44
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk
kulit kelinci tercantum pada Tabel 5. Tabel 5.
Kelompok Berat
Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 -------------------------------- % --------------------------------19,55 12,03 16,51 14,82 17,02 4,64 12,17 3,78 13,89 11,45 7,62 13,00 9,31 13,36 11,65 20,23 20,70 9,16 13,13 15,44 7,72 18,98 13,35 11,33 15,48 11,95 15,38 10,43 13,30 14,21
1 2 3 4 5 Rata-rata Keterangan : P1 = Konsentrasi garam 30% P2 = Konsentrasi garam 35% P3 = Konsentrasi garam 40% P4 = Konsentrasi garam 45% P5 = Konsentrasi garam 50%
Data hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rendemen kerupuk kulit kelinci bervariasipada berbagai perlakuan. Untuk lebih jelas lagi terlihat pada Ilustrasi 6.
Ilustrasi 6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci
45
Dari Tabel 5 dan Ilustrasi 6 tampak rendemen kerupuk kulit kelinci tertinggi pada perlakuan konsentrasi garam 35% sebesar 15,38%, diikuti konsentrasi garam 50% sebesar 14,21%, konsentrasi garam 45% sebesar 13,30%, konsentrasi garam 30% sebesar 11,95% dan terendah pada perlakuan konsentrasi garam 40% yaitu sebesar 10,43%. Persentase rendemen kerupuk kulit kelinci yang tinggi pada perlakuan konsentrasi garam 35% diduga pada perlakuan ini terjadi proses salting out. Menurut Plummer (1971) salting out adalah penurunan kelarutan protein. Efek dari salting out adalah terjadi kompetisi antara protein dan garam untuk mendapatkan ketersediaan molekul air yang akan digunakan dalam proses solvasi, sehingga interaksi protein akan meningkat. Interaksi protein yang tinggi karena jumlah gugus bermuatan positif dan negatif seimbang sehingga gaya tarikmenarik menjadi maksimal yang mengakibatkan kelarutan protein menurun (Hatta dkk, 2003). Menurut Widati dkk (2007) protein yang tinggi akan menyebabkan air akan sulit masuk ke dalam jaringan kulit, sehingga pada saat proses pengeringan kerupuk, sedikitnya rongga-rongga udara pada kerupuk akibat penguapan air akibatnya pada saat proses penggorengan kerupuk tidak dapat mengembang sempurna sehinggakerupuk kulit yang dihasilkan akan keras. Menurut Ockerman (1983) bahwa rendemen sangat dipengaruhi oleh hilangnya air selama proses pengolahan, semakin banyak air yang ditahan oleh protein, semakin sedikit air yang keluar sehingga rendemen semakin banyak. Rendemen juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam produk, semakin kecil kadar air yang terkandung dalam produk (semakin besar jumlah air yang menguap) maka nilai rendemennya semakin kecil dan sebaliknya (Wulandari, 2002).
46
Analisis sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci (Lampiran 2).
Hasilnya
menunjukkan bahwa penggunaan berbagai konsentrasi garam tidakmemberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci.Hal ini diduga karena proses perendaman (soaking) setelah proses pengawetan untuk mengembalikan kadar air mendekati keadaan semula.
Purnomo (1991)
menyatakan bahwa dalam proses perendaman terjadi peresapan air ke dalam jaringan atau tenunan kulit (rehidrasi). 4.2.
Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Daya Rekah Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap daya rekah
kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 6. Tabel 6.
Kelompok Berat 1 2 3 4 5 Rata-rata
Nilai Daya Rekah Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam
Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 --------------------------------------% -----------------------------------62,07 26,90 60,00 38,62 38,00 4,83 17,93 3,45 15,17 17,24 24,14 14,48 17,24 25,52 3,45 86,21 97,93 37,93 14,48 13,10 24,14 18,62 4,83 24,48 44,83 40,28 35,17 24,69 25,65 23,32
Berdasarkan data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai daya rekah pada berbagai konsentrasi garam. Untuk lebih jelas lagi terlihat pada Ilustrasi 7.
47
Ilustrasi 7.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Rekah Kerupuk Kulit Kelinci
Dari Tabel 6 dan Ilustrasi 7 tampak daya rekah kerupuk kulit kelinci tertinggi pada perlakuan konsentrasi garam 30% (P1) sebesar 40,28%, diikuti berturut-turut dengan konsentrasi garam 35% (P2) yaitu 35,17%, konsentrasi garam 45%(P4 )yaitu 25,65%, konsentrasi garam 40% (P3) yaitu 24,69% dan terendah pada perlakuan konsentrasi garam 50% (P5) yaitu sebesar 23,32%. Persentase daya rekah yang tinggi pada konsentrasi garam 30% (P1) diduga pada perlakuan tersebut terjadi proses salting in.
Menurut Plummer
(1971) salting in adalah proses terjadinya peningkatan kelarutan suatu protein dalam suatu larutan garam mengakibatkan banyaknya protein kulit yang larut dan lepas dari kulit sehingga dengan banyak protein kulit yang larut menyebabkan peningkatan kekuatan ionik pada larutan hingga tercapai suatu kondisi optimum. Menurut Honikel (1989) hal ini disebabkan pula karena garam melemahkan interaksi di antara gugus protein yang berbeda muatan. Ion klorida garam akan berikatan dengan gugus positif protein menyebabkan muatan total protein menjadi negatif sehingga terjadi gaya tolak-menolak di antara gugus protein tersebut karena memiliki muatan yang sama. Gaya repulsif mengakibatkan ruang antara
48
protein yang berdekatan meluas, sehingga protein mengembang dan akhirnya larut karena ikatan antara protein melemah. Semakin tinggi konsentrasi garam diikuti dengan penurunan daya rekahkarena terjadi proses salting out. Hal ini diduga dengan semakin banyaknya garam diikuti dengan berkurangnya kelarutan protein dan bahkan terjadi pengendapan pada titik
isoelekrik.
Daya larut protein
berkurang dengan penambahan garam sehingga terjadi pengendapan pada konsentrasi garam 35%dan akan meningkat pada konsentrasi yang semakin tinggi, protein akan mengendap dalam bahan (Winarno, 2002). Hal ini sesuai dengan pendapat Malawat dkk (1994) bahwa semakin tinggi konsentrasi garam, semakin rendah daya rekah kerupuk. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa konsentrasi garam tidak memberikan pengaruhyang nyata (P>0,05) terhadap daya rekah kerupuk kulit kelinci.Hal ini disebabkan beberapa faktor salah satunya adalah kadar air. Pengembangan kerupuk selama digoreng sangat ditentukan oleh kandungan air yang terikat pada kerupuk sebelum digoreng. Kadar air terikat pada kulit kelinci mendekati kulit segar karena dilakukannya proses perendaman (soaking) dan pada saat menggoreng dilakukan pada suhu yang sama dengan dua tahap, tahapan pertama pada suhu 800C dan tahapan kedua pada suhu 1600C. Menurut Ketaren (1986) suhu minyak dengan sistem deef frying yang terbaik pada kerupuk adalah 1630C - 1780C. Kerekahan kerupuk disebabkan oleh tekanan uap yang terbentuk dari pemanasan kandungan air bahan sehingga mendesak struktur bahan membentuk produk yang mengembang.
Mekanisme kerekahan kerupuk merupakan hasil
sejumlah besar letusan dari air ikatan yang menguap dengan cepat selama proses penggorengan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara yang tersebar merata
49
pada seluruh kerupuk goreng (Koswara, 2009). Daya rekah disebabkan ikatan hidrogen dalam gel protein tidak mampu menahan pengembangan gas pada saat penggorengan. Suhu yang tinggi pada saat penggorengan menyebabkan air yang terikat pada gel teruapkan, sehingga uap tersebut menekan struktur air terikat dengan jaringan lain ikut mengembang. 4.3.
Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Kekerasan Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap kekerasan kerupuk
kulit kelinci tercantum pada Tabel 7. Tabel 7.
Kelompok Berat 1 2 3 4 5 Rata-rata
Nilai Kekerasan (Hardness) Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 ------------------------------------(gf)-----------------------------------1033,51 459,66 980,59 968,50 949,70 1075,73 834,82 184,89 1489,11 573,92 1812,47 2550,04 1571,77 2136,00 2379,27 1546,07 1254,02 1593,21 3966,36 3083,53 1306,62 5056,44 2954,01 2637,51 1526,21 1354,88 2031,09 1456,89 2239,50 1702,53
Dari hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai kekerasankerupuk kulit kelinci bervariasi pada berbagai perlakuan. Untuk lebih jelas lagi terlihat pada Ilustrasi 8.
Ilustrasi 8.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kekerasan Kerupuk Kulit Kelinci
50
Dari Tabel 7 dan Ilustrasi 8 tampak kekerasankerupuk kulit kelinci tertinggi pada perlakuan konsentrasi garam 45% (P4) yaitu 2239,50 gf, diikuti oleh konsentrasi garam 35% (P2) sebesar 2031,09 gf, konsentrasi garam 50% (P5) sebesar 1702,53 gf, konsentrasi garam 40% (P3) sebesar 1456,89 gf, dan nilai kekerasan terendah pada konsentrasi garam 30% (P1) yaitu sebesar 1354,88 gf. Persentase kekerasan yang tinggi pada konsentrasi garam 45% pada proses pengawetan kulit menyebabkan kelarutan protein berkurang sehingga lebih banyak protein di dalam kulit. Hal ini sejalan dengan pendapat Widati dkk (2007) bahwa semakin meningkat kadar protein maka kerupuk kulit yang dihasilkan akan semakin keras dan sebaliknya. Kekerasan berbanding terbalik dengan kerenyahan. Semakin rendah nilai kekerasan maka semakin tinggi nilai kerenyahannya (Wulandari, 2002). Kekerasan suatu produk dipengaruhi oleh kadar air dan kadar protein bahan. Semakin tinggi kadar protein pada suatu produk maka akan meningkatkan kekerasannya, semakin tinggi kadar air juga mempengaruhi kekerasan, begitu pula sebaliknya (Muliawan, 1991). Semakin banyak air yang tidak teruapkan pada waktu penggorengan semakin mengurangi keporousan kerupuk sehingga kerenyahan menurun (Amertaningtyas dkk, 2010). Analisis sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi garam terhadap kekerasan kerupuk kulit kelinci (Lampiran 4).
Hasilnya
menunjukkan bahwa pengawetan kulit dengan berbagai konsentrasi garam tidak memberikan pengaruh yangnyata (P>0,05) terhadap kekerasan kerupuk kulit kelinci. Hal ini disebabkan kekerasan kerupuk dipengaruhi oleh kadar air dan daya rekah.
Peningkatan kekerasan menyebabkan penurunan daya rekah.
Penurunan daya rekah menunjukkan rongga-rongga udara semakin menurun,
51
sehingga kekerasan kerupuk meningkat (Wulandari, 2002). Kadar air kulit kelinci pada berbagai perlakuan sama mendekati kulit segar karena dilakukannya proses perendaman (soaking) sehingga terjadi rehidrasi atau peresapan air ke dalam kulit. 4.4.
Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Sifat Organoleptik Kerupuk Kulit Kelinci
4.4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Warna Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap warna kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata Skala Numerik dan Skala Hedonik Warna Kerupuk Kulit Kelinci dengan berbagai Konsentrasi Garam Warna Signifikasi (0,05) Skala Numerik Skala Hedonik 7,20 Suka – Sangat Suka a 6,40 Agak Suka – Suka b 6,05 Agak Suka – Suka bc 5,65 Netral – Agak Suka c 5,55 Netral – Agak Suka c : Huruf kecil yang sama ke arah vertikal pada kolom signifikasi menunjukkan tidak berbeda nyata
Perlakuan P1 P5 P3 P2 P4 Keterangan
Berdasarkan data pada Tabel 8dapat dijelaskan bahwa konsentrasi garam 30% (P1) menghasilkan nilai rata-rata skala numerik paling tinggi yaitu 7,20 dengan skala hedonik antara suka sampai sangat suka dibandingkan dengan konsentrasi garam 50% (P5) dan 40%(P3) masing-masing menghasilkan skala numerik 6,40 dan 6,05 (skala hedonik antara agak suka sampai suka), konsentrasi garam 35% (P2) dan 45% (P4) masing-masing menghasilkan skala numerik 5,65 dan 5,55 (skala hedonik netral sampai agak suka). Untuk mengetahui sejauh mana perlakuan memberikan pengaruh terhadap warna kerupuk kulit kelinci, maka dilakukan uji statistik non parametrik Kruskal-
52
Wallis (Lampiran 5), hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi garam memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna kerupuk kulit kelinci. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dilakukan pengujian lanjutan dengan uji Mann-Whitney. Hasil pengujian menunjukkan bahwa warna kerupuk kulit kelinci pada perlakuan konsentrasi garam 30% (P1) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi garam lainnya.
Pengaruh konsentrasi garam terhadap
warna kerupuk kulit kelinci yang nyata juga diperlihatkan antara perlakuan konsentrasi garam 50% (P5) dengan perlakuan konsentrasi garam 35% (P2) dan 45% (P4), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi garam 40% (P3). Warna yang terbaik adalah pada perlakuan konsentrasi garam 30% (P1) karena memiliki daya rekah tertinggi yang mengakibatkan warna menjadi kuning cerah tidak seperti perlakuan lainnya warna kuningnya lebih pekat, karena kerupuk tidak mengembang sempurna. Hal ini sejalan dengan pendapat Ariyani (2012) bahwa kerupuk yang kurang merekah akan menghasilkan warna lebih gelap dibandingkan kerupuk yang merekah dengan baik. Warna kerupuk dengan nilai kesukaan paling rendah pada perlakuan konsentrasi garam 35% (P2) dan 45% (P4). Hal tersebut disebabkan kerupuk pada perlakuan tersebut kurang mengembang, sehingga warna yang dihasilkan menjadi lebih gelap dibandingkan kerupuk lain. Selain itu, warna kecoklatan pada kerupuk disebabkan adanya reaksi browning non enzimatis (Maillard). Reaksi Maillard terjadi karena adanya reaksi asam amino lisin dan glukosa yang bereaksi pada suhu tinggi sehingga menghasilkan melanoidin yang berwarna coklat (Winarno, 1992). Asam amino lisin tersebut berasal dari pemecahan struktur
53
heliks dan ikatan peptida kolagen akibat pemanasan secara bertahap (Katili, 2009). 4.4.2. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Aroma Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap aroma kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 9. Tabel 9. Rata-rata Skala Numerik dan Skala Hedonik Aroma Kerupuk Kulit Kelinci dengan berbagai Konsentrasi Garam Aroma Signifikasi (0,05) Skala Numerik Skala Hedonik P1 6,75 Agak Suka – Suka a P5 6,50 Agak Suka – Suka a P3 6,25 Agak Suka – Suka a P4 6,20 Agak Suka – Suka a P2 5,95 Netral – Agak Suka a Keterangan : Huruf kecil yang sama ke arah vertikal pada kolom signifikasi menunjukkan tidak berbeda nyata Perlakuan
Data pada Tabel 9 dapat dijelaskan bahwa perlakuan konsentrasi garam 30% (P1) menghasilkan skala numerik paling tinggi yaitu 6,75 dengan skala hedonik agak suka hingga suka dibandingkan dengan konsentrasi garam 40% (P3), 45% (P4), dan 50% (P5) masing-masing skala numerik 6,25; 6,20; dan 6,50 (skala hedonik agak suka hingga suka). Nilai skala numerik terendah dihasilkan oleh konsentrasi garam 35% (P2) dengan skala numerik 5,95 (skala hedonik antara netral sampai agak suka). Uji Kruskal-Wallis dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap aroma kerupuk kulit kelinci (Lampiran 6), hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi garam tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap aroma kerupuk kulit kelinci. Berarti panelis memiliki tingkat kesukaan yang sama terhadap aroma kerupuk kulit kelinci pada semua perlakuan. Hal ini
54
disebabkan aroma khas timbul karena adanya senyawa aldehid, keton, alkohol, asam-asam, karbohidrat sebagai hasil oksidasi lemak yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor (Rochima, 2005). Dalam hal ini, meskipun okidasi lemak dapat menyebabkan ketengikan, namun apabila prosesnya belum terlampau berlanjut, maka akan menghasilkan aroma khas yang justru disukai konsumen. Proses ketengikan disebabkan oleh aksi oksigen udara terhadap lemak. Ketengikan karena dekomposisi lemak oleh mikroba hanya dapat terjadi jika terdapat air. Hal tersebut dapat dicegah dengan adanya garam, karena garam dapat menarik air sehingga terjadi plasmolisis pada tubuh mikroba yang akhirnya mati dan kation (Cl-) yang dapat menurunkan daya larut O2 dari udara (Frazier, 1976). Penggaraman selama tiga hari belum menyebabkan oksidasi lemak pada kerupuk kulit yang besar, sehingga aroma kerupuk kulit kelinci tidak berbeda. Selain itu, proses Maillard yang menghasilkan senyawa-senyawa volatil yang mudah menguap sehingga meningkatkan aroma amis pada kerupuk kulit kelinci. Reaksi Maillard tersebut terjadi karena adanya asam-asam amino yang berasal dari protein yang terdenaturasi selama pengolahan (Lawrie. 2001).
4.4.3. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rasa Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap rasa kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 10.
55 Tabel 10. Rata-rata Skala Numerik dan Skala Hedonik Rasa Kerupuk Kulit Kelinci dengan berbagai Konsentrasi Garam Rasa Signifikasi (0,05) Skala Numerik Skala Hedonik P1 7,30 Suka – Sangat Suka a P3 6,50 Agak Suka – Suka ab P5 6,25 Agak Suka – Suka b P2 6,00 Agak Suka – Suka bc P4 5,75 Netral – Agak Suka c Keterangan : Huruf kecil yang sama ke arah vertikal pada kolom signifikasi menunjukkan tidak berbeda nyata Perlakuan
Berdasarkan data pada Tabel 10 dapat dijelaskan bahwa perlakuan konsentrasi garam 30% (P1) menghasilkan skala numerik paling tinggi yaitu 7,30 dengan skala hedonik antara suka sampai sangat suka dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi garam 35% (P2), 35% (P3), dan 50% (P5) masing-masing dengan skala numerik 6,00;6,50; dan 6,25 (skala hedonik antara agak suka sampai suka). Nilai rata-rata rasa kerupuk kulit kelinci terendah ada pada perlakuan konsentrasi garam 45% (P4) dengan skala numerik 5,75 (skala hedonik netral sampai agak suka). Berdasarkan uji statistik dengan analisis non parametrik Kruskal-Wallis (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi garam berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa kerupuk kulit kelinci. Untuk mengetahui perlakuan mana antara perlakuan yang berbeda maka dilakukan pengujian lanjutan dengan uji Mann-Whitney.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa rasa kerupuk kulit
kelinci dengan penggunaan konsentrasi garam 30% (P1) nyata lebih disukai dibandingkan dengan konsentrasi garam 50% (P5), 35% (P2), dan 45% (P4), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi garam 40% (P3). Rasa yang dihasilkan oleh kerupuk kulit kelinci adalah sedikit asin dan gurih. Rasa yang dihasilkan merupakan berasal dari bahan pangan itu sendiri (Kumalaningsih, 1986).
Kulit mengandung asam amino glutamin merupakan
56
glutamat yang mengandung satu (mono) gugus amida, salah satunya yang menimbulkan rasa gurih. Amertaningyas dkk (2010) menyatakan juga bahwa kandungan kolagen pada kulit kelinci dapat mempengaruhi terhadap rasa kerupuk kulit kelinci yang dihasilkan. Kandungan kolagen yang banyak dengan tenunan yang rapat dapat menyebabkan penyerapan suatu larutan menjadi terhambat. Perlakuan konsentrasi garam 30% memiliki rasa lebih gurih dibandingkan perlakuan lainnya. Pada konsentrasi tersebut memiliki daya rekah paling tinggi. Menurut Djojowidagdo (1981) presentase kadar air yang rendah menyebabkan kadar zat lain dalam kulit menjadi tinggi. Lemak akan dipecah menjadi asam lemak volatil yang akan membentuk cita rasa. Menurut Suliantari dkk (1993) nilai kadar lemak mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi garam. Penurunan kadar lemak disebabkan oleh mikroorganisme yang tumbuh dalam bahan pangan fermentasi. Selain itu, kandungan kolagen pada konsentrasi ini banyak terlepas dan meresapnya garam ke dalam kulit sehingga ada rasa sedikit asin. Pada perlakuan konsentrasi garam 45% (P4) memiliki nilai rasa terendah disebabkan karena kandungan kolagen yang banyak dengan tenunan yang rapat sehingga garam yang fungsinya mengawetkan kulit tersebut tidak meresap ke dalam kulit menyebabkan rasa menjadi hambar. Selain itu juga karena faktor kandungan lemak yang semakin sedikit sehingga rasa gurih tidak terasa. 4.4.4. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Kerenyahan Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap kerenyahan kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 11.
57 Tabel 11.
Rata-rata Skala Numerik dan KerenyahanKerupuk Kulit Kelinci Konsentrasi Garam
Skala dengan
Hedonik berbagai
Kerenyahan Signifikasi (0,05) Skala Numerik Skala Hedonik 7,90 Suka – Sangat Suka a 6,60 Agak Suka – Suka b 6,25 Agak Suka – Suka b 5,95 Netral – Agak Suka b 5,85 Netral – Agak Suka b : Huruf kecil yang sama ke arah vertikal pada kolom signifikasi menunjukkan tidak berbeda nyata
Perlakuan P1 P3 P5 P4 P2 Keterangan
Berdasarkan data Tabel 11 dapat dijelaskan bahwa konsentrasi garam 30% (P1) menghasilkan nilai rata-rata skala numerik paling tinggi yaitu 7,90 dengan skala hedonik antara suka sampai sangat suka dibandingkan dengan konsentrasi garam 40% (P3) dan 50% (P5) masing-masing menghasilkan skala numerik 6,60 dan 6,25 (skala hedonik antara agak suka sampai suka), konsentrasi garam 45% (P4) dan 35% (P2) menghasilkan skala numerik 5,95 dan 5,85 (skala hedonik netral sampai agak suka).
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
kerenyahan kerupuk kulit kelinci, maka dilakukan analisis non parametrik Kruskal-Wallis (Lampiran 8), hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi garam memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kerenyahan kerupuk kulit kelinci. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dilakukan uji lanjut menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kerenyahan kerupuk kulit kelinci dengan konsentrasi garam 30% (P1) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi garam lainnya yaitu 35% (P2), 40% (P3), 45% (P4) dan 50% (P5). Hal ini disebabkan kerenyahan kerupuk kulit kelinci dipengaruhi oleh daya rekah, semakin tinggi daya rekah maka semakin renyah kerupuk tersebut.
Tingkat
kerenyahan yang tinggi disebabkan kemampuan kerupuk dalam membentuk ruang-ruang kosong (air cell) yang lebih besar pada saat dilakukan proses
58
penggorengan (Matz, 1986). Oleh karena itu dengan semakin besar rongga udara, semakin renggang strukturnya sehingga diikuti dengan meningkatnya kerenyahan. 4.4.5. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Total Penerimaan Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap total penerimaan kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-rata Skala Numerik PenerimaanKerupuk Kulit Konsentrasi Garam
dan Skala Hedonik Total Kelinci dengan berbagai
Total Penerimaan Signifikasi (0,05) Skala Numerik Skala Hedonik P1 7,70 Suka – Sangat Suka a P3 6,60 Agak Suka – Suka b P5 6,15 Agak Suka – Suka bc P4 6,00 Agak Suka bc P2 5,90 Netral – Agak Suka c Keterangan : Huruf kecil yang sama ke arah vertikal pada kolom signifikasi menunjukkan tidak berbeda nyata Perlakuan
Berdasarkan data pada Tabel 12 dapat dijelaskan bahwa konsentrasi garam 30% (P1) menghasilkan skala numerik paling tinggi yaitu 7,70 dengan skala hedonik suka sampai sangat suka dibandingkan dengan konsentrasi garam 40% (P3) dan 50% (P5) masing-masing menghasilkan skala numerik 6,60 dan 6,15 (skala hedonik antara agak suka sampai suka), diikuti oleh konsentrasi garam 45% (P4) dengan skala numerik 6,00 (skala hedonik agak suka). Nilai skala numerik terendah dihasilkan oleh konsentrasi garam 35% (P2) dengan skala numerik 5,90 (skala hedonik antara netral samapai agak suka). Berdasarkan uji statistik dengan analisis non parametrik Kruskal-Wallis pada Lampiran 9, hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan berbagai konsentrasi garam memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap total penerimaan kerupuk
59
kulit kelinci. Untuk mengetahui perlakuan mana antara perlakuan yang berbeda dilakukan pengujian lanjutan dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil pengujian menunjukkan bahwa total penerimaan paling disukai pada perlakuan konsentrasi garam 30% nyata berbeda (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi garam lainnya. Pengaruh konsentrasi garam terhadap total penerimaan yang berbeda nyata juga diperlihatkan antara perlakuan konsentrasi garam 40% (P3) dengan konsentrasi garam 35% (P2), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi garam 50% (P5) dan 45% (P4). Hal ini disebabkan karena total penerimaan ini meliputi empat jenis penilaian yang dilakukan yaitu warna, aroma, rasa, dan kerenyahan.
Keempat komponen
penilaian total penerimaan dari warna, rasa, dan kerenyahan terhadap kerupuk kulit kelinci dengan berbagai konsentrasi garam menunjukkan berbeda nyata, sehingga konsetrasi garam berpengaruh nyata terhadap total penerimaan. Nilai total penerimaan paling disukai diperoleh konsentrasi garam 30% karena memiliki warna kuning cerah dan menarik, rasa lebih gurih dan sedikit asin, serta merupakan kerupuk paling renyah karena daya rekah nya pun paling tinggi sedangkan nilai total penerimaan terendah diperoleh konsentrasi garam 45% karena warna kuning gelap kecoklatan, rasa hambar, dan sedikit renyah.