I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dewasa ini, kegemaran masyarakat Indonesia khususnya untuk mengkonsumsi makananan ringan (snack) kian meningkat. Konsumsi makanan ringan ini umumnya dilakukan pada waktu tertentu seperti jeda antara waktu makan berat untuk menghilangkan rasa lapar yang bersifat sementara. Namun demikian masyarakat biasanya memiliki kecenderungan untuk memilih jenis makanan ringan yang tinggi kandungan lemak dan mudah ditemui dimana saja seperti gorengan, sehingga konsumsi yang berlebihan memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan karena dapat menyebabkan meningkatnya kolesterol dan penyakit degeneratif lain seperti jantung koroner dan lain sebagainya. Untuk mencegah hal tersebut, diperlukan adanya alternatif makanan ringan yang kaya kandungan serat, sehingga dengan mengkonsumsi makanan tersebut dapat menunda rasa lapar lebih lama dan baik untuk kesehatan, salah satu alternatifnya adalah fruit leather. Menurut Rachmanto dkk (2014), fruit leather merupakan salah satu produk makanan ringan dari bubur buah (puree) yang dikeringkan dalam oven atau dehidrator. Menurut Fauziah dkk (2015), pengolahan buah menjadi fruit leather dapat meningkatkan umur simpan, meningkatkan penganekaragaman pengolahan pangan serta meningkatkan nilai jual buah. Namun pengolahan fruit leather yang ada saat ini hanya sebatas berbahan dasar buah buahan, maka dari itu perlu dilakukan penganekaragaman bahan dalam pengolahan fruit leather yaitu dengan menambahkan sayuran lain yang diharapkan akan memperkaya kandungan serat dan nilai gizinya. Selanjutnya olahan fruit leather berbahan dasar buah dan sayuran ini dapat dikenal sebagai fruit and vegetable leather. Pada prinsipnya, pembuatan fruit and vegetable leather merupakan proses pembentukan gel dari bubur buah dan sayur yang mengandung pektin. Pektin merupakan suatu komponen serat yang terdapat pada lapisan lamella tengah dan dinding sel primer tumbuhan. Bagian-bagian tertentu, seperti kulit
1
2
buah cenderung menghasilkan lebih banyak pektin (Fitriani, 2003). Pektin sebagai pembentuk utama tekstur dan kelenturan fruit and vegetable leather, karena pektin akan mempengaruhi kelenturan melalui viskositas dan pembentukan gel (Nurainy, 2007). Kadar pektin pada beberapa buah berbeda-beda. Pektin pada pepaya sebesar 12% berat kering, wortel (7,4%), pisang (6,2%), dan pada nanas (2,3%) berat kering (Baker, 1997). Albedo semangka mempunyai kandungan pektin yang tinggi sekitar 21,03%, sehingga cocok untuk pembuatan fruit and vegetable leather. Bagian albedo buah semangka yang beratnya hampir 36% dari total berat buah ini dapat diolah menjadi suatu produk agar tetap dapat dikonsumsi dan dimanfaatkan. Albedo dapat disebut sebagai lapisan tengah (mesokarp) buah semangka yang terletak di antara epidermis luar (eksokarp) dan epidermis dalam (endokarp). Albedo merupakan bagian kulit buah yang paling tebal dan berwarna putih. (Kalie, 1999). Menurut data dari BPS tahun 2014 di Jawa Tengah hasil panen buah semangka mencapai 730.010. Tingginya konsumsi semangka menyebabkan albedo semangka menjadi limbah yang membusuk dan hanya terbuang sia-sia. Padahal kemungkinan albedo semangka tersebut masih bisa dimanfaatkan dengan pengolahan lebih lanjut. Hal inilah yang harusnya menjadi perhatian sehingga limbah albedo semangka bisa dimanfaatkan dan tidak hanya mejadi limbah semata (Piliang, 2009). Menurut Niwanggalih (2014), albedo semangka memiliki kandungan gizi yang tinggi seperti daging buah semangka. Menurut Piliang (2009), pada daging dan albedo semangka banyak mengandung vitamin C dan vitamin E yang baik untuk kulit dan rambut. Penelitian ini mencoba menghasilkan produk fruit and vegetable leather yang memiliki kandungan serat yang tinggi, maka dari itu ditambahkan sayuran yang memiliki kandungan serat cukup tinggi yakni labu siam. Labu siam merupakan sayuran yang tumbuh pada daerah subtropis dan sering digunakan sebagai makanan sekaligus sebagai obat dalam pengobatan populer (Fitriani dkk, 2012). Labu siam juga merupakan komoditas yang selalu tersedia dan melimpah hasil panennya sepanjang tahun. Menurut data
3
dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, hasil panen labu siam di Jawa Tengah sekitar 69.201 ton. Labu siam merupakan sayuran yang mudah didapat dan mempunyai banyak kandungan gizi salah satunya serat nabati, sehingga labu siam dapat dijadikan sumber serat makanan (Wiadnya, 2014). Elisabeth (2008) melaporkan bahwa labu siam mengandung serat nabati berupa pektin sekitar 1,7 g per 100 g buah, lebih tinggi dari beberapa sayuran lainnya seperti wortel yang hanya mengandung 0,9 g/100 g buah, brokoli yang mengandung 0,5 g/100 g buah dan tomat sebesar 1,2 g/100 g buah. Selain pektin, labu siam juga mengandung potassium, energi, protein, lemak, karbohidrat, serat, gula, kalsium, seng, tembaga, mangan, selenium, tiamin, riboflavin, niasin, vitamin B6, vitamin E. Vitamin K yang sangat bermanfaat bagi tubuh (Nisa, 2012). Selain tinggi akan kandungan mineral, labu siam juga memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi yaitu 92,3 mg / 100 g bahan (Utami, 2009). Komponen air merupakan bagian yang terbesar dari seluruh komposisi buah labu siam yang mencapai 95,5%. Selain itu dilaporkan bahwa labu siam merupakan sayuran penurun kolesterol, pencegah hipertensi, sebagai sumber nutrisi ibu hamil dan menyusui, baik untuk penderita asam urat, diabetes dan penderita sariawan, serta menjaga kesehatan ginjal. Fruit and vegetable leather yang akan dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik yang sama dengan fruit leather yaitu berbentuk lembaran tipis dengan ketebalan 2 - 3 mm, kadar air 10 – 15 %, mempunyai konsistensi dan rasa khas sesuai dengan jenis buah-buahan yang digunakan (Rachmanto dkk, 2014). Menurut Sidi tahun 2014, salah satu masalah yang sering muncul ketika proses pembuatan fruit
and vegetable leather
adalah sifat
keplastisannya. Penambahan pektin dari albedo semangka dan labu siam saja belum cukup untuk membentuk sifat keplastisan dari fruit and vegetable leather, sehingga diperlukan penambahan hidrokoloid. Hidrokoloid memiliki kemampuan untuk menurunkan kandungan air bebas dalam bahan pangan (Widyaningtyas dan Wahono, 2015).
4
Maka dari itu untuk memperbaiki sifat plastis serta mempertahankan kestabilan fruit and vegetable leather yang dihasilkan, dalam penelitian ini digunakan karagenan. Karagenan memiliki sifat fungsional yang berhubungan dengan pembentukan gel seperti gelatin namun relatif lebih murah dan sebagai pengikat air (hidrogel). Selain itu karagenan memiliki kemampuan membentuk gel seperti gelatin, memberikan sifat elastis, sehingga dalam proses produksi dapat memudahkan dalam pengelupasan dan pembentukan fruit leather (Distantina dkk, 2012). Karagenan juga digunakan karena relatif lebih stabil dalam penyimpanan untuk waktu yang lama. Kappa karagenan merupakan pembentuk gel terbaik dibandingkan iota dan lambda karagenan. Pemilihan kappa karagenan sebagai hidrokoloid juga mampu meningkatkan kadar serat dalam fruit leather (Murdinah, 2010). Dibandingkan dengan hasil gel agar yang cenderung rapuh, gel karagenan cenderung plastis sehingga baik untuk digunakan dalam pembuatan fruit leather. Untuk memperbaiki rasa, aroma serta memperpanjang umur simpan dari produk yang dihasilkan, ditambahkan pemanis berupa sorbitol. Pemilihan sorbitol dikarenakan sorbitol memiliki tingkat kemanisan 50-60% lebih manis dibanding sukrosa. Pemakaian gula sukrosa, menghasilkan kalori fruit and vegetable leather yang cukup tinggi sehingga digunakan sorbitol. Nilai kalori pada sorbitol yaitu sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g (Wulandari dkk, 2014). Selain itu sorbitol juga berfungsi sebagai suatu humektan (pelembab) pada berbagai jenis produk sebagai pelindung melawan hilangnya kandungan moisture dan mencegah reaksi maillard. Menurut Mc Williams (1997) dalam Suseno dkk, (2008), menjelaskan bahwa dibandingkan dengan sukrosa, penyerapan sorbitol oleh tubuh lebih lambat sehingga ketika digunakan kenaikan glukosa darah dan respon insulin yang berhubungan dengan proses pencernaan glukosa terkurangi. Sorbitol menjadi salah satu pemanis alternatif bagi penderita diabetes melitus. Penelitian fruit and vegetable leather berbasis albedo semangka dan labu siam dengan variasi penambahan karagenan ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik, kimia dan sensoris fruit and vegetable leather
5
berbasis albedo semangka dan labu siam dengan penambahan konsentrasi karagenan yang berbeda. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh penambahan karagenan terhadap karakteristik fisik dan kimia fruit and vegetable leather berbasis albedo semangka dan labu siam ? 2. Bagaimana pengaruh penambahan karagenan terhadap karakteristik sensoris fruit and vegetable leather berbasis albedo semangka dan labu siam ? 3. Berapakah konsentrasi karagenan yang paling baik ditinjau dari karakteristik fisik, kimia dan sensoris fruit and vegetable leather ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui pengaruh penambahan karagenan terhadap karakteristik fisik dan kimia fruit and vegetable leather berbasis albedo semangka dan labu siam.
2.
Mengetahui pengaruh penambahan karagenan terhadap karakteristik sensoris fruit and vegetable leather berbasis albedo semangka dan labu siam.
3.
Mengetahui konsentrasi karagenan yang paling baik ditinjau dari karakteristik fisik, kimia dan sensoris fruit and vegetable leather.
D. Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai penggunaan albedo semangka
yang
merupakan
limbah
dan
labu
siam
yang
terbatas
pemanfaaatannya untuk dikembangkan menjadi fruit and vegetable leather sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis dan sifat fungsional dari produk
6
tersebut. Selain itu juga dapat memberikan informasi mengenai karakteristik fisik kimia dan sensoris terhadap produk fruit and vegetable leather dengan penambahan beberapa variasi konsentrasi karagenan.