HumanCapital n
No. 35 n Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
n
Rp. 30.000, -
Journal
Achieving Human Capital Excellence
Dampak Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Karyawan
w.huma
apitalj
HC Journal Digital
na our l.c
nc
ww om
10 Ciri Utama Pemimpin Berkualitas
Effective Sales Leadership Coaching
Innovation Leadership
28
PT Menara Kadin Indonesia
MKI -
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
Workshop & Survey Research
Measuring & Managing Customer Engagement Schedule 2014 : 19 - 20 May, 27 - 28 Agt Latar Belakang
R
iset yang dilakukan oleh John H. Fleming, Curt Coffman, dan James K. Harter dari Gallup Consulting menyimpulkan bahwa interaksi antara karyawan dan pelanggan sangat menentukan kinerja finansial organisasi. Sikap karyawan mempengaruhi sikap pelanggan, dan sikap pelanggan mempengaruhi kinerja organisasi secara linear. Artinya, jika ingin memiliki kinerja finansial yang tinggi, perusahaan harus mengukur dan meningkatkan sikap pelanggan, yang dikenal dengan keterikatan pelanggan (Customer Engagement). Level Customer Engagement bisa menjadi indikator proses (leading indicator) dari tingkat pengembalian bagi investor. Artinya, kalau hasil survei Customer Engagement menghasilkan tingkat engagement yang tinggi, maka ada harapan kinerja keuangan perusahaan juga tinggi.
Outline Workshop
Day 1 : Concept & Implementation of Customer Engagement 1. Konsep Customer Engagement dan kontribusinya terhadap keberhasilan organisasi 2. Faktor-faktor pengendali Customer Engagement 3. Bagaimana mengelola Customer Engagement? 4. Mendesain strategi dan program Customer Engagement
Contact Person: Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti, Mr. Hadi, Mrs. Tari, Mr. Ridwan
(021)
Day 2 : Measuring Customer Engagement 1. Metodologi dan tool pengukuran Customer Engagement 2. Langkah-langkah dalam mengukur Customer Engagement 3. Menentukan jenis dan sumber data pengukuran 4. Teknik sampling dan pengolahan data 5. Pengambilan kesimpulan dan validasi 6. Tindak lanjut hasil survei Customer Engagement
Target Peserta
Eksekutif/Manager/Assistant Manager/Staff yang bertanggung jawab terhadap manajemen pemasaran dan pelayanan pelanggan.
Human Capital Sigma® Chain Shareholder Value Increase Revenue & Profit Growth Engaged Customers
Human Capital Sigma
Engaged Employees Fulfill Engagement Drivers
Innovated by MKI - Adapted from : Gallup’s Human Sigma®
Durasi Workshop
2 hari (sekitar 14-16 jam pelajaran)
Metodologi
Fasilitator t*S3VN%.VUJBSB .4J, berpengalaman sebagai eksekutif/manajer SDM di beberapa perusahaan serta konsultan/fasilitator di bidang manajemen SDM. Saat ini menjadi Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia. t*S4ZBINVIBSOJT .#" berpengalaman sebagai praktisi pemasaran dan SDM, ahli dalam Strategic Performance Management/ Balanced Scorecard dan manajemen sumberdaya manusia berbasis kompetensi dan kinerja. Saat ini menjabat Direktur PT Menara Kadin Indonesia. t%S./VS"JEJ dosen Departemen Statistik IPB, konsultan ADB, fasilitator berbagai program pelatihan, dan saat ini juga menjabat Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia.
Biaya Biaya workshop adalah 3Q per peserta. Biaya tersebut belum termasuk biaya PPN, tetapi sudah termasuk penggandaan materi, gimmick, formulir latihan, dan sertifikat – dikeluarkan oleh MKI.
Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori, dengan bobot perkiraan 60% teori dan 40% latihan.
5790 3840
or Fax. (021) 527 4443 Email:
[email protected] Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
Foreword
HumanCapital
Selamat Datang JKN
Achieving Human Capital Excellence
M
ulai awal Januari 2014, Indo nesia memasuki era baru pe layanan kesehatan bagi selu ruh penduduk dengan hadirnya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di bawah ken dali BPJS (Badan Penyelenggara Jamin an Sosial) Kesehatan. Kehadiran JKN merupakan upaya memberikan perlin dungan layanan kesehatan secara nasional di bawah satu atap. Sebelumnya, layan an kesehatan ada dalam bentuk Jamin an Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), Askes bagi pegawai negeri sipil, TNI/Polri, pensiunan PNS, veteran, serta kalangan dokter dan bidan, dan Jaminan Pemeli haraan Kesehatan (JPK) Jamsostek untuk tenaga kerja mandiri. Kehadiran JKN sempat dikhawatir kan menjadi saingan berat bagi penye lenggara asuransi kesehatan komersial. JKN melalui BPJS Kesehatan bersifat so sial, sifat kepesertaannya wajib untuk se luruh penduduk, dan paket jaminan serta besaran iuran ditetapkan dalam UndangUndang 24/2011 tentang BPJS Kesehatan. Dalam asuransi sosial berlaku prinsip subsidi silang, di mana masyarakat dari golongan mampu membantu yang mis kin, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Akan halnya asuransi komersial, kepesertaannya bersifat sukarela. Peserta mengiur sesuai dengan paket jaminan yang ingin didapatkan. Tentu saja premi iurannya jauh di atas premi yang ditetap kan BPJS Kesehatan. Di sini subsidi silang tetap terjadi, yakni dari peserta yang se hat membantu peserta yang sakit. Melalui mekanisme koordinasi manfaat atau Coordination of Benefit (CoB), peserta BPJS Kesehatan yang juga memiliki asuransi kesehatan bisa menikmati peningkatan layanan (top up), naik dari kelas I ke kelas VIP. Dalam kasus seperti ini, peserta akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan untuk layanan kesehatan utama (jaminan dasar), dan ditanggung pula oleh asuransi kese hatan untuk layanan tambahan yang lebih
management
eksklusif. Besaran tarif yang dibayarkan asur ansi kesehatan kepada Rumah Sakit me ngacu kepada tarif Indonesia Case Base Groups (Ina-CBGs), di mana biasanya Rumah Sakit swasta mengenakan tarif 3 kali dari tarif Ina-CBGs. Selama ini, tarif Ina-CBGs digunakan sebagai dasar bagi Rumah Sakit swasta dalam mengajukan klaim kepada pemerintah untuk peserta Askes dan Jamkesmas. Tarif Ina-CBGs di dasarkan kepada bauran kasus (casemix) yang banyak terjadi di Indonesia. Bauran kasus merupakan pengelompokkan diag nosis penyakit yang dikaitkan dengan bia ya perawatan. Saat ini pengambilan data Ina-CBGs dilakukan dari 160 Rumah Sakit pemerintah maupun swasta. Ada 12 kelompok tarif berdasarkan kelas Rumah Sakit, terdiri dari 1.077 tarif pada setiap kelompok. Tarif Ina-CBGs sudah mem pertimbangkan tingkat keparahan penya kit: ringan, sedang, dan berat. BPJS Kesehatan telah mengeluarkan edaran bahwa pemberian obat untuk pe nyakit kronis dapat langsung diberikan untuk kebutuhan 30 hari. Peserta dengan penyakit kronis yang dinyatakan dalam kondisi stabil oleh dokter spesialis atau sub-spesialis yang merawat dapat mengi kuti program rujuk balik. Layanan ru juk balik diberikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama, yakni Puskesmas, klinik pratama atau dokter praktek umum se suai dengan peresepan obat yang diberi kan oleh dokter spesialis atau sub-spesialis untuk kebutuhan 30 hari. Pemberian obat kemoterapi, thalasemia, dan hemofilia da pat diberikan di fasilitas kesehatan tingkat III atau II dengan mempertimbangkan fasilitas yang tersedia dan kompetensi te naga medisnya. Obat untuk penyakit-pe nyakit berat tersebut bisa diberikan pada masa rawat jalan maupun rawat inap. Edisi kali ini membahas “Jaminan Kesehatan Nasional” secara cukup detil. Tentu masih banyak tulisan menarik lain nya yang bisa Anda baca. Selamat membaca! l n
No. 35
Journal
Diterbitkan oleh PT. Menara Kadin Indonesia (Mki Corporate University) Patrons Anindya N. Bakrie, Burhan Uray, Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani, Teddy Kharsadi editorial
Chief Editor (Penanggung Jawab) Syahmuharnis Executive Editor Yurnas Rachman Manager, Marketing & Promotion Ridwan Effendi Editorial & Business Dev. Executive Ratri Suyani Editorial Board Andedes Cipta, Bagas Wiharto, Dasmito Syah, Kristiadi, Lestari Suryawati Circulation & Advertisment Dedeh P, Hadi Ismanto, Peri Sonata, Siti Insaroh, Purwanti Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan Menara Kadin Indonesia 24th Floor Jl. HR. Rasuna Said X - 5 Kav. 2 - 3 Jakarta 12950 Indonesia Phone : (62 - 21) 5790 3840 Fax. : (62 - 21) 527 4443 Email : mki@pt - mki.co.id learningcenter@pt - mki.co.id Website : www.humancapitaljournal.com www.pt - mki.co.id Bank : Bank Mega Cabang Rasuna Said Jakarta. Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia Redaksi menerima artikel yang sesuai dengan visi dan misi Human Capital Journal. Redaksi berhak mengedit isi tulisan yang dikirim tanpa merubah maksud dan tujuannya. Dilarang memperbanyak/menggandakan isi majalah tanpa izin dari pihak redaksi. ©Hak Cipta dilindungi Undang - undang n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
3
From Chief Editor Syahmuharnis
Chief Editor of Human Capital Journal
Presiden Yang Peduli kepada SDM
D
alam beberapa bulan ke depan, Indonesia masih disibukkan oleh pemilihan pasangan presiden dan wakil presiden untuk periode 5 tahun mendatang. Ada 2 calon presiden (capres) yang digadang-gadang oleh banyak konsultan poli tik memiliki elektabilitas tertinggi, yakni Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo. Pertanyaannya, kalau salah satu di antara mereka terpilih menjadi presiden mendatang, seperti apakah dampaknya bagi pengembangan sumberdaya manusia (SDM) di Indonesia? Sejatinya, sejauh mana mereka memberi perhatian terhadap SDM sebagai kunci daya saing bangsa? Mengacu kepada visi, misi, dan program utama Jokowi dan Prabowo memang tidak secara tegas kita bisa menyimbulkan komitmen mereka terhadap pengembangan sumberdaya manusia. Keduanya menjanjikan munculnya kedaulatan dan harga diri bangsa yang lebih baik melalui sinergi dari berbagai komponen bangsa. Prabowo tegas mengatakan bahwa manusia Indonesia harus menjadi tuan di negeri sendiri. Kendatipun demikian, tidak ada capres yang secara gamblang menyatakan bahwa investasi pada SDM sebagai salah satu program utamanya. Padahal, banyak kalangan terpelajar yang sangat menunggu pernyataan ini disampaikan sebagai kunci peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan – di samping daya saing bangsa. Masalahnya sederhana, kunci daya saing sebuah bangsa adalah kualitas SDM-nya, bukan kekayaan sumberdaya alamnya, seperti yang ditulis oleh Prof. Michael Porter dalam bukunya Competitive Advantage of the Nations. SDM yang berkualitas, menurut Porter, akan menghasilkan daya saing yang hebat (competitive advantage) dan bisa mengalahkan daya saing komparatif (comparative advantage). Alokasi dana APBN untuk pendidikan sebesar 20% tentu akan terus berlanjut pada pemerintah an baru, karena sudah menjadi amanat undangundang. Tantangannya adalah bagaimana mengeksekusi dana yang besar itu secara efisien
4 Human Capital Journal
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
dan efektif untuk memajukan dunia pendidik an nasional. Misalnya, bagaimana pemerintah bisa memastikan semakin banyak orang-orang terbaik, terutama dari kalangan tidak/kurang mampu bisa mendapatkan dukungan pendidikan hingga jenjang tertinggi? Bagaimana pula dunia pendidikan menghasilkan manusia-manusia yang kompeten, inovatif, dan berkarakter sehingga mampu memenuhi kebutuhan lapangan kerja atau, bahkan, menciptakan lapangan kerja? Pemerintah harus menjadi motor pengembangan SDM yang kreatif dan inovatif untuk menjadi pilar pembangunan bangsa ini. Laporan Global Innovation Index dari Cornell University bekerjasama dengan World Intellectual Property Organization (WIPO) dan INSEAD me nempatkan 10 negara maju sebagai negara paling inovatif tahun 2013, dengan Swiis di peringkat pertama, disusul oleh Swedia, Inggris, Belanda, Amerika Serikat, Finlandia, Hong Kong, Singapu ra, Denmark, dan Irlandia. Pemeringkatan ini di lakukan berdasarkan 84 kriteria untuk 142 negara yang terlibat dalam penelitian tersebut. Proses pengamatan fokus kepada 5 kategori input, yakni lembaga, SDM, infrastruktur, kepuasan pasar, dan kepuasan berbisnis. Sementara kategori output yang diamati adalah pengetahuan dan teknologi atau hasil kreatifitas suatu negara. Indonesia jelas tidak termasuk kategori negara paling inovatif. Akan tetapi, yang cukup menggembirakan dari laporan tersebut, bila pemeringkatan itu dilakukan dengan mem perhitungkan input yang dipergunakan, maka Indonesia ada di peringkat 6 di dunia, di bawah Mali, Moldova, Guinea, Malta, dan Swaziland sebagai negara yang inovatif dan efisien. Tidak cukup membanggakan sebenarnya, karena ada di deretan negara-negara yang bukan pesaing kita. “Untuk mendorong inovasi, Anda butuh pemimpin negara yang pro-inovasi dan sejum lah besar pegawai berpendidikan tinggi serta berbakat,” tukas Soumitra Dutta, editor laporan tersebut. l
contents
HumanCapital Achieving Human Capital Excellence
No. 35/Tahun III 15 Mei - 15 Juni 2014
Journal
3 Foreword
Salary Survey 2014
4 From Chief Editor
Penggerak Utama Meningkatnya Porsi “Variable Pay”
12 Cover story
6 HC News
Deklarasi Nasional Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Perkoperasian
7 HC News
Jababeka Gandeng Sembcorp Bangun Kawasan Industri Kendal
14 Laksana Bola Api 18 BPJS Siap Bayar Uang Muka Klaim 20 Apakata Mereka
8 HC News
Mengubah Konflik Menjadi Kekuatan
Dr. Yantoko SpBP-RE Perlu Pengawasan yang Ketat
Oleh Ranti Wulandari
23 Dwi Soetjipto, BPJS Kesehatan Masih Membingungkan 24 Dr. Rr. Susiana Dewi, Asuransi Swasta Jadi Pelengkap Kenyamanan 26 BPJS Kesehatan : Manfaat Meningkat Asalkan Cermat
9 HC News
Sulitnya Menyehatkan Masyarakat Meski masih banyak masalah yang dihadapi akibat lahirnya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tetapi kehadirannya telah menunjukkan arti pent ing peran negara bagi rakyat yang sesungguhnya. Kesehatan bersama-sama pendidikan, dan kesejahteraan merupakan 3 indikator utama pembentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bagaimana para karyawan merespons JKN?
Media Gathering Jababeka
27 Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)
Persaingan Industri Asuransi Makin Ketat
30 Periscope
33 Photo Gallery
Remunerasi sebagai Sumber Motivasi?
34 Column: Business Management
30 Periscope 10 Ciri Utama
36 Column: Leadership Series
Pemimpin Berkualitas
28 Profile Reni Lestari Razaki
Peningkatan Skill itu Penting
32 Column : Success Motivation
Drs. Eddie Priyono BPJS-Kesehatan Harus Sehat
Gani Gunawan Djong Effective Sales Leadership Coaching
n
No. 35
Brata Taruna Hardjosubroto Innovation Leadership
38 Column: Wendra
n
Kenapa CEO Gagal
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
5
HC News
Deklarasi Nasional Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Perkoperasian
S
emakin berkembangnya pelaksanaan sertifikasi kom petensi tenaga kerja di masingmasing sektor, memberikan dampak positif dengan meningkatnya daya saing dan produktivitas tenaga kerja. Sertifikasi kompetensi menjadi penting guna memberikan nilai tam bah terhadap sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi di bidangnya. Mengapa sertifikasi kompetensi diperlukan? Sertifikasi kompetensi merupakan sebuah pengakuan terha dap tenaga kerja/SDM yang mempu nyai pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan standar kompetensi kerja yang dipersyarat kan. Artinya, sertifikasi kompetensi memastikan bahwa tenaga kerja (pemegang setifikat) tersebut terjamin
6 Human Capital Journal
n
No. 35
n
akan kredibilitasnya dalam melakukan suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini yang menjadi perhatian Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dalam rangka meningkatkan kuali tas SDM yang ada di perkoperasian Indonesia agar dapat bersaing dalam menghadapi ASEAN Economic Com munity 2015 (AEC). “Ini upaya Dekopin untuk mengembangkan SDM di bidang perkoperasian agar dapat bersaing di era perdagangan bebas. Masa posisi mana ger koperasi Indonesia diberikan pada orang asing? Makanya kita persiapkan untuk itu,” ujar Nurdin Halid, Ketua Umum Dekopin kepada wartawan. Untuk mengatasi hal tersebut, Deko pin bekerja sama dengan PPM Mana jemen membentuk sebuah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Perkoperasian
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
yang dikukuhkan dalam sebuah deklarasi nasional pada 22 April 2014 lalu. Pengukuhan yang dilaksana kan di Auditorium Gedung Bina Manajemen B, Menteng Raya Jakarta ini ditanda tangani oleh Reni Lestari Razaki, Direktur Program Pengembangan Eksekutif PPM Manajemen dan Ban gun Surartono, Wakil Ketua Umum Dekopin Bidang Pengembangan SDM dan Pengkajian, serta disaksikan oleh H. AM. Nurdin Halid, Ketua Umum Dekopin dan Dr. (HC). Ir. Siswono Yudo Husodo, Ketua Pembina Yayasan PPM Manajemen. “Upaya Dekopin untuk menjadikan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional, maka dia harus menyusun sebuah konsep yang sangat visioner sehingga koperasi menjadi pilar negara. Maka untuk itu kita masih menghadapi tantang dari segi SDMnya. Kita memiliki 208 ribu koperasi yang berbadan usaha sekarang. Berarti ada satu juta lebih pengurus koperasi yang harus diting katkan kapasitasnya dalam rangka mendapatkan kompetensi untuk melakukan fungsi-fungsinya dalam menjadikan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia,” papar Nurdin di acara tersebut. PPM Manajemen sebagai lembaga pendidikan yang memiliki kredi bilitas di bidang pendidikan manaje men untuk memberikan pelatihan kepada anggota koperasi yang akan memiliki sertifikasi kompetensi di bidang koperasi. “Kami sudah punya 90 judul training di bidang manaje men. Modulnya sudah ada, sekarang yang akan kami (PPM Manajemen) lakukan bersama koperasi adalah kita tetapkan, kita bantu LSP ini untuk membuat kompetensinya. Nanti kita pilih modul mana yang cocok untuk trainingnya,” ujar Reni dalam acara tersebut. l Kristiadi
HC News
Jababeka Gandeng Sembcorp Bangun Kawasan Industri Kendal
J
ababeka menggandeng pengem bang kota asal Singapura, Semb corp Development Indonesia Ltd untuk membangun Kawasan Industri Kendal (KIK), Jawa Tengah di atas lahan seluas 2.700 hektar. Menurut Dirut Jababeka Sudarmono, seiring rencana membangun 100 kota mandiri baru di setiap provinsi, pihaknya kini mengincar Kabupaten Kendal sebagai fokus pengembangan. Sebagai tahap pertama, akan dimulai pembangunan di atas lahan seluas 1.000 hektar. Kendal memiliki lokasi yang strate gis untuk bisnis, dengan jarak sekitar 21 kilometer dari ibukota Jawa Tengah Semarang, 25 kilometer dari pelabuh an Tanjung Emas Internasional, dan 20 kilometer dari bandara Ahmad Yani Semarang International. “Kendal juga memiliki pelabuhan yang sedang dibangun untuk menjadi pelabuhan penyeberangan dan pelabuhan niaga,” papar Bupati Kendal, Widya Susanti
Potensi bisnis Kendal akan semakin meningkat dengan keberadaan KIK di masa depan. KIK dirancang sebagai kawasan industri berstandar interna sional dengan konsep pengembangan mixed-use yang meliputi penyediaan lahan industri, Bangunan Industri Siap Pakai (SFB), hunian, dan bangunan Komersial (RUKO). Infrastruktur dan fasilitas pen dukung yang akan dibangun men cakup: jalan kawasan sesuai standar internasional, saluran drainase untuk menjamin kawasan bebas Banjir, pembangkit listrik, pusat pengolahan air bersih, pusat pengolahan air limbah, sarana olahraga dan hiburan, kompleks pendidikan, dan masih banyak lagi. Untuk pelayan kepada para tenant nantinya, KIK akan menyediakan pelayanan one-stop service, misalnya layanan perizinan, layanan logistik, layanan keamanan, bantuan SDM, dan lain-lain. l Ratri Suyani
dalam temu bisnis pembangunan KIK di Menara Batavia, Jakarta, tanggal 5 Mei 2014 lalu. Dengan jumlah penduduk sebanyak 32 juta jiwa, Kendal memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berlimpah untuk ditawarkan kepada para pengusaha indus tri. Keunggulan SDM Kendal antara lain tenaga kerja berusia muda dan terlatih, labour cost yang kompetitif dibandingkan provinsi Jawa Barat maupun Jawa Timur, serta didukung oleh banyaknya lulusan sarjana-sarjana dari perguruan tinggi dan lulusan-lusan tenaga ahli siap pakai dari sekolah kejuruan setempat. Saat ini Kendal memiliki potensi bis nis yang lebih banyak bertumpu pada sek tor industri agrobisnis, tekstil, makanan, jamu dan Industri UKM / Rumah Tangga. Beberapa komoditas unggulan Kendal adalah kopi, jagung, tembakau, cengkeh, dan karet. Sedangkan potensi-potensi lainnya meliputi batik tulis, bordir, keru puk rambak, dan ikan bandeng.
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
7
HC News
Mengubah Konflik Menjadi Kekuatan
M
emimpin perusahaan pelat merah yang dipenuhi berbagai konf lik internal tidaklah mu dah. Tantangan memperbaiki kinerja perusahaan, menyatukan berbagai per bedaan, mengawal proses transformasi, hingga upaya pencapaian visi menuju world class engineering company adalah sebuah impian yang harus dicapai. Adalah Dwi Soetjipto, Direktur Utama PT Semen Indonesia Tbk. me maparkan perjalanan karirnya selama memimpin PT Semen Indonesia Tbk. ke dalam sebuah buku yang berjudul Transformasi Korporasi Mengubah Konflik Menjadi Kekuatan. Melihat fenomena tersebut PPM Manajemen belum lama ini mengadakan acara BookTalk yang mengupas tentang buku Dwi Soetjipto, Direktur Utama PT Se men Indonesia Tbk. tersebut untuk ber bagi pengalamannya dalam memimpin PT Semen Indonesia yang penuh konflik internal dan rasa kedaerahan yang masih kental.
8 Human Capital Journal
n
No. 35
n
Berbagai pengalaman pahit dialami nya mulai dari dilempari telur, dicaci maki hingga ditolak oleh serikat pekerja. “Saya harus membawa perasaan, saya tidak boleh emosi yang hanya membuat saya capek sendiri. Mereka seperti itu karena mereka mendapat informasi yang salah,” ujarnya. Namun ia tak patah arang, ia berjuang dari tempat pengasingan ka rena ia yakin yang dilakukannya benar. Pada saat ia ditunjuk menjadi Direktur Utama PT. Semen Indonesia Tbk. yang sudah dijejali dengan berbagai macam konflik internal ia tetap mencari strategi untuk mencari solusi. Ia berhasil mena ngani masalah PT. Semen Padang, anak usaha dari PT. Semen Indonesia Tbk. yang mengalami kerugian, hingga akhirnya hingga PT Semen Padang berhasil mem peroleh laba. Dwi mengatakan bahwa konflik yang terjadi seharusnya dijadikan tantangan bukan hambatan. “Buku ini sarat dengan ilmu pengetahuan serta strategi dan dise lingi dengan data statistik, sehingga layak dijadikan rujukan sebagai kajian diskusi
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
atau seminar,” ungkap Dwi. Kunci keberhasilan Dwi dalam me ngelola PT Semen Indonesia dikatakan nya adalah sinergi antar tim. “Sejak awal saya katakan, kalau tidak mau bersinergi masing-masing tim, lebih baik saya mundur. Akhirnya, semua unit mau berusaha.” ungkap Dwi. Selain sinergi, ia juga menambahkan keberlanjutan suatu usaha adalah inovasi. “Inovasi dimunculkan searah dengan sustainable dan continuously di perusahaan. Maka resep untuk itu ada lah inovasi. Tanpa inovasi maka peru sahaan hanya menjadi barang tua yang teronggok di tempat sampah,” ujarnya. Lebih lanjut ia mengatakan, salah satu inovasi yang dilakukan selama periode kepemimpinannya adalah membentuk Centre of Engineering (COE) dan Seko lah Tinggi Manajemen Semen Indonesia (StiMSI). “Ini dilakukan untuk mendu kung implementasi kebijakan peru sahaan serta menjaga competitiveness perusahaan,” lanjutnya. Satu hal yang perlu dicatat adalah Dwi Soetjipto tidak hanya membukti kan bahwa perbedaan antar perusahaan dapat diselesaikan, namun juga menjadi satu langkah bersama dalam mewujud kan peningkatan produktivitas perusa haan. l Kristiadi
HC News
di ruang meeting Beach Hotel untuk mendengarkan presentasi expose Jababe ka dan Tanjung Lesung. Acara dilanjut kan dengan pembagian kamar dan tshirt yang harus dikenakan pada saat site visit and games di Kalicaa Villa yang dimulai pukul 14.00 wib dan diakhiri dengan tea time di Beach Bale-Bale resto Kalicaa yang terletak dipinggir pantai sambil menikmati tenggelam matahari sore. Pukul 19.00 wib para awak media diajak ke Beach Club, yang merupakan suatu tempat untuk bersantai ria sambil menikmati sejuknya angin pantai, tempat ini dilengkapi dengan mini bar yang menyerupai restoran. Di sini awak media disuguhkan hidangan santap malam dengan Jimbaran style. Selesai santap malam, awak media disuguhkan berbagai acara seperti ta rian daerah dan beberapa games serta pembagian doorprize pengisi acara ma lam itu, yang tak kalah hebohnya adalah pesta kembang api yang membuat suasana semakin meriah dan berlanjut hingga pukul 12.00 wib malam serta diakhiri dengan aksi memukau performance Agung Wibowo sebagai DJ. Pagi harinya yang rencananya diadakan fun aerobic, karena sebagian peserta kelelahan akhirnya dibatalkan, dilanjutkan dengan sarapan pagi. Pukul 08.30 para awak media kembali diajak site touring dengan mengun jungi sailing club, blue fish, dan air strip project yang da lam tahap pengerjaan. Acara dilanjutkan dengan Sport water yang berakhir pukul 12.00 siang, seluruh awak media kembali ke beach hotel untuk menikmati santap siang yang dilanjutkan dengan persiapan check out untuk kembali ke Jakarta. l Kristiadi
Media Gathering Jababeka
T
ak kenal maka tak sayang, mungkin itulah pepatah yang tepat untuk mengenal lebih dekat dengan para awak media cetak maupun elektronik. Pepatah tersebut diimplementasikan PT Jababeka Tbk. dengan menggelar sebuah acara, sebut saja media gathering. Media gathering yang diadakan di sebuah destinasi wisata di Banten, Tanjung Lesung resort. Acara yang dilaksanakan pada 12-13 Mei 2014, dihadiri oleh sekitar 60 orang dari berbagai media cetak dan elektronik nasional. “Sengaja kita ajak para rekan-rekan media kesini untuk mengenal lebih jauh tentang objek wisata yang kita (PT Jababeka Tbk.) kelola ini,” ujar Agus Mulyadi, Corporate Secretary PT. Jababeka Tbk pada kata sambutannya. Menurut Mulyadi selain mem perkenalkan objek wisata Tanjung
Lesung, juga sebagai ajang silaturahmi antar media yang selama ini telah terjalin antara pihak Jababeka dengan para rekan media. Tanjung Lesung merupakan salah satu kawasan yang menjadi fokus pengembangan Jababeka saat ini. Terletak 170 km sebelah barat daya dari pusat kota (DKI Jakarta) merupakan destinasi wisata eksklusif terintegrasi dengan keindahan alam yang menarik bagi para pengunjung dan investor. Empat jam perjalanan dari pusat kota merupakan perjalanan yang harus ditempuh untuk sampai ke tempat tujuan. Sesampainya di tujuan seluruh awak media disambut dengan tarian pantai dan orange juice yang disuguhkan panitia untuk penghilang rasa dahaga serta sedikit shortbrief program oleh host. Sebelum check in para awak media dipersilahkan untuk beristirahat sambil menikmati hidangan santap siang. Selesai santap siang para awak media berkumpul
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
9
Cover Story
Sulitnya Menyehatkan Masyarakat Meski masih banyak masalah yang dihadapi akibat lahirnya Sistem Jaminan Kese hatan Nasional (JKN), tetapi kehadirannya telah menunjukkan arti penting peran negara bagi rakyat yang sesungguhnya. Kesehatan bersama-sama pendidikan, dan kesejahteraan merupakan 3 indikator utama pembentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bagaimana para karyawan merespons JKN?
K
ehadiran BPJS (Badan Penyeleng gara Jaminan Sosial) Kesehatan awal 2014 tentu saja disambut gembira oleh masyarakat, khususnya sekitar 140 juta jiwa yang tergolong miskin. Sesuai amanat Undang-Undang BPJS, setiap warga Negara Indonesia wajib memiliki jaminan kesehatan. Artinya, ke depan, tidak ada lagi warga negara yang tidak bisa berobat karena ketiadaan biaya atau kisah Rumah Sakit yang menolak pasien karena alasan 10 Human Capital Journal
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
apapun. Pada tahun 2014, menurut Dr. Fahmi Idris, Direktur Utama BPJS Kesehatan, ditargetkan 121,6 juta jiwa atau sekitar 50% dari total penduduk Indonesia berhasil dilayani oleh BPJS. Diharapkan dalam 5 tahun, hingga 2019, BPJS Kesehatan sudah berhasil melayani seluruh penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 257 juta jiwa. Target 2014 tersebut tampaknya akan bisa dicapai, meng ingat jumlah penerima bantuan iuran dan nonpenerima bantuan iuran saat ini sudah mencapai
117 juta jiwa lebih. Jumlah peserta mandiri sudah dari lebih dari 722.656 jiwa dengan laju pertambah an 20 ribu peserta baru setiap harinya. Sedangkan jumlah peserta badan usaha swasta telah mencapai 94.790 lebih. Peserta BPJS Kesehatan terbagi ke dalam 2 kelompok. Pertama, penerima bantuan iuran (PBI), terdiri dari orang-orang yang sangat miskin dan yang tidak mampu membayar biaya sama sekali. Kedua, pegawai negeri, pegawai militer, kepolisian, karyawan perusahaan swasta, dan wirausahawan. Besarnya iuran bagi pegawai negeri sipil maupun TNI/Polri adalah 5%, di mana 3% diberikan oleh pemerintah dan 2% dipotong setiap bulannya dari gaji mereka. Menurut data BPJS Kesehatan, jumlah karya wan perusahaan yang menjadi anggota Jamsostek 8,5 juta karyawan. Perusahaan harus mendaftarkan karyawannya kepada BPJS Kesehatan. Jika peru sahaan menolak untuk mendaftarkan karyawan mereka, karyawan bisa melaporkannya kepada BPJS Kesehatan. Sesuai dengan peraturan pemerin tah, ada sanksi hukuman bagi perusahaan tersebut. Selama ini, karyawan membayar iuran kesehatan 4% dari gaji pokok ditambah dengan tunjangan tetap setiap bulannya. Khusus untuk pekerja asing, BPJS Kesehatan menargetkan 8% dari jumlah mereka (total sekitar 250.000 warga asing di Indonesia) menjadi peserta BPJS Kesehatan. Berbeda dengan WNI, warga Neg ara asing mengiur sendiri dengan besarnya iuran adalah dua kali Pendapatan Kena Pajak (PTKP). Bagi masyarakat mandiri yang ingin mendaf tar, hal itu bisa dilakukan di kantor cabang BPJS Kesehatan dengan membawa KTP dan pas foto atau melalui website BPJS Kesehatan (www. bpjs-kesehatan.go.id). Untuk lebih memudahkan, pendaftaran secara mandiri juga bisa dilakukan melalui jaringan kantor cabang Bank BRI dan Bank Mandiri dengan memilih iuran yang diinginkan. Calon peserta tinggal mendaftar dan melakukan pembayaran di teller, setelah itu data peserta baru yang masuk via teller langsung terhubung dengan database BPJS Kesehatan sehingga memperoleh virtual account.
ini, yakni William Beveridge, seorang ekonom dan teknorat Inggris. Dalam sistem ini, negara sepenuhnya menang gung biaya kesehatan warga nya. Semua bentuk pelayanan kesehatan yang dipergunakan oleh warga bisa dinikmati dengan gratis. Sistem ini dianut oleh Inggris, Spanyol, Selandia Baru, dan negara-negara Skandinavia. Sistem ini sangat menguntungkan bagi masyarakat di berba gai lapisan, yakni kesetaraan layanan kesehatan ter lepas dari posisi dan status kesejahteraan mereka. Untuk bisa menopang pembiayaan jaminan keseha tan tersebut, pemerintah menerapkan beban pajak yang tinggi kepada warganya, antara 20% hingga 50% dari pendapatan warga yang terkena pajak. Sistem ini tentu juga memiliki sejumlah risiko. Beban negara menjadi sangat besar, begitu pula beban pajak yang ditanggung oleh warga. Tatkala perekonomian negara mengalami masalah, melam bat ataupun minus, anggaran negara dan rumah tangga menjadi sangat terbebani. Biasanya negara menutup anggaran ini dengan cara deficit spending alias mengutang kepada kreditur. Ini salah satu penyebab utama krisis ekonomi dan anggaran yang menimpa Spanyol. Kedua, sistem Bismarck (Bismarck Sistem). Sistem jaminan kesehatan ini ditemukan oleh Kanselir Jerman pertama, Otto van Bismarck. Sistem ini dianut oleh Jerman, Belanda, Peran cis, Swiss, Jepang, dan sejumlah negara Amerika Selatan. Berbeda dengan sistem Beveridge, sistem Bismarck tidak membebankan seluruh biaya kese hatan kepada negara, tetapi didistribusikan juga
Model JKN
Secara global, menurut Diana Wishnu da lam buku Politik Jaminan Kesehatan (2012), di dunia terdapat 3 model sistem jaminan kesehatan nasional yang dianut negara-negara di dunia. Per tama, sistem Beveridge (Beveridge System). Pena maan sistem ini berasal dari nama penemu sistem n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
11
Cover Story
secara proporsional kepada perusahaan dan tenaga kerja. Model ini menggunakan asuransi sebagai perpanjangan tangan negara dalam memberikan jaminan kesehatan kepada rakyatnya. Namun de mikian, negara tetap berperan penting dalam me ngatur layanan kesehatan ini secara ketat, seperti menetapkan besaran iuran asuransi dan patokan biaya tarif layanan kesehatan yang boleh dikenakan oleh Rumah Sakit. Ketiga, sistem pasar. Dalam sistem ini, negara tidak ikut membiayai kesehatan warganya, tetapi lebih berperan menjadi regulator dan wasit untuk memastikan semua warga bisa menikmati fasili tas kesehatan. Amerika Serikat adalah salah satu Negara penganut sistem ini. Sistem ini tentu juga memiliki kelemahan untuk bisa diadopsi seluruh negara. Meskipun bagus untuk anggaran negara, akan tetapi sistem ini hanya bisa diterapkan di negara-negara dengan tingkat kemakmuran yang tinggi. Sebab, sistem ini mensyaratkan adanya kemampuan warga untuk mengiur premi asuransi kesehatan secara merata. Artinya, sistem semacam ini sulit diterapkan di negara-negara sedang berkembang seperti Indone sia. Berdasarkan 3 model jaminan kesehatan nasional di atas, JKN yang kini diterapkan oleh BPJS Kesehatan tampaknya mengadopsi sistem Bismarck, yang membagi beban biaya jaminan kesehatan antara negara, perusahaan, dan pekerja. Agar tidak membebani anggaran negara terlalu be
Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan tentunya akan membantu terwujudnya JKN yang berkualitas.
12 Human Capital Journal
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
sar, maka JKN harus sebanyak mungkin merang kul perusahaan, tenaga kerja, dan peserta mandiri untuk bergabung, selain pegawai negeri sipil dan TNI/Polri. Total pegawai negeri sipil dan TNI/ Polri beserta keluarganya mencapai angka 90 juta jiwa. Sebab, dari golongan inilah diharapkan terjadi subsidi silang iuran BPJS Kesehatan, khususnya ter hadap masyarakat penerima bantuan iuran (PBI). Besar iuran PBI yang diberikan oleh pemerin tah adalah Rp 19.225 per bulan dan mencakup 5 anggota keluarga peserta untuk ruang perawatan kelas III. Sedangkan iuran dari peserta mandiri adalah Rp 25.500 setiap bulannya untuk mendapat kan ruang perawatan yang sama. Besaran iuran itu pun belum mencakup 5 anggota keluarga peserta. Peserta mandiri harus membayar iuran berdasar kan jumlah anggota keluarga yang didaftarkan. Dari pola mengiur semacam ini, tampak jelas bahwa pemerintah ingin membatasi subsidi iuran bagi PBI serendah mungkin untuk mengamankan anggarannya. Masalahnya, para peserta mandiri ini tidak semuanya memiliki kemampuan meng iur yang tinggi. Kebanyakan mereka adalah masyarakat yang tergolong pekerja bukan penerima upah. Hal semacam ini akan menjadi salah satu risiko di masa depan yang perlu dipikirkan, yaitu pengamanan anggaran negara dan kemampuan masyarakat untuk mengiur serta mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas. Kuncinya terletak kepada pertumbuhan ekono mi dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Per tumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan tentunya akan membantu terwujudnya JKN yang berkualitas.
Bagaimana dengan Pekerja/Karyawan?
Sebagian besar pekerja/karyawan perusahaan selama ini telah mengikuti program Jaminan Peme liharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek, di samping asuransi kesehatan komersial. Sesuai UU 24/2011 tentang BPJS, sangat jelas dinyatakan peserta JPK Jamsostek otomatis menjadi peserta BPJS Kesehat an. Sayangnya, para peserta JPK Jamsostek tetap diharuskan mendaftar kepada BPJS Kesehatan. Hal ini sempat membingungkan banyak perusa haan. Seharusnya data dari JPK Jamsostek otomatis dipergunakan BPJS Kesehatan untuk membuat kartu baru. Selain itu, peserta JPK Jamsostek selama ini mencakup pula keluarga, akan tetapi saat ini pe serta JPK Jamsostek di BPJS Kesehatan merupakan peserta perseorangan. Hal ini menjadi beban baru bagi seorang karyawan yang ingin pula memberi
kan proteksi layanan kesehatan dasar dari BPJS Kesehatan. Selama ini, sebagian besar karyawan peru sahaan lebih suka menggunakan jasa asuransi kesehatan komersial ketimbang JPK Jamsostek. Penyebabnya macam-macam. Salah satu yang se ring dikeluhkan oleh karyawan adalah terbatasnya aksesibilitas dan layanan kesehatan yang berkuali tas. Asuransi kesehatan komersial mampu mem berikan solusi terhadap hal ini. Untuk mengatasi hal ini, BPJS Kesehatan memang akan merangkul seluruh Rumah Sakit di Indonesia yang berjum lah 2.200 buah. Saat ini, lebih dari 1.750 Rumah Sakit di Indonesia sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Lantas, bagaimana dengan karyawan yang ingin juga mengikuti program asuransi kesehat an komersial? Secara konseptual, hal ini sangat dimungkinkan, di mana peserta bisa mengikuti asuransi kesehatan sosial (BPJS Kesehatan) dan asuransi kesehatan komersial sekaligus. Asuransi kesehatan komersial bisa bersinergi dengan BPJS Kesehatan melalui koordinasi manfaat atau Coordination of Benefit (CoB). CoB adalah sebuah proses dimana dua atau lebih penanggung yang menang gung orang yang sama untuk manfaat asuransi kesehatan yang sama, membatasi total manfaat dalam jumlah tertentu yang tidak melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan. Ruang lingkup koordinasi manfaat ini men cakup koordinasi manfaat pelayanan kesehatan, premi dan iuran, kepesertaan, penagihan klaim, sosialisasi, dan juga sistem informasi. Mekanisme CoB memberikan peluang bagi asuransi komersial menawarkan paket layanan kesehatan yang lebih lengkap dan mewah kepada peserta BPJS Kesehat an yang membutuhkannya. Melalui mekanisme ini, peserta asuransi kesehatan bisa menikmati kelas perawatan yang lebih baik, mendapatkan perawatan kesehatan lanjutan yang eksklusif, dan bisa memilih Rumah Sakit swasta yang tidak ikut program JKN. Contohnya, naik dari kelas I ke kelas VIP. Istilahnya, peserta bisa melakukan top up premi asuransi kesehatan mereka untuk bisa menikmati layanan kesehatan yang lebih baik. Bagi perusahaan atau pemberi kerja yang selama ini telah membayar iuran jaminan kese hatan kepada pekerjanya lebih dari 4,5% upah sebulan tinggal diteruskan kepada BPJS Kesehatan. Caranya, dengan meminta layanan lebih melalui mekanisme CoB ataupun top up sesuai dengan kelebihan nilai premi yang dibayarkan. Bagaimana konsep pembayaran klaim kesehat
an di lapangan? BPJS Kesehatan bertindak seba gai pembayar klaim utama, sedangkan asuransi komersial bertindak sebagai pembayar sekunder atau penunjang. Tetapi, teknis pelaksanaan CoB di lapangan masih menyisakan banyak celah yang belum pasti. Misalnya, soal penagihan. Masalah lain, kesiapan Rumah Sakit. Mekanisme CoB hanya digunakan untuk peserta yang ingin mendapatkan layanan kesehatan naik dari kelas I menjadi VIP. Bilamana ruang VIP Rumah Sakit sudah penuh, maka peserta tetap hanya bisa menikmati layanan kelas I. Rumitnya, mekanisme CoB juga bisa membuat susah asuransi kesehatan. Karena layanan kesehat an dasar sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan dengan premi lebih murah, maka peserta asuransi kesehatan bisa saja mengajukan tuntutan untuk menurunkan biaya premi asuransi kesehatan mereka. Layaknya sesuatu yang baru, kehadiran BPJS Kesehatan tentu masih butuh waktu 3 sampai 5 tahun untuk menemukan format implementasi terbaik. Tetapi, setidaknya, Indonesia sudah mulai melakukan langkah besar dalam menghargai rakyatnya secara benar. l (SYH) n
No. 35
n
CoB adalah sebuah proses dimana dua atau lebih penanggung yang menanggung orang yang sama untuk manfaat asuransi kesehatan yang sama, membatasi total manfaat dalam jumlah tertentu yang tidak melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
13
Cover Story
Laksana Bola Api Kehadiran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengakomodir kesehatan primer masyarakat Indonesia tidak setengah-setengah. Namun pemerintah harus kerja keras menghadapi berbagai permasalahan yang muncul.
T
ahun ini, beberapa program termasuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai dijalankan. Tepat tanggal 1 Januari 2014, program pemerintah yang menjamin kesehatan minimum masyarakat Indonesia resmi beroperasi. Adalah Badan Penyelenggara Jaminan Social (BPJS) Kese hatan yang bertugas menangani dan memberikan perlindungan kesehatan minimum masyarakat Indonesia melalui sistem subsidi silang. BPJS Kesehatan merupakan milestone system jaminan sosial nasional yang sudah dirintis selama puluhan tahun. Sebelumnya sudah ada Jaminan
14 Human Capital Journal
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang dimulai tahun 2008, ditujukan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang biaya kesehatan mereka dibiayai Negara dalam bentuk subsidi pengobatan. Program ini kemudian diturunkan ke daerah-daerah sebagai program Jamkesda yang anggarannya dikelola oleh pemerintah daerah setempat. Lalu ada PT. Asuransi Kesehatan (Askes) yang memberikan perlindungan kesehatan kepada Pe gawai Negeri Sipil (PNS) non pegawai di Kementri an Pertahanan, TNI/POLRI, pension PNS, veteran, dan kalangan dokter dan bidan. Namun sejak awal tahun 2014 ini, semuanya dilebur menjadi BPJS
Kesehatan. Menurut Ali Gufron Mukti, Wakil Menteri Kesehatan RI, sebelumnya sudah ada program Jamkesmas atau Jamkesda. “Sekarang ini semua program disatukan menjadi program BPJS yang kini dikenal dengan sebagai JKN,” paparnya. Pendirian badan proteksi kesehatan masyarakat Indonesia bukan perkara gampang, segampang membalikkan telapak tangan. Butuh proses pan jang yang dirintis selama puluhan tahun. Bahkan muncul kekhawatiran dari berbagai pihak terhadap kehadiran BPJS Kesehatan. Mulai dari ketidak siapan pemerintah menjalankan program ini, membebani anggaran negara, menciptakan korupsi terselubung, menggeser perusahaan asuransi swasta, dan sederet masalah yang lain.
Beragam Masalah Muncul
Menurut Dr. Rr. Susiana Dewi, Kepala Bagian Klaim Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera, hen daknya semua pihak termasuk perusahaan asuransi swasta mendukung pemerintah yang telah menge luarkan suatu kebijakan dalam bentuk keputusan. “Itu proses mensejahterakan masyarakat nasional dan harus kita dukung. Yang menjadi masalah jika main course-nya sama. Tapi ini kan polanya berbeda jadi hanya mencakup pengobatan standar saja. Kalau masyarakat ingin yang premium, mere ka bisa mengambil asuransi kesehatan swasta,”ujar Dr. Rini. sebagai jaminan sosial dari sisi kesehatan, artinya pemerintah bertanggung jawab terhadap seluruh kesehatan dasar masyarakat Indonesia. Pemerintah harus kerja keras menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks, dengan pendapatan yang berbeda, dengan geografis yang berbeda juga. Persoalan demi persoalan menghadang pro gram ini. Sedikitnya jaringan rumah sakit terutama di wilayah Jabodetabek yang melayani menjadi rujukan BPJS Kesehatan menyebabkan masyarakat menjadi kebingungan. Banyak rumah sakit swasta yang enggan bekerjasama dengan BPJS Keseha tan untuk melayani pasien yang menjadi peserta program jaminan kesehatan. Kendati demikian, rumah sakit pemerintah dan rumah sakit daerah dipastikan telah masuk jaringan karena program ini memang diwajibkan. Saat ini menurut Kepala Departemen Humas BPJS Kesehatan Irfan Hu maidi, ada sekitar 1.700 rumah sakit yang beker jasama dengan BPJS. Dan jumlah ini akan terus bertambah karena jika pihak rumah sakit tidak bergabung, maka mereka akan kehilangan pasien karena seluruh warga Negara Indonesia diwajibkan mengikuti BPJS. Permasalahan lain adalah tentang ketersedi
aan obat-obatan. Diakui Irfan, dari Kementerian Kesehatan sudah menentukan beragam obatobatan untuk semua kategori penyakit, baik untuk bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa. Semua jenis dan merek obat-obatan yang sudah teruji secara klinis dan medis tercantum dalam e-catalogue. “Dari Kemkes sudah menghitung, misalnya untuk obat penyakit typus sudah dihitung jumlah cairan infusnya sekian, obat-obatannya apa saja. Semua ada formatnya, termasuk tarif. Jadi jika ada rumah sakit bisa menangani sakit tifus sampai sebulan atau tidak memiliki ketersediaan obat-obatan yang telah dicantumkan di e-catalague, itu tanggung jawab rumah sakit. Di situlah rumah sakit harus efisien dari rasional. Kan merek obat yang sudah ditentukan sudah kami bayarkan patennya,” tutur Irfan menambahkan. Hal ini guna menghindari adanya ‘main mata’ yang kerap terjadi antara perusahaan farmasi dengan oknum dokter atau rumah sakit. Ditegas kan Irfan, jika ada pihak dokter atau rumah sakit memberikan obat yang di luar e-catalogue, maka pasien tidak boleh dikenakan biaya atau jika sudah terlanjur membayar obat tersebut maka pasien berhak menagih kepada pihak rumah sakit karena masih ada hak obat yang harus diterima pasien. “Kalau ada dokter atau rumah sakit mengenakan biaya ke pasien di luar ketentuan, laporkan saja ke petugas BPJS yang ada di rumah sakit atau ke call center,” jelasnya. Sayangnya, cara ini masih dianggap belum efektif. Belum lagi masalah kelangkaan obat yang
n
No. 35
n
“Itu proses mensejahterakan masyarakat nasional dan harus kita dukung. Yang menjadi masalah jika main coursenya sama. Tapi ini kan polanya berbeda jadi hanya mencakup pengobatan standar saja. Kalau masyarakat ingin yang premium, mereka bisa mengambil asuransi kesehatan swasta,”ujar Dr. Rini.
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
15
Cover Story yang bekerja di daerah, mereka membutuhkan biaya untuk sehari-hari yang sampai saat ini belum dibayarkan. Padahal jasa pelayanan dokter di daerah jauh lebih kecil dibandingkan di pusat,” Dr. Yantoko menyayangkan hal ini. Berdasarkan data BPJS, pendapatan iuran pe serta akhir Januari 2014 mencapai Rp. 2,57 triliun. Besaran iuran peserta sesuai dengan kelas pera watan yang dipilih yaitu untuk kelas III besaran iurannya sebesar Rp. 25.500 per bulan per orang, kelas II sebesar Rp. 42.500 per bulan per orang, kelas I sebesar Rp. 59.500 per bulan per orang. Sementara Aset BPJS baik dari PT. Askes maupun dari PT. Jamsostek mencapai Rp 20 triliun. “Uang itu digunakan untuk mengobati masyarakat yang miskin dan sakit. Jadi jika siapapun ingin meng gunakan uang yang mereka keluarkan, silakan saja. Artinya mereka ingin sakit. Makanya ini disebut subsidi silang,”papar Irfan sambil tersenyum.
Saling Melengkapi
dipasok sehingga membuat pasien ‘mau tidak mau’ membayar sejumlah uang untuk mendapatkan obat pengganti atau obat yang tepat untuk tubuhnya. “Tidak semua orang cocok dengan jenis dan merek obat yang tercantum dalam e-catalogue. Pemerin tah harusnya memikirkan hal ini dan segera mengatasi permasalahan ini,” ungkap Dr. Yantoko SpBP-RE, salah satu dokter spesialis bedah plastik yang berpraktik di Rumah sakit Persahabatan Jakarta. Belum lagi masalah penetapan iuran premi BPJS Kesehatan yang berdampak pada alokasi jasa layanan dokter per kapitasi. Jika mengacu pada iuran premi sebesar Rp25.500 per bulan/orang, maka alokasi untuk jasa layanan dokter per kapitasi pasien hanya sebesar Rp7.000. Besaran angka terse but tidak hanya untuk ongkos layanan jasa dokter saja, melainkan juga termasuk obat. “Kalau BPJS Kesehatan menentukan standar biaya pengoba tan yang rendah membuat pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia menjadi tidak maksimal,” ujar Dr. Yantoko. Padahal pelayanan kesehatan yang di bawah standar akan membuat kesehatan masyarakat Indonesia akan kalah dibandingkan dengan Negara-negara lain. Ini akan sangat disa yangkan. Selain itu, masalah pembayaran jasa pelayanan dokter yang diakui Dr. Yantoko sampai saat ini be lum dibayarkan. “Bisa dibayangkan dokter-dokter
Kehadiran BPJS Kesehatan di awal sempat menimbulkan polemik. Namun hal ini terbantahkan mengingat asuransi swasta bertujuan melengkapi kenyamanan bagi pasien.
16 Human Capital Journal
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
Direktur Kepesertaan & Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Sri Endang Tidarwati Wahyuningsih mengatakan, seluruh peserta BPJS akan mendapatkan manfaat berupa biaya kesehatan gratis untuk semua jenis penyakit “Semua yang menyangkut kesehatan masyarakat, indikasi medis kami jamin,” ujar Endang. Jadi BPJS akan menja min biaya pengobatan medis untuk semua peserta BPJS. “Misalkan ada peserta yang sakit jantung dan harus operasi, misalnya biayanya Rp. 160 juta ya kita tanggung. Ada lagi misalnya sakit terus harus cuci darah seminggu 3 kali, sebulan berapa kali tuh, misalnya sekali cuci darah Rp. 800 ribu dikali sebulan sudah berapa, itu kita bayarkan walaupun seumur hidup,” jelasnya. Bahkan, kata Endang, saat seseorang telah berhenti dari pekerjaannya kemudian belum mendapatkan pekerjaan baru sehingga tidak ada penghasilan untuk membayar premi, maka biaya pengobatan pun masih ditanggung selama 6 bulan. “Bahkan kalau ada pegawai yang di-PHK, 6 bulan masih ditanggung karena dianggap tidak mampu, nanti di bulan ke-7 ketika sudah bekerja lagi, bisa dilanjutkan bayar lagi, tapi kalau memang nggak dapat-dapat kerja ya akan kita masukkan sebagai masyarakat tidak mampu,” terangnya Kehadiran BPJS Kesehatan di awal sempat men imbulkan polemik. Namun hal ini terbantahkan mengingat asuransi swasta bertujuan melengkapi kenyamanan bagi pasien. Menurut Irfan, keha diran BPJS untuk melindungi seluruh masyarakat Indoensia dengan pola manajemen kesehatan yang
mencakup kesehatan dasar yang bersifat standar. Sedangkan asuransi swasta membidik kesehatan secara premium. “Jadi kalau masyarakat ini menda patkan yang premium, silakan saja masyarakat melengkapi dengan mengambil kesehatan swasta,” tuturnya. Menurutnya, perbedaan pola ini disebabkan oleh tujuan pemerintah untuk dapat memberikan kepastian jaminan kesehatan menyeluruh bagi se tiap rakyat Indonesia dari sabang sampai merauke dengan berbagai keunikan budaya, geografis, serta kemampuan pendapatan yang berbeda-beda na mun pemerintah harus menentukan suatu bentuk standar pelayanan kesehatan nasional, sedangkan kalau asuransi swasta secara permasalahan kepe sertaan jauh lebih sederhana sehingga secara produk pun da pat lebih menyesuaikan kepada tingkat kebutuhan pemegang polis. Misalnya jika pasien mem bayar premi untuk kelas 1, maka untuk meningkatkan kenya manan perawatan mereka bisa menggunakan asuransi swasta. Biasanya peserta BPJS semacam ini adalah mereka yang sudah punya tanggungan asuransi swasta lainnya, baik perorangan maupun dari perusahaan tempat ia bekerja. “Semuanya sudah diatur di dalam Coordination of Benefit (COB). Sinergi antara BPJS kesehatan dan asuransi swasta diakui Dr. Susi kelak akan menciptakan harmonisasi . “Ini adalah program pemerintah dan wajib hukumnya bagi selu ruh rakyat Indonesia untuk menjadi peserta BPJS seperti yg diatur dalam undang-undang nomer 24 Tahun 2011 mengenai BPJS, atas hal itu sebagai asuransi swasta memang secara tidak langsung ‘dipaksa’ untuk lebih kreatif dan inovatif agar dapat berdampingan dengan BPJS, salah satunya dengan pelayanan terhadap COB tersebut Jadi sebenarnya bagi perusahaan yang punya rumah sakit atau asur ansi kesehatan sendiri tetap harus menggunakan BPJS kesehatan,” paparnya. Karyawan perusahaan tersebut tetap mendapatkan pelayanan standar, tapi jika tidak mau pakai, maka bisa menggunakan pelayanan perawatan yang premium, seperti yang selama ini mereka terima. Memang ada double cover disini. Memang mirip dengan pajak,” Dr. Susi
menerangkan. Banyak manfaat yang dirasakan bagi peru sahaan terutama bagi perusahaan yang memang memiliki dana kesehatan yang tidak terlalu tinggi. Maka dana kesehatannya hanya cukup untuk membayar premi BPJS, dan sangat dimungkinkan perusahaan ini akan melepas asuransi swasta yang selama ini telah mengelola program kesehatannya dan beralih ke BPJS. “Memang kami akan kehi langan itu. Tapi masih banyak perusahaan yang menginginkan karyawannya mendapatkan benefit kesehatan yang lebih dari benefit BPJS sehingga asuransi swastalah yang akan melengkapi hal terse but lebih sehingga asuransi swasta adalah solusinya. Tidak perlu ada kekhawatiran benefit yang akan di
terima karyawan jadi menurun,” jelasnya kembali. Ia menambahkan, segala sesuatu yang berubah pasti butuh proses dan hal yang penuh kerikil pasti akan dilalui. Apalagi jika berbicara mengenai koor dinasi karena itu menyangkut berbagai fihak yang terlibat baik asuransi swastanya, BPJS dalam hal ini pemerintah, pesertanya ataupun pemberi layanan kesehatan dalam hal ini adalah Rumah Sakit.untuk itu diperlukan kejelasan bentuk kerjasamanya dalam bentuk kerjasama COB tersebut. “Jika Asuransi kami merupakan pembayar kedua dalam hal ini pembayar pertama adalah BPJS mungkin tidak terlalu berisiko buat kami karena kami pun sering berkoordinasi dengan asuransi swasta lain untuk menutup biaya cost sharing askes n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
17
Cover Story namun tetap memegang prinsip tidak ada pemba yaran lebih dari 100% terhadap biaya yang dikelu arkan oleh peserta, namun jika kami adalah pem bayar pertama dan kewajiban BPJS kami talangi dahulu hal ini lah yang perlu kami ketahui dahulu mengenai detail perjanjiannya karena menyangkut pembiayaan, bagaimana seandainya BPJS tidak membayar klaim tepat waktu selambat-lambatnya 15 hari kerja setelah dokumen diterima sesuai dalam Perjanjian COB dan hal-hal teknis lainnya karena mau tidak mau kami akan bersentuhan de ngan kondisi tersebut,” ujarnya.
Sebuah Harmonisasi
Sejak diluncurkan awal Januari 2014 lalu, peserta BPJS Kesehatan sudah yang melebihi target yaitu sebanyak 121,6 juta orang. Jumlah tersebut merupakan target peserta BPJS Kesehatan tahun 2014. “Ini sudah melampaui target yang diharap kan. Kami berharap, tahun 2019 mendatang, selu ruh masyarakat Indonesia sudah menjadi peserta
BPJS Kesehatan,” tutur Irfan. Perubahan radikal ini menurut Irfan banyak mendapat resistensi dari berbagai pihak. Namun se mua sudah diatur jangan sampai merugikan semua pihak terutama pasien. Berbagai keluhan harus ditangani satu per satu. Persoalan kesulitan pendaf taran yang selama ini dikeluhkan oleh sebagian peserta diselesaikan oleh BPJS. Caranya dengan membuka seluruh saluran di seluruh kantor cabang BPJS kesehatan di Indonesia. Pendaftaran bisa di lakukan di seluruh cabang, website BPJS, dan bank BRI. Sedangkan untuk pembayaran premi bisa dilakukan di seluruh Bank BNI, BRI, Mandiri yang sudah online untuk mempermudah. Untuk mengantispasi banyaknya keluhan dari dokter dan rumah sakit yang belum menerima pembayaran klaim, BPJS memberikan ketentuan maksimal 15 hari dari berkas lengkap yang mereka terima. “Selama ini banyak pihak rumah sakit yang memberikan berkas yang belum lengkap. Kalau belum lengkap maka kami belum menghitung
BPJS Siap Bayar Uang Muka Klaim
K
ehadiran BPJS Kesehatan justru mempermudah masyarakat Indonesia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Ini ditegaskan Kepala De partemen Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi menanggapi begitu banyak persoalan yang muncul ketika program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini diluncurkan awal Januari 2014 lalu. “Na manya program baru, selalu ada ham batan. Ini karena ketidaktahuan mereka akan program JKN,” papar Irfan. Ketika di awal banyak permasalahan dalam hal pendaftaran, BPJS kemu dian langsung mengantisipasi dengan membuka seluruh chanel di Indonesia. Pendaftaran bisa dilakukan di seluruh cabang, website BPJS, dan bank BRI. “Untuk pembayaran premi bisa dilaku kan di seluruh Bank BNI, BRI, Mandiri yang sudah online. Jadi bisa mempermu
18 Human Capital Journal
n
No. 35
n
dah. Cuma memang ini sama dengan pembuatan e-KTP, dulu di awal juga pesertanya membludak, tapi akhirnya semua masyarakat Indnonesia bisa memiliki e-KTP. Demikian juga dengan kartu BPJS. Sekarang ini yang sudah terdaftar sekitar 121,6 juta orang lebih sejak diluncurkan 5 bulan lalu. Padahal target tahun ini 121,6 juta penduduk,” imbuh Irfan sambil menambahkan bahwa tahun 2019 ditargetkan seluruh masyarakat Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Permasalahan lain adalah mengenai pelayanan. Jika sebelumnya anggota TNI selalu ditangani langsung karena bisa datang ke rumah sakit tentara di daerah setempat. “Tetapi sekarang mereka harus ke fasilitas kesehatan (Faskes) yang pertama,” ujarnya. Bagi anggota TNI khususnya yang tinggal di kota besar ini menjadi hal yang mengurangi
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
kenyamanan mereka karena rumah sakit tentara yang ada di kota besar lebih leng kap. “Tapi untuk TNI di daerah mereka lebih banyak merasakan manfaatnya karena Faskes sekarang menjadi lengkap. TNI sekarang bisa berobat tidak hanya di rumah sakit tentara saja, tapi bisa di rumah sakit lain yang dekat dengan rumah mereka. Masalah yang muncul adalah me ngenai ketersediaan obat-obatan. Diakui Irfan, obat-obatan yang disediakan harus sudah disetujui dan tercantum di e-catalogue. Artinya obat-obatan tersebut sudah teruji secara klinis dan memiliki hak dagang. “Kami persilakan saja jika ada merk obat tertentu untuk mendaftar di e-catalogue. merek obat akan kami bayar hak patennya.,” tutur Irfan. Hal ini guna menghindari adanya unsur ‘kongkalikong’ yang kerap terjadi antara perusahaan farmasi dengan pihak
argonya. tapi kami punya kebijakan. Ketika mereka mengajukan klaim, rumah sakit bisa minta uang muka sebesar 50 persen sebelum tim BPJS mem verifikasi. Itu kebijakan BPJS untuk membantu operasional pihak rumah sakit termasuk para dokter. Jika lebih dari 15 hari pembayaran klaim, BPJS akan mendapat denda, yang rugi BPJS. Jadi untuk apa menunda pembayaran klaim?” kata Irfan yang menyebutkan total klaim yang sudah dibayarkan hingga Mei 2014 ini sudah mencapai triliunan rupiah. Banyak plus minus yang dihadapi ketika BPJS Kesehatan hadir. Sisi positif adalah semua masyarakat akan mendapatkan pelayanan kesehat an standar yang sama. Sedangkan dari sisi negatif, yang namanya ‘tabung reaksi’ masing-masing orang berbeda-beda. Jika nilai perawatan kesehatan seseorang diten tukan semen tara reaksi tubuh masing-masing
dokter atau rumah sakit. Jika ada pihak dokter atau rumah sakit memberikan obat yang di luar e-catalogue, maka pasien tidak boleh dikenakan biaya atau jika sudah terlanjur membayar obat tersebut maka pasien berhak menagih kepada pihak rumah sakit karena masih ada hak obat yang harus diterima pasien. Perubahan radikal ini menurut Irfan banyak mendapat resistensi dari berbagai pihak. Namun semua harus diatur jangan sampai merugikan pasien. “Dari Kemkes sudah memperhitungkan se muanya. Misalnya untuk penyakit typus, obatnya apa saja, cairan infusnya sekian banyak. Semua ada formatnya, sudah ter masuk tarif yang dibayarkan ke rumah sakit. jadi jika ada rumah sakit menan gani sakit typus sampai sebulan, itu tanggung jawab rumah sakit. Itu rumah sakit yang salah. Disitulah rumah sakit harus efisien dan rasional karena semua penyakit ada diagnose dan tarif masing-
berbeda, maka ini akan menimbulkan persoalan. Mengingat yang diatur adalah manusia maka biasanya akan menimbulkan pro dan kontra. Setiap program tentu punya harapan yang indah, terciptanya masyarakat yang sehat dan produktif. Untuk sampai ke taraf indah, tentu BPJS akan menghadapi rintangan yang tidak mudah. “Memang ini harus ada keharmonisan, harus ada itikad baik dari pihak yang terkait serta harus juga diberikan solusi yang terbaik jika mun cul masalah,” kata Dr. Susi menjelaskan hal ini. Artinya, setiap program yang diluncurkan, selalu rentan dengan berbagai risiko. Tapi dari berbagai risiko, akan terlihat apa saja kesalahan yang terjadi dan apa saja solusi yang harus dilakukan. Dari situlah akan muncul kesempurnaan. Program JKN ini diibaratkan seperti kumpulan bola api yang jika bersatu akan menjadi kembang api yang indah, bukan menjadi bom yang suatu saat bisa meledak. l Ratri Suyani
pasiennya, tariff tetap akan dihitung sejumlah sekian penduduk di setiap wilayah. Menanggapi banyaknya keluhan dari dokter dan rumah sakit yang belum menerima pembayaran, Irfan menegas kan bahwa BPJS memberikan ketentuan maksimal 15 hari dari berkas lengkap yang mereka terima. “Selama ini banyak pihak rumah sakit yang memberikan berkas yang belum lengkap. Kalau belum lengkap maka kami belum menghitung argonya. tapi kami punya kebijakan. Ke tika mereka mengajukan klaim, rumah sakit bisa minta uang muka sebesar 50 persen sebelum tim BPJS memverifikasi. Itu kebijakan BPJS untuk membantu operasional pihak rumah sakit termasuk para dokter. Jika lebih dari 15 hari pembayaran klaim, BPJS akan mendapat denda, yang rugi BPJS. Jadi untuk apa menunda pembayaran klaim?” kata Irfan yang menyebutkan total klaim yang sudah dibayarkan hingga Mei 2014 ini sudah mencapai triliunan rupiah. l
masing. mulai dari kategori anak dan dewasa, ada tarif untuk komplikasi, parah atau tidaknya penyakit terse but, semua sudah ditentukan itu. Jadi rumah sakit tidak bisa macam-macam,” tegasnya. Ini untuk menghindari permainan oknum rumah sakit yang selama ini terkadang memper mainkan pasien dengan cara demikian. Padahal dari sisi tarif klaim, pihak rumah sakit bisa diuntungkan. Tarif VIP rumah sakit lebih rendah dari yang diba yarkan BPJS. “Dari selisihnya, rumah sakit diuntungkan dalam hal ini. Ada surplus yang bisa diterima rumah sakit. Misalnya operasi usus buntu sekitar Rp100 juta. BPJS akan membayar Rp120 juta. Surplus itu bisa menguntungkan rumah sakit. Belum termasuk harga obat-obatan dan pelayanannya. Semua pasti sudah dihitung keuntungannya,” lanjutnya. Sementara untuk tim medis seperti dokter, mereka akan diuntungkan dengan per kapitasi. Datang atau tidak
n
No. 35
Setiap program yang diluncurkan, selalu rentan dengan berbagai risiko. Tapi dari berbagai risiko, akan terlihat apa saja kesalahan yang terjadi dan apa saja solusi yang harus dilakukan.
Ratri Suyani
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
19
Cover Story
apa kata mereka
Dr. Yantoko SpBP-RE, Dokter Spesialis Bedah Plastik di RS Persahabatan
20 Human Capital Journal
Perlu Pengawasan yang Ketat
P
rogram Jaminan kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan meru pakan program positif yang bertujuan menjamin kesehatan seluruh masyarakat Indonesia. Sayangnya masalah yang timbul seiring berjalannya program tersebut membuat banyak ka langan menilai bahwa pemerintah tidak siap men jalankan program tersebut. Menurut Dr. Yantoko SpBP-RE, salah satu dokter spesialis bedah plastik yang bertugas di rumah sakit umum pemerintah ini mengakui bahwa program pemerintah terhadap JKN ini memang bagus. “Sayangnya, pemerintah belum siap dalam ber bagai hal. Artinya, regulasi yang diluncurkan masih terburu-buru sehingga masih banyak per masalahan,” tuturnya. Misalnya ketidaksiapan tim dari BPJS Kesehatan dalam memberikan penjelasan tentang program ini kepada pihak rumah sakit dan tim medis ketika pihak rumah sakit dan tim medis menanyakan berbagai hal tentang program tersebut. Belum lagi masalah penetapan iuran premi BPJS Kesehatan yang berdampak pada alokasi jasa layanan dokter per kapitasi. Jika mengacu pada iuran premi sebesar Rp. 25.500 per bulan/orang, maka alokasi untuk jasa layanan dokter per kapitasi pasien hanya sebesar Rp. 7.000. Besaran angka tersebut tidak hanya untuk ongkos layanan jasa dokter saja, melainkan juga termasuk obat. “Kalau BPJS Kesehatan menentukan standar biaya pengobatan yang rendah membuat pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia menjadi tidak maksimal,” ujar Dr. Yantoko. Padahal pelayanan kesehatan yang di bawah standar akan mem buat kesehatan masyarakat Indonesia akan kalah dibandingkan dengan Negara-negara lain. Ini akan sangat disayangkan. Belum lagi masalah pembayaran jasa pelayanan dokter yang diakui Dr. Yantoko sampai saat ini belum dibayarkan. “Bisa dibayangkan dokter-dokter yang bekerja di daerah, mereka membutuhkan biaya untuk sehari-hari yang sampai saat ini belum diba yarkan. Padahal jasa pelayanan dokter di daerah
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
jauh lebih kecil dibandingkan di pusat,” papar Dr. Yantoko. Ia sendiri juga mempertanyakan selisih biaya pengobatan yang ditentukan oleh BPJS Kese hatan dengan rumah sakit. Menurutnya, jika berdasarkan BPJS Kesehatan biaya operasi bibir sumbing hanya berkisar Rp 8 juta, sedangkan berdasarkan Perda masing-masing hanya sebesar Rp 3 juta, maka selisih yang mencapai Rp 5 juta akan lari kemana. “Sisanya menjadi milik siapa? Laporannya kemana? Ini semua harus jelas karena para dokter akan mempertanyakan hal ini,” tuturnya kembali. Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang wajar mengingat para dokter hanya dibayar minim sesuai dengan premi yang ditentukan BPJS Kesehatan. Hal lain yang menjadi permasalahan adalah perihal obat-obatan. Menurut Dr. Yantoko, ada beberapa obat-obatan yang tidak disetujui oleh BPJS Kesehatan padahal obat-obatan tersebut dibutuhkan oleh sebagian pasien. “kan setiap orang beda-beda kebutuhannya. Misalnya untuk bedah syaraf biasanya lebih besar dari yang lain dan setiap orang berbeda-beda kondisinya. Kalau obata-obatan ditentukan BPJS, maka dokter hanya mengobati pasien sesuai dengan kemam puan pasien, tapi belum tentu sampai pasien tersebut sembuh,” paparnya. Kendati ada para dokter seolah dipaksakan untuk mengikuti program BPJS Kesehatan, ia berpendapat bahwa pelayanan medis para dokter harus tetap melayani pasien dengan sepenuh hati. “Memang setiap dokter tidak mau juga rugi, tapi pada prinsipnya kami sebagai dokter harus tetap melayani. Seringkali orang mengatakan yang tidak bias melayani adalah dokter karena biaya jasa pelayanan mereka kecil, padahal ke nyataannya adalah pihak BPJS yang membatasi,” tukas Dr. Yantoko yang merasa kecewa dengan kondisi ini. Karena itu, Dr. Yantoko berharap pemerintah segera mengambil tindakan cepat untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul agar kekecewaan baik dari peserta BPJS maupun tim medis. l Ratri Suyani
MKI Corporate University Center of Excellence in Business, Leadership & Management
PROGRAM
CHRMP Certified Human Resources Management Professional 5 Days Intensive Course, In Class Assignments, and Paper Work after Inclass Program Moduls : Developed Based on Body of Knowledge in Global HR Certification Facilitators : Experienced Executives & Practitioners in HRM Examiners : Experts from MKI Corporate University & Kazian Global School of Business Management
G
lobalisasi ekonomi dan bisnis berdampak kepada kompetensi para profesional di berbagai bidang, termasuk mereka yang mengelola sumberdaya manusia (SDM). Untuk bisa bersaing di dunia bisnis, para praktisi dan eksekutif manajemen SDM perlu untuk memiliki kompetensi dalam manajemen SDM yang diakui secara luas. Bekerjasama dengan Kazian Global School of Business Management yang terafiliasi dengan Mahatma Gandhi University di India – pusat pembelajaran ilmu bisnis terkemuka di kawasan Asia – maka MKI Corporate University meluncurkan program Certified Human Resources Management Professional (CHRMP), di mana para lulusannya berhak mencantumkan gelar CHRMP di belakang namanya sebagai identitas profesional yang dimiliki. Para pemilik gelar CHRMP ini memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan karirnya dan bekerja secara global.
Program CHRMP dikembangkan mengacu kepada Body of Know ledge dari beberapa program Certified yang dikeluarkan oleh The HR Certification Institute, USA (hrci.org/global). Para peserta Program CHRMP tidak hanya diajarkan tentang berbagai subyek utama dalam siklus manajemen SDM (HR Cycle), melainkan juga bagaimana membangun dan menjalankan manajemen SDM secara lebih strategik. Peran strategik tersebut ditunjukkan dalam pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Semakin disadari oleh perusahaan bahwa ada keterkaitan langsung antara pencapaian strategi dan sasaran perusahaan dengan pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Program CHRMP mengintegrasikan kebutuhan riil di tempat kerja dengan perubahan paradigma yang sedang terjadi dalam dunia manajemen SDM saat ini dan di masa depan.
Tujuan dan Sasaran Program CHRMP
Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji CHRMP
Program CHRMP bertujuan untuk menciptakan profesional manajemen SDM dengan penguasaan teori dan praktik yang memadai untuk menjalankan peran sebagai seorang profesional di bidang manajemen SDM. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah: Peserta mampu memahami lingkup kerja dan dinamika Manajemen SDM, mampu memahami pendekatan - pendekatan baru yang aplikatif, dan memiliki keterampilan memadai dalam manajemen SDM.
Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji memiliki latar belakang pengalaman praktik dan konsultansi manajemen dengan penga laman minimal 15 tahun di berbagai perusahaan terkemuka. Semuanya memiliki gelar S - 2 di dalam dan luar negeri, di samping S - 1 dari perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Peserta CHRMP Peserta Program CHRMP adalah profesional di bidang manajemen SDM, pengalaman kerja di bidang manajemen SDM minimal 5 tahun.
Informasi dan Pendaftaran
PT Menara Kadin Indonesia (MKI) (Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal)
Proses Sertifikasi Proses sertifikasi CHRMP dilakukan dalam bentuk serangkaian pembekalan, penugasan, dan pengujian yang keseluruhannya memakan waktu sekitar 3 bulan. Sertifikasi diberikan oleh MKI dan Kazian.
Modul Program CHRMP Keseluruhan terdapat 9 Modul Pembelajaran dalam waktu 5 (lima) hari efektif
Penyerahan sertifikat CHRMP Sertifikat CHRMP akan diserahkan secara resmi melalui pos, kurir atau pola lain yang memungkinkan.
Biaya Program CHRMP Biaya program CHRMP adalah Rp 12 juta per peserta (di luar PPN). Biaya tersebut mencakup: biaya program training 5 hari, modul, bimbingan dan penilaian tugas in class dan paper pasca program training, makan siang dan snack selama program training, sertifikat CHRMP, dan biaya pengiriman sertifikat. Biaya tersebut tidak termasuk biaya transportasi dan akomodasi peserta selama program training CHRMP.
Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Fax. (021) 527 4443. Email: learningcenter@pt - mki.co.id Contact Person: Mrs. Dedeh, Ms Anti, Mrs. Iin, Mr. Hadi
(021)
Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
Cover Story
apa kata mereka
Gracia, 37 tahun, Agent Asuransi Prudential Life Insurance
A
danya BPJS Kesehatan memang bagus karena sekarang kesehatan masyarakat Indonesia terjamin dan penyakit mereka bisa ter-cover. Kalau masyarakat sakit, mereka tidak usah bingungbingung soal dana. Dan yang penting adalah tidak ada pasien terlantar gara-gara mereka tidak punya biaya untuk bayar rumah sakit. Jadi saya yakin Indonesia jadi lebih sehat. Memang awalnya perusahaan asuransi swasta kha watir soal pangsa pasar asuransi yang akan dikuasai oleh BPJS Kesehatan. Tapi pada kenyataannya tidak. Yang saya tahu, sekarang sudah ada kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi asuransi di Indoensia. Artinya semua sudah teratasi. Asuransi kesehatan komersial kan punya pangsa pasar sendiri juga. Bagi peserta BPJS Kesehatan yang ingin mendapatkan kelas perawatan yang mewah seperti VIP, bisa menggunakan perusahaan asuransi swasta untuk penambahan biaya.
Arief, 42 tahun, Manager Keuangan
A
walnya sempat khawatir dengan adanya BPJS Kesehatan karena seluruh karyawan diwajib kan ikut program kesehatan ini. Wajar saja karena kabarnya mereka yang ikut BPJS Kesehatan mendapatkan perawatan kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 saja. Saya dan rekan-rekan yang lain jelas tidak mau karena kabarnya kelas 1 yang diberikan bagi peserta BPJS Kesehatan sama dengan kelas 2 atau bahkan kelas 3 bagi peserta asuransi yang diberikan oleh perusa haan. Repot juga kalau berobat dan rawat inap mesti di rumah sakit rujukan yang belum tentu ada di wilayah tinggal. Belum lagi masalah obat-obatan yang kabarnya susah didapat bagi peserta BPJS Kesehatan jika mereka dirawat di rumah sakit rujukan. Tapi kami mendapat masukan bahwa adanya kerjasama BPJS Kesehatan dengan pihak asuransi swasta bisa memberikan kenya manan buat peserta BPJS. Urusan berobat ke rumah sakit swasta yang tidak bekerja sama dengan BPJS juga ternyata bisa terselesaikan. Jadi sekarang perusahaan di tempat saya bekerja sedang membahas dengan pihak asuransi agar program pemerintah ini bisa berjalan.
22 Human Capital Journal
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
Wibowo, 76 tahun, Pensiunan Pegawai Swasta
S
aya menyambut baik adanya BPJS Kesehatan. itu bagus, pemerintah sudah melindungi kesehatan masyarakat Indonesia dengan adanya program ini. yang saya tahu, semua masyarakat wajib mengikuti dan menjadi peserta BPJS Kesehatan. Preminya juga tidak terlalu mahal, untuk kelas 1 saja hanya Rp 60.000 saja per bulan. Sayangnya, masih banyak permasalahan yang muncul. Mulai dari obat-obat an yang menurut pihak rumah sakit rujukan tidak tersedia sehingga peserta BPJS Kesehat an terpaksa harus membeli obat yang harganya lebih mahal. Bahkan saya diharuskan membayar sejumlah uang cash oleh salah satu dokter di rumah sakit Fatmawati untuk obat yang katanya tidak tersedia di rumah sakit. Ini benar-benar aneh. Yang tidak menyenangkan ketika program ini dijalankan pemerintah adalah mengenai proses pendaftaran dan pem bayaran premi. Untuk pendaf taran, saya dan istri harus membayar calo untuk menda patkan nomor antrian sudah dimulai pukul 03.00. Belum lagi urusan pembayaran premi. Katanya bisa ditransfer melalui ATM, tapi pada kenyataannya kami harus datang ke bank yang sudah ditentukan. Ini benar-benar merepotkan.
Dwi Soetjipto, Presiden Direktur Semen Indonesia
BPJS Kesehatan Masih Membingungkan
P
rogram Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diber lakukan per tanggal 1 Januari 2014 lalu ini mewajibkan seluruh masyarakat Indonesia menjadi peserta asuransi sosial, termasuk selu ruh perusahaan di Indonesia dengan mengikut sertakan pegawai menjadi pe serta BPJS Kesehatan. Kendati program JKN ini diapresiasi dengan baik oleh sebagian perusahaan di Indonesia, na mun menurut Dwi Soetjipto, Presiden Direktur Semen Indonesia hal ini ini masih membingungkan. “Adanya BPJS kesehatan membuat kami kebingung an. Pasalnya kami punya rumah sakit sendiri yang dipakai untuk pengobatan karyawan,” tutur Dwi ketika ditanya tentang kehadiran BPJS Kesehatan. Diakui Dwi, banyak karyawan yang menolak adanya BPJS Kesehatan dan mewajibkan karyawan menjadi peserta BPJS Kesehatan disebabkan keraguan karyawan apakah nanti mereka akan mendapatkan pelayanan yang sama dengan yang sebelumnya. “Kalau di
perusahaan lain, mungkin tidak masalah karena biaya asuransi kesehatannya bisa jadi lebih kecil dari biaya kesehatan yang sebelumnya jika mereka jadi peserta BPJS Kesehatan,” ujarnya. Tetapi jika perusa haan ingin menggunakan asuransi BPJS Kesehatan dan juga asuransi kesehatan yang sudah dimiliki Semen Indonesia, Dwi mengaku bahwa cara ini akan mem bingungkan. Pasalnya, jelas tertulis dalam undang-undang bahwa setiap perusahaan mewajibkan seluruh karyawan mereka diikutsertakan sebagai peserta BPJS Kese hatan. Ketika ditanya lebih lanjut tindakan apa yang akan dilakukan Semen Indone sia, dengan cepat Dwi menjawab bahwa semua ini masih dalam proses pemba hasan. “Kalau mau dua-duanya jelas tidak bisa karena di undang-undang cuma boleh satu,” papar Dwi. Kondisi ini yang mem buat khawatir para karyawan karena sebe lumnya seluruh biaya pengobatan karya wan Semen Indonesia ditanggung oleh perusahaan. Asumsi karyawan, selama ini berbagai penyakit baik penyakit ringan
n
No. 35
n
maupun penyakit berat ditanggung perusahaan. Dengan adanya kewajiban menjadi peserta BPJS Kesehatan yang memberikan ketentuan tentang biaya pengobatan peserta BPJS Kesehatan, maka karyawan khawatir jika mereka menderita penyakit berat yang meng habiskan biaya pengobatan yang besar, biaya pengobatan mereka tidak akan ditanggung perusahaan. Karena itu sebelum hasil pemba hasan program asuransi karyawan ditetapkan, pihak manajemen mencari solusi agar karyawan Semen Indonesia tetap sehat. Upaya yang dilakukan Semen Indonesia terhadap kesehatan karyawan adalah dengan membuat Gerakan Kebugaran. “Saya minta semua karyawan Semen Indonesia lakukan tes kebugaran,” akunya. Dari data kebugaran itu, kesehatan karya wan akan terlihat dan biaya kesehatan per karyawan akan diturunkan sesuai dengan yang telah ditetapkan peru sahaan. Dwi berharap dengan adanya Gerakan Kebugaran ini, anggaran kesehatan karyawan yang mencapai Rp 75 miliar per tahun bisa dihemat minimal 10 persen. “Kami bangun mo tivasi karyawan agar mereka termoti vasi untuk sehat selalu. Kebugarannya yang kami uji. Karena kalau karyawan tidak bugar pasti karyawan tidak akan produktif,” imbuhnya. l Ratri Suyani
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
23
Cover Story
apa kata mereka
Dr. Rr. Susiana Dewi, Kepala Bagian Klaim Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera
24 Human Capital Journal
Asuransi Swasta Jadi Pelengkap Kenyamanan
P
ihak asuransi menyambut baik keputusan pemerintah yang telah mencanangkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Melalui BPJS kesehatan, kesehatan masyarakat Indone sia pun menjadi tanggunan pemerintah dengan cara subsidi silang melalui premi yang ditentukan. “Prin sipnya, Bringin Life sebagai salah satu perusahaan asuransi nasional mendukung pemerintah yang telah mengeluarkan suatu kebijakan dalam bentuk keputusan. itu proses mense jahterakan masyarakat nasional dan kami dukung,” Dr. Rr. Susiana Dewi, Kepala Bagian Klaim Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera. Kendati dari sisi main course antara BPJS kesehatan dan asuransi swasta sama, namun Dr. Susi meyakini pola asuransi keduanya jelas berbeda. Jika BPJS Kesehatan membidik seluruh masyarakat Indonesia dengan pola manajemen kesehatan yang mencakup kesehatan dasar yang bersifat standar, maka asuransi swasta membidik kesehatan secara premium. “Jadi kalau masyarakat ini mendapatkan yang premium, silakan saja masyarakat melengkapi dengan mengambil asuransi kesehatan swasta,” imbuh Dr. Susi yang lebih menyukai sebutan asuransi kesehatan swasta diband ingkan dengan asuransi komersial. Menurutnya, perbedaan pola ini disebabkan oleh tujuan pemerintah untuk dapat memberikan kepastian jaminan kesehatan menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia dari sabang sampai merauke dengan berbagai keunikan budaya, geografis, serta kemampuan pendapatan yang berbeda-beda namun pemerintah harus menentukan suatu bentuk standar pelayanan kesehatan nasional, sedangkan kalau asuransi swasta secara permasalahankepesertaan jauh lebih sederha na sehingga secara produk dapat lebih menyesuaikan kepada tingkat kebutuhan pemegang polis. “Bicara BPJS keseha tan yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan. Artinya seluruh biaya kesehatan masyarakat ditanggung oleh pemerintah. Tentunya dengan berbagai permasalahan yang kompleks, tingkat pendapatan yang berbeda, dan letak geografis yang berbeda juga mengingat ini memang untuk seluruh rakyat Indonesia,” paparnya. Karena itu, perbedaan Karena itu sangat wajar sekali jika terjadi perbedaan baik dari benefit ataupun pola
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
pelayanan,BPJS menggunakan pola managed care sedangkan kebanyakan asuransi swasta menggunakan pola indemnity. Pola managed care menggunakan sistem dok ter keluarga dimana ada sistem pelayanan berjenjang dengan pola rujukan dan mengutamakan manfaat promotif dan preventif adapun indemnity tidak meng gunakan pola rujukan artinya peserta jika berobat bisa langsung mendatangi rumah sakit poli spesialis meskipun dalam hal ini tetap pada prinsip berindikaskan medis. Pada segmen masyarakat tertentu mungkin merasa keberatan dengan sistem rujukan maka pola indemnitylah yang memenuhi kebutuhan akan kenyamanan nya Coordination of Benefit adalah solusi untuk mengatur penambahan manfaat pelayanan kesehatan dari JKN (jaminan Kesehatan Nasional) dengan cara membeli produk asuransi swasta, adapun yang da pat dikoordinasikan anatar lain fasilitas rumah sakit swasta, kenaikan kelas rawat, menutup biaya cost sharing Asuransi kese hatan, tambahan obat di luar ketentuan BPJS. Jika sekarang ini perawatan kesehat an rawat inap peserta BPJS Kesehatan mencakup kelas 1, kelas 2 dan kelas 3, maka asuransi swasta menanggung biaya perawatan untuk top up. “Semuanya diatur di COB. Adanya kerjasama dalam benefit tadi untuk saling melengkapi. Misalnya jika dengan BPJS dia di kelas 1, tapi dia ingin naik kelas ke VIP, maka sisa asuransinya akan ditanggung asuransi swasta. Ini sudah kesepakatan untuk mengatur mengenai asuransi tersebut,” jelasnya. Namun untuk beberapa benefit seperti rawat jalan, pihak asuransi swasta tidak ikut serta dalam hal ini. Biasanya perusahaan tempat karyawan bekerja yang menanggung biaya tersebut Sinergi antara BPJS kesehatan dan asuransi swasta diakui Dr. Susi kelak akan menciptakan harmonisasi . “Ini adalah program pemerintah dan wajib hukum nya bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menjadi peserta BPJS seperti yg diatur
dalam undang-undang nomer 24 th 2011 mengenai BPJS,atas hal itu sebagai asur ansi swasta memang secara tidak lang sung “dipaksa” untuk lebih kreatif dan inovatif agar dapat berdampingan dengan BPJS,salah satunya dengan pelayanan ter hadap COB tersebut. Jadi sebenarnya bagi perusahaan yang punya rumah sakit atau asuransi kesehatan sendiri tetap harus menggunakan BPJS kesehatan. Karyawan perusahaan tersebut tetap mendapatkan pelayanan standar, tapi jika tidak mau pakai, maka bias menggunakan pelayanan perawatan yang premium, seperti yang selama ini mereka terima. Memang ada double cover disini. Memang mirip de
jika berbicara mengenai koordinasi karena itu menyangkut berbagai fihak yang terlibat baik asuransi swastanya, BPJS dalam hal ini pemerintah, pesertanya ataupun pemberi layanan kesehatan dalam hal ini adalah Rumah Sakit.untuk itu diperlukan kejelasan bentuk kerjasamanya dalam bentuk kerjasama COB tersebut. “Jika Asuransi kami merupakan pembayar kedua dalam hal ini pem bayar pertama adalah BPJS mungkin tidak terlalu berisiko buat kami karena kami pun sering berkoordinasi dengan asuransi swasta lain untuk menutup cost sharing askes namun tetap meme
Sinergi antara BPJS kesehatan dan asuransi swasta diakui Dr. Susi kelak akan menciptakan harmonisasi. “Ini adalah program pemerintah dan hukumnya wajib. Jadi sebenarnya bagi perusahaan yang punya rumah sakit atau asuransi kesehatan sendiri tetap harus menggunakan BPJS kesehatan.
ngan pajak,” Dr. Susi menerangkan. Banyak manfaat yang dirasakan bagi perusahaan terutama bagi perusahaan yang memang memiliki dana kesehatan yang tidak terlalu tinggi. Maka dana ke sehatannya hanya cukup untuk membayar premi BPJS, dan sangat dimungkinkan perusahaan ini akan melepas asuransi swasta yg selama ini telah mengelola program kesehatannya dan beralih ke BPJS. “Memang kami akan kehilangan itu. Tapi masih banyak perusahaan yang menginginkan karyawannya mendapat kan benefit kesehatan yang lebih dari benefit BPJS sehingga asuransi swastalah yang akan melengkapi hal tersebut lebih sehingga asuransi swasta adalah solusinya. Tidak perlu ada kekhawatiran benefit yang akan diterima karyawan jadi menurun,” jelasnya kembali. Ia menambahkan, segala sesuatu yang berubah pasti butuh proses dan hal yang penuh kerikil pasti akan dilalui. Apalagi
n
No. 35
n
gang prinsip tidak ada pembayaran lebih dari 100% terhadap biaya yang dikeluarkan oleh peserta, namun jika kami adalah pembayar pertama dan kewajiban BPJS kami talangi dahulu hal ini lah yang perlu kami ketahui dahulu mengenai detail perjanjiannya karena menyangkut pembiayaan, ba gaimana seandainya BPJS tidak mem bayar klaim tepat waktu selambat-lam batnya 15 hari kerja setelah dokumen diterima sesuai dalam Perjanjian COB dan hal-hal tekhnis lainnya karena mau tidak mau kami akan bersentu han dengan kondisi tersebut,” ujarnya. Bagi Dr Susi, apapun itu biarlah BPJS ini akan menjadi bola api yang mema naskan tapi tidak saling membakar dan rusak, namun dapat menjadikan sinergi dunia perasuransian meskipun waktu nanti yang akan membantu untuk mendapatkan keharmonisan. l Ratri Suyani
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
25
Cover Story Oleh : Ranti Wulandari
HR Practitioner First Asia Consultants
BPJS Kesehatan : Manfaat Meningkat Asalkan Cermat
S
ejak Januari 2014 Pemerintah telah menerapkan aturan baru mengenai Jaminan Kesehatan Nasional atau yang biasa disebut sebagai JKN. Dimana pemerintah mengatur tentang pengelolaan Jaminan Kesehatan di bawah satu lembaga nasional yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Satu dari jaminan kesehatan yang ikut melebur dan dikelola oleh BPJS Kesehatan adalah Jamin an Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang semula merupakan bagian dari program JAMSOSTEK. Jika JPK tidak wajib diikuti oleh perusahaan, selama pengelolaannya dialihkan kepada pihak swasta dan dapat memberikan fasilitas yang sama atau lebih baik dari pada program JPK, maka lain halnya dengan BPJS Kesehatan yang mewajibkan seluruh pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta per Januari 2014. Kewajiban mendaftarkan pekerja pada BPJS Kesehatan ini bagi sebagian pemberi kerja menimbulkan beberapa kekhawatiran seperti : pemberi kerja telah mendaftarkan pekerjaanya pada asuransi swasta (private insurance) dengan memba yarkan sejumlah premi dan para pekerja te lah terbiasa dengan fasilitas kesehatan yang bersifat private tersebut. Dengan adanya kewajiban ini, maka para pekerja yang biasa dengan fasilitas private insurance akan bera lih ke fasilitas yang bersifat social insurance dari BPJS Kesehatan. Kekhawatiran tersebut biasanya terkait dengan proses dan fasilitas yang diperoleh seperti kelas rawat inap, alat kesehatan, obat-obatan, dan lain-lain. Namun kekhawatiran ini dapat diminimali 26 Human Capital Journal
n
No. 35
n
sir dengan mengetahui informasi yang jelas mengenai fasilitas yang akan diperoleh dan cara yang tepat dalam penggunaan sehingga manfaat yang didapat tetap maksimal. Apabila para pemberi kerja tetap ingin mendaftarkan pekerjanya pada private insurance dengan manfaat yang tidak hilang serta sekaligus dapat menjadi peserta BPJS Kesehatan, maka pekerja dapat menjadi peserta dari kedua program asuransi terse but baik private maupun social insurance.
Hal ini sesuai dengan Pasal 25 Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 tahun 2014 yang menyebutkan bahwa setiap peserta berhak untuk mengikuti program asuransi kesehat an tambahan. Dengan demikian dua jenis asuransi ini dapat saling bersinergi melalui mekanisme koordinasi manfaat atau Coordination of Benefit (COB). CoB merupakan kerjasama antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta, dimana pada prosesnya dua atau lebih penanggung (payer) misal BPJS Kesehatan dan asuransi swasta me nanggung orang yang sama untuk benefit asuransi kesehatan yang sama, dimana BPJS Kesehatan menanggung fasilitas sesuai batas total benefit menurut aturan program JKN,
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
dan asuransi swasta menanggung layanan atau benefit tambahan yang diinginkan di luar program JKN. Sehingga dengan adanya program COB ini maka manfaat yang dida patkan pekerja menjadi meningkat. Selain itu keuntungan yang diperoleh tidak hanya dari sisi pekerja, namun juga dari sisi pemberi kerja, yaitu anggaran tahunan untuk kesehatan bisa jadi menu run atau sama dengan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan untuk premi BPJS Kesehatan mengikuti aturan iuran JKN sementara premi asuransi swasta dapat disesuaikan dengan hanya menghitung premi fasilitas tambahan yang diinginkan yang tidak ditang gung oleh BPJS Kesehatan, dengan demikian memungkinkan anggaran mengalami penurunan. Menilik kembali dari beberapa penjelasan di atas, maka baik pemberi kerja maupun pekerja tidak perlu khawatir lagi dengan kewajiban untuk menjadi peserta dari BPJS Kesehatan dikarenakan double premi atau manfaat yang didapat. Karena pada dasarnya fasilitas yang diberikan BPJS Kesehatan sudah baik, namun jika tetap menginginkan fasilitas yang lebih dapat dilakukan dengan cara kombinasi. Dengan demikian fasilitas kesehatan dapat meningkat asalkan cermat memilih manfaat. l
Firstasia Consultants. Wisma 76 - 18th floor Jl. Letjen S. Parman Kav 76 Slipi, Jakarta Barat P: 62.21.536 66 618 | F: 62.21.536 77 666 | www.firstasiaconsultants.com
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)
melakukan kerjasama dengan program JKN. BPJS Kesehatan akan menjamin biaya sesuai tariff yang berlaku. Sedang kan sisanya menjadi tanggung jawab asur ansi komersial. Artinya, BPJS kesehatan bertindak sebagai pembayar klaim utama, sedangkan asuransi komersial sebagai pembayar klaim penunjang. Skema COB sudah diatur dalam Per pres No 12 tahun 2013 Pasal 24 yang men gatur bahwa bagi peserta BPJS Kesehatan yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengi kuti asuransi kesehatan tambahan. Atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkat an kelas perawatan. Adanya COB memberikan peluang bagi asuransi komersial untuk menawarkan layanan manfaat lebih banyak dan lebih eksklusif dengan biaya tambahan yang besarnya tergantung dari kebutuhan dan kemampuan peserta asuransi. Kerjasama ini jelas menjadi solusi yang menenangkan hati para pe serta BPJS kesehatan yang sebelumnya sudah memiliki asuransi komersial dan tentunya industri asuransi swasta. “Kalau pasien tidak puas dengan kelas perawatan BPJS, mereka bisa on top naik ke kelas VIP menggunakan biaya asuransi komersial atau yang dibayarkan oleh perusahaan tempat mereka bekerja,” tambahnya. Diakui Julian, banyak keuntungan yang bisa didapat peserta BPJS Kesehat an sekaligus peserta asuransi kesehatan komersial. Selain bisa meningkatkan kelas perawatan, jika terjadi gawat daru rat, pasien bisa berobat ke rumah sakit swasta yang tidak bekerja sama dengan BPJS. Selain itu, karena kesehatan dasar sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan, peserta asuransi komersial dapat meminta kompensasi pada perusahaan asuransi yang mereka ikuti untuk menurunkan premi. l Ratri Suyani
Persaingan Industri Asuransi Makin Ketat
A
sosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) meman dang kehadiran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mulai diberlakukan per 1 januari 2014 kemarin akan berpengaruh pada pasar asuransi kesehatan dan semakin memperketat persaingan industri asuransi swasta. Menurut Direktur Eksekutif AAUI Julian Noor, adanya asuransi sosial ini awalnya menimbulkan kemungkinan benturan dengan perusahaan asur ansi swasta mengingat kehadiran BPJS Kesehatan yang berada di kelas 3, kelas 2 dan kelas 1 ini. Hal ini membuat banyak masyarakat yang melirik lini asuransi tersebut sehingga dalam beberapa bulan ke belakang saja asuransi sosial tersebut tumbuh secara signifikan. “Namun kondisi ini tidak berbenturan dengan industri asuransi swasta karena ada hal yang berbeda,” ujarnya. Pasal nya kendati semua fasilitas yang didapat peserta asuransi sosial ini seragam dan peserta harus mengikuti sistem rujukan. Sementara jika masyarakat menginginkan fasilitas yang lengkap dan mewah, maka
hal inilah yang ditawarkan oleh asuransi swasta. “Kehadiran BPJS bersifat baik bagi industri asuransi. Karena bila seluruh masyarakat masuk dalam program tersebut untuk memperoleh manfaat, maka industri hanya tinggal menangani hal-hal yang sifatnya on top atau manfaat tambahannya saja. Ini membuat persaing an industri asuransi swasta makin ketat,” jelas Julian. Sistem Coordination of Benefit (COB) menjadi celah agar industri asuransi swasta bisa memanfaatkan keberadaan asuransi komersial. COB merupakan sebuah proses di mana satu atau lebih penanggung (payer) yang menanggung orang yang sama untuk benefit asuransi kesehatan yang sama, membatasi total benefit dalam jumlah tertentu yang tidak melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan. Melalui COB, peserta asuransi bisa naik kelas perawatan. Mereka mendapat kan keuntungan lain yang tidak ditang gung dalam aturan Jaminan Kesehat an Nasional (JKN) seperti kelas VIP, perawatan lanjutan yang mewah dan bisa berobat ke rumah sakit swasta yang belum n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
27
Profile
Reni Lestari Razaki
Peningkatan Skill itu Penting
S
udah saatnya para pengurus dan pengelola koperasi di Indone sia memiliki keahlian dalam mengelola koperasi. Karena itu dibutuhkan sertifikasi guna meningkatkan kinerja koperasi. “Saya kira itu penting sertifikasi. Hal ini terkait den gan kinerja koperasi sehingga bisa lebih ditingkatkan dan dapat memberikan ke sejahteraan pada anggotanya. Sebenarnya tidak hanya di koperasi saja, tapi bidang yang lain juga sama,” papar Reni Lestari Razaki, Direktur Program Pengembang an Eksekutif PPM Manajemen. Dengan adanya sertifikasi, para pengurus dan
28 Human Capital Journal
n
No. 35
n
pengelola koperasi sudah mempunyai kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemajuan koperasi. Berbicara perihal kompetensi para pengurus dan pengelola koperasi, diakui wanita yang menyelesaikan program sarjananya di Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) menuturkan bahwa untuk mendapatkan akreditasi, ada dua lembaga yang terkait erat dengan hal tersebut. Satu lembaga yang menyediakan program training, sedangkan satu lagi yang mem berikan sertifikasi. “PPM kompeten sebagai lembaga
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
yang menyediakan training, sedangkan Lembaga Sertifikasi Profesional (LSP) akan membuat kompetensi untuk para pengurus dan pengelola koperasi atau yang memberikan sertifikasi,’ tutur Reni yang pernah bergabung dengan di Management Training Program Kalbe Farma selama setahun. Baginya, koperasi seperti halnya organisasi lain harus mampu mening katkan keahlian Sumber Daya Manusia (SDM) mereka dalam mengelola koperasi agar mampu bersaing dengan lembaga lainnya. Peraih gelar master di bidang manaje men pemasaran dari PPM Manajemen ini mengawali karir dengan menjadi manajer produk di salah satu perusahaan kosmetik Kalbe Farma Group, PT Erka Primasta. Reni bertanggung jawab terhadap salah produk kosmetik keluaran Kalbe Farma tersebut. Selama enam tahun, ia ber tanggung jawab atas strategi pemasaran Madonna kosmetik hingga akhirnya ia mendapat kepercayaan dan berhasil men capai posisi sebagai Brand Manager. Ketertarikannya dalam bidang pemasaran ini membuat ia memutuskan untuk bergabung dengan PPM Manaje men sebagai staf pengajar Pemasaran PPM Graduate School of Management dan sebagai Konsultan Manajemen di PT Binaman Utama di bidang pemasaran, tahun 1991 lalu. Ia ditugaskan di beberapa posisi seperti Koordinator Manajemen Pe masaran, Kepala Departemen Manajemen Pemasaran, dan sejak tahun 2003 sampai sekarang menjabat sebagai Kepala Divisi In-house Training Program. Wanita yang selalu berkacamata ini sudah mengikuti sejumlah pelatihan dan program seminar, baik yang diadakan di dalam maupun di luar negeri. Dia juga memegang sertifikasi pelatihan manajemen Certified Assessor from Assessment Center Assessor Certification dan PPM Manajemen dan masih banyak lagi. l Ratri Suyani
2
PT Menara Kadin Indonesia
MKI -
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
Workshop & Survey Research
Measuring & Managing Employee Engagement Schedule 2014 : 29 - 30 Apr, 11 - 12 Jun, 20 - 21 Agt
Human Capital Sigma® Chain
Latar Belakang
P
ertanyaan tentang indikator bidang sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki korelasi langsung dengan kinerja keuangan perusahaan mendorong pakar dan praktisi manajemen mencari indikator yang paling tepat. Hasil riset dalam jangka yang lama menemukan sebuah indikator yang paling mumpuni, yakni tingkat keterikatan karyawan (employee engagement). Riset Aon Hewitt, misalnya, menunjukkan bahwa semakin tinggi engagement karyawan maka semakin tinggi kinerja perusahaan dan tingkat pengembalian bagi pemegang saham (total shareholder return). Selain berkorelasi langsung dengan kinerja perusahaan yang juga semakin tinggi, engagement karyawan juga berhubungan dengan tingkat turnover karyawan kunci yang lebih rendah, sehingga bisnis menjadi lebih stabil dan terus bertumbuh. Bayangkan bila level engagement karyawan yang rendah, bisa dipastikan komitmen karyawan terhadap kemajuan perusahaannya sangat payah.
Tujuan dan Sasaran Workshop Tujuan workshop ini adalah meningkatkan pengetahuan dan keahlian para pimpinan dan staf bidang manajemen SDM dalam mengukur dan mengelola tingkat keterikatan karyawan (employee engagement level). Adapun sasaran dari workshop adalah terciptanya para profesional SDM yang kompeten dalam mengukur dan mengelola engagement karyawan.
Outline Workshop
Contact Person: Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti, Mr. Hadi, Mrs. Tari, Mr. Ridwan
(021)
Day 1: Concept & Implementation of Employee Engagement 1. Konsep Employee Engagement dan kontribusinya terhadap keberhasilan organisasi 2. Faktor-faktor pengendali Employee Engagement 3. Bagaimana mengelola Employee Engagement? 4. Mendesain strategi dan program Employee Engagement
Shareholder Value Increase Revenue & Profit Growth
Human Capital Sigma
Engaged Customers Engaged Employees Fulfill Engagement Drivers
Innovated by MKI - Adapted from : Gallup’s Human Sigma®
Day 2 : Measuring Employee Engagement 1. Metodologi dan tool pengukuran Employee Engagement 2. Langkah-langkah dalam mengukur Employee Engagement 3. Menentukan jenis dan sumber data pengukuran 4. Teknik sampling dan pengolahan data 5. Pengambilan kesimpulan dan validasi 6. Tindak lanjut hasil survei Employee Engagement
Target Peserta Eksekutif/Manager/Assistant Manager/Staff yang bertanggung jawab terhadap manajemen SDM dan kinerja bisnis organisasi.
Durasi Workshop
2 hari (sekitar 14-16 jam pelajaran)
Metodologi
Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori, dengan bobot perkiraan 60% teori dan 40% latihan.
5790 3840
Fasilitator t*S4ZBINVIBSOJT .#" berpengalaman
sebagai praktisi pemasaran dan SDM, ahli dalam Strategic Performance Management/Balanced Scorecard dan manajemen sumberdaya manusia berbasis kompetensi dan kinerja. Saat ini menjabat Direktur PT Menara Kadin Indonesia.
t*S3VN%.VUJBSB MSi, berpengalaman
sebagai eksekutif/manajer SDM di beberapa perusahaan serta konsultan/ fasilitator di bidang manajemen SDM. Saat ini menjadi Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia.
t%S./VSBJEJ dosen Departemen Statistik IPB, konsultan ADB, fasilitator berbagai program pelatihan, dan saat ini juga menjabat Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia.
Biaya Biaya workshop adalah 3Q per peserta. Biaya tersebut belum termasuk biaya PPN, tetapi sudah termasuk penggandaan materi, gimmick, formulir latihan, dan sertifikat – dikeluarkan oleh MKI.
or Fax. (021) 527 4443 Email:
[email protected] Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com
n
No. 35
n
Achieving Human Capital Excellence Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal 29
Periscope
10 Ciri Utama Pemimpin Berkualitas
1
Memiliki pengetahuan yang bukan hanya didapatkan dari pendidikan formal maupun buku-buku referensi maupun pengalaman orang-orang lain akan tetapi merupakan gabung an dari ketiga jenis pengetahuan tersebut dengan pengalaman menerapkan dalam kehidupan pribadi merupakan dasar untuk menjadi seorang pemimpin berkualitas. Dengan pengetahuan berbalut penga laman yang dimiliki tersebut, seorang pemimpin akan berani menetapkan sasaran-sasaran yang tinggi namun tetap realistis.
30 Human Capital Journal
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
2
Kebijaksanaan yang dimiliki menjadikan seorang pemimpin akan selalu berpikir jauh dan mendalam. Bagi seorang pemimpin yang memiliki kebijaksanaan, faktor-faktor etika serta rekam jejak sama pentingnya seperti pendapat dan data dalam pembuatan keputusan.
3
Tegas dan penuh determinasi. Dalam bisnis dan kehidupan lebih sering ditemukan banyak hal yang masuk kategori abu-abu atau tidak terlalu jelas sehingga tidak mudah untuk membuat
Oleh Husen Suprawinata SE MM ScHK
keputusan segera padahal dalam banyak situasi diperlukan pembuatan keputusan walaupun infor masi yang tersedia tidak lengkap. Dalam banyak situasi, sebuah keputusan yang dibuat walaupun tidak sempurna selalu akan lebih baik dibanding kan keadaan terombang-ambing tanpa keputusan. Seorang pemimpin harus mampu mengatasi naluri untuk menunda yang biasa dimiliki seorang yang pandai, lalu membuat keputusan setelah melakukan konsultasi dengan beberapa pihak terkait.
4
Memiliki kepercayaan kepada orang-orang merupakan prasyarat kepemimpinan yang sejati karena tanpa adanya kepercayaan terse but, hubungan bisa penuh dengan kecurigaan dan tidak mungkin dilakukan upaya-upaya pember dayaan yang dapat menjadikan seorang pemimpin memiliki tim yang kuat. Hanya dengan memiliki kepercayaan kepada orang-orang yang dipimpin nya, seorang pemimpin akan dapat menciptakan pemimpin-pemimpin baru.
5
Percaya diri yang disertai kerendahan hati merupakan padanan yang langka karena rasa percaya diri yang besar seringkali membuat seorang pemimpin menjadi kurang peka. Namun sesungguhnya kedua hal tersebut merupakan kualitas yang saling melengkapi karena seorang pemimpin yang memiliki rasa percaya diri baru dapat menjadi seorang yang juga rendah hati tanpa kuatir dianggap lemah. Para pemimpin yang per caya diri dan memiliki kemampuan tidak pernah segan untuk menanyakan pendapat orang-orang lain dan bersedia untuk mengubah haluan untuk mengikuti informasi benar yang mereka terima. Orang-orang dengan kepemimpinan lemah yang menduduki jabatan pimpinan akan berusaha menu tupi kekurangan dengan bersikap arogan. Kekuatir an akan terkuaknya kelemahan membuat mereka memilih sikap angkuh untuk menutupi kegaman gan yang termanifestasikan dalam sikap sombong dan arogan tersebut.
6
Optimis akan segala hal baru maupun dalam menghadapi tantangan-tantangan serta dalam mengatasi berbagai kesulitan. Para pemimpin yang optimis selalu melihat segala sesuatu dalam kelimpahan sehingga selalu berpikir positif dan
tidak pernah ragu untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman.
7
Mendengarkan orang-orang lain dengan empati merupakan ciri yang mudah terlihat karena kemampuan untuk bersikap tegas, komunikatif dan segera membuat keputusan yang memang diharapkan dari seorang pemimpin berawal dari kemampuannya membuat analogi dari informasi yang didapatkan. Dengan sering men dengarkan dari banyak pihak, seorang pemimpin akan kaya dengan informasi dari berbagai sudut pandang.
8
Integritas dan stabilitas emosi dimana integritas berarti memiliki kompas moral, mengutamakan kualitas dibandingkan hanya kuantitas, bersikap adil, berlaku sopan dan memi liki sikap profesional sedangkan stabilitas emosi berarti sikap positif dan tidak mempersoalkan kesalahan-kesalahan masa lalu atau kuatir tanpa sebab yang jelas tentang masa depan.
9
Egaliter atau memperlakukan orang-orang lain dengan kesetaraan dan tanpa meman dang status mereka adalah ciri kepribadian yang selalu ada pada para pemimpin yang tidak me mentingkan jabatan dan gelar dalam berhubungan dengan orang-orang dalam pekerjaan maupun da lam kehidupan sehari-hari sehingga para pemimpin dengan sikap egaliter ini memiliki hubungan baik dengan banyak sekali pihak.
Memiliki kepercayaan kepada orang-orang merupakan prasyarat kepemimpinan yang sejati karena tanpa adanya kepercayaan tersebut, hubungan bisa penuh dengan kecurigaan dan tidak mungkin dilakukan upaya-upaya pemberdayaan yang dapat menjadikan seorang pemimpin memiliki tim yang kuat.
10
Kemampuan untuk memberikan bim bingan dalam pengarahan tugas maupun memberi umpan balik manakala diper lukan sering membantu para pemimpin terhindar dari berbagai permasalahan operasional karena orang-orang yang menerima penugasan dengan sasaran-sasaran yang penuh tantangan akan melakukan tugas mereka dengan rasa tanggung jawab tinggi dan penuh keyakinan karena merasa memiliki seorang pemimpin yang akan dapat mere ka jadikan guru pembimbing manakala kesulitankesulitan menghadang dalam pelaksanaan. l Penulis adalah MKI Executive Partner, LMI Director & Certified Facilitator SMI Associate Partner & Certified Coach
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
31
Column : Success Motivation
Oleh : Gani Gunawan Djong, ICM, ICC
Effective Sales Leadership Coaching
T
ak terasa kita telah memasuki bulan ke lima di ta hun 2014, dan bagi para pengelola maupun pemilik bisnis, itu artinya kinerja bisnis mereka minimal sudah mencapai 33% dari target atau sasaran bisnis mereka di tahun ini. Namun kenyataannya dari beberapa pembicaraan kami dengan para pelaku bisnis, sebagian besar mereka mengatakan justru pencapaian target penjualan mereka masih jauh dari angka tersebut di atas, hal ini dikarena kan aktivitas mereka baru mulai bergerak di bulan kedua. Oleh karena itu memasuki bulan kelima ini adalah sangat penting khususnya bagi para Sales/Business Leader untuk meningkatkan kembali kinerja mereka dalam dua bulan terakhir hingga akhir bulan Juni 2014, sehingga minimal 50 % target penjualan dapat tercapai. Pertanyaannya adalah apakah mereka sudah diperlengkapi dengan Sales Monitoring Tools sehingga dapat melakukan Sales Leadership Coaching dengan lebih efektif. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk mengelola tim pen jualan anda dengan lebih baik.
A. Sales Target dan KPI (Key Perfomance Indicator)
Untuk dapat mencapai kinerja perusahaan secara keseluruh an tentu saja setiap Sales Person harus mengetahui dengan jelas sasaran/target penjualan yang harus di kontribusikan ke timnya. Penentuan target penjualan ini harus dikomunikasikan dengan baik keseluruh anggota tim, sehingga mereka dapat memahami dan memiliki keterlibatan untuk mencapai kinerja bersama-sama. Selain Sales Target, juga perlu disusun sebuah KPI (Key Perfomance Indicator) yang merupakan sebuah ukuran/standar yang harus dicapai selain volume bisnis, misalnya komposisi produk, kwalitas pelayanan dan hal-hal lainnya yang menjadi tujuan perusahaan.
B. Sales Tracking
Setelah menetapkan sebuah Sales Target dan KPI, kini saatnya para Sales Leader melakukan Tracking/Monitoring terhadap “aktivitas-aktivitas” yang dilakukan oleh para Sales Person-nya. Secara umum ada beberapa Sales Report yang bisa dijadikan acuan sebagai berikut :
Prospect Lisit
Yang merupakan sebuah daftar prospek/lead yang harus 32 Human Capital Journal
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
dibuat oleh para Sales Person setiap akhir bulan, untuk dijadikan acuan mereka mendapatkan klien/pelanggan di bulan berikut nya.
Schedule Visit & Call
Daily Activity Sales Report
Closing Sales Report
Yang merupakan sebuah daftar rencana kunjungan atau call yang harus dilakukan oleh para Sales Person setiap minggu nya. Dengan ada daftar ini para Sales Person dapat menggu nakan waktunya dengan leih efektif. Yang merupakan sebuah laporan hasil aktivitas harian yang dilakukan oleh para Sales Person baik melalui CALL atau VISIT, sehingga Sales Leader dapat memberikan umpan balik setiap saat. Yang merupakan sebuah laporan hasil penjualan dari masingmasing Sales Person, baik secara harian, mingguan dan bulanan, dan pada akhirnya akan dibandingkan dengan Sales Target atau KPI mereka.
C. Sales Motivation
Perlu dirancang sesi-sesi secara teratur untuk memberikan inspirasi dan motivasi kepada Sales Person, baik dalam bentuk Reward Program, Sharing dari para dan Sales Leader atau Motivator, sehingga dapat menjaga semangat dan antusiasme mereka tetap membara.
D. Sales Coaching
Pembinaan secara rutin dari para Sales Leader tentu sangat diharapkan dan dibutuhkan oleh para anggota timnya. Dalam banyak kasus kemampuan Sales Leader yang tidak memadai, akhirnya tidak bisa mengangkat kinerja tim penjualan secara keseluruhan. Oleh karenanya keterampilan pembinaan (Coaching Skills) para Sales Leader perlu di tingkatkan lagi, disamping tentunya juga diperlukan Sarana-Sarana atau tools seperti sales reporting tersebut di atas, sehingga pada akhirnya dapat dilaku kan pembinaan yang lebih efektif. l
Gani Gunawan Djong, Managing Director www.salesmart.co
Photo Gallery
Two Days Training
Basic Human Resources Management Jakarta, 10 - 11 April 2014
Program
Certified Human Resources Management Professional Jakarta, 21 - 25 April 2014 n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
33
Column : Business Management
BPJS-Kesehatan Harus Sehat
D
alam suatu pertemuan Budget Ta hunan di salah satu korporasi yang telah go public di Jakarta, yang di selenggarakan oleh Dewan Komisa ris bersama Dewan Direksi, terjadi satu diskusi yang luarbiasa alot, bahkan sampai deadlock, dan harus ditunda keesokan harinya. Perdebatan tentang perencanaan budget tahu nan menyangkut kesejahteraan karyawan khusus nya biaya pengobatan dan rawat inap, yang setiap tahun meningkat dengan tajam, dan bagaimana membuat antisipasi untuk mengendalikan be sarnya biaya ini, seolah menemui banyak kendala, baik eksternal, apalagi internal korporasi tersebut. Disatu pihak, korporasi sangat commited untuk terus memberikan jaminan penuh biaya pengobat an dan rawat inap bagi karyawannya, sesuai yang tertera dalam “Kesepakatan Kerja Bersama”, yang telah berjalan sekian lama, dan sangat diapresiasi oleh Serikat Pekerja internal. Manajemenpun sadar, inilah salah satu mo tivator dan added value bagi para talents, untuk terus memberikan kontribusi terbaiknya kepada korporasi. Namun dilain pihak tidak bisa dipung
kiri, biaya pengobatan, apalagi biaya rawat inap di hampir semua rumah sakit, terus membumbung tinggi dan membuat semakin bengkaknya budget tahunan korporasi, yang notabene mengurangi gross profit-nya. Keesokan harinya, dalam suasana yang lebih segar, diskusi berlanjut, yang pada intinya tidak akan mengurangi kesejahteraan karyawan yang diterimanya selama ini, namun harus didapatkan beberapa option yang bisa dipakai, untuk mengen dalikan biaya. Dimulai dengan alternatif untuk memindahkan semua tanggungan biaya medical ini ke asuransi, dan korporasi yang menanggung preminya, mengoptimalkan pengawasan penggu naan fasilitas, dengan lebih membatasi dokter dan rumah sakitnya, tentu dengan melibatkan dokter perusahaan, bersama klinik. Hal inipun terkendala dengan posisi karyawan yang tersebar diseluruh wilayah, khususnya de partemen sales dan yang mendukung operasional disana, termasuk perwakilan finance, logistik dan lain lain. Alternatif lain adalah mengoptimalkan fasilitas Jamsostek, karena saat itu lembaga inilah yang memberi fasilitas ini, dengan premi yang diba yar oleh korporasi, dan prosentase kecilnya dibayar oleh karyawan melalui pemotongan gaji perbulan. Hal inipun mempunyai kendala besar, karena Jamsostek khususnya memberikan fasilitas rawat inap, dan lebih khusus lagi yang disebabkan oleh kecelakaan kerja, kematian dan tabungan hari tua. Fasilitas tidak termasuk penggantian pengobatan jika tidak rawat inap, biaya dokter dan obat-obatan. Karena selalu deadlock, dan memperkirakan alotnya mengubah KKB bersama Serikat Pekerja internal yang membutuhkan waktu, maka manaje men tetap menyetujui anggaran seperti tahun lalu, yaitu memberikan fasilitas medical penuh kepada karyawan dan keluarganya. Satu option yang harus diikuti dengan peningkatan penjualan, untuk me nyeimbangkan naiknya fasilitas kesehatan dengan naiknya gross profit, tahun depan.
Oleh : Drs. Eddie Priyono. MM
BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial-Kesehat an, merupakan program pemerintah yang dimulai pada 1 Januari 2014 yang lalu. Suatu terobosan kebijakan pemerintah yang luarbiasa, karena sejak tahun 2004 yang lalu, yaitu UU no 40 / 2004 hal ini telah disepakati dan disyahkan. Pelaksanaan BPJS Kesehatan ini akan banyak sekali mengubah struktur perhitungan biaya, baik yang menyangkut dana yang dipersiapkan pemerintah, rumah sakit yang menangani terlebih dahulu, bahkan sampai ke korporasi yang harus lebih mengerti dan mendu kung keputusan pemerintah ini. Suatu kebetulan yang dinantikan banyak kor porasi, dan membuatnya lebih bisa memprediksi budget tahunan dari biaya medical pertahun nya. Dengan nilai premi 4% yang harus dibayar korporasi dari gaji karyawannya perbulan dan 0,5% dipotong dari gaji karyawan, adalah contoh bagaimana korporasi bisa lebih mendekati angka perkiraan biaya pertahunnya, dan ini akan lebih mempertajam perkiraan jumlah pengeluaran baik yang fixed maupun variable, yang juga lebih akurat memprediksi angka pertumbuhan korporasi tahun depan. BPJS-Kesehatan juga meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik, yang artinya termasuk biaya berobat ke dokter di saat karyawan sakit, yang selama ini dikeluhkan oleh korporasi karena sulit mendeteksi faktual dari sakitnya karyawan, termasuk pembelian obat yang menjadi pasien tersebut. Sungguh satu program yang bukan hanya pro rakyat khususnya masyarakat yang di jajaran penghasilan minimal, tetapi juga satu kebijakan pemerintah yang pro ke bisnis, karena lebih mem berikan peluang kepada korporasi untuk membuat budget tahunan yang lebih optimal dan akurat. Memang bagi korporasi yang belum memberi kan fasilitas medical terbaik bagi karyawannya, akan merasakan penambahan biaya yang terjadi dari pembayaran premi 4% dari gaji karyawan nya. Tapi bukankah ini suatu cara meningkatkan pendapatan karyawan secara tidak langsung? Mungkinkah ini menjadi salah satu acuan dalam memperhitungkan upah minimal? Suatu poin yang bisa didiskusikan bersama Serikat Pekerja internal dikorporasi masing masing.
Bpjs-Kesehatan Seharusnya Sehat.
Suatu program baru, sudah sewajarnya me
ngalami banyak hambatan, terutama karena memerlukan masa sosialisasi ke semua pihak. Bisa dimengerti, karena secara otomatis peserta Askes, Jamsostek dan program lain fasilitas kesehatan, menjadi peserta dari BPJS-Kesehatan, sehingga pada 4 bulan pertama secara otomatis memiliki sejumlah 120 juta peserta. Fantastik. Diperkirakan dalam tahun ini saja akan bertambah dengan 20 juta, dan akhir tahun 2019 sudah mencapai 250 juta peserta, atau hampir seluruh rakyat Indonesia. Wooww. Suatu terobosan program kesejahteraan yang sangat bagus, walaupun kurang didengungkan ketengah masyarakat, entah kenapa. Atau mungkin berita Pemilu yang selalu hot, korupsi, dan berita bombastis lainnya. Padahal BPJS-Kesehatan adalah satu program peningkatan kesejahteraan rakyat secara riil dan bisa dinikmati oleh semua kalang an. Namun sebaliknya, banyak pertanyaan yang kembali kepada lembaga ini, dan sangat sulit untuk dijawab, di tengah perjuangan ekonomi Indonesia yang menurut World Bank, kita sudah berada di level 10 besar dunia. Tunggakan rumah sakit senilai Rp 1,8 triliun yang diajukan, dan belum dibayar, menimbulkan satu kekhawatiran, sebenarnya sudah siapkah dana untuk BPJS-Kesehatan ini? Ataukah ini sebatas per soalan administrasi yang masih baru, ataukah ada sistim birokrasi yang menjadi kendala? Hanya pe merintah yang bisa menjawab dengan jujur, karena para pengamat BPJS-Kesehatan pun mengkawatir kan hal ini, yang bisa mengurangi kepercayaan rumahsakit ke depannya. BPJS-Kesehatan seharus nya sehat terlebih dahulu, sebelum mengupayakan kesehatan masyarakatnya. Suatu program yang sangat bagus sudah selayaknya didukung, dan layak mengapresiasi pemerintah untuk berjuang mensejahterakan masyarakatnya. Dan sebaiknya Dewan Komsa ris bersama Dewan Direksi dikorporasi di atas sudah bisa bernapas lega dengan hadirnya BPJSKesehatan ini. BPJS-Kesehatan segera sehat untuk menyehatkan masyarakat. Semoga. l
Penulis adalah Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (PUSKOPEM), Direktur PT. Victory Jaya Perkasa dan pendiri Yayasan Quantum Galaxi
Padahal BPJSKesehatan adalah satu program peningkatan kesejahteraan rakyat secara riil dan bisa dinikmati oleh semua kalangan. Namun sebaliknya, banyak pertanyaan yang kembali kepada lembaga ini, dan sangat sulit untuk dijawab, di tengah perjuangan ekonomi Indonesia yang menurut World Bank, kita sudah berada di level 10 besar dunia.
Column : Leadership Series
Innovation Leadership
S
ebuah kemajuan terjadi bukan karena kebetulan. Setiap kemajuan dapat terjadi karena adanya ‘perubahan’ yang terarah dan benar. Beberapa perubahan yang terjadi karena salah arah, akan meng akibatkan kerugian atau kemunduran. Jadi pada dasarnya, sebuah kemajuan hanya dapat terjadi karena dilakukan ‘perubahan’ yang terarah dan benar. Tanpa perubahan, hampir tidak akan pernah terjadi kemajuan, atau akan terjadi kemunduran. Bahkan, suatu perubahan yang benarpun, masih dapat mengalami kemunduran. Disebabkan karena ada pihak lain yang telah melakukan perubahan dengan lebih baik. Dalam hal ini, terjadi suatu kompetisi ‘daya saing’. “Perubahan apa yang akan menyebabkan ter jadinya kemajuan..?” Untuk menjawab hal tersebut, kita perlu merubah pertanyaan menjadi, “Apa yang menyebabkan terjadinya suatu kemajuan..?”
36 Human Capital Journal
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
Jawaban dari pertanyaan tersebut ada 2 (dua) hal; pertama adalah ‘Nilai’, dan yang kedua adalah ‘Produktifitas’. Dalam bisnis, setiap transaksi jual beli dapat terjadi karena terdapat ‘Nilai’ yang diinginkan oleh pembeli. Dan bergantung pada besar ‘nilai’ yang ada, maka kompensasi atau harga yang harus diba yarkan atas nilai tersebut akan bervariasi. Namun transaksi tersebut tidak terjadi dengan mudah, karena sang pembeli akan membandingkan produk atau jasa yang bernilai tersebut dengan penjual lain. Bila terdapat penjual lain yang menyediakan produk atau jasa yang dengan ‘nilai’ lebih, maka transaksi akan beralih. Bilamana perusahaan telah berhasil mencipta kan suatu ‘nilai tambah’ yang paling tinggi dengan harga bersaing, “Apakah kemajuan bisnis akan pasti terjadi..?”Jawabannya adalah “belum tentu”. Hal ini disebabkan karena ada satu hal lain yang sangat menentukan kemajuan suatu perusahaan, ialah ‘Produktifitas’. ‘Nilai Tambah’ dan ‘Produktifitas’ adalah 2 hal yang merupakan hal penentu dalam tercapainya kemajuan suatu perusahaan, maka per tanyaanya ialah “bagaimana cara untuk dapat senantiasa meningkatkan kedua aspek tersebut..”. Jawaban atas per tanyaan tersebut akan cukup panjang, mengingat bahwa faktor yang diperlukan untuk meningkatkan kedua aspek tersebut sangat banyak. Namun, ada satu jawaban yang prinsipiil atas pertanyaan di atas tersebut ialah, ‘Inovasi’. Peningkatan ‘Nilai Tambah’ dan ‘Produktifitas’ dapat diraih berawal dari terciptanya suatu ide atau alternatif solusi yang kreatif. Ide yang kemudian
Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto
diimplementasikan atau diwujudkan, disebut sebagai ‘Inovasi’. Jadi pada dasarnya, Inovasi adalah implementasi dari sebuah ide yang kreatif. Proses terciptanya ide yang kreatif dan kemu dian diimplementasikan menjadi inovasi, bukan lah proses sederhana. Diperlukan kemampuan leadership dan accountability yang tinggi, untuk melakukan seluruh proses tersebut. Betapa tidak, karena hal tersebut merupakan rangkaian kegia tan problem solving, pengambilan keputusan dan implementasinya, yang berarti melakukan peruba han. Esensi Leadership adalah tindakan dalam hal‘mempengaruhi, menginspirasi, memotivasi, forward looking, berperan sebagai katalis, melaku kan inisiatif, mengambil keputusan, melakukan perubahan, dan beberapa hal lain’. Proses agar dapat terjadi suatu inovasi yang memiliki ‘nilai tambah’ tinggi, adalah terdiri dari rangkaian tindakan kegiatan yang cukup pan jang, disertai kemampuan leadership yang kuat. Proses diawali dengan sasaran untuk mengatasi suatu masalah, atau suatu tantangan kerja tertentu. Misalkan, sebagai contoh, dalam menghadapi tan tangan untuk mencapai pertumbuhan perusahaan yang tinggi. Untuk itu harus dilakukan serangka ian tindakan leadership yang kuat, sebagai berikut. Agar pertumbuhan usaha dapat tinggi, pimpin an perusahaan harus mampu memimpin team kerja dalam mempelajari, menganalisa dan meru muskan berbagai faktor esensial, seperti kondisi pasar, persaingan, kebutuhan pelanggan, teknologi, regulasi, kemampuan perusahaan. Dengan infor masi tersebut, pimpinan harus mampu melakukan prediksi jangka panjang dan pendek atas langkah yang harus dilakukan. Seluruh kegiatan ini memer lukan leadership yang kuat. Setelah memahami permasalahan dengan mendalam, maka pimpinan perusahaan bersama tim kerja harus mampu untuk menciptakan solusi alternatif yang unik dan kreatif. Hal ini dapat ter jadi, bilamana sang pemimpin dapat menciptakan kondisi kerja yang kondusif, kerja sama team yang kuat dan adanya chemistry kerja yang synergies. Untuk ini diperlukan pemimpin yang mampu memotivasi, menginspirasi dan bertindak sebagai katalis dalam merumuskan solusi. Kemampuan ini merupakan tindakan leadership yang kuat.
Beberapa pimpinan perusahaan mengguna kan ‘leadership style’ yang cohersive, atau melalui kekerasan seperti dengan cara marah-marah. Style yang demikian, dipastikan akan mengakibatkan kondisi kerja yang tidak kondusif, sehingga sulit untuk dapat timbul kreatifitas dalam proses mem peroleh solusi yang tepat. Selanjutnya, bila telah diperoleh alternatif solusi yang unik dan kreatif, maka perlu dilakukan rencana kerja dan implementasi atau eksekusi, sehingga dapat tercipta sebuah inovasi. Untuk ini diperlukan berbagai tindakan leadership yang kuat, seperti antara lain: memimpin team dalam menyu sun rencana kerja yang efektif, melakukan koordi nasi dan tata kelola dalam proses kerja, melakukan percepatan eksekusi dan efisiensi, menekankan standard kualitas yang tinggi, dan sebagainya. Seluruh aktifitas tersebut, membutuhkan ap likasi leadership yang kuat dalam hal: pengambil an keputusan dalam proses eksekusi, memotivasi, melakukan handling konflik yang terjadi, meng inspirasi team kerja, memimpin perubahan yang perlu terjadi, dan beberapa hal lain. Sangat jelas, bahwa proses hingga terciptanya sebuah inovasi, diperlukan kemampuan leadership yang kuat dari jajaran pimpinan perusahaan. Nilai Tambah dan Produktifitas perusahaan dapat meningkat, berawal dari kreatifitas dan berlanjut menjadi inovasi. Implementasi dari hal ini semua dilakukan melalui proses perubahan. Tanpa adanya rangkaian kerja tersebut, akan sulit bagi perusa haan untuk berkembang maju. Pada dasarnya, Inovasi yang perlu terjadi pada setiap perusahaan bukanlah hanya terbatas pada inovasi dalam hal ‘Produk dan Jasa’. Namun harus terjadi pada berbagai faktor, seperti: Business Process, inventory, kebijakan perusahaan, rekruitmen, investasi, kemitraan, purchasing, metodologi kerja, pengembangan budaya kerja, dan banyak aspek lainnya. Dan tingkat inovasi yang terjadi, akan memiliki manfaat yang sangat bervariasi. Manfaat akan meningkat, bila proses inovasi dikembangkan secara terus menerus. l
Penulis adalah mantan Eksekutif IBM & Indosat Group, sekarang berprofesi sebagai Executive Coach dan Practice Leader MKI Corporate University.
Inovasi yang perlu terjadi pada setiap perusahaan bukanlah hanya terbatas pada inovasi dalam hal ‘Produk dan Jasa’. Namun harus terjadi pada berbagai faktor, seperti: Business Process, inventory, kebijakan perusahaan, rekruitmen, investasi, kemitraan, purchasing, metodologi kerja, pengembangan budaya kerja, dan banyak aspek lainnya.
Column
Kenapa CEO Gagal?
D
otlich dan Cairo (2003) dalam buku mereka Why CEOs Fail: The 11 Behaviors That Can Derail Your Climb to the Top and How to Manage Them pernah mengajukan sebuah pertanyaan menggelitik “Kenapa banyak CEO yang gagal memimpin perusahaan?”. Umumnya orang akan menjawab karena CEO tersebut: tidak merespon pesaing secara tepat, kurang memiliki visi bisnis yang jelas, gagal mengeksekusi strategi dengan tepat, tidak berkomunikasi dengan baik kepada dewan direksi/business owner atau juga kehilangan karyawan yang potensial. Dotlich dan Cairo berpendapat bahwa semua kemungkinan jawaban tersebut tidak salah, meskipun tidak sepe nuhnya juga benar. Lebih jauh lagi mereka berargumen, seseorang yang ditunjuk menjadi CEO biasanya sudah memiliki track record yang teruji. CEO umumnya memiliki IQ di atas rata-rata, punya intuisi yang
tajam dan sarat dengan pengalaman bisnis. Dengan kata lain, seseorang yang ditunjuk menjadi CEO se harusnya sudah memiliki kompetensi pengelolaan usaha yang tidak perlu disangsikan lagi. Namun kenyataan di lapangan sungguh sangat mengejutkan. Hogan, Hogan, & Kaiser dalam pe nelitian mereka di tahun 2011 menemukan bahwa tingkat kegagalan CEO pada umumnya mencapai 50%. Kaplan dan Minton di tahun yang sama menemukan bahwa semenjak tahun 2000 tingkat turnover CEO telah naik dari 15,8% menjadi 16,8%. Penelitian mereka juga menunjukkan bahwa masa kerja rata-rata CEO hanyalah pada kisaran 6-7 tahun. Fenomena kegagalan CEO, meskipun cukup tinggi, jarang didiskusikan baik di dalam jurnal maupun dalam pelatihan kepemimpinan. Para ahli dan praktisi cenderung mendiskusikan karyawan non CEO yang tidak perform di pekerjaan. Padahal kegagalan CEO bisa menimbulkan efek kerusakan yang jauh lebih besar. Menurut Hogan, Hogan dan Kaiser (2009), secara organisasi kegagalan seorang CEO akan menimbulkan konsekuensi biaya dan menghabiskan banyak waktu untuk mencari peng gantinya. Disamping itu juga akan timbul biaya yang tidak terlihat seperti kehilangan intelectual dan social capital, kekaburan fokus bisnis dan penurunan moral karyawan. Oleh karena itu, persoalan ini harus menjadi perhatian direksi/business owner. Lalu pertanyaan yang muncul di benak kita adalah: jika CEO betul-betul orang yang memiliki IQ di atas rata-rata dan juga kompeten dalam pe ngelolaan bisnis, kenapa mereka bisa gagal? Apakah kompetensi pengelolaan bisnis saja tidak cukup? Lalu apa aspek lainnya yang juga mempengaruhi keberhasilan CEO?
Self Derailing Behaviours
Meskipun tidak diragukan lagi bahwa IQ dan kompetensi yang bersifat teknis seperti kemam puan pengelolaan bisnis merupakan penentu keberhasilan seorang CEO, namun hasil penelitian 38 Human Capital Journal
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014
Oleh : Wendra
terkini semakin memperkuat keyakinan bahwa ada faktor lain yang jauh lebih menentukan terhadap keberhasilan seorang CEO. Menurut Dotlich dan Cairo, kegagalan seorang CEO adalah merupakan sebuah fenomena peri laku. Pada saat menghadapi tekanan, CEO sering berfikir dan mengambil tindakan yang justru memicu terjadinya kegagalan. Misalnya pada saat harus mengambil keputusan cepat, seorang CEO “terlalu berhati-hati” dan berusaha mengumpul kan informasi selengkap mungkin karena takut salah mengambil keputusan. Akibatnya adalah keputusan yang kemudian diambil sudah terlan jur terlambat dan tidak berdampak lagi terhadap penyelesaian persoalan yang dihadapi. Perilaku-perilaku yang memunculkan ha sil yang kontraproduktif terhadap orang yang melakukannya, seperti “terlalu berhati-hati”, di sebut dengan istilah Self Derailing Behaviours/SDBs (Williams, Campbell, McCartney dan Gooding, 2013). Menurut Cudney dan Hardy (1996) dalam buku klasik mereka Self Defeating Behaviour, perilaku lainnya yang tergolong SDBs adalah : suka menunda-nunda, terlalu curiga, defensif, terlalu berkomitmen, terlalu kritis, mengasingkan diri, kaku, menunjukkan sikap bermusuhan, terlalu mengontrol, perfeksionis dan tidak mempercayai orang lain.
Menyadari dan Mengelola Diri
Apakah SDBs bisa dihilangkan? SDBs adalah bagian dari karakteristik personal. Hal ini tidak bisa dihilangkan. Karakteristik personal ini adalah sesuatu yang sudah melekat pada diri seseorang semenjak lahir. Dalam beberapa hal, SDBs justru memproteksi diri kita agar tidak terlalu ceroboh, terlalu reaktif dan lain sebagainya. Fakta lain, SDBs pada diri seseorang mung kin tidak terpotret pada saat job interview. Ibarat gunung es, pemicu SDBs merupakan underlying characteristic yang berada di dalam diri seseorang dan baru muncul dalam bentuk perilaku tertentu pada saat orang tersebut berada di bawah tekanan. Lalu apa solusinya agar CEO tidak terjebak dalam SDBs mereka? Meskipun SDB tidak bisa dihilangkan, kabar baiknya adalah ia bisa dikelola. SDBs terkait de ngan self awareness and self management. Renn,
Allen, Fedor, and Davis (2005) dalam sebuah artikel mereka “The roles of personality and self-defeating behaviors in self-management failure” di Journal of Management menyarankan agar CEO mendiag nosa perilaku mereka sendiri, sehingga mereka bisa menyadari diri sendiri dan mampu mengelola SDBs mereka. Namun ironisnya, kebanyakan CEO justru tidak sadar kalau mereka menunjukkan SDBs tertentu. Umumnya juga CEO jarang menerima feedback dan konfrontasi yang cukup tentang peri laku mereka. Padahal CEO membutuhkan feedback agar bisa memahami diri mereka sendiri. Dalam situasi seperti ini maka Renn dan rekan-rekan peneliti lainnya mengatakan bahwa direksi/business owner perlu membantu CEO agar bisa mengenali dan mengelola diri mereka. CEO banyak belajar dari pengalaman masa lalunya. Kegagalan me ngenali diri dan perilaku menunjukkan kegagalan pembelajaran masa lalu (Hogan dan Hogan, 2001). Oleh karena itu training akan memberikan aspek kognitif yang bisa membantu CEO mempelajari diri dengan lebih baik lagi. Pendekatan terkini yang juga terbukti mampu membantu CEO mengetahui SDBs mereka adalah dengan menyediakan seorang Professional Executive Coach yang bertugas untuk mengobservasi, memfasilitasi dan menantang CEO untuk me mahami dan merubah pola SDBs mereka. Coach adalah pihak eksternal yang sengaja dikontrak untuk menjadi mitra dan memberi feedback kepada CEO tentang blind spot mereka. Coach juga akan menantang sudut pandang dari CEO tersebut, ber sama-sama menyusun action plan serta mendorong akuntabilitas CEO untuk mengimplementasikan action plan tersebut sehingga terjadi perubahan perilaku dari sang CEO. Sebagai kesimpulan, disamping IQ dan kom petensi bisnis, kesadaran diri dan kemampuan mengelola diri merupakan prediktor keberhasilan CEO. Oleh sebab itu pendampingan dan fasilitasi terhadap pengembangan perilaku CEO sewajarnya lah menjadi prioritas utama setiap direksi/business owner. l
Pendekatan terkini yang juga terbukti mampu membantu CEO mengetahui SDBs mereka adalah dengan menyediakan seorang Professional Executive Coach yang bertugas untuk mengobservasi, memfasilitasi dan menantang CEO untuk memahami dan merubah pola SDBs mereka. Coach adalah pihak eksternal yang sengaja dikontrak untuk menjadi mitra dan memberi feedback kepada CEO tentang blind spot mereka.
Penulis adalah Trainer, Konsultan dan Certified Professional Coach PPM Manajemen
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
39
Dapatkan Bundel Eksklusif
HC Journal
MKI Corporate University
Rp
Achieving Human Capital Excellence
35On0gk.o0s K0ir0im
Bundel 1 Human Capital Journal Tahun 2011 - 2012 (12 Edisi) Bundel 2 Human Capital Journal Tahun 2012 - 2013 (12 Edisi)
+
Tema yang dibahas dalam bundel eksklusif ini:
www.humancapitaljournal.com Hubungi: Andedes, Hadi, Iin, Purwanti, Dedeh.
(021)
Setiap perusahaan harus memilikinya sebagai referensi ilmu sumberdaya manusia yang sangat kaya. Bisa juga menjadi perfect gift untuk para relasi.
5790 3840
1. Strategic Performance Management 2. Learning Organization : Konsep & Implementasi 3. Selamat Datang Era Knowledge Management 4. Leadership Development Challenges 5. The War for Talent 6. Strength Based Human Capital Management 7. Strategic HR Planning 8. Outsourcing, Illegal? 9. Salary Survey 2012 10. Strategi Rekrutmen 2012 11. Trend in Human Resources Information System 12. Training Evaluation
Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X - 5 Kav. 2 - 3, Jakarta 12950, Indonesia. Fax. : (62 - 21) 527 4443 Email : learningcenter@pt - mki.co.id
22 MKI -
Event
Corporate Leadership Center [CLC]
Develops Effective Managers & Leaders
free
Becoming
Professional
afternoon tea talk
real session showcase
Executive Coach
Menara Kadin Indonesia Lt.24
14 May 2014 14.00 - 16.30 WIB
New Career & Business Opportunity, Coached by Top Executive with more than 30 years business experience
Siapakah Anda?
Apakah anda seorang karyawan atau seorang pengusaha? Berapakah Usia Anda? 35? 40? 45? 50? Atau 55?
Apabila anda adalah seorang karyawan yang berkarir di perusahaan, masa pensiun pasti akan tiba. Jadi apa yang dapat anda kerjakan ketika masa pensiun nanti tiba, padahal kondisi kesehatan anda masih prima dan mampu melakukan banyak hal dengan produktif? Bila anda adalah seorang karyawan yang masih berusia sekitar pertengahan tiga puluh tahun dan sudah memiliki posisi manajerial, sehingga anda masih memiliki waktu cukup panjang untuk lebih meningkatkan karir anda selama 20 tahun. Kemampuan apa yang perlu anda tingkatkan saat ini? Atau barangkali anda adalah seorang pengusaha paruh baya yang sukses memiliki beberapa bisnis, apakah anda sudah memiliki orang-orang yang bisa saja adalah putera-puteri anda sendiri yang akan mampu untuk tidak saja mempertahankan kesuksesan yang telah anda torehkan tetapi bahkan mengembangkannya? Bila anda adalah seorang karyawan, apakah anda sudah memiliki kemampuan untuk tidak hanya mengelola tetapi juga mengembangkan orang-orang ? Bila anda adalah seorang pengusaha, sudahkah anda mampu menciptakan dan mengembangkan orang-orang yang dapat meneruskan kesuksesan anda?
Powered by
Apakah Solusinya?
Jika anda termasuk salah satu dari kelompok yang disebutkan di atas, maka anda memerlukan kemampuan sebagai seorang coach sehingga mampu mengembangkan manusia untuk meraih keberhasilan bersama-sama. Anda dapat mempersiapkan diri menjadi Manager/Executive Coach sekarang dengan mengikuti modul Dynamics of Successful Management dari Success Motivation International (SMI) Inc., di mana anda tidak saja akan mendapatkan pengetahuan, akan tetapi juga materi-materi lengkap disertai powerpoint presentation slides yang akan menjadi pedoman dan panduan anda dalam mengembangkan manusia. Program ini dipimpin oleh Husen Suprawinata, SE, MM yang pernah menjabat GM & Director ICI Paints Indonesia, CEO American Standard, COO Catur Sentosa Adiprana dan saat ini menjadi Executive Partner MKI. Beliau juga pemegang International Certified Coach & Consultant dari SMI dan LMI.
PT Menara Kadin Indonesia >Learning >Consulting >Assessment Center >Research >HC Journal
Contact Person: Mrs. Tari, Mr. Hadi, Mrs. Iin, Mrs. Dedeh, Ms. Purwanti
(021)
5790 3840
or Fax. (021) 527 4443 Email:
[email protected] Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
Afternoon Tea Talk PT Menara Kadin Indonesia Jakarta, Rabu 14 Mei 2014 Topik : Delegating for Maximum Productivity Pembicara : Husen Suprawinata SE MM ScHK
n
No. 35
n
Tahun III n 15 Mei - 15 Juni 2014 Human Capital Journal
41
Compensation & Benefit System
Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi
Strategic Competency Profiling
Career Development Management
Comprehensive Assessment Center Certification
How To Design MT Program
4
5
6
7
8
9
Syahmuharnis
Brata T. H
Brata T. H
35 Effective Supervisory Management Program
36 Leadership Development Program
2
2
4
2
2
2
3.500.000
6.000.000
4.500.000
3.500.000
3.500.000
3.500.000
3.500.000
4.500.000
4.000.000
3.250.000
3.250.000
4.500.000
4.000.000
4.000.000
3.000.000
4.000.000
3.000.000
4.000.000
3.000.000
3.000.000
3.500.000
3.000.000
5.000.000
2.000.000
3.000.000
3.000.000
5.500.000
3.000.000
3.000.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
6.000.000
12.000.000
Fee
22 - 24
5-6
19 - 20
19 - 20
21 - 22
22 - 23
21 - 24
16 - 17
12 - 13 23 - 24 18 - 19
6-7 22 - 23
19 - 20
21 - 22 29 - 30
10 - 11
16-17
25 - 26
12 - 13
5-6
23 - 24
6-8 16 - 17
8 -9 13 - 14
11 - 13
14-15
23 - 25
29 - 30
23 - 24
10 - 11
3-4
8-9
27-28
10 - 11
4-5
17 - 18
26 - 27
13 - 14
6-7
11 - 12
23 - 24
19
11 - 12
12 - 13
6-8
22
3-4
25 - 27
23 - 24
26 - 27
23 - 25
17 - 18
17 - 18
28 - 29
24
Jun
9 - 13
18 - 19
24 - 25
4-6
20
6-7
10 - 11
17 - 18
27 - 28
20 - 21
13 - 14
9-10
10 - 11
6-7
24 - 25
20
29 - 30
27 - 28
22
6-7
2-3
6-9 20 - 21
8-9 4-5
21 - 22
21 - 23
22 - 23
5-9
May
4-5
26 - 28
Apr
21-25
6-7
24 - 25
27 - 28
3-4
18 - 19
24 - 26
11 - 14
6-9 18 - 19
Mar
10 - 14
21 - 22
Peb
10 - 14
Jan
20 - 24
19 - 20
7-8
23 - 25
21 - 22
23 - 24
10 - 11
3-4
21 - 22
8 - 10
24
2-3
7-8
15 - 16
8 - 11
14 - 18
Jul
2014
Syahmuharnis, Husen Suprawinata
Syahmuharnis, Husen Suprawinata
37 Effective Personal Productivity
38 Dynamics of Personal Goal Setting
2
3
2
2
3.250.000
Pendaftaran :
6.000.000
4.000.000
3.000.000
17 - 18
22 - 23
28 - 30
25 - 26
26 - 28
Mrs. Tari / Iin / Dedeh / Ms.Purwanti / Mr.Hadi. Tel. (021)
26 - 28
19 - 20
Sept
22 - 23
8-9
15 - 16
25 - 26
11 - 12
4-5
11 - 12
23 - 24
29 - 30
9 - 11
25
3-4
4-5
25 - 26
16 - 17
9 - 12
15 - 19
Oct
28 - 30
21 - 22
27 - 28
20 - 23
13 - 14
29 - 31
30 - 31
16 - 17
9 - 10
27 - 28
23
7-8
22 - 24
27 - 28
27 - 29
21 - 22
13 - 17
Nov
4-6
3-4
18 - 19
20 - 21
18 - 19
17 - 18
27 - 28
13 - 14
10 - 11
6-7
10 - 11
24 - 25
4-6
20
4-5
3-4
18 - 19
11 - 14
10 - 14
Dec
16 - 18
9 - 10
8-9
2-3
8 - 10
10 - 11
11 - 12
4-5
2-3
22 - 23
18
2-3
22 - 23
15 - 17
16 - 17
15 - 19
5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email:
[email protected]
24 - 26
23 - 24
24 - 25
21 - 22
27 - 28
14 - 15
5-7
4-5
20 - 21
18 - 19
28 - 29
14 - 15
12 - 13
7-8
25 - 26
21
5-6
25 - 26
25 - 27
19 - 20
11 - 15
Aug
Agenda 2014
2014
Agenda 2014
Brata T. H Brata T. H
33 Management Development Program (Soft skill Managerial), Star Program
34 Managerial Development Program for Manager Candidates
Nur Aidi
Chaerudin Manaf
31 Best Practises in Fixed Asset Accounting
32 Analisis Statistik Riset Pemasaran
Chaerudin Manaf Chaerudin Manaf
29 Receivablle & Collection Management
Chaerudin Manaf
30 Cashflow and Treasurey Management
3
Ritha J. Nainggolan
27 Accounting for Non Accounting
28 Managing Account Payable in Practices
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
1
Ritha, Galatia
Ritha J. Nainggolan
25 Fraud Audit
26 Marketing Intellegence
Ritha J. Nainggolan
Susi Muchtar
24 Compliance and Risk Management
23 Finance for Non Finance
Syahmuharnis Syahmuharnis. Rum D Mutiara
22 Measuring & Managing Employee Engagement
Abah R, Syahmuharnis, Rum D.Mutiara
21 Measuring & Managing Customer Engagement
20 Strength Based Human Capital Management (Human Sigma Approach)
Syahmuharnis, Dasmito
18 Individual Performance Management with Balanced Scorecard
19 Performance Audit (Pertama di Indonesia)
Syahmuharnis Syahmuharnis
16 Workload Analysis and Comprehensive Strategic Man Power Planning
Rum D Mutiara dan Sapta Putra Y
15 HR Bussines Partner
17 Strategic Management
Sapta Putra Y dan Rum D Mutiara
Syahmuharnis, Agus Mauludi
Yunisas, Agus M, dan Winny W
Syahmuharnis, Dasmito
2
2
Junisas Winny, Agus M, Rum D.Mutiara
3
2
2
2
3
2
4
5
Days
Winny, Nandar
Winny, Agus M.
Syahmuharnis
Winny, Agus M.
Rum D Mutiara
Rum D Mutiara, Winny
Tim MKI
Tim MKI
Facilitator
14 HR Audit
13 HR for Non HR Manager
12 Talent Management
11 Training Identification dan Evaluation
10 Basic Human Resources Management (HRM for Beginner)
Human Resources Management Professional (HRMP)
Competency Based Job Analysis & Job Evaluation
2
3
Certified Human Resources Management Professional (CHRMP)
Training
1
No
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
PT Menara Kadin Indonesia