HUBUNGAN ANTARA TARIF PAJAK PENGHASILAN DAN PENERIMAAN PAJAK: ANALISIS DATA NEGARA-NEGARA ASEAN 1987-2011
TISA AMELIA SAPITRI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Tarif Pajak Penghasilan dan Penerimaan Pajak: Analisis Data Negara-negara ASEAN 1987-2011 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Tisa Amelia Sapitri NIM H14100056
ABSTRAK TISA AMELIA SAPITRI. Hubungan antara Tarif Pajak Penghasilan dan Penerimaan Pajak: Analisis Data Negara-negara ASEAN 1987-2011. Dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO. Penerimaan negara dari pajak memiliki kontribusi terbesar dalam pembiayaan operasional pemerintah dibandingkan dengan sumber pendanaan lainnya. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas instrumen distribusi pendapatan, yaitu persentase tarif pajak (tax rate) yang optimal dalam memaksimalkan penerimaan. Adapun tingkat optimal tax rate Indonesia dianalisis dengan membandingkan beberapa negara ASEAN, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand serta faktor lain yang memengaruhinya, yaitu tax ratio, pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita. Data yang digunakan adalah data sekunder dari perekonomian masing-masing negara pada periode 1987-2011. Hasil dari analisis data panel menggunakan estimasi model fixed effect didapatkan nilai R2 0.9438 yang menandakan bahwa variasi dari perubahan variabel dependen mampu dijelaskan secara serentak oleh variabel-variabel independen sebesar 94.38 persen. Sisanya sebesar 5.62 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak masuk dalam model. Tax ratio, pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita memiliki pengaruh positif terhadap penerimaan pajak di negara ASEAN. Kata kunci: ASEAN, ketimpangan, panel data, tax rate, tax ratio
ABSTRACT TISA AMELIA SAPITRI. Relationship between Income Tax Rates and Tax Revenue: Data Analysis ASEAN Countries 1987-2011. Supervised by D.S. PRIYARSONO. Tax collections have the largest contribution in the financing of government operations compared to other funding sources. The purpose of this research is to analyse the effectiveness of the income distribution instrument, in this case the percentage tax rate that optimal in maximizing revenues. The optimal level of Indonesian tax rate was analyzed by comparing several ASEAN countries, such as Malaysia, Singapore and Thailand as well as other factors that influence it such as the tax ratio, economic growth and GDP per capita. The data used are secondary data from each country's economy in the period of 1987-2011. The results of the analysis of panel data using fixed effect model estimation showed R2 value 0.9438 which indicates that 94.38 percent of the variation of the dependent variable changes can be explained simultaneously by the independent variables. The remaining amount of 5.62 percent is explained by other factors not included in the model. Tax ratio, economic growth and GDP per capita have positive effects on tax revenue in ASEAN countries. Keywords: ASEAN, inequality, panel data, tax rate, tax ratio
HUBUNGAN ANTARA TARIF PAJAK PENGHASILAN DAN PENERIMAAN PAJAK: ANALISIS DATA NEGARA-NEGARA ASEAN 1987-2011
TISA AMELIA SAPITRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Hubungan antara Tarif Pajak Penghasilan dan Penerimaan Pajak: Analisis Data Negara-negara ASEAN 1987-2011 Nama : Tisa Amelia Sapitri NIM : H14100056
Disetujui oleh
Prof. D.S. Priyarsono, Ph.D Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah pajak, dengan judul Hubungan antara Tarif Pajak Penghasilan dan Penerimaan Pajak: Analisis Data Negara-negara ASEAN 1987-2011. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin dan panutan terbaik bagi umat manusia. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, antara lain kepada: 1. Orang tua penulis (Endang Syarifuddin dan T. Fitrianti) dan adik tersayang (Resta Muh. Aziz Al-Fatah) serta seluruh keluarga atas doa, motivasi, dan dukungan moril maupun materiil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Prof. D.S. Priyarsono, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Dr. Alla Asmara, M.Si dan Ibu Widyastutik, M.Si selaku penguji utama dan komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Para dosen, staff, dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi. 5. Teman-Teman satu bimbingan Nia Verba Sembiring, Hernita Nur Fadjrina, Putri Rahayuningtias, dan Ni Putu Manacika Manupada atas kerjasama, motivasi dan doa selama proses penyelesaian skripsi. 6. Sahabat-sahabat penulis di Ilmu Ekonomi 47 (Vina, Astika, Aka, Masyitoh, Lia, Triana, dan Trisa) atas kebersamaan, semangat, bantuan dan motivasi selama menjalankan studi. 7. Teman asrama TPB Utari, Ninuk, Dindun, Lieke dan Tusi yang selalu membantu, memberi motivasi dan doa kepada penulis dimanapun berada. 8. Keluarga besar Bina Desa BEM KM, Coast Teater, dan Sharia Economics Student Club (SES-C) FEM IPB serta semua pihak yang telah menyemangati dan selalu mendoakan yang terbaik bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Tisa Amelia Sapitri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
4
Ketimpangan
4
Pajak
5
Pajak Penghasilan
6
Dampak Pajak terhadap Perekonomian
7
Tarif Pajak (Tax Rate)
7
Kebijakan Pajak (Tax Policy)
8
Rasio Pajak (Tax Ratio)
8
Pertumbuhan Ekonomi
8
Gross Domestic Product per Capita
9
Kurva Laffer
9
Penelitian Terdahulu
10
Hipotesis Penelitian
11
Kerangka Pemikiran Konseptual
11
METODE PENELITIAN
12
Jenis dan Sumber Data
12
Metode Data Panel
13
Pengujian Model Terbaik
13
Uji Evaluasi Model
14
Pengujian Asumsi Ekonometrik
14
Model Statistika untuk Pengujian Hipotesis
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
16
Kondisi Umum Ketimpangan Kesejahteraan di Empat Negara ASEAN
16
Kondisi Umum Perpajakan di Empat Negara ASEAN
17
Hubungan antara Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Tax Ratio, dan GDP per Kapita dengan Variabel Penerimaan Pajak Penghasilan 20 Tingkat Optimal Tax Rate
22
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL 1 Tarif Pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri di Indonesia tahun 2008-2014 2 Klasifikasi ketidakmerataan distribusi pendapatan 3 Variabel, notasi, dan sumber data 4 Selang nilai statistik DW dan keputusannya 5 Hasil estimasi model dengan metode Fixed Effect
2 4 13 15 21
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Kurva Lorenz Kurva Laffer Hipotesis Penelitian Kerangka Pemikiran Konseptual Rasio gini empat negara ASEAN periode 2002-2013 GDP per kapita empat negara ASEAN periode 1987-2011 (USD) Tarif pajak penghasilan perseorangan empat negara ASEAN periode 2006-2013 (%) 8 Rasio pajak empat negara ASEAN periode 1987-2011 (%) 9 Pertumbuhan ekonomi empat negara ASEAN periode 1987-2011 (%) 10 Tingkat optimal tax rate Indonesia (Laffer Curve)
5 10 11 14 16 17 18 19 20 22
DAFTAR LAMPIRAN 11 12 13 14 15 16 17
Contoh Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) Hasil pengujian dengan metode FEM (Fixed Effect Model) Hasil pengujian dengan metode REM (Random Effect Model) Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas Hasil pengujian Chow test Hasil pengujian Hausman test
26 27 28 29 30 30 30
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar ke-10 di dunia berdasarkan paritas daya beli (World Bank 2014). Dalam dua tahun terakhir, tingkat kemakmuran di Indonesia meningkat 4.87 persen tetapi distribusinya tidak merata. Rasio gini menunjukkan tingkat paling rendah dalam 60 tahun terakhir, yaitu sebesar 0.41. Kondisi ini menunjukkan ketimpangan kesejahteraan di Indonesia masih cenderung tinggi sehingga kesenjangan sosial antara golongan kaya dan miskin setiap tahun terlihat semakin melebar. Pada kelompok 40 persen masyarakat berpenghasilan rendah, peningkatan kesejahteraan hanya 2 persen. Adapun pada 20 persen kelompok berpenghasilan tinggi, kenaikan kesejahteraan di atas 8 persen. Hal tersebut membuktikan bahwa kelompok miskin menerima lebih sedikit manfaat pembangunan dibandingkan dengan kelompok tidak miskin (Pambudy et al. 2014). Rendahnya ketimpangan atau semakin meratanya distribusi pendapatan, tentunya merupakan salah satu agenda penting pembangunan ekonomi. Beberapa macam subsidi yang dilakukan pemerintah, seperti subsidi tarif listrik, beras miskin (raskin), subsidi Biaya Operasional Sekolah (BOS), dan subsidi BBM berperan dalam membantu penduduk yang pendapatannya rendah agar kesejahteraannya meningkat. Implementasi penyaluran subsidi seringkali tidak tepat sasaran. Misalnya kebijakan subsidi BBM, besarnya subsidi bahan bakar minyak menjadi insentif fiskal melebarnya ketimpangan ekonomi. Subsidi BBM 77 persen dinikmati golongan masyarakat mampu (Suryana 2012). Secara regresif orang kaya lebih banyak menikmati daripada orang miskin. Pada tahun 2006 pemerintah mengalokasikan subsidi energi dalam APBN sebesar Rp 94.6 triliun yang terdiri dari BBM bersubsidi sebesar Rp 64.2 triliun dan subsidi listrik Rp 30.4 triliun. Dalam APBN 2014 anggarannya menjadi Rp 328.7 triliun meningkat tiga kali lipat dalam kurun waktu delapan tahun (Kementerian Keuangan 2014). Penerimaan pajak sebagai sumber pendanaan terbesar dalam APBN hanya meningkat 1.6 kali lipat dari Rp 619.9 trilliun menjadi Rp 1019 trilliun. Masih ada sekitar 40 juta wajib pajak di Indonesia yang belum membayar pajak kepada negara. Potensi dari 40 juta wajib pajak tersebut mencapai Rp 400 triliun dengan asumsi per tahun, satu wajib pajak menyetor penerimaan pajak kepada negara rata-rata sebesar Rp 10 juta. Kebijakan pemerintah sangat diperlukan sebagai penyeimbang, yaitu penerimaan negara terutama penerimaan dari sektor pajak harus ditingkatkan, baik itu Pajak Penghasilan Orang Pribadi maupun PPh Badan atau korporasi. Penetapan pajak pendapatan atau penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Pajak yang telah dipungut dengan menggunakan sistem tarif progresif oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Semakin tinggi tingkat pendapatannya maka persentase pajak terhadap pendapatan juga semakin besar (progresif). Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan (Arsyad 2004).
2 Tabel 1 Tarif Pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri di Indonesia tahun 2008-2014 Lapisan Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp 50.000.000,00 di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00 di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 di atas Rp 500.000.000,00
Tarif Pajak 5% 15% 25% 30%
Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, 2010
Apabila tarif pajak penghasilan terlalu tinggi belum tentu akan meningkatkan penerimaan pajak bahkan mungkin sebaliknya yakni justru akan menyebabkan penerimaan menurun (Rosdiana 2004). Jika pajak dinaikkan, pelaku ekonomi cenderung untuk menghindari pajak sehingga tax revenue akan mengalami penurunan. Selain itu, produktivitas dan standar hidup individu akan menurun. Apalagi Indonesia sebagai negara ekonomi terbuka tentunya tidak dapat terlepas dari pengaruh internasional sehingga keputusan dalam mengambil kebijakan akan menjadi sangat kompleks dan membutuhkan harmonisasi dengan negara lainnya. Menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015, tax rate perlu mendapat perhatian khusus. Bagi negara yang menetapkan tarif pajak penghasilan (income tax rate) yang rendah, hal tersebut merupakan suatu keunggulan yang berarti investasi akan bergerak ke negara tersebut. Besarnya tarif dari masing-masing negara sangat beragam. Tarif pajak penghasilan perseorangan (individual income tax rate) di Singapura merupakan yang paling rendah di ASEAN, yaitu sebesar 20 persen, jauh lebih rendah dari Indonesia. Malaysia 26 persen dan tax rate tertinggi, yaitu di Thailand dengan 35 persen. Sehingga penelitian ini ingin menganalisis persentase tarif pajak penghasilan (income tax rate) yang optimal dan berdaya saing dalam memaksimalkan penerimaan dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.
Perumusan Masalah Distribusi pendapatan nasional menggambarkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara dikalangan penduduknya. Distribusi pendapatan nasional akan menentukan bagaimana pendapatan nasional yang tinggi akan mampu menciptakan perubahan dan perbaikan dalam masyarakat. Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan salah satu permasalahan pembangunan yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di beberapa negara ASEAN. Pertumbuhan ekonomi tidak banyak bermanfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat apabila distribusi hasil pembangunan tidak merata. Lapisan kelas atas tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan kelas pendapatan bawah yang tumbuh sangat lamban, sehingga menghasilkan ketimpangan yang cukup dalam antara kelas atas dengan kelas bawah.
3 Agar kesejahteraan masyarakat dapat tercipta secara adil dan makmur, pemerintah perlu mengeluarkan suatu kebijakan yang tidak hanya berpihak kepada kelompok masyarakat yang sudah berpenghasilan menengah dan atas tetapi juga masyarakat berpenghasilan rendah (Ginting 2014). Kesetaraan tersebut diwujudkan dengan meningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara khususnya penerimaan pajak. Penetapan pajak pendapatan atau penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi dan implementasinya digunakan untuk membiayai subsidi bagi kelompok berpenghasilan rendah. Upaya peningkatan penerimaan pajak dilakukan dengan mengatur besarnya tarif pajak yang dikenakan. Walaupun tarif pajak telah diberlakukan secara progresif jika tarif pajaknya terlampau tinggi akan membuat pelaku ekonomi cenderung untuk menghindari pajak. Sehingga perlu dianalisis tingkat optimal tax rate. Selain tarif, penerimaan pajak juga didukung dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah produk domestik bruto yang akan diserap kembali oleh pemerintah Apalagi masih banyak potensi pajak yang belum tergali dan terealisasi secara optimal. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi umum ketimpangan kesejahteraan dan perpajakan di empat negara ASEAN? 2. Bagaimana hubungan antara variabel pertumbuhan ekonomi, tax ratio dan GDP per kapita dengan penerimaan pajak penghasilan di empat negara ASEAN? 3. Berapa tingkat optimal tax rate untuk Indonesia dengan menggunakan data tax rate negara-negara ASEAN? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan kondisi umum ketimpangan kesejahteraan dan perpajakan di empat negara ASEAN. 2. Menganalisis hubungan antara variabel pertumbuhan ekonomi, tax ratio dan GDP per kapita dengan variabel penerimaan pajak penghasilan di empat negara ASEAN. 3. Menganalisis tingkat optimal tax rate untuk Indonesia dengan menggunakan data tax rate negara-negara ASEAN Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk memaksimalkan penerimaan dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan informasi bagi pembaca ataupun pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.
4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel penerimaan pajak penghasilan, yaitu tax rate, tax ratio, pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita di empat negara ASEAN pada periode 1987-2011. Keempat negara tersebut, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Ketidaklengkapan data untuk variabel-variabel yang dibutuhkan dalam penelitian menyebabkan Filipina, Brunei Darussalam, Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam tidak dimasukkan dalam analisis penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan sebuah realita yang ada di tengah-tengah masyarakat dunia ini baik di negara maju maupun berkembang. Perbedaannya terletak pada proporsi tingkat ketimpangan yang terjadi dan cara mengatasinya. Sistem distribusi yang tidak memihak pada golongan masyarakat miskin hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja. Sistem pajak yang progresif dengan batas atas tarif yang optimal merupakan salah satu alternatif kebijakan yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah ketimpangan pendapatan. Tarif pajak yang optimal akan memaksimumkan penerimaan negara dari pajak untuk meningkatkan kesejahteraan golongan miskin.
Ketimpangan Ketimpangan pendapatan terjadi apabila sebagian besar penduduk memperoleh pendapatan yang rendah dan pendapatan yang besar hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk. Semakin besar perbedaan pendapatan yang diterima masing-masing individu menunjukkan semakin besarnya ketimpangan pendapatan antar rumah tangga. Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan: Tabel 2 Klasifikasi ketidakmerataan distribusi pendapatan Klasifikasi
Distribusi Pendapatan 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati < Ketimpangan Parah 12 % pendapatan nasional 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati 12KetimpanganSedang 17 % pendapatan nasional Ketimpangan Lunak 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati > (Distribusi Merata) 17 % pendapatan nasional Sumber: World Bank, 2010
Rasio gini menjelaskan kadar ketimpangan distribusi pendapatan nasional dengan nilai koefisien yang berkisar dari 0 sampai 1. Semakin kecil angka ini, semakin merata distribusi pendapatan. Akan tetapi, semakin besar angka ini, semakin tidak merata distribusi pendapatan. Pada prakteknya angka ketimpangan
5 untuk negara-negara yang ketimpangan distribusi pendapatannya tajam berkisar antara 0.5-0.7 . Sedangkan untuk negara-negara yang pendpatannya relatif paling merata berkisar antara 0.2-0.35.
100 Persentase Pendapatan Nasional
80 60 40
Kurva Lorenz
20 20
40
60
80
100
Persentase Jumlah Penduduk
Gambar 1 Kurva Lorenz Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional diberbagai lapisan penduduk. Sumbu vertical merupakan persentase kumulatif pendapatan nasional. Sedangkan sumbu horizontal merupakan persentase kumulatif penduduk. Artinya, semakin dekat dengan diagonal, pendapatan semakin merata. Sedangkan jika semakin jauh dengan diagonal maka pendapatan semakin tidak merata.
Pajak Pengertian pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara langsung dapat ditunjuk (Basri dan Mulyadi 2005). Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat ke sektor publik. “Taxation is one method of transferring resources from the private to the public sector, but there are others. One of these alternative methods is the debasment of the currency through the production of too much money. The government simply creates more money and uses it to purchase goods and services.” (James and Nobes 1992). Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang utama (fungsi budgetair). Selain itu juga mempunyai fungsi lain, yaitu sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian (fungsi regulator). Bagi negara-negara berkembang pajak digunakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, menstabilkan perekonomian, mendistribusikan pendapatan dan kekayaan serta meningkatkan tabungan
6 pemerintah ataupun swasta dengan melakukan pembatasan konsumsi barangbarang mewah.
Pajak Penghasilan Menurut Suandy (2002) pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan berdasarkan ketentuan pasal 21 Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008, termasuk Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final dan setoran akhir tahun (Yani 2002). Menurut Rosdiana (2005) sebelum menghitung berapa besarnya pajak penghasilan yang harus dihitung atas Penghasilan Kena Pajak khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (personal exemption). Penghasilan Tidak Kena Pajak diatur dalam Pasal 7 Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Mengenai tarif Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai dengan PMK162/PMK.011/2012 terhitung 1 Januari 2013 berlaku sebagai berikut: a. Untuk diri Wajib Pajak Rp 24.300.000,b. Tambahan Wajib Pajak yang kawin Rp 2.025.000,c. Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami Rp 24.300.000,d. Tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (maksimal 3 orang) Rp 2.025.000,atau berikut ini besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan status perkawinan Wajib Pajak : 1. TK/0 : Rp 24.300.000 2. K/0 : Rp 26.325.000 3. K/1 : Rp 28.350.000 4. K/2 : Rp 30.375.000 5. K/3 : Rp 32.400.000 Keterangan: TK/0 : jumlah penghasilan yang dikeluarkan diri sendiri (tidak kawin) K/0 : jumlah penghasilan yang dikeluarkan pasangan suami dan istri tanpa tanggungan K/1 : jumlah penghasilan yang dikeluarkan pasangan suami dan istri dengan satu orang tanggungan K/2 : jumlah penghasilan yang dikeluarkan pasangan suami dan istri dengan dua orang tanggungan
7 K/3
: jumlah penghasilan yang dikeluarkan pasangan suami dan istri dengan tiga orang tanggungan
Dampak Pajak Terhadap Perekonomian Pengaruh pajak terhadap perekonomian dibedakan menjadi dua, yaitu pengaruh pajak terhadap produksi dan distribusi produksi. Pengaruh pajak terhadap produksi, contohnya pengaruh terhadap kemampuan bekerja, menabung, dan investasi. Kemampuan individu akan berkurang apabila dikenai pajak yang dapat mengurangi efisiensi kerjanya. Oleh karena itu pajak yang dikenakan kepada golongan yang mempunyai tingkat penghasilan yang rendah dalam suatu masyarakat hanya akan menurunkan tingkat efisiensi. Pada umumnya pajak mempunyai pengaruh yang bersifat disinsentif yang artinya mengurangi keinginan untuk bekerja, menabung, dan mengadakan investasi.
Tarif Pajak (Tax Rate) Tarif Pajak Penghasilan dibagi menjadi dua, yaitu tarif Wajib Pajak Pribadi dan tarif Wajib Pajak Badan. Tarif Pajak Penghasilan yang digunakan di Indonesia adalah tarif pajak penghasilan yang diatur dalam Pasal 17 Undangundang Pajak Penghasilan. Tahun 2008 hingga tahun 2014, tarif pajak yang digunakan mengacu pada Undang-undang No. 36 tahun 2008. Pada Klik Pajak (2010) disebutkan bahwa tidaklah mudah untuk membebankan pajak kepada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat tidak akan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan, yaitu: 1. Pemungutan pajak harus adil 2. Pengaturan pajak harus berdasarkan undang-undang 3. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian 4. Pemungutan pajak harus efisien 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Adapun secara struktural tarif pajak (tax rate) dibagi dalam empat jenis, yaitu: 1. Tarif proporsional (a proportional tax rate structure), yaitu tarif pajak yang persentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak. 2. Tarif regresif (a regresive tax rate structure), yaitu tarif pajak menurun ketika dasar pengenaan pajak meningkat. 3. Tarif progresif (a progresive tax rate structure), yaitu tarif pajak akan semakin naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak. 4. Tarif degresif (a degresive tax rate structure), kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.
8 Kebijakan Pajak (Tax Policy) Kebijakan pajak menurut Mansury (1999) adalah kebijakan fiskal dalam arti sempit, yaitu kebijakan yang berhubungan dengan penentuan apa yang akan dijadikan sebagai tax based, subjek pajak dan pengecualiannya serta objek pajak dan pengecualiannya. Sistem perpajakan yang baik menurut Prrat dan Kulsrud (1997) adalah yang memenuhi prinsip keadilan baik horizontal maupun vertikal. Keadilan horizontal artinya pajak diberlakukan sama pada semua wajib pajak yang memiliki kondisi ekonomi yang sama. Sedangkan keadilan vertikal artinya wajib pajak yang memiliki tingkat ekonomi berbeda harus diperlakukan berbeda. Pajak dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya dalam membayar pajak tersebut dan juga sesuai dengan manfaat yang diterimanya dari negara (Rosdiana 2004). Untuk mencapai keadilan dalam distribusi beban pajak antara orang dengan pendapatan berbeda maka tarif pajak penghasilan harus progresif. Tarif ini mencerminkan kemampuan orang-orang dengan penghasilan yang lebih tinggi untuk membayar lebih secara proporsional dari penghasilan mereka untuk pajak. Tax base untuk struktur tarif umum pajak adalah bertingkat, yaitu untuk lapisan kena pajak dan persentase tarif pajak yang berbeda. Lewis Jr (1984) menyatakan bahwa tingkat keadilan (fairness) yang tinggi dalam sistem perpajakan akan memicu setiap individu baik perorangan maupun perusahaan untuk patuh secara sukarela.
Rasio Pajak (Tax Ratio) Tax ratio atau rasio pajak merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara dalam persen. Tax ratio menunjukkan sejauh mana kemampuan pemerintah mengumpulkan pendapatan pajak atau menyerap kembali produk domestik bruto dari masyarakat dalam bentuk pajak. Semakin tinggi tax ratio suatu negara, maka akan semakin baik kinerja pemungutan pajak negara tersebut. Karena semakin tinggi juga nilai rupiah yang dapat dipungut sebagai penerimaan pajak dari setiap rupiah output nasional (GDP). Nasution (2003) mengatakan bahwa rasio ini biasa digunakan sebagai salah satu tolok ukur atau indicator untuk melakukan penilaian terhadap kinerja penerimaan perpajakan mengingat GDP yang menunjukkan output nasional merupakan indikator kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sumitro (2007) suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produk barang dan jasa mengalami peningkatan dan tingkat ekonomi yang dicapai tahun tertentu lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Untuk mengukur berapa pertumbuhan ekonomi secara angka artimatika, maka indikator yang dapat digunakan dalam menilai pertumbuhan ekonomi adalah Gross Domestic Product (GDP). Besarnya GDP yang diperoleh
9 tahun ini dikurangkan dengan besarnya GDP tahun lalu dibagi dengan GDP tahun lalu dikalikan seratus persen. Terdapat tiga komponen pertumbuhan ekonomi yang penting bagi masyarakat, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan jumlah penduduk, dan kemajuan teknologi (Todaro dan Smith 2006).
Gross Domestic Product per Capita Menurut Todaro (1997), potensi penerimaan pajak suatu negara tergantung pada tingkat pendapatan perkapita, struktur perekonomian, distribusi pendapatan, keadaan sosial politik dan administrasi pendapatan. Peningkatan pendapatan perkapita akan memperluas basis pajak (tax base) dan meningkatkan jumlah wajib pajak perorangan maupun badan. GDP per kapita adalah jumlah (nilai) barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu. GDP per kapita dapat digunakan untuk membandingkan kesejahteraan atau standar hidup suatu negara dari tahun ke tahun. Kenaikan pendapatan per kapita masyarakat akan meningkatkan penerimaan pajak penghasilan. GDP per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut. Adapun rumus untuk menghitung GDP per kapita, yaitu:
Keterangan : IPCn : Income per Capita (Pendapatan per Kapita) tahun n GDPn : Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto) tahun n Pn : Population (Jumlah Penduduk) tahun n Bank dunia membagi 132 negara berpenduduk lebih dari satu juta orang baik itu negara-negara berkembang maupun negara maju ke dalam empat kategori pokok sesuai dengan tingkat pendapatan per kapitanya, yaitu: 1. Negara yang berpendapatan rendah (low income) 2. Negara yang berpendapatan menengah (middle income) 3. Negara yang berpendapatan menengah tinggi (upper middle income) 4. Negara yang berpendapatan tinggi (high income) Golongan yang pertama hingga ketiga meliputi 108 negara yang kebanyakan merupakan negara-negara dunia ketiga. Kelompok keempat meliputi 24 negara yang paling makmur atau sering disebut negara maju.
Kurva Laffer Arthur Laffer (Jude 1989) mengatakan bahwa selalu terdapat dua tingkat tarif yang dapat menghasilkan satu tingkat penerimaan yang sama. Pada saat tingkat tarif nol, individu dapat menikmati seluruh penghasilannya. Sehingga penerimaan negara juga nol. Pada sisi yang lain, ketika tingkat tarif 100 persen
10 maka individu akan berhenti bekerja karena seluruh penghasilannya diambil oleh pemerintah. Akan tetapi, jika individu tidak bekerja artinya tidak ada penghasilan dan penerimaan juga nol. Dalam rentang 0 persen dan 100 persen inilah terletak titik optimal dari kurva Laffer. USD
Penerimaan Pajak
% Tarif Pajak
Gambar 2 Kurva Laffer Sumber: Jude, 1989 Penggunaan kurva Laffer secara optimal baru dapat terlihat jika pembuat kebijakan dapat memastikan bahwa struktur tarif yang dibuatnya sedekat mungkin kepada titik optimal (Agung 1994).
Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2012) menguji bagaimana pengaruh pendapatan per kapita, economic growth rate, economic structure, dan tax rate terhadap tax ratio. Adapun variabel independen yang digunakan ada 4 yaitu pendapatan per kapita yang diukur dengan pendapatan GDP dibagi dengan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi yang digambarkan dengan kenaikan GDP, struktur ekonomi suatu negara yang diwakilkan dengan persentase bidang industri dalam penghasilan suatu negara, dan besarnya pajak yang dikenakan pada pengusaha atas penghasilan bersih setelah dikurangkan beban jumlah kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data negara OECD dan Indonesia dari World Bank mulai tahun 1983-2012. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari keempat variabel bebas tersebut hanya economic structure yang berpengaruh secara signifikan terhadap tax ratio. Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2008) menunjukkan hasil bahwa penurunan tax rate dapat mendongkrak tax revenue dengan kenaikan jumlah volume pajak yang sejalan dengan kenaikan jumlah pembayar pajak. Budilaksono (2010) dengan judul penelitian “Paradigma Tarif Pajak dan Basis Pajak dalam Pandangan Penerimaan Negara” menyimpulkan bahwa penurunan tarif pajak
11 dapat mendorong pembayar pajak untuk melaporkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) nya. Basis pajak menjadi semakin meluas dan bertambah besar sebagai respon positif dari taxpayer terhadap tax rate yang rendah. Caroll (2008) menemukan bukti bahwa tax rate yang rendah mempengaruhi pembayar pajak untuk melaporkan lebih besar penghasilan atau pendapatan kena pajaknya. Maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan besarnya pengenaan tarif pajak (tax rate) juga berpengaruh dalam memaksimalkan potensi pendapatan pajak suatu negara.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan beberapa landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis dalam penelitian ini. Hipotesis tersebut diantaranya adalah : 1. Tax ratio berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Semakin tinggi tax ratio suatu negara, maka akan semakin baik kinerja pemungutan pajak negara tersebut. 2. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak. 3. GDP per kapita berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Peningkatan pendapatan per kapita akan memperluas basis pajak (tax base) dan akan meningkatan jumlah wajib pajak perorangan maupun badan sehingga penerimaan pajak pun meningkat. 4. Tax rate kuadrat bertanda negatif agar kurva membentuk U terbalik. Tax Ratio Pertumbuhan ekonomi
GDP per Kapita
Penerimaan Pajak
Gambar 3 Hipotesis penelitian
Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian ini ingin menganalisis hubungan antara tarif pajak dan penerimaan pajak di empat negara anggota ASEAN selama periode 1987-2011. Konsep ini muncul karena ketimpangan kesejahteraan yang terjadi di Indonesia sudah semakin melebar. Sehingga pemerintah perlu memberikan subsidi kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Adapun sumber pembiayaan subsidi ini berasal dari APBN yang sebagian besar kontribusinya berasal dari pajak. Agar penerimaan pajak dapat maksimal maka pemerintah membuat kebijakan dalam hal ini tarif pajak. Mengingat bahwa adanya faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi tingkat penerimaan pajak selain tarif pajak, maka penelitian ini menggunakan variabel tax ratio, pertumbuhan ekonomi, dan GDP per kapita sebagai faktor lain yang mempengaruhi penerimaan pajak.
12 Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan melalui diagram sebagai berikut: Ketimpangan Kesejahteraan
Subsidi Pemerintah
APBN
Penerimaan Negara dari Pajak Tax Ratio
GDP per Kapita
Pertumbuhan Ekonomi
Pajak Penghasilan
Kebijakan Fiskal
Tarif Pajak Gambar 4 Kerangka pemikiran konseptual
METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan jenis data panel berupa data cross section yang terdiri dari empat negara ASEAN dan data time series tahunan periode 1987 hingga 2011. Data diperoleh dari berbagai sumber dan literatur, diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), dan World Bank serta sumber lainnya. Data yang digunakan, yaitu realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh), tarif pajak penghasilan perseorangan (individual income tax rate), tax ratio, laju pertumbuhan ekonomi, dan GDP per kapita.
13 Tabel 3 Variabel, notasi, dan sumber data No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Variabel Penerimaan Pajak Penghasilan Indonesia (USD) Penerimaan Pajak Penghasilan Malaysia (USD) Penerimaan Pajak Penghasilan Singapura (USD) Penerimaan Pajak Penghasilan Thailand (USD) Individual Income Tax rate (%) Tax ratio (%) Pertumbuhan ekonomi (%) GDP per kapita, PPP atas dasar harga berlaku (USD)
Notasi
Sumber
PPHit
Badan Pusat Statistik (BPS)
TRTit GROWTHit
Department of Statistics Malaysia (Statistics) Department of Statistics Singapore (Singstat) National Statistical Office (NSO) Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) World Bank World Bank
GDPKit
World Bank
PPHit PPHit PPHit TRit
Metode Data Panel Metode data panel merupakan suatu metode analisis kuantitatif dengan menggabungkan data cross section dengan data time series. Analisis model dengan data panel menggunakan tiga metode, yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Dari ketiga pendekatan tersebut akan dipilih satu yang terbaik dengan menggunakan uji Chow, dan uji Hausman (Baltagi 2005). Analisis menggunakan data panel mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya sebagai berikut : 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. 2. Dapat memberi informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas antar variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien. 3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjusment. 4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat diatasi apabila hanya menggunakan data cross section atau time series saja. 5. Lebih sesuai untuk menguji model perilaku yang kompleks.
Pengujian Model Terbaik Dalam pengolahan data panel terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan untuk memilih metode serta model mana yang paling tepat, antara lain : 1. Chow Test, pengujian ini digunakan untuk memilih model apa yang digunakan, apakah Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model (FEM). Hipotesis untuk pengujian ini adalah : H0 = Pooled Least Square H1 = Fixed Effect Model Apabila nilai probalilitas Uji Chow kurang dari taraf nyata atau (Fstatistik) > FN-1, NT-N-K maka dapat dikatakan cukup bukti untuk menolak
14 H0, sehingga model yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM). 2. Hausman Test, digunakan untuk memilih model yang digunakan apakah menggunakan fixed effect atau random effect. Hipotesis yang digunakan untuk pengujian ini adalah sebagai berikut: H0 = Fixed Effect Model H1 = Random Effect Model Keputusan untuk menolak H0 diakukan dengan membandingkannya dengan Chi square. Apabila nilai X2obs > X2tabel maka keputusan yang dapat diambil adalah tolak H0 sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM). Selain itu, kriteria tolak H0 juga dapat dilakukan dengan melihat nilai probalilitas Uji Hausman kurang dari taraf nyata.
Uji Evaluasi Model Untuk mengukur keragaman pada variabel terikat yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi model (R2). Nilai R2 berkisar antara nol hingga satu (0< R2<1). Nilai yang semakin mendekati satu menunjukkan model yang terbentuk dapat menjelaskan keragaman dari variabel terikat. Selain itu, dilakukan juga pengujian untuk mengetahui apakah semua variabel bebas dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat. Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai probabilitas F-statistik yang kurang dari taraf nyata.
Pengujian Asumsi Ekonometrik Dalam model regresi, penduga parameter harus bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Oleh karena itu, terdapat tiga uji asumsi yang perlu dilakukan, di antaranya adalah: Uji Multikolinearitas Asumsi dari uji multikolinearitas menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan linear antar peubah bebas dalam suatu model. Multikolinearitas muncul apabila dua atau lebih peubah bebas saling terkait satu dengan yang lainnya. Apabila dihadapkan pada masalah multikolinearitas, dugaan parameter koefisien regresi dengan OLS masih mungkin diperoleh, namun akan sulit untuk menginterpretasikannya. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya pelanggaran pada asumsi ini dapat dilihat dari nilai t-statistik dan F-statistik. Jika terdapat banyak koefisien parameter dari t-statistik tidak signifikan namun hasil F-hitung signifikan maka model tersebut mengalami masalah multikolinearitas (Juanda 2009). Uji Autokorelasi Salah satu asumsi pada model regresi linear adalah tidak adanya korelasi antar sisaan dari waktu ke waktu. Apabila dalam suatu model terdapat korelasi
15 antar sisaan maka model tersebut mengalami masalah autokorelasi. Masalah ini sering terjadi pada data time series namun juga dapat terjadi pada data cross section. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat menggunakan uji DurbinWatson (DW) (Juanda 2009). Selang nilai statistik DW dan keputusannya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4 Selang nilai statistik DW dan keputusannya Nilai DW 4-dL < DW < 4 4-dU < DW < 4-dL dU < DW < 4-dU dL < DW < dU 0 < DW < dL
Keputusan Tolak H0 ; ada autokorelasi negatif Tidak tentu, coba uji lain Terima H0 ; tidak ada autokorelasi Tidak tentu, coba uji lain Tolak H0 ; ada autokorelasi negatif
Sumber: Juanda, 2009
Uji Heteroskedastisitas Dalam model regresi linear salah satu asumsi yang harus terpenuhi adalah bahwa ragam sisaan sama atau homogen. Apabila ragam sisaan tidak sama untuk tiap pengamatan ke-i dari variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi maka dapat dikatakan bahwa model tersebut mengalami masalah heteroskedastisitas. Pada umumnya masalah ini ditemukan pada cross section, namun dapat juga terjadi pada data time series. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan teknik ekonometrika yang disebut dengan Generalized Least Square (GLS). Metode GLS merupakan metode kuadrat terkecil terboboti. Model ditransormasikan dengan memberikan bobot pada data asli (Juanda 2009).
Model Statistika untuk Pengujian Hipotesis Penelitian ini menggunakan lima variabel independen dan penerimaan pajak penghasilan sebagai variabel dependen. Variabel independen terdiri dari individual income tax rate (TR), tax rate kuadrat (TRK), tax ratio (TRT), pertumbuhan ekonomi (GROWTH), dan GDP per kapita. Pada model ini ada beberapa variabel yang ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural (ln) yaitu variabel penerimaan pajak penghasilan (LNPPH) dan GDP per kapita (LNGDPK). Tujuan mentransformasi variabel tersebut ke dalam bentuk logaritma natural adalah untuk memperkecil skala sehingga ragamnya relatif kecil. Berikut ini adalah model yang digunakan dalam penelitian : LNPPHit = α + β1 TRit + β2 TRKit + β3 TRTit + β4 GROWTHit + β5 LNGDPKit + εit Keterangan: LNPPH TR TRK TRT GROWTH LNGDPK
: Logaritma natural Penerimaan Pajak Penghasilan (USD) : Individual Income Tax Rate (%) : Tax Rate Kuadrat (%) : Tax Ratio (%) : Pertumbuhan Ekonomi (%) : Logaritma natural GDP per kapita (USD)
16 α βi εit i t
: Intercept pada model : Koefisien slope pada model : Galat pada model : Negara 1, 2, 3, 4 : Indeks tahun (1987-2011)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Ketimpangan Kesejahteraan di Empat Negara ASEAN Gambar 5 menunjukkan rasio gini empat negara ASEAN yang diukur dari angka pengeluaran rumah tangga, bukan angka pendapatan. Karena tingkat tabungannya lebih tinggi, tingkat kekayaan kelompok pendapatan tinggi akan tercatat lebih rendah jika yang dicatat adalah pengeluarannya. Otomatis ketimpangan akan terkalkulasi lebih rendah. Pada tahun 2007 rasio gini Indonesia sebesar 0.36 dan sempat turun pada tahun 2008 menjadi 0.35. Namun dari tahun 2009 hingga 2013 rasio gini meningkat drastis hingga ke tingkat 0.41. Sementara itu, rasio gini di Malaysia pada tahun 2002 hingga 2004 mengalami penurunan dikarenakan masyarakat telah sadar akan pentingnya pendidikan bagi kesetaraan. Akan tetapi di tahun-tahun berikutnya ketimpangan mulai meningkat akibat terjadinya diskriminasi antar ras dimana orang melayu cenderung mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan orang India dan China. 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Indonesia Malaysia Singapura Thailand
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 0,33 0,32 0,32 0,36 0,33 0,36 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,41 0,38 0,39 0,38 0,40 0,43 0,46 0,46 0,46 0,46 0,46 0,46 0,46 0,43 0,44 0,45 0,45 0,44 0,47 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,42 0,42 0,42 0,42 0,42 0,42 0,41 0,40 0,39 0,39 0,39 0,40
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS, 2013 (Indonesia) World Bank, 2013 (Malaysia dan Thailand) Department of Statistics Singapore, 2013 (Singapura)
Gambar 5 Rasio gini empat negara ASEAN periode 2002-2013 Selanjutnya rasio gini Thailand yang juga mengalami kenaikan dan penurunan dari 0.39 menjadi 0.40 di tahun 2013. Singapura memiliki angka rasio gini konstan selama enam tahun terakhir, yaitu 0.45. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan kesejahteraan antara orang kaya dan miskin di negara-negara
17 ASEAN setiap tahun semakin melebar. Ke empat negara ini masuk dalam klasifikasi ketimpangan sedang (middle inequality) dimana angka rasio gininya kurang dari 0.5. Gambar 6 menunjukkan GDP per kapita di empat negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Di antara ke empat negara tersebut, Indonesia dan Thailand memiliki GDP per kapita terendah sedangkan Singapura memiliki GDP per kapita tertinggi. Padahal Indonesia memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah dibandingkan Singapura. 40000
GDP per Kapita (USD)
35000 30000 25000
Malaysia
20000
Indonesia
15000
Singapura Thailand
10000 5000 0
Sumber: World Bank, 2014
Gambar 6 GDP per kapita empat negara ASEAN periode 1987-2011 (USD) Indonesia tercatat sebagai negara paling banyak penduduknya di peringkat ke empat dengan 241973879 jiwa (World Bank 2011). GDP per kapita Indonesia sebesar 3364 USD sedangkan Singapura 10 kali lipat GDP per kapita Indonesia, yaitu sebesar 33989 USD. Sementara itu, GDP per kapita Malaysia dan Thailand pada tahun 2012 berturut-turut sebesar 3353 USD dan 6786 USD. Adapun trend GDP per kapita di masing-masing negara setiap tahun selalu meningkat. Hanya saja ketika terjadi krisis seperti tahun 2000 dan 2008 GDP per kapita sempat mengalami penurunan. Berdasarkan GDP per kapita, Indonesia masuk dalam kategori negara yang berpendapatan menengah (middle income).
Kondisi Umum Perpajakan di Empat Negara ASEAN Gambar 7 menunjukkan batas atas tarif progresif dari individual income tax rate empat negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Indonesia melakukan penyesuaian dan penyederhanaan peraturan terhadap tax rate dengan menurunkannya secara konstan dan bertahap dari 35 persen menjadi 30 persen dan menghapus lapisan tarif 10 persen. Sehingga lapisan tarif berkurang dari 5 menjadi 4 lapisan saja. Sementara lapisan Penghasilan Kena Pajak yang semula lapisan tertingginya adalah sebesar Rp 200.000.000,- dinaikkan menjadi Rp 500.000.000,- di tahun 2009 hingga 2013. Kebijakan ini meningkatkan penerimaan pajak sebesar 1.6 kali lipat dari Rp 619.9 trilliun menjadi Rp 1019
18 trilliun. Peningkatan penerimaan pajak ini sejalan dengan semakin berkembangnya kegiatan ekonomi dan bisnis (Muhammad 2003). Walaupun meningkat, Indonesia masih mempunyai nilai kekompetitifan yang kecil bila dibandingkan dengan Singapura.
Individual Income Tax Rate (%)
40 35
37
37
37
35
35
35
28
28
28
20
20
20
30 25 20
37
37
37
37
30
30
30
30
30
26
26
26
26
20
20
20
20
27
35
Indonesia Malaysia
20
15
Singapura Thailand
10 5 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sumber: KPMG, 2014
Gambar 7 Tarif pajak penghasilan perseorangan empat negara ASEAN periode 2006-2013 (%) Indonesia mendapat peringkat 130 untuk kemudahan pajak dan peringkat 67 untuk keringanan pajak. Adapun Singapura merupakan negara dengan kemudahan pajak (tax haven) dan negara dengan tax rate terendah di ASEAN dengan nilai persentase konstan sebesar 20 persen dari tahun 2006 hingga 2013. Singapura menduduki peringkat ke 32 pada tahun 2012 sebagai negara paling ringan biaya pajaknya. Singapura menarik banyak sekali investasi langsung asing karena negaranya yang bebas korupsi, dan yang terpenting adalah rendahnya pajak bagi warga asing serta tersedianya infrastruktur yang maju. Selanjutnya Malaysia dari tahun 2009 hingga 2013 tax rate nya turun 1 persen menjadi 26 persen. Thailand dengan 37 persen dan mengalami penurunan di tahun 2013 menjadi 35 persen. Berdasarkan dari gambaran ini, tarif pajak penghasilan memiliki kecenderungan menurun di antara negara anggota ASEAN (Effendi et al. 2011). Hal ini merupakan dampak dari globalisasi dunia dan semakin meningkatnya kemajuan teknologi yang memudahkan akses informasi tanpa ada batasan tempat dan waktu. Sehingga dalam menjaga kompetisi, penurunan tarif di suatu negara akan mempengaruhi negara sekitarnya juga ikut menurunkan tarif pajaknya (Direktorat Jenderal Pajak 2008). Gambar 8 menunjukkan tax ratio empat negara ASEAN. Seperti yang terlihat, Indonesia memiliki tax ratio terendah dibandingkan tiga negara lainnya. Tax ratio yang rendah disebabkan beberapa kendala, seperti masih rendahnya kesadaran masyarakat (taxpayers' awareness) untuk membayar pajak, belum optimalnya pelaksanaan penyuluhan dan pelayanan di bidang perpajakan, dan banyak potensi pajak yang belum tergali dan terealisasi secara optimal (Kurniawan 2004).
19 Pada periode 10 tahun terakhir, rata-rata tax ratio Indonesia berada pada tingkat 12 persen dengan rasio pajak tertinggi di tahun 2008, yaitu sebesar 13.31 persen. Tax ratio terendah, yaitu sebesar 8.34 pada tahun 2000 dikarenakan krisis global yang membuat penerimaan pajak penghasilan pun turun sebesar 9.7 persen. Sementara itu, tax ratio Malaysia pada periode 1987-2001 sangat fluktuatif akan tetapi 8 tahun terakhir ini cenderung memiliki trend yang datar berkisar antara 14 hingga 15 persen. Begitu pula Singapura dan Thailand, trend tax ratio nya relatif stabil dan turun ketika terjadi krisis. 30
Tax Ratio (%)
25 20 Indonesia
15 10
Malaysia Singapura Thailand
5 0
Sumber: World Bank, 2014
Gambar 8 Rasio pajak empat negara ASEAN periode 1987-2011 (%) Gambar 9 menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi empat negara ASEAN. Negara Indonesia di tahun 1987-1990 mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan. Akan tetapi di tahun 1997, Indonesia dan tiga negara lainnya mulai mengalami fluktuasi yang disebabkan krisis ekonomi. Walaupun demikian selama 8 tahun terakhir perekonomian Indonesia cukup membaik, Singapura memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi diantara ketiga negara lainnya. Namun, pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Singapura turun drastis dari 9.1 persen menjadi 6 persen. Trend pertumbuhan di Malaysia dan Thailand di tahun 2011 pun cenderung menurun, hanya Indonesia yang pertumbuhannya naik dari 6.2 persen menjadi 6.5 persen. Penerimaan pajak diarahkan untuk memberikan stimulus secara terbatas guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas (Fiscal News 2007). Pemungutan pajak yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Adapun pajak penghasilan di Indonesia selama 10 tahun terakhir memiliki rata-rata kontribusi terhadap penerimaan pajak sebesar 47.8 persen. Salah satu pendorongnya karena pengaturan pajak penghasilan telah banyak diimplementasikan oleh perusahaan baik swasta maupun perusahaan milik pemerintah dengan memotong gaji pegawainya secara otomatis, khususnya yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sampai dengan tahun 2012 sekitar 22 juta NPWP, dengan NPWP badan sebanyak 1.5 juta NPWP dan orang pribadi sekitar 20.5 juta NPWP (Kontan 2012).
20 20 15
GROWTH
10 Indonesia
5 0
Malaysia Singapura Thailand
-5 -10 -15 Sumber: World Bank, 2014
Gambar 9 Pertumbuhan ekonomi empat negara ASEAN periode 1987-2011 (%) Berdasarkan data-data kuantitatif tersebut, nampak bahwa fasilitas-fasilitas jalan, jembatan, transportasi publik, ketersediaan listrik dengan harga terjangkau, rumah sakit murah pemerintah, obat-obat generik, keamanan oleh TNI dan POLRI, dan fasilitas-fasilitas layanan publik lainnya, ditanggung sebagian besar hanya oleh 7,9 persen orang pribadi yang berpenghasilan. Seharusnya pembiayaan-pembiayaan fasilitas publik tersebut tidak semestinya hanya ditanggung oleh segelintir orang pribadi dan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia tapi seharusnya oleh seluruh orang pribadi yang berpenghasilan dan semua perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia (Wiyoso 2012). Hal ini terjadi karena individu bertindak rasional dengan mengevaluasi biaya dan manfaat dari setiap tindakan mereka (Brooks 2001). Selain itu, pemerintah gagal memasukkan item tertentu ke dalam tax base sehingga pemerintah kehilangan potensi penerimaan yang seharusnya dapat diterima (Rosen 1998).
Hubungan antara Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Tax Ratio, dan GDP Per Kapita dengan Variabel Penerimaan Pajak Penghasilan Berdasarkan hasil pengujian variabel independen, yang terdiri dari tax rate, tax ratio, growth, dan GDP per kapita terhadap variabel dependennya, yaitu penerimaan pajak penghasilan (LNPPH) didapatkan nilai probabilitas Chi-square pada uji Hausman, yaitu 0.0000, artinya model terbaik yang dipilih adalah Fixed Effect Model (FEM) karena nilai probabilitas Chi-square kurang dari taraf nyata 5 persen. Pada model ini penduga parameternya dilakukan dengan pembobotan (period weights) menggunakan metode GLS (Generalized Least Square). Melalui metode ini, model ditransformasikan sedemikian rupa agar mendapatkan komponen sisaan yang homogen dan tidak menunjukkan masalah heteroskedastisitas maupun autokorelasi atau bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator).
21 Tabel 5 Hasil estimasi model dengan metode Fixed Effect Variabel TR TRK TRT GROWTH LNGDPK C
Koefisien 1.820194 -0.40968 0.303275 0.087118 1.017133 20.92975 R2 Prob F-Statistik Sum squared resid DW-Statistik
Standard Eror t-Statistik 0.233552 7.793514 0.003496 -11.71873 0.022730 13.34258 0.048139 1.809701 0.139985 7.265995 4.377997 4.780668 Uji Kesesuaian Model 0.943816 0.000000 154.0812 0.691378
Probabilitas 0.0000* 0.0000* 0.0000* 0.0746** 0.0000* 0.0000*
Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 5% **signifikan pada taraf nyata 10%
Melalui hasil estimasi model pada Tabel 5 didapatkan nilai R2 0.9438 yang menandakan bahwa variasi dari variabel independen dapat menjelaskan 94.38 persen variasi yang terdapat pada variabel dependen. Sisanya sebesar 5.62 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak masuk dalam model. Selain itu, evaluasi model diperkuat dengan melihat nilai probabilitas F-statistik. Nilai F-statistik sebesar 0.0000 dan signifikan pada taraf nyata 5 persen yang mengindikasikan bahwa secara keseluruhan semua variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen, yaitu pajak penghasilan (LNPPH). Dalam model regresi berganda, penduga parameter dalam suatu model harus bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator) dengan melakukan uji asumsi klasik. Uji yang pertama adalah uji multikolinieritas, yaitu menguji apakah ada dua atau lebih keterikatan antar variabel bebas. Hasil uji menunjukkan nilai rij2 (koefisien determinasi parsial antara dua variabel bebas) lebih kecil dari nilai R2 sehingga pada model tersebut tidak mengalami masalah multikolinieritas. Selanjutnya pengujian asumsi heteroskedastisitas, karena estimasi pada model menggunakan teknik GLS, yaitu memberi perlakuan period weights pada penduga parameter. Nilai sum-square resid weighted didapat lebih kecil dibandingkan sumsquare resid unweighted. Sehingga masalah heteroskedastisitas pun telah teratasi. Berdasarkan tanda dan signifikansi, variabel independen, yaitu tax ratio (TRT) dianalisis signifikan mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan (LNPPH) di empat negara ASEAN. Tanda positif pada koefisien variabel ini menunjukkan adanya hubungan positif antara tax ratio (TRT) dengan penerimaan pajak penghasilan (LNPPH) di empat negara ASEAN. Setiap kenaikan 1 persen pada tax ratio (TRT) di empat negara ASEAN akan meningkatkan penerimaan pajak penghasilan (LNPPH) sebesar 0.3 persen, ceteris paribus. Variabel independen selanjutnya, yaitu pertumbuhan ekonomi (GROWTH) dianalisis signifikan mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan (LNPPH) di empat negara ASEAN. Tanda positif pada koefisien variabel ini menunjukkan adanya hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi (GROWTH) dengan penerimaan pajak penghasilan (LNPPH) di empat negara ASEAN. Setiap kenaikan 1 persen pada pertumbuhan ekonomi (GROWTH) di empat negara ASEAN akan
22 meningkatkan penerimaan pajak penghasilan (LNPPH) sebesar 0.09 persen, ceteris paribus. Variabel independen terakhir yang diestimasi dalam model adalah variabel GDP per kapita (LNGDPK). GDP per kapita (LNGDPK) dalam model berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan (LNPPH). Tanda koefisien yang positif menunjukkan adanya korelasi positif antara GDP per kapita (LNGDPK) dengan penerimaan pajak penghasilan (LNPPH) di empat negara ASEAN. Kenaikan 1 persen pada GDP per kapita (GDPK) di empat negara ASEAN akan meningkatkan penerimaan pajak penghasilan (LNPPH) sebesar 1.02 persen, ceteris paribus. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sudah sejalan dengan penelitian terdahulu yang menjadi rujukan, yaitu seluruh variabel bebas secara signifikan mempengaruhi variabel terikatnya, yaitu penerimaan pajak penghasilan (LNPPH).
Tingkat Optimal Tax Rate Tax rate harus ditetapkan secara kompetitif dengan mempertimbangkan tax rate di negara-negara ASEAN untuk mendorong daya saing Indonesia dan mengoptimalkan penerimaan negara dari pajak agar distribusi pendapatan yang merata dapat tercapai. Dengan mengetahui tax rate yang optimal, Indonesia dapat memaksimalkan penerimaan pajak khususnya pajak penghasilan. Karena apabila tax rate terlalu tinggi, di satu sisi penerimaan negara akan meningkat atau orang menjadi enggan untuk membayar pajak sehingga penerimaan negara akan menurun. Sebaliknya, jika tax rate terlalu rendah, di satu sisi penerimaan negara akan menurun atau orang menjadi terdorong membayar pajak sehingga penerimaan negara meningkat. Jadi yang menjadi kunci adalah mencari titik ekuilibrium di antara kedua sisi ekstrim ini. Adapun tingkat tax rate tertinggi (progresif) yang optimal digambarkan dengan Laffer Curve, yaitu kurva yang menjelaskan hubungan antara tax rates dan tax revenue. 65
Tax Revenue (%)
60 22.195
55 50 45 40 35 30 0
10
20
30
40
50
Tax Rate (%)
Gambar 10 Tingkat optimal tax rate Indonesia (Laffer Curve)
23 Gambar 10 menunjukkan tax rate yang optimal, yaitu pada 22.195 persen yang didapatkan dari penerapan syarat derajat pertama (First Order Condition) dengan memaksimumkan fungsi pada model. Dalam hal ini nilai tax ratio, pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita disubsitusi menggunakan nilai ratarata untuk keempat negara. Adapun tarif pajak di Indonesia dalam lima tahun terakhir berada pada tingkat 30 persen atau berada di sebelah kanan kurva Laffer. Oleh karena itu, agar penerimaan pajak di Indonesia dapat maksimum maka pemerintah perlu menurunkan tax rate ke tingkat di sekitar 22.195 persen. Hal ini akan mendorong wajib pajak untuk membayar pajak sehingga penerimaan pajak pun akan meningkat. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan. Kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi akan membayar pajak lebih besar sementara itu kelompok masyarakat berpenghasilan rendah akan menerima subsidi yang berasal dari APBN dengan kontribusi terbesar dari pajak. Dengan demikian kesejahteraan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah akan meningkat sejalan dengan ketimpangan yang menurun.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Trend rasio gini di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini merupakan indikasi adanya ketimpangan yang terjadi antara orang kaya dan orang miskin. Ketimpangan ekonomi di Indonesia termasuk ke dalam kategori ketimpangan sedang sehingga agar distribusi pendapatan merata, pemerintah memungut pajak penghasilan dari orang kaya di mana besarannya ditentukan oleh tax rate yang memiliki persentase berbeda di tiap lapisan pendapatan (progresif). Adapun tax rate di empat negara ASEAN dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Penurunan tax rate juga diikuti dengan peningkatan penerimaan pajak penghasilan. Tingkat tax rate yang optimal untuk Indonesia jika membandingkan dengan tax rate negara ASEAN, yaitu sebesar 22.195 persen yang diharapkan dapat memaksimumkan penerimaan pajak penghasilan. Hasil estimasi data panel menunjukkan bahwa variabel independen, yaitu tax rate, tax ratio, pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita signifikan memengaruhi penerimaan pajak penghasilan.
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat diajukan, yaitu: 1. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan perlu menetapkan persentase pajak yang lebih tinggi kepada orang kaya dan subsidi kepada orang miskin yang memiliki upah di bawah UMR. Tarif pajak tertinggi perlu diturunkan hingga mendekati 22.195 agar individu terdorong untuk membayarkan pajaknya.
24 2. Tax base diperluas dengan meningkatkan jumlah wajib pajak yang terdaftar untuk memiliki NPWP, meningkatkan penghasilan kena pajak dan Produk Domestik Bruto (PDB) agar penerimaan negara optimal. 3. Kepatuhan dalam membayar pajak perlu ditingkatkan dengan memperluas sosialisasi kepada masyarakat dan penerapan sanksi yang tegas bagi pelanggar. 4. Untuk penelitian selanjutnya, dapat ditambahkan variabel lain yang relevan dengan tujuan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Agung, P. 2003. Optimalisasi Tarif Cukai Tembakau suatu Analisis dengan Kurva Laffer. Di dalam Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi. Jakarta (ID): Kompas. hlm 262. Arsyad, L. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta (ID): Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. [BPS] Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun Publikasi. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): BPS. Baltagi, BH. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition. Great Britain, John Wiley and Sons Ltd. Basri Y.Z, Mulyadi S. 2005. Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada. Budilaksono, A. 2011. Paradigma Tarif Pajak dan Basis Pajak dalam Pandangan Penerimaan Negara. [Internet]. [diunduh 2014 Februari 24]. Tersedia pada: http://www.bppk.depkeu.go.id Caroll., 2008. The 2001 and 2003 Tax Relief: The Benefits of Lower Tax Rates: Tax Foundation, Fiscal Fact. [Internet]. [diunduh 2014 Februari 24]. [Internet]. Tersedia pada: http://www.taxfoundation.org [DJP] Direktorat Jenderal Pajak. 2008. Hasil Akhir Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Pajak Penghasilan yang telah disetujui Pansus Perpajakan DPR. [Siaran Pers di Jakarta] ________________________. 2008. Undang-undang Perpajakan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta (ID): DJP. James, SR. and Nobes, C. (1992). The Economics of Taxation. 4th ed. Prentice Hall International (UK) Ltd. Juanda, B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Pr. Jude, W. 1989. Taxes, Revenue, and The Laffer Curve. The Public Interest Winter. Lebukan, Y. 2011. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PPH 21 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara. [Internet]. [diunduh 2014 Februari 24]. Tersedia pada: http://repository.unhas.ac.id [NSO] National Statistical Office. Berbagai Tahun Publikasi. Statistical Yearbook Thailand. Thailand (ID): NSO. Nugraha, K. and P. Lewis. 2011. Market Income, Actual Income and Income Distribution in Indonesia. [Internet]. [diunduh 2014 Juni 18]. [Paper
25 Presented at The 40th Australian Conference of Economist in Canberra]. Tersedia pada: http://ace2011.org.au Pambudy NM, Gero PP, Maryoto A, Indriastuti D, Saputra FX. 2014 Juni 13. Kemakmuran Naik, Kesenjangan Menajam. Kompas. Rubrik Diskusi:15 (kol 5-7). Rosdiana H, Tarigan R. 2005. Perpajakan Teori dan Aplikasi. Ed ke-1. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada. Rosen, HS. 2004. Public Finance. 7th ed. Mcgraw-Hill. [Singstat] Departement Of Statistics Singapore. Berbagai Tahun Publikasi. Yearbook of Statistic Singapore. Singapore (ID): Singstat. [Statistics] Departement Of Statistics Malaysia. Berbagai Tahun Publikasi. Buku Tahunan Perangkaan Malaysia Statistics Yearbook Malaysia. Malaysia (ID): Statistics. Suandy, E. 2002. Perpajakan. Jakarta (ID): Salemba Empat. Suryana. 2012. Subsidi BBM dan Penarikan Pajak. [Internet]. [diunduh 2014 Juni 20]. Tersedia pada: www.pajak.go.id Suska, YE. 2011. Tax Harmonization ASEAN Melalui ASEAN Tax Forum: Belajar dari Uni Eropa. [Internet]. [diunduh 2014 Februari 24]. [Catatan Pertemuan ASEAN Finance Ministers Meeting (AFMM) di Bali]. Tersedia pada: http://www.kemenkeu.go.id Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Munandar H, penerjemah; Bernadi D, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development. Waluyo. 2007. Perpajakan Indonesia. Jakarta (ID): Salemba Empat. Wibowo, D. 2012. Pengaruh Pendapatan per Kapita, Economic Growth Rate, Economic Structure, dan Tax Rate terhadap Tax Ratio pada Negara-negara OECD dan Indonesia. [Internet]. [diunduh 2014 Maret 21]. Wiyoso, H. 2012. Demi Negeri, Mari Bersatu Melalui Pajak. [Internet]. [diunduh 2014 Maret 18]. Tersedia pada: www.pajak.go.id [World Bank]. 2010. Kesenjangan dan Kemiskinan. [Internet]. [diunduh 2014 Juni 18]. Tersedia pada: http://www.siteresouces.worldbank.org. ____________. 2014. Gini Index. [Internet]. [diunduh 2014 April 29]. Tersedia pada: http://www.data.worldbank.org. ____________. 2014. GDP per Capita, PPP (Current USD). [Internet]. [diunduh 2014 April 29]. Tersedia pada: http://www.data.worldbank.org. ____________. 2014. Population. [Internet]. [diunduh 2014 April 29]. Tersedia pada: http://www.data.worldbank.org. Yani, A. 2002. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada.
26 Lampiran 1 Contoh Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi Seorang Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto Tahun Pajak 2010 sebesar Rp. 96.800.000,- . Wajib Pajak berstatus kawin dan mempunyai tiga orang anak. Sedangkan isterinya tidak mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan pajak dengan penerapan tarif yang berlaku dilakukan sebagai berikut: Penghasilan Neto 1 tahun Penghasilan Tidak Kena Pajak: a. Diri Wajib Pajak b. Tambahan Wajib Pajak yang kawin c. Tambahan untuk 3 orang anggota keluarga yang menjadi tanggungan
Rp 96.800.000,-
Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan yang terutang: 5% x Rp. 50.000.000,15% x Rp 14.400.000,Jumlah
Rp 64.400.000,-
Rp 24.300.000,Rp 2.025.000,Rp 6.075.000,-
Rp 2.500.000,Rp 2.160.000,Rp 4.660.000,-
27 Lampiran 2 Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) Dependent Variable: LNPPH Method: Panel Least Squares Date: 06/24/14 Time: 13:40 Sample: 1987 2011 Periods included: 25 Cross-sections included: 4 Total panel (balanced) observations: 100 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
TR TRK TRT GROWTH LNGDPK C
2.384276 -0.045233 0.284049 0.002091 0.419989 0.976333
0.320387 0.005215 0.047291 0.040655 0.242596 5.459126
7.441867 -8.673937 6.006449 0.051424 1.731224 0.178844
0.0000 0.0000 0.0000 0.9591 0.0867 0.8584
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.745276 0.731727 1.777198 296.8926 -196.3039 55.00551 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
20.52187 3.431212 4.046078 4.202388 4.109339 0.368703
28 Lampiran 3 Hasil pengujian dengan metode FEM (Fixed Effect Model) Dependent Variable: LNPPH Method: Panel EGLS (Period weights) Date: 06/24/14 Time: 13:41 Sample: 1987 2011 Periods included: 25 Cross-sections included: 4 Total panel (balanced) observations: 100 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
TR TRK TRT GROWTH LNGDPK C
1.820194 -0.040968 0.303275 0.087118 1.017133 20.92975
0.233552 0.003496 0.022730 0.048139 0.139985 4.377997
7.793514 -11.71873 13.34258 1.809701 7.265995 4.780668
0.0000 0.0000 0.0000 0.0746 0.0000 0.0000
Effects Specification Period fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.943816 0.920540 1.483631 40.54870 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
27.99619 15.90127 154.0812 0.691378
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.853341 170.9386
Mean dependent var Durbin-Watson stat
20.52187 0.543334
29 Lampiran 4 Hasil pengujian dengan metode REM (Random Effect Model) Dependent Variable: LNPPH Method: Panel EGLS (Period random effects) Date: 06/24/14 Time: 13:42 Sample: 1987 2011 Periods included: 25 Cross-sections included: 4 Total panel (balanced) observations: 100 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
TR TRK TRT GROWTH LNGDPK C
2.384276 -0.045233 0.284049 0.002091 0.419989 0.976333
0.276469 0.004500 0.040808 0.035082 0.209342 4.710810
8.624015 -10.05180 6.960580 0.059593 2.006231 0.207254
0.0000 0.0000 0.0000 0.9526 0.0477 0.8363
Effects Specification S.D. Period random Idiosyncratic random
0.000000 1.533586
Rho 0.0000 1.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.745276 0.731727 1.777198 55.00551 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
20.52187 3.431212 296.8926 0.368703
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.745276 296.8926
Mean dependent var Durbin-Watson stat
20.52187 0.368703
30 Lampiran 5 Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas
LNPPH TR TRK TRT GROWTH LNGDPK
LNPPH
TR
TRK
TRT
GROWTH
LNGDPK
1.000000 -0.617003 -0.663646 -0.530482 0.016659 0.338449
-0.617003 1.000000 0.904189 0.227395 -0.057456 -0.719674
-0.663646 0.904189 1.000000 0.232581 -0.059988 -0.726178
-0.530482 0.227395 0.232581 1.000000 0.047944 0.076087
0.016659 -0.057456 -0.059988 0.047944 1.000000 0.092487
0.338449 -0.719674 -0.726178 0.076087 0.092487 1.000000
Lampiran 6 Hasil pengujian Chow test Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test period fixed effects Effects Test
Statistic
Period F
5.622415
d.f.
Prob.
(24,70)
0.0000
Lampiran 7 Hasil pengujian Hausman test Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test period random effects Test Summary
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
Period random
55.839976
5
0.0000
31
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Cianjur pada tanggal 11 Mei 1992 dari pasangan Endang Syarifuddin dan T. Fitrianti. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Jenjang studi penulis bermula dari Sekolah Dasar Kebon Pedes 1. Selanjutnya melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMPN 5 Bogor. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 2 Bogor dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Depatemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama menjalankan studi di IPB penulis pernah bergabung dalam Bina Desa BEM KM dan Coast Teater pada periode 2012/2013, dan Sharia Economics Student Club (SES-C) FEM IPB pada periode 2013/2014 sebagai pimpinan redaksi majalah Shrec bidang multimedia. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan setingkat Departemen dan Fakultas. Serta penulis pernah mengikuti magang di KPP Pratama Ciawi bulan Juli-Agustus 2012 dan di KPP Pratama Cibinong Juli 2013. Selain itu, penulis juga pernah menjadi peserta lomba karya ilmiah seperti Program Kreativitas Mahasiswa bidang pengabdian masyarakat dan kewirausahaan pada tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) serta mendapat juara 3 pada lomba menulis artikel yang diselenggarakan PT Pegadaian tahun 2013. Dalam bidang seni, penulis mendapatkan juara 2 lomba monolog tahun 2012 yang diselenggarakan oleh IPB.