HASIL DAN PEMBAHASAN akteristik Tanah Morfologi dan Klasifikasi Tanah
Morfoiogi Tanah Sifat-sifat morfologi tanah penelitian disajikan pada Tabel Lampiran 1. Sifat morfologi pedon-pedon kelompok Oxisol pada sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah
Ungu) secara umum dapat dikatakan homogen. Solum tanah umumnya dalam ( > 150cm). dan dicirikan oleh warnanya yang khas, yaitu merah ungu (10 R 312 - 3/3 atau kadang-kadang 2.5 YR 3/2). Warna merah ungu ini terlihat homogen mulai dari lapisan oIah (Ap) terns sampai solum bagian bawah. Schwertmann dan Taylor (1989) dan Torrent er aC (1 983) mengemukakan bahwa w a r m tanah sangat dipengaruhi oleh kadar relatif goetit dan hematit dan warna merah dari hematit sangat efektif dalam mempengaruhi warna kuning dari goetit. Dari Tabel Lampiran 3 dapat dilihat bahwa nilai Fe.k (Fe.d
-
Fe.0) yang merupakan penduga dari
oksida besi kristalin (goetit dan hematit) relatif seragam pada semua horison tanah pada sekuen Zipur dan Kait-Kait. Keadaan ini rnendukung warna merah ungu yang homogen pada solum. Lapisan olah (horison Ap) ketebalannya bervariasi antara 18 - 25 cm, yaitu sesuai dengan standar dalamnya pengolahan tanah untuk tanaman tebu di perkebunan ini. Tekstur bervariasi dari lempung sampai lempung berliat. Struktur kersai atau granular, berukuran halus dengan tingkat perkembangan lemah. Konsistensi dalam keadaan lembab sangat gernbur. Batas antara horison Ap dengan horison B jelas dan bentuk topografi batas horison rata. Pada horison B teksturnya berkisar antara lempung, lempung berliat, atau lempung
berdebu. Konsistensi dalam keadaan lembab gembur dan mempunyai sifat tiksotropik, yaitu bila dipijit terasa licin dan mengeluarkan air. Sifat ini diduga ada kaitannya dengan adanya oksida besi dan alumunium amorf, karena molekul oksida-oksida ini mengandung gugus H,O. Kandungan oksida besi dan alumunium amorf diduga dari kadar Fe-o dan A1.o
(besi/alumunium
terekstrak asam oksalat) dan pada kelompok
masing-masing berkisar antara 1.08 - 1.09 % dan 0.55
- 0.68
Oxisol ini
% (Tabel 22) atau jauh
lebih tinggi dari kelompok Oxisol lainnya yang tidak mempunyai sifat tiksotropik. Hasil
+ A1.o) dengan kadar tertinggi (r = + 0.75).
perhitungan korelasi antara kadar besi dan alumunium amorf (Fe.0 air tersedia menunjukkan korelasi positip dengan nilai r yang
memperteguh dugaan bahwa sifat tiksotropik karena adanya oksida besi dan alumunium amorf. Karena tanahnya gembur, perakaran dapat masuk jauh kebawah tanah. Struktur kersai, berukuran halus dan tingkat perkembangan lemah. Makin ke bagian bawah solum tingkat perkembangan struktur makin lemah, sehingga kadang-kadang tampak seperti tidak berstruktur. Akan tetapi bila dipecah lagi, bentuk strukur kersai masih kelihatan, dengan ukuran sangat halus. Di dalam satu sekuen, baik pada sekuen Zipur maupun Kait-Kait, sifat morfologi seperti warna, tekstur, struktur dan konsistensi tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara pedon yang berada pada lereng atas dengan pedon yang berada pada lereng tengah maupun pedon pada lereng bawah. Sifat morfologi yang berbeda, yaitu dijumpainyzt konkresi mangan pada horison B pada pedon yang berada di lereng tengah dan atau lereng bawah w o n ZP-3, KK-2 dan KK-3). Keberadaan konkresi mangan di lapangan di test dengan H,O,,
yaitu bila ditambah H,O,
akan memberikan reaksi
(mendidih). Adanya kandungan mangan disertai kandungan besi yang cukup tinggi diduga memberikan sumbangan terhadap warna ungu pada kelompok Oxisol ini. Pada ketiga pedon tersebut konkresi mangan terutama dijumpai pada kedalaman sekitar 75 - 110 cm. Bentuk konkresi agak bulat dengan diameter sekitar 0.5
- 0.75
cm.
Konkresi mangan merupakan kerikil kecil akibat konsentrasi setempat dari Mn. Terbentuknya konkresi ini pada keadaan potensial redoks tinggi (oksidasi), karena dalam kondisi lingkungan demikian mangan masih dalam bentuk M n + + yang bersifat mudah larut. Oleh karena itu bila terjadi pencucian di bagian punggung atau lereng atas, Mn dapat terus terbawa oleh aliran air bawah tanah yang kemudian diendapkan pada tempat-tempat yang lebih rendah (lereng bawah) sehingga terjadi konsentrasi Mn dan lambat laun membentuk konkresi. Untuk kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait, kondisi potensial redoks yang tinggi mudah terpenuhi karena tanahnya sarang dan gembur sehingga udara mudah masuk jauh kedalam solum. Pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Luferitik) sifat morfologinya sangat berbeda dengan Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) ataupun Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Poiisolik Merah Kuning). Sifat
khas dari kelompok Oxisol yang termasuk Lateritik ini adalah adanya kandungan konkresi besi yang cukup banyak mulai dari horison Ap sampai horison B bagian bawah. Kandungan kerikil yang berupa konkresi besi pada kelompok Oxisol ini pada tiap horison berkisar antara 30 - 80 %, dengan diameter umumnya 0.5
-
1.5 cm, bentuk
gumpal bersudut. Dari pengamatan irisan tipis (Gambar 35) konkresi besi tersebut tercampur dengan mangan. Pada semua horison B dijumpai plintit dan kandungan plintit ini umumnya > 5 % dan terletak pada kedalaman kurang dari 125 cm dari permukaan tanah, sehingga menempatkan tanah ini kedalam Sub Group plinthic. Konkresi besi merupakan perkembangan lebih lanjut dari plintit. Bila terjadi keadaan basah dan kering yang berulang-ulang, maka pl intit akan mengeras membentuk konkresi besihatu besi. Plintit sendiri terbentuk akibat adanya segregasi dan translokasi besi karena pengaruh fluktuasi air dalam tanah yang relatif dekat permukaan. Baik pada sekuen Pulau Sari maupun Gunung Raja solum tanah berkisar antara 115 - 155 cm, kecuali pedon PS-1 yang berada pada lereng atas mempunyai solum lebih dari 190 crn (Tabel Lampiran 1). Tebal lapisan olah (Ap) berkisar antara 11
-
22 cm clan
umumnya kurang dari 20 crn. Dangkalnya lapisan olah ini dibandingkan dengan standar dalarnnya pengolahan untuk tanaman tebu (25 cm) berkaitan dengan tanahnya yang sulit diolah karena mengandung konkresi besi yang cukup banyak, yaitu berkisar antara 3 0 40 %. Tekstur berkisar antara liat berkerikil, lernpung liat berpasir berkerikil atau liat
berpasir berkerikil. W a r m berkisar antara coklat tua kekelabuan (10 YR 412 - 4/3) sampai coklat tua (7.5 YR 4/3
- 414).
Struktur tanpa atau gumpal bersudut lernah dengan ukuran
halus, sedangkan konsistensi dalarn keadaan lembab gembur sampai teguh. Antara horison A dan B dijumpai horison peralihan AB atau BA.
Horison B umumnya mempunyai ketebalan sekitar 70
-
110 crn, dimana pada
pedon PS-1, GR-1 yang berada pada lereng atas umumnya berwarna coklat tua/kuat (7.5
YR 4/6
-
5/15), sedangkan pada pedon PS-3 dan GR-3 yang berada pada lereng bawah
berwarna rnerah kekuningan (5 YR 516 - 518). Dengan dernikian ada tendensi w a r m tanah cenderung makin merah ke arah lereng bawah. Tekstur horison B liat berkerikil, kecuali pedon PS-3 yang berada pada lereng bawah bertekstur Iernpung liat berpasir berkerikil. Tidak dijumpai selaput liat di dalam soIurn. Struktur umumnya homogen, yaitu gumpal bersudut dengan ukuran sangat halus sampai halus dan tingkat perkembangan iemah sampai sedang. Konsistensi dalam keadaan lembab teguh. Kelompok Oxisol pada sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) sifat morfologinya dicirikan oleh solumnya yang dalam ( > 175 crn), warna tanah dibawah lapisan olah (Ap) homogen dan batas antar horion B baur (Tabel Lampiran 1). Tekstur lapisan olah sampai ke horison B bagian bawah liat berat dan terdapat kenaikan kadar liat, tetapi tidak rnemenuhi sarat sebagai hor ison argil ik ataupun kandik. Dernikian pula tidak terlihat selaput liat dari hasil pengamatan lapang, namun dari hasil pengamatan irisan tipis pedon PL-2 horison Bo2 tampak ada sedikit selaput liat (Gambar 3 3 , tetapi jumlahnya lebih kecil dari 1 %. Struktur tanah horison B berbentuk gumpal bersudut, ukuran halus atau sedang dan tingkat perkembangannya umumnya termasuk sedang.
Konsistensi dalam keadaan
42 lembab teguh. Warrla tanah lapisan olah (Ap) pada semua pedon kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (PodsolikMerah Kuning) ini seragam, yaitu coklat tua (7.5 YR 313
- 10 YR 4/3). Tekstur liat dan konsistensi dalam keadaan lembab gembur. Struktur gumpal bersudut, berukuran halus dan tingkat perkembangannnya lemah. Tebal horison Ap berkisar antara 20 - 24 cm. Warrla tanah horison B, meskipun relatif homogen di dalam pedon dari atas ke bawah, tetapi antar pedon sedikit berbeda. Pada Oxisol sekuen Pantai Linoh, pada pedon PL-1 yang berada di lereng atas berwarna coklat (7.5 YR 4/4), sedangkan pedon PL-2 (lereng tengah) coklat kemerahan (5 YR 4/4) dan PL-3 (lereng bawah) merah kekuningan
(5 YR 416). Jadi ada tendensi makin ke arah lereng bawah warna tanah makin merah, seperti halnya terjadi pada Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja. Keadaan sebaliknya terjadi pada sekuen Tanjung yang mempunyai puncak lebih tajam. Warna tanah horison B pedon TJ-1 yang berada di lereng atas berwarna merah (2.5 YR 4/6), sedangkan pada pedon TJ-2 dan TJ-3 yang masing-masing berada pada lereng tengah dan bawah berwarna coklat kemerahan (5 YR 4/4). Adanya pola yang tidak jelas antara warna tanah dengan posisi pedon pada lereng, diduga ada hubungannya dengan kandungan goetitlhematit pada masing-masing pedon yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut, karena goetit dan hematit dalam penelitian ini tidak ditentukan secara kuantitatif. Dari uraian diatas tampaknya pengaruh umur dan bahan induk terhadap sifat morfologi sangat jelas. Pada kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (LatosolMerah Ungu) yang terbentuk dari batuan metamorfik dan berumur paling tua (Kapur Awal) dibandingkan dengan tanah sekuen lainnya (Kapur Akhir dan Kuarter), mempunyai warna tanah merall ungu, struktur kersai dan konsistensi gembur sampai sangat gembur. Pengaruh lereng terhadap warna tanah pada kedua sekuen ini tidak terlihat, yang diduga karena adanya pengaruh umur yang begitu dominan.
Kelompok Oxisoi sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Luferitik)dan kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) berbeda bahan, seperti telah dijelaskan pada bab bahan induk. Perbedaan sifat morfologi yang mencolok kedua kelompok tanah ini adalah keIas besar butirnya, dimana kelompok pertama skeletal dan kelompok kedua tidak, meskipun kelas teksturnya sama-sama liat. Hal ini menyangkut perbedaan proses pedogenesis, dan akan dijelaskan pada bab pedogenesis.
Kla@Xasi
Tanah
Berdasarkan sifat-sifat morfologi tanah (Tabel Lampiran 1) yang telah dibahas sebelumnya dan ditunjang hasil analisis laboratorium, semua pedon yang diteliti mempunyai horison oksik sebagai horison bawah penciri. Epipedon pada kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) termasuk umbrik, sedangkan pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lareririk) dan kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podrolik Merah Kuning) termasuk okrik. Berdasarkan sistim klasifikasi Taksonomi Tanah (Soii Survey Staff, 1994) tanah-tanah yang mempunyai horison bawah penciri o k i k termasuk Ordo Oxisol. Hasil pengklasifikasian semua pedon yang diteliti disajikan pada Tabel 6. Pada sernua pedon kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah
Ungu) epipedonnya dicirikan oleh warna value dan chroma tidak keras atau masif jika kering dan ketebalannnya
< 3, tanahnya gernbur dan
> 18 cm. Nilai kejenuhan basa (KB)
< 50 % (NH,OAc 1 N pH 7) dan kadar karbon organik > 0.6 46. Data iklim memberi petunjuk tanah dalam keadaan lembab > 3 bulan dalarn setahun, karena bulan kering hanya 3 bulan. Sifat tanah demikian mencirikan epipedon u h r i k . Pada pedon kelompok tanah sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) tidak terjadi kenaikan liat yang memenuhi sarat untuk horison argilik maupun horison kandik. Karena tidak terrnasuk horison argilik ataupun kandik dan ditunjang dengan nilai KTK I 16 cmol
(+) per kg liat dan KTK efektif
I12 cmol (+) per
kg liat serta batas
horison baur dan kandungan mineral mudah lapuk < 10 %, maka horison bawah pencirinya termasuk oksik.
Tabel 6. Klasifikasi Tanah pada Kategori Famili berdasarkan Sistim Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1994). Pedon Sekuen ZP- 1 ZP-2 ZP-3
Famili Tanah Zipur (Latosol Merah Ungu) Anionic Acrudox, halus, campuran*), isohipertermik Anionic Acrudox, halus, campuran'), isohipertermik Anionic Acrudox, halus, campuran*), isohipertermik
Sekuen Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) KK- 1 Anionic Acrudox, halus, campuran*), isohiperterrnik KK-2 Anionic Acrudox, halus, campuran*), isohipertermik Rhodic Hapludox, halus, campuran'), isohipertermik KK-3 Sekuen PS- 1 PS-2 PS-3
Pulau Sari (Laten'tik) Plinthic Hapludox, berliat skeletal, kaolinitik, isohipertermik Plinthic Hapludox, berliat skeletal, kaolinitik, isohipertermik Plinthic Hapludox, berlempung skeletal, kaolinitik, isohipertermik
Sekuen Gunung Raja (Lateritik) GR-1 Plinthic Hapludox, berliat skeletal, kaolinitik, isohipertermik GR-2 Plinthic Hapludox, berliat skeletal, kaolinitik, isohipertermik GR-3 Plinthic Hapludox, berliat skeletal, kaolinitik, isohipertermik Sekuen PL- 1 PL-2 PL-3
Pantai Linoh (Podsolik Merah Kuning) Typic Hapiudox, sangat halus, kaolinitik, isohipertermik Typic Hapludox, sangat halus, kaolinitik, isohiperterrnik Typic Hapludox, sangat halus, kaotinitik, isohipertermik
Sekuen TJ-I TJ-2 TJ-3
Tanjung (Podrolik Merah Kuning) Inceptic Hapludox, sangat halus, kaolinitik, isohipertermik Typic Hapludox, sangat halus, kaolinitik, isohipertermik Typic Hapludox, sangat halus, kaolinitik, isohipertermik
Keterangan: ') = Carnpuran antara ferruginous dan kaolinitik
Tabel 7 . Hm-
Kabdmwm
sm
(cm)
Beberapa Sifat Pmentu Klasifikasi Oxisol Sekuem Zipur dan Kait-Kait (Latusol Merah Ungu) IiA
KB
...................
I2dxg Fed (%)
MML KTKL KTKEL pH-HZ0
....................
pH-KC1
Ddts pH
KodiPa
sd
(&md(+W lip)
EMm ZP-l
& Bol Bo2
Bo3 Bo4 Bo5
4' a01 t)oZ
Bo3 Bo4
4' Bol BoZ Bal
BaZ BC AP
0-25 25-57 57-95 95-130 130-170 170-200 -on ZP-2 0-20 20-56 56-95 95-130 130-1651178 w o n ZP-3 0-24 2449 4944 84-112 112-143 143-180 PrdonIM-1 0-20
2044
BoI Bo2 Bo3
51 48 49 52 50 41
33 15 12 23 25 38
1.97 0.76 0.39 0.33 0.30 0.23
12.22 12.26 12.14 12.12 12.22 12.32
0 0 0 0 0 0
13 7 5 4 4 3
5.05 1.14 0.91 1.17 L.33 2.05
114 4.92 5.10 5.39 5.33 5.17
4.78 5.56 5.89 6.03 6.05 6.02
-0.36 0.64 0.79 0.64 0.72 0.85
41 40 38 39
26 20 14 28 22
2.08 0.78 0.41 0.38 0.36
11.84 11.98 12.16 12.34 12.11
0 0 0 0 0
I5 6 5 6 5
4.73 1.51 101 2.38 1.76
5.26 5.78 5.98 5.89 5.89
4.89 5.90 6.06 6.03 6.03
-0.37 0.12 0.08 0.14 0.14
48 50 51 50 53 52
19 14 16 13 18 26
2.27 1.37 0.67 0.37 0.26 0.30
12.20 12.00 11.82 11.94 12.18 12.02
0 0 0 0 0 0
19 10 6 6 4 3
3.02 1.4 1.11 0.82 0.85 0.96
5.03 5.55 6.14 5.92 6.09 6.17
5.03 5.88 6.16 6.28 6.42 6.40
0.00 0.33 0.02 0.36 0.33 0.23
49 45 53 52 5 51
21 10 12 22 24 23
1.73 0.72 0.42 0.32 0.27 0.39
12.22 12.12 12.38 12.40 12.32 12.18
0 0 0 0 0 1
12 7 5 4 4 5
2.86 1.04 0.69 1.03 1.16 1.53
5.46 4.67 4.96 5.30 5.36 5.54
5.00 5.69 6.06 6.31 6.30 6.18
4.46
19 11 7 4 6 8
4.46 3.08 2.31 1.33 1.71 2.94
5.33 5.35 6.13 6.03 5.88 5.77
4.75 5.17 6.16 6.07 6.18 6.08
-0.58 4.18 0.03 0.04 0.30 0.31
12 10 6 4 S 6
3.32 3.14 1.94 1.92 1.88 2.98
5.20 5.54 6.09 5.84 5.85 6.07
5.23 5.56 6.15 6.17 6.28 6.17
0.03 0.02 0.06 0.33 0.43 0.10
44
44-82 82-110 Bo4 110-151 BC 151-200 -don ILK-2 2.23 12.12 0 0-18 49 24 -4 Bol 1x45 54 25 1.34 12.18 0 Bo2 45-75 52 27 0.65 11.96 0 Bocl 7.5-1101135 54 32 0.41 12.10 0 BocZ 110/135-160 49 26 0.41 0 12.12 BC 160-200 47 37 0.38 12.16 0 Prdon KK-3 1.26 12.16 0 0-20 50 25 AP Bol 2041 51 30 0 0.91 11.80 Bo2 41-75 53 32 0.55 11.94 0 Boel 75-110 55 41 0.37 12.22 0 Bof2 11-155 57 37 0.38 0 12.06 BC 155-200 54 49 0.42 1 12.26 Kctrrsnga : Lia - J C l i P L ~ ~ ( ~ d i l i & t b i k a & m a ) Kf3 =l'ok+uhPl~(NK40Ac1NpH7) MML -16miucralmudahlrpulr KTKL kzpnrilar h k w karim Lisa (NH40Ac 1 N pH 7)
-
carg =v. sd
Icurbmw
=seakit
KTKEL =lupnritnstukarkatimliar(j~bssD~(NH40AcINpH7dmAl(KCl1N)) Fed
= 9 l b & ~ s i w ~ d i l i m $ ~
1.02 1.10 1.01 0.94 0.64
sd
sd sd sd sd
sd sd
sd
sd sd ad sd sd
sd sd sd
sd sd
Pada kategori Ordo semua pedon kelompok tanah ini termasuk Oxisol. sedangkan pada kategori Sub Ordo termasuk Udox, karena tidak memiliki sifat akuik. aridik. ustik dan perudik. Hal ini terlihat dari w a r m matrik tanah yang berwarna merah (warna hue lebih merah dari 5 YR) dan data iklim menunjukkan rejim kelembaban udik. Udox ini tidak mempunyai horison sombrik, pada horison oksik KTK efektif
< 1.5 cmol
(+) per
kg liat dan pH-KC1 2 5.0 sehingga pada kategori Great Group termasuk Acrudox, kecuali pedon KK-3. Pada kategori Sub Group termasuk Anionic Acrudox karena
mempunyai
rnuatan positip (pH-H,O < pH-KCI) pada kedalaman 5 125 c m dari permukaan tanah disamping tidak mempunyai sifat akuik, petroferik dan litik. Pedon KK-3 pada kategori Great Group termasuk Hapludox, karena selain tidak memiliki horison sombrik dan kandik, KTK efektif > 1.5 cmol
(+) per kg liat serta KB
sampai kedaiaman 84 c m < 35 %. Hapludox ini pada kategori Sub Group termasuk
Rhodic Hapludox karena mempunyai w a r m hue lebih merah dari 2.5 YR (10 R) dan value 3, serta tidak memiliki sifat akuik, petroferik, litik, plintik, inseptik, andik dan humik. Perbedaan Rhodic Hapludox (pedon KK-3) dengan Anionic Acrudox (pedon K K - 1 dan KK-2) pada sekuen Kait-Kait hanya pada nilai KTK efektifnya (1.8 cmol(+) k g liat), sedangkan sifat-sifat lainnya relatif sama. Sarat untuk Great Group Acrudox KTK efektifnya adalah
< 1.5 cmol
(+) per kg liat, jadi hanya selisih 0.3 cmol (+) per kg ,
yaitu suatu nilai yang sangat kecil. Dari pengamatan penulis di lapangan dan informasi dari Pabrik Gula Pelaihari, tanab pada kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) merupakan tanah yang
bermasalah
untuk
tanaman
tebu.
Secara harfiah
tanah Anionic
Acrudox
mencerminkan tanah yang lebih bermasalah dibandingkan dengan tanah Rhodic Hapludox, karena pada Anionic Acrudox mempunyai KTK efektif sangat rendah d a n bermuatan positip. Oleli karena itu pedon KK-3. jika sedikit rnengabaikan nilai KTK efektifnya lebih sesuai masuk pada Anionic Acrua'ox seperti pedon-pedon lain yang termasuk kelompok
anah sekuen Zipur dan Kait-Kait. Hal ini sesuai pula dengan kepentingan klasifikasi
dalam ilmu tanah, yang seharusnya lebih mementingkan pada hubungan dengan penggunaannya. Namun demikian agar dalam pengklasifikasian tanah tetap berpedoman pada kunci Taksonomi Tanah, untuk kasus-kasus seperti demikian, sebaiknya dipakai nama peralihan
(intergrade). Untuk pedon KK-3 penulis mengusulkan nama Anionic Rhodic Hapludox, sehingga lebih mencerminkan sifatnya yang mempunyai muatan positip. Pada kategori famili yang masih menjadi persoalan adalah kelas mineralogi. Untuk masuk kelas mineralogi ferruginous, kadar besi terekstrak sitrat ditionit bikarbonat (Fe-d) harus berkisar antara 12.6 - 28 % , akan tetapi hasil analisis Fe.d pada kelompok tanah ini hanya berkisar 11.80
-
12.38 % (Tabel 7). Namun untuk masuk kelas mineralogi
lainnya juga tidak mungkin, karena kandungan relatif gibsit maupun kaolinit pada tanah ini rendah (Tabel 7, 13, 14 dan Gambar 4, 5). Dengan demikian kelas mineralogi yang paling mendekati adalah campuran antara ferruginous dun kaolinitik. Dengan kelas besar butir termasuk halus dan rejim temperatur isohipertemik, rnaka pada kategori famili, pedon-pedon kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) termasuk Anionic Acrudox, halus, campuran ferruginous dun kaolinitik), isohipertermik, kecuali pedon KK-3. Pedon KK-3 termasuk Famili Rhodic Hapludox, halus. campuran
ferruginous dun kaalinitik), isohipertennik. Epipedon pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Laren'tik) semuanya mempunyai w a r m value 4 (lembab). Oleh karena itu dari warna value saja, epipedon ini tidak termasuk molik, urnbrik ataupun antropik. Demikian pula tidak dapat masuk epipedon melanik karena warnanya tidak gelap d a n kadar karbon organik rendah, sehingga termasuk epipedon okriz. Seperti halnya kelompok tanah sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu), pedon-pedon kelompok tanah sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik). juga horison bawah pencirinya termasuk okrik, sehingga termasuk Ordo Oxisol. Pada kategori Sub Ordo juga masih termasuk Udox. Semrla pedon kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Laten'tik)
Tabel 8.
Hai-
KCdplpmpll
Lka
AIonPS-1 0-11 I 1 -32 3268 68-1 I5 115-165 165-190 P d o n -2 0-20 2040 40-72 72-1 I4 114-145 145-195
&C
ABf Bocl
Bod. Rod Boo4 c
A& Bocl Boc2 BCvl
BCv2
XB
.......
(a)
S(P
k
Beberapa Sifat Penentu Klasifikasi Oxisol Sekuar Pulau Sari dan Gunung Raja (ZateritiW MML PL KTKL RTKEL pH-HZ0
(%)
<*+m
........
pH-KC1
Delta
PH
C-ag
0 0 0 0 0 0
13 10 8 5 5 6
6 3 5 2 2 4
4.18 5.27 4.47 4.88 5.12 4.64
3.83 3.93 4.34 3.92 3.96 3.93
-0.35 -1.34 -0.13 -0.96 -1.16 -0.71
3.99 6.10 4.75 2.13
0
15 11 7 6 7 10
8 5 3 2 3 7
4.64 4.79 5.30 4.95 4.63 4.63
4.24 4.26 4.23 4.34 4.28 4.06
-0.40 0.53
-1.07 -0.61 -0.35 -0.57
5.23 3.86 3.19 1.49
0 0 0 0 0 0
20 12 7 6
4.76 5.28 4.99 4.95 4.84 4.68
4.30 4.36 4.44 4.44 4.47 4.33
-0.46 -0.92 -0.55 -0.51 -0.37 4.35
3.88 3.28 2.20 0.65
6
16 6 3 2 2 3
0 0 I 0 0 0
0 0 0 0 0
6 5 4 5 4 3
4.74 5.08 5.28 5.21 4.78 4.98
4.23 4.22 4.21 3.95 3.98 4.11
4.51 -0.86 -1.07 -1.26 -0.80
5.70 9.19 6.74 4.43
0
16 14 11 8 8 8
22 11 19 16 13 18
0 0 0 0 1 0
0 0 0 0 0 0
I5 12 9 7 6 7
5 4 3 2 2 3
4.80 4.89 5.36 5.30 5.10 4.80
3.98 4.04 4.08 4.16 4.10 4.05
-0.82 -0.85 -1.28 -1.14 -1.00 -0.75
4.12 6.35 6.36 2.30
42 41 23 24 27 23
0 0 0 1 1 0
0 0 4 8 10 20
18 13
9 7 4 4 7 9
5.16 5.52 5.11 5.08
4.20 4.32 4.05 4.06 3.98 3.92
-0.96 -1.20 -1.06 -1.02 -1.06 -1.02
5.10 5.23 2.89 0.85
58 65 69 76 76 68
33 18 32 24 32 33
1 0 0 1 1 0
32 37 57 59 50 40
37 22 27 19 16 19
0 0 0 0 0 I
17 20 32 32 34 45
56 19 21 25 26 41
0 0
48 55 61 66 67 74
25 14 13 26 19 30
0-16 1641 41 -78 78-106 106-155 155-190 Pdon GR-3
56 63 75 75 74 69
0-22 2246 46-85 85-116 116-150 150-190
36 37 65 68
0 0 0 10 55
Kadma
Or-) bn
ba
ba
ba bs
ba ba ba
man&=
C-17 173U45 33/45-80/95 804.5-120 120-158 158-190
ABc
Bod Baf2
Bo BC
0
0 0 1
6
ba ba
ba
m o m GR-1 C-15 15-41/46 41/46-70 70-105 105-150 150-190
[email protected]
BAE Bocl
Bod. Rod ECc
ba ba ba
ba
4.87
Padom GR-2 APE
Bofl Boe2
Boc3 Boc4 BCc
40 ABc Bocvl Bocyz
Bcvl BcvZ
Kds-
66 36
8
10 10 13
5.04 4.94
:
=%mhisild~bdr c-ag =lcgcabaocrgaiLpsmZ =%kjeuuhabasa(MI40AclNpH7) ba =bmy& MML -%miaezalamd&lapuk PL =%plied KTKL =kqasirP~tuliarLatimlist(NH4OAclNpH7) KTKEL = lrapasitailulcar kntimdkIifli& (jumlabbaaabaaa (NH40Ac 1 N p H 7) d m A1 (KC1 I N))
Lia
KB
?%a
ba
ba
ba
ba ba
tidak mempunyai horison sombrik, KTK efektif dan pH-KC1 pada horison oksik masing-masing
> 1.5 cmol
(+) per kg liat dan
< 5.0. Nilai KB pada horison oksik <
35 % (NH,OAc 1 N pH 7) dan juga tidak mempunyai horison kandik. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, pada kategori Great Group mereka termasuk Hapludox. Pada semua pedon kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja ditemukan plintit > 5 % pada kedalaman kurang dari 125 cm dari permukaan. Karena juga tidak n~empunyaisifat akuik, petroferik dan litik, maka pada kategori Sub Group semua p e d o ~ itersebut termasuk Plinthic Hapludox. Semila pedon pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) mengandung fragmen batuan > 35 % dan kadar liat > 35 %, kecuali pedon PS-3. Dengan dernikian kelas besar butir pada kelompok tanah ini berliat skeletal, kecuali pedon
PS-3 termasuk berlempung skeletal karena mempunyai kadar liat < 35 %. Kelas mineraIogi termasuk kaolinitik, karena liatnya didominasi mineral kaolinit (Tabel 8). Rejim
temperatur
tanah
berdasarkan
data iklim
termasuk
isohipenemzik.
Hasil
pengklasifikasian semua pedon kelompok tanah ini disajikan pada Tabel 6. Seperti halnya pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik), epipedon pada sernua pedon kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan
Tanjung (Podsolik Merah Kuning) termasuk okrik dan horison bawah pencirinya termasuk
oksik. Pada pedon PL-3 kenaikan kadar liat halus dari horison permukaan ke horison B lebih dari 8 %. dan memenuhi sarat untuk kriteria horison argilik. Namun demikian baik dari pengamatan lapang maupun pengamatan secara mikroskopis dari irisan tipis tidak dijumpai adanya selaput liat, sehingga tetap horison bawah pencirinya oksik bukan argilik. Demikian pula tidak dapat masuk horison kandik, karena kenaikan liat total dari horison permukaan ke horison B kurang dari 8 %. Pada kategori Sub Group termasuk Typic Hapludox, kecuali pedon TJ-1 termasuk
Inceptic Hapludox. Pada pedon TJ-1 batas bawah horison oksik < 125 cm dari permukaan tanah mineral.
Tabel 9. Beberapa Sifat Penentu Klasifikasi Oxisof Sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (PodroZik M e r a h Kuning,
-
Hm-
& Bol Bo2 Bn3 804
BoS
np Bol Bo2 Bo3
Bo4 BoS
Kedelsman
(-) Pdon PL-1 0-24 24-50 60-88 8S-125 125-I70 170-190 Fmlon PL-2 0-22 22-5 1 5 1-77 77-106 106154 154190
Lia XB MML K l X L RIXEL ....... (%) ....... (-*+yl;B, 80 85
87 80 73 62 81 86 89 85
81 70
pH
pH
Ddta
1120
KCI
PH
Koolid
W)
25 29 25 20 20 18
0 0 0 0 0 0
20 13 12 12 14 17
9 6 5 5 7 9
4.31 4.44 4.47 4.72 4.72 4.84
3.60 3.87 3.87 3.90 3.72 3.55
4.71 4.57 4.60 -0.82 -1.M) -1.29
4.38 2.75 1.56 0.47
ba ba ba ba ba ba
17 27 23 18 18 17
0 0
17 12 10 12 12 13
6 5 4 5 6 8
4.43 4.63 4.67 4.74 4.78 4.68
3.88 4.27 4.21 4.18 4.07 3.99
4.55 4.36 -0.46 4.56 4.71 -0.69
3.94 3.37 1.98 1.20
ba
4.53 4.71 4.64 4.61 4.76 4.63
3.66 3.93 3.81 3.83 382 3.70
4.87 4.78 6.83 4.78 4.94 4.93
6.66 3.92 2.31 0.51
0 0 0 0
ba ba ba
PdonPL-3 AP Bol Bo2
Bx
0-20 20-55 55-90 90-125 125-172 172+
&
Psdon TJ-1 0-20
B03 Bo4
BoI Bo2
Ba3 Bo4 aOS
& Bol Bo2 Bo3
Ed BoS
20-55 55-86 S117 117-160 1-190 W o n TJ-2 0-20 2048 4878 78-112 112-155 155-190 P d o n TJ-3
4
0-15/18 15/1S-i5 45-78 78115 115-152 152-185
Bol BoZ
Bo3
Bo4 BoS Ka-I Li*
KB MML
78 %3
83 84 82
57 74 77
60 66 57 49 IU 82
83 85
86
83 81 85 83 85 87
83
28 31 30 25 23 19
0 0 0 0 0 0
18 10
17
7 4 4 4 4 8
19 17 I7 20 15 13
0 0 0 0 0 0
16 12 I5 13 18 20
6 4 7 9 12 13
4.10 4.79 4.63 4.44 4.60 5.15
3.71 3.88 3.87 3.81 3.83 3.81
-0.39 -0.91 4.76 6.63 6.77 -1.34
3.48 3.50 1.43 0.40
21 18 19 31 42 41
0 0 0 0 0 0
11 8 7 6 7 9
4 2 2 3 4 4
4.44 4.63 4.40 4.50 4.60 4.92
3.98 4.20 4.24 4.33 4.33 4.36
-0.46 4.43 4.16 4.17 4.27 4.56
3.28 3.09 2.44 1.20
18 22 37 48 51 44
0 0 0 0 0 0
16 9 6 5 5 6
5 3 2 3 3 3
4.44 4.40 4.7'7 4.88 4.81 4.70
3.86 4.26 4.81 4.85 4.80 4.62
4.58 4.14 0.04 4.03 4.01 6.08
4.31 4.91 2.63 0.93
9 9
9
ba
ba ba
ba
Cup
=kgcnrbmagariLpcrmZ
=bmyak
== Yo mip=nl ,nud& Isp*
ba
ba
ba
KTKL == kap&tuLar katim Luo (NH40Ac 1 NpH 7) KTKEL =kap&hs tuLar katim CfddifIiB (judah W-Lmsa (NH40Ac 1 NpH 7) dnn Al WC11 N))
ba
ba
:
=%liahasilmbasrbutb == % kj ~ u h a n bsss (NH40.4~1 N pH 7)
ba
ba ba ba ba
51 Kadar liat pada kelompok OxisoI sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsalik
Merah Kuning) lebih besar dari 60 %. Hal ini menempatkan kelas besar butirnya pada kelas sangar halus. Kelas mineralogi dan rejim temperatur sama dengan kelompok tanah sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik), yaitu masing-masing kaolinirik (Tabel 9) dan isohiperremik. Karena itu pada kategori Famili Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung termasuk Typic Hapludox, sangat halus, kaolinitik, isohipenennik, kecuali pedon TJ-1. Pedon TJ- 1 termasuk
Famil i Inceptic Hapludox, sangar halus, kaolinitik,
isohipertemik. Berdasarkan hasil pengklasifikasian semua tanah yang diteliti (Tabel 6 ) . terlihat bahwa pada kategori Ordo dan Sub Ordo namanya sama, yaitu Oxisol dan Udox. Bahkan untuk kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja dan kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung sampai kategori Great Group namanya masih sama, yaitu Hapludox. Padahal tanah yang diteliti berasal dari 3 kelompok yang berbeda sifat-sifatnya (Lutosol Merah
Ungu,Laten'tik, Poakolik Merah Kuning). Keadaan ini terlihat bahwa pada kategori tinggi (Ordo. Sub Ordo dan Great Group) dari sistim Talcsonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1994). kurar~gpeka dalam ha1 membedakan tanah.
Dari hasil pengklasifikasian juga terlihat bahwa pengaruh lereng terhadap klasifikasi tanah hanya terlihat pada sekuen Kait-Kait dan Tanjung. Pada lereng atadtengah sekuen Kait-kait tanahnya termasuk Anionic Acrudox, sedangkan pada lereng bawah termasuk Rhodic Hapludox. Perbedaan kedua tanah tersebut terletak pada nilai KTK efektifnya, dimana yang pertama < 1.5 cmol kedua 1.8 cmol
(+) per
1 kg liat, sedangkan yang
(+) per kg liat. ha1 ini dapat terjadi karena tanah Rhodic Hapludox berada
pada lereng bawah sehingga terjadi pernumpukan basa-basa akibat adanya pencucian dari lereng atas. namun pada sekuen lainnya ha1 ini tidak terjadi. Pada lereng atas sekuen Tanjung tanahnya termasuk Inceptic Hapludox, sedangkan pada lereng tengahhawah termasuk Typic Hapludox. Inceptic Hapludox dibedakan dari Typic Hapludox karena mempunyai horison oksik pada kedalaman < 125 cm dari
52
permukaan tanah. Hal ini terjadi karena posisinya pada lereng atas dan diduga terjadi permudaan akibat adanya proses erosi, sehingga horison oksiknya lebih dangkal dibandingkan dengan yang lain.
Mineral Fraksi Pasir dan Bahan Induk
Hasil analisis mineral fraksi pasir tanah penelitian disajikan pada Tabel 10, 11 dan 12. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa susunan mineral pada semua pedon umumnya hampir seragam didominasi oleh mineral tahan lapuk (kuarsa) dan atau konkresi besi (rata-rata > 90 %), sedangkan mineral mudah lapuk praktis tidak ada (rata-rata < 1 %). Pada tanah Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) pada fraksi pasir total (Tabel 10) didominasi oleh konkresi besi, dirnana rata-rata tiap pedon berkisar antara 87 - 93 %. Sedangkan yang lainnya adalah opak (rata-rata tiap pedon 2- 8%)dan kuarsa keruh (rata-rata tiap pedon 2 - 6 %). Mineral mudah lapuk enstatit umumnya dijumpai secara sporadis pada dua atau tiga horison pada setiap pedon. Mineral pengiring lainnya adalah fragmen batuan yang rnerupakan gabungan beberapa mineral yang belum teruraikan, rutil/anatas dan lapukan mineral yang juga umumnya dijumpai secara sporadis. Lapukan mineral adalah kumpulan dari mineral mudah lapuk yang secara individual saat ini tidak dapat terdeteksi dengan mikroskop polarisasi. Melihat pola susunan mineral tersebut menandakan bahwa tanah tersebut telah mencapai tingkat hancuran iklim yang lanjut. Keadaan ini ditunjang oleh susunan fraksi pasir berat yang seluruhnya terdiri dari mineral opak, kecuali rutillanatas ditemukan secara sporadis. Sebaran mineral di dalam pedon ataupun antar pedon tidak besar variasinya. Hal ini menunjukkan tanah Oxisol ini terbentuk dari bahan yang homogen dengan komposisi mineral yang samalhampir sama.
Tabel 10. Susunan Mineral Fraksi Pastr Oxisol S&en (Latasol Merah Ungu)
I
Zipur clan Kait-Kait
I
Fraksi Total
Fraksi Berat
.= ("/.I
("/oo)
Pedon ZP-1 AP 7 3 Bol 6 sp 5 Bo2 13 s p 2 -3 8 6 Bo4 8 sp 3 BoS 6 5 PBdon ZP-2 Ap 9 sp 1 301 6 sp 1 Bo2 6 2 303 6 2 304 6 2 Pedon ZP-3 AP 4 5 Bol 10 2 Bo2 6 5 Bocl 7 7 Boc2 6 7
3C
7
S
89 89 85 86 89 89 90 93 92 91 92 91 88 89 86 87 85
Pedon KK-1 AP 3 2 95 Bol 3 4 93 Bo2 5 4 91 Bo3 4 2 94 Bo4 6 1 93 BC 4 3 1 91 Pedon KK-2 Ap 3 2 95 3 4 sp 93 Bol Bo2 5 4 90 Bocl 3 12sp85 Boc2 5 7 sp88 BC 3 7 90 fedon KK-3 AP 5 7 89 Bol 3 5 92 sp Bo2 1 4 95 Bocl I 5 94 Boc2 2 6 92 BC 3 5 91 Keterangan: sp = sporadis
4
4
1
sp
SP
SP
SP SP
SP sp
sp 1
sp sp
SP
SP
SP
sp SP SP
SP
SP
1 sp SP 1
sp sp
sp100100 100 100 100 100 100 100 100 100
spsp sp
100 100 sp 100 sp SP 100 sp 100
sp 100100 spsp 100 spsp100100 sp 100 100 100 sp 100 sp 100 100 100 100 100 sp sp sp 100 sp sp 100 100 100
54
Konkresi besi terbentuk dari besi yang berasal dari hasil lapukan mineral mudah lapuk, khususnya mineral feromagnesium yang banyak mengandung besi. Oleh karena itu dapat diduga tanah yang mempunyai banyak konkresi besi berasal dari bahan yang mengandung banyak mineral feromagnesium. Kuarsa tergolong mineral sisa akibat adanya hancuran iklim. Pada kasus tanah Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu), meskipun tanahnya sudah terfapuk lanjut, jumlah mineral kuarsa sangat sedikit. Oleh karena itu diduga tanah Oxisol pada kedua sekuen ini berasal dari bahan induk yang miskin kuarsa. Bahan induk demikian biasanya mengandung banyak mineral feromagnesium, dan batuan yang banyak mengandung mineral feromagnesium adalah batuan basa-ultra basa. Pada fraksi pasir total dan berat dicemukan secara sporadis rutil/anatas yang merupakan ciri batuan metamorfik. Ini memberi petunjuk bahwa Oxisol pada kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol
Merah Ungrr) berasal dari campuran bahan lapukan batuan metamorfik dan batuan ultra basa. Keadaan ini sesuai dengan keterangan pada Peta Geologi (Peta 3). Adanya pengaruh batuan metamorfik pada kelompok Oxisol ini diperkuat dengan kehadiran mineral ilit pada fraksi liat (Tabel 14). Ilit merupakan hasil pelapukan dari mika, baik muskovit maupun biotit, dimana kedua mineral ini biasa dijumpai pada batuan beku masam/intermedier atau batuan metamorfik (Coninck, 1978 dan Sys, 1977). Kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lareririk) dibandingkan dengan Oxisol pada kedua sekuen diatas (Latosol Merah Ungu) lebih bervariasi dalam ha1 jenis mineral pasir yang dijumpai (Tabel 11). Akan tetapi jenis mineral antar pedon dan di dalam pedon umumnya tidak besar variasinya. Pada fraksi pasir total mineral yang mendominasi pada sekuen Pulau Sari maupun sekuen Gunung Raja adalah kuarsa (keruh dan bening), yaitu umumnya lebih dari 90 % dari fraksi pasir total. Mineral lainnya dalam jumlah sedikit adalah opak, konkresi besi dan lapukan mineral. Zirkon, muskovit, hornblende, turmalin dan rutil/anatas dijumpai secara sporadis pada beberapa horison.
001 001 001 001 001
*
Z 1 I & & Z dsds Z
I ds E 1 Z Z
001 z 001 t 001 z 001 Z 001Z 001 Z 001 001 001 001 001 001
E S t S
001 001 001 001 001 00I
z Z
s
ds Iis
Z * E ds E
9
1 ds 1 r I V & I S dsds 9
S
* * t
E E t S L t
& Z t & l Z & * L dsdsz 1 9 I 9
001 Z 001 Z 001 1 001 I 001 Z 001 Z 001 I 001 Z
I Z t.6001 ds ds E E600I Z 96 001 1 S6 001 ds Z t 6 001 ds
ds Z dszdsds oort & & I z 00lZ I * Z OOIE*I I 1 001 Z E
ds
ds
E 26 001 E L8 001 ds E 88 001 f 58 001 1 ds E 88 001 ds S 98 001 ds
&
ds ds
S 98 001 ds S 68 001 ds I 88 001 68 001 S 18 001 t S8 001 ds
I ds
r
I ds
* * ds*
E6001* E £6001 Z S6 001 ds E S6 001 * S 26 001 ds E 26 001 ds E6001 1 Z MOO1 E 06 001 ds 1 06 001 ds t. 06 001 ds E 26 001 V
*
ds ds
T ds
ds
&
*
& *
ds ds ds
3w
ds & 1
ds I ds ds ds 1
*
*
ds
ds
ds ds ds
& I & 9 L 8 I C T638 & 1 2 8 ZS* 9 ~ = 8 ds E 9 LS ds 1Am8 & & I E E 6 & E 3EV 1 I S 8 8 * S E-XD -pad ds E or t 8 ds E 338 I Z 61 SL ds 1 t3oE z t s ~8 ds z r3oe I t 01 t 8 ds 1 ZDoa Z t 5 88 ds 1 1-a * Z 8 L 8 & E ='dv Z-Xf) WPad ds t 61 9L I 3 3 s 1 61 6L df I E308 ds Z 91 18 ds I Zm8 ds I 6 S8 ds f 1508 1 6 68 ds 1 DV8 & E 8 6 8 * & I-XD "oped & * ~ 0 6 z 3a ds 8 16 1 08 1 9 16 ds 2 2x8 Z 9 06 ds Z 1mE & I 6 6 8 I DEV * k L f 6 * & E-sd nopad ds b 01 i 9 I L1 Z O E E S LS ds S 1*38 I E 9 98 ds t Zm8 * s s t8 8 1508 T S 2 08 ds Z1 38\1' * s ZL8h9 Z S d WPad 1 8 8 6L ds E t m 8 1 9 f l SL E Em8 1 9 ZI ti 9 z=a Z S 01 18 Z 1308 I t E l 6L E 3& E 9 t 8 & 9 I S d meed
*
& ds ds ds
ds &
ds
ds* 1 ds ds
t.z6001* ds ds 1 2 16 001 1 & & I & I Z ~ O O I * * & ds Z t 6 001 6s & ds ds Z E6 001 ds ds ds ds Z E 6 0 0 1 b ds 1
1 ds Z dsdszds d s d s 1 ds I ds ds ds ds
*
ds
*
*
Melihat susunan mineral ini, tanah Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Latenntikj juga telah terlapuk lanjut, karena praktis hanya terdiri dari kuarsa yang merupakan mineral tahan Iapuk (resisten). Susunan mineral fraksi pasir berat juga didominasi opak. Mineral opak pada fraksi berat merupakan mineral yang paling dominan pada semua pedon Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (LatPritik), dimana rata-rata tiap pedon berkisar antara 86
-
95 %. Kemudian yang dijumpai dalam jumlah sedikit ialah
zirkon, turmalin dan rutillanatase, rata-rata tiap pedon masing-masing 2 dan 2
-5
-4
%: 1 - 5 %
%. Yang masih ditemukan pada hampir semua pedon meskipun dalam jumlah
yang sangat sedikit sekali adalah andalusit/silimanit dan kyanit/stourolit. Zirkon merupakan mineral yang terdapat pada hampir semua batuan beku, tetapi paling sering terdapat pada batuan yang bersifat masam seperti granit, granodiorit dan sienit (Hurlbut dan Klein, 1977), serta batuan metamorfik (Mohr dan van Baren, 1954). Zirkon merupakan mineral yang sukar lapuk, karena itu juga banyak dijumpai pada batuan sedimen. Turmalin banyak dijumpai sebagai mineral tambahan pada batuan beku atau batuan metamorfik, dan andalusit yang berasosiasi dengan silimanit biasa dijumpai pada batuan metamorfik. Rutil yang berasosiasi dengan anatas m e ~ p a k a npenciri dari batuan metamorfik, dan juga bisa dijumpai pada batuan beku masam (Mohr dan Van Baren, 1954). Kyanit/stourolit biasa dijumpai pada batuan metamorfik skis dan gneis (Stoops,
1992). T e l a l ~dibahas sebelumnya bahwa pada fraksi pasir total tanah Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Laten'n'k) mineral yang dominan ada1ah kuarsa. Ditunjang dengan adanya mineral zirkon, memberi kesan tanah pada sekuen ini berasal dari bahan kaya kuarsa atau bahan bersifat masam. Akan tetapi dari data morfologi (Tabel Lampiran 1) menunjukkan bahwa pada semua pedon ditemukan konkresi besi dengan ukuran cukup besar (> 2 mm) dan dalam jumlah yang cukup banyak, dimana pada setiap horison berkisar ant;ua 40
- 80
%. Pada susunan mineral fraksi pasir konkresi ini tidak muncul,
karena berukuran lebih besar dari ukuran pasir ( > 2 mm). Jika konkresi besi ini dimasukkan kedalam perhitungan, maka y ang akan terlihat dorninan pada susunan mineral
fraksi pasir total bukan kuarsa melainkan konkresi besi tersebut. Dari fakta ini dapat diduga bahwa tanah-tanah ini berasal dari bahan lapukan metamorfik yang mengandung mineral feromagnesium, yaitu mineral yang kaya besi. Melihat sebaran kuarsa pada fraksi total serta zirkon dan rutil pada fraksi pasir berat setiap pedon yang cenderung tidak teratur sesuai kedalaman, mencerminkan tanah terbentuk dari bahan endapan. Mohr dan van Baren (1954) mengemukakan bahwa pada tanah yang berasal dari bahan induk relatif homogen, sebaran kuarsa, zirkon dan rutil mempunyai pola menurun sesuai kedalaman, akibat dari intensitas hancuran yang semakin berkurang dengan semakin jauhnya jarak dari permukaan tanah, sehingga mineral mudah lapuk masih relatif banyak. Pada kasus tanah Oxisol yang diteliti, pola ini tidak terlihat. Ini memberi gambaran deposisi bahan induk tidak dalam waktu yang sama, meskipun jenisnya relatif sama. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tanah Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) berasal dari bahan lapukan batuan beku basa yang tercampur dengan batuan metamorfik yang kedua-duanya telah mengalami sedimentasi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Mohr dan Van Baren (1954) bahwa mineral resisten seperti zirkon, rutil, turmalin, magnetit dan kuarsa banyak ditemukan pada batuan sedimen. Keterangan ini sesuai pula dengan keterangan pada peta Geologi (Peta 3), yang termasuk Formasi Martapura yang berupa endapan kipas aluvium. Menurut Sikumbang dan Heryanro (1986) Formasi Martapura terdiri dari kerikil, kerakal dan pasir lepas. Kerikil dan kerakal berasal dari batuan beku, sedimen dan batuan metarnorfik. Pada semua pedon yang termasuk kelompok tanah Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Meruh Kuning) praktis tidak dijumpai mineral mudah lapuk, baik pada fraksi pasir total maupun pada fraksi pasir berat (Tabel 12), kecuali yang ditemukan secara sporadis.
Susunan mineral fraksi pasir total pada Oxisol sekuen Pantai Linoh antar pedon sedikit bervariasi dalam ha1 jumlahnya, sedangkan jenis mineralnya temp tidak bervariasi. Demikian pula di dalam pedon baik jumlah maupun jenisnya tidak begitu bervariasi. Pada pedon PL-1 opak mendominasi, yaitu antara 50 - 60 % (rata-rata 55 %), dan mineral lainnya adalah kuarsa keruh, konkresi besi. lapukan mineral , hidragilit dan fragmen batuan. MineraI opak pada pedon PL-2 masih mendominasi, yaitu berkisar antara 40 -62% (rata-rata 52 %). Kuarsa keruh menduduki urutan kedua yaitu 33 -40% (rata-rata 35%), dan yang lainnya ialah konkresi besi, lapukan mineral dan fragmen batuan yang umumnya berjumlah cukup rendah ( < 5 %), kecuali fragmen batuan pada dua horison terahir. Untuk pedon PL-3 kuarsa keruh mendominasi susunan fraksi pasir totalnya, yaitu antara
45 - 63 % (rata-rata 5 4 %). Kemudian diikuti oleh mineral opak, yaitu 11-39 % (rata-rata
29 %), konkresi besi 8 -15 % (rata-rata 10 %), serta lapukan mineral dan fragmen batuan yang berkisar antara 1
-7
%.
Pada Oxisol sekuen Tanjung, jumlah mineral opak dan kuarsa cukup berimbang pada semua pedon. Pada pedon TJ-1 dan TJ-2 opak masih merupakan mineral yang terbanyak (39- 63 % atau ram-rata 49 % pada TJ-1 dan 38
-
5 8 % atau rata-rata 4 8 %
pada TJ-2), dan kemudian diikuti oleh kuarsa keruh pada pedon TI-1 (30
-
46 % atau
- 54 % atau rata-rata keruh dan bening (37 - 66 %
rata-rata 36 %) serta kuarsa keruh dan bening pada pedon TJ-2 (37
46 %). Sedangkan pada pedon TJ-3 didominasi oleh kuarsa
atau rata-rata 49 %), kemudian diikuti mineral opak (28 - 54 % atau rata-rata 44 %). Mineral lainnya yang
dijumpai
pada semua pedon adalah konkresi besi, hidragiiit,
lapukan mineral dan fragmen batuan. Fraksi pasir berat tanah Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Meruh Kuning) hanya terdiri dari mineral opak (Tabel 12). Beberapa mineral yang dijumpai secara sporadis pada beberapa pedon antara lain zirkon, hornblende hijau, augit, enstatit, epidot serta andalusitlsilimanit dan rutillanatas. Hal ini diduga berkaitan dengan tingkat hancuran iklim yang sudah begitu lanjut. Keadaan ini sangat menyulitkan untuk interpretasi asal bahan induk.
Tabel 12.
Susunan Mineral Fraksi Pasir Oxisoi Sekuen Pantai Linoh dan Tanjung @%dolik Merah Kuning)
Pedon PL-1 60 35 3 2sp sp Bol 50 4 2 s p 2 s p 4 1 spsp B02 51 41 4 2 1 Bo3 57 40 2 I s p Bo4 57 41 sp 1 sp Bo5 51 49 sp sp Pedon PL-2 29sp4 2 3 62 Ap Bol 51 40 sp 3 1 5 Bo2 52 35 sp 5 3 5 B03 58 33 3 4 2 Bo4 50 34 5 4 7 Bo5 40 37 sp 3 2 18 Pedon PL-3 39 45 9 1 6 Ap 55sp10 4 5 Bol 26 Bo2 37 51 sp 10 1 1 Bo3 36 50 8 2 4 Bo4 27 57 8 3 5 Bx 11 63spI5 4 7 Pedon TI- 1 Ap 39 38 6 7 9 s p Bol 41 46 6 1 6 Bo2 50 36 sp 5 5 3 Bo3 53 31 4 8 3 sp Bo4 46 33 10 5 6 Bo5 63 30 1 1 5 Pedon TJ-2 Ap 39 5 3 1 3 2 1 s p Bol 1 1 46 46 1 4 BoZ 50 40 1 8 sp 1 B03 43 sp 49 6 1 1 Bo4 5 8 s p 3 7 s p 4 sp 1 Bo5 55 43 1 1 sp sp P d o n TJ-3 Ap 28 6 5 1 3 1 1 3 sp Bol 46 sp 50 pp sp Bo2 42 sp 46 1 5 3 2 Bo3 54 sp 37 sp 4 2 I sp Bo4 46 47 1 3 1 I Bo5 49 zp 44 sp 2 3 1 Keterangan : sp = sporadis Ap
sp sp
sp
100 100 LOO 100 100 100
100 100 100 100 100 100
sp sp
sp
sp sp sp
sp
100 100 100 100 100 100
Tanah Oxisol pada kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) masih mengandung besi cukup banyak seperti ditunjukkan oleh adanya konkresi besi dan opak (magnetit) dan dari
h a i l analisis besi total
ekstraksi sitrat ditionit
bikarbonat (Tabel 22). Dengan masih dijurnpainya cukup kuarsa, diduga bahan induknya berasal dari batuan yang cukup banyak mengandung mineral feromagnesiurn dan kuarsa. Batuan demikian biasanya berupa batuan plutonik interrnedier. Akan tetapi bahan ini tercampur dengan batuan metamorfik seperti ditunjukkan oleh masih adanya mineral epidot, andalusit/silimanit dan rutil/anatas meskipun dalam jumlah sporadis. Percampuran tersebut terjadi pada waktu proses sedirnentasi akibat adanya proses erosi di hulu daerah penelitian (pegunungan Meratus).
Oleh karena itu dugaan yang paling rnendekati
berdasarkan data tersebut diatas, tanah Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik
Merah Kuning) berasal dari bahan induk sedimen batuan plutonik intermedier atau bahan induk yang bersifat andesitik. Dugaan ini sesuai dengan informasi dari peta Geologi (Peta
3). Jenis batuannya sulit ditentukan karena mineral utama lainnya baik dalarn fraksi pasir total maupun berat sudah habis. Dari uraian tersebut diatas tedihat bahwa kandungan mineral fraksi pasir total dan berat dari pedon-pedon yang terletak pada lereng atas, tengah maupun bawah pada semua sekuen tidak memperlihatkan perbedaan yang cukup jelas.
Hal ini karena tingkat
pelapukan bahan induk dari semua tanah yang diteliti, seperti akan dbahas pada bab pelapukan, semuanya termasuk tingkat oksik atau tingkat pelapukan lanjut. Pada tanah berasal dari bahan dengan tingkat pelapukan lanjut, perubahan sifat mineral akibat perbedaan lereng yang tidak terlalu berbeda jauh tampaknya sudah tidak jelas lagi.
Mineral Fraksi Liat
Hasil analisis fraksi liat dengan memakai metoda XRD dan DTA dari horison terpilih pada pedon-pedon pewakil Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) disajikan pada Tabel 13, 14 dan Gambar 4, 5, 6, 7 .
Tabel 13. Hasil Analisis Mineral Liat dengan Metoda DTA pada Pedon Pewakil Puncak Termogram DTA
Horison
............................................................. Endotermik
Eksotermik
.................. ( " C )................... ............... Pedon ZP-2 Sekuen Zipur 75 AP Bo 1 75 Bo2 70 Bo3 70
Jenis Mineral
(Latosol Merah Ungu) 300 520 300 515 305 5 15 305 5 10
Pedon KK-1 Sekuen Kait-Kait (Larosol Merah Ungu) AP 70 3 18 520 Bol 70 315 510 Bo3 66 315 520 BC 70 315 Pedon PS- 1 Sekuen Pulau Sari (Laren'tik) 360 540 60 285 APC ABc 60 285 355 535 Boc2 67 290 350 540 Boc4 60 290 350 543
945 940 940 945
(Lateritik) 365 540 363 535 363 539 358 537 360 539
940 94 1 939 941 942
Pedon GR-1 Sekuen Gunung Raja 60 292 APc BAc 60 288 Bocl 63 289 Boc2 60 288 Boc3 65 290
K, K, K, K, K,
Goe, Goe, Goe, Goe, Goe,
Gb, Gb. Gb, Gb,
A A A
Pedon PL-1 Sekuen Pantai Linoh (Podsolik Merah Kuning) AP 73 288 335 528 910 Bo 1 75 288 336 528 912 Bo3 73 287 336 529 911 Ex05 71 285 334 528 909
K, K, K, K,
Goe, Goe. Goe, Goe,
Gb, Gb, Gb, Gb,
A A A A
Pedon TJ-1 Sekuen Tanjung (Podsolik Merah Kuning) AP 80 290 345 537 920 Bo2 70 285 335 530 921. Bo3 70 290 340 540 922 Bo5 70 280 530 920
K , Goe, K, Goe, K. Goe, Goe, K,
Keterangan : Goe = Goetit; Gb = Gibsit: K = Kaolinit; A = Bahan amorf
Gb, A A
Gb, A Gb, A Gb, A A
Tabel 14. Hasil Analisis Mineral Liat dengan Metoda XRD pada Contoh Terpil ih Tanah Oxisol Sekuen Zipur Kait-Kait (Latosol Merah Uw.4
Puncak Difraksi XRD ( A
Horison
Jenis Mineral
)
Pedon ZP-1 Sekuen Zipur
AP
3.38
3.42
3.48
3.68 4.15
4.85
802
3.38
3.42
3.48
3.67 4.18
4.85
3.48
3.68 4.20
4 85
Bo5
3.4
7.2
10.4
Goc. K, Gb. U
7.3
10.4
Goe, K, Gb. U
5.4
7.3
10.4
Goe. K, Gb. II
5.4
7.15 10.4
14.2
Goe,
5.4
7.15 10.4
14.2
Gee. K, Gb, U
10.4 14.2
Goe. K. Gb. U
5.4 5.0
Pedon ZP-2 Sekuen Zipur
AP 602
3.3K 3.34 3.3s
Bo3
3.40
3.48 3.48
3.58 3.57
3.68 4.18 3.68 4.18
4.85 4.8
3.48
3.58
3.68 4.15
4.8
7.2
K, Gb. U
Pedon ZP-3 Sekucn Zipur
II
Bol
3.38
3.48
3.66 4.18
4.85
5.4
7.15 10.2
Goe. K, Gb.
Bo2
3.3%
3.48
3.65 4.18
4.85
5.4
7.15 10.2 1 4 2
Goe, K, Gb. U
Boc2
3.38
3.48
4.18
5.4
7.2
Goe. K, U
3.42
10.4
Pedon KK-1 ScLucn Kait-Kait Ap
3.40
3.42
3.48
3.67 4.15
4.8
5.4
10.4
Bol
3.35
3.40
3.42
3.48
3.67 4.15
4.8
5.4
10.4
302
3.40
3.42
3.48
3.67 4.I5
Bo3
3.40
3.48
3.67 4.15
BC
3.40
3.48
3.67 4.15
5.4 4.8
7.2
Goc,K, Gb, U 14
5.4
7.2
10.4
5.4
7.2
10.4
5.4
7.2
Goe, K, Gb. Goe. K,
10.4
Goe. K, Gb,
14
Goe. K. U
Pedon KK-2 Sekucn Kait-Kail Bol
3.38
3.42
3.48
4.16
BoZ
3.38
3.42
3.48
3.65 4.16
3.42
3.48
3.67 4.16
Bac
3.35
3.40
4.8
10.4
Goe. K, I1
5.4
10.2
Gee, Gb,
5.4
10.4
Goe,I1
11
Pedon KK-3 SeCuen hit-Kait AP
3.38
Bo2
3.38
3.42
3.48
4.15
3.47
3.67 4.17
4.85
U
5.4
10.4
Goe,
5.4
10.4
Goc. Gb, 11
Bocl
3.35 3.3'1
3.48
B-2
3.35 3.38
3.48
3.67 4.18
5.4
10.4
Goe,
BC
3.38
3.48
3.67 4.15
5.4
10.4
Goe, I1
3.42
3.55
4.26
-
Ketenngan : Goe = Goslil; Gb = Gibdl; K
-
3.64 4.18
p
p
Kaolinit;
U
= Uiit
Goe
u
II
U U
Gambar 4. Kurva Termogram DTA Pedon ZP-2 (Anionic Acrudox)
Gambar 5. Kurva Termograrn DTA Pedon KK-1 (Anionic Acrudox)
Penjenuhan Mg++
AP
Gambar 6. Kurva Difraktogram Sinar-X Pedon ZP-2 (Anionic Acrudox)
3,m 3.6
I
Penjenuhan Mg++
Gambar 7. Kurva Difraktograrn Sinar X Pedon KK-1 (Anionic Acrudox)
65 Berdasarkan data pada Tabel dan Gambar tersebut susunan mineral liat pedon-pedon yang termasuk kelompok tanah Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait didominasi oleh mineral dari oksida besi (goetit dan hematit). Mineral goetit pada kurva termogram DTA dicirikan oleh puncak endotermik suhu sedang, yaitu 300 - 400 "C (Tan, 1991). Sedangkan Schwertmann (1988). Schwertmann dan Taylor (1989)mengemukakan bahwa suhu endotermik goetit berkisar antara 260 - 400 "C,tergantung pada derajat kristalinitas dan luas permukaan mineral. Suhu endotermik makin tinggi dengan makin bertambahnya derajat kristalinitas dan berkurangnya luas permukaan mineral. Suhu endotermik yang menunjukkan adanya goetit pada Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (LatosolMerah Ungu) berkisar antara 300
- 318 "C (Tabel
13 dan Gambar 4,
5). Kisaran suhu ini sesuai dengan suhu dehidroksilasi goetit dari tanah-tanah merah dari Jawa Barat yang diteliti oleh Prasetyo (1993).yaitu 290 - 320 " C . Suhu endotermik 300
- 318 " C , dapat saja diduga sebagai gibsit bukan goetit,
karena kisaran suhu tersebut juga
termasuk pada kisaran suhu endotermik gibsit, yaitu 300
- 330 "C (Hsu,
1982) atau 250
- 350 "C (Tan, 1991). Akan tempi kurva difraktogram X R D (Gambar 6, 7) lebih
menguatkan goetit dari pada gibsit. Puncak difraksi sinar X pada 4.15 - 4.18
A sebagai
penciri goetit (Tan, 1991; SSLS, 1991; Schwertmann dan Taylor, 1989) intensitasnya lebih tinggi daripada puncak difraksi pada 4.8
- 4.85 A sebagai penciri gibsit (Tan.
1991
dan SSLS, 1991). Keberadaan gibsit seperti terekam pada kurva difraktogram XRD tidak terdeteksi pada kurva termogram DTA karena gibsit jumlahnya sedikit. Ini sejalan dengan hasil analisis liat total (Tabel Lampiran 5 ) , yang menunjukkan bahwa senyawa besi jauh lebih banyak proporsinya daripada senyawa alumunium, yaitu sekitar 6 berbanding 1. Data morfologi (Tabel Lampiran 1) menunjukkan bahwa semua tanah Oxisol pada kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (LatosolMerah Ungu) tersebut mulai dari horison permukaan sampai kedalaman 150/200 c m umumnya berwarna merah ungu (10 R
3/2-3/3). Hasil analisis dengan ekstraksi sitrat ditionit bikarbonat (Tabel 22) juga menunjukkan adanya mineral oksida besi yang paling tinggi pada kelompok tanah Oxisol
ini dibandingkan dengan sekuen lainnya. Fakta ini menunjang keberadaan mineral oksida besi yang paling dominan pada kelompok tanah ini. Keberadaan oksida besi selain goetit, dicirikan oleh puncak difraksi sinar X pada
3.65
- 3.68 A.
Puncak ini mendekati penciri hematit sepeni yang dikemukakan oleh Tan
(1991); dan Schwenmann dan Taylor (1989). yaitu masing-masing 3.67
A
dan 3.68
A.
A;
3.62 - 3.66
Hematit tidak mempunyai ciri puncak realcsi pada kurva termogram
(Schwertmann dan Taylor, 1989). Akan tetapi warna morfologi 10 R seperti yang dikemukakan diatas sangat menunjang keberadaan hematit. Menurut Torrent et al(1983) terdapat hubungan kuantitatif antara warna merah pada tanah dengan konsentrasi hematit dalam tanah. Bigham et al (1979) dan Davey et al (1975) dalam Torrent er al (1983) mengemukakan bahwa jika terdapat hematit, warna tanah biasanya 7.5 YR atau lebih merah. Keberadaan lepidokrosit sebagai oksida besi lain pada kelompok tanah Oxisol ini diragukan, karena suhu endotermik 300 - 350 "C sebagai penciri mineral tersebut menurut Schwertmann dan Taylor (1989) tidak dapat dibedakan dengan adanya dehidroksilasi dari goetit. Selanjutnya mereka mengatakan bahwa difraksi pada 6.25
A
selalu muncul jika
terdapat lepidokrosit meskipun daIam konsentrasi yang sedikit. Pada kasus tanah penelitian difraksi ini tidak muncul, sehingga dapat disimpulkan tidak dijumpai lepidokrosit. Kesimpulan bahwa kelompok tanah Oxisol ini didominasi oleh mineral oksida besi (goetit dan hematit), sejalan dengan hasil penelitian Rachim (1994) dan Hardjowigeno et
al (1989) yang meneliti beberapa pedon tanah yang sama. Pada Gambar 4, 5 dan Tabel 13, kurva terrnogram DTA menunjukkan reaksi
-
endotermik pada suhu sekitar 510 520 "C dengan intensitas yang sangat kecil. Didukung dengan adanya puncak difraksi 7.15 - 7.3 A (Garnbar 6 ) , diduga sebagai petunjuk adanya mineral kaolinit. Pada kelompok tanah Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah
Ungu) kaolinit dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil. Hal ini diduga karena rendahnya unsur Si dibandingkan dengan unsur Al di dalam larutan tanah sebagai akibat adanya
proses desilikasi atau tingkat pelapukan yang sudah lanjut pada tanah ini, seperti tercermin dari hasil analisis total (Tabel Lampiran 5). Untuk dapat terbentuknya mineral tipe 1: 1 (kaolinit) antara lain diperlukan konsentrasi Si dan Al dalam larutan sama besar (Hardjowigeno, 1993). Untuk kasus tanah penelitian ha1 ini kurang terpenuhi. Pada semua pedon juga dijumpai adanya puncak difraksi 10.2
-
10.4
A
dengan
intensitas yang sangat kecil pula. Ini menunjukkan adanya mineral illit. Fanning dan Keramidas ( 1982) dan Coninck (1978) rnengemukakan bahwa adanya puncak difraksi pada 10
A
pada perlakuan Mg menunjukkan adanya grup mineral mika (ilit). Menurut Tan
(1991) dan SSLS (1991) puncak difraksi sebagai penciri illit adalah 9.0
-
10.5
A,
dan
puncak difraksi ini tidak berubah baik setelah perlakuan penambahan gliserol maupun pada perlakuan K atau yang disertai pemanasan 550 "C. Pada kurva termogram mineral ini tidak terdeteksi. Pada beberapa horison pedon ZP-2, ZP-3 dan KK-1 dijumpai puncak difraksi sinar
X pada 14
-
14.2
A.
Ini diduga sebagai alumunium interlayer vermikulit, seperti akan
dibahas kemudian pada uraian selanjutnya. Sedangkan puncak difraksi 3.34
- 3.35 A pada
beberapa horison, menunjukkan mineral kuarsa dan ini sesuai dengan susunan mineral fraksi pasir total yang mengandung kuarsa (Tabel 10). Untuk kelompok tanah Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lufen'rik) seperti terlihat pada Gambar 8.9, 10, 11 dan Tabel 15, baik pola termogram DTA maupun difraktogranl hasil sinar X mencirikan susunan mineral liat utama pada setiap pedon, didominasi oleh mineral kaolin. Pada kurva termogram ditandai dengan adanya puncak endotermik dengan intensitas paling tinggi yang terjadi pada suhu antara 535 - 540 "C dan puncak reaksi eksotermik pada suhu antara 940
-
945 "C. Pada difraktogram sinar X
ditandai dengan adanya puncak difraksi paling intensip pada 7.2 puncak lemah pada 4.40
A dan 3.56 - 3.58 A serta
- 4.48 A.
Seperti dilaporkan dari berbagai pustaka (Dixon, 1989; Coninck, 1978; SSLS,1991 dan Tan, 1991), baik data DTA maupun XRD seperti dikemukakan diatas mencirikan
Tabel 15.
Hasil Analisis Mineral Liat dengan Metoda XRD pada Contoh Terpilih Tanah Oxisol Sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) ~-
Puncak Difraksi XRD
Horison
-
-
lcnis Mineral
(A )
Pedon PS-1 Sekuen Pulau Sari 3.48
3.58
4.15
ABc
3..1
3.42
3.48
3.58
4.18
Boc2
3.38
3.49
3.58
4.15
Boc4
3.38 3.43
3.48
3.58
4.15
Apt
4.50
4.85
5.4
7.2
10.4 14.4
4.85
5.4
7.2
10.6 14.2
K,Goe.Gb,U K,Goc,Gb,ll
4.85
5.4
7.2
10.4 14.0
K.Goe,Gb.Il
5.4
7.2
10.4
K. Goe. I1
7.2
10.4 I4.Z
K. Goe. Gb. I1
7.2
10.4 14.4 K, Goe. Gb. U
Pedon PS-2 Sehlen Pulau Sari Apc
3.34 3.38
3.42
Boc 1
3.48
3.56
4.19
4.85
3.48
3.56
4.19
4.85
5.4
4.85
5.4
7.2
10.4 14.2 K. Goe, Gb, Il
5
7.2
10.4 13.4 K. Goe. U
Roc2
3.4
3.48
3.56
4.15
BCvZ
3.4
3.48
3.58
4.18
4.28
4.50
4.25
4.4
4.50
Pedon PS-3 Sehren Pulau Sari 3.48
3.56
4.15
k c 1 3.34 3.4
3.45
3.48
3.56
4.15
Bo
3.42
3.48
3.56
4.15
Apc
3.34 3.4 3.34 3.38
4.35
4.47
4.8
5.4
7.2
10.4 14.6 K, Gos.Gb, ll
4.47
4.85
5.4
7.2
10.4 14.6 K, Goe. Gb, Il
5.4
7.2
10.4 14.2 K, Goc. Gb. il
4.85
5.4
7.2
10.4 14.4 K. Goe. Gb, Il
4.85
5.4
7.3
10.4
4.25
Pedon GR-1 Sekuen Gunung Raja 3.48
3.56
BAc
3.4
3.5
3.58
4.15
aOcl
3.4
3.48
3.58
4.16
4.4
4.85
7.2
10.4 14.5 K. Goe. Gb. Il
Boc3
3.4
3.5
3.58
4.18
4.4
4.85
7.2
10.4
4.4
4.85
5.4
7.2
10.4 14.5 K. Goe, Gb, 11
4.4
4.85
5.4
7.2
10.4 14.2 K.Goe.Gb.ll
4.4
4.85
5.4
7.2
10
7.2
Apc
3.35 3.40
3.67
4.15
4.45
K. Goc. Gb. I1 K, Goe. Gb, 11
Pedon GR-2 Sehlen Gunung Raja AW
3.4
3.5
Boc2 3.34
3..18
3.48
3.58
3.6
4.18 4.15
Boc4
3.4
3.5
3.58
4.17
4.25
K. Goe. Gb. $1
Pedon GR-3 Sekuen Gunung Raja 3.35 3.4
3.48
3.58
4.15
4.27
Bocvl 3.35 3.4
3.48
3.58
4.18
4.26
B C v l 3.35 3.4
3.45
3.58
4.18
Apc
Kecenngsn : K =: Kaolinit; Goe = Goecit; Gb= Gibrit;
4.35
4.4
4.48
4.4 4.48
U
= lllit
4.85
5.35
4.85
5.4 . 7.2
4.85
7.2
14.2
K, Goe, Gb
10.4 14.2 K,Goe,Gb, I0
14.2
U
K, Got, Gb, ll
523
Gambar 8. Kurva Termogram DTA Pedon PS-1 (Humic Hapludox)
Gambar 9. Kurva Termogram DTA Pedon GR-1 (Humic Hapludox)
3,58
Penjenuhan Mg+
+
Gambar 10. Kurva Difraktogram Sinar-X Pedon PS-1 (Humic Hapludox)
Penjenuhan Mg+
+
3'48
Gambar I 1. Kurva Difraktogram Sinar-X Pedon GR- 1 (Humic Hapludox)
Horison ABc
3,58 3,U
I ya
~ g + +
4
Mg"
Gambar 12. Kurva Difraktogram Sinar-X Pedon PS-1 (Humic Hapludox)
Gambar 13. Kurva Difraktogram Sinar-X Pedon PS-I (Humic Hapludox)
4
W
mineral kaolinit. Puncak difraksi ordo pertama 7.2
A
dan ordo kedua 3.56
-
3.58
A
terlalu rendah untuk haloisit. Ciri haloisit dehidrat. yaitu puncak difraksi ordo pertama
> 7.2 A dan ordo kedua > 3.6 A. Pada perlakuan dengan penambahan formamide yang dilakukan pada horison A1 pedon PL-2 (Gambar 21) tidak menunjukkan adanya perubahan puncak difraksi 7.2 A menjadi sekitar 10 A, yaitu sebagai penciri haloisit. Puncak difraksi 4.40 - 4.48
A
intensitasnya lemah, inipun meragukan adanya haloisit, karena bagi haloisit
puncak tersebut harus berintensitas tinggi. Menurut Tan (1991) puncak reaksi endotermik pada kurva termogram antara kaolinit dan haloisit hampir sama, yaitu antara suhu 450 -
600 "C, tetzipi haloisit mempunyai tambahan kurva endotermik suhu rendah (100 - 200
"C).Pada kasus tanah penelitian puncak endotermik ini tidak dijumpai. Berdasarkan hal-ha1 yang dikemukakan tersebut lebih menguatkan keberadaan kaolinit daripada haloisit sebagai mineral dominan pada tanah-tanah ini. Reaksi endotermik pada kaolinit disebabkan oleh adanya dehidroksilasi. Suhu dehidroksilasi yang tinggi (550
- 600 "C)
adalah ciri khas dari kaolinit yang mernpunyai
struktur kristal yang sempurna, sedangkan suhu rendah ( < 500 "C) merupakan kaolinit disorder (Grim, 1953; Kelier et al, 1966 dalam Prasetyo, 1993). Berpedoman pada pernyataan tersebut, karena suhu endotermik dari kaolinit pada
tanah penelitian berkisar antara 535 - 540 "C, yaitu mendekati 550 "C,maka diduga kaolinit pada Oxisol ini mempunyai kristal yang hampir sempurna. Hal ini ditunjang oleh bentuk difrakcogram sinar X yang cukup tajam dan hampir mulus pada 7.2
A.
Kaolinit
disorder biasanya difraktogramnya tidak mulus dan dasar agak melebar dengan puncak > 7.2
A.
Untuk melihat sebaran mineral liat pada kelompok tanah Oxisol ini dapat dilihat
pada Gambar 8 dan 9. Pada Gambar tersebut pola puncak reaksi endotermik maupun eksotermik pada sekuen. Pulau Sari maupun Gunung Raja hampir seragam diseluruh lapisan. Ini sebagai cerminan dari sebaran kaolinit yang seragam pula pada seluruh lapisan. Hal ini ada hubungannya dengan tingkat pelapukan yang sudah lanjut dari tanah ini, sehingga sebaran mineral liat hampir homogen pada seluruh lapisan pada pedon.
Mineral lain yang terdeteksi pada fraksi liat dari semua pedon kelompok tanah Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) pada hampir semua horison adalah goetit dengan puncak difraksi antara 4.15 antara 4.80
- 4.85 A.
- 4.18 A
dan gibsit dengan puncak difraksi
Pada kurva termogram DTA goetit dicirikan oleh adanya puncak
reaksi endotermik pada suhu antara 285 - 290 "C,sedangkan gibsit dicirikan oleh adanya puncak reaksi endotermik pada suhu antara 355
- 365
"C.
Seperti halnya pada kelompok tanah Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol
Meruh Ungu), pada kelornpok Oxisol ini juga dijumpai mineral ilit dengan intensitas yang sangat kecil. yang ditandai oleh puncak difraksi pada 10.0
-
10.6
A.
Pada Tabel 15 dan Gambar 10, 11 juga dapat dilihat adanya puncak difraksi pada sekitar 14
A
dengan intensitas kecil yang dijumpai pada hampir semua pedon kelompok
tanah Oxisol ini. Pada perlakuan dengan Mg puncak difraksi ini umumnya bervariasi antara 14.0 - 14.6
A.
Puncak ini tidak mengalami pergeseran pada perlakuan dengan
penambahan gliserol, dan tetap pada kira-kira 14,O - 14.4
A
pada perlakuan dengan K
(Gambar 12, 13). Pada perlakuan K disertai dengan pemanasan sampai 550 " C , puncak difraksi ini tampaknya bergeser ke sekitar 10 A. Hal ini terlihat dari puncak 10 A yang intensitasnya makin tinggi, sebagai hasil resultante puncak difraksi 10 A mineral ilit dan mineral ini. Kemungkinan mineral ini sebagai smektit atau chlorit dapat dikesampingkan, dan kemungkinan yang paling mendekati adalah alumunium interlayer verrnikulit (SSLS, 1991). Fenornena dernikian juga dijumpai pada tanah-tanah Oxisol di dataran timur Bukit Barisan, seperti dilaporkan oleh Subagjo (1988). Mineral lain yang terdeteksi pada k u ~ Xa R D adalah kuarsa. meskipun tidak pada semua horison/pedon. Kuarsa ini ditandai dengan puncak difraksi sinar X pada 3.34
A.
- 3.35
Puncak difraksi ini dapat saja merupakan resultante dengan puncak difraksi dari gibsit
yang juga dijumpai pada tanah ini dan mempunyai puncak difraksi sekitar angka tersebut. Susunan mineral liat pada kelompok tanah Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung
(Poakolik Merah Kuning) seperti ter1 ihat pada Tabel 13, 16 dan Gambar 14, 15, 16, 17
76 masih didorninasi oleh mineral kaolinit. Perbedaan dengan mineral kaolinit pada kelompok tanah Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Luten'rik), yaitu pada kelompok tanah Oxisol ini rnempunyai suhu endotermik dan eksotermik sedikit lebih rendah. Pada sekuen Pantai Linoh suhu endotermik berkisar antara 528 - 529 "C dan suhu eksotermik berkisar antara 909 - 912 " C , sedangkan pada sekuen Tanjung suhu endotermik berkisar antara
530 -540 "C dan suhu eksotermik berkisar antara 920 - 922 "C.Sebaliknya difraktogram sinar X dari kaolinit pada kelompok tanah Oxisol ini (Podsolik Merah Kuning) lebih besar daripada puncak difraktogram kaolinit kelompok tanah Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik), yaitu berkisar antara 7.3 - 7.35
A
untuk ordo ke 1 . Bentuk
difraktogram tidak mulus dan agak melebar. Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah dibahas terdahulu, maka ada kecenderungan bahwa kaolinit pada kelompok tanah Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) lebih mendekati kaolinit rusak (disorder). Pola sebaran mineral liat ini
seperti terlihat pada Gambar 14. 15 hampir seragam pada seluruh lapisan. Mineral liat lain yang terdeteksi pada kurva difraktogram sinar X, sama dengan yang terdeteksi pada kelompok tanah Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja
(Lureririk), yaitu goetit, gibsit, illit dan alumunium interlayer vermikulit sena kuarsa dengan interlsitas kecil. Selain mineral-mineral yang telah disebutkan, terdapat pula mineral lain yang cenderung ada pada setiap pedon semua tanah penelitian. Mineral ini dicirikan oleh kurva termogram IITA yang menunjukkan reaksi endotermik pada 60 - 80 " C . Menurut Jackson
(1969) puncak reaksi endotermik ini mencirikan mineral amorf dari Si, Al dan Fe dan sisa abu volkan. Hasil analisis besi dan alumunium dalam ekstrak asam oksalat (Tabel 21). rnendukung adanya dugaan besi dan alumunium amorf. Pada Tabel 14, 15, 16 dan Gambar 6, 7, 10, 1 1 , 16, 17 juga terlihat adanya puncak difraksi sin= X pada 3.38
- 3.40 16; 3.42 - 3.44 16; 3.48 16, 5.4 A
dan 10.6 A.
Puncak difrilksi tersebut hampir dijumpai pada semua horison setiap pedon tanah
Tabel 16.
Hasil Analisis Mineral Liat dengan Metoda X R D pada Contoh Terpilih Tanah Oxisol Sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning)
hncak Difraksi XRD
(
A 1
lsnis Mineral
Pedon PL-1 Sekven Panmi Linoh 3.38 3.42 3.38
3.48 3.48
3.56 3.56
4.15
4.85
5.4
7.3
Bol
4.15
4.85
5.4
7.3
10.2
Elof
339
3.48
3.56
4.15
Bo3
3.:38
3.48
3.55
4.18
3.48
3.55
3.84 4.15
3.47
3.58
4. I5
AP
&a4
805
3.30
4.50
4.85 4.85
4.4
4.85
4 45
4.85
14
K. Goe. Gb
14.2 K. Goe,Gb. I1
7.3
10
14.2 K. Goe, Gb. I1
5.4
7.3
10.4
14.2K,Goe,Gb.II
5.4
7.35
10.4
13.8K.Gw.Gb.ll
7.2
10.014
4.9
K. Gw. Gb. II
PDdon PL-2 Seklen Panrai Linoh 3.48
3.58
4.16
BoZ
3 3 8 3.4
3.48
3.56
4.18
Bo3
3.4
3.48
3.58
Do5
3.4
3.5
3.58
Ap
3.34 3.38
4.26
4.80
7.4
10.2
5.4
7.3
10.2
4.16
5.4
7.3
10.2
14
4.18
5.4
7.3
10.2
14.2 K. Goe, 11
4 80
14.2 K, Goe. Gb. II K, Goe, Gb. I1 K, Goe. 11
Pedon PL-3 Sekden Wnrai Linoh Ap
3.32 3.38 3.42
3.47
3.6
4.15
4.25
5.4
7.35
10.1
14.0 K.Goe,Gb. ll
602
3.34 3.38
3.48
3.56
4.15
4.26
4.5
4.85
4.8
5.28
5.4
7.3
10.4
14.0 K. Goc.Gb. I1
Bo4
3.35 3.4
3.48
3.56
4.15
4.26
4.5
4.85
5.4
7.35
10.4
14.4 K. Goe, Gb. I1
4.25
5.4
7.3
10.4
14.2 K, Goe.Gb. I1
5.4
7.3
10.4
14.2 K. Goe. Gb, Il
7.3
10.4
4.85
5.4
7.3
4.85
5.4
7.2
Pedon TI-l Sekllen Tanjung Ap
3.34 3-38
3.48
3.58
4.15
Bo2
3.35
3.48
3.56
4.18
Bo5
3.35
3.48
3.55
4.18
3.4
4.85 4.48
4.27
5.0
4.85
4.48
K. Goe. II
Pedon TJ-2 Sek~kenTanjung Ap
3.35
Bo2 Do4
3.:38 3.35
3.5
3.58
4.18 4.25
3.48
3.56
4.18
3.4
3.55
3.85
4.18
4.18
4.40/8
4.26
4.4
4.85
4.40/8
4.85
4.27
4.46
4.85
14.4 K. Goc. Gb. I1 10.4
7.3
14
K. Goe. Gb. 11
14.6 K. Goe. Gb. 11
Pedon TI-3 Sekiten Tanjung Ap
3.35
Do2
3.35
3.4
3.4
3.48
3.58
3.44
3.48
3.56
5.4 5.4
7.3
10.2
14.2 K, Goe, Gb. ll
7.35
10.4
14.6 K, Goe, I1
10.4
no3
3.38
3.42
3.48
3.56
4.15
4.27
4.4
4.8
5.4
7.2
Eb4
3.4
3.44
3.5
3.56
4.18
4.27
4.4
4.87
5.4
7.3
Keterangan : K = Kaolinit; Gos =Goetit; Gb = Gibsit; II = lllit
14.0 K, Goe, Gb, I1 14.4 K, Goe. Gb
Gambar 14. Kurva Termogram DTA Pedon PL-I (Typic Hapludox)
Gambar 15. Kurva Termogram DTA Pedon TJ- 1 (Typic Hapludox)
7,3
Penjenuhan Mg+
+
Gambar 16. Kurva Difraktogram Sinar-X Pedon PL-1 (Typic Hapludox)
Penjenuhan Mg+
+
Gambar 17. Kurva Difraktogram Sinar-X Pedon TJ- 1 (Inceptic Hapludox)
Horison Ap
Horison Bo,
Gambar 18. Kurva Difraktogram Sinar-X Pedon PL-1 (Typic Hapludox)
Horison B q
Gambar 19. Kurva Difraktogram Sinar-X Pedon PL-1 (Typic Hapludox)
Horison Bo5
Gambar 20. Kurva Difraktogram Sinar-X Pedon PL-1 (Typic Hapludox)
3.51
Formamide
Gambar 2 1 . Kurva Difraktogram Sinar-X Pedon PL-2 setelah perlakuan Formamide (Typic Hapludox)
Gambar 22. Kurva Difraktogram Sinar-X Keramik
penelitian. Ini diduga sebagai penciri dari keramik, yaitu tempat dimana contoh liat menempel sewaktu dideteksi dengan sinar X. Kurva difraktogram XRD dari keramik disajikan pada Gambar 22. Hal ini dapat terjadi karena lapisan liat pada lempeng keramik terlalu tipis. sehingga lempeng keramik tempat menempelnya contoh liat yang akan dideteksi, juga ikut terdeteksi sinar X. Dari uraian tersebut diatas terlihat bahwa kandungan mineral fraksi pasir liat dari pedon-pedon yang terletak pada lereng atas, tengah maupun bawah pada semua sekuen tidak memperlihatkan perbedaan yang cukup jelas. Hal ini karena tingkat pelapukan dari semua tanah yang diteliti, seperti akan dibahas pada bab pelapukan, semuanya termasuk tingkat oksik atau tingkat pelapukan lanjut. Pada tanah dengan tingkat pelapukan lanjut, perubahan sifat mineral akibat perbedaan lereng yang tidak berbeda jauh tampaknya sudah tidak jelas Iagi.
Sifat F i i k
h'stribusi Besar Butir Hasil analisis distribusi besar butir tanpa perlakuan sitrat ditionit bikarbonat (Tabel
17).menunjukkan bahwa pada semua pedon kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) didominasi fraksi debu, yaitu ram-rata tiap pedon berkisar antara 38 - 46 %. Kemudian disusul oleh fraksi pasir (rata-rata tiap pedon 23 - 35 %) dan fraksi liat (rata-rata tiap pedon 21 - 33 %). Rendahnya fraksi liat hasil analisis disuibusi besar butir karena tanah OxisoI kelompok ini tidak dapat terdispersi dengan baik. Buurman dan Soepraptohardjo (1980) dan Hardjowigeno e? al (1989) yang meneliti tanah yang sama, juga mencatat adanya dispersi yang kurang baik, sehingga kadar liat pada tanah ini rendah. Tidak mudahnya tanah terdispersi menurut Kyuma (1982) karena mikroagregatnya lebih stabil. Tanah Oxisol kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Lurosol Merah Ungu) mempunyai muatan
positip, sehingga dengan butir-butir tanah yang bermuatan permananen negatif cenderung menggumpal dan membentuk mikroagregat, yang selanjutnya diperkuat oleh adanya selaput dan penyemenan dari oksida besi. Pada Tabel 22 telah ditunjukkan bahwa tanah kelompok ini mengandung oksida besi yang lebih tinggi dari tanah kelompok lainnya. Menurut Juo dan Adams (1986) oksidafhidroksida besi di dalam fraksi liat sebagian besar dijumpai sebagai selaput pada permukaan liat. Berd.asarkan keadaan ini fraksi liat hasil analisis tersebut kurang mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini ditunjang pula oleh nisbah antara kadar air 15 Bar dengan liat hasil pengukuran pada kelompok Oxisol ini (Latosol Merah Ungu) hampir seluruhnya lebih besar dari 0.6 (Tabel Lampiran 4). Pada tanah yang rnempunyai nisbah antara kadar air 15 Bar dengan liat hasil pengukuran < 0.25 atau > 0.6, Soil Survey Staff (1994) tidak memakai fraksi liat hasil analisis sebaran besar butir dalam menentukan kelas ukuran besar butir, tetapi memakai fraksi liat yang diperhitungkan dari rumus berikut : % kadar liat
= 2.5 f kadar air 15 Bar
- % C-organik)
Untuk mengatasi keadaan ini, dilakukan analisis sebaran besar butir setelah perlakuan sitrat ditionit bikarbonat untuk menghilangkan oksida besi (Tabel 17). Dari Tabel 17 terlihat bahwa rata-rata fraksi liat pada tiap pedon berkisar antara 40
- 53
%.
Angka ini masih lebih rendah dari angka hasil perhitungan, tetapi kelas ukuran besar butir jatuh pada kelas yang sama, yaitu halus sehingga mendekati keadaan yang sebenarnya. Pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) dicirikan oleh tingginya kandungan liat dan kandungan debu yang rendah, kecuali pada pedon PS-3 (sekuen Pul;iu Sari) yang mempunyai kandungan pasir tinggi. Pada pedon PS-1 dan PS-2 sekuen Pulau Sari kandungan Iiat, pasir dan debu masing-masing berkisar antara 32
-
76 1, 10 - 57 % dan 8 - 19 %, sedangkan pada
pedon PS-3 masing-masing berkisar antara 17
-
45 %, 45
- 73 % dan 9 -
10 %. Pada
sekuen Gunung Raja kandungan liat, pasir dan debu berkisar antara 36 - 7 5 %. 13 - 50 % dan 8 - 25 %.
Tabel 17.
Nilai Rata-rata Kadar Pasir. Debu dan Liat Tanah Oxisol Sekuen Zipur dan Kait-Kait (Larosol Merah U g u )
Pedon
Pasir A
Oxisol Sekuen Zipur ZP- 1 15.68 ZP-2 24.86 ZP-3 23.03 Oxisol Sekuen Kait-Kait KK- 1 22.55 KK-2 27.17 27.65 KK-3
Debu
Liat
Liat*
B
A
B
A
B
23.13 35.28 28.98
35.82 34.86 26.07
44.68 43.90 37.75
48.50 40.28 50.90
32.22 20.83 33.28
59.47 54.66 52.07
25.63 29.85 28.52
26.70 22.12 19.37
45.88 45.58 44.42
50.75 50.72 52.98
28.48 23.57 27.10
59.40 56.33 56.50
Keterangan: A = H a i l analisis tekstur setelah perlakuan sitrat ditionit bikarbonat B = Hasil analisis tekstur tanpa perIakuan sitrat ditionit bikarbonat *) = Dihitung dari 2.5 (kadar air 15 Bar - % C-org) Pada Oxisol kelornpok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Laren'tik) tidak ada masalah rnengenai kadar liat hasil analisis distribusi besar butir. karena tanah pada kelompok ini masih dapat terdispersi dengan baik. Demikian pula nisbah antara kadar air
15 Bar terhadap kadar liat hasil analisis (Tabel Urnpiran 4 ) umurnnya berada pada nilai 0.25
-
0.6, sehingga menurut Soil Survey Staff (1994) kadar liat hasil analisis dapat
dipakai untuk penetapan kelas ukuran besar butir. Sesuatu yang menarik dari kelornpok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja
(Lateritik) adalah hasil uji korelasi antara fraksi pasir dengan liat (r = -0.98) jauh lebih tinggi dari pada korelasi fraksi pasir dan debu (r = -0.18) maupun fraksi debu dan liat (r = -0.04). Semakin tinggi kadar liat sernakin rendah kadar pasir, sehingga jika hanya
88 melihat hasil uji korelasi ini tampaknya fraksi pasir lebih banyak terlapuk langsung menjadi liat tanpa melalui debu. Keadaan ini bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang biasa berlaku dalam ilmu tanah, karena umumnya kebanyakan liat berasal dari debu. Adanya korelasi yang tinggi antara pasir dan liat diduga ada hubungannya dengan bahan induknya. Seperti telah dibahas dimuka tanah pada kelompok ini berasal dari sedimen kerikil/kerakal yang banyak mengandung pasir. Karena pelapukan telah lanjut dan bahan induk didominasi pasir, maka dapat dimengerti kalau hubungan yang paling jelas terlihat adalah antara hasil akhir (fraksi liat) dan bahan sisa yang berupa mineral resisten (fraksi pasir). Hasil analisis mineral pasir menunjukkan bahwa mineral resisten tersebut berupa kuarsa dalam ukuran pasir. Dengan demikian meskipun hasil uji korelasi antara pasir dan liat menunjukkan nilai r tertinggi, tidak berarti liat langsung terlapuk dari pasir. Pola sebaran di dalam solum masing-masing pedon menunjukkan keadaan yang hampir sama, yaitu kadar pasir pada horison A atau dan AB lebih tinggi dari pada kadar pasir horison B, sedangkan fraksi liat memperlihatkan keadaan sebaliknya (Gambar 23). Kandungan fraksi pasir pada horison A dan B menunjukkan perbedaan yang jelas. Hal ini diduga karena adanya perbedaan ukuran besar butir dari bahan yang diendapkan, dimana pada horison A lebih kasar daripada bahan yang diendapkan pada horison B. Disamping itu dipercepat oleh proses selektivitas erosi seperti yang dikemukakan oleh Stoltenberg dan White (1953) dan Arnold (1984 &am
Arsyad, 1989). Dalam peristiwa erosi fraksi liat
tanah akan terangkut lebih dahulu dan lebih banyak daripada fraksi kasar, dimana proses ini bertalian dengan daya angkut aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda berat jenisnya. Akibatnya tanah yang telah mengalami erosi teksturnya menjadi lebih kasar daripada lapisan bawahnya. Kadar tiat meskipun ada kenaikan dari horison A ke B, tetapi tidak memenuhi sarat untuk horison argilik. Pada kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) dicirikan oleh kadar liatnya yang sangat tinggi, yaitu umumnya
> 60 % atau lebih tinggi
dari kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateririk), sedangkan fraksi
pasirnya sangat rendah hanya berkisar antara 2
-7%
.kecuali pada satu atau dua horison
pedon TJ-1 dan PL-3. Pola sebaran liat di dalam solum tidak terlalu bervariasi untuk seluruh pedon, khususnya sampai horison IV/V (Gambar 24). Seperti halnya pada kelompok Oxisol sekuen Puiau Sari dan Gunung Raja (Lateritik), pada kelompok Oxisol ini (Podsolik Merah Kuning) tidak terdapat masalah pada kadar liat hasil analisis, karena tanah ini masih dapat terdispersi dengan baik. Iiasil uji korelasi memperlihatkan bahwa fraksi liat terutama berasal dari pelapukan debu dan disusul dari fraksi pasir, seperti ditunjukkan oleh nilai r antara liat dan debu -0.9 serta antara liat dan pasir -0.6. Fraksi pasir tampaknya dapat pula terlapuk langsung menjadi liat tanpa melalui debu terlebih dahulu. ha1 ini tampak dari korelasi fraksi pasir dan debu (r = -0.14) Iebih rendah daripada korelasi pasir dan liat (r = -0.6).
Bobot Zsi Bobot isi. kadar air dan angka-angka atterberg hanya dilakukan pengukuran pada
3 horison teratas, dan hasilnya disajikan pada Tabel 18 dan Tabel Lampiran 4. Pada kelompok pedon ZP dan KK yang termasuk Oxisol sekuan Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) ram-rata bobot isinya berkisar antara 1.18 - 1.39 gr/cm3. Pada kelompok pedon PS dan GR yang termasuk Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Laten'tik) berkisar antara 1.37 - 1.58 gr/crn3 dan pada kelompok pedon PL dan TJ yang termasuk Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung ( P d o l i k Merah Kuning) rata-ratanya berkisar antara 0.95 - 1.14 gr/cm3. Berdasarkan ha1 tersebut didapat suatu gambaran bahwa dari tanah yang diteliti, kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Laten'tik) mernpunyai bobot isi tertinggi, disusul kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) dan kemudian kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning). Kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja ( Lateritik) mernpunyai bobot isi yang tinggi disebabkan oleh bahan tanahnya banyak mengandung kerikil yang berupa
konkresi besi (Tabel Lampiran 1). Dalam keadaan tanah banyak mengandung fraksi lebih besar dari pada pasir bobot tanah persatuan volume akan meningkat. Tanah kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-kait (Latosol Merah Ungu) serta kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podrolik Merah Ungu) kedua-duanya mempunyai tekstur liat, akan tetapi rata-rata kandungan liat pada kelompok pertama lebih rendah daripada ram-ram kandungan liat kelompok kedua. Namun demikian bobot isi dari kelompok pertama rata-ratanya lebih tinggi dari tanah kelompok kedua. Hai ini diduga ada hubungannya dengan bahan tanah yang dikandung atau bahan induk tanahnya. Tanah kelompok pertama mengandung oksida besi yang tinggi (Tabel Lampiran 3) dan dari hasil pengamatan mikroskopis pada irisan tipis banyak yang membentuk konkresi (Gambar 35). Karena besi merupakan logam berat dan dijumpai banyak dalam bentuk konkresi, maka akan menambah bobot per satuan volume. Tanah kelompok kedua yaitu Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podrolzk
Merah Kuning) bahannya masih terpengaruh oleh bahan volkan seperti telah dibahas pada bab bahan induk. Menurut Hardjowigeno (1993) tanah-tanah yang berasal dari bahan volkan mempunyai bobot isi yang rendah ( < 0 . 8 5 ) . Pada 5 dari 6 pedon tanah Oxisol kelompok ini mempunyai bobot isi kurang dari 0 . 9 0 pada lapisan olah ( A p ) (Tabel Lampiran 4 ) .
Air Tersediu
Air tersedia dihitung dari selisih antara kandungan air pada saat kapasitas lapang (tekanan 0.35 bar atau p F 2.54) dengan kandungan air pada saat titik layu permanen (tekanan 15 bar atau pF 4.2). Rata-rata air tersedia pada setiap pedon disajikan pada Tabel
18 dan Gambar 26. Dari hasil pengukuran, rata-rata air tersedia pada semua pedon yang termasuk kelompok OxisoI sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) berkisar antara 12.17 - 15.70 %, atau termasuk kelas sedang. Pada pedon-pedon yang termasuk kelompok
KELOMPOK PULAU SARI DAN OUNUNG RAJA
Gambar 23. Sebaran Liat pada Pedon Kelompok Pulau Sari dan Gunung Raja
PL-1
PL-2
PL-3
TJ-1
TJ-2
TJ3
KELOMPOK PANTAl UNOH DAN TANJUNO
Gambar 24. Sebaran Liat pada Pedon Kelompok Pantai Linoh dan Tanjung
1 .w
5-L E8 $
1,40
120 1.00
p p d M 1
IPndon 2 0.80
Pedon 3
Ef4 Rata-latr
0.w 0.00 030
0.00
ZlPUR
KAlTKAlT
P.SARl
O . W A
P. UNOH
TANJUNG
KELOMWK PEW*
Garnbar 25. Rata-rata Bobot Isi pada setiap Pedon di Daerah Penelitian
PPUR
KAlTXAlT
P.SARl
G . W
P. UNOH
TANJUNG
K E L O M W K PCDON
Garnbzu 26. Rata-rata Air Tersedia pada setiap Pedon di Daerah Penelitian
Tabel 18.
Pedon
Nilai Rata-rata" BD, Air Tersedia dan Indeks Plastisitas pada setiap Pedon
BD (gr/cm3)
Air Tersedia
(56)
Indeks Plastisitas
Oxisol Sekuen Zipur (Latosol Merah Ungu) ZP- 1 1.18 15.70 ZP-2 1.28 13.13 ZP-3 1.24 14.40 Oxisol Sekuen Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) KK- 1 1.30 14.33 KK-2 1.26 13.53 KK-3 1.39 12.17 Oxisol Sekuen Pulau Sari (Latenatik) PS- 1 1.53 7.83 PS-2 1.53 7.07 PS-3 1.51 8.70 Oxisol Sekuen Gunung Raja (Lnteritik) GR- 1 1.58 9.23 GR-2 1.37 9.37 GR-3 1.47 7.80 Oxisol Sekuen Pantai Linoh (Podsolik Merah Kuning) PL- 1 1.03 11.17 PL-2 1.07 8.80 PL-3 1.14 11.03 Oxisol Sekuen Tanjung (Podsolik Merah Kuning) TJ- 1 1.03 8.53 TJ-2 0.95 9.47 TJ-3 1.05 10.40
22.43 18.85 13.67
94 Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Laten'tik) berkisar antara 7.07 - 9.37 % atau termasuk kelas rendah, dan pedon-pedon yang termasuk kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (PodFoiik Merah Kuning) berkisar antara 8.80
-
11.17 % atau
termasuk kelas rendah sampai sedang. Pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Laterifik) air tersedian ya merupakan yang terendah dibandingkan kelompok lainnya. Hal ini karena pada kelompok ini mengandung banyak kunkresi besi, sehingga mengurangi volume tanah yang dapat menahan air persatuan luas. Pada kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) mempunyai air tersedia yang tertinggi dibandingkan kelompok lainnya. Keadaan ini ada kaitannya dengan tingginya oksida besi dan alumunium amorf pada kelompok Oxisol ini, seperti terlihat pada kadar Fe.0 dan A1.o pada Tabel 22. Oksida besi dan alumunium amorf lebih banyak menyerap air dibandingkan dengan oksida kristalin.
Plastisitas Tanah Plastisitas merupakan kemampuan benda untuk berubah bentuk secara terus rnenerus (karena tekanan) dan mempertahankan bentuk tersebut jika tekanan ditiadakan.
Dua tingkat keadaan air ditetapkan pada penelitian ini, yakni batas cair dan batas plastis. Selisih antara kadar air pada batas cair dan batas plastis disebut indeks plastisitas (angka-angka atterberg). lndeks plastisitas digunakan untuk menilai tingkat kemudahan pengolahan tanah. Indeks plastisitas pada kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) ram-rata sekuen berkisar antara 3.85
- 6.37 atau termasuk kelas tidak plastis.
Pada
kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) berkisar antara 11.87 - 13.06 atau termasuk kelas agak plastis atau agak mudah diolah. Tetapi karena kelompok Lateritik ini pada solumnya banyak rnengandung kerikil (konkresi besi), maka temp tanahnya terrnasuk susah untuk diolah. Pada kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung
(Podsolik Merah Kuning) rata-rata indeks plastisitasnya berkisar antara 18.87 - 20.93 atau termasuk kelas agak plastis sampai plastis, yaitu agak susah diolah. Hal ini agak kurang sejalan dengan jenis mineral liatnya yang didominasi kaolinit. Dari ketiga kelompok Oxisol tersebut, maka kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait
(Latosol Merah Ungu) termasuk tanah yang mudah diolah (tidak plastis). Hal ini berkaitan dengan tingginya oksida besi pada kelompok tanah ini. Uji korelasi menunjukkan adanya keterkaitan yang sangat jelas antara indeks plastisitas dan kadar besi, terutama oksida besi amorf ( r = - 0.51).
Sifat K i a
Reaksi Tanah Dari ketiga kelompok Oxisol yang di diteliti, reaksi tanah atau nilai pH-H,O nya rnempunyai nilai-nilai yang spesifik. Tanah Oxisol keIompok sekuen Zipur dan Kait-Kait
(Latosol Merah Ungu) dicirikan oleh pH-H20 nya yang berada pada sekitar 5.6 , yaitu rata-rata di sekuen Zipur dan
&I
sekuen Kait-Kait masing-masing 5.63 dan 5.62. Tanah
Oxisol kelornpok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) dicirikan oleh pH-H20 nya yang berada pada sekitar 5.0, yaitu di sekuen Pulau Sari dan di sekuen Gunung Raja masing-masing
4.86 dan 5.07. Sedangkan kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan
Tanjung ( Podsolik Merah Kuning) dicirikan oleh pH-H20 nya yang berada pada sekitar 4.7 , yaitu rata-rata di sekuen Pantai Linoh dan di sekuen Tanjung masing-masing 4.79 dan 4.65. Dari keadaan ini dapat ditarik gambaran bahwa kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) mempunyai pH-H,O tertinggi, disusul kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateriiik) dan yang terendah kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merith Kuning). Reaksi tanah dipengaruhi oleh berbagai sifat tanah lainnya, dimana yang paling umum banyak berperan adalah bahan organik dan jumlah basa-basa. Tisdall dan Nelson
(1975) mengemukakan bahwa selain bahan organik dan basa-basa. juga dipengaruhi oleh oksida besi dan alumunium, Al dapat tukar, gararn-garam terlarut dan karbon dioksida. Nilai pH-H,O yang lebih tinggi pada kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) dibandingkan tanah lainnya. tampaknya lebih ban yak dipengaruhi oleh oksida besi dari pada faktor lainnya. Hal ini bisa dilihat dari kandungan basa-basanya yang terendah padahal pH nya tertinggi. Menurut Bohn et a1 (1979) terbentuknya H + sebagai sumber kernasaman antara lain karena terjadinya hidrolisis terhadap besi menjadi oksida besi. Dari fraksi liat telah dibahas, kelompok Oxisol ini didominasi oksida besi, atau dengan kata lain pembentukan oksida besi sudah hampir berakhir. Karena itu hidrolisis Fe3+ yang akan menghasilkan H+ sudah berkurang. Di pihak lain pencucian H f berjalan terus karena iklim di daerah ini cukup basah, sehingga konsentrasi H+ dalam larutan tanah berkurang dan pH tanah akan meningkat . Seperti akan dibahas kemudian (Tabel 25) tingkat pelapukan OxisoI kelompok Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) merupakan yang tertinggi, kemudian menyusul kelompok Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) dan yang terendah kelompok Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik). Jika dihubungkan dengan Gambar 27 tingkat pelapukan ini, tampak pada Oxisol yang masih didominasi mineral liat silikat (kelompok Pulau Sari dan Gunung Raja serta Pantai Linoh dan Tanjung) rnakin tinggi tingkat pelapukan, pH-H,O makin rendah. Akan tetapi jika mineral liat sudah didominasi oksida besi, meskipun tingkat pelapukannya makin tinggi, tetapi pH-H,O akan tinggi lagi. Pada kedua kelompok lainnya tampaknya A1 dapat tukar lebih banyak berperan. Kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (PodrolikMerah Kuning) lebih rendah pH-H,O nya daripada kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (LateTitik) karena Al.dd nya lebih tinggi (Tabel Lampiran 2). Hal ini meneguhkan pernyataan bahwa pada
pH < 5.5 Al.dd dan senyawa organik berperanan dalam reaksi-reaksi yang berkaitan dengan pH tanah larutan (Coninck, 1978). Fenomena yang sama dijumpai pada tanah Oxisol Serang yang diteliti Rachim (1994).
I
KELOMPOK P E W N ZIPUR (2P) DAN -IT-KAIT
(KK)
5.00
3
4.00
p Hor l IHor II
, W
Her 111 HWIV
I, 2.m
IH o r v IHor VI
1 .CO
0.00 PSI
PS2
PS3
GR-1
GR-2
GR-3
KELOMPOK PEOON PULAU SARI (PSI DAN GUNUAlG RAJA (OR)
500 I - I
s z'!
4.00
Iuar 11
3.m
rn uor Ill
I P
I Hor lV
2.m
IH0r.v IHor.VI
1 .W
0.00
PL-1
PL-2
PL-3
TJ-1
TJ-2
TJ3
KELOMPOK P E W N PANTAI UNOH (PL) DAN TANJBNG (TJ)
Garnbar 27. Sebaran pH-H20 pada setiap Pedon di Daerah Penelitian
Tabel 19. Nilai Rata-ram beberapa Sifat Kirnia pada setiap Pedon -
Pedon
pHHZO
C-org Ca (%)
-
Mg
Na
K
............( cmol (+) /
Oxisol Sekuen Zipur (Latosol Merah 5.18 0.61 0.52 0.16 ZP-1 5.82 0.63 0.42 0.27 ZP-2 5.89 0.76 0.30 0.15 ZP-3
JML KTK Al-dd KB K-A1 kg tanah). . ........ ......... ( %) .........
Ungu) 0.04 0.10 0.01 0.09 0.06 0.12
Oxisol Sekuen Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) 5.23 0.54 0.38 0.14 0.04 0.07 KK-1 5.81 0.75 0.59 0.52 0.05 0.11 KK-2 5.83 0.57 0.81 0.41 0.05 0.03 KK-3
.
3.43 3.50 3.54
0.04 0.00 0.02
22.7 21.7 18.1
7.3 0.2 2.0
3.34 4.54 1.30 3.67
0.03 0.04 0.01
19.0 28.8 37.0
4.7 2.6 0.4
0.82 0.78 0.62
0.62 1.27
Oxisol Sekuen Pulau Sari (Lateritik) PS-I 4.84 0.76 0.80 0.28 0.17 PS-2 4.83 0.58 0.58 0.18 0.07 PS-3 4.91 0.44 0.31 0.21 0.14
0.10 0.08 0.03
1.35 0.90 0.69
4.68 4.01 2.25
0.56 1.00 0.43
29.0 21.9 29.0
27.4 50.6 39.4
Oxisol Sekuen Gunung Raja (Lateritik) 5.02 1.12 0.54 0.33 0.34 GR-1 GR-2 5.07 0.88 0.56 0.24 0.10 GR-3 5.11 0.63 1.08 0.42 0.11
0.09 0.06 0.04
1.29 0.96 1.65
6.16 5.87 5.79
1.35 1.18 1.09
21.3 16.2 28.5
51.0 55.6 35.4
Oxisol Sekuen Pantai Linoh (Podsolik Merah Kuning) PL-1 4.79 0.62 1.25 0.69 0.44 0.07 2.46 4.68 0.70 0.91 0.53 0.45 0.09 1.98 PL-2 PL-3 4.91 0.75 1.22 0.61 0.45 0.09 2.37
11.53 2.77 10.03 2.52 9.03 1.43
21.9 19.8 27.6
55.0 54.2 38.9
Oxisol Sekuen Tanjung (Podsolik Merah Kuning) TJ-I 4.65 0.57 0.66 0.41 0.44 0.11 TJ-2 4.60 0.73 1.07 0.45 0.39 0.06 TJ-3 4.70 0.82 1.09 0.54 0.40 0.05
9.70 6.53 5.88
16.7 30.5 39.5
67.4 25.5 23.4
Keterangan: Jnll = Jumlah basa-basa (NH,OAc 1 N pH 7) KTK = Kapasitas Tukar Kation (NI-&OAc 1 N pH 7 ) Al.dd = Alumunium dapat dimkar (KC1 1 N) KB = Kejenuhan Basa K-A1 = Kejenuhan Alumunium
1.61 1.97 2.09
3.68 0.64 0.73
Jika dilihat dari pola sebaran di dalam solum (Gambar 27) pada sernua pedon terdapat kecenderungan bahwa pada satu atau dua horison teratas mempunyai pH-H,O yang lebih rendah dari horison dibawahnya. Pola yang sama dijumpai pada semua sekuen, bahwa pH-H,O pada pedon-pedon yang berada pada lereng lebih atas lebih rendah daripada pH-H,O pedon pada lereng di bawahnya. Feno~nenayang pertama diduga ada hubungannnya dengan kandungan bahan organik. Pada satu atau dua horison teratas pada semua pedon mempunyai kandungan bahan organik yang lebih tinggi dari pada dibawahnya (Gambar 28). dimana bahan organik ini inerupakan salah satu sumber kemasaman (Tan, 1991). Fenomena yang kedua agak sulit untuk dijelaskan. Secara teoritis dapat dijelaskan bahwa pada lereng atas terjadi pencucian basa-basa, yang kemudian menumpuk pada lereng bawah sehingga pH meningkat. Akan tempi dari hasil analisis (Tabel Lampiran 2 ) jumlah basa-basa tidak pada semua pedon atau sekuen memperlihatkan pola demikian. Hal ini menunjukkan ada faktor lain yang berpengaruh terhadap pH.
Bahan Orgccraik Kandungan karbon organik yang merupakan cerminan bahan organik di dalarn tanah pada ketiga kelompok Oxisol yang diteliti tidak banyak berbeda. Rata-rata karbon organik tiap pedon umumnya berkisar antara 0.44
- 0.88
% atau termasuk sangat rendah
rnenurut kriteria PPT (1982). Keadaan iklim dan vegetasi yang relatif sama pada seluruh daerah penelitian diduga penyebab tidak begitu berbedanya kandungan bahan organik di daerah ini. Kandungan karbon organik yang relatif lebih tinggi (Gambar 28). yaitu berkisar antara 1.40 - 3.20 % (Tabel Lampiran 2) dijumpai pada satu atau dua horison teratas pada setiap pedon. Sedangkan pada lapisan dibawahnya turun s e w a mencolok. Sebaran karbon organik yang menurun sesuai kedalaman disebabkan semakin tidak mendukungnya kondisi lingkungan bagi kehidupan organisme, yang merupakan sumber utama karbon organik.
Penambahan bahan organik. khususnya di daerah penelitian yang merupakan perkebunan tebu hanya terjadi pada lapisan olah dan yang terangkut ke lapisan lebih dalam relatif sedikit. Pengzuuh lereng terhadap kandungan karbon organik tidak jelas seperti terl ihat dari nilainya yang bervariasi. Pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Laten'tik) ada kecenderungan makin ke arah lereng bawah, karbon organik semakin menurun, akan tetapi pada kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) polanya terbalik. Pada kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Mvrah Ungu), hanya pada sekuen Zipur yang memperlihatkan pola karbon organik naik makin ke arah lereng bawah.
Alumuniurn Dapat Ditukar Kandungan alumunium dapat ditukar (Al-dd) yang tertinggi dijumpai pada pedon
TJ-1 dan kemudian diikuti PL-1 dan PL-2 yang semuanya termasuk kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning). Rata-rata untuk ketiga pedon tersebut masing-masing 3.68 ; 2.77 dan 2.52 cmol (+)/kg tanah. Secara umum dapat dikatakan bahwa kandungan Al-dd pada kelompok ini lebih tinggi dari pada kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lareritik) dan yang terendah adalah Al-dd pada kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Lafosol Merah Ungu), dimana rata-rata tiap pedonnya < 0.04 cmol
(+) /kg tanah dan bahkan pada beberapa horison nilainya
nol.
Sangat rendahnya Al-dd pada kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) berkaitan dengan bahan induknya yang didominasi o1eh mineral feromagnesium yang kaya akan besi, rneskipun dari segi umur atau tingkat pelapukan lebih tua atau lebih lanjut dari kedua kelornpok Iainny a. Kadar Al-dd pada tanah Oxisol kelompok Pulau Sari dan Gunung Raja (Laten'tik) lebih rendat1 daripada Al-dd kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning). Jika dihubungkan dengan pH-H,O keadaannya sudah sejalan. Oxisol kelompok
-8a
2.W
Hor l
I
1.50
(II
P
P,
1.00
Hw.ll HM.III
uwIV IH0r.v IHor.vl
0.50 0.00 ZP-1
ZP-2
ZP3
KK-1
KK-2
KK3
KELOMWK PEDON ZIPUR (ZP) DAN KAIT-KAIT (KK)
I
KELOMWK PEDON PULAU SARI (PS) DAN GUNUNG RAJA (GR)
PL-1
PL-2
PL-3
TJ-1
TJ-2
TJ-3
KELOMPOK P E W N PANTAI UNOH (PL) DAN TANJUNG (TJ)
Gambar 28. Sebaran C-organik pada setiap Pedon di Daerah Penelitian
I
pertama mempunyai pH lebih tinggi dari pada kelompok kedua. Hal ini dapat terjadi karena Al merupakan salah satu sumber kemasaman. Ekrdasarkan indeks pelapukan dengan memakai kriteria Si02/R,0, (Tabel 25). kelompok Pulau Sari d a n Gunung Raja (Lareritik) lebih rendah tingkat pelapukannya daripada kelompok Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning). Dengan demikian makin tinggi tingkat pelapukan kadar AI-dd makin tinggi pula, yaitu sejalan dengan yang dikemukakan Hardjowigeno ( 1993) yang mengemukakan bahwa kemasaman dapat ditukar yang hampir seluruhnya disebabkan oleh A1 bertambah dengan bertambahnya pencucian dan pelapukan. Apabila diperhatikan nilai kejenuhan A1 nya, maka temp kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) merupakan yang terendah. Kejenuhan Al yang tertinggi pada kelompok tanah ini hanya 7.3 %. Dengan demikian dapat dikatakan kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) merupakan tanah yang tidak mempunyai masalah dengan Al.
Hal ini menguatkan hasil penelitian
sebeIumnya yang dilakukan Rachim (1994) yang meneliti tanah yang sama. Jika memakai kriteria penilaian PPT (1982), kejenuhan A1 pedon PS-2, GR-1, GR-2, PL-I, PL-2 dan TJ-1 termasuk sangat tinggi ( > 4 0 %), pedon PS-1, PS-3, GR-3, PL-3, TJ-2 dan TJ-3 termasuk tinggi (20- 40%), sedangkan pedon-pedon kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait termasuk sangat rendah sampai rendah ( < 1 0 %).
Basa-Basa dun Kejenuhan Basa Pada kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) kadar C a rata-rata tiap pedonnya berkisar 0.30
- 0.81
cmoi (+)/kg tanah atau termasuk sangat
rendah. Sedangkan kadar Mg, rata-rata pada setiap pedon semuanya
< 0.4 cmol (+)/kg
tanah atau sangat rendah, kecuali KK-2 dan KK-1 termasuk rendah. Demikian pula kadar Na sangat rendah, yaitu rata-ram tiap pedon semuanya < 0.10 cmol (+)/kg tanah. Kadar K pada pedon ZP-1, ZP-3 dan KK-2 ram-ratanya berkisar antara 0.10 - 0.12 cmol (+)/kg
tanah atau rendah sedangkan pedon lainnnya (ZP-2. KK-1 dan KK-3) rata-ratanya kurang dari 0.10 cmol
(+) /kg
tanah atau sangat rendah.
Pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) kadar Ca
-
pada semua pedon berkisar antara 0.31
1.08 cmoI (+)/kg tanah atau termasuk sangat
rendah. Kadar Mg sangat rendah. Kadar Na berkisar antara 0.10 - 0.34 cmol (+)/kg tanah atau rendah, kecuali pedon PS-2 termasuk sangat rendah (rata-rata 0.07 cmol
(+)
/kg tanah). Demikian pula kadar K sangat rendah (ram-rata 0.03 - 0.I0 cmol (+)/kg tanah).
Pada kelornpok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Poa3olik Merah Kuning) kadar Ca ram-ram berkisar antara 0.66
-
1.25 cmol (+)/kg tanah atau termasuk sangat
rendah. Kadar Mg termasuk sangat rendah (0.41- 0.69 cmol (+)/kg tanah. Kadar Na berkisar antara 0.39 - 0.45cmot (+)/kg tanah atau termasuk sedang dan kadar K sangat rendah (rata-ram 0.05 - 0.09 cmol (+)/kg tanah) kecuali pedon TJ-1 termasuk rendah (rata-rata 0.11 cmol (+)/kg tanah). Ditinjau secara keseluruhan, maka kadar Ca dan K pada ketiga kelompok Oxisol tersebut umumnya sama, yaitu sangat rendah. Yang sedikit berbeda adalah kadar Mg dan Na. Kadar M g pada kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) umumnya rendah, sedangkan pada kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Larenntik)dan kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Larosoi Merah Ungu) sangat rendah. Kadar Na pada kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Poakolik Merah Kuning) sedang, pada kelompok Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) rendah dan pada kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) sangat rendah. Pengelolaan tanah yang dilakukan pada tanah-tanah di daerah penelitian yang khusus
dipakai
perkebunan
tebu,
tampaknya
berpengaruh
terhadap
kandungan
kation-kation b a a pada lapisan olah. Jika dilihat pola sebaran di dalam solum (Gambar
29 dan 30). terutama kadar K dan Ca pada lapisan olah umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan bawahnya. Ha1 ini berkaitan dengan pemberian pupuk
I Hor.1
Hor.11
I
Hor.lll Hor N
8
Hor V
a Hor.VI ZP-I
ZP-2
ZP-3
KK-1
KI<-2
KK-3
KELOMPOK PEDON ZlPUR (ZP) DAN KAIT-KAIT (KK)
1 I
5
2.W
5
1,60
+
1.20
-I
-
I
!
0
,
3
Hor.1
rn
Hor.11
0.80
Hor.111
0.40
H0r.N
0." PSI
PS2
PS3
OR-1
GR-2
'
H0r.V Hor VI
GR-3
KELOMPOK PEDQN PUIAU SARI (PS) DAN GUNUNG RAJA (GR)
I
I
I
=I
2,W
I
I ; ---
1.60
i
+
l,20
!
1 0
0,80
Hor.1 H0r.U Hor.lI1
0.40
Y
g
or.^
0.00
H0r.V PL-1
I
PL-2
PL-3
TJ-1
TJ-2
TJ3
rn
Hor VI
KELOMPW PEDON PANTAI U N O H (PL) DAN TANJUNG (TJ)
Garnbar 29. Sebaran Kalsium pada setiap Pedon di Daerah Penelitian
ZP-?
ZP-2
ZP-3
KK-1
KK-2
KK-3
KELOMPOK PEDON ZlPUR (ZP) DAN KAIT-KAIT (KK)
--- -
0.40
0
O-=O 0.20
I
I
I !
+
z E2
I"
Hor l Hw.ll Hwlll Hor.1
0.10
H0r.V
0.00
H0r.V
PSI
PS-2
PS3
GR-1
GR-2
GR-3
KELOMPOK PEDON PULAU SARI (PS) DAN GUNUNG W J A (OR)
0.10
0,m
Gambar 30. Sebaran Kalium pada setiap Pedon di Daerah Penelitian
Kalium dan pengapuran yang dilakukan secara rutin setiap tahun pada lahan perkebunan tebu. Ditinjau dari perbadingan kation-kation basa pada setiap horison atau setiap pedon, maka dijumpai ada dua poia. Pola pertama adaIah pada kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) yaitu kadar C a > M g > K > Na, sedangkan dua kelompok lainnya polanya adalah C a > Mg > N a > K. Sehingga ada pergeseran antara Na dan K , dan ha1 ini diduga karena faktor bahan induk. Pada kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) bahan induknya mengandung muskovit yang merupakan sumber K. Sedangkan pada dua kelompok Iainnya mengandung plagioklas dari jenis albit, andesin dan juga labradorit (Tabel 11. 12) yang merupakan sumber Na. Status kation-kation
basa yang dikemukakan diatas secara langsung akan
mempengaruhi jumIah basa-basanya dan pada akhirnya akan menentukan nilai kejenuhan basanya. Jika dilihat dari jumlah basanya, maka kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) jumlah basanya tertinggi, dimana ram-rata pada setiap pedon berkisar antara 1.61 - 2.46 cmol (+)/kg tanah. Sedangkan pada kelornpok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateniik) berkisar antara 0.69
-
1.65 cmol (+)/kg
tanah dan pada kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) berkisar antara 0.62
-
1.30 cmol (+)/kg tanah.
Kejenuhan basa (KB) disamping ditentukan oleh jumlah basa, juga
tergantung
kapasitas tukar kation (KTK). Kejenuhan basa pada semua tanah yang diteliti umumnya berkisar antara 17 - 30 %. Dengan demikian KB semua tanah yang diteliti umumnya termasuk rendah sampai sangat rendah.
Kapasiias Tukar Kation (KTK) Rata-rata KTK (NH,OAc I N p H 7) pada tiap pedon yang termasuk kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (LatosolMerah Ungu) berkisar antara 3.34 - 4.54 cmol (+)/kg tanah. Pada kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Larenntik)rata-rata
107
KTK tiap pedon berkisar antara 4.01
-
6.16 cmol (+)/kg tanah. kecuali pedon PS-3
ram-ram KTK nya agak rendah (2.25 cmol (+)/kg mnah). Rendahnya nilai KTK pada pedon PS-3 ini, karena teksturnya lebih kasar jika dibandingkan dengan pedon lainnnya. KTK liatnya masih sejajar dengan KTK liat pedon lainnnya dari kelompok tanah yang sama (Tabel Lampiran 2). Untuk kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podrolik Merah Kuning) ram-rata KTK pada tiap pedon antar sekuen sedikit h r v a r i a s i . Pada pedon-pedon yang berada pada sekuen Pantai Linoh, rata-rata KTK berkisar antara 9.03 - 11.53 cmol (+)/kg tanah, sedangkan pada pedon-pedon yang berada pada sekuen Tanjung berkisar antara 5.88 - 9.70 cmo1 (+)/kg tanah. Namun demikian dilihat secara keseluruhan
yaitu
ram-ram sekuen/lokasi, KTK pada kelompok ini tertinggi dibandingkan dengan KTK kelornpok lainnya. KTK kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) rnenempati urutan kedua dan tanah kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Larosol Merah Ungu) KTK nya terendah (Gambar 31). Karena KTK tanah-tanah penelitian ini termasuk rendah, maka merupakan kendala bagi perrumbuhan tanarnan,
karena tidak dapat menahan kation pupuk.
Untuk
rneningkatkan KTK perlu dicoba penambahan dengan bahan yang mempunyai KTK tinggi seperti bentonit. Pemupukan melalui daun tampaknya merupakan alternatif yang perlu dicoba, karena dengan cara ini kation hara langsung dapat masuk jaringan tanaman tanpa perlu ditahan dulu oleh tanah. KTK pada kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Meruh Ungu) yang terendah dibandingkan kelornpok lainnya sudah sejalan dengan tingkat pelapukannya. karena kelompok ini paling lanjut tingkat pelapukannya. Akan tetapi antara kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Latenntik) dan kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) tidak sejalan, karena tingkat pelapukan kelompok pertama lebih rendah daripada kelompok kedua. Ini rnenunjukkan bahwa
hubungan
tingkat pelapukan dengan KTK masih dipengaruhi faktor lain, seperti bahan induk. Oxisol
kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) berasal dari bahan induk yang terdiri dari pasir, kerakal dan kerikil, sehingga menghasilkan tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan Oxisol kelompok Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah
Kuning). Akibatnya KTK tanah kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (L#eritik)
lebih rendah.
Berdasarkan uji korelasi mauiks, diperoleh gambaran secara umum bahwa pada tanah-tanah Oxisol di daerah penelitian, KTK tanah berhubungan erat dengan karbon organik. kadar liat total, oksida besi dan pH-H,O (Tabel 20).
Tabel 20. Uji Korelasi Matrik KTK Tanah dengan Beberapa Sifat Tanah.
KTK Tanah C.Organik Fe.d
Fe.0
A1.d
A1.o
Liat' Total
pH H,O
KTK Tanah
C. Organik Fe.d Fe.0 Al.d A1.o
Liat Total
PH H2O Keterangan :
** *
=
Sangat nyata (a
=
0.01)
= Nyata (a = 0.05)
Senyawa oksida besi berkorelasi negatip dengan KTK tanah, atau dengan kata lain semakin tinggi oksida besi semakin rendah KTK tanah. Hal ini dapat terjadi karena oksida besi (goetit dan hematit) mempunyai nilai pH, antara 7.5
- 8. l
(Parfitt. 1980; Stum dan
Morgan, 1981; Breeuswma dan Lyklema, 1973 dalam Yuo clan Adams. 1986). Dengan demikian pada kondisi pH tanah-tanah penelitian yang umumnya berkisar antara 4.5
- 5.5,
oksida besi akan menyumbangkan muatan positip atau menurunkan nilai KTK tanah. Hubungan positip antara KTK tanah dengan Icarbon organik memperkuat pendapat yang selama ini sudah ada, yaitu bahan organik bersifat menyumbang terhadap KTK
tanah, karena bahan organik memiliki KTK yang cukup tinggi. Demikian pula halnya hubungan positip antara KTK tanah dan kadar liat total, dengan asumsi liat tersebut bermuatan negatip. Jika liat dominan bukan bermuatan negatip seperti pada kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu), yang liatnya didominasi oksida besi, maka hubungan yang terjadi bersifat negatip. Hal ini telah dibuktikan dengan adanya korelasi negatip antara KTK tanah dengan kadar liat (r
=
-
0.653 ). jika hanya dilakukan uji korelasi pada kelompok sekuen Zipur clan Kait-Kait
(Latosol Merah Ungu) (Gambar 32). Tanah-tanah penelitian didominasi oleh liat bermuatan variabel (kaolinit dan oksida besi), dan secara twritis KTK tanah akan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah, atau hubungannya bersifat positip. Namun pada Tabel 20 terlihat untuk tanah-tanah penelitian hubungannya bersifat negatip. Pada uji korelasi matrik
(Tabel 20) terlihat
bahwa antar peubah yang
mempengaruhi KTK tanah, juga terjadi korelasi yang nyata antar sesamanya. Karena terjadi korelasi antar peubah bebas, maka untuk melihat hubungan antara KTK dengan beberapa sifat tanah, dilakukan uji regresi berganda dengan metoda Sidik Komponen Utama (Principle Componen Analysis). Dari hasil uji tersebut dihasilkan suatu hubungan sebagai berikut : Y -r-)
= 6.05
- 0.89 Z, +
1.59 Z,
- 0.48
Z,
RZ = 0.71 dimana komponen Z, terutama ditentukan oleh Fe.0 dan atau Fe.d, Z, oleh A1.d dan Z , oleh kadar liat total, dimana masing-masing dapat menerangkan keragamam Z, sebesar 35.8 1 ,Z, sebesar 24.5 % dan
5 sebesar
18.2 %. Dengan demikian tampak bahwa besi
yang terekstrak sitrat ditionit bikarbonat (Fe.d) d a n asam oksaiat (Fe.0) merupakan sifat terpenting dalam hubungan diatas, karena dapat menerangkan keragaman paling tinggi.
-+
9
Hor.11
-0
I Hor Ill
c
IHorV
Hor lV
0
Y
x
3
IHor VI
1
ZP-1
ZP-2
ZP3
KK-l
KK-2
KK-3
KELOMPOK PEOON ZIPUR (ZP)DAN KAIT-WIT (KK)
I
KELOMPOK PEDON PBLAU SARI (PS) DAN GUNUNG RAJA (GR)
e 11 53 t-: 1 1 8
0
--a+ -E '
Hor 1
B
U
x
0
Hor II
ID
Hor Ill
5
H w IV
). HorV
G
IHorVl 1 PL-1
PL-2
PL-3
TJ-1
TJ-2
TJ3
KELOMPOK PEDON PANTAI LINOH (PL) DAN TANJUNG(TJ)
Gambar 3 1 . Sebaran KTK (NH,OAc 1 N pH 7) pada setiap Pedon di Daeran Penelitian
18
I
r
Oxisol Sekuen P. Sari dan G . Raja dan Oxisol Sekuen Pantai Linoh dan Tanjung
0 20
30
40
a
50
70
80
90
LlAT TOTAL ( % 1
z
I
8
Oxisol Sekuen Zipur dan Kait-Kait
.,
1
Y = 1 7 . 3 5 - 0.24X R ' = 0.43
2
J3
35
40
45
50
56
60
6s
LIAT TOTAL ( X 1
Ganlbar 3 2 . Kurva Hubungan KTK (NHJOAc 1 N pH 7) dan Liat Total
Melihat pola sebaran KTK di dalam solum pada tiap pedon hampir seluruh horison teraras mernpunyai KTK paling tinggi dan kemudian turun sesuai kedalaman (Gambar 31). Pada satu arau dua horison terbawah terlihat KTK naik lagi. Adanya pola yang turun kemudian naik ini diduga sebagai resultante dari pengaruh bahan organik
dan tingkat
pelapukan. Tingkat pelapukan yang tertinggi terjadi pada lapisan atas, sehingga KTK di lapisan atas rnestinya lebih rendah dibandingkan lapisan bawah. Akan tetapi tampaknya pengaruh bahan organik yang berkorelasi positip dengan KTK tanah, lebih dominan karena kad
Kapasitas Tukar Anion (XTA)
Hasil pengukuran kapasitas tukar anion, KTA (NH,CI 1 N) disajikan pada Tabel
2 1. Sebagai bahan perbandingan juga dilakukan pengukuran KTK (NH4CI 1 N), yaitu pengukuran KTK pada pH sama dengan pH tanah. Pada kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) rata-rata KTA pada tiap pedon berkisar antara 2.70 - 5.56 cmol(+)/kg tanah. Oxisol kelompok ini
fraksi latnya didominasi oksida besi. Oksida besi mempunyai pH, sekitar 7-9, sehingga pada keadaan pH tanah ini yang berkisar 5.5-5.9 akan lebih banyak menyumbang muatan positip daripada muatan negatip, atau akan meningkatkan KTA daripada KTK. Akan tetapi jika dibandingkan antara KTA dengan KTK (NH40Ac 1 N pH 7) terlihat perbedaannya tidak begitu jelas (Gambar 33). Hal ini disebabkan karena KTK (NH40Ac 1 N pH 7) pengukurannya dilakukan pada pH 7 atau lebih tinggi dari pH tanah itu sendiri, sehingga KTK akan naik karena tanah ini dominan mempunyai muatan variabel (Tabel 23). Namun bila dibandingkan dengan KTK (NH,C1 1 N), yaitu KTK yang diukur pada pH sama dengan pH tanahnya sendiri, perbedaannya cukup jelas, dimana KTA kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait ini lebih tinggi dari KTK (NH,CI 1 N). Karenanya KTK
Tabel 21. Nilai Rata-rata KTA dan KTK (NH,CI 1 N), KTK (NH,OAc 1 N pH 7) dan KTK Efektif Pedon
KTA*
...........(cmol(+)/
KTK* kg tanah). ...........
KTK**
KTK efektif
Oxisol Sekuen Zipur (LatosoC Merah Ungu) ZP- 1 5.56 1.21 ZP-2 3.17 1.37 ZP-3 4.70 1.23
3.43 3.50 3.54
0.86 0.79 0.64
Oxisol Sekuen Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) KK- 1 3.94 0.85 KK-2 2.70 1.32 KK-3 2.70 1.07
3.34 4.54 3.67
0.65 1.31 1.31
Oxisol Sekuen Pulau Sari (Luteritik) PS-2 1.33 2.28 PS-3 0.83 1.28
4.01 2.25
1.90 1.12
Oxisol Sekuen Gunung Raja (Lateritik) GR-2 2.02 3.94 GR-3 2.09 4.12
5.87 5.79
2.14 2.75
Oxisol Sekuen Pantai Linoh (Podrolik Merah Kuning) PL- 1 2.67 8.47 11.53 PL-3 2.53 5.46 9.03
5.22 3.79
Oxisol Sekuen Tanjung (Podsolik Merah Kuning) 2.57 9.70 TJ-1 7.68 TJ-3 2.32 4.61 5.88
5.30 2.82
Keterangan: *) = Terekstrak NH4CI 1 N **) = Terekstrak NH40Ac 1 N pH 7 (NH,Cl 1 N) cenderung lebih realistik untuk tanah Oxisol yang mempunyai muatan variabel, dibandingkan dengan KTK (NH,OAc 1 N pH 7). Jika dibandingkan dengan KTK efektif Cjumlah basa-basa (NH40Ac 1 N pH 7) ditambah A1 (KC1 1 N)}, maka temp KTA pada kelornpok ini masih tetap lebih tinggi daripada KTK efektif (Tabel 21). Dari Tabel
--
7
f-
a=
-5 5
Hor.1
6 5
UO
4
Hor.lll
Bl *.w IHorV
f-" 3
*
I
Hor.11
2
pl H0r.M
1
0
. -
6
Hor.1
a=
5
2
-
7
-a g
,
IHor.11 I Hw.Hl
=E
3
m
=
2
IHorV
1
~ar.1~
H0r.W
0
ZP-1
ZP-2
ZP-3
KK-1
KK-2
KK-3
KELOMWK P E W l
Gambar 33. KTA d m KTK Oxisol Sekuen Zipur dan Kait-Kait
tersebut juga terlihat bahwa antara KTK efektif dan KTK (NH4C1 1 N) perbedaannya cukup kecil dan kedua-duanya rnasih lebih rendah dari pada KTA. Dengan demikian KTK efektif seperti halnya KTK (NH4CI I N) untuk tanah Oxisol cenderung lebih realistik. Pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lareritik) dan kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) rata-rata KTA pada tiap pedon masih lebih kecil baik dibandingkan dengan KTK (NH,OAc 1 N pH 7) dan KTK (NH4CI 1 N), atau KTK efektif. Hal ini sudah sejalan dengan jenis mineral liat yang didominasi kaoiinit dan delta pH (pH-H,O
- pH-KCI)
yang negatip.
Besi dan Alumuniurn Rata-rata kadar besi dan alumunium pada tiap pedon yang terekstrak larutan sitrat ditionit bikarbonat (Fe.d dan A1.d) dan yang terektrak larutan amonium oksalat (Fe.0 dan A1.o) disajikan pada Tabel 22 dan data selengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 3.
Menurut Mehra dan Jackson (1960 dalam Jackson ,1%9) ektraksi dengan larutan sitrat ditionit bikarbonat dapat melarutkan hampir semua oksida besi yang bersifat kristalin dan amorf. Buurman (1990) menambahkan bahwa ektraksi ini juga dapat melarutkan oksida alumunium, akan tetapi tidak seefektif seperti untuk besi. Ekstraksi dengan asam oksalat dapat melarutkan oksida besi dan alumunium yang bersifat amorf. Oleh karena itu selisih antara Fe.d dan Fe.0 dapat dipaicai sebagai penduga adanya oksida besi kristalin seperti goetit dan hematit. Pada semua pedon yang termasuk kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait
(Latosol Merah Ungu) rata-rata kadar Feed berkisar pada nilai 12 %, dan merupakan kadar Fe.d tertinggi dibandingkan dengan Oxisol lainnya yang diteliti. Rata-rata tiap pedon berkisar antara 12.03 - 12.27 1 ,sedangkan pada tiap horison kadarnya berkisar antara 11,80 - 12.40 % (Tabel Lampiran 3). Dengan demikian hampir tidak dijumpai perbedaan kadar Fe.d antar horison dalam pedon, atau antar pedon dalam sekuen ataupun antar sekuen pada kelompok Oxisol ini.
Hal ini sejalan dengan warm tanah yang hampir homogen pada semua pedon yang diteliti. Telah dijelaskan pada bab terdahulu, bahwa kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait dicirikan oleh warnanya yang khas berwarna merah ungu (10 R 3/2-3/3 atau kadang-kadang 2.5 YR 3 / 2 ) , dimana warna ini terlihat homogen pada seluruh solum tanah. Dibandingkan dengan kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Meruh
Ungu), kadar Fe.d pada kelompok Oxisoi sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateririk) sedikit bervariasi, meskipun tetap variasinya tidak begitu besar . Rata-rata kadar Fe.d tiap pedon berkisar antara 6.31
- 9.40
% , sedangkan variasi antar horison di daIam pedon
tidak begitu besar (Tabel Lampiran 3). Kecilnya variasi kadar Fe.d juga sejalan dengan variasi warna tanah Oxisol kelompok ini yang berkisar antara 5 Y R - 7 . 5 Y R . Pada kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung rata-rata kadar Fe.d tiap pedon berkisar antara 9.52
-
10.57 %. Demikian pula variasi antara horison di dalam
pedon tidak begitu besar (Tabel Lampiran 3). Kecilnya variasi ini juga sejalan dengan warna tanahnya yang berkisar antara 2.5 Y R - 5 Y R . Kandungan Fe.0 yang merupakan penduga besi amorf, pada kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu)juga hampir seragam yaitu rata-rata tiap pedon berkisar antara 1.01 - 1.12 %. Pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Larenlik) berkisar antara 0.09 - 0.17 % . Sedangkan pada kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Meruh Kuning) rata-rata tiap pedonnya berkisar antiua 0.31
- 0.46
%.
Jika ket iga kelompok Oxisol yang diteliti dibandingkan, maka kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) mempunyai kandungan Fe.d dan Fe.0 tertinggi, kemudian kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah
Kuning) dan yang terendah kadar besinya adaIah kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik). Warna dominan kelompok tanah-tanah tersebut, khususnya pada horison B masing-masing adalah (10 R
- 2.5 Y R ) , (2.5 Y R - 5 Y R ) dan (5 Y R - 7.5 Y R ) .
Tabel 22. Nilai Rata-rata Besi dan Alumunium pada setiap Pedon Pedon
Fe.d
Fe.0
A1.d
A1.o
....*...........-........-.. ( W ) .......*................. ..... Oxisol Sekuen Zipur (Latosol Merah Ungu) ZP- 1 12.21 1.07 ZP-2 12.08 1.12 ZP-3 12.03 1.04
2.11 1.38 1.51
0.71 0.73 0.60
Oxisol Sekuen Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) 12.27 1.10 KK-1 KK-2 12.11 1.15 KK-3 12.07 1.01
1.19 1.17 1.28
0.66 0.37
Oxisol Sekuen Pufau Sari (Lateritik) PS- 1 9.39 0.12 PS-2 8.63 0.17 PS-3 6.31 0.09
1.73 1.41 1.12
0.72 0.58 0.24
Oxisol Sekuen Gunung Raja (laten'tik) GR- 1 7.83 0.15 GR-2 9.40 0.17 GR-3 8.25 0.14
1.65 1.78 1.05
0.33 0.32 0.22
Oxisol Sekuen Pantai Linoh (Podsolik Merah Kuning) PL- 1 9.52 0.41 1.51 PL-2 10.23 1.40 0.3 1 PL-3 10.49 1.58 0.46
0.29 0.34 0.38
Oxisol Sekuen Tanjung (Pwlsolik Merah Kuning) TJ- 1 10.57 0.35 0.95 TJ-2 10.22 0.38 1.37 TJ-3 10.38 0.41 1.47
0.28 0.35 0.38
Keterangan: Fe.d dan A1.d = Besi dan alurnunium terekstrak sitrat ditionit bikarbonat Fe.0 dan A1.o = Besi dan alurnunium terektrak asam oksalat
0.61
I
rrm
DPUR
KNT-KAIT
P. SARI
KE-K
I
DPUR
KAIT-KAIT
P. SARI
G. RAlA
P.UNOt(
TANJUNG
P. UNOH
TANJUNG
PEWl
0. RAJA
Garnbar 34. Rata-rata Kadar Fe.d dan Fe.0 pada setiap Pedon di Daerah PeneIitian
I
Dari uraian ini maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa makin tinggi Mar besi diikuti dengan warna tanah makin merah. Akan tetapi hubungan ini hanya terlihat jika variasi kadar besi agak k s a r seperti variasi kadar besi antar kelompok sekuen. Hubungan ini tidak terlihat, baik didalam sekuen maupun di dalam kelornpok sekuen tanah yang sama akibat varia3i kadar besi yang kecil. Penelltian Sys (1977) di Zaire juga menunjukkan adanya variasi yang cukup besar pada kadar besi bebasnya antara tanah yang berwarna 2.5 YR dan tanah yang berwarna 5 YR, yaitu masing-masing 9.0 % dan 4 % . Jika dilihat dari pola sebaran didalam solum (Tabel Lampiran 3), maka Fe.0 pada kelornpok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-gait (LarosoLMerah Ungu) tetap hampir seragarn, sedangkan pada kefompok Oxisol sekuen Fulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) serta kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kwzing) ada kecenderungan Fe.0 turun sesuai kedalaman. Homogennya kadar Fe.0 pada kelornpok pertama sejalan dengan tingkat pelapukan yang tinggi, sehingga relatif tidak terjadi lagi perubahan-perubahan besi di dalam solum. Hal ini ditunjukkan pula oleh nisbah Fe.0lFe.d pada kelompok Oxisol ini yang hampir seragam pada semua horison. Sedangkan pada kelompok Oxisol lainnya masih terjadi perubahan-perubahan bentuk besi di dalam solum karena tingkat pelapukannya Iebih rendah. Pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lderitik) dan kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) nisbah Fe.o/Fe.d cenderung turun sesuai kedalaman. Nisbah Fe.o/Fe.d lebih tinggi pada lapisan atas dibandingkan dengan lapisan bawah menunjukkan bahwa pembentukan besi kristalin di lapisan atxs terhambat dibandingkan dengan lapisan bawahnya. Salah satu kemungkinan penjelasannya adalah sebagai berikut. Seperti telah dibahas, kandungan kadar bahan organik tinggi pada lapisan atas dan kemudian turun sesuai dengan kedalaman. Bahan organik dapat membentuk kompleks dengan besi amorf sehingga pembentukan besi kristalin terharnbat. Karena bahan organik di lapisan atas lebih tinggi, maka pembentukan besi kristalin yang paling terhambat adalah di lapisan atas. Menurut Parfitt et al. (1983
dalarn Sjarif. S , 1990) dan Buurman (1990) besi yang berada kornpteks dengan bahan
organik (Fe.p) dapat diekstrak oleh larutan asam pirofosfat. Pada Tabel Lampiran 3 terlihat bahwa hasil pengukuran kadar Fe.p d i lapisan atas tinggi dan kemudian turun di lapisan bawah. Keadaan tersebut sejalan dengan nisbah Fe.o/Fe.d. Kadar A1.d pada kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu), kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lmen'tik) dan kelompok
Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podrolik Merah Kuning) seperti terlihat pada Tabel 22 ram-rata tiap pedonnya masing-masing berkisar antara 1.17 1.73 % dan 0.95 - 1.58 %. Sedangkan A1.o masing-masing 0.37
- 0.73
- 2.11
%, 1.05 -
%, 0.22 - 0.72%
dan 0.29 - 0.38 %.
Muatan
Titik Nol @H>
Rata-rata hasil pengukuran pH, pada 3 horison teratas masing-masing pedon disajikan pada Tabel 23. Berdasarkan Tabel tersebut kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) memiliki nilai pH, tertinggi dan berbeda dengan kelornpok sekuen
Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) dan kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning). Pada dua kelompok terakhir niiainya tidak begitu berbeda,
namun secara riil rata-rata kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung ( P d o l i k Merah Kuning) lebih tinggi dari pada kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik).
Dihubungkan dengan tingkat pelapukan berdasarkan nisbah Si02/R20,(Tabel 251, nilai pH, ini menunjukkan hubungan yang sejalan, khususnya antar kelompok. Nilai pH, meningkat sejalan dengan meningkatnya tingkat pelapukan dan sesuai dengan hasil penelitian Hendershot dan Lavkulich (1978). Demikian pula jika dihubungkan dengan jenis liat dari masing-masing keIompok sudah sejalan. Beberapa pustaka menyebutkan berbagai sifat tanah yang rnernpengaruhi pH,. Sakurai (1989) mengemukakan bahwa oksida besi, alumunium dan silikat serta kadar air tanah dapat mempengaruhi pH,. Oksida besi dan alurnunium berpengaruh positip terhadap
121 pH,, karena senyawa tersebut memiliki pH, lebih besar dari 7. Sedangkan Park (1965) yang dikutip Sakurai (1989) mengemukakan bahwa oksida-oksida amorf, yaitu oksida yang larut dalam asam oksalat memiliki nilai pHo lebih tinggi daripada oksida kristalin. Kemudian Sakurai et al(1989) menambahkan bahwa faktor lain yang mempengaruhi pHo adalah konsentrasi A1 dalam larutan tanah, dimana semakin tinggi kadar Al semakin rendah nilai pHonya. Hasil uji korelasi (Tabel 24) pada tanah yang diteliti, semuanya menguatkan
pendapat tersebut diatas. Korelasi antara pH, dengan kadar Fe.0, Fe.d dan A1.o semuanya bersifat positip dan sangat nyata, serta korelasi antara pHo dengan Fe.0, yaitu oksida besi terekstrak asam oksalat menghasilkan angka tertinggi dan sangat nyata (r = 0.80). Korelasi antara pH, dengan Al.dd bersifat negatif sangat nyata (r= -0.67), yang berarti semakin tinggi AI.dd semakin rendah nifai pH,. Nilai pH, dapat pula dipakai sebagai petunjuk muatan tanah. Jika nilai pH, lebih tinggi daripada nilai pH-H,O tanah, maka tanah bermuatan neto positip. Sedangkan bila nilai pH-H,O lebih tinggi daripada nilai pH,, maka tanah bermuatan neto negatip (Uehara dan Gillman, 1981). Hendershot dan Lavkulich (1978) dan Tan (1991) mengemukakan bahwa penggunaan delta pH atau selisih pH-H,O dan pH-KC1 tanah akan rnenghasilkan tendensi yang sama jika dikaitkan dengan nilai pHo. Pada Tabel 23 terlihat bahwa kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah
Ungu) mempunyai muatan neto positip dan kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) dan kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) mempunyai muatan neto negatip. Namun semua kelompok mempunyai muatan dominan variabel sesuai kriteria Uehara dan Gillman (1981), karena muatan variabel
> 60 56.
Tabel 23. Nilai Rata-Rata*) pH.,. pH-H20, pH-KCI, Delta pH, Muatan Perrnanen dan Muatan Variabel pada setiap Pedon Pedon
pH,
pH-H20 pH-KC1 Delta pH
Muatan Permanen Muatan Variabel ....................( X )...................
-
Oxisol Sekuen Zipur (LatosolMeruh Ungu) ZP-1 5.53 5.05 5.41 0.36 ZP-2 6.07 5.67 5.62 0.06 ZP-3 5.88 5.57 6.69 0.12
7.49 4.68 5.50
Oxisol Sekuen Kait-Kait (LatosolMerah Ungu) KK-1 6.01 5.03 5.58 0.55 5.47 0.01 KK-2 5.60 5.46 0.04 KK-3 5.73 5.61 5.65
5.83 11.08 12.65
Oxisol Sekuen Pulau Sari 4.09 4.64 PS-1 PS-2 4.14 4.91 PS-3 4.13 5.01
(Lclten'rik) 4.03 -0.61 4.24 -0.67 4.37 -0.64
12.02 12.90 11.13
Oxisol Sekuen Gunung Raja (Lateritik) GR-1 4.32 5.03 4.22 -0.81 GR-2 4.13 5.02 4.03 -0.98 GR-3 4.22 5.26 -1.07 4.19
14.03 12.46 17.45
Oxisol Sekuen Pantai Linoh (Podrolik Merah Kuning) PL-1 4.16 4.41 3.78 -0.63 19.19 PL-2 4.33 4.58 4.12 -0.46 17.74 PL-3 4.25 4.63 3.80 -0.83 14.35 Oxisol Sekuen Tanjung (Podsolik Merah Kuning) TJ-1 4.23 4.51 3.82 -0.69 4.41 4.49 TJ-2 4.14 -0.35 TJ-3 4.35 4.54 4.31 -0.23
22.76 12.29 12.51
Keterangan: *)= Raw 3 horison teratas % Muatan Permanen = [(Muatan Permanen) : (KTK C Kation)] x 100 X % Muatan Variabel = [(Muatan Variabel) : (KTK E Kation)] x 100 %
Tabel 24. Uji ~ o r e l a s i - ~ a t rpHo i k dan beberapa Sifat Tanah
Keterangan: ** = sangat nyata ( a = 0.01)
Penilaian Tmgkat Pelapukan
Beberapa penulis telah mencoba untuk rnengekspresikan tingkat pelapukan dengan berbagai parameter baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Mohr dan van Baren (1954), Sys (1977), Tavernier d m Eswaran (1972) dan Ranst
(1987) diantara sekian penulis yang rnengevaluasi tingkat pelapukan secara kualitatif berdasarkan parameter mineral liat, sifat kimia dan rnorfologi. Dalam penelitian ini tingkat pelapukan dinilai rnenurut kriteria yang dikernukakan Mohr dan van Baren (1954) dan Tavernier dan Eswaran ( 1972). Berdasarkan hasil analisis sinar X. DTA, ekstraksi asam oksalat dan sitrat ditionit bikarbonat, pedon-pedon yang termasuk kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) liatnya didorninasi oksida besi goetit dan hematit dan sedikit
kaolinit. Sedangkan pedon-pedon yang termasuk kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Larenntik)dan keIompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung ( P d o l i k Merah
Kuning) didominasi kaolinit sena sedikit goetit dan hematit. Susunan mineral fraksi pasir total ketiga kelompok tanah ini seluruhnya didominasi oleh mineral resisten sedangkan
mineral mudah iapuk hampir habis (< 1
%I.
Berdasarkan petunjuk-petunjuk tersebut. maka semua tanah yang diteliti termasuk tingkat Senile yang dikemukakan Mohr dan van Baren (1954). Tingkat Senile ditandai dengan dekomposisi mencapai tingkat akhir dan hanya mineral-mineral sangat resisten yang tertinggal. Jika berpedoman pada kriteria yang dikemukakan oleh Tavernier dan Eswaran
(1972) pedon-pedon pada kelompok tanah Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) termasuk tingkat Oksik-akrik, sedangkan pedon-pedon pada dua kelompok lainnya termasuk tingkat Oksik-haplik. Tingkat Oksik-haplik merupakan tingkat pelapukan satu tingkat lebih muda dari tingkat paling akhir, yaitu tingkat Oksik-akrik. Tingkat ini dicirikan oleh hiiangnya struktur tanah, K T ' rendah (sifat oksik) dan mineral liat didominasi liat tipe 1: I. Tingkat Oksik-akrik merupakan tingkat akhir dicirikan oleh pembentukan oksidalhidroksida, mineral liat alumunium silikat < 10 %, bermuatan positip, pH-H,O < pH-KC1 dan besi bebas mendominasi fraksi liat terutarna dalam bentuk goetit. Untuk kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (LatosolMerah Ungu)hampir seluruh sifat-sifatnya memenuhi sarat untuk tingkat Oksik-akrik, &an tempi untuk kedua kelompok lainnya ada satu ha1 yang tidak terpenuhi untuk masuk tingkat Oksik-haplik, yaitu masih mempunyai struktur tanah lemahlsedang. Namun demikian karena KTK nya rendah dan memenuhi sifat-sifat oksik dan bentukan strukturnya sudah melemah serta tidak memperlihatkan adanya sifat-sifat argilik, maka lebih mendekati pada tingkat pelapukan Oksik-hapIik. Penilaian tingkat pelapukan secara kuantitatif yang banyak dipakai, yaitu berdasarkan nisbah mineral mudah lapuk (MML) dan mineral resisten (MR). Dasar penilaian didasarkan atas asumsi bahwa dengan semakin tinggi tingkat pelapukan, MML akan hilang dan yang tinggal hanya MR, sehingga nisbah MMLlMR makin rendah. Seperti telah dibahas sebelumnya semua tanah penel itian fraksi pasir totalnya didominasi mineral resisten dan atau konkresi besi, sedangkan mineral mudah lapuknya hampir habis.
Tabel 25. Nilai Rata-Rata Indeks Pelapukan pada setiap Pedon Indeks Pelapukan
..................................................................................
Pedon
MMLlMR
LH/LT
Oxisol Sekuen Zipur (Latosol Merah Ungu) ZP- 1 0.00 0.67 ZP-2 0.00 0.67 ZP-3 0.00 0.7 1 Oxisol Sekuen Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) KK- 1 0.00 0.69 KK-2 0.00 0.68 KK-3 0.00 0.68 Oxisol Sekuen Pulau Sari (LateTitik) PS-1 0.00 0.60 PS-2 0.00 0.58 PS-3 0.00 0.62 Oxisol Sekuen Gunung Raja (Laterinnk) GR- 1 0.00 0.69 GR-2 0.00 0.64 GR-3 0.00 0.65
Si0,/R,03
0.09 0.05
0.06
0.07
0.72
1.02
0.74
0.93
Oxisol Sekuen Pantai Linoh (Podsolik Merah Kuning) PL- 1 0.00 0.69 0.76 PL-2 0.00 0.62 PL-3 0.00 0.70 0.76 Oxisol Sekuen Tanjung (Podsolik Merah Kuning) TJ- 1 0.00 0.40 TJ-2 0.00 0.56 TJ-3 0.00 0.69 Keterangan :
-
= Tidak dianalisis M M L = Mineral Mudah Lapuk MR = Mineral Resisten LHILT = Liat Halus/Liat Total
0.88
0.68
Si 0 2 / F s 0 3
Keadaan ini menghasilkan nisbah MMLlMR untuk seluruh tanah penelitian nilainya 0.00. Dengan denlikian untuk kasus tanah di daerah penelitian yang sudah terlapuk lanjut, indeks pelapukan berdasarkan nisbah MMLIMR sudah kurang sesuai, karena tidak mampu membedakan lagi secara lebih rinci. Prinsip dari tingkat pelapukan yang memakai parameter nisbah liat halus terhadap liat total (nisbah LH/LT) didasarkan atas asumsi bahwa dengan semakin tinggi tingkat pelapukan kandungan liat halus makin bertambah, sehingga nisbah LH/LT semakin tinggi pula. Indeks pelapukan dengan memakai parameter nisbah LHILT seperti terlihat pada Tabel 25 tidak menunjukkan adanya selang yang tegas baik antar sekuen/lokasi, maupun antar kelompok tanah. Dengan demikian secara keseluruhan kurang terlihat adanya hubungan antara faktor-faktor pembentuk tanah (bahan induk, umur dan topografillereng) dengan indeks pelapukan berdasarkan nisbah LHILT. Telah dibahas sebelumnya bahwa semua kelompok tanah yang diteliti termasuk dalam tingkat Oksik menurut urutan tingkat pelapukan dari Tavernier dan Eswaran (1972). Pada tingkat Oksik ini diduga pembentukan liat halus sudah mendekati maksimal, sehingga dengan sendirinya variasi nilai LHILT sangat kecil atau tidak memperlihatkan perbedaan. Nisbah silikat (SiO,)
dengan seskuioksida (A1,0,
+
FqO,)
atau disingkat
Si02/R,03 dan nisbah S i 0 , / F q 0 3 adalah m a lain untuk mengukur tingkat pelapukan secara kuantitatif. Prinsipnya sama dengan memakai indikator MML/MR, yaitu nisbah Si02/R203 atau Si02/Fe20, semakin rendah seiring dengan meningkatnya tingkat pelapukan. Hal ini akibat meningkatnya seskuioksida jika pelapukan bertambah lanjut, sebagai hasil dari pelapukan mineral primer dan sekunder, sedangkan silikat banyak tercuci. Pada kondisi alami terutama pada p H netral seskuioksida kurang larut daripada silikat. Seperti dapat dilihat dari Tabel 26, maka tingkat pelapukan dengan memakai parameter nisbah Si02/R20, atau SiO,/Fe,O, tampaknya lebih realistik, karena secara tegas
dapat membedakan tingkat pelapukan, khususnya perbedaan pelapukan antar kelompok tanah. Urutan tingkat pelapukan berdasarkan parameter ini adalah :
Sekuen Kait-Kait
5
Sekuen Zipur > Sekuen Pantai Linoh = Sekuen Tanjung > Sekuen
Gunung Raja = Sekuen Pulau Sari. Hasil penilaian tingkat pelapukan ini sejalan atau mendukung hasil penilaian tingkat pelapukan yang memakai kriteria dari Tavernier dan Eswaran (1972). dan juga sejalan dengan umur bahan induk. Seperti telah dibahas pada bab terdahulu nilai indeks pelapukan masing-masing kelompok juga sejalan dengan kadar oksida besi (Fe-d dan Fe-o), nilai pH, dan jerapan fosfat maksirnurn. Dengan demikian untuk membandingkan kelompok tanah, nisbah SiO,/R,O, atau SiO,/Fe,O, pada penelitian ini merupakan penduga tingkat pelapukan yang terbaik dibandingkan dengan nisbah ML/MR dan LHILT. Jika dilihat nilai indeks pelapukannya, maka tampak adanya perbedaan yang cukup menwlok antara kelompok Oxisol Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) dengan kedua kelompok lainnya. Hal ini ada hubungannya dengan umur bahan induk yang berbeda, sedangkan faktor pembentuk tanah lainnya tidak begitu besar perbedaannya. Kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait mempunyai umur bahan induk yang jauh lebih tua (Kapur Awal) daripada kedua kelompok lainnya, disamping bahannya berasal dari batuan yang banyak mengandung mineral feromagnesium yang relatif lebih mudah hancur. Antara kelornpok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) clan kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) meskipun nilai indeks pelapukan rata-rata sekuen/lokasi menunjukkan tanah kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung lebih rendah atau tingkat pelapukannnya lebih tinggi, akan tetapi jika dilihat nilai individu indeks pelapukan (Tabel 25) tiap pedon masih tumpang tindih, sehingga selang nilai untuk tiap kelompok tanah sulit ditentukan. Hal inipun tampaknya tidak terlepas dari pengaruh umur bahan induk. Dari umur formasi memang kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) lebih tua (Kapur Akhir) dari kelompok sekuen
Pulau Sari dan Gunung Raja (Lareritik), yang termasuk formasi kuarter. Namun kelornpok terakhir berasal dari bahan sedimen, dimana bahan asalnya juga berumur tua (Sikumbang dan Heryanto, 1986). Urutan tingkat pelapukan yang didasarkan atas nisbah SIO,/R,O,
atau SiO,/FqO,
pada tiap sekuen/lokasi juga tidak sama. Pada sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu), pedon pada lereng bawah dan pedon pada lereng atas menunjukkan kecenderungan tidak ada perbedaan dalam tingkat pelapukan. Oleh karena itu pengaruh lereng terhadap tingkat pelapukan tidak begitu jelas. Mungkin karena tingkat pelapukan pada kelompok Oxisol ini sudah begitu ianjut, sehingga perubahan-perubahan susunan kimia pada larutan tanah, khususnya silikat dan seskuioksida, sudah tidak begitu jelas perubahannya. Pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Latenntik) pengaruh lereng Iebih jelas, yaitu pedon-pedon pada lereng atas tingkat pelapukannya lebih tinggi daripada peclon-pedon pada lereng bawah. Hal ini ada kaitannya dengan sifat silikat yang lebih mudah larut (mobil) daripada seskuioksida, sehingga silikat relatif lebih menumpuk pada lereng bawah dan seskuioksida pada lereng atas. Akibat dua keadaan ini nisbah SiO,/R,O,
atau Si0,/Fe20, pada lereng atas lebih kecil dari pada lereng bawah. Pada
kelompok Oxisol Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) polanya hampir sama dengall pola kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Larosol Merah Ungu), dimana pengaruh lereng terhadap tingkat pelapukan kurang jelas, seperti dibahas diatas.
Jerapan Fosfat
Data jerapan fosfat maksirnum (JFM) dari horison perrnukaan (Ap) dan horison bawahnya pada pasing-masing tanah penelitian disajikan pada Tabei 26. Berdasarkan Tabel tersebut, kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Larosol Merah Ungu) mempunyai jerapan tertinggi, dimana rata-rata pada tiap sekuenllokasi berkisar a n t u a 1519 - 1544 pg P/ g tanah dan 1890 - 2546 p g PI g tanah, masing-masing
untuk horison permukaan dan horison bawah. Urutan kedua ditempati Oxisol sekuen Pantai Linnh dan Tanjung (PodsoIik Merah Kuning) dengan rata-rata pada tiap sekuen/bhqi 865
- 996 pg
Plg tanah clan 970 - 1127 p g P I g tanah masing-masing untuk
horison permukaan dan bawah. Sedangkan kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) mempunyai jerapan fosfat maksimum terendah, yaitu rata-rata pada tiap sekuenllokasi 573 - 631 pg PI g tanah dan 670
-
715 p g
P/ g tanah
masing-masing untuk horison permukaan dan bawah. Jika diurut menurut kelompok pedon, maka jerapan fosfat maksimum adalah KK
> ZP > T3 > PL > GR > PS. Sehingga bila dibandingkan dengan tingkat pelapukan berdasarkan nisbah Si02/R20, yang mempunyai pola KK
> Z P > PL > TJ > GR >
PS, maka jerapan fosfat maksimum ini secara keseluruhan menunjukkan pola sejalan, seperti terlihat dari adanya koreiasi negatip antara jerapan fosfat maksimum dengan nisbah Si02/R,03. Dari hubungan tersebut tampak ada kecenderungan semakin rendah nisbah Si0,/R,03 atau semakin tinggi tingkat peiapukan atau tingkat desilikasi, jerapan fosfat maksimum semakin tinggi. Adanya variasi atau perbedaan pada nilai jerapan fosfat maksimum, tidak saja terjadi antar sekuen, tetapi terjadi juga antara horison permukaan dan horison bawah di dalam satu pedon (Gambar 35). Perbedaan tersebut sangat berkaitan dengan sifat kimia, fisik maupun mineral dari pedon yang bersangkutan. Untuk melihat peranan dari masing-masing sifat tanah tersebut terhadap jerapan fosfat maksimum dilakukan uji korelasi matrik (Tabel Lampiran 13). Berdasarkan TabeI tersebut oksida-oksida (Fe dan Al), pH, dan pH-H,O berkorelasi positip nyata atau sangat nyata, sedangkan karbon organik,oksida Fe dan Al terektrak pyrofosfat (Fe.p dan A1.p) dan jumlah basa-basa berkorelasi negatip dengan jerapan fosfat. Diantara oksida-oksida, Fe.0 yang korelasi tertinggi dan sangat nyata (r =
mewakili oksida besi amorf mempunyai
+ 0.85). Hal ini memperkuat pendapat-pendapat
Tabel 26. Jerapan Fosfat Maksimurn dan Kebutuhan Fosfat pada Tanah Oxisol
Pedon/ Horison
Oxisol Sekuen ZP- 1/I 1/11 ZP-2/I 2/11 ZP-3/I 3/11 Rata-rata
Jerapan P Maksimum ( f i g P/g )
Zipur (LatosolMerah Ungu) 1478 693 2755 1949 1610 95 1 2817 2083 1468 979 2066 I757 1519 2546 1402
Oxkol Sekuen Kait-Kait KK- 1/I 1607 1/11 KK-2/I 1514 2/11 KK-3/1 1512 3/11 Rata-rata 1544
(LatosolMeralt Ungu) 1923 1838 1908 1890
Oxisol Sekuen Pulau Sari (Loterifik) PS-1/I 634 1/11 PS-2/I 2/11 PS 3/1 3/11
Rata-rata
Oxisol Sekuen GR- 1/I 1/11 GR-2/I 2/11 GR3/I 3/11 Rata-rata
Jerapan P pada 0.2 pprn (Kg P/ Ha)
718
636 660 449
573
631 670
Gunung Raja (Laten'tik) 622 72 1 634 753 636 671 631 715
937 1757 873 1335 1080 1300 1214
154 502 154 292 110 I58 228
226 435 107 443 89 157
243
Kebutuhan Fosfat*' (Kg P/Ha)
Pedon/ Horison
Jerapan P ~ a k s i & i n (P% p/ g)
Oxkol Sekuen PL-111 2/11 PL-211 2/11 PL-3/I 3/11 Rata-rata
Jerapan P pada 0.2 ppm (Kg PI Ha)
Kebutuhan Fosfat*' (Kg PI Ha)
Pantai Linoh (Podsolik Merah Kuning) 982 175 1167 672 1166 1361
84 1 855 996
1127
672 440 429 41 1 466
Oxkol Sekuen Tanjung (PodsolikMerah Kuning) TI-1tI 705 418 1/11
899
TJ-2/I 2/11 TJ-3/I 3/11 Rata-rata
91 1 1006 980 865
1006 970
726 556 778 31 1 778
594
Keterangan : Horison I = Lapisan olah (Ap) 11 = Horison dibawah Ap *) = Perhitungan 1 Ha dengan kedalaman 10 cm Perhitungan pada 0.2 ppm dalam larutan tanah sebelumnya dimana oksida besi amorf lebih berperan terhadap jerapan fosfat dibandingkan dengan oksida besi kristalin, yang dalam ha1 ini diwakili oleh Fe.k (Fe.d-Fe.0) dengan nilai r =
+ 0.70.
Hal yang sama ditunjukkan pula oleh oksida alumunium.
Data jerapan fosfat pada kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (LarosoC Merah
Ungu) yang berasal dari batuan yang kaya mineral feromagnesium jauh lebih tinggi dari pada kelompok lainnya. Hal ini terutama disebabkan oleh jumlah oksida besi, khususnya oksida amorf yang kandungannya paling tinggi pada kelompok Oxisol ini (Tabel 22).
. 0
n
0
s
f 3I s D
a
lam l-
lam
-
lmo 800
40
0
UPUR
WIT-WIT
P. SARI
G. RAJA
P. LlNOH
TANJUNG
KELOMW K PEDON
UPUR
WIT-KAK
P. SARI
G. RAJA
P. LlNOH
TANJUNG
KELOMPOK P E W N
Gambar 35. Jerapan Fosfat Maksimum pada setiap Pedon
Jerapan fosfat maksimun juga berkorelasi positip dengan pH,. Keadaan ini sejalan dengan adanya korelasi positip antara jerapan fosfat dan oksida besi. Seperti telah dijelaskan pada bab terdahuIu, sumbangan oksida besi sangat besar terhadap nilai pH,, dimana semakin tinggi oksida besi dalam tanah pH, cenderung meningkat. Sementara itu karbon organik berkorelasi negatip dengan jerapan fosfat, yang berarti semakin tinggi bahan organik semakin rendah jerapan fosfat. Keadaan seperti ini diperlihatkan oleh jerapan fosfat pada horison permukaan yang lebih rendah dari horison bawah, karena bahan organik pada horison permukaan lebih tinggi dari pada horison bawah. Menurut Tan (1991) bahan organik dengan Fe dan Al dapat membentuk kompleks, sehingga peranan
senyawa tersebut terhadap jerapan fosfat berkurang. Hal ini diperjelas lagi dengan adanya korelasi negatip antara jerapan fosfat maksimum dengan Fe.p dan Al.p, dimana kedua nilai ini m e ~ p Z I k a ncerminan dari kompleks bahan organik dengan besi dan Al. Adanya jerapan fosfat yang lebih tinggi pada horison B dibandingkan dengan horison permukaan, ditinjau dari pengelolaan tanaman tebu di areal penelitian perlu mendapat perhatian. Pengolahan lahan yang dilakukan secara mekanis apabila mencapai horison bawah, maka horison B akan terangkat keatas dan akan meningkatkan jerapan fosfat pada lapisan olah. Dari pembahasan diatas tampak beberapa sifat tanah berkorelasi dengan jerapan fosfat dan disamping itu antar sifat-sifat tanah tersebut (peubah bebas) juga terjadi korelasi antar sesamanya (Tabel Lampiran 14) atau terjadi multikolinearitas. Untuk mengeliminir adanya pengaruh rnultikolinearitas, dipakai pendekatan Komponen Sidik Utama untuk mencari hubungan antara jerapan fosfat maksimum dengan beberapa sifat yang mempengaruhinya. Hubungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 149.03 Z, + 179.11 Z, Z, 119.46 Z, R2 = 0.88 ; dimana : Z, = terutama ditentukan Fe.0, Fe.d atau pH,. Z, = terutama ditentukan pH H,O
Y (JFM) = 461.82 Z,
+
-
+ 96.06 Z + 77.62
2, - 90.58
Z, Z, Z6 Z,
= terutalna ditentukan karbon organik
= terutalna ditentukan A1.p
5 = terutama ditentukan A1.o
= terutalna ditentukan jumIah basa-basa = terutama ditentukan A1.d
Diantara faktor-faktor diatas, Z, merupakan yang terpenting karena dapat menerangkan keragaman 22 %. Sedangkan Z,, Z , , Z,, Z,, Z,, Z, masing-masing dapat menerangkan keragaman sebesar 9 . 8 %, 10 %, 9.5 %, 8 . 9 %, 9 . 9 % dan 9.5 %. Berdasarkan kriteria Juo dan Fox (1977) mengenai kebutuhan fosfat standar yang didasarkan pada kadar fosfat 0.2 ppm pada larutan tanah, jerapan fosfat kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) termasuk sangat tinggi, kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) termasuk sedang sampai tinggi, sedangkan kelompok sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) termasuk sedang. Untuk menghitung
kebutuhan
pupuk
fosfat, Fox dan Kamprath (1970)
menganjurkan untuk menghitung fosfat yang dijerap berdasarkan fosfat dalarn larutan sebesar 0 . 2 ppm (Tabel 2 6 ) . Dari Tabel tesebut tampak bahwa hasil perhitungan pada kadar fosfat 0.2 ppm dalam larutan umumnya kebutuhan fosfatnya
tinggi. Untuk
kelompok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) kebutuhan fosfat berkisar antara 991 - 1203 kg P/ Ha (5037 - 61 15 kg T S P I Ha) dan untuk kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) berkisar antara 364 -
512 kg PIHa (1850 - 2600 kg TSP/ Ha). Sedangkan untuk kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik) berkisar antara 201
-
209 kg PI Ha (1022 - 1062 kg
TSP/ Ha). Pada seluruh areal perkebunan tebu di daerah penelitian, takaran pupuk fosfat yang diterapkan i;ilah 600 kg TSPI Ha per musim tanam, tanpa memperhatikan keragaman sifat tanah. Dengan demikian khususnya pada dua kelompok Oxisol, yaitu pada kelornpok sekuen Zipur dan Kait-Kait (LatosolMerah Ungu) dan kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung )Podsolik Merah Ungu) takaran yang diterapkan sekarang pada lahan tebu masih jauh dari kebutuhan.
135
Pedoeenesis Beberapa cara telah diutarakan oleh Hardjowigeno (1993) dan Buol et aL (1980) untuk mempelajari proses pembentukan atau genesis tanah. Cara pertama adalah Metode Peubah Bebas. Dalam metode ini faktor-faktor pembentuk tanah dianggap sebagai peubah bebas artinya tidak tergantung satu sama lain, dimana ontuk mempelajari pengaruh masing-mas~ng faktor pernbentuk
tanah maka hanya satu faktor yang dianggap ber-
pengaruh, sedangkan faktor lain dianggap tidak berpengaruh.
Hal ini merupakan
penyederhanaan yang berlebihan, karena dalam kenyataannya setiap faktor tidak bekerja sendiri-send iri. Cara kedua adalah Metode Peubah Tidak Bebas, dimana semua faktor pembentuk tanah merupakan fungsi dari faktor lain. Dengan demikian tanah yang ditemukan mestinya juga sangat variabel, ha1 ini kurang realistis. Cara ketiga adalah Metode Analisis Makro, yaitu merupakan kompromi dari cara pertama dan kedua. Dalam metode ini mula-mula tanah dikelompokkan secara makro, misal kedaIam great grup tanah, asosiasi tanah atau katena, kemudian genesis dari masing-masing kelompok tersebut dipelajari. Satu cara lagi yang dikemukakan Buol et al(1980) yaitu Metode Analisis Numerik. Pada metode ini semua data yang dianggap penting dalam hubungannnya dengan genesis tanah dibuatkan suatu nilai selang. Nilai tersebut diberi sekala 1 sarnpai 100, dan kemudian dianalisis. Untuk mempelajari tanah-tanah di daerah penelitian dipergunakan Metode Analisis Makro karena lebih realistis. Kelompok tanah yang dipilih sebanyak 3 kelompok seperti telah dikemukakan pada bab 'Bahan dan Metode Penelitian'. Proses pembentukan tanah yang dianggap paling menonjol terjadi pada kelompok Oxisol sekuen Zipur d a n Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) adalah pedoturbasi dan pembentukan struktur tanah mikro serta proses desilikasi. Adanya proses pedoturbasi dicirikan olch tanahnya yang seragam pada seluruh solum, baik warna, struktur maupun
konsistensi dan mineralogi. Pedoturbasi ini merupakan percampuran secara biologis atau fisik dari horison-horison tanah sehingga tanah menjadi homogen. Percampuran antara lain terjadi karena adanya aktivitas meso fauna. Pada irisan tipis kelompok Oxisol ini teridentifikasi sisa-sisa kegiatan meso fauna yang diduga telah melakukan proses pedoturbasi. Proses lain yang terjadi adalah pembentukan struktur tanah rnikro (Gambar
36) dan ha1 ini dapat terjadi karena tingginya kadar oksida besi pada kelompok ini. disamping aktivitas meso fauna juga tinggi . Menurut Stoops (1993) struktur mikro terjadi karena adanya interaksi permukaan antara kaolinit dan besi. Terbentuknya suuktur tanah mikro pada kelornpok Oxisol ini menyebabkan tanahnya menjadi gembur dan strukturnya kersai. Pada kedua kelompok Oxisol lainnya, struktur tanah mikro ini belum terbentuk secara jelas seperti terlihat dari struktur tanahnya yang masih berbentuk gumpal bersudut dan konsistensi teguh. Hal ini diduga karena kandungan oksida besinya masih relatif rendah, sedangkan kandungan silikatnya relatif lebih tinggi daripada kelompok Zipur dan Kait-Kait. Dari hasil analisis mineral liat dengan XRD dan DTA pedon-pedon pada kelompok tanah ini didominasi oksida besi (goetit dan hematit) clan sedikit mineral liat tipe 1 : l (kaolinit). Fakta ini memberi petunjuk bahwa pada kelompok tanah ini, mineral primer dan sekunder telah berubah menjadi oksida-oksida terutama oksida besi. Hal ini ditunjang dengan hanya ditemukannya mineral resisten pada fraksi pasir total, sedangkan mineral mudah lapuknya hampir tidak ada. Adanya dominasi oksida besi juga ditunjang oleh w a r m tanahnya yang merah ungu. Seperti telah dibahas pada bab lain, oksida besi bertanggung jawab atas terjadinya warna merah pada tanah dan hematit meskipun dalam jumlah yang sedikit merupakan figmen yang kuat sekali, sehingga dapat memoles warna kekuningan dari goetit menjadi merah. Oksida besi yang dibahas diatas, pembentukannya
diduga melalui proses
desilikasi, yang sering juga disebut feralisasi atau, feritisasi. Proses desilikasi mencakup pemindahan silika secara kimia ke luar dari solum sehingga konsentrasi AI dan Fe
meningkat, dengan atau tanpa pembent-ukan batu besi dan konkresi. Pada pedon-pedon kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (LatosoL Merah Ungu) dibuktikan oleh nisbah SiO, terhadap R,O, (A1,0, antara 0.05
-
+ FqO,)
yang sangat rendah, yaitu rata-rata tiap pedon berkisar
0.09 (Tabel 25). NiIai-nilai tersebut hampir seragam pada soIum (Tabel
Lampiran 3). yang menandakan akumukasi besi secara maksimal telah terjadi pada seluruh solum. Adarlya konkresi juga teridentifikasi secara mikroskopis pada irisan tipis (Gambar 36). Suhu tinggi dan pencucian yang kuat merupakan salah satu syarat untuk terjadinya proses desilikasi dan akumulasi besi. Pada daerah penelitian dua kondisi ini terpenuhl. Suhu udara rata-rata di daerah penelitian berkisar antara 2 5 . 9
- 27.0
"C atau suhu tanah
rata-ram 28.4 - 29.5 "C,sedangkan rata-rata curah hujan tahunan 2782 mm, dengan bulan kering ( < 100 mm) hanya 3 bulan (Tabel 4). Menurut van Schuylenborg (1971), suhu dan curah hujan yang tinggi serta dalam Iingkungan aerob, hancuran kimia yang utama adalah melalui proses hidrolisis. Pada proses hidmiisis ini terjadi serangan ion hidrogen pada struktur kristal dan terjadi penggantian kation-kation dalam kristal oleh hidrogen, sehingga struktur rusak dan hancur. Kerusakan mineral dapat juga terjadi karena proses oksidasi. Akibat oksidasi tersebut terjadi perubahan besi fero yang terdapat di dalam kristal menjadi besi feri. Karena terjadi perubahan ukuran dan muatan dari fero menjadi feri, maka mineral-mineral menjadi hancur dan terjadi kerusakan struktur mineral. Akibatnya beberapa macam ion dibebaskan. Ion-ion yang mudah larut seperti Si dan kation-kation basa hilang tercuci dan ini terbukti dari kation-kation basa (K, Na, Ca, Mg) yang kadarnya rendah sampai sangat rendah (Tabel Lampiran 2) pada pedon kelompok tanah ini. Ion-ion Fe dan Al yang relatif sulit Larut menjalani rekristalisasi terutama membentuk oksida besi. Pada kelompok Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) terjadi pembentukan sifat tiksounpik, yaitu bila dipijit terasa licin dan rnengeluarkan air. Sifat ini diduga ada kaitannya dengan kandungan oksida besi dan alumunium amorf yang tinggi pada kelompok
138 ini, karena molekul oksida-oksida ini mengandung gugus H,O. Hal ini didukung oleh adanya korelasi positip antara kadar besi dan alumunium arnorf (Fe.0 kadar air tersedia, dengan nilai r tinggi dan sangat nyata (r =
+
A1.o) dengan
+ 0.75).
Besarnya oksidasi atau hidrasi akan menentukan warna masa tanah, dimana dengan meningkatnya tingkat oksidasi masa tanah akan berubah dari kecoklatan, coklat kemerahan dan akhirnygi menjadi merah (Buol et al, 1980). Untuk kasus kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait {Latosol Merah Ungu) warna masa tanah merah ungu, yang berarti oksidasi telah berjalan secara intensip. Untuk ha1 yang demikian prosesnya disebut feruginasi. Warna merah ungu seperti telah dibahas, akibat adanya oksida besi hernatit, karena hematit merupakan l'igmen warna merah yang kuat sekali. Disamping itu juga diduga oleh adanya pengaruh mangan. Gabungan warna merah dari hematit dan warna ungu dari mangan &an menghasil kan warna merah keunguan. Wartla dominan Oxisol kelompok Pulau Sari dan Gunung Raja (Latericik) dan kelompok Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) pada horison B masing-masing coklat tua sampai rnerah kekuningan dan coklat kemerahan dan kandungan besi total clari kelompok pertama lebih rendah dari kelompok kedua (Tabel 22). Berdasarkan warna dan kandungan besinya, maka pada kelompok Pulau Sari dan Gunung Raja telah terjadi proses braunifikasi dan pada kelompok Pantai Linoh dan Tanjung telah terjadi proses rubifikasi. Pemlpebasan besi juga dipercepat dengan kehadiran bahan organik. Menurut Tan (1978 dalarn Tan ,1991) melalui dekomposisi bahan organik pada lingkungan aerob
sejumlah senyawa organik seperti asam fulfat dan humat dibebaskan. Kebanyakan dari senyawa-senyawa organik tersebut mempunyai kapasitas untuk mengkompleks ion-ion logam, dan mereka mungkin dapat membebaskan Fe dan AI dari mineral primer atau sekunder. Adanya dugaan terbentuknya kompIeks bahan organik dan Fe atau Al, dilihat dari Fe dan Al yang terekstraks pyrofosfat. Semakin tinggi bahan organik semakin tinggi pula logam yang dapat dikhelat. Hal ini terlihat dari pola sebaran bahan organik yang
identik dengan pola sebaran Fe.p, yaitu tinggi diatas dan rendah dibagian bawah solurn (Tabel Lampiran 3). Hasil uji korelasi antara kadar karbon organik dan Fe.p pada kelornpok tanah ini menghasilkan nilai r yang tinggi dan sangat nyata (r =
+ 0.805).
Pada kelornpok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) tanahnya bermuatan net0 positip yang ditunjukkan oleh pH-H,O < pH-KC1 dan pH, > pH-H20. Keadaan ini rnenunjukkan tanah ini telah rnengalarni hancuran iklim yang sangat lanjut, seperti dicirikan pula oleh fraksi liat yang didorninasi oksida besi. Tingkat pelapukan yang telah lanjut pada kelornpok Oxisol ini, sejalan dengan tingginya kadar liat dan ketebalan solum. Dengan demikian rnasih sejalan dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalarn ilrnu tanah, yaitu sernakin tinggi tingkat pelapukan, sernakin tinggi pula kadar liat dan tebal solurn, akibat proses desintegrasi. Pembentukan liat pada pedon-pedon kelompok tanah ini tampak sangat intensip, yang tercermin dari kadar liatnya cukup tinggi. Namun meskipun kadar liatnya tinggi, tetapi tidak terlihat adanya kenaikan liat di dalarn solurn yang rnemenuhi sarat untuk horison argilik atau kandik. Horison yang terbentuk hanya horison oksik, karena KTK (NH,OAC 1 N pH 7) C 16 crnol(+)/kg liat, dan KTK efektif < 12 crnol (+)/kg liat. Dengan demikian pada kelompok tanah ini tidak terjadi proses iluviasi atau kalau terjadi intensitasnyzt kecil. Tidak terjadinya proses iluviasi ditunjang dengan tidak dijumpainya selaput liat, baik dari pengamatan lapang maupun dari pengarnatan irisan tipis. Hai ini terjadi karer~aadanya kandungan besi yang cukup tinggi, dirnana besi rnerupakan agen penyemen yimg efektif terhadap butir-butir primer tanah. sehingga liat sulit terdispersi dan proses iluviasi terhambat. Disamping itu aktivitas meso fauna dapat merusak selaput hat. Pada pedon PL-2 sekuen Pantai Linoh (Podsolik Merah Kuning) dijumpai adanya selaput liat pada irisan tipis (Garnbar 35). yang menandakan adanya proses iluviasi. Narnun jumlahnya kurang dari 1 % sehingga tidak rnernenuhi sebagai horison argilik. Pada kelornpok Oxisol ini rnasih lebih rnemungkinkan terjadinya proses iluviasi karena kadar oksida besi masih lebih rendah dari kelornpok Oxisol sekuen Zipur dan Kait-Kait
(Latosol Merah Ungu), sehingga liat dapat terdispersi. Prosw desilikasi yang terjadi pada tanah kelompok sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu), juga terjadi pada dua kelompok tanah lainnya yang diteliti. Yang berbeda hanya intensitasnya lebih rendah. MineraI liat pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateririk) dan kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) didominasi Iiat tipe I:l (kaolinit) disamping oksida besi dan alumunium. Untuk pembentukan liat tipe 1: 1 diperlukan adanya S i dan Al yang seimbang. Jika Si terlalu banyak tercuci keluar solurn akibat desilikasi yang sangat intensip, liat tipe 1:1 tidak akan banyak terbentuk. Pada kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Larenntik) serta kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) liat tipe 1: 1 masih terbentuk, karena tingkat desilikasinya masih lebih rendah sehingga S i dan A1 masih seimbang. Lebih rendahnya tingkat desilikasi dan akumulasi besi pada dua kelompok tanah ini, tercermin pula dari nisbah Si02/R,0, yang jauh lebih tinggi (> 10 kali) daripada kelornpok tanah sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu). Perbedaan yang cukup rnencolok dalam intensitas desilikasi ini lebih mencerminkan pengaruh d a n jenis bahan induk. Faktor pembentuk tanah seperti iklirn, vegetasi dan topografi relatif hampir sama. Namun umur bahan pada kelompok tanah sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) lebih tua (Kapur Awal) dari
umur
bahan
kedua
kelompok lainnya, disamping itu bahannya dari batuan yang mengandung banyak mineral feromagnesium yang relatif mudah hancur. Pengaruh umur bahan induk ini tercerrnin pula pada dua kelompok lainnya. Seperti
teIah dibahas pada bab indeks pelapukan, nisbah SiO,/R,O, atau tingkat desilikasi pada kelompok Oxisol sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) tidak begitu berbeda atau tidak jelas perbedaannya dengan kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik). KeIompok tanah sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik
Merah Kuning) menurut Sikumbang dan Heryanto (1986) berasal dari bahan yang berumur
kapur akhir. Kelompok tanah sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Latenlik) berasal dari bahan sedimen berumur kuarter, tetapi bahan asalnya berasal dari bahan yang berumur relatif sama dengan bahan kelompok tanah sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podrolik
Merah Kuning). Sehingga proses desilikasi pada kelompok tanah sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateririk), tidak saja terjadi pada solum yang sekarang, tetapi juga sudah terjadi sebelum bahannya diendapkan ditempat sekarang. Pada pedon kelompok Oxisol sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Laten.cik) dijumpai kongkresi besi/batu besi cukup tinggi, yaitu berkisar antara 40 - 80 % . Konkresi besi ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari plintit dan pada kelompok tanah ini plintit rnasih dijumpai pada pedon PS-2 dan GR-3. Proses pembentukan plintit tersebut diduga akibat perbedaan permeabilitas. Dimana permeabilitas horison bawahnya agak terhambat akibat dari sebaran besar butirnya lebih halus karena ada perbedaan ukuran besar butir dari bahan yang diendapkan. Jika ada air masuk kedalam solum tanah, karena ada perbedaan permeabilitas akan terjadi fluktuasi air tanah pada horison tersebut sehingga terjadi segregasi d a n translokasi besi membentuk karatan merah dan abu-abu. Setelah segregasi tersebut cukup banyak,
sehingga
memungkinkan terjadinya pengerasan tidak balik (irreversible hardening), maka baru masa lunak merah tersebut disebut ptintit. Pada horison dekat permukaan tanah akan terjadi pengeringan dan pembasahan yang berulang-ulang akibat adanya fluktuasi curah hujan, plintit akan lnengeras membentuk konkresi besi. Menurut Coninck (1978) ha1 ini mungkin terjadi akibat dehidrasi tidak balik (irreversible dehydration) terhadap hidroksida. Pada keiornpok tanah sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) dan kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) meskipun sama-sama rnengandung besi cukup tinggi tidak terbentuk plintit karena drainase di dalam profil baik, sehingga tidak terjadi stagnasi air didalam solum. Pengaruh Iereng terhadap pembentukan plintit tidak tampak, karena proses pembentukan plintit lebih dipengaruhi oleh keadaan permeabilitas didalam solum tanah.
Pengaruh lereng terhadap proses desilikasi pada tiap kelompok tanah tidak sama. Pada kelompok tanah sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja (Lateritik), pedon pada lereng atas mempunyai intensitas desilikasi yang lebih tinggi daripada pedon di lereng bawah. Hal ini ditunjukkan oleh nisbah SiOJ R,O, pedon PS-1dan GR-1 (pada lereng atas) lebih rendah daripada pedon PS-3 dan GR-3 (pada lereng bawah). Seperti telah dijelaskan pada bab pelapukan, karena sifat Si yang lebih mudah larut daripada seskuioksida, sehingga Si lebih menunipuk di lereng bawah dan seskuioksida sebaliknya. Pada kelompok tanah sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) dan kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) pengaruh lereng poIanya tidak jelas. Pada sekuen Kait-Kait dan Pantai Linoh relatif tidak menunjukkan perbedaan. Sedangkan pada sekuen Zipur dan sekuen Tanjung, polanya ada kecenderungan intensitas desilikasi makin tinggi makin kearah Iereng bawah. Dengan demikian asumsi mobilitas Si dan seskuioksida, khususnya besi yang diberlakukan terhadap kelompok tanah sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja tidak berlaku pada dua sekuen ini. Hal ini dapat dijelaskan karena daya larut Fe selain ditentukan oleh pH, juga oleh nilai Eh (tingkat oksidasi/reduksi) dan konsentrasi ion. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran Eh sehingga sulit untuk melacak secara pasti penyebabnya. Namun diduga tingkat oksidasi tidak begitu tinggi (mungkin pada Eh =
+ 0.2
V), sehingga pada pH sekitar 5 - 5.5,
yaitu pH tanah pada kedua sekuen tersebut, Fe masih dalam bentuk fero sehingga daya larutnya masih tinggi, sehingga Fe tidak banyak menumpuk pada lereng atas. Akibatnya nisbah SiO,/R,O,
pada lereng bawah masih lebih tinggi daripada di lereng atas, atau
tingkat desilikasinya masih lebih rendah.
Kategori Tanah dan Produksi Tebu Data produksi tebu yang dapat dikumpulkan hanya dari tiap sekuen/lokasi, sehingga sedikit menimbulkan masalah dalam melihat produksi pada setiap kategori tanah, terutama jika pada satu lokasi ditemukan 2 atau 3 tanah yang berbeda kategori seperti pada sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja. Sebagai pendebtannya diambil tanah yang dianggap paling dominan pada lokasi tersebut. Data produksi tebu pada tiap kategori tanah disajikan pada Tabel 27 dan Gambar 37 dan 38. Untuk memudahkan pembahasan , juga disajikan angka produksi yang telah dikonversi menjadi nilai persen (%), dengan asumsi nilai 100 % merupakan angka produksi ram-ram tertinggi ( 522 kw/Ha). Berdasarkan Tabel dan Gambar tersebut tedihat bahwa produksi tebu rata-rata pada Famili tanah yang sama ada kecenderungan hampir sama. Produksi tebu rata-rata pada Famili A ( Anionic Acrudox, halus, campuran ferruginous dan kaolinitik, isohipertermik) berkisar antara 87
-
8 9 % (rata-rata 88 %), pada Famili B (Plinthic Hapludox, berliat
skeletal, kaolinitik, isohipertermik) berkisar antara 80
-
83 % (rata-rata 82 %) dan pada
Famili C (Typic Hapludox, sangat halus, kaolinitik, isohiperterrnik) berkisar antara 95
-
100 % (rata-rata 98 %). Demikian pula halnya pada kategori Sub Group produksi tebu
rata-rata cenderung hampir sama. Pada kategori Great Group angka produksi mulai bervariasi, seperti terlihat pada Garnbar 38. Untuk Great Group Acrudox karena hanya diwakili dua lokasi masih relatif homogen. Pada Great Group Hapludox terjadi variasi yang cukup besar, dimana pada sekuen Pulau Sari dan Gunung Raja nilai rata-rata 82 % sedangkan pada sekuen Pantai Linoh dan Tanjung nilai rata-rata 98 %, atau berbeda 16 %. Berdasarkan gambaran diatas terlihat bahwa khususnya pada Famili tanah yang sarna produksi tebu rata-rata cenderung hampir sama (variasi produksi tebu berkisar 2-5 %), sedangkan pada kategori Great Group atau kategori yang lebih tinggi (Sub Ordo dan
Ordo) produksi sudah tidak homogen lagi (variasi produksi tebu > 10 56).
Dengan
demikian pada Famili tanah yang sama, dengan asumsi tingkat pengelolaan yang dilakukan di P.G. Pelaihari sama, produksi tebu cenderung hampir sama. Atau dengan kata lain,
dengan memakai indikator produksi, Famili tanah yang sama cenderung memberikan respons yang sama terhadap suatu tindakan pengelolaan yang sama. Oleh karena itu kategori Famili dapat dijadikan sebagai dasar daIam menentukan tingkat pengelohan (tanaman tebu).
Tabel 27. Rata-rata Produksi Tebu pada tiap Kategori Tanah Subordo
Great Croup
Ordo : Oxis01 Udox AccuQx
Sub Group
Famili
Lokasi
Anionic Acrudox
Anionic Acrudox halus, campuran" .isohiperrermilc
.
( A )
Hapludox
PLinthic Hapludox
Typic Hapludox
Zipur Kait-Kait Rata-rata
.
P h t h i c Hapludox berliat skeletal, F'uiau Sari kaolinitik. isohipertermik Gunung Raja (B) Rata-ram
.
sangat halus. kaolinitik, isohipefiermik
Typic Hapludox ( c )
Pantai Linoh Tanjung Rata-ram
Produksi Tebu' (KwIHa) ( % )"
463
89
453
87
458
88
432
83
420
80
426
82
495
95
522
100
509
98
Keterangan : ' = Produksi ram-rata 4 - 7 tahun (1986- 1992) " = Persentase terhadap angka produksi ram-rata tertinggi ( 522 kwlHa ) '-= Campuran ferruginous dan kaolinitik
Dari l'abel 27 dan Gambar 37 terlihat pula bahwa Famili C mempunyai rata-rata produksi paling tinggi, kemudian Famili A dan terendah Famili B. Produksi tebu tersebut terlihat pula erat kaitannya dengan "nama Famili". Berdasarkan namanya Famili B (Plinthic Hapludox, kaolinitik) mempunyai sifat kimia yang lebih baik dibandingkan dengan Famili A (Anionic Acrudox, campuran). Meskipun Famili B mernpunyai sifat kimia yang lebih baik, tetapi produksinya paling rendah. Faktor penyebabnya adatah sifat
fisiknya paling jelek (berliat skeletal), yaitu banyak mengandung kerikil berupa konkresi besi. Karena banyak fraksi kasar (kerikil). maka dengan sendirinya fraksi liat persatuan luas akan sedikit, padahal fraksi ini memegang peranan penting dalarn kaitannnya dengan pertumbuhan tanaman.
Famili C yang febih tinggi produksinya dibandingkan Famili A
sudah sejalan dengan sifat kimianya, dimana yang pertama lebih baik sifat kimianya dari pada yang kedua, sedangkan sifat Iainnya relatif sama. Dengan demikian nama tanah pada sistim klasitikasi menurut Taksonomi Tanah, khususnya pada kategori Famili sudah mencerminan potensi masing-masing tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan dari klasifikasi pada sistim Taksonomi Tanah, yaitu sebagai dasar penelitian/survey tanah dan menginterpretasi hasilnya. Pada kategori Sub Group atau kategori yang lebih tinggi, nama tidak mencerminkan produksi, dimana produksi Plinthic Hapludox < Anionic Acrudox < Typic Hapludox. Hal ini karena pada kategori Sub Group atau yang lebih tinggi, variasi sifat-sifat tanah besar, dan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tidak banyak dijadikan penciri kateyori tersebut.
I
-
I
FAMlU TANAH
A Anionic Amdon, halus, campunn. isohipsrtermik B = PHnthk HqMox. M iskelatal, kadinkih isohipertermik C =Typic Hapkdox, aangat halus, lcwllnitih isohlpertarmik
Gambar 37. Produksi Tebu pada setiap Famili Tanah
--50D
. 2'
3
I
@ a a
P P
-
Ja-
fOD
0
-
ACRUDOX
HAPLUDOX
OREATGROUP TANAH
Gambar 38. Produksi Tebu pada setiap Great Group Tanah