I.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Air Susu Ibu (ASI) Air susu ibu atau ASI merupakan makanan yang ideal bagi pertumbuhan bayi,
didalamnya terkandung beberapa komponen gizi yang berfungsi sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan, perkembangan bayi dan memberikan perlindungan dari berbagai penyakit. Selain itu juga, ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar mamae, sebagai makanan utama bagi bayi (Machfuddin, 2004). Hartanti (2007) menyatakan ASI mengandung sebagian besar air yaitu 87,5%. Kandungan zat gizi yang terdapat dalam ASI antara lain taurin, Docosahexaenoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA), Imunoglobulin A (IgA), laktoferin, lysosim dan zat gizi utama yaitu laktosa, lemak, oligosakarida dan protein. Kolostrum merupakan air susu ibu atau ASI pertama yang keluar setelah proses kelahiran, yaitu pada hari ke-1 sampai hari ke-7. Kolostrum berwarna kuning keemasan yang disebabkan oleh tingginya komposisi lemak. Kolostrum kaya akan zat antibodi terutama Imunoglobulin A (IgA) selain itu juga mengandung sel darah putih. Pemberian kolostrum pertama dapat membersihkan saluran usus bayi dan terhindar dari mikroba yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan. Pada kolostrum,vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi sedangkan vitamin yang larut dalam air lebih sedikit (Purwanti, 2004). ASI transisi atau ASI peralihan merupakan ASI yang keluar atau diproduksi sejak hari ke-8 sampai hari ke-14. Pada hari ke-14 ini merupakan masa peralihan dari 5
6
ASI transisi menjadi ASI yang matur atau matang. Pada ASI transisi ini volume ASI yang dihasilkan
melimpah, kadar immunoglobulin dan protein menurun atau
berkurang sedangkan kadar karbohidrat, lemak dan laktosa meningkat (Anon, 2013a). ASI matang terjadi pada minggu ketiga dan seterusnya. Cairan ASI matang berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan dari garam Ca-caseinat, riboflavin dan karoten yang terdapat didalamnya. Volume ASI matang yang dihasilkan setiap harinya sekitar 300-850 ml. Kadar karbohidrat dan lemak lebih tinggi dan kadar protein lebih rendah dibandingkan kolostrum dan ASI transisi (Anon, 2013a). Kandungan atau komposisi kolostrum, ASI transisi, dan ASI matang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kolostrum, ASI transisi, dan ASI matang. Komposisi Kolostrum ASI Peralihan
ASI Matang
Energi (kcal)
57,0
63,0
65,0
Laktosa (g/100ml)
6,5
6,7
7,0
Lemak (g/100ml)
2,9
3,6
3,8
Protein (g/100ml)
1,195
0,965
1,324
Mineral (g/100ml)
0,3
0,3
0,2
Ig A (mg/100ml)
335,9
-
119,6
Ig G (mg/100ml)
5,9
-
2,9
Ig M (mg/100ml)
17,1
-
2,9
Lisozim (mg/100ml)
14,2-16,4
-
24,3-27,5
Laktoferin (mg/100ml)
420-520
-
250-270
Sumber : Lacorence, 1980. Menurut Setianingsih (2010) pada ASI terdapat glikoprotein yang dapat meningkatkan pertumbuhan BAL. Selain mengandung glikoprotein, ASI juga
7
mengandung laktoferin. Laktoferin dapat menunjang pertumbuhan BAL dan menghambat pertumbuhan bakteri seperti Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. 2.2.
Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat atau biasa disebut BAL merupakan bakteri Gram positif
yang tidak membentuk spora, sel berbentuk batang atau bulat, tidak memiliki sitokrom, bersifat anaerobik tetapi toleran terhadap O2, mampu menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir fermentasi karbohidrat (Fardiaz,1993). BAL termasuk golongan osmotoleran yang mempunyai Aw minimal 0,95 untuk pertumbuhannya tetapi beberapa BAL mampu
bertahan pada Aw 0,93. Osmotoleran merupakan
golongan makhluk hidup yang mampu hidup pada aktivitas air kurang dari 0,95. BAL dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. BAL kelompok homofermentatif akan menghasilkan sebagian besar asam laktat sebagai hasil dari metabolisme glukosa, sedangkan BAL kelompok akan menghasilkan metabolit lain selain asam laktat seperti etanol, asam asetat, dan CO2 sebagai hasil metabolisme glukosa. Ray (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan BAL yaitu suhu, media pertumbuhan, dan pH. BAL merupakan mikroba yang aman jika ditambahkan ke dalam pangan dan memiliki sifat tidak menghasilkan racun, oleh karena itu BAL disebut dengan food grade microorganism, atau dikenal juga dengan Generally Recognized As Safe (GRAS) yaitu mikroba yang tidak berbahaya atau beresiko terhadap kesehatan. BAL mempunyai peranan penting bagi kesehatan manusia yaitu menghambat pertumbuhan
8
sel kanker, menurunkan kolesterol, merangsang sistem kekebalan dalam tubuh dan pergerakan usus, mencegah lactose intolerance, dan meningkatkan pertumbuhan Leverentz (2006) menyatakan BAL merupakan salah satu mikroba yang dapat digunakan dalam mengontrol pertumbuhan bakteri patogen dalam bahan pangan karena mampu menurunkan pH dan juga
menghasilkan senyawa-senyawa
antimikroba. BAL menghasilkan komponen antimikroba yaitu asam organik (asam laktat dan asam asetat), karbondioksida (CO2), hidrogen peroksida (H2O2), diasetil, dan bakteriosin. Sebagian besar dari senyawa-senyawa diatas dapat memperlihatkan aktivitas antimikroba terhadap mikroorganisme perusak atau bakteri patogen seperti Bacillus cereus, Clostridium botulinum, Clostridium perfringens, Pseudomonas, Alcaligenes dan lain-lain ( Jenie,1996). Salminen et al., (2004) menyatakan bahwa penggolongan BAL terbaru dapat diklasifikasi menjadi 12 genus yaitu Lactobacillus, Bifidobacterium, Enterococcus, Streptococcus,
Pediococcus,
Leuconostoc,
Carnobacterium,
Lactococcus,
Oenococcus, Tertragenococcus, Vagococcus, dan Weisella.
2.3.
Probiotik Probiotik adalah sel mikroba yang hidup yang bila dikonsumsi dalam jumlah
yang tepat akan memberikan manfaat kesehatan bagi sistem pencernaan (Anon, 2006). Fuller (1989) menyatakan probiotik diartikan sebagai suplemen pakan yang berisi mikroba hidup yang bila dikonsumsi dalam jumlah tertentu akan memberikan pengaruh yang menguntungkan dengan memperbaiki lingkungan mikroba yang ada
9
didalam sistem pencernaan. Pada umumnya bakteri yang dapat dipergunakan sebagai probiotik adalah jenis BAL. Jenis BAL yang
biasa dipergunakan secara umum
sebagai probiotik dan aman untuk dikonsumsi adalah Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus cassei, Streptococcus lactis, Enterococcus faecium, Bifidobacterium adolescentis, dan Bifidobacterium coagulans (Ducluzeau et al., 1991). Karakteristik mikroba yang bisa dijadikan kandidat probiotik menurut Shortt (1999) dalam Aslamyah (2006) adalah a. Spesies bakteri probiotik sebaiknya merupakan mikroflora normal usus sehingga dapat lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan usus. b. Tahan terhadap asam lambung dan garam empedu c. Memiliki pengaruh yang menguntungkan pada kesehatan d. Memilik kemampuan untuk menempel dan mengkolonisasi sel usus manusia. e. Memproduksi senyawa antimikroba seperti asam laktat, hidrogen peroksida, dan bakteriosin f. Tidak bersifat patogen. g. Mampu bertahan selama proses pengolahan dan selama waktu penyimpanan. Syarat terpenting untuk dapat menjadi isolat probiotik adalah tahan terhadap asam lambung dan garam empedu. Jika isolat probiotik masuk ke dalam saluran pencernaan, maka isolat probiotik yang masuk tersebut harus mampu bertahan dari pH asam lambung 2,5. Getah lambung terdiri atas 97-99% air, musin (lendir) serta garam anorganik, enzim pencernaan yaitu pepsin, rennin, dan lipase. Menurut Berrada., et al (1991), bakteri yang bersifat probiotik mulai masuk hingga keluar dari
10
lambung membutuhkan waktu 90 menit. Setelah bakteri yang bersifat probiotik keluar dari lambung kemudian bakteri yang bersifat probiotik akan menuju usus bagian atas, selanjutnya menuju saluran usus bagian bawah. Pada lambung, bakteri yang bersifat probiotik harus mampu tahan dari pH asam lambung 2,5, selain itu juga bakteri probiotik harus memiliki kemampuan untuk mampu bertahan di usus bagian bawah yang mana garam empedu disekresikan. Bakteri yang bersifat probiotik juga diharapkan mampu menempel dan mengkolonisasi pada usus bagian bawah. Bakteri yang bersifat probiotik memiliki manfaat yang sangat penting yaitu meningkatkan pertumbuhan dan daya cerna, memberi pengaruh pada jalur gastrointestinal, meningkatkan gerakan usus, menghambat proliferasi sel kanker, mencegah lactose intolerance, dan menurunkan kolesterol darah.
BAL dapat
bermanfaat bagi tubuh dan bekerja sebagai probiotik pada jumlah populasi 107 CFU/ml sampai 109 CFU/ml (Arief et al., 2010 dalam Septiarini et al., 2012).
2.4.
Senyawa Antimikroba Bakteri Asam Laktat Senyawa antimikroba adalah suatu senyawa kimia atau biologis yang mampu
menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Menurut Fardiaz (1993) bahwa zat antimikroba
dapat
bersifat
bakterisidal
(membunuh
bakteri),
bakteristatik
(menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Pelczar., et al (1993) dalam Evanikastri (2003) menyatakan bahwa senyawa antimikroba dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau
11
membunuh mikroorganisme dengan mekanisme berupa perusakan dinding sel sehingga mengakibatkan lisis, mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien didalam sel, denaturasi protein sel, dan merusak sistem metabolisme dalam sel dengan menghambat kerja enzim intraseluler. BAL menghasilkan komponen antimikroba yaitu asam organik (asam laktat dan asam asetat), karbondioksida (CO2), hidrogen peroksida (H2O2), diasetil, dan bakteriosin.
2.4.1. Asam Organik Bakteri asam lakat dapat menghasilkan asam organik seperti asam asetat dan asam laktat yang dapat berfungsi sebagai antimikroba. Asam asetat dan asam laktat aman digunakan untuk menjaga kualitas bahan pangan agar tetap baik. Dengan penambahan asam asetat dan asam laktat ini diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dan mencegah terjadinya kerusakan bahan pangan yang diakibatkan oleh mikroba. Menurut Setianingsih (2010) asam asetat merupakan nama umum dari asam etanoat yang lebih dikenal
dengan nama asam cuka. Asam asetat (CH3COOH)
merupakan cairan jernih, tidak berwarna, berbau khas menusuk, rasa asam yang tajam dan dapat larut dalam air. Selain itu juga, asam asetat memiliki berat molekul 60,05 dan memiliki nilai pKa atau derajat kelarutan asam 4,75. Asam asetat memiliki penghambatan
terhadap
bakteri,
khamir
maupun
kapang.
Asam
laktat
(CH3CHOHCOOH) merupakan cairan jernih, memiliki rasa asam yang kuat, bersifat higroskopis, dapat larut dalam air dan memiliki pKa atau derajat kelarutan asam 3,08.
12
Asam laktat dan asam asetat yang terbentuk dapat menyebabkan penuruhan pH yang mengakibatkan tidak tahannya mikroba terhadap pH yang rendah. Mekanisme penghambatan oleh asam asetat maupun asam laktat dengan cara menembus sel mikroba. Setelah memasuki sel mikroba, asam laktat maupun asam asetat berdisosiasi atau akan terurai menjadi proton dan anion karena pH didalam sel mikro biasanya netral. Pelepasan proton ke dalam sel mikroba menyebabkan pengasaman dan pengacauan pH didalam sel yang menyebabkan pertumbuhan menjadi terhambat. Keberadaan proton dan anion di dalam sel akan mengganggu permeabilitas membran sel. Perubahan permeabilitas membran sel akan mengganggu transport nutrisi ke dalam sel dan menyebabkan metabolit didalam sel akan keluar (Reis et al., 2012).
2.4.2. Karbondioksida Karbondioksida
(CO2)
terbentuk
terutama
pada
fermentasi
BAL
heterofermentatif. Menurut Intan dkk (2006), karbondioksida (CO2) dapat menciptakan lingkungan yang anaerobik dengan cara mengganti molekul oksigen yang ada sehingga pH didalam sel maupun diluar sel mengalami penurunan dan menimbulkan kerusakan pada membran sel. Bakteri Gram negatif lebih sensitif terhadap CO2 dibandingkan dengan bakteri Gram positif (Setianingsih, 2010). Konsentrasi rendah pada karbondioksida dapat merangsang pertumbuhan pada beberapa mikroba,sedangkan pada konsentrasi yang tinggi, karbondioksida dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Lindgren dan Dobrogosz, 1990 dalam Rohani, 2010).
13
2.4.3. Hidrogen Peroksida Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh BAL. Hidrogen peroksida (H2O2) akan mengikat oksigen sehingga terbentuk suasana anaerob yang akan mengganggu pertumbuhan bakteri aerob. Hidrogen peroksida (H2O2) mampu membunuh mikroba yang meliputi bakteri, kapang, khamir, dan virus. Bakteri yang sensitif terhadap hidrogen peroksida (H2O2) adalah bakteri Gram negatif (Davidson dan Branen, 1993).
2.4.4. Diasetil Kang dan Fung (1999) menyatakan
diasetil dihasilkan oleh BAL
Lactobacillus, Streptococcus, Pediacoccus dan Leuconostoc. Diasetil dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif seperti Salmonella typhymurium dan Escherichia coli. Diasetil dapat diproduksi apabila terjadi metabolisme sitrat. Sitrat kemudian dikonversikan melalui piruvat menjadi diasetil. Diasetil memiliki sifat antimikroba hanya pada konsentrasi yang tinggi sedangkan pada konsentrasi yang rendah tidak efektif karena dapat dihancurkan oleh beberapa mikroba (Ray dan Daeschel, 1992 dalam Rohani, 2010). Menurut Nurhasanah (2004) dalam Rohani (2010) diasetil akan memiliki efek bakterisidal apabila dipekatkan hingga konsentrasi 500-2500 µg/ml sedangkan pada konsentrasi 150 µg/ml diasetil dapat bersifat bakteriostatik.
14
Diasetil lebih efektif dalam menghambat bakteri Gram negatif dan kapang dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Dalam menghambat bakteri Gram negatif, diasetil akan mengikat arginin pada protein bakteri Gram negatif sehingga penggunaan arginin akan menjadi terganggu (Ouwehand dan Vesterlund, 2004). 2.4.5. Bakteriosin Bakteriosin merupakan protein yang diekskresikan oleh bakteri asam laktat yang mempunyai sifat menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroba patogen. Bakteri Gram positif maupun bakteri gram negatif mampu menghasilkan bakteriosin. De Vuyst dan Vandamme (1994) dalam Rohmawati (2010) menyatakan bahwa beberapa bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL mampu menghambat atau membunuh mikroba patogen seperti Bacillus cereus, Clostridium botulinum, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus dan lain-lain. Bakteriosin tahan terhadap panas dan aktivitasnya optimum dalam lingkungan asam. Pada suhu penyimpanan yang rendah tidak mempengaruhi aktivitas bakteriosin. Bakteriosin sensitif terhadap enzim protease (Rohani, 2010). Rohani (2010) mengatakan keuntungan dalam penggunaan bakteriosin sebagai bahan pengawet pada makanan adalah a) Bakteriosin bukan bahan yang bersifat toksik atau beracun, selain itu juga bakteriosin mudah mengalami degradasi oleh enzim proteolitik karena bakteriosin merupakan senyawa protein, b) Penggunaan bakteriosin tidak membahayakan mikroflora usus karena mudah dicerna oleh enzim-enzim dalam saluran pencernaan, c) Ditinjau dari segi lingkungan, penggunaan bakteriosin dapat mengurangi penggunaan bahan kimia yang biasanya dipergunakan sebagai bahan
15
pengawet, dan d) Penggunaan bakteriosin sangat mudah, dapat berupa biakan starter karena mampu menghambat bakteri patogen pada makanan. Ouwehand dan Vesturlund (2004) menyatakan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL dapat digolongkan menjadi 4 kelas antara lain : a. Kelas I disebut juga dengan lantibiotik yang memiliki ukuran peptide kecil (< 5 kDa). Contoh lantibiotik adalah nisin A, nisin Z, Lacticin 481, Lactocin S dan lain lain. b. Kelas II pada umumnya stabil terhadap panas, tidak mengandung lantionin dan merupakan peptide aktif membran. Kelas II ini dapat dibagi lagi menjadi tiga sub kelas. Kelas IIa memiliki peptide listeria-active yang terbesar. Kelas IIb merupakan bakteriosin dengan dua peptida dan Kelas IIc adalah bakteriosin yang memerlukan peptida teraktifasi-tiol untuk mengurangi residu sistein dalam aktivitasnya c. Kelas III memiliki ukuran besar (< 30 kDa) dan tidak tahan panas. Bakteriosin kelas III yang sudah diisolasi berasal dari genus Lactobacillus. Contoh bakteriosin kelas III adalah Helvetion J dan Brevicin 27. d. Kelas IV mengandung protein kompleks yang terdiri atas komponen karbohidrat maupun lipid contohnya plantarisin S yang mengandung glikoprotein. Aktivitas penghambatan bakteriosin bersifat bakterisida dan bakteriostatik. Bakteriosin dapat menganggu kestabilan membran sel dengan melakukan kontak langsung terhadap mikroorganisme penguji. Gangguan terhadap dinding dan membran sel tersebut dapat menyebabkan terbentuknya lubang dan mengakibatkan
16
sel mengalami kebocoran dan kehilangan energi. Hilangnya energi akan menurunkan pH yang mengakibatkan pertumbuhan sel dapat terhambat dikarenakan terhentinya biosintesis makromolekul seperti DNA, RNA, dan protein. Sehingga akan menghasilkan kematian pada sel yang sensitif terhadap bakteriosin (Reis et al., 2012). 2.5.
Vibrio cholerae Vibrio cholerae merupakan bakteri Gram negatif yang menyebabkan penyakit
kolera, yang bersifat anaerob fakultatif yang tumbuh pada suhu 18-37oC, dapat tumbuh pada media Thiosulfate Citrate Bile Salts Sucrose Agar (TCBSA). Vibrio cholerae dapat tumbuh pada pH (8,5-9,5), mati pada keadaan pH asam, bersifat motil, sel batang melengkung seperti koma,, dan memiliki ukuran panjang 1,5-3,0 µm dengan lebar 0,5 µm (Adriyanto, 2001). Menurut Anon (2013b) klasifikasi ilmiah dari Vibrio cholerae yaitu Kingdom : Bakteria Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gamma Proteobacteria
Ordo
: Vibrionales
Famili
: Vibrionaeceae
Genus
: Vibrio
Spesies : Vibrio cholerae Bakteri Vibrio cholerae dapat tumbuh pada air, ikan dan bahan pangan yang masih dalam keadaan mentah. Vibrio cholerae menyerang saluran usus dan tidak membahayakan bagian tubuh lainnya. Pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae ini
17
dipengaruhi beberapa faktor antara lain udara yang lembab, populasi penduduk padat dan keadaan udara disekitar yang panas (Adriyanto, 2001). Penyakit
diare
yang disebabkan oleh bakteri Vibrio
cholerae
ini
mengakibatkan penderita mengalami kehilangan cairan dalam jumlah banyak. Jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, maka dapat mengakibatkan kematian. Menurut Rahayu (2010), saat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri Vibrio cholerae, bakteri Vibrio cholerae akan berkembang biak dan menyerang sistem kekebalan tubuh penderita. Bakteri Vibrio cholerae akan mengeluarkan choleratoksin,
yang
mengakibatkan
penderita
akan
mengalami
diare
dan
mengeluarkan cairan tubuh sebanyak 10-12 liter air setiap harinya. Masa inkubasi bakteri Vibrio cholerae bervariatif mulai dari beberapa jam hingga 5 hari.