HUBUNGAN NILAI RED CELL DISTRIBUTION WIDTH PADA PASIEN HOSPITAL-ACQUIRED PNEUMONIA TERHADAP LENGTH OF STAY PADA
PASIEN LANSIA SKRIPSI Diajukan Untuk Penelitian Pembuatan Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Disusun oleh: Suci Ardini Widyaningsih 12/335329/KU/15142
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015 ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa hal-hal yang tertulis dalam skripsi ini tidak terdapat dalam karya yang pernah diajukan orang lain dalam memperoleh gelar kesarjanaan dan
menurut
pengetahuan
penulis,
tidak
terdapat
karya
maupun pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu atau dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 21 Desember 2015 Penulis
Suci Ardini Widyaningsih 12/335329/KU/15142
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (Al Insyirah 5-8).
Yang kami harap adalah terbentuknya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat serta kebaikan dari Allah pencipta alam semesta (Idealisme Kami).
Karya ini penulis persembahkan kepada
Bapak Drs. Sucipto, Ibu Emi Widiastuti, S.Pd., Dina, Rizki, dan keluarga Keluarga Rumah Kepemimpinan Nurul Fikri Yogyakarta Ja9oan 9lobal Cigarette Movement (9CM) Indonesia Tim PKM-Kewirausahaan Kumahargyan Batik Histologi Teman-teman Pendidikan Dokter FK UGM Almamater tercinta
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirobbil’alamin, puji syukur senantiasa terucap kepada Allah SWT atas segala nikmat, anugerah serta
hidayah-Nya
sehingga
penyusunan
skripsi
yang
berjudul “Hubungan Nilai Red Cell Distribution Width pada Pasien
Hospital-Acquired
Pneumonia
terhadap
Length
of
Stay pada Pasien Lansia” dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mencapai gelar
sarjana
pada
program
studi
Pendidikan
Dokter,
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Penulis tentu
menyadari
penyusunan
bahwa
skripsi
ini
keberhasilan
tidak
lepas
penyelesaian
dari
bantuan
dan
dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Oleh
karena
itu
pada
kesempatan
ini,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada : 1. Allah akal,
SWT
yang
serta
telah
menganugerahkan
kekuatan
lahir
dan
iman,
batin
penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.
v
ilmu,
sehingga
2. Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K).Onk selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. 3. dr.
Rizka
dosen
Humardewayanti
pembimbing
yang
Asdie,
dengan
Sp.PD-KPTIselaku
sabar
telah
memberi
banyak bimbingan, waktu, saran, dan dukungan selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini. 4. dr.Heni
Retnowulan,
M.Kes.,
Sp.PD-KPselaku
dosen
pembimbing yang dengan sabar telah memberi banyak bimbingan,
waktu,
saran,
dan
dukungan
selama
penelitian maupun penyusunan skripsi ini. 5. dr. Anna Anggraini, Sp.PD-KPTI selaku dosen penguji. Terima
kasih
koreksi
yang
atas
masukan,
membangun
kritik,
sehingga
saran,
penyusunan
dan
skripsi
ini menjadi lebih baik. 6. Segenap atas dalam
staf
Perpustakaan
bantuannya pencarían
Fakultas
menyediakan informasi
dan dan
Kedokteran
UGM
mempermudah
akses
literatur
yang
dibutuhkan penulis sehingga penyusunan skripsi dapat dilaksanakan dengan baik. 7. Orang tua dan segenap keluarga yang telah memberi banyak dukungan, doa, dan semangat yang tak hentihentinya kepada penulis.
vi
8. Teman-teman Iska,
Sifa
tim
penelitian,
yang
selalu
Desty,
mendukung
Dimas, serta
Zirah, memberi
semangat hingga kini. 9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah ikut membantu penulis baik selama penelitian maupun penulisan skripsi. Penulis menyadari masih memiliki banyak kekurangan dalam
penulisan
skripsi
ini.
Oleh
karena
itu
penulis
terbuka terhadap kritik dan saran demi penulisan yang lebih
baik.
dapat
bermanfaat
tentunya
Penulis
pihak
juga
bagi yang
berharap
penulis
semoga
sendiri,
membutuhkan.
Tiada
skripsi
ini
almamater,
dan
manusia
yang
sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Yogyakarta,
21Desember 2015
Suci Ardini Widyaningsih
vii
HALAMAN PENGESAHAN
Hubungan Nilai Red Cell Distribution Width pada Pasien Hospital-Acquired Pneumonia terhadap Length of Stay pada Pasien Lansia
SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Oleh: Suci Ardini Widyaningsih 12/335329/KU/15142 Telah disetujui pada tanggal 21 Desember 2015 oleh: Tim Penguji Skripsi Pembimbing Materi,
PembimbingMetodologi,
dr.Heni Retnowulan, dr. Rizka Humardewayanti Asdie, M.Kes., Sp.PD-KP
Sp.PD-KPTI
NIP.197209162009122001 NIP.197208211999032001
Dosen Pakar,
dr. Anna Anggraini, Sp.PD-KPTI NIP.196112181987102001
viii
DAFTAR ISI
Daftar Isi
Halaman
Halaman Judul ........................................................................................... i Pernyataan Keaslian ..........................................................................ii Halaman Persembahan ..........................................................................iii Kata Pengantar ......................................................................................iv Halaman Pengesahan .............................................................................vii Daftar Isi ................................................................................................viii Daftar Gambar ........................................................................................ x Daftar Tabel ...........................................................................................xi Daftar Lampiran ....................................................................................xiv Daftar Singkatan ................................................................................ xv Abstract .....................................................................................................xvii BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................1 A. Latar Belakang .................................................................1 B. Perumusan Masalah..........................................................4 D. Tujuan Penelitian..........................................................4 E. Manfaat Penelitian .......................................................5 F. Keaslian Penelitian .....................................................3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................7
A.
Pneumonia ..........................................................................8
B.
Hospital-Acquired Pneumonia (HAP) .................12
C.
Pneumonia pada Pasien Usia Lanjut .................14
D.
Length of Stay ..............................................................18
E. Perawatan Pasien Usia Lanjut di Rumah Sakit..............................................................20 ix
F.
Red Blood Cell Distribution Width (RDW).21
G.
Kerangka Teori ............................................................................ 24
H.
Kerangka Konsep .......................................................................... 25
I.
Hipotesis ........................................................................................ 25
BAB III
METODE PENELITIAN .........................................................26
A.
Jenis Penelitian ....................................................................... 26
B.
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 26
C.
Subjek Penelitian ..................................................................... 27
D.
Besar Sampel ................................................................................. 28
E.
Metode Sampling .......................................................................... 29
F.
Variabel Penelitian ................................................................ 29
G.
Definisi Operasional .............................................................. 30
H.
Analisis Hasil ............................................................................ 31
BABIV
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................32
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 32 B. Pembahasan ........................................................................................ 47 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................52
A. Kesimpulan ........................................................................................ 52 B. Saran .................................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA.. .................................................................................53 LAMPIRAN .....................................................................................................54
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Kerangka Teori .....................................................................24 Gambar 2. Kerangka konsep hipotesis I ......................................25 Gambar 3. Kerangka konsep hipotesis I ......................................25 Gambar 4. Desain penelitian hipotesis pertama ...................26 Gambar 5. Desain penelitian hipotesis pertama ...................26
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
3.1
Definisi
operasional
dan
skala
pengukuran
hipotesis pertama...................................... 30 Tabel
3.2
Definisi
operasional
dan
skala
pengukuran
hipotesis kedua........................................ 30 Tabel 4.1 Distribusi dan frekuensi variabel penelitian.32 Tabel 4.2 Perbandingan usia dengan peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito........................ 35 Tabel
4.3
Perbandingan
jenis
kelamin
dengan
peningkatan
nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito.............. 36 Tabel 4.4 Perbandingan onset dengan peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito........................ 36 Tabel 4.5 Perbandingan jumlah komorbid dengan peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito.............. 36 Tabel 4.6 Perbandingan komorbid penyakit kardiovaskular dengan peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito............................................... 37 Tabel 4.7 Perbandingan komorbid diabetes melitus dengan peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito..37 Tabel
4.8
Perbandingan
komorbid
penyakit
hepar
dengan
peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito..37 Tabel 4.9 Perbandingan komorbid sepsis dengan peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito.............. Tabel
4.10
Perbandingan
nilai
hemoglobin
38 dengan
peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito..38
xii
Tabel
4.11
Perbandingan
nilai
hematokrit
dengan
peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito..38 Tabel
4.12
Perbandingan
nilai
trombosit
dengan
peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito..39 Tabel 4.13 Faktor Prediktor RDW........................ 39 Tabel
4.14Perbandingan
peningkatan
nilai
RDW
terhadap
length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito......... Tabel
4.15Perbandingan
usia
terhadap
length
of
40 stay
pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito........................ Tabel
4.16Perbandingan
jenis
kelamin
terhadap
40
length
of
stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito................... 41 Tabel
4.17Perbandingan
onset
terhadap
length
of
stay
pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito........................ 41 Tabel 4.18Perbandingan jumlah komorbid terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito................ 41 Tabel
4.19Perbandingan
penyakit
kardiovaskular
terhadap
length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito Tabel
4.20Perbandingan
diabetes
melitus
terhadap length
of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito................
42
Tabel 4.21Perbandingan penyakit hepar terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito................... 42 Tabel
4.22Perbandingan
sepsis
terhadap
length
of
stay
pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito........................
42
Tabel 4.23Perbandingan nilai hemoglobin terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito................
42
Tabel 4.24Perbandingan nilai hematokrit terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito................
42
Tabel 4.25Perbandingan nilai trombosit terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito................ 43
xiii
Tabel 4.26 Faktor Prediktor LOS ........................................................ 43 Tabel 4.27 Faktor yang mempengaruhi peningkatan nilai RDW (p<0,25) ................................................................................................................ 44 Tabel
4.28
Analisis
faktor
yang
mempengaruhi
nilai
RDW
berdasarkan perbedaan usia .................................................................... 44 Tabel
4.29
Faktor
yang
mempengaruhilength
of
stay
(p<0,25) ................................................................................................................ 46 Tabel
4.30
Faktor
yang
mempengaruhi
length
of
stay
berdasarkan nilai RDW ................................................................................ 46
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran
1.
Persetujuan
penelitian
oleh
komite
etik
fakultas kedokteran UGM-RSUP Dr. Sardjito ................................ 55 Lampiran 2. Tabel pengambilan data rekam medis .................... 56
xv
DAFTAR SINGKATAN
ALOS
: Average Length of Stay
CAP
: Community Acquired Pneumonia
CBC
: Complete Blood Count
CI
: Confidence Interval
HAP
: Hospital-Acquired Pneumonia
Hb
: Hemoglobin
ICU
: Intensive Care Unit
IL-6
: Interleukin-6
LOS
: Length of Stay
MCV
: Mean Corpuscular Volume
NFκB
: Nuclear Factor kappa B
NK
: Natural Killer
RDW
: Red Blood Cell Distribution Width
RS
: Rumah Sakit
RSUP
: Rumah Sakit Umum Pusat
TNF-α : Tumor Necrosis Factor- α VAP
: Ventilator Associated Pneumonia
WBC
: White Blood Cell
2
X
: Chi-square
uL
: mikroliter
xvi
ABSTRACT BACKGROUND: Pneumonia cause mortality and morbidity. Red Celll Distribution Width (RDW) is related to risk for death and independent marker for prognosis. RDW is used by clinician because reported in complete blood count. Clinical condition or nosocomial infection influence to length of stay (LOS). Study of RDW and Length of Stay (LOS) in HAP of geriatric patient has never been conducted in RSUP dr. Sardjito. OBJECTIVE: To find out the poportion of HAP of geriatric and adult patients with increment of RDW and correlation of RDW increment to LOS. METHODS: Cross sectional study and retrospective cohort study was conducted towards 135 geriatric patients (≥60 y.o.) and 135 adult patient (18-60 y.o.) with RDW and LOS was recorded from medical record from March 2014 to March 2015. The result was categorized based on age, sex, onset HAP, amount of comorbid, kind of comorbid, length of stay and laboratory data and analyzed with chi-square and logistic regression. RESULTS: Based on multivariat analysis, hemoglobin (p<0,001; 95%CI 0,073-0,436) and trombosite (p=0,002; 95%CI 0,086-0,582) are statistically significant to increment of RDW in HAP patients RSUP Dr. Sardjito. Onset of HAP is statistically significant to length of stay (p=0,002; 95% CI 0,096-0,607). CONCLUSION: There are no significant different proportion of HAP of geriatric and adult patients with increment of RDW and no sifnificant correlation of RDW increment to LOS. But, hemoglobin and trombosite influence to RDW increment and onset HAP influence to length of stay. KEYWORDS : geriatric, hospital-acquired pneumonia, length of stay, nosocomial, red cell distribution width
xvii
INTISARI
BACKGROUND: Pneumonia merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang bermakna. RDW berhubungan dengan risiko kematian dan merupakan marker independen untuk prognosis. RDW banyak digunakan klinisi karena dilaporkan dalam pemeriksaan darah lengkap. Kondisi medis pasien atau adanya infeksi nosokomial merupakan faktor yang mempengaruhi length of stay. Namun, studi RDW dan LOS pada pasien HAP lansia di RSUP Dr. Sardjto belum pernah dilakukan. OBJECTIVE: Mengetahui proporsi pasien HAP lansia dan dewasa dengan peningkatan nila RDW dan hubungan RDW terhadap LOS. METHODS: Studi cross sectional dan cohort retrospective dilakukan terhadap 135 pasien lansia (≥60 tahun) dan 135 pasien dewasa (18-60 tahun) dengan pencatatan nilai RDW dan LOS dari rekam medik periode Maret 2014-Maret 2015. Hasil dikategorikan berdasarkan usia, jenis kelamin, onset HAP, jumlah komorbid, jenis komorbid, length of stay dan data laboratorium. Kemudian dilakukan analisis statistik dengan chi square dan regresi logistik. RESULTS: Berdasarkan analisis multivariat, hemoglobin (p<0,001; 95%CI 0,073-0,436) dan trombosit (p=0,002; 95%CI 0,086-0,582) bermakna secara statistik terhadap peningkatan nilai RDW pada pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito. Onset HAP secara statistik berpengaruh terhadap length of stay (p=0,002; 95% CI 0,096-0,607). CONCLUSION: Pasien HAP lansia tidak mengalami peningkatan nilai RDW 20% lebih banyak dari pasien HAP non lansia. Selain itu, pasien HAP lansia yang mengalami peningkatan RDW tidak memiliki length of stay lebih lama dibanding pasien HAP non lansia. Namun hemoglobin dan trombosit berpengaruh terhadap RDW serta onset HAP berpengaruh terhadap LOS. KATA KUNCI : lansia, hospital-acquired pneumonia, length of stay, nosokomial, red cell distribution width
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pneumonia Selain
merupakan
merupakan
infeksi
penyebab
dari
mortalitas
parenkim dan
paru.
morbiditas
yang bermakna, pneumonia sering salah dalam diagnosis, terapi,
dan
juga
sering
diklasifikasikan pneumonia(CAP)
serta
diabaikan.
menjadi
dan
community-acquired
hospital-acquired
ventilator-associated
Pneumonia
pneumonia
(HAP),
pneumonia(VAP)(Kasper,
2013). Period umur
prevalence pneumonia
dari
2,1%(2007) menjadi
prevalence dalam
kurun
diagnosis mempunyai
untuk
pneumonia waktu
insiden
semua
umur
(4,6% dan
10,3%),
Tengah
(2,3%
(3,1%
bulan
kesehatan. dan
2,7%
yaitu
1
tenaga
meningkat
Papua
terakhir
Lima
Nusa
5,7%),
dan
semua Period
pneumonia berdasarkan
provinsi
pneumonia
(2,6%
dan
(2013).
kejadian
prevalensi
adalah
pada
yang
tertinggi
Tenggara 8,2%), Sulawesi
Timur Sulawesi Barat
dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%)
1
Peroide
tahun
prevalence
dan
mulai
terus
meningkat
meninggi
pada
pada
umur
45-54
kelompok
umur
berikutnya. (Riskesdas, 2013) Peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal
dari
suatu
infeksi
disebut
pneumonia
atau
pneumonitis. Lebih baik menggunakan istilah pneumonia karena istilah yang kedua seringkali digunakan untuk menyatakan peradangan paru-paru non spesifik yang etiologinya belum diketahui (Price & Wilson, 1995). Hampir 1 juta orang dirawat di rumah sakit setiap tahun karena pneumonia. Banyak faktor dan kondisi yang berdampak pada risiko kematian akibat pneumonia, yaitu konsumsi
alkohol,
congestive
heart
usia
failure,
diabetes
mellitus,
disease,
active
(dyspnea/tachypnea, confusion
atau
yang
semakin
coronary
tua,
artery
immunocompromise, malignancy, hipotermi,
tingkat
status
leukopenia,
disease,
neurological
tanda demam, mental),
klinis hipotensi, hasil
tes
laboratorium (hiponatremi, hiperglikemi, azotemia, hipoalbuminemia,
infiltrat
abnormalitas
radiografi
dan
2
tes
efusi
fungsi
pleura,
liver),
post-
obstructive
pneumonia,
bacillus
gram
negative,
aspirasi flora, dan bakteremia (Fishman, 2008).
Red
Blood
menggambarkan
Distribution
indeks
(anisositosis). deviasi
Cell
volume
RDW
Width
heterogenitas
dihitung
eritrosit
dengan
dengan
(RDW)
eritrosit
membagi
Mean
standar
Courpuscular
Volume (MCV), kemudian dikalikan 100 untuk mengetahui presentasenya.
RDW
banyak
digunakan
klinisi
karena
dilaporkan dalam pemeriksaan darah lengkap. Beberapa studi
menunjukkan
bahwa
RDW
menggambarkan
faktor
prediktif mortalitas pada pasien dengan penyakit yang kritis (Kim, et al., 2013). Meskipun antibiotik,
telah
ada
pneumonia
kematian
terbanyak
Munculnya
organisme
kemajuan tetap
keenam
di
nosokomial
dalam
bidang
merupakan
penyebab
Amerika
Serikat.
(didapat
dari
rumah
sakit) yang resisten terhadap antibiotik, ditemukannya organisme-organisme bertambahnya
jumlah
yang
baru
pasien
(seperti
yang
lemah
Legionella), daya
tahan
tubuhnya dan adanya penyakit AIDS semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan penyebab pneumonia.
3
Hal
ini
masalah
menjelaskan
kesehatan
dibutuhkan
mengapa
yang
penelitian
pneumonia
masih
mengenai
mencolok
merupakan
dan
pneumonia
masih
(Price
&
Wilson, 1995).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
di
atas,
dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah pada pasien HAP lansia dengan peningkatan RDW memiliki proporsi lebih besar dibanding pasien HAP dewasa dengan peningkatan nilai RDW? 2. Apakah
peningkatan
nilai
RDW
berhubungan
dengan
length of stay pasien?
C. Tujuan Penelitian Peneltian perbandingan
ini
yang
memiliki
proporsi
bertujuan
untuk
pasien
lansia
peningkatan
HAP
nilai
RDW
mengetahui dan
serta
dewasa
hubungan
peningkatan nilai RDW dengan length of stay di rumah sakit.
4
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi
rumah
ilmiah
sakit
mengenai
dan
klinisi,
perbandingan
memberikan
proporsi
bukti
pasien
HAP
lansia dan dewasa yang memiliki peningkatan nilai RDW
serta
length
hubungan
of
stay
peningkatan
sehingga
nilai
dapat
RDW
dengan
menggunakan
RDW
sebagai salah satu pertimbangan parameter dalam untuk mengetahui prognosis dari pasien HAP. 2. Bagi peneliti, dapat mengetahui hubungan nilai RDW dengan length of stay pasien.
E. Keaslian Penelitian N
Penel
Desain,
Variab
Cara
Variabe
Cara
o
iti
besar
el
Pengukuran
l
Penguk
sampel
bebas
Terikat
uran
Braun
Studi
Pening
Pengukuran
Mortali
Rekam
Pasien
CAP
et
Kohort
katan
RDW
tas
dan medis
dengan
angka
al,
Retrospe
nilai
dilakukan
morbidi
2011
ktif,
RDW
di
1
rumah tas
3815
sakit,
pasien
dibandingka
5
dan
Hasil
kematian
90
hariRDW≤14.5= 34.2%;RDW ≤14.5%
&
WBC
n
dengan
normal=30.9%;
nilai normal
RDW RDW
>14.5%
atau
WBC
yang
normal=49.5%;
digunakan
RDW>14.5%
pada
WBC
laboratoriu
abnormal=19.6
m
%
tersebut,
yaitu
dan
11.5
sampai 14.5% 2 Braun
Studi
Pening
Pengukuran
Mortali
et
Kohort
katan
RDW
tas
al,
Retrospe
nilai
dilakukan
morbidi
2014
ktif,
RDW
di
rumah tas dan
Rekam
Pasien
CAP
dan medis
dengan
nilai
RDW n=408
637
sakit,
pasien
dibandingka
nilai
n
>15,
dengan
nilai normal
(16.8%);
RDW
digunakan
3.54)
pada laboratoriu
6
n=529
(p<0.001), (95%CI
tersebut,
yaitu
RDW
(38.1%),
yang
m
≤15,
11.5
2.61-
sampai 14.5%
3
Lee
Studi
Pening
Pengukuran
Mortali
et
Kohort
katan
RDW
tas
al,
Retrospe
nilai
dilakukan
morbidi
kematian
2013
ktif,
RDW
di
tas
hari
744
sakit
pasien
rumah
Rekam
Pasien
CAP
dan medis
dengan
angka 90 n=100
(13.4%)
dgn
nilai
RDW
<13,3
n=11
(5.6%);13.3≤R DW<14.1
n=12
(17%); 14.1≤RDW<15.2 n=24 (12.6%;RDW ≥15.2 (28.5%); p<0.001
7
n=53
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumonia Istilah paru-paru dengan
dimulai
apapun,
cairan
pneumonia sering
pneumonia
merupakan
tempat
dan
alveolus
sel
darah.
adalah
pneumonia
disebabkan
oleh
dengan
paru-paru
infeksi
menjadi
keadaan
biasanya
Suatu
bakterialis,
pneumokokus. di
peradangan
jenis yang
umum paling
Penyakit
dalam
alveolus;
dan
berpori-pori
meradang
terisi
ini
membran besar
sehingga cairan serta sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk ke dalam alveolus. Jadi, alveolus
yang
terinfeksi
secara
progresif
terisi
dengan cairan dan sel, dan infeksi tersebut menyebar dengan perluasan bakteri dari alveolus ke alveolus. Akhirnya,
suatu
daerah
luas
di
paru-paru,
kadang-
kadang seluruh lobus atau bahkan satu paru menjadi terkonsolidasi yang berarti terisi dengan cairan dan debris sel. Fungsi paru selama pneumonia berubah pada berbagai
stadium
penyakit
ini.
Pada
stadium
awal,
proses pneumonia mungkin terbatas pada salah satu paru
8
dan ventilasi alveolus dapat berkurang meskipun aliran darah melalui paru-paru berlangsung hampir normal. Ini menyebabkan dua kelainan utama, yaitu : (1)penurunan luas total permukaan membran respirasi yang tersedia dan (2)rasio ventilasi-perfusi menurun. Kedua efek ini menyebabkan
berkurangnya
kapasitas
difusi
yang
risiko
dari
menyebabkan hipoksemia (Guyton, 1990) Berikut
ini
merupakan
faktor
pneumonia. 1. Usia Anak-anak dan orang tua adalah golongan yang paling berisiko. Di daerah dengan prevalensi HIV tinggi, maka
kasus
pneumonia
meningkat
pada
usia
dewasa
muda. 2. Merokok Faktor risiko yang paling penting untuk pneumonia pada
orang
dewasa
yang
imunokompeten
adalah
kebiasaan merokok dengan odd rasio 6. 3. Kehamilan Merupakan
faktor
risiko
pneumonia. 4. Coexistent medical problem
9
yang
penting
pada
Infeksi
HIV,
diabetes,
sindrom
campak,
dan
merupakan
penyakit
paru
nefrotik,
sickle
faktor
yang
menyertai,
kwashiorkor,
cell
risiko
disease yang
marasmus,
(asplenia)
penting
pada
pneumonia. 5. Sosial Pemukiman padat penduduk, buruh migran, tinggal di pengungsian, konsumsi alkohol, dan drug abuse juga merupakan faktor risiko pneumonia. 6. Lingkungan Asap
rumah
meningkatkan
tangga
dari
insidensi
sisa
pembakaran
infeksi
saluran
biomassa respirasi
atas dan bawah baik pada dewasa maupun anak-anak. (Gill, 2009) Gambaran
patologis
pneumonia
tergantung
etiologinya. Pneumonia bakterial ditandai oleh eksudat intraalveolar suppurative disertai konsolidasi. Proses infeksi
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan
anatomi.
Terdapat konsolidasi dari seluruh lobus pada pneumonia lobaris,
sedangkan
pneumonia
lobularis
atau
bronkopneumonia, menyatakan adanya penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3
10
sampai 4 cm yang mengelilingi juga melibatkan bronki. Pneumonia virus atau mycoplasma pneumonia ditandai dengan
peradangan
interstitial
yang
disertai
penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus, meskipun rongga alveolar sendiri bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidasi. Jika agen infeksi adalah jamur atau Mycobacterium yang
sering
tuberculosis, ditemukan
maka
adalah
gambaran
patologis
penyebaran
granuloma
berbercak yang dapat mengalami nekrosis kaseosa disertai
pembentukan
pneumonia
bakteri,
kaverna.
Di
patogenesis
antara dari
semua
pneumonia
pneumokokus merupakan yang paling sering diselidiki. Pneumokokus
umumnya
mencapai
alveoli
lewat
percikan
mucus atau saliva. Lobus bagian bawah paru-paru paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli,
maka
pneumokokus
menimbulkan
respon
yang
khas, terdiri dari 4 tahap: 1. Kongesti (4-12 jam pertama) : eksudat serosa masuk ke
dalam
alveoli
melalui
pembuluh
darah
yang
berdilatasi dan bocor. 2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : paru-paru tampak merah dan bergranula (hepatisasi=seperti
11
hepar)
karena
sel-sel
darah
merah,
fibrin,
dan
leukosit polimorfonuklear mengisi alveoli. 3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru-paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang. 4. Resolusi (7 sampai 11 hari):eksudat mengalami lisis dan
direabsorpsi
oleh
makrofag
sehingga
jaringan
kembali pada strukturnya semula (Price & Wilson, 1995). B. Hospital Acquired Pneumonia (HAP) Agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki 3 bentuk
transmisi
primer:
(1)aspirasi
sekret
yang
berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, (2)inhalasi aerosol yang infeksius dan (3)penyebaran
hematogen
dari
bagian
ekstrapulmonal.
Aspirasi dan inhalasi agen infeksius adalah 2 cara tersering
yang
penyebaran
secara
menyebabkan hematogen
pneumonia. lebih
jarang
Sementara terjadi.
Penting untuk membedakan pneumonia berdasarkan sumber mikroorganisme yang didapat, yaitu Community Acquired Pneumonia (CAP) dan Hospital Acquired Peumonia (HAP). Mikroorganisme penyebab CAP yaitu Streptococcus
12
pneumoniae,
Mycoplasma
influenzae,
pneumoniae,
Legionella
Haemophillus
pneumophila,
Chlamydia
pneumoniae, anaerob oral (aspirasi), influenza tipe A dan
B
serta
penyebab
HAP
adenovirus. yaitu
Sedangkan mikroorganisme
basil
usus
gram
negatif
(Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan anaerob oral (aspirasi).
HAP
menyebabkan
kerusakan
luas
pada
parenkim paru dan sering menimbulkan komplikasi seperti abses paru dan emfisema. Gambaran mortalitas untuk
pneumonia
nosokomial
setinggi
33%.
Kolonisasi
pada orofaringeal dan gaster memainkan peranan penting dalam patogenesis pneumonia pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Banyak organisme spesies gram negatif yang berkoloisasi pada orofaring dalam waktu 24 jam setelah
dirawat
di
rumah
sakit.
Aspirasi
sekret
orofaring yang timbul selama tidur ditingkatkan oleh faktor-faktor seperti slang nasogastrik, pasien dalam keadaan pingsan, kebersihan gigi dan mulut yang buruk, depresi refleks muntah, atau keterlambatan pengosongan gaster. Kolonisasi pada gaster telah diketahui dalam tahun-tahun terakhir. Bakteri pada gaster diketahui
13
meningkat pada pengobatan yang meningkatkan pH gaster, seperti penyekat H2 (misalnya ranitidine) dan antasid yang
diberikan
untuk
mencegah
ulkus
peptikum.
Pada
pneumonia aspirasi, berat ringannya respon peradangan tergantung pada pH cairan yang diaspirasi (pneumonia aspirasi terjadi jika zat yang teraspirasi memiliki pH ≤2,5. Aspirasi isi gaster paling sering terjadi selama dianestesi
atau
setelah
dianestesi.
tersering
dari
pneumonitis
Tiga
aspirasi,
bentuk
yaitu
:
(1)kesembuhannya cepat jika jumlah zat yang diaspirasi sedikit atau basa, (2)berkembang cepat menjadi sindrom distress
pernapasan
akut
dan
(3)superinfeksi
oleh
bakteri. Kematian lebih sering pada pasien orang tua dan pasien penyakit kronik. Infeksi nosokomial lebih sering disebabkan oleh bakteri gram negatif atau Staphylococcus aureus (Price & Wilson, 1995). C. Pneumonia pada Pasien Usia Lanjut Pneumonia Amerika
merupakan
Serikat,
penyebab
kebanyakan
kematian
kematian
ke-6
terjadi
di pada
lansia. Semua orang yang berusia 60 tahun atau lebih disebut
sebagai
lansia
(WHO,
2014).
Mortalitas
pneumonia 5 kali lebih besar pada lansia yang berusia
14
lebih dari 64 tahun. Lansia memiliki banyak kondisi medis yang membuat mereka berisiko untuk pneumonia, di antaranya
:
penyakit
paru
obstruktif
kronis
atau
bronkiolitis kronis, alkoholisme, demensia, penyakit neurologis (stroke atau parkinsonism), gagal jantung, diabetes,
dan
penyakit
ginjal.
Gejala
pneumonia
biasanya demam dan batuk dengan produksi sputum, namun gejala pada lansia lebih tidak tampak. Kultur sputum diambil
untuk
diagnosis.
Namun
sering
sulit
mendapatkan kultur sputum pada lansia dan diagnosis secara etiologi susah ditegakkan. Kultur darah dapat positif pada sebagian kecil pasien (Landefeld, et al., 2004). Pada usia lanjut risiko terjadinya infeksi saluran nafas bagian bawah (ISPA), khususnya pneumonia cukup tinggi. Kejadian pneumoni pada usia lanjut tergantung 3 hal, ialah : (a) kondisi fisik penderita (umumnya daya
tahan
conditions);
tubuh (b)
rendah
lingkungan
atau di
immunocompromise
mana
mereka
berada
(komunitas atau lingkungan rumah sakit); dan (c) kuman penyebabnya atau vilurensinya. Secara epidemiologik, pneumonia pada usia lanjut juga dibedakan menjadi
15
pneumonia
komunitas
dan
pneumonia
nosocomial.
Insidensi pneumonia komunitas pada usia lanjut sekitar 6,8-11,4%.
Di
rumah
sakit
insidensi
pneumonia
pada
usia lanjut kira-kira tiga kali lebih besar dibanding pneumonia pada usia muda. Pneumonia pada usia lanjut mempunyai angka kematian yang tinggi, kira-kira 40%. Penyebabnya
sendiri;
kondisi
ada
(b)pada
atau
tiga
hal:
penderita
penyakit
(a)karena
sering
pneumonianya
disertai
penyerta;
berbagai
dan
(c)pada
kenyataannya penderita pneumonia usialanjut lebih sulit diobati. Kondisi ataupun penyakit penyerta pada usia lanjut yang sering menyebabkan kematian, misalnya diabetes
mellitus,
payah
jantung
kronik,
penyakit-
penyakit vascular, PPOK dan sebagainya (Rahmatullah, 2011). Gambaran
klinik
yang
ditemukan
umumnya
berbeda
daripada gambaran pada usia lebih muda, yaitu dengan onset yang insidious, sedikit batuk dan demam yang ringan,
dan
sering
disertai
dengan
gangguan
status
mental atau bingung, dan lemah. Kelainan fisik paru biasanya ringan. Patogen penyebab tersering adalah S.pneumonia
(30-60%),
H.
16
influenza
(20%)
dan
M.
catarhalis.
Pneumonia
aspirasi
dapat
terjadi
oleh
campuran kuman aerob dan anaerob dari faring akibat adanya gangguan refleks menelan atau gangguan saraf motorik faring. Pada usia lanjut di rumah perawatan yang baru selesai rawat inap di rumah sakit dengan pemberian antibiotik dijumpai peningkatan kolonisasi kuman gram negatif. Bila terjadi aspirasi maka akan dijumpai
pneumonia
oleh
pathogen
K.
pneumonia,
E.
coli. Enterobacter lain dan P. aeruginosa. Pada usia lanjut dari rumah perawatan penyebab pneumonia adalah kuman gram negatif (20-40%), S. aureus (10%), dan M. pneumonia
menjadi
penyebab
pneumonia
pada
9%
kasus
yang berusia >65 tahun (Sudoyo, et al., 2010). Mucociliary clearance di saluran nafas atas dan bawah berkurang seiring bertambahnya usia. Populasi sel
yang
mengalami
ditemukan
pada
perubahan.
Orang
lavage
tua
bronkoalveolar
dibandingkan
orang
dewasa memiliki persentase neutrofil yang relatif jauh lebih
tinggi
(40%
berbanding
10%)
dan
persentase
makrofag yang lebih rendah (32% berbanding 67%). Level interleukin-8 dan protease yang lebih tinggi ditemukan dalam sel neutrofil-neutrofil ini. Makna klinis
17
perubahan seluler lokal ini belum diketahui. Involusi timus dan hilangnya hormon timus dianggap faktor utama yang penting dalam perubahan imunitas yang berkaitan dengan
usia.
dibuktikan
Fungsi
dengan
limfosit
turun
berkurangnya
akibat
respon
usia,
proliferasi
terhadap berbagai mitogen dan antigen. Pada lansia terjadi
penurunan
peningkatan
fungsi
sekresi limfosit
interleukin-2
sitotoksik
dan
dan
sel
NK.
Walaupun perubahan besar terjadi pada imunitas seluler, penuaan juga mempengaruhi imunitas humoral. Level imunoglobin tidak berubah seiring usia, walaupun level
antibodi
yang
berespon
ke
patogen
spesifik
berkurang. Respon imun menurun sebanding dengan usia. Insidensi
penyakit
berkurangnya
autoimun
kemampuan
juga
mengenali
meningkat self
akibat
antigen
pada
lansia (Hall & Ahmed, 2007). D. Length of Stay (LOS) Length of Stay merupakan salah satu dari parameter untuk
menilai
mutu
rumah
sakit
dari
dari sisi
efisiensi
dan
pelayanan
efektivitas oleh
tenaga
profesional di rumah sakit. LOS (Length of Stay = Lama Hari Rawat) menunjukkan berapa hari lamanya seorang
18
pasien Satuan
dirawat untuk
menghitung
selisish
inap
lama
lama
antara
pada
rawat
satu
adalah
periode hari,
perawatan.
sedangkan
rawat
adalah
dengan
tanggal
pulang
(keluar
cara
menghitung
dari
rumah
sakit, baik hidup ataupun meninggal) dengan tanggal masuk
rumah
sakit.
Data
tersebut
tercantum
dalam
formulir ringkasan masuk dan keluar di rekam medik. Cara
perhitungan
Average
Length
of
Stay
menurut
Departemen Kesehatan RI (2005), yaitu : Average Length of Stay (ALOS) = X : Y Dimana : X : Jumlah hari perawatan pasien rawat inap (hidup dan mati) di rumah sakit pada suatu periode tertentu Y : jumlah pasien rawat inap yang keluar ( hidup dan mati ) di rumah sakit pada periode waktu yang sama Faktor yang mempengaruhi length of stay antara lain kondisi medis pasien atau adanya infeksi nosokomial yang memperpanjang lama hari rawat-nya bisa mencapai 5-20 hari (Depkes, 2005). Selain karena kondisi medis, lama hari rawat juga dapat disebabkan oleh kondisi non-medis, seperti kelambatan administrasi (administration delay)
di rumah sakit, kurang baiknya
19
perencanaan (patient
dalam
memberikan
scheduling)
atau
pelayanan
kebijakan
di
kepada
pasien
bidang
medis
(medical policy). Makin tua umur penderita maka akan memerlukan lama hari rawat lebih lama. Pasien yang sudah lanjut usia (di atas 45 tahun)
cenderung lebih
panjang lama hari rawatnya dibandingkan dengan pasien usia muda. Length of stay yang terlalu panjang akan menimbulkan
kerugian,
antara
lain
:
menambah
beban
biaya perawatan pasien atau keluarga pasien, merupakan pemborosan
bagi
rumah
sakit
dalam
hal
biaya
operasional (Wartawam, 2012). E. Perawatan Pasien Usia Lanjut di Rumah Sakit Evaluasi komprehensif status kesehatan pasien usia lanjut adalah tantangan bagi klinisi geriatri. Hal ini membutuhkan sensitivitas, kesadaran terhadap masalah kesehatan efektif.
lansia, Berikut
dan
kemampuan
adalah
komponen
berinteraksi penilaian
secara
terhadap
pasien lansia. 1. Faktor fisik, psikologis, sosioekonomi berinteraksi dengan cara yang kompleks untuk mempengaruhi status kesehatan dan fungsional pasien lansia.
20
2. Evaluasi
yang
kesehatan ketiga
komprehensif
pasien
domain
lansia
tersebut.
terhadap
membutuhkan
Upaya
status penilaian
koordinasi
berbagai
profesi kesehatan dibutuhkan. 3. Kemampuan
fungsional
harus
menjadi
fokus
sentral
dari evaluasi yang komprehensif pada pasien lansia. Faktor risiko untuk kejadian komplikasi iatrogenic di rumah sakit, yaitu : 1. Admisi dari nursing home atau rumah sakit lain 2. Penilaian dokter terhadap kondisi menyeluruh ketika admisi 3. Usia 4. Jumlah obat Lamanya
tinggal
karakteristik fisik
lebih
sakit,
yang
rumah
berbeda.
banyak.
pasien
di
lebih
Semakin tua,
sakit
Semakin lama
memiliki
muda,
tinggal
mengalami
masalah di
rumah
kebingungan
dan
inkontinensia (Kane et al., 2004). F. Red Blood Cell Distribution Width (RDW) Dua
parameter
mengklasifikasikan
yang
sering
digunakan
anemia
adalah
mean
untuk
corpuscular
volume (MCV) and the red blood cell distribution width
21
(RDW). RDW merupakan standar deviasi volume sel darah merah
dibagi
dengan
volume
rata-rata
yang
menggambarkan variasi ukuran sel dalam populasi sel darah merah (Hoffman, 2007). Red
blood
parameter
dari
merupakan eritrosit
cell
complete
ukuran yang
distribution
width
blood
kuantitatif
bersirkulasi.
count
untuk
Hasil
merupakan (CBC)
dan
variabilitas
pemeriksaan
RDW
sering dinilai bersama dengan mean corpuscular volume untuk
menentukan
kemungkinan
adanya
anemia.
Selain
itu, RDW juga merupakan prediktor tidak langsung yang menentukan prognosis untuk beberapa penyakit, seperti liver
disease,
coronary
disease,
heart
failure,
community acquired pneumonia, metabolic syndrome, dan Alzheimer’s prediktor
disease. mortalitas
RDW pada
juga hip
digunakan
fracture,
untuk
pulmonary
embolism, acute dyspnea, stroke, geriatric patients, trauma
dancardiovascular
diseases.
Pada
pasien
yang
dirawat di intensive care unit (ICU), RDW berhubungan dengan risiko kematian dan merupakan marker independen untuk prognosis (Kurtoglu et al., 2013).
22
Eritropoiesis, waktu paruh sel darah merah yang bersirkulasi eritrosit
dalam
dapat
tubuh,
deformabilitas
dipengaruhi
oleh
membran
inflamasi
kronis
subklinis. Sitokin proinflamasi menghambat proliferasi sel
progrenitor
eritroid
dan
ekspresi
reseptor
eritropoietin. RDW meningkat karena inflamasi sebagai akibat dari metabolism Fe dan modulasi respon sumsum tulang
terhadap
Stress
oksidatif
eritropoietin dan
yang
berkurangnya
tidak level
seimbang.
antioksidan
serum juga berhubungan dengan peningkatan nilai RDW. Inflamasi dan stress oksidatif mengganggu proses eritropoiesis
dan
meningkatkan
anisositosis
(Buyukkocak, 2014). Pada
proses
penuaan
terjadi
peningkatan
inflamasi melaui beberapa jalur NFκB
mediator
yang menyebabkan
peningkatan jumlah disfungsi sel, peningkatan TNF-αdan produksi IL-6 yang menghasilkan adiposit sehingga berhubungan
dengan
peningkatan
lemak
tubuh
pada
lansia. Level hormon yang berperan dalam menurunkan aktivitas
NFκB
penyakit
kronik
berkurang juga
pada
penuaan.
meningkatkan
inflamasi pada serum (Waltson, 2009)
23
level
Beragam sitokin
G. Kerangka Teori Etiologi
Bukan Infeksi : Lipid, bahan kimia, inhalasi allergen, penggunaan obat, radiasi
Infeksi : Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Klebsiella pneumoniae, MRSA, Pseudomonas aeruginosa, Mycoplasma pneumonia, Chlamydia pneumonia, Legionella spp
Meningkatkan kerentanan infeksi
Mikroba masuk ke saluran nafas bawah Respon
Kongesti (4-12 jam) Perubahan fisiologis pada lansia termasuk sistem imun.
Hepatisasi merah (48 jam)
Hepatisasi kelabu (3-8 hari) Aging Resolusi (7-11 hari) Sistem imum tidak adekuat
Sistem imum adekuat
Sindrom
Resiko HAP ↓
Inflamasi kronis Menghambat proliferasi sel progrenitor eritroid dan ekspresi reseptor eritropoietin
Eritropoiesis tidak efektif Metabolisme Fe dan modulasi respon sumsum tulang RDW meningkat Anisositos
Stress oksidatif Hipoksemia
Length of stay ↑
24
Faktor risiko -Usia -Merokok -Kehamilan -Coexistent medical problem: infeksi HIV, penyakit paru, diabetes, sindrom nefrotik, campak, sickle cell disease.
H. Kerangka Konsep 1. Hipotesis satu
Pasien HAP usia lanjut
Peningkatan Nilai RDW
Gambar 2. Kerangka konsep hipotesis I
2. Hipotesis dua length of stay
Peningkatan Nilai RDW
Gambar 3. Kerangka konsep hipotesis II I. Hipotesis 1. Hipotesis satu Pasien HAP lansia akan mengalami peningkatan nilai
RDW
20%
lebih
banyak
dari
pasien
HAP
non
lansia. 2. Hipotesis dua Pasien HAP lansia yang mengalami peningkatan RDW memiliki Length of Stay lebih lama dibanding pasien HAP non lansia.
25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Desain penelitian pada hipotesis satu adalah cross sectional study dan desain penelitian pada hipotesis dua adalah retrospektif cohort study. Lansia
↑ RDW (+)
Dewasa
↑ RDW (-)
HAP
Cross Sectional Study Penelitian dimulai
Masuk RS
Gambar 4. Desain penelitian hipotesis pertama
↑ RDW (+)
Length of stay ≤7 hari
↑ RDW (-)
Length of stay >7 hari
HAP
Retrospektif Cohort Study
Masuk RS Penelitiaan dimulai Gambar 5. Desain penelitian hipotesis kedua
26
B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei 2015 sampai Oktober 2015 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menggunakan data sekunder dari catatan medis pasien rawat inap yang terdiagnosis HAP. C. Subjek Penelitian Subjek
penelitian
adalah
pasien
HAP
dewasa
dan
lansia di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta dalam periode Maret 2014 hingga Maret 2015 yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut 1. Kriteria Inklusi a. Pasien rawat inap RSUP Dr. Sardjito
terdiagnosis
Hospital-Acquired Pneumonia b. Usia ≥18 tahun c. Catatan medis yang memiliki data lengkap berisi nama,
nomor
rekam
medis,
jenis
kelamin,
usia,
diagnosis utama, comorbid, nilai RDW dan luaran klinis. d. Pasien
tanpa
keganasan
HIV. 2. Populasi Penelitian a. Populasi Target
27
(penyakit
neoplastik)
dan
Populasi
target
adalah
pasien
dengan
diagnosis Hospital Acquired Pneumonia(HAP). b. Populasi Terjangkau Populasi terjangkau adalah pasien rawat inap dengan
diagnosis
HAP
di
RSUP
Dr.
Sardjito
Yogyakarta dalam periode Maret 2014 hingga Maret 2015. c. Eligible subject Eligible subject adalah pasien HAP dewasa dan lansia
di RSUP
periode
Maret
Dr.
Sardjito
2014
hingga
Yogyakartadalam Maret
2015
yang
pada
kasus
dan
memenuhi kriteria inklusi. D. Besar Sampel Peneliti
merencanakan
studi
kontrol secara independen dengan 1 kontrol untuk tiap kasus. kegagalan
Data
sebelumnya
pada kontrol
menunjukkan adalah
0,192.
bahwa rasio Jika
rasio
kegagalan murni untuk subjek kasus adalah 0,342 maka peneliti membutuhkan 135 subjek kasus dan 135 subjek kontrol. Jumlah ini digunakan untuk menolak hipotesis nol, di mana rasio kegagalan untuk subjek kasus dan subjek kontrol sama dengan probabilitas (power) 0,8.
28
Kesalahan
tipe
I
sebesar
0,05.
Untuk
mengevaluasi
hipotesis nol peneliti menggunakan metode stastistik uncorrected chi-square. E. Metode Sampling Metode sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dimana semua sampel yang memenuhi kriteria penelitian diambil secara berurutan dimasukkan dalam pemilihan hingga jumalah sampel terpenuhi. Data yang dijadikan sampel adalah data rekam medis pasien HAP rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Maret 2014 sampai Maret 2015. Jumlah sampel yang diperlukan yaitu 135 usia dewasa dan 135 usia lanjut. F. Variabel Penelitian a. Variabel Bebas Variabel bebas hipotesis pertama adalah pasien HAP
lanjut
usia.
Sedangkan
variabel
bebas
untuk
hipotesis kedua adalah peningkatan nilai RDW. b. Variabel Terikat Variabel terikat untuk hipotesis pertama adalah peningkatan Sedangkan
nilai
variabel
RDW
pada
terikat
pasien
untuk
HAP
lansia.
hipotesis
kedua
adalah luaran klinis berupa length of stay di rumah sakit. 29
G. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi operasional dan skala pengukuran hipotesis pertama NO 1
2
Variabel Variabel bebas: Pasien lanjut usia Variabel terikat: Peningkatan nilai RDW
Definisi Alat Ukur Usia lebih Catatan dari 60 medis tahun
Cara Ukur Membaca catatan medis
Parameter -Dewasa -Lanjut usia
Skala Ordinal
Nilai RDW Catatan yang lebih medis dari 14.5%
Membaca catatan medis
-Nilai RDW > median -Nilai RDW ≤ median
Ordinal
Tabel 3.2 Definisi operasional dan skala pengukuran hipotesis kedua NO 1
2
Variabel Variabel bebas: Peningkatan nilai RDW Variabel terikat: Luaran klinis
Definisi Alat Ukur Nilai RDW Catatan yang lebih medis dari 14.5%
Cara Ukur Membaca catatan medis
Parameter -Nilai RDW > median -Nilai RDW ≤ median
Skala Ordinal
Cara Catatan keluar medis dari rumah sakit
Membaca catatan medis
-Length of stay ≤mean - Length of stay
Ordinal
30
>mean
H. Analisis Hasil Normalitas distribusi dari data yang ada akan dianalisis
menggunakan
metode
Shapiro-Wilk.
Perbedaan karateristik dasar responden antar dua kelompok akan dianalisis menggunakan independent t-test jika data terdistribusi normal. Jika data tidak terdistribusi normal maka akan menggunakan uji Mann-Whitney. Uji
analisis
chi
square
digunakan
untuk
mengetahui perbedaan proporsi pasien HAP lansia dengan peningkatan nilai RDW dibanding pasien HAP dewasa
dengan
terdapat
peningkatan
expected
value
nilai kurang
RDW. dari
Apabila 5,
maka itu,
dilakukan
uji
mutlak
Fischer.
Setelah
dilakukan
uji
regresi
logistik
simpel
mengetahui
keeratan
hubungan
kelompok
untuk
populasi
dengan peningkatan nilai RDW dan length of stay.
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat Berdasarkan sampel yang diambil pada Oktober 2015 di Instalasi Catatan Medik RSUP Dr. Sardjito, diperoleh 106 sampel memenuhi kriteria inklusi. Tabel
4.1
Distribusi
dan
frekuensi
variabel
penelitian Variabel Usia
18-60 tahun ≥61 tahun Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Early onset Onset Late onset HAP Jumlah komorbid 1 komorbid 2 komorbid ≥3 komorbid Komorbid Penyakit Kardiovaskular Sepsis Diabetes Melitus Penyakit Hepar Length ≤15 hari of stay >15 hari Data Laboratorium RDW Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit 32
N(%) 54(50,94) 52(49,05) 57(53,77) 49(46,22) 61(57,54) 45(42,45)
Mean ± SD 43,1±12,3 72,1±8,1
2 (1,89) 20 (18,87) 84 (79,24) 55(51,88) 36(33,96) 31(29,24) 10(9,43) 69 (65,1%0 37 (34,9%)
15±0,48 16,4±3,5 10,7±2,4 31,9±7,2 13,2±10,0 275,4±239,2
Dari
106
diketahui
data
pasien
bahwa
HAP
pasien
yang
didapatkan,
paling
muda
yang
terdiagnosis HAP berusia 19 tahun(0,9%) dan pasien paling
tua
yang
tahun(0,9%).
terdiagnosis
Dari
variabel
usia
kelompok
dewasa
106
dibagi
data
berusia
tersebut,
menjadi
yang
HAP
2
berusia
kemudian
kelompok, 18-60
96
yaitu
tahun
dan
kelompok lansia yang berusia ≥61 tahun. Kelompok usia
dewasa
mempunyai
berjumlah
rerata
54
usia
orang
43±12
(50,94%)yang
tahun
dan
lansia
berjumlah 52 orang (49,05%)yang mempunyai rerata usia
72±8
terdapat
tahun.
57
Berdasarkan
(53,77%)
pasien
jenis
laki-laki
kelamin dan
49
(46,22%) pasien perempuan yang terdiagnosis HAP. Bila
dilihat
kejadian
yang
dari
onset
tertinggi
terjadinya adalah
early
HAP,
angka
onset
HAP
yaitu 61 pasien (57,54%) sedangkan late onset HAP berjumlah 45 pasien (42,45%). Berdasarkan jumlah komorbid, 2 pasien (1,89%) memiliki 2 komorbid, 20 pasien (18,87%) memiliki 2 komorbid
dan
84
pasien
(79,24%)
memiliki
≥
3
komorbid. Faktor komorbiditas yang dialami oleh pasien bila diurutkan dari yang paling tersering adalah penyakit kardiovaskular (51,88%), sepsis
33
(33,96%), diabetes melitus (29,24%) dan penyakit hepar (9,43%). Berdasarkan length of stay, rerata length of stay pasien adalah 15 hari. Pasien yang memiliki length
of
(65,1%).
stay
≤15
Sedangkan
hari
yang
berjumlah
memiliki
69
length
pasien
of
stay
>15 hari berjumlah 37 pasien (34,9%). Berdasarkan
hasil
laboratorium
pasien
HAP
didapatkan data bahwa pasien dengan nilai RDW ≤15,3%
berjumlah
53
orang
dan
nilai
RDW
>15,3%
berjumlah 53 orang, kemudian pasien dengan kadar Hemoglobin ≤10,68 g/dL berjumlah 57 orang, kadar Hematokrit ≤31,9% berjumlah 58 orang, dan pasien 3
dengan kadar trombosit ≤275,4x10 /ᵤL berjumlah 70 orang. 2. Analisis Bivariat Pada hasil analisis bivariat menggunakan chisquare, didapatkan hasil hipotesis pertama bahwa perbedaan usia tidak signifikan secara statistik terhadap peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr.
Sardjito
menunjukkan
(p=0,437). hasil
bahwa
Pada
hipotesis
peningkatan
nilai
tidak signifikan secara statistik terhadap of stay pasien. (p=0,541).
34
kedua RDW
length
Beberapa
faktor
peningkatan
nilai
yang
RDW
dapat
pasien
mempengaruhi
HAP
di
RSUP
Dr.
Sardjito selain usia antara lain jenis kelamin, onset
HAP,
jumlah
komorbid,
penyakit
komorbid
seperti penyakit hepar, penyakit kardiovaskular, sepsis dan diabetes mellitus. Kemudian dari data laboratorium
stay
yang
adalah
trombosit.
dapat
nilai
mempengaruhi
hemoglobin,
Setelah
dianalisis
length
of
hematokrit
dan
menggunakan
chi-
square, ternyata faktor-faktor yang secara statistik bermakna terhadap peningkatan nilai RDW pasien
HAP
hemoglobin
di
RSUP
Dr.
(p=0,000),
Sardjito
hematokrit
adalah
nilai
(p=0,006)
dan
trombosit (p=0,004). Tabel
4.2
Perbandingan
usia
dengan
peningkatan
nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
18-60 tahun ≥61 tahun
Tabel
4.3
peningkatan
RDW ≤15,3 N(%) 25 (46,3) 28 (53,8)
RDW >15,3 N(%) 29 (53,7) 24 (46,2)
Perbandingan nilai
RDW
Sardjito
35
2
X
0,604 0,437
jenis
pasien
pvalue
kelamin HAP
di
dengan
RSUP
Dr.
RDW ≤15,3 N(%) 28 (49,1) 25 (51,0)
Wanita Pria
2
X
RDW >15,3 N(%) 29 (50,9) 24 (49,0)
pvalue
0,038 0,846
Tabel 4.4 Perbandingan onset dengan peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito RDW ≤15,3 N(%) 29 (47,5) 24 (53,3)
Early onset Late onset
Tabel
4.5
Perbandingan
peningkatan
nilai
2
X
RDW >15,3 N(%) 32 (52,5) 21 (46,7)
RDW
0,348 0,556
jumlah pasien
pvalue
komorbid HAP
di
dengan
RSUP
Dr.
Sardjito
Jumlah komorbid
1 komorbid 2 komorbid ≥3 komorbid
Tabel
4.6
2
RDW ≤15.3 N(%) 1 (50%) 13
RDW >15.3 N(%)
X
pvalue
1 (50%) 7
2,429
0,334
(65%) 39
(35%) 45
(46,4%)
(53,6%)
Perbandingan
komorbid
penyakit
kardiovaskular dengan peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
36
Ya Penyakit kardiovaskular Tidak
Tabel
4.7
dengan
RDW ≤15,3 N(%) 24 (43,6) 29 (56,9)
Perbandingan
peningkatan
2
X
RDW >15,3 N(%) 31 (56,4) 22 (43,1)
komorbid
nilai RDW
pvalue
1,185 0,174
diabetes
melitus
pasien HAP
di
RSUP
Dr. Sardjito
Diabetes melitus
Ya Tidak
Tabel dengan
4.8
RDW ≤15,3 N(%) 17 (54,8) 36 (48,0)
Perbandingan
peningkatan
nilai
RDW >15,3 N(%) 14 (45,2) 39 (52,0)
komorbid RDW
2
X
pvalue
0,410 0,522
penyakit
pasien
HAP
hepar di
RSUP
Dr. Sardjito
Penyakit hepar
Ya Tidak
Tabel
4.9
peningkatan
RDW ≤15,3 N(%) 3 (30)
RDW >15,3 N(%) 7 (70)
50 (52,1)
46 (47,9)
Perbandingan nilai
RDW
Sardjito
37
komorbid pasien
HAP
2
X
pvalue
1,767 0,184
sepsis di
dengan
RSUP
Dr.
Ya
Sepsis
Tidak
RDW ≤15,3 N(%) 16 (44,4) 37 (52,9)
2
X
RDW >15,3 N(%) 20 (55,6) 33 (47,1)
pvalue
0,673 0,412
Tabel 4.10 Perbandingan nilai hemoglobin dengan peningkatan
nilai
RDW
pasien
HAP
di
RSUP
Dr.
Sardjito
Hemoglobin ≤ 10,7 > 10,7
RDW ≤15,3 N(%) 19 (33,3) 34 (69,4)
2
X
RDW >15,3 N(%) 38 (66,7) 15 (30,6)
pvalue
13,701 0,000
Tabel 4.11 Perbandingan nilai hematokrit dengan peningkatan
nilai
RDW
pasien
HAP
di
RSUP
Dr.
Sardjito
Hematokrit ≤ 31,9 > 31,9 Tabel
4.12
peningkatan
RDW ≤15,3 N(%) 22 (37,9) 31 (64,6)
Perbandingan nilai
RDW
Sardjito
38
2
X
RDW >15,3 N(%)
pvalue
36
(62,1) 7,463 0,006
17
(35,4)
nilai
pasien
trombosit HAP
di
dengan
RSUP
Dr.
Trombosit
RDW ≤15,3 N(%) 28 (40,0) 25 (69,4)
≤ 275,4 > 275,4
2
X
RDW >15,3 N(%) 42 (60,0)
pvalue
8,244 0,004
11 (30,6)
Tabel 4.13 Faktor Prediktor RDW Variabel Usia Jenis Kelamin Onset HAP Jumlah Komorbid Penyakit Kardiovaskular Diabetes Melitus Penyakit Hepar Sepsis Hemoglobin Hematokrit Trombosit
Beberapa peningkatan
faktor nilai
P-value 0,437 0,846 0,556 0,334 0,174 0,522 0,184 0,412 0,000 0,006 0,004
yang
RDW
dapat
pasien
HAP
mempengaruhi di
RSUP
Dr.
Sardjito selain peningkatan RDW antara lain, usia, jenis kelamin, onset HAP, jumlah komorbid, penyakit komorbid seperti penyakit hepar, penyakit kardiovaskular,
sepsis
Kemudian
data
dari
dan
diabetes
laboratorium
mempengaruhi
length
of
hemoglobin,
hematokrit
dan
stay
mellitus.
yang
dapat
adalah
nilai
trombosit.
Setelah
dianalisis menggunakan chi-square, ternyata faktor-faktor
yang
secara
39
statistik
bermakna
terhadap
length
of
Sardjito
adalah
onset
(p=0,038),
stay
nilai
pasien
HAP
(p=0,000),
di
jumlah
hemoglobin
RSUP
Dr.
komorbid
(p=0,016)
dan
hematokrit (p=0,011). Tabel 4.14 Perbandingan peningkatan nilai RDW terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
RDW ≤15,3 RDW >15,3
LOS ≤15 N(%) 36 (67,9) 33 (62,3)
2
X LOS >15 pN(%) value 17 (32,1) 0,374 0,541 20 (37,7)
Tabel 4.15 Perbandingan usia terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
18-60 tahun ≥61 tahun
LOS ≤15 N(%) 36 (66,7) 33 (63,5)
LOS >15 N(%) 18 (33,3) 19 (36,5)
X2 0,129
pvalue 0,729
Tabel 4.16 Perbandingan jenis kelamin terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
Wanita Pria
LOS ≤15 N(%) 35 (61,4) 34 (51,0)
LOS >15 N(%) 22 (38,6) 15 (49,0)
2
X
pvalue 0,739 0,390
Tabel 4.17 Perbandingan onset terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito LOS ≤15
LOS >15
40
2
X
p-
Early onset Late onset
N(%) 49 (80,3) 20 (44,4)
N(%) 12 (19,7) 25 (45,6)
value 0,000
14,675
Tabel 4.18 Perbandingan jumlah komorbid terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
Jumlah komorbid
1 komorbid 2 komorbid
LOS ≤15 N(%)
LOS >15 N(%)
2 (100) 17
0 (0) 3
(85) 50
(15) 34
(59,5)
(40,5)
≥3 komorbid
2
X
5,333 0,038
Tabel 4.19 Perbandingan penyakit kardiovaskular terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
Penyakit Ya kardiovaskular Tidak
LOS ≤15 N(%) 34 (43,6) 35 (56,9)
LOS >15 N(%) 21 (56,4) 16 (43,1)
2
X
pvalue
0,540 0,462
Tabel 4.20 Perbandingan diabetes melitus terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
Diabetes melitus
Ya Tidak
LOS ≤15 N(%) 20 (64,5) 49 (65,3)
41
LOS >15 N(%) 11 (35,5) 26 (34,7)
pvalue
2
X
pvalue
0,006 0,936
Tabel 4.21 Perbandingan penyakit hepar terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
Penyakit hepar
Ya
LOS ≤15 N(%) 7 (30)
Tidak
LOS >15 N(%) 3 (70)
pvalue 0,117 0,732
X2
34(47,9) 62(52,1)
Tabel 4.22 Perbandingan sepsis terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
Sepsis
Ya Tidak
LOS ≤15 N(%) 25 (69,4) 44 (62,9)
LOS >15 N(%) 11 (30,6) 26 (37,1)
2
X
pvalue
0,454 0,500
Tabel 4.23 Perbandingan nilai hemoglobin terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
Hemoglobin ≤ 10,7 > 10,7
LOS ≤15 N(%) 43 (75,4) 26 (53,1)
2
X LOS >15 pN(%) value 14 (24,6) 5,807 0,016 23 (46,9)
Tabel 4.24 Perbandingan nilai hematokrit terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
Hematokrit ≤ 31,9 > 31,9
LOS ≤15 N(%) 44 (75,9) 25 (52,1)
42
LOS >15 pX2 N(%) value 14 (24,1) 6,536 0,011 23 (47,9)
Tabel 4.25 Perbandingan nilai trombosit terhadap length of stay pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito
Trombosit
LOS ≤15 N(%) 45 (64,3) 24 (66,7)
≤ 275,4 > 275,4
LOS >15 N(%) 25 (35,7)
2
X
pvalue 0,059 0,808
12 (33,3)
Tabel 4.26 Faktor Prediktor LOS Variabel Usia Jenis Kelamin Onset HAP Jumlah Komorbid Penyakit Kardiovaskular Diabetes Melitus Penyakit Hepar Sepsis Hemoglobin Hematokrit Trombosit RDW
P-value 0,729 0,390 0,000 0,038 0,462 0,936 0,732 0,500 0,016 0,011 0,808 0,541
3. Analisis Multivariat Pada analisis bivariat hipotesis pertama, nilai hemoglobin, nilai
hematokrit
p-value
dan
signifikan,
multivariat
variabel
trombosit
kemudian
pada
tersebut
memiliki analisis
dianalisis
pengaruhnya terhadap peningkatan nilai RDW bersama dengan
faktor
p<0,25. penyakit
prediktor
Faktor
lain
prediktor
hepar
yang
tersebut
(p=0,184)
kardiovaskular (p=0,174).
43
memiliki
dan
antara
nilai
lain
penyakit
Tabel 4.27 Faktor yang mempengaruhi peningkatan nilai RDW (p<0,25) Variabel p-value RR 95%CI Penyakit Hepar 0,254 2,515 0,51512,278 Penyakit 0,240 1,701 0,702Kardiovaskular 4,126 Hemoglobin 0,000 5,617 2,29413,756 Hematokrit 0,527 1,764 0,30410,240 Trombosit 0,002 4,471 1,72011,625
Berdasarkan
analisis,
diketahui
bahwa
nilai
hemoglobin (p=0,000; 95%CI 0,073-0,436) dan nilai trombosit
(p=0,002;
95%CI
0,086-0,582)
bermakna
secara statistik dalam meningkatkan nilai RDW pasien
HAP
komorbid
di
RSUP
penyakit
kardiovaskular
Dr.
Sardjito.
hepar
(p=0,240)
Sedangkan
(p=0,254),
serta
nilai
penyakit hematokrit
(p=0,527) tidak bermakna secara statistik dalam peningkatan nilai RDW pasien HAP di RSUP Dr. Sardjito.
Dari
diketahui
perhitungan
bila
hemoglobin 3
≤10,7
≤275,4x10 /uL
pasien g/dL
memiliki
nilai
HAP dan
probabilitas,
memiliki nilai
probabilitas
nilai
trombosit peningkatan
RDW sebesar 78,44%. Tabel 4.28 Analisis faktor yang mempengaruhi nilai RDW berdasarkan perbedaan usia Variabel pRR 95%CI
44
value 0,004
Dewasa Hemoglobin ≤10,7 Trombosit 3 ≤275,4x10 /uL Lansia Hemoglobin ≤10,7 Trombosit 3 ≤275,4x10 /uL
4,947 1,65614,774 5,158 1,70615,590 6,022 2,07117,513 3,910 1,29711,782
0,004 0,001 0,015
Bila dianalisis berdasarkan usia, maka pasien HAP berusia dewasa yang memiliki nilai Hb ≤10,7 berisiko
mengalami
peningkatan
RDW
sebesar
4,9
kali. Dan pasien HAP lansia yang memiliki nilai Hb ≤10,7 berisiko mengalami peningkatan RDW sebesar 6 kali.
Sedangkan
bila
ditinjau
dari
nilai
trombositnya maka pasien HAP berusia dewasa yang memiliki
nilai
trombosit
3
≤275,4x10 /uL
berisiko
mengalami peningkatan RDW sebesar 5,1 kali. Dan pasien HAP lansia yang memiliki nilai trombosit 3
≤275,4x10 /uL berisiko mengalami peningkatan RDW sebesar 3,9 kali. Kemudian kedua,
pada
onset
analisis
HAP,
bivariat
jumlah
hipotesis
komorbid,
nilai
hemoglobin dan hematokrit memiliki nilai p-value signifikan.
Kemudian
pada
analisis
multivariat
variabel tersebut dianalisis pengaruhnya terhadap length of stay dengan faktor prediktor lain yang
45
memiliki nilai p<0,25. Faktor prediktor tersebut antara lain usia (p=0,077), onset HAP (p=0,235), serta penyakit serebral (p=0,149). Tabel 4.29 Faktor yang mempengaruhi length of stay (p<0,25) Variabel p-value RR 95%CI 0,002 0,231 0,096Onset HAP 0,607 Jumlah komorbid 0,096 0,289 0,2731,238 0,065 0,422 0,168Hemoglobin 1,056 0,604 0,652 0,130Hematokrit 3,279
Dari tabel 4.27 didapatkan bahwa faktor yang bermakna secara statistik terhadap length of stay adalah onset HAP (p=0,002; 95% CI 0,096-0,607), jumlah komorbid (p=0,096; 95% CI 0,273-1,238) , nilai hemoglobin (p=0,065; 95%CI 0,168-1,056) dan hematokrit (p=0,604; 95%CI 0,130-3,279). Tabel 4.30 Faktor yang mempengaruhi length of stay berdasarkan nilai RDW Variabel RDW ≤15.3 RDW >15.3
Onset ≤4 hari
pRR value 0,001 4,768
1,966-11,565
Onset ≥5 hari
0,000
2,245-14,423
5,690
95%CI
Bila dianalisis berdasarkan nilai RDW, maka pasien HAP yang memiliki nilai RDW ≤15.3 dan
46
memiliki
onset
length
of
≤4
stay
hari >15
berisiko
hari
untuk
sebesar
memiliki
4,8
kali.
Sedangkan pasien HAP yang memiliki nilai RDW >15.3 dan memiliki onset ≥5 hari berisiko untuk memiliki length of stay >15 hari sebesar 5,6 kali. Dari perhitungan
nilai
probabilitas,
diketahui
bila
pasien HAP dengan onset ≥5 hari dan memiliki nilai RDW
>15.3
maka
probabilitas
memiliki
length
of
stay >15 hari sebesar 66,23%. B. Pembahasan 1. Tinjauan Data Penelitian ini menggunakan 106 rekam medis pasien
HAP
yang
didapat
dari
instalasi
catatan
medik RSUP Dr. Sardjito yang terdiri dari 50,94% pasien
usia
dewasa
dan
49,05%
Berdasarkan
analisis
bivariat
usia
bermakna
secara
tidak
pasien
lanjut.
hipotesis
pertama
statistik
terhadap
peningkatan RDW. Hal ini berbeda dengan penelitian Buyukkocak et al., (2014) yang menjelaskan bahwa RDW meningkat karena inflamasi sebagai akibat dari metabolism Fe dan modulasi respon sumsum tulang terhadap eritropoietin yang tidak seimbang. Pada
proses
penuaan
terjadi
peningkatan
mediator inflamasi melaui beberapa jalur NFκB
47
yang menyebabkan peningkatan jumlah disfungsi sel, peningkatan TNF-α dan produksi IL-6 Selain itu, level
hormon
aktivitas
yang
NFκB
berperan
berkurang
pada
dalam
menurunkan
penuaan.
Beragam
penyakit kronik juga meningkatkan level sitokin inflamasi pada serum (Waltson, 2009). Namun,
terdapat
beberapa
faktor
prediktor
lainnya yang mempengaruhi peningkatan nilai RDW pasien
HAP
seperti
nilai
hemoglobin
dan
nilai
trombosit yang secara statistik bermakna. Pada
hipotesis
kedua
peningkatan
nilai
RDW
tidak bermakna secara statistik terhadap length of stay
pasien
penelitian
HAP.
Lee
et
Hal
ini
al.,
tidak
(2013)
sesuai
yang
dengan
menjelaskan
bahwa peningkatan nilai RDW berpengaruh length of stay pasien pneumonia. Length of stay yang baik adalah 6-9 hari.. Faktor yang mempengaruhi length of stay antara lain kondisi medis pasien atau adanya infeksi nosokomial yang memperpanjang lama hari rawat-nya bisa mencapai 520
hari
(Depkes,
2005).
Selain
karena
kondisi
medis, lama hari rawat juga dapat disebabkan oleh kondisi non-medis, seperti kelambatan administrasi (administration delay) di rumah sakit, kurang 48
baiknya
perencanaan
dalam
memberikan
pelayanan
kepada pasien (patient scheduling) atau kebijakan di bidang medis (medical policy). Makin besar umur penderita
maka
akan
memerlukan
lama
hari
rawat
lebih lama. Pasien yang sudah lanjut usia (di atas 45
tahun)
cenderung
lebih
lama
hari
rawatnya
dibandingkan dengan pasien usia muda (Wartawam, 2012). Dari penelitian ini terdapat faktor lain yang bermakna secara statistik terhadap length of stay pasien HAP, yaitu onset HAP. Pasien yang memiliki late
onset
mengalami
rawat
inap
lebih
lama
daripada pasien HAP early onset. 2. Hubungan anemia dengan peningkatan nilai RDW Kegunaan RDW yaitu pada banyak kasus, RDW akan abnormal terlebih dahulu pada anemia daripada MCV. Hal in dikarenakan banyak anemia (seperti anemia defisiensi Parameter perubahan
besi) ini ukuran
berkembang merupakan sel
darah
seiring
indikator sebelum
waktu. sensitif
red
cell
indices menjadi abnormal (Ciesla, 2007). 3. Hubungan
rendahnya
nilai
peningkatan nilai RDW
49
trombosit
terhadap
Nilai proses
trombosit
inflamasi
yang
Proses
rendah
terjadi
inflamasi
karena
pada
tubuh
merupakan salah satu faktor penyebab dari turunnya kadar platelet (Hoffman et al., 2005). Menurut penelitian Buyukkocak et al., (2014) RDW meningkat karena inflamasi sebagai akibat dari metabolism Fe dan modulasi respon sumsum tulang terhadap eritropoietin yang tidak seimbang. 4. Hubungan onset HAP terhadap length of stay Semakin
lama
pasien
dirawat
di
rumah
sakit
maka semakin besar peluang terjadinya pneumonia nosokomial.
Hal
ini
sesuai
dengan
penelitian
Mansour dan Bendary (2012) yang mejelaskan bahwa length of stay meningkat 2 kali lipat pada HAP. Menurut
penelitian
oleh
Melati
(2014)
juga
dijelaskan bahwa sebagian besar HAP yang memiliki length of stay lebih dari 3 minggu adalah HAP late onset. semakin
Semakin
lama
terpapar
menjalani
rawat
mikroorganisme
inap,
sehingga
maka juga
memperpanjang length of stay.
C. Keterbatasan Penelitian Penelitian antaranya
ini
keterbatasan
memiliki
keterbatasan,
jumlah sampel
50
dan
di
metode
retrospektif.
oleh
Jumlah
keterbatasan
instalasi
catatan
retrospektif
sampel
yang
waktu
pengambilan
medikm
pada
RSUP
kurang
Dr.
disebabkan
data
Sardjito.
penelitian
ini
di
Metode
terbatas
dikarenakan catatan medis tidak semuanya terbaca dan kurang lengkap. Selain itu, RSUP Dr. Sardjito yang merupakan
rumah sakit
rujukan
memiliki sedikit pasien
yang
utama
(tipe
terdiagnosis
A)
tunggal
HAP dan banyak faktor perancu seperti komorbiditas. Metode
cross-sectional
juga
tidak
bisa
menilai
secara pasti hubungan antara HAP dengan peningkatan nilai
RDW.
Sehingga
peelitian
mewakili populasi lain.
51
ini
tidak
bisa
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan Berdasarkan
Pasien
bahwa
hasil
HAP
penelitian
lansia
tidak
nilai RDW 20% lebih banyak dari Selain
itu,
peningkatan
RDW
pasien tidak
HAP
didapatkan
mengalami
kesimpulan
peningkatan
pasien HAP non lansia. lansia
memiliki
yang
length
of
mengalami stay
lebih
lama dibanding pasien HAP non lansia. B.
Saran Penelitian
ini
tidak
berhasil
membandingkan pasien
HAP lansia dan dewasa yang memiliki peningkatan nilai RDW serta hubungan peningkatan nilai RDW dengan length of stay di rumah sakit. Beberapa hal yang harus diperbaiki adalah jumlah sampel yang harus ditambah, metode penelitian yang seharusnya diperbaiki karena metode retrospektif dengan membaca
rekam
medis
memiliki
kelemahan
seperti
tidak
lengkapnya data. Berdasarkan perhitungan power sample size, jumlah sampel yang disarankan agar signifikan adalah 991 kontrol
dan
disarankan jumlah
991
perlakuan.
menggunakan
populasi
yang
Untuk
metode lebih
penelitian
kohort besar
selanjutnya,
prospektif dan
bersifat
dengan agar
mendapatkan hasil yang lebih akurat dan faktor-faktor yang berpengaruh bisa diikuti dengan baik.
52
DAFTAR PUSTAKA
Braun, E., Domany, E., Kenig, Y., Mazor, Y., Makhoul, B. F., & Azzam, Z. S. (2011). Elevated red cell distribution width predicts poor outcome in young patients with community acquired pneumonia. Critical Care, 15(4), R194. doi:10.1186/cc10355. Braun, E., Kheir, J., Mashiach, T., Naffaa, M., & Azzam, Z. S. (2014). Is elevated red cell distribution width a prognostic predictor in adult patients with community acquired pneumonia? BMC Infectious Diseases, 14(1), 129. doi:10.1186/14712334-14-129. Buyukkocak, U., Gencay, I., Ates, G., & Caglayan, O. (2014). Red Blood Cell Distribution Width and Mortality in ICU Patients ; A Cross Sectional Retrospective Analysis Red Blood Cell Distribution Width and Mortality in ICU Patients, 1(4).
Ciesla, Betty, 2007, Hematology in practice, 110th, FA Davis Company, Philadelphia. Deborah, Melati. (2014). Lama rawat inap dan lama penggunaan antibiotik sebagai faktor risiko pneumonia nosokomial pada anak di RSUP Sanglah, 7980. Departemen Kesehatan RI (2005). Standar pelayanan minimal, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Fishman, Alfred P, Elias, Jack A, Fishman, Jay A, Grippi, Michael A, 2008, Fishman’s Pulmonary th and Disorders, 4 Disease edn, The McGraw-Hill Companies Inc, China. Gill, Geoff, Beeching, Nick, 2009, Lecture notes th tropical medicine, 6 edn, Willey-Blackwell, Singapore. Guyton, Arthur C, 1990, Guyton fisiologi manusia dan rd mekanisme penyakit, 3 edn, EGC, Jakarta. Hall, William J & Ahmed, Bilal, 2007, Duthie: Practice th of Geriatrics, 4 edn, Saunders Elsevier, Philadelphia. Hoffman et al, 2007, Hematology: Basic principles and th practice,4 edn, Elsevier Inc, USA. Kane, Robert L, Ouslander, Joseph G, Abrass, Itamar B, th 2004, Essentials of clinical geriatrics, 5 edn, McGraw-Hill, New York.
53
Kasper, Dennis L, Fauci, Anthony S, 2013, Harrison’s nd infectious disease, 2 edn, McGraw-Hill Education, China. Page 207-215. Kementerian Kesehatan RI, 2013, Riset kesehatan dasar, Balitbang Kemenkes RI, Jakarta. Kim, C. H., Park, J. T., Kim, E. J., Han, J. H., Han, J. S., Choi, J. Y., … Oh, H. J. (2013). An increase in red blood cell distribution width from baseline predicts mortality in patients with severe sepsis or septic shock, 2–9. Kurtoğlu, E., Aktürk, E., Korkmaz, H., Sincer, I., Yilmaz, M., Erdem, K., … Ozdemir, R. (2013). Elevated red blood cell distribution widht in healthy smokers.Arch Turk Soc Cardiol, 43(3), 199– 206. doi:10.5543/tkda.2013.42375 Landefeld, et al., 2004, Current geriatric diagnosis & st treatment, 1 edn, McGraw-Hill, New York. Lee, J. H., Chung, H. J., Kim, K., Jo, Y. H., Rhee, J. E., Kim, Y. J., & Kang, K. W. (2013). Red cell distribution width as a prognostic marker in patients with community-acquired pneumonia. Am J Emerg Med., 31(1), 72–9. doi:10.1016/j.ajem.2012.06.004. Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine McCarty, 1995, Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, st 1 edn, EGC, Jakarta. Rahmatullah, P 2011, 'Penyakit paru pada usia lanjut', in Martono, H & Pranaka, K(eds), Buku ajar boedhidarmojo geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut), 4edn, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 478-481. Waltson,
JD
'Inflamation
and
aging',
in
Halter,
BJ,
Ouslander, JG, Tinetti, ME, Studenski, S, High, KP & Asthana, S(eds), Hazzard's geriatric medicine and gerantology, 6edn, McGraw-Hill, New York, pp.39. Wartawan IW. Analisis lama hari rawat pasien yang menjalani pembedahan di ruang rawat inap bedah kelas III RSUP Sanglah Denpasar tahun 2011. [dissertation]. Jakarta (Indonesia): Universitas Indonesia; 2012. World Health Organization 2014, Definition of an older or elderly person, WHO, viewed 10 September 2014,
54
LAMPIRAN Lampiran
1.
Persetujuan
penelitian
oleh
fakultas kedokteran UGM-RSUP Dr. Sardjito
55
komite
etik
Lampiran 2. Tabel pengambilan data rekam medis Inisial
RM
usia
sex
job
alamat
BB
TB
suhu
56
suhu awal HAP
HR
HRhap
RR
Rrhap
BP
Bphap
Lampiran 2. Lanjutan
Diagnosis Utama
Diagnosis Lain/komplikasi/penyakit penyerta
Tanggal dx HAP
onset HAP
57
RDW
Hct
Hb
Leukosit
Trombosit
Lampiran 2. Lanjutan
Tgl masuk
Tgl keluar
Outcome
Tgl mati
58
Sebab mati
Lamarawat
Cara Keluar