IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah Sel darah merah berperan membawa oksigen dalam sirkulasi darah untuk
dibawa menuju sel dan jaringan. Jumlah sel darah merah mempengaruhi jumlah oksigen yang tersedia untuk metabolisme sel. Selain itu jumlah sel darah merah dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak. Tabel 2. menunjukkan rataan jumlah sel darah merah dari masing-masing perlakuan, yaitu R0 (2,71), R1 (2,43), R2 (2,72), dan R3 (2,57) x 106 /μL. Rataan jumlah sel darah merah terendah terdapat pada perlakuan R1 yaitu sebesar 2.43 x 106 /μL dan tertinggi terdapat pada perlakuan R2 yaitu sebesar 2,72 x 106 /μL. Rataan jumlah sel darah merah dari masing-masing perlakuan disajikan pada Ilustrasi 2. Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah Ulangan
Perlakuan R0 R1 R2 R3 6 …………………………10 /μL……………………………. 3,00 2,47 2,58 2,53 2,58 2,33 2,75 2,59 2,62 2,47 2,55 2,67 2,65 2,43 2,73 2,51 2,70 2,47 2,99 2,55 2,71 2,43 2,72 2,57
U1 U2 U3 U4 U5 Rataan Keterangan : R0 = 60 mL air minum tanpa perlakuan R1 = 48 mL air minum + 12 mL (20%) infusa daun kecubung R2 = 36 mL air minum + 24 mL (40%) infusa daun kecubung R3 = 24 mL air minum + 36 mL (60%) infusa daun kecubung
22
Ilustrasi 2. Rataan Jumlah Sel Darah Merah Itik Jantan yang Diberi Berbagai Tingkat Infusa Daun Kecubung (Datura metel. Linn) Dalam Air Minum Sebelum Transportasi Analisis data (Lampiran 4) dilakukan dengan menggunakan analisis ragam (Gaspersz, 1995). Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pemberian infusa daun kecubung (Datura metel. Linn) berbeda nyata (P<0,05) pengaruhnya terhadap jumlah sel darah merah, untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Uji Jarak Berganda Duncan Jumlah Sel Darah Merah Itik Jantan yang Diberi Infusa Daun Kecubung (Datura metel. Linn) Dalam Air Minum Sebelum Transportasi Perlakuan Signifikansi (0,05) Rataan (𝟏𝟎𝟔 /μL) 2,43 a R1 2,57 ab R3 2,71 b R0 2,72 b R2 Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
23
Hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 3. menunjukkan bahwa jumlah sel darah merah pada perlakuan R2 tidak berbeda nyata terhadap R0 dan berbeda nyata terhadap R3 dan R1, perlakuan R0 tidak berbeda nyata terhadap R2 dan berbeda nyata terhadap R3 dan R1, perlakuan R3 berbeda nyata terhadap R2, R0 dan R1, sedangkan perlakuan R1 berbeda nyata terhadap R2, R0 dan R3. Jumlah sel darah merah pada perlakuan R0, menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Keadaan ini diduga karena ada
desakan kebutuhan oksigen saat awal transportasi sehingga dibutuhkan sejumlah sel darah merah untuk dapat mengangkut kebutuhan oksigen. Pada kondisi seperti ini, limfa akan berkontraksi dan memompakan cadangan sel darah merah ke dalam sirkulasi darah (Swenson, 1984; Soeharsono, 2010). Kondisi lingkungan selama transportasi mengalami peningkatan (lampiran 7) sehingga terjadi peningkatan metabolisme sel dalam tubuh ternak, yang berarti perlu tambahan sel darah merah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam menunjang kegiatan metabolisme dalam sel. Pemberian infusa daun kecubung menunjukkan bahwa perlakuan R2, memiliki jumlah sel darah merah yang setara dengan perlakuan R0, sementara perlakuan R3 memiliki jumlah sel darah merah lebih rendah dari
R2, dan R1
memiliki jumlah sel darah merah paling rendah. Kondisi tersebut diduga bahwa penggunaan kecubung dapat diidentikan dengan senyawa alkaloid tropan. Tinggi rendahnya dosis pemberian akan memberikan respons yang berbeda. Pada pemakaian dosis rendah atau alkaloid tropan rendah khususnya atropin berdampak menurunkan kerja jantung (bradikardia), sementara penggunaan dosis tinggi akan menampakkan kondisi yang berbalikan, yaitu meningkatkan kerja jantung (takikardia)
24
Dugaan fluktuasi jumlah sel darah merah bila dikaitkan dengan dosis, perlakuan R1 atau dosis 20 % mengandung alkaloid tropan rendah yang berarti kerja jantung melambat yang dimungkinkan senyawa tropan berupa atropin dan skopolamin bekerja memblok reseptor muskarinik sehingga kerja syaraf parasimpatis menurun. Pada perlakuan R2 atau dosis 40%, jumlah sel darah merah relatif sama dengan perlakuan R0, tampaknya kerja jantung meningkat mengaktifkan limfa sebagaimana pada perlakuan R0. Sementara pada perlakuan R3 atau dosis 60% tampak jumlah sel darah merah menurun nyata dibandingkan dengan R2. Dosis 60% pada perlakuan R3 adalah dosis tertinggi namun jumlah sel darah merah menurun, keadaan ini ada kaitannya dengan senyawa lain yang terkandung dalam daun kecubung, seperti saponin, tanin, flavonoid yang masing-masing diduga berpengaruh terhadap jumlah sel darah merah. Semakin tinggi dosis infusa daun kecubung yang diberikan berarti semakin meningkat kandungan senyawa-senyawa aktifnya, saponin memiliki sifat sebagai deterjen yang berpeluang melisiskan sel darah merah (Francis dkk, 2002), tanin mempunyai kemampuan mengikat protein (Cheeke, 1989) dan melapisi dinding usus halus akan menghambat penyerapan protein yang menyebabkan terhambatnya pembuatan hormon eritropotein dan mengurangi pembentukan sel darah merah. Walau di sisi lain kehadiran flavonoid yang dapat berperan sebagai antioksidan khususnya menjaga membran sel dari gangguan luar atau dampak dari stres oksidatif berupa radikal bebas atau Reactive Oxygen Species (ROS) akibat meningkatnya metabolisme. Kerja senyawa aktif pada masing-masing belum tampak berpengaruh pada perlakuan R1 dan R2. Fluktuasi jumlah sel darah merah antar perlakuan dampak pemberian infusa kecubung walaupun nyata
25
perubahannya, namun masih dalam kisaran normal, yaitu 1,80-3,82 x 106 /μL (Mitruka dkk, 1977). 4.2
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Hemoglobin Hemoglobin adalah protein yang mengandung zat besi yang mampu mengikat
oksigen untuk diangkut dari paru-paru ke seluruh tubuh untuk proses metabolisme sel di dalam jaringan. Hemoglobin juga yang menjadikan sel darah merah berwarna merah. Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Hemoglobin Ulangan
Perlakuan R0 R1 R2 R3 ………………….……..…g/dL……………………..……… 10,0 8,2 9,2 8,2 8,2 8,6 9,8 8,8 9,4 9,0 10,0 9,2 9,8 8,4 9,4 9,4 8,4 9,1 10,2 8,3 9,2 8,7 9,7 8,8
U1 U2 U3 U4 U5 Rataan Keterangan : R0 = 60 mL air minum tanpa perlakuan R1 = 48 mL air minum + 12 mL (20%) infusa daun kecubung R2 = 36 mL air minum + 24 mL (40%) infusa daun kecubung R3 = 24 mL air minum + 36 mL (60%) infusa daun kecubung
Tabel 4. menunjukkan rataan kadar hemoglobin dari masing-masing perlakuan, yaitu R0 (9,16), R1 (8,66), R2 (9,72), dan R3 (8,78) g/dL.
Kadar
hemoglobin terendah terdapat pada perlakuan R1 yaitu sebesar 8,66 g/dL dan tertinggi terdapat pada perlakuan R2 yaitu sebesar 9,72 g/dL. Rataan jumlah sel darah merah dari masing-masing perlakuan disajikan pada ilustrasi 3.
26
Ilustrasi 3. Rataan Kadar Hemoglobin Itik Jantan yang Diberi Berbagai Tingkat Infusa Daun Kecubung (Datura metel. Linn) Dalam Air Minum Sebelum Transportasi Data dari Tabel 4. dianalisis menggunakan analisis ragam (Gaspersz, 1995). Hasil analisis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa tingkat pemberian infusa daun kecubung (Datura metel. Linn) berbeda nyata (P>0,05) pengaruhnya terhadap kadar hemoglobin itik jantan, untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Jarak Berganda Duncan Kadar Hemoglobin Itik Jantan yang Diberi Infusa Daun Kecubung (Datura metel. Linn) Dalam Air Minum Sebelum Transportasi Perlakuan Rataan (g/dL) Signifikansi (0,05) 8,7 a R1 8,8 ab R3 9,2 ab R0 9,7 b R2 Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata.
27
Hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 5. menunjukkan bahwa kadar hemoglobin pada perlakuan R2 berbeda nyata terhadap R0, R3 dan R1. Perlakuan R0 tidak berbeda nyata terhdap R3 dan berbeda nyata terhadap R2 dan R1. Perlakuan R3 tidak berbeda nyata terhadap R0 dan berbeda nyata terhadap R2 dan R1, sedangkan R1 berbeda nyata terhadap R3, R2 dan R0. Perlakuan R0 menunjukkan kadar hemoglobin yang tinggi dibandingkan beberapa perlakuan lain.
Hal ini diduga akibat meningkatnya laju metabolisme
sehingga kebutuhan oksigen meningkat yang menyebabkan peningkatan produksi hemoglobin (Swenson, 1984), pada keadaan berikut limfa akan berkontraksi untuk memenuhi kebutuhan hemoglobin. Kadar hemoglobin pada perlakuan R2 yang diberi infusa daun kecubung, menunjukkan kadar hemoglobin yang lebih tinggi dibanding R0, sementara R3 dan R1 menunjukkan kadar hemoglobin yang lebih rendah dibanding R0.
Kondisi tersebut diduga karena tinggi rendahnya dosis, alkaloid
tropan seperti atropin pada dosis tinggi dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung (Ganiswarna, 1995) sedangkan pada dosis rendah menyebabkan penurunan denyut jantung. Dosis diduga berkaitan dengan tinggi rendahnya kadar hemoglobin, pada perlakuan R1 atau dosis 20 %, alkaloid tropan yang rendah menyebabkan penurunan kerja jantung, sedangkan pada perlakuan R2 diduga dosis tinggi sehingga menyebabkan kerja jantung meningkat dan limpa berkontraksi. Perlakuan R3 dosis semakin tinggi, namun di sisi lain senyawa lain dalam infusa daun kecubung juga meningkat dan diduga berpengaruh sehingga kadar hemoglobin menurun, akibat sel darah merah menurun. Saponin diduga melisiskan sel darah merah (Robinson, 1995), tanin diduga mengikat protein dan melapisi dinding usus sehingga penyerapan protein
28
terhambat dan mengakibatkan pembuatan hormon eritroprotein berkurang. Di sisi lain terdapat flavonoid yang dapat meningkatkan jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (Unigwe dan Nwakpu, 2009) dengan bekerja sebagai antioksidan yang melindungi dari radikal bebas dari hasil metabolisme, namun kerja flavonoid dirasa kurang tampak pada perlakuan R3. Kerja senyawa aktif ini juga diduga belum tampak pada R1 dan R2. Kadar hemoglobin cenderung dipengaruhi oleh jumlah sel darah merah, jika sel darah merah tinggi maka kadar hemoglobin tinggi, begitu juga sebaliknya (Schalm, 2010). Pada setiap perlakuan, tinggi rendahnya kadar hemoglobin berbanding lurus dengan jumlah sel darah merahnya. Hasil yang didapat menunjukkan terdapat perbedaan kadar hemoglobin, namun perbedaan tersebut masih dalam batas normal, karena menurut Ismoyowati dkk, (2011) kadar normal hemoglobin itik berkisar 8,02 – 9,24 g/dL dan Mitruka dkk, (1977) berkisar antara 921 g/dL. 4.3
Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Hematokrit Hematokrit atau PCV (Packed Cell Volume) merupakan fraksi darah yang
terdiri atas sel-sel darah merah terhadap volume darah. Angka hematokrit bervariasi bergantung pada tingkat kesehatan dan derajat aktivitas tubuh (Guyton dan Hall, 1997) Tabel 6. menunjukkan rataan nilai hematokrit dari masing-masing perlakuan, yaitu R0 (35,88), R1 (32,32), R2 (36,56), dan R3 (32,48) %. Rataan nilai hematokrit terendah terdapat pada perlakuan R1 yaitu sebesar 32,32 % dan tertinggi terdapat
29
pada perlakuan R2 yaitu sebesar 36,56 %. Rataan jumlah sel darah merah dari masing-masing perlakuan disajikan pada Ilustrasi 4. Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Hematokrit Perlakuan Ulangan R0 R1 R2 R3 ……………..…....………….%................................................ 38,6 31,9 36,2 30,9 U1 34,3 30,3 35,6 33,3 U2 33,0 34,8 36,4 34,0 U3 36,5 31,8 35,8 31,9 U4 37,0 32,8 38,8 32,3 U5 35,9 32,3 36,6 32,5 Rataan Keterangan : R0 = 60 mL air minum tanpa perlakuan R1 = 48 mL air minum + 12 mL (20%) infusa daun kecubung R2 = 36 mL air minum + 24 mL (40%) infusa daun kecubung R3 = 24 mL air minum + 36 mL (60%) infusa daun kecubung Data dari Tabel 6. dianalisis menggunakan analisis ragam (Gaspersz, 1995). Hasil analisis (Lampiran 6) menunjukkan bahwa tingkat pemberian infusa daun kecubung (Datura metel. Linn) berbeda nyata (P<0,05) pengaruhnya terhadap nilai hematokrit itik jantan, untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Ilustrasi 4. Rataan Nilai Hematokrit Itik Jantan yang Diberi Berbagai Tingkat Infusa Daun Kecubung (Datura metel. Linn) Dalam Air Minum Sebelum Transportasi
30
Tabel 7. Uji Jarak Berganda Duncan Nilai Hematokrit Itik Jantan yang Diberi Infusa Daun Kecubung (Datura metel. Linn) Dalam Air Minum Sebelum Transportasi Perlakuan Rataan (%) Signifikansi (0,05) 32,3 a R1 32,5 ab R3 35,9 bc R0 36,6 c R2 Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 7. menunjukkan bahwa nilai hematokrit antar perlakuan R2 berbeda nyata terhadap R0, R3 dan R1. Perlakuan R0 berbeda nyata terhadap R2, R3 dan R1. Perlakuan R3 berbeda nyata terhadap R2, R0 dan R1.
Perlakuan R1 berbeda nyata terhdap perlakuan R2, R0 dan R3. Hasil
tersebut diatas menunjukkan terdapat perbedaan nilai hematokrit. Perbedaan nilai hematokrit dari antar perlakuan berada dalam kisaran normal, Campbell (2012) menyatakan kisaran hematokrit pada unggas berkisar 35-55 %, pada itik di musim dingin berkisar 46-51 % sedangkan musim panas berkisar 34-44 %. Nilai hematokrit dalam tubuh ternak dapat mengalami penurunan dan peningkatan yang disebabkan oleh kondisi tubuh ternak (Davey dkk, 2000). Nilai hematokrit dipengaruhi oleh jumlah sel dan ukuran sel.
Volume sel mungkin
mengalami perubahan akibat peningkatan air plasma (hemodilution) atau penurunan air plasma (hemoconcentration) tanpa mempengaruhi jumlah sel sepenuhnya (Sturkie dan Griminger, 1976). Nilai hematokrit meningkat kemungkinan akibat dehidrasi yang terjadi ketika transportasi, sel darah merah meningkat sedangkan plasma darah berkurang akibat laju pernafasan yang semakin tinggi yang dikarenakan ternak berupaya membuang panas tubuhnya melalui laju pernafasan.
31
Hasil penelitian mempunyai hubungan satu sama lain, peningkatan jumlah sel darah merah dan hemoglobin berbanding lurus dengan peningkatan nilai hematokrit pada perlakuan R0, penurunan jumlah sel darah merah dan hemoglobin berbanding lurus dengan penurunan nilai hematokrit pada perlakuan R1, begitu juga dengan R2 dan R3 nilainya berbanding lurus dengan dengan jumlah sel darah merah dan hemoglobin pada masing-masing perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Davey dkk, (2000) bahwa nilai hematokrit berkaitan erat dengan jumlah sel darah merah dalam tubuh ternak.