh kurang dari 3 %. Untuk perancangan perkerasan kaku (rigid), nilai modulus reaksi tanah dasar tidak boleh kurang dari 13,5 MN/m 3 Nilai CBR yang digunakan untuk keperluan perancangan tidak boleh diambil lebih besar dari 85 % nilai CBR laboratorium. Uji daya dukung pelat (plate bearing test) berdasarkan AASHTO T-222 harus dilakukan untuk mengetahui modulus reaksi tanah yang akan digunakan dalam perancangan perkerasan kaku (rigid). b. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course) Subbasecoarse dibuat dari material yang diperbaiki terlebih dahulu, bisa juga material alam dan sering lapisan ini dibuat dengan cara menghamparkan sirtu apa adanya dari tempat pengambilan (quarry) lalu dipadatkan. Material yang digunakan untuk lapisan pondasi bawah umumnya harus cukup kuat, mempunyai II-29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
nilai CBR minimum 20% dan Indeks Plastisitas (PI) ≤ 10%. Fungsi utamanya sama dengan base coarse tetapi tidak selalu perkerasan flexible memerlukan subbase coarse, dilain pihak perkerasan flexible yang tipis kadang-kadang membutuhkan lebih dari satu lapis subbase coarse. Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), fungsi lapisan pondasi bawah adalah sebagai berikut; •
Bagian dari konstruksi yang telah mendukung dan menyebarkan beban roda ketanah dasar
•
Mencapai efisiensi penggunaan material yang murah agar lapiasan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya(pengehematan biaya konstruksi)
•
Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi atas
c. Lapisan Pondasi Atas (Base Course) Lapisan pondasi atas bisa dibuat dari material yang dipersiapkan (dicampur dengan semen atau aspal), bisa juga dari bahan-bahan alam campuran. Seperti halnya surface coarse, lapisan ini harus mampu menahan beban serta pengaruh-pengaruhnya dan membagi atau meneruskan beban tadi kepada lapisan dibawahnya. Material yang digunakan untuk lapisan pondasi atas umumnya harus cukup kuat dan awet, mempunyai nilai CBR minimum 50% dan Indeks Plastisitas (PI) ≤ 4 %. Adapun fungsi lapisan dari pondasi atas adalah sebagai berikut ; •
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang adri beban roda dan menyebarkan beban lapis dibawahnya
•
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
•
Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah II-30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
d. Lapisan Permukaan (Surface Course) Lapisan permukaan terdiri dari campuran aspal dan agregat yan mempunyai rentang ketebalan dari 5 cm atau lebih. Fungsi utamanya adalah agar pesawat dikendarai di atas permukaan yang rata dan keselamatan penerbangan, unuk menumpu beban roda pesawat dan menahan beban repetisi, serta membagi beban tadi kepada lapisan-lapisan di bawahnya. Surface coarse merupakan lapisan perkerasan yang paling atas dimana biasanya bahan yang digunakan aspal panas (Hot Mix) yang dihamparkan. Pelapisan perkerasan ini menggunakan lapisan bahan pengikat (Binder Coarse), antara lain : 1. Prime Coat Prime Coat merupakan peleburan aspal dingin (cair) kepada permukaan pondasi yang belum beraspal, dengan maksud sebagai pendahuluan untuk lapisan perkerasan yang berikutnya. Tujuan Prime Coat adalah : •
Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan
•
Lapisan kedap air yang berfungsi agar air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan bawahnya
•
Lapisan aus (wearing course) lapisan yang langsung menderita akibat gesekan rem kendaraan sehingga lebih mudah mejadi aus
•
Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, dimana memikul daya dukung lebih kecil dan akan menerima beban yang kecil juga.
II-31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
2. Take Coat Take coat merupakan peleburan aspal kepada permukaan yang belum beraspal atau permukaan beton yang cukup umurnya. Maksud dan tujuannya adalah memberikan ikatan antara lapisan permukaan yang lama dan lapis permukaan baru. Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaanya, umur rencana serta tahapan konstruksi agar tercapai manfaat yang sebesar-besarnya dari segi biaya konstruksi yang dikeluarkan. 2.8.2
Struktur Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Perkerasan kaku adalah suatu pekerasan yang mempunyai sifat dimana
saat pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami perubahan bentuk artinya perkerasan tetap seperti kondisi semula sebelum pembebanan berlangsung, sehingga dapat dilihat apakah lapisan permukaan yang terdiri dari plat beton akan pecah atau patah dan lapisan ini terdiri dari dua lapisan yaitu ; a. Lapisan Permukaan (Surface Course) yang dibuat dari plat beton b. Lapisan Pondasi (Base Course) Pada perkerasan kaku biasanya dipilih untuk ujung landasan, pertemuan antara landasan pacu dan taxiway, apron dan daerah-daerah lain yang dipakai untuk parkir pesawat atau daerah-daerah yang mendapat pengaruh panas blast jet dan limpahan minyak (Basuki, 1986).
II-32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
2.9 Sistem Drainase Bandara Udara Sistem drainase adalah aspek yang sangat penting dalam perencaan bandar udara. Drainase yang baik akan menjamin dan menjaga umur perkerasan sementara drainase yang kurang baik akan menimbulkan genangan air pada permukaan yang dapat membahayakan pesawat yang akan melakukan pendaratan dan lepas landas. Adapun fungsi sistem drainase bandara udara sebagai berikut ; a. Mengalirkan dan membuang air permukaan dan bawah tanah yang berasal
dari tanah disekitar bandar udara b. Membuang air permukaan yang bersal dari permukaan bandara udara.
Lokasi Bandar Udara merupakan suatu area yang luas dengan permukaan yang rata oleh karena itu pengolahan air hujan adalah suatu hal yang harus diperhatikan Analisa Dampak Lingkungan, berikut ini adalah data-data yang harus diperhatikan ; a. Peta garis permukaan air laut dari Bandar udara dan area yang bersebelahan b. Tata ruang pengering yang diperlukan, seperti runway, taxiway, apron dan area bangunan lainnya c. Data curah hujan seperti frekuensi, intensitas dan jangka waktu angin topan Dalam desain langkah awal adalah harus melakukan penelitian menyeluruh seperti Analisa Dampak Lingkungan terhadap banjir dsb, karena itu akan menentukan arah arus umum dan untuk menempatkan anak sungai / aliran alami. Keberadaan tentang segala konstruksi lokal utama yang mempengaruhi pengeringan harus jelas. II-33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
2.10 Metoda Perencanaan Perkerasan Dalam merencanakan perkerasan suatu landasan pacu, terdapat berbagai metode-metode
yang
digunakan
untuk
mendesain
perkerasannya.Pola
penyelesainnya pun berbeda-beda, namun semuanya sama-sama bertujuan untuk mengahasilkan desain perkerasan yang aman dan terjamin. Beberapa pertimbangan dalam desain perkerasan landasan pacu yitu ; a. Prosedur pengujian bahan subgrade dan komponen-komponen lainnya harus akurat dan teliti. b. Metode yang dipakai harus sudah dapat diterima umum dan sudah terbukti telah menghasilkan desain perkerasan yang memenuhi standart c. Dapat dipakai untuk mengatasi persoalan-persoalan perkerasan landasan pacu dalam waktu yang relative singkat Kriteria untuk memilih suatu metode adalah bermacam-macam, yang terpenting adalah : 1. Kemudahan prosedur untuk menguji tanah dasar dan bagian-bagian perkerasan. 2. Metode tersebut menghasilkan perkerasan yang memuaskan berdasarkan pengalaman. 3. Dapat dipakai untuk mengatasi persoalan perkerasan lapangan terbang dalam waktu yang relatif singkat. Dan untuk pembahasan metoda perhitungan perencanaan perkerasan akan di masukan kedalam BAB III.
II-34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
2.11
Dokumentasi
Foto 1. Gambar Tampak Depan Bandara Internasional Minangkabau dari Sisi Air Side. Sumber (Google.com)
Foto 2. Gambar Taxiway Bandara Internasional Minangkabau Sumber (Val-Project.com)
II-35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Foto 3. Gambar Landasan Bandara Internasional Minangkabu tampak atas Sumber (Google Crome)
Foto 4. Gambar Proses Bongkar Muat Bagasi II-36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Landasan Teori
Sumber (Val-Project)
Foto 4. Gambar Tampak Depan Bandara Internasional Minangkabau Sumber (Val-Project)
II-37
http://digilib.mercubuana.ac.id/