1
HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA ATLET SENAM DAN RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA
Oleh : Tamia Dwi Anindita I14070018
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
2
ABSTRACT Tamia Dwi Anindita: The relationship of body image perception and eating habits with nutritional status of gymnastics and swimming athletes of The Ragunan Athletes School, Jakarta. Under the guidance of Hadi Riyadi. Body image can be defined as the degree of satisfaction of the individual against himself physically that include size, shape, and appearance in general. Body image of adolescents is an important matter, because adolescence undergone many changes, both physically and psychologically. Because adolescence is one of the important stages in growth, perceptions of body image can be influenced by eating habits. Eating habits is what will affect nutritional status. This study aims to examine the relationship between perceptions of body image and eating habits with nutritional status of gymnastics and swimming athletes in the Ragunan Athletes School Jakarta. The research was conducted in May 2011 using cross-sectional study design. Purposively selected examples (n = 32 individuals) consist of 12 gymnastic athletes and 20 swimming athletes (average age 14.5 ± 1.8 years, average weight 52.5 ± 10.6 kg, and mean height 162.8 ± 10.5 cm). The results of this study shows that the level of nutrition knowledge is fair (40%) and the majority have normal nutritional status (96.9%). Most of the energy adequacy level examples are categorized highly deficit, while protein adequacy is normal. Iron and vitamin C adequacy are insufficient, whereas vitamin A adequacy is categorized sufficient. 68.75% of samples chose a positive perception of body image. The number of swimming athletes have more negative perceptions of body image than gymnastics athletes. There is a difference between the two samples on actual and ideal body shape. Spearman correlation test shows no correlation between family characteristics and sampel with perceptions of body image. Knowledge of nutrition didn’t have a significant correlation with the perception of body image (p = 0647 and r = 0084). While there is a significant correlation between actual body shape with perceptions of body image (p = 0.001 and r = 0718). The Spearman correlation test also examines the relationship between family characteristics and examples, knowledge of nutrition, eating habits, and perceptions of body image with nutritional status. Of the total surveyed, there is no correlation with nutritional status. Based on this study, there is a need of nutrition knowledge in samples which have a negative perception of body image in order to avoid misperceptions that could lead to over nutrition and even under nutrition. Key words: body image, eating habits, nutritional status
3
RINGKASAN TAMIA DWI ANINDITA. Hubungan Persepsi Body Image Dan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Pada Atlet Senam Dan Renang Di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta. Dibimbing oleh HADI RIYADI. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji hubungan antara persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi atlet senam dan atlet renang SMA Ragunan Jakarta. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Mengkaji karakteristik responden dan karakteristik keluarga; 2) Mengkaji body image remaja pada atlet senam dan atlet renang Sekolah Atlet Ragunan Jakarta; 3) Mengkaji kebiasaan makan dan intake energi dan zat gizi responden; 4) Mengkaji status gizi responden; 5) Mengkaji hubungan karakteristik individu dengan persepsi body image; 6) Mengkaji karakteristik keluarga dengan persepsi body image dan status gizi; 7) Mengkaji hubungan antara persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi responden. Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta pada bulan Mei 2011. Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik responden, karakteristik keluarga, persepsi terhadap body image, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, dan recall konsumsi pangan. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah keadaan umum dari SMA Ragunan Jakarta dan jumlah siswa yang akan dijadikan sampel penelitian. Data-data tersebut diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 for Windows. Selain itu dilakukan analisis korelasi dengan menggunakan software SPSS versi 16.0 for windows untuk melihat hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi body image, karakteristik keluarga dengan persepsi body image dan status gizi, persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi responden. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa sebanyak 46.9% ayah contoh dan 40.6% ibu contoh hanya lulusan SMA. Pekerjaan ayah sebagai swasta sebesar 37.5% dan pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga sebesar 56.3%. Tingkat penghasilan keluarga contoh berada pada kisaran Rp1.500.000Rp 3.000.000. Contoh rata-rata berusia 14.5±1.8 tahun dengan rata-rata berat badan dan tinggi badan masing-masing yaitu 52.5±10.6 kg dan 162.8±10.5 cm. Tingkat pengetahuan gizi contoh termasuk kedalam kategori baik sebesar 40% dengan status gizi normal (96.9%). Sebanyak 68.75% contoh memiliki persepsi body image yang positif. Jumlah contoh yang persepsi body image negatif pada contoh atlet renang lebih banyak daripada contoh atlet senam. Pada beberapa contoh terdapat perbedaan antara penilaian bentuk tubuh aktual dengan bentuk tubuh ideal menurut contoh. Berdasarkan analisis kebiasaan makan, contoh masih kurang mengkonsumsi sayuran dan buah. Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, hampir seluruh contoh mengalami defisit tingkat berat pada tingkat kecukupan energi, sebanyak 40.6% contoh termasuk dalam kategori normal untuk tingkat kecukupan protein. Untuk tingkat kecukupan zat besi dan vitamin C hampir seluruh contoh termasuk kedalam kategori kurang, sedangkan tingkat kecukupan vitamin A sebesar 81.3% cukup. Rata-rata konsumsi energi contoh sebesar 1349 kkal, dengan konsumsi energi paling tinggi 2397 kkal dan konsumsi energi terendah yaitu 690 kkal. Rata-rata konsumsi protein contoh yaitu 59 gram, dengan konsumsi terendah yaitu 24.4 gram dan konsumsi
4
terbesar yaitu 108.4 gram. Rata-rata konsumsi zat besi contoh adalah 6.5 mg, dengan konsumsi terendahnya yaitu 2.35 mg dan konsumsi terbesarnya adalah 18.35 mg. Rata-rata konsumsi vitamin A contoh yaitu sebesar 911.87 RE, dengan konsumsi terendah contoh yaitu 76.15 RE dan konsumsi tertinggi yaitu 2842.25. Rata-rata konsumsi vitamin C contoh yaitu 24.4 mg, dengan konsumsi terendah contoh yaitu 1.2 mg dan konsumsi tertinggi yaitu 202 mg. Secara garis besar tingkat kecukupan energi dan zat gizi termasuk defisit tingkat berat dan kurang, hal tersebut dikarenakan oleh kelemahan dari metode yang digunakan yaitu metode recall yang hanya mengandalkan daya ingat contoh dan kemampuan mengkonversi ukuran pangan yang telah dikonsumsi. Hal tersebut yang menyebabkan konsumsi sebagian besar contoh rendah. Karakteristik keluarga dan karakteristik individu tidak terdapat hubungan dengan persepsi body image. Bentuk tubuh aktual terdapat hubungan yang positif dengan persepsi body image. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi pun tidak terdapat hubugan dengan status gizi. Persepsi body image, kebiasaan makan tidak terdapat hubungan dengan status gizi.
5
HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA
Oleh : Tamia Dwi Anindita I14070018
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
6
Judul
: Hubungan Presepsi Body Image dan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Atlet Senam dan Atlet Renang di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta
Nama
: Tamia Dwi Anindita
NIM
: I14070018
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS 19610615 198603 1 004 Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Disetujui :
7
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berka dan rahmatNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulis skripsi yang berjudul Hubungan Presepsi Body Image dan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Atlet Senam dan Atlet Renang di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta” ini dilakukan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikiran, memberikan masukan, kritikan, bantuan, motivasi, dan bimbingannya selama ini kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas segala saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Achmad Djadjuli, S. Pd dan mamah Heni Usnaeni, S. Pd selaku kedua orangtua penulis, Lystia Juliani selaku kakak penulis, dan Adhia Muharditia selaku adik penulis yang senantiasa mendoakan, memberi motivasi, semangat, dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih untuk doa, kasih sayang, dan perhatian yang diberikan. 4. Agung Mangkunegara atas doa, dukungan, perhatian, semangat, dan kasih sayang yang telah diberikan. 5. Sahabat-sahabatku Elfrida Yuliansari dan Deviani Primadewi atas bantuan, doa, semangat, dan motivasi kepada penulis. 6. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Faiz Nur Hanum, Rizky Agnestya Andhini, Dede Idola, Imam Saloso, dan M. Azizul Hakim I atas semangat, bantuan, motivasi, doa, dan perjuangan yang luar biasa ini. 7. Sahabat-sahabatku di Rempati Kost: Michelia, Ajeng, Retno, Hesti, Sherly, Artanti, Ibu Ratna beserta keluarga, dan Bibi Mariana. 8. Seluruh mahasiswa Gizi Masyarakat angkatan 44 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Bogor, Agustus 2011
Tamia Dwi Anindita
8
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Tamia Dwi Anindita, lahir pada tanggal 17 Januari 1990 di Rangkasbitung, Banten. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Achmad Djadjuli, S. Pd dan Heni Usnaeni, S. Pd. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1995 di TK Bayangkhari, Rangkasbitung. Kemudian melanjutkan ke SD Negeri 01 Kejaksaan Rangkasbitung pada tahun 1995 hingga tahun 2001. Selanjutnya penulis meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 4 Rangkasbitung pada tahun 2001. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Rangkasbitung pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) kemudian terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) pada Program Studi Ilmu Gizi dan mengambil minor Manajemen Fungsional. Selama menjadi mahasiswa, penulis mencoba aktif di berbagai kepanitiaan, diantaranya adalah panitia 2nd Espent, Nutrition Fair, Index, Senzasional, dan lain-lain. Selain itu juga, penulis ikut bergabung dalam kegiatan organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) periode 2009. Tahun 2011 penulis melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Presepsi Body Image dan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Atlet Senam dan Atlet Renang di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta” untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .............................................................................................. i DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vi PENDAHULUAN ....................................................................................... Latar Belakang ............................................................................... Tujuan ............................................................................................ Hipotesis ........................................................................................ Kegunaan Penelitian .......................................................................
1 1 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. Persepsi Body Image pada Remaja ............................................... Persepsi Body Image ................................................................. Remaja ...................................................................................... Kebiasaan Makan ........................................................................... Konsumi Pangan ............................................................................ Food Recall 24 Jam .................................................................... Energi ........................................................................................ Protein ....................................................................................... Zab Besi .................................................................................... Vitamin A ................................................................................... Vitamin C ................................................................................... Status Gizi ....................................................................................... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi .............................. Besar Keluarga .......................................................................... Pendidikan ................................................................................. Pekerjaan .................................................................................. Pendapatan ............................................................................... Pengetahuan Gizi ........................................................................... Senam ............................................................................................ Renang ..........................................................................................
5 5 5 7 8 9 10 11 11 12 12 12 12 14 14 14 15 15 15 16 17
KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................... 19 METODE PENELITIAN ............................................................................. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ........................................... Cara Pengambilan Contoh ............................................................. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................ Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... Definisi Operasional .......................................................................
21 21 21 21 22 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... Gambaran Umum Lokasi ................................................................ Karakterstik Keluarga ...................................................................... Besar Keluarga ........................................................................ Tingkat Pendidikan Orangtua................................................... Pekerjaan Orangtua ................................................................. Penghasilan Keluarga ..............................................................
26 26 27 27 28 29 30
ii
Karakteristik Contoh ........................................................................ Jenis Kelamin .......................................................................... Usia ......................................................................................... Berat Badan ............................................................................. Tinggi Badan............................................................................ Pengetahuan Gizi ........................................................................... Status Gizi ...................................................................................... Kebiasaan Makan ........................................................................... Asupan dan Tingkat Kecukupan Gizi .............................................. Energi ..................................................................................... Protein ..................................................................................... Zat Besi ................................................................................... Vitamin A ................................................................................. Vitamin C ................................................................................. Persepsi Body Image ...................................................................... Hubungan Karakteristik Individu dengan Persepsi Body Image ...... Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Persepsi Body Image..... Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi ..................... Hubungan Karakteristik Individu dan Persepsi Body Image dengan Status gizi........................................................................... Hubungan antara Tingkat Kecukupan Energi dan Zat gizi Dengan Status Gizi .........................................................................
31 31 32 33 34 35 38 40 45 45 46 48 50 51 53 57 58 59 59 60
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 61 Kesimpulan ................................................................................... 61 Saran .............................................................................................. 62 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 63 LAMPIRAN ............................................................................................... 68
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian ................................. 22 Tabel 2 Kategori penilaian variabel-variabel .............................................. 22 Tabel 3 Kategori status gizi menurut IMT/U ................................................ 23 Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga................................. 28 Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua............. 28 Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua ......................... 29 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan penghasilan orangtua ...................... 30 Table 8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristiknya ............................... 31 Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia per cabang olahraga ................ 32 Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan berat badan per cabang olahraga .. 33 Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tinggi badan per cabang olahraga . 34 Tabel 12 Sebaran contoh atlet senam dan renang berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan pengetahuan gizi .............................. 35 Tabel 13 Sebaran tingkat pengetahuan gizi berdasarkan cabang olahraga 37 Tabel 14 Sebaran tingkat pengetahuan gizi berdasarkan jenis kelamin ...... 37 Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi ...................... 38 Tabel 16 Sebaran status gizi berdasarkan jenis kelamin ............................ 39 Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan .......................... 40 Tabel 18 Sebaran tingkat kecukupan energi contoh ................................... 45 Tabel 19 Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin .................. 46 Tabel 20 Sebaran tingkat kecukupan protein contoh .................................. 47 Tabel 21 Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin ................. 48 Tabel 22 Sebaran tingkat kecukupan zat besi contoh ................................. 49 Tabel 23 Tingkat kecukupan zat besi berdasarkan jenis kelamin ................ 49 Tabel 24 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A contoh............................... 50 Tabel 25 Tingkat kecukupan vitamin A berdasarkan jenis kelamin ............. 51 Tabel 26 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C contoh .............................. 52 Tabel 27 Tingkat kecukupan vitamin C berdasarkan jenis kelamin ............. 52 Tabel 28 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual dan ideal .......................... 54 Tabel 29 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual dan ideal menurut jenis kelamin ................................................................................ 54 Tabel 30 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual contoh atlet senam
iv
terhadap status gizi ...................................................................... 55 Tabel 31 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual contoh atlet renang terhadap status gizi ...................................................................... 56 Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi persepsi body image ..... 57 Tabel 33 Sebaran contoh klasifikasi persepsi body image berdasarkan jenis kelamin ................................................................................ 57
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1
Skala body image................................................................... 7
Gambar 2
Kerangka pemikiran penelitian ............................................... 20
Gambar 3
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi .......... 36
Gambar 4
Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh ............................ 45
Gambar 5
Rata-rata tingkat kecukuupan protein contoh ......................... 47
Gambar 6
Rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh .......................... 49
Gambar 7
Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A contoh ....................... 50
Gambar 8
Rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh ....................... 51
Gambar 9
Skala body image................................................................... 54
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ............................................................... 69 Lampiran 2 Hasil Uji Statistik ...................................................................... 78
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dorongan atau motif sosial pada manusia, mendorong manusia mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau interaksi sehingga memungkinkan terjadi interaksi antara manusia satu dengan manusia yang lain. Oleh karena itu setiap individu dituntut
untuk
mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan
sekitarnya. Penyesuaian diri yang baik ialah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga remaja merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungan. Penyesuaian diri yang baik akan menjadi salah satu bekal penting karena akan membantu remaja pada saat terjun dalam masyarakat luas. Meskipun demikian, tampaknya penyesuaian diri yang baik bukanlah hal yang mudah (Hurlock, 1999). Proses penyesuaian itu dibutuhkan waktu yang cukup untuk remaja dapat menemukan jati dirinya. Penyesuaian tersebut dapat mempengaruhi proses pergaulannya di tempat dia bergaul. Cara penyesuaianya pun berbeda-beda tiap individunya. Karena salah satu tahap pertumbuhan dalam siklus hidup manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan salah satu tahapan penting dalam masa pertumbuhan seseorang karena kecepatan pertumbuhan fisik masa ini adalah kedua tercepat setelah masa bayi. Kira-kira 20% tinggi badan (TB) dan 50% berat badan (BB) dicapai selama periode ini. Oleh sebab itu diperlukan asupan gizi yang cukup untuk menjamin pertumbuhan yang optimal (Khomsan 2004). Selain itu juga remaja cenderung membatasi asupan makanannya karena ingin memiliki tubuh yang ideal. Hal tersebut merupakan pengaruh yang berasal dari lingkunganya karena tubuhnya tersebut dianggap tidak ideal atau terlalu kurus dan terlalu gemuk. Hal tersebut yang dapat mempengaruhi salah satu bentuk penyesuaian remaja terhadap lingkungannya yaitu cara bergaul dan persepsi remaja tersebut terhadap bentuk tubuh. Persepsi remaja terhadap bentuk tubuhnya itu dikenal juga dengan istilah body image. Body image bagi remaja merupakan suatu hal yang penting, karena pada masa remaja seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan pesat ini menimbulkan respon tersendiri bagi remaja berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan perubahan bentuk tubuhnya. Menurut Conger dan Peterson dalam Sarafino (1998) bahwa pada masa remaja biasanya
2
mulai memperhatikan penampilan fisik mereka dan ingin mengubah penampilan mereka. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering merasa tidak puas terhadap penampilan dirinya. Body image dapat juga didefinisikan sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum (Cash dan Deagle dalam Jones 2002). Gambaran diri berhubungan dengan kepribadian dan cara individu memandang dirinya memiliki dampak terhadap perkembangan psikologisnya. Banyak remaja sering merasa tidak puas dengan penampilan dirinya sendiri, mereka ingin memiliki postur tubuh sempurna. Pencapaian tubuh ideal dapat dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Kebiasaan makan sehari-hari sangat mempengaruhi terhadap pencapaian tubuh yang ideal, misalnya saja pembatasan asupan makanan agar berat badan tidak berlebih. Menurut Sediaoetama (1991), pada usia remaja, seorang
remaja
cenderung
memperhatikan
bentuk
tubuhnya.
Hal
ini
menyebabkan remaja putri membatasi konsumsi pangannya demi mendapatkan bentuk tubuh yang ideal dan indah menurut persepsinya. Selain itu juga kebiasaan makan yang dipengaruhi oleh gaya hidup dan pengetahuan gizi yang kurang. Gaya hidup berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan seperti mengikuti pergaulan remaja saat ini dengan mengkonsumsi fast food yang lebih praktis dan harganya pun mudah dijangkau oleh uang saku anak sekolah. Sedangkan pengetahuan gizi yang kurang itu akan mempengaruhi perilaku makannya dengan makan yang tidak teratur untuk mencapai tubuh yang ideal. Hal lainnya yang dapat mempengaruhi yaitu aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang dilakukan harus sesuai dengan keadaan tubuh remaja itu sendiri. Asupan makanan yang biasa dikonsumsi oleh para remaja khususnya siswa biasanya akan mempengaruhi kegiatannya di sekolah, seperti kegiatan belajar ataupun kegiatan lainnya. Aktivitas fisik tersebut akan ditunjang oleh banyaknya energi yang dikonsumsi untuk memaksimalkan aktivitasnya tersebut. Jika asupan makannya lebih rendah dibandingakan dengan pengeluaran energinya maka aktivitas fisik remaja tersebut akan terganggu, dan juga sebaliknya jika asupan makannya seimbang dengan pengeluaran energinya maka aktivitas fisik remaja tersebut akan optimal. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian, persepsi yang salah tentang body image akan mempengaruhi perilaku hidup seseorang. Perubahan perilaku
3
makan
akan
dilakukan
dengan
harapan
mereka
memperoleh
dan
mempertahankan bentuk tubuh sesuai dengan yang mereka inginkan. Berdasarkan penelitian Rosen dan Gross di US dalam Dacey & Kenny (1997) yang meliputi 1.373 putra dan putri sekolah menengah atas dalam ras, daerah dan latar belakang ekonomi yang berbeda-beda menunjukkan bahwa remaja putri menghabiskan waktu mereka 4 kali lebih banyak dibandingkan pria untuk mencoba mengurangi berat badan mereka. Cara mereka untuk mengurangi berat badannya yaitu biasanya dengan melakukan diet. Diet yang dilakukan oleh remaja merupakan hal yang serius. Saat umur remaja adalah saat ketika tubuh tersebut sedang berkembang pesat dan sudah seharusnya mendapatkan nutrisi penting yang dibutuhkan oleh tubuh. Kebiasaan diet pada remaja dapat membatasi asupan nutrisi yang mereka butuhkan untuk pertumbuhannya. Diet yang berlebihan akan mengakibatkan berat badan tubuh menurun dan pertumbuhan pun terhambat. Perilaku diet ini akan berpengaruh terhadap perubahan status gizi remaja itu sendiri. Karena dengan perubahan perilaku makan mereka akan mengakibatkan pertumbuhan yang terhambat dan menurunnya status gizi mereka. Status gizi yang rendah pada remaja akan mempengaruhi produktivitas dan performa seorang remaja dalam jangka panjang yang akan berdampak pada masa dewasanya nanti. Berdasarkan paparan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji persepsi body image pada atlet senam dan renang di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta, dan sejauh mana hubungannya dengan kebiasaan makan dapat mempengaruhi status gizi mereka. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan antara persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi atlet senam dan atlet renang Sekolah Atlet Ragunan Jakarta. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji karakteristik responden dan karakteristik keluarga. 2. Mengkaji body image remaja pada atlet senam dan atlet renang Sekolah Atlet Ragunan Jakarta. 3. Mengkaji kebiasaan makan dan intake energi dan zat giziresponden.
4
4. Mengkaji status gizi responden. 5. Mengkaji hubungan karakteristik individu dengan persepsi body image. 6. Mengkaji hubungan karakteristik keluarga dengan persepsi body image dan status gizi. 7. Mengkaji hubungan antara persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi responden. Hipotesis Adanya hubungan antara persepsi body image dan kebiasaan makan dengan status gizi atlet senam dan atlet renang Sekolah Atlet Ragunan Jakarta. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal yang terkait dengan body image dan kebiasaan makan serta pengaruhnya terhadap status gizi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para remaja untuk memilih cara yang tepat untuk memperoleh tubuh yang ideal.
5
TINJAUAN PUSTAKA Persepsi Body Image pada Remaja Persepsi Body Image Citra berarti gambaran, kesan, serta bayang-bayang yaitu suatu pengalaman sentral atau yang disadari (Chaplin 1995). Drever (1988) juga mengatakan bahwa citra adalah gambaran yang didasarkan oleh pegalaman indera. Tubuh adalah struktural individu dilihat dari proporsi badan secara keseluruhan dan anggota badan (Chaplin 1995). Selain itu juga tubuh didefinisikan sebagai bagian sentral suatu organisme yang mendukung anggotaanggota badan, dan kepala. Salah satu sumber dalam pembentukan persepsi tentang diri adalah image (gambaran) tentang tubuh atau raga, sering disebut juga sebagai body image, yaitu penampilan diri, sikap terhadap raga sendiri dan konstitusi raga dalam persepsi individu tentang raga. Hal ini menyangkut bagaimana individu melihat tubuhnya pada saat bercermin dan juga pengalaman yang pernah dialami dan dirasakannya mengenai tubuhnya itu. Menurut Suryanie (2005) body image (citra raga) adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya, baik terhadap bagian-bagian tubuhnnya maupun mengenai seluruh tubuhnya, berdasarkan penilaian sendiri. Selanjutnya citra raga dapat mendatangkan perasaan senang atau tdak senang terhadap tubuhnya sendiri. Honigman dan Castle dalam Melliana (2006) mengatakan bahwa body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk tubuhnya, bagaimana seseorang menilai dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan bagaimana “kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya”. Sebenarnya apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar mempresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif. Menurut Germov & Williams (2004) body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini dianggap sebagai body image yang negatif.
6
Body image adalah gambaran mengenai tubuh seseorang yang terbentuk dalam pikiran individu itu sendiri, atau dengan kata lain gambaran tubuh individu menurut individu itu sendiri. Menurut Thompson et all. (1999) menyatakan bahwa body image adalah evaluasi terhadap ukuran tubuh seseorang, berat ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah kepada penampilan fisik, dimana evaluasi ini dibagi menjadi tiga area yaitu komponen persepsi, yang secara umum mengarah kepada keakuratan dalam mempersepsikan ukuran (perkiraan terhadap
ukuran
tubuh),
komponen
subyektif
yang
mengarah
kepada
kepuasaan, perhatian, evaluasi kognitif dan kecemasan serta komponen perilaku, yang memfokuskan kepada penghindaran individu terhadap situasi yang mengakibatkan ketidaknyamanan terhadap penampilan fisiknya sendiri. Body image pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Hal ini terutama terjadi pada usia remaja. Mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita, sedangkan tubuh yang kekar dan berotot adalah yang ideal bagi pria (Germov & Williams 2004). Wanita yang langsing sering kali dianggap cantik dan sehat serta menjadi idaman para lakilaki. Sedangkan kegemukan dianggap sebagai hal yang memalukan. Gemuk itu dianggap jelek, lemah, tidak punya kendali,malas dan tidak punya ambisi (Biber 1996). Banyak faktor yang mempengaruhi body image yaitu pengalaman saat ini dan masa lampau, perkembangan tingkat kognitif, dan pembentukan jati diri. Faktor lainnya adalah tingkat ketertarikan terhadap lawan jenis, besar ukuran tubuh dan penampakan fisik, hubungan dengan saudara dan teman sebaya, dan tingkat pencapaian individu yang ideal. Waktu dan laju kematangan juga menjadi faktor penting dalam pembentukan jati diri (Mandleco 2004). Penilaian body image yang dikembangkan oleh Stunkard (1983) dalam Bulik et al. (2001) adalah dengan menggunakan gambar sembilan siluet tubuh manusia. Gambar ini bisa digunakan untuk menganalisis persepsi contoh yang berumur 18 tahun keatas. Dari sembilan gambar tersebut dikembangkan lima pertanyaan: gambar yang paling mirip dengan ukuran tubuh contoh, gambar bentuk tubuh remaja Indonesia saat ini, gambar tubuh ideal yang diinginkan, gambar bentuk tubuh yang dianggap paling sehat dan gambar bentuk tubuh pasangan idaman. Dari kelima pertanyaan tersebut contoh harus memilih gambar yang mereka anggap paling sesuai dengan pendapat mereka.
7
Berdasarkan jawaban contoh tersebut, kita dapat melihat kecenderungan persepsi contoh terhadap konsep body image. Di bawah ini merupakan gambar dari body image.
Gambar 1 Skala body image
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka disimpukan bahwa body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran dan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik. Gambaran mental tersebut berbicara tentang apa yang dirasakan individu, seperti kepuasannya terhadap tubuhnya, perhatian dan kecemasan terhadap tubuh, dan sikap berupa penilaian positif atau negatif terhadap tubuh. Remaja Remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan bilologis, kognitif, dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 dan 22 tahun. Perubahan biologis, kognitif, dan social-emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berfikir abstrak sampai pada kemandirian. Semakin banyak ahli perkembangan yang menggambarkan remaja sebagai masa remaja awal dan akhir. Masa remaja awal (early adolescence) kira-kaira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas. Masa remaja akhir (late adolescence) menunjuk pada kira-kira setelah usia 15 tahun minat pada karir, pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata dalam masa remaja akhir ketimbang dalam masa remaja awal (Santrock JW 2003).
8
Menurut Yusuf (2001), pada masa remaja juga berkembang sikap “conformity” yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Perkembangan sikap konformitas pada remaja dapat memberikan dampak positif maupun negatif bagi dirinya. Pertumbuhan yang cepat pada berat badan dan tinggi badan merupakan awal dimulainya masa remaja. Pertumbuhan tubuh yang pesat disebut pula dengan growth sprut. Kematangan (growth sprut dan menarche/spermache) sangat bervariasi pada seseorang dengan umur kronologi yang sama, karena itu evaluasi pertumbuhan tidak dapat mengandalkan hanya pada umur kronologi (Riyadi 2003). Pada masa remaja, terjadi pertumbuhan fisik dan pematangan organ tubuh yang cepat sehingga untuk memenuhinya diperlukan zat-zat gizi yang cukup baik jumlah maupun macamnya (Depkes 1997). Laju pertumbuhan anak wanita dan anak pria hamper sama cepatnya sampai pada usia 9 tahun. Selanjutnya, antara 10-12 tahun, pertumbuhan anak perempuan mengalami percepatan lebih dahulu karena tubuhnya memerlukan persiapan menjelang usia reproduksi, sementara pria baru dapat menyusul dua tahun kemudian. Puncak pertambahan berat dan tinggi badan wanita tercapai pada usia masing-masing 12,9 dan 12,1 tahun, sementara pria pada 14,3 dan 14,1 tahun. Menarche akan terjadi sekitar 9-12 bulan setelah itu (Arisman 2004). Kebiasaan Makan Kebiasaan makan (food habit) merupakan cara individu atau kelompok individu dalam memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, sosial, dan budaya (Suhardjo 1989). Menurut Khumaidi (1989) kebiasaan makan didefinisikan sebagai tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial, ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh. Kebiasaan makan juga merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata karma makan, frekuensi makan seseorang, pola makan yang dimakan, kepercayaan makanan (misalnya pantangan), distribusi makanan diantara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan (misalnya suka atau
9
tidak suka), dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan ada yang baik dan ada yang buruk. Kebiasaan makan yang baik adalah kebiasaan makan yang dapat mendorong terpenuhinya kecukupan zat gizi, sedangkan kebiasaan makan yang buruk adalah kebiasaan makan yang dapat menghambat terpenuhinya kecukupan zat gizi. Kebiasaan terbentuk dalam diri seseorang sebagai akibat dari proses yang diperoleh dari lingkungan yang meliputi aspek kognitif, afeksi, dan psikomotorik (Berg 1986). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan. Menurut Khumaidi (1989) menyatakan bahwa pada dasarnya ada dua faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktror ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia yang meliputi lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan agama serta lingkungan ekonomi. Sedangkan faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia antara lain asosiasi emosional, keadaan jasmani, dan kejiwaan, serta penampilan yang lebih terhadap mutu makanan. Kebiasaan makan berubah-ubah dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti keadaan alam, tempat tinggal/lingkungan, kebudayaan, kebutuhan biogenik, psikogenik, pengetahuan, kepercayaan, sikap dan sistem nilai seseorang atau masyarakat sekeliling (Sastroamidjojo 1995). Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Dalam aspek gizi tujuan mengkonsumsi pangan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992). Konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor serta pemilihan jenis maupun banyaknya pangan yang dimakan dapat berlainan dari tiap individu serta masyarakat. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia, tingkat pendapatan, serta tingkat pengetahuan gizi (Harper, Deaton & driskel 1986). Konsumsi pangan diperlukan untuk mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh akan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya. Kelebihan konsumsi pangan yang tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang mencukupi dapat mengakibatkan timbulnya gizi lebih. Oleh karena itu, setiap orang harus mengkonsumsi sejumlah makanan yang
10
sesuai dengan kecukupannya berdasarkan usia, ukuran tubuh, serta aktivitasnya (Hardinsyah & Martianto 1992). Mengukur konsumsi pangan dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kuantitatif dapat menggunakan metode recall konsumsi pangan dan penimbangan makanan. Data mengenai konsumsi pangan perorangan dapat dicapai dengan pengukuran atau recall makanan yang dimakan selama jangka waktu tertentu (Suhardjo, Hardinsyah & Riyadi 1988). Penilaian konsumsi pangan dibagi atas dua bagian besar yang mencakup: penilaian konsumsi pangan secara kuantitatif dengan metode recall (mengingat) dan record (mencatat). Kedua penilaian tersebut sering digunakan pada penelitian yang ketepatan jumlah konsumsi zat gizi seperti pada penelitian klinis atau penelitian intervensi. Sedangkan riwayat makan dan frekuensi makan terutama dipakai untuk penilaian kualitatif konsumsi pangan seseorang. Kedua cara ini bisa dipakai untuk menghitung konsumsi zat gizi. Cara ini sering digunakan pada penelitian-penelitian epidemiologis yang melihat asosiasi antara konsumsi pangan dalam waktu lama terhadap kesehatan atau timbulnya penyakit (Gibson 1990). Food Recall 24 Jam Metode food recall 24 jam merupakan salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Mengingat kembali dan mencatat jumlah serta jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi selama 24 jam merupakan metode pengumpulan data yang paling banyak digunakan dan paling mudah digunakan (Arisman 2004). hal ini perlu diketahui bahwa dengan menggunakan metode recall 24 jam maka data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah konsumsi pangan individu ditanyakan secara lebih jelas dan teliti dengan menggunakan alat ukur rumahtangga seperti sendok, gelas, piring, mangkuk, dan lain-lain (Supariasa et al 2002). Pengukuran jika hanya dilakukan sebanyak satu kali (1x24 jam) maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Pengukuran recall 24 jam sebaiknya dilakukan minimal dua kali (2x24 jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran asupan
11
zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intik harian individu (Gibson 2005). Metode ini cukup baik diterapkan dalam survei terhadap suatu kelompok masyarakat karena setiap orang telah memiliki menu yang relatif tetap selama seminggu kecuali pada hari libur tertentu atau ketika mereka diundang menghadiri jamuan tertentu. Keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden, kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, kemampuan responden dalam memperkirakan ukuran makanan yang telah dimakan, dan derajat motivasi. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam maka sebaiknya dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut) tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari (Arisman 2004). Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya. Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila dia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas
yang
sesuai
dengan
kesehatan
jangka
panjang,
dan
yang
memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara social dan ekonomi (Almatsier 2006). Energi dibutuhkan tubuh pertama-tama untuk memelihara fungsi dasar tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi total. Kebutuhan energi untuk metabolism basal adalah kebutuhan energi minimum dalam keadaan istirahat total, tetapi dalam keadaan tidur. Protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak bisa digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun dan memelihara sel-sel jaringan tubuh.
Fungsi
protein
lainnya
yaitu
pertumbuhan
dan
pemeliharaan,
pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi, dan sumber energi.
12
Akibat kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak dibawah lima tahun (balita). Kekurangan protein sering ditemukan bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus (Almatsier 2006). Zat Besi Besi merupakan zat mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa.besi mempunyai beberapa fungsi esensial bagi tubuh, yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkur electron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2006). Vitamin A Vitamin A merupakan sala satu jenis vitamin yang dapat larut dalam lemak. Vitamin A merupakan suatu Kristal alcohol berwarrna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut lemak. Vitamin A berfungsi sebagai penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2006). Vitamin C Vitamin C adalah Kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Fungsi dari vitamin C adalah sebagai sintesis kolagen, sintesis karnitin, noradrenalin, serotonin, absorpsi dan metabolism besi, absorpsi kalsium, mencegah infeksi, dan mencegah kanker serta penyakit jantung (Almatsier 2006). Status Gizi Pertumbuhan fisik sering dijadikan indikator untuk mengukur status gizi baik individu maupun populasi (Khomsan 2002a).Menurut Riyadi (2001) status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi merupakan komponen integral dan memiliki implikasi yang vital terhadap status kesehatan individu. Status gizi anak dapat mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan
dan
terjadinya
masalah
kesehatan
berhubungan dengan gizi (Parvanta et al. 1994; Baskin et al. 2005).
yang
13
Status gizi seseorang dipengaruhi oleh faktor langsung maupun faktor tidak langsung. Faktor langsung meliputi konsumsi makanan dan keadaan kesehatan. Sedangkan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi adalah faktor pertanian, ekonomi, sosial dan budaya, serta lingkungan. Secara tidak langsung pengetahuan tentang gizi berpengaruh terhadap status gizi seseorang (Riyadi 2006). Menurut Riyadi (2001) menyatakan bahwa ada berbagai cara untuk menilai status gizi, yaitu konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis. Cara penilaian status gizi tersebut dapat digunakan secara tunggal (satu indikator saja) tetapi akan lebih efektif jika digunakan secara gabungan/lebih dari satu indikator. Satoto (1993) menjelaskan bahwa status gizi merupakan hasil konsumsi pangan ke dalam tubuh dengan berbagai perubahan kesehatan dalam bentuk ukuran dan struktur tubuh manusia yang biasanya diukur dengan antropometri. Dengan demikian pada prinsipnya status gizi dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu terpenuhinya pangan yang mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dan peranan faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan dan penggunaan kebutuhan zat gizi tersebut. Menurut Berk (1993) status gizi merupakan keadaan kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan konsumsi zat gizi yang dapat diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Penilaian status gizi dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat menaksir cadangan energi dalam tubuh dengan asumsi bahwa makin kurus seseorang, makin sedikit adanya cadangan energi dalam tubuh. Cadangan tersebut berasal dari kelebihan energi yang berasal dari makanan. Pada orang dewasa yang kesehatannya normal, cadangan energi tersimpan dalam bentuk jaringan lemak atau jaringan adiposa (Khumaidi 1994). Hubungan antara kecukupan energi dan status gizi merupakan hubungan timbal balik yang disebut keseimbangan energi. Indeks Massa Tubuh (IMT) tersebut digunakan sebagai indikator status gizi karena rasio berat badan dan kuadrat tinggi badan tersebut cukup baik dipakai sebagai indikator status gizi, bila dihubungkan dengan kesegaran dan kemampuan kegatan fisik. Pada lokakarya antropometri gizi yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan (1975) dinyatakan tiga ukuran yang dianggap tetap secara internasional diakui yaitu: berat badan (BB), tinggi badan (TB), dan ukuran LLA
14
(Roedjito 1989). Dalam penelitian status gizi WHO menganjurkan tiga indeks yaitu: berat badan terhadap umur, tinggi badan terhadap umur dan berat badan terhadap tinggi badan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Besar Keluarga Menurut BKKBN (1998), besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Besar keluarga dapat dilihat dari jumlah anggota keluarganya, sedangkan untuk bentuk keluarga dibagi atas: keluaarga inti (terdiri dari sepasang suami istri dengan anak-anaknya) dan keluarga dalam arti luas (keluarga yang tidak terbatas hanya pada keluarga inti, melainkan terdiri dari beberapa generasi selain orangtua dan anaknya terdapat pula kakek, nenek, paman, bibi, saudara sepupu, menantu, dan cucu) (Suhardjo 1989). Menurut BKKBN (1998), besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluara besar (≥ 7 orang). Besar keluarga berkaitan dengan pendapatan perkapita keluarga yang akhirnya akan mempengaruhi ketersediaan pangan keluarga. Pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika anggota keluarga yang harus diberi makan jumlahnya sedikit terutama pada keluarga yang berpenghasilan rendah (Suhardjo 1989). Pendidikan Pendidikan seseorang akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang. Faktor ekonomi dan pendidikan merupakan faktor dominan yang dapat menentukan mutu gizi yang seimbang dan derajat kesehatan yang optiml sehingga dapat berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia yang terbentuk (Syarif 1997 dalam Istianassari 2004). Pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan individu. Orang yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk memilih
makanan
yang
lebih
baik
kualitasnya
daripada
orang
yang
berpendidikan rendah (Suhardjo 1989). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan dengan pengetahuan gizi yang lebih tinggi pula. Hal ini dimungkinkan seseorang memiliki informasi tentang gizi dan kesehatan yang lebih baik dan mendorong terbentuknya perilaku makan yang baik pula (Sediaoetama 1991).
15
Pekerjaan Suhardjo
(1989)
menyatakan
bahwa
tingkat
pendidikan
akan
berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Bila mereka bekerja maka akan diupah lebih tinggi disbanding dengan orang yang berpendidikan
rendah.
Jenis
pekerjaan
yang
dilakukan
individu
akan
berpengaruh terhadap besar pendapatan yang diterimanya. Menurut Suhardjo (1989) kemampuan individu menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan individu. Pendapatan Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli dari seseorang konsumen (Sumarwan 2003). Faktor pendapatan memiliki peranan penting dalam persoalan gizi dan kebiasaan makan keluarga yaitu tergantung pada kemampuan keluarga untuk membeli pangan yang dibutuhkan oleh keluarga tersebut. Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan tentang kuantitas dan kualitas makanan. Meskipun demikian ada hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi hampir berlaku umum terhadap semua tingkat pendapatan (Suhardjo 1989). Besar kecilnya pendapatan yang diterima keluarga dipengaruhi oleh pendidikan dan pekerjaan. Semakin tinggi pendidikan dan status pekerjaan, maka semakin besar pendapatan keluarga (Suhardjo 1989). Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, dan interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindar seseorang dari konsumsi pangan yang salah. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui
alat
komunikasi
seperti
membaca
surat
kabar
dan
majalah,
16
mendengarkan radio dan menyaksikan siaran televisi atau melalui penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 1996). Individu
yang
memiliki pengetahuan gizi baik
akan mempunyai
kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengolahan
pangan,
sehingga konsumsi
pangan mencukupi kebutuhan
(Nasoetion & Khomsan 1995). Suatu pengetahuan gizi yang kurang akan menimbulkan anggapan bahwa makanan yang baik adalah makanan yang mahal (Karyadi 1990). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati et al. 1995). Senam Senam terdiri dari gerakan-gerakan yang luas/banyak atau menyeluruh dari latihan-latihan yang dapat membangun atau membentuk otot-otot tubuh seperti: pergelangan tangan, punggung, lengan dan lain sebagainya. Senam atau latihan tersebut termasuk juga: unsur-unsur jungkir balik, lompatan, memanjat, dan keseimbangan (Frank MG 1960). Sedangkan menurut Hidayat I (1970) senam juga merupakan latihan tubuh yang diciptakan dengan sengaja, disusun secara sistematik dan dilakukan secara sadar dengan tujuan membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis. Senam adalah aktivitas fisik yang dilakukan baik sebagai cabang olahraga tersendiri maupun sebagai latihan untuk cabang olahraga lainnya. Berlainan dengan cabang olahraga lain umumnya yang mengukur hasil aktivitasnya pada obyek tertentu, senam mengacu pada bentuk gerak yang dikerjakan dengan kombinasi terpadu dan menjelma dari setiap bagian anggota tubuh dari komponen-komponen kemampuan motorik seperti: kekuatan, kecepatan, keseimbangan, kelentukan, agilitas dan ketepatan (KONI 2011). Senam dibagi menjadi dua bagian yaitu senam artistik (artistic gymnastics) dan senam ritmik(modern rhytmic). Senam artistik terbagi menjadi dua disiplin senam yaitu senam artistik putra (man artistic gymnastic) dan senam artistik putri (woman artistic gymnastic). Masing-masing disiplin mempunyai nomor perlombaan sebagai berikut: 1) Senam artistik putra (man artistic gymnastic), terdiri dari enam alat, yaitu:
17
a. Lantai (floor exercises) b. Gelang-gelang (rings) c. Kuda pelana (pommel horse) d. Palang sejajar (parallel bors) e. Palang tunggal (horizontal bors) f.
Meja lompat (table vaulting)
2) Senam artistik putri (woman artistic gymnastic), terdiri dari empat alat, yaitu: a. Meja lompat (table vaulting) b. Palang bertingkat 9uneven bars) c. Balok keseimbangan (balance beam) d. Lantai (floor exercise) Senam artistik selain menarik juga dapat meningkatkan kebugaran tubuh bagi pelakunya. Sebab, senam merupakan bentuk aktivitas fisik yang melibatkan beberapa unsur pendukung terjadinya proses kebugaran tubuh. Aktivitas fisik tersebut sangat mempengaruhi perkembangan seluruh komponen (organ) tubuh manusia secara utuh. Artinya, dengan melakukan aktivitas senam tersebut, organ tubuh dapat berkembang dengan baik sesuai dengan fungsinya. Sehingga, secara otomatis kebugaran tubuh dapat dicapai dengan baik (Aka BA 2009). Senam ritmik adalah senam irama yang dilakukan dengan iringan musik atau latihan bebas yang dilakukan secara berirama. Senam irama dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat. Alat yang biasa digunakan dalam senam ritmik ini antara lain tali, bola, tongkat, simpe/hola hop, dan gada. Manfaat senam ritmik ini adalah dapat membakar lemak berlebihan dalam tubuh, meningkatkan daya tahan jantung, merupakan suatu program penurun berat badan, dan memperbaiki penampilan otot paha, lengan, pinggang, perut dan dada (Nurochim GA 2009). Renang Renang merupakan olahraga yang dilakukan di air dan bisa dilakukan berbagai usia, baik laki-laki maupun perempuan. Pada tingkat kemajuan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam olahraga saat ini, prestasi perenang tidak semata-mata ditentukan kemahiran tekniknya saja, tetapi ditentukan kesiapan perenang serta dipenuhi faktor pendukung yang lain secara maksimal. Adapun faktor pendukung yang harus diperhatikan dalam pencapaian prestasi renang
18
yang baik adalah latihan fisik, diet, dan psikologi olahraga. Dalam renang ada empat gaya yang dilombakan yaitu gaya crawl, gaya dada, gaya punggung, dan gaya kupu-kupu (Hendromartono 1997). Kecepatan seorang perenang diperoleh dari 2 kekuatan, satu kekuatan cenderung menahan disebut tahanan atau hambatan yang disebabkan air yang didesak perenang atau yang dibawa serta. Hambatan terdiri dari tiga jenis yaitu hambatan dari depan, hambatan yang berupa gesekan air dengan kulit (badan), dan hambatan yang berupa kisaran air di belakang perenang atau hambatan ekor (Hendromartono 1997).
19
KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi seseorang dapat secara langsung dipengaruhi oleh kebiasaan makan (Riyadi 2003) sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh karakteristik keluarga (besar keluarga, tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan penghasilan keluarga) dan karakteristik individu (usia, tinggi badan, berat badan, dan pengetahuan gizi). Usia remaja seperti pada contoh umumnya akan memperhatikan bentuk tubuhnya demi mendapatkan tubuh yang ideal dan indah seperti yang diharapkan dirinya. Hal tersebut akan memunculkan suatu persepsi yaitu persepsi body image.Dalam penelitian ini variabel kebiasaan makan terdiri dari frekuensi konsumsi pangan dan intake energi dan zat gizi. Tingkat pengetahuan gizi yang merupakan salah satu karakteristik individu dapat mempengaruhi bagaimana seseorang bersikap dalam memenuhi kebutuhan gizinya melalui kebiasaan makan. Kebiasaan makan dan persepsi body image tersebut akan mempengaruhi kepada status gizi Menurut Suryanie (2005) body image (citra raga) adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya, baik terhadap bagian-bagian tubuhnnya maupun mengenai seluruh tubuhnya, berdasarkan penilaian sendiri. Selanjutnya citra raga dapat mendatangkan perasaan senang atau tdak senang terhadap tubuhnya sendiri. Selain itu juga, persepsi body image dipengaruhi juga oleh teman sebaya dan media. Seorang remaja yang menginginkan bentuk tubuh yang ideal dan indah sesuai dengan harapan teman sebaya dan harapan keluarganya. Media pun berpengaruh dalam pembentukan persepsi remaja terhadap bentuk tubuh yang ideal. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan setiap harinya. Hal itu dapat mempengaruhi bentuk tubuh para siswa, karena adanya pengeluaran energi yang terjadi saat aktivitas fisik tersebut berlangsung. Oleh karena itu, kebiasaan makanan para atlet akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap body image dan status gizinya.
20
Karakteristik Individu: -
Karakteristik keluarga:
Usia Pengetahuan gizi
-
Besar keluarga Tingkat pendidikan orangtua Pekerjaan orangtua Penghasilan orangtua
Persepsi body image
Teman sebaya
Kebiasaan Makan: -
Frekuensi konsumsi pangan Intake zat gizi
Status gizi
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian Keterangan : = variabel yang diteliti = hubungan yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang tidak diteliti
Media
21
METODOLOGI PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta pada bulan Mei 2011. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena Sekolah Atlet Ragunan merupakan sekolah pembinaan untuk para atlet, khususnya senam dan renang, serta memiliki fasilitas asrama sehingga terdapat penyelenggaraan makanan di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta Selatan. Cara Pengambilan Contoh Contoh pada penelitian ini adalah siswa-siswi yang terdaftar di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta. Contoh ditentukan secara purposive dengan kriteria atau persyaratan bahwa contoh merupakan siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta Selatan yang merupakan atlet senam dan renang. Total contoh yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 32 orang yang terdiri dari 12 orang atlet senam dan 20 orang atlet renang. Contoh merupakan siswa yang menerima pembinaan dan pendidikan dari Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga (MENPORA) dan DIKLAT DKI di cabang senam dan renang. Selain itu, contoh tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama Institusi Sekolah. Contoh mengikuti latihan secara intensif di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta Selatan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dan menggunakan kuesioner yang disebar dan diisi oleh responden. Data primer ini meliputi karakteristik responden, antropometri (berat badan dan tinggi badan), karakteristik keluarga, persepsi terhadap body image, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, dan recall konsumsi pangan. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah keadaan umum sekolah yang dijadikan sebagai tempat penelitian, yaitu Sekolah Atlet Ragunan Jakarta Selatan dan jumlah siswa untuk olahraga senam dan renang di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta Selatan yang akan dijadikan sampel penelitian.
22
No. 1.
2.
3.
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian Jenis data Variabel Cara pengumpulan data Jenis kelamin Wawancara langsung Karakteristik contoh Usia dengan contoh Besar keluarga Wawancara langsung Karakteristik Tingkat pendidikan orangtua dengan contoh keluarga Pekerjaan orangtua Penghasilan orangtua Berat badan Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak Tinggi badan Tinggi badan diukur Antropometri contoh dengan menggunakan dan status gizi microtoise dengan ketelitian 0.1 cm IMT/U IMT/U dihitung dengan menggunakan WHO anthroplus 2007 Tingkat pengetahuan gizi
4.
5.
Pertanyaan mengenai gizi dan gzi olahraga
Wawancara langsung dengan contoh
Kebiasaan makan
Wawancara langsung dengan responden menggunakan metode recall 2x24 jam
Konsumsi pangan Konsumsi makan
Pengolahan dan Analisis Data Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara statistika. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan analisis data diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Berikut kategori penilaian variabel-variabel yang diteliti. No. 1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 2 Kategori penilaian variabel-variabel Variabel Kategori 1. < 13 tahun Usia 2. 13-15 tahun 3. > 15 tahun 1. Kurang (<60%) Tingkat pengetahuan gizi 2. Sedang (60-80%) 3. Baik (>80%) 1. Kecil (≤ 4 orang) Besar keluarga 2. Sedang(5-6 orang) 3. Besar (≥ 7 orang) 1. SD 5. D3 2. SMP 6. S1 Tingkat pendidikan oragtua 3. SMA 7. S2 4. SMK 1. ≤ Rp 1.500.000 2. Rp 1.500.000-Rp 3.000.000 Penghasilan keluarga 3. Rp 3.000.000-Rp 5.000.000 4. > Rp 5.000.000
23
Data karakteristik contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Data karakteristik ini pada akhirnya akan menggambarkan mengenai gambaran para atlet yang dijadikan sebagai contoh. Data antropometri contoh terdiri dari berat badan dan tinggi badan. Data tersebut digunakan untuk memperoleh data Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai indikator dari status gizi contoh. Data berat badan diperoleh dari pengukuran langsung menggunakan timbangan injak. Sedangkan data tiggi badan diperoleh dengan mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtouise berskala pengukuran 0.1 cm. Data
status gizi ditentukan
berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO anthroplus 2007. Nilai indeks massa tubuh menurut umur. Tabel 3 Kategori status gizi menurut IMT/U Severe thinness ≤ -3 SD Thinness -2 SD ≤ z-score < -3 SD Normal -2 SD < z-score < +1 SD Overweight +1 SD ≤ z-score < +2 SD Obese +2 SD ≤ z-score < +3 SD Severe obese ≥ +3 SD Sumber: WHO 2007
Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada contoh melalui kuesioner. Pertanyaan yang diberikan kepada contoh berjumlah 20 pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan mengenai gizi secara umum dan mengenai gizi olahraga. Dari pertanyaan tersebut kemudian diberikan nilai 1 untuk masing-masing jawaban benar dan 0 untuk jawaban yang salah, dengan nilai minimal 0 dan nilai total 20 (dua puluh). Data konsumsi pangan berupa berat jenis pangan dan jenis pangan yang dikonsumsi kemudian dihitung kadar energi, protein, lemak, dan karbohidrat dengan menggunakan Nutrisurvey dan dengan rumus: Kgij
= (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan: Kgij
= Kandungan zat gizi I dari bahan makanan j dengan berat B gram
Bj
=Berat bahan makann j yang dikonsumsi (gram)
Gij
= Kandungan zat gizi I dalam 100 gram BDD bahan makanan j
BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan (% BDD)
24
Data intake energi dan zat gizi dibandingkan berdasarkan WKNPG 2004. Angka kecukupan energi untuk remaja yang sangat aktif seperti atlet yaitu dengan menggunakan rumus seperti di bawah ini: AKE
= (88.5 – 61.9U) + 26.7B (Akf) + 903TB + 25
Keterangan: AKE
= Angka kecukupan energi (kkal)
U
= Usia (tahun)
B
= Berat badan (kg)
Akf
= Angka Kegiatan Fisik (untuk remaja sangat aktif) laki-laki 1.42 dan wanita 1.31
TB
= Tinggi badan (m)
Sedangkan untuk zat gizi lain seperti protein, zat besi, vitamin C, dan vitamin A menggunakan rumus di bawah ini: Tingkat kecukupan zat gizi
=
intake zat gizi
x 100%
Kecukupan gizi menurut AKG Persepsi body image diukur menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai penilaian aktual contoh terhadap bentuk tubuhnya dan harapan contoh terhadap bentuk tubuhnya. Penilaian aktual dan bentuk tubuh harapan contoh dibagi kedalam tiga kategori yaitu kurus, ideal, dan gemuk. Penilaian bentuk tubuh aktual contoh kemudian dibandingkan dengan status gizi contoh melalui pengkategorian IMT. Apabila penilaian aktual contoh sesuai dengan status gizinya maka akan diberikan nilai 1 dan bila tidak sesuai diberikan nilai 0. Definisi Operasional Persepsi Body Image adalah gambaran seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya berupa penilaian positif ataupun negatif Remaja adalah sebagai masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Kebiasaan Makan adalah cara individu atau kelompok individu dalam memilih pangan yang akan dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, sosial, dan budaya. Konsumsi Pangan adalah jumlah pangan yang dimakan atau dikonsumsi oleh anak dengan tujuan tertentu.
25
Food Recall 24 Jam adalah salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan. Status Gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Besar keluarga dikategorikan sebagai keluarga besar, sedang, dan kecil. Pekerjaan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan mengharapkan upah atau imbalan. Pendapatan adalah imbalan yang diterima oleh seseorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah. Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, dan interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Persepsi body image negatif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktual tidak sesuai dengan status gizinya. Persepsi body image positif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktual sesuai dengan status gizinya. Intake zat gizi adalah besarnya jumlah zat gizi yang dikonsumsi oleh contoh dari pangan yang telah dikonsumsinya dalam satu hari. Tingkat
kecukupan
gizi
adalah
kecukupan
konsumsi
pangan
contoh
berbanding dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Senam adalah gerakan-gerakan yang luas/banyak atau menyeluruh dari latihanlatihan yang dapat membangun atau membentuk otot-otot tubuh. Renang adalah olahraga yang dilakukan di air dan bias dilakukan berbagai usia, baik laki-laki maupun perempuan.
26
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Sekolah Atlet Jakarta yang terletak di Jl. HR. Harsono Komplek Gelora Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini merupakan sekolah khusus para atlet remaja. Sekolah ini didirikan pada tanggal 15 Januari 1977. Sekolah ragunan mempunyai visi yaitu “Menghasilkan anak bangsa yang unggul dalam prestasi olahraga dan akademik berdasarkan iman dan takwa melalui bimbingan dan layanan yang prima”. Semua siswa di Sekolah Atlet Negeri Ragunan Jakarta adalah seorang atlet yang mewakili daerah asal masing-masing. Untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di Sekolah Atlet Ragunan pemerintah sudah menyiapkan asrama khusus untuk meringankan proses belajar mengajar siswa/siswi Sekolah Atlet Ragunan juga lapangan olahraga sesuai cabang olahraga mereka masing-masing, diantaranya: 1 buah lapangan sepakbola, lintasan atletik atau track dan field, 2 buah lapangan tenis outdoor, 1 buah lapangan untuk olahraga panahan, 3 buah lapangan basket (1 outdoor), tempat cabang olahraga taekwondo dan senam, lapangan bulutangkis, lapangan volly indoor, tempat untuk tenis meja. Sekolah Atlet Ragunan memiliki asrama. Asrama tersebut digunakan untuk tempat tinggal sementara para atlet belia yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Atlet Ragunan. Asrama tersebut adalah: 2 gedung bertingkat yang digunakan oleh atlet laki-laki, 5 rumah (paviliun) yang didalamnya berjumlah kurang lebih 20 atlet perempuan. Asrama puteri terletak di belakang tempat makan bersama, sedangkan asrama putera terletak agak jauh dengan Menza. Gedung asrama ini terpisah dan berjauhan. Pembagian kamar asrama berdasarkan jenis cabang olahraga.Fasilitas lain yang berada di komplek olahraga Gedung Olahraga Ragunan adalah rumah guru, pelatih dan pembina olahraga, ruang makan dan dapur, poliklinik, gedung sekolah, aula, perkantoran dan Graha Wisata Pemuda. Program pendidikan khusus dalam upaya pembibitan atlet nasional ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi pemuda/pemudi Indonesia dalam bidang olahraga dan ilmu pengetahuan. Tujuan pembinaan dana pelatihan ialah membina dan melatih atlet remaja yang berbakat agar prestasinya dapat ditingkatkan dan menghasilkan atlet yang handal. Persyaratan khusus yang membedakan dengan sekolah umum lainnya yaitu adanya serangkaian tes yang harus diikuti oleh para calon siswa meliputi tes psikologi, tes kesehatan, tes
27
kemampuan fisik, dan tes keterampilan cabang olahraga. Persyaratan khusus untuk tiap cabang olahraga adalah batas usia, batas tinggi badan (hanya untuk beberapa
cabang
olahraga),
dan
sudah
pernah
mengikuti
kejuaraan
junior/pelajar tingkat provinsi/nasional. Siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta terbagi menjadi dua kelompok, yaitu siswa Menpora dan Diklat DKI. Kelompok tersebut dibedakan menurut sumber pembiayaan sekolah dan pelatihan para siswa tiap cabang olahraga. Siswa Menpora dibiayai oleh pemerintah Negara Republik Indonesia, sedangkan siswa Diklat DKI dibiayai oleh pemerintahan DKI Jakarta. Biaya yang ditanggung oleh pemerintah maupun institusi meliputi biaya sekolah, biaya asrama, biaya makan dan minum, dan biaya kehidupan sehari-hari atau yang disebut juga uang saku yang diterima oleh siswa setiap bulannya. Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga yang diteliti adalah pekerjaan ayah dan ibu, tingkat pendidikan ayah dan ibu, penghasilan orangtua, dan jumlah anggota keluarga. Pekerjaan ayah terbagi dalam beberapa kategori yaitu nelayan, supir, pensiunan, wiraswasta, PNS, swasta, polisi, dan TNI. Tingkat pendidikan ibu terbagi dalam ibu rumah tangga, wiraswasta, swasta, dan PNS. Tingkat pendidikan ayah dan ibu dibagi dalam tujuh kategori yaitu SD, SMP, SMA, SMK, D3, S1, dan S2. Penghasilan orangtua dibagi dalam empat kategori yaitu ≤ Rp 1.500.000, Rp 1.500.000 - Rp 3.000.000, Rp 3.000.000 – Rp 5.000.000, dan > Rp 5.000.000. Jumlah anggota keluarga dibagi kedalam tiga kategori yaitu keluarga kecil, sedang, dan besar. Besar Keluarga Keluarga adalah mereka yang mempunyai hubungan fisik, sosial, dan emosi yang paling rapat dengan individu sejak dia dilahirkan (Luddin A 2010). Menurut Suprajitno (2004) keluarga dapat didefinisikan sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat mempunyai potensi besar bagi pembangunan bangsa dan Negara. Keluarga terwujud karena perkawinan antara dua orang makhluk yang berlainan jenis, yang mempunyai perbedaan dalam kepribadian dan latar belakang kehidupan (Suhardjo 1989).
28
Besar keluarga yang diteliti dibagi menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil, sedang, dan besar. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Total Karakteristik Kategori n % ≤ 4 orang 16 50 Besar keluarga 5-6 orang 15 46.9 ≥ 6 orang 1 3.1 Total 32 100
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa separuh contoh berasal dari keluarga kecil yang terdiri dari ≤ 4 orang yaitu dengan presentase 50%. Kategori keluarga sedang dengan anggota 5-6 orang hampir separuh dari contoh yaitu 46.9% dan hanya 3.1% yang termasuk kedalam kategori keluarga besar (≥ 7 orang). Sanjur (1982) menyatakan bahwa besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Semakin besar keluarga maka semakin kecil peluang terpenuhinya kebutuhan individu. Hal ini disebabkan karena besarnya anggota keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan individu. Tingkat Pendidikan Orangtua Pendidikan orangtua contoh meliputi pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dapat dikatakan semakin baik pula kemampuannya untuk dapat mengakses dan menyerap informasi demi memenuhi kebutuhan gizinya. Pendidikan orangtua dikategorikan menjadi tujuh bagian, yaitu tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat SMK, D3, S1, dan S2. Berikut sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua Total Karakteristik Kategori n % SD 1 3.1 SMP 0 0 SMA 15 46.9 Tingkat pendidikan SMK 2 6.3 ayah D3 4 12.5 S1 9 28.1 S2 1 3.1 Total 32 100 SD 3 9.4 SMP 3 9.4 SMA 13 40.6 Tingkat pendidikan SMK 1 3.1 ibu D3 3 9.4 S1 9 28.1 S2 0 0 Total 32 100
29
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa sebagian besar ayah contoh (46.9%) hanya tamat SMA. Selain tingkat pendidikan SMA, tingkat pendidikan yang paling banyak ditempuh oleh ayah contoh yaitu S1 sebesar 28.1%. Hanya 3.1% saja tingkat pendidikan akhir ayah contoh yaitu tamatan SD dan Strata 2 (S2). Menurut Suhardjo et al. (1988) tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh. Ayah yang merupakan kepala keluarga bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga perlu pendidikan yang tinggi. Sedangkan tingkat pendidikan ibu contoh sebagian besar adalah tamatan SMA sebanyak 40.6%. Selain itu juga sebanyak 9.4% tingkat pendidikan ibu contoh yaitu SD, SMP, dan D3. Menurut Rahmawati (2006), tingkat pendidikan terakhir ibu contoh merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk status gizi. Karena pendidikan ibu sangat penting dalam mendidik anak-anak dalam keluarganya. Menurut Soekirman (1993), peningkatan pendidikan diharapkan dapat menjadi sarana perbaikan pengetahuan masyarakat tentang gizi dan kesehatan, sehingga dapat menimbulkan perilaku dan sikap positif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ekonomi. Pekerjaan Orangtua Pekerjaan orangtua contoh dibagi menjadi dua yaitu pekerjaan ayah yang meliputi nelayan, supir, pensiunan, wiraswasta, PNS, swasta, polisi, dan TNI. Sedangkan pekerjaan ibu meliputi ibu rumah tangga, wiraswasta, swasta, dan PNS. Berikut tabel sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua Total Karakteristik Kategori n Nelayan 1 Supir 1 Pensiunan 3 Wiraswasta 8 PNS 4 Pekerjaan ayah Swasta 12 Polisi 2 TNI 1 Total 32 Ibu rumah tangga 18 Wiraswasta 5 Swasta 1 Pekerjaan ibu PNS 8 Total 32
% 3.1 3.1 9.4 25 12.5 37.5 6.3 3.1 100 56.3 15.6 3.1 25 100
30
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerjaan ayah contoh yaitu swasta sebesar 37.5%. Selain swasta pekerjaan ayah contoh adalah wiraswasta dengan presentase 12,5%. Hanya sebagian kecil saja pekerjaan ayah yaitu sebagai nelayan, supir, dan TNI dengan presentase masing-masing sebesar 3.1%. Sedangkan pekerjaan ibu contoh sebagian besar sebagai ibu rumah tangga sebesar 56.3 %. Selain itu juga pekerjaan ibu contoh yaitu PNS, wiraswasta, dan swasta dengan presentase secara berurutan yaitu 25%, 15.6%, 3.1%. Menurut Suhardjo (1989), pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan tentang kuantitas dan kualitas makanan. semakin tinggi pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula tingat pendapatannya, hal tersebut juga akan mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan gizi keluarga demi tercapainya taraf hidup yang lebih baik. Penghasilan Keluarga Penghasilan keluarga merupakan jumlah penghasilan kedua orangtua yaitu ayah dan ibu selama 1 bulan. Penghasilan orangtua yang diteliti dibagi menjadi empat kategori, yaitu ≤ Rp 1.500.000, Rp 1.500.000-Rp 3.000.000, Rp 3.000.000-Rp 5.000.000, dan > Rp 5.000.000. berikut tabel yang menjelaskan mengenai sebaran contoh berdasarkan penghasilan orangtua. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan penghasilan orangtua Total Karakteristik Kategori n % ≤ Rp 1.500.000 11 34.4 Penghasilan Rp 1.500.000-Rp 3.000.000 12 37.5 orangtua Rp 3.000.000-Rp 5.000.000 8 25 > Rp 5.000.000 1 3.1 Total 32 100
Tingkat penghasilan orangtua contoh dibagi dalam empat kategori. Secara keseleruhan tingkat penghasilan orangtua terbesar yaitu pada rentang Rp 1.500.000-Rp 3.000.000 sebanyak 37.5% dan hanya 3.1% saja tingkat penghasilan orangtua berada pada kategori lebih dari Rp 5.000.000. Sedangkan lainnya memiliki presentase sebesar 34.4% untuk kategori ≤ Rp 1.500.000, dan 25% untuk kategori Rp 3.000.000-Rp 5.000.000. Penghasilan keluarga berhubungan dengan penyediaan pangan di dalam keluarga. Apabila penghasilan di dalam keluarga meningkat, maka biasanya pengadaan lauk pauk pun akan meningkat mutunya. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi dalam
31
kebiasaan makan ialah pangan yang dikonsumsi itu lebih mahal. Akan tetapi, karena bukti menunjukkan bahwa kebiasaan makan cenderung berubah bersama dengan naiknya pendapatan (Suhardjo 1989). Dengan demikian, bahwa dapat disimpulkan sebagian besar penghasilan orangtua contoh adalah Rp 1.500.000-Rp 3.000.000. Penghasilan orangtua dapat mencerminkan keadaan sosial dan ekonomi keluarga, dapat dikatakan keadaan sosial ekonomi di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta adalah menengah kebawah. Karakteristik Contoh Contoh berusia antara 11-18 tahun sehingga termasuk kedalam usia remaja. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Anak perempuan dan laki-laki rata-rata mencapai berat badan dan tinggi badan yang sama sampai kira-kira usia 11 tahun, pada waktu secara tiba-tiba anak perempuan melonjak dalam kedua dimensi. Anak perempuan bertahan pada perbedaan ini selama kira-kira dua tahun, pada titik dimanaanak laki-laki melesat maju secara pasti, dan tetap demikiansepanjang hidup (Atkinson RL et al. 1983). Karakteristik contoh yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, dan tinggi badan, disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristiknya Total Karakteristik Kategori n Laki-laki 18 Perempuan 14 Jenis kelamin Total 32 < 13 4 13-15 17 Usia (tahun) > 15 11 Total 32 < 45 6 45-60 17 Berat badan (kg) > 60 9 Total 32 < 145 2 145-160 10 Tinggi badan (cm) > 160 20 Total 32
% 56.3 43.8 100 12.5 53.1 34.4 100 18.8 53.1 28.1 100 6.2 31.3 62.5 100
Jenis Kelamin Contoh yang diteliti berjumlah 32 orang dengan pembagian 18 orang berjenis kelamin laki-laki dan 14 orang perempuan.
32
Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh contoh atlet berjenis kelamin laki-laki sebesar 56%, sedangkan perempuan sebesar 44%. Jumlah keseluruhan contoh dari atlet senam dan atlet renang yang diteliti yaitu berjumlah 32 orang dengan pembagian 12 orang atlet senam dan 20 orang atlet renang. Usia Masa remaja dapat dibedakan menjadi empat bagian yaitu masa pra remaja pada usia 10-12 tahun, masa remaja awal umur 12-15 tahun, masa remaja pertengahan umur 15-18 tahun, dan masa remaja akhir umur 18-21 tahun (Monks, Knoers dan Haditono dalam Mar’at 2009). Usia yang dijadikan contoh dalam penelitian ini berkisar antara 12-18 tahun, hanya saja ada satu contoh yang berusia 11 tahun dan masih usia sekolah dasar. Pemilihan usia tersebut dilakukan secara purposive karena tempat yang dijadikan penelitian itu sekolah atlet yang usianya berada dalam tingkat menengah pertama dan tingkat menengah atas. Dengan pertimbangan dalam kisaran usia tersebut sudah mulai memperhatikan bentuk tubuhnya, sehingga dapat dimungkinkan munculnya persepsi body image. Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa lebih dari separuh keseluruhan contoh berada pada golongan usia 13-15 tahun yaitu 53%. Sedangkan untuk kategori usia lainnya yaitu kurang dari 13 tahun 13% dan kategori usia lebih dari 15 tahun sebesar 34%. Sebaran contoh berdasarkan usia tersebut dapat dijabarkan kembali menurut
cabang
olahraganya
masaing-masing.
Berikut
sebaran
contoh
berdasarkan usia per cabang olahraga. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia per cabang olahraga Atlet senam Atlet renang Total Karakteristik Kategori n % n % n % < 13 2 16.7 2 10 4 12.5 13-15 5 41.7 12 60 17 53.1 Usia (tahun) >15 5 41.6 6 30 11 34.4 Total 12 100 20 100 32 100
Berdasarkan Tabel di atas jumlah contoh atlet sebagian besar berada pada kategori usia 13-15 tahun dengan presentase 41.7% untuk contoh atlet senam dan 60% untuk contoh atlet renang, tetapi ada dua orang yang masi berumur dibawah 13 tahun pada kedua contoh atlet dengan presentase masingmasing yaitu 16.7% dan 10%. Salah satu contoh atlet senam yang berumur dibawah 13 tahun masih duduk di bangku SD. Contoh tersebut telah dilatih sedini
33
mungkin meskipun contoh tidak besekolah di sekolah atlet tersebut. Selain itu juga pada golongan usia lebih dari 15 tahun sebanyak 41.6% pada contoh atlet senam dan 34.4% untuk contoh atlet renang. Pada umumnya contoh yang berada pada kisaran usia tersebut duduk di kelas 2 dan 3 SMA. Berat Badan Karakteristik
lainnya
yang
diteliti
yaitu
berat
badan,
dengan
pengelompokkan menjadi 3 kategori yaitu kurang dari 45 kg, 45-60 kg, dan lebih dari 60 kg. Pengkategorian berat badan dipilih karena beragamnya hasil data yang diperoleh dan juga untuk memudahkan analisis terhadap data tersebut. Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat dikatakan bahwa pada kelompok berat badan 45-60 kg itu memiliki jumlah yang paling besar yaitu 53% dibandingkan dengan kelompok berat badan lainnya. Sebesar 28% berada pada kelompok berat badan lebih dari 60 kg dan hanya 19% saja yang berada pada kelompok berat badan kurang dari 45 kg. Pengkategorian berat badan tersebut dapat dijabarkan lagi dalam kedua cabang olahraga yaitu senam dan renang. Berikut tabel pembagian kategori berat badan menurut cabang olahraga. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan berat badan per cabang olahraga Atlet senam Atlet renang Total Karakteristik Kategori N % n % n % < 45 5 41.7 1 5 6 18.8 45-60 7 58.3 10 50 17 53.1 Berat badan (kg) >60 0 0 9 45 9 28.1 Total 12 100 20 100 32 100
Masa remaja merupakan fase dimana terjadi kecemasan terhadap berat badan yang timbul prevalensinya lebih banyak terjadi dibandingkan masa kehidupan lainnya. Perubahan fisik yang terjadi khususnya berat badan dan bentuk tubuh meningkatkan resiko seseorang mencemaskan berat badannya (Neumark-Sztainer dalam Worthington 2000). Berdasarkan Tabel di atas separuh dari contoh memiliki berat badan pada kelompok 45-60 kg yaitu 58.3% pada contoh atlet senam dan 50% untuk contoh atlet renang. Sedangkan jumlah yang paling sedikit pada kelompok berat badan lebih dari 60 kg tidak ada pada contoh atlet senam dan 5% untuk contoh atlet renang yang termasuk kedalam kelompok berat badan kurang dari 45 kg.
34
Tinggi Badan Kategori terakhir yang diteliti dari karakteristik contoh lainnya yaitu tinggi badan contoh. Data tinggi badan contoh diperoleh dari pengukuran secara langsung dengan menggunakan microtouise. Tinggi badan contoh dibagi kedalam tiga kategori yaitu kurang dari 145 cm, 145-160 cm, dan lebih dari 160 cm. Perubahan pesat pada tinggi badan pun terjadi di usia-usia remaja pada umumnya. Sesuai dengan Tabel 8 di atas bahwa lebih dari separuh contoh atlet memiliki tinggi badan pada kelompok lebih dari 160 cm yaitu sebesar 63%. Sedangkan jumlah yang paling kecil yaitu pada kelompok tinggi badan kurang dari 145 cm sebesar 6%, dan 31% untuk kelompok tinggi badan antara 145-160 cm. Perbedaan yang signifikan antara jumlah contoh pada setiap kelompok tinggi badan yaitu perbedaan dari usia mereka. Pada umumnya contoh yang berada dalam kisaran kurang dari 145 cm itu masi berusia sekitar 11-14 tahun yang masi duduk di bangku SMP yang masih dalam proses tahap awal pertumbuhan. Sedangkan pada kelompok tinggi badan lebih dari 160 cm pada umumnya contoh berada diusia sekitar 15 tahun keatas yang telah mengalami masa pertumbuhan yang pesat. Selain itu juga, pengkategorian tinggi badan ini dapat dibedakan berdasarkan cabang olahraganya masing-masing. Berikut sebaran contoh berdasarkan tinggi badan per cabang olahraga. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tinggi badan per cabang olahraga Atlet senam Atlet renang Total Karakteristik Kategori N % n % n % <145 2 16.7 0 0 2 6.3 145-160 7 58.3 3 15 10 31.3 Tinggi badan (cm) >160 3 25 17 85 20 62.5 Total 12 100 20 100 32 100
Berdasarkan Tabel di atas contoh yang memiliki tinggi badan antara 145160 cm sebesar 58.3% pada contoh atlet senam dan 15% untuk contoh atlet renang. Sedangkan 85% contoh atlet renang berada dalam kelompok tinggi badan lebih dari 160 cm. Tetapi hanya 16.7% saja dari contoh atlet senam memiliki tinggi kurang dari 145 cm. Pada umumnya atlet senam memiliki tubuh yang kecil, hal tersebut untuk menunjang dalam gerakan-gerakan senam yang membutuhkan kelenturan dan macam gerakan lainnya dibandingkan dengan cabang olahraga renang.
35
Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, dan interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindar seseorang dari konsumsi pangan yang salah. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui
alat
komunikasi
seperti
membaca
surat
kabar
dan
majalah,
mendengarkan radio dan menyaksikan siaran televisi atau melalui penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 1996). Pengetahuan gizi sangat erat kaitannya dengan baik buruknya kualitas gizi dari makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola makanannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Sebaran contoh atlet senam dan renang berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan pengetahuan gizi yang terdapat dalam kuesioner disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Sebaran contoh atlet senam dan renang berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan pengetahuan gizi Atlet Atlet senam Total renang (n=12) (n=32) No. Pertanyaan (n=20) n % n % n % 1. Zat gizi dalam makanan 9 75 17 85 26 81.3 2. Fungsi zat gizi dalam makanan 0 0 0 0 0 0 3. Bahan makanan sumber karbohidrat 10 83.3 19 95 29 90.6 4. Bahan makanan sumber potein 10 83.3 19 95 29 90.6 5. Bahan makanan sumber lemak 11 91.7 19 95 30 93.8 6. Bahan makanan sumber vitamin dan mineral 10 83.3 19 95 29 90.6 7. Zat gizi penyumbang energi terbesar 7 58.3 12 60 19 59.4 8. Masalah gizi di Indonesia 9 75 11 55 20 62.5 9. Penyebab kurang gizi di Indonesia 3 25 17 85 20 62.5 0 10. Penyimpanan bahan makanan <15 9 75 18 90 27 84.4 11. Bahan makanan sumber kalsium dan fosfor 11 91.7 19 95 30 93.8 12. Akibat dari kegemukan 6 50 15 75 21 65.6 13. Jenis vitamin larut lemak 2 16.7 9 45 11 34.4 14. Sumber zat besi 9 75 9 45 18 56.3 15. Fungsi zat besi 3 25 8 40 11 34.4 16. Gaya hidup yang menguragi performa atlet 9 75 18 90 27 84.4 17. Tujuan pengaturan gizi 8 66.7 13 65 21 65.6 18. Dasar pemikiran pemberian makanan saat 4 33.3 7 35 11 34.4 pertandingan 19. Makanan yang diperbolehkan dikonsumsi 6 50 9 45 15 46.9 sebelum latihan 20. Pemberian diet setelah latihan 3 25 4 20 7 21.9
36
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh mengetahui zat gizi apa saja yang terkandung dalam makanan. Tetapi seluruh contoh tidak mengetahui apa fungsi dari zat gizi tersebut, hal tersebut ditunjukkan oleh tidak adanya contoh yang dapat menjawab dengan tepat pertanyaan tersebut. Hampir seluruh contoh baik atlet senam (83.3%) maupun atlet renang (95%) dapat menjawab bahan makanan sumber karbohidrat dan protein. Sedangkan untuk pertanyaan bahan makanan sumber lemak, vitamin dan mineral hampir seluruh contoh atlet renang dapat menjawab dengan benar yaitu 95%, untuk contoh atlet senam presentasi yang dapat menjawab dengan benar yaitu 91.7% dan 83.3%. Pertanyaan mengenai masalah gizi dan penyebab gizi yang terjadi di Indonesia sebagian besar contoh atlet renang menjawab dengan benar dibandingkan dengan atlet senam. Sedangkan pertanyaan mengenai gizi olahraga, sebagian besar contoh tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai gizi olahraga dan tidak diberikannya pelajaran mengenai gizi secara umum dan gizi olahraga secara khusus. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan gizi contoh atlet renang lebih baik dibandingkan dengan atlet senam. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya contoh atlet renang yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Menurut Khomsan (2000), tingkat pengetahuan gizi dibedakan menjadi tiga kategori yaitu kurang (<60%), sedang (60-80%), dan baik (>80%). Berikut Gambar 3 sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi. Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi
37
Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat dikatakan bahwa hampir separuh dari contoh memiliki tingkat pengetahuan yang baik yaitu 40%. Sedangkan pada tingkat pengetahuan gizi kurang dan sedang memiliki presentasi masing-masing yaitu 34% dan 26%. Nilai skor rata-rata pengetahuan gizi contoh yaitu 12.5±2.2. Pengkategorian tingkat pengetahuan gizi tersebut dapat dijabarkan lagi dalam kedua cabang olahraga yaitu senam dan renang. Berikut Tabel pembagian kategori tingkat pengetahuan gizi menurut cabang olahraga. Tabel 13 Sebaran tingkat pengetahuan gizi berdasarkan cabang olahraga Atlet senam Atlet renang Total Karakteristik Kategori n % n % n % <60% 6 50 5 25 11 34.4 60-80% 6 50 10 50 16 50 Tingkat >80% 0 0 5 25 5 15.6 pengetahuan gizi Total 12 100 32 100 32 100
Berdasarkan Tabel di atas contoh yang memiliki tingkat pengetahuan gizi antara 60-80% sebesar 50% pada contoh atlet senam dan atlet renang. Sedangkan 50% contoh atlet senam berada pada kategori <60% dan atlet renang 25%. Sedangkan tingkat pengetahuan gizi baik hanya 25% pada atlet renang dan tidak ada contoh atlet senam yang termasuk kedalam kategori tersebut. Nilai skor rata-rata pengetahuan gizi atlet senam (11.58±1.78) lebih kecil dibandingkan dengan atlet renang (13.1±2.29). Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat penetahuan gizi atlet renang lebih baik dibandingkan dengan atlet senam. Hal tersebut ditunjukkan oleh presentase tingkat pengetahuan gizi dengan kategori baik pada atlet renang yaitu sebesar 25%, sedangkan pada atlet senam tidak ada contoh yang termasuk dalam kategori tersebut. Tingkat pengetahuan gizi dapat dibedakan pula menurut jenis kelaminnya. Berikut disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Sebaran tingkat pengetahuan gizi berdasarkan jenis kelamin Perempuan Laki-laki Total Karakteristik Kategori n % n % n % <60% 6 42.9 5 27.8 11 34.4 60-80% 7 50 9 50 16 50 Tingkat >80% 1 7.1 4 22.2 5 15.6 pengetahuan gizi Total 14 100 18 100 32 100
Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan gizi laki-laki lebih baik dibandingkan dengan perempuan. Hal tersebut ditunjukkan oleh presentase kategori baik pada laki-laki sebesar 22.2% sedangkan pada perempuan hanya 7.1% saja. Tingkat pengetahuan gizi seseorang dapat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan pangan yang baik untuk dikonsumsi. Individu
38
dengan pengetahuan gizi yang baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pegetahuan gizinya dalam pemiihan maupun pengetahuan pangan. Dapat dikatakan semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang maka semakin baik pula tingkat kesehatan dan gizi seseorang. Akan tetapi, dalam kejadian nyata masih banyak individu yang tidak menerapkan pengetahuan gizinya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga masih adanya kecenderungan individu tersebut mengalami kurang gizi bahkan gizi lebih. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Penilaian terrhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001). Penilaian status gizi contoh berdasarkan pada indeks massa tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) yang mengacu kepada referensi WHO 2007. Status gizi tersebut dikategorikan menjadi enam kelompok, yaitu severe thinness (≤ -3 SD), thinness (-2 SD ≤ z-score < -3 SD), normal (-2 SD < z-score < +1 SD), overweight (+1 SD ≤ z-score < +2 SD), obese (+2 SD ≤ z-score < +3 SD), dan severe obese (≥ +3 SD) (WHO 2007). Penentuan nilai status gizi ditentukan berdasarkan WHO Anthroplus 2007 yang mengacu kepada WHO 2007. Berikut sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi Atlet senam Atlet renang Total Status gizi N % n % N % Severe thinness 0 0 0 0 0 0 Thinness 0 0 0 0 0 0 Normal 12 100 19 95 31 96.9 Overweight 0 0 1 5 1 3.1 Obese 0 0 0 0 0 0 Severe obese 0 0 0 0 0 0 Total 12 100 20 100 32 100
Berdasarkan Tabel 15 di atas seluruh contoh atlet senam berstatus gizi normal. Sedangkan pada contoh atlet renang hampir seluruh contoh mengalami status gizi normal sebesar 95% dan hanya satu yang berstatus gizi lebih atau overweight (5%). Jika dilihat dari keadaan sosial ekonomi contoh dapat dikatakan alokasi pengeluaran untuk pangan pada kedua kelompok contoh lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran lainnya. Hal tersebut ditandai dengan jumlah
39
contoh yang hampir keseluruhan contoh berstatus gizi normal. Status gizi juga dapat dibedakan menurut jenis kelamin, disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 Sebaran statu gizi berdasarkan jenis kelamin Perempuan Laki-laki Status gizi n % n % Severe thinness 0 0 0 0 Thinness 0 0 0 0 Normal 14 100 17 94.4 Overweight 0 0 1 5.6 Obese 0 0 0 0 Severe obese 0 0 0 0 Total 14 100 18 100
Total n 0 0 31 1 0 0 32
% 0 0 96.9 3.1 0 0 100
Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa status gizi contoh hampir secara keseluruhan berstatus gizi normal. Pada contoh perempuan seluruhnya (100%) berstatus gizi normal. Sedangkan pada contoh laki-laki hampir seluruh contoh berstatus gizi normal yaitu 96.9%, hanya ada satu orang saja yang termasuk kedalam kategori overweight. Dapat dikatakan status gizi contoh perempuan lebih baik dibandingkan dengan contoh laki-laki. Sebaran status gizi ini juga dibandingkan dengan tingkat pendidikan orangtua. Sebagian besar tingkat pendidikan orangtua adalah tamat SMA, meskipun tidak mencapai perguruan tinggi, tetapi hampir seluruh contoh berstatus gizi normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun tingkat pendidikan tidak tinggi belum tentu di dalam keluarga tersebut kurang mampu dalam pemilihan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi mereka dibandingkan dengan orang yang berpendidikan tinggi. Dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki keingintahuan besar dapat mencari informasi tentang gizi dimana saja dan kapan saja sehingga pengetahuan gizi akan menjadi baik. Status gizi secara langsung dipengaruhi oleh faktor konsumsi pangan dan status kesehatan. Konsumsi pangan, salah satunya dipengaruhi oleh akses terhadap pangan ditentukan oleh tingkat pendapatan seseorang (Riyadi 2003). Pada periode remaja terjadi perubahan bentuk tubuh dan terjadi perkembangan secara psikologinya. Pada usia remaja tersebut cenderung memperhatikan bentuk tubuhnya. Dengan demikian semua contoh yang telah mengalami masa pubertas dianggap telah terbentuk persepsi body image sehingga perlu dilihat bagaimana persepsi body image contoh.
40
Kebiasaan Makan Kebiasaan makan dapan didefinisikan sebagai tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Pada dasarnya ada dua faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar diri manusia) dan faktor intrinsik (yang berasal dari luar manusia) (Khumaidi 1989). Menurut Soehardjo (1989) kebiasaan diartikan sebagai
cara
individu
atau
kelompok
individu
memilih
pangan
dan
mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial dan budaya. Kebiasaan makan yang diteliti menggunakan recall hari sekolah dan hari libur. Kebiasaan makan yang diteliti meliputi frekuensi makan sehari, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang, makan malam, konsumsi lauk hewani, konsumsi lauk nabati, konsumsi sayuran, konsumsi buah-buahan, konsumsi cemilan, konsumsi fastfood, konsumsi suplemen, pantangan makanan, konsumsi air mineral, konsumsi minuman berenergi sebelum, selama, dan setelah latihan. Berikut tabel sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan. No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan Atlet senam Atlet renang Kebiasaan makan n % n % Frekuensi makan 0 0 0 0 1 kali 1 8.3 2 10 2 kali 11 91.7 18 90 ≥ 3 kali Total 12 100 20 100 Sarapan 11 91.7 19 95 Ya 1 8.3 1 5 Tidak Total 12 100 20 100 Makan siang 12 100 19 95 Ya 0 0 1 5 Tidak Total 12 100 20 100 Makan malam 8 66.7 20 100 Ya 4 33.3 0 0 Tidak Total 12 100 20 100 Konsumsi lauk hewani 12 100 20 100 Ya 0 0 0 0 Tidak Total 12 100 20 100 Konsumsi lauk nabati 11 91.7 20 100 Ya 1 8.3 0 0 Tidak Total 12 100 20 100
Total n
%
0 3 29 32
0 9.4 90.6 100
30 2 32
93.7 6.3 10
31 1 32
96.8 3.2 100
28 4 32
87.5 12.5 100
32 0 32
100 0 100
31 1 32
96.8 3.2 100
41
No. 7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan (lanjutan) Atlet senam Atlet renang Total Kebiasaan makan n % n % n % Konsumsi sayuran 11 91.7 19 95 30 93.8 Ya 1 8.3 1 5 2 6.2 Tidak Total 12 100 20 100 32 100 Konsumsi buah-buahan 11 91.7 19 95 30 93.8 Ya 1 8.3 1 5 2 6.2 Tidak pernah Total 12 100 20 100 32 100 Konsumsi cemilan 11 91.7 19 95 30 93.8 Ya 1 8.3 1 5 2 6.2 Tidak Total 12 100 20 100 32 100 Konsumsi fastfood 5 51.7 11 55 16 50 Ya 7 58.3 9 45 16 50 Tidak Total 12 100 20 100 32 10 Konsumsi suplemen 6 50 19 95 25 78.1 Ya 6 50 1 5 7 21.9 Tidak Total 12 100 20 100 32 100 Pantangan makanan 1 8.3 6 30 7 21.9 Ada 11 91.7 14 70 25 78.1 Tidak ada Total 12 100 20 100 32 100 Konsumsi air mineral 10 83.3 18 90 28 87.5 Selalu 2 16.7 2 10 4 12.5 Kadang 0 0 0 0 0 0 Jarang 0 0 0 0 0 0 Tidak pernah Total 12 100 20 100 32 100 Konsumsi minuman energi sebelum latihan 2 16.7 9 45 11 34.3 Selalu 5 41.7 5 25 10 31.3 Kadang 4 33.3 5 25 9 28.1 Jarang 1 8.3 1 5 2 6.3 Tidak pernah Total 12 100 20 100 32 100 Konsumsi minuman energi selama latihan 2 16.7 11 55 13 40.6 Selalu 8 66.7 6 30 14 43.7 Kadang 1 8.3 2 10 3 9.4 Jarang 1 8.3 1 5 2 6.3 Tidak pernah Total 12 100 20 100 32 100 Konsumsi minuman energi setelah latihan 2 16.7 7 35 9 28.1 Selalu 6 50 6 30 12 37.5 Kadang 2 16.7 5 25 7 21.9 Jarang 2 16.7 2 10 4 12.5 Tidak pernah Total 12 100 20 100 32 100
42
Berdasarkan Tabel 17 diatas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan contoh memiliki keragaman kebiasaan makan yang hampir sama, seperti frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang, konsumsi lauk hewani, konsumsi lauk nabati, konsumsi sayuran, konsumsi buah-buahan, konsumsi cemilan, adanya pantangan makanan, dan kebiasaan konsumsi air mineral. Keseluruhan contoh (90.6%) memiliki frekuensi makan ≥ 3 kali per harinya dengan presentase sebesar 91.7% pada contoh atlet senam dan 90% pada contoh atlet renang. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebiasaan makan contoh pada umumnya baik dengan frekuensi makan sebanyak tiga kali per hari. Menurut Khomsan (2003) bahwa frekuensi makan yang baik adalah tiga kali per hari.
Frekuensi makan satu atau dua kali per hari sulit secara kualitas dan
kuantitas untuk memenuhi kebutuhan gizi. Frekuensi makan yang baik tersebut jika diimbangi dengan dengan keberagaman pangan, maka akan kebutuhan gizi akan terpenuhi. Sebesar 93.7% contoh memiliki kebiasaan sarapan setiap paginya. Pada contoh atlet senam dan renang masing-masing sebesar 91.7% dan 95%. Hal tersebut menunjukkan bahwa contoh telah memiliki kesadaran akan pentingnya sarapan pagi. Sarapan pagi merupakan makanan khusus untuk otak dan berhubungan dengan kecerdasan mental. Sarapan pagi memberikan nilai positif terhadap aktivitas otak, otak lebih cerdas, peka dan lebih mudah untuk berkonsentrasi. Hal ini secara tidak langsung akan memberikan pengaruh positif terhadap diri remaja tersebut dalam beraktivitas di sekolah dan dalam hubungan sosial dengan teman-temannya (Anonim 2009). Sebesar 96.8% contoh terbiasa untuk makan siang, dan seluruh contoh atlet senam pun terbiasa untuk makan siang, sedangkan contoh atlet renang sebesar 95% yang terbiasa makan siang. Kebiasaan makan siang ini sangat penting karena makanan dapat memberikan tambahan energi untuk melanjutkan aktivitas. Hal tersebut dapat berkontribusi dalam pemenuhan kecukupan gizi contoh dalam sehari. Seluruh contoh baik atlet senam maupun renang, mereka terbiasa untuk mengkonsumsi lauk hewani setiap harinya. Karena makanan contoh disediakan oleh pihak sekolah, maka dengan sendirinya contoh pun terbiasa dengan konsumsi lauk hewani. Biasanya lauk hewani yang disediakan itu tidak hanya satu jenis pangan saja, tetapi ada beberapa jenis pangan hewani yang disediakan. Sehingga jika contoh merasa bosan dengan salah satu lauk hewani
43
yang disajikan, maka contoh dapat memilih lauk hewani lainnya. Dengan kata lain, contoh selalu mengkonsumsi lauk hewani di saat makannya. Sumber pangan nabati merupakan salah satu jenis pangan yang murah dan mudah didapatkan. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang dapat mengkonsumsi pangan nabati ini dengan mudah. Hal tersebut ditunjukkan oleh presentase sebanyak 96.8% contoh terbiasa mengkonsumsi lauk nabati, yaitu diantaranya 91.7% pada contoh atlet senam dan 100% atau seluruh atlet renang. Menurut Sediaoetama (2009), protein kacang-kacangan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan protein dari jenis daging. Namun perbandingan demikian
kalau
beberapa
jenis
protein
nabati
dikombinasikan
dengan
perbandingan yang tepat dapat dihasilkan nilai kualitas protein yang lengkap. Kebiasaan konsumsi sayuran pada contoh atlet senam maupun renang ditunjukkan dengan presentase masing-masing sebesar 91.7% dan 95%. Konsumsi sayuran dianjurkan setiap hari, hal ini dikarenakan oleh sayuran merupakan sumber serat yang penting untuk pencernaan. Sayuran juga merupakan sumber pangan yang kaya akan antioksidan. Konsumsi sayuran berserat yang baik akan memenuhi kecukupan akan zat gizi terutama vitamin dan mineral. Selain sayuran yang kaya akan vitamin dan mineral pangan lainnya yaitu buah-buahan. Konsumsi buah secara keseluruhan pada contoh yaitu 93.8% diantaranya pada contoh atlet senam sebesar 91.7% dan 95% pada atlet renang. Buah-buahan yang biasa dikonsumsi oleh contoh adalah apel, pisang, melon, dan salak. Buah-buahan dianjurkan dikonsumsi dalam satu minggunya, maupun tidak sesering konsumsi sayuran. Konsumsi makanan cemilan pada keseluruhan contoh yaitu 93.8%. sebagian besar contoh atlet senam dan renang biasa mengkonsumsi cemilan yaitu sebesar 91.7% dan 95%. Jenis cemilan yang biasa dikonsumsi oleh contoh yaitu gorengan. Jika jenis cemilan yang dikonsumsi itu cemilan sehat maka akan membantu dalam peningkatan kecukupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Sebagian besar contoh atlet senam (58.3%) tidak terbiasa mengkonsumsi makanan cepat saji (fastfood), sedangkan contoh atlet renang 55% terbiasa mengkonsumsi fastfood. Makanan cepat saji ini sebaiknya tidak terlalu sering dikonsumsi, karena akan merusak kesehatan. Makanan siap saji yang dimaksud adalah jenis makanan yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara yang sederhana. Makanan tersebut biasanya diproduksi oleh
44
industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut. Makanan tersebut memiliki dampak negatif baik jangka pendek maupun jangka panjang (Anonim 2009). Suplemen merupakan zat tambahan bukan sebagai zat pengganti. Suplemen mengandung satu jenis atau lebih zat gizi yang mempunyai fungsi sebagai obat (Gunawan 1999). Sebanyak 50% contoh atlet senam dan 95% contoh atlet renang mengkonsumsi suplemen. Berdasarkan hasil wawancara sebagian contoh mengkonsumsi suplemen jika mereka merasa tidak enak badan saja. Menurut Suhardjo (1989), menyatakan bahwa pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap yang melanggarnya. Sebagian besar contoh (78.1%) tidak memiliki pantangan makanan. Pada contoh atlet senam sebesar 91.7% dan sebesar 70% contoh atlet renang tidak memiliki pantangan makanan. Contoh yang memiliki pantangan makanan dikarenakan oleh kondisi kesehatan contoh. Konsumsi air putih pada contoh atlet senam dan renang yaitu sebanyak 83.3% dan 90% termasuk kedalam kategori selalu. Menurut Depkes (2003), orang dewasa dianjurkan untuk mengkonsumsi air putih sebanyak dua liter atau setara dengan delapan gelas per hari. Konsumsi air putih pada atlet itu sangat penting untuk mengganti cairan tubuh yag hilang selama latihan. Agar tidak terjadinya dehidrasi maka contoh selalu mengkonsuumsi air putih setiap kali mereka latihan. Minuman berenergi merupakan salah satu jenis minuman yang dapat menumbuhkan tenaga bagi yang meminumnya. Secara keseluruhan contoh termasuk orang yang jarang mengkonsumsi minuman berenergi sebelum, selama, dan setelah latihan. Tetapi hanya sebagian kecil saja yang selalu mengkonsumsi minuman berenergi. Minuman berenergi ini jika dikonsumsi berlebih akan merugikan kesehatan, seperti overdosis kafein. Karena tingginya kadar kafein di dalam minuman berenergi akan mengakibatkan kerusakan hati, gagal ginjal, gangguan pernafsan, mual, muntah, nyeri perut, gangguan irama jantung, dan dapat juga mengganggu mineralisasi tulang selama perkembangan tulang tubuh (Anonim 2011).
45
Asupan dan Tingkat Kecukupan Gizi Energi Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan aktivitas. Untuk melakukan aktivitas itu kita memerlukan energi. Energi yang diperlukan ini kita peroleh dari bahan makanan yang kita makan. Pada umumnya bahan makanan itu mengandung tiga kelompok utama senyawa kimia, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak (Poedjiadi A 2006). Menurut Depkes (1996), tingkat kecukupan energi dibagi kedalam lima kategori, yaitu defisit tingkat berat (< 70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan kelebihan (≥120%). Berikut ini rata-rata tingkat kecukupan energi secara keseluruhan. Gambar 4 Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh
Berdasarkan Gambar di atas, dapat dillihat bahwa sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan energi kategori defisit berat. Dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan energi defisit berat sebesar 81.3%, defisit tingkat sedang 12.5%, defisit tingkat ringan 3.1%, normal 3.1%. Dari data di atas dapat dibedakan lagi menurut cabang olahraga contoh. Dibawah ini sebaran tingkat kecukupan energi contoh atlet senam dan renang. Tabel 18 Sebaran tingkat kecukupan energi contoh Atlet senam Atlet renang Tk. Kecukupan energi n % n % Defisit tingkat berat 11 91.7 15 75 Defisit tingkat sedang 0 0 4 20 Defisit tingkat ringan 1 8.3 0 0 Normal 0 0 1 5 Lebih 0 0 0 0 Total 12 100 20 100
Total n 26 4 1 1 0 32
% 81.3 12.5 3.1 3.1 0 100
46
Tingkat kecukupan energi diperoleh dari hasil perhitungan yang menggunakan angka kecukupan energi (AKE). Karena atlet tersebut termasuk remaja yang aktif, maka AKE yang digunakan yaitu berasal dari rumus estimasi AKE pada remaja, yaitu (88.5-61.9U)+26.7B(AkF)+903TB+25. Dimana AkF (aktivitas fisik) bagi anak pria 9-18 tahun yang sangat aktif=1.42 dan bagi anak wanita yang aktif=1.31 (Hardinsyah dan Tambunan V 2004). Rata-rata konsumsi energi contoh sebesar 1349 kkal, dengan konsumsi energi paling tinggi 2397 kkal dan konsumsi energi terendah yaitu 690 kkal. Tabel 18 diatas menunjukkan bahwa pada umumnya contoh atlet senam maupun renang mengalami defisit berat yaitu 91.7% dan 75%. Hanya satu contoh atlet senam yang mengalami defisit tingkat ringan, sedangkan pada contoh atlet renang ada yang mengalami tingkat kecukupan yang normal. Tingkat kecukupan energi dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin, disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin Perempuan Laki-laki Total Tk. Kecukupan energi n % n % n % Defisit tingkat berat 10 71.4 16 88.9 26 81.3 Defisit tingkat sedang 3 21.4 1 5.6 4 12.5 Defisit tingkat ringan 0 0 1 5.6 1 3.1 Normal 1 7.1 0 0 1 3.1 Lebih 0 0 0 0 0 0 Total 14 100 18 100 32 100
Berdasarkan Tabel di atas, sebagian besar contoh tingkat kecukupan energi termasuk kedalam kategori defisit tingkat berat . Tingkat kecukupan energi pada contoh laki-laki dengan kategori defisit tingkat berat sebesar 88.9% sedangkan contoh perempuan sebesar 71.4%. dapat dikatakan tingkat kecukupan energi pada perempuan lebih baik dibandingkan dengan laki-laki. Tingkat kecukupan energi yang termasuk defisit tingkat berat dapat disebabkan oleh rendahnya daya terima para atlet mengingat tingginya kebutuhan zat gizi atlet per harinya berdasarkan tingkat aktivitas fisik yang melebihi remaja pada umumnya. Protein Protein
merupakan
komponen
penting
dalam
tubuh
kita
untuk
pembentukan tubuh kita, maka protein yang berada dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Disamping digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kita kekurangan karbohidrat dan lemak.
47
Kita memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan (Poedjiadi 2006). Menurut Depkes (1996), tingkat kecukupan protein dibagi kedalam lima kategori, yaitu defisit tingkat berat (< 70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan kelebihan (≥120%). Berikut ini rata-rata tingkat kecukupan protein secara keseluruhan. Gambar 5 Rata-rata tingkat kecukupan protein contoh
Berdasarkan Gambar di atas, dapat dillihat bahwa sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan protein kategori normal. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa tingkat kecukupan energi defisit berat sebesar 9.4%, defisit tingkat sedang 15.6%, normal 40.6%, dan lebih 34.4%, serta tidak ada contoh yang mengalami defisit tingkat ringan. Dari data di atas dapat dibedakan lagi menurut cabang olahraga contoh. Dibawah ini sebaran tingkat kecukupan energi contoh atlet senam dan renang. Tabel 20 Sebaran tingkat kecukupan protein contoh Atlet senam Atlet renang Tk. Kecukupan protein n % n % Defisit tingkat berat 2 16.6 1 5 Defisit tingkat sedang 3 25 2 10 Defisit tingkat ringan 0 0 0 0 Normal 5 41.7 8 40 Lebih 2 16.7 9 45 Total 12 100 20 100
Total n 3 5 0 13 11 32
Tingkat kecukupan protein dari kedua contoh sangat beragam.
% 9.4 15.6 0 40.6 34.4 100
Pada
contoh atet senam yang mengalami defisit berat dan sedang sebanyak 16.6% dan 25%, defisit ringan 0%, normal 41.7%, dan lebih 16.7%. Sedangkan pada contoh atlet renang yang mengalami defisit berat yaitu 5%, defisit sedang 10%, normal 40%, dan lebih 45%, tidak ada yang mengalami defisit ringan pada
48
contoh atlet renang. Rata-rata konsumsi protein contoh yaitu 59 gram, dengan konsumsi terendah yaitu 24.4 gram dan konsumsi terbesar yaitu 108.4 gram. Data yang didapat tersebut beragam disetiap kedua kelompok contoh. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan kecukupan protein kurang baik. Keadaan tersebut disebabkan oleh konsumsi pangan contoh pada saat dilakukan recall tidak beragam dan berimbang. Berdasarkan hasil recall, jenis pangan sumber protein yang sering dikonsumsi oleh contoh adalah daging ayam, telur, ikan, dan daging sapi. Tingkat kecukupan energi dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin, disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin Perempuan Laki-laki Total Tk. Kecukupan protein n % n % n % Defisit tingkat berat 2 14.3 1 5.6 3 9.4 Defisit tingkat sedang 1 7.1 4 22.2 5 15.6 Defisit tingkat ringan 0 0 0 0 0 0 Normal 7 50 6 33.3 13 40.6 Lebih 4 28.6 7 38.9 11 34.4 Total 14 100 18 100 32 100
Berdasarkan Tabel di atas, sebagian besar contoh tingkat kecukupan protein termasuk kedalam kategori normal. Tingkat kecukupan protein pada contoh laki-laki dengan kategori normal sebesar 33.3% sedangkan contoh perempuan sebesar 50%. Dapat dikatakan tingkat kecukupan protein pada perempuan lebih baik dibandingkan dengan laki-laki. Tingkat kecukupan protein yang normal disebabkan oleh tercukupinya konsumsi pangan sumber protein yang terdiri dari daging ayam, daging sapi, telur, dan ikan yang selalu disajikan di setiap waktu makan dengan jumlah yang cukup banyak. Zat Besi Zat besi merupakan salah satu mineral mikro yang banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukansel darah merah. Fungsi utama dari zat besi adalah menganguk oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh (Almatsier 2006). Menurut Gibson (2005), bahwa tingkat kecukupan zat besi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kurang (<77%) dan cukup (≥77%). Berikut rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh.
49
Gambar 6 Rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh
Berdasarkan Gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh contoh baik atlet senam maupun atlet renang memiliki tingkat kecukupan zat besi kurang. Hal ini disebabkan oleh kurangnya konsumsi pangan sumber zat besi. Berdasarkan hasil recall, jenis pangan yang berkontribusi besar pada kecukupan zat besi adalah telur, daging sapi, dan tempe. Dari hasil data di atas dapat dibedakan lagi tingkat kecukupan zat besi berdasarkan cabang olahraga contoh. Berikut Tabel 22 sebaran tingkat kecukupan zat besi. Tabel 22 Sebaran tingkat kecukupan zat besi contoh Atlet senam Atlet renang Tk. Kecukupan zat besi n % n % Kurang 12 100 20 100 Cukup 0 0 0 0 Total 12 100 20 100
Total n 32 0 32
% 100 0 100
Rata-rata konsumsi zat besi contoh adalah 6.5 mg, dengan konsumsi terendahnya yaitu 2.35 mg dan konsumsi terbesarnya adalah 18.35 mg. Berdasarkan tabel di atas, seluruh contoh memiliki tingkat kecukupan zat besi kurang. Berikut tingkat kecukupan zat besi berdasarkan jenis kelamin. Tabel 23 Tingkat kecukupan zat besi berdasarkan jenis kelamin Perempuan Laki-laki Total Tk. Kecukupan zat besi n % n % n % Kurang 14 100 18 100 32 100 Cukup 0 0 0 0 0 0 Total 14 100 18 100 32 100
Berdasarkan Tabel di atas, seluruh contoh baik perempuan maupun lakilaki tingkat kecukupan zat besi termasuk kedalam kategori kurang. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah pangan sumber zat besi yang dikonsumsi masih sangat
50
kurang pada saat dlakukan recall meskipun pangan yang memberikan kontribusi zat gizi terbesar pada kecukupan contoh adalah tempe. Vitamin A Vitamin A merupakan salah satu jenis vitamin larut lemak. Vitamin A esensial berfungsi sebagai pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Fungsi vitamin A diantaranya dalam penglihatan normal pada cahaya terang, diferensiasi sel, kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan jantung (Almatsier 2006). Menurut Gibson (2005), bahwa tingkat kecukupan vitamin A dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kurang (<77%) dan cukup (≥77%). Berikut rata-rata tingkat kecukupan vitamin A contoh. Gambar 7 Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A contoh
Berdasarkan Gambar di atas sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin A dalam kategori cukup yaitu sebesar 81.3%. sedangkan untuk kategori kurang yaitu sebesar 18.8%. Berdasarkan hasil recall, jenis pangan yang berkontribusi dalam pemenuhan tingkat kecukupan vitamin A adalah susu, sayur kangkung, sayuran buncis, wortel, kacang panjang. Dari hasil data di atas dapat dibedakan lagi tingkat kecukupan vitamin A berdasarkan cabang olahraga contoh. Berikut Tabel 24 sebaran tingkat kecukupan vitamin A. Tabel 24 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A contoh Atlet senam Atlet renang Total Tk. Kecukupan vitamin A n % n % n % Kurang 2 16.7 4 20 6 18.7 Cukup 10 83.3 16 80 26 81.3 Total 12 100 20 100 32 100
Rata-rata konsumsi vitamin A contoh yaitu sebesar 911.87 RE, dengan konsumsi terendah contoh yaitu 76.15 RE dan konsumsi tertinggi yaitu 2842.25
51
RE. Berdasarkan tabel di atas sebagian besar contoh atlet senam memiliki tigkat kecukupan vitamin A cukup dengan presentase 83.3% dan kategori kurang sebesar 16.7%. Sedangkan untuk atlet renang sebagian besar memiliki tingkat kecukupan vitamin A cukup dengan presentase 80% dan kurang 20%. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kecukupan vitamin A contoh termasuk ke dalam kategori cukup. Berikut tingkat kecukupan vitamin A berdasarkan jenis kelamin. Tabel 25 Tingkat kecukupan vitamin A berdasarkan jenis kelamin Perempuan Laki-laki Total Tk. Kecukupan vitamin A n % n % n Kurang 4 28.6 2 11.1 6 Cukup 10 71.4 16 88.9 26 Total 14 100 18 100 32
% 18.7 81.3 100
Berdasarkan Tabel di atas, sebagian besar contoh tingkat kecukupan vitamin A termasuk kedalam kategori cukup. Tingkat kecukupan vitamin A pada contoh laki-laki dengan kategori cukup sebesar 88.9% sedangkan contoh perempuan sebesar 71.4%. Dapat dikatakan tingkat kecukupan vitamin A pada laki-laki lebih baik dibandingkan dengan perempuan. Vitamin C Vitamin C merupakan salah satu jenis vitamin yang larut dalam air. Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrt yang erat kaitannya dengan monosakarida. Fungsi dari vitamin C diantaranya sebagai koenzin dan kofaktor, sintesis kolgen, sintesis karnitin, noradrenalin, serotonin, absorpsi dan metabolism besi, absorpsi kalsium, mencegah infeksi, mencegah kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2006). Menurut Gibson (2005), bahwa tingkat kecukupan vitamin A dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kurang (<77%) dan cukup (≥77%). Berikut rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh. Gambar 8 Rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh
52
Berdasarkan Gambar di atas hampir seluruh contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin C kategori kurang dengan presentase 96.9%, dan kategori cukup sebesar 3.1%. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya konsumsi jenis pangan yang mengandung vitamin C. Dari hasil data di atas dapat dibedakan lagi tingkat kecukupan vitamin C berdasarkan cabang olahraga contoh. Berikut tabel 26 sebaran tingkat kecukupan vitamin C. Tabel 26 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C contoh Atlet senam Atlet renang Total Tk. Kecukupan vitamin C n % n % n % Kurang 11 91.7 20 100 31 96.9 Cukup 1 8.3 0 0 1 3.1 Total 12 100 20 100 32 100
Rata-rata konsumsi vitamin C contoh yaitu 24.4 mg, dengan konsumsi terendah contoh yaitu 1.2 mg dan konsumsi tertinggi yaitu 202 mg. brdasarkan tabel di atas hampir seluruh atlet senam memiliki tingkat kecukupan vitamin C kategori kurang dengan presentase 91.7%. Sedangkan pada contoh atlet renang seluruh contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin C kategori kurang. Angka kecukupan gizi vitamin C menurut AKG 2004 pada rentang usia 13-15 tahun yaitu 60 mg. Bila konsumsi vitamin C melebihi kecukupan, sisa vitamin C akan dikeluarkan dari tubuh tanpa perubahan. Pada tingkat yang lebih tinggi (500 mg atau lebih) akan dimetabolisme menjadi asam oksalat. Dalam jumlah banyak asam oksalat di dalam ginjal dapat diubah menjadi batu ginjal. Jadi menggunakan vitamin C dosis tinggi secara rutin tidak dianjurkan. Tabel 27 Tingkat kecukupan vitamin C berdasarkan jenis kelamin Perempuan Laki-laki Total Tk. Kecukupan vitamin C n % n % n Kurang 13 92.9 18 100 31 Cukup 1 7.1 0 0 1 Total 14 100 18 100 32
% 96.9 3.1 100
Berdasarkan Tabel di atas, sebagian besar contoh tingkat kecukupan vitamin C termasuk kedalam kategori kurang. Tingkat kecukupan vitamin C pada contoh laki-laki dengan kategori kurang sebesar 100% sedangkan contoh perempuan sebesar 92.9%. Dapat dikatakan tingkat kecukupan vitamin C pada perempuan lebih baik dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan sebaran tingkat kecukupan energi dan zat gizi, contoh atlet senam lebih baik dalam tingkat kecukupan protein dan vitamin A, sedangkan tingkat kecukupan energi, zat besi, dan vitamin C contoh atlet renang lebih baik
53
dibandingkan dengan contoh atlet senam. Dengan demikian, sebaran tingkat kecukupan contoh atlet renang lebih baik diibandingkan dengan contoh atlet senam. Secara umum, tingkat kecukupan energi dan zat gizi kedua kelompok contoh adalah defisit tingkat berat dan kurang namun hampir seluruh contoh berstatus gizi normal. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya kelemahan dalam metode yang digunakan yaitu metode recall dimana metode tersebut hanya mengandalkan daya ingat dan kemampuan contoh dalam memperkirakan ukuran makanan. Terdapat dugaan bahwa contoh kurang dapat mengingat jumlah dan jenis pangan apa saja yang telah dikonsumsinya, sehingga konsumsi pangan yang dilaporkan bukan merupakan konsumsi pangan yang sebenarnya. Selain itu juga dapat disebabkan oleh rendahnya daya terima para atlet mengingat tingginya kebutuhan zat gizi atlet per harinya berdasarkan tingkat aktivitas fisik yang melebihi remaja pada umumnya. Persepsi Body Image Body image (citra raga) adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya, baik terhadap bagian-bagian tubuhnnya maupun mengenai seluruh tubuhnya, berdasarkan penilaian sendiri (Suryanie 2005). Body image pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Hal ini terutama terjadi pada usia remaja. Mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita, sedangkan tubuh yang kekar dan berotot adalah yang ideal bagi pria (Germov & Williams 2004). Dalam penelitian ini, contoh diminta untuk menilai bentuk tubuh aktualnya dan bentuk tubuh
yang
ideal
berdasarkan
persepsi
mereka.
Status
gizi
contoh
dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu sangat kurus, kurus, normal, gemuk, overweight, dan sangat gemuk. Hampir seluruh status gizi contoh berada dalam kategori normal dan hanya satu contoh yang berstatus gizi lebih (overweight). Data hasil persepsi terhadap bentuk tubuh aktual dan ideal dapat dilihat pada Tabel 28.
54
Tabel 28 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual dan ideal contoh Persepsi tubuh Atlet senam Atlet renang Total Ideal
Aktual
n
%
n
%
n
%
Gambar 3
3
25
3
15
6
18.75
Gambar 4
9
75
17
85
26
81.25
Gambar 5
0
0
0
0
0
0
Total
12
100
20
100
32
100
Gambar 3
3
25
5
25
8
25
Gambar 4
6
50
12
60
18
56.25
Gambar 5
3
25
3
15
6
18.75
Total
12
100
20
100
32
100
Di bawah ini merupakan gambar dari body image yang disajikan dalam kuesioner.
Gambar 9 Skala body image
Berdasarkan Tabel di atas seluruh contoh hanya memilih gambar 3,4 dan 5. Sebanyak 81.25% contoh memilih gambar 4 sebagai persepsi dari tubuh ideal mereka, sedangkan 56.25% contoh memilih gambar 4 sebagai persepsi tubuh aktual mereka. Akan tetapi 15% contoh atlet renang memilih gambar 5 sebagai persepsi tubuh aktual mereka. Secara keseluruhan gambar 4 dipilih contoh sebagai bentuk tubuh ideal dan aktual mereka. Persepsi bentuk tubuh juga dibedakan menurut jenis kelaminnya, disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual dan ideal menurut jenis kelamin Persepsi tubuh Perempuan Laki-laki Total Ideal
Aktual
n
%
n
Gambar 3
5
35.7
1
Gambar 4
9
64.3
17
Gambar 5
0
0
0
Total
14
100
Gambar 3
6
Gambar 4 Gambar 5 Total
%
n
%
5.6
6
18.7
94.4
26
81.3
0
0
0
18
100
32
100
42.9
2
11.1
8
25
5
35.7
13
72.2
18
56.3
3
21.4
3
16.7
6
18.7
14
100
18
100
32
100
55
Berdasarkan Tabel di atas persepsi bentuk tubuh aktual pada perempuan sebagian besar contoh (42.9%) memilih gambar 3. Sedangkan pada contoh lakilaki sebagian besar contoh (72.2%) memilih gambar 4. Untuk persepsi bentuk tubuh ideal pada contoh perempuan (64.3%) dan laki-laki (94.4%) sebagian besar memillih gambar 4 sebagai gambaran bentuk tubuh yang ideal. Secara keseluruhan gambar 4 dipilih oleh contoh sebagai persepsi tubuh ideal dan persepsi tubuh aktual mereka. Selain itu juga bentuk tubuh aktual contoh dibandingkan dengan status gizi mereka saat ini. Berikut Tabel 30 sebaran bentuk tubuh aktual terhadap status gizi contoh. Tabel 30 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual contoh atlet senam terhadap status gizi Status Gizi Normal
Persepsi tubuh Aktual
n
%
Kurus
3
25
Ideal
9
75
Gemuk
0
0
Total
12
100
Berdasarkan Tabel di atas status gizi seluruh contoh atlet senam adalah normal, sehingga data yang disajikan hanya yang berstatus gizi ideal saja. Persepsi tubuh aktual yang kurus tetapi berstatus gizi normal berjumlah 25%. Persepsi tubuh aktual ideal dengan status gizi ideal juga berjumlah 75%, sedangkan persepsi tubuh aktual gemuk tidak ada. Persepsi body image dinyatakan dengan dua kategori, yaitu persepsi negatif dan persepsi positif. Persepsi body image negatif merupakan suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya tidak sesuai dengan status gizinya. Sedangkan persepsi body image positif merupakan suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya sesuai dengan status gizinya. Berdasarkan Tabel 30 di atas contoh yang mempersepsikan tubuh aktualnya kurus tetapi status gizinya ideal, maka dapat disimpulkan memiliki persepsi body image yang negatif. Sedangkan contoh yang mempersepsikan tubuh aktualnya ideal dan status gizinya pun ideal, dapat disimpulkan contoh tersebut memiliki persepsi body image yang positif. Untuk contoh yang memiliki tubuh aktual kurus tetapi berstatus gizi normal, maka kurang
percaya
diri
terhadap
bentuk
tubuhnya.
contoh akan merasa Hal
tersebut
dapat
mempengaruhi hubungan sosial dengan teman sebayanya. Karena contoh
56
merasa bentuk tubuhnya tidak indah dan tidak sesuai dengan harapan. Tetapi ada juga contoh yang merasa tubuhnya kurus itu akan terlihat lebih cantik. Hal tersebut dapat mempengaruhi kebiasaan makannya. Contoh akan membatasi asupan makannya sehingga status gizi awal contoh yang ideal akan berubah menjadi status gizi kurang.
Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual contoh atlet
renang terhadap status gizi. Tabel 31 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual contoh atlet renang terhadap status gizi Status Gizi Persepsi tubuh Aktual
Ideal
Gemuk
Total
n
%
n
%
n
%
Kurus
5
25
0
Ideal
12
60
0
0
5
25
0
12
60
Gemuk
2
10
1
5
3
15
Total
19
95
1
5
20
100
Berdasarkan Tabel di atas sebagian besar contoh berstatus gizi ideal (60%) dan hanya 5% saja yang berstatus gizi gemuk. Persepsi bentuk tubuh aktual yang kurus tetapi bestatus gizi ideal berjumlah 25% dan persepsi bentuk tubuh aktual yang gemuk tetapi berstatus gizi ideal berjumlah 10%. Dapat dikatakan bahwa persepsi body image positif lebih banyak dibandingkan dengan persepsi body image negatif. Dari hasil data tersebut dapat dikatakan bahwa adanya ketidakpuasan contoh terhadap bentuk tubuhnya. Ada contoh yang bentuk tubuh aktualnya gemuk, tetapi status gizinya ideal. Hal tersebut akan mempengaruhi persepsi terhadap tubuhnya dengan merubah kebiasaan makannya. Hal yang mungkin dilakukan adalah membatasi asupan makanannya agar tercapai bentuk tubuh harapan yang ideal. Akan tetapi, hal tersebut akan mempengaruhi status gizi contoh yang awalnya status gizi ideal akan menjadi staus gizi kurang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun contoh telah mempersepsikan tubuhnya ideal namun masih terdapat ketidakpuasan dalam dirinya sehingga timbul harapanharapan bentuk tubuh masa depan yang menurut contoh lebih baik dan disukainya. Persepsi body image dinilai dari kesesuaian antara persepsi bentuk tubuh aktual contoh terhadap status gizi. Apabila terjadi kesesuaian antara persepsi tubuh aktual contoh dengan status gizi makan disebut sebagai persepsi body image positif, begitu pula sebaliknya. Hasil penelitian body image dapat dilihat pada Tabel 32.
57
Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi persepsi body image Atlet senam Atlet renang Total Persepsi n % n % n % Negatif 3 25 7 35 10 31.25 Positif 9 75 13 65 22 68.75 Total 12 100 20 100 32 100
Berdasarkan Tabel 32, sebagian besar contoh memiliki persepsi body image positif. Contoh atlet renang yang memiliki persepsi body image negatif lebih banyak dibandingkan contoh atlet senam. Hal ini dikarenakan usia dari contoh atlet renang lebih memperhatikan bentuk tubuhnya dibandingkan dengan contoh atlet senam. Menurut Mandleco (2004) remaja putri cenerung lebih tidak puas dengan penampiilan tubuhnya dan lebih memperhatikan bagian-bagian dari tubuhnya dibandingkan dengan memperhatikan bentuk tubuh lawan jenisnya. Contoh atlet senam yang memiliki persepsi body image negatif, merasa dirinya kurus padahal berstatus gizi ideal tiga orang. Contoh atlet renang yang memiliki persepsi body image negatif merasa dirinya kurus padahal berstatus gizi ideal ada lima orang dan gemuk tetapi berstatus gizi ideal dua orang. Persepsi body image berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Sebaran contoh klasifikasi persepsi body image berdasarkan jenis kelamin Perempuan Laki-laki Total Persepsi n % n % n % Negatif 6 42.9 4 22.2 10 31.3 Positif 8 57.1 14 77.8 22 68.7 Total 14 100 18 100 32 100
Berdasarkan Tabel di atas, persepsi body image positif pada laki-laki (77.8%) lebih banyak dibandingkan dengan perempuan (57.1%). Sedangkan persepsi body image negatif pada laki-laki sebesar 22.2% dan pada perempuan 42.9%. Hubungan Karakteristik Individu dengan Persepsi Body Image Pada karakteristik individu sebagian besar (68.75%) contoh memiliki persepsi body image positif. Sebanyak 53.1% contoh memiliki umur dengan kategori 13-15 tahun, 53.1% contoh memiliki berat badan dengan kategori 45-60 kg, dan 62.5% contoh memiliki tinggi badan berkisar antara > 160 cm. Sebanyak 34% contoh yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kurang memiliki persepsi body image positif. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada contoh yang memiliki persepsi body image negatif tersebar dalam faktor lain. Berdasarkan uji korelasi Rank-Spearman, tidak terdapat hubungan antara usia (p=0.465 dan r=0.134) dengan tingkat pengetahuan gizi dan tingkat
58
pengetahuan gizi (p=647 dan r=0.084) dengan persepsi body image. Selain itu juga variabel usia tidak terdapat hubungan dengan body image (p=0.877 dan r=0.280). Tidak adanya hubungan antara usia dengan persepsi body image tidak sesuai dengan Sediaoetama (1991) yang menyatakan bahwa pada usia remaja tersebut sudah mulai memperhatikan bentuk tubuhnya sehingga muncul adanya persepsi body image. Hal ini disebabkan oleh lingkungan contoh memberikan pengaruh lebih kuat dibandingkan dengan faktor-faktor yang diteliti dimana lingkungan memberikan pengaruh positif bagi contoh sehingga sebagian besar contoh memiliki persepsi body image positif. Tidak adanya hubungan faktorfaktor yang diteliti dengan persepsi body image ini disebabkan oleh adanya faktor lain yang tidak diteliti yaitu pengalaman masa lampau dan saat ini mengenai bentuk tubuhnya, tingkat kognitifnya dan tingkat perkembangannya (Mandleco 2004) yang lebih berhubungan dan mempengaruhi persepsi body image contoh. Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Persepsi Body Image Berdasarkan dari hasil keseluruhan contoh sebanyak 50%
termasuk
keluarga kecil (≤ 4 orang) memiliki persepsi body image yang positif. Berdasarkan tingkat pendidikan ibu sebanyak 40.6% contoh yang memiliki ibu lulusan SMA memiliki persepsi body image positif. Berdasarkan tingkat pendidikan ayah sebanyak 46.9% contoh yang memiliki ayah lulusan SMA memiliki persepsi body image positif. Menurut pekerjaan ibu dan ayah sebanyak 56.3% contoh ibu sebagai ibu rumah tangga dan 37.5% contoh ayah bekerja sebagai swasta memiliki persepsi body image positif. Berdasarkan penghasilan orangtua sebanyak 37.5% contoh memiliki penghasilan keluarga sebesar Rp1.500.000-Rp 3.000.000 memiliki persepsi body image positif pula. Hal ini menandakan bahwa baik contoh atlet senam maupun contoh atlet renang memiliki persepsi body image positif. Berdasarkan uji korelasi Rank-Spearman, tidak terdapat hubungan antara persepsi body image dengan penghasilan keluarga (p=0.950 dan r=0.012) dan besar keluarga (p=0.910 dan r=0.021). Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ayah (p=0.185 dan r=0.240) dan pendidikan ibu (p=0.106 dan r=0.291) dengan persepsi body image. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin baik persepsi body image contoh. Hasil tersebut sejalan dengan Gunarasa & Gunarasa (1995) bahwa semakin
59
tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin baik cara mendidik dan mengasuh anak. Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (96.9%) yang diteliti dari kedua kelompok memiliki status gizi normal. Sebanyak 50% termasuk keluarga kecil (≤ 4 orang), 40.6% contoh yang memiliki ibu lulusan SMA, 46.9% contoh yang memiliki ayah lulusan SMA, 37.5% contoh memiliki penghasilan keluarga sebesar Rp1.500.000-Rp 3.000.000 mempunyai status gizi yang normal. Hasil analisis uji korelasi Rank-Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan antara tingkat besar keluarga (p=0.332 dan r=-0.177), Tingkat pendidikan ibu (p=0.217 dan r=0.45), dan tingkat pendidikan ayah (p=0.422 dan r=0.023) dengan status gizi contoh. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin banyak anggota keluarga maka semakin buruk status gizi contoh. Karena semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin tinggi pula pegeluaran
pangan
maupun
non
pangan
yang
akan
menyebabkan
ketidakmerataannya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi per anggota keluarga. Berdasarkan hasil uji korelasi Rank-Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan positif yang signifikan antara penghasilan keluarga (p=0.911 dan r=0.021) dengan status gizi contoh. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penghasilan keluarga maka semakin baik status gizi contoh. Pernyataan berikut sejalan dengan Soekirman (2000) bahwa penghasilan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu untuk membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi. Hubungan Karakteristik Individu dan Persepsi Body Image dengan Status Gizi Pada karakteristik individu sebanyak 53.1%
contoh memiliki umur
dengan kategori 13-15 tahun, 53.1% contoh memiliki berat badan dengan kategori 45-60 kg, dan 62.5% contoh memiliki tinggi badan berkisar antara > 160 cm, dan 96.9% mempunyai status gizi normal. Sebanyak 40% contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi kurang dan berstatus gizi normal. Sebanyak 68.75% contoh yang berstatus gizi normal dan memiliki persepsi body image positif. Presentase yang ditampilkan merupakan presentase tertinggi dari seluruh contoh pada karakteristik tertentu.
60
Berdasarkan hasil analisis uji korelasi Rank-Spearman dan Pearson, tidak terdapat hubungan negatif antara persepsi body image (p=0.141 dan r=0.266), tidak terdapat hubungan positif antara usia (p=0.211 dan r=0.227) dengan status gizi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin negatif persepsi body image dan semakin tingginya usia contoh maka semakin baik status gizinya. Hasil uji korelasi Rank-Spearman, terdapat hubungan positif antara persepsi bentuk tubuh aktual terhadap persepsi body image (p=0.001 dan r=0.718). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik persepsi bentuk tubuh aktual maka semakin baik pula persepsi body image contoh. Berdasarkan hasil analisis uji korelasi Rank-Spearman, tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan gizi (p=0.728 dan r=0.064) dengan status gizi. Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat pegetahuan gizinya maka semakin baik
status gizinya.
Tetapi dalam
hal penelitian ini
adanya
ketidaksesuaian terhadap literatur yang ada. Tingkat pengetahuan gizi yang tidak berhubungan dengan status gizi tidak sesuai dengan Irawati et al. (1995) bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya. Hubungan antara Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi Sebagian besar (96.9%) contoh memiliki status gizi yang normal, tetapi mengalami tingkat kecukupan yang rendah. Pada tingkat kecukupan energi 81.3% mengalami defisit tingkat berat dan pada tingkat kecukupan protein 40.6% normal. Pada tingkat kecukupan zat besi dan vitamin C lebih dari separuh contoh mengalami tingkat kecukupan yang kurang yaitu 100% untuk tingkat kecukupan zat besi dan 96.9% untuk tingkat kecukupan vitamin C. Sedangkan tingkat kecukupan vitamin A tergolong cukup dengan presentase 81.3%. Berdasarkan hasil uji korelasi Rank-Spearman, tidak terdapat hubungan antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status gizi. Hal ini disebabkan sebagian besar contoh yang berstatus gizi normal tetapi pada konsumsi energi dan zat gizinya rendah ketika dilakukannya wawancara dengan menggunakan metode recall. Karena metode recall hanya mengandalkan daya ingat dan kemampuan contoh memperkirakan ukuran makan yang telah dikonsumsi. Sehingga mengakibatkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi rendah.
61
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sekolah yang dijadikan sebagai tempat penelitian adalah Sekolah Atlet Ragunan Jakarta dengan jumlah sampel yang diambil yaitu 32 orang dengan pembagian 12 orang atlet senam dan 20 orang atlet renang. Sebagian besar contoh dari kedua contoh memiliki besar keluarga yang kecil. Sebanyak 46.9% ayah dan 40.6% ibu contoh hanya lulusan SMA. Pekerjaan ayah sebagai swasta sebesar 37.5% dan pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga sebesar 56.3%. Tingkat penghasilan keluarga contoh berada pada kisaran Rp1.500.000-Rp 3.000.000. Berdasarkan karakteristik individu, usia contoh berkisar 13-15 tahun, memiliki tinggi badan yang berkisar antara > 160 cm dan berat badan berada diantara 45-60 kg. Tingkat pengetahuan gizi contoh termasuk kedalam kategori baik sebesar 40%. Hampir seluruh contoh dari kedua kelompok memiliki status gizi yang normal. Sebanyak 68.75% contoh memiliki persepsi body image yang positif. Jumlah contoh yang persepsi body image negatif pada contoh atlet renang lebih banyak daripada contoh atlet senam. Pada beberapa contoh terdapat perbedaan antara penilaian bentuk tubuh aktual dengan bentuk tubuh ideal. Berdasarkan
analisis
kebiasaan
makan,
contoh
masih
kurang
mengkonsumsi sayuran dan buah. Berdasarkan tingkat kecukupan energi hampir seluruh contoh mengalami defisit tingkat berat, sebanyak 40.6% contoh termasuk dalam kategori normal untuk tingkat kecukupan protein. Untuk tingkat kecukupan zat besi dan vitamin C hampir seluruh contoh termasuk kedalam kategori kurang, sedangkan tingkat kecukupan vitamin A sebesar 81.3% cukup. Rendahnya tingkat kecukupan gizi dikarenakan oleh kelemahan dari metode yang digunakan yaitu metode recall yang hanya mengandalkan daya ingat contoh dan kemampuan mengkonversi ukuran pangan yang telah dikonsumsi dan rendahnya daya terima para atlet mengingat tingginya kebutuhan zat gizi atlet per harinya berdasarkan tingkat aktivitas fisik yang melebihi remaja pada umumnya. Karakteristik keluarga dan karakteristik individu tidak terdapat hubungan dengan persepsi body image. Bentuk tubuh aktual terdapat hubungan yang positif dengan persepsi body image. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi pun tidak terdapat hubungan dengan status gizi. Persepsi body image, kebiasaan makan tidak terdapat hubungan dengan status gizi.
62
Saran Diperlukannya pengetahuan gizi pada contoh yang memliki persepsi body image negatif agar tidak terjadi kesalahan persepsi pada contoh yang dapat mengakibatkan gizi lebih bahkan gizi kurang. Persepsi body image yang benar perlu dimiliki oleh setiap orang pada umumnya dan remaja pada khususnya, dengan cara terus meningkatkan pengetahuan mengenai masalah gizi dan kesehatan khususnya tentang body image.
63
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Pentingnya sarapan pagi bagi anak. www.kulinet.com. [20 Juli 2011]. . 2009. Fenomena makanan siap saji dan dampaknya terhadap kesehatan konsumen. www.eurekaindonesia.org. [20 Juli 2010]. . 2011. Bahaya mengkonsumsi www.exomedindonesia.com. [20 Juli 20100].
minuman
berenergi.
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Aka BA. 2009. Cerdas dan Bugar dengan Senam Lantai. Surabaya: Grasindo. Atkinson RL, Atkinson RC, Hilgard ER. 1983. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Keluarga Berncana dan Keluarga Sehat. Jakarta: BKKBN. Baskin ML, Ard J, Franklin F et al. 2005. Prevalence of obesity in the United States. Obesity Review 6:5-7. Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan. Jakarta: Rajawali. Berk M E. 1993. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-Penyakit. Jogjakarta: Yayasan Essentia Medica. Biber SH. 1996. Am I Thin Enough Yet. New York: Oxford University Press Bulik CM, Wade TD, Heath ACet al. 2001.Relating Body Mass Index to Figural stimuli: Population-based Normative Data for Caucasians. Interational Journal Obesity Relating Metabolisme Disorders. 10:1517-24. Cash T F. 2002. The Multidimensional Body-Self Relation Questionnaire: MBSRQ User’s Manual (3rd Revision). Virginia: Old Dominion, University Norfolk. Cash, Pruzinsky. 2002. Body Image: A Handbook of Theory, Research, and Clinical Practice. New York: Guilford Press. Chaplin CP. 1995. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo. Dacey, Kenny. 1997. Adolescent Development. Second Edt. USA: Time Mirror Higher Education Group, Inc. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes RI.
64
. 2003. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta: Depkes RI. Drever J. 1988. Kamus Psikologi. Jakarta : Bina Aksara FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirement. Rome: FAO/WHO/UNU. Frank MG. 1960. Encyclopedia of Sport. New York: Bannes and Company. Gemove J, William L. 2004. A Sociology of food & Nutrition: The Social Appetite. New York: Oxford University Press. Gibson RS. 1990. Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press. . 2005. Principles of Nutrition Assesment. New York: Oxford University Press. Gunawan A. 1999. Food Combaining: Kombinasi Makanan Serasi Pola Makan untuk Langsing dan Sehat. Jakarta: Gramedia. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. , Tambunan V. 2004. Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Harper LJ, BJ Deaton, JA Driskel. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Jakarta: UI Press. Hendromartono S. 1997. Olahraga Pilihan Renang. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Budaya. Hidayat I. 1970. Penuntun Pelajaran Praktek Senam. Bandung: STO. Hurlock B E. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Irawati, Damanhuri, Fachrurozi. 1995. Pengetahuan Gizi Murid SD dan SLTP di Kota Madya Bogor. Bogor: Pusat Penelitian Gizi. Jones D C. 2002. Social comparison and body image: attractiveness comparisons to models and peers among adolescent girls and boys. http://findarticles.com/p/articles. [20 November 2010]. Karyadi D. 1990. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: Gramedia. Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
65
. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. . 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT. Grasindo. Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor: Departemen Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. PAU, IPB. _______. 1994. Hubungan antara keseimbangan energi pangan dengan hasil kerja buruh tani padi sawah serta peranan sumber daya keluarga [disertasi]. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada. [KONI] Komite Olahraga Nasional Indonesia. 2007. http://www.konidki.or.id/porsani/PD-PORSANI. [20 Mei 2011].
Senam.
Luddin A. 2010. Dasar-Dasar Konseling. Bandung: Citapustaka Media Perintis. Mandleco BL. 2004. Growth and Development Handbook: newborn trough adolescent. Utah: Thomson. Melliana A. 2006. Menjelajah Tubuh Perempuan dan Mitos Kecantikan. Yogjakarta:PT Lukis Pelangi Aksara. Nasoetion A, Khomsan A. 1995. Aspek Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Makalah yang disajikan dalam Lokakarya Eksekutif dalam Rangka Training Integrasi Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Bogor. Nurochim GA. 2009. Senam Ritmik Sportif. www.senamartistik.blogspot.com. [20 Mei 2011]. Parvanta I, Bettylou S, Yip R. 1994. Nutrition. From Data to Action: CDC’s Public health Surveillance for Women, Infants, and Children. CDC’s Maternal & Child Health Monograph, Atlanta: 321-333. Poedjiadi A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Rahmawati D. 2006. Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia Dini di Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam, Desa Sukamantri Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ratnayani. 2005. Identifikasi Karakteristik Mahasiswa Putra TPB IPB dengan Status Gizi Kurang [skripsi]. Bogor: Faperta IPB. Riyadi H. 2001. Diktat Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. ______. 2003. Metode Penelitian Status Gizi Secara Antropometri [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
66
______. 2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Edisi ke-2. Jakarta: Universitas Terbuka. Roedjito. 1989. Kajian Penelitian Gizi. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa. Sanjur. 1982. Social and Culture Perspectives in Nutrition. New Jersey: Prentice Hall Inc. Santrock JW. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Sarafino, Edward P. 1998. Health Psychology: Biopsychosocial Mechanism. USA: John Wiley & Sons, Inc. Sastroamidjojo. 1995. Makanan tradisional, status gizi dan produktivitas kerja.DalamProsiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Jakarta: Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI. Satoto. 1993. Pertumbuhan dan perkembangan anak [disertasi]. Semarang: Unversitas Dipenogoro. Sediaoetama. 1991. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi jilid I. Jakarta: Dian Rakyat. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya: untuk keluarga dan masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Suhardjo, Hardinsyah, H Riyadi. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. .1989. Sosio Bidaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, PAU, IPB. . Kusharto CM. 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius. . 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor: Ghalia. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Suryanie K. 2005. Hubungan antara citra raga dengan narsisme pada para model[skripsi]. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas. Thompson J K et al. 1999. Exacting Beauty: Theory, Assesment, and Treatment of Body Image Disturbance. Washington DC: American Pshycological Association. Torun B. 1984. Physiological Measurement of Physical Activity Among Children Under Free-Living Conditions Energy Intake Activity. New York: Alan R Liss. Inc.
67
[WHO] World Health Orgaization. 2007. Growth reference 5-19 years. http://www.who.int/growthref/who2007 bmi for age/en/index.html. [10 Juli 2011]. Wirakusumah ES. 1994. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan. Jakarta: Gramedia. Worthington BS, Sue RW. 2000. Nutrition Troughout The Life Cycle 4th edition. Singapore: Mc Graw Hill.
68
LAMPIRAN
69
Lampiran 1 Kuesioner penelitian KODE: KUESIONER
HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA Saya setuju untuk diwawancara
Tanda tangan responden
Sheet : 1. Cover 1. Tanggal Wawancara
:
2. Enumerator
:
3. Nama Responden
:
4. Cabang Olahraga
:
5. Kelas
:
6. Umur (tahun)
:
7. Alamat
:
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
70
Sheet : 2. Karakteristik Responden A. Karakteriktik Responden 1. Nama Lengkap
:
2. Tempat/tanggal lahir
:
3. Jenis kelamin
:
4. Sejak usia berapa memulai olahraga ini
:
5. Alamat
:
6. Telepon/HP
:
7. Berat Badan (BB)
:
kg
8. Tinggi Badan (TB)
:
cm
9. Kelas
:
10. Cabang Olahraga
:
Sheet : 3. Karakteristik Keluarga B. Karakteristik Keluarga 1. Pekerjaan orangtua Ayah :
Ibu :
2. Pendidikan terakhir orangtua Ayah :
Ibu :
3. Penghasilan orangtua ≤ Rp 1.500.000
Rp 3.000.000 – Rp 5.000.000
Rp 1.500.000 – Rp 3.000.000
> Rp 5.000.000
4. Jumlah anggota keluaga :
Sheet : 4. Persepsi Tentang Body Image 1. Berat Badan (BB)
:
2. Tinggi Badan (TB)
:
3. Apakah anda mengetahui tentang body image (ya/tidak) Jika ya, jelaskan ………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………….. 4. Menurut anda seberapa pentingkah memperhatikan bentuk tubuh ? a. tidak penting
b. cukup penting
c. sangat penting
71
5. Menurut anda dari gambar di bawah ini, bentuk tubuh dengan huruf apakah keadaan tubuh anda sekarang?..…………………………………....
. 6. Menurut anda dari gambar diatas, bentuk tubuh yang mana yang tergolong “ideal” bagi remaja?...................................................................... 7. Menurut anda dari gambar diatas, bentuk tubuh yang mana yang tergolong
“kurus”
bagi
remaja?..................................................................... 8. Menurut anda dari gambar diatas, bentuk tubuh yang mana yang tergolong
“gemuk”
bagi
remaja?................................................................... 9. Menurut anda dari gambar diatas, bentuk tubuh yang mana yang paling cocok
bagi
atlet
senam/renang?................................................................... 10. Apakah bentuk tubuh anda saat ini telah sesuai dengan harapan? (ya/tidak) 11. Apakah anda merasa tubuh anda gemuk? (ya/tidak) 12. Apakah anda merasa tubuh anda kurus? (ya/tidak) 13. Apakah anda ketakutan jika berat badan anda naik atau gemuk? (ya/tidak) 14. Apakah berat badan anda mempengaruhi penilaian anda tentang diri anda sendiri sebagai seorang manusia? (ya/tidak) 15. Apakah anda pernah mencoba untuk berdiet menurunkan berat badan? (ya/tidak) 16. Apakah anda pernah mencoba untuk menaikkan berat badan? (ya/tidak)
72
Sheet : 5. Kebiasaan Makan No. 1. 2.
4.
Pertanyaan Berapa kalikah anda makan dalam sehari? Apakah anda biasa menjaga makan 4 sehat 5 sempurna? Apakah anda terbiasa sarapan? Jika ya, apa yang biasa makan/minum saat sarapan?................................. Apakah anda biasa makan siang?
5.
Apakah anda biasa makan malam?
6.
Apakah anda biasa mengkonsumsi lauk hewani?
7.
Apakah anda biasa mengkonsumsi lauk nabati?
8.
Apakah anda biasa mengkonsumsi sayuran?
9.
Apakah anda biasa mengkonsumsi buah-buahan?
10. 11.
Apakah anda biasa mengkonsumsi makanan selingan/cemilan? Apakah anda biasa mengkonsumsi fastfood?
12.
Apakah anda biasa mengkonsumsi suplemen?
13.
Apakah anda memiliki pantangan makanan? Jika ya sebutkan……………………………….. Apakah makanan kesukaan anda? Alasan kamu mengkonsumsi makanan diluar dari yang telah disediakan pihak penyelenggaraan makanan?
3.
14. 15.
16.
Dimanakah atlet mendapatkan makanan di hari sekolah?
17.
Seberapa seringkah anda dalam mengkonsumsi air minum mineral?
18.
Seberapa seringkah anda dalam mengkonsumsi minuman berenergi sebelum latihan?
19.
Seberapa seringkah anda dalam mengkonsumsi minuman berenergi selama latihan?
20.
Seberapa seringkah anda dalam mengkonsumsi minuman berenergi setelah latihan?
Keterangan : a. selalu (4-7 x/minggu) b. kadang (3 x/minggu)
Jawaban a. ya b. tidak a. ya b. tidak a. ya b. tidak a. ya b. tidak a. ya b. tidak a. ya b. tidak a. ya b. tidak a. ya b. tidak a. ya b. tidak a. ya b. tidak a. ya b. tidak a. ya b. tidak ………………………….. a. lapar b. bosan c. diajak teman d. lainnya………………… a. kantin b. pihak penyelenggara makanan c. lainnya,…… a. selalu b. kadang c. jarang d. tidak pernah a. selalu b. kadang c. jarang d. tidak pernah a. selalu b. kadang c. jarang d. tidak pernah a. selalu b. kadang c. jarang d. tidak pernah
c. jarang (1-2 x/bulan) d. tidak pernah (0 x/bulan)
73
Sheet : 6. Persepsi Tentang Makanan Yang Disediakan 1. Apakah jenis makanan yang biasa diberikan oleh pihak sekolah itu bervariasi? (ya/tidak) 2. Apakah makanan yang disediakan disukai oleh para atlet?(ya/tidak) 3. Bagamanakah cara penyajian dari makanan tersebut? a. dus/rantang
c. lainnya,…………………………..
b. parasmanan/display 4. Berapa kalikah pergantian menu dilakukan? a. per 3 hari
c. per 7 hari
b. per 5 hari
d. per 10 hari
d. lainnya…….
5. Apakah menurut anda makanan yang disajikan oleh pihak sekolah telah memenuhi standar kebutuhan gizi untuk para atlet? (ya/tidak) 6. Apakah menurut anda makanan yang disajikan oleh pihak sekolah telah memenuhi standar kebutuhan makanan untuk para atlet? (ya/tidak) 7. Apakah makanan yang disajikan dijamin kebersihannya? (ya/tidak) 8. Apakah suasana kantin di sekolah tersebut nyaman? (ya/tidak) 9. Apakah penyajian makanan tersebut diberikan tepat waktu? (ya/tidak) 10. Apakah anda merasa puas dengan penyediaan makanan yang dikelola oleh sekolah? (ya/tidak) Sheet : 7. Pengetahuan Gizi 1. Zat gizi atau nutrisi yang terdapat dalam makanan adalah….. a. karbohidrat, protein b. karbohidrat, protein, lemak c. karbohidrat, protein, lemak, vitamin d. karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air 2. Fungsi dari zat gizi dalam makanan adalah…. a. sumber energi, zat pembangun, zat pertumbuhan b. sumber energi, tenaga, pembangun c. sumber pembangun, pengatur, tenaga d. sumber energi, tenaga, pembangun 3. Bahan makanan yang merupakan sumber karbohidrat adalah….. a. beras, jagung, ubi b. telur, tempe, tahu c. nasi, telur, bayam
74
d. jagung, melon, bayam 4. Bahan makanan yang merupakan sumber protein adalah….. a. beras, jagung, ubi b. telur, tempe, tahu c. nasi, telur, bayam d. jagung, melon, bayam 5. Bahan makanan yang merupakan sumber lemak adalah….. a. beras, jagung, ubi b. telur, tempe, tahu c. minyak kelapa sawit, lemak hewan, mentega d. jagung, melon, bayam 6. Bahan makanan yang merupakan sumber vitamin dan mineral adalah….. a. beras, jagung, ubi b. telur, tempe, tahu c. nasi, telur, bayam d. sayur dan buah 7. Zat gizi yang menyumbang nilai energi terbesar adalah…… a. karbohidrat
c. lemak
b. protein
d. vitamin
8. Yang termasuk masalah gizi di Indonesia adalah…. a. kurang energi protein (KEP)
c. kurang Vit.D
b. kurang Vit.C
d. kurang mineral
9. Penyebab kurang gizi di Indonesia adalah…. a. kemiskinan
c. korupsi
b. kurang pengetahuan gizi
d. anak sulit makan
10. Penyimpanan bahan makanan pada suhu < 150 C disebut…. a. pemanasan
c. penggorengan
b. pendinginan
d. pemanggangan
11. Bahan pangan yang mengandung kalsium dan fosfor adalah…. a. daun singkong, kangkung
c. singkong, tempe
b. daging ayam, telur
d. susu, keju
12. Anak yang gemuk ketika dewasa dapat menjadi gemuk, hal ini menyebabkan….. a. jantung koroner
c. hepatitis
b. flu
d. TBC
75
13. Jenis vitamin yang larut dalam lemak adalah… a. vitamin C
c. vitamin D
b. vitamin B
d. vitamin B12
14. Sumber zat besi dalam bahan pangan terdapat dalam…. a. ikan teri, hati, daun singkong
c. daging ayam, paria, telur
b. tahu, tempe, keju
d. telur, wortel, buncis
15. Fungsi dari zat besi adalah… a. supaya tubuh kuat
c. pembentukan darah
b. pembentukan tulang dan gigi
d. untuk pertumbuhan
16. Gaya hidup yang dapat mengurangi performa para atlet adalah…. a. minum air mineral
c. rajin berlatih
b. merokok
d. pengaturan makanan
17. Tujuan pengaturan gizi pada masa latihan adalah, kecuali….. a. memperbaiki status gizi b. memelihara kondisi fisik atlet c. membiasakan atlet terhadap makanan yang seimbang dan sehat d. menaikkan berat badan atlet 18. Dasar
pemikiran pemberian makanan dan minuman pada saat
pertandingan adalah…. a. waktu pertandingan berlangsung, lama pertandingan, intensitas latihan b. kehilangan glikogen saat aktivitas yang lama c. jumlah cairan yang dapat didistribusikan dalam tubuh d. kepuasan atlet 19. Makanan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi atlet sebelum latihan dilakukan adalah, kecuali…. a. nasi+lauk pauk
c. jus buah
b. makanan kecil
d. gorengan
20. Cara pemberian makanan dan minuman setelah latihan, kecuali….. a. setelah latihan minum air dengan suhu 50 C 1-2 gelas b. ½ jam setelah latihan jus buah 1 gelas c. 1 jam setelah latihan atlet diberikan makanan lengkap d. 2 jam setelah latihan makanan lengkap dengan porsi kecil
76
Sheet : 7. Recall Konsumsi Pangan (2 x 24 jam) 1. Hari sekolah Waktu Makan Sarapan (06.00-09.00)
Selingan (09.00-12.00)
Siang (12.00-14.00)
Selingan (14.00-18.00)
Malam (18.00-21.00)
Selingan (21.00)
Jenis Makanan
Bahan Pangan URT
Ukuran Gram
Keterangan
77
2. Hari Libur Waktu Makan Sarapan (06.00-09.00)
Selingan (09.00-12.00)
Siang (12.00-14.00)
Selingan (14.00-18.00)
Malam (18.00-21.00)
Selingan (21.00)
Jenis Makanan
Bahan Pangan URT
Ukuran Gram
Keterangan
78
Lampiran 2 Hasil Uji Statistik Hubungan antara usia dan persepsi body image, usia dan status gizi, persepsi body image status gizi stgz Spearman's rho
Stgz
Correlation Coefficient
-.266
.227
.
.141
.211
32
32
32
-.266
1.000
.028
.141
.
.877
32
32
32
Correlation Coefficient
.227
.028
1.000
Sig. (2-tailed)
.211
.877
.
32
32
32
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Usia
usia
1.000
Sig. (2-tailed)
persepsiBI
persepsiBI
N
Hubungan antara usia dan pengetahuan gizi usia Spearman's rho
usia
Correlation Coefficient
1.000
.134
.
.465
32
32
Correlation Coefficient
.134
1.000
Sig. (2-tailed)
.465
.
32
32
Sig. (2-tailed) N pengiz
pengiz
N
Hubungan antara persepsi tubuh aktual dan persepsi body image persepsiBI Spearman's rho
persepsiBI
Correlation Coefficient
1.000
Sig. (2-tailed) N Tbhaktual
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
tbhaktual .718
**
.
.001
32
32
**
1.000
.000
.
32
32
.718
79
Hubungan antara jumlh keluarga, pendidikan ayah dan ibu dengan status gizi stgz Spearman's rho
stgz
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
-.224
-.147
.
.332
.217
.422
32
32
32
32
-.177
1.000
.204
-.018
.332
.
.263
.921
32
32
32
32
-.224
.204
1.000
.217
.263
.
.000
32
32
32
32
-.147
-.018
**
1.000
.422
.921
.000
.
32
32
32
32
N pendbu
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
penday
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Penday
-.177
N Correlation Coefficient
pendbu
1.000
Sig. (2-tailed) jmlklrg
jmlklrg
N
.682
.682
Hubungan antara pendidikan gizi dengan status gizi pengiz Spearman's rho
pengiz
Correlation Coefficient
1.000
.064
.
.728
32
32
Correlation Coefficient
.064
1.000
Sig. (2-tailed)
.728
.
32
32
Sig. (2-tailed) N sttgznew
sttgznew
N
**