34
I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki
sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut mencapai 5,8 km2. Kondisi ini didukung oleh keanekaragaman hayati terumbu karang yang mencapai sekitar 600 species dan 40 genera, dengan luasan terumbu karang sekitar 7.500 km2 yang tersebar dan dimiliki oleh pulau-pulau kecil. Kondisi yang kaya tersebut dapat diandalkan untuk kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam pembangunan bidang wisata bahari (Departemen Kelautan dan Perikanan atau DKP, 2006). Pembangunan wisata bahari di pulau-pulau kecil sejalan dengan amanat Undang–Undang No. 27 Tahun 2007 beserta turunannya, yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. PER.20/MEN/2008 tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya. Laut Indonesia merupakan bagian terbesar di kawasan Asia Tenggara yang memiliki potensi wisata bahari yang beraneka ragam dengan berbagai keunikan yang lebih tinggi dan kelangkaan yang lebih banyak. ASEAN yang merupakan bagian dari Asia Tenggara memiliki potensi pariwisata bahari yang lebih baik dibandingkan dengan kawasan Mediterranian dan Carribean. Dalam konteks tersebut, Indonesia berpeluang menjadi salah satu tujuan wisata bahari terbesar di dunia, dengan basis Marine Ecotourism, khususnya dalam pengembangan wisata bahari di pulau-pulau kecil (PPK) termasuk kawasan pulau-pulau kecil terluar (PPKT).
Pengalaman yang diperoleh dari negara-negara yang telah
mengembangkan kegiatan wisata bahari di PPK terbukti dapat membangkitkan pengaruh berganda (multiplier effect) yang sangat besar pada kegiatan dan pertumbuhan ekonomi. Skala nasional menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berasal dari wisata bahari memberikan dampak positif bagi neraca keuangan negara, baik dari sisi pendapatan domestik maupun nasional atau GNP. Prediksi pariwisata Indonesia terhadap GNP tahun 2007 menurut World
Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sekitar 8,5 juta orang (DKP, 2006). Upaya pengelolaan dan pemanfaatan potensi wisata bahari di pulau kecil secara optimal dapat dilakukan melalui pembinaan usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM). Pembinaan dimaksud meliputi peningkatan kemampuan atau
35
keahlian dengan mengadakan (mendatangkan) pelatihan secara berkala, dengan harapan dapat meningkatkan keahlian masyarakat setempat, sehingga akhirnya dapat menciptakan lapangan pekerjaan dalam mendukung pengembangan usaha wisata bahari di pulau-pulau kecil. UMKM dalam penelitian ini adalah usaha kecil sebagaimana dimaksud Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008, yang
menyatakan
bahwa: 1. usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 2. usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau
usaha
besar yang
memenuhi
kriteria
usaha
kecil
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Pengembangan
UMKM
merupakan
aktivitas
pendukung
dalam
pengembangan wisata bahari di pulau kecil. Menurut Lubis (2008), peran strategis dari UMKM di Indonesia patut diperhitungkan dalam segi peningkatan perekonomian masyarakat karena berdasarkan data Pusat Inovasi UMKM Tahun 2007 sebagai berikut. 1)
Jumlah unit usaha sekitar 48,9 juta (99% dari unit usaha nasional).
2)
Penyerapan tenaga kerja sekitar 85,4 juta (96,2% dari tenaga kerja nasional).
3)
Sumbangan terhadap nilai PDB sekitar Rp. 1.778,7 triliun (53,3% dari PDB Nasional).
4)
Sumbangan terhadap nilai ekspor non-migas sekitar Rp. 110,3 triliun (20,3% dari ekspor nasional).
5)
Sumbangan terhadap nilai investasi sekitar Rp. 369,8 triliun (46,2% dari investasi nasional).
Kondisi ini mengindikasikan bahwa UMKM di Indonesia memiliki peran yang besar dalam jumlah, paling efektif dalam menyerap tenaga kerja, serta paling bertahan dalam menghadapi dinamika dunia usaha. Beberapa jenis UMKM yang dapat dikembangkan dalam mendukung wisata bahari adalah sebagai berikut:
36
1. Usaha wisata bahari berbasis laut seperti jasa penyewaan peralatan snorkling, diving, surfing, jet ski, game fishing dan boat. 2. Usaha wisata bahari berbasis pesisir atau daratan seperti penginapan, kedai minuman dan restoran kecil, toko atau warung cindramata. 3. Usaha wisata bahari pendukung seperti jasa penyewaan sepeda, motor dan mobil, penyedia translater, warung internet, warung telepon, pedagang asongan, pedagang buah kelapa dan kegiatan ekonomi lainnya. Jenis UMKM tersebut di atas, khususnya di sektor wisata bahari tidak serta merta dapat diterapkan begitu saja di pulau-pulau kecil. Hal ini antara lain dikarenakan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik khusus dari segi sosial, ekonomi, budaya, ekologi, serta daya dukung yang terbatas, terutama menyangkut terbatasnya ketersediaan lahan dan air tawar yang tersedia. Sisi lain menunjukkan pula bahwa pengembangan UMKM yang telah ada di pulau-pulau kecil selama ini masih bersifat parsial, belum melibatkan stakeholder terkait dan masyarakat lokal, serta belum dikelola secara optimal dan profesional. Berdasarkan kondisi dimaksud maka dibutuhkan adanya strategi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang lebih bersifat lintas sektoral, dan memerlukan suatu studi yang komprehensif karena pariwisata bahari cenderung borderless. Kebijakan harus standar, tetapi tetap tidak menghilangkan hak daerah terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang berada dalam batas kewenangan Pemerintah Daerah. Hal ini perlu diwujudkan dalam suatu analisis strategi pengembangan usaha kecil yang tepat bagi sektor wisata bahari di pulau-pulau kecil, yang diharapkan dapat mengakomodasi berbagai kepentingan yang didasarkan atas niat baik untuk memberdayakan masyarakat lokal bagi pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang berkelanjutan, dengan berbasis kekuatan sumberdaya lokal. Strategi dimaksud menggambarkan pula dengan jelas kelemahan, kekuatan, peluang serta ancaman dalam pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang tepat arah (systemic) dan khas (specific) termasuk nilai-nilai sosial, ekonomi dan budaya. Dalam penelitian ini Pulau Bunaken di Kota Manado, Sulawesi Utara, diambil sebagai studi kasus mengingat di Pulau Bunaken telah terdapat institusi dan aktivitas wisata bahari yang cukup berkembang. Disamping itu pada tahun 2009 Kota Manado akan menjadi tuan rumah World Ocean Conference dan Kota Manado sebagai kota pariwisata dunia 2010. Dengan demikian diharapkan
37
strategi yang dihasilkan dapat diaplikasikan pada pengembangan di pulau-pulau kecil yang memiliki karakteristik yang mirip dengan Pulau Bunaken.
B.
Perumusan Masalah Potensi pasar regional dan global, untuk industri wisata bahari (marine
tourism) ternyata tumbuh dan berkembang pesat dengan volume permintaan (demand) yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Sisi lain menunjukkan
terjadinya persaingan di sisi penawaran (supply) yang semakin ketat sehingga pengembangan wisata bahari membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah. Pengembangan UMKM dalam pengembangan usaha wisata bahari harus dianalisis dampaknya pada triple bottom line benefit cost (Munandar, 2007). Secara
ekonomi
dampak
tersebut
meliputi
pertumbuhan
perekonomian,
pertumbuhan usaha, income atau kesejahteraan masyarakat sebagai dampak dari usaha berbasis wisata.
Dari sisi kualitas lingkungan adalah integritas
lanskap, kerusakan obyek atau ekosistem khas, serta berkurangnya spesies langka. Secara secara sosial budaya adalah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata bahari. Permasalahan yang timbul bagi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil antara lain sebagai berikut. 1.
Permodalan.
Umumnya
usaha-usaha
yang
dilakukan
berskala
rumahtangga yang dimiliki oleh masyarakat, yang notabene adalah para pemodal kecil. 2.
Aksesibilitas. Usaha yang dilakukan di pulau kecil membutuhkan pasar yang sangat tergantung pada jumlah kunjungan wisatawan. Sisi lain kunjungan wisatawan sangat tergantung pada aksesibilitas yang relatif lebih mahal dan minim ketersediannya untuk mencapai pulau kecil.
3.
Ketergantungan terhadap alam. Usaha sektor wisata bahari di pulau kecil yang dilakukan sangat tergantung pada kelestarian sumberdaya alam yang ada. Sementara di sisi lain pemahaman akan arti penting lingkungan belum menjadi prioritas masyarakat pulau kecil dan Pemerintah Daerah, sehingga degradasi lingkungan pulau kecil tetap berjalan. Berbagai faktor umum penghambat pengembangan usaha wisata bahari,
khususnya di pulau-pulau kecil antara lain adalah sebagai berikut.
38
(1)
Belum tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung. Terbatasnya sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil, khususnya sarana seperti transportasi, cenderung menyebabkan pulau-pulau kecil relatif terisolir dan sulit untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Tanggung jawab pemerintah untuk melakukan investasi berupa sarana dan prasarana dasar di pulau-pulau kecil adalah mutlak.
(2)
Kualitas sumber daya manusia, serta kesadaran masyakarakat dan Pemerintah Daerah yang relatif masih rendah. Kurangnya pelibatan masyarakat dalam pengembangan wisata bahari di pulau kecil merupakan salah satu kendala yang perlu diperhatikan. Undang-undang No.9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan menyatakan, bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pariwisata. Salahsatu pelibatan masyarakat lokal dalam mendukung pengembangan wisata bahari adalah melalui pembinaan dan pelatihan dari pemerintah atau lembaga atau LSM
dalam peningkatan
kemampuan (skill) untuk pengembangan UMKM. (3)
Kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang tidak konsisten baik di tingkat
Pusat
maupun
daerah.
Adanya
euforia
otonomi
daerah
menciptakan koordinasi dan sosialisasi yang belum optimal sehingga saat kebijakan
diimplementasikan
di
lapangan
cenderung
menimbulkan
ketidakkonsistenan. (4)
Minimnya anggaran pembiayaan yang ada. Pemerintah dengan anggaran yang terbatas sesungguhnya hanya bertindak sebagai fasilitator dan promotor. Keterlibatan pihak swasta, baik sebagai pemodal maupun sebagai operator diharapkan dapat ditingkatkan untuk membangun salahsatu mesin penghasil devisa negara di bidang pariwisata bahari. Mengingat volume investasi yang dibutuhkan dan resiko finansial yang cukup besar, diperlukan pendekatan yang cermat (prudent) dan sistematis untuk meningkatkan gairah swasta dalam berinvestasi dan mengelola bisnis wisata bahari.
(5)
Dalam rangka investasi maka peraturan, hukum dan kemudahan perbankan dan fiskal yang menarik sejalan dengan sistem reward and punishment bagi para investor dan pelaku usaha perlu dikembangkan di bidang pariwisata bahari.
Hal ini seiring pula dengan peningkatan
39
pembangunan
sarana
transportasi,
jaminan
keamanan,
perijinan,
keimigrasian dan bea cukai, baik untuk wisatawan maupun investor. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), agar pengembangan wisata bahari dapat tercapai maka faktor-faktor penghambat tersebut harus ditangani dengan serius, sistematis dan menyeluruh berdasarkan skala prioritas. Berdasarkan analisis di atas, maka dapat dirumuskan permasahan penelitian untuk mendapatkan penanganan pengembangan UMKM di pulau kecil sebagai berikut. 1. Usaha mikro dan kecil apa sajakah yang telah berkembang? 2. Bagaimana mekanisme pengelolaan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari sehingga dapat menunjang pemberdayaan masyarakat lokal? 3. Bagaimana strategi pengembangan yang tepat berdasarkan skala prioritas?
C.
Tujuan 1. Mengidentifikasi usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil.
2. Menganalisis mekanisme pengelolaan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil dalam rangka pemberdayaan masyarakat guna mencapai pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal yang lebih baik.
3. Menyusun strategi pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang tepat.
D. Kegunaan 1.
Sebagai masukan untuk meningkatkan pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari yang dimiliki oleh masyarakat di lokasi penelitian.
2.
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan
bagi setiap kelompok
bisnis atau usaha, stakeholders di bidang wisata bahari, serta Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam pengambilan kebijakan yang mendukung tumbuhkembangnya usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di lokasi penelitian.