HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan Gambar 8 kandungan kolesterol daging, hati dan telur puyuh setelah 6 minggu diberi ETDK dan TDK dalam ransum. Tabel 5. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Perlakuan Kolesterol (mg/%)
R0
R1
R2
R3
Daging
1,2
1,16
1,35
1,1
Hati
3,77
3,66
2,91
2,92
Telur
2,67
2,3
2,14
1,72
Keterangan :
R0 = Ransum kontrol R1 = Ransum kontrol+0,15% ETDK R2 = Ransum kontrol+0,30% ETDK R3 = Ransum kontrol+10% TDK Berdasarkan hasil analisis Laboratorium Biokimia, Fakultas MIPA, IPB 2010
Kandungan kolesterol daging, hati dan telur terendah pada Tabel 5 diperlihatkan pada kelompok puyuh yang diberi ransum mengandung 10% TDK. Kandungan kolesterol pada hati dan telur menurun dengan meningkatnya level pemberian ETDK. Pada hati pemberian 0,15% ETDK dalam ransum dapat menurunkan 2,92% kolesterol terhadap kontrol, sedangkan peningkatan taraf 0,30% ETDK dalam ransum dapat menurukan kolesterol lebih rendah sebesar 22,81% terhadap kontrol. Penurunan kandungan kolesterol pada telur dengan pemberian ETDK 0,15% dalam ransum sebesar 13,86% terhadap kontrol, dengan peningkatan taraf pemberian ETDK 0,30% kandungan kolesterol menurun dibawah R1 (0,15% ETDK) sebesar 19,86% terhadap kontrol. Kelompok puyuh yang diberikan ransum 10% TDK dalam ransum menyebabkan penurunan kandugan kolesterol lebih besar dibandingkan dengan kelompok puyuh yang diberikan ETDK dalam ransum yaitu sebesar 35,8% terhadap kontrol. Grafik kandungan kolesterol pada daging, hati dan telur (Gambar 8) menunjukan penurunan maksimal dicapai dengan pemberian 10% TDK dalam
26
ransum. Persentase nilai penurunan kandungan kolesterol pada daging, hati dan telur masing 8,3%, 22,55%, 35,58% terhadap puyuh yang tidak diberi perlakuan ETDK dan TDK (R0). Penurunan kandungan kolesterol dengan pemberian ETDK dipengaruhi adanya senyawa aktif (fitosterol) yang terkandung di dalam daun katuk. Faktor senyawa aktif dalam menurunkan kolesterol juga didukung peran serat pada
Kandungan Kolesterol 100%
kelompok puyuh yang diberi 10% TDK. 4
3,77
3,66
3,5 2,91 2,92
3
Ro
2,67 2,3
2,5 2 1,5
R1
2,14 1,72
1,2 1,16
1,35
R2
1,1
R3
1 0,5 0 Daging
Hati
Telur
Perlakuan
Gambar 8. Grafik Kandungan Kolesterol pada Daging, Hati dan Telur Puyuh Penurunan kandungan kolesterol karena peran serat sudah dibuktikan oleh beberapa penelitian. Nasution (2005) melaporkan bahwa pemberian 15% TDK lebih besar menurunkan kandungan kolesterol dibandingkan dengan 5% dan 10% TDK pada daging dan hati ayam broiler. Hal yang sama juga ditemukan pada pemberian 15% TDK dalam ransum dapat menurunkan kolesterol kuning telur, karkas dan hati ayam petelur (Saragih, 2005). Serat mempunyai kemampuan untuk mengikat asam empedu. Asam empedu merupakan hasil akhir dari metabolisme kolesterol. Semakin banyak serat yang berikatan dengan kolesterol, maka semakin banyak kolesterol yang dimetabolis, sehingga akhirnya menurun. Sedangkan peran fitosterol terutama stigmasterol dapat menurunkan kolesterol dalam kuning telur, hati, dan karkas puyuh perlakuan (Subekti, 2007). Kadar kolesterol hati terlihat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daging dan telur, hal ini karena hati merupakan tempat sintesis kolesterol utama selain usus, kulit, testis, dan aorta. Selain itu merupakan organ yang paling tinggi perananya dalam sistesis kolesterol.
27
Kandungan Lemak Daging, Hati dan Telur Puyuh Pada penelitian ini lemak yang dianalisis adalah lemak dada dan lemak paha. Tabel 6 memperlihatkan kadar lemak daging, hati dan telur setelah puyuh berumur 14 minggu. Tabel 6. Kandungan Lemak Daging, Hati dan Telur Puyuh Lipid (%)
Perlakuan R0
R1
R2
R3
Daging
3,85
3,25
3,93
2,96
Hati
6,24
6,04
5,64
5,55
Telur
4,62
4,3
3,88
3,24
Keterangan :
R0 = Ransum kontrol R1 = Ransum kontrol+0,15% ETDK R2 = Ransum kontrol+0,30% ETDK R3 = Ransum kontrol+10% TDK Berdasarkan hasil analisis Laboratorium Biokimia, Fakultas MIPA, IPB 2010
Trend yang sama penurunan kolesterol di hati dan telur juga terjadi pada lemak. Kandungan lemak di hati dengan pemberian 0,15% ETDK dalam ransum mengalami penurunan 3,21% terhadap kontrol, dan dengan pemberian 0,30% ETDK dapat menurunkan 9,62% lemak terhadap kontrol. Pemberian 10% TDK dalam ransum menurunkan lemak cenderung lebih tinggi 11,06% dibandingkan ETDK. Hal ini juga terjadi pada telur yang mengalami penurunan 3,21% dan 9,62% terhadap kontrol dengan pemberian ETDK masing-masing 0,15% dan 0,30% dalam ransum. Penurunan kandungan lemak di hati, daging, dan telur seiring dengan penurunan kolesterol, karena kolesterol merupakan sejenis lipid yang memiliki bentuk molekul lemak atau yang menyerupainya, atau kolesterol termasuk jenis khusus lipid yang disebut steroid. Pemberian daun katuk dalam bentuk ekstrak dan tepung dapat meberikan efek penghambatan terhadap sintesis cairan empedu, sehingga sekresi cairan empedu menururun.
28
7 6,24
6,04
Kandungan Lemak %
6
5,64
5 4
5,55
Ro
4,62 4,3
3,93
3,85 3,25
3
3,88 3,24
2,96
R1 R2
2
R3
1 0 Daging
Hati
Telur
Perlakuan
Gambar 9. Grafik Kandungan Lemak pada Daging, Hati dan Telur Puyuh Faktor yang mempengaruhi penurunan lemak kemungkinan besar didominasi peran serat, pendugaan ini berdasarkan dari hasil persentase penurunan lemak dengan pemberian 10% TDK mampu menurunkan lemak lebih besar 23,12%, 11,06%, 11,06%, masing-masing di hati, daging dan telur terhadap ransum kontrol (R0). Mekanisme penurunan lemak dengan menggunakan bahan pakan beserat kasar diduga terjadi karena sifat makanan berserat adalah amba (bulky), sehingga ada kecenderungan transit time sangat singkat dan berdampak pada penurunan penyerapan nutrien (Wiradimadja, 2007).
Kandungan Vitamin A dan E pada Daging, Hati dan Telur Puyuh Hasil analisis kandungan vitamin A dan E pada ransum menunjukan bahwa penambahan 10% TDK dalam ransum meningkatkan kandungan vitamin A dan E pada daging, hati dan telur. Sedangkan dengan penambahan 0,15% dan 0,30% ETDK dalam ransum pada hati dan telur cenderung lebih rendah dibandingkan kelompok puyuh tanpa pemberian ETDK dan TDK (R0), hal tersebut diduga karena senyawa aktif yang terdapat di dalam ekstrak tepung daun katuk tidak terekstrak secara sempurna. Kandungan vitamin A dan E di dalam daging pada puyuh yang diberi TDK 10% dalam ransum, lebih tinggi dibandingkan puyuh tanpa perlakuan (R0) dan puyuh yang diberi ETDK (R1 dan R2), hal ini kemungkinan disebabkan komponen zat aktif dan nutrien yang terdapat di dalam tepung daun katuk termanfaatkan secara baik dalam tubuh puyuh.
29
Tabel 7. Kandungan Vitamin A dan E pada Hati, Daging, dan Telur Puyuh Perlakuan
Peubah Vitamin A (µg/100g) Hati Daging Telur Vitamin E (mg/100g) Hati Daging Telur Keterangan :
R0
R1
R2
R3
296,7 188,6 332,9
285,2 193,2 325,9
279,8 218,4 334
296,5 224 340,3
0,36 0,26 0,32
0,35 0,27 0,3
0,34 0,32 0,44
0,37 0,3 0,43
R0 = Ransum kontrol R1 = Ransum kontrol+0,15% ETDK R2 = Ransum kontrol+0,30% ETDK R3 = Ransum kontrol+10% TDK
Persentase peningkatan kandungan vitamin A pada daging (Gambar 10) dengan pemberian 0,15% dan 0,30% ETDK dalam ransum sebesar 2,44% dan 16,81%, terjadinya peningkatan dengan pemberian ETDK 2 kali lebih besar disebabkan karena kandungan ETDK pada ransum R2 lebih besar dibandingkan R1 sehingga kandungan vitamin A yang terdeposisi pada daging lebih besar. Gambar 10 memperlihatkan bahwa kandungan vitamin A yang terdeposisi tertinggi di telur, hal tersebut dimungkinkan karena pada hewan-hewan yang menghasilkan produk ternak, jika diberikan perlakuan maka pengaruh terbesar diperlihatkan pada produk yang
Kandungan vitamin A mg/100g
dihasilkan. 400 332,9
350 296,7 285,2
300 250 200
218,4
325,9
334
340,3
296,5 279,8
Ro
224
188,6 193,2
R1 R2
150
R3 100 50 0 Daging
Hati
Telur
Perlakuan
Gambar 10. Grafik Kandungan Vitamin A pada Hati, Daging, dan Telur Puyuh
30
Kandungan Vitamin E mg/100g
0,5 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0
0,44
0,32 0,26
0,36 0,35 0,34
0,43
0,37
0,3
0,32
0,3
0,27
Ro R1 R2 R3 Daging
Hati Perlakuan
Telur
Gambar 11. Grafik Kandungan Vitamin E pada Hati, Daging, dan Telur Puyuh Trend yang sama diperlihatkan pada peningkatan kandungan vitamin E tertinggi terjadi di telur dan pengaruh pemberian 10% TDK dalam ransum cenderung lebih mampu meningkatkan kandungan vitamin E terhadap kelompok puyuh yang tidak diberi perlakuan ETDK dan TDK (R0). Kandungan vitamin E di hati dengan pemberian 0,15% dan 0,30% ETDK cenderung lebih rendah dibandingkan kelompok puyuh yang tidak mendapat perlakuan ransum (R0) terjadi juga pada penelitian Subekti (2003). Pada penelitian tersebut kandungan vitamin A dalam kuning telur cenderung turun dengan penambahan 3% dan 6% TDK dalam ransum.
Performa Puyuh Performa puyuh yang diteliti meliputi konsumsi ransum, Hen day, bobot telur, massa telur, konversi ransum, dan warna kuning telur. Pengaruh perlakuan berbeda sangat nyata diperoleh pada skor warna kuning telur, sedangkan peubah lainya tidak berbeda nyata. Performa puyuh secara keseluruhan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 8. Nilai performa puyuh yang diperoleh menunjukan hasil yang beragam, hal ini dikarenakan beberapa faktor salah satunya adalah perbedaan kandungan nutrien tepung daun katuk dengan ekstrak tepung daun katuk (Tabel 2) dan kandungan fitokimia yang ada di dalamnya (Tabel 4). Kandungan fitokimia pada daun katuk dengan metode pembuatan tepung dan ekstrak memberikan nilai yang cukup signifikan berbeda. Contoh, pada daun katuk mengandung anti nutrisi yaitu saponin
31
dan tannin, bentuk ekstrak memiliki nilai saponin (-) dan tannin (+) sedangkan pada bentuk tepung saponin yang terkandung bernilai (+++) begitu juga tannin (+++). Secara umum saponin dan tannin dalam pakan unggas dapat menekan pertumbuhan, karena dapat menekan retensi nitrogen dan menurunkan daya cerna asam-asam amino yang seharusnya dapat diserap oleh villi-villi usus dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan-jaringan tubuh sehingga mampu menghambat penampilan produksi dari ternak unggas (Wardiny, 2006). Pembahasan setiap bagian dari performa puyuh disajikan pada lembaran berikutnya. Tabel 8. Konsumsi Ransum, Produksi Telur Hen Day, Bobot Telur, Massa Telur, Konversi Ransum, Skor Warna Kuning Telur Puyuh Perlakuan
Peubah R0
R1
R2
R3
Konsumsi Ransum (g/ekor/hari)
18,26 ± 0,95
18,24 ± 0,16
18,38 ± 0,24
17,53 ± 0,30
Produksi Telur Hen Day (%)
33,63 ± 12,18
34,74 ± 7,00
33,75 ± 15,72
18,90 ± 4,71
Bobot Telur (g/butir)
9,82 ± 0,16
9,95 ± 0,23
9,85 ± 0,52
9,98 ± 0,16
Massa Telur (g)
4741,16 ± 480,86
4885,34 ± 333,49
3909,27 ± 532,83
1856,91 ± 130,42
Konversi Ransum
6,7 ± 4,67
5,6 ± 1,13
10,4 ± 9,92
15,2 ± 3,93
Skor Warna Kuning Telur Keterangan :
3,13± 0,46
a
b
3,54± 0,21
b
3,52 ± 0,32
7,17 ± 0,58
c
R0 = Ransum kontrol R1 = Ransum kontrol+0,15% ETDK R2 = Ransum kontrol+0,30% ETDK R3 = Ransum kontrol+10% TDK Huruf superskrip yang berbeda pada baris menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01)
Konsumsi Puyuh Konsumsi ransum dipengaruhi oleh palatabilitas puyuh terhadap ransum yang diberikan. Salah satu faktor yang mempengaruhi palatabilitas adalah adanya anti nutrisi yang terkandung dalam ransum. Menurut Juana (2009), daun katuk
32
mengandung zat anti nutrisi seperti tanin, saponin, alkaloid, dan flavonoid. Rataan konsumsi puyuh diperlihatkan pada Gambar 3.
Konsumsi Ransum g/ekor/hari
20,00
18,26 ± 0,95
18,38 ± 0,24 18,24 ± 0,16
17,53 ± 0,30
16,00 12,00 8,00 4,00 0,00 R0
R1
R2
R3
Perlakuan
Keterangan : R0 = Ransum kontrol R1 = Ransum kontrol+0,15% ETDK R2 = Ransum kontrol+0,30% ETDK R3 = Ransum kontrol+10% TDK
Gambar 12. Rataan Konsumsi Ransum Puyuh Selama Penelitian Pemberian ETDK dan TDK tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi ransum. Rataan konsumsi terendah (17,53 g/e/h) diperoleh pada puyuh yang mendapatkan perlakuan tepung daun katuk (R3). Tingginya pemberian tepung daun katuk 10% dalam ransum menyebabkan rendahnya konsumsi. Hal ini sejalan dengan penelitian Wiradimadja (2007) bahwa dengan pemberian 15% tepung daun katuk dalam ransum dapat menurunkan kosumsi dibandingkan puyuh yang tidak diberi tepung daun katuk, karena ransum yang mengandung serat kasar tinggi bersifat bulky sehingga puyuh akan cepat kenyang dan menyebabkan unggas mengkonsumsi sedikit ransum.
Produksi Telur Hen Day Rataan produksi telur Hen day (Gambar 13) pada perlakuan ransum yang mengandung 10% TDK (R3) paling rendah dibandingkan dengan puyuh yang diberi ETDK dan puyuh yang tidak diberi perlakuan TDK dan ETDK (R0). Pemberian ETDK 0,15% dan 0,30% dalam ransum
memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan pemberian TDK 10% dalam ransum. Kandungan serat kasar
33
yang terdapat dalam ETDK lebih rendah (9,57% dan 9,55%) dibandingkan dengan ransum yang mengandung 10% TDK (10,21%). Hal ini erat kaitanya dengan konsumsi ransum yang lebih rendah (R3) sehingga memberikan indikasi TDK mempunyai aktivitas yang dapat menggangu laju produksi telur, kemudian dihubungkan juga dengan kemampuan TDK dalam menghambat sistesis kolesterol. Kolesterol berfungsi dalam pembentukan hormon estrogen, dengan rendahnya kolesterol akan menghambat sistesis estrogen oleh ovarium sehingga pembentukan folike-folikel sel telur akan terhambat, dan akhirnya berpengaruh terhadap produksi telur (Wiradimadja, 2007). 40
33,63 ± 12,18
34,73 ± 7,004
35
33,75 ± 15,72
Hen Day (%)
30 25
18,90 ± 4,71
20 15 10 5 0 R0
R1
R2
R3
Perlakuan
Keterangan : R0 = Ransum kontrol R1 = Ransum kontrol+0,15% ETDK R2 = Ransum kontrol+0,30% ETDK R3 = Ransum kontrol+10% TDK
Gambar 13. Produksi Telur Hen Day Selama Penelitian Bobot Telur Grafik bobot telur yang tidak berbeda nyata ditunjukan pada Gambar 14. Perlakuan kontrol dengan perlakuan pemberian ETDK dan TDK memberikan selisih yang sangat kecil. Bobot telur yang tidak berbeda nyata ini disebabkan karena kandungan nutrien ransum hampir sama pada semua perlakuan. Ini berarti pemberian ETDK dan TDK dalam ransum tidak mempengaruhi bobot telur. Perolehan bobot telur saat penelitian, dengan pemberian 10% TDK (Gambar 14) sama dengan bobot telur dalam penelitian Subekti (2007) yang diberi perlakuan 9% TDK dalam ransum sebesar 9,9 g. Pengaruh ransum terhadap bobot telur dipengaruhi oleh protein yang terkandung di dalam pakan, Tabel 3 memperlihatkan kandungan protein R0, R1, dan 34
R2 sama besar 18,21% dan R3 19,46% sehingga menyebabkan selisih bobot telur kecil. 12
Bobot Telur (g/butir)
10
9,82 ± 0,16
9,95 ± 0,23
9,85 ± 0,52
9,98 ± 0,16
R0
R1
R2
R3
8 6 4 2 0
Perlakuan
Keterangan : R0 = Ransum kontrol R1 = Ransum kontrol+0,15% ETDK R2 = Ransum kontrol+0,30% ETDK R3 = Ransum kontrol+10% TDK
Gambar 14. Rataan Bobot Telur Puyuh Selama Penelitian Massa Telur Gambar 15 merupakan grafik massa telur yang tidak berbeda nyata. Massa telur yang dihasilkan TDK jauh lebih rendah dibandingkan dengan ETDK. Rendahnya nilai massa telur dengan pemberian TDK berkorelasi dengan rendahnya Produksi telur Hen day. 4741,16 ± 480,86
4885,34 ± 333,49
Massa Telur (g)
5000 3909± 532,83
4000 3000
1856,91± 130,42
2000 1000 0 R0
R1
R2
R3
Perlakuan
Keterangan : R0 = Ransum kontrol R1 = Ransum kontrol+0,15% ETDK R2 = Ransum kontrol+0,30% ETDK R3 = Ransum kontrol+10% TDK
Gambar 15. Rataan Massa Telur Puyuh Selama Penelitian 35
Perhitungan massa telur diperoleh dari bobot telur dikalikan dengan jumlah telur selama penelitian. Jika perolehan massa telur kecil pada R3 (10% TDK) disebabkan karena jumlah telur yang dihasilkan pada kelompok puyuh yang diberi 10% TDK dalam ransum sedikit. Bobot telur tidak berperan dalam kecilnya nilai massa telur, karena rataan dari setiap bobot telur puyuh yang diberi perlakuan hampir sama. Konversi Ransum Konversi ransum merupakan ukuran efisiensi dalam penggunaan ransum. Semakin rendah nilai konversi ransum semakin efisien penggunaan dari ransum tersebut, karena semakin sedikit jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan telur dalam jangka waktu tertentu (Subekti, 2003). Penggunaan ETDK dan TDK tidak mempengaruhi konversi ransum, hal ini karena tidak terlalu besarnya selisih perbedaan kandungan nutrien ransum (makronutrien) sehingga tidak mempengaruhi konsumsi ransum dan produksi telur. Konversi ransum pada kelompok puyuh yang diberi ETDK 0,15% dalam ransum lebih rendah dibandingkan dengan kontrol ETDK 0,30% dalam ransum, dan TDK (10% dalam ransum). Dengan kata lain puyuh yang diberi ETDK 0,15% dalam ransum lebih efisien. Rataan konversi ransum penelitian adalah 5,6 yang artinya untuk membentuk satu gram telur puyuh diperlukan ransum sebanyak 5,6 gram ransum. 17
15,2 ± 3,93
Konversi Ransum
15 13 10,4 ± 9,92
11 9 7
6,7 ± 4,67 5,6 ± 1,13
5 3 1 R0
R1
Keterangan :
R2
R3
Perlakuan
R0 = Ransum kontrol R1 = Ransum kontrol+0,15% ETDK R2 = Ransum kontrol+0,30% ETDK R3 = Ransum kontrol+10% TDK
Gambar 16. Rataan Konversi Ransum Puyuh Selama Penelitian
36
Warna Kuning Telur Warna kuning telur diamati dengan menggunakan yolk colour fan. Penggunaan TDK membuat warna kuning lebih tua (7,17) dibandingkan dengan pengunaan ETDK dan kontrol, dan penggunaan ETDK juga membuat warna kuning telur lebih tua (3,54 dan 3,52) untuk ransum R1 dan R2, dibandingkan dengan kontrol (3,13). Warna kuning telur pada puyuh ditentukan oleh konsumsi pigmen
Skor Warna Kuning Telur
dalam dalam ransum. 8
7.17 ± 0,58c
7 6 5 4
3.54 ± 0,21b
3.52 ± 0,32b
R1
R2
3.13 ± 0.46a
3 2 1 0 R0
R3
Perlakuan
Keterangan : R0 = Ransum kontrol R1 = Ransum kontrol+0,15% ETDK R2 = Ransum kontrol+0,30% ETDK R3 = Ransum kontrol+10% TDK
Gambar 17. Rataan Skor Warna Kuning Telur Puyuh Selama Penelitian Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian 10% TDK dalam ransum berpengaruh sangat nyata terhadap puyuh yang diberi ETDK (R1 dan R2) dan puyuh yang tidak diberi perlakuan (R0). Peningkatan warna kuning telur dikarenakan adanya asupan pigmen karotenoid ke dalam tubuh puyuh. Anggorodi (1995) menyatakan bahwa kuning telur dihasilkan oleh karotenoid yang merupakan kelompok pigmen kuning dan merah yang terdapat dalam tumbuhan. Suryaningsih (2008) dan Septyana (2008) melaporkan bahwa pemberian TDK 10% dan 15% dalam ransum sangat nyata mempengaruhi warna kuning telur, sehingga penelitian tersebut mendukung bahwa dengan pemberian TDK lebih memberikan warna kuning telur lebih nyata dibandingkan pemberin ETDK.
37