BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Metode pemulihan merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi penampilan seorang atlet renang. Atlet renang melakukan latihan secara rutin, dan setelah melakukan latihan rutin perlu dilakukan pemulihan secara optimal untuk mencegah terjadinya overtraining. Banyak atlet renang berlatih terlalu keras dan terlalu lama untuk mengejar prestasi. Over training terjadi ketika otot tidak diberi waktu recovery/pemulihan yang diperlukan. Metode pemulihan yang saat ini digunakan dalam cabang olahraga renang adalah pemulihan secara aktif dengan berenang lambat.
Metode pemulihan secara aktif efektif untuk memulihkan
energi, pemulihan denyut nadi dan kadar asam laktat setelah latihan maksimal. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ternyata atlet-atlet renang di Indonesia masih sangat sulit bersaing dengan atlet dunia yang senantiasa melakukan lonjakan prestasi. Perenang Indonesia memang mampu meningkatkan prestasi, namun sulit mengejar laju peningkatan prestasi negara lain. Pernyataan tersebut dapat dilihat dari gambaran prestasi atlet renang Indonesia yaitu peringkat atlet renang Indonesia sejak Sea Games 1997-2005. Tahun 1991 sampai 1997 dan tahun 1999 sampai 2003 prestasi Indonesia di cabang olahraga renang tidak pernah mengalami lonjakan prestasi. Tahun 1997 sampai 1999 dan tahun 2003 sampai 2005 prestasi Indonesia untuk cabang olahraga renang mengalami penurunan (Ahmad, 2006).
1
2
Fenomena ini terjadi karena proses pelatihan renang yang belum memaksimalkan pemanfaatan kemajuan ilmu keolahragaan dan teknologi secara optimal yaitu metode pemulihan secara aktif dengan berenang lambat. Program pelatihan olahraga renang saat ini adalah pelatihan yang tidak sesuai dengan jarak dan waktu tempuh, intensitas latihan, dosis latihan yang tidak seimbang dengan pemulihan (Janssen, 1997). Atlet renang berenang sejauh rata-rata 3,5-4 mil per hari, atau 20-40 mil per minggu. Jarak tersebut adalah jarak yang panjang sehingga seorang atlet renang benar-benar membutuhkan pemulihan untuk kembali ke kondisi semula untuk mencegah terjadinya cedera. Cedera yang paling sering terjadi pada atlet renang adalah “swimmer’s shoulder” atau nyeri pada sendi bahu (Cole et al., 2003). Faktor-faktor yang berpengaruh pada terjadinya “swimmer’s shoulder” adalah multifaktorial antara lain adalah faktor jenis kelamin, jarak renang, intensitas renang, gaya renang, metode pemanasan dan pemulihan yang digunakan. Cedera pada atlet renang tidak lepas dari intensitas latihan, gaya renang yang digunakan, pemilihan metode pemanasan dan pendinginan yang diterapkan pada atlet tersebut (Cole et al., 2003). Nyeri sendi bahu (swimmer’s shoulder) pada atlet renang sangat mempengaruhi efektifitas latihan. Nyeri sendi bahu (swimmer’s shoulder) menyebabkan penurunan prestasi atlet renang terutama dalam meraih medali baik di tingkat nasional maupun internasional (Stoddard et al., 1998). Gejala klinis dari swimmer’s shoulder adalah nyeri pada sendi bahu. Gejala klinis swimmer’s shoulder terdiri dari 3 stadium yaitu : (1) Nyeri setelah bertanding atau latihan; (2)
3
Nyeri bahu sewaktu atau setelah berenang; (3) Sakit di bahu terus-menerus (Prabowo, 1999). Nyeri pada sendi bahu akan dapat mengurangi frekuensi kayuhan lengan yang dapat dilakukan oleh atlet, fleksibilitas bahu dan kekuatan kayuhan lengan. Frekuensi kayuhan lengan, fleksibilitas bahu dan kekuatan kayuhan lengan berhubungan dengan pencapaian prestasi atlet. Penurunan frekuensi kayuhan akibat swimmer’s shoulder akan menurunkan prestasi atlet sebesar 10%, penurunan fleksibilitas sendi bahu akibat swimmer’s shoulder akan menurunkan prestasi atlet renang sebesar 3% dan penurunan kekuatan kayuhan lengan akibat swimmer’s shoulder akan menurunkan prestasi atlet renang sebesar 9% (Rohmat, 2006). Nyeri sendi bahu dialami oleh 35% atlet renang senior. Nyeri sendi bahu (swimmer’s shoulder) dapat dicegah dengan melakukan pelatihan dengan intensitas yang tepat, melakukan metode pemanasan yang tepat sebelum berenang dan metode pemulihan yang tepat setelah melakukan latihan (Mc Master, 2005). Masa pemulihan adalah suatu proses yang kompleks yang bertujuan untuk mengembalikan energi tubuh, memperbaiki jaringan otot yang rusak setelah berolahraga, dan memulai suatu proses adaptasi tubuh terhadap olahraga. Efektifitas suatu program pelatihan terhadap fungsi kardiovaskular dapat dinilai dari perubahan denyut nadi yang diakibatkannya, demikian juga halnya dengan parameter denyut nadi pemulihan (Lauer et al., 2009). Pemulihan denyut nadi (heart rate recovery) yang lebih dari 12 denyut dalam 30 detik pertama setelah selesai latihan menggambarkan fungsi kardiovaskular dalam keadaan baik. Pemulihan denyut nadi (recovery heart rate)
4
yang kurang dari 12 kali dalam 30 detik pertama setelah selesai latihan, menggambarkan bahwa fungsi kardiovaskular yang kurang baik dan berhubungan dengan tingkat mortalitas karena berkaitan dengan disfungsi otonom jantung (Lauer et al., 2009). Atlet renang terlibat dalam suatu ajang pertandingan dan latihan dengan pengulangan yang membutuhkan kondisi fisik yang maksimal. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan secara dramatis pada semua sistem dalam tubuh. Pencapaian prestasi dalam pertandingan atau pelatihan berikutnya tidak akan tercapai dengan maksimal apabila pemulihan tidak terjadi dengan baik. Metode pemulihan yang tepat dapat mengembalikan kondisi atlet dan pencapaian prestasi akan tercapai maksimal (Bogdanis et al., 2002). Metode pemulihan aktif dengan berenang lambat dapat mengembalikan kondisi fisik atlet setelah suatu pertandingan atau latihan maksimal. Metode pemulihan ini direkomendasikan oleh pelatih-pelatih renang saat ini. Total waktu pemulihan, lamanya dilakukan pemulihan aktif, durasi dan intensitas renang merupakan parameter penting dalam menentukan efektifitas suatu pemulihan aktif (Toubekis et al., 2008). Metode pemulihan dengan berenang lambat gaya bebas selama 5 menit dikombinasi dengan metode pemulihan pasif selama 10 menit lebih efektif dalam mempercepat pemulihan atlet renang dibandingkan dengan metode pemulihan secara pasif selama 15 menit. Atlet renang dapat bertanding lebih dari satu kali dengan interval kurang dari 30 menit, sehingga diperlukan metode pemulihan yang benar-benar efektif untuk mengembalikan kondisi atlet ke kondisi semula (Toubekis et al., 2008).
5
Berenang lambat selama 14 menit dapat mempercepat pemulihan kadar asam laktat dan denyut nadi serta dapat memperbaiki pencapaian prestasi atlet renang (Felix et al., 2008). Metode pemulihan dengan berenang lambat gaya bebas lebih efektif dalam mempercepat pemulihan kondisi atlet dibandingkan dengan metode pemulihan secara pasif (Francis et al., 2009). Metode pemulihan atlet renang yang dilakukan di dalam air lebih efektif daripada metode pemulihan secara aktif di daratan karena air dapat menyebabkan perubahan fisiologis dalam tubuh yang dapat mempengaruhi proses pemulihan atlet renang (Taheri et al., 2012). Pemulihan di dalam air merupakan faktor yang efektif dalam mempengaruhi aktivitas sistem saraf parasimpatis dalam periode pemulihan. Metode pemulihan secara aktif dengan berjalan lambat di dalam kolam dengan air bersuhu rendah (20o Celcius) dan air bersuhu sedang (28o Celcius) lebih efektif dalam memulihkan denyut nadi dibandingkan dengan metode pemulihan berjalan lambat di dalam kolam dengan air bersuhu tinggi (39o Celcius) (Taheri et al., 2012). Denyut nadi saat berenang di dalam air lebih rendah daripada saat melakukan aktivitas di daratan karena : (1) Pada saat berenang tubuh berada dalam posisi horizontal sehingga jantung bekerja lebih ringan untuk memompa darah ke seluruh tubuh melawan efek gravitasi bumi; (2) Refleks menyelam yang merupakan suatu respon neurologis terhadap penyelaman di dalam air (Irlam, 2013). Hasil penelitian Douda et al. (2010) menunjukkan bahwa metode pemulihan secara aktif dengan intensitas yang rendah (28% dari VO2 maksimal)
6
lebih efektif dibandingkan dengan metode pemulihan secara aktif dengan intensitas yang tinggi (40% dari VO2 maksimal). Peningkatan pencapaian prestasi atlet renang dengan metode pemulihan secara aktif dengan intensitas rendah adalah 6-28% sedangkan peningkatan pencapaian prestasi atlet renang dengan metode pemulihan secara aktif dengan intensitas tinggi hanya 3% (Douda et al., 2010). Metode pemulihan secara aktif dengan intensitas yang rendah dapat menyebabkan aliran darah di otot lancar. Aliran darah yang lancar penting untuk pembuangan asam laktat yang terbentuk setelah latihan sprint. Pendinginan secara aktif dengan intensitas rendah memerlukan energi yang lebih rendah sehingga memudahkan sintesis kembali fosfokreatin otot. Fosfokreatin akan dipecah menjadi fosfat dan kreatin, dan fosfat bergabung dengan ADP membentuk ATP (Douda et al., 2010). Berenang lambat dengan gaya bebas adalah salah satu bentuk metode pemulihan secara aktif pada olahraga renang. Posisi badan pada renang gaya bebas adalah posisi yang dapat memberikan gaya dorong maksimal dan mengurangi gaya hambat sampai minimal yaitu dengan posisi badan telungkup, kepala sedikit di bawah permukaan air, tubuh sedikit lebih rendah dari bahu, dan tungkai lemas dan lurus ke belakang. Fungsi gerakan kaki pada renang gaya bebas yang utama adalah sebagai stabilitator dan sebagai alat untuk menjadikan kaki tetap tinggi dalam keadaan streamline, sehingga tahanan menjadi kecil. Tendangan kaki pada kecepatan yang rendah pada gaya bebas membantu menghasilkan dorongan tetapi pada kecepatan tinggi tendangan kaki tidak memberikan tambahan dorongan kaki. Gerakan lengan pada renang gaya bebas
7
berperan terutama sebagai tenaga pendorong atau penggerak di samping sebagai pengatur keseimbangan tubuh (Jarvis et al., 1997). Energi total merupakan kombinasi antara energi aerobik dan anaerobik. Energi total semakin meningkat dengan semakin meningkatnya kecepatan berenang. Energi total dapat diturunkan dengan cara latihan. Energi total yang diperlukan selama berenang gaya bebas paling kecil jika dibandingkan dengan ketiga gaya renang lainnya. Energi yang dihabiskan saat berenang yang paling kecil adalah renang dengan gaya bebas, dan yang terbesar adalah gaya punggung, kemudian gaya kupu-kupu dan gaya dada. Energi yang dihabiskan selama berenang dengan gaya bebas lebih kecil dibandingkan dengan berenang dengan gaya dada sehingga renang gaya bebas lebih efektif dalam memulihkan denyut nadi dibandingkan dengan renang gaya dada (Pendergast, 2011). Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di Bali maupun di Indonesia. Peneliti ingin meneliti mengenai apakah pemulihan dengan berenang lambat gaya bebas lebih efektif dibandingkan dengan pemulihan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat pemulihan denyut nadi setelah latihan maksimal pada atlet renang pria grup renang Bayusuta di Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah Berbagai uraian diatas merupakan latar belakang penulis untuk melakukan penelitian ini, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pemulihan berenang lambat gaya bebas lebih efektif dibandingkan dengan pemulihan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat pemulihan denyut nadi setelah latihan maksimal pada atlet renang pria grup renang Bayusuta di Denpasar?
8
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektifitas pemulihan berenang lambat gaya bebas dan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat pemulihan denyut nadi atlet renang pria grup renang Bayusuta di Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah : 1.
Manfaat Bagi Peneliti Meningkatkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang metode pemulihan yang lebih efektif dalam menurunkan denyut nadi setelah latihan.
2.
Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Fisiologi Olahraga Penelitian ini dapat memperkaya keilmuan dalam bidang fisiologi olahraga terutama mengenai metode pemulihan yang tepat untuk mempercepat pemulihan atlet renang.
3.
Manfaat Bagi Pelatih dan Atlet a. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada para pelatih renang untuk dapat memberikan pelatihan secara benar sehingga diharapkan dapat meningkatkan pencapaian prestasi atlet. b. Mempercepat pemulihan atlet renang setelah latihan maksimal. c. Mencegah terjadinya cedera pada atlet renang.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Denyut Nadi Kerja jantung pada setiap manusia berbeda-beda dan frekuensi denyut nadi seseorang tergantung pada kondisi (sakit atau sehat), aktivitas (istirahat atau bekerja), usia (tua atau muda), berat badan, jenis kelamin. Denyut nadi istirahat (basal) adalah suatu ukuran frekuensi detak jantung per unit waktu yang diukur pada kondisi istirahat penuh, dalam hal ini adalah pada saat setelah bangun tidur sebelum beranjak dari tempat tidur. Denyut nadi istirahat dapat memberikan gambaran mengenai status kebugaran seseorang (Halson, 2004). Denyut nadi dapat diukur dengan menggunakan pulsasi yang ada pada tubuh. Pulsasi tersebut dapat ditemukan pada berbagai tempat pada tubuh. Pulsasi ini merupakan pulsasi arteri yang ditransmisikan ke permukaan tubuh sehingga mudah untuk diraba. Lokasi pada tubuh yang bisa digunakan untuk menghitung denyut nadi antara lain : (Severson, 2012). 1. A. temporalis superfisial 2. A. facialis 3. A. carotis (pada leher di bagian bawah rahang bawah) 4. A. radialis (pada bagian ventral pergelangan tangan) 5. A. ulnaris 6. A. brachialis (bagian ventral siku atau dibawah m. biceps) 7. A. femoralis 8. A. popliteal 9. A. posterior tibial (disamping maleolus medialis) 10. A. dorsalis pedis (bagian tengan dorsum pedis)
9
10
Denyut nadi istirahat normal pada orang dewasa adalah 60-90 kali/menit. Denyut nadi istirahat yang kurang dari 60 kali/menit disebut bradikardi. Olahraga secara rutin dapat menyebabkan perubahan pada sistem kardiovaskular yaitu terjadinya hipertropi ventrikel kiri dan angiogenesis dalam jaringan otot jantung. Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya athletic heart syndrome dimana denyut nadi istirahat seorang atlet bisa dibawah 40-60 kali/menit. Denyut nadi istirahat yang lebih dari 100 kali/menit disebut takikardi. Kondisi fisiologis yang dapat menyebabkan terjadinya takikardi yaitu olah raga, kehamilan, dan faktor emosi seperti stres dan gangguan cemas (Larson, 2007). Kondisi patologis yang dapat menyebabkan terjadinya takikardi adalah demam, anemia, hipoksia, hipertiriod dan kardiomiopati. Denyut nadi istirahat dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Maximum heart rate (HR max) adalah denyut jantung yang dapat dicapai oleh seseorang pada saat berolahraga dan tergantung umur. Pengukuran maximum heart rate yang paling akurat adalah dengan cardiac stress test. Subjek melakukan olahraga sambil dimonitor dengan ECG. Intensitas exercise terus ditingkatkan secara periodik dan terus ditingkatkan sampai terjadi perubahan pada fungsi jantung yang terdeteksi pada ECG dan kemudian exercise harus dihentikan. Durasi latihan berkisar antara 10 sampai 20 menit. Maximum heart rate dapat diperkirakan dengan menggunakan beberapa formula (Monahan et al., 2001).
11
Formula yang paling sering digunakan adalah formula Fox and Haskell. Formula yang digunakan untuk memperkirakan maximum heart rate seseorang adalah berdasarkan pada umur. Formula yang paling sering digunakan adalah
HRmax = 220 – umur (laki-laki) HR max = 226 – umur (wanita) HRmax = 220 – setengah umur (pada obesitas)
Formula lain yang dapat digunakan antara lain : ·
HRmax = 206,3 − (0,711 × umur) (oleh : "Londeree and Moeschberger dari University of Missouri)
·
HRmax = 217 − (0,85 × umur) (Oleh : "Miller et al. dari Indiana University)
·
HRmax = 208 − (0,7 × umur) ( Disebut “Metode Tanaka”)
Target heart rate (THR) adalah rentang denyut jantung yang dicapai selama melakukan latihan aerobik dimana jantung dan paru mendapat manfaat maksimal dari latihan tersebut. Target heart rate tergantung pada umur, jenis kelamin, kondisi seseorang dan latihan yang pernah dilakukan sebelumnya (Swain et al., 1994). Perhitungan THR menggunakan beberapa metode yaitu : ·
Metode Karvonen THR = ((HRmax – HRistirahat) × % intensitas) + HRistirahat (intensitas dalam hal ini adalah 50% dan 85%)
12
·
Metode Zoladz THR = HRmax − Adjuster ± 5 denyut/ menit Zone 1 Adjuster = 50 denyut/ menit Zone 2 Adjuster = 40 denyut/ menit Zone 3 Adjuster = 30 denyut/ menit Zone 4 Adjuster = 20 denyut/ menit Zone 5 Adjuster = 10 denyut/ menit
Heart rate reserve (HRR) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara maximum heart rate dan denyut nadi istirahat. Seseorang dengan tingkat kebugaran kardiovaskular yang baik, denyut jantung istirahat akan semakin rendah dan HRR akan semakin tinggi. Persentase HRR setara dengan persentase VO2 reserve (Colwin, 2009). HRR = HRmax − HRrest
Recovery heart rate adalah denyut jantung yang diukur setelah seseorang melakukan aktivitas tertentu. Pengurangan denyut jantung yang cukup setelah melakukan aktivitas tertentu menggambarkan fungsi jantung yang lebih baik. Pengurangan denyut jantung setelah latihan yang kurang dari 12 kali/menit berhubungan dengan resiko kematian. Latihan berat memerlukan waktu yang lebih lama (kira-kira 30 menit) untuk kembali ke denyut jantung pada saat istirahat (Colwin, 2009).
13
Pemulihan denyut nadi adalah kecepatan penurunan denyut nadi atau waktu yang dibutuhkan untuk mencapai denyut nadi normal kembali seperti sebelum melakukan aktivitas fisik. Pemulihan denyut nadi setelah latihan merupakan suatu penanda tingkat kebugaran fisik atlet. Proses pemulihan merupakan gambaran dari fungsi sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom terdiri dari sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis (Arai et al., 2001). Sistem saraf simpatis diaktivasi pada saat melakukan aktivitas fisik yaitu peningkatan denyut jantung dan stroke volume jantung, sedangkan sistem saraf parasimpatis memiliki fungsi yang berlawanan dengan sistem saraf simpatis yaitu aktivasi saraf parasimpatis dapat menyebabkan proses pemulihan setelah aktivitas fisik (Arai et al., 2001). Pengukuran denyut jantung selama aktivitas merupakan suatu metode untuk menilai cardiac strain. Alat yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah telemetri dengan rangsangan Electro Cardio Graph (ECG). Pengukuran denyut jantung dapat dilakukan secara manual dengan memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Colwin, 2009). Metode tersebut dihitung dengan persamaan:
Denyut Nadi (denyut/menit) =
10 denyut
X 60
Waktu Penghitungan
Denyut nadi normal dalam keadaan istirahat sama dengan denyut jantung sekitar 70 sampai 80 denyut per menit (Tortora et al., 2009). Berat ringannya beban kerja dapat dinilai dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen,
14
kapasitas ventilasi paru dan suhu tubuh. Metabolisme tubuh semakin meningkat jika aktivitas tubuh semakin tinggi sehingga kebutuhan oksigen semakin besar dan frekuensi denyut nadi meningkat. Aktivitas tubuh yang semakin tinggi menyebabkan peningkatan aliran darah untuk mensuplai zat makanan dan oksigen ke jaringan otot sehingga jantung berkontraksi lebih cepat dan kuat yang akhirnya akan meningkatkan denyut nadi (Grandjean et al., 1993). Overtraining terjadi apabila tubuh melakukan aktivitas fisik yang berat dalam jangka waktu lama tanpa disertai dengan pemulihan yang cukup. Overtraining
terjadi karena peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis dan
penurunan aktivitas sistem saraf parasimpatis. Denyut nadi seseorang yang sudah terlatih lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak terlatih (Sedlock et al., 2010). Pemulihan denyut nadi terjadi lebih cepat pada atlet dengan kapasitas aerobik yang lebih tinggi. Pemulihan yang lebih cepat pada atlet dengan kapasitas aerobik yang lebih tinggi terjadi karena pada atlet dengan kapasitas aerobik yang lebih tinggi terjadi perubahan pada ventrikel kiri sehingga menyebabkan peningkatan ejection fraction, pengisian ventrikel dan kontraktilitas miokardium (Ostojic et al., 2011). Pemulihan denyut nadi yang cepat sangat penting untuk mencegah kerja jantung yang terlalu berat sehingga sangat penting untuk diterapkan dalam program pelatihan atlet. Aktivasi sistem saraf parasimpatis merupakan hal yang mendasari terjadinya pemulihan denyut nadi setelah latihan. Pemulihan denyut nadi juga dipengaruhi oleh faktor intrinsik, neural dan faktor humoral. Faktor lain yang juga berperan dalam terjadinya pemulihan denyut nadi adalah stimulasi pada kemoreseptor dan baroreseptor yang disertai dengan pembersihan metabolit dan
15
eliminasi panas tubuh dan katekolamin. Pemeriksaan denyut nadi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu status emosional, kebisingan, infeksi, obat-obatan yang dapat mempengaruhi aktivitas sistem saraf simpatis dan parasimpatis (Bosquet et al., 2010).
2.2 Pemulihan Dalam Pelatihan Pengertian tentang pemulihan belum dikenal dan popular seperti pemanasan, peregangan, dan pelatihan inti di kalangan pelatih dan atlet, sehingga baik dalam tingkat pemahaman maupun pelaksanaannya masih sangat terbatas. Atlet-atlet elit dalam program pelatihan selalu dipaksa untuk melewati batas kemampuan fisiologis dan psikologisnya dan hal ini menutut suatu usaha yang sepadan untuk diberikan proses pemulihan dan regenerasi setelah pelatihan maupun pertandingan. Pemulihan dan regenerasi bukan hanya sebagai target antara ketika atlet melewati suatu rangsangan pelatihan yang berat sehingga tidak kehilangan koordinasi, kecepatan dan power kontraksi otot, tetapi juga bermanfaat untuk terapi, menghambat kemungkinan kelelahan yang akut dan sindrom pelatihan yang berlebihan (over training) (Bompa, 1994). Masa pemulihan adalah suatu tahap yang diperlukan tubuh untuk kembali seperti keadaan semula, kecepatan pemulihan atlet dapat menentukan prestasi yang akan dicapai. Masa pemulihan dan kegiatan fisik yang akan digunakan sangat berhubungan dengan sistem energi utama yang digunakan. Beban aktivitas fisik yang diberikan saat pemulihan harus mempertimbangkan faktor usia, kemampuan dan keadaan lingkungan. Proses pemulihan cadangan energi, cadangan oksigen dan penurunan asam laktat terjadi pada masa pemulihan,
16
dimana masing-masing sistem memiliki ciri dan waktu pemulihan yang berbeda (Bompa, 1994). Atlet renang harus melakukan latihan fisik yang berat untuk mencapai prestasi yang terbaik. Proses pemulihan memegang peranan yang sangat penting dalam suatu pelatihan fisik agar pencapaian prestasi atlet tetap terjaga dengan baik. Keseimbangan antara latihan fisik yang berat, ringan dan istirahat diperlukan dalam suatu program pelatihan (Michael et al., 2003). Latihan fisik yang berat dapat menyebabkan perubahan yang signifikan pada homeostasis tubuh dan jika disertai dengan proses pemulihan yang cukup dapat menyebabkan perbaikan pencapaian prestasi atlet. Proses pemulihan yang cukup sangat penting karena perbaikan pencapaian prestasi atlet terjadi selama proses pemulihan bukan selama latihan fisik dilakukan. Keseimbangan antara latihan fisik dan pemulihan merupakan kunci untuk memperbaiki pencapaian prestasi atlet (Michael et al., 2003). Pemberian jeda antara latihan fisik (periodization) sangat penting dalam pelatihan. Seorang atlet harus menjalani latihan fisik dengan intensitas dan volume latihan yang sangat berat untuk mencapai prestasi terbaik. Latihan fisik dengan intensitas dan volume tinggi merupakan latihan yang sangat membebani fisik atlet tetapi latihan tersebut sangat penting untuk memperbaiki pencapaian prestasi atlet. Latihan fisik yang berat akan dapat memperbaiki pencapaian prestasi atlet jika diikuti dengan pemulihan yang cukup (Darryl et al., 2004). Latihan fisik yang terlalu berat yang tidak disertai dengan pemulihan yang cukup dapat menyebabkan terjadinya overtraining yang ditandai dengan penurunan pencapaian prestasi atlet dan juga gangguan kesehatan atlet tersebut.
17
Pemulihan dari overtraining dapat berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan dan setelah itu atlet tidak akan bisa kembali mencapai kondisi fisik seperti sebelum terjadi overtraining sehingga pemulihan sangatlah penting untuk mencegah terjadinya overtraining (Darryl et al., 2004). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat terjadinya pemulihan atlet yaitu dengan melakukan proses pemulihan yang tepat setelah atlet melakukan aktivitas fisik. Tujuan dari suatu metode pemulihan adalah untuk mempercepat pemulihan dan untuk memperbaiki pencapaian prestasi atlet. Proses pemulihan adalah suatu proses yang sangat kompleks dan salah satu indikator proses pemulihan adalah penurunan denyut nadi (Hocutt et al., 1997). 2.2.1 Pemulihan Cadangan Fosfagen Jumlah total energi dalam sistem fosfagen pada semua susunan otot dari seorang atlet pria adalah setara dengan sekitar 0,6 mol ATP/ gram otot, sedangkan pada wanita 0,3 mol ATP/ gram otot, dan cadangan energi ini hampir seluruhnya dihabiskan pada pelatihan fisik maksimum selama 10 – 15 detik, namun sistem glikogen asam laktat dapat mengisi kembali sistem fosfagen dengan kecepatan 2,5 mol ATP/ menit dan sistem aerob dapat mengisi kembali dengan kecepatan 1 mol ATP/ menit (Scott, 2005). Fosfagen secara normal akan terisi kembali dengan waktu paruh 20-30 detik. Pembentukkan cadangan fosfagen akan pulih sebesar 75 % selama 6 menit dan akan kembali pulih secara penuh antara 10-30 menit, dan cadangan ATP akan pulih kembali sebesar 57% selama 15 detik pemulihan dan ATP akan pulih sebesar 70% selama 30 detik, sedangkan untuk mencapai 100% memerlukan waktu 3-5 menit (Scott, 2005).
18
Simpanan ATP-CP yang sebagian terpakai selama pelatihan dapat diisi kembali selama masa pemulihan melalui sistem aerobik, oleh sebab itu pada pelatihan yang menggunakan pemulihan berselang (interval recovery) sebagian dari ATP-CP dan oksigen pada mioglobin akan terbentuk kembali sehingga sumber energi yang akan menggunakan sistem asam laktat akan lebih dihemat. Pelatihan dengan intensitas yang tinggi simpanan ATP-CP akan habis dalam beberapa menit dan pembentukan ATP selanjutnya akan berlangsung melalui sistem asam laktat yang mengakibatkan terjadinya peningkatan asam laktat (Scott, 2005). 2.2.2
Pemulihan Glikogen Otot Pemulihan glikogen otot pada pelatihan yang melelahkan bukanlah hal
yang sederhana, membutuhkan waktu berjam-jam bahkan sampai berhari-hari jika dibandingkan dengan waktu pemulihan yang diperlukan oleh sistem metabolisme fosfagen. Proses pemulihan melalui 3 kondisi yang berlainan, pertama pada orang dengan diet tinggi karbohidrat, kedua pada orang dengan diet tinggi lemak/ tinggi protein dan ketiga pada orang tanpa makanan. Seorang atlet dengan diet tinggi karbohidrat, pemulihan penuh akan terjadi selama 2 hari, pada diet tinggi lemak/ tinggi protein dan tanpa makanan memerlukan waktu 5 hari untuk terjadi pemulihan secara penuh (Guyton dan Hall, 2011). Pemulihan glikogen otot sangat tergantung pada tipe pelatihan yang menyebabkan pengosongan glikogen otot. Terdapat 2 kelompok besar tipe pelatihan yang menyebabkan pengosongan glikogen dan kecepatan pemulihannya yaitu :
19
a. Aktivitas fisik dengan intensitas ringan dan durasi lama seperti lari marathon. Pembentukan kembali glikogen dibutuhkan waktu antara 1-2 jam dan bahkan sampai berlangsung 5 hari bila tanpa diet karbohidrat. Jika dilakukan diet karbohidrat tinggi dalam waktu 10 jam akan terjadi pengisian kembali glikogen mencapai 60 % dan akan terisi secara penuh selama 46 jam. b. Aktivitas fisik dengan intensitas tinggi dengan durasi pendek dan berulang-ulang seperti tinju, gulat, sepakbola. Pembentukan kembali glikogen akan terjadi antara 30 menit sampai 2 jam dan pembentukan kembali secara sempurna memerlukan waktu 24 jam. Pembentukan kembali glikogen untuk kegiatan fisik berintensitas tinggi dengan waktu singkat dan berulang-ulang akan terjadi pada 2-24 jam setelah aktivitas fisik dengan rincian pengisian seperti berikut. Selama 2 jam akan terjadi pembentukan kembali glikogen sebesar 39%, selama 5 jam akan terbentuk glikogen sebesar 53% dan akan terbentuk kembali glikogen sebesar 100% selama 24 jam. Dianjurkan untuk tidak melakukan pelatihan yang melelahkan dalam 2448 jam terakhir sebelum suatu lomba yang melelahkan walaupun pembentukan glikogen dapat dilakukan dengan diet karbohidrat tinggi (Guyton dan Hall, 2011). 2.2.3
Pemulihan Cadangan Oksigen Laju pemakaian oksigen masih tetap tinggi tingkatannya untuk beberapa
menit setelah melakukan pelatihan yang berat dan secara perlahan-lahan kembali ke keadaan normal. Kelebihan penggunaan oksigen (O2) setelah pelatihan disebut oxygen debt. Kekurangan oksigen didefinisikan sebagai perbedaan antara jumlah
20
penggunaan oksigen setelah pelatihan/olahraga dan oksigen yang disediakan (Bonifazi et al., 1993). Kekurangan oksigen menggambarkan banyaknya energi yang seharusnya dikeluarkan untuk memulihkan keadaan dari kelelahan selama melakukan pelatihan yang berat. Hutang oksigen disebabkan oleh pemakaian oksigen yang telah tersimpan dari berbagai bagian tubuh yaitu pada keadaan normal sekitar 0,3 liter oksigen disimpan di dalam otot dan diikat oleh mioglobin, 1 liter oksigen secara normal diikat oleh hemoglobin dalam darah dan 0,5 liter terdapat dalam udara paru-paru dan sekitar 0,25 liter larut dalam seluruh cairan tubuh (Bonifazi et al., 1993). Oksigen digunakan oleh otot selama pelatihan dan oleh karena itu harus segera diganti setelah pelatihan selesai. Hutang oksigen juga dapat berakumulasi karena berkurangnya sistem fosfagen dan glikogen-asam laktat. Diperlukan sebanyak 2 liter oksigen untuk mengisi kembali sistem glikogen non laktat (fosfagen) dan sebanyak 8 liter oksigen diperlukan untuk mengisi sistem glikogen-asam laktat yang habis (Bonifazi et al., 1993). Proses penyediaan energi untuk melakukan aktivitas fisik memerlukan kerjasama antara metabolisme aerobik dan anaerobik, namun pada aktivitas fisik yang mendekati tenaga aerobik maksimum maka metabolisme anaerobik lebih berperan. Aktivitas fisik maksimal selama 10 detik memperoleh energi dari sistem energi anaerobik sebesar 15% dan 85% dari sistem fosfagen. Pelatihan yang melelahkan selama 2 menit melibatkan metabolisme anaerobik yang lebih dominan dibandingkan dengan metabolisme aerobik (Guyton dan Hall, 2011).
21
Hutang oksigen juga didefinisikan sebagai jumlah tambahan oksigen yang harus dibawa ke dalam tubuh setelah suatu lomba atletik untuk mengembalikan semua sistem metabolisme pada keadaan normal secara penuh. Hutang oksigen (oxygen deficit) menunjukkan tingginya kebutuhan oksigen selama pelatihan yang berat mengakibatkan hutang oksigen yang harus dibayar kembali untuk membentuk ATP-CP, dan resintesis glikogen dari laktat secara sempurna (Avaloz et al., 2003). Pemulihan oksigen akan berlangsung melalui dua tahap menurut Fox et al. (1993), disebut dengan komponen pemulihan cepat dan komponen pemulihan lambat. Pembayaran hutang oksigen yang tidak terkait dengan asam laktat (hutang oksigen non asam laktat) diperlukan untuk mengisi cadangan oksigen yang memerlukan waktu hanya 2-3 menit. Pembayaran hutang oksigen yang diperlukan untuk pembersihan asam laktat, terus dibayar secara perlahan selama paling sedikit memerlukan waktu 1 jam, karena itu untuk olahraga yang menggunakan sistem metabolisme glikogen-asam laktat, akan pulih sepenuhnya dalam waktu 12 jam (Guyton dan Hall, 2011).
2.3. Adaptasi Sistem Kardiovaskuler selama Olahraga Jantung merupakan suatu mesin biologi yang sangat menakjubkan yang terdiri dari komposisi sel yang dilengkapi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat padat (lebih dari 2000 pembuluh darah kapiler/mm3). Kandungan mitokondria pada volume sel otot rangka seorang yang tidak terlatih mengandung mitokondria kurang dari 5%. Otot jantung dirancang sedemikian rupa untuk dapat melakukan pengiriman oksigen dan juga dapat memetabolisme asam laktat, lemak, gula darah dengan sangat efektif (Blomqvist, 2005).
22
Pelatihan olahraga menyebabkan perubahan yang nyata pada sistem sirkulasi. Aliran darah otot rangka pada saat istirahat hanya sekitar 2-4 mL/ 100g, sedangkan pada kontraksi lebih dari 10% kontraksi maksimal, sudah mulai terjadi penekanan terhadap pembuluh darah, sedangkan jika tegangan kontraksi otot mencapai 70% kontraksi maksimal, aliran darah dalam otot akan terbatas. Jumlah aliran darah ke dalam otot meningkat mencapai 30 kali lebih banyak pada saat terjadi kontraksi otot (Ganong, 2012). Kenaikan aliran darah juga disebabkan oleh vasodilatasi intramuskular yang disebabkan oleh pengaruh langsung kenaikan metabolisme otot (Guyton dan Hall, 2011). Kecepatan aliran darah sangat berpengaruh pada kecepatan zat-zat yang akan dikirim dan dibuang. Darah merupakan medium yang sangat banyak mengandung oksigen, karbondioksida, glukosa, asam amino, asam lemak dan ion hidrogen serta hormon-hormon (Ketchum, 1999). Kebutuhan ATP meningkat pada saat melakukanaktivitas fisik. Peningkatan aliran darah pada saat otot yang berkontraksi meningkatkan kebutuhan oksigen (Guyton dan Hall, 2011). Kecepatan metabolisme tubuh juga akan meningkat saat melakukan pelatihan dibandingkan ketika istirahat. Diperlukan energi yang lebih banyak pada saat otot melakukan pelatihan dibandingkan ketika istirahat duduk. Saat pelatihan otot-otot memerlukan persediaan oksigen lebih banyak yang dibawa melalui sirkulasi darah sehingga aliran darah ke otot harus lebih ditingkatkan (Blomqvist, 2005). Terdapat hubungan linier antara kenaikan denyut jantung dengan penambahan pengambilan oksigen dan penambahan pembebanan dengan koefisien korelasi yang tinggi yaitu r=0,96 (Effendi, 1983). Pengaruh lain dari
23
pelatihan fisik adalah pada ukuran jantung yaitu pada remaja usia 14-18 tahun, pelatihan daya tahan berakhir dengan bertambahnya ukuran jantung. Hal ini dikenal sebagai “Fisiologi Hipertropi” dan perluasan regulatory dari bilik jantung. (Kindermen et al., 1995). Peningkatan curah jantung berhubungan dengan peningkatan aktivitas saraf simpatik dan penurunan aktivitas saraf parasimpatik. Peningkatan peredaran darah ke otot terjadi karena vasodilatasi yang disebabkan oleh saraf simpatik kolinergik. Peredaran darah ke kulit dan daerah pencernaan dikurangi oleh rangsang simpatik adrenergik yang menimbulkan vasokonstriksi. Keseimbangan dalam redistribusi darah menyebabkan tekanan darah sistol menurun sangat sedikit, meskipun terjadi dilatasi pembuluh darah otot secara luas (Behm dan Barden, 1993). Peningkatan denyut jantung dan isi sekuncup disebabkan karena peningkatan curah jantung (Vander, 1985). Reaksi sistem kardiovaskuler terhadap kerja tergantung pada jenis kontraksi yang dilakukan yaitu kontraksi yang bersifat isometrik atau isotonik. Kontraksi isometrik atau isotonik fase awal terjadi perubahan denyut jantung yang disebabkan oleh rangsangan pada medula oblongata (Behm dan Barden, 1993). Kenaikan denyut jantung juga disebabkan karena berkurangnya tonus saraf vagus yang disebabkan oleh rangsangan pada sistem saraf simpatik. Tekanan darah sistol dan diastol meningkat dengan cepat pada kontraksi isometrik, tetapi stroke volume tidak banyak berubah. Aliran darah ke otot yang sedang berkontraksi berkurang oleh kompresi terhadap pembuluh darah, sedangkan pada kontraksi isotonik justru terjadi penambahan isi sekuncup dan menurunnya
24
tahanan perifer, oleh karena itu kenaikan pada tekanan darah sistol tidak terlalu tinggi dan tekanan darah diastol tidak berubah (Behm dan Barden, 1993). Kenaikan curah jantung dapat mencapai 35 liter/menit dan sebanding dengan jumlah pemakaian oksigen yang meningkat (Effendi, 1983). Denyut jantung yang dapat dicapai selama kerja tergantung pada usia dan kemampuan fisik seseorang, adapun formula yang dapat dipakai adalah 220 – usia. Denyut jantung pada anak-anak dapat mencapai nilai maksimal sekitar 200 kali/menit, namun penelitian pada kelompok 100 pria dengan usia 60 tahun selama tes fisik maksimal diperoleh data denyut nadi dengan rentang diantara 140-180 kali/menit (Seiler, 1996). Produksi energi dasar untuk metabolisme tubuh dan miokardium adalah glukosa dan asam laktat. Pengambilan dan manfaat asam laktat ditentukan oleh fungsi kardiovaskular, sedangkan pengambilan glukosa tidak dipengaruhi oleh sirkulasi darah, namun oleh gerakan insulin. Pengambilan asam laktat terlihat lebih tinggi pada kelompok yang tidak terlatih, namun pada kelompok yang terlatih asam laktat digunakan untuk memperbesar energi metabolisme (Kindermenn et al., 1995). Sistem kardiovaskuler mempunyai tiga fungsi utama selama olah raga yaitu : (1) Meningkatkan aliran darah dan jumlah oksigen ke otot skelet yang sedang berkontraksi dan ke otot jantung; (2) Menjaga tekanan arteri untuk tetap menjaga aliran darah ke otak tetap optimal; (3) Meminimalkan kemungkinan terjadinya hipertermia akibat olah raga dengan mentransportasikan panas ke kulit melalui pembuluh darah dan kemudian akan dievaporasikan melalui keringat. Vasodilatasi secara cepat terjadi di otot skelet yang sedang berkontraksi pada saat
25
olahraga dimulai yang bertujuan untuk melepaskan metabolit vasoaktif yang merupakan hasil metabolit dari kontraksi otot. Substansi ini berupa potassium, ion hidrogen, laktat dan adenosine, dimana metabolit ini akan menyebabkan terjadinya hiperkapnia, hipoksia dan hiperosmolaritas. Tekanan arteri meningkat walaupun terjadi penurunan resistensi perifer di otot skelet, yang disebabkan karena peningkatan cardiac output dan tekanan darah sistolik (Robinson et al., 2000). Cardiac output meningkat dari 5 liter/menit menjadi 20-25 liter/ menit selama olah raga maksimal. Peningkatan cardiac output
disebabkan karena
terjadi peningkatan denyut jantung dan stroke volume yang dimediasi oleh aktivitas vagal, sistem saraf simpatis dan peningkatan adrenalin dalam darah yang dihasilkan oleh medula adrenal. Pengaruh intensitas latihan yang berbeda terhadap tekanan darah, denyut jantung dan konsumsi oksigen saat ini masih kontroversi (Saltin, 1993). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa olahraga dapat menurunkan tekanan darah pada periode pemulihan. Perubahan tekanan darah setelah olahraga tidak konsisten. Tekanan darah tidak mengalami perubahan atau sedikit menurun sebesar 30 mmHg setelah berolahraga pada seseorang dengan tensi normal. Respon kardiovaskular dipengaruhi oleh jenis dan durasi latihan. Respon neurologi dan hemodinamik terjadi selama olahraga dan berhubungan dengan intensitas dan jenis olahraga. Intensitas olahraga yang berbeda akan menyebabkan perubahan kardiovaskular yang berbeda pula (Saltin, 1993). Sirkulasi yang lebih besar pada saat terjadi kontraksi otot juga diperlukan untuk memungkinkan pembuangan zat-zat sisa metabolisme saat kontraksi otot
26
terjadi. Sistem kardiovaskular melakukan kompensasi dengan meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan berbagai nutrisi yang meningkat. Kecepatan maksimal denyut jantung manusia dicapai pada ukuran sarkomer 2,2 mikrometer. Peningkatan atau pengurangan ukuran sarkomer dapat menyebabkan penurunan kekuatan kontraksi otot jantung. Overlapping antara filamen tipis dan filamen tebal pada otot jantung terjadi pada ukuran sarkomer yang melebihi 2,2 mikrometer sehingga kontraksi otot jantung menjadi tidak maksimal. Kontraksi otot jantung juga tidak maksimal pada ukuran sarkomer kurang dari 2,2 mikrometer karena terjadi penurunan sensitivitas myofilamen terhadap kalsium (Leon dan Bloor, 2008). Respon kardiovaskular terhadap exercise
dengan durasi lama dan
intensitas berat yaitu berupa peningkatan cardiac output secara cepat pada menit pertama latihan dan kemudian mengalami fase plateau (menetap) pada menit selanjutnya selama latihan. Peningkatan cardiac output akan menyebabkan terjadinya peningkatan stroke volume dan denyut jantung. Stroke volume akan meningkat pada awal latihan, kemudian menetap (plateau) dan akhirnya menurun pada latihan yang lebih dari 30 menit (Leon dan Bloor, 2008). Stroke volume meningkat dengan cepat selama menit pertama latihan dan menetap (plateau) setelah latihan mencapai kebutuhan oksigen 40-50% dari VO2 max. Peningkatan stroke volume tidak lagi tergantung pada intensitas latihan apabila kebutuhan oksigen latihan sudah melebihi 50% dari VO2 max. Stroke volume cenderung menetap selama 30 menit pertama latihan berat. Peningkatan stroke volume ini disebabkan oleh peningkatan peningkatan pengisian jantung (end diastolic volume) yaitu melalui mekanisme Frank-Starling. Peningkatan
27
kontraksi otot jantung karena stimulasi saraf simpatis. Peningkatan volume enddiastolik ventrikel kiri terjadi karena peningkatan jumlah darah yang kembali ke jantung. Peningkatan jumlah darah yang kembali ke jantung disebabkan karena peningkatan kontraktilitas otot jantung, vasokontriksi dan peningkatan cardiac output (Robinson et al., 2000). Stroke volume perlahan akan menurun walaupun masih diatas stroke volume saat istirahat apabila latihan yang dilakukan lebih dari 30 menit. Penurunan stroke volume setelah latihan lebih dari 30 menit disebabkan karena stres termoregulator, keluarnya plasma darah dan peningkatan aliran darah ke kulit melalui vasodilatasi pembuluh darah di bawah kulit untuk membuang panas. Denyut jantung pada menit pertama latihan akan meningkat dengan cepat kemudian akan menetap (plateau). Denyut jantung akan lebih meningkat apabila latihan dilakukan lebih dari 30 menit karena pada saat latihan sudah dilakukan lebih dari 30 menit, akan terjadi penurunan stroke volume (Wyatt dan Mitcell, 2004). Perubahan pada berbagai variabel kardiovaskular (stroke volume dan denyut jantung) pada latihan berat tanpa disertai dengan perubahan kerja jantung disebut dengan cardiovascular drift. Cardiovascular drift disebabkan karena pada saat latihan dilakukan dengan durasi yang lama (lebih dari 30 menit) akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah di bawah kulit untuk melepas panas sehingga terjadi kompetisi antara otot lurik dan kulit untuk mendapatkan darah (Saltin, 1993).
28
2.4 Prestasi Atlet Renang Indonesia dalam Kejuaraan Dunia Internasional Prestasi atlet renang Indonesia baik di tingkat Nasional maupun di tingkat Internasional masih sangat kurang. Fakta ini dapat dilihat dari peringkat Indonesia di cabang olahraga renang sejak Sea Games tahun 1997 sampai 2005. Tahun 1991 sampai 1997 dan tahun 1999 sampai 2003 prestasi Indonesia di cabang olahraga renang tidak pernah mengalami lonjakan prestasi. Tahun 1997 sampai 1999 dan tahun 2003 sampai 2005 prestasi Indonesia untuk cabang olahraga renang terus mengalami penurunan (Ahmad, 2006).
Gambar 1. Trend Prestasi Olahraga Renang Nasional di Tingkat Asia Tenggara (Ahmad, 2006)
2.5 Renang Gaya Bebas Renang gaya bebas adalah semua gerakan-gerakan yang dibutuhkan dalam melakukan renangan gaya bebas. Pembentukan keterampilan olahraga pada umumnya banyak berhubungan dengan tindakan yang menyangkut gerakangerakan koordinasi otot. Koordinasi gerakan dipengaruhi oleh fungsi saraf dan
29
diperoleh dari hasil belajar, oleh karena itu untuk memperoleh tingkat keterampilan gerak yang tinggi diperlukan belajar dalam jangka waktu yang lama. Proses belajar bertujuan agar fungsi sistem saraf dapat terkoordinasi dengan sempurna yang menuju pada otomatisasi gerakan. Gerakan gaya bebas pertama kali diperkenalkan oleh orang Australia yang bernama Crawl, gerakan yang dilakukan yaitu dengan cara dua kali gerakan lengan dan disertai dua kali gerakan kaki. Gerakan renang gaya bebas berkembang sesuai dengan penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan. Teknik renang gaya bebas menurut Dedeng (1994) adalah sebagai berikut : a. Posisi Badan Posisi badan yang baik untuk gaya bebas adalah posisi yang dapat memberikan gaya dorong maksimal dan mengurangi gaya hambat sampai minimal. Posisi badan terlengkup, kepala sedikit di bawah permukaan air, bagian proksimal tubuh sedikit lebih rendah dari pada bahu, dan tungkai lemas dan lurus ke belakang. Teknik gerakan posisi badan renang gaya bebas adalah: (Dedeng, 1994) a) Posisi badan dalam renang gaya bebas harus sejajar dan sedatar mungkin. b) Tubuh harus berputar pada garis pusat atau pada rotasinya. c) Hindari kemungkinan terjadinya gerakan tangan atau kaki yang berakibat tubuh menjadi naik turun atau meliuk-liuk. d) Sikap kepala normal dan pandangan lurus ke depan. b. Gerakan Kaki Fungsi kaki pada renang gaya bebas yang utama adalah sebagai stabilitator dan sebagai alat untuk menjadikan kaki tetap tinggi dalam keadaan streamline, sehingga tahanan menjadi kecil. Tendangan kaki pada gaya bebas membantu
30
menghasilkan dorongan tetapi pada kecepatan tinggi tendangan kaki tidak memberikan tambahan dorongan kaki. Gerakan kaki pada renang gaya bebas berperan sebagai tenaga dorong atau penggerak dan terutama sebagai pengatur keseimbangan tubuh. Latihan gerakan kaki dilakukan di kolam dangkal (Dedeng, 1994). c. Gerakan Lengan Tahap tarikan menurut Hay dan James (1993) terjadi dari tiga bagian yaitu tekanan awal (intial press), dayung ke dalam (inward scull), dan dayung ke luar (outward scull). 1) Teknik gerakan lengan Gerakan lengan pada renang gaya bebas berperan terutama sebagai tenaga pendorong atau penggerak di samping sebagai pengaturan keseimbangan tubuh. 2) Bentuk gerakan lengan Gerakan lengan ditekankan pada gerakan menarik dan mendorong air secara cepat.
2.6 Renang Gaya Dada Gaya dada (breast stroke) sering disebut pula dengan gaya katak karena gerakan dalam gaya dada ini mirip dengan katak. Gaya dada merupakan gaya yang paling cepat dan mudah untuk dipelajari. Kebanyakan orang yang pertama kali belajar berenang menggunakan gaya dada. Renang gaya dada dapat menempuh jarak jauh. Kelemahan dari renang gaya dada adalah gaya renang yang paling lambat jika dilihat dari segi kecepatannya. Teknik renang gaya dada adalah sebagai berikut : (Richards, 2003).
31
1. Sikap tubuh. Sikap tubuh harus sedatar mungkin dengan permukaan air. Luruskan tubuh ke depan, lengan menggapai ke muka, sementara dua kaki lurus ke belakang. Usahakan agar posisi kaki sedikit lebih rendah dari lengan.
2. Gerakan Lengan Gerakan lengan pada gaya dada terbagi menjadi dua bagian yaitu, gerakan menarik dan istirahat. Gerakan menarik dimulai dari lengan menggapai ke depan sehingga kedua telapak tangan saling bertemu dan menempel. Tarik tangan ke luar dan ke bawah, yaitu ke samping kanan dan kiri selebar bahu. Teruskanlah melakukan gerakan ini sampai lengan mencapai bagian depan bahu dan telapak tangan saling bertemu di dada dengan kedua siku dirapatkan (kembali ke posisi awal). Kedua tangan harus dalam keadaan rileks, pada saat kembali pada posisi awal, yaitu sikap merapatkan kedua telapak tangan lurus ke depan karena pada saat ini tangan sedang melakukan gerakan istirahat.
3. Gerakan kaki Kedua kaki dijulurkan di bawah permukaan air. Pandangan ke depan dan kaki diluruskan sehingga kedua tumit rapat dan kedua ujung kaki membuka. Tariklah tumit ke arah pantat sedangkan jari jari kaki ditarik ke samping dan doronglah ke belakang. Dorongan kaki ini dilakukan dengan sepakan/tendangan dan diputarkan pada saat yang bersamaan. Sepakan kaki merupakan saat ketika kaki mulai diluruskan lagi sehingga kaki kembali ke posisi terjulur seperti pada posisi awal.
32
4. Gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan dilakukan pada saat lengan ditarik ke samping dan dengan sendirinya kepala akan keluar dari permukaan air. Tariklah napas sedalam-dalamnya ketika kepala keluar dari permukaan air. Usahakanlah agar pengambilan udara dilakukan saat kepala masih rendah dalam air. Pengeluaran udara dilakukan ketika muka akan kembali masuk ke dalam air. Pengeluaran udara dilakukan sedikit demi sedikit. Kombinasi gerakan pada renang gaya dada menurut Brems (1997), adalah sebagai berikut: Posisi tubuh dalam keadaan sedatar mungkin dengan permukaan air. Luruskan tubuh ke depan. Lengan ke depan sementara kaki lurus ke belakang, dan muka sedikit terangkat. 1. Ulurkan kedua tangan ke depan kemudian tarik tangan ke luar, yaitu ke samping kanan dan kiri selebar bahu. Kedua tangan kembali ke posisi awal setelah gerakan menarik lengan yaitu lengan lurus ke depan dan lengan dalam keadaan rileks. 2. Posisi kaki terjulur, tumit rapat dan kedua ujung kaki membuka, tarik tumit ke arah pantat sedangkan jari jari kaki ditarik ke samping, kemudian didorong ke belakang dan diputarkan pada saat yang bersamaan. 3. Pengambilan napas pada renang gaya dada dapat menentukan gerakan koordinasi lengan dan kaki. Pengambilan napas dilakukan pada pertengahan kayuhan saat tangan setengah jalan di waktu gerak menarik. Muka akan terangkat keluar dari permukaan air pada saat pertengahan gerakan kayuhan tangan. Pengeluaran napas dilakukan pada saat kedua
33
lengan membuat gerak melingkar, karena pada saat itu muka akan masuk kembali ke bawah permukaan air sebatas alis. 4. Fase istirahat sejenak terjadi pada akhir gerakan, sehingga kaki dapat menyelesaikan tendangan/sepakan. Tendangan kaki dilakukan pada saat lengan sedang tidak menarik.
2.7 Bioenergetika Olahraga Renang Prestasi seorang atlet renang ditentukan oleh kecepatan atlet (v) untuk menyelesaikan jarak renang (d) dalam jangka waktu tertentu (t). Kecepatan berenang merupakan hasil dari kecepatan kayuhan/stroke rate (SR), jarak yang dicapai per satu kali kayuhan/ distance per stroke (d/S). Kecepatan yang maksimal ditentukan oleh energi metabolik maksimal (E’ max) dan energi yang dihabiskan untuk berenang/energy cost (Cs). Hambatan (D), efisiensi (
) dan
kecepatan (v) menentukan kebutuhan metabolik (Capelli, 2010). Hambatan dalam olah raga renang terdiri dari hambatan karena gesekan/friction sebesar 22%, hambatan karena tekanan sebesar 55% dan hambatan karena gelombang sebesar 23%. Hambatan ini dapat diturunkan dengan cara latihan (Alves et al., 2001). Energi yang dihabiskan saat berenang dipengaruhi oleh hambatan, energi yang dilepaskan ke dalam air dan kerja internal. Energi total (E’tot) merupakan kombinasi antara energi aerobik dan anaerobik. Energi total semakin meningkat dengan semakin meningkatnya kecepatan berenang. Energi total dapat diturunkan dengan cara latihan. Energi yang dihabiskan saat berenang dalam kompetensi renang (Cs) yang paling kecil adalah renang dengan gaya bebas, dan yang terbesar adalah gaya punggung, kemudian gaya kupu-kupu dan gaya dada. Energi yang
34
dihabiskan selama berenang dengan gaya bebas lebih kecil dibandingkan dengan berenang dengan gaya dada (Pendergast, 2011). Kecepatan dalam renang ditentukan oleh energi yang dilepaskan saat berenang dan energi metabolik perenang yaitu aerobik dan anaerobik. Energi yang dibutuhkan pada saat fase aerobik dapat dihitung dari kecepatan konsumsi oksigen. Energi yang dibutuhkan pada saat fase anaerobik dapat dihitung dari kadar asam laktat dalam darah vena atlet (Pendergast, 2011).
Kecepatan (m/s) Gambar 2. Grafik Hubungan antara Energi Total (Aerobik dan Anaerobik) dengan Kecepatan pada Beberapa Gaya Renang (Zamparo, 2010)
Tahanan dalam air adalah faktor utama yang menentukan besarnya energi yang
dibutuhkan
dalam
berenang.
Hambatan
dalam
air
terdiri
dari
gesekan/friction, tekanan dan gelombang. Tahanan dalam air akan meningkat secara teratur sebesar 86,2 + 4,3 Newton untuk setiap peningkatan kecepatan
35
sebesar 2,2 m/s. Tahanan tekanan air merupakan tahanan yang paling besar diantara jenis tahanan lainnya pada semua tingkat kecepatan yaitu 76% pada kecepatan 1,0 m/s, 63% pada kecepatan 1,5 m/s, 58% pada kecepatan 2,0 m/s, dan 54% pada kecepatan 2,2 m/s. Tahanan gesekan/friction yaitu 5% pada kecepatan 1,0 m/s, 10% pada kecepatan 1,5 m/s, 15% pada kecepatan 2,0 m/s, 18% pada kecepatan 2,2 m/s dan pada tahanan gelombang air yaitu 0% pada kecepatan 1,0 m/s, 12% pada kecepatan 1,5 m/s, 21% pada kecepatan 2,0 m/s, 24% pada kecepatan 2,2 m/s. Tahanan gelombang sama pentingnya dengan tahanan tekanan air saat atlet berenang dengan kecepatan diatas 1,5 m/s. Kekuatan dorongan harus sama besarnya dengan tahanan dalam air pada kecepatan berenang yang konstan (Mollendrof, 2010). Kecepatan maksimal ditentukan oleh kekuatan dorongan yang maksimal yaitu dengan kekuatan dan kecepatan otot yang maksimal. Jumlah kayuhan lengan/ stroke frequency (SF) dan jarak yang ditempuh per satu kali kayuhan lengan atau distance/stroke (d/S) yang terbaik dicapai dengan berenang dengan menggunakan gaya bebas dibandingkan dengan ketiga gaya renang lainnya. Seorang atlet renang harus dapat memaksimalkan jarak yang ditempuh per satu kali kayuhan lengan atau distance/stroke (d/S), sehingga dapat tercapai jumlah kayuhan lengan/ stroke frequency (SF) dan kecepatan (v) semaksimal mungkin (Craig dan Pendergast, 2010). Kecepatan renang dapat dicapai dengan memaksimalkan jumlah kayuhan lengan/ stroke frequency (SF) karena apabila jarak yang ditempuh per satu kali kayuhan lengan atau distance/stroke (d/S) dimaksimalkan, hal itu akan menyebabkan jumlah kayuhan lengan akan berkurang. Seorang atlet renang harus dapat menentukan komponen apa yang akan dimaksimalkan dalam suatu teknik
36
berenang untuk dapat mencapai kecepatan renang semaksimal mungkin (Termin, 2001). 2.8 Pelatihan Kecepatan Kecepatan merupakan salah satu komponen dasar motorik yang penting untuk menunjang keterampilan dan prestasi atlet. Hampir seluruh cabang olah raga memerlukan kecepatan. Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakangerakan sejenis secara berturut-turut, atau kemampuan untuk menempuh jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan akan lebih optimal apabila didukung oleh komponen biomotorik lainnya seperti kekuatan, daya tahan dan kelentukan (Publow, 1999). Pelatihan untuk meningkatkan komponen biomotorik kecepatan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode progresif dan dengan metode maksimum. Metode progresif pelatihannya diawali dengan intensitas, volume dan frekuensi yang rendah dan secara bertahap terus ditingkatkan sampai mencapai maksimum. Pelatihan dengan metode maksimum, intensitas, volume dan frekuensi pelatihannya langsung pada beban maksimum (Publow, 1999).
2.9 Metabolisme Energi pada Olahraga Renang Tiga sistem energi yang berperan dalam olahraga renang yaitu sistem energi ATPPC untuk gerakan eksplosif, sistem energi glikolisis anaerobik (asam laktat) untuk renang intensitas tinggi dengan jarak pendek dan sistem energi glikolisis aerobik untuk renang jarak jauh. Renang sprint gaya bebas jarak 50 meter memerlukan kontraksi otot-otot besar. Kontraksi otot-otot besar berfungsi untuk dapat menghasilkan energi yang tinggi yaitu lebih dari 200 mLO2.kg-1.min-1. Otot-otot besar mengandung banyak serat otot tipe II (fast twitch fibers) dengan energi
37
glikolitik yang tinggi sehingga energi yang dihasilkan lebih besar. Simpanan ATP dan fosfokreatin berkurang dengan cepat dan proses glikolisis akan segera terjadi untuk tetap menjaga produksi energy. Glikolisis akan menjadi sumber utama penghasil energi untuk kontraksi otot. Pada renang sprint 50 meter akan terjadi peningkatan asam laktat yang cukup tinggi yaitu 12-14 mmol. L-1
yang
menyebabkan terjadinya asidosis (Rodriguez et al., 2010).
Sumber energi glikolitik laktat
Sumber energi glikolitik non laktat/ phosphagen
Sumber energi aerobik
Gambar 3 Grafik Sistem Energi pada Renang Sprint (Rodriguez et al., 2010) Klasifikasi sistem energi menurut Australian Institute of Sport dibagi menjadi 2 yaitu sistem energi aerobik dan anaerobik. Peralihan antara sistem energi aerobik dan anaerobik disebut anaerobik threshold (AT). Laktat threshold (LT) adalah pada saat kecepatan renang tertentu mulai dimana asam laktat dalam darah mulai terakumulasi (Carew et al., 2003). Renang dengan intensitas rendah yaitu dengan kecepatan renang kurang dari 72 second per 100 meter (A1), renang dengan kecepatan sedang yaitu 68-72 second per 100 meter (A2), A3 adalah kecepatan renang 64-68 second per 100
38
meter dan A4 adalah kecepatan renang 56-64 second per 100 meter. Kadar asam laktat pada renang intensitas rendah (A1) adalah kurang dari 2 mMol dan sumber energi berasal dari sistem aerobik. Grafik antara kecepatan renang, kadar asam laktat dan sumber energi dapat dilihat pada grafik di bawah ini (Carew et al.,
Laktat (mM)
2003).
Kecepatan (second/100 meter)
Gambar 4 Grafik Hubungan antara Kecepatan Renang, Asam Laktat dan Sistem Energi (Carew et al., 2003)
Metabolisme energi dan peranan ketiga sistem energi (sistem energi posphagen, anaerobik dan aerobik) dalam olahraga renang sangat bervariasi tergantung jarak dan kecepatan renang. Sumber energi sebagian besar berasal dari sistem anaerobik pada renang jarak pendek, sebaliknya pada renang jarak jauh (800-1500 meter) energi sebagian besar berasal dari sistem aerobik. Peranan ketiga sistem energi dalam berbagai jarak renang dapat dilihat pada tabel 1 (Feran et al., 2010).
39
Tabel 1 Metabolisme Energi pada Olahraga Renang JARAK
FOSFAGEN (%)
50 m 38 100 m 20 200 m 13 400 m 6 800 m 4 1500 m 3 Sumber : Ferran et al., 2010
ANAEROBIK (%) 58 39 29 21 14 11
AEROBIK (%) 4 41 58 73 82 86
Metabolisme energi tidak lepas dari besarnya energi yang dibutuhkan dalam berenang. Energi per satuan jarak (Cs) pada semua gaya renang adalah konstan pada saat kecepatan renang 1,7 m/s; 1,4 m/s; 1,35 m/s dan 1,3 m/s, tetapi pada saat kecepatan renang melebihi kecepatan tersebut, energi per satuan jarak (Cs) akan meningkat. Peran sistem energi pada berbagai gaya renang adalah sebagai berikut 12,3 + 1,4% sampai 27,6 + 2,0% berasal dari sistem energi anaerobik non laktat/fosfagen; 21,6 + 6,4% sampai 62,4 + 3,8% berasal dari sistem energi aerobik dan 25,3 + 2,8% sampai 50,9 + 8,4% berasal dari sistem energi anaerobik laktat. Gambaran ini berlaku pada kecepatan renang dengan intensitas sedang sampai cepat (Capelli et al., 1998). Kecepatan berenang lambat untuk pemulihan aktif berkisar antara 0,8 m/s sampai 1,4 m/s, dimana pada kecepatan ini yang berperan adalah sistem energi aerobik dan produksi asam laktat kurang dari 2 mMol. Energi yang dibutuhkan pada setiap kecepatan pada renang gaya bebas lebih kecil dibandingkan dengan renang gaya dada. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 2.
40
Tabel 2 Hubungan Kecepatan Renang dan Energi yang Dibutuhkan KECEPATAN (m/s)
0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7
ENERGI YANG DIBUTUHKAN PADA TIAP GAYA RENANG (kJ/m) Gaya Dada Gaya KupuGaya Gaya Bebas kupu Punggung 1,08 1,00 0,69 0,76 1,18 0,96 0,76 0,74 1,29 0,95 0,84 0,79 1,39 0,99 0,93 0,84 1,50 1,06 1,03 0,91 1,60 1,16 1,13 0,98 1,71 1,30 1,25 1,07 1,81 1,48 1,38 1,18 1,91 1,70 1,52 1,30 2,02 1,95 1,68 1,45
Sumber : Caputo et al., 2006
Energi yang dibutuhkan pada renang gaya dada lebih besar dibandingkan dengan renang gaya bebas karena pada renang gaya dada harus ada koordinasi antara gerakan lengan dan kaki untuk memungkinkan tubuh bergerak meluncur sambil mengangkat tubuh bagian atas bergerak ke atas permukaan air. Energi yang lebih besar dibutuhkan pada renang gaya dada karena renang gaya dada merupakan gaya renang yang pada siklus gerakannya, tubuh melawan arah gerak renang sehingga diperlukan energi yang lebih banyak untuk melawan tahanan dalam air pada setiap peningkatan kecepatan renang (Holfelder et al., 2013). Peningkatan kebutuhan oksigen pada saat latihan fisik yang berat terjadi pada menit pertama. Peningkatan kebutuhan oksigen akan digunakan untuk memproduksi ATP untuk kontraksi otot. Keseimbangan antara oksigen yang dibutuhkan dengan oksigen yang disediakan terjadi pada menit ke 3 sampai 4 akan. Fase ini disebut dengan fase plateau dimana fase ini menggambarkan keseimbangan antara energi yang digunakan untuk kontraksi otot dengan produksi
41
ATP oleh sistem energi aerobik. Peningkatan kebutuhan energi dari keadaan istirahat terjadi pada saat memulai aktivitas fisik (Brooks et al., 2011). Defisit energi terjadi karena adanya keterlambatan distribusi oksigen ke mitokondria sel otot yang sedang berkontraksi. Sistem energi anaerobik intramuskular (sistem energi ATP-PC dan glikolisis laktat) menyediakan energi pada saat terjadi defisit oksigen sampai keadaan steady state tercapai. Energi dan oksigen yang dibutuhkan selama dan setelah aktivitas fisik dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Andreacci et al., 2010).
Defisit oksigen AKTIVITAS FISIK BERAT Oksigen yang dibutuhkan
VO2 (mL/menit)
Oksigen yang disediakan Debet/simpanan oksigen
Istirahat
Aktivitas
Penyimpanan oksigen& resintesis energi pada fase pemulihan
Waktu (menit)
Gambar 5 Grafik Energi dan Oksigen yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Aktivitas Fisik Berat (Andreacci et al., 2010)
42
Jumlah oksigen yang dikonsumsi pada masa pemulihan yang jumlahnya melebihi jumlah oksigen yang dikonsumsi selama istirahat disebut dengan kelebihan konsumsi oksigen setelah aktivitas fisik / excess post exercise oxygen consumption (EPOC). EPOC menggambarkan jumlah defisit oksigen yang terjadi. Penurunan konsumsi oksigen terjadi selama fase pemulihan. Penurunan konsumsi oksigen selama fase pemulihan terjadi dalam 2 fase yaitu komponen cepat dimana penurunan konsumsi oksigen terjadi dengan cepat kemudian diikuti dengan komponen lambat dimana penurunan konsumsi oksigen terjadi secara lambat (Brent et al., 2011). Komponen cepat menggambarkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk mengembalikan cadangan ATP dan fosfokreatin di dalam otot. Resintesis ATP dan fosfokreatin 70% terjadi pada 30 detik pertama pada fase pemulihan dan resintesis ATP dan fosfokreatin 100% terjadi pada menit ke 3 pada fase pemulihan. Energi yang dibutuhkan pada renang gaya dada lebih besar dibandingkan dengan renang gaya bebas sehingga akan meningkatkan jumlah oksigen yang dikonsumsi setelah melakukan aktivitas fisik sehingga kurang efektif untuk pemulihan cadangan ATP dan fosfokreatin (Brent et al., 2011).
2.10 Metode Pemulihan pada Olahraga Renang Pengertian bergerak atau aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga atau energi. Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang dan ditujukan untuk kebugaran jasmani (Karim, 2002). Jaringan otot berperan dalam homeostasis dengan menghasilkan pergerakan tubuh, pergerakan
43
bagian tubuh, menstabilkan posisi tubuh dan memproduksi panas yang berfungsi untuk mempertahankan temperatur tubuh (Tortora et al., 2009). Aktivitas fisik akan menyebabkan perubahan dalam konsumsi oksigen, heart rate, temperatur tubuh dan perubahan senyawa kimia dalam tubuh. Aktivitas fisik dikelompokkan oleh Davis dan Miller : a. Aktivitas total seluruh tubuh adalah aktivitas fisik yang menggunakan sebagian besar otot biasanya melibatkan dua per tiga atau tiga per empat otot tubuh. b. Aktivitas otot yang membutuhkan energy expenditure karena otot yang digunakan lebih sedikit. c. Aktivitas otot statis, otot digunakan untuk menghasilkan gaya tetapi tanpa kerja mekanik yang membutuhkan kontraksi sebagian otot Metode pengukuran aktivitas fisik dilakukan dengan menggunakan standar : a. Konsep Horse-Power oleh Taylor. b. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi. c. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen. Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan secara objektif, dengan dua metode yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan pengukuran energi yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama beraktivitas. Berat beban kerja semakin berat akan menyebabkan semakin banyak energi yang diperlukan atau dikonsumsi. Metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, tetapi hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan khusus. Metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama aktivitas (Plowmanet et al., 2008).
44
Pemulihan dari suatu aktivitas dapat dicapai dengan melakukan suatu metode pemulihan. Metode pemulihan pada olahraga renang dengan berenang lambat sangat efektif dalam pemulihan atlet renang karena air dapat menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh sehingga dapat mempercepat pemulihan (Wilcock, 2006). Metode pemulihan dengan berenang lambat juga merupakan faktor yang efektif untuk aktivasi sistem saraf parasimpatis selama proses pemulihan (Buccheit et al., 2009). Metode pemulihan pada olahraga renang saat ini menggunakan metode pemulihan secara aktif dengan berenang lambat yang diyakini dapat memperbaiki pencapaian prestasi atlet renang. Metode pemulihan secara aktif pada olahraga renang harus dilakukan dengan intensitas yang rendah karena apabila metode pemulihan secara aktif dilakukan dengan intensitas tinggi disertai dengan latihan renang sprint berulang dengan interval yang pendek
yaitu 45 detik akan
menyebabkan penurunan kondisi fisik atlet renang yang disebabkan karena gangguan sintesis kembali fosfokreatin (Toubekis, 2010). Metode pemulihan secara aktif pada olah ragarenang dapat dilakukan menggunakan keempat gaya renang. Pada metode pemulihan aktif yang menggunakan gaya bebas, jarak yang ditempuh adalah 50-800 meter, sedangkan bila menggunakan gaya dada, punggung atau gaya kupu-kupu jarak yang ditempuh adalah 50-200 meter (Cazorla dan Beam, 1983).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Olahraga renang adalah salah satu cabang olahraga yang sangat populer. Olahraga renang melibatkan kelompok otot pada tubuh bagian atas dan bawah. Olahraga renang membutuhkan kelentukan (fleksibility) dan kekuatan otot untuk melawan tahanan di dalam air dan dapat melakukan gerakan dengan lingkup gerak sendi / range of motion yang maksimal. Peregangan tubuh dan ekstremitas secara ritmis dilakukan pada olahraga renang sehingga perlu dilakukan pemanasan sebelum berenang dan pemulihan setelah berenang untuk mencegah terjadinya cedera. Masa pemulihan adalah suatu proses yang kompleks yang bertujuan untuk mengembalikan energi tubuh, memperbaiki jaringan otot yang rusak setelah berolahraga, dan memulai suatu proses adaptasi tubuh terhadap olahraga. Efektifitas suatu program pelatihan terhadap fungsi kardiovaskular dapat dinilai dari perubahan denyut nadi yang diakibatkannya. Penurunan denyut nadi dan tekanan darah setelah selesai latihan disebabkan karena kebutuhan oksigen dan nutrisi lainnya sudah kembali seperti sebelum melakukan aktivitas fisik. Penurunan denyut nadi setelah latihan terjadi karena aktivasi sistem saraf parasimpatis dan penurunan fungsi sistem saraf simpatis sehingga denyut nadi berangsur-angsur menurun setelah melakukan aktivitas fisik. Metode pemulihan yang tepat perlu dilakukan untuk mempercepat pemulihan atlet setelah latihan fisik. Metode pemulihan aktif dengan berenang lambat dapat mengembalikan kondisi fisik atlet setelah suatu pertandingan atau
45
46
latihan maksimal dan metode pemulihan ini direkomendasikan oleh pelatihpelatih renang saat ini. Pemulihan denyut nadi adalah kecepatan penurunan denyut nadi setelah melakukan aktivitas fisik, dimana pemulihan denyut nadi merupakan suatu penanda tingkat kebugaran fisik atlet. Faktor internal yang dapat mempengaruhi pemulihan denyut nadi adalah umur, jenis kelamin, indeks massa tubuh dan tingkat kebugaran fisik sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pemulihan denyut nadi adalah suhu udara, kelembaban udara dan suhu air kolam. Metode pemulihan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pemulihan dengan berenang lambat gaya bebas sejauh 200 meter dan berenang lambat gaya dada sejauh 200 meter. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pelatih renang dan atlet sebagai salah satu metode pemulihan dalam pelatihan cabang olahraga renang.
47
3.2 Konsep Penelitian AKTIVITAS FISIK (berenang sprint gaya bebas 50 meter) FAKTOR INTERNAL
Umur, Jenis Kelamin, Indeks Massa Tubuh, Tingkat Kebugaran Fisik
FAKTOR EKSTERNAL
METODE PEMULIHAN
1. Berenang Lambat Gaya Bebas 2. Berenang Lambat Gaya Dada
Suhu Udara, Suhu Air, Kelembaban Udara
PENURUNAN DENYUT NADI Gambar 6 Bagan Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian dirumuskan berdasarkan konsep penelitian pada gambar 6, adapun hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: Pemulihan berenang lambat gaya bebas lebih efektif dibandingkan dengan pemulihan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat pemulihan denyut nadi setelah latihan maksimal pada atlet renang pria grup renang Bayusuta di Denpasar.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental dengan metode pre test and post test control group design, dimana pembagian sampel menjadi dua kelompok dilakukan secara acak atau random. Bagan rancangan penelitian adalah sebagai berikut seperti pada gambar 7. P1 R P
O1
RA S
O2 P2
O3
O4
Gambar 7. Bagan Rancangan Penelitian
Keterangan : P
= Populasi
S
= Sampel
R
= Random
RA
= Random Alokasi
O1
= Observasi denyut nadi kelompok 1 sebelum dilakukan perlakuan pertama (renang sprint 50 meter dan pemulihan berenang lambat gaya bebas) yaitu penghitungan denyut nadi istirahat sebelum atlet berenang sprint 50 meter.
48
49
O2
= Observasi denyut nadi pada kelompok 1 setelah dilakukan perlakuan pertama (berenang sprint gaya bebas 50 meter dan pemulihan berenang lambat gaya bebas 200 meter) yaitu penghitungan denyut nadi pelatihan setelah atlet berenang sprint gaya bebas 50 meter dan penghitungan denyut nadi pemulihan meter dengan menggunakan metode Brouha setelah atlet melakukan pemulihan berenang lambat gaya bebas 200
O3
= Observasi denyut nadi kelompok 2 sebelum dilakukan perlakuan kedua (berenang sprint 50 meter dan pemulihan berenang lambat gaya dada) yaitu penghitungan denyut nadi istirahat sebelum atlet berenang sprint 50 meter.
O4
= Observasi denyut nadi pada kelompok 2 setelah dilakukan perlakuan kedua (berenang sprint gaya bebas 50 meter dan metode pemulihan berenang lambat gaya dada 200 meter) yaitu penghitungan denyut nadi pelatihan setelah atlet berenang sprint gaya bebas 50 meter dan penghitungan denyut nadi pemulihan dengan menggunakan metode Brouha setelah atlet melakukan pemulihan berenang lambat gaya dada 200 meter
P1
= Perlakuan 1 : Berenang sprint gaya bebas 50 meter dan pemulihan berenang lambat gaya bebas 200 meter.
P2
= Perlakuan 2 : Berenang sprint gaya bebas 50 meter dan metode pemulihan berenang lambat gaya dada 200 meter.
50
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kolam renang Tirta Ayu Denpasar Bali. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014.
4.3 Penentuan Sumber Data 4.3.1 Populasi Populasi target pada penelitian ini adalah semua atlet renang yang ada di Denpasar. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua atlet renang yang tergabung dalam kelompok atlet renang Bayusuta dan berlatih di kolam renang Tirta Ayu Denpasar Bali yaitu sebanyak 46 orang. 4.3.2 Kriteria Inklusi Sampel penelitian berasal dari populasi penelitian dan setelah memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi : 1.
Jenis kelamin laki-laki
2.
Usia 16-24 tahun
3.
Tinggi badan 155-170 cm
4.
Berat badan 45-60 kg
5.
Indeks massa tubuh : normal (18,5 – 24,9)
6.
Berbadan sehat dan tidak cacat fisik
7.
Kategori kebugaran fisik kurang dan sedang
8.
Denyut nadi awal 60-90 kali/menit
9.
Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent
10. Mampu melakukan pelatihan maksimal
51
4.3.3 Kriteria Eksklusi Kriteria yang dipergunakan sebagai dasar untuk menetapkan bahwa subjek dalam populasi tidak dapat menjadi sampel penelitian adalah sebagai berikut : 1.
Memiliki riwayat penyakit paru
2.
Memiliki riwayat penyakit jantung
4.3.4 Kriteria Drop Out Kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk membatalkan subjek dalam populasi yang telah terpilih sebagai sampel penelitian adalah sebagai berikut : 1. Subjek tidak dapat menyelesaikan beban pelatihan yang diberikan 2. Subjek mengalami cedera selama penelitian dilakukan 4.3.5 Jumlah Sampel Penelitian Besar sampel ditentukan berdasarkan hasil penelitian Hidajah dimana kecepatan pemulihan denyut nadi setelah beraktivitas berupa lari sejauh 2,4 km yang sebelumnya diberi minuman isotonik berkadar natrium 5% rata-rata 680 detik dan pada penelitian ini diharapkan pemulihan denyut nadi lebih pendek 10% dari penelitian Hidajah sehingga µ2 adalah 610 detik. Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini ditentukan dengan perhitungan rumus Pocock (2008).
2s 2 n= ò(a , b ) (m2 - m1 )2 Ket : n = Jumlah Sampel
s = Simpang baku = 72,92587 a = Tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05) Power penelitian(1-β) = 0,95
52
b = Tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,2)
ò (a , b ) = 7,6
m1 = 680 detik m2 = 610 detik n = 2. (72.92587)2
X 7,6
(610-680)2 =80836,37
=
4900 = 16,50 = dibulatkan menjadi 17 orang. 4.3.6 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling sebagai berikut : 1.
Atlet renang yang terdaftar pada kelompok atlet renang pria grup renang Bayusuta Denpasar Bali, ditetapkan sebagai sampel berdasarkan kriteria inklusi.
2.
Subjek yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi, dipilih sebagai sampel penelitian dengan menggunakan tabel random.
3.
Subjek dibagi menjadi dua kelompok secara random alokasi dengan melakukan pengundian untuk memperoleh nomor urut 1-17 untuk masingmasing kelompok.
53
4.4 Variabel Penelitian Variabel Bebas : 1. Metode pemulihan berenang lambat gaya bebas 2. Metode pemulihan berenang lambat gaya dada Variabel Tergantung : Denyut nadi pemulihan Variabel Kendali : 1. Jenis kelamin 2. Usia 3. Indeks massa tubuh 4. Tingkat kebugaran fisik
4.5 Definisi Operasional Variabel 1. Metode pemulihan berenang lambat dengan gaya bebas adalah atlet berenang secara lambat sejauh 200 meter (4x25 meter tanpa interval waktu) dengan gaya bebas yaitu sampel berenang dengan gaya bebas dengan kecepatan 40% sampai 50% dari kecepatan maksimal yang bisa dicapai (0,76 m/s-1,1 m.s). 2. Metode pemulihan berenang lambat dengan gaya dada adalah atlet berenang secara lambat sejauh 200 meter (4x25 meter tanpa interval waktu) dengan gaya dada yaitu sampel berenang dengan gaya dada dengan kecepatan 40% sampai 50% dari kecepatan maksimal yang bisa dicapai (0,76 m/s-1,1 m.s). 3. Denyut nadi pemulihan adalah denyut nadi atlet setelah melakukan salah satu metode pemulihan dengan berenang lambat dengan gaya
54
bebas dan gaya dada. Dihitung dengan metode Brouha yaitu denyut nadi pemulihan P1, P2, P3, P4, P5. Pengukuran dilakukan di dalam kolam renang sebelum atlet naik ke tepi kolam renang dan dilakukan pada 2 orang atlet sekaligus serta diukur oleh 2 orang yang telah dilatih untuk mengukur denyut nadi dengan menggunakan pulse meter. 1. Denyut nadi pemulihan P1 adalah denyut nadi per 30 detik terakhir dari menit ke 1 pada pemulihan. 2. Denyut nadi pemulihan P2 adalah denyut nadi per 30 detik terakhir dari menit ke 2 pada pemulihan 3. Denyut nadi pemulihan P3 adalah denyut nadi per 30 detik terakhir dari menit ke 3 pada pemulihan 4. Denyut nadi pemulihan P4 adalah denyut nadi per 30 detik terakhir dari menit ke 4 pada pemulihan 5. Denyut nadi pemulihan P5 adalah denyut nadi per 30 detik terakhir dari menit ke 5 pada pemulihan 4.
Jenis Kelamin adalah semua atlet renang grup renang Bayusuta yang berjenis kelamin laki-laki.
5.
Usia
adalah semua atlet renang grup renang Bayusuta laki-laki yang
berusia antara 16-24 tahun yang ditentukan berdasarkan tanggal lahir yang tertera di akte kelahiran. 6.
Indeks Massa Tubuh adalah atlet renang grup renang Bayusuta laki-laki yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5-24,9 yang ditentukan dari berat badan dibagi tinggi badan kuadrat.
55
7.
Tingkat Kebugaran Fisik adalah atlet renang grup renang Bayusuta lakilaki yang memiliki tingkat kebugaran fisik sedang dan kurang yang diukur dengan tes lari 2,4 kilometer.
4.6 Instrumen Penelitian Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Digital stopwatch merek Casio, buatan Jepang dengan tingkat ketelitian sampai sekon.
2.
Higrometer merek Alecto WS-100 buatan Inggris dalam satuan persen dengan tingkat ketelitian satu angka di belakang koma untuk mengukur kelembaban udara.
3.
Termometer air raksa dalam satuan derajat Celsius dengan tingkat ketelitian satu angka di belakang koma untuk mengukur temperatur air di dalam kolam.
4.
Termometer ruangan dalam satuan derajat Celsius dengan tingkat ketelitian satu angka di belakang koma untuk mengukur suhu udara di sekitar kolam renang.
5.
Antropometer merek Harpenden buatan Amerika, dalam satuan sentimeter dengan bilangan desimal satu angka di belakang koma untuk mengukur tinggi badan.
6.
Timbangan berat badan merek Camry buatan Jepang dalam satuan kilogram dengan bilangan desimal satu angka di belakang koma dalam satuan kilogram.
7.
Pulse meter merek Elitech buatan Amerika dalam satuan kali per menit dengan bilangan bulat tanpa angka di belakang koma.
56
4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1
Tahap Persiapan
1.
Mempersiapkan surat izin penelitian 1 minggu sebelum penelitian dimulai.
2.
Penandatanganan informed consent oleh sampel penelitian 3 hari sebelum penelitian dimulai.
3.
Pemeriksaan kesehatan fisik oleh dokter umum yang merupakan mahasiswa di Program Studi Fisiologi Olah Raga Universitas Udayana dan tes kebugaran fisik yang dilakukan oleh dosen Pendidikan Guru Olahraga IKIP PGRI Denpasar dilakukan 2 hari sebelum penelitian dimulai. Tes kebugaran fisik dilakukan dengan menggunakan metode lari 2,4 kilometer.
4.
Mengadakan diskusi dengan subjek untuk menjelaskan tahap penelitian.
5.
Membagikan nomor urut dan jenis metode pemulihan yang akan dilakukan kepada semua sampel penelitian secara acak (menggunakan kertas yang digulung).
4.7.2
Tahap Penelitian
1. Pengukuran temperatur air di dalam kolam renang, suhu udara dan kelembaban udara di lingkungan kolam renang. Pengukuran dilakukan pada pukul 17.00-19.30 WITA. 2. Pengukuran denyut nadi istirahat sebelum melakukan pelatihan fisik dengan
menggunakan alat pulse meter. Pengukuran dilakukan setelah
sebelumnya atlet duduk dengan tenang selama + 10 menit. Pengukuran dilakukan pada 2 orang atlet sekaligus di tepi kolam renang dan diukur oleh 2 orang yang telah terlatih menggunakan pulse meter.
57
3. Memberikan instruksi kepada 2 orang atlet renang untuk melakukan pelatihan fisik ringan atau pemanasan (warming up) dengan lari di tempat dan gerak aktif serta peregangan selama 10 menit di tepi kolam renang. 4. Dua orang atlet berenang sprint gaya bebas sejauh 50 meter (2x25 meter tanpa interval waktu) pada 2 lintasan kolam renang. Waktu yang dibutuhkan untuk masing- masing atlet adalah 30 detik sampai 40 detik. 5. Pengukuran denyut nadi akhir pelatihan maksimal adalah denyut nadi yang diambil saat akhir melakukan pelatihan maksimal (berenang sprint sejauh 2x25 meter tanpa interval waktu), dihitung dengan menggunakan alat pulse meter. Pengukuran dilakukan pada 2 orang atlet sekaligus dan dilakukan di dalam kolam renang sebelum atlet naik ke tepi kolam renang. 6. Masing-masing atlet (2 orang atlet) melakukan metode pemulihan dengan berenang lambat gaya bebas atau berenang lambat gaya dada 200 meter (sesuai dengan tulisan pada kertas yang dibagikan secara acak) yaitu 4x25 meter tanpa interval waktu. Waktu yang diperlukan untuk masing-masing atlet + 4 menit. 7. Pengukuran denyut nadi pemulihan setelah melakukan salah satu metode pemulihan dengan menggunakan metode Brouha yaitu denyut nadi pemulihan P1, P2, P3, P4, P5. Pengukuran dilakukan pada 2 orang atlet sekaligus dan dilakukan di dalam kolam renang sebelum atlet naik ke tepi kolam renang. 8. Pengambilan sampel dilakukan dari pukul 17.00 WITA sampai pukul 19.30 WITA.
58
9. Mulai dari pemanasan selama 10 menit sampai akhir pengukuran denyut nadi pemulihan dengan Metode Brouha untuk masing-masing atlet membutuhkan waktu + 20 menit sehingga dalam 1 hari diambil sampel sebanyak 12 orang. 10. Pengambilan sampel dilakukan selama 3 hari.
4.8 Prosedur Pengukuran 1. Berat badan diukur dengan timbangan berat badan dalam satuan kilogram 2. Tinggi badan diukur pada posisi tubuh tegak dengan tangan rileks di sisi tubuh dan pengukuran mulai dari vertex (ubun-ubun) ke kalkaneus (ujung tumit) dengan ketelitian 0,1 cm. 3. Pengukuran suhu udara dengan termometer ruangan dan kelembaban udara dengan menggunakan higrometer dengan membaca angka yang tertera pada termometer dan higrometer. 4. Pengukuran suhu air di dalam kolam renang dengan mencelupkan termometer selama 5 menit dan kemudian dibaca angka yang ditunjukkan pada batas air raksa yang tertinggi. 5. Pengukuran denyut nadi diukur dengan menggunakan alat pulse meter.
4.9 Analisis Data Data yang diukur dalam penelitian ini adalah penurunan denyut nadi dari denyut nadi pelatihan ke denyut nadi pemulihan, kemudian dilakukan juga pengukuran denyut nadi setelah sampel selesai melakukan metode pemulihan dengan berenang aktif. Pengukuran denyut nadi setelah melakukan salah satu metode pemulihan adalah dengan menggunakan metode Brouha sampai menit kelima. Data tersebut
59
selanjutnya diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer. Uji statistik yang digunakan antara lain : 1) Uji normalitas Uji normalitas data denyut nadi istirahat, denyut nadi pelatihan, denyut nadi pemulihan dan penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima dengan Saphiro Wilk test, untuk mengetahui distribusi normalitas data. 2) Analisis komparasi Analisis data untuk menguji perbedaan antara denyut nadi istirahat, denyut nadi pelatihan, denyut nadi pemulihan dan penurunan denyut nadi sampai menit kelima sebelum intervensi antar kelompok menggunakan analisis non parametrik Wilcoxon sign rank test. 3) Uji Beda Analisis data untuk menguji perbedaan denyut nadi pemulihan P1, P2, P3, P4, P5, penurunan denyut nadi sampai menit kelima, kelembaban udara, suhu udara, suhu air kolam dan karakteristik subjek (usia, indeks massa tubuh dan daya tahan kardiovaskular) sesudah intervensi kelompok 1 dan kelompok 2 menggunakan analisis
non
parametrik
Mann-Whitney
U
test.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik sampel penelitian berdasarkan usia dan daya tahan kardiovaskular ditampilkan pada tabel 5.1 di bawah ini. Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian KARAKTERISTIK
KELOMPOK I
KELOMPOK II
n
%
N
%
14 2 1
41,2 5,9 2,9
12 3 2
35,3 8,8 5,9
6 11
17,6 32,4
7 10
20,6 29,4
Usia 16-17 18-19 20-21 Daya tahan kardiovaskular Kurang Sedang
Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sampel penelitian terbanyak berusia 1617 tahun sebanyak 26 orang (76,5%) yaitu 14 orang pada kelompok I (41,2%) dan 12 orang pada kelompok II (35,3%). Sampel yang berusia 18-19 tahun sebanyak 5 orang (14,7%) yaitu 2 orang pada kelompok I (5,9%) dan 3 orang pada kelompok II (8,8%). Sampel yang berusia 20-21 sebanyak 3 orang (8,8%) yaitu 1 orang pada kelompok I (2,9%) dan 2 orang pada kelompok II (5,9%). Sampel penelitian yang memiliki daya tahan kardiovaskular kurang sebanyak 13 orang (38,2%) yaitu pada 6 orang (17,6%) pada kelompok I dan 7 orang pada kelompok II (20,6%). Sampel
60
61
penelitian yang memiliki daya tahan kardiovaskular sedang sebanyak 21 orang (61,8%) yaitu 11 orang pada kelompok I (32,4%) dan 10 orang pada kelompok II (29,4%). Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Karakteristik Subjek Penelitian (Uji Saphiro Wilk) Variabel
Rerata
Simpang baku
p
Uji
16,88 729
1,360 74,003
0,000 0,110
Saphiro Wilk Saphiro Wilk
21,9
0,778
0,800
Saphiro Wilk
17,24 749
1,350 68,125
0,003 0,335
Saphiro Wilk Saphiro Wilk
21,05
0,824
0,276
Saphiro Wilk
Kelompok renang gaya bebas Usia (tahun) Daya tahan cardiovaskular (detik) Indeks Massa Tubuh (kg/m2) Kelompok renang gaya dada Usia (tahun) Daya tahan cardiovaskular (detik) Indeks Massa Tubuh (kg/m2)
Hasil uji normalitas data karakteristik subjek penelitian (uji Saphiro Wilk) pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa data usia pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada memiliki nilai p < 0,05 yang berarti data tidak berdistribusi normal. Data daya tahan kardiovaskular dan indeks massa tubuh pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data berdistribusi normal.
62
Tabel 5.3 Hasil Uji Komparabilitas Data Karakteristik Subjek Penelitian (Uji Mann Whitney) Variabel
Mean rank
p
Usia (tahun) Renang gaya bebas vs Renang gaya dada
Mann Whitney 15,85 0,304 19,15
Daya Tahan Kardiovaskular (detik) Renang gaya bebas vs Renang gaya dada
Mann Whitney 16,12 0,418 18,88
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) Renang gaya bebas vs Renang gaya dada
Uji
Mann Whitney 18,65 0,501 16,35
Hasil uji komparabilitas data karakteristik subjek penelitian (Uji Mann Whitney) pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa karakteristik usia, daya tahan kardiovaskular dan indeks massa tubuh pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada memiliki nilai p > 0,05. Karakteristik usia memiliki nilai p = 0,304, untuk karakteristik daya tahan kardiovaskular memiliki nilai p = 0,418 dan untuk karakteristik indeks massa tubuh memliki nilai p = 0,501, sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik subjek penelitian pada kedua kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Karakteristik sampel penelitian (usia, indeks massa tubuh dan daya tahan kardiovaskular) pada kelompok renang gaya bebas dan kelompok renang gaya dada tidak menunjukkan
63
perbedaan yang bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian yaitu pemulihan denyut nadi.
Tabel 5.4 Hasil Uji Normalitas Data Denyut Nadi Pelatihan, Denyut Nadi Pemulihan dan Penurunan Denyut Nadi dari Menit Pertama sampai Menit Kelima Berdasarkan Karakteristik Subjek dengan Daya Tahan Kardiovaskular Sedang (Uji Saphiro Wilk) Variabel
Rerata
p
Uji
136,42
Simpang baku 13,621
Denyut nadi pelatihan (kali/menit) Denyut nadi pemulihan P1(kali/menit) Denyut nadi pemulihan P2 (kali/menit) Denyut nadi pemulihan P3(kali/menit) Denyut nadi pemulihan P4(kali/menit) Denyut nadi pemulihan P5(kali/menit) Penurunan P1-P5 (kali/menit)
0,438
Saphiro Wilk
123,00
14,796
0,279
Saphiro Wilk
111,50
15,060
0,534
Saphiro Wilk
102,33
10,629
0,062
Saphiro Wilk
94,50
10,379
0,063
Saphiro Wilk
87,92
6,842
0,293
Saphiro Wilk
39,08
5,961
0,975
Saphiro Wilk
64
Tabel 5.5 Hasil Uji Normalitas Data Denyut Nadi Pelatihan, Denyut Nadi Pemulihan dan Penurunan Denyut Nadi dari Menit Pertama sampai Menit Kelima Berdasarkan Karakteristik Subjek dengan Daya Tahan Kardiovaskular Kurang (Uji Saphiro Wilk) Variabel
Rerata
Denyut nadi pelatihan (kali/menit) Denyut nadi pemulihan P1(kali/menit) Denyut nadi pemulihan P2 (kali/menit) Denyut nadi pemulihan P3(kali/menit) Denyut nadi pemulihan P4(kali/menit) Denyut nadi pemulihan P5(kali/menit) Penurunan P1-P5 (kali/menit) Keterangan : Denyut nadi pemulihan P 1 Denyut nadi pemulihan P 2 Denyut nadi pemulihan P 3 Denyut nadi pemulihan P 4 Denyut nadi pemulihan P 5 Penurunan P1-P5
p
Uji
143,75
Simpang baku 18,182
0,154
Saphiro Wilk
125,58
10,113
0,857
Saphiro Wilk
108,83
8,077
0,651
Saphiro Wilk
100,25
7,677
0,908
Saphiro Wilk
94,33
7,024
0,009
Saphiro Wilk
88,83
5,006
0,530
Saphiro Wilk
36,33
6,906
0,949
Saphiro Wilk
: Denyut Nadi Pemulihan pada menit pertama : Denyut Nadi Pemulihan pada menit kedua : Denyut Nadi Pemulihan pada menit ketiga : Denyut Nadi Pemulihan pada menit keempat : Denyut Nadi Pemulihan pada menit kelima : Penurunan Denyut Nadi dari menit pertama sampai kelima
Data pada Tabel 5.4 dan 5.5 menunjukkan bahwa seluruh data denyut nadi dan penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok sampel dengan daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang memiliki nilai p > 0,05, yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Data denyut nadi pemulihan menit keempat pada kelompok sampel dengan daya tahan kardiovaskular kurang memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa data tidak berdistribusi normal.
65
Tabel 5.6 Uji Komparabilitas Denyut Nadi Pelatihan, Denyut Nadi Pemulihan dan Penurunan Denyut Nadi dari Menit Pertama sampai Menit Kelima Berdasarkan Karakteristik Subjek dengan Daya Tahan Kardiovaskular Sedang dan Kurang (Uji Mann Whitney) Variabel
Daya tahan kardiovaskular sedang (n = 21)
Daya tahan kardiovaskular kurang (n = 13)
Mean rank 12,04
Mean rank 14,96
p 0,330
Denyut nadi pemulihan P1 (kali/menit)
13,19
13,81
0,837
Mann Whitney
Denyut nadi pemulihan P2 (kali/menit)
14,77
12,23
0,397
Mann Whitney
Denyut nadi pemulihan P3 (kali/menit)
14,65
12,35
0,441
Mann Whitney
Denyut nadi pemulihan P4 (kali/menit)
13,50
13,50
1,000
Mann Whitney
Denyut nadi pemulihan P5 (kali/menit)
13,19
13,81
0,837
Mann Whitney
Penurunan P1P5 (kali/menit)
15,31
11,69
0,227
Mann Whitney
Denyut nadi pelatihan (kali/menit)
Keterangan : Denyut nadi pemulihan P 1 Denyut nadi pemulihan P 2 Denyut nadi pemulihan P 3 Denyut nadi pemulihan P 4 Denyut nadi pemulihan P 5 Penurunan P1-P5
Uji
Mann Whitney
: Denyut Nadi Pemulihan pada menit pertama : Denyut Nadi Pemulihan pada menit kedua : Denyut Nadi Pemulihan pada menit ketiga : Denyut Nadi Pemulihan pada menit keempat : Denyut Nadi Pemulihan pada menit kelima : Penurunan Denyut Nadi dari menit pertama sampai kelima
66
Data pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa data denyut nadi pelatihan, denyut nadi pemulihan dari menit pertama sampai kelima (denyut nadi pemulihan P1 sampai P5) dan penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok sampel dengan daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data denyut nadi pelatihan, denyut nadi pemulihan dari menit pertama sampai kelima (denyut nadi pemulihan P1 sampai P5) dan penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok sampel dengan daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang antara kelompok renang gaya bebas dan gaya dada secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan daya tahan kardiovaskular subjek penelitian pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian yaitu pemulihan denyut nadi.
5.2 Karakteristik Lingkungan Tabel 5.7 Hasil Uji Normalitas Data Karakteristik Lingkungan Saat Pemeriksaan Denyut Nadi Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta (Uji Saphiro Wilk) Variabel
Rerata
Simpang baku
p
Uji
92,59 27,66 29,03
1,583 0,700 0,670
0,108 0,003 0,178
Saphiro Wilk Saphiro Wilk Saphiro Wilk
92,56 27,62 29,42
1,237 0,806 0,506
0,063 0,000 0,016
Saphiro Wilk Saphiro Wilk Saphiro Wilk
Kelompok Renang Gaya Bebas Kelembaban udara (%) Suhu udara (℃ ) Suhu air (℃ ) Kelompok Renang Gaya Dada Kelembaban udara (%) Suhu udara (℃ ) Suhu air (℃ )
67
Data pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa karakteristik lingkungan pada saat pengukuran denyut nadi atlet renang pria kelompok renang Bayusuta kelompok renang gaya bebas yaitu rerata kelembaban udara adalah 92,59%, suhu udara adalah 27,66 ℃ dan suhu air adalah 29,03℃ sedangkan pada saat pemeriksaan
atlet renang Bayusuta kelompok renang gaya dada yaitu rerata kelembaban udara adalah 92,56% suhu udara adalah 27,62℃ dan suhu air adalah 29,42℃ .
Data kelembaban udara menunjukkan bahwa pada kedua kelompok
memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data kelembaban udara pada kedua kelompok memiliki distribusi normal. Data suhu udara pada kedua kelompok memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa data suhu udara tidak berdistribusi normal sedangkan data suhu air kolam pada kelompok renang gaya bebas memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Data suhu air kolam pada kelompok renang gaya dada memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa data tidak berdistribusi normal.
68
Tabel 5.8 Uji Komparabilitas Kondisi Lingkungan Saat Pemeriksaan Denyut Nadi Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta (Uji Mann Whitney) Variabel
Mean rank
p
Kelembaban udara (%) Kelompok renang gaya bebas vs Kelompok renang gaya dada
Mann Whitney 17,32 0,917 17,68 Mann Whitney
Suhu udara (℃ ) Kelompok renang gaya bebas vs Kelompok renang gaya dada
18,62 0,476 16,38 Mann Whitney
Suhu air (℃ ) Kelompok renang gaya bebas vs Kelompok renang gaya dada
Uji
14,82 0,113 20,18
Data pada Tabel 5.8 menunjukkan bahwa bahwa kondisi lingkungan yaitu kelembaban udara, suhu udara dan suhu air pada saat pemeriksaan denyut nadi pada kedua kelompok memiliki nilai p > 0,05 yaitu p = 0,917 untuk data kelembaban udara, p = 0,476 untuk data suhu udara dan p = 0,113 untuk data suhu air. Kondisi lingkungan pada saat pemeriksaan denyut nadi kedua kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna sehingga kondisi lingkungan tidak mempengaruhi intervensi yang diberikan pada kedua kelompok. Perbedaan kondisi lingkungan pada saat pemeriksaan denyut nadi kelompok renang gaya bebas dan kelompok renang gaya dada tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian yaitu pemulihan denyut nadi.
69
5.3 Uji Normalitas dan Uji Komparabilitas Denyut Nadi Istirahat dan Denyut Nadi Pelatihan Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta
Uji normalitas data denyut nadi istirahat dan denyut nadi pelatihan dengan menggunakan uji Saphiro Wilk yang hasilnya tertera pada Tabel 5.9
Tabel 5.9 Hasil Uji Normalitas Data Denyut Nadi Istirahat dan Denyut Nadi Pelatihan pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada (Uji Saphiro Wilk) Variabel
Rerata
Denyut Nadi Istirahat (denyut/menit)
Kelompok Perlakuan Renang Gaya Bebas Renang Gaya dada
p
Uji
81,75
Simpang baku 7,407
0,069
Saphiro Wilk
80,69
10,799
0,444
Saphiro Wilk
Denyut nadi Pelatihan (denyut/menit)
Renang Gaya Bebas Renang gaya Dada
145,06
14,613
0,273
Saphiro Wilk
135,00
14,998
0,466
Saphiro Wilk
Hasil uji normalitas data (Uji Saphiro Wilk) pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa data denyut nadi istirahat dan denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya bebas dan gaya dada memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data berdistribusi normal.
70
Tabel 5.10 Uji Komparabilitas Denyut Nadi Istirahat dan Denyut Nadi Pelatihan pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada (Uji Mann Whitney) Denyut nadi Variabel Renang gaya bebas vs Renang gaya dada
Istirahat Mean rank p 18,21
Pelatihan Mean rank 20,56
0,679 16,79
p
Uji
0,073
Mann Whitney
14,44
Data pada Tabel 5.10 menunjukkan bahwa denyut nadi istirahat pada kedua kelompok memiliki nilai p > 0,05 dengan nilai p = 0,679 untuk data denyut nadi istirahat dan p = 0,073 untuk data denyut nadi pelatihan, yang berarti denyut nadi istirahat dan denyut nadi pelatihan pada kedua kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan denyut nadi istirahat dan denyut nadi pelatihan pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada tidak bermakna sehingga kedua kelompok diawali dengan denyut nadi istirahat dan denyut nadi pelatihan yang berbeda tetapi tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian yaitu pemulihan denyut nadi.
71
Tabel 5.11 Uji Komparabilitas Peningkatan Denyut Nadi pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada setelah Melakukan Renang Sprint 50 meter (Uji Wilcoxon dan Mann Whitney)
Variabel Renang gaya bebas
Peningkatan denyut nadi setelah melakukan renang sprint 50 meter Rerata p 9,00 0,000
Renang gaya dada
9,00
Renang gaya bebas vs
19,74
gaya dada
15,26
Uji Willcoxon
0,000
Wilcoxon
0,190
Mann Whitney
Data pada Tabel 5.11 menunjukkan bahwa data denyut nadi pada atlet renang pria kelompok renang Bayusuta setelah melakukan renang sprint 50 meter kelompok renang gaya bebas dan renang gaya dada setelah diuji dengan uji Wilcoxon memiliki nilai p < 0,05 yaitu p = 0,000 yang berarti bahwa peningkatan denyut nadi istirahat ke denyut nadi pelatihan pada kedua kelompok secara statistik menunjukkan peningkatan yang bermakna. Subjek penelitian pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada mengalami peningkatan denyut nadi yang bermakna setelah melakukan renang sprint 50 meter. Perbedaan peningkatan denyut nadi antara kedua kelompok yang diuji dengan uji Mann Whitney memilki nilai p > 0,05 yaitu p = 0,190 yang berarti bahwa peningkatan denyut nadi atlet pada kedua kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan peningkatan denyut nadi pada kelompok renang gaya bebas
72
dan gaya dada tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian yaitu pemulihan denyut nadi. 5.4 Uji Normalitas dan Uji Beda Denyut Nadi Pemulihan dan Penurunan Denyut Nadi dari Menit Pertama sampai Kelima pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada
Tabel 5.12 Uji Normalitas Data Denyut Nadi Pemulihan dan Penurunan Denyut Nadi dari Menit Pertama sampai Kelima pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas (Uji Saphiro Wilk) Variabel
Rerata
p
Uji
124,88
Simpang baku 11,212
DN Pemulihan P1 (denyut/menit) DN Pemulihan P2 (denyut/menit) DN Pemulihan P3 (denyut/menit) DN Pemulihan P4 (denyut/menit) DN Pemulihan P5 (denyut/menit) Penurunan P1-P5 (denyut/menit)
0,918
Saphiro Wilk
108,50
10,942
0,667
Saphiro Wilk
96,94
7,576
0,327
Saphiro Wilk
90,06
4,739
0,291
Saphiro Wilk
84,38
3,757
0,035
Saphiro Wilk
41,53
4,418
0,077
Saphiro Wilk
73
Tabel 5.13 Uji Normalitas Data Denyut Nadi Pemulihan dan Penurunan Denyut Nadi dari Menit Pertama sampai Kelima pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Dada (Uji Saphiro Wilk) Variabel
Rerata
DN Pemulihan P1 (denyut/menit) DN Pemulihan P2 (denyut/menit) DN Pemulihan P3 (denyut/menit) DN Pemulihan P4 (denyut/menit) DN Pemulihan P5 (denyut/menit) Penurunan P1-P5 (denyut/menit) Keterangan : DN Pemulihan P1 DN Pemulihan P2 DN Pemulihan P3 DN Pemulihan P4 DN Pemulihan P5 Penurunan P1-P5
p
Uji
124,56
Simpang baku 13,565
0,716
Saphiro Wilk
114,00
12,253
0,925
Saphiro Wilk
105,19
9,225
0,936
Saphiro Wilk
98,69
8,616
0,191
Saphiro Wilk
91,56
5,597
0,895
Saphiro Wilk
32,76
4,764
0,325
Saphiro Wilk
: Denyut nadi pemulihan pada menit I : Denyut nadi pemulihan pada menit II : Denyut nadi pemulihan pada menit III : Denyut nadi pemulihan pada menit IV : Denyut nadi pemulihan pada menit V : Penurunan denyut nadi dari menit I sampai menit V
Data pada tabel 5.12 dan 5.13 menunjukkan bahwa data denyut nadi pemulihan dan penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kedua kelompok memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa adalah data berdistribusi normal. Data denyut nadi pemulihan pada menit kelima (P5) pada kelompok renang gaya bebas memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa data tidak berdistribusi normal.
74
Tabel 5.14 Uji Beda Denyut Nadi Pemulihan Menit Pertama dan Kedua (P1 dan P2) pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada (Uji Mann Whitney)
Denyut nadi pemulihan Variabel Renang gaya bebas vs Renang gaya dada
P1 Mean rank 17,32
P2 p
Mean rank 14,68
0,918 17,68
Keterangan : Denyut nadi pemulihan P1 Denyut nadi pemulihan P2
p
Uji
0,098
Mann Whitney
20,32
: Denyut nadi pemulihan menit pertama : Denyut nadi pemulihan menit kedua
Data pada Tabel 5.14 menunjukkan bahwa denyut nadi pemulihan pada menit pertama (P1) pada kedua kelompok memiliki nilai p > 0,05 yaitu p = 0,918 yang berarti bahwa denyut nadi pemulihan pada menit pertama (P1) pada kedua kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Denyut nadi pemulihan pada menit kedua (P2) pada kedua kelompok memiliki nilai p > 0,05 yaitu p = 0,098 yang berarti bahwa denyut nadi pemulihan pada menit kedua (P2) pada kedua kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan denyut nadi pemulihan menit pertama (P1) dan menit kedua (P2) pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada tidak bermakna sehingga perbedaan efektifitas antara kedua perlakuan pada menit pertama dan kedua belum terlihat.
75
Tabel 5.15 Uji Beda Denyut Nadi Pemulihan Menit Ketiga dan Keempat pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada (Uji Mann Whitney)
Denyut nadi pemulihan Variabel Renang gaya bebas vs Renang gaya dada
P3 Mean rank 12,71
P4 p
Mean rank 11,68
0,005 22,29
Keterangan : Denyut nadi pemulihan P3 Denyut nadi pemulihan P4
p
Uji
0,001
Mann Whitney
23,32
: Denyut nadi pemulihan menit ketiga : Denyut nadi pemulihan menit keempat
Data pada Tabel 5.15 menunjukkan bahwa data denyut nadi pemulihan menit ketiga (P3) memiliki nilai p < 0,05 yaitu p = 0,005 yang berarti bahwa denyut nadi pemulihan pada menit ketiga (P3) pada kedua kelompok secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna. Data denyut nadi pemulihan pada menit keempat (P4) memiliki nilai p < 0,05 yaitu p = 0,001 yang berarti bahwa denyut nadi pemulihan pada menit keempat (P4) pada kedua kelompok secara statistik juga menunjukkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan denyut nadi pemulihan menit ketiga (P3) dan menit keempat (P4) pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada adalah bermakna sehingga dapat dilihat bahwa berenang lambat gaya bebas lebih efektif dalam mempercepat penurunan denyut nadi atlet renang dibandingkan dengan berenang lambat gaya dada.
76
Tabel 5.16 Uji Komparabilitas Denyut Nadi Pemulihan Menit Kelima pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada (Uji Mann Whitney)
Variabel Renang gaya bebas vs Renang gaya dada
Denyut nadi pemulihan P5 Mean rank p 11,32
Keterangan : Denyut nadi pemulihan P5
0,000
Uji
Mann Whitney
23,68
: Denyut nadi pemulihan menit kelima
Data pada Tabel 5.16 menunjukkan bahwa denyut nadi pemulihan menit kelima (P5) memiliki nilai p < 0,05 yaitu p = 0,000 yang berarti bahwa denyut nadi pemulihan menit kelima (P5) pada kedua kelompok secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan denyut nadi pemulihan menit kelima (P5) pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada adalah bermakna sehingga dapat dilihat bahwa berenang lambat gaya bebas lebih efektif dalam mempercepat penurunan denyut nadi atlet renang dibandingkan dengan berenang lambat gaya dada.
77
Tabel 5.17 Uji Beda Penurunan Denyut Nadi pada Atlet Renang Pria Kelompok Renang Bayusuta Grup Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada dari Menit Pertama sampai Kelima (Uji Wilcoxon dan Mann Whitney) Variabel Renang gaya bebas
Penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima Mean rank p 9,00 0,000
Renang gaya dada
9,00
Renang gaya bebas vs Renang gaya dada
24,26
Uji Wilcoxon
0,000
Wilcoxon
0,000
Mann Whitney
10,74
Data pada Tabel 5.17 menunjukkan bahwa data penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada yang telah diuji dengan uji Wilcoxon, memiliki nilai p < 0,05 yaitu p = 0,000 yang berarti bahwa penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada
secara statistik menunjukkan
perbedaan yang bermakna. Data penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima pada kedua kelompok yang telah diuji dengan uji Mann Whitney memiliki nilai p < 0,05 yaitu p = 0,000 yang berarti bahwa penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima pada kedua kelompok secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna. Penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada menunjukkan perbedaan yang bermakna sehingga berenang lambat gaya bebas lebih efektif dibandingkan
78
dengan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat pemulihan denyut nadi atlet renang. Data mengenai denyut nadi pemulihan dari menit pertama sampai kelima (Tabel 5.12 sampai 5.17) dapat digambarkan pada gambar 8.
Gambar 8 Grafik Penurunan Denyut Nadi pada Kelompok Renang Gaya bebas dan Gaya Dada
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur, Jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh dan Daya Tahan Kardiovaskular Karakteristik subjek penelitian pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa subjek penelitian terbanyak berusia 16-17 tahun sebanyak 26 orang (76,5%) yaitu 14 orang pada kelompok I (41,2%) dan 12 orang pada kelompok II (35,3%). Rerata karakteristik subjek penelitian pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa rerata usia pada kelompok renang gaya bebas lebih besar daripada kelompok renang gaya dada. Rerata daya tahan kardiovaskular kelompok renang gaya bebas lebih singkat waktunya daripada kelompok renang gaya dada. Rerata indeks massa tubuh pada kelompok renang gaya bebas lebih besar dibandingkan dengan kelompok renang gaya dada. Data karakteristik subjek penelitian pada kedua kelompok yaitu usia, daya tahan kardiovaskular dan indeks massa tubuh setelah diuji dengan uji komparabilitas Mann Whitney menunjukkan bahwa data usia, daya tahan kardiovaskular dan indeks massa tubuh memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa karakteristik subjek penelitian yaitu usia, daya tahan kardiovaskular dan indeks massa tubuh secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.3). Perbedaan karakteristik sampel penelitian (usia, indeks massa tubuh dan daya tahan kardiovaskular) pada kelompok renang gaya bebas dan kelompok renang gaya dada tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian yaitu pemulihan denyut nadi.
79
80
Faktor usia berhubungan dengan perubahan fisiologis dalam kualitas dan kuantitas sistem muskuloskeletal. Pada usia 15-19 tahun atlet renang mencapai penampilan yang paling maksimal dimana dari segi psikomotor yaitu waktu reaksi, kecepatan gerakan ekstremitas, kecepatan kontrol tubuh. Ditinjau dari segi penilaian fisik yaitu fleksibilitas, kekuatan eksplosif, kekuatan dinamik, koordinasi gerakan tubuh dan stamina pada usia ini sangat optimal, sehingga usia atlet 15-19 tahun yang lebih banyak bergabung ke dalam perkumpulan atlet renang (Buskirk et al., 1985). Sampel penelitian lebih banyak yang memiliki daya tahan kardiovaskular sedang dibandingkan dengan yang memiliki daya tahan kardiovaskular kurang. Subjek penelitian yang memiliki daya tahan kardiovaskular kurang sebanyak 13 orang (38,2%) yaitu pada kelompok I sebanyak 6 orang (17,6%) dan 7 orang pada kelompok II (20,6%). Sampel penelitian yang memiliki daya tahan kardiovaskular sedang sebanyak 21 orang (61,8%) yaitu 11 orang pada kelompok I (32,4%) dan 10 orang pada kelompok II (29,4%) (Tabel 5.1). Subjek penelitian merupakan atlet renang yang berlatih secara kontinyu dimana renang adalah cabang olahraga yang melibatkan gerakan di dalam air. Latihan yang dilakukan oleh atlet renang adalah latihan interval dan repetition yaitu berenang jarak jauh secara terus menerus, tetapi kecepatannya berubah-ubah dan kembali ke situasi semula kemudian diulangi lagi. Empat faktor yang diperhatikan pada latihan interval dan repetition dalam olah raga renang adalah : (1). Jarak (jarak yang mana renangan ulangan harus dilakukan 50, 100, atau 200 m); (2). Interval diantara dua renangan, 30 detik atau 60 detik; (3). Repetition/ulangan (beberapa repetition dari sesuatu jarak tertentu
81
harus direnangkan, 10 x, 20 x, atau 30 x dan seterusnya); (4).Waktu (berapa waktu yang digunakan untuk merenangkan repetition tersebut) (Suprianto, 1991). Latihan renang seperti yang telah disebutkan jika dilakukan secara berulangulang dan terus-menerus dapat menimbulkan adaptasi sistem kardiovaskular yaitu berupa peningkatan venous return karena pada saat berolah raga kontraksi otototot menyebabkan darah di vena diperas. Adaptasi sistem kardiovaskular yang juga terjadi setelah berolahraga adalah terjadinya hipertropi otot jantung dan angiogenesis pada jaringan otot jantung. Hipertropi otot jantung dan angiogenesis pada jaringan otot jantung menyebabkan kontraktilitas otot jantung meningkat. Peningkatan venous return dan kontraktilitas otot jantung menyebabkan stroke volume dan cardiac output akan meningkat (Andrew et al., 1997). Kekuatan kontraksi otot jantung menjadi meningkat pada saat jantung diisi oleh darah yang lebih banyak,. Peningkatan kekuatan kontraksi otot jantung disebabkan karena terjadi peningkatan troponin C yang menyebabkan semakin banyaknya cross-bridge aktin dan myosin di dalam otot jantung. Peningkatan venous return menyebabkan peningkatan pengisian ventrikel (end diastolic volume) sehingga terjadilah peregangan sel otot jantung (Cutilletta et al., 1998). Peregangan sel otot jantung akan menyebabkan bertambah panjangnya sarkomer yang menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi yang dihasilkan. Peningkatan kekuatan kontraksi otot jantung akan menyebabkan jantung mampu memompa darah secara optimal (Bersohn et al., 1989). Proses tersebut akan terjadi secara terus-menerus dan jika latihan fisik dilakukan secara kontinyu akan menyebabkan terjadinya hipertropi otot jantung. Proses adapatasi kardiovaskular tersebut akan menyebabkan daya tahan kardiovaskuler atlet menjadi meningkat
82
dibandingkan dengan orang yang tidak pernah berolah raga (Cutilletta et al., 1998). Uji komparabilitas dengan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa denyut nadi pelatihan, denyut nadi pemulihan dan penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa denyut nadi pelatihan, denyut nadi pemulihan dan penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.6). Daya tahan kardiovaskular subjek penelitian pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian yaitu pemulihan denyut nadi. Waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan denyut nadi ke denyut jantung normal setelah melakukan aktivitas disebut dengan periode pemulihan. Periode pemulihan dipengaruhi oleh intensitas latihan dan tingkat kebugaran fisik seseorang. Salah satu parameter yang dapat menggambarkan tingkat kebugaran fisik seseorang adalah dengan menilai tingkat kebugaran kardiovaskular. Daya tahan kardiovaskular adalah kemampuan jantung, paru dan pembuluh darah untuk berespon terhadap suatu aktivitas fisik (Trevizani et al., 2012). Jantung beradaptasi terhadap peningkatan kebutuhan oksigen selama aktivitas fisik dan melakukan pemulihan secara efisien. Pemulihan denyut jantung (heart rate recovery) adalah salah satu parameter untuk menilai fungsi otonom jantung. Pemulihan denyut nadi pada orang dewasa dan usia tua lebih lambat dibandingkan dengan orang usia muda. Pemulihan denyut nadi secara langsung
83
berhubungan dengan tingkat daya tahan kardiovaskular seseorang. Pemulihan denyut jantung pada orang dengan tingkat daya tahan kardiovaskular kurang lebih lama dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat daya tahan kardiovaskular baik (Trevizani et al., 2012). Pemulihan denyut jantung berhubungan dengan tingkat daya tahan kardiovaskular dan mortalitas. Individu dengan pemulihan denyut jantung yang lebih lama dan tingkat daya tahan kardiovaskular yang rendah memiliki resiko mortalitas tujuh kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan pemulihan denyut nadi yang lebih cepat dan tingkat daya tahan kardiovaskular yang baik. Individu dengan tingkat daya tahan kardiovaskular yang baik memiliki pemulihan denyut jantung yang lebih cepat dibandingkan dengan individu dengan tingkat daya tahan kardiovaskular yang kurang (Kokkinos et al., 1994). Latihan fisik yang melatih daya tahan kardiovaskular dengan pemulihan denyut jantung yang lebih singkat memiliki hubungan yang positif (Yataco et al., 1997).
Pemulihan denyut jantung merupakan salah satu parameter yang
digunakan untuk menilai pengaturan fungsi otonom jantung. Fungsi ototonom jatung berhubungan dengan reaktivasi sistem saraf parasimpatis setelah melakukan suatu aktivitas fisik. Penurunan denyut jantung pada menit pertama sampai kedua setelah melakukan aktivitas fisik terjadi secara cepat melalui reaktivasi sistem saraf parasimpatis. Penurunan denyut jantung pada menit ketiga setelah aktivitas fisik terjadi secara lambat sampai tercapai denyut jantung normal seperti sebelum melakukan aktivitas fisik. Penurunan aktivitas sistem saraf simpatis dan peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis secara bersamaan pada menit ketiga setelah aktivitas fisik (Berryman et al., 2012).
84
Kecepatan pemulihan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada kelompok daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang disebabkan karena kondisi fisiologis sistem kardiovaskular individu dengan daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang tidak berbeda bermakna untuk dapat menyebabkan perbedaan kecepatan pemulihan denyut nadi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan kecepatan pemulihan denyut nadi hanya terjadi pada individu dengan daya tahan kardiovaskular baik dan kurang.
6.2 Karakteristik Lingkungan Tempat Penelitian Rerata kelembaban udara relatif, suhu udara dan suhu air kolam (Tabel 5.7) pada kelompok renang gaya bebas berturut-turut adalah 92,59%; 27,660C dan 29,030C. Rerata kelembaban udara relatif, suhu udara dan suhu air kolam pada kelompok renang gaya dada adalah 92,56%; 27,620C dan 29,420C. Kelembaban udara relatif, suhu udara dan suhu air kolam pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada telah diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney yang menunjukkan bahwa kelembaban udara relatif, suhu udara dan suhu air kolam pada saat pemeriksaan denyut nadi pada kedua kelompok memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.8). Data menunjukkan bahwa kelembaban udara, suhu udara dan suhu air kolam pada saat pemeriksaan denyut nadi pada kedua kelompok adalah kondisi lingkungan dengan kelembaban udara, suhu udara dan suhu air kolam yang berada pada zona tidak nyaman. Peningkatan denyut nadi setelah latihan maksimal berupa renang sprint 50 pada kedua kelompok bukan hanya disebabkan oleh latihan maksimal tetapi suhu dan kelembaban lingkungan juga berperan dalam terjadinya peningkatan denyut nadi atlet pada kedua kelompok. Kelembaban
85
udara, suhu udara dan suhu air yang berada pada zona tidak nyaman tidak berpengaruh pada pemulihan denyut nadi pada kedua kelompok. Data pada kedua kelompok telah diuji dengan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa kelembaban udara, suhu udara dan suhu air pada saat pemeriksaan denyut nadi kedua kelompok memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa kelembaban udara, suhu udara dan suhu air pada saat pemeriksaan denyut nadi kedua kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Kondisi lingkungan pada saat pemeriksaan denyut nadi kelompok renang gaya bebas dan kelompok renang gaya dada tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian yaitu pemulihan denyut nadi. Perbedaan pemulihan denyut nadi yang terjadi pada kedua kelompok bukan karena perbedaan keadaan lingkungan yaitu kelembaban udara, suhu udara dan suhu air kolam tetapi karena perbedaan perlakuan yang diberikan. Teori yang mendasari hasil penelitian tersebut adalah bahwa suhu air pada kolam renang yang direkomendasikan khusus untuk latihan dan pertandingan bagi atlet renang adalah antara 26℃ sampai 28℃ . Suhu udara di sekitar kolam renang yang direkomendasikan adalah 2℃ di atas suhu kolam renang dan tidak boleh melebihi 30℃ karena akan menyebabkan ketidaknyamanan. Kelembaban udara di lingkungan sekitar kolam renang yang direkomendasikan adalah 50-60% untuk mencegah terjadinya penguapan air kolam yang berlebihan ke atmosfer (Nicol et al., 1998). Penguapan air kolam akan meningkat sebesar 43% jika temperatur air kolam meningkat dari 27,8℃ menjadi 30℃ dan temperatur udara menurun dari 28,9℃ menjadi 26,7℃ . Efek pendinginan (cooling effect) terjadi apabila pada saat
86
atlet renang berada di dalam kolam, air kolam pada permukaan kulit atlet mengalami penguapan ke atmosfer sehingga atlet akan merasa kedinginan. Efek pendinginan (cooling effect) terjadi apabila suhu udara di sekitar kolam renang lebih rendah dibandingkan dengan suhu air kolam (Nicol et al., 1998). Kelembaban udara yang tinggi dapat meningkatkan frekuensi denyut nadi atlet karena pada kondisi lingkungan dengan kelembaban yang tinggi akan menghambat pelepasan panas tubuh ke lingkungan terutama pada kelembaban melebihi 65%. Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi adalah lingkungan yang sudah jenuh dengan uap air sehingga sulit untuk menerima uap air yang berasal dari proses evaporasi keringat. Proses evaporasi keringat bertujuan untuk membuang panas tubuh ke lingkungan. Pelepasan panas pada saat berolah raga sebagian besar terjadi melalui proses evaporasi keringat yaitu sebesar 80%, radiasi 5%, konduksi dan konveksi 15% (Hannon dan Covixo, 2001). Terganggunya proses pelepasan panas tubuh menyebabkan suhu tubuh akan meningkat. Peningkatan suhu tubuh dan suhu lingkungan akan menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen dan suplai darah ke otot yang sedang berkontraksi.
Tubuh
akan
melakukan
mekanisme
kompensasi
dengan
meningkatkan denyut nadi untuk untuk memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen yang terjadi. Dehidrasi, peningkatan panas tubuh dan kelelahan terjadi setelah berolah raga dengan intensitas maksimal (Hannon et al., 2001). Latihan fisik dengan intensitas 70% VO2 maksimal pada kondisi lingkungan dengan kelembaban udara yang tinggi yaitu lebih dari 70% dan suhu udara tinggi yaitu 300 Celcius akan mempengaruhi peningkatan denyut nadi (Costill et al.,1995). Pemulihan tekanan darah sistolik dan diastolik setelah renang
87
gaya bebas 200 meter lebih efektif setelah melakukan metode pemulihan secara aktif dengan berjalan lambat di kolam dengan suhu air hangat dibandingkan pada suhu air dingin (Mohsen et al., 2012). Pemulihan secara aktif di air kolam dengan suhu hangat tidak berpengaruh terhadap pemulihan denyut nadi. Resistensi perifer pembuluh darah menurun pada suhu air kolam dengan suhu yang hangat sehingga membantu dalam pelepasan panas tubuh dan tubuh tetap menjaga homeostasis tanpa mempengaruhi pemulihan denyut nadi (Becker et al., 2009).
6.3 Perbedaan Efek Pemulihan Berenang Lambat Gaya Bebas dengan Berenang Lambat Gaya Dada dalam Pemulihan Denyut Nadi Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima pada kelompok renang gaya bebas telah diuji secara statistik dengan uji Wilcoxon menunjukkan bahwa data memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima pada kelompok renang gaya bebas secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.17). Metode pemulihan secara aktif yaitu dengan berenang lambat gaya bebas efektif dalam menurunkan denyut nadi atlet renang karena efek berenang di dalam air yang suhunya lebih rendah dari suhu udara lingkungan yang dapat mempercepat aktivasi sistem saraf parasimpatis (Breakly et al., 2010). Keseimbangan antara intensitas latihan dan pemulihan diperlukan untuk mencapai kondisi fisik atlet yang maksimal. Proses pemulihan dipengaruhi oleh sistem saraf, kardiovaskuler dan metabolisme tubuh. Bergerak aktif di dalam air merupakan suatu metode yang sederhana dan sangat efektif untuk mempercepat
88
aktivasi sistem saraf parasimpatis sehingga dapat mempercepat proses pemulihan (Haddad et al., 2010). Faktor yang mempengaruhi aktivasi sistem saraf parasimpatis saat bergerak aktif di dalam air adalah tekanan hidrostatik air dan suhu air yang biasanya lebih rendah dari suhu lingkungan. Suhu air yang biasanya lebih rendah dari suhu lingkungan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan tekanan hidrostatik di dalam air menyebabkan terjadinya pergeseran cairan tubuh dari pembuluh darah perifer ke pembuluh darah yang ada di rongga dada (thoracic vasculature) sehingga terjadi peningkatan volume darah di pusat tubuh, stroke volume, cardiac output dan tekanan vena sentral. Peningkatan tekanan vena sentral menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan arteri. Peningkatan tekanan arteri akan merangsang baroreseptor sehingga terjadi feedback negatif untuk mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis dan aktivasi sistem saraf parasimpatis (Laursen et al., 2010) Bergerak aktif dengan berenang lambat gaya bebas dimana gerakan renang gaya bebas berupa posisi badan harus sejajar dan sedatar mungkin, tubuh harus berputar pada garis pusat atau pada rotasinya, sikap kepala normal dan pandangan lurus ke depan. Gerakan lengan pada renang gaya bebas terdiri dari tiga bagian yaitu tekanan awal (intial press), dayung ke dalam (inward scull), dan dayung ke luar (outward scull). Metode pemulihan secara aktif dengan berenang lambat gaya bebas dapat memperbaiki penampilan atlet jika dilakukan setelah latihan maksimal dengan durasi lebih dari 30 detik dan tidak akan memperbaiki
89
penampilan atlet jika dilakukan setelah latihan maksimal dengan durasi kurang dari 30 detik (Spierer et al., 2004). Gerakan renang gaya bebas melibatkan hampir seluruh otot dan sendi pada tubuh manusia yaitu otot-otot pada batang tubuh, leher, bahu, lengan atas, punggung, dada dan kaki untuk menjaga gerakan agar tetap konstan dan seefisien mungkin (McLeod, 2012). Kontraksi otot-otot dapat mempercepat pemulihan denyut nadi karena dapat mempercepat terjadinya oksidasi asam laktat yang digunakan sebagai sumber energi selama kontraksi otot dalam berenang lambat (Bonen dan Belcastro, 2006). Kontraksi otot pada berenang lambat juga dapat menyebabkan sirkulasi darah di otot yang sedang berkontraksi menjadi lebih lancar. Aliran darah yang lancar menyebabkan pembersihan asam laktat dari otot yang berkontraksi menjadi lebih cepat dan transpostasi asam laktat menuju ke otot yang tidak berkontraksi dan jaringan lain pada tubuh menjadi lebih lancar. Asam laktat di otot yang sedang berkontraksi dan di jaringan lain akan diubah kembali menjadi glukosa dan disimpan dalam otot sebagai cadangan energi. Proses tersebut dapat mempercepat pemulihan kadar asam laktat setelah suatu aktivitas fisik. Penurunan kadar asam laktat menyebabkan adanya rangsangan pada kemoreseptor pada pembuluh darah sehingga menimbulkan feedback negatif ke otak untuk menurunkan aktivitas simpatis dan terjadi aktivasi sistem saraf parasimpatis sehingga penurunan denyut nadi lebih cepat terjadi (Bonen dan Belcastro, 2006). Efek berenang di dalam air menyebabkan tekanan arteri meningkat sehingga baroreseptor pada arteri akan mengirimkan feedback negatif dan menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis. Penurunan aktivitas sistem saraf
90
simpatis menyebabkan vasodilatasi sehingga tekanan darah dan denyut jantung berkurang sehingga pemulihan lebih cepat terjadi . Efek penyelaman di dalam air merupakan suatu metode yang sederhana dan efektif untuk mengaktivasi sistem saraf parasimpatis dan mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis setelah latihan fisik. Air dengan suhu yang lebih rendah lebih efektif dalam aktivasi sistem saraf parasimpatis (Miyamoto, 2006). Denyut jantung pada saat berada di dalam air 13% lebih rendah daripada saat berada di daratan, sehingga metode pemulihan secara aktif di dalam air lebih efektif daripada metode pemulihan aktif di daratan (Mc Ardle et al., 1991). Denyut jantung pada saat berada di dalam air lebih rendah dibandingkan ketika berada di daratan karena pada saat berenang tubuh berada dalam posisi horizontal sehingga jantung bekerja lebih ringan untuk memompa darah ke seluruh tubuh melawan efek gravitasi bumi (Irlam, 2013). Atlet renang yang telah melakukan renang sprint 50 meter secara fisiologis akan mengalami ketidakseimbangan metabolisme yaitu sumber karbohidrat dan cadangan kreatin fosfat akan terpakai dengan cepat dan akan dihasilkan metabolit yaitu asam laktat. Tubuh harus dipulihkan kembali segera setelah melakukan olahraga karena cadangan energi di dalam otot yang berkontraksi selama olahraga harus dipulihkan kembali dan asam laktat yang terbentuk harus dibersihkan dari otot dan darah (Becket et al., 1993). Penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima pada kelompok renang gaya dada telah diuji secara statistik dengan uji Wilcoxon dan menunjukkan bahwa data memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima pada kelompok renang gaya
91
dada secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.17). Metode pemulihan dengan berenang lambat gaya dada dilakukan dengan stroke rate (SR) yang seminimal mungkin. Peningkatan penampilan atlet renang lebih baik pada pemulihan berenang lambat gaya dada yaitu sebesar 15,3% dibandingkan dengan metode pemulihan secara pasif
yaitu sebesar 12,5%
(Chatard dan Candwilson, 2003). Renang lambat gaya dada juga memberikan efek penyelaman di dalam air yang merupakan suatu metode yang efektif untuk aktivasi sistem saraf parasimpatis sehingga efektif dalam pemulihan denyut nadi atlet renang (Haddad et al., 2010). Renang lambat gaya dada juga melibatkan kontraksi otot-otot dalam tubuh, tetapi energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot pada renang lambat gaya dada lebih besar dibandingkan dengan gaya bebas. Gerakan lengan dan kaki pada renang gaya dada terjadi di dalam air sehingga tahanan tekanan air yang ditimbulkan jauh lebih besar. Tahanan yang ditimbulkan menjadi sangat besar karena berat jenis air jauh lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis udara yaitu berat jenis air adalah 1000 kg/m3 dan berat jenis udara adalah 1,275 kg/m3. Kontraksi otot harus melawan tahanan yang besar sehingga energi yang diperlukan lebih besar (Costill et al., 1998). Tahanan tekanan air adalah tahanan yang paling mempengaruhi kecepatan seorang atlet renang yaitu sebesar 55%; tahanan gesekan sebesar 22%; dan tahanan gelombang sebesar 23%. Gerakan lengan dan kaki ke arah lateral juga menyebabkan tahanan tekanan air, tahanan gesekan dan tahanan gelombang air menjadi sangat besar, sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk kontraksi otot untuk melawan tahanan tersebut. Efek fisiologis yang terjadi karena
92
kontraksi otot pada renang gaya dada juga terjadi peningkatan aliran darah sehingga metabolisme asam laktat di otot yang berkontraksi selama latihan maksimal menjadi lebih cepat (Bonen dan Belcastro, 2006). Asam laktat yang terbentuk akan diresintesis kembali menjadi glukosa dan disimpan kembali menjadi glikogen otot. Mekanisme fisiologis yang mendasari penurunan denyut nadi setelah berenang lambat gaya dada juga didasarkan pada rangsangan pada kemoreseptor pada pembuluh darah karena telah terjadi penurunan kadar asam laktat. Penurunan kadar asam laktat menyebabkan feedback negatif ke otak untuk menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis dan aktivasi sistem saraf parasimpatis sehingga terjadilah penurunan denyut nadi (Bonen dan Belcastro, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa denyut nadi pemulihan yang diukur dengan metode Brouha yaitu denyut nadi menit pertama (P1) dan kedua (P2) antara kedua kelompok setelah diuji dengan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa data memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa denyut nadi pemulihan menit pertama (P1) dan kedua (P2) antara kedua kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.14). Perbedaan denyut nadi pemulihan menit pertama (P1) dan menit kedua (P2) pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada tidak bermakna sehingga perbedaan efektifitas antara kedua perlakuan pada menit pertama dan kedua belum terlihat. Denyut nadi pemulihan pada menit ketiga (P3) sampai kelima (P5) antara kedua kelompok menunjukkan bahwa data memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa denyut nadi pemulihan menit ketiga (P3) sampai kelima (P5) antara kedua kelompok secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.15
93
dan Tabel 5.16). Perbedaan denyut nadi pemulihan menit ketiga (P3) sampai menit kelima (P5) pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada adalah bermakna sehingga dapat dilihat bahwa berenang lambat gaya bebas lebih efektif dalam mempercepat penurunan denyut nadi atlet renang dibandingkan dengan berenang lambat gaya dada. Penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima antara kedua kelompok setelah diuji dengan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa data memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima antara kedua kelompok secara statististik menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.17). Ppenurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada menunjukkan perbedaan yang bermakna sehingga berenang lambat gaya bebas lebih efektif dibandingkan dengan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat pemulihan denyut nadi atlet renang. Hasil penelitian pada Tabel 5.14 sampai 5.17 dapat disimpulkan bahwa metode pemulihan dengan berenang lambat gaya bebas lebih efektif dalam mempercepat penurunan denyut nadi atlet renang setelah latihan maksimal berupa renang sprint 50 meter. Analisis biomekanik pada gaya renang didasarkan pada analisis kinematika dan neuromuskular. Kinematika siklus kayuhan (stroke cycle) pada renang gaya bebas menghasilkan kecepatan yang paling tinggi dibandingkan dengan renang gaya lainnya dengan urutan yaitu renang gaya kupu-kupu, gaya punggung dan gaya dada (Chengalur et al.,1992). Kecepatan renang dipengaruhi oleh panjang kayuhan (stroke length/SL) dan frekuensi kayuhan (stroke
94
frequency/SF). Stroke length adalah jarak horizontal bergeraknya tubuh ke arah depan selama satu siklus kayuhan maksimal. Stroke frequency adalah jumlah kayuhan maksimal dalam satu satuan waktu tertentu (stroke/menit) (Toussaint dan Hollander, 1994). Hasil penelitian Craig dan Pendergast (1989), menyatakan renang gaya bebas memiliki stroke length dan stroke frequency yang paling tinggi sehingga menghasilkan kecepatan renang yang paling tinggi dibandingkan dengan gaya renang lainnya. Renang gaya dada untuk meningkatkan kecepatan, stroke frequency harus ditingkatkan tetapi stroke length akan berkurang sehingga kecepatan yang dihasilkan tidak maksimal (Craig dan Pendergast, 1989). Variabel lain yang juga berpengaruh terhadap kecepatan renang adalah stroke index (SI). Stroke index berfungsi untuk mengetahui efisiensi gerakan suatu gaya renang (Costill et al., 1985). Stroke index menggambarkan apabila seorang atlet renang berenang pada kecepatan tertentu, apabila atlet renang tersebut memiliki stroke length yang baik, maka renang yang dilakukan memiliki efisiensi yang tinggi. Gaya bebas memiliki stroke index yang paling baik diantara keempat gaya renang, sedangkan renang gaya dada memiliki stroke index yang paling buruk. Kesimpulan dari analisis kinematika siklus kayuhan tersebut adalah renang gaya bebas memiliki stroke length, stroke frequency, stroke index dan kecepatan yang lebih baik daripada renang gaya dada sehingga energi yang dibutuhkan lebih kecil (Arellando et al., 2002). Energi yang dihabiskan saat berenang yang paling kecil adalah renang dengan gaya bebas, dan yang terbesar adalah gaya punggung, kemudian gaya kupu-kupu dan gaya dada. Energi yang dihabiskan selama berenang dengan gaya
95
bebas lebih kecil dibandingkan dengan berenang dengan gaya dada (Pendergast, 2011). Gerakan renang gaya bebas menggunakan gerakan lengan dan dorongan kaki secara kontinyu untuk menghasilkan gaya dorong yang maksimal dan terusmenerus selama berenang. Besarnya tahanan dapat diminimalkan karena sumbu panjang tubuh sejajar dengan arah gerakan. Bentuk tubuh pada renang gaya bebas dapat dibayangkan sebagai suatu objek yang berbentuk lurus, pipih dan panjang (streamline) (Barbosa et al., 2010). Gerakan pada renang gaya bebas arah gerakannya sejajar dengan sumbu tubuh dan tidak ada gerakan sendi panggul atau lengan ke arah lateral seperti gerakan pada renang gaya dada. Arah gerakan yang sejajar dengan sumbu tubuh dan tidak ada gerakan sendi panggul atau lengan ke arah lateral sangat penting untuk meminimalkan hambatan di dalam air, karena air mengalir di sekitar tubuh dalam arah yang sejajar. Arah gerakan yang sejajar dengan sumbu tubuh juga berfungsi untuk meneruskan kecepatan yang dihasilkan oleh kayuhan lengan dan dorongan kaki (Barbosa et al., 2010). Renang gaya dada merupakan gaya renang yang paling kurang efisien dibandingkan dengan gaya renang lainnya karena besarnya tahanan air yang disebabkan oleh posisi tubuh. Semua gerakan lengan pada renang gaya dada berada di dalam air. Dorongan oleh kedua lengan pada fase gerakan pemulihan (recovery) dimana kedua lengan masih tetap berada di dalam air, dapat menyebabkan dihasilkannya tahanan air yang sangat tinggi (Barbosa et al., 2010). Peningkatan kebutuhan oksigen secara drastis terjadi pada saat berolahraga. Cadangan oksigen yang tersimpan di dalam hemoglobin darah,
96
mioglobin akan digunakan pada saat awal dilakukan olahraga. Cadangan oksigen yang ada di dalam tubuh belum dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan oksigen yang terjadi sehingga terjadilah suatu keadaan kekurangan oksigen (oxygen deficit). Oxygen deficit adalah suatu keadaan dimana cadangan oksigen yang tersimpan dalam tubuh tidak seimbang dengan kebutuhan oksigen sehingga tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara memproduksi energi dari sistem energi anaerobik (Astrand, 2008). Konsumsi oksigen akan tetap tinggi pada saat aktivitas olahraga berhenti dan akan menurun secara bertahap saat masa pemulihan. Konsumsi oksigen yang tetap tinggi setelah melakukan aktivitas fisik disebut dengan kelebihan konsumsi oksigen (oxygen debt) atau disebut juga Excess Post-exercise Oxygen Consumption (EPOC). Kelebihan konsumsi oksigen pada masa pemulihan akan digunakan untuk : 1. Mengembalikan cadangan oksigen di dalam hemoglobin, mioglobin dan yang terlarut dalam darah, 2. Mengkorversikan kembali laktat menjadi glukosa dan 3. Mengembalikan cadangan ATP-fosfokreatin dari ADP dan fosfokreatin (Binzoni et al., 2002). Analisis biomekanik gerakan dan neuromuskular metode renang lambat gaya bebas dapat menghasilkan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan renang lambat gaya dada. Energi yang dibutuhkan pada renang gaya bebas lebih sedikit untuk menempuh jarak renang yang sama. Analisis bioenergetika renang gaya bebas adalah gaya renang yang membutuhkan energi paling rendah dibandingkan dengan gaya renang lainnya termasuk renang gaya dada (Ogita et al., 2004).
97
Analisis biomekanik dan bioenergetika renang gaya dada membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan renang gaya bebas. Peningkatan kebutuhan energi akan disertai dengan peningkatan kebutuhan oksigen. Tubuh akan beradaptasi tethadap peningkatan kebutuhan okseigen dengan cara meningkatkan kerja sistem kardiovaskular. Sistem kardiovaskular berfungsi untuk transpor oksigen ke seluruh tubuh oleh jantung dan difusi oksigen ke jaringan (Ogita et al., 2004). Kebutuhan energi dan oksigen yang lebih rendah pada renang gaya bebas menyebabkan adaptasi sistem kardiovaskular untuk memenuhi kebutuhan energi dan oksigen yang meningkat selama olahraga juga lebih minimal. Adaptasi sistem kardiovaskular adalah dengan meningkatkan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung dapat dinilai dengan menilai denyut nadi yang merupakan pulsasi denyut jantung yang ada di permukaan tubuh. Adaptasi yang lebih minimal menyebabkan pemulihan denyut nadi juga lebih cepat. Sumber energi dari renang lambat 200 meter adalah berasal dari 3 sumber yaitu: (1). ATP-PC sebesar 10%; (2). Asam laktat sebesar 30% dan (3). Sumber energi aerob sebesar 60% (Prampero et al., 1986). Sumber energi terbesar pada saat berenang lambat 200 meter adalah sumber energi aerobik yang membutuhkan oksigen untuk menghasilkan ATP. Renang lambat gaya bebas 200 meter membutuhkan energi yang lebih kecil dibandingkan dengan renang lambat gaya dada maka kebutuhan oksigennya pun lebih kecil. Kebutuhan oksigen yang lebih kecil menyebabkan kelebihan konsumsi oksigen (oxygen debt) yang terjadi pada masa pemulihan akan lebih banyak yang bisa digunakan untuk pengembalian cadangan oksigen dan energi dalam tubuh. Pengembalian cadangan oksigen dan
98
energi yang lebih cepat menyebabkan pemulihan kerja sistem kardiovaskular juga lebih cepat terjadi. Pemulihan kerja sistem kardiovaskular dapat dinilai dengan menilai pemulihan denyut nadi (Hill dan Lupton, 2007). Kebutuhan energi yang lebih sedikit pada renang gaya bebas menyebabkan kebutuhan oksigen juga lebih sedikit pada renang gaya bebas. Kebutuhan oksigen yang lebih sedikit menyebabkan penggunaan oksigen pada oxygen debt lebih sedikit sehingga lebih banyak oksigen yang bisa digunakan untuk pemulihan. Pemulihan yang terjadi di dalam tubuh salah satunya adalah pemulihan kadar asam laktat. Pemulihan kadar asam laktat yang lebih cepat menyebabkan pemulihan denyut nadi juga terjadi lebih cepat. Pemulihan denyut nadi terjadi karena penurunan kadar asam laktat di dalam darah akan merangsang kemoreseptor pada pembuluh darah sehingga akan menimbulkan feedback negatif. Feedback negatif akan menyebabkan penurunan aktivitas sistem saraf simpatis dan
peningkatan
aktivitas
sistem
saraf
parasimpatis.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Simpulan pada penelitian ini didasarkan pada analisis data dan pembahasan, adapun simpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Pemulihan berenang lambat gaya bebas lebih efektif dibandingkan dengan pemulihan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat penurunan denyut nadi atlet renang pria grup renang Bayusuta di Denpasar.
7.2 Saran Berdasarkan simpulan penelitian di atas, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Bagi para pelatih renang diharapkan menerapkan metode pemulihan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti metode pemulihan secara aktif yaitu berenang lambat gaya bebas. 2. Untuk menyempurnakan penelitian ini, maka diharapkan penelitianpenelitian lanjutan pada masa-masa yang akan datang mengenai metode pemulihan aktif pada cabang olahraga renang dengan gaya renang yang berbeda.
99
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2006. Makalah Ilmiah Renang. Available from : http://www.kompas. com/2006/makalah ilmiah renang-html. (Accesed : 2013, November 12). Alves, F., Costa, M., Gomes, J. 2001. The Influence of Swimming Velocity on the Kinematic Characteristics of Frontcrawl Swimming. Journal of Sports and Medicine 12 : pp 349–355. Andreacci, H., Hawley, J. A., Gaesser, G. 2010. Effect of Exercise Intensity, Duration and Mode on Post Exercise Oxygen Consumption. European Journal of Applied Physiology 60 : pp 169-174. Andrew, G . M., Guzman, C. A., Becklake, M. R. 1997. Effect of Athletic Training on Exercise Cardiac Output. Journal of Applied Physiology 21 : pp 603-608. Arai, Y., Saul, J. P., Albert, P. 2002. Cardiac Autonomic Activity During and Immediately After Exercise. Journal of Applied Physiology 256 : pp 132136. Arellando, F., Cunha, P., Pereira, G. J. 2002. Biomechanics and Medicine in Swimming VIII, K.L.Keskinen, P.V. Komi & P.A. Hollander, (Eds.). Gummerus Printing, Jyvaskyla, pp 9-14. Astrand, I. 2008. Oxygen Uptake at the Beginning of Work. Journal of Applied Physiology 33 : pp 611–615. Avalos, M., Hellard, P., Chatard, J. C. 2003. Oxygen Requirement After Exercise. Medicine and Science in Sports and Exercise : 35 pp 838-846.
100
101
Barbosa, T. M., Bragada, J. A., Reis, V. M., Marinho, D .A., Carvalho, C. and Silva, A. J. 2010. Energetics and Biomechanics as Determining Factors of Swimming Performance, Updating the State of Art. Journal of Science and Medicine in Sport 13: pp 262-265. Becker, B. E., Hildenbrand, K., Whitcomb, R. K., Sanders, J. P. 2009. Biophsiologic Effect of Warm Water Immersion. International Journal of Aquatic Research and Education 3 : pp 24-37. Beckett, K. D., and Steigbigel, K. 1996. Effects of Warm Down Techniques on the Removal of Lactate Acid Following Maximal Human Performance. Journal of Swiming Research 9: pp 32–35. Behm, D. G., and Barden, J. 1993. Training Adaptations for Optimal Performance. Sports Medicine. 15 : pp 374–388. Berryman, N., Mekary, S., Bherer, L., Audiffren, M. 2012. Reliability of Heart Rate Measures Used to Assess Post-Exercise Parasympathetic Reactivation. Sports Medicine 26 : pp 217–238. Bersohn, M. M., Schener, J. 1989. Effects of Physical Training on End-Diastolic Volume and Myocardial Perfomance. European Journal Applied Physiology 40 : pp 510-16. Binzoni, T., Ferretti, G., Schenker, K., Cerretelli. 2002. Relationship Between Oxygen Consumption, High Energy Phosphates and the Kinetics of Oxygen Debt in Exercise. Journal of Applied Physiology 29 : pp 547–551. Blomqvist, G. 2005. Cardiovascular Adaptation to Physical Training. Available from : www.anualreview.org/aronline (Accessed : 2013, September 19).
102
Bogdanis, G. C., Nevill, M. E., Lakomy, H. K., Graham, C., Louis, G. 2002. Physiological Effect of Active Recovery. European Journal Applied Physiology 74 : pp 461–469. Bompa, O. T. 1994. Theory and Methodology of Training. Toronto: Mosaic Press. Bonen, A., and Belcastro, A. N. 2006. Comparison of Self-Selected Recovery Methods on Lactic Acid Removal Rates. Medicine Science Sports 8: pp 176–178. Bonifazi, M., Martelli, G., Marugo, L., Sardella, F., Carli, G. 1993. Oxygen Deficit
After Exercise. The Journal of Sports Medicine and Physical
Fitness 33 : pp 13-18. Bosquet, R. S., Goldsmith, L., Sleight, P. 2010. Exercise and Autonomic Function. Sport and Medicine Journal 272 : pp 1412-1418. Breakly, T. E., Easton, R., Peters, D. 2010. Effects of Cold Water Immersion on the Symptoms of Exercise-Induced Muscle Damage. Journal of Sport Science 13 : pp 231-234. Brems, F. 1997. The mechanics of modern breaststroke swimming. Available from : http://www. bjsportmed. com (Accessed : 2013, September 21). Brent, F., Fiske, C. H., Henry, F. M. 2011. Metabolism During Exercise. Journal of Applied Physiology 3 : pp 427-429. Brooks, P. A., Lavoie, J. M., Montpetit, R. R. 2011. An Energy Balance in Exercise. European Journal Applied Physiology 94 : 134-136. Buchheit, M., Peiffer, J.J., Abbiss, C.R. and Laursen, P.B. 2009. Effect of Cold Water Immersion on Postexercise Parasympathetic Reactivation. Heart and Circulatory Physiology 296(2) : pp 421-427.
103
Buskirk, E.R. 1985. Biology of Aging (2d ed) New York: Van Nostrand Reinhold. (pp 894-924). Capelli, C., Pendergast, D. R., Termin, B. and Prampero, P. E. 1998. Energetics of Swimming at Maximal Speed. European Journal Applied Physiology 78 : pp 385-393. Capelli, P. C., Eggleton, P., Gussoni, M. 2010. Energetics of Swimming. Journal of Applied Physiology 55: pp 146-153. Caputo, R., Ogita, F., Tabata, I. 2006. Energy Release During Swimming at Different Velocity. Medicine Science Sports Exercise 32 : pp 336-338. Carew, K. R., Piiper, J., Roos, A. 2003. Relationship of Lactic acid Production, Velocity and Metabolism in Competitive Swimming. Journal of Applied Physiology 215: pp 522-525. Cazorla G., Beam, C. W. 1983. The Influence of Active Recovery on Blood Lactate Disappearance After Supramaximal Swimming. Sports Medicine Physical
Fitness 40: pp 87–95. Chatard, J. C and Candwilson, B. 2003. Active Recovery in Swimming. Medicine
and Science Sports Exercise 35 : pp 176-181. Chengalur, S. and Brown, P. 1992. An Analysis of Male and Female Olympic Swimmers in the 200m Events. Canadian Journal of Sport Science 17 : pp 104-109 Cole, C. R., Blackstone, E. H., Pashkow, F. J., Snader, C. E. and Lauer, M. S. 1999. Heart Rate Recovery Immediately After Exercise as a Predictor of Mortality. New England Journal Medicine 341(18) : 1351-1357.
104
Colwin, M. 2009. Heart Rate, Blood Pressure and Exercise. Available from : http://Vernier.com (Accessed : 2013, October 14). Costill, D., Kovaleski, J., Porter, D., Fielding, R. and King, D. 1985. Energy Expenditure During Frontcrawl Swimming, Predicting Success in MiddleDistance Events. International Journal of Sports Medicine 6 : pp 266-270. Costill, D., Kovaleski, J., Porter, D., Fielding, R., King, D. 1998. Energy Expenditure during Breaststroke Swimming. International Journal Sports Medicine 6 : pp 266-270. Craig, J. R. and Pendergast, D. 1989. Bioenergetics of Swimming. Medicine and Science Sports Exercise 11 : pp 278- 283. Craig, J. R., Skehan, P., Pawelczyk, J. A. 2010. Relationships of Stroke Rate, Distance per Stroke and Velocity in Competitive Swimming. Medicine Science and Sports Exercise 17 : 625-634. Cutilletta, A. F., Eclmiston, K., Dowell, R. T. 1998. Effect of a Mild Exercise Program on Myocardial Function and the Development of Hypertrophy. Applied Physiology 46 : 354-360. Darryl, J., Prentice, W. E. 2004. Alternating Hot and Cold Water Immersion for Athlete Recovery. Medicine and Science in Sports and Exercise 16 : pp 529–538. Dedeng, K. 1994. Latihan Renang PRSI/FINA. Jakarta: Penataran Pelatih Nasional. Douda, H., Bogdanis, G., Boobis, L. 2010. Intensity of Exercise Recovery and Swimming Performance. Journal Sport Science 26 : pp 29-34.
105
Effendi, C. A. 1983. Adaptasi Kardiovaskular terhadap Latihan. Penyunting : Sadikin. Cetakan 1. Yogyakarta : Media Pressido. Hal : 21. Felix, D., Bonen, A., Banerjee, P. 2008. Effects of Warm Down Techniques on Removal of Lactate and Heart Rate Recovery Following Maximal Exercise. Journal Sport Science 9 : pp 32-35. Ferran, C. B., Brand, M. D., Nicholls, D. G. 2010. Aerobic and Anaerobic Energy Expenditure. Exercise Sport Journal 66 : pp 239-242. Fox, T., Prampero, P. E., Margaria, R. 1993. Relationship Between Oxygen Consumption, High Energy Phosphates and the Kinetics of Oxygen Debt in Exercise. European Journal Applied Physiology 304 : pp 11-19. Francis, A., Belcastro, C., Bonen, M. 2009. A Comparison of Self-Selected Recovery Method. Medicine Science Sport 8 : pp 176-178. Freeman, J. V., Dewey, F. E., Hadley, D. M. 2006. Autonomic Nervous System Intraction with the Cardiovascular System during Exercise. Medicine Science Sports Exercise 38 : pp 1492–1499 Ganong, W. F. 2012. Fisiologi Kedokteran. Editor H. M. Djauhari Wijayakusumah. Edisi 24. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Grandjean, P., Andersen, L., Ndrew, G.M. 1993. Maximal Blood Flow and Oxygen Uptake of an Exercise. Acta Physiology Scandinavia 14 : pp 134138. Guyton, A. C., Hall, J. E. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih bahasa Irawati. Ed. 12. Jakarta : EGC.
106
Haddad, K., Lehmann, J. F., Scham, S. M. 2010. Training, Recovery and Overtraining-the Role of the Autonomic Nervous System. Sport Coach Journal 3 : pp 29-30. Halson, T. H., Topol, E. J., Paskhow, J. 2004. Heart Rate and Cardiorespiratory Fitness. JAMA 282 : pp 1547-1553. Hannon, J. P., and Covixo, B. G. 2001. Competition in Hot and Humid Environment. European Journal Applied Physiology, 66 : pp 489-493. Hay, James, G. 1993. The Biomechanical of Sport Technique. Journal Sports Science 26: pp 1497–1505. Hill, A.V., and Lupton, H. 2007. Muscular Exercise, Lactic Acid and the Supply and Utilization of Oxygen. Medicine Science Sport 96 : pp 438-475. Hocutt, J. E., Beebe, J. K., Jaffe, R., Rylander, C. R. 1997. Recovery and Regeneration for Long-Term Athlete Development. Journal of Athletic Training 33 : pp 336–340. Holfelder, C., Barthels, K. M., Arellano, R. 2013. Observation and Technical Characterization in Swimming 200 m Breaststroke. Sport Medicine Journal 26 : pp 235-240. Irlam, L. 2013. Swim Training with Heart Rate. Sports Medicine Journal 17 : pp 472-475. Jansen. 1997. The Art and Science Coaching. Canbera, Australia : Government Publishing Service. Jarvis, A., Jensen, B., Hardley, S., Felix, S., Manos, T. 1997.
Swimming
Performance Following Different Recovery Protocols in Female Collegiate Swimmers. Journal of Swimming Research 12 : pp 1–6.
107
Karim, S. 2002. Latihan Fisik. Surakarta : Sebelas Maret University Press. Ketchum. 1999. Cardiovascular Adaptations to Physical Training. Journal of Applied Physiology 34 : pp 628-632. Kindermen, R. J., Cutilletta, A. F., Edmiston, K. 1995. Effect of Exercise Program on Myocardial Function and the Development of Hypertrophy. Journal of Applied Physiology 46 : pp 354-360. Kokkinos, Venditti, F. J., Manders, E. S., Evans, J. C., Larson, M. G. 1994. Heart Rate Recovery and Mortality Risk in an Elderly Cohort. The Framingham Heart Study Circulation 90 : pp 878-883. Larson, T. 2007. Heart Rate Response to Graded Exercise. Available from : www.heartmed.com (Accessed : 2013, October 21). Larson, T. 2007. Heart Rate Response to Graded Exercise. Available from : www.heartmed.com (Accessed : 2013, October 21). Lauer, P., Sergej, M., Calleja, G. 2009. Recovery Heart Rate. Journal of Physiology 54 : pp 105-110. Laursen, P. B., Chollet, D., Lemaitre, F. Effect of Cold or Thermoneutral Water Immersion on Post-exercise Heart Rate Recovery and Heart Rate Variability. European Journal of Applied Physiology 108 : pp 599-604. Leon, A. S., Bloor, C. M. 2008. Effects of Exercise and Its Cessation on the Heart and Its Blood Supply. Journal of Applied Physiology 24 : pp 485-490. Mc Ardle, A., Beltisky, R. B., Bahr, R. 1991. The Science Behind Recovery. Medicine and Science in Sports and Exercise 24 : pp 532-535. McLeod, I. 2012. A strong Core is Essential for Powerful Swimming. Available from : www.humankinetics.com. (Accessed : 2014, May 8).
108
McMaster, W. C. 2005. Shoulder injuries in competitive swimmers. Medicine and Science in Sports and Exercise 18 : pp 349–359. Michael, B., Williams, T., Peter, B., Raven, L. 2003. Effects of Recovery on Glycogen Restoration and Endurance Exercise Performance. Journal of Strength and Conditioning Research 17 : pp 12–19. Miyamoto, S., Viitasalo, K., Niemela, R. 2006.The Effect of Water Immersion and Active Recovery on Heart Rate. Journal of Athletic training 32 : pp 238-241. Mohsen, S. J. and Coyle, E. F. 2012. Cardiovascular and Temperature Regulatory Change During Maximal Exercise. Journal of Applied Physiology 20 : pp 267-270. Mollendorf, J. K. 2010. Body Drag and Efficiency in Competitive Swimming. Archive Physiology 69 : pp 502-508. Monahan, K. G., Lusk, G., Seals, D. S. 2001. Predicted Maximal Heart Rate. Journal of Exercised Physiology 37 : pp 153-6. Nicol, J. F, Kessler, Maria, R. B. 1998. The role of Personal Control of the Environment in Thermal Comfort and Satisfaction at the Swimming Pool. Journal of the Environmental Design Research Association 21 : 303-318. Ogita, F., Tamaki, H., Wagatsuma, A., Maeda, A. 2004. The Mechanical Efficiency of Frontcrawl Swimming. Medicine Science Sports Exercise 22 : pp 402-408. Olson, R. 2007. Medifast Exercise Guide (Owings Mills Inc), Available from: www.medifast.vic.gov.au. (Accessed: 2013, November 10).
109
Ostojic, M., Bhan, A. K., Johnson, R. 2011. Effect of Physical Training on Cardiac Activity. Journal of Applied Physiology 22 : pp 314-324. Palatini, P., Thijs, L., Staessen, J. A . 2002. Recommendations on How to Measure Resting Heart Rate. Intern Medicine. 162 : pp 231-232. Pendergast, L., Baltaci, G., Rorke, S. 2011. Swimming Energy Training. Medicine and Science in Sports and Exercise 31 : pp 117-119. Plowmanet, Sharon, A., Smith, D. L. 2008. Exercise Physiology for Health, Fitness and Performance. 2nd ed. Baltimore : Lippincot Williams&Wilkins, a Wolters Kluwer Bisiness. Poccok, S. J. 2008. Clinical trials, John Wiley&Sons Ltd, England. Prabowo, T. 1999. Cedera Bahu. Jurnal Majalah Ilmiah Olahraga. Volume 5 Edisi Desember. Hal. 76-84. Yogyakarta: FPOK IKIP Yogyakarta. Prampero, P. E. 1986. The Energy Cost of Human Locomotion on Land and in Water. Sports Medicine Journal 7: pp 55-72. Prampero, P. E., Pendergast, D. R., Wilson, D. R., Rennie, D. W. 1974. Energetics of Swimming in Man. Journal of Applied Physiology 37 : pp 101-105. Publow,
B.
1999.
Testing
and
Circuit
Training.
Available
from
:
http://www.Speedskatingontario.org (Accessed : 2013, October 15). Richards, R. 2003. The Mechanics of Breaststroke Swimming. Available from : http://www.jssm.org (Accesssed : 2013, September 17). Robergs, R. 2006. Resting Heart Rate (American Heart Association), Available from : http://www.nytimes.com (Accessed : 2013, November 7).
110
Robergs, R. A., Landwehr, R. 2002. The Surprising of Heart Rate Maximal Equation. Journal of Exercise Physiology 26 : pp 538-546. Robinson, B. F., Epstein, S. E., Kahler,R. L., Braunwald, E. 2000. Circulatory Effects of Acute Expansion of Blood Volume During Exercise. Sports Medicine 32 : pp 539–554. Rodriquez, C. E., Binzoni, T., Ferretti, G. 2010. Aerobic and Anaerobic Metabolism in Swimming. Journal of Applied Physiology 19 : pp 20-23. Rohmat, D. 2006. Prestasi Atlet Renang Gaya Punggung Ditinjau Dari Frekuensi Kayuhan, Fleksibilitas Lengan dan Kekuatan lengan. Artikel Ilmiah Olahraga. Hal. 9-11. Yogyakarta: FPOK IKIP Yogyakarta. Saltin, B. 1993. Central Circulation after Physical Conditioning in Young and Middle-Aged Men. Medicine and Science Sports Exercise 25 : pp 952–959. Scott, C. 2005. Misconceptions about Aerobic and Anaerobic Energy Expenditure. Journal of the International Society of Sports 2 : pp 32-37. Sedlock, T.O., Clausen, J., Rasmussen, B. 2010. Effect of Athletic Training on Heart Rate. Journal of Applied Physiology 21 : 603-608. Seiler, F. C. 1996. Effect of Physical Training on Cardiovascular Adjustments to Exercise in Man. Journal of Exercise Physiology 57 : pp 779-782. Severson, 2012. Pulse Rate Measurement. Available from : www. fotolia.com (Accessed : 2013, September 20). Spierer, D. K., Goldsmith, R, Baran, D, Hryniewicz, K, and Katz, S. 2004. Effects of Active vs. Passive Recovery on Work Performed During Serial Supramaximal Exercise Tests. Sports Medicine Journal 25 : pp 109–114.
111
Suprianto, A. 1991. Melatih Fisik Atlet Renang. Jakarta : Pusat Ilmu Olah Raga. Koni Pusat. Swain, D. P., Abernathy, K. S., Smith, C. S. 1994. Target Heart Rate for Development of Cardiorespiratory Fitness. Medicine Science Sports 26 : pp 112-116. Taheri, D., Cazorla, G., Dufort, C. 2012. Swimming Perfomance Following Different Recovery Protocols. Journal of Swimming Researches 12 : pp 1116. Termin, S. F. 2001. Biomechanics and Bioenergetics in Swimming. European Journal of Applied Physiology 93 : pp 519-523. Tortora, F., Brodal, P., Clausen, J. P. 2009. Effect of Exercise on Musculoskeletal System. Journal of Applied Physiology 58 : pp 714-23. Tortora, P., Snader, C. E., Mark, D. B. 2009. Rest Heart Rate. New England Journal Medicine 341 : pp 1351-1352. Toubekis, A. G., Douda, H., Tokmakidis, S. 2008. Influence of Different Rest Intervals During Active or Passive Recovery on Repeated Sprint Swimming Performance. European Journal Applied Physiolology 93 : pp 694–700. Toubekis, A. G., Georgios, V., Ioannis, I. 2010. Repeated Sprint Swimming Performance After Low or High Intensity Active and Passive Recoveries Medicine Science Sport 8 : pp 176-178. Toussaint, H. M., Hollander, A. P. 1994. Energetics of Competitive Swimming, Implications for Training Programmes. Sports Medicine Journal 18 : pp 384-405.
112
Trevizani, G. A., Roberto, P.A., Nadal, J. 2012. Effects of Age and Aerobic Fitness on Heart Rate Recovery in Adult Men. Brazilian Cardiology 65 : pp 189-211. Vander, J. 1985. Effects of Physical Training on End-Diastolic Volume and Myocardial Performance. Journal of Exercise Physiology 40 : pp 510-12. Wilcock, C. 2006. The Influence of Active Recovery on Blood Lactate and Heart Rate Recovery After Supramaximal Swimming. Sport Science Journal. 30 : pp 88-92. Wyatt, H. L., Mitchell, J. H. 2004. Influences of Physical Training on Cardiovascular System. Sports Medicine 24 : pp 147–156. Yataco, A. R., Fleisher, L. A., Katzel, L. I. 1997. Heart Rate Recovery and Cardiovascular Fitness in Senior Athletes. Journal of Cardiology 80: pp 1389–1391. Zamparo, T. 2010. Energetics of Competitive Swimming. Sport Medicine 18 : pp 384-390.
113
LAMPIRAN 1 PERSETUJUAN MENGIKUTI PROGRAM PENELITIAN (Informed consent)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin : Alamat
:
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang maksud dan tujuan penelitian, cara pelaksanaan dan konsekuensi-konsekuensinya, demi manfaat yang sebesarbesarnya bagi peningkatan prestasi cabang olah raga renang di Indonesia, dengan ini menyatakan : 1. Memahami sepenuhnya maksud dan tujuan penelitian, cara pelaksanaan dan konsekuensinya. 2. Bersedia mengikuti dan menjalankan petunjuk penelitian yang di berikan secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Demikian surat pernyataan kesediaan mengikuti program penellitian ini saya setujui dengan tanpa paksaan dari pihak manapun, untuk kiranya menjadi pegangan bagi peneliti dan pihak yang berkepentingan terkait dengan penelitian ini. Denpasar,…………………….. Yang memberikan penjelasan,
Yang menyatakan
persetujuan,
(....................................)
(........................)
114
LAMPIRAN 2 DATA DAN HASIL ANALISA DATA
DATA UJI NORMALITAS USIA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
RENANG GAYA BEBAS 16.0 16.0 17.0 16.0 17.0 16.0 16.0 17.0 16.0 16.0 16.0 16.0 17.0 17.0 19.0 18.0 21.0
RENANG GAYA DADA 17.0 17.0 17.0 17.0 17.0 16.0 16.0 16.0 16.0 17.0 16.0 16.0 18.0 18.0 19.0 20.0 20.0
115
HASIL UJI NORMALITAS USIA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives Statistic renang gaya bebas
renang gaya dada
Mean
16.88
Std. Deviation
1.364
Mean
17.24
Std. Deviation
1.348
Std. Error .331
.327
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
renang gaya bebas
.289
17
.001
.694
17
.000
renang gaya dada
.275
17
.001
.817
17
.003
a. Lilliefors Significance Correction
116
DATA UJI KOMPARABILITAS USIA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
KELOMPOK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
USIA 16.0 16.0 17.0 16.0 17.0 16.0 16.0 17.0 16.0 16.0 16.0 16.0 17.0 17.0 19.0 18.0 21.0 17.0 17.0 17.0 17.0 17.0 16.0 16.0 16.0 16.0 17.0 16.0 16.0 18.0 18.0 19.0 20.0 20.0
117
HASIL UJI KOMPARABILITAS USIA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
Ranks kelompok perlakuan usia sampel
N
Mean Rank
Sum of Ranks
renang gaya bebas
17
15.85
269.50
renang gaya dada
17
19.15
325.50
Total
34
b
Test Statistics
usia sampel Mann-Whitney U
116.500
Wilcoxon W
269.500
Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
-1.028 .304 .339
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
a
118
DATA UJI NORMALITAS IMT KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kelompok renang gaya bebas 21.2 20.6 22.6 20.9 20.9 20.5 20.2 22.9 21.7 20.8 20.9 21.0 21.9 21.2
Kelompok renang gaya dada 20.1 21.7 21.8 20.2 21.1 22.4 21.4 22.8 20.6 21.8 20.8 20.3 20.5 20.5
119
HASIL UJI NORMALITAS IMT KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives Statistic renang gaya bebas
Mean
21.19
Std. Deviation renang gaya dada
Std. Error .189
.778
Mean
21.05
Std. Deviation
.200
.824
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
renang gaya bebas
.200
17
.070
.904
17
.080
renang gaya dada
.150
17
.200
*
.936
17
.276
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
120
DATA UJI KOMPARABILITAS IMT KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY) NO KELOMPOK IMT 1 1 21.2 2 1 20.6 3 1 22.6 4 1 20.9 5 1 20.9 6 1 20.5 7 1 20.2 8 1 22.9 9 1 21.7 10 1 20.8 11 1 20.9 12 1 21.0 13 1 21.9 14 1 21.2 15 2 20.5 16 2 22.0 17 2 20.4 18 2 20.1 19 2 21.7 20 2 21.8 21 2 20.2 22 2 21.1 23 2 22.4 24 2 21.4 25 2 22.8 26 2 20.6 27 2 21.8 28 2 20.8 29 2 20.3 30 2 20.5 31 2 20.5 32 2 20.7 33 2 21.2 34 2 20.0 Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
121
HASIL UJI KOMPARABILITAS IMT KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
Ranks kelompok perlakuan IMT
N
Mean Rank
Sum of Ranks
renang gaya bebas
17
18.65
317.00
renang gaya dada
17
16.35
278.00
Total
34
b
Test Statistics
IMT Mann-Whitney U
125.000
Wilcoxon W
278.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
-.673 .501 .518
a
122
DATA UJI NORMALITAS DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK) No
Daya tahan kardiovaskular kelompok renang gaya bebas
Daya tahan kardiovaskular kelompok renang gaya dada
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
746.0 742.0 842.0 883.0 732.0 883.0 696.0 634.0 667.0 647.0 681.0 693.0 715.0 694.0 705.0 703.0 730.0
806.0 842.0 769.0 870.0 825.0 807.0 769.0 705.0 722.0 692.0 685.0 722.0 650.0 682.0 721.0 814.0 661.0
123
HASIL UJI NORMALITAS DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI SAPHIIRO WILK)
Descriptives Statistic renang gaya bebas
renang gaya dada
Mean
729.00
Std. Deviation
74.003
Mean
749.53
Std. Deviation
68.125
Std. Error 17.948
16.523
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
renang gaya bebas
.233
17
.015
.850
17
.011
renang gaya dada
.186
17
.119
.941
17
.335
a. Lilliefors Significance Correction
124
DATA UJI KOMPARABILITAS DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
KELOMPOK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
USIA 746.0 742.0 842.0 883.0 732.0 883.0 696.0 634.0 667.0 647.0 681.0 693.0 715.0 694.0 705.0 703.0 730.0 806.0 842.0 769.0 870.0 825.0 807.0 769.0 705.0 722.0 692.0 685.0 722.0 650.0 682.0 721.0 814.0 661.0
125
HASIL UJI KOMPARABILITAS DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
Ranks kelompok perlakuan daya tahan kardiovaskular
N
Mean Rank
Sum of Ranks
renang gaya bebas
17
16.12
274.00
renang gaya dada
17
18.88
321.00
Total
34
b
Test Statistics
daya tahan kardiovaskular Mann-Whitney U
121.000
Wilcoxon W
274.000
Z
-.810
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.418 .433
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
a
126
DATA UJI NORMALITAS DENYUT NADI PELATIHAN, DENYUT NADI PEMULIHAN DAN PENURUNAN DENYUT NADI DARI MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBJEK DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR SEDANG (UJI SAPHIRO WILK) No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Denyut Denyut Denyut Denyut Denyut Denyut Penurunan nadi nadi nadi nadi nadi nadi denyut pelatihan pemulihan pemulihan pemulihan pemulihan pemulihan nadi menit 1 menit 2 menit 3 menit 4 menit 5 pemulihan menit 1-5 134.0 114.0 105.0 99.0 91.0 89.0 48.0 126.0 108.0 97.0 95.0 86.0 80.0 45.0 117.0 107.0 99.0 98.0 87.0 82.0 42.0 127.0 118.0 106.0 95.0 84.0 82.0 36.0 135.0 119.0 112.0 97.0 90.0 83.0 43.0 119.0 102.0 91.0 90.0 86.0 81.0 46.0 128.0 115.0 94.0 92.0 89.0 87.0 37.0 147.0 134.0 126.0 121.0 99.0 87.0 32.0 155.0 139.0 124.0 99.0 94.0 94.0 39.0 151.0 146.0 137.0 109.0 102.0 92.0 28.0 156.0 138.0 120.0 119.0 118.0 101.0 38.0 142.0 136.0 127.0 114.0 108.0 97.0 35.0 137.0 128.0 118.0 110.0 104.0 99.0 39.0
127
DATA UJI NORMALITAS DENYUT NADI PELATIHAN, DENYUT NADI PEMULIHAN DAN PENURUNAN DENYUT NADI DARI MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBJEK DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR KURANG (UJI SAPHIRO WILK) No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Denyut Denyut Denyut Denyut Denyut Denyut Penurunan nadi nadi nadi nadi nadi nadi denyut pelatihan pemulihan pemulihan pemulihan pemulihan pemulihan nadi menit 1 menit 2 menit 3 menit 4 menit 5 pemulihan menit 1-5 166.0 132.0 113.0 96.0 92.0 84.0 45.0 161.0 146.0 121.0 102.0 93.0 91.0 38.0 157.0 122.0 104.0 98.0 94.0 90.0 42.0 158.0 123.0 96.0 89.0 84.0 80.0 39.0 156.0 131.0 112.0 108.0 94.0 84.0 47.0 152.0 130.0 104.0 88.0 86.0 84.0 37.0 152.0 137.0 114.0 113.0 113.0 98.0 30.0 110.0 108.0 106.0 99.0 95.0 90.0 27.0 133.0 117.0 109.0 106.0 94.0 89.0 40.0 121.0 119.0 115.0 101.0 97.0 94.0 32.0 129.0 121.0 117.0 108.0 96.0 91.0 25.0 130.0 121.0 95.0 95.0 94.0 91.0 34.0 112.0 97.0 92.0 87.0 86.0 85.0 28.0
128
HASIL UJI NORMALITAS DATA DENYUT NADI PELATIHAN, DENYUT NADI PEMULIHAN DAN PENURUNAN DENYUT NADI DARI MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBJEK DENGAN DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR SEDANG DAN KURANG (UJI SAPHIRO WILK) Descriptives Statistic denyut nadi kerja A
denyut nadi menit 1 A
denyut nadi menit 2 A
denyut nadi menit 3 A
denyut nadi menit 4 A
Mean
136.46
Std. Deviation
13.042
Mean
123.38
Std. Deviation
14.233
Mean
112.00
Std. Deviation
14.532
Mean
102.92
Std. Deviation
10.396
Mean Std. Deviation
denyut nadi menit 5 A
Mean
95.23
Std. Error 3.617
3.948
4.030
2.883
2.851
10.281 88.77
2.007
Std. Deviation 7.236
penurunan P1-P5 A
denyut nadi kerja B
denyut nadi menit 1 B
denyut nadi menit 2 B
denyut nadi menit 3 B
denyut nadi menit 4 B
Mean
39.08
Std. Deviation
5.708
Mean
141.31
Std. Deviation
19.508
Mean
123.38
Std. Deviation
12.514
Mean
107.54
Std. Deviation
9.033
Mean
99.23
Std. Deviation
8.217
Mean
93.69
Std. Deviation
7.111
1.583
5.411
3.471
2.505
2.279
1.972
129
denyut nadi menit 5 B
penurunan P1-P5 B
Mean
88.54
Std. Deviation
4.909
Mean
35.69
Std. Deviation
7.005
1.362
1.943
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
denyut nadi kerja A
.126
13
.200
*
.949
13
.584
denyut nadi menit 1 A
.159
13
.200
*
.941
13
.474
*
.955
13
.668
denyut nadi menit 2 A
.122
13
.200
denyut nadi menit 3 A
.262
13
.015
.897
13
.121
denyut nadi menit 4 A
.198
13
.172
.898
13
.126
denyut nadi menit 5 A
.172
13
.200
*
.917
13
.228
*
.981
13
.984
penurunan P1-P5 A
.121
13
.200
denyut nadi kerja B
.247
13
.030
.894
13
.110
denyut nadi menit 1 B
.151
13
.200
*
.969
13
.878
denyut nadi menit 2 B
.151
13
.200
*
.947
13
.558
*
.958
13
.724
denyut nadi menit 3 B
.124
13
.200
denyut nadi menit 4 B
.244
13
.033
.814
13
.010
denyut nadi menit 5 B
.155
13
.200
*
.949
13
.584
penurunan P1-P5 B
.113
13
.200
*
.966
13
.836
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Keterangan : A : kelompok dengan daya tahan kardiovaskular sedang B : kelompok dengan daya tahan kardiovaskular kurang
130
DATA UJI KOMPARABILITAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBJUK DENGAN DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR SEDANG DAN KURANG (UJI MANN WHITNEY)
No kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Denyut Denyut Denyut Denyut Denyut Denyut nadi nadi nadi nadi nadi nadi pelatihan pemulihan pemulihan pemulihan pemulihan pemulihan menit 1 menit 2 menit 3 menit 4 menit 5 134.0 114.0 105.0 99.0 91.0 89.0 126.0 108.0 97.0 95.0 86.0 80.0 117.0 107.0 99.0 98.0 87.0 82.0 127.0 118.0 106.0 95.0 84.0 82.0 135.0 119.0 112.0 97.0 90.0 83.0 119.0 102.0 91.0 90.0 86.0 81.0 128.0 115.0 94.0 92.0 89.0 87.0 147.0 134.0 126.0 121.0 99.0 87.0 155.0 139.0 124.0 99.0 94.0 94.0 151.0 146.0 137.0 109.0 102.0 92.0 156.0 138.0 120.0 119.0 118.0 101.0 142.0 136.0 127.0 114.0 108.0 97.0 137.0 128.0 118.0 110.0 104.0 99.0 134.0 114.0 105.0 99.0 91.0 89.0 126.0 108.0 97.0 95.0 86.0 80.0 117.0 107.0 99.0 98.0 87.0 82.0 127.0 118.0 106.0 95.0 84.0 82.0 166.0 132.0 113.0 96.0 92.0 84.0 161.0 146.0 121.0 102.0 93.0 91.0 157.0 122.0 104.0 98.0 94.0 90.0 158.0 123.0 96.0 89.0 84.0 80.0 156.0 131.0 112.0 108.0 94.0 84.0 152.0 130.0 104.0 88.0 86.0 84.0 152.0 137.0 114.0 113.0 113.0 98.0 110.0 108.0 106.0 99.0 95.0 90.0 133.0 117.0 109.0 106.0 94.0 89.0 121.0 119.0 115.0 101.0 97.0 94.0 129.0 121.0 117.0 108.0 96.0 91.0 130.0 121.0 95.0 95.0 94.0 91.0 112.0 97.0 92.0 87.0 86.0 85.0 166.0 132.0 113.0 96.0 92.0 84.0 161.0 146.0 121.0 102.0 93.0 91.0 157.0 122.0 104.0 98.0 94.0 90.0 158.0 123.0 96.0 89.0 84.0 80.0
131
HASIL UJI KOMPARABILITAS DENYUT NADI PELATIHAN, DENYUT NADI PEMULIHAN DAN PENURUNAN DENYUT NADI DARI MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBJEK DENGAN DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR SEDANG DAN KURANG (UJI MANN WHITNEY) b
Test Statistics
denyut nadi denyut nadi menit denyut nadi menit denyut nadi kerja Mann-Whitney U Wilcoxon W
68.000
69.500
156.500
171.500
159.000
160.500
-.975
-.205
-.847
-.771
.330
.837
.397
.441
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.336
denyut
denyut
penurunan
nadi
nadi
denyut nadi
menit 4
menit 5
menit 1-5
Mann84.500
80.500
61.000
175.500
171.500
152.000
.000
-.206
-1.207
1.000
.837
.227
U
W Z Asymp. Sig.
(2-
tailed)
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: daya tahan cardio
3
80.500
Asymp. Sig. (2-tailed)
Wilcoxon
3
65.500
Z
Whitney
menit 1
a
.840
a
.418
a
.448
a
132
Ranks daya tahan cardio denyut nadi kerja
cardio sedang
N
Mean Rank
Sum of Ranks
13
12.04
156.50
13
14.96
194.50
cardio k
urang
denyut nadi menit 1
denyut nadi menit 3
denyut nadi menit 3
denyut nadi menit 4
denyut nadi menit 5
Total
26
cardio sedang
13
13.19
171.50
cardio kurang
13
13.81
179.50
Total
26
cardio sedang
13
14.77
192.00
cardio kurang
13
12.23
159.00
Total
26
cardio sedang
13
14.65
190.50
cardio kurang
13
12.35
160.50
Total
26
cardio sedang
13
13.50
175.50
cardio kurang
13
13.50
175.50
Total
26
cardio sedang
13
13.19
171.50
cardio kurang
13
13.81
179.50
Total
26
penurunan denyut nadi menit cardio sedang
13
15.31
199.00
1-5
cardio kurang
13
11.69
152.00
Total
26
133
DATA NORMALITAS SUHU UDARA SAAT PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Suhu udara (Kelompok renang gaya bebas) 28.0 28.0 27.0 29.0 27.0 27.5 27.0 28.0 27.0 27.0 27.0 28.0 27.0 28.0 28.0 29.0 29.0
Suhu udara (Kelompok renang gaya dada) 27.0 27.0 27.0 27.0 29.0 27.0 28.0 28.0 28.0 27.0 28.0 27.0 27.0 27.0 29.0 29.0 27.0
134
HASIL UJI NORMALITAS DATA SUHU UDARA SAAT PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives Statistic kelompok renang gaya bebas
Mean
Std. Error
27.735
Std. Deviation
.1825
.7524
kelompok renang gaya dada Mean
27.588
Std. Deviation
.1929
.7952
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic kelompok renang gaya bebas kelompok renang gaya dada a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.248
17
.007
.810
17
.003
.359
17
.000
.715
17
.000
135
HASIL UJI KOMPARABILITAS SUHU UDARA SAAT PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY) Ranks kelompok perlakuan suhu udara
N
Mean Rank
kelompok renang gaya
Sum of Ranks
17
18.62
316.50
kelompok renang gaya dada
17
16.38
278.50
Total
34
bebas
b
Test Statistics
suhu udara Mann-Whitney U
125.500
Wilcoxon W
278.500
Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
-.712 .476 .518
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
a
136
DATA UJI NORMALITAS KELEMBABAN UDARA SAAT PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kelembaban udara (Kelompok renang gaya bebas) 90.0 90.0 92.0 92.5 93.0 93.0 93.0 94.0 94.0 95.0 95.0 90.0 93.0 92.0 92.0 93.0 93.0
Kelembaban udara (Kelompok renang gaya dada) 92.0 93.5 93.5 93.5 92.5 93.0 93.5 93.5 94.0 94.0 90.0 91.0 91.0 93.0 91.5 91.5 93.0
137
HASIL UJI NORMALITAS DATA KELEMBABAN UDARA SAAT PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives Statistic kelompok renang gaya bebas
Mean
92.618
Std. Deviation
1.5363
kelompok renang gaya dada Mean
Std. Error .3726
92.588
Std. Deviation
.2915
1.2020
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic kelompok renang gaya bebas kelompok renang gaya dada a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.187
17
.119
.901
17
.070
.222
17
.025
.894
17
.053
138
DATA UJI KOMPARABILITAS KELEMBABAN UDARA SAAT PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY) No Kelompok Kelembaban udara 1 1 90.0 2 1 90.0 3 1 92.0 4 1 92.5 5 1 93.0 6 1 93.0 7 1 93.0 8 1 94.0 9 1 94.0 10 1 95.0 11 1 95.0 12 1 90.0 13 1 93.0 14 1 92.0 15 1 92.0 16 1 93.0 17 1 93.0 18 2 92.0 19 2 93.5 20 2 93.5 21 2 93.5 22 2 92.5 23 2 93.0 24 2 93.5 25 2 93.5 26 2 94.0 27 2 94.0 28 2 90.0 29 2 91.0 30 2 91.0 31 2 93.0 32 2 91.5 33 2 91.5 34 2 93.0 Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
139
HASIL UJI KOMPARABILITAS KELEMBABAN UDARA SAAT PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
Ranks kelompok perlakuan kelembaban udara
N
kelompok renang gaya
Mean Rank
Sum of Ranks
17
17.32
294.50
kelompok renang gaya dada
17
17.68
300.50
Total
34
bebas
b
Test Statistics
kelembaban udara Mann-Whitney U
141.500
Wilcoxon W
294.500
Z
-.105
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.917 .919
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
a
140
DATA NORMALITAS SUHU AIR KOLAM KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Suhu air kolam (kelompok renang gaya bebas) 29.6 29.6 29.3 30.0 28.0 28.0 28.0 29.2 29.0 29.0 29.0 30.0 29.6 28.5 28.5 29.2 29.2
Suhu air kolam (kelompok renang gaya dada) 29.3 29.2 29.2 29.2 30.0 28.0 29.4 29.4 29.2 29.0 30.0 29.6 29.6 29.6 30.0 30.0 28.5
141
HASIL UJI NORMALITAS SUHU AIR KOLAM ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives Statistic kelompok renang gaya bebas
Mean
Std. Error
29.04
Std. Deviation
.158
.650
kelompok renang gaya dada Mean
29.36
Std. Deviation
.131
.538
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic kelompok renang gaya bebas kelompok renang gaya dada a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.181
17
.143
.921
17
.154
.203
17
.060
.893
17
.052
142
DATA UJI KOMPARABILITAS SUHU AIR KOLAM ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENNAG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY) No Kelompok 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 1 10 1 11 1 12 1 13 1 14 1 15 1 16 1 17 1 18 2 19 2 20 2 21 2 22 2 23 2 24 2 25 2 26 2 27 2 28 2 29 2 30 2 31 2 32 2 33 2 34 2 Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
Suhu air kolam 29.6 29.6 29.3 30.0 28.0 28.0 28.0 29.2 29.0 29.0 29.0 30.0 29.6 28.5 28.5 29.2 29.2 29.3 29.2 29.2 29.2 30.0 28.0 29.4 29.4 29.2 29.0 30.0 29.6 29.6 29.6 30.0 30.0 28.5
143
HASIL UJI KOMPARABILITAS SUHU AIR KOLAM ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
Ranks kelompok perlakuan suhu air kolam
N
kelompok renang gaya
Mean Rank
Sum of Ranks
17
14.82
252.00
kelompok renang gaya dada
17
20.18
343.00
Total
34
bebas
b
Test Statistics
suhu air kolam Mann-Whitney U Wilcoxon W Z
99.000 252.000 -1.586
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.113 .122
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
a
144
DATA NORMALITAS DENYUT NADI ISTIRAHAT DAN DENYUT PELATIHAN KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK) No
Denyut nadi istirahat kelompok renang gaya bebas
Denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya bebas
Denyut nadi istirahat kelompok renang gaya dada
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
72.0 84.0 75.0 88.0 89.0 71.0 90.0 74.0 87.0 92.0 77.0 76.0 79.0 87.0 91.0 76.0 85.0
166.0 161.0 157.0 149.0 158.0 152.0 159.0 134.0 126.0 147.0 130.0 145.0 156.0 127.0 135.0 119.0 128.0
66.0 94.0 74.0 78.0 64.0 98.0 66.0 84.0 77.0 79.0 92.0 88.0 73.0 76.0 89.0 93.0 64.0
Denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya dada 139.0 152.0 110.0 133.0 121.0 137.0 129.0 147.0 130.0 112.0 155.0 151.0 129.0 117.0 156.0 142.0 126.0
145
HASIL UJI NORMALITAS DATA DENYUT NADI ISTIRAHATPELATIHAN KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK) Descriptives Statistic denyut nadi istirahat kelompok renang gaya
Mean
81.75
Std. Deviation
denyut nadi pelatihan
Mean
kelompok renang gaya
Std. Deviation
1.750
7.407
bebas
145.06
3.575
14.613
bebas denyut nadi istirahat
Std. Error
Mean
80.69
kelompok renang gaya dada Std. Deviation
10.799
denyut nadi pelatihan
135.00
Mean
kelompok renang gaya dada Std. Deviation
2.719
3.562
14.998
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
denyut nadi istirahat kelompok renang gaya
.170
17
.200
*
.886
17
.069
.144
17
.200
*
.929
17
.273
.125
17
.200
*
.935
17
.444
.105
17
.200
*
.955
17
.466
bebas denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya bebas denyut nadi istirahat kelompok renang gaya dada denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya dada a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
146
DATA UJI BEDA DENYUT NADI ISTIRAHAT DAN DENYUT PELATIHAN KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI WILCOXON) No
Denyut nadi istirahat kelompok renang gaya bebas
Denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya bebas
Denyut nadi istirahat kelompok renang gaya dada
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
72.0 84.0 75.0 88.0 89.0 71.0 90.0 74.0 87.0 92.0 77.0 76.0 79.0 87.0 91.0 76.0 85.0
166.0 161.0 157.0 149.0 158.0 152.0 159.0 134.0 126.0 147.0 130.0 145.0 156.0 127.0 135.0 119.0 128.0
66.0 94.0 74.0 78.0 64.0 98.0 66.0 84.0 77.0 79.0 92.0 88.0 73.0 76.0 89.0 93.0 64.0
Denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya dada 139.0 152.0 110.0 133.0 121.0 137.0 129.0 147.0 130.0 112.0 155.0 151.0 129.0 117.0 156.0 142.0 126.0
147
HASIL UJI BEDA DENYUT NADI ISTIRAHAT-PELATIHAN KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI WILCOXON) Ranks N denyut nadi pelatihan Negative Ranks kelompok renang gaya Positive Ranks bebas - denyut nadi istirahat Ties kelompok renang gaya bebas Total
Mean Rank 0
Sum of Ranks
a
.00
.00
b
9.00
153.00
d
.00
.00
e
9.00
153.00
17
0
c
17
denyut nadi pelatihan Negative Ranks kelompok renang gaya dada Positive Ranks - denyut nadi istirahat kelompok renang gaya dada Ties
0
17
0
Total
f
17 b
Test Statistics
denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya bebas - denyut nadi istirahat kelompok renang gaya bebas Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya dada - denyut nadi istirahat kelompok renang gaya dada a
-3.624 .000
a
-3.626 .000
148
DATA UJI KOMPARABILITAS DENYUT NADI ISTIRAHAT DAN DENYUT NADI PELATIHAN KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY) No
Kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Denyut nadi istirahat 72.0 84.0 75.0 88.0 89.0 71.0 90.0 74.0 87.0 92.0 77.0 76.0 79.0 87.0 91.0 76.0 85.0 66.0 94.0 74.0 78.0 64.0 98.0 66.0 84.0 77.0 79.0 92.0 88.0 73.0 76.0 89.0 93.0 64.0
Keterangan : kelompok 1 : renang gaya bebas kelompok 2 : renang gaya dada
Denyut nadi pelatihan 166.0 161.0 157.0 149.0 158.0 152.0 159.0 134.0 126.0 147.0 130.0 145.0 156.0 127.0 135.0 119.0 128.0 139.0 152.0 110.0 133.0 121.0 137.0 129.0 147.0 130.0 112.0 155.0 151.0 129.0 117.0 156.0 142.0 126.0
149
DATA NORMALITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI MENIT KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS (UJI SAPHIRO WILK) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
P1 132.0 146.0 122.0 134.0 123.0 130.0 129.0 114.0 108.0 133.0 121.0 136.0 131.0 118.0 119.0 102.0 115.0
P2 113.0 121.0 104.0 127.0 96.0 104.0 119.0 105.0 97.0 126.0 95.0 108.0 112.0 106.0 112.0 91.0 94.0
P3 96.0 102.0 98.0 114.0 89.0 88.0 106.0 99.0 95.0 91.0 87.0 96.0 108.0 95.0 97.0 90.0 92.0
P4 92.0 93.0 94.0 99.0 84.0 86.0 97.0 91.0 86.0 89.0 84.0 92.0 94.0 84.0 90.0 86.0 89.0
P5 84.0 91.0 90.0 88.0 80.0 84.0 82.0 89.0 80.0 81.0 82.0 89.0 84.0 82.0 83.0 81.0 87.0
150
HASIL UJI NORMALITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS (UJI SAPHIRO WILK) Descriptives Statistic P1
P2
P3
P4
P5
Std. Error
Mean
124.88
Std. Deviation
11.212
Mean
108.50
Std. Deviation
10.942
Mean
96.94
Std. Deviation
7.576
Mean
90.06
Std. Deviation
4.739
Mean
84.38
Std. Deviation
3.757
2.696
2.707
1.803
1.115
.896
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
P1
.135
17
.200
*
.931
17
.918
P2
.124
17
.200
*
.951
17
.667
P3
.140
17
.200
*
.934
17
.327
*
.944
17
.291
.899
17
.035
P4
.161
17
.200
P5
.204
17
.058
a.
Lilliefors Significance Correction
151
DATA NORMALITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
P1 128.0 137.0 108.0 117.0 119.0 128.0 121.0 134.0 121.0 97.0 139.0 146.0 117.0 107.0 138.0 136.0 120.0
P2 119.0 114.0 106.0 109.0 115.0 118.0 117.0 126.0 95.0 92.0 124.0 137.0 106.0 99.0 120.0 127.0 119.0
P3 107.0 113.0 99.0 106.0 101.0 110.0 108.0 121.0 95.0 87.0 99.0 109.0 97.0 98.0 119.0 114.0 107.0
P4 98.0 113.0 95.0 94.0 97.0 104.0 96.0 99.0 94.0 86.0 94.0 102.0 94.0 87.0 118.0 108.0 94.0
P5 96.0 98.0 90.0 89.0 94.0 99.0 91.0 87.0 91.0 85.0 84.0 92.0 89.0 82.0 101.0 97.0 91.0
152
HASIL UJI NORMALITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK) Descriptives Statistic P1
P2
P3
P4
P5
Mean
124.56
Std. Deviation
13.565
Mean
114.00
Std. Deviation
12.253
Mean
105.19
Std. Deviation
9.225
Mean
98.69
Std. Deviation
8.616
Mean
91.56
Std. Deviation
5.597
Std. Error 3.197
2.892
2.169
2.042
1.315
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
P1
.128
17
.200
*
.965
17
.716
P2
.137
17
.200
*
.970
17
.925
*
.978
17
.936
P3
.120
17
.200
P4
.182
17
.135
.908
17
.191
P5
.127
17
.200
*
.974
17
.895
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
153
DATA UJI KOMPARABILITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY) No kelompok P1 P2 1 1 132.0 113.0 2 1 146.0 121.0 3 1 122.0 104.0 4 1 134.0 127.0 5 1 123.0 96.0 6 1 130.0 104.0 7 1 129.0 119.0 8 1 114.0 105.0 9 1 108.0 97.0 10 1 133.0 126.0 11 1 121.0 95.0 12 1 136.0 108.0 13 1 131.0 112.0 14 1 118.0 106.0 15 1 119.0 112.0 16 1 102.0 91.0 17 1 115.0 94.0 18 2 128.0 119.0 19 2 137.0 114.0 20 2 108.0 106.0 21 2 117.0 109.0 22 2 119.0 115.0 23 2 128.0 118.0 24 2 121.0 117.0 25 2 134.0 126.0 26 2 121.0 95.0 27 2 97.0 92.0 28 2 139.0 124.0 29 2 146.0 137.0 30 2 117.0 106.0 31 2 107.0 99.0 32 2 138.0 120.0 33 2 136.0 127.0 34 2 120.0 119.0 Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
P3 96.0 102.0 98.0 114.0 89.0 88.0 106.0 99.0 95.0 91.0 87.0 96.0 108.0 95.0 97.0 90.0 92.0 107.0 113.0 99.0 106.0 101.0 110.0 108.0 121.0 95.0 87.0 99.0 109.0 97.0 98.0 119.0 114.0 107.0
P4 92.0 93.0 94.0 99.0 84.0 86.0 97.0 91.0 86.0 89.0 84.0 92.0 94.0 84.0 90.0 86.0 89.0 98.0 113.0 95.0 94.0 97.0 104.0 96.0 99.0 94.0 86.0 94.0 102.0 94.0 87.0 118.0 108.0 94.0
P5 84.0 91.0 90.0 88.0 80.0 84.0 82.0 89.0 80.0 81.0 82.0 89.0 84.0 82.0 83.0 81.0 87.0 96.0 98.0 90.0 89.0 94.0 99.0 91.0 87.0 91.0 85.0 84.0 92.0 89.0 82.0 101.0 97.0 91.0
154
HASIL UJI KOMPARABILITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY) Ranks kelompok perlakuan P1
kelompok renang gaya
294.50
kelompok renang gaya dada
17
17.68
300.50
Total
34 17
14.68
249.50
kelompok renang gaya dada
17
20.32
345.50
Total
34 17
12.71
216.00
kelompok renang gaya dada
17
22.29
379.00
Total
34 17
11.68
198.50
kelompok renang gaya dada
17
23.32
396.50
Total
34 17
11.32
192.50
kelompok renang gaya dada
17
23.68
402.50
Total
34
kelompok renang gaya
kelompok renang gaya bebas
P4
kelompok renang gaya bebas
P5
Sum of Ranks
17.32
bebas
P3
Mean Rank 17
bebas
P2
N
kelompok renang gaya bebas
155
b
Test Statistics P1
P2
P3
P4
P5
Mann-Whitney U
141.500
96.500
63.000
45.500
39.500
Wilcoxon W
294.500
249.500
216.000
198.500
192.500
-.103
-1.655
-2.811
-3.429
-3.629
.918
.098
.005
.001
.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.919
a
.099
a
.004
a
.000
a
.000
a
156
DATA UJI NORMALITAS TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK) No
P1-P5 kelompok P1-P5 kelompok renang gaya bebas renang gaya dada 1 48.0 32.0 2 45.0 39.0 3 42.0 28.0 4 36.0 38.0 5 43.0 35.0 6 46.0 39.0 7 37.0 30.0 8 45.0 27.0 9 38.0 40.0 10 42.0 32.0 11 39.0 25.0 12 47.0 34.0 13 37.0 28.0 14 36.0 35.0 15 36.0 37.0 16 41.0 29.0 17 48.0 29.0 Keterangan : P1-P5 : Total penurunan denyut nadi menit pertama sampai kelima
157
HASIL UJI NORMALITAS TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT 1-5 KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN DADA (UJI SAPHIRO WILK) Descriptives Statistic penurunan DN tot 1-5 gaya
Mean
41.53
Std. Deviation
4.418
penurunan DN tot 1-5 gaya
Mean
32.76
bebas
Std. Deviation
4.764
bebas
Std. Error 1.071
1.155
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic penurunan DN tot 1-5 gaya bebas penurunan DN tot 1-5 gaya bebas
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.142
17
.200
*
.903
17
.077
.138
17
.200
*
.941
17
.325
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
158
DATA UJI BEDA TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI WILCOXON) No
Denyut nadi pemulihan menit 1 (renang gaya bebas)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
132.0 146.0 122.0 134.0 123.0 130.0 129.0 114.0 108.0 133.0 121.0 136.0 131.0 118.0 119.0 102.0 115.0
Denyut nadi pemulihan menit 5 (renang gaya bebas) 84.0 91.0 90.0 88.0 80.0 84.0 82.0 89.0 80.0 81.0 82.0 89.0 84.0 82.0 83.0 81.0 87.0
Denyut nadi pemulihan menit 1 (renang gaya dada) 128.0 137.0 108.0 117.0 119.0 128.0 121.0 134.0 121.0 97.0 139.0 146.0 117.0 107.0 138.0 136.0 120.0
Denyut nadi pemulihan menit 5 (renang gaya dada) 96.0 98.0 90.0 89.0 94.0 99.0 91.0 87.0 91.0 85.0 84.0 92.0 89.0 82.0 101.0 97.0 91.0
159
HASIL UJI BEDA TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI WILCOXON) Ranks N p5 bebas - p1 bebas
p5 dada - p1 dada
Mean Rank
Sum of Ranks
a
9.00
153.00
b
.00
.00
d
9.00
153.00
e
.00
.00
Negative Ranks
17
Positive Ranks
0
Ties
0
Total
17
c
Negative Ranks
17
Positive Ranks
0
Ties
0
Total
17
f
b
Test Statistics
p5 bebas - p1
p5 dada - p1
bebas
dada
Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
a
-3.625
.000
a
-3.624
.000
160
DATA UJI BEDA TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY) No
Kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Keterangan : 1 : kelompok renang gaya bebas 2 : kelompok renang gaya dada
Total penurunan denyut nadi menit pertama sampai kelima 48.0 45.0 42.0 36.0 43.0 46.0 37.0 45.0 38.0 42.0 39.0 47.0 37.0 36.0 36.0 41.0 48.0 32.0 39.0 28.0 38.0 35.0 39.0 30.0 27.0 40.0 32.0 25.0 34.0 28.0 35.0 37.0 29.0 29.0
161
HASIL UJI BEDA TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY) Ranks kelompok perlakuan penurunan P1-P5
N
Mean Rank
Sum of Ranks
1
17
24.26
412.50
2
17
10.74
182.50
Total
34
b
Test Statistics
penurunan P1P5 Mann-Whitney U Wilcoxon W Z
29.500 182.500 -3.967
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000 .000
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
a
162