PEMBERITAAN KELOMPOK TERORIS SANTOSO DALAM MEDIA MASSA (Analisis Framing Tentang Pemberitaan Kelompok Teroris Poso Santoso dalam Koran Tempo edisi Januari – Maret 2016)
Galih Fitraditya Mursito BM Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Based on interest in research , researchers raised terrorist case Poso Santoso due to the thing to be examined in preaching.In reveal news Santoso, researchers used framing analysis to see How the newspaper due reconstruction news about terrorism Poso Santoso. The message of the terrorists Santoso Koran Tempo always sustained in early January until March .Framing analysis used researchers in this research used the presented by Zhongdang Pan and Gerlad M. Kosicki . Approach Pan and Kosicki in doing framing divide in four structure great: Syntactic structure , Script structure , Thematic structure and Retorik structure. Conclusion reached by the analysis of Koran Tempo Framing is tend further support the Government, TNI and POLRI efforts in capturing of Terrorist Group Poso Santoso. Selection of speakers Who do more weighted to the Government, which sHowed a same ideology's Koran Tempo over the election of the speaker. Keywords : Framing Media, Print Media, Terrorist Poso Santoso
Pendahuluan Terorisme bagi kalangan media merupakan suatu pembahasan yang memiliki nilai khusus tersendiri, karena menjadikan suatu fenomena khusus yang banyak menyedot perhatian khalayak. Seperti yang dituliskan Hamed Tofangsaz (2015: 112) dalam penelitiannya bahwa, meskipun terorisme bukanlah fenomena yang baru-baru ini ada, tampaknya menjadi perhatian luas atas "intensitas dan urgensi" serangan terhadap sipil atau properti sipil yang dilakukan dengan tujuan mengancam orang-
orang biasa, pemerintah atau organisasi internasional dengan cara tertentu atau dari tindakan. Terorisme seperti tak pernah absen dalam pemberitaan media tanah air, baik cetak maupun elektronik. Kasus terorisme yang sampai saat ini belum juga menemui titik terang mengundang ketertarikan tersendiri oleh para pencari berita untuk mengungkapkan kepada khalayak seperti apa yang sebenarnya terjadi. Terorisme sendiri banyak digambarkan oleh media sebagai sebuah kejadian yang memiliki nilai kekerasan dan pastinya memakan korban disaat berita tersebut dimuat oleh media. Ideologi setiap media berbeda-beda dan sudah menjadi ketentuan yang mutlak bahwa sebuah media tidak boleh membuat sebuah berita berdasarkan subyektifitas dari wartawan media tersebut. Namun tak jarang bahkan hampir semua media memperkuat argumennya dengan memilih narasumber yang memiliki sudut pandang yang sepaham, sehingga subyektifitas sebuah berita terbungkus rapih hingga tak terlihat dan menjadi sebuah berita yang obyektif. Secara tidak langsung sebuah pemberitaan yang media buat dapat mempengaruhi opini masyarakat. Seperti halnya kasus kelompok Teroris Santoso yang sampai saat ini belum juga usai. Pemberitaan kasus Santoso ini seakan terus berlanjut seperti halnya kasuskasus pemberitaan teroris sebelumnya namun dengan penyelesaian yang tergolong lama. Beberapa wartawan ada yang menyoroti seputar kasus terorisme Santoso dilihat dari sisi ke Islaman sementara ada pula yang membahas secara dalam dari berbagai sudut pandang dan dikupas dengan dalam serta berani meungungkap secara dalam. Koran Tempo merupakan salah satu media yang berani dalam mengungkap adanya sebuah ancaman dari kelompok radikal yang mana ideologi wartawan dan redaktur diperkuat dengan adanya statement dari narasumber yang memiliki ideologi yang sama serta posisi yang kuat. Beberapa fakta yang ada sebenarnya dipilih dan yang tidak sesuai dengan ideologi wartawan akan dikesampingkan sehingga fakta yang menurut sang penulis dianggap mewakili dari opininya akan dipilih dan dikonstruksikan kedalam tulisan beritanya.
2
Selama beberapa bulan dari bulan Januari sampai dengan Maret 2016 Koran Tempo hampir setiap harinya memberitakan kasus Santoso. Peneliti dengan metode analisis framing bermaksud untuk menganalisis konstruksi media Koran Tempo dalam memberitakan Kelompok Teroris Poso Santoso. Penelitian ini secara umum berusaha melihat bagaimana sikap media terhadap pemberitaan kasus Kelompok Teroris Poso Santoso. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan, Koran Tempo merupakan koran umum yang menempatkan persoalan terorisme sebagai persoalan menarik yang dijadikan kekuatan pemberitaan mereka. Menurut Indiwan Seto Wahjuwibowo (2015: 90) Koran Tempo begitu juga majalah Tempo, dianggap sering bertindak „sinis‟ terhadap Islam dan aksi kelompok-kelompok Garis Keras Islam. Serta Tempo juga mengupas sebuah kasus pemberitaan secara tuntas dan juga (indepth) dalam membahas kasus yang sedang di beritakan saat itu juga. Berita yang terus berlanjut dari bulan Januari sampai dengan Maret 2016 seputar Kelompok Santoso ini yang menjadi salah satu alasan peneliti memilih periode tersebut. Rumusan Masalah Bagaimana Koran Tempo periode Januari 2016 - Maret 2016 mengkonstruksikan realitas peristiwa Kelompok Teroris Poso Santoso?
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana Koran Tempo periode Januari 2016 - Maret 2016 mengkonstruksikan realitas peristiwa Kelompok Teroris Poso Santoso.
Kerangka Teori 1. Komunikasi Massa Media massa adalah sarana komunikasi massa dalam menyampaikan pesan kepada publik. Pesan disini diharapkan tersampaikan dengan secara langsung kepada publik melalui perantara media baik cetak maupun elektronik. Ardianto Elvinaro 3
(2004: 3) menyatakan bahwa komunikasi paling sederhana yang dikemukakan juga oleh Bittner, yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang (Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people), dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus mengunakan media massa. Massa disini menunjuk pada khalayak, audience, penonton, pemirsa, atau pembaca. Bentuk media massa yang diyakini saat ini antara lain media elektronik (televise, radio), media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), buku dan film. 2. Terorisme dalam Media Massa Adjie S (2005: 2) mengatakan pada dekade ini teror digunakan suatu kelompok untuk melawan suatu rezim tertentu yang lahir sejak adanya kekuasaan dan wewenang dalam peradaban manusia. Pada abad ke-20 motivasi dunia terorisme berubah. Terorisme menjadi bagian dari ciri pergerakan politik dari kelompok ekstrem kanan-kiri, dalam spektrum ideologi politik suatu Negara. Terorisme menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Tidak berselang lama kemudian terjadi peristiwa bom Bali I pada tanggal 12 Oktober 2002. Tragedi bom di pusat wisata dan hiburan Legian. Menurut R. Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto (2009) dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, teror merupakan kegiatan yang mengganggu dan menciptakan ketakutan (kengerian, kecemasan dan sebagainya), yang dilakukan oleh orang atau golongan tertentu. Sedangkan terorisme mengandung arti penggunaan kekerasan untuk menciptakan ketakutan dalam mencapai tujuan. 3. Berita Dedi Iskandar Muda (2005:21) dalam bukunya menyatakan bahwa terdapat beberapa pengertian tentang berita yang kiranya dapat dijadikan sebagai acuan. Berita dapat didefinisikan sebagai setiap fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik perhatian bagi sejumlah besar pembaca. Dengan demikian dapat 4
disimpulkan bahwa “Berita adalah suatu fakta atau ide atau opini aktual yang menarik dan aktual serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar, maupun penonton.” a. Unsur Layak Berita Muhammad Budyana (2006:47) menyatakan dalam sebuah pembuatan berita terdapat unsur-unsur layak berita yang dijadikan acuan, dimana berita tersebut memiliki kelayakan untuk memenuhi unsur berita yang akan dijadikan satu berita utuh. 1. Berita Harus Akurat Wartawan harus memiliki kehati-hatian yang sangat tinggi dalam melakukan pekerjaannya meningat dampak yang luas yang ditimbulkan oleh berita yang dibuatnya. Akurasi berarti benar dalam memberikan kesan umum, benar dalam dalam sudut pandang pemberitaan yang dicapai oleh penyajian detail-detail fakta dan oleh tekanan yang diberikan pada fakta-faktanya. Kredibilitas sebuah media baik cetak maupun elektronik sangat ditentukan oleh akurasi beritanya sebagai konsekuensi dari kehati-hatian para wartawannya dalam membuat berita. 2. Berita Harus Lengkap Adil dan Berimbang Fakta-fakta yang akurat yang dipilih atau disusun secara longgar atau tidak adil sama menyesatkannya dengan kesalahan yang sama sekali palsu. Unsur adil dan berimbang dalam berita mungkin sama sekali sulitnya untuk dicapai seperti juga keakuratan dalam menyajikan fakta. 3. Berita Harus Obyektif Objektif artinya berita yang dibuat itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka. Memang ada beberapa karya jurnalistik yang lebih persuasive, artinya ada sikap subjektif didalamnya, dan objektifitasnya agak kendur, misalnya dalam tulisan editorial atau komentar. 4. Berita Harus Ringkas dan Jelas Mitchel V. Charnley berpendapat bahwa pelaporan berita dibuat dan 5
ada untuk melayani. Berita yangdisajikan haruslah dapat dicerna dengan cepat. Ini artinya suatu tulisan yang ringkas, jelas, dan sederhana. Gaya jurnalistik yang bagus, seperti juga gaya tulisan-tulisan lainnya tidak mudah diwujudkan atau dipertahankan. 5. Berita Harus Hangat Berita adalah padanan kata news dalam bahasa Inggris. Kata news itu sendiri menunjukan adanya unsur waktu-apa yang new, apa yang baru yaitu lawan dari lama. Meskipun berita seperti termuat dalam lembaran-lembaran berita berbentuk poster itu tidak selalu merupakan berita hari ini atau berita kemarin, namun itu adalah berita hangat yang dapat dibaca oleh publik saat itu. b. Nilai Berita Walter Lippmann, mengatakan dalam buku Jurnalistik Teori dan Praktik (Budyana, 2006: 90). Suatu berita memiliki nilai layak jika didalamnya ada unsure kejelasan (clarity) tentang kejadiannya, ada unsure kejutan (surprise), ada unsur kedekatannya (proximity) secara geografis, serta ada dampak (impact) dan konflik personalnya. Dalam konteks ini dibedakan antara lingkungan sebenarnya (=environment yaitu the world that is really out there) dan lingkungan-semu (=pseudo-evironment, yaitu subjective perception of that world). 4. Konstruksi Realitas Media Mursito (2013: 77) menyatakan bahwa Konstruksi realitas media mengacu pada aturan dan pemenuhan syarat guna mencapai pengetahuan yang objektif, dimana pekerjaan ini biasa dilakukan oleh seorang jurnalis. Jurnalis bertugas untuk membuat realitas empirik dimana faktisitas atau kebebasan dari berita tersebut tetap terjaga keasliannya. Sebuah berita diharapkan tetap sesuai dengan “kenyataan” serta kaidahkaidah jurnalisme yang bersifat etis, normatis dan teknis. Fakta penting dalam sebuah persitiwa harus tercakup dalam sebuah berita agar publik dapat mengetahui apa yang terjadi serta memahami duduk masalah peristiwa tersebut. Berita harus sama dengan peristiwa yang sedang terjadi, apa adanya, tidak 6
boleh ditambah maupun dikurangi. Inti dari berita yaitu harus objektif dan tidak berpihak. Objektifitas adalah aturan yang harus ditaati seorang wartawan, agar disatu sisi faktasitas sebuah peristiwa tidak akan hilang dan terjaga dan disisi lain agar mengurangi subjektifitas dalam penulisan berita. Sebuah distorsi fakta dapat terjadi baik pada meja redaksi, redaktur pelaksana maupun pimpinan redaksi. Karenanya, Agus Sudibyo (2001: 31) mengatakan bahwa ada konteks sosial dalam suatu berita agar berita itu dapat dibaca dan dipahami oleh khalayaknya. Isi media memang didasarkan pada kejadian di dunia nyata, namun isi media menampilkan dan menonjolkan elemen tertentu, dan logika struktural penulis media dipakai dalam penonjolan elemen tersebut. Media tertentu cenderung membatasi dan menyeleksi sumber berita, menyeleksi komentar- komentar sumber berita, dan memberi porsi yang berbeda dalam perspektif lain. Yang kemudian terjadi adalah penonjolan tertentu terhadap pemaknaan suatu realitas. Metodologi Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif degan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan metode penelitian analisis framing, dimana secara umum membahas bagaimana media membentuk konstruksi atas realitas, menyajikan dan menyampaikan kepada khalayak. Dalam menganalisis peneliti menggunakan analisis framing metode Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki. Konsep framing dalam metode ini adalah strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita (Eriyanto, 2005: 68). Perangkat framing dalam metode Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosciki dapat terbagi kedalam empat struktur besar yakni, Struktur Sintaksis, Struktur Skrip, Struktur Tematik dan Struktur Retoris.
7
Sajian dan Analisis Data 1. BIN Targetkan Rangkul Santoso dan OPM Edisi 4 Januari 2016 a). Struktur Sintaksis Dalam struktur Sintaksis pada bagian judul yang tertulis pada artikel tersebut merupakan sebuah gambaran secara menyeluruh mengenai peristiwa apa yang terjadi. Kata tersebut dapat diartikan bahwa wartawan ingin menjelaskan fakta yang terjadi bahwa BIN memiliki langkah-langkah untuk merangkul kedua kelompok radikal. Koran Tempo memunculkan sudut pandang baru yang mana berlawanan dengan inti dari judul yang dibuat oleh Koran Tempo, sudut pandang yang dibuat oleh Koran Tempo kurang mendukung adanya pemberian Amnesti. b). Struktur Skrip Unsur Skrip yang menjelaskan 5W + 1H pada artikel ini adalah, What yang dijelaskan pada berita ini adalah BIN yang menargetkan rangkul Santoso dan OPM melalui iming-iming amnesti. Who yang diangkat adalah Sutiyoso, Din Minimi, Pemerintah, Kapolda Sulawesi Tengah dan Lembaga lain yang dimana mereka memiliki tanggapan berbeda dalam kasus. When pada tanggal 3 januari 2016 disaat BIN mengeluarkan statement ingin mereangkul Santoso dan OPM. Where disini berada di Jakarta, tempat dimana BIN mengeluarkan Statement tersebut. Why disini dijelaskan mengapa BIN menargetkan merangkul OPM dan Santoso yang dikarenakan agar Santoso dan OPM dapat menyerahkan diri. How, bagaimana tanggapan yang diterima BIN adalah masih banyaknya pertimbangan dari pemberian amnesty tersebut. c). Struktur Tematik Unsur tematik dalam artikel ditunjukan pada kata penghubung ”dengan” menjelaskan cara yang dilakukan Sutiyoso untuk membujuk Din Minimi. Kata “dengan” yang digunakan Koran Tempo dalam kutipan tersebut 8
menjelaskan bagaimana “cara” iming-iming amnesty yang dilakukan telah berhasil membujuk Din Minimi untuk menyerah kepada BIN. Kata penghubung “dan” disini diimbuhkan guna menunjukan beberapa langkah yang dilakukan Sutiyoso utnuk merangkul OPM dan Santoso melalui cara pendekatan dan janji melalui pemberian amnesty. Dua kata ini saling berhubungan dimana merupakan sebuah upaya Sutiyoso dalam merangkul dua kelompok berbahaya. d). Struktur Retoris Struktur Retoris dalam artikel ditunjukan pada unit analisis leksikon yang muncul pada kata ”iming-iming” yang menjadi kata ganti, dipilih penulis salah satunya dirasa mampu menarik perhatian pembaca. Selanjutnya pada kata “keji” disini Tempo menunjukan bahwa pemberitaan seputar Santoso memiliki kesan bahwa kelompok tersebut sudah melakukan tindakan yang sangat berbahaya bahkan sampai menghilangkan nyawa.
2. Terduga Teroris Poso Ditembak Mati Edisi 1 Maret 2016 a). Struktur Sintaksis Koran Tempo menambahkan kata “tembak mati” dalam judul sebagai adanya perkembangan kasus Santoso. Pada pembuatan judul disini terlihat bahwa koran Tempo kurang tepat dalam menggambarkan informasi secara keseluruhan pada berita tersebut, yang ditunjukan pada kata “terduga”. Untuk latar informasi disini koran Tempo kurang mencantumkan sumber data yang diperoleh. Dimana koran Tempo menyebutkan bahwa sebelumnya kelompok teroris Santoso berjumlah 28 orang yang kemudian bertambah menjadi 45 orang.
9
b). Struktur Skrip Unsur What yang yang menonjol pada berita ini adalah, apa yang terjadi adalah penembakan terduga Teroris Poso. Where pada berita ini terjadi di daerah Torire, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Who yang ditonjolkan adalah anggota Santoso yang menjadi korban, Kombes Leo Bona Lubis dan Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes POLRI Kombes Suharsono. Unsur Why disini ialah dikarenakan kelompok Santoso yang menjadi misi Operasi. Unsur When terjadi pada Minggu 28 Februari 2016 sekitar Pukul 18.30 WITA. Tinombala yang dijalankan. Baku tembak yang terjadi dengan polisi yang memakan korban anggota teroris Poso, unsur berita How diisi dengan bagaimana terduga bisa tertembak. c). Struktur Tematik Pada berita ini memuat beberapa unsur koherensi yang dijadikan analisis penelitian. Koherensi penjelas ditunjukan pada kata “dan” dan “diantaranya” kata diantaranya menjelaskan siapa saja jumlah nama baru yang disebutkan pada berita. d). Sturktur Retoris Pada berita terdapat unsur leksikon yang terlihat di awal judul yaitu kata “mati” seharusnya kata mati biasa di tujukan pada binatang, Jabatan nampak digunakan untuk mendukung narasumber agar terkesan bahwa memang benar data tersebut valid, karena berasal dari orang yang memiliki wewenang berbicara terkait dengan tema berita.
3. Keluarga Makamkan Terduga Teroris Poso Edisi 19-20 Maret a) Struktur Sintaksis Fhonda dalam berita kali ini dikonstruksikan sebagai seorang yang memiliki jiwa sosial yang tinggi yang ditunjukan dengan banyaknya pemuda 10
yang melayat jenazahnya. Berita ini juga ingin memaparkan perlakuan yang tidak wajar terhadap jenazah, yang mana biasanya jenazah di bungkus kain kafan namun ini tidak. Koran Tempo ingin memaparkan bahwa Fhonda yang dijelaskan sebagai anggota Santoso memang berhubungan dengan kelompok radikal ISIS. Dimana dalam berita ini dituliskan bahwa bendera hitam sebagai simbol yang identik dengan ISIS berkibar. Latar informasi yang mengatakan bahwa Fhonda disebut sebagai sebagai “tangan kanan” Santoso, tidak memiliki sumber penguat baik kutipan wawancara maupun pencantuman sumber data tersebut didapat. b). Struktur Skrip Unsur What disini adalah keluarga Fhonda terduga teroris Poso memakamkan jenazahnya. Who yang diangkat dalam berita adalah Fhonda sebagai terduga teroris yang dimakamkan dan keluarga korban yang diwakili oleh Endro Sudarsono. Unsur Where disini adalah tempat pemakaman yang berada di Polokarto, Sukoharjo. When yang diangkat adalah tanggal 18 Maret 2016 pagi. Unsur Why adalah karena baku tembak dengan aparat yang menyebabkan fonda tewas. How yang ditonjolkan berita ini adalah bagaimana suasana pemakaman yang banyak di datangi pemuda berjubah dan berkebar bendera hitam mirip bendera ISIS. c). Struktur Tematik Dalam berita ini terdapat beberapa berita yang mencakup koherensi penjelas dengan kata sambung “dan”. Selanjutnya terdapat juga yang mengandung unsur penjelas yaitu “disebabkan”, kata “sebab” menjelaskan hubungan dua kalimat yang disatukan dengan kata sambung tersebut karena memiliki unsur sebab-akibat. d). Strukur Retoris Kata “berjubah” diatas ingin dikonstruksikan bahwa Fhonda adalah umat muslim, namun koran Tempo memaparkan bahwa beberapa pelayat membawa bendera hitam dimana “bendera hitam” merupakan simbol dari 11
masa pengikut ISIS. Kata lainnya yang muncul adalah kata “tangan kanan”,dimana kata “tangan kanan” dipilih koran Tempo sebagai kata ganti atas orang kepercayaan.
4. Operasi Tinombala Jalan Terus Edisi 22 Maret 2016 a). Struktur Sintaksis Koran Tempo ingin menonjolkan bahwa Operasi Tinombala akan terus jalan meskipun ada musibah (jatuhnya heli) ditambah dengan kutipan yang disampaikan Kapolri. Dituliskan dalam berita tersebut pihak aparat yang dikerahkan bahwa “sedikitnya” 1000 personel menejalaskan bahwa jumlah tersebut bisa lebih sebagai bentuk keseriusan dalam penanganan kasus ini. Koran Tempo mengemas berita ini dengan detail sampai akhir berita yang dijelaskan dengan kelangsungan penangkapan Santoso yang sudah terkepung. b). Struktur Skrip Unsur What dalam berita ini adalah Operasi Tinombala yang tetap berejalan meskipun adanya musibah jatuhnya heli. Unsur Who yang menonjol adalah, Kelompok Santoso yang menjadi sasaran Operasi dan Kapolri Jendral Badroidin Haiti, Mentri Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan serta Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo. Unsur Where berada di Poso, Sulawesi Tengah. Unusr When menonjol adalah dimulainya operasi Tinombala pada awal Januari sampai dengan saat ini. Unsur Why adalah operasi ini berjalan terus karena Polisi sudah melacak keberadaan Kelompok Santoso dan mengetahui lokasi keberadaannya. Unsur How yang dicantumkan adalah operasi ini berjalan dengan melibatkan 1000 personel dari masing-masing pihak baik Polisi dan TNI.
12
c). Struktur Tematik Unit analisis Koherensi dalam berita ini kata “dan” digunakan sebagai penjelas, selain itu koherensi antar kalimat terdapat kata “namun” yang menekankan perbedaan situasi dan keadaan yang mengalami perubahan, ditunjukan ditambahnya masa operasi. d). Struktur Retoris Kata memburu pada berita ini dituliskan Koran Tempo untuk menekankan makna bahwa kelompol Santoso merupakan orang yang sangat dicari dan dijadikan misi dalam operasi ini. Kemudaian kata mengotaki menekankan makna bahwa kelompok ini merupakan pembuat rencana dan tokoh utama dalam teror di Thamrin dan serangkaian teror di Poso.
5. Dua Teroris Poso Tertembak 23 Maret 2016 a). Struktur Sintaksis Dalam judul tersebut menunjukan bahwa operasi tersebut kembali berhasil melumpuhkan anggota teroris Poso tersebut, yang dituliskan dalam kata “tertembak”. Koran Tempo mengkonstruksikan kejahatan terorisme kelompok Santoso memiliki tingkatan yang sudah berbahaya serta merupakan kejahatan global, sehingga perkembangan kasus tentang tewasnya anggota teroris Santoso menjadi sangat penting. Dari latar informasi yang diungkap diatas menunjukan bahwa koran Tempo masih membahas seputar penembakan, dan disini dibahas bahwa sebelumnya Operasi ini sudah membuahkan hasil dengan menangkap lagi dua anggota kelompok Santoso tersebut. Seakan mendukung keberhasilan Operasi ini koran Tempo menambahkan bahwa Saat ini Santoso sudah terpojok dan beberapa anggotanya sudah ada yang tertembak juga pada bulan Februari
13
b). Struktur Skrip Unsur What yang ditonjolkan adalah, keberhasilan Operasi Tinombala melumpuhkan Teroris Poso dengan menembak dua anggota teroris Poso tersebut. Unsur Who yang ditunjukan disini ialah korban anggota Santoso yang tertembak dan tewas serta Kapolri Jendral Badrodin Haiti, Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Rudi Sufhariadi, Kepala Operasi Kombes Leo Bona Lubis. Unsur Where adalah tempat kejadian baku tembak yaitu daerah Poso, Sulawesi Tengah. Unsur When yaitu pada tanggal 22 Maret 2016, sehari sebelum Kapolri mengumumkannya. Unsur How yang diangkat ialah, bagaimana keberhasilan Operasi Tinombala menmebak dua anggota teroris Poso. Unsur Why disini adalah adanya baku tembak yang menyebabkan tertembaknya kedua anggota Teroris Poso c). Struktur Tematik Dalam unit analisis koherensi penjelas dituliskan dengan kata “dan” namun kata “dan” juga digunakan sebagai kata penghubung yang memiliki makna sebagai kelengkapan berita. d). Struktur Retoris Kata “diwarnai” dalam paragraf diatas menekankan makna bahwa operasi terebut didominasi dengan tembak-menembak antara aparat dan kelompok teroris. Terdapat juga kata “angkat kaki” yang ditekankan yang menunjukan bahwa kelompok Santoso berpindah dikarenakan aparat yang mendesak keberadaan mereka, dan ada juga kata “Santoso adalah pentolan teroris yang paling dicari”. Kata “pentolan” yang mengkonstruksikan bahwa Santoso merupakan ketua dari kelompok tersebut dan juga menjadi misi dari operasi Tinombala.
14
6. Kapolri Optimistis Santoso Segera Tertangkap Edisi 26-27 Maret 2016 a). Stuktur Sintaksis Pada judul tercetak tebal dan besar berada dipojok halaman serta didukung dengan gambar, yang menggambarkan bahwa berita tersebut memiliki validitas informasi bagi pembaca. Pada lead digunakan sebagai penjelas keseluruhan isi berita dimana Koran Tempo mengemasnya dengan mengemukakan faktor yang mendukung akan tertangkapnya Kelompok Santoso. Dari lead yang ditulis singkat oleh koran Tempo menunjukan bahwa kekurangan logistik merupakan salah satu faktor akan tertangkapnya Kelompok Mujahidin Indonesia Timur, yang dipimpin Santoso. Koran Tempo memaparkan bahwa keoptimisan ini didukung dengan startegi serta jumlah personel yang cukup untuk menangkap Kelompok Santoso. Latar informasi seputar jalannya operasi menjelaskan bahwa koran Tempo ingin merincikan startegi yang dilakukan satgas Tinombala berhasil membuat
kelomompok
Santoso
terpecah,
ditambah
lagi
dengan
menggungakan peralatan yang mendukung seperti drone. b). Struktur Skrip Unsur Who yang ditonjolkan dalam berita ini adalah Kapolri Jendral Polisi Badrodin Haiti, Kelompok Santoso yang menjadi target utama dalam Operasi Tinombala ini. Banyaknya ulasan yang memberitakan seputar kelompok Santoso dengan beberapa narasumber menekankan bahwa Tempo ingin membahas Operasi penangkapan kelompok Santoso lebih mendalam. Unsur What yang terlihat ialah Kapolri optimis dapat menangkap kelompok Santoso dengan berbagai strategi. Terlihat jelas pada judul yang di kutip dari perkataan Kapolri. Unsur Where adalah tempat operasi ini berjalan yaitu Poso, Sulawesi Tengah. Unsur When disini adalah waktu Kapolri mengeluarkan pernyataan tersebut yaitu 26-27 Maret 2016. Sedangkan unsur How yang terlihat ialah 15
bagaimana situasi Kelompok Santoso saat ini yang sudah mulai terdesak oleh serangkaian serangan dan strategi yang dilakukan Tim Satgas Tinombala. Unusr Why disini ialah alasan terdesaknya Santoso dijelaskan oleh Tempo adalah dikarenakan berkurangnya pasokan logistic karena sudah dipotong oleh Satgas Tinombala, serta mulai berkurangnya anggota akibat baku tembak dengan aparat. Ditambah serangan mendadak yang sering dilancarakn menimbulkan kepanikan Kelompok Santoso. c). Struktur Tematik Unit analisis koherensi banyak terdapat kata penghubung yang memiliki arti sebab akibat. Kemudian terdapat pula kohernsi penjelas seperti “ dan”. d). Struktur Retoris Menunjukan kata “berkejaran dengan waktu”, adalah bahwa koran Tempo menunjukan kerja Aparat yang semakin cepat untuk meringkus Santoso. Pergantian kata “membelah kelompoknya” menunjukan bahwa koran Tempo ingin memperlihatkan bahwa kelompok Santoso menjalankan rencana tersendiri untuk melawan sergapan Satgas Tinombala ini.
7. Setelah Mujahidin, Kini Giliran Abu Wardah Edisi 26-27 Maret 2016 a). Stuktur Sintaksis Pada berita ini menjelaskan keadaan bahwa kelompok Santoso yang awalnya hanya sebagai incaran pemerintah Indonesia saat ini menjadi incaran pemerintah Amerika Serikat. Tidak adanya narasumber dari pihak pemerintah Amerika Serikat mengenai dukungan kasus kelompok Santoso dan kelompok MIT yang sudah masuk daftar global Amerika. Narasumber yang dicantumkan hanya dari pihak kepolisian Indonesia saja. Koran Tempo ingin merekonstruksikan tanggapan Amerika Seputar Santoso, yang dimulai dengan tanggapan bahwa Santoso merupakan ancaman bagi Amerika Serikat serta 16
memperingatkan warga Amerika untuk tidak berhubungan dengan segala aktivitas kelompok Santoso yang berada di Amerika. b). Struktur Skrip Unsur What yang menjadi penekanan pada berita ini adalah Santoso dan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang menjadi incaran Amerika Serikat. Unsur Who adalah pihak Amerika yang selama berita mejabarkan seputar Santoso dan Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Unsur When adalah hari Kamis Tanggal 24 Maret 2016, pada saat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengumumkan seputar Santoso yang dimasukan dalam daftar teroris Global. Unsur Where yang menonjol adalah dimana tempat pernyataan dibuat yaitu di Jakarta.Unsur How adalah bagaimana Amerika memasukan Santoso dan Kelompoknya karena dianggap sebagai ancaman bagi Amerika Serikat. Untuk unsur Why adalah alasan dijadikannya Santoso sebagai buronan global dikarenakan Santoso memiliki rekam jejak pembunuhan di Tanah Air serta sudah berbaiat denga ISIS. c). Struktur Tematik Koherensi penjelas “bukan lagi” dituliskan Tempo untuk menjelaskan bahwa Kelompok Santoso saat ini memiliki status yang berbeda dari sebelumnya. Terdapat pula kata penghubung “karena” yang memiliki makna sebagai sebab akibat. d). Struktur Retoris Kata “dosa” yang ditekankan disini bahwa Santoso melakukan kesalahan besar sehingga ditekankan kata “dosa”. Kesalahan besar yang dimaksud tersebut adalah dikarenakan berbaiat dengan ISIS.
17
Kesimpulan Dengan memandang media sebagai agen pengkonstruksi realitas, maka media cetak Koran Tempo juga mengkonstruksikan realitas dalam memberitakan aksi terorisme Kelompok Santoso. Banyak fakta-fakta yang terkait dengan aksi terorisme Kelompok Santoso, namun media cetak Koran Tempo melakukan strategi framing dengan menyeleksi fakta-fakta mana yang harus dituliskan dan fakta-fakta mana yang harus dibuang. Untuk mengetahui framing yang dilakukan oleh media cetak Koran Tempo dalam mengkonstruksikan realitas Kelompok Terorisme Santoso digunakan pisau analisis framing model Pan dan Kosicki. Dari analisis struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris yang berdasarkan lima kategori didapatkan kesimpulan sebagai berikut: Koran Tempo dalam mengkonstruksikan Berita Teroris Poso Santoso cenderung mendukung upaya Pemerintah untuk segera menangkap Kelompok Teroris Santoso, pemerintah disini ditujukan pada TNI, POLRI dan Kementrian POLHUKAM. Dimana diperlihatkan dari isi berita Koran Tempo yang sebagian besar mendukung adanya upaya Pemerintah dalam menangkap Kelompok Santoso. Koran Tempo juga mengkonstruksikan peristiwa Kelompok Santoso ke dalam berita dengan lebih melihat dari sisi akibatnya, ditunjukan melalui pemilihan kata penghubung/koherensi
“dan”, “dengan” yang masuk dalam
Struktur Tematik. Koran Tempo lebih menonjolkan argumen dari pihak Pemerintah sebagai sudut pandang dalam berita yang dimuat. Hal tersebut dapat terlihat dari pemilihan narasumber berita yang secara keseluruhan mendukung penangkapan Kelompok Santoso.
Saran Dalam mencari data diperlukan beberapa narasumber sehingga informasi yang didapat lebih variatif dan dalam memilih beberapa narasumber manjadikan
18
berita tersebut menjadi lebih berimbang dan tidak subjektif. Dalam melakukan penelitian analisis framing khususnya dalam koran Tempo diharapkan dapat lebih cermat, karena koran Tempo memiliki detail informasi yang cukup lengkap namun diperlukan analisis yang lebih mendetail dalam melakukan penelitian.
Daftar Pustaka Adjie S. (2005). Terorisme. Jakarta: Sinar Harapan. Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. (2004). Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Bakir, R. Suyoto dan Sigit Suryanto. (2009). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Budyana, Muhammad. (2006). Jurnalistik : Teori dan Praktik Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Muda, Deddy Iskandar. (2005). Jurnalistik Televisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mursito. (2013). Jurnalisme Komperhensif: Konsep, Kaidah dan Teknik Penulisan Berita, Feature, Artikel. Jakarta: Literate. Sudibyo, Agus. (2001). Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LKIS. Tofangsaz, Hamed Chelsea. (2015). Rethinking terrorist financing; Where does all this lead?. Journal of Money Laundering Control, Vol. 18 Iss 1 pp. 112 – 130. Wibowo, Indiawan Seto Wahyu. (2015). Terorisme dalam Pemberitaan Media: Analisis Wacana Terorisme Indonesia. Tangerang: Rumah Pintar Komunikasi.
19