I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kerusakan hutan alam di Indonesia periode antara tahun 1985-1997 mencapai 1,6 juta ha setiap tahunnya. Pada periode antara tahun 1997-2000 kerusakan hutan mencapai rata-rata 2,84 juta ha setiap tahunnya, sehingga total kerusakan hutan sampai tahun 2005 diperkirakan telah mencapai jumlah sekitar 59,1 juta ha. (Badan Planologi Kehutanan 2005). Laporan terakhir yang diperoleh dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI 2007) bahwa Jatah Produksi Tebangan (JPT)
dari hutan alam tahun 2007 yang ditetapkan
Departemen Kehutanan, hanya sebesar 9,1 juta m3 dan JPT tahun sebelumnya bahkan hanya sebesar 8,1 juta m3. Konsumsi bahan baku kayu untuk industri perkayuan tahun 2005 mencapai 44,5 juta m3. (Departemen Kehutanan 2005). Kondisi seperti ini menyebabkan produksi hutan alam tidak lagi mampu untuk memenui kebutuhan bahan baku kayu untuk industri di dalam negeri. Untuk mengatasi kekurangan bahan baku kayu untuk industri di dalam negeri, pemerintah sebenarnya sejak tahun 1978 telah mencanangkan program pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI), tapi sampai saat ini hasilnya belum seperti yang diharapkan. Oleh karena itu pembangunan HTI harus terus dibenahi, disempurnakan dan dikembangkan sehigga mampu memenuhi kebutuhan bahan baku kayu yang terus meningkat. Pembangunan HTI mempunyai banyak kelebihan, di samping karena produksifitasnya
tinggi umumnya juga mempunyai daur yang pendek.
Pembanguan HTI terutama yang memberi prioritas pada jenis-jenis pohon cepat tumbuh (fast growing tree species) di samping memberikan banyak keuntungan, juga mempunyai beberapa kelemahan. Salah satu kelemahan hutan tanaman terutama untuk jenis-jenis pohon cepat tumbuh, umumnya kualitas kayunya terutama dalam bentuk kayu solid mempunyai banyak kelemahan dan di samping itu hutan tanaman mengandung persentase kayu reaksi yang tinggi.. Kayu reaksi dapat terjadi, baik pada jenis-jenis kayu yang berasal dari ordo Coniferales Gymnosperme (softwood) yang sering disebut kayu daun jarum (KDJ), maupun pada jenis-jenis kayu yang berasal dari klas Dicotyledonae.
Angiospermae (hardwood) yang sering disebut kayu daun lebar (KDL).
Cacat
kayu reaksi yang terjadi pada KDJ disebut kayu tekan ( compression wood ) dan bila terjadi pada KDL disebut kayu tarik (tension wood) (Panshin 1980; Haygreen 1982: Tsoumis 1991 dan Bowyer 2003). Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan penulis pada tahun 2004, tegakan hutan tanaman sengon di kampus IPB Darmaga diketahui bahwa jumlah batang pohon yang mengalami cacat kayu tarik ringan sebesar 55,36%, dan mengalami cacat kayu tarik berat sebesar 42,86%. Kayu reaksi berkembang sangat pesat, terutama pada jenis-jenis pohon yang cepat tumbuh. Kayu reaksi sulit ditemukan pada suatu tegakan hutan KDJ jika tidak mempunyai sedikit cacat kayu yang disebut kayu tekan (Kartal 2000). Hutan Pinus resinosa yang ditanam di New York yang mempunyai kecenderungan batangnya tumbuh miring 5o dapat mengandung 5%-40% kayu tekan, dan bila kemiringannya mencapai 10o dapat mengandung 40%-70% kayu tekan (Kartal 2000). Dapat ditambahkan lagi menurut Kartal (2000) bahwa: pada tegakan hutan KDJ yang dikelola dengan manajemen baik sekalipun, tidak ada jaminan batang pohon bebas dari adanya kayu tekan. Kayu adalah suatu bahan yang berasal dari proses metabolisme organisme hidup yaitu pohon, dimana dalam perjalanan hidupnya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks. Faktor genetik merupakan faktor yang paling dominan yang menyebabkan adanya variasi sifat dasar kayu antar jenis. Variasi sifat dasar kayu dalam satu jenis antara lain dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yang sangat kompleks seperti kondisi iklim, kesuburan tanah, ketersediaan air dan hara mineral, serta perlakuan silvikultur, di samping juga oleh faktor kedewasaan pohon waktu ditebang (Panshin 1980; Bodig 1982; Tsoumis 1991; Bowyer 2003). Pertumbuhan pohon, baik di hutan alam maupun di hutan tanaman dapat menghasilkan batang pohon tumbuh normal, tetapi tidak jarang batang pohon mengalami pertumbuhan abnormal (Panshin 1980; Haygreen 1982 dan Tsoumis 1991). Pertumbuhan pohon yang menyimpang dari pertumbuhan normalnya, dikatakan mengalami pertumbuhan abnormal dan salah satu bentuk abnormalitas pada batang adalah adanya kayu reaksi (Panshin 1980; Haygreen 1982; Tsoumis 1991; Bowyer 2003 dan Gilman 2005). 2
Gaya dari berbagai pengaruh lingkungan dapat menyebabkan batang pohon tumbuhnya menyimpang dari keadaan yang normal, misalnya batang pohon tumbuh miring, melengkung atau bengkok. Faktor eksternal yang terlibat disini dapat bekerja secara mekanis seperti pengaruh angin, adanya gaya berat atau oleh faktor fisiologis seperti cahaya, kerusakan tajuk akibat serangan hama dan kerusakan oleh ulah manusia. Kayu reaksi terjadi sebagai mekanisme reaksi internal dari batang pohon yang tumbuhnya miring atau melengkung untuk kembali ke posisi normalnya yaitu berdiri tegak ke arah vertikal (Panshin 1980; Haygreen 1982; Tsoumis 1991; Torges 2005 dan Gilman 2005). Sifat-sifat kayu reaksi mempunyai banyak kelemahan dibanding kayu normal dan jumlahnya sangat banyak, sehingga merupakan cacat kayu yang memerlukan perhatian serius. Kayu reaksi pada papan atau dolok kayu tarik umumnya dapat dicirikan oleh adanya permukaan yang berserabut (woolly grain) terutama bila digergaji dalam kondisi basah, dan sering bilah gergaji macet sehingga membuat gergaji cepat panas (Panshin 1980).
Panshin(1980) juga
melaporkan hasil penelitiannya pada jenis kayu Pseudotsuga taxifolia (Poir.) Britt. adanya kayu reaksi menyebabkan corak kayu menjadi kurang menarik, karena perbedaan antara struktur kayu awal (early-wood; spring-wood) dan kayu akhir (late-wood; summer-wood) menjadi kurang nyata. Kelemahan lain juga nampak jelas pada sifat pengeringannya. Kayu reaksi sering mengalami cacat collapse yang tidak dapat dikembalikan, sehingga papan atau dolok menjadi melengkung ke arah luar sebagai akibat dari penyusutan longitudinal yang sangat besar (Panshin 1980). Kayu tekan juga dilaporkan mempunyai kadar lignin yang tinggi (30% lebih tinggi) dibanding bagian kayu normalnya (Kartal 2000), keadaan ini akan menyebabkan nilai kayunya sebagai bahan baku industri pulp dan kertas menjadi berkurang. Banyak kelemahan sifat-sifat kayu reaksi dibanding kayu normal, secara kasat mata adanya kayu reaksi jelas dapat dilihat dari adanya batang pohon yang miring atau melengkung, dan bentuk penampang melintang yang tidak bulat. Keadaan seperti ini akan menyebabkan nilai kayunya sebagai bahan baku industri penggergajian dan kayu lapis menjadi lebih rendah.
3
Selama ini penelitian sifat-sifat dasar kayu di Indonesia lebih banyak dilakukan pada kayu yang berasal dari batang pohon yang tumbuh normal, sedangkan penelitian kayu yang berasal dari pohon yang tumbuh abnormal masih jarang. Padahal potensi batang pohon yang tumbuh abnormal, ternyata sangat besar. Di samping itu, sifat-sifat kayu abnormal seperti kayu reaksi mempunyai banyak kelemahan, sehingga nilai ekonominya menjadi lebih rendah dibanding kayu normal. Atas dasar hal-hal tersebut di atas upaya penelitian ultrastruktur kayu reaksi ini perlu mendapat perhatian yang serius.
B. Perumusan Masalah Produksi hutan alam ternyata tidak lagi mampu untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu untuk industri di dalam negeri. Kebutuhan bahan baku kayu untuk industri akhir-akhir ini jauh lebih tinggi dari kemampuan produksi hutan yang ada, sehingga usaha peningkatan pengembangan HTI dan efisiensi pemanfaatan
kayu, seyogianya dilakukan
secara sinergis dan
berkelanjutan. Salah satu kekuatiran pada tegakan cepat tumbuh adalah pertumbuhan tidak normal seperti terbentuknya kayu reaksi yang secara potensial dapat merugikan. Pendekatan awal untuk merumuskan permasalahan ini dimulai dari usaha untuk memperoleh informasi tentang karakteristik sifat-sifat dasar kayu reaksi terutama untuk mengetahui hal-hal berikut : 1. Berapa besar potensi cacat kayu reaksi yang terjadi pada tegakan kayu damar dan sengon, serta bagaimana mekanisme pembentukan kayu reaksi di dalam batang pohon yang tumbuhnya abnormal. 2. Bagaimana karakteristik ultrastruktur dinding sel
kayu reaksi pada kayu
damar dan kayu sengon dan apakah ada perbedaan dengan ultrastruktur dinding sel kayu normal. 3. Apakah ultrastruktur kayu reaksi ini mempunyai dampak terhadap teknologi pengolahan dan pemanfaatan kayu sebagai bahan baku industri. 4. Usaha preventif apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi cacat kayu reaksi, sehingga kayu sebagai sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara lebih efisien.
4
C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian sifat makroskopik, sifat mikroskopik, ultrastruktur dinding sel kayu reaksi dan melihat dampaknya terhadap teknologi pengolahan dan pemanfaatannya. Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui potensi cacat kayu tekan yang terjadi pada tegakan damar dan cacat kayu tarik yang terjadi pada tegakan sengon serta mencoba menjelaskan mekanisme internal pembentukan kayu reaksi dalam batang pohon yang tumbuhnya abnormal. Adapun untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai kajian dengan tujuan khusus sebagai berikut : Aspek1
: Kemiringan pohon, hubungannya dengan persentase kayu reaksi.
Aspek 2 : Karakteristik kayu reaksi dan mekanisme pembentukannya dalam batang pohon yang tumbuhnya abnormal. Aspek 3 : Struktur anatomi kayu damar dan sengon Aspek 4 : Karakteristik ultrastruktur dinding sel kayu tekan pada damar dan kayu tarik pada sengon. Aspek 5 : Ultrastruktur kayu reaksi dan dampaknya terhadap teknologi pengolahan dan pemanfaatannya.
D. Hipotesis Penelitian Atas dasar permasalahan dan tujuan tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Pertumbuhan pohon dapat menghasilkan batang yang mengandung kayu normal dan kayu abnormal. Struktur anatomi kayu dari batang pohon yang tumbuhnya normal, akan berbeda dengan struktur kayu dari batang pohon yang tumbuhnya abnormal. 2. Karakteristik ultrastruktur dinding sel kayu reaksi berbeda
dengan
karakteristik ultrastruktur dinding sel kayu normal. 3. Modifikasi bentuk, ukuran dan proporsi sel-sel yang menyusun kayu, akan menyebabkan perubahan-perubahan sifat dasar kayu, sehingga teknologi pengolahan dan pemanfaatannya juga akan berbeda.
5
4. Hasil observasi dengan mikroskop payaran (Scanning Electron Microscope) mampu memberi data objektif
karakteristik ultrastruktur dinding sel kayu
reaksi dan dampaknya terhadap sifat-sifat dasar kayu sebagai bahan. Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: sifat makroskopik, sifat mikroskopik dan ultrastruktur elemen-elemen atau sel-sel penyusun kayu terutama mengenai bentuk, ukuran dan modifikasi dinding sel yang terjadi pada kayu normal dan kayu reaksi yang terjadi pada kayu damar maupun kayu sengon yang diteliti.
E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan akan mempunyai tiga manfaat penting sebagai berikut : 1. Manfaat bagi pengembangan iptek a. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam struktur anatomi dan teknologi kayu yang berkaitan dengan karakteristik ultrastruktur kayu reaksi. b. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat dipakai bahan referensi atau bahan rujukan dalam pengembangan ilmu dan penelitian yang berkaitan dengan struktur anatomi kayu. 2. Manfaat bagi praktisi Penelitian ultrastruktur dinding sel kayu reaksi ini diharapkan juga mempunyai manfaat praktis, antara lain dapat memberikan informasi tentang karakteristik kayu reaksi di lapangan sehingga dapat memberi inspirasi untuk membuat inovasi baru dalam memanfaakan kayu reaksi yang lebih efisien. Di samping itu adanya informasi tentang cacat kayu reaksi diharapkan dapat dipakai dasar untuk tindakan prefentif dan antisipasi sehingga kerugian akibat dampak adanya kayu reaksi dapat dikurangi. 3. Manfaat bagi pengambilan keputusan a. Informasi tentang persentase cacat kayu reaksi yang terjadi terutama pada jenis-jenis pohon cepat tumbuh, dapat dipakai dasar untuk mulai mengambil langkah antisipasi untuk menanggulanginya.
6
b. Adanya indikasi hubungan derajat kemiringan batang dengan besarnya persentase kayu reaksi, dapat sebagai dasar untuk mengambil langkahlangkah preventif atau tindakan
silvikultur
yang lebih tepat
dalam
pengelolaan hutan tanaman industri, terutama yang terjadi pada jenis-jenis pohon cepat tumbuh. c. Perlunya melakukan kolaborasi penelitian yang sinergis antara masyarakat peneliti kayu (wood technologist) dan masyarakat silviculturist. Hal ini penting dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu tegakan untuk menghasilkan kayu yang lebih berkualitas, sehingga hutan sebagai sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara lebih efisien. d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam penyusunan kebijakan alternatif mengenai sistem silvikultur hutan tanaman di tanah air.
7