DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG TENTANG ARSITEK
I.
RENCANA UNDANG-UNDANG ARSITEK ................................................ 1. 2. 3. 4. 5.
II.
KONDISI DAN PERMASALAHAN 1 2 3 4 5 6
III.
V.
VI.
17
24
Deskripsi peraturan perundang-undangan Analisis undang-undang terkait masalah Arsitek Analisi peraturan organisasi Arsitek Internasional
HAL-HAL POKOK PADA UNDANG-UNDANG ARSITEK 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
4
Perubahan lingkungan strategis Visi dan Misi Pembangunan Nasional RI Pembangunan SDM ahli bidang Jasa Konstruksi Kebijakan pengunaan tenaga ahli Arsitek Strategi pelaksanaan kebijakan
ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN RENCANA UNDANG-UNDANG ARSITEK 1 2 3.
1 2 2 3 4
Umum Peranan Arsitek Arsitek dan kelembagaannya Persyaratan Arsitek Praktik Arsitek Permasalahan yang dihadapi
ARAH KEBIJAKAN BANGSA 1. 2. 3. 4. 5.
IV.
Latar belakang Maksud dan Tujuan Metode penulisan Lingkup bahasan Definisi umum
1
27
Maksud, Tujuan dan Azas Pengertian Arsitek Lingkup praktik arsitek Persyaratan keahlian Pembinaan Peran masyarakat Larangan dan sanksi
PENUTUP Kesimpulan dan saran
29
0
I.
RENCANA UNDANG-UNDANG TENTANG ARSITEK
1.
Latar Belakang Pembangunan manusia seutuhnya, telah menjadi salah satu tujuan utama bangsa Indonesia untuk memperkuat sektor sumber daya manusia (SDM) sebagai kekuatan utama mencapai keberhasilan dalam membangun dan mengejar ketertinggalan dengan negaranegara lain di dunia. Salah satu kendala yang masih belum maksimal dilakukan oleh bangsa ini adalah memberikan pengakuan peran dan kesempatan kepada berbagai profesi keahlian yang telah tumbuh berkembang di dalam negeri agar memiliki kemampuan daya saing. Keahlian di bidang jasa konstruksi yang antara lain terdapat profesi Arsitek sebagai salah satu potensi bangsa, diharapkan dapat memberi manfaat dalam melakukan pembangunan infra struktur, bangunan gedung dan lingkungan binaannya, pemanfaatan fungsi penataan ruang dan pelestarian sumber daya alam, serta perlindungan terhadap budaya Indonesia, untuk meningkatkan harkat dan martabat kehidupan umat manusia yang lebih berkualitas, sesuai dengan cita-cita nasional mencapai masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Arsitek merupakan profesi yang sangat spesifik, karena dalam melakukan praktik arsitektur harus mampu menangkap suatu pesan atau keinginan dari pengguna jasanya untuk diwujudkan menjadi suatu karya berupa bangunan gedung beserta lingkungan binaan di sekitarnya yang fungsional dan indah. Menciptakan dari yang tidak ada sebelumnya menjadi ada. Suatu keahlian yang tidak mudah dilakukan oleh semua orang tanpa dasar pendidikan dan pengalaman. Arsitek dalam melakukan profesinya selain harus melayani keinginan pengguna jasanya, juga harus memperhatikan kondisi sekitar tempat pekerjaan arsitektur tersebut akan dibangun; apakah tidak merugikan manusia lain atau lingkungan hidup lainnya termasuk potensi sumber daya alam maupun akar kearifan budaya lokal yang harus dilestarikan. Karena hanya keahlian Arsiteklah yang dianggap mampu melakukan hal tersebut di atas, untuk menjadikan karya-karya arsitektur lebih baik dan memberikan nilai tambah bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Oleh karenanya keahlian di bidang arsitektur senantiasa menjadi ujung tombak suatu proses pembangunan, dan memiliki peran sangat penting dan menuntut peningkatan agar mampu menghadapi perubahaan strategis dunia yang akan terus terjadi. Di Indonesia, peran keahlian di bidang kearsitekturan telah ada sejak zaman prasejarah yang ditunjukkan dengan hasil karya ‘adiluhung’ peninggalan para arsitek tradisional seperti situs candi-candi dan berbagai bangunan tradisional dan kawasan bersejarah. Kemudian menyusul era pembangunan gedung serta penataan kota modern yang dibawa oleh Arsitek di masa kolonial Belanda. Keberadaan Arsitek dan keinsinyuran Indonesia sendiri baru dikenal sekitar tahun 1950-an, ketika perguruan tinggi Institut Teknologi Bandung (ITB) meluluskan beberapa sarjananya yang pertama, dan diikuti dengan berdirinya bebrapa organisasi keprofesian yang mengorganisasikan kegiatan profesi Arsitek dan keinsinyuran. Tumbuhnya keahlian ini kemudian diikuti dengan lahirnya sejumlah keahlian terkait lainnya yang lebih bersifat spesialisasi. Kini peran profesi tersebut di Indonesia telah banyak mewarnai pembangunan fisik di negeri ini dan keilmuannya pun berkembang pesat. Tidak sedikit karya ahli Indonesia turut berlaga di manca negara dan tidak kalah dari karya bangsa lain, sehingga banyak penghargaan telah diperoleh sebagai bentuk pengakuan dunia internasional pada kemampuan putra-putra Indonesia. Kegiatan keahlian ini tidak hanya dinikmati oleh kalangan masyarakat mampu saja, tetapi telah merambah dalam membantu memfasilitasi pembangunan bagi masyarakat kurang mampu di lingkungan daerah kumuh, serta fasilitas perumahan dan permukiman korban bencana alam. Meningkatnya apresiasi masyarakat pada perkembangan keahlian merupakan hal positif yang kian tumbuh menjadi andalan untuk melakukan pembangunan ekonomi melalui pembangunan sarana dan prasana yang semakin memadai.
1
Belum memadainya peraturan perundang-undangan tentang profesi yang mencakup sampai kepada pelaku pembangunan di bidang Jasa Konstruksi (arsitek dan keinsinyuran) menyebabkan pertumbuhan pembangunan yang pesat masih disertai dengan adanya perilaku kurang terpuji sejumlah oknum dan badan usaha yang memanfaatkan kelemahan peraturan yang ada. Tidak sedikit hasil pembangunan telah merugikan masyarakat, lingkungan dan pengguna jasa, bahkan kadang sampai menghilangkan situs bangunan dan lingkungan bersejarah yang seharusnya dipelihara sebagai cagar budaya. Seiring dengan pesatnya kesempatan membangun, penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ahli atau yang mengaku ahli makin tidak terkendali dan berpotensi meluas, yang semua itu tidak bisa hanya diatur oleh peraturan suatu organisasi yang tidak dapat menjangkau pihak-pihak lain. Harus diakui bahwa peran Arsitek bersama keahlian terkait lainnya telah terbukti memiliki andil dalam memberi hasil pembangunan di berbagai perkotaan dan pelosok daerah menjadi lebih maju, sehingga sudah selayaknya pula profesi Arsitek juga harus bisa lebih tersebar keseluruh daerah dan mendapatkan pengakuan dalam bentuk konstitusi negara sebagaimana peran profesi lainnya seperti dokter, advokat, akuntan, notaris, dosen dan guru, agar bisa menghasilkan karya-karya yang lebih bermanfaat bagi pengguna jasa serta lingkungan binaannya. Untuk membantu mengejar ketertinggalan pembangunan nasional dan penyebarannyayang lebih merata dan lebih terencana dengan hasil yang betul-betul mampu memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi umat manusia sesuai dengan karakteristik Indonesia, kita perlu segera memiliki undang-undang keprofesian tentang Arsitek (dan keinsinyuran) sebagaimana yang telah dimiliki oleh semua negara. Sebuah undang-undang yang mengarahkan penyelenggaraan pembangunan bisa dilakukan secara lebih tertib, lebih profesional dan dapat dipertanggungjawabkan oleh semua pelaku pembangunan yang terlibat, termasuk Arsitek dari dalam negeri maupun dari negara lain yang berpraktik arsitektur di Indonesia. 2
Maksud Dan Tujuan Naskah Akademik ini merupakan langkah awal dengan maksud menghadirkan sebuah gagasan anak bangsa tentang perlunya Undang-Undang (UU) tentang Arsitek dalam mengiringi pembangunan nasional Indonesia yang berkesinambungan. UU Arsitek sebagaimana juga undang-undang tentang keahlian lainnya hadir sebagai suatu persyaratan melengkapi beberapa peraturan perundang-undangan yang telah ada. Dengan mengetahui latar belakang perlunya pengaturan tentang tenaga ahli pembangunan khususnya Arsitek dan penggunaan jasa Arsitek sebagaimana yang telah dimiliki oleh negara lain, diharapkan semua pihak dapat lebih mudah mencerna manfaat keberadaan undang-undang ini bagi kepentingan pembangunan yang diharapkan menyejahterakan kehidupan masyarakat luas.. UU tentang Arsitek secara nasional bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada Arsitek dalam melakukan praktik arsitektur, dan bagi masyarakat untuk mendapatkan hasil pembangunan yang lebih tertib, lebih baik dan dipertanggungjawabkan secara profesional serta dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. UU ini juga untuk meningkatkan kualitas keahlian Arsitek Indonesia agar memiliki kemampuan daya saing menghadapi persaingan global dalam memanfaatkan penataan ruang nusantara, sumber daya alam, lingkungan hidup, serta nilai-nilai kearifan budaya lokal. Di sisi lain SDM Arsitek dalam berpraktik arsitektur akan lebih tersebar ke seluruh pelosok daerah, sehingga pembangunan nasional yang merata dengan hasil yang baik akan menjadi perekat kebhinekaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2
3
Metode Penulisan Dalam penulisan naskah untuk menghadirkan UU tentang Arsitek ini digunakan pendekatan komprehensif integral, agar memudahkan semua pihak yang belum mengetahui lebih jauh tentang profesi Arsitek – arsitektur – kearsitekturan yang telah berlangsung di Indonesia selama ini, dan bagaimana kondisi praktik arsitektur yang terjadi di negara lain. Apa saja manfaat undang-undang ini diterbitkan dalam mendukung pembangunan nasional ke depan terutama dalam menghadapi pasar global Asia maupun internasional yang di dalamnya juga meliputi perdagangan jasa termasuk jasa di bidang arsitektur. Naskah ini juga menyoroti bagaimana negara tetangga terdekat kita mengelola dan membina tenaga ahli Arsiteknya melalui penerapan undang-undang arsitek (Architects Act) yang mampu memberikan hasil praktik arsitektur baik dan sangat dibanggakan negaranya. Dengan mengetahui secara rinci lingkup penyelenggaraan praktik arsitektur dan sistim pengaturan yang menaungi profesi Arsitek untuk dapat berpraktik dengan baik dalam melayani pengguna jasanya, para pihak dapat melakukan dialog bagaimana seharusnya UU tentang Arsitek bisa diterapkan di seluruh wilayah Indonesia, mengingat tantangan yang akan dihadapi adalah peran Arsitek nasional di dalam negeri yang terlanjur kurang terkontrol maupun kehadiran Arsitek asing yang mulai banyak berpraktik di Indonesia
4
Lingkup Bahasan Lingkup bahasan dalam penulisan naskah akademis ini dibuat dalam tahapan sebagai berikut : a. Rencana Undang-Undang tentang Arsitek; Merupakan gambaran singkat untuk menyamakan persepsi agar lebih memudahkan pembahasan yang berkaitan dengan latar belakang, maksud dan tujuan serta pengertian untuk menghadirkan UU tentang Arsitek. b. Keadaan dan Permasalahan; Memberikan gambaran tentang pentingnya UU tentang Arsitek dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan terkait kepentingan bangsa, masyarakat, pengguna jasa arsitek, perkembangan keprofesian, praktik arsitek dan kendala-kendala yang dihadapi peran arsitek selama ini. c. Arah Kebijakan; Adalah gambaran bagaimana peran Arsitek dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis, visi, dan program pembangunan nasional ke depan yang berkesinambungan, termasuk kebijakan SDM dan strategi penggunaan keahlian khususnya Arsitek. d. Analisa Peraturan Perundang-undangan Yang Terkait Dengan Rencana UU tentang Arsitek; Mengungkap materi beberapa peraturan perundang-undangan yang telah ada dan terkait dengan arsitektur serta peran Arsitek baik di dalam negeri maupun pengaruhnya dari luar negeri. e. Hal-hal Pokok Dalam UU tentang Arsitek ; Adalah gambaran umum tentang hal-hal penting yang perlu diatur di dalam UU tentang Arsitek yang akan diterbitkan.
5.
Definisi Umum Sebagai undang-undang yang membahas tentang suatu keahlian yang memiliki kekhususan yang cukup rumit di bidang ke arsitekturan, maka diperlukan pemahaman atas
3
beberapa kata atau kalimat yang akan dimaksud di Naskah Akademik ini maupun di UU tentang Arsitek. a)
Arsitek adalah seorang ahli yang dinyatakan kompeten di bidang arsitektur.
b)
Arsitektur adalah wujud hasil perencanaan dan perancangan di bidang jasa konstruksi meliputi tata ruang, tata bangunan dan lingkungan, yang memenuhi kaidah fungsi, konstruksi dan estetika mencakup faktor keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
c)
Praktik arsitektur adalah rangkaian kegiatan kerja yang dilakukan Arsitek, orang perseorangan maupun badan usaha di dalam bidang arsitektur.
d)
Kompetensi adalah kemampuan Arsitek melaksanakan pekerjaan atas dasar ilmu pengetahuan, ketrampilan dan keahlian serta sikap kerja.
e)
Sertifikat adalah bukti pengakuan keahlian Arsitek setelah memenuhi persyaratan kompetensi untuk menjalankan praktik arsitektur.
f)
Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Arsitek.
g)
Lisensi adalah izin bekerja yang diberikan oleh Pemerintah daerah bagi Arsitek yang melakukan praktik arsitektur di wilayahnya
h)
Dewan Arsitek adalah lembaga yang bersifat independen untuk menyelenggarakan undang-undang ini.
i)
Organisasi adalah Ikatan Arsitek Indonesia yang diakui oleh Negara dan komunitas Arsitek internasional sebagai satu organisasi profesi Arsitek.
j)
Badan Sertifikasi adalah penyelenggara sertifikasi yang dibentuk oleh Dewan Arsitek
k)
Badan Pendidikan adalah pembuat ketentuan pendidikan keprofesian arsitek yang dibentuk oleh Dewan Arsitek.
l)
Pengguna Jasa adalah perorangan, instansi, atau kelompok masyarakat yang menggunakan jasa Arsitek untuk melakukan pekerjaan arsitektur dan diikat dalam suatu hubungan kerja.
m) Badan usaha adalah usaha praktik arsitektur yang dilakukan secara orang perseorangan maupun badan usaha lain sesuai dengan peraturan perundangundangan. n)
Menteri adalah Menteri yang membawahi Departemen yang mengatur dan membina jasa konstruksi.
o)
Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dalam hal ini diwakili Kementerian yang bertanggung jawab di sektor Jasa Konstruksi
II.
KONDISI DAN PERMASALAHAN
1
Umum Sampai dengan hari ini pengaturan tentang profesi Arsitek dan praktik arsitektur di Indonesia masih belum terlalu jelas dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Baru pada tahun 1999 terbitlah UU No.18 / 1999 tentang Jasa Konstruksi dan UU No.28 / 2002 tentang Bangunan Gedung sebagai pengganti undang-undang sejenis dari masa kolonial Belanda, mulai ada titik terang berkaitan dengan peran Arsitek nasional. Sayangnya konstitusi tersebut hanya menjelaskan ketentuan tentang praktik Arsitek dalam bentuk definisi yang berbunyi sebagai penyedia layanan jasa perencanaan dan jasa pengawasan bangunan seperti yang juga termuat pada beberapa Peraturan Pemerintah antara lain dalam pengadaan barang dan jasa, tanpa memperinci lebih lanjut siapa yang
4
dimaksud dengan penyedia jasa tersebut. Pada bagian ketentuan keahlian yang dipersyaratkan, ternyata tanggung jawab profesi masing-masing ahli di bidang jasa konstruksi inipun dianggap sama rata, bahkan penerapannya terbatas hanya untuk bangunan dan fasilitas milik negara saja. Dengan peraturan perundang-undangan yang belum menyentuh penyelenggaraan pembangunan di sektor swasta yang cakupan kegiatannya jauh lebih luas, membuat kita harus menerima kenyataan hasil pembangunan baik gedung maupun lingkungan binaan di kota/daerah sangat jauh dari kualitas diharapkan. Tidak sedikit dampak kegiatan tersebut akhirnya merugikan kepentingan orang banyak, dan menimbulkan banyak permasalahan pembangunan. Peraturan yang seharusnya lebih detail mengatur arah pembangunan suatu daerah untuk mengoptimalkan pemanfaatan tataruangnya tidak memiliki panduan penyelenggaraan pembangunan, terutama dalam mengimplementasikan peran penyedia jasa dan peran masyarakat sebagai pengguna jasa. Kekurangfahaman banyak pihak tentang kegiatan Arsitek dan praktik arsitektur, menyebabkan masih samarnya peran dan tanggung jawab profesi Arsitek dalam hiruk-pikuk penyelenggaraan pembangunan. Terlebih lagi dengan masih belum jelasnya pengertian tentang profesi dan tentang pemberian gelar kesarjanaan untuk bidang keteknikan dan arsitektur di negeri ini yang memiliki banyak sebutan. Kondisi belum lengkapnya peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi yang perlu didukung dengan pengaturan tentang pelakunya yaitu Arsitek (dan keinsinyuran), telah dimanfaatkan oleh banyak pihak melakukan pembangunan secara semena-mena. Akibatnya ada pihak-pihak terutama mereka yang sebetulnya hanya mengenal sedikit teknik bangunan sudah bisa menganggap dirinya berhak melakukan praktik arsitektur. Masyarakat sebagai pengguna jasa Arsitek tentu dapat dirugikan apabila akhirnya memperoleh hasil karya arsitektur yang tidak laik bangun, membahayakan keselamatan manusia, dan merugikan lingkungan sekitarnya akibat dilaksanakan bukan oleh seorang ahli yang kompeten di bidang arsitektur Pembangunan di daerah yang belandaskan penyelenggaraan Otonomi Daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 32 / 2004, jelas sangat membutuhkan dukungan undang-undang yang dapat menyebarkan SDM ahli termasuk layanan jasa Arsitek ke seluruh daerah guna membantu pemerataan hasil pembangunan, agar bisa didapat hasil pembangunan yang benar dan bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan serta martabat masyarakatnya daerah. Hasil pembangunan di setiap daerah tidak perlu harus diseragamkan, mengingat kekhasan masing-masing merupakan potensi budaya lokal yang patut dikembangkan. Pada tahun 1982 sebuah organisasi keprofesian Arsitek di Indonesia pernah menggelar sebuah seminar nasional dengan tema ‘Menuju Arsitektur Indonesia’, hal tersebut mencerminkan kerinduan akan tumbuhnya karya-karya arsitektur (Indonesia) menjadi lebih dikenal luas di dunia dengan kekhasannya. Pentingkah hal ini? Barangkali dari sudut pandang Arsitek Indonesia memang penting, seperti halnya dikenal kekhasan arsitektur Jepang atau arsitektur Cina di seluruh dunia. Sedangkan dari sudut pandang yang lain, keberadaan eksistensi arsitektur Indonesia dapat juga dibaca sebagai eksistensi Arsitek Indonesia. Artinya, selain (akan) dikenal karena budaya tradisional arsitektur-nya yang khas, juga tersimpan potensi sebagai bekal bahwa Arsitek Indonesia juga mampu bersaing di tingkat regional dan internasional. Dalam masalah persaingan di tingkat regional dan internasional, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS, selaku koordinator pelaksanaan reformasi di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah pada periode pemerintahan yang lalu, dalam rangka merumuskan posisi Indonesia di forum World Trade Organization (WTO) yang lalu, telah menyatakan bahwa Indonesia akan membuka diri dan meratifikasi Government Procurement Agreement atau GPA dalam jangka waktu 5 (lima) sampai 7 (tujuh) tahun mendatang. Fakta ini menunjukkan bahwa pada akhirnya Indonesia ke depan tidak bisa lagi menghindar dari kejaran globalisasi dan hanya berlindung pada proteksi.
5
Pembukaan diri terhadap pasar di Asia Pasifik pada tahun 2010 dan dunia tahun 2020 nanti mengharuskan kita menata diri dengan aturan main yang jelas, seimbang dan setara terhadap aturan main dunia. Tidak saja pada aspek bisnis dan kesempatan meraih peluang pekerjaan, tetapi juga pada pengaturan dan persyaratan (kompetensi) para pelaku di bidang jasa, termasuk profesi Arsitek. Pertanyaan berikutnya, seberapa kesiapan Indonesia untuk menghadapi keterbukaan yang telah disepakati tersebut? Sudah adakah pranata yang siap mengatur Arsitek yang setara negara lain? mengingat sampai dengan tahun ini hanya tinggal Indonesia satu-satunya diantara negaranegara Asia yang belum memiliki Undang-Undang tentang Arsitek. Belum ada angka yang pasti tentang berapa besar jumlah berapa banyak sarjana arsitektur di Indonesia saat ini yang telah berpraktik sebagai Arsitek dan siap menghadapi pasar global. Dari data keanggotaan Arsitek di satu organisasi keprofesian Arsitek Indonesia, tercatat angka lebih dari 12.000 orang, namun belum terlalu banyak yang dalam berpraktik arsitektur memiliki sertifikat keahlian dan lisensi kerja. Sedangkan dari hasil pertemuan-pertemuan dengan perguruan tinggi arsitektur (yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Arsitektur Indonesia - APTARI) diperoleh perkiraan angka antara 18~20% sarjana arsitektur yang berpraktik sesuai dengan jalur pendidikannya. Angka ini jelas bukan merupakan prosentase yang cukup besar bila dibandingkan dengan jumlah lulusan sarjana arsitektur yang sudah jutaan orang. Barangkali ini dapat dijadikan gambaran, bahwa profesi Arsitek di Indonesia masih belum menjadi salah satu profesi yang dianggap menjanjikan masa depan (dari sudut materi).
2.2
Peranan Arsitek dan Arsitektur Selama ini keberadaan peran Arsitek dan praktik arsitektur di Indonesia sebagian diatur melalui pengaturan penyelenggaraan pembangunan nasional, antara lain : - UU No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi - PP No. 28,29 dan 30/2000 tentang Jasa Konstruksi - UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung - PP No. 36/2005 tentang Bangunan Gedung - Keppres 18/2000 tentang Pengadaan Barang & Jasa - Perubahan Keppres 18/2000 tahun 2002 - Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara - Kep Menkimpraswil nomor 332/KPTS/M/2002 - Surat Edaran Bersama Deputi Ketua Bidang Pembiayaan dan Pengendalian Pelaksanaan Bappenas dan Dirjen Anggaran Departemen Keuangan No. 604/D.VI/02/1998 dan No. SE-35/A/21/0298 Pada hakekatnya kaidah dan akidah profesi adalah upaya mencari nafkah dengan mengabdikan keahlian sebagai pelayanan untuk kepentingan masyarakat, sehingga tujuan pengabdian profesi Arsitek hanyalah satu, yaitu: memberikan karya yang terbaik yang dapat dihasilkan bagi sebesar-besarnya manfaat dan perlindungan kepada masyarakat. Arsitek dalam melakukan tugas profesinya lebih dari sekedar bekerja (okupasi) dan panggilan (vokasi), melainkan harus selalu bersumber pada bagian yang terdalam dari diri manusia. Maka ketika Arsitek melakukan praktik arsitektur harus merupakan manifestasi dari panggilan nurani untuk berkarya dan mengamalkan ilmu serta keahliannya sebagai suatu pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara. Berangkat dari pengertian tersebut diatas, jelas bahwa pengertian peranan profesi Arsitek mengandung makna yang jauh lebih besar dan sangat dalam dari sekedar pendapat masyarakat yang mengira bahwa Arsitek adalah hanya sebagai tukang gambar dan tukang membangun saja. Karena jasa yang ditawarkan Arsitek adalah jasa keahlian
6
untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan yang menyangkut fungsi, kenyamanan, keselamatan pengguna, keindahan dan estetika termasuk keserasian arsitektur lingkungan di sekitarnya hingga tercipta lingkungan binaan (buatan yang tertata). Dengan kata lain dapatl dinyatakan, bahwa bidang (arsitektur) merupakan cerminan budaya suatu bangsa yang berjalan sesuai kondisi jaman. Arsitek dan karyanya bukanlah sekedar komoditas niaga. Arsitektur yang berakar pada seni budaya bangsa yang tinggi sangat membutuhkan pengaturan yang khas untuk dapat berkembang dengan baik sesuai jamannya. Perkembangan arsitektur di Indonesia harus dipahami akan menjadi cermin budaya masyarakat Indonesia secara keseluruhan yang akan mewakili apresiasi masyarakat internasional akan latar belakang budaya, keahlian membangun dan mampuan dalam menata dan mengembangkan potensi bangsanya. Arsitektur di Indonesia selama ini masih lebih banyak ‘hanya’ dilihat dari sisi produknya saja. Produk yang dihasilkan melalui proses pemilihan perencana dan menjamin bahwa akan dikerjakan dengan baik dan hasilnya diukur sebagai komoditi yang harus dijaga sampai puluhan tahun, masih dianggap seperti produk biasa yang dapat dijualbelikan begitu saja. Padahal, Arsitek bekerja bukan sekedar untuk kepentingan client-nya saja, melainkan terutama untuk ultimate client yaitu masyarakat luas. Setiap rancangan yang dibuat selalu mempertimbangkan, apakah rancangan tersebut tidak merugikan kepentingan masyarakat luas. Arsitektur sebagai suatu seni dan bagian dari budaya dinyatakan secara jelas dalam sikap bangsa Indonesia, yang melalui UU No.5 / 1992 tentang Cagar Budaya maupun peraturan perundang-undangan lainnya jelas-jelas wajib melindungi, merawat, merelokasi bahkan mengadaptasi sebagai peninggalan bersejarah budaya bangsa. Dalam hal ini hanya Arsitek yang jelas memiliki peran paling penting menjaga karya seni budaya tersebut, bahkan dalam aturan organisasinya juga dinyatakan akan menindak tegas Arsitek yang dalam melakukan profesinya tidak mengindahkan keberadaan bangunan-bangunan dan lingkungan bernilai sejarah dan dilindungi. Demikian juga dengan kegiatan perencanaan pada bangunan dan fasilitas ruang yang bersifat umum, dalam karya arsitekturnya, Arsitek harus memikirkan masalah-masalah keselamatan pemakai bila terjadi musibah pada bangunan dan lingkungannya, termasuk menyediakan sarana bagi orang lanjut usia dan penyandang cacat tubuh. Karena kelalaian menyediakan sarana tersebut dapat menjadi kesalahan berakibat fatal yang bisa ditimpakan kepada Arsitek perencananya. Dengan semangat ‘sosial’ seperti itu dapat diketahui bahwa proses merancang tidak sekedar menggambar untuk menghasilkan bangunan yang kuat dan indah. Dalam mewujudkan gagasannya Arsitek harus mempelari bagaimana kondisi setempat, bagaimana kontribusinya pada tata ruang kota, apakah bangunannya cukup baik dan menyediakan sarana sosial bagi seluruh pemakai, apakah penggunaan bahan dan banyak hal lainnya bisa menyatu dengan kebiasaan hidup setempat. Sesungguhnyalah sukar luar biasa pekerjaan seseorang penyandang keahlian Arsitek harus melaksanakan proses ‘ideal’ ini, yang merupakan standar penciptaan karya arsitektur. Dengan demikian jelas sangat diperlukan pengaturan dan peraturan agar Arsitek melakukan kegiatan praktik arsitekturnya sesuai dengan etika dan kaidah profesi seperti tersebut di atas. Pengalaman negara tetangga Singapura menarik untuk dipelajari mengenai bagaimana peran Arsitek dan perkembangan arsitektur sejak awal dipertimbangkan dalam proses pembangunan nasional sampai akhirnya memperoleh tempat yang sesungguhnya. Melalui suatu sayembara internasional untuk desain sebuah high rise high density apartment, secara jelas dipaparkan bagaimana penerapan kualitas arsitektur bangunan di Singapura dikaitkan dengan program perumahan rakyat.
7
Program penyediaan perumahan untuk rakyat Singapura dimulai sejak tahun 60-an, awalnya dilakukan dengan pola pengadaan berdasarkan kuantitas dan tidak memperhatikan arsitektur bangunan. Program ini berlanjut dan pada tahun 70-an sudah memasukkan standar bangunan dan fungsi-fungsi yang manusiawi. Pada era tahun 80-an, persyaratan perumahan rakyat, termasuk apartemen, bertambah dengan keharusan menggunakan material berkualitas untuk memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan pengguna bangunan. Dan sejak tahun 90-an pemerintah Singapura mengharuskan setiap bangunan yang dibangun di negara ini mempunyai tampilan arsitektur yang baik dan indah. Dari contoh tersebut terlihat bagaimana peran Arsitek sangat penting untuk selalu serta dalam setiap proses pembangunan arsitektur yang berkualitas dan memberi pembelajaran pada masyarakat tentang bagaimana cara hidup layak. Arsitek tidak sekedar profesi keahlian, tetapi menjadi pedoman untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, lebih tertib dengan memperhatikan keselamatan pengguna dan lingkungannya dan berkonotasi keindahan. 2.3
Arsitek dan Kelembagaannya Sifat kerja Arsitek yang spesifik sebagai penyedia jasa konstruksi di bidang arsitektur yang mencakup perancangan kota, arsitektur bangunan, dan lingkungan binaan, lazimnya seperti di negara lain diatur terpisah dari penyedia jasa lain, misalnya bidang keinsinyuran (engineering) seperti ahli konstruksi, ahli mekanikal dan elektrikal atau pelaksana pembangunan/kontraktor. Kesalahkaprahan dalam pemberian gelar akademik bagi sarjana Arsitek yang sebagian juga menggunakan gelar insinyur, seakan menyederhanakan ruang lingkup dan tanggung jawab masing-masing keahlian sama rata, yang sesungguhnya sangat berbeda-beda. Bidang kearsitekturan telah jelas mengatur dirinya sebagai ahli di bidang arsitektur dengan sebutan “Arsitek”, yaitu bila seorang lulusan pendidikan tinggi arsitektur, telah dinyatakan kompeten berpraktik dalam bidang arsitektur, dan memiliki sertifikat. Tanpa proses pemagangan dan mengajukan permohonan sertifikat keahlian yang diregisterasi, maka seorang sarjana arsitektur dengan gelar apapun walau mampu melakukan layanan praktik arsitektur layaknya ’Arsitek’, belumlah bisa disebut sebagai Arsitek sebagaimana kesepakatan komunitas profesi Arsitek internasional yang dimaksud dalam setiap peraturan perundang-undangan. Secara ‘internal’ masyarakat profesi Arsitek melalui Organisasinya perlu secara terus menerus tekun menata dan membekali diri dengan mengikuti program-program peningkatan kompetensi dan keprofesiannya termasuk kode etik dan pedoman tata laku berprofesi (ethics and code of conduct) Arsitek. Dengan kata lain, usaha peningkatan kualitas dan integritas diri para Arsitek seyogyanya dilakukan dengan didampingi dan didukung oleh kepranataan legal formal (peraturan perundang-undangan) dalam usaha memelihara pengembangan dan pemantapan potensi SDM Arsitek di dalam negeri, agar memiliki kemampuan bersaing dengan keahlian Arsitek mancanegara yang berpraktik di Indonesia maupun dalam melakukan praktik arsitektur di luar negeri. Peran wadah organisasi profesi Arsitek sebagaimana yang di amanatkan di dalam UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi menjadi sangat penting bukan hanya untuk mengatur tentang etika dan kompetensi Arsitek saja, tetapi juga menjembatani hubungan Arsitek dengan masyarakat luas terutama pengguna jasa Arsitek, pemerintah, institusi terkait di dalam negeri maupun di luar negeri. Ketentuan tentang tugas dan bentuk kelembagaan organisasi Arsitek di seluruh negara tidaklah sama dan tidak diatur oleh kesepakatan komunitas profesi Arsitek secara internasional. Namun setidaknya seperti juga organisasi keprofesian lainnya, kelembagaan organisasi Arsitek harus memiliki sekurangkurangnya ;
8
a.
b. c. d. e
f.
Dewan Arsitek (Board of Architects), setara lembaga Konsil di organisasi keprofesian lain, sebagai instansi independen tertinggi di luar badan kepengurusan Organisasi, yang berkompeten memberikan sertifikat keahlian dan melakukan registrasi, serta menetapkan berbagai peraturan penting tentang praktik arsitektur. Badan-Badan di bawah Dewan Arsitek yang membantu tugas Dewan melaksanakan sertifikasi, registrasi, menerima pengaduan, menetapkan sistim pendidikan keprofesian berkelanjutan. Badan Organisasi eksekutif yang kepengurusannya bersifat nasional, bertugas menyelenggarakan program pembinaan keprofesian anggotanya dan melakukan komunikasi dengan berbagai pihak di dalam dan luar negeri. Lembaga Musyawarah/rapat-rapat pengurus maupun anggota yang bersifat nasional Memiliki pranata berupa : - Anggaran Dasar - Anggaran Rumah Tangga - Kode Etik Arsitek - Pedoman Tata Laku berprofesi Arsitek - Pedoman hubungan kerja dengan pemberi tugas - Standar kinerja dan hasil karya - Standar imbalan Jasa Memiliki program tetap tentang : - Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan - Pemagangan Arsitek
Dari susunan kelembagaan tersebut, kedudukan Dewan Arsitek sebagai Board of Architects sangat penting dan strategis di dalam sistem kelembagaan Arsitek di setiap negara, sehingga pimpinan dan keanggotaan Dewan Arsitek dipilih dari Arsitek profesional dan unsur perwakilan pilihan masyarakat. Sebagai instansi independen yang bertanggung jawab kepada publik dan negara, maka keanggotaan Dewan Arsitek sangat pantas ditetapkan oleh Presiden selaku kepala Negara, serta mendapatkan pembiayaan kerja dari anggaran Negara. Sedangkan Badan Kepengurusan Organisasi atau yang disebut sebagai Organisasi Profesi merupakan lembaga eksekutif yang memiliki legitimasi dari seluruh anggotanya dan diakui komunitas Arsitek internasional. Keputusan tertinggi dari Kepengurusan Organisasi adalah Musyawarah/Rapat anggotanya yang bersifat nasional dan dilakukan secara berkala tetap. Di Indonesia yang dimaksud dengan Organisasi profesi Arsitek yang memenuhi persyaratan kelembagaan sebagaimana tersebut di atas, adalah hanya satu yaitu Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) yang telah terlibat aktif dalam perannya di dalam negeri maupun di internasional mewakili komunitas profesi Arsitek Indonesia sejak tahun1959. Organisasi ini menyelenggarakan sistim pembinaan keprofesian Arsitek untuk dapat eksis untuk dapat bersaing dengan Arsitek manca negara, dan merupakan bagian dari komunitas organisasi keprofesian Arsitek dunia, yaitu UIA (International Union of Architects) dan ARCASIA (Architects Regional Council Asia di Asia. Kedua Organisasi Arsitek internasional dan regional tersebut telah mengkoordinasikan sistim berprofesi arsitektur dari negara-negara di dunia, serta sangat aktif dalam menjaga etika dan tata laku berprofesi Arsitek dalam melaksanakan praktik arsitek di seluruh dunia. Secara rutin pula keduanya menyelenggarakan pertemuan untuk mengevaluasi berbagai kejadian yang berkaitan dengan masalah Arsitek dan arsitektur. Dalam memberikan pedoman, pengaturan praktik arsitektur serta pembinaan keprofesian Arsitek di Indonesia selama belum adanya payung hukum undang-undang tentang Arsitek sebagaimana yang dipersyaratkan oleh komunitas Arsitek dunia, IAI melakukannya melalui berbagai kepranataan organisasi yang cukup lengkap untuk sebuah organisasi profesi, antara lain: Forum Musyawarah Nasional, Daerah dan Cabang
9
-
-
Rapat Kerja Nasional, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Keprofesian Arsitek Janji Arsitek, Kepengurusan di tingkat Nasional, Daerah/Provinsi dan Cabang/Kabupaten Dewan Kehormatan Nasional dan di Daerah Dewan Keprofesian Arsitek Dewan Pendidikan Arsitek Badan-badan organisasi: . Sistem Informasi Arsitektur . Penghargaan dan Sayembara Arsitektur . Pengembangan Profesi . Pengabdian Profesi . Pelestarian Arsitektur Program sertifikasi dan registrasi Program pendidikan keprofesian, Program Pengenalan karya, bahan dan sistem arsitektur Program penghargaan untuk karya dan prestasi Media Website Penerbitan media cetak bulanan Penerbitan buku rekaman penghargaan karya Penerbitan buku-buku rekaman ‘Karya Arsitek Indonesia’
Dengan keberadaan anggota serta kepengurusan organisasi Arsitek di seluruh Indonesia, sangat diharapkan peran Arsitek dapat mendampingi masyarakat serta Pemerintah dalam mengembangkan potensi daerah sesuai kewenangan otonomi yang diberikan. Namun karena penyelenggaraan praktik arsitek belum dilengkapi payung hukum sebagaimana keberadaan profesi lainnya, maka peraturan perundang-undangan di tingkat daerah yang langsung terkait dengan penyelenggaraan pembangunan belum semua bisa menyertakan peran Arsitek dalam membantu mengamankan rencana pembangunan sesuai tata ruang dan pengolahan potensi sumber daya alam yang dampaknya langsung pada tata kehidupan masyarakat. Contoh penyertaan peran Arsitek yang sudah berjalan baik adalah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Kepulauan Riau dengan menerapkan sistem Lisensi bekerja bagi Arsitek sebagai ahli di bidang arsitektur pada setiap permohonan ijin mendirikan bangunan (IMB), Dengan cara demikian masyarakat pengguna jasa dan lingkungannya terlindungi dari kemungkinan ekses praktik arsitek yang nakal (mal-praktik) atau dari praktik Arsitek yang tidak profesional. 2.4
Persyaratan Arsitek Arsitektur memiliki lingkup yang berhubungan dengan bangunan gedung atau kelompok bangunan gedung, interior bangunan dan eksterior lingkungan sekitar bangunan. Seorang Arsitek mempelajarinya sejak tingkat pertama di pendidikan tinggi bidang arsitektur selama sekurang-kurangnya 8 (delapan) semester, bagaimana menghasilkan lingkungan binaan yang baik, termasuk tentang bangunan gedung dan lingkungannya, yang akan berfungsi baik bagi penggunanya sekaligus mempunyai nilai seni arsitektur yang tinggi. Setelah selesai sekolah, Arsitek masih diwajibkan magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun di bawah bimbingan arsitek senior, sebelum dirinya dinyatakan kompeten sebagai Arsitek profesional untuk melakukan praktik arsitektur. Tidak ada disiplin ilmu lain di seluruh negara selain bidang arsitektur yang mempelajari khusus tentang bangunan dan kelompok bangunan. Ini meliputi tidak hanya masalah ilmu teknik membangun tetapi pengetahuan pada pengorganisasian ruang, hubungan antar ruang secara tiga dimensi, hubungan antar bangunan serta sikap bangunan terhadap lingkungannya. Tidak dapat dikesampingkan pula bahwa perancangan
10
arsitektur seperti hal diatas juga perlu mengangkat nilai-nilai estetika yang abstrak menjadi wujud kongkrit yang bisa dinikmati oleh banyak orang seperti bangunan yang indah, warna yang menawan dan gaya bangunan yang menyenangkan. Kehadiran kepranataan Arsitek dalam bentuk UU tentang Arsitek (Architect’s Act) diperlukan selain untuk mengakui keberadaan Arsitek sebagai ahli dalam bidang arsitektur dan lingkungan binaan sesuai dengan pendidikan yang diterimanya, juga untuk memenuhi hak masyarakat untuk hidup dalam suatu hasil rancangan arsitektur serta lingkungan binaan yang baik, aman, nyaman dan terjangkau. Seperti juga yang terjadi di negara lain, suatu UU tentang Arsitek setidaknya nanti harus komplementer dan lebih spesifik dari UU No.18 / 1999 tentang Jasa Konstruksi, yang secara tegas menetapkan klasifikasi dan persyaratan, bahwa hanya orang yang ahli pada bidang arsitekturlah yang bisa mengerjakan dan bertanggung jawab untuk pekerjaan arsitektur. Undang-undang ini dibuat dengan menguraikan tiga hal utama bagi persyaratan Arsitek, yaitu tentang: 1) pendidikan yang diperoleh, 2) pengalaman praktik, pengembangan keprofesian berkelanjutan dan 3) kompetensi profesional (termasuk didalamnya pengertian terhadap kode etik dan kaidah tata laku profesi). Melalui keutamaan ini kelak dapat diharapkan bahwa Arsitek akan lebih mampu meningkatkan kualitas suatu lingkungan binaan secara komprehensif. Suatu jawaban yang sangat terkait pada aspek kebudayaan, yang jauh lebih rumit daripada sekedar kalkulasi dagang dan jual-beli gambar. a. Terdaftar Secara prinsip, organisasi telah menetapkan siapapun yang akan melakukan praktik arsitek perlu mengetahui dengan pasti langkah-langkah dalam proses kerja praktik arsitektur serta mengetahui hal-hal yang bisa dilakukan dan yang dilarang sesuai dengan kopetensi Arsitek. Untuk itulah di kalangan Arsitek ada klasifikasi yang memisahkan antara peran sarjana arsitektur yang berpraktik arsitek dan sarjana arsitektur yang tidak melakukan praktik arsitek. Kemudian diantara Arsitek praktisipun diklasifikasi keahliannya untuk bisa menangani pekerjaan spesifik dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Jadi meski lulus perguruan tinggi bidang arsitektur dan menyandang gelar sarjana arsitektur, tidak serta-merta yang bersangkutan bisa dinyatakan kompeten melaksanakan praktik arsitektur, apabila tidak memenuhi berbagai persyaratan layak praktik oleh institusi yang kompeten, yakni organisasi keprofesian arsitek. Salah satu persyaratan administratif untuk melakukan pekerjaan sebagai Arsitek sesuai UU No.18 / 1999 tentang Jasa Konstruksi, adalah para ahli harus tergabung dan terdaftar pada organisasi profesinya. Bahkan di dalam peraturan organisasi juga telah diatur, bagi Arsitek asing yang akan praktik arsitektur di Indonesia haruslah Arsitek yang telah memiliki sertifikat keahlian dan terdaftar (Registered ) lembaga yang ditunjuk mewakili negara. Pentingnya Arsitek terdaftar, adalah untuk : mendata keberadaan Arsitek yang berpraktik, membina dan mengembangkan keprofesian Arsitek, meneguhkan terus menerus prinsip berprofesi yang beretika, membantu melindungi hak-hak Arsitek menjaga kepentingan pengguna jasa Arsitek, mencegah terjadinya pelanggaran/mal-praktik arsitek melestarikan nilai-nilai budaya yang terkait dengan kegiatan arsitektur menjaga kepentingan aset nasional yang harus dilindungi.
11
b. Menegaskan siapa yang berhak berpraktik arsitektur Setelah diketahui jenjang pendidikan yang harus dilalui oleh seorang Arsitek sehingga memiliki cukup ilmu dan pengetahuan tentang kearsitekturan, pada gilirannya masyarakat yang akan menggunakan jasanya perlu melakukan pemilihan / seleksi. Arsitek ditetapkan untuk menjadi penyedia jasa (dapat melalui proses penunjukan langsung, sayembara maupun penilaian proposal), dan tugas pertama yang harus dijalankan, adalah mengumpulkan data-data teknis antara lain: peta lokasi, kondisi tanah, iklim setempat, infra struktur yang tersedia, pola lalu lintas sekitar dan peraturan bangunan. Bila penetapannya tidak langsung dilakukan untuk merancang, maka ia akan melakukan survey dan atau studi banding untuk menyiapkan feasibility study. Ia juga harus mengetahui peraturan membangun, ketersediaan teknologi dan bahan bangunan, visi dan misi pengguna jasanya, kebiasaan pengguna bangunan, sampai tujuan perancangan. Proses perancangan dimulai dengan tahap conceptual design, dimana Arsitek mencoba menyampaikan gagasan dan apresiasinya. Tahap ini umumnya berisi arah dan konsep perancangan untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa. Setelah tahap ini disetujui, dilanjutkan dengan tahap preliminary design. Arsitek mulai menawarkan bentukbentuk nyata melalui sketsa-sketsa, gambar perspektif maupun maket perancangan. Walaupun sifatnya preliminary, Arsitek sudah mulai mempertimbangkan sistim struktur, sistim mekanikal dan elektrikal, konsepsi desain interior dan arsitektur lansekapnya yang akan dipakai, pilihan teknologi dan bahan serta perkiraan biaya bangunan. Setelah memperoleh persetujuan dari pengguna jasa, tahap ini dilanjutkan dengan tahap design development, dimana semua aspek perancangan disiapkan dengan rinci dan digambar dengan lengkap. Banyak keputusan sudah dianggap final dalam tahap ini, karena segera akan diteruskan dengan penyiapan construction documents untuk digunakan dalam proses konstruksi. Gambar-gambar dari seluruh disiplin, spesifikasi teknis dari bahan dan teknologi yang digunakan, serta perkiraan biaya bangunan yang sangat rinci. Seluruh tahap tersebut berjalan tidak linier karena proses perancangan selalu berjalan ‘bolak-balik’ agar tercapai kualitas perancangan yang konsisten. Bayangkan, misalnya sebuah denah lantai bangunan diubah pada tahap design development, maka Arsitek harus kembali sampai konsep awal apakah perubahan ini masih menjawab masalah perancangan semula. Seandainya hal ini terjadi pada rancangan bangunan delapan lantai, perubahan seperti ini akan merubah begitu banyak rancangan dan bukan tidak mungkin menyianyiakan ribuan jam kerja dan ratusan gambar. Lingkup pekerjaan Arsitek yang rumit tersebut, masih harus ditambah dengan peran mengkoordinasi berbagai profesi keahlian lain terkait antara lain bidang arsitektur sendiri, struktur, mekanikal, elektrikal, interior dan arsitektur lansekap. Koordinasi ini perlu dilakukan agar perancangan dapat berjalan sesuai jadwal, menghasilkan rancangan yang berkualitas dan tidak bermasalah saat mulai dibangun. Selain itu, pada masa konstruksi, Arsitek wajib melakukan pengawasan berkala untuk memastikan bahwa rancangannya dibangun dengan sempurna. Pengawasan berkala ini diluar pengawasan sehari-hari yang sifatnya memeriksa bahwa konstruksi dilakukan tepat seperti gambar dan spesifikasi teknisnya. Melihat kompleksitas pekerjaan perancangan dan tanggung jawab berat seorang Arsitek, jelas bahwa praktek Arsitek tidak dapat dilakukan oleh sembarang ahli apalagi bukan ahlinya. Ahli haruslah mempunyai latar belakang pendidikan arsitektur dan pengalaman kerja. Makin banyak pengalaman, makin tinggi keahlian dan kompetensinya secara profesional. Hal-hal inilah yang harus diakui secara legal-formal melalui UU tentang Arsitek sebagai pengakuan dan perlindungan hukum bagi masyarakat pengguna jasanya.
12
2.5
Praktik Arsitektur Meski belum memiliki payung hukum tentang Arsitek di Indonesia, namun praktik arsitektur telah berjalan sejak lama dan jutaan bangunan telah berdiri baik yang menggunakan jasa keahlian Arsitek maupun tidak. Melihat hasil pembangunan fisik yang sampai hari ini dilihat dan dirasakan, dapatlah disimpulkan bahwa penyelenggaraan praktik arsitektur di Indonesia belum berjalan sebagaimana mestinya. Kesemerawutan pembangunan yang terjadi, antara lain karena penerapan hukum yang ada belum berjalan baik dan banyak pihak yang mengklaim bisa membangun seperti Arsitek masih dibiarkan terjadi di negeri ini. Akibatnya bisa terlihat banyak bangunan yang dibuat asal jadi, kurang memperhatikan keselamatan pengguna, banyak melanggar ketentuan pembangunan tata ruang kota / wilayah, pemakaian bahan bangunan dan sistem yang kurang layak, penggunaan fasilitas kota tidak pada tempatnya, yang semua itu memberi kontribusi besar bagi kumuhnya suatu kawasan/kota. Lemahnya pengawasan pada penyelengaraan pembangunan banyak dimanfaatkan oleh oknum penyedia jasa maupun pemberi ijin untuk melakukan pelanggaran. Berdasarkan pengalaman selama ini tidak sedikit hasil praktik arsitektur yang juga bermasalah, karena sanksi pada peraturan perundang-undangan yang ada tidak menyentuh sampai kepada pelaku yang dimaksud dengan penyedia jasa, pengguna jasa maupun otoritas pemberi perijinan. Dapat dibayangkan bagaimana hasil pekerjaan arsitektur di seluruh Indonesia ke depan apabila negara ini tidak segera menetapkan siapa yang berhak melakukan praktik arsitektur, mengingat siapapun yang bukan ahlinya bisa membangun ‘semaunya’, termasuk juga Arsitek mancanegara yang bisa berpraktik sesukanya dan mentransfer budaya lain melalui karya arsitektur yang jelas mempengaruhi ketahanan budaya nasional. Akibat praktik arsitektur yang kurang terkendali secara benar, masyarakat pengguna bangunan hasil pekerjaan Arsitek setidaknya akan dapat dirugikan oleh hal-hal sebagai berikut : Pengguna jasa tidak mendapatkan advis tentang kearsitekturan yang cukup dari ahlinya, dan mengakibatkan bangunan dibuat tanpa konsep dan kajian menjadi kurang baik, kurang layak guna bahkan cenderung asal jadi. Pembangunan arsitektur banyak menyalahi persyaratan teknis bangunan dan tata kota yang berakibat dapat terkena sanksi, berupa pembongkaran bangunan Proyek bangunan sering bermasalah atau tidak terselesaikan dengan baik, karena Arsiteknya tidak memiliki integritas dan tanggungjawab profesional. Beberapa peristiwa akibat kelalaian praktik arsitektur mulai dari perencanaan dan pelaksanaan yang diselenggarakan tidak profesional, selain merugikan pemilik bangunan/pengguna jasa dan lingkungan, juga dapat menyebabkan jatuh korban yang sampai merenggut nyawa manusia (contohnya akibat bangunan runtuh, kebakaran, kebocoran saluran gas, kecerobohan sistem listrik dan lain-lain) Rambu-rambu untuk lebih berhati-hati menghadapi praktik arsitektur ‘liar’ maupun ‘kenakalan’ yang tidak bertanggung jawab sudah dilakukan, namun masih sebatas pada pengaturan pelaksanaan pembangunannya, bukan pada persyaratan pelakunya yang memang diharuskan ahli. Akibatnya masih banyak bangunan dan kawasan yang menjadi kumuh karena bangunan yang didirikan dilaksanakan tanpa perencanaan yang ‘total’ dengan memperhatikan banyak aspek. Sehingga harapan mendapatkan hasil pembangunan berupa bangunan, lingkungan binaan, tata ruang kota dan wilayah sebagaimana di negara lain, masih jauh tertinggal. Saat ini komposisi pengguna jasa dapat dikatakan hampir sama besar antara sektor pemerintah dan sektor swasta. Sektor pemerintah membangun fasilitas yang bersifat public service seperti antara lain infra stuktur, perumahan rakyat dan fasilitas kesehatan sedangkan sektor swasta pada proyek-proyek yang bersifat komersial. Yang perlu
13
diperhatikan dalam hal ini adalah bahwa selama ini pemilihan Arsitek masih dilakukan seperti tender kontraktor yang lebih menekankan pada persaingan biaya/imbalan jasa daripada performance dan tanggung jawab Arsitek. Terobosan-terobosan kecil untuk menjadi lebih baik sudah dilakukan dengan melalui cara sayembara desain atau presentasi gagasan melalui undangan, khususnya untuk perencanaan bangunanbangunan pemerintah yang berskala besar dan bersifat penting, misalnya kantor walikota atau bangunan pelayanan publik lainnya. Cara ini dianggap lebih menjamin keterbukaan, berkurangnya KKN dan kemungkinan peran serta masyarakat lebih besar, sehingga lebih memungkinkan munculnya persaingan yang sehat dan memacu gagasan-gagasan karya arsitektur yang lebih kreatif. Indonesia adalah negara yang sangat luas, dan harus diakui selama ini penyelenggaraan pembangunan belum merata dilakukan di seluruh pelosok daerah. Akibatnya juga terjadi kesenjangan pengalaman antara Arsitek di kota-kota besar dengan Arsitek di daerah. Perbedaan pengalaman kerja pada gilirannya terwujud dalam perbedaan tingkat kompetensi Arsitek. Di kota-kota besar, misalnya, sudah banyak Arsitek yang pernah merancang bangunan tingkat tinggi, atau bekerjasama dengan Arsitek asing, sementara di daerah kecil Arsiteknya masih berkutat dengan bangunan standar. Kondisi ini akan sangat memprihatinkan pada saat diberlakukannya ‘pasar bebas’ tahun 2010 nanti. 2.6
Imbalan Jasa Dalam hal penetapan besaran honorarium bagi penyedia jasa di bidang keteknikan dan arsitektur di Indonesia khususnya di sektor pemerintah masih jauh dari memadai bila dikaitkan dengan perkembangan pembangunan lebih didominansi oleh proyek-proyek di sektor swasta. Sampai dengan hari ini, Pemerintah hanya menetapkan standar imbalan jasa ahli termasuk arsitek dengan spesifikasi bangunan tidak terlalu mewah. Sementara imbalan jasa yang diberikan oleh pengguna jasa dari proyek swasta / umum belum memiliki pedoman yang jelas dan bisa diterapkan sesuai dengan layanan jasa yang diberikan secara profesional oleh para ahli. Dampaknya banyak dari pengguna jasa akhirnya ikut memilih menggunakan standar pemerintah meskipun untuk proyek swasta, karena para ahli lain di luar Arsitek juga belum bisa menetapkan besaran imbalan jasa bagi profesinya sendiri. Dari sudut pandang masyarakat Arsitek, pemberian imbalan jasa berupa honorarium yang diterima Arsitek seharusnya dikaitkan dengan besarnya tanggung jawab yang menjadi kewajiban arsitek. Dalam UU No.18/ 1999 tentang Jasa Konstruksi telah disyaratkan tanggung jawab yang menjadi kewajiban ahli, sehingga menjadi penting untuk para Arsitek memperoleh jaminan pembayaran honorarium yang tepat jumlah dan tepat waktu. Hal ini tentu ke depannya perlu didukung dengan keberadaan sistem asuransi bagi pelaku profesi ( professional indemnity insurance) yang bersifat universal sebagai salah satu pendukung praktik berprofesi di Indonesia. Imbalan jasa untuk Arsitek telah lama dimasyarakatkan oleh organisasi profesi berdasarkan kriteria pekerjaan yang harus dibuat dan ditanggungnya secara profesional. Praktik arsitek yang lebih dapat diuraikan lingkup pekerjaannya memudahkan penetapan besaran imbalan jasanya dan menjadi ketentuan organisasi yang wajib dilaksanakan Arsitek. Penetapan imbalan jasa merupakan bagian dari Pedoman Hubungan Kerja antara Arsitek dengan Pemberi Tugas yang sampai hari ini berjalan dan telah dapat diterima oleh masyarakat pengguna jasa Arsitek. Diharapkan dengan adanya UU tentang Arsitek mendatang, segala ketentuan tentang pemberian imbalan jasa bagi praktik arsitektur dapat lebih dikuatkan.
14
2.7
Permasalahan yang dihadapi a.
Kurangnya kesadaran hukum
Melalui berbagai media massa sering diberitakan tentang peristiwa robohnya bangunan, kebakaran bangunan, tidak berfungsinya bangunan termasuk pelanggaran bangunan, serta manipulasi izin pembangunan yang menyebabkan dampak kesemrawutan kota dan kemacetan lalu lintas. Kejadian tersebut pada umumnya akibat dari penggunaan jasa oknum atau instansi yang memang bukan ahli di bidang arsitektur, atau bisa juga akibat ‘kenakalan profesi’ (mal-praktik) Arsitek yang memanfaatkan kekosongan hukum serta ketidaktahuan masyarakat akan hak dan kewajiban dalam menggunakan jasa Arsitek. Namun sebaliknya juga ada bagian masyarakat pengguna jasa yang memaksakan kehendaknya kepada Arsitek dengan kekuatan kekuasaan atau uangnya untuk membangun dan melakukan pelanggaran peraturan yang ada, sehingga bisa menimbulkan hal-hal yang merugikan seperti tersebut di atas. Kurangnya kesadaran hukum pada masyarakat dan kalangan ahli sendiri terhadap permasalahan pembangunan baik sengaja maupun tidak sengaja, jelas sangat berdampak merugikan dunia pembangunan dan jasa konstruksi Indonesia, terutama untuk publikasi persaingan dengan Arsitek asing dan keahlian dari luar negeri. Akibat yang ditimbulkan bukan hanya kerugian perseorangan saja, tetapi dapat lebih besar berupa kerusakan lingkungan dan kualitas kehidupan manusia baik harta atau bisa nyawa manusia.
b. Perlunya pengakuan ahli Kendati bangsa Indonesia telah berhasil mengganti undang-undang pemerintahan kolonial Belanda dengan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia seperti UU tentang Jasa Konstruksi dan UU tentang Bangunan Gedung, namun perubahan ini belum semua praktis memenuhi kebutuhan yang sebenarnya dituntut oleh kondisi bangsa guna pembangunan daerah yang lebih cepat dan merata, lebih tertib dan terencana. Sesuai dengan lingkupnya kedua undang-undang tersebut memang hanya mengatur perikatan kerja antar pihak dan mengatur tentang aturan bangunan gedungnya sebagai obyek hukum. Tentang siapa tenaga ahli penyedia jasa sebagaimana yang dimaksud oleh undang-undang tersebut tidak tersurat secara jelas, yang merugikan bagi pengakuan bagi tenaga ahli nasional di bidang Jasa Konstruksi. Di Indonesia masih terdapat kerancuan dalam menetapkan tentang apa dan siapa yang dimaksud dengan profesi, profesional dan profesionalisme. Belum lagi masalah gelar yang menyebabkan berbagai peraturan perundang-undangan menjadi tidak jelas dengan menyamaratakan keahlian dengan ketenagakerjaaan biasa. Salah satunya negara belum memiliki institusi khusus yang menangani masalah keahlian (keprofesian) yang jelas-jelas berbeda dengan lingkup yang ditangani oleh Departemen Tenaga Kerja. Profesi bidang jasa konstruksi termasuk Arsitek memang menganut paham independen, sehingga dirinya tidak perlu berada atau diatur oleh Peraturan Pemerintah, sebagaimana juga di negara lain. Tetapi karena keahlian ini juga adalah potensi SDM yang dimiliki bangsa untuk mampu bersaing dengan keahlian dari negara lain, maka perlu ada pengakuan dan pengaturan berupa undang-undang tentang keprofesian, antara lain UU tentang Arsitek . c. Praktik Arsitek ilegal Seiring dengan belum adanya pengakuan terhadap tenaga profesi di bidang jasa konstruksi termasuk Arsitek di Indonesia, maka praktik arsitektur yang terjadi di seluruh pelosok negeri ini masih lebih banyak dilakukan dengan tanpa landasan keahlian dan hukum, apalagi yang harus setara dengan keahlian bangsa lain. Pengaturan praktik
15
arsitektur yang lebih tertib dengan mempertimbangkan segi keahlian, keselamatan manusia dan lingkungan serta dilandasi etika berprofesi yang benar, saat ini hanya bisa dilakukan dan diharapkan kepada sekelompok Arsitek yang terdaftar pada organisasi keprofesian saja. Sementara peraturan organisasi Arsitek tidak menjangkau pelaku praktik arsitektur lainnya yang bukan anggota organisasi tersebut. Selama negara ini tidak memiliki UU tentang Arsitek, maka tidak ada ketentuan yang melarang terjadinya praktik arsitektur ilegal yang tidak melindungi masyarakat serta lingkungan secara tidak bertanggungjawab. Masyarakat khususnya pengguna jasa Arsitek tidak memiliki payung hukum untuk melakukan tuntutan atas kinerja Arsitek atau pelaku praktik arsitektur yang tidak sesuai dengan perikatan kerjanya. Masyarakat luas termasuk lingkungan juga tidak dapat terlalu menuntut hasil praktik arsitektur yang merusak keseimbangan kehidupan alam, sumber daya alam, budaya setempat dan tata ruangnya. Praktik Arsitektur yang telah berjalan sampai saat ini telah dilakukan oleh banyak pihak, dengan kondisi sebagai berikut : oleh Arsitek, yang dianggap sebagai ahli dan kompeten, oleh Arsitek asing datang ikut satu paket dalam bantuan investor asing oleh Sarjana Arsitek pendidik/birokrat, yang ‘menyambi’ praktik arsitektur oleh Sarjana Teknik bukan bidang arsitektur karena sekedar tau arsitektur oleh Tenaga trampil (mahasiswa dan SMK) arsitektur yang coba berpraktik olehTukang yang berdasarkan pengalaman mengerjakan bangunan oleh Badan usaha / biro arsitek yang kompeten, oleh Badan usaha yang tidak memiliki tenaga ahli Arsitek oleh Instansi Pemerintah yang kompeten dan yang tidak kompeten oleh Masyarakat umum yang sedikit mengerti arsitektur, oleh Toko bahan bangunan yang menservis pembeli secara berlebihan dan oleh lain-lain pihak yang tidak jelas d. Pembinaan Arsitek Sehubungan dengan ketidakpastian hukum tentang keprofesian khususnya bidang jasa konstruksi, saat ini bermunculan banyak institusi/organisasi yang mengklaim sebagai organisasi profesi dengan mengaku memiliki keanggotaan cukup banyak di bidang jasa konstruksi. Akreditasi yang telah dilakukan menyebabkan organisasi profesi yang tidak didukung oleh persyaratan keprofesian juga mengklaim berhak melakukan sertifikasi keahlian termasuk untuk ahli bidang arsitektur. Adanya sertifikat bagi tenaga ahli bidang arsitektur dari organisasi yang bukan oganisasi profesi Arsitek sebagaimana dimaksud UU tentang Jasa Konstruksi maupun komunitas profesi Arsitek internasional, jelas sangat meresahkan dunia jasa konstruksi khususnya arsitektur. Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) sebagai institusi keprofesian Arsitek yang independen dan berafiliasi pada komunitas organisasi arsitek internasional, jelas memiliki hak menyatakan anggotanya layak melakukan praktik arsitektur atau tidak. Organisasi profesi Arsitek tersebut sesuai amanat UU No.18 / 1999 tentang Jasa Konstruksi, telah diakreditasi sebagai organisasi keprofesian Arsitek di Indonesia yang berhak melakukan pembinaan dan pengembangan profesi Arsitek. Dalam hal menetapkan klasifikasi keahlian dan menerbitkan sertifikasi keahlian Arsitek anggotanya saat ini masih dikerjasamakan dengan LPJK-N (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi - Nasional) yang ditunjuk Negara. Kehadiran UU tentang Arsitek, juga diharapkan masyarakat akan terlindungi oleh praktik-praktik pemberian sertifikat aspal (asli tapi palsu) yang diberikan tanpa melalui proses pengkajian, penelitian, pemberian pendidikan keprofesian, peninjauan dan pengujian kompetensinya sebagaimana yang seharusnya dilakukan dalam pembinaan profesi Arsitek. Proses pembinaan keprofesian Arsitek yang harus independen masih
16
dipermasalahkan agar menjadi bagian yang dapat diatur oleh pemerintah. Pemerintah sendiri seharusnya lebih mengedepankan masalah pembinaan dan penerapan hukum dari penyelenggaraan undang-undang, serta mempercayakan tugas pengawasan keahlian kepada organisasi profesi dan masyarakat sebagaimana dilakukan di banyak negara. e.
Peran masyarakat
Peluang/momentum penyelenggaraan pembangunan di sektor swasta dan era otonomi daerah dengan melibatkan keahlian arsitek harus bisa digunakan sebaik-baiknya untuk mengembangkan pembangunan yang terencana dan terintegrasi sesuai tuntutan kebutuhan, potensi budaya serta sumber daya setempat. Kecenderungan yang memungkinkan terjadi berupa penyimpangan pembangunan harus bisa segera diantisipasi terutama pada daerah yang tidak memiliki tenaga ahli, karena di daerah tersebut akan dengan mudah ekses pembangunannya akan mengeksploitasi seluruh potensi sumber daya alamnya, pembangunan tanpa pola induk yang jelas, dan mudah menanggalkan jati diri hanya karena ingin ikut-ikutan daerah lain yang nyata-nyata berbeda budaya dan kemampuannya. Peran masyarakat sebagai pengguna jasa arsitek, hendaknya juga tidak boleh berdiam diri dalam mengkritisi berbagai dampak pembangunan yang jelas-jelas salah dan melanggar baik peraturan maupun kearifan adat dan tradisi setempat. Kurang beraninya masyarakat berbicara kritis, dapat menghilangkan banyak ‘pusaka’ daerah yang dilindungi, dan memaksakan alih budaya yang kurang tepat dengan alasan moderenisasi. Masyarakat perlu diajak serta dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup, wawasan budaya dan wawasan kebangsaan dengan tidak selalu harus menolak segala yang berbau modernisasi. Masyarakat sendiri juga harus mau dan tunduk pada peraturan perundangundangan tentang pembangunan sektor jasa konnstruksi, sehingga tidak bisa dengan semena-mena bisa memerintahkan Arsitek atau instansi lain merencanakan pembangunan yang melanggar peraturan/adat istiadat setempat..
f.
Arsitek bekerja lintas batas
Sebagai negara yang telah memilih jalan untuk ikut meratifikasi berbagai kepentingan dunia termasuk industri, jasa dan perdagangan, Indonesia juga menjadi negara yang terbuka untuk kegiatan jasa termasuk penyedia jasa arsitektur. Indonesia termasuk salah satu dari tujuan banyak arsitek asing bekerja, baik oleh mereka yang benarbenar mendapatkan pekerjaan dengan bersaing secara profesional maupun yang ikut mendompleng pada paket proyek yang dibiayai oleh dana-dana luar negeri. Untuk diketahui saat ini banyak arsitek mancanegara yang bekerja di Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan hukum maupun keahlian. Mereka hanya hanya memanfaatkan visa kunjungan wisata sambil bekerja, dengan domisili yang kurang jelas sehingga akan menyulitkan penyidikan bila diperlukan. Untuk mengantisipasi kegiatan Arsitek yang bekerja lintas batas, salah satunya telah dilakukan antar negara di tingkat regional ASEAN dengan membuat kesepakatan bersama yang dikenal dengan MRA (Mutual Recognation Arrangement), dimana negara-negara di Asean membuka kesempatan dalam berpraktik arsitektur antar negara dengan pengakuan kompetensi yang setara, saling menguntungkan dan berdasarkan pada kebersamaan. Indonesia termasuk yang dituntut segera mempersiapkan pranata undang-undangnya untuk bidang arsitektur. Dengan peraturan perundang-undangan yang belum lengkap mengatur tentang praktik arsitektur, Indonesia akan begitu mudahnya menarik dan diserbu banyak Arsitek mancanegara bekerja tanpa kendali sebagaimana di negara lain yang memperlakukannya bagi Arsitek pendatang. Kita berharap Indonesia tidak akan menjadi ajang praktik arsitektur
17
global yang tidak berkualitas, tetapi juga memberi perlindungan dan kesempatan pada Arsitek nasional berkembang agar mampu bersaing dengan Arsitek mancanegara dalam pengaturan yang setara (azas resiprositas). Dalam waktu dekat (tahun 2010) Indonesia sudah harus melaksanakan kesepakatan pasar global dimana diantaranya keahlian bidang jasa konstruksi juga ikut terkena. Sementara sampai hari ini Indonesia masih merupakan satu-satunya negara di Asia yang belum memiliki UU tentang Arsitek, yang bukan hanya mengatur masalah kearsitekan dalam negeri saja, tapi juga mengatur bagaimana Arsitek asing melakukan praktik arsitektur di Indonesia. Apabila tenaga ahli asing datang untuk mengejar devisa dari Indonesia, sementara di dalam negeri sendiri keberadaan tenaga ahli jasa konstruksi termasuk Arsitek masih disibukan dengan mencari pengakuan untuk hidup dan belum bisa menjadi tuan rumah yang sebenarnya di negeri sendiri, maka peluang untuk menunjukan kemampuan Arsitek Indonesia yang sudah mendunia akan terkendala.
III.
ARAH KEBIJAKAN
3.1
Perubahan Lingkungan Strategis Patut disyukuri bahwa sektor jasa konstruksi saat ini telah memiliki beberapa landasan hukum nasional yang dipayungi oleh UU tentang Jasa Konstruksi dan UU tentang Bangunan Gedung. Kedua konstitusi yang saling terkait tersebut untuk sementara ini telah digunakan melandasi kegiatan praktik penyelenggaraan pembangunan sejauh tidak memberikan persyaratan kompetensi keahlian kepada pelaku pembangunannya, baik dia Arsitek, insinyur maupun tenaga trampil. Ketika kemudian sistem politik pemerintahan di negeri ini memilih pembangunan nasional dengan penyelenggaraan otonomi daerah untuk mengejar pemerataan kesempatan ke seluruh daerah, maka diperlukan penyesuaian berbagai peraturan termasuk pengaturan tentang keahlian yang sampai saat ini masih terdapat kesenjangan cukup jauh, terutama antara pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Belum meratanya fasilitas pendidikan yang menjadi sumber daya manusia pembangunan di daerah, merupakan salah satu penyebab tertinggalnya daerah-daerah dalam pembangunan infrastruktur maupun perekonomian. Dalam waktu yang bersamaan pula perubahan ekonomi global telah menuntut Indonesia harus mau membuka diri terhadap masuknya berbagai komoditi termasuk bidang jasa konstruksi. Kehadiran mega proyek yang menyerbu kota-kota besar yang dananya merupakan bantuan pihak asing atau investasi asing dapat dipastikan akan menyertakan pula kehadiran Arsitek/insinyur asing. Bisa dibayangkan bagaimana kesiapan daerah membangun dan menghadapi fenomena akibat perubahan lingkungan strategis ini. Menghadapi penyelenggaraan otonomi daerah yang sudah menjadi kesepakatan bangsa, sangat diperlukan peninjauan kembali tata ruang melalui implementasi pelaksanaan UU tentang Penataan Ruang, agar kekhawatiran akan habisnya potensi Sumber Daya Alam daerah karena pembangunan yang tidak terencana oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi perencanaan jangan sampai terjadi. Keinginan untuk membangun yang hanya karena ingin ikut-ikutan daerah lain yang seharusnya belum perlu, harus dapat diredam dengan suatu hasil kajian para ahli pembangunan dan ekonomi agar tidak mubazir karena kepentingan politik sesaat. Penyebaran SDM ahli arsitektur menjadi sangat diperlukan untuk membantu pembangunan wilayah lebih cepat, dan kehadiran peraturan perundang-undangan yang mengatur seperti praktik arsitek ini secepatnya akan menjadi payung hukum agar para Arsitek di daerah dapat berprofesi secara benar sekaligus memberi perlindungan terhadap konsumen pengguna jasa mereka. Indonesia sudah tidak bisa lagi hanya berlindung di belakang politik
18
proteksi keahlian, tetapi sudah harus berpikir untuk mampu bersaing secara profesional dan kesetaraan menghadapi proses globalisasi yang yang mau tidak mau harus dihadapi dalam waktu dekat. Pengakuan dan pengembangan SDM ahli harus menjadi prioritas utama agar bangsa ini tidak dijajah kembali oleh bangsa-bangsa lain.
3.2
Visi dan Misi Pembangunan Nasional Berdasarkan kondisi saat ini, tantangan yang akan dihadapi 25 tahun mendatang, maka visi dan misi pembangunan nasional Indonesia yang telah dicanangkan dalam UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang mengarah pada pencapaian tujuan nasional sebagaimana tertuang pada UUD 1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus terukur agar dapat mengetahui tingkat kemajuan, kemandirian dan keadilan yang akan dicapai. Keahlian di bidang arsitektur juga harus dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional lebih jelas dan terukur, agar kontribusinya kepada kemajuan bangsa dan Negara terasa lebih konkrit dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut, telah diputuskan akan dicapai melalui misi pembangunan jangka panjang, yang isinya antara lain : -
Mewujudkan Daya Saing Bangsa; dengan memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan masing-masing wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi dan pelayanan di dalam negeri; mengedepankan pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia) berkualitas dan berdaya saing; meningkatkan penguasaan, pemanfaatan dan penciptaan iptek; pembangunan infrastruktur yang maju; serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara.
-
Mewujudkan Masyarakat Demokratis Berlandaskan Hukum ; dengan memantapkan lembaga demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengkomunikasikan kepentingan masyarakat melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya, serta menegakan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif; dan memihak pada rakyat kecil.
-
Mewujudkan Indonesia Aman, Damai dan Bersatu; dengan membangun kekuatan TNI hingga melampaui kekuatan esensial minimum serta disegani di kawasan regional dan internasional; memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat, mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas; membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontra-intelijen negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan, dan kontribusi industri pertahanan nasional dalam sistem pertahanan semesta.
-
Mewujudkan Pemerataan Pembangunan dan Berkeadilan ; dengan meningkatkan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah, menanggulangi kemiskinan secara drastis, menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi, termasuk menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender.
19
3.3
-
Mewujudkan Indonesia Asri dan Lestari ; dengan memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan berkelanjutan keberadaan dan kegunaan SDA dan lingkungan hidup, dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung dan kenyamanan dalam kehidupan di masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk pemukiman, kegiatan sosial dan ekonomi, dan upaya konservasi; pemanfaatan ekonomi SDA dan lingkungan yang berkesinambungan; pengelolaan SDA dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan, memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan; dan pemeliharaan serta pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.
-
Mewujudkan Masyarakat Bermoral, Beretika dan Berbudaya ; dengan memperkuat jati diri dan karakter bangsa yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antar umat beragama, melaksanakan interaksi antar budaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan memiliki kebanggan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etik pembangunan bangsa.
-
Mewujudkan Indonesia Berperan Penting dalam Pergaulan Dunia Internasional; dengan memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional, melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional; dan mendorong kerjasama internasional, regional dan bilateral antar masyarakat, antar kelompok, serta antar lembaga di berbagai bidang.
Pembangunan SDM ahli bidang Rancang Bangun Terwujudnya daya saing bangsa untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera antara lain ditunjukkan dengan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah Indonesia. Selain sektor pertanian, pertambangan dan manufaktur yang akan menjadi motor penggerak perekonomian, maka di sektor jasa juga diharapkan perannya meningkat dengan kualitas pelayanan lebih bermutu dan memiliki kemampuan daya saing. Dalam memperkuat perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global, arah kebijakan pasar didorong untuk dapat menciptakan sebanyak mungkin lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Dukungan bagi program-program pelatihan yang strategis untuk efektivitas dan efisiensi peningkatan kualitas keahlian dan tenaga kerja, dilakukan sebagai bagian integral dari investasi SDM. Sebagian besar SDM akan dibekali dengan pengakuan kompetensi profesi sesuai dengan dinamika persaingan global. Jasa, termasuk jasa infrastruktur dan keuangan dikembangkan sesuai dengan kebijakan pengembangan ekonomi nasional agar mampu mendukung peningkatan produksi dan daya saing dengan menerapkan sistem dan standar pengelolaan sesuai dengan praktek internasional, yang mampu mendukung kepentingan strategis dalam pengembangan SDM di dalam negeri dan keprofesian, penguasaan dan pemanfaatan teknologi nasional, dan pengembangan jasa keprofesian tertentu. Demi percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis, akan didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dalam satu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis dengan mempertimbangkan keterkaitan proses industri dan distribusi. Upaya ini dilakukan melalui pengembangan produk unggulan
20
daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerjasama antarsektor, antar pemerintah, dunia usaha, profesi dan masyarakat. Untuk mengendalikan pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan akan dilakukan dalam sistem pembangunan yang kompak, nyaman, efisien pengelolaan, dan pertimbangan pembangunan berkelanjutan, antara melalui ; Penerapan manajemen perkotaan yang meliputi optimasi dan pengendalian pemanfatan ruang serta pengamanan zona penyangga dengan penegakkan hukum yang tegas dan adil, pembangunan kota kecil sekitarnya manjadi kota yang mandiri. Mengembangkan kegiatan ekonomi kota yang ramah lingkungan seperti industriindustri jasa, termasuk diantaranya penyedia jasa rancang bangun dalam upaya meningkatkan kemampuan pendapatan keuangan daerah perkotaan tersebut. Dalam pengadaan barang/jasa bagi fasilitas pemerintah saat ini, ternyata peran untuk penyedia jasa (termasuk jasa Arsitek/konsultan) telah masuk dan mencakup nilai yang sangat besar [1]. Tidak kurang dari 25% APBN dan APBD di seluruh Indonesia, termasuk pengadaan untuk seluruh BUMN/BUMD dan instansi-instansi yang sahamnya dimiliki pemerintah memberikan peluang bagi adanya peran jasa Arsitek melalui jasa konsultansi. Sayangnya hingga saat ini peraturan untuk pengadaan barang/jasa belum sama dan setara, sehingga penggunaan peran profesi Arsitek dalam berbagai kegiatan pembangunan tidak didukung oleh kepastian hukum. 3.4
Visi penggunaan tenaga ahli Arsitek Di dalam negeri, UU No.18 / 1999 tentang Jasa Konstruksi dan PP nomor 28, PP nomor 29 dan PP nomor 30 / tahun 2000 , secara rinci telah mengatur tentang peran masyarakat jasa konstruksi, tentang penyelenggaraan jasa konstruksi, serta tentang pembinaan jasa konstruksi. Dalam PP nomor 28/ tahun 2000, yang dianggap paling terkait dengan profesi Arsitek, berisikan aturan rinci tentang hak dan tanggung jawab penyedia jasa dan pengguna jasa dalam hubungan kerjasama kedua pihak. Tetapi tidak ada uraian dan pengaturan tentang, misalnya, ahli apa yang kompeten melakukan pekerjaan bidang arsitektural, kompetensi seperti apa yang dibutuhkan, asosiasi mana yang boleh diharapkan menjadi tempat berkumpul dan menempa diri, dan yang lebih substansial adalah tidak adanya pengertian mendasar tentang arsitektur itu sendiri. Kehadiran LPJKN (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional) sebagai lembaga independen yang turut melakukan sertifikasi keahlian, telah membantu memperkuat pentingnya peran Arsitek dalam bidang teknis jasa konstruksi. Dengan program dan kerjasama yang baik antara LPJK dengan berbagai organisasi profesi, keahlian bidang jasa konstruksi telah diregistrasi (registered) dan disusun klasifikasi keahlian yang direkomendasi untuk dapat berpraktik. Saat ini penggunaan jasa para ahli yang bersertifikat resmi telah mulai marak dan menjadi persyaratan untuk mengikuti berbagai kegiatan pembangunan. Untuk itu perlu segera didorong kehadiran peraturan perundang-undangan yang mewajibkan semua pemegang sertifikat keahlian yang layak berpraktik senantiasa menjaga kompetensi dan tanggungjawabnya melalui pembinaan keprofesian di organisasi masing-masing. UU No.28 / 2002 tentang Bangunan Gedung, sudah menyediakan celah pengakuan karya arsitektur melalui Bagian Ketiga, Paragraf 3 Pasal 14 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung. Artinya, aspek arsitektur bangunan sebagaimana yang ada di dalam
[1]
Dana Publik yang pengelolaannya seyogyanya dilakukan dengan aturan "government procurement" (APBN, APBD, dana BUMN/BUMD, serta Bank Indonesia) diperkirakan setiap tahunnya antara Rp.125 triliun sampai dengan Rp.150 triliun – Pidato Menko Perekonomian pada Lokakarya Nasional Bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Tgl. 20 Agustus 2003.
21
bunyi UU tersebut sudah dianggap penting dan sangat terkait dengan peran siapa yang bertanggungjawab terhadap tampilan arsitektur itu. Beberapa Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur/Kepala Daerah bahkan telah mewajibkan untuk mencantumkan nama Arsitek sebagai penanggung jawab sebuah proyek dalam setiap proses pengurusan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) dan harus menyertakan fotocopy lisensi IPTB (Ijin Pelaku Teknik Bangunan) Arsitektur dari Arsitek bersangkutan. Penyertaan nama Arsitek dalam formulir IMB dan pemberian Lisensi IPTB Arsitektur oleh Pemerintah Daerah merupakan wujud pengakuan masyarakat dan pemerintah akan keberadaan profesi Arsitek sebagai ahli yang dipercaya. Lebih jauh di beberapa kota besar seperti Ibukota Jakarta, Pemerintah Daerah dengan nyata menempatkan profesi Arsitek sebagai bagian dari TPAK (Tim Penilai Arsitektur Kota), suatu lembaga yang dibentuk khusus oleh Kepala Daerah untuk ikut membantu menyeleksi dan mengkaji rencana suatu bangunan baru atau program perubahan lingkungan yang terkait dengan penataan arsitektur kota. Seperti juga di negara lain, wujud bangunan/ arsitektur sangat dipahami tidak berdiri sendiri sebagai sebuah monumen, tapi kehadiran melekat dan akan memberikan kontribusi sosial budaya pada lingkungan sekitarnya. Bagaimana kemudian organisasi keprofesian Arsitek Indonesia ingin dapat mempertanggungjawabkan pembinaan keprofesiannya dan menempatkan peran Arsitek dalam tatanan peraturan perundang-undangan, terlihat dalam bagan sebagaimana yang diharapkan.Terlampir setelah halam ini.
22
ULTIMATE GOAL
International Recognition & Reciprocity
Good Governance In Architecture Practice
Kompetensi Arsitek Sebagai Pelaku
Registrasi LPJK-N
Kerjasama dengan Otoritas Setempat
Pengakuan Legal - Formal
Arsitek Profesional
Ujian / Assessment Untuk Sertifikat Profesional Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
UUJK 18/1999
PP 28/2000 29/2000 30/2000
UUBG 28/2002
PP
UU Perlindungan Konsumen
Pemagangan / Praktek Kerja / Pengalaman Kerja
UU Hak Atas Kekayaan Intelektual Professional Indemnity Insurance
Penataran Keprofesian
UU Arsitek
Kode Etik dan Kaidah Tata Laku
RUU Arsitek Anggota IAI (non profesional)
Anggota IAI (profesional) Naskah Akademis
Latar Belakang Pendidikan Formal 5 th
4 th
4 th + 1 th Pend. Keprofesian
4 th + 2 th Pend. Magister
Pend. Jalur D3
Jalur Khusus: Otodidak / tanpa pendidikan formal
23
Beberapa catatan yang lebih memeperkuat mengapa Indonesia perlu memiliki UU yang mengatur tentang profesi Arsitek terlihat dari beberapa pengalaman pertemuan internasional yang diikuti oleh perwakilan Arsitek Indonesia : Di kota Darwin, Australia pada tahun 1999 pernah diadakan kongres Arsitek dan pendidikan arsitektur. Kongres tersebut dihadiri oleh 12 negara yang pantainya dibasahi oleh samudera Pasifik, termasuk Indonesia. Tercatat pada kongres itu bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara peserta yang belum mempunyai Architect Act. Indonesia diharapkan dapat segera memiliki undang-undang tentang Arsitek, bukan hanya untuk kepentingan Indonesia sendiri melainkan juga untuk kepentingan arsitektur secara luas. Tahun 1999, Beijing, di Kongres UIA -organisasi Arsitek dunia- sepakat menerima UIA Accord and Guidelines untuk profesi Arsitek. Kesepakatan ini merupakan langkah besar yang memberikan kriteria universal tentang peran pendidikan arsitektur dan kompetensi profesional Arsitek. Kesepakatan tersebut berhasil diujudkan melalui proses panjang selama lebih dari 3 tahun, dan diarahkan untuk kesiapan Arsitek menghadapi pasar terbuka globalisasi. Indonesia yang diwakili IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) sudah diingatkan tentang rencana pasar bebas yang termasuk penggunaan jasa Arsitek. Pada tahun 2001, di Singapura dilaksanakan forum tahunan ARCASIA, yaitu forum organisasi Arsitek dari seluruh negara Asia. Hadir 16 negara dan kembali Indonesia tercatat kembali sebagai satu-satunya negara Asia yang belum mempunyai Architect Act. Untuk yang kesekian kalinya Indonesia disarankan segera memiliki undang-undang tentang Arsitek. Indonesia yang juga ikut aktif kegiatan WTO dalam lingkup GATT, khususnya dalam hal ini GATS –General Agreement on Trade and Services- dan diikuti oleh AFTA melalui AFAS – Asean Free trade Area on Services. Turut menyetujui kesepakatan dunia dan regional dalam pasar terbuka dimana jasa arsitek termasuk yang akan menjadi komoditi bebas. Pada tahun 2004 di lingkungan negara Asean, telah dibuat kesepakatan tentang praktik arsitek regional di wilayah Asean yang disebut dengan Mutual Recognition Agreement (MRA). Kesepakatan ini juga menuntut persiapan masing-masing negara dengan berbagai peraturan dan perundang-undangannya agar MRA dapat terselenggara dengan baik dan mampu menciptakan kondisi yang kondusif. Indonesia merupakan satusatunya Negara yang belum memiliki peraturan perundang-undangan tentang Arsitek yang setara dengan Negara Asean lainnya. Ilustrasi di atas telah dapat menggambarkan bagaimana pentingnya Indonesia mempunyai peraturan perundang-undangan yang setara dengan negara lain. Perjanjian bilateral maupun multilateral cepat atau lambat akan terjadi dan bila hal itu menjadi kenyataan, maka Indonesia harus siap dengan peraturan yang kuat, sah dan berlaku nasional. Hampir mustahil, misalnya, membuat pengaturan bagaimana Arsitek asing berpraktek di Indonesia hanya dengan aturan dari sebuah organisasi profesi saja. 3.5
Strategi a.
Bentuk kepranataan arsitektur
Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, maka bentuk kepranataan yang layak adalah pengakuan legal formal tentang keberadaan profesi Arsitek di Indonesia dalam bentuk undang-undang sebagaimana juga yang telah dilakukan oleh negara lain terhadap profesi Arsitek di negerinya. Walaupun demikian, secara keseluruhan strategi pengaturan kepranataan arsitektur menyangkut aspek-aspek lain yang juga perlu dikembangkan antara lain introspeksi diri untuk terus meningkatkan kompetensi profesional
24
Arsitek, membuka jejaring kerja nasional dan internasional serta mengembangkan pendidikan arsitektur. UU tentang Arsitek merupakan pranata untuk membantu terwujudnya praktik arsitektur yang sehat sekaligus pada gilirannya membantu pencapaian arsitektur Indonesia ke taraf yang baik dan bernilai tinggi. Hal ini sangat penting bukan untuk kepentingan Arsitek melainkan lebih kepada memberikan jaminan dan garansi kepada masyarakat luas bahwa mereka akan memperoleh bangunan yang sehat, aman, nyaman, memberi kemudahan dan juga indah. UU tentang Arsitek akan melengkapi berbagai sanksi dan peraturan lain yang selama ini dianggap kurang tepat untuk dikenakan kepada Arsitek. Lebih daripada itu, kehadiran undang-undang ini amat bernilai untuk dilihat sebagai pengakuan masyarakat terhadap tenaga ahli bangsa sendiri. Pada umumnya pengakuan bersifat mengenali hak-hak serta sekaligus meminta tanggung jawab atas hak yang dimiliki oleh Arsitek yang akan memaksa Arsitek Indonesia bekerja sekuat tenaga untuk menghasilkan karya arsitektur yang terbaik, yang kemudian pada gilirannya akan membuat iklim berprofesi menjadi sehat dan kompetitif. Pengaturan kepranataan arsitektur harus mempunyai visi good governance in architecure practice dengan pilar-pilar pendukung dari aspek hukum, kompetensi profesional dan jejaring kerja. Dengan visi tersebut diatas dan usaha untuk membangun dunia profesi arsitektur yang sehat dan liat, maka misi yang dibawa adalah usaha untuk memelihara dan mengangkat kebudayaan Indonesia ke tingkat dunia melalui karya seni arsitektur di Indonesia. UU tentang Arsitek menjadi salah satu alat untuk mensejajarkan diri dalam tata pergaulan dan dunia profesi arsitek internasional dengan menggunakan nilai-nilai dan kelaziman yang berlaku. b.
Peningkatan kompetensi
Guna memenuhi kemampuan bangsa untuk dapat bersaing dengan keahlian dari negara lain, maka tidak ada cara yang lebih tepat kecuali dengan cara mandiri meningkatkan kemampuan dan kompetensi Arsitek Indonesia. Upaya tersebut harus menjadi program kerja yang wajib dijalankan oleh masyarakat Arsitek sendiri melalui organisasi profesinya. Sampai saat ini program yang sudah diselenggarakan dan berjalan dengan baik dan bermanfaat oleh organisasi profesi Arsitek dalam hal ini IAI, meliputi beberapa program dasar yaitu: - Penataran Kode Etik dan Pedoman Tata laku keprofesian - Penataran Keprofesian Berjenjang tentang Praktik Arsitek - Program Pemagangan dan Praktik kerja - Assessment berupa ujian/wawancara untuk sertifikasi profesional - Program Keprofesian Berkelanjutan untuk memperpanjang sertifikat profesional (dengan pola pengumpulan Nilai Kumulatif/Kum) Organisasi Arsitek Indonesia ini dalam turut memperjuangkan kompetensi Arsitek sebagai landasan melakukan praktik arsitektur yang benar, juga telah menerapkan sanksi organisasi terhadap anggotanya yang bersalah. Sanksi dimulai dari teguran sampai pembekuan keanggotaan dan bila dianggap keterlaluan diberhentikan keanggotaan yang berarti tidak direkomendasi untuk berpraktik, merupakan bagian yang telah mewarnai kegiatan praktik arsitektur sampai dengan hari ini di Indonesia. Setiap Arsitek yang berpraktik wajib mengindahkan Kode Etik Arsitek dan Pedoman Tata Laku Keprofesian Arsitek, di samping tunduk pada peraturan perundang-perundangan yang berlaku dalam melakukan praktik arsitektur.
25
c.
Jejaring institusional
Selain mengasah kompetensi diri, Arsitek harus terus memelihara dan membangun jejaring kerja dengan berbagai institusi, antara lain dengan pemerintah daerah, lembagalembaga pemerintahan dan masyarakat. Networking ini harus terjadi karena akan menjadi wujud dari kerjasama yang menyeluruh dalam usaha menjadikan masyarakat luas sebagai ultimate client. d.
International recognition and reciprocity
Dikenal dan diakui secara internasional menjadi salah satu kebutuhan Arsitek di masa depan. Era pasar bebas yang transparan dan terbuka harus dijawab tidak dengan proteksi melainkan dengan kesiapan diri dan kemampuan bersaing merebut kesempatan kerja. Keahlian individual Arsitek Indonesia sudah cukup dikenal, tetapi untuk membuka peluang kerja di berbagai pelosok dunia diperlukan usaha mencapai recognition internasional. Di lain sisi, sebagai aset bangsa, seni arsitektur masih sangat perlu diangkat lebih tinggi sehingga dapat memperkuat landasan budaya Indonesia sebagai salah satu landmark dalam kancah globalisasi. e.
Pendidikan arsitektur
Hal penting dalam aspek pendidikan arsitektur adalah pada usaha untuk melakukan akreditasi sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang terkait dengan dunia praktik. Dengan kata lain, para praktisi memberikan masukan yang dianggap penting untuk dilakukan oleh perguruan tinggi bidang arsitektur sehubungan dengan perkembangan dan dinamika dunia praktik. Di sisi lain, perguruan tinggi, yang tidak seluruh lulusannya akan menjadi Arsitek perlu tetap konsisten dengan pendidikan arsitektur yang baik dan gayut dengan dunia praktik. Interface antara praktik dan pendidikan adalah proses akreditasi yang berjalan terus menerus saling berkaitan.
IV.
ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN RENCANA UNDANG-UNDANG ARSITEK
4.1
Deskripsi Materi Peraturan Perundang-Undangan Seperti telah disebutkan terdahulu, peraturan dan perundang-undangan yang secara langsung berkaitan dengan jasa arsitek adalah: - UU No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi - PP No. 28,29 dan 30/2000 tentang Jasa Konstruksi - UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung - PP No. 36/2005 tentang Bangunan Gedung Sedangkan beberapa peraturan perundang-undangan yang tidak langsung terkait, namun memiliki hubungan dengan kinerja arsitek sebagai pelaku pembangunan di sektor jasa konstruksi, adalah ; UU No 26 / 2007 tentang Penataan Ruang. UU No 4 / 1992 tentang Perumahan Permukiman UU No 5 / 1992 tentang Cagar Budaya UU No 16 / 1985 tentang Rumah Susun UU No 19 / 2002 tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual UU No 4 / 1982 tentang Lingkungan Hidup UU No 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen
26
Mengenai UU No.18/ tahun1999 tentang Jasa Konstruksi, secara umum adalah undang-undang yang memberikan pengaturan dan tata tertib secara umum tentang hubungan-hubungan kerjasama dalam konteks penyelenggaraan (jasa) pembangunan konstruksi, sebagaimana terlihat dalam struktur pembahasannya, yaitu ; I. Ketentuan Umum. II. Azas dan Tujuan. III. Usaha Jasa Konstruksi. - Bagian 1 : Jenis, Bentuk dan Bidang Usaha - Bagian 2 : Persyaratan Usaha, Keahlian dan Keterampilan - Bagian 3 : Tanggung Jawab Profesional - Bagian 4 : Pengembangan Usaha IV. Pengikatan Pekerjaan Konstruksi - Bagian 1 : Para Pihak - Bagian 2 : Pengikatan Para Pihak - Bagian 3 : Kontrak Kerja Konstruksi V. Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi VI. Kegagalan Bangunan VII. Peran Masyarakat - Bagian 1 : Hak dan Kewajiban - Bagian 2 : Masyarakat Jasa Konstruksi VIII. Pembinaan IX. Penyelesaian Sengketa X. Sanksi XI. Ketentuan Peralihan XII. Ketentuan Penutup. Hal ini ditegaskan kembali melalui Peraturan Pemerintah (PP) yang masing-masing mengatur tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (PP No.28/2000), tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP No.29/2000) dan tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (PP No.30/2000). Di lain pihak, UU Nomor 28/ tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang telah diperkuat oleh PP No. 36/2005 pada dasarnya adalah undang-undang yang mengatur tentang persyaratan untuk bangunan gedung. Bagian yang utama adalah tentang syaratsyarat bangunan gedung, sedangkan bagian lainnya mengenai peran masyarakat, pembinaan dan sanksi-sanksi kegagalan bangunan. Undang-undang ini juga menyertakan adanya peran keahlian yang terkait dengan pembangunan gedung serta lingkungan sekitarnya. Hal ini tercermin pula melalui struktur undang-undang tersebut, khususnya pada Bab IV tentang Persyaratan Bangunan Gedung dan bagian-bagiannya yaitu: - Bagian 1 : Umum - Bagian 2 : Persyaratan Administrasi Bangunan Gedung - Bagian 3 : Persyaratan Tata Bangunan - Bagian 4 : Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung - Bagian 5 : Persyaratan Bangunan Gedung Fungsi Khusus 4.2
Analisis Peraturan Perundang-Undangan terkait Selain beberapa Undang-undang yang terkait dengan arsitek (UU 16/1985 tentang Rumah Susun, UU 4/1992 tentang Perumahan Permukiman, UU /2007 tentang Penataan Ruang, UU 18/1999 tentang Jasa Konstruksi dan UU 28/2002 tentang Bangunan Gedung) ada juga UU Hak Atas Kekayaan Intelektual termasuk di dalamnya tentang Hak Cipta, serta UU tentang Perlindungan Konsumen. Walaupun UU ini bersifat sangat umum, tetapi di dalamnya terdapat pasal-pasal tentang jasa dimana konsumen umum juga dilindungi oleh UU dalam hal memperoleh barang dan jasa.
27
Profesi Arsitek adalah profesi penyedia jasa yang dapat dimasukkan kedalam kategori tersebut. Sehingga apabila terjadi mal-prakiek dalam menyediakan jasanya, Arsitek dapat dituntut oleh pengguna jasanya. Dengan demikian Arsitek memerlukan perlindungan yang sederajat dengan UU Perlindungan Konsumen tersebut, yang bukan untuk membela diri, tetapi mengatur secara rinci bagaimana jasa Arsitek dapat diselenggarakan sebaik-baiknya agar tidak menimbulkan ‘kerugian’ pada penggunanya. Melalui kedudukan hukum yang setara terhadap kedua belah pihak, maka akan diperoleh iklim berprofesi yang kondusif dan pengguna jasa memperoleh perlindungan secara semestinya. Sejalan dengan program reformasi, adanya UU tentang Arsitek juga akan mendukung semangat keterbukaan, terutama dalam informasi kepada masyarakat. Setiap orang harus dapat mengetahui secara rinci bagaimana, dan apa yang layak diperolehnya, bila menggunakan jasa Arsitek. Hal yang saat ini kerap kali diterjemahkan secara subyektif baik oleh pengguna jasa maupun oleh Arsiteknya sendiri Apabila kita membandingkan dan mengamati struktur peraturan perundangundangan keprofesian yang lazim berlaku di banyak negara, untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya profesi Arsitek (dan insinyur) dibutuhkan setidaknya 3 (tiga) kepranataan sebagai pilar pendukung utama. Masing-masing mengatur hal-hal yang berbeda tetapi saling melengkapi dan menjadi kesatuan yang utuh. Pilar yang pertama, adalah kepranataan yang mengatur hubungan kerja dan penyelenggaraan kerjasama para pihak yang bertanggungjawab dalam proses pembangunan. Di Indonesia, kepranataan ini terwujud dalam bentuk Undang-Undang No. 18/ tahun1999 tentang Jasa Konstruksi. Pilar kedua, adalah kepranataan yang mengatur obyek/materi dalam konteks jasa konstruksi, dalam hal ini adalah bangunan gedung dan lingkungan binaan (built environment). Kepranataan ini di Indonesia terwujud dalam bentuk Undang-Undang No. 28/ tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Pilar ketiga, adalah kepranataan yang mengatur subyek/para pelaku, yang dalam hal ini adalah Arsitek (dan insinyur). Kepranataan ini belum ada di Indonesia, yang lazim di berbagai Negara dikenal sebagai Architect’s Act dan Engineer’s Act. Hal lain yang juga belum ada tetapi dianggap sangat penting dalam kelaziman praktik arsitektur, adalah perlindungan asuransi keprofesian (professional indemnity insurance/professional liability insurance). Yang diartikan dengan Asuransi Keprofesian adalah perlindungan polis asuransi terhadap adanya kemungkinan gugatan dari pengguna jasa atau publik. Keberadaan asuransi jenis ini pada saatnya akan menjadi faktor penting mengingat keterkaitannya dengan peraturan yang disyaratkan dalam UU Nomor 18/tahun1999 tentang Jasa Konstruksi dan UU Nomor 28/tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, khususnya pasal-pasal yang mengatur kewajiban dan tanggung jawab ahli termasuk Arsitek. Melalui kongres internasional Arsitek - UIA di Beijing tahun 1999, telah disepakati beberapa pedoman kepranataan yang mengatur praktik arsitektur. Pedoman ini bersifat kesepakatan dan kebijakan (policy) tentang pengaturan praktik arsitektur di seluruh dunia, tetapi mempunyai keluwesan tertentu, sehingga dapat dikembangkan oleh masing-masing negara anggota disesuaikan dengan kondisi negara masing-masing. Hal-hal yang diatur dalam kesepakatan tersebut antara lain adalah tentang: - Etika dan kaidah tata laku - Arsitek dan praktik arsitektur - Kompetensi dasar arsitek profesional - Pendidikan arsitektur - Akreditasi pendidikan arsitektur
28
-
Pemagangan dan praktik kerja Registrasi dan lisensi praktik Pengembangan profesional berkelanjutan Praktek di negara lain Kekayaan intelektual/copyright Peran asosiasi profesi arsitek
Melalui berbagai program yang dijalankan oleh organisasi profesi Arsitek di Indonesia, beberapa kebijakan tersebut sudah dikembangkan dan dijadikan program kegiatan untuk kepentingan praktik arsitek di Indonesia. Salah satu hal utama yang sudah dilaksanakan adalah pembakuan kompetensi dasar Arsitek profesional yang dikaitkan dengan program sertifikasi nasional. Hal ini sekaligus menjadi dasar bagi usaha menjalankan program reciprocity dengan negara lain; artinya, kompetensi arsitek Indonesia yang dicerminkan melalui sertifikasi sarjana arsitektur menjadi Arsitek yang bersertifikat (profesional), juga mendapat pengakuan dari negara lain. Tetapi harus diakui bahwa masih banyak hal yang berkaitan dengan kesepakatan internasional tersebut di atas yang perlu dikerjakan. Masalah pendidikan tinggi arsitektur dan akreditasi pendidikan tinggi arsitektur di negeri ini serta pengakuan terhadap keahlian lain terkait dengan praktik arsitektur masih memerlukan pembenahan agar dapat memenuhi kesetaraan dunia. Sebab dalam melakukan praktiknya, Arsitek tidak dapat bekerja sendiri dan harus melakukan koordinasi dengan keahlian lain yang memiliki spesialisasi keilmuan sesuai tuntutan karakter pekerjaannya.
V.
HAL-HAL POKOK DALAM UU TENTANG ARSITEK Harapan terhadap terwujudnya keinginan bangsa Indonesia memiliki UU tentang Arsitek telah tergambar baik melalui berbagai contoh kasus maupun kehendak bangsa yang telah dituangkan melalui peraturan perundang-undangan terkait. Bahkan bangsa lain dan pasar internasional juga mengharapkan Indonesia segera memiliki konstitusi tentang Arsitek yang akan mengatur tentang pratik arsitektur secara mendunia, sehingga kepentingan kehidupan manusia dan alam di bumi ini tetap dapat terpelihara baik. Oleh karenanya ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian penting di dalam isi UU tentang Arsitek mendatang, yaitu :
5.1
Maksud, Tujuan dan Azas Memberikan pemahaman yang sejelas-jelasnya tentang arsitektur, arsitek dan kearsitekturan dan bagaimana seharusnya kondisi tersebut diterapkan di Indonesia yang majemuk dengan potensi multi etnik. Bagaimana pula kaitannya dengan bidang jasa konstruksi, praktik arsitektur dan penciptaan lingkungan binaan, sehingga di dalam UU tentang Arsitek nantinya menjadi jelas mengapa Arsitek diperlukan dalam menata bangsa, agar hasil arsitektur yang berkaitan dengan manfaat, fungsi, serta keindahan fisik bisa memberikan ruang yang yang dinikmati masyarakat luas termasuk pengguna jasa Arsitek di Indonesia. Hal ini penting diterapkan secara lebih jelas di dalam payung UU tentang Arsitek, mengingat masih banyak masyarakat dan juga pejabat pemerintah yang kurang faham masalah peran Arsitek dan arsitektur dalam pembangunan nasional, sehingga sering dianggap tidak penting, disamaratakan dengan kegiatan pekerja biasa, menafikan masalah budaya termasuk peninggalan sejarah bangsa dan bangsa ini menjadi mundur dalam penilaian bangsa-bangsa lain di dunia..
29
5.2
Pengertian Arsitek Untuk memahami apa yang akan diatur dan dipersoalkan dalam UU tentang Arsitek ke depan, maka masyarakat sangat perlu juga diberikan pemahaman akan berbagai arti/pengertian sekitar kegiatan Arsitek yang semata bukan tentang profesinya saja, tetapi menyangkut berbagai lingkup yang tercakup sehingga hasil pekerjaan Arsitek menjadi penting mendapat perhatian. Hal ini penting mengingat dalam kesepakatan global yang ikut diratifikasi oleh pemerintah, antara lain juga menyangkut kegiatan jasa konstruksi dimana jasa Arsitek juga tercakup di dalamnya. Sehingga melalui UU tentang Arsiek ini bangsa Indonesia yang dengan susah payah menerapkan tata ruang Nusantara dan iklim demokrasi dalam rangka NKRI, harus melihat juga pentingnya sektor yang memberikan perlindungan pada pelestarian nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sebelum dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
5.3.
Lingkup Praktik Arsitek Bagian yang cukup rawan dalam melakukan pemanfaatan fungsi penataan ruang dan penertiban penggunaan berbagai sumber daya dalam rangka pembangunan di Indonesia, antara lain terjadi pada proses kegiatan praktik arsitektur di lakukan. Mulai dari awal pembuatan perancangan dan perencanaan, sampai pelaksanaan pembangunan dan penggunaan bangunan serta lingkungannya sangatlah rentan terjadi berbagai penyalahgunaan keahlian, kewenangan dan persepsi publik yang mengakibatkan segala peraturan perundang-undangan yang ada seperti tidak mampu mengawal pembangunan. UU tentang Arsitek memuat apa saja yang harus dilakukan dalam kegiatan praktik arsitektur mulai dari siapa dan institusi pelakunya termasuk praktik dari Arsitek asing, masyarakat pengguna jasanya dan berbagai ketentuan yang mengikatnya perlu diketahui masyarakat luas, agar terhindar dari perilaku profesi yang menyimpang (malpraktik) serta korban pemanfaatan pihak-pihak yang tidak ingin terwujudnya pembangunan yang tertib.
5.4
Persyaratan Keahlian Salah satu kunci dari keberhasilan memberikan perlindungan kepada masyarakat untuk mendapatkan hasil arsitektur yang baik melalui penciptaan bangunan serta lingkungan bangunan yang aman, baik dan nyaman adalah dengan mengatur pihak yang memiliki keahlian Arsitek. Mereka harus dapat melaksanakan tugas profesinya secara benar dan disiplin, sebagaimana kehendak kita bersama untuk menciptakan SDM Arsitek yang mampu bersaing dengan keahlian Arsitek negara lain yang akan membanjiri Indonesia dalam rangka pasar global. Meski sudah disinggung tentang peran keahlian di bidang jasa konstruksi melalui UU tentang Jasa Konstruksi dan UU tentang Bangunan Gedung, namun belum tertera jelas siapa yang yang dimaksudkan dengan Arsitek dan persyaratan keahliannya. Yang paling harus diwaspadai dari ekses praktik arsitektur yang belum memiliki payung hukum resmi berupa UU tentang Arsitek seperti halnya di negara lain, adalah cukup banyak korban kerugian material maupun nyawa. Penataan ruang wilayah, kota dan lingkungan adalah yang paling sulit menghadapi kecerdikan penyelenggaraan praktik arsitektur, sehingga banyak tercipta lingkungan kota yang kumuh, perusakan kawasan dan sumber daya alam, perusakan peninggalan bersejarah dan juga menelan korban jiwa akibat karya arsitektur yang ceroboh, lalai, dikorupsi maupun karena dibuat asal jadi.
5.4.
Pembinaan Aspek pembinaan memegang peran kunci dalam penyediaan SDM Arsitek yang kompeten di bidang arsitektur. Masyarakat perlu mengetahui bahwa dalam segala tindaktanduk Arsitek berpraktik, mereka harus mengikuti pedoman Organisasi dan patuh pada peraturan hukum meskipun belum terdapat UU tentang Arsitek di Indonesia. Melalui
30
Organisasi inilah pembinaan keahlian arsitek praktisi terus dilakukan secara terprogram dan berkesinambungan, sebagaimana juga organisasi profesi Arsitek di negara lain. Namun demikian pembinaan tidak satu-satunya dilakukan oleh Organisasi profesi Arsitek, melainkan juga oleh pemerintah dalam rangka pengaturan di lapangan yang terkait dengan masalah ketertiban pembangunan, pengaturan tata ruang dan keselamatan lingkungan. Pembinaan ini harus juga termuat dalam UU tentang Arsitek agar dimengerti oleh semua pihak yang melakukan praktik arsitektur bila ingin tetap disebut ahli dan layak praktik, untuk melindungi pengguna jasanya. 5.5.
Peran Masyarakat Keberhasilan karya Arsitek tidak terlepas dari keberadaan dan pengakuan masyarakat sebagai pengguna jasa Arsitek. Masyarakatlah yang akan merasa paling dirugikan apabila sebuah karya arsitektur yang hadir di lingkungannya ternyata memberi dampak kurang baik bahkan mungkin mengakibatkan hal-hal yang membahayakan manusia dan lingkungan hidup. Oleh karenanya UU tentang Arsitek perlu menegaskan peran dan kewajiban masyarakat dalam kegiatan Arsitek terutama yang dapat merugikan pihak-pihak. Masyarakatpun perlu diingatkan bahwa dalam peran sebagai penyedia jasa memiliki kewajiban untuk tidak memaksakan kehendak yang merugikan lingkungan, merugikan diri sendiri maupun merugikan penyedia jasa.
5.6.
Larangan dan Sanksi Untuk mencegah terjadinya kerusakan berbagai aset potensi bangsa mulai dari tata ruang, lingkungan, SDA, maupun peninggalan sejarah dan budaya, pada UU tentang Arsitek harus diatur hal-hal yang penting diperhatikan oleh Arsitek dalam melakukan praktik arsitektur. Setiap yang dilarang perlu kejelasan sanksi, sehingga pekerjaan membangun yang dianggap cukup mudah oleh setiap orang tidak lagi dilakukan secara sembarangan. Sanksi pelangaran harus dapat diterapkan dengan tegas dan memberi efek jera dalam rangka menjadikan budaya membangun lebih tertib sehingga bisa dinikmati hasilnya. Tindakan hukum yang dijatuhkan baik oleh pengadilan maupun di luar pengadilan, harus tetap memberikan kesempatan kepada Arsitek untuk memperbaiki diri dan bisa melakukan praktik arsitektur kembali, kecuali untuk hal-hal yang sudah dinyatakan membahayakan keselamatan pengguna jasa, lingkungan hidup dan negara.
VI.
PENUTUP
6.1.1
Kesimpulan Dari pendekatan akademis maupun perbandingan dengan bagaimana membuat pembangunan menjadi lebih baik, lebih terjaga dan tertib dengan mengandalkan kemampuan tenaga ahli Arsitek, memang sudah sangat mendesak dibutuhkan adanya peraturan perundang-undangan tentang Arsitek di Indonesia. Keberadaan undang-undang ini bukan semata melindungi profesi Arsitek terutama dari serbuan Arsitek mancanegara, melainkan memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk melakukan praktik profesinya lebih baik (fair), sehingga keahlian SDM lokal juga terangkat dan mampu bersaing di dunia internasional. Selain itu untuk menjaga berbagai sumber daya yang semakin terbatas, bangsa Indonesia melalui peran Arsitek perlu mengarahkan kepada hasil pembangunan yang lebih efisien namun tetap memenuhi fungsi dan kelayakannya melalui sebuah ketentuan yang wajib diikuti semua pihak, baik penyedia jasa, pengguna jasa maupun negara. Dengan memiliki UU yang setara dengan undang-undang sejenis di negara lain, Indonesia tidak lagi dijadikan sasaran empuk bangsa lain maupun pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh karenanya dapat disimpulkan sebagai berikut :
31
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
6.2.
Arsitektur merupakan kegiatan spesifik dalam proses pembangunan gedung dan lingkungan binaannya yang tidak dapat dilakukan oleh semua orang, sehingga menuntut keahlian khusus yang memenuhi kompetensi untuk melakukan praktik arsitektur. Indonesia sebagai negara yang turut mengikat diri dengan kesepakatan global dan hanya satu-satunya di Asia yang belum memiliki peraturan perundangan yang mengatur Arsitek perlu segera memiliki UU tentang Arsitek. UU ini secara spesifik hanya mengatur tentang Arsitek, dan tidak mengatur keahlian lain di luar Arsitek. UU ini merupakan kelengkapan peraturan perundang-undangan di sector jasa konstruksi, yaitu UU tentang Jasa Konstruksi, UU tentang Bangunan Gedung, UU tentang Penataan Ruang, dan lainnya UU ini wajib memperhatikan kesetaraan dengan komunitas Arsitek internasional termasuk mengatur Arsitek asing yang berpraktik di Indonesia, UU ini menyatakan Dewan Arsitek sebagai Board of Architects yang bersifat independen dalam mengawal penyelenggaraaan praktik arsitektur di Indonesia. Dewan Arsitek menetapkan peraturan pelaksanaan UU Arsitek yang harus ditaati Arsitek dan pengguna jasa Organisasi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) adalah satu-satunya wadah komunitas Arsitek di Indonesia yang memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud oleh ketentuan peraturan perundang-undangan maupun kesepakatan komunitas Arsitek internasional dan regional Asean. Arsitek dalam melakukan praktik arsitektur perlu payung hukum yang jelas agar dapat melindungi kepentingan masyarakat pengguna jasa, menjaga eksploitasi sumber daya alam dan peninggalan warisan budaya lokal, serta menjamin penyebaran SDM Arsitek ke seluruh daerah demi mendukung pembangunan yang merata.
Saran Dunia praktisi Arsitek Indonesia sangat mengharapkan kiranya pengolahan dan pemprosesan UU tentang Arsitek akan mendapat tanggapan positif dari para pembuat keputusan baik dari lingkungan legislatif dan eksekutif, sehinggga dalam sisa waktu yang relatif singkat bangsa Indonesia sebelum kesepakatan pasar bebas tahun 2010 diberlakukan telah dapat melakukan penataan diri untuk mandiri melakukan pembangunan nasionalnya dengan memiliki SDM yang berkualitas dan mampu bersaing. Bersamaan dengan dihadirkannya UU tentang Arsitek, diharapkan menyusul diterbitkan UU yang mengatur tentang keahlian lain di sektor Jasa Konstruksi yang saling melengkapi, agar visi dan misi pembangunan nasional yang berkelanjutan dapat terselenggara dengan lebih sempurna. Semoga Tuhan YME melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya agar UU tentang Arsitek yang telah lama dibutuhkan masyarakat dan bangsa Indonesia bisa segera terwujud serta memberikan manfaat bagi umat manusia di dunia.
32