FORMULASI GEL PENGHARUM RUANGAN MENGGUNAKAN KARAGENAN DAN GLUKOMANAN DENGAN PEWANGI MINYAK JERUK PURUT DAN KENANGA
SKRIPSI
ARUM NUR FITRAH F34080027
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
FORMULASI GEL PENGHARUM RUANGAN ALAMI MENGGUNAKAN KAPPA KARAGENAN-GLUKOMANAN DAN MINYAK NILAM FORMULATION FOR NATURAL GEL AIR FRESHENER WITH KAPPA CARRAGEENAN- GLUCOMANAAN AND PATCHOULI OIL
Arum Nur Fitrah, Meika Syahbana Rusli Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Engineering, IPB Kampus IPB Darmaga P.O. Box 220, Bogor 16002 email :
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this study is to determine the synergistic effect of kappa caragenaan and glucomanaan combination and the effectiveness of patchouli oil as fixative agent in gel air freshener formulation. The composition of kappa carageenan and glucomanaan used were 60 : 40, 70 : 30, and 100 : 0, while the level of their mixture were 3, 4, and 5% respectively. Parameters to determine the best quality of the gels were gel strength and syneresis, while total liquid loss and aroma strengthness were applied in three weeks to determine the best aroma retention from the best gel. The result showed that the ratio of 60 : 40 has the highest gel strength, while the ratio of 100 : 0 has the lowest syneresis. Hydrocoloid with higher consentration showed higher gel strength and lower syneresis. The used of patchouli oil on gel air freshener showed lower liquid loss and higher aroma strengthness. It was caused by the high distiling temperature of patchouli oil. The most prefered product was gel with composition 60 : 40, consentration 3 %, and using patchouly oil, this aroma retention is about 40 days within 70.63 grams weight. Kappa caragenaan produces brittle gel, while glucomanaan produces high viscosity liquid. The sinergy of their mixture forms better gel elasticity and so that essential oil mixed well with hydrocoloid. Keywords : natural, gel air freshener, kappa carrageenan, glucomanaan, patchouli oil ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kesesuaian kappa karagenan dan glukomanan sebagai gel serta mengetahui pengaruh minyak nilam sebagai bahan fiksatif. Variasi perbandingan kappa karagenan dan glukomanan adalah 60 : 40, 70 : 30, dan 100 : 0, sedangkan variasi konsentrasi campurannya adalah 3, 4, dan 5%. Parameter yang diamati untuk mengetahui kualitas gel meliputi kekuatan gel dan sineresis, sedangkan untuk mengetahui ketahanan wangi gel pengharum ruangan adalah uji penguapan zat cair dan ketahanan wangi selama tiga minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan 60 : 40 menghasilkan kekuatan gel yang paling tinggi, sedangkan perbandingan 100 : 0 menghasilkan sineresis yang paling rendah. Semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid, semakin tinggi kekuatan gel dan semakin rendah sineresis yang dihasilkan. Pemakaian minyak nilam pada gel pengharum ruangan menghasilkan total penguapan zat cair yang lebih rendah dan ketahanan wangi yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan minyak nilam memiliki titik didih yang tinggi. Produk yang dipilih adalah perbandingan 60 : 40 konsentrasi 3% dengan minyak nilam, ketahanan wanginya adalah selama 40 hari dengan bobot awal 70.63 gram. Kappa karagenan menghasilkan gel yang rapuh, sedangkan glukomanan membentuk larutan yang sangat kental. Sinergi keduanya membentuk gel yang lebih elastis dan mampu bercampur dengan minyak atsiri lebih baik. Kata kunci : alami, gel pengharum ruangan, kappa karagenan, glukomanan, minyak nilam
Arum Nur Fitrah. F34080027. Formulasi Gel Pengharum Ruangan Menggunakan Karagenan dan Glukomanan dengan Pewangi Minyak Jeruk Purut dan Kenanga. Dibawah bimbingan Meika Syahbana Rusli. 2012.
RINGKASAN
Pengharum ruangan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sintetik dan alami. Penggunaan pengharum ruangan sintetik ternyata memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Hasil penelitian yang dilakukan Steinemann et al. (2010) menunjukkan bahwa terdapat 133 VOCs yang dilepaskan oleh 25 sampel produk pewangi yang digolongkan ke dalam senyawa beracun, berbahaya, dan karsinogen. Selain itu, pewangi sintetik memiliki wangi yang lebih tajam sehingga dapat menimbulkan rasa pusing, sedangkan pewangi alami memiliki wangi yang lebih lembut sehingga lebih nyaman digunakan. Oleh karena itu, sudah sebaiknya pengharum ruangan sintetik digantikan oleh pengharum ruangan alami yang bahan dasarnya berpotensi tinggi untuk dikembangkan di Indonesia, yaitu minyak atsiri, serta campuran kappa karagenan-glukomanan sebagai bahan dasar gel. Pengharum ruangan dibuat dalam bentuk gel karena lebih praktis, hemat, dan banyak diminati konsumen. Kappa karegenan menghasilkan gel yang bersifat solid namun rapuh, sedangkan glukomanan tidak dapat membentuk gel solid, melainkan cairan kental yang dapat meningkatkan elastisitas kappa karagenan. Untuk mengetahui kombinasi yang tepat antara kappa karagenan dengan glukomanan serta konsentrasi campuran keduanya, dilakukan uji kekuatan dan kestabilan gel. Perbandingan yang digunakan pada penelitian ini adalah 60 : 40, 70 : 30 dan 100 : 0, dengan konsentrasi 3, 4, dan, 5 %. Pembuatan gel pengharum ruangan dimulai dengan penimbangan bahan-bahan, yaitu kappa karagenan-glukomanan, 0.1 % natrium benzoat, dan aquades hingga 100 % (b/b). Bahan dicampur ke dalam aquades yang sudah dipanaskan hingga suhu 75 ºC. Setelah terbentuk hidrokoloid, bahan didinginkan hingga 65 ºC lalu dicampur 1 % propilen glikol (b/b) sambil terus diaduk lalu dituangkan ke dalam cetakan. Setelah dingin, gel dipindahkan ke dalam plastik resealable. Kekuatan gel diuji menggunakan Texture Analyzer, sedangkan kestabilan gel melalui uji sineresis. Gel dengan kekuatan gel tertinggi dan sineresis di bawah 1 % ditambahkan minyak nilam sebagai bahan fiksatif dan campuran minyak kenanga dan jeruk purut sebagai bahan pewangi. Variasi perbandingan minyak nilam, kenanga, dan jeruk purut yang digunakan adalah 0 : 2 : 3 dan 1: 2:3 sebesar 7 % (b/b gel). Uji yang dilakukan adalah uji ketahanan gel pengharum ruangan melalui uji total penguapan zat cair dan uji kekuatan wangi yang dilakukan setiap minggu selama 3 minggu. Uji penguapan zat cair dilakukan dengan cara menimbang gel, sedangkan uji kekuatan wangi dilakukan secara sensorik menggunakan panelis semi terlatih. Skor yang digunakan adalah 5 = sama wangi, 4 = sedikit kurang wangi, 3 = kurang wangi, 2 = sangat kurang wangi, dan 1 = tidak wangi. Sebagai standar, dibuat gel baru setiap minggunya sebelum dilakukan pengujian. Gel pengarum ruangan yang terbaik adalah yang memiliki penguapan zat cair terendah dan kekuatan wangi tertinggi.
Perbandingan kappa karagenan-glukomanan yang dipilih untuk penelitian selanjutnya adalah 60 : 40 karena paling efektif dalam meningkatkan kekuatan gel dan 100 : 0 karena menghasilkan sineresis yang paling rendah. Konsentrasi yang dipilih adalah 3% karena sineresisnya sudah berada di bawah 1%, dan 5% karena menghasilkan kekuatan gel tertinggi. Pada penelitian selanjutnya, komposisi minyak atsiri yang dipilih adalah perbandingan 1 : 2 : 3 karena memiliki total penguapan zat cair terendah dan ketahanan wangi tertinggi. Sedangkan formula gel yang dipilih adalah 60 : 40 konsentrasi 3% karena memiliki ketahanan wangi yang baik dan dapat dengan mudah bercampur dengan minyak atsiri. Sebaliknya, perbandingan 100 : 0 lebih sulit tercampur dengan minyak atsiri dan konsentrasi 5% menghasilkan hidrokoloid yang sangat kental dan cepat mengeras sehingga lebih sulit bercampur dengan minyak atsiri. Gel pengharum ruangan perbandingan 60 : 40 konsentrasi 3 % dengan minyak nilam memeiliki ketahanan wangi selama 40 hari dengan bobot awal sebesar 70.63 g. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa glukomanan memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan kekuatan gel dan komposisi yang tepat dengan kappa karagenan akan menghasilkan sineresis yang baik. Selain itu, glukomanan dan minyak nilam memiliki pengaruh yang baik dalam mempertahankan kekuatan wangi karena glukomanan menghasilkan hidrokoloid yang lebih elastis sehingga minyak atsiri dapat bercampur dengan lebih homogen, sedangkan minyak nilam memiliki titik didih yang lebih rendah daripada minyak kenanga dan jeruk purut.
FORMULASI GEL PENGHARUM RUANGAN MENGGUNAKAN KARAGENAN DAN GLUKOMANAN DENGAN PEWANGI MINYAK JERUK PURUT DAN KENANGA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh ARUM NUR FITRAH F34080027
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Formulasi Gel Pengharum Ruangan Menggunakan Karagenan dan Glukomanan dengan Pewangi Minyak Jeruk Purut dan Kenanga : Arum Nur Fitrah : F34080027
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I,
(Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc, Agr.) NIP. 19620505 198903 1 027
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti ) NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Formulasi Gel Pengharum Ruangan Menggunakan Karagenan dan Glukomanan dengan Pewangi Minyak Jeruk Purut dan Kenanga adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2013 Yang membuat pernyataan
Arum Nur Fitrah F34080027
BIODATA PENULIS
Arum Nur Fitrah dilahirkan di Sumedang pada tanggal 15 Februari 1990 dari ayah Jumardi dan ibu Tuti Pudja Astuti sebagai putri bungsu
dari dua
bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di SDIT Bina Insani Bogor (1996 – 2002), SMP Negeri 1 Bogor (2002 – 2005) dan SMA Negeri 1 Bogor (2005 – 2008). Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor program S1 Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 2008. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisai kampus, yaitu sebagai Sekretaris Gedung Asrama A1 periode 2008 – 2009, Bendahara Kerohanian Islam B51 tahun 2008 – 2009, Badan Pengawas Himpunan Profesi Teknologi Pertanian (BP-HIMALOGIN) Departemen Public Relation periode 2009 – 2010 dan sekretaris Badan Pengawas periode 2010 – 2011, serta Sekretaris Kerohanian Islam TIN 45. Penulis masuk ke dalam tim basket fakultas dan departemen, sempat meraih Juara 1 dan 2 Red’s Cup serta empat besar pada Olimpiade Mahasiswa IPB. Penulis mengikuti UKM Bela Diri Putri Gading dan Panahan IPB; pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengawasan Mutu serta Teknologi Pengemasan Distribusi dan Transportas; aktif dalam Forum Komunikasi Alumni Muslim-Smansa (Forkom Alim’s), Forum Alumni KIR Smansa (Forsa), Yayasan Inspirasi Muda Bogor (Imago), dan DKM Fikri Al-Muslim Indraprasta. Pada tahun 2009, penulis mengukuti pelatihan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) IPB dan menjadi finalis pada bidang PKM-Penelitian. Tahun 2011, penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) yang didanai oleh DIKTI. Pada tahun yang sama, penulis melaksanakan program Praktek Lapang dengan judul “Mempelajari Teknologi Proses Produksi Turunan Eugenol di PT. Indesso Aroma Cileungsi Bogor”.
KATA PENGANTAR Alhamdulilahirabil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Formulasi Gel Pengharum Ruangan Menggunakan Karagenan dan Glukomanan dengan Pewangi Minyak Jeruk Purut dan Kenanga”. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, doa, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan jazakumullah khairan khatsir kepada : 1. Orangtua yang selama ini telah membesarkan, mencurahkan kasih sayang, motivasi, semangat, doa dan dukungan penuh kepada penulis. 2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc, Agr. selaku dosen pembimbing atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing, mendukung, dan mengarahkan penulis. 3. Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si, Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M. Si, dan Dr. Ir. Linawati Hardjito, M. Sc atas bantuan bimbingannya 4. Seluruh panelis atas kesediaan waktunya untuk menguji produk di tengah waktu libur kuliah dan kesibukan teman-teman. 5. Keluarga besar yang telah memberikan motivasi dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Teman seperjuangan, Siti Zahiroh, Amina Kurniasi Alu, dan Iam yang telah menemani dan menyemangati penulis 8.
Keluarga besar Forkom Alim’s dan Smansa Bogor atas motivasi, semangat, perhatian, canda, bantuan dan doanya. We are One!
7.
Teman-teman TIN dan Fateta yang telah saling menyemangati, mendoakan, dan membantu dalam menyelesaikan skripsi.
9.
Laboran dan pegawai di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuannya kepada penulis selama melakukan penelitan dan menyelesaikan skripsi ini.
10.
Serta semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini memberikan manfaat dan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang industri dan lingkungan. Wassalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bogor, Juli 2013
Arum Nur Fitrah
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ vii I. PENDAHULUAN ..................................................................................................................
1
1.1. LATAR BELAKANG .................................................................................................
1
1.2. TUJUAN PENELITIAN ..............................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................................
3
2. 1. GEL PENGHARUM RUANGAN .............................................................................
3
2.2. MINYAK ATSIRI SEBAGAI BAHAN PEWANGI ..................................................
4
2.2.1. Minyak jeruk purut ...........................................................................................
6
2.2.2. Minyak kenanga ...............................................................................................
7
2.2.3. Minyak nilam ...................................................................................................
8
2.3. KARAGENAN ............................................................................................................ 10 2.4. GLUKOMANAN ........................................................................................................ 13 2.5. BAHAN TAMBAHAN GEL PENGHARUM RUANGAN ........................................ 15 III. METODOLOGI .................................................................................................................... 17 3.1. WAKTU DAN TEMPAT ............................................................................................ `17 3.2. ALAT DAN BAHAN .................................................................................................. 17 3.3. METODE PENELITIAN ........................................................................................... 19 3.3.1. Penentuan Perbandingan dan Konsentrasi Hidrokoloid ................................... 20 a. Uji Kekuatan Gel ....................................................................................... 22 b. Uji Kestabilan Gel ..................................................................................... 22 c. Rancangan Percobaan Penentuan Gel ....................................................... 23 3.3.2. Pembuatan Gel Pengharum Ruangan ............................................................... 23 a. Uji Penguapan Zat Cair ............................................................................ 24 b. Rancangan Percobaan Penentuan Ketahanan Gel Terbaik ....................... 24
iv
c. Uji Kekuatan Wangi Gel Pengharum Ruangan ......................................... 25 d. Rancangan Percobaan Penentuan Ketahanan Wangi Terbaik .................. 26 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................. 28 4.1. PENGARUH PERBANDINGAN DAN KONSENTRASI HIDROKOLOID ............ 28 4.1.1. Hasil Uji Kekuatan Gel ................................................................................... 29 4.1.2. Hasil Uji Kesatbilan Gel ................................................................................... 31 4.2. PENGARUH JENIS HIDROKOLOID DAN MINYAK NILAM TERHADAP KETAHANAN WANGI (DAYA SIMPAN) GEL PENGHARUM RUANGAN ...... 34 4.2.1. Total Penguapan Zat Cair ................................................................................. 35 4.2.2. Kekuatan Wangi Selama Penyimpanan ............................................................ 38 V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................. 42 5.1. KESIMPULAN ............................................................................................................ 42 5.2. SARAN ........................................................................................................................ 42 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 43 LAMPIRAN ................................................................................................................................. 47
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jenis minyak atsiri potensial sebagai bahan pewangi di Indonesia .............................
5
Tabel 2. Komposisi kimia fraksi ekstrak minyak kenanga ........................................................
7
Tabel 3. Komponen kimia penyusun minyak nilam ..................................................................
9
Tabel 4. Perbedaan struktur dan sifat fisikokimia kappa, iota, dan lambda karagenan .............. 11 Tabel 5. Karakteristik propilen glikol ....................................................................................... 15 Tabel 6. Pengaturan Alat Texture Analyzer untuk mengukur kekuatan gel ............................... 18 Tabel 7. Komposisi karagenan dan glukomanan pada konsentrasi hidrokoloid 3, 4, dan 5% dengan basis 210 g tepung campuran ............................................................. 20 Tabel 8. Komposisi bahan gel pada konsentrasi hidrokoloid 3, 4, dan 5% dengan basis 210 g ................................................................................................................... 20 Tabel 9. Komposisi minyak atsiri pada tiap formula gel pengharum ruangan .......................... 24 Tabel 10. Mekanisme fisika-kimia utama yang terjadi pada bahan-bahan penyusun hidrokoloid .................................................................................................................. 28 Tabel 11. Perbandingan nilai sineresis pada gel berbasis kappa karagenan, iota karagenan, dan LBG .................................................................................................... 33
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar
1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda karagenan ................................................ 10
Gambar
2. Mekanisme pembentukan gel karaginan ................................................................ 12
Gambar
3. Struktur kimia glukomanan ................................................................................... 14
Gambar
4. Stable Micro System TA.XT plus untuk uji kekuatan gel (a = tempat probe dipasang, b = meja sampel, c = Probe silinder P/1KSS) ............................... 17
Gambar
5. Diagram alir penelitian ........................................................................................... 19
Gambar
6. Diagram alir pembuatan gel pengharum ruangan .................................................. 21
Gambar
7. Pengujian kekuatan gel menggunakan texture analyzer ......................................... 22
Gambar
8. Rata-rata hasil kekuatan gel pada semua jenis perbandingan dan konsentrasi ....... 30
Gambar
9. Kestabilan gel pada semua jenis perbandingan dan konsentrasi ............................. 32
Gambar 10. Rata-rata total penguapan zat cair gel pengharum ruangan pada formula terpilih..................................................................................................................... 35 Gambar 11. Grafimetri gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 3% ............... 37 Gambar 12. Grafimetri gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 5%................ 38 Gambar 13. Hasil uji sensorik kekuatan wangi gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 3% selama 21 hari ............................................................ 39 Gambar 14. Hasil uji sensorik kekuatan wangi gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 5% selama 21 hari ........................................................... 39 Gambar 15. Tren ketahanan wangi gel pengarum ruangan terpilih ........................................... 41
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Spesifikasi kappa karagenan ............................................................................... 51
Lampiran 2.
Angket seleksi panelis ....................................................................................... 52
Lampiran 3.
Tabel Anova kekuatan gel dan sineresis ............................................................. 53
Lampiran 4.
Hasil Uji Duncan faktor perbandingan terhadap kekuatan gel ............................ 53
Lampiran 5.
Hasil Uji Duncan faktor konsentrasi terhadap kekuatan gel ............................... 54
Lampiran 6.
Uji Duncan faktor perbandingan terhadap sineresis ........................................... 54
Lampiran 7.
Uji Duncan faktor konsentrasi terhadap sineresis ............................................... 54
Lampiran 8.
Tabel Anova uji susut bobot ............................................................................... 55
Lampiran 9.
Uji Duncan faktor formula terhadap susut bobot ................................................ 55
Lampiran 10.
Uji duncan faktor interaksi komposisi dan konsentrasi terhadap kekuatan gel ........................................................................................................ 56
Lampiran 11.
Uji duncan faktor interaksi komposisi dan konsentrasi terhadap sineresis ............................................................................................................... 56
Lampiran 12.
Uji Duncan faktor penggunaan minyak nilam terhadapsusut bobot ................... 57
Lampiran 13.
Uji Duncan faktor interaksi formula dan penggunaan minyak nilam terhadap susut bobot .......................................................................................... 57
Lampiran 14.
Tabel Anova kekuatan wangi .............................................................................. 58
Lampiran 15.
Perubahan bobot gel pengharum ruangan dan penguapan zat cair selama penyimpanan ........................................................................................................ 59
viii
I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara pusat megabiodiversiti yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya adalah minyak atsiri. Dengan potensi alam tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara pemasok minyak atsiri terpenting di dunia. Indonesia menghasilkan 40 dari 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasar dunia. Dari jumlah tersebut, 13 jenisnya telah memasuki pasar atsiri dunia yaitu, nilam, sereh wangi, cengkih, jahe, pala, lada, kayu manis, cendana, melati, akar wangi, kenanga, kayu putih, dan kemukus. Berdasarkan data dari FAO 2004, sebagian besar minyak atsiri yang diproduksi penyuling Indonesia diekspor dengan pangsa pasar nilam 90%, kenanga 67%, akar wangi 26%, sereh wangi 26%, pala 72%, cengkeh 63%, jahe 0.4% dan lada 0.9% dari ekspor dunia. Negara tujuan ekspor minyak atsiri Indonesia antara lain adalah Amerika Serikat (23%), Inggris (19%), Singapura (18%), India (8%), Spanyol (8%), Perancis (6%), Cina (3%), Swiss (3%), Jepang (2%), dan negara-negara lainnya (8%). Menurut Dewan Atsiri Indonesia (2009), data statistik ekspor-impor dunia menunjukkan bahwa konsumsi minyak atsiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri makanan, kosmetik, dan wewangian. Hal ini tentunya merupakan tantangan karena Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan minyak atsiri. Peluang pemasaran minyak atsiri tidak hanya terbuka di pasar luar negeri tetapi juga di Indonesia. Wewangian merupakan produk yang semakin berkembang saat ini, salah satunya adalah dalam bentuk pengharum ruangan. Bahan pewangi yang digunakan pada produk dibagi menjadi dua jenis yaitu, pewangi sintetik dan pewangi alami. Pewangi sintetik memiliki wangi yang lebih tajam, sedangkan pewangi alami memiliki wangi yang lebih lembut sehingga lebih nyaman digunakan. Penggunaan pewangi sintetik yang terlalu tajam dapat menimbulkan rasa pusing dan kurang nyaman. Penelitian terhadap 25 produk pewangi dilakukan oleh Steinemann et al. (2010) untuk mengetahui emisi VOCs (Volatile Organic Compounds) dari produk tersebut. Hasil menunjukkan bahwa terdapat 133 VOCs yang dilepaskan oleh ke-25 produk tersebut dan digolongkan ke dalam senyawa beracun atau berbahaya dan karsinogen seperti 1,4-dioksan, metilen klorida, dan asetaldehid. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan pewangi alami merupakan pilihan yang baik guna menghindari dan meminimalisasi timbulnya risiko tersebut. Sebagai bahan pewangi untuk pengharum ruangan alami, dapat digunakan berbagai jenis atau campuran minyak atsiri, seperti minyak kenanga, minyak melati, minyak mawar, minyak sedap malam, dan minyak atsiri lain yang berasal dari selain bunga seperti kayu-kayuan, kulit buah, daun, dan biji. Minyak kenanga merupakan salah satu minyak atsiri yang paling dicari karena wanginya. Minyak jeruk purut merupakan minyak yang berasal dari daun. Tanamannya tumbuh subur di Indonesia dan banyak digunakan pada pengharum masakan. Aromanya memberikan kesan menyegarkan dan menenangkan. Sebagai bahan fiksatif, dapat digunakan minyak nilam. Bahan fiksatif merupakan bahan yang mengikat molekul-molekul pewangi sehingga wanginya bertahan lebih lama. Minyak pewangi dan fiksatif dicampur dengan komposisi yang tepat agar wangi lebih terikat sehingga tidak cepat habis namun juga tetap tercium. Wangi yang dihasilkan oleh minyak atsiri adalah wangi yang khas dan dapat memberikan efek psikologis seperti menenangkan, menyegarkan, dan menumbuhkan semangat. Produk pengharum ruangan alami dapat dibuat dalam berbagai bentuk sediaan, antara lain cair, gel, semi padat, dan padat. Sediaan ini dibuat dengan tujuan agar minyak atsiri tidak mudah menguap. Saat ini, pengharum ruangan berbentuk gel sedang banyak dikembangkan karena memiliki beberapa
1
kelebihan seperti tidak tumpah, lebih lama mengikat wangi, praktis, mudah dalam pemakaian, bersifat elastis, dan bisa dikreasikan bentuknya. Bentuk gel membuat pelepasan zat volatil pada parfum semakin lambat. Gel dapat dibuat dari bahan dasar yang berasal dari Indonesia dan alami, seperti karagenan, kitosan, gelatin, gum, dan pektin. Kappa karagenan merupakan salah satu bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan gel, berasal dari rumput laut Eucheuma cottonii atau yang sekarang dikenal dengan nama Kappahycus alvarezii. Kappa karagenan memiliki sifat yang rapuh jika dibuat menjadi gel. Untuk meningkatkan elastisitas dan kekuatannya, kappa karagenan dapat dicampur dengan jenis gum atau pati. Pada penelitian gel pengharum ruangan yang dilakukan oleh Bambang (1999), kappa karagenan dicampur dengan agar-agar, iota karagenan, dan locus bean gum (LBG). Gel yang terbaik dihasilkan dengan komposisi kappa karagenan sebesar 2% dan LBG 0.8%. Verawati (2008) juga melakukan penelitian pembuatan gel untuk bahan pangan dengan bahan dasar kappa karagenan dan konjak, kekuatan gel tertinggi diperoleh dengan komposisi kappa karagenan-konjak sebesar 60 : 40. Gel yang baik adalah yang memiliki kekuatan gel tinggi dan sineresis rendah. Dengan ini, diharapkan gel pengharum ruangan yang dihasilkan akan memiliki kekuatan wangi yang stabil dan ketahanan wangi yang lama sesuai kebutuhan Glukomanan merupakan hidrokoloid yang memiliki sifat mirip dengan locust bean gum dan konjak, diperoleh dari ekstraksi umbi Amorphophallus. Jenis Amorphophallus yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah iles-iles/porang (A. muelleri Blume) dan suweg (A. paeoniifolis). Iles-iles memiliki potensi yang besar di Indonesia, tanamannya dapat tumbuh subur di berbagai wilayah pulau seperti Sumatra, Jawa, Madura, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Propinsi Jawa Timur merupakan sentra produksi iles-iles terutama kabupaten Madiun. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Madiun tahun 2007 – 2009, produksi iles-iles menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan nilai tiap tahun sebesar 7,314.29; 7,563.34; dan 8,803.32 ton. Penggunaan gel pengharum ruangan alami merupakan salah satu solusi yang bisa dikembangkan melalui penelitian sehingga lebih aman untuk kesehatan. Bahan yang berasal dari Indonesia juga akan memberikan kontribusi positif untuk negara. Berangkat dari permasalan tersebut, penulis melakukan penelitian pembuatan gel pengharum ruangan alami dengan bahan dasar minyak nilam, minyak jeruk purut, minyak kenanga, kappa karagenan, dan glukomanan yang potensial di Indonesia. Selain itu, dengan adanya pencampuran glukomanan dan karagenan, diharapkan gel pengharum ruangan yang dihasilkan memiliki ketahanan dan kekuatan wangi yang lebih baik.
1.2.
TUJUAN PENELITIAN a. Mengkaji kesesuaian kombinasi kappa karagenan dengan glukomanan sebagai bahan sediaan gel pengharum ruangan. b. Mengetahui pengaruh minyak nilam sebagai bahan fiksatif terhadap ketahanan wangi gel pengharum ruangan dengan bahan dasar campuran karagenan-glukomanan. c. Membuat produk aplikasi baru dari minyak atsiri dan karagenan-glukomanan
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. GEL PENGHARUM RUANGAN Bentuk pengharum ruangan di pasaran ada beberapa jenis antara lain, padat (digunakan untuk lemari dan toilet), cair, semprot, dan gel. Pengharum berbentuk gel biasanya diletakkan dengan cara digantung atau diletakkan di suatu tempat. Pengharum ruangan terdiri dari dua bahan dasar yaitu, pewangi dan pelarut. Pelarut ada dua jenis yaitu air dan minyak. Biasanya pengharum yang menggunakan bahan dasar minyak dibuat dalam bentuk padat dan cair, sedangkan pengharum berbahan dasar air dibuat dalam bentuk gel. Pengharum ruangan berbentuk gel memiliki kestabilan aroma yang relatif singkat, namun mudah terurai sehingga aman terhadap lingkungan, sedangkan bentuk semprot biasanya menggunakan bahan kimia seperti isobutene, n-butane, propane atau campurannya (Cohen et a.l 2007 dalam Sinurat et al. 2009). Pengharum ruangan dalam bentuk sedian gel dalam penggunaannya lebih praktis dan mudah dibandingkan dengan pengharum ruangan dalam bentuk cair karena harus disemprot ke ruangan terlebih dahulu. Selain itu, pengharum ruangan dalam bentuk sediaan gel ini lebih mudah dalam hal penyimpanan dan pengemasannya (Rahmaisni 2011). Parfum dideskripsikan dengan perumpamaan musik yang memiliki tiga “not/notes” yang membentuk harmoni wangian. Empat elemen (notes) parfum yaitu, base, middle, top dan bridge. Elemen base akan melekat lebih lama di kulit dan harumnya lebih kuat, seperti vanili, cengkih, dan minyak nilam. Wangi middle notes biasanya baru terasa setelah setengah jam parfum disemprotkan, contohnya geranium dan kenanga. Top notes yang terdapat dalam citrus dan floral akan tercium saat pertama kali di semprotkan. Sementara bridge notes dipakai untuk menyatukan ketiga elemen lainnya. Masing-masing note tercium seiring waktu dengan dimulai dari impresi pertama dari top note diikuti oleh middle note yang telah mendalam dan base note yang sedikit demi sedikit muncul di akhir. Notenote ini dibuat dengan seteliti mungkin berdasarkan pengetahuan proses evaporasi dari wangian. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing-masing notes. 1. Top notes Wangi yang langsung tercium ketika parfum disemprotkan. Top notes mengandung molekul yang ringan dan kecil yang dapat berevaporasi cepat. Top notes membentuk impresi pertama dari parfum. Minyak atsiri yang termasuk top notes antara lain minyak lemon, minyak jeruk purut, minyak melati, dan minyak mawar. 2. Middle notes Wangi yang muncul setelah top notes mulai memudar. Middle notes mengandung “inti” dari parfum dan juga bertindak sebagai topeng bagi base notes yang sering kali tidak tercium enak pada pertama kalinya, namun menjadi enak seiring waktu. Notes ini juga sering disebut heart notes. Minyak atsiri yang termasuk dalam kategori middle notes adalah minyak lavender, minyak sereh wangi, dan minyak kenanga. 3. Base notes Wangi dari sebuah parfum yang muncul seiring memudarnya middle notes. Base dan middle notes adalah tema wangian utama dari sebuah parfum. Base notes memberikan kedalaman yang solid dari parfum. Kandungan dari notes ini biasanya kaya dan dalam, dan tidak tercium setidaknya sampai 30 menit pemakaian. Wangi top dan middle notes terpengaruhi oleh wangi dari base notes. Minyak nilam termasuk dalam kategori base notes (Sabini 2006).
3
Pemakaian parfum yang mengandung senyawa organik/volatile organic compounds (VOCs) yang berlebihan dalam gel pengharum ruangan tidak diperbolehkan karena membahayakan kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan peraturan EPA (Environmental Protection Agency), bahwa pemakaian maksimal VOCs dalam pengharum ruangan adalah 3% sedangkan kenyataannya penggunaan senyawa tersebut selalu melebihi 3% sehingga para ahli parfum dan ahli kimia berusaha membuat formulasi gel dari pelarut air (Anggarwal et al. 1998).
2.2
MINYAK ATSIRI SEBAGAI BAHAN PEWANGI
Minyak atsiri merupakan campuran kompleks dari senyawa alkohol yang mudah menguap (volatil) dan dihasilkan sebagai metabolit sekunder pada tumbuhan. Minyak atsiri biasanya menentukan aroma khas tanaman (Nerio et al. 2010). Minyak atsiri disebut juga minyak terbang atau minyak kabur karena minyak atsiri mudah menguap apabila dibiarkan begitu saja dalam keadaaan terbuka. Dalam bahasa Inggris disebut essential oils, etherial oils, atau volatile oil. Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, buah, atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai aroma tanaman yang menghasilkannya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri akan mengabsorpsi oksigen dari udara sehingga akan berubah warna, aroma, dan kekentalan sehingga sifat kimia minyak atsiri tersebut akan berubah (Luthony dan Rahmayanti 2000). Pengertian atau definisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, dan biji maupun dari bunga dengan cara ekstraksi (Sastrohamidjojo 2002). Minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 cara yaitu, penyulingan (distillation), pengepresan (pressing), ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), dan ekstraksi dengan lemak padat (enfleurasi). Umumnya, metode yang paling sering digunakan adalah penyulingan (Ketaren 1985). Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau penyusun murninya, komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses menjadi produk-produk lain, seperti minyak sereh, minyak daun cengkeh, minyak permai, dan terpentin. Kedua, minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murninya, seperti minyak akar wangi, minyak nilam, dan minyak kenanga. Biasanya minyak atsiri tersebut langsung dapat digunakan tanpa diisolasi komponen-komponennya sebagai pewangi berbagai produk (Sastrohamidjojo 2004) Dalam buku The Encyclopedia of Complementary Medicine, The Complete Family Guide to Alternative Health Care disebutkan bahwa minyak atsiri merupakan zat serbaguna. Molekul yang dilepaskan ke udara adalah sebagai uap yang dibawa oleh uap air. Ketika uap air yang mengandung komponen kimia tersebut dihirup, akan diserap tubuh melalui hidung dan paru-paru yang kemudian masuk ke aliran darah. Bersamaan saat dihirup itu, uap air akan berjalan dengan segera ke sistem limbik otak yang bertanggung jawab dalam sistem integrasi dan ekspresi perasaan, belajar, ingatan, emosi, serta rangsangan fisik. Jika digunakan sebagai aplikasi di luar tubuh, minyak atsiri bermanfaat dalam menyeimbangkan kondisi kulit, seperti juga otot dan organ bagian dalam (Ichad 2011). Minyak atsiri berfungsi sebagai peyaring udara yang baik. Jika disimpan dalam ruangan, dapat menghilangkan partikel logam racun dari udara, menaikkan oksigen atmosfer, serta menaikkan ozon dan ion negatif dalam rumah. Dengan begitu, minyak atsiri menghalangi perkembangan bakteri
4
sekaligus menghilangkan bau pengap. Karena itu, meletakkan atau menyemprotkan miyak atsiri di ruangan bisa membuat udara dalam ruangan lebih segar (Rahmaisni 2011) Di Indonesia, jenis minyak atsiri dapat dikategorikan menjadi tiga kondisi yaitu sudah berkembang, sedang berkembang, dan potensial dikembangkan. Jenis-jenis minyak atsiri tersebut yang berfungsi sebagai bahan pewangi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis atsiri potensial sebagai bahan pewangi di Indonesia minyak Kondisi Sudah berkembang
Sedang berkembang
Potensi dikembangkan
Nama minyak
Nama dagang
Nama tanaman
Nilam Serai wangi Akar wangi Kenanga Cendana Daun cengkeh Gagang cengkeh Bunga cengkeh Melati Ylang-ylang Gaharu Klausena Kemukus Permen Proseres Jeruk purut Rosemari Spearmin Lada Kulit kayu manis Daun kayu manis Kulit kayu manis Daun kayu manis
Patchouli oil Citronella oil Vetiver oil Cananga oil Sandalwood oil Clove leaf oil Clove stem oil Clove bud oil Jasmine oil Ylang-ylang oil Agarwood oil Calusena/Anis oil Cubeb oil Cormint oil Proseres oil Lime oil Rosemari oil Spearmint oil Black pepper oil Cinnamon bark oil Cinnamon leaf oil Cinnamon bark oil Cinnamon leaf oil (ceylon) Cinnamon bark oil Wintergreen oil Fennel oil
Pogestemon cablin Andropogon nardus Vetiveria zizanoides Canangium odoratum Santalum album Syzygium aromaticum Syzygium aromaticum Syzygium aromaticum Jasminum sambac Canangium odoratum Aquilaria sp Clausena anisata Piper cubeba Mentha arvensis Andropogon procerus Citrus hystrix Rosmarinus officinale Mentha spicata Piper nigrum Cinnamomum casea Cinnamomum casea Cinnamomum zeylanicum Cinnamomum zeylanicum
Kulit kayu manis Gandapura Adas
Cinnamomum burmanii Gaultheria fragrantissima Foeniculum vulgare
Sumber : Sukamto (2009).
Minyak atsiri merupakan komoditas ekspor non-migas yang dibutuhkan di berbagai industri seperti dalam industri parfum, kosmetika, farmasi/obat-obatan dan pangan. Di dalam dunia perdagangan, komoditas ini dipandang punya peran strategis dalam menghasilkan produk primer maupun sekunder, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Kebutuhan minyak atsiri dalam negeri cukup besar dan semakin beragam karena kebutuhan industri juga makin pesat dan berkembang ragamnya seperti akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan untuk aromaterapi, spa, dan lain sebagainya (Sukamto 2009). Penggunaan minyak atsiri dapat digunakan melalui berbagai cara yaitu, pemakaian langsung berupa makanan dan minuman seperti jamu yang mengandung minyak atsiri, penyedap makanan, es krim, permen, pasta gigi dan lain-lain; pemakaian luar seperti untuk minyak urut, lulur, pelembab,
5
krim, balsam, sabun mandi, shampo, obat luka/memar, dan pewangi badan (parfum). Beberapa minyak atsiri digunakan melalui pernapasan (inhalasi) seperti untuk pewangi ruangan, pengharum tisu, pelega pernafasan, dan aromaterapi. Minyak atsiri juga banyak digunakan sebagai insektisida, nematisida, anti-jamur, anti-bakteri, pengusir hama gudang, dan pencegah kontaminasi jamur pada berbagai produk (Pandey et al. 2000; Sacchetti et al. 2005; Oroojalian et al. 2010).
2.2.1. MINYAK JERUK PURUT Jeruk purut merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota suku jeruk-jerukan (Rutaceae), sub famili Aurantioidae, genus Citrus, sub genus Papeda, dan spesies Citrus hystrix (Sarwono 1986). Jeruk purut merupakan salah satu tanaman hortikultura yang umum digunakan sebagai flavor alami pada berbagai produk makanan dan minuman di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya (Sato et al. 1990). Daun jeruk purut dikenal dengan nama som makrut di Thailand, swangi limau atau purut limau di Malaysia, digunakan untuk memeberikan flavor oriental yang unik kepada sup tom yam, kari, laksa, dan santapan lainnya seperti kue. Di Indonesia, daun jeruk purut juga digunakan sebagai bumbu masak untuk menutupi bau amis ikan. Buahnya lebih banyak digunakan untuk perawatan tubuh dan kulit daripada untuk makanan. Kulit buah ini dapat dimanafaatkan untuk bahan sampo. Isolasi terhadap komponen utama dari minyak daun jeruk purut dapat dimanfaatkan dalam industri nonpangan seperti industri parfum, kosmetik, dan obat (Lawrence 1993). Daun jeruk purut berwarna hijau kekuningan dan berbau sedap, berbentuk bulat telur, ujungnya tumpul, dan bertangkai satu. Daun tanaman jeruk ini banyak dipakai untuk bumbu macam-macam masakan. Daun jeruk purut berkhasiat sebagai stimulan dan penyegar. Daun mengandung tanin 1.8%, steroid triterpenoid, dan minyak asiri 1 – 1.5% v/b (Sarwono 1986). Minyak atsiri daun jeruk purut biasa disebut kaffir lime oil dalam perdagangan. Wama minyak daun jeruk purut merupakan gabungan dari warna kuning muda dan kehijauan. Penyulingan minyak daun jeruk purut belum banyak dilakukan, namun dengan berkembangnya industri makanan, minuman, dan perasa, minyak daun jeruk purut merupakan salah satu alternatif yang potensial. Hasil penyulingan yang dilakukan di Balitro, rendemen minyak daun jeruk purut berkisar antara 1.0 – 1.5 %. Bila dilihat dari aspek kimia, komponen utama dari minyak ini adalah senyawa sitral, menyerupai minyak sereh dapur/lemon grass oil. Rasa yang dihasilkan minyak daun jeruk purut agak berbeda dari rasa minyak sereh dapur, minyak daun jeruk purut lebih segar dan lebih lembut (Ma’mun 2009). Sato et al. (1990) mengekstrak minyak atsiri dari daun jeruk purut dengan metode distilasi uap langsung. Minyak atsiri daun jeruk purut hasil distilasi uap tersebut mengandung 54 jenis komponen kimia dengan l-sitronelal sebagai komponen utama (81.49%) dan beberapa komponen lainnya yang penting adalah sitronelol (8.22%), linalol (3.69%) dan geraniol (0.31%). Wijaya (1995) melakukan ekstraksi dengan beberapa cara, yaitu distilasi uap selama 2 jam, distilasi air selama 6 jam, destilasi Likens-Nickerson selama 6 jam, dan ekstraksi menggunakan pelarut heksana dengan metode maserasi dan perlokasi masing-masing selama 3 hari dan 6 jam. Persentase hasil ekstraksi minyak daun jeruk purut dengan pelarut lebih tinggi dibandingkan destilasi. Tahun 1996, Jantan et al. melaporkan bahwa sitronelal, sitronelol, dan sitronelil asetat merupakan tiga komponen utama yang terdapat pada minyak daun purut masing-masing sebanyak 72.4%; 6.7% dan 4.1%. Tahun 2002, Munawaroh dan Handayani melakukan penelitian ekstraksi daun jeruk purut menggunakan pelarut etanol dan n-heksana. Ekstraksi daun jeruk purut dengan pelarut etanol menghasilkan rendemen minyak 13.39% dan kadar sitronelal 65.99%, sedangkan dengan pelarut n-heksana menghasilkan rendemen minyak 10.50% dan kadar sitronelal 97.27%.
6
Kandungan sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak daun jeruk purut di bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetik. Minyak dengan kandungan sitronelal yang tinggi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk isolasi sitronelal. Hasil isolasi tersebut kemudian diubah menjadi bentuk esternya seperti hidroksi sitronelal atau mentol sintetik. Ester yang dihasilkan dengan cara ini umumnya bersifat lebih stabil dan sangat baik digunkaan untuk industri wangi-wangian. Hidroksi sitronelal dapat digunakan sebagai zat pewangi sabun dan parfum yang bernilai tinggi. Mentolsintetik dapat digunakan sebagai obat gosok, pasta gigi, dan obat pencuci mulut. Bentuk ester lain dari sitronelal dapat digunakan sebagai insektisida (Ketaren 1985). Keuntungan minyak jeruk purut lainnya sebagai pengharum ruangan adalah sifat antibakteri yang relatif sangat tinggi yang juga berasal dari sitronelalnya (Sait 1991).
2.2.2. MINYAK KENANGA Kenanga merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota suku Magnoliales, famili Annonaceae, genus Cananga, dan spesies Cananga odorata (Ketaren 1985). Tanaman kenanga berasal dari Filipina. Tanaman kenanga tumbuh subur di dataran rendah dengan kelembaban tinggi, beriklim tropis dan dekat dengan pantai. Di Pulau Jawa, tanaman ini tumbuh liar, biasanya ditanam di pekarangan rumah, tidak dibudidayakan. Minyak kenanga adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan bunga kenanga. Bunga yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna kuning. Rendemen dan mutu minyak tertinggi terdapat pada bunga yang telah matang sempurna (warna kuning tua). Minyak kenanga, dalam perdagangan dunia disebut cananga oil, diperoleh dengan penyulingan sederhana yaitu penyulingan dengan uap dan air (water and steam destilation). Di daerah, biasanya dilakukan dengan cara perebusan. Hasil sulingan terdiri dari beberapa fraksi yang mempunyai komposisi dan mutu yang berbeda. Fraksi dengan mutu paling baik adalah yang mengandung kadar ester dan eter yang tinggi serta sesquiterpen yang rendah. Minyak kenanga hanya diproduksi di Indonesia dengan output sebesar 20 ton/tahun. Daerah penghasil minyak kenanga terbesar di Indonesia adalah Boyolali, Jawa Tengah dan Blitar, Jawa Timur. Minyak kenanga diekspor masih dalam keadaan crude. Oleh importir Amerika dan Eropa, minyak kenanga biasanya direktifikasi untuk menghasilkan minyak yang lebih jernih dan lebih mudah larut. Minyak yang dihasilkan akan menyusut sebanyak 25%. Di dunia, pemakaian minyak kenanga masih terbatas dibandingkan minyak ylang-ylang, namun masih tetap penting karena bau minyak kenanga lebih tahan lama dan lebih murah dibandingkan minyak ylang-ylang. Dalam industri, minyak kenanga biasa digunakan sebagai bahan pewangi sabun (DAI 2009). Minyak kenanga banyak digunakan dalam industri aromaterapi. Kesan aroma yang dihasilkan dari minyak kenanga adalah floral, manis, dan sedikit kekayuan. Minyak kenanga dimanfaatkan untuk mengurangi rambut berminyak, mengobati gigitan serangga, menurunkan tekanan darah tinggi, mengurangi stres dan depresi, serta mengharumkan ruangan (Trecyda 2011). Kandungan kimia minyak atsiri bunga kenanga adalah golongan aldehid, keton aseton, furfural, benzaldehid, komponen bersifat basa (metilantranilat), golongan terpen (d-terpen), golongan fenol dan fenol eter (fenol, eugenol, isoeugenol, metil salisilat, benzilsalisilat), alkohol dan ester (metilbenzoat, l-linalool, terpineol, benzil alkohol, feni-etil alkohol, geraniol, fernesol), dan sesquisterpen (d-caryophyllen, sesquisterpen-alifatis, l-sesquisterpen, d-sesquisterpen) (Guenther 1972). Komposisi kimia fraksi ekstrak minyak kenanga dapat dilihat pada Tabel 2.
7
Tabel 2. Komposisi kimia fraksi ekstrak minyak kenanga No. 1. 2. 3. 4.
5.
6.
Komponen
Jumlah (%)
Golongan aldehid dan keton aseton, furfural, benzaldehid Komponen bersifat basa (Metilantranilat) Golongan terpen (d-pinene) Golongan fenol dan fenol eter (- Cresol, p-Cresol - metil - eter, A, fenol, eugenol, isoeugenol, metil-salisilat, benzilsalisilat, dan fenol tingkat tinggi) Alkohol dan ester Metil - benzoate, l-linalool, terpineol, benzil alkohol, fenil-etil alkohol, geraniol, nerol, fersenol, nerolidol, l-cadinol, sesquiterpen alkohol Sesquiterpen d-Caryophyllen, sesquiterpen-alifatis, l-sesquiterpen, dsesquiterpen, l/d-sesquiterpen bisiklis
0.1 – 0.2 0.1 0.3 – 0.6 3
52 – 64
33 – 38
Sumber : Guenther (1972).
Kandungan terbesar minyak atsiri bunga kenanga terdiri dari linalool, geraniol dan eugenol, dengan aroma yang khas menyengat (Ketaren 1985). Komponen utama minyak kenanga berdasarkan analisa yang dilakukan oleh Balitro adalah kariofilen (36%), α-terpineol (10%), benzil asetat (9%), dan benzil alkohol (2%) (Ketaren et.al. 2000). Minyak kenanga yang baik mempunyai nilai bobot jenis yang tinggi dan nilai indeks bias serta putaran optik yang rendah. Warna minyak kenanga bervariasi, semakin tinggi fraksi minyak, warna akan semakin tua, mungkin disebabkan adanya senyawa fenol dalam minyak tersebut. Minyak ini sangat sensitif terhadap cahaya sehingga memerlukan kondisi penyimpanan yang lebih baik. Kelarutan minyak dalam alkohol dipengaruhi oleh jumlah fraksi terpen atau sesquisterpen dalam minyak. Semakin tinggi kandungannya, maka kelarutan minyak dalam alkohol semakin rendah (Ketaren 1985).
2.2.3. MINYAK NILAM Nilam merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota suku Labiatales, famili Labiatae, genus Pogostemon, dan spesies Pogostemon sp. Nilam dikenal dengan berbagai nama di beberapa daerah, seperti dilem (Sumatera-Jawa), rei (Sumatera Barat), pisak (Alor), dan ungapa (Timor). Nilam tumbuh di daerah dengan cuaca yang panas namun tidak langsung di bawah sinar matahari (DAI 2009). Daun tanaman nilam berbentuk bulat telur sampai bulat panjang (lonjong). Secara visual, daun nilam mempunyai ukuran panjang 5 – 11 cm, berwarna hijau, tipis, tidak kaku, dan berbulu pada permukaan bagian atas. Permukaan daun kasar dengan tepi bergerigi, ujung daun tumpul, dan urat daun menonjol ke luar (Rukmana 2003). Dalam perdagangan internasional, minyak nilam dikenal sebagai pathcouly oil, diperoleh dari daun, batang, dan cabang tanaman nilam dengan cara penyulingan, baik dengan uap (kukus) maupun uap bertekanan tinggi. Kadar minyak tertinggi terdapat pada daun dengan kandungan patchouli alkohol yang berkisar antara 30-50%. Aromanya segar dan khas serta mempunyai daya fiksasi yang kuat, sulit digantikan oleh bahan sintetis (Rusli 1991). Minyak nilam terdiri atas persenyawaan terpen dengan alkohol. Komponen utama dalam minyak nilam adalah patchouli alkohol, yaitu komponen golongan hidrokarbon beroksigen yang
8
menentukan bau minyak nilam ( Ketaren 1985). Menurut Maryadhi (2007), patchouli alkohol merupakan senyawa seskuiterpen alkohol tersier trisiklik. Tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain. Mempunyai titik didih 280.37 oC dan kristal yang terbentuk memiliki titik leleh 56oC. Minyak nilam mengandung lebih dari 30 jenis komponen kimia, termasuk 4 hidrokarbon monoterpen, 9 hidrokarbon sesquiterpen, 2 oksigenated monoterpen, 4 epoksi, 5 sesquiterpen alkohol, 1 norseskuiterpen alkohol, 2 seskuiterpen keton dan 3 seskuiterpen ketoalkohol. Komponen utama yang terdapat dalam minyak nilam tercantum pada Tabel 3. Tabel 3. Komponen kimia penyusun minyak nilam No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Komponen Seskuiterpen Patchouli alkohol β-patchoulin α-gurjunin α-guanin β-kariofilen α-patchoulin Seychellene α-bulnesin β-guaniepoxi α-bulnesinepoksi Norpatchoulinol Patchoulol Pogostol
Jumlah (%) 40 – 4 55 – 60 1.7 – 4.8 0.0 – 5.0 9.9 – 15.2 2.0 – 3.9 8.5 – 12.7 5.9 – 9.4 13.1 – 17.2 0.1 – 0.2 0.2 – 0.4 0.5 – 0.6 31.2 – 46.0 1.9 – 2.7
Sumber : Ketaren (1985), Maryadhi (2007).
Di Indonesia, sentra produksi minyak nilam banyak tersebar di NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Beberapa daerah juga mulai mengembangkan nilam seperti Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Saat ini, Indonesia menjadi pemasok 90% kebutuhan minyak nilam dan berkompetisi dengan Filipina, India, dan Cina. Minyak nilam diekspor ke berbagai negara seperti Amerika, Singapura, Jepang, Perancis, Swiss, Inggris, Taiwan, Belanda, Jerman, dan Cina dengan volume ekspor sebanyak 2.074.250 kg minyak, nilai ekspor US$ 27.136.913 pada tahun 2004 (DAI 2009). Kebutuhan minyak nilam dunia diproyeksikan sekitar 1.000 ton/tahun dengan laju peningkatan 5 %/tahun. Untuk memanfaatkan peluang permintaan pasar dunia, luas penanaman dan luas panen nilam di berbagai daerah di Indonesia akan terus ditingkatkan (Rukmana 2003) Minyak nilam berwarna coklat. Memiliki aroma yang kaya, earthy, woody dan sedikit fruity. Digunakan untuk mengobati penyakit kulit seperti eksim, panu, kulit kering, minyak berlebih dan jerawat, serta mengurangi rasa lelah dan stres (Trecyda 2011). Dalam pengobatan tradisional, minyak nilam berfungsi untuk mengobati gigitan serangga dan ular, juga dapat dibakar untuk menghasilkan wangi yang khas. Dalam industri modern, minyak nilam banyak digunakan sebagai fiksasif atau pengikat bahan-bahan pewangi lain dalam produk parfum, kosmetik, detergen, kertas tisu, dan pengharum ruangan (DAI 2009). Minyak nilam merupakan minyak eksotik yang dapat meningkatkan gairah dan semangat serta mempunyai sifat meningkatkan sensualitas. Biasanya digunakan untuk mengharumkan kamar tidur untuk memberi efek menenangkan dan membuat tidur lebih nyenyak (anti insomia) (Rahmaisni 2011).
9
2.3. KARAGENAN Karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstrkasi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada suhu tinggi (Glicksman 1983). Karagenan adalah polisakarida linier yang tersusun atas unit-unit galaktosa dan 3.6-anhidrogalaktosa dengan ikatan glikosidik α(1.3) dan β(1.4) secara bergantian. Pada beberapa atom hidroksil, terikat gugus sulfat dengan ikatan ester. Karagenan dikelompokkan berdasarkan gugus 3.6-anhidrogalaktosa dan jumlah serta posisi dari gugus ester sulfatnya. Berdasarkan cara pengelompokkannya tersebut, karagenan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu karagenan jenis kappa, iota, dan lambda (Angka dan Suhartono 2000). Struktur kimia ketiga jenis karagenan tersebut disajikan pada Gambar 1. Gugus molekul yang diberi lingkaran merah merupakan gugus 3.6-anhidrogalaktosa, sedangkan gugus molekul yang tidak diberi lingkaran merah adalah gugus galaktosa.
Gambar 1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda karagenan (Bubnis 2000) E. cottonii (Kappaphycus alvarezii) merupakan jenis rumput laut penghasil kappa karagenan, E.spinosum merupakan penghasil iota karagenan, dan Gigartina merupakan penghasil lambda karagenan. Euchema cottonii dan E. spinosum merupakan jenis Rhodophyceae yang banyak ditemui di perairan Indonesia, sedangkan Gigartina banyak ditemui di daerah selatan Eropa (Verawaty 2008). Selain dibedakan berdasarkan gugus 3.6-anhidrogalaktosa dan ester, karagenan juga dibedakan oleh sifat gel yang terbentuk. Iota karagenan berupa gel lembut dan fleksibel atau lunak, kappa karagenan berupa gel kaku dan getas serta keras, sedangkan lambda karagenan tidak dapat membentuk gel tetapi berbentuk cairan yang kental (Fardiaz 1989). Perbedaan struktur dan sifat fisiko-kimia karagenan dapat dilihat pada Tabel 4. Karagenan mempunyai sifat unik yang tidak dapat digantikan dengan jenis gum lainnya. Kegunaan karagenan dinilai dari dua kunci utama, yakni kemampuannya untuk membentuk gel yang kuat dengan garam tertentu atau jenis gum lain dan kemampuannya untuk berinteraksi dengan protein tertentu pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambung. Selanjutnya jala tersebut menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari suatu jenis hidrokoloid ke jenis lainnya tergantung pada jenisnya.
10
Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan (Fardiaz 1989). Gambar 2 menunjukkan proses terjadinya gel karagenan. Tabel 4. Perbedaan struktur dan sifat fisikokimia kappa, iota, dan lambda karagenan Faktor Gugus penyusun Ester Sulfat 3.6-anhidro-galaktosa Kelarutan Air panas (80 oC) Air dingin (20 oC) Susu panas (80 oC) Susu dingin (20 oC) Larutan gula 50 % Larutan garam 10 % Karakteristik gel Efek kation Tipe gel Shear reversible gel Sineresis Histeresis Stabilitas freezingthawing Efek sinergis dengan locus bean gum Efek sinergis dengan konjak/glukomanan Efek sinergis dengan pati Stabilitas* pH netral dan alkali pH asam
Kappa
Iota
Lambda
25 – 30 % 28 – 35 %
28 – 35 % 30 %
32 – 39 % –
Larut Garam Na larut, gatam K dan Ca tidak larut Larut Garam Na, K dan Ca tidak larut Larut, panas Tidak larut
Larut Garam Na larut
Larut Larut
Larut Tidak larut
Larut Mengental
Sukar larut Larut, panas
Larut Larut, panas
Gel lebih kuat dengan ion porasium Kuat dan rapuh Tidak Ya 10 – 20 oC Tidak
Gel lebih kuat dengan ion kalsium Elastis Ya Tidak 5 – 10 oC Ya
Tidak membentuk gel Tidak membentuk gel Tidak membentuk gel – – Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Stabil Terhidrolisis pada larutan jika dipanaskan. Stabil dalam bentuk gel
Stabil Terhidrolisis pada larutan. Stabil dalam bentuk gel
Stabil Terhidrolisis
Sumber : Imerson (2000), *Glicksman (1983).
Proses pembentukan gel diawali dengan perubahan polimer karagenan menjadi bentuk gulungan acak (random coil). Perubahan ini disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel karagenan. Ketika suhu diturunkan, polimer karagenan akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan menghasilkan titik-titik pertemuan (junction points) dari rantai polimer (Glicksman 1979). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mendorong air yang tidak terikat di dalam gel. Proses keluarnya air tersebut dinamakan sineresis (Fardiaz 1989). Hanya kappa dan iota karagenan saja yang mampu membentuk gel. Lambda karagenan tidak mampu membentuk gel karena tidak mengandung 3,6-anhidrogalaktosa. Proses pembentukan gel karagenan terjadi ketika larutan panas karagenan dibiarkan menjadi dingin. Gel yang dihasilkan
11
bersifat thermoreversible yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan membentuk gel kembali bila didinginkan (Glicksman 1983).
koil acak
dingin
dingin
panas
panas pilinan ganda
agregat
Gambar 2. Mekanisme pembentukan gel karagenan (Glicksman 1983) Aplikasi utama karagenan yaitu pada industri makanan terutama produk susu. Pada industri makanan, karagenan digunakan sebagai penstabil, pemadat, pembuat gel, dan zat tambahan dalam proses pengolahan cokelat, susu, puding, susu instan, dan makanan kaleng (Kiswanti 2009). Jumlah karagenan yang digunakan berkisar 0,01-0,05 %. Pada produk keju dan es krim, karagenan berfungsi sebagai penstabil, pengontrol tekstur produk dan pengikat air. Pada produk cokelat dan susu, selain berfungsi sebagai penstabil, karagenan dapat memberikan kesan lembut pada mulut. Karagenan dapat digunakan pada produk daging. Penggunaan semi refined karagenan terbesar adalah untuk makanan ternak, yaitu 5.500 ton setiap tahunnya (McHugh 2003). Kappa karagenan yang ditambahkan pada susu cokelat dapat mencegah terjadinya pemisahan lemak dan menstabilkan cokelat (Van de Velde dan De Ruiter 2005). Saat ini, pemanfaatan karagenan tidak hanya terbatas pada industri makanan saja, tetapi juga pada industri-industri lain seperti farmasi, kosmetika, bioteknologi, tekstil, dan lain sebagainya. Pada industri farmasi, karagenan digunakan sebagai bahan pengental (suspensi), emulsi, dan penstabil pada proses pembuatan pasta gigi, obat-obatan, minyak mineral, dan lain-lain. Selain itu, karagenan juga digunakan dalam industri tekstil, cat, dan keramik. Industri pasta gigi merupakan industri terbesar di Indonesia yang menggunakan karagenan, hal ini dikarenakan kemampuan karagenan sebagai pengental dalam pasta gigi untuk mengikat air secara efektif dan membentuk gel yang lunak yang sangat stabil terhadap degradasi enzimatis (Kiswanti 2009). Dalam industri kosmetik, karagenan digunakan pada gel, krim, lotion, shampo, dan produk perawatan kulit dan tubuh lainnya. Gel karagenan meningkatkan kestabilan emulsi dengan menjaga droplet minyak dan mencegah pemisahan bahan yang tidak larut seperti pigmen (Van de Velde dan De Ruiter 2005). Dalam milk-gels (puding, saus, minuman kaleng) dan antacid-gels, karagenan berfungsi sebagai pembentuk gel, demikian pula dalam makanan dan minumam water-gels, fish and meat-gels, dan pengharum ruangan (Anggadireja et al. 1993). Diperkirakan sekitar 200 ton per tahun karagenan digunakan pada produk nonpangan seperti pada gel pengharum ruangan (McHugh 2003). Pada gel pengharum ruangan, karagenan berfungsi sebagai pengemulsi minyak pengharum pada bahan hidrofobik. Karagenan yang dijadikan bahan pembuat gel pengharum ruangan berfungsi melepaskan minyak aroma secara perlahan (slow release) (Hargreaves 2003). Pada produk pengharum ruangan, gel dibuat dengan menggunakan karagenan yang dikombinasikan dengan gum jenis lain serta garam pembentuk gel (hingga 2.5 % b/b dari gum). Kombinasi tersebut mengikat minyak pengharum
12
sehingga pelepasan terjadi secara bersamaan dari permukaan gel hingga gel mengering (Van de Velde dan De Ruiter 2005).
2.4. GLUKOMANAN Glukomanan adalah salah satu komponen kimia terpenting yang terdapat dalam umbi Amorphophallus. Amorphophallus termasuk ke dalam kelas Magnoliophyta, suku Alismatales, dan famili Araceae. Glukomannan merupakan senyawa yang banyak terkandung dalam tepung glukomanan yakni mencapai 70 – 90%. Tepung glukomanan dapat digunakan sebagai bahan pengental, bahan pembentuk gel, dan pengikat air (Kiswanti 2009). Sama halnya dengan karagenan, glukomannan merupakan hidrokoloid yang diperoleh dari hasil ekstraksi. Penyebaran tanaman Amorphophallus lebih banyak di daerah Asia seperti Timur Tengah, Jepang, dan Asia Tenggara. Beberapa spesies yang tumbuh di daerah tersebut yaitu Amorphophallus konjak K Koch, A. rivierii, A. bulbifier, dan A. Oncophyllus. Jenis Amorphophallus juga banyak dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah iles-iles/porang (A. muelleri Blume) dan suweg (A.paeoniifolis) (Takigami 2000). Menurut Harijati (2009), berdasarkan pengukuran kandungan glukomanan, didapatkan bahwa Amorphophalus muelleri mempunyai kandungan glukomanan lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Menurut Harsojuwono (2005), dari hasil survai kawasan iles-iles di Jawa Timur, iles-iles tersebar luas di daerah hutan jati Nganjuk, Ngawi, Bojonegoro, dan Madiun dengan luas areal masingmasing 55,000 Ha, 4,000 Ha, 60,000 Ha, dan 75,000 Ha. Kapasitas produksi iles-iles yang telah dibudidayakan mencapai 8 ton/Ha dengan harga jual mencapai Rp 800.-/kg. Tepung iles-iles mengalami peningkatan permintaan di beberapa negara terutama Jepang, Taiwan, dan Eropa Barat. Glukomanan termasuk polisakarida dari jenis hemiselulosa yang memiliki ikatan rantai utama glukosa dan manosa dalam ikatan β-1,4 serta mengandung gugus asetil. Glukomanan mengandung 60 % D-mannosa dan 40 % D-glukosa. Glukomanan memiliki bobot molekul relatif tinggi, yaitu sebesar 200,000 – 2,000,000 Dalton dengan ukuran antara 0.5 – 2 mm, yaitu 10 – 20 kali lebih besar dari sel pati (Mikonnen 2009). Konjak glukomannan adalah polimer yang larut dalam air dan dapat menyerap 100 kali dari volumenya sendiri dalam air. Larutan yang terbentuk merupakan larutan pseudoplastik. Viskositas konjak lebih tinggi daripada bahan pengental alami lainnya dan stabil terhadap asam, tidak ada pengendapan walaupun pH diturunkan dibawah 3.3. Larutan konjak tahan terhadap garam walaupun pada konsentrasi tinggi (Widjanarko 2008). Struktur kimia glukomanan dapat dilihat pada Gambar 3.
Manosa
Manosa
Glukosa
Glukosa
Gambar 3. Struktur kimia glukomanan (Johnson 2002)
1)
Menurut Deptan (2010), senyawa glukomanan mempunyai sifat-sifat khas sebagai berikut : Larut dalam air. Glukomanan dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang sangat kental. Tetapi, bila larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel maka glukomanan tidak dapat larut kembali di dalam air.
13
2)
3)
Membentuk gel. Glukomanan dapat membentuk larutan yang sangat kental di dalam air. Dengan penambahan air kapur, zat glukomannan dapat membentuk gel di mana gel yang terbentuk mempunyai sifat khas dan tidak mudah rusak. Merekat. Glukomanan mempunyai sifat merekat yang kuat di dalam air. Namun, dengan penambahan asam asetat, sifat merekat tersebut akan hilang.
Dengan sifat tersebut diperoleh beberapa manfaat dari glukomanan antara lain : 1) Bahan lem yang daya rekatnya terbaik dan kedap air. 2) Campuran bahan dalam industri kertas agar kertas cukup kuat dan lemas. 3) Pengganti kanji dalam industri pertekstilan sehingga kain katun, linen, wol dan kain-kain dari bahan imitasi lebih mengkilap. 4) Pengganti media tumbuh mikroba ataupun sebagai detektor mikroba alami yang mampu menyediakan unsur karbon bagi mikroba dalam bidang laboratories. 5) Pengganti selulosa yang digunakan dalam industri perfilman seperti isolator listrik, persenjataan perang dan bahan peledak, alat-alat dalam pesawat terbang, serta parasut para penerjun payung. 6) Penjernih dan massa pengikat pada industri minuman, pabrik gula, dan pertambangan batubara. Partikel batubara yang terlarut dalam air dapat dengan mudah terikat oleh glukomanan sehingga airnya dapat dimanfaatkan kembali. 7) Pengikat formula tablet, pengental sirup obat, pembungkus dan etiket kedap air, penghancur (disintegrator) tablet, dan pembuat suppositoria pada industri farmasi. 8) Bahan pembuatan konyaku (sejenis tahu), shirataki (sejenis mie) dan lain-lain yang sangat digemari oleh masyarakat Jepang pada industri makanan/pangan. 9) Bahan imitasi yang memiliki sifat lebih baik dari amilum dengan harga lebih murah. 10) Bahan kedap air. Dibuat dengan mencampur larutan glukomanan dengan gliserin/natrium hidroksida. 11) Untuk menjernihkan air dan memurnikan bagian-bagian koloid yang terapung dalam industri bir, gula, minyak, dan serat. 12) Dalam industri kosmetika dan pengobatan untuk menjaga dan memulihkan kembali kelancaran peredaran darah dan mencegah naiknya kadar kolesterol dalam darah, menurunkan tekanan darah tinggi dan mengobati kencing manis serta meningkatkan kesegaran dan kehalusan kulit. 13) Bahan plastik biodegradable, edible film/coat, dan serat nano. Teknologi ini sedang banyak dikembangkan saat ini Sebagai bahan pembentuk gel, glukomanan memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk gel yang reversible dan irreversible pada kondisi yang berbeda. Gel reversible terbentuk jika glukomanan dikombinasikan dengan hidrokoloid lain seperti karagenan atau xanthan gum. Gel irreversible didapat dari gel glukomanan yang terbentuk pada kondisi basa. Konsentrasi kritis terendah konjak glukomanan yang dibutuhkan untuk membentuk gel adalah 0,5% (Takigami 2000). Pencampuran glukomanan dengan karagenan dapat membentuk gel dengan interaksi yang sinergis. Sinergisme tersebut akan menghasilkan gel dengan tekstur yang lebih elastis sehingga memungkinkan penggunaan untuk berbagai kepentingan fungsional yang lebih besar serta tekstur untuk formulasi (Bubnis 2000).
14
2.5. BAHAN TAMBAHAN GEL PENGHARUM RUANGAN Pembuatan gel pengharum ruangan diperlukan bahan tambahan di antaranya adalah propilen glikol yang berperan sebagai pelarut dan sodium benzoat yang berperan sebagai bahan pengawet. Propilen glikol adalah propana-1.2-diol dengan rumus molekul C3H8O2 dan berat molekul 76.10, berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, dan higroskopik. Propilen glikol dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) dan dengan kloroform, larut dalam 6 bagian eter, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah dan dengan minyak lemak (Depkes RI 1979). Propilen glikol dapat berfungsi sebagai pengawet, antimikroba, disinfektan, humektan, solven, stabilizer untuk vitamin, dan kosolven yang dapat bercampur dengan air. Sebagai pelarut atau kosolven, propilen glikol digunakan dalam konsentrasi 10-30% larutan aerosol, 10-25% larutan oral, 10-60% larutan parenteral dan 0-80% larutan topikal. Propilen glikol digunakan secara luas dalam formulasi sediaan farmasi, industri makanan maupun kosmetik, dan dapat dikatakan relatif non toksik. Dalam formulasi atau teknologi farmasi, propilen glikol secara luas digunakan sebagai pelarut, pengekstrak dan pengawet makanan dalam berbagai sediaan farmasi parenteral dan non parenteral (Rowe et al. 2003). Karakteristik propilen glikol dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik propilen glikol Karakteristik propilen glikol
Keterangan
Kandungan propana-1.2-diol Pemerian
Tidak kurang dari 99.5 % Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, menyerap air pada udara lembab Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak esensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak Pelarut, pembasah (konsentrasi untuk sediaan topikal = 15 %), pengawet untuk sediaan parenteral dan non parenteral, humektan, plastisizer, zat penstabil untuk vitamin dan kosolven yang dapat campur dengan air
Kelarutan
Kegunaan
Sumber : (Rowe et al. 2003).
Sifat propilen glikol hampir sama dengan gliserin hanya saja propilen glikol lebih mudah melarutkan berbagai jenis zat. Sama seperti gliserin fungsi propilen glikol adalah sebagai humektan, namun fungsi dalam formula krim adalah sebagai pembawa emulsifier sehingga emulsi menjadi lebih stabil. Propilen glikol dapat berfungsi sebagai humektan pada sediaan salep, propilen glikol digunakan pada konsentrasi 15%, sedangkan sebagai preservatif digunakan pada konsentrasi 15-30% (Rowe et al. 2003). Sodium benzoat (E211) adalah garam sodium dari asam benzoat dan ada dalam bentuk ini ketika dilarutkan dalam air dengan rumus kimia NaC6H5CO2. Sodium benzoat dikenal juga dengan nama natrium benzoat. Fungsi sodium benzoat adalah sebagai bahan pengawet untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme (jamur) yang merugikan (Faisal 2010). Batas atas penggunaan sodium benzoat yang diijinkan adalah sebesar 0,1% di Amerika Serikat, sedangkan untuk negara-negara lain berkisar antara 0.15 – 0.25 %. Untuk negara-negara Eropa batas benzoat berkisar antara 0.015 – 0.5%. Sodium benzoat lebih disukai dalam penggunaannya karena 200 kali lebih mudah larut dibandingkan asam benzoat. Sekitar 0.1% umumnya cukup untuk pengawetan pada produk yang telah dipersiapkan untuk diawetkan.
15
III. METODOLOGI 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – November 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Department of Industrial Technology (LDIT), Laboratorium Teknologi Kimia, Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Industri Pertanian, dan Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
3.2. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : • Alat gelas Alat gelas yang digunakan antara lain gelas piala 1 L sebanyak satu buah untuk mendidihkan aquades, 500 mL sebanyak tiga buah untuk membuat gel, 200 mL sebanyak tiga buah untuk menimbang aquades, 100 mL sebanyak enam buah untuk menimbang minyak dan propilen glikol, gelas pengaduk, pipet Mohr 1 mL dan 5 mL, dan pipet tetes. • Hot plate Hot plate yang digunakan adalah portable hot plate 220V merek Maspion dengan daya listrik yang dapat dipilih antara 300 atau 600 Watt. Hot plate ini tidak memiliki pengaturan suhu sehingga digunakan termometer. • Texture Analyzer Texture analyzer digunakan untuk menguji kekuatan gel. Jenis Texture analyser yang digunakan pada penelitian ini adalah Stable Micro System TA.XT plus (Gambar 4).
a
c b
Gambar 4. Stable Micro System TA.XT plus untuk uji kekuatan gel (a = tempat probe dipasang, b = meja sampel, c = Probe silinder P/1KSS) Probe merupakan alat yang dapat dilepas-pasang, digunakan sesuai kebutuhan jenis pengujian. Jenis probe yang digunakan pada penelitian ini adalah probe silinder P/1KSS (Kobe 1 cm cylinder stainless) untuk uji kekuatan gel. Texture analyzer dihubungkan dengan komputer untuk melihat grafik hasil pengujian pada monitor dan keyboard untuk pengoperasian alat. Pengaturan alat ini dapat dilihat pada Tabel 6.
17
Tabel 6. Pengaturan Alat Texture Analyzer untuk mengukur kekuatan gel Parameter Kecepatan awal Kecepatan uji Kecepatan akhir Jarak uji Jarak Tekanan Waktu Hitungan Pemacu Tipe Tekanan Stop plot ct Auto Tare Satuan Tekanan Jarak
Nilai 1.5 mm/detik 2.0 mm/detik 10 mm/detik 1 mm 18 mm 100 g 5 detik 5 Otomatis 100 g Final On Gram Mm
• Oven Oven yang digunakan bermerek Binder dengan model ER-03/UE-ATSP produksi Tuttlingen, Jerman, April 2003. Oven berukuran panjang 71 cm, lebar 32 cm, dan tinggi 71 cm; terdiri dari empat tingkat tempat tray; memiliki pengontrol suhu sampai maksimal 300oC. Daya listrik yang dibutuhkan adalah sebesar 1.2 kW dengan tegangan 230 V dan kuat arus 5.3 A. Oven digunakan untuk uji sineresis dengan suhu 30 oC. • Timbangan digital Timbangan digital yang digunakan bermerek Kern tipe 440 – 35N produksi Kern&Sohn GmbH, Jerman. Ketelitian timbangan ini sebesar 0.01 gram dengan maksimal beban sebesar 400 gram. Tegangan listrik yang dibutuhkan adalah sebesar 9 V, dapat berasal dari baterai atau adaptor DC. • Alat lain seperti sudip, termometer, bulb, gunting, tisu, kain lap, alumunium foil, wadah plastik, plastik resealable, spidol marker permanen, dan nampan plastik. Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu minyak kenanga, minyak jeruk purut, minyak nilam, kappa karagenan, glukomanan, propilen glikol, natrium benzoat, dan aquades. Minyak kenanga dan minyak jeruk purut digunakan sebagai bahan pewangi, minyak nilam sebagai bahan fiksatif, kappa karagenan dan glukomanan sebagai bahan pembentuk gel, propilen glikol sebagai emulsifier, dan natrium benzoat sebagai bahan anti-kapang. Minyak atsiri yang digunakan pada penelitian didapatkan dari CV. Kreasi Aroma. Penyimpanan minyak yang baik selama penelitian adalah di dalam botol kaca yang ditutup rapat, kemudian botol dibungkus kembali dengan plastik dan diikat kuat. Minyak nilam dan kenanga disimpan dalam botol gelap karena mudah rusak apabila terpapar cahaya matahari. Propilen glikol disimpan dalam botol plastik HDPE berwarna putih opak dan ditutup rapat. Semua botol disimpan di dalam loker laboratorium yang kering dan tidak terpapar sinar matahari. Spesifikasi kappa karagenan terdapat pada Lampiran 1. Glukomanan yang digunakan berwarna putih, diperoleh dari Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen
18
Teknik Mesin dan Biosistem. Glukomanan disimpan di dalam lemari dengan suhu 17.2oC dan kelembaban 96%. Natrium benzoat diperoleh dari toko kimia Setia Guna, Bogor. Penyimpanan semua bahan kering yang baik selama penelitian adalah di dalam plastik terpisah dan tertutup lalu ditaruh di dalam laci khusus bahan kering yang terdapat di dalam Laboratotrium DIT-2. Laci yang digunakan harus dalam keadaan kering, tidak berbau, dan tidak terpapar matahari. Penyimpanan bahan kering harus terpisah dengan bahan yang mengandung air, bahan yang menghasilkan bau, dan alat laboratorium.
3.3. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan, gel belum dicampur dengan minyak atsiri. Penelitian tahap ini bertujuan untuk mengetahui sifat gel baru yang dihasilkan dari sinergisme kappa karagenan dengan glukomanan, dimana masing-masing bahan memiliki sifat gel yang berbeda. Kappa karagenan memiliki sifat gel yang solid dan rapuh, sedangkan glukomanan memiliki sifat gel yang semi-solid dan kental. Pencampuran kedua bahan diharapkan dapat menghasilkan gel yang solid dan elastis. Gambar 5 menunjukkan diagram alir penelitian.
Bahan baku gel
Pembuatan gel dengan beberapa formula
Uji kekuatan gel
Uji sineresis
Gel dengan kekuatan tinggi dan sineresis rendah
Minyak atsiri
Pembuatan gel pengharum ruangan
Seleksi panelis
Uji sensorik
Uji penguapan zat cair
Gel pengarum ruangan dengan ketahanan wangi terbaik
Gambar 5. Diagram alir penelitian
19
Uji yang dilakukan adalah uji kekuatan gel dan sineresis. Gel yang dipilih adalah gel dengan kekuatan gel baru hasil pencampuran kappa karagenan dengan glukomanan terhadap ketahanan wangi gel pengharum ruangan dan mengetahui efektifitas minyak nilam sebagai bahan fiksatif pada pewangi sediaan gel berbasis kappa karagenan-glukomanan. Uji yang dilakukan adalah uji penguapan zat cair dan uji sensorik sehingga diperoleh gel pe ngarum ruangan dengan ketahanan wangi terbaik.
3.3.1. Penentuan Perbandingan dan Konsentrasi Hidrokoloid Kappa karagenan dan glukomanan dicampur dengan tiga jenis perbandingan yaitu, 60 : 40 (A1), 70 : 30 (A2), dan 100 : 0 (A3). Tiap perbandingan terdiri dari tiga jenis konsentrasi yaitu, 3% (B1), 4% (B2), dan 5% (B3) sehingga diperoleh sembilan jenis sampel yaitu, A1B1, A1B2, A1B3, A2B1, A2B2, A2B3, A3B1, A3B2 dan A3B3. Konsentrasi bahan yang lain yaitu, natrium benzoat sebesar 0.1%, propilen glikol sebesar 10%, dan aquades hingga 100%. Semua konsentrasi dihitung dengan persentase bobot bahan per bobot gel (b/b gel). Komposisi bahan-bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7. Komposisi karagenan dan glukomanan pada konsentrasi hidrokoloid 3, 4, dan 5% dengan basis 210 g Hidrokoloid Konsentrasi (%)
Bobot (g)* Jumlah (g)
60 : 40
70 : 30
100 : 0
K
G
K
G
K
G
3
6.30
3.78
2.52
4.41
1.89
6.30
-
4
8.40
5.04
3.36
5.88
2.52
8.40
-
5
10.50
6.30
4.20
7.35
3.15
10.50
-
*
K = Karagenan; G = Glukomanan Tabel 8. Komposisi bahan gel pada konsentrasi hidrokoloid 3, 4, dan 5% dengan basis 210 g Bobot (g) Komposisi bahan 3% Campuran kappa karagenan6.30 glukomanan Natrium benzoat (0.1%) 0.21 Propilen glikol (10%) 21.00 Minyak atsiri (7%)* 14.70 Aquades (s.d. 100%) gel tanpa minyak atsiri 182.49 gel dengan minyak atsiri 167.79 *hanya digunakan pada penelitian utama
4%
5%
8.40
10.50
0.21 21.00 14.70
0.21 21.00 14.70
180.39 165.69
178.29 163.59
Semua bahan padat (kappa karagenan, glukomanan, dan natrium benzoat) ditimbang di atas satu alumunium foil kemudian diaduk rata. Agar bahan tidak tumpah selama penyimpanan, alumunium foil dapat ditutup dan diberi kode sampel. Aluminium foil lebih dipilih daripada gelas arloji karena bahan padat yang berupa bubuk ringan mudah menempel pada permukaan gelas sehingga mengakibatkan los saat pemindahan. Bahan cair (aquades dan propilen glikol) ditimbang dengan wadah gelas piala terpisah, tidak dicampur.
20
Setelah semua bahan ditimbang, aquades dipanaskan hingga suhu 75oC kemudian campuran bahan padat dituangkan sedikit demi sedikit sambil diaduk agar tidak terbentuk gumpalan-gumpalan kecil. Setelah hidrokoloid terbentuk, gelas piala diangkat dari hot plate dengan kain agar tidak panas lalu terus diaduk hingga suhu mencapai 65oC, propilen glikol dimasukkan ke dalam hidrokolid kemudian diaduk kembali. Pada awalnya, pengadukan dilakukan menggunakan pengaduk magnetik, namun hidrokoloid yang dihasilkan sangat kental sehingga pengaduk magnetik tidak dapat berputar. Setelah propilen glikol tercampur rata, hidrokoloid dibagi ke dalam tiga wadah plastik yang telah diberi kode sampel sesuai formulanya lalu dibiarkan pada suhu ruang hingga membentuk gel. Saat proses pencetakkan ini, wadah plastik ditutup namun tidak terlalu rapat agar gel mengeras dengan lebih rata. Kondisi wadah plastik yang terbuka menyebabkan bagian atas gel menjadi lebih keras akibat kontak dengan udara, sedangkan wadah yang tertutup rapat mengakibatkan terbentuknya embun di dalam wadah plastik sehingga gel menjadi basah. Diagram alir pembuatan gel pengharum ruangan dapat dilihat pada Gambar 6.
Aquades
Dipanaskan hingga 75oC Karagenan, glukomanan, natrium benzoat 0,1%
Diaduk hingga homogen
Suhu diturunkan hingga 65oC
Propilen glikol
Diaduk hingga homogen
Minyak atsiri 7%*
Diaduk hingga homogen
Dituangkan ke dalam tiga wadah plastik
Dibiarkan pada suhu ruang hingga mengeras
Gel pengharum ruangan
Gambar 6. Diagram alir pembuatan gel pengharum ruangan (modifikasi Rahmaisni 2008). *minyak atsiri hanya digunakan untuk penelitian utama
21
Setelah gel terbentuk, dilakukan uji kekuatan gel dan sineresis. Setiap jenis gel diuji dengan tiga kali ulangan pada masing-masing pengujian. Data yang diperoleh dievaluasi menggunakan rancangan acak lengkap faktorial untuk mengetahui pengaruh perbandingan dan konsentrasi hidrokoloid terhadap kekuatan gel dan sineresis, selanjutnya digunakan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan nyata setiap nilai dengan nilai yang lainya.
a. Uji Kekuatan Gel Uji kekuatan gel dilakukan menggunakan alat Texture Analyzer yang terdapat di Laboratorium Teknologi Pangan. Prinsip kerja alat ini adalah memberikan tekanan pada permukaan gel hingga permukaan tersebut rusak, besar tekanan pada saat itu merupakan batas kritis kekuatan gel dalam satuan gram force. Sampel diletakkan di tengah meja uji dalam keadaan wadah plastik terbuka seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Pengujian kekuatan gel menggunakan Texture Analyzer
b. Uji Kestabilan Gel Kestabilan gel diuji dengan menghitung dan membandingkan tingkat sineresis antar sampel. Gel yang telah terbentuk pada wadah plastik ditimbang bobotnya (Mo) lalu dipindahkan ke dalam plastik resealable yang telah diberi kode sampel. Gel disimpan pada oven bersuhu 30oC dalam keadaan plastik terbuka. Setelah 24 jam, gel dikeluarkan dari oven dan dipindahkan ke dalam wadah plastik sesuai kode sampel untuk ditimbang bobot akhirnya (Mi) (Enifia 2009). Sebelum disimpan pada wadah plastik, permukaan gel dikeringkan terlebih dahulu oleh tisu kering agar tidak ada zat cair yang ikut tertimbang. Data yang dihitung adalah persen sineresis dengan perhitungan sebagai berikut : Sineresis (%) =
𝑀𝑜 − 𝑀𝑖 ∗ 100% 𝑀𝑜
22
c. Rancangan Percobaan Penentuan Gel Rancangan faktorial acak lengkap digunakan karena perlakuan merupakan komposisi dari semua kombinasi dua faktor atau lebih. Pada penelitian ini, rancangan terdiri dari dua faktor yaitu, perbandingan dan konsentrasi. Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh data observasi sebanyak 27 buah. Berikut merupakan faktor beserta taraf yang digunakan : Faktor perbandingan : A1 (60 : 40), A2 (70 : 30), A3 (100 : 0) Faktor konsentrasi (%) : B1 (3), B2 (4), B3 (5) Ulangan : 1, 2, 3 Respon yang diamati : kekuatan gel (gram force) dan sineresis (%) Dari informasi tersebut maka model yang terbentuk adalah : Model linier : Y ijk = μ + i + A j + (AB) ij + ε ijk Keterangan : Y ijk = nilai pengamatan pada perbandingan ke-i, konsentrasi ke-j, dan ulangan ke-k. μ = rataan umum respon = pengaruh utama faktor perbandingan ke-i; i = 1, 2, 3 Ai = pengaruh utama faktor konsentrasi ke-j; j = 1, 2, 3 Bj (AB) ij = interaksi dari faktor perbandingan ke-i dan konsentrasi ke-j = pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2) ε ijk Hipotesis : • Pengaruh Utama Faktor Perbandingan H0 : A1 = A2 = A3 = 0 (faktor perbandingan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H 1 : paling sedikit ada satu i dimana A i ≠ 0 • Pengaruh Utama Faktor Konsentrasi H0 : B1 = B2 = B3 = 0 (faktor konsentrasi tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati ) H 1 : paling sedikit ada satu j dimana B j ≠ 0 • Pengaruh Interaksi Faktor Perbandingan dengan Faktor Konsentrasi H 0 : (AB) 11 = (AB) 12 = ... = (AB) 33 = 0 (interaksi antara faktor A dengan faktor B tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H 1 : paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (AB) ij ≠ 0
3.3.2. PEMBUATAN GEL PENGHARUM RUANGAN Metode pembuatan gel pengharum ruangan sama seperti metode pembuatan gel pada penelitian pendahuluan (Gambar 4). Minyak atsiri dicampur ke dalam hidrokoloid setelah propilen glikol tercampur rata dan suhu hidrokoloid sudah turun mencapai 65oC. Setiap formula gel yang telah terpilih dari penelitian pendahuluan (F n ) dicampur dengan minyak atsiri sebesar 7% (b/b gel) dengan
23
dua jenis perbandingan minyak, yaitu dengan minyak nilam (N 1 ) dan tanpa minyak nilam (N 0 ). Komposisi minyak atsiri dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Komposisi minyak atsiri pada tiap formula gel pengharum ruangan Perbandingan minyak atsiri
Bobot (g) Nilam
Kenanga
Jeruk purut
Total kandungan minyak atsiri (g)
2.45 -
4.90 5.63
7.35 9.07
14.70 14.70
1:2:3 0:2:3
Setelah minyak tercampur, hidrokoloid dicetak pada wadah plastik. Hidrokoloid yang telah membentuk gel dipindahkan ke plastik resealable yang telah diberi kode sampel dan telah digunting segitiga di bagian atasnya. Gel pengharum ruangan disimpan pada suhu ruangan selama tiga minggu dan diuji setiap minggunya. Uji yang dilakukan adalah uji penguapan zat cair dan uji sensorik. Dari kedua uji tersebut dapat diketahui efektifitas nilam pada gel pengharum ruangan dan ketahanan wangi gel pengharum ruangan yang terbaik.
a. Uji Penguapan Zat Cair Uji penguapan zat cair dilakukan dengan menimbang bobot gel setiap minggu selama tiga minggu. Dari uji ini, diperoleh besar penurunan bobot gel setiap minggunya dan total penurunan bobot setelah tiga minggu penyimpanan. Penurunan bobot gel pengharum ruangan diperoleh dengan menghitung selisih bobot gel pada minggu sebelumnya (M n-1 ) dengan bobot gel pada saat penimbangan (M n ), sedangkan total penurunan bobot adalah selisih bobot minggu ketiga (M 3 ) dengan bobot awal (M 0 ). Besar selisih bobot merupakan jumlah zat cair yang menguap. Persen total penguapan zat cair dihitung dengan rumus : Persen total penguapan zat cair =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝 (M3 − 𝑀0) ∗ 100% 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 + 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 𝑎𝑤𝑎𝑙
Penurunan bobot setiap minggunya dibuat dalam bentuk grafimetri. Persen bobot gel sisa dihitung dengan rumus berikut : Persen bobot gel sisa =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑒𝑙 𝑚𝑖𝑛𝑔𝑔𝑢 𝑘𝑒 − 𝑛 (𝑀𝑛) ∗ 100% 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑒𝑙 𝑚𝑖𝑛𝑔𝑔𝑢 𝑘𝑒 − 0 (M0)
b. Rancangan Percobaan Penentuan Ketahanan Gel Terbaik
Pada uji persen total penguapan zat cair, dilakukan evaluasi perhitungan menggunakan faktorial acak lengkap. Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Berikut merupakan faktor beserta taraf yang digunakan : Faktor formulasi : F 1 , F 2 , ... Faktor nilam : N 0 (tanpa nilam), N 1 (dengan nilam) Ulangan : 1, 2, 3 Respon yang diamati : total penguapan zat cair (%) Dari informasi tersebut maka model yang terbentuk adalah :
24
Model linier : Y ijk = μ + F i + N j + (FN) ij + ε ijk Keterangan : Y ijk = nilai pengamatan pada formulasi ke-i, nilam ke-j, dan ulangan ke-k. μ = rataan umum respon = pengaruh utama faktor formulasi ke-i; i = 1, 2, ... Fi = pengaruh utama faktor nilam ke-j; j = 0, 1 Nj (FN) ij = interaksi dari faktor formulasi ke-i dan nilam ke-j = pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2) ε ijk Hipotesis : • Pengaruh Utama Faktor Formulasi H 0 : F 1 = F 2 = ... = 0 (faktor formulasi tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H 1 : paling sedikit ada satu i dimana F i ≠ 0 • Pengaruh Utama Faktor Nilam H0 : N0 = N1 = 0 (faktor konsentrasi tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H 1 : paling sedikit ada satu j dimana N j ≠ 0 • Pengaruh Interaksi Faktor Formulasi dengan Faktor Nilam H 0 : (FN) 10 = (FN) 11 = ... = 0 (Interaksi antara faktor F dengan faktor N tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H 1 : paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (FN) ij ≠ 0 Nilam dikatakan efektif apabila penurunan bobot gel yang mengandung nilam signifikan lebih kecil dibandingkan gel yang tidak mengandung nilam. Namun, penguapan terjadi tidak hanya pada minyak atsiri tetapi juga air yang dikandung di dalam gel. Oleh karena itu, dibutuhkan juga uji sensorik setiap minggunya agar diperoleh nilai secara kualitatif.
c. Uji Kekuatan Wangi Gel Pengharum Ruangan Kekuatan wangi gel pengharum ruangan dinilai melalui uji sensorik yang dilakukan setiap minggu selama tiga minggu. Kekuatan wangi yang tertinggi dan stabil selama tiga minggu penyimpanan merupakan gel pengharum ruangan dengan ketahanan wangi yang terbaik. Kekuatan dan ketahanan wangi ini dibandingkan pada setiap jenis gel dan antara gel yang menggunakan minyak nilam dengan yang tidak menggunakan minyak nilam. Uji dilakukan oleh empat belas orang panelis terpilih yang diseleksi dari tiga puluh orang melalui tes organoleptik terhadap gel pengharum ruangan. Tes organoleptik ini terdiri dari lima soal, meliputi dua soal uji segitiga dengan faktor pembeda berupa konsentrasi minyak atsiri, dua soal uji segitiga dengan faktor pembeda berupa komposisi campuran minyak atsiri, dan satu soal uji rangking dengan faktor tingkat konsentrasi minyak atsiri. Contoh lembar pengisian dapat dilihat pada Lampiran 2.
25
Pada uji segitiga, panelis diminta untuk menceklis salah satu kode sampel pada lembar isian yang memiliki konsentrasi dan komposisi yang berbeda. Konsentrasi pada nomer 1 adalah 2% (kode 170) dan 3% (162 dan 159), sedangkan pada nomer 2 adalah 3% (452 dan 222) dan 2% (712). Komposisi minyak atsiri dari campuran minyak nilam, minyak kenanga, dan minyak jeruk purut pada nomer 3 adalah 1 : 2 : 2 (433 dan 131) dan 1 : 2 : 3 (731), sedangkan pada nomer 4 adalah 1 : 2 : 3 (479 dan 451) dan 1 : 2 : 2 (414). Uji rangking pada nomer 5 adalah mengurutkan sampel dari konsentrasi tertinggi ke konsentrasi terendah dengan menuliskan kode sampel pada kolom rangking. Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan adalah 3% (357), 2% (551), dan 1% (150). Panelis yang terpilih adalah yang mampu menjawab soal lebih dari sama dengan 50%. Uji kekuatan wangi dilakukan dengan metode uji perbandingan jamak karena dua atau lebih sampel uji disajikan secara bersamaan untuk dibandingkan dengan sampel standar/baku. Sampel standar dibuat kembali pada hari yang sama sebelum dilakukan pengujian. Pengujian dilakukan pada H7, H14, dan H21 dengan panelis yang sama. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan kekuatan wangi gel uji dengan gel standar dengan skala 5 – 1, dimana 5 = sama wangi, 4 = sedikit kurang wangi, 3 = kurang wangi, 2 = sangat kurang wangi, dan 1 = tidak wangi. Lembar pengisian uji pembanding jamak dapat dilihat pada Lampiran. Uji ini dilakukan di dalam laboratorium organoleptik dengan suhu 26oC. Saat pengujian, gel diposisikan 45o dari hidung dengan jarak sejengkal dan wangi dicium dengan mengibas-ngibaskan tangan ke arah hidung. Supaya indra penciuman panelis tidak terpengaruh wangi sebelumnya, digunakan penetral bubuk kopi sehingga penilaian lebih valid.
d. Rancangan Percobaan Penentuan Ketahanan Wangi Terbaik Pada uji perbandingan jamak, tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak empat belas kali, yaitu sebanyak jumlah panelis. Berikut faktor beserta taraf yang digunakan : Respon yang diamati : kekuatan wangi Faktor formulasi : F 1 , F 2 , ... Faktor nilam : N 0 (tanpa nilam), N 1 (dengan nilam) Ulangan : 1, 2, ...., 14 Respon yang diamati : kekuatan wangi (1 – 5) Dari informasi tersebut maka model yang terbentuk adalah : Model linier : Y ijk = μ + F i + N j + (FN) ij + ε ijk Keterangan : Y ijk = nilai pengamatan pada formulasi ke-i, nilam ke-j, dan ulangan ke-k. μ = rataan umum respon = pengaruh utama faktor formulasi ke-i; i = 1, 2, ... Fi = pengaruh utama faktor nilam ke-j; j = 0, 1 Nj (FN) ij = interaksi dari faktor formulasi ke-i dan nilam ke-j = pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2) ε ijk Hipotesis : • Pengaruh Utama Faktor Formulasi H 0 : F 1 = F 2 = ... = 0 (faktor formulasi tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati)
26
H 1 : paling sedikit ada satu i dimana F i ≠ 0 • Pengaruh Utama Faktor Nilam H 0 : N 0 = N 1 = 0 (faktor konsentrasi tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H 1 : paling sedikit ada satu j dimana N j ≠ 0 • Pengaruh Interaksi Faktor Formulasi dengan Faktor Nilam H 0 : (FN) 10 = (FN) 11 = ... = 0 (Interaksi antara faktor F dengan faktor N tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H 1 : paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (FN) ij ≠ 0 Nilam dikatakan efektif apabila kekuatan wangi gel pengharum ruangan yang mengandung nilam signifikan lebih besar dibandingkan gel yang tidak mengandung nilam. Kekuatan wangi yang masih dalam keadaan baik adalah yang memiliki nilai di atas 2, yaitu sama wangi sampai kurang wangi. Ketahanan wangi merupakan lama penggunaan gel pengharum ruangan sampai mencapai nilai 2, yaitu sangat kurang wangi.
27
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Gel pengharum ruangan merupakan produk rumah tangga dalam bentuk sediaan gel yang melepaskan wangi ke ruangan melalui udara. Gel adalah sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua konstituen yang terdiri atas massa seperti pagar yang rapat (matriks) dan diselusupi oleh cairan (Ansel 1989). Minyak atsiri yang dicampur ke dalam gel akan menjadi droplet dan terikat bersama air di antara matriks gel. Minyak akan berdifusi dari tengah gel ke permukaan gel dan menguap secara perlahan.
4.1. PENGARUH PERBANDINGAN DAN KONSENTRASI HIDROKOLOID Gel mungkin mengandung 99.9 % bahan cair tetapi mempunyai sifat yang lebih khas seperti padatan, khususnya sifat elastisitas dan kekakuan (Winarno 1992). Sifat ini memengaruhi kecepatan difusi dan penguapan minyak atsiri. Selain kekuatan gel, kestabilan gel juga menjadi faktor yang memengaruhi kemampuan gel dalam mengikat cairan. Gel yang kurang stabil akan mudah melepas cairan. Adapun kekuatan dan kestabilan gel dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi hidrokoloid serta bahan tambahan seperti propilen glikol yang berfungsi sebagai emulsifier. Berbagai jenis bahan penyusun hidrokoloid menghasilkan mekanisme interaksi yang berbeda-beda sehingga menghasilkan fungsi tertentu pada gel. Hal ini dimanfaatkan untuk mendapatkan sifat gel tertentu. Mekanisme fisikokimia tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Mekanisme fisikokimia utama yang terjadi pada bahan-bahan penyusun hidrokoloid Campuran bahan Makromolekul dengan pelarut
Makromolekul dengan makromolekul
Surfaktan atau makromolekul dengan Droplet minyak Partikel solid
Mekanisme fisika-kimia yang terjadi Pelarutan, pengembangan Penambahan kekentalan dan kepadatan Pengikatan Stabilisasi Gelasi Pengikatan Stabilisasi Adsorpsi, emulsifikasi Pengentalan, stabilisasi
Sumber : Eliasson, 1996.
Pada penelitian ini, kappa karagenan dan glukomanan berperan sebagai makromolekul, aquades sebagai pelarut, propilen glikol sebagai emulsifier, dan natrium benzoat sebagai partikel solid yang juga memiliki fungsi khusus sebagai bahan anti kapang. Minyak atsiri dicampur ke dalam hidrokoloid dan diaduk sehingga membentuk droplet minyak. Aquades dipanaskan kemudian dicampur dengan kappa karagenan, glukomanan, dan natrium benzoat yang telah dicampur terlebih dahulu. Pemanasan dilakukan sebelum proses pencampuran karena makromolekul memiliki sifat yang sangat mudah menyerap air. Apabila bahan kering dicampur terlebih dahulu oleh air yang bersuhu ruangan, makromolekul akan cepat mengalami gelasi sehingga gel terbentuk di bagian dasar gelas dan sulit tercampur hingga homogen. Selain itu, glukomanan lebih cepat mengalami gelasi daripada karagenan sehingga antara gel glukomanan dan
28
karagenan sulit tercampur. Sebaliknya, apabila air dipanaskan terlebih dahulu, makromolekul akan larut terlebih dahulu sebelum membentuk gel sehingga diperoleh hidrokoloid yang lebih homogen. Makromolekul dituangkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk. Apabila bahan dituangkan sekaligus atau terlalu banyak, permukaan karagenan dan glukomanan yang kontak dengan air akan cepat mengalami gelasi sehingga bagian dalamnya masih kering. Akibatnya, terjadi gumpalangumpalan yang sulit dilarutkan sehingga terbentuk gel yang kurang homogen. Natrium benzoat tidak memiliki daya hidrasi sehingga dapat larut dan tercampur baik dengan hidrokoloid. Setelah terbentuk hidrokoloid, propilen glikol dicampur ke dalam hidrokoloid. Setelah propilen glikol tercampur, minyak atsiri kemudian dicampur ke dalam hidrokoloid. Pada pembuatan gel yang dilakukan oleh Rahmaisni (2011), propilen glikol dicampur ke dalam minyak atsiri sebelum minyak atsiri dituangkan ke dalam hidrokoloid. Perbedaan tahap ini dilakukan karena prinsip pencampuran adalah menggabungkan senyawa sejenis terlebih dahulu (polar dengan polar dan non-polar dengan non-polar) kemudian senyawa polar dengan non-polar. Propilen glikol merupakan senyawa polar berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, dan higroskopik. Propilen glikol dapat campur dengan air, dengan etanol (95 %) dan dengan kloroform, larut dalam 6 bagian eter, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah dan dengan minyak lemak (Depkes RI 1979). Oleh karena itu, propilen glikol dicampur dengan hidrokoloid karena akan bercampur dengan air, bukan dicampur dengan minyak atsiri. Namun demikian, propilen glikol tidak bisa dicampur dengan air sebelum karagenan dan glukomanan membentuk gel karena propilen glikol bersifat menghambat gelasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tepung karagenan dan glukomanan yang dicampur dengan propilen glikol kemudian dicampur dengan air tidak mengalami gelasi, namun kembali mengendap.
4.1.1. Hasil Uji Kekuatan Gel Kekuatan gel dinyatakan dalam kilogram force (kgf) atau gram force (gf), didefinisikan sebagai gaya maksimum yang dibutuhkan untuk memecahkan matriks polimer pada daerah yang ditekan (Suheti 2000). Prinsip alat ini berhubungan dengan rumus tekanan, yaitu :
𝑃 (𝑁/𝑚2 ) =
𝐹 (𝑁) 𝐴 (𝑚2 )
dimana tekanan (gf/mm2) berbanding lurus dengan gaya (gf) dan berbanding terbalik dengan luas permukaan (mm2) penekan (probe). Probe yang digunakan pada setiap pengujian memiliki luas permukaan yang sama sehingga faktor ini dapat diabaikan. Gaya yang digunakan diatur pada komputer sebesar 100 gf. Nilai kekuatan gel rata-rata hasil uji dapat dilihat pada Gambar 8. Kekuatan gel tertinggi dihasilkan oleh perbandingan 60 : 40 dengan konsentrasi 5 % (A1B3), kemudian diikuti oleh konsentrasi 4 % (A1B2). Dari grafik terlihat bahwa perbandingan 60 : 40 (A1) paling efektif dalam meningkatkan kekuatan gel. Perbandingan 70 : 30 juga memberikan kekuatan gel yang lebih besar daripada 100 : 0 pada setiap konsentrasi. Maka, dapat diketahui bahwa campuran glukomanan memberikan pengaruh positif pada peningkatan kekuatan gel. Hal ini terjadi karena adanya sinergisme antara glukomanan dengan
29
5000 4581.3
4500
Kekuatan gel (gf)
4000 Perbandingan karagenanglukomanan :
3500 3000
3056.2
60 : 40
2500
70 : 30
2000 1500 1000 500
1425.2 1331.0 1105.1 1035.5
1705.0 1418.8
100 : 0
1165.2
0 3
4 Konsentrasi hidrokoloid (%)
5
Gambar 8. Rata-rata kekuatan gel pada semua jenis perbandingan dan konsentrasi kappa karagenan yang memiliki sifat gel yang berbeda, dimana gel kappa karagenan bersifat rapuh sedangkan gel glukomanan bersifat elastis dan tidak membentuk gel yang solid. Larutan glukomanan tidak akan membentuk gel karena gugus asetilnya mencegah rantai panjang glukomanan untuk bertemu satu sama lain. Larutan yang terbentuk merupakan larutan pseudoplastik (Widjanarko 2008). Pseudoplastik merupakan fluida dengan tipe eksponensial dimana pengurang viskositas terlihat jelas dengan adanya peningkatan gaya geser (Landau and Liftshitz, 1997). Glukomanan tidak dapat membentuk gel kecuali dengan adanya kappa karagenan dan xanthan gum, dimana asosiasi antar rantai mendukung gelasi atau pengentalan (Thomas 1997). Glukomanan memiliki sifat yang dapat menurunkan tegangan permukaan gel campuran kappa karargenan-glukomanan sehingga terbentuk gel yang lebih elastis. Elastisitas menurunkan sifat kerapuhan gel sehingga gel lebih kuat. Menurut Morris (1998), kappa karagenan yang dicampurkan dengan tepung konjak atau glukomanan (yang tidak dapat membentuk gel) akan berinteraksi secara sinergis untuk menghasilkan gel yang lebih elastis). Gel elastis yang terbentuk bersifat reversible setelah pemanasan dan pendinginan (Ozu et al 1993). Saat pendinginan, polimer karagenan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) yang menghasilkan titik-titik pertemuan (junction points) dari rantai polimer dan rongga-rongga di antara rantainya (Glicksman 1979). Rantai glukomanan akan mengisi rongga-rongga antar rantai kappa karagenan. Semakin banyak kandungan glukomanan, rongga karagenan akan semakin banyak terisi larutan yang kental dan bersifat pseudoplastik tersebut sehingga gel semakin elastis. William, et al (1993) meneliti interaksi antara kappa karagenan dan glukomanan menggunakan Differential Scaning Calorimetry (DSC) dan Electron Spin Resonance (ESR), dari penelitian ini diketahui bahwa glukomanan diserap ke atas permukaan agregat kappa karagenan. Kohayama, et al (1993) juga meneliti efek dari peneltian ini diketahui bahwa ada dua bagian kristalin dalam gel campuran, bagian pertama terdiri dari kappa karagenan sendiri dan yang lainnya berupa asosiasi antara glukomanan dan kappa karagenan yang memberikan kontribusi terhadap sifat gel. Menurut Akesowan (2002), gabungan antara glukomanan-karagenan lebih disukai dari gabungan karagenankaragenan karena molekul glukomanan tidak bermuatan.
30
Selain karena adanya sinergisme, glukomanan memiliki daya serap zat cair yang lebih besar daripada kappa karagenan. Proporsi glukomanan yang lebih tinggi menyebabkan semakin banyak air yang terserap pada gel sehingga lebih elastis. Pada faktor konsentrasi, terlihat bahwa konsentrasi hidrokoloid memberikan pengaruh positif pada kekuatan gel, dimana semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid maka semakin tinggi kekuatan gelnya. Pada grafik terlihat bahwa konsentrasi 5 % menghasilkan kekuatan gel yang lebih besar daripada konsentrasi 4 % dan 3 % pada setiap perbandingan, begitu pun konsentrasi 4 % terhadap 3%. Hal ini terjadi karena semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid, semakin banyak air yang terserap oleh makromolekul dan rantai heliks yang terbentuk semakin banyak sehingga gel semakin padat. Enifia (2009) menjelaskan bahwa tekstur suatu produk dipengaruhi oleh jumlah air yang ada dalam produk, semakin tinggi konsentrasi karagenan dan semakin kecil proporsi kandungan air dalam suatu produk maka tingkat kekerasannya akan semakin tinggi. Hasil evaluasi data menggunakan rancangan acak lengkap faktorial pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa faktor perbandingan dan konsentrasi memiliki pengaruh yang nyata terhadap kekuatan gel, begitu pula interaksi keduanya. Rancangan acak lengkap dipilih karena pengujian ini terdiri dari dua faktor (perbandingan dan konsentrasi) dimana kedua faktor memiliki hubungan yang saling bersilang (tiap perbandingan mengandung tiap konsentrasi). Evaluasi dilanjutkan dengan Uji Duncan untuk melihat perbedaan nyata (signifikansi) kekuatan gel pada faktor perbandingan, konsentrasi, serta interaksi keduanya. Pada faktor perbandingan, diperoleh bahwa setiap perbandingan memiliki kekuatan gel yang berbeda signifikan, dengan urutan dari yang terbesar ke yang terkecil adalah 60 : 40, 70 : 30, dan 100 : 0 (Lampiran 4). Begitu pula dengan faktor konsentrasi hidrokoloid, konsentrasi 5 % menghasilkan kekuatan gel yang signifikan lebih besar dari konsentrasi 4 %, dan konsentrasi 4 % signifikan lebih besar dari konsentrasi 3 % (Lampiran 5). Maka, dari pengujian ini dapat diketahui bahwa kekuatan gel terbaik adalah pada perbandingan 60 : 40 konsentrasi 5 %. Kekuatan gel yang baik pada gel pengharum ruangan bertujuan untuk mempertahankan bentuk gel setelah dicetak sehingga gel tidak patah/rusak selama proses pascaproduksi, seperti penyimpanan, pendistribusian, dan pada saat gel digunakan. Semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid, gel akan semakin kuat. Namun,apabila konsentrasi terlalu tinggi, gel akan sulit dibentuk/dicetak karena hidrokoloid yang terbentuk sangat kental sehingga aliran fluidanya lambat. Akibatnya, hidrokoloid tidak dapat mengisi ruang kosong dalam cetakan dengan sempurna. Selain itu, semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid, semakin cepat gel mengeras.
4.1.2. Hasil Uji Kestabilan Gel Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari dalam gel yang disebabkan oleh agregasi rantai karagenan saat pendinginan. Pada suhu di atas titik cair (pemanasan), polimer-polimer kappa karagenan dalam larutan membentuk susunan acak. Saat pendinginan, formasi acak berubah menjadi rantai heliks ganda yang memungkinkan terbentuknya ikatan-ikatan silang yang membentuk jala atau jaringan (matriks) secara kontinyu. Pendinginan selanjutnya menyebabkan polimer-polimer menjadi terikat silang secara kuat dan terbentuk agregat yang membentuk gel kuat. Pembentukan agregrat ini menyebabkan rantai gel mendorong air yang tidak terikat sehingga air keluar dari gel (Fardiaz 1989). Lee et al. (2008) menyatakan bahwa jumlah zona ikatan dapat menjadi satu alasan tingginya tingkat sineresis. Jumlah zona ikatan yang lebih banyak dapat menyebabkan peningkatan sineresis. Hal ini disebabkan pembentukan heliks dan pembentukan agregat yang terus terjadi selama penyimpanan sehingga ikatan rantai gel semakin banyak dan rapat, sedangkan rongga antar ikatan menjadi semakin sempit yang mengakibatkan air yang tidak terikat terdorong ke luar. Pada penelitian
31
ini, sineresis menunjukkan kestabilan gel dalam mempertahankan air yang terperangkap di dalamnya. Rata-rata sineresis hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 9. 1,2 1.007 1,0 0.806
Perbandingan karagenanglukomanan : 60 : 40
Sineresis (%)
0,8 0.657 0,6
0.526
0.522
0.412
0,4
0.358
0.266
70 : 30 100 : 0
0,2 0.147 0,0 3
4 Konsentrasi hidrokoloid (%)
5
Gambar 9. Kestabilan gel pada semua jenis perbandingan dan konsentrasi. Semakin rendah tingkat sineresis maka gel semakin stabil Dari grafik terlihat bahwa perbandingan karagenan-glukomanan 60 : 40 menghasilkan sineresis yang lebih tinggi daripada perbandingan 70 : 30 (kecuali pada konsentrasi 3 %), dan perbandingan 70 : 30 menghasilkan sineresis yang lebih tinggi daripada perbandingan 100 : 0. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa semakin tinggi kandungan glukomanan maka semakin tinggi sineresis yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena meskipun glukomanan memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi, glukomanan tidak dapat membentuk gel yang solid, melainkan cairan yang sangat kental. Oleh karena itu, aliran fluida yang dihasilkan gel glukomanan lebih tinggi daripada aliran fluida gel karagenan. Selain itu, semakin rendah kandungan karagenan pada gel, semakin sedikit matriks/jala/kerangka gel yang terbentuk karena glukomanan tidak memiliki kemampuan untuk membuat matriks. Karagenan yang lebih banyak akan lebih kuat memerangkap air dan hidrokoloid glukomanan dalam rongga-rongga rantainya. Semakin tinggi proporsi glukomanan pada pengujian ini, semakin kurang stabil gel yang dihasilkan meskipun kekuatan gelnya lebih tinggi. Pada faktor konsentrasi, dapat diketahui bahwa konsentrasi 3% menghasilkan tingkat sineresis yang lebih tinggi daripada konsentrasi 4 %, dan konsentrasi 4 % menghasilkan tingkat sineresis yang lebih tinggi daripada konsentrasi 5 %. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa tingkat sineresis berbanding terbalik dengan tingkat konsentrasi, dimana semakin tinggi konsentrasi maka semakin rendah sineresis yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena gel dengan konsentrasi yang lebih tinggi mengandung karagenan dan glukomanan yang lebih banyak sehingga mampu menyerap air lebih banyak dan kuat sehingga gel menjadi lebih stabil. Menurut Bhattacharya (2011) sineresis air pada gel merupakan fenomena yang alami dimana air tidak terikat yang berlebih keluar dari matriks gel. Kejadian ini dapat diminimalisasi dengan penentuan proporsi dan konsentrasi bahan penyusun hidrokoloid yang tepat serta penambahan bahan penyusun gel yang mendukung. Sineresis berkurang dengan bertambahnya konsentrasi hidrokoloid pada gel.
32
Gel yang diharapkan pada penelitian ini adalah gel dengan sineresis di bawah 1 %. Dari grafik dapat diketahui bahwa hampir semua tingkat sineresis berada di bawah 1 %. Artinya, semua jenis gel memiliki tingkat sineresis yang baik, kecuali gel perbandingan 70 : 30 dengan konsentrasi 3 % yang menghasilkan sineresis sebesar 1.007 %. Gel perbandingan 60 : 40 dengan konsentrasi 3 % saja, sudah baik dalam mempertahankan kestabilannya karena menghasilkan sineresis sesuai standar, yaitu di bawah 1 %. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wicaksono (1999), dibuat gel berbasis kappa karagenan, iota karagenan, dan LBG (Locus Bean Gum). Iota karagenan dan LBG memiliki kesamaan sifat dengan glukomanan, yaitu memberikan sifat elastis pada gel dan tidak mampu membentuk gel tanpa dicampur bahan lain. Hasil penelitian Wicaksoso terdapat pada Tabel 11. Tabel 11. Perbandingan nilai sineresis pada gel berbasis kappa karagenan, iota karagenan, dan LBG Perbandingan Kappa karagenan
Iota karagenan dan LBG
1.5 2.5
1 1
Tingkat sineresis
1.3 % (tinggi) 0.29 % (rendah)
Sumber : Bambang, 1999.
Dari penelitian tersebut, didapatkan bahwa perbandingan karagenan dan bahan pemberi sifat elastis sebesar 1.5 : 1 menghasilkan sineresis yang besar (lebih tinggi dari 1 %). Perbandingan 1.5 : 1 ini sebanding dengan 60 : 40, dimana pada penelitian ini dihasilkan sineresis yang lebih rendah dari 1%. Maka, dapat dikatakan bahwa campuran kappa karagenan dengan glukomanan menghasilkan sineresis yang lebih baik. Selain faktor perbandingan dan konsentrasi karagenan-glukomanan, sineresis juga dipengaruhi oleh kehigienisan bahan dan proses, kemasan gel, dan suhu bahan gel saat pencetakan. Bahan dan proses yang kurang higienis dapat meningkatkan sineresis, oleh karena itu, aquades dididihkan terlebih dahulu sebelum digunakan dan gel sebaiknya tidak tersentuh oleh tangan selama proses. Hasil pengujian saat penelitian menunjukkan bahwa kemasan gel yang berupa wadah plastik dapat meningkatkan sineresis hingga 2 %. Oleh karena itu, setelah gel mengeras, gel dipindahkan ke dalam plastik resealeable untuk mengurangi kontak gel langsung dengan plastik, sedangkan wadah plastik digunakan hanya untuk mencetak gel hingga mengeras. Selain itu, suhu perlu diperhatikan saat pencetakan dan pemindahan gel dari cetakan. Apabila gel dikemas dalam keadaan yang masih panas, akan terbentuk embun pada permukaan gel sehingga menambah kadar air gel. Sineresis yang terlalu tinggi menyebabkan air menggenang di dalam wadah plastik sehingga merusak struktur gel dan berpotensi menimbulkan pertumbuhan kapang. Sama seperti uji kekuatan gel, data hasil uji sineresis diolah menggunakan rancangan acak lengkap faktorial untuk mengevaluasi pengaruh faktor perbandingan dan konsentrasi karagenanglukomanan terhadap sineresis. Hasil sidik ragam (anova) menunjukkan bahwa faktor perbandingan, konsentrasi, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata pada sineresis (Lampiran 3). Pengujian dilanjutkan dengan uji Duncan. Pada faktor perbandingan diperoleh bahwa sineresis yang dihasilkan gel dengan perbandingan 60 : 40 tidak berbeda signifikan dengan 70 : 30, sedangkan perbandingan 100 : 0 berbeda signifikan lebih rendah dari 60 : 40 maupun 70 : 30 (Lampiran 6). Pada faktor konsentrasi, diperoleh bahwa sineresis yang dihasilkan gel dengan konsentrasi 3% berbeda signifikan lebih besar dari konsentrasi 4 % maupun 5 %, sedangkan konsentrasi 4 % tidak berbeda signifikan dari konsentrasi 5 % (Lampiran 7).
33
Dari penelitian pendahuluan ini dapat diketahui bahwa perbandingan karagenan dan glukomanan sebesar 60 : 40 menghasilkan peningkatkan kekuatan gel yang paling efektif, sedangkan perbandingan 100 : 0 menghasilkan sineresis paling rendah. Konsentrasi 5 % menghasilkan kekuatan gel yang paling tinggi dan sineresis yang paling rendah. Namun demikian, sineresis juga tidak boleh terlalu rendah karena dapat menghambat pelepasan aroma dari minyak atsiri yang berada di dalam matriks gel sehingga wangi kurang tersebar di ruangan. Konsentrasi 3 % pada perbandingan 60 : 40 masih berada dalam batas sineresis yang dapat diterima, yaitu di bawah 1 %. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya dipilih gel dengan perbandingan 60 : 40 dan 100 : 0 dengan konsentrasi masingmasing sebesar 3 % dan 5 %.
4.2. PENGARUH JENIS HIDROKOLOID TERHADAP KETAHANAN WANGI PENGHARUM RUANGAN
DAN MINYAK NILAM (DAYA SIMPAN) GEL
Ketahanan wangi dan kekuatan wangi merupakan karakter penting yang ada pada gel pengharum ruangan. Ketahanan wangi merupakan seberapa lama gel pengharum ruangan dapat melepas wangi hingga habis, hal ini berkaitan dengan kecepatan penguapan bahan pewangi. Kekuatan wangi merupakan tingkat wangi yang dihasilkan dari sejumlah bahan pewangi yang menguap pada waktu tertentu. Gel pengharum ruangan yang baik adalah yang memiliki ketahanan wangi sesuai dengan waktu yang diinginkan dan dengan kekuatan wangi yang stabil. Ketahanan wangi pengharum ruangan konvensional biasanya adalah selama satu bulan, sedangkan kekuatan wanginya disesuaikan dengan tempat penggunaan pewangi tersebut, misalnya untuk ruangan besar dibutuhkan kekuatan wangi yang lebih tinggi daripada pengharum ruangan untuk kamar mandi atau lemari. Ketahanan dan kekuatan wangi ditentukan oleh konsentrasi bahan pewangi, bahan penghalang penguapan pewangi, dan zat pengikat bahan pewangi. Pada penelitian utama ini, digunakan bahan pewangi berupa campuran minyak atsiri jeruk purut dan kenanga, penahan penguapan bahan pewangi berupa matriks gel, dan zat pengikat wangi (fiksatif) berupa minyak nilam dan propilen glikol. Sifat matriks gel berupa kekuatan gel dan sineresis pada gel pengharum ruangan memengaruhi ketahanan dan kekuatan wangi. Kekuatan gel yang terlalu tinggi dapat menghambat penguapan minyak sehingga wangi tidak tersebar, gel pengharum ruangan akan bertahan lama namun kekuatan wangi yang dihasilkan sangat kecil. Nilai sineresis yang terlalu tinggi dapat mempercepat penguapan bahan pewangi karena minyak atsiri berdifusi bersama air. Sampel yang digunakan pada penelitian tahap ini adalah gel dengan perbandingan 60 : 40 konsentrasi 3 % (F1), perbandingan 60 : 40 konsentrasi 5 % (F2), perbandingan 100 : 0 konsentrasi 3% (F3), dan perbandingan 100 : 0 konsentrasi 5 % (F4). Dari penelitian tahap ini dapat diketahui pengaruh penggunaan glukomanan serta tingkat kekuatan gel dan sineresis terhadap kekuatan dan ketahanan wangi pada gel pengharum ruangan. Pada proses pembuatan gel pengharum rungan tahap pencampuran, minyak atsiri lebih mudah bercampur dengan hidrokoloid dengan perbandingan 60 : 40 daripada perbandingan 100 : 0 pada setiap konsentrasi. Hal ini disebabkan karena hidrokoloid yang mengandung glukomanan bersifat lebih elastis. Selain itu, hidrokoloid konsentrasi 3 % lebih mudah bercampur dengan minyak atsiri daripada konsentrasi 5 %. Hal ini disebabakan karena pada konsentrasi 3%, air yang tidak terikat dengan makro molekul berjumlah lebih banyak daripada air yang tidak terikat pada perbandingan 5%. Air yang tidak terikat tersebut akan bercampur dengan minyak atsiri yang ditambahkan ke dalam hidrokoloid dengan bantuan bahan pengemulsi, propilen glikol. Sedangkan, pada konsentrasi 5%, air sudah terikat dengan hidrokoloid sehingga tidak cukup untuk mengikat minyak atsiri. Di samping itu,
34
glukomanan maupun karagenan tidak memiliki kemampuan absorpsi atau pun gelasi dengan minyak atsiri. Minyak atsri pada konsentrasi 3 % tercampur lebih homogen dan merata pada matriks gel. Pengadukan yang kurang baik pada hidrokoloid konsentrasi 5 % dapat mengakibatkan adanya minyak yang tersisa pada permukaan gel yang telah mengeras. Adanya proses agregasi pada hidrokoloid juga membuat minyak atsiri semakin sulit tercampur. Perbandingan 60 : 40 konsentrasi 5% lebih cepat mengeras daripada perbandingan 100 : 0, namun elastisitas perbandingan 100 : 0 sangat rendah sehingga minyak atsiri lebih sulit bercampur dan lebih lama menggenang di atas gel saat pengadukan. Selain komposisi bahan pembentuk gel, suhu hidrokoloid saat pencampuran dan lama waktu pengadukan juga memengaruhi kehomogenan hidrokoloid yang dihasilkan. Suhu hidrokoloid yang terlalu rendah saat minyak dicampurkan mengakibatkan waktu pengadukan menjadi lebih singkat karena gel lebih cepat mengeras. Akibatnya, gel dapat mengeras sebelum minyak atsiri tercampur dengan sempurna. Sebaliknya, apabila suhu hidrokoloid terlalu tinggi, minyak atsiri terlalu banyak yang menguap saat pengadukan sehingga wanginya berkurang. Pengujian yang dilakukan pada penelitian utama ini adalah uji total penguapan zat cair dan uji kekuatan wangi secara sensorik. Dari kedua uji tersebut dapat diketahui ketahanan gel pengharum ruangan terbaik. Penggunaan minyak nilam dijadikan perlakuan pada uji ini (gel dengan minyak nilam dan tanpa minyak nilam) sehingga dapat diketahui pengaruh penggunaan nilam pada ketahanan wangi pengharum ruangan yang berbentuk gel.
4.2.1. Total Penguapan Zat Cair Total penguapan zat cair diketahui dengan menimbang bobot gel pengharum ruangan dan menghitung penurunan bobot tersebut selama tiga minggu. Berat produk yang hilang merupakan minyak atsiri dan air yang menguap dari gel. Oleh karena itu, besar susut bobot berbanding terbalik dengan ketahanan gel. Semakin kecil bobot yang hilang atau semakin besar bobot yang tersisa berarti semakin sedikit minyak atsiri dan air yang telah menguap, artinya semakin besar ketahanan wangi gel tersebut. Rata-rata total penguapan zat cair selama tiga minggu dapat dilihat pada Gambar 10. 16 Penguapan zat cair (%)
15.54 15 14 13 12.60
12.09 12
12.00
11 10.29
10 60 : 40; 3%
10.66
60 : 40; 5% 100 : 0; 3% Formula Dengan nilam
11.29 10.76 100 : 0; 5%
Tanpa nilam
Gambar 10. Rata-rata total penguapan zat cair pada gel pengharum ruangan dengan campuran karagenan dan glukomanan sebesar 60 : 40 dan 100 : 0 dan konsentrasi masing masing sebesar 3 % dan 5 % selama tiga minggu penyimpanan. Setiap gel diberi perlakuan dengan menggunakan nilam dan tanpa nilam
35
Dari grafik dapat dilihat apabila perbandingan 60 : 40 dan 100 : 0 dibandingkan pada konsentrasi yang sama, hasil menunjukkan bahwa perbandingan 60 : 40 yang mengandung nilam mengalami penguapan yang lebih rendah daripada perbandingan 100 : 0 yang mengandung nilam, dan perbandingan 60 : 40 yang tidak mengandung nilam menunjukkan penguapan yang lebih tinggi daripada perbandingan 100 : 0 yang tidak mengandung nilam. Artinya, penggunaan nilam pada gel yang mengandung glukomanan dengan perbandingan 60 : 40 lebih efektif mempertahankan penguapan zat cair daripada penggunaan nilam pada gel yang tidak mengandung glukomanan (perbandingan 100 : 0). Hal ini dapat dipengaruhi oleh sifat elastisitas glukomanan yang menyebabkan minyak atsiri dapat bercampur lebih baik dengan hidrokoloid sehingga nilam pun dapat mengikat minyak atsiri lebih baik, sedangkan kappa karagenan memiliki struktur gel yang rapuh dan lebih berongga sehingga minyak tidak begitu terikat dengan hidrokoloid, melainkan hanya mengisi ronggarongga rantai heliks kappa karagenan. Bila konsentrasi 3 % dan 5 % dibandingkan pada perbandingan yang sama, konsentrasi 5 % menghasilkan penguapan yang lebih rendah daripada konsentrasi 3 % pada gel pengharum ruangan yang menggunakan nilam. Sedangkan pada gel pengharum ruangan yang tidak menggunakan nilam, konsentrasi 5 % pada perbandingan 60 : 40 menunjukkan hasil penguapan yang jauh lebih tinggi. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan jauh yang ditimbukan pada konsentrasi 5 %. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, konsentrasi 5 % menghasilkan gel yang cepat mengeras sehingga faktor pengadukan sangat memengaruhi hasil kehomogenan gel yang dihasilkan. Setelah gel mengeras, terdapat minyak atsiri yang tersisa di permukaan gel sehingga mudah mengalami penguapan. Namun, penggunaan minyak nilam membuat minyak atsiri menjadi lebih terikat. Selain itu, suhu yang lebih tinggi saat pengadukan membuat minyak atsiri lebih banyak menguap sebelum gel tersebut mengeras. Konsentrasi 5 % menghasilkan penguapan yang kurang stabil karena pengadukan yang sulit. Data ini kemudian dicek menggunakan rancangan acak lengkap faktorial untuk melihat pengaruh jenis hidrokoloid/formula gel dan penggunaan nilam terhadap penyusutan bobot. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula gel, penggunaan minyak nilam, dan interaksi keduanya ternyata memberikan pengaruh yang nyata pada susut bobot (Lampiran 8). Untuk melihat pengaruhnya, dilakukan uji lanjut Duncan pada ketiga faktor tersebut. Hasil uji Duncan pada faktor formula menunjukkan bahwa setiap formula memiliki besar susut bobot yang berbeda signifikan dengan formula yang lainnya (Lampiran 9). Hal ini disebabkan karena setiap formula memiliki sifat kekuatan gel dan sineresis yang saling berbeda sifnifikan, dimana kedua faktor tersebut dipengaruhi oleh struktur gel yang akan memengaruhi kestabilan gel dalam mempertahankan penguapan zat cair. Selain itu, kekuatan gel dan sineresis ini memiliki interaksi yang nyata pada gel. Artinya, kekuatan gel dan sineresis memiliki pengaruh yang nyata terhadap penguapan zat cair. Hasil uji Duncan kekuatan gel dan sineresis dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Gel perbandingan 60 : 40, konsentrasi 3 % memiliki kekuatan gel yang lebih rendah dan sineresis yang lebih tinggi daripada konsentrasi 5 % sehingga penguapannya lebih tinggi. Begitu pula pada gel perbandingan 100 : 0. Maka, kekuatan gel dan sineresis memberikan pengaruh nyata pada penguapan zat cair dimana perbandingannya terbalik dengan kekuatan gel dan berbanding lurus dengan tingkat sineresis. Kekuatan gel yang lebih rendah dan sineresis yang lebih tinggi menyebabkan stabilitas gel berkurang, zat cair yang berada di dalam matriks gel akan berdifusi perlahan-lahan ke bagian luar gel dan menguap. Hasil uji Duncan pada faktor penggunaan minyak nilam menunjukkan bahwa gel dengan minyak nilam menghasilkan susut bobot yang signifikan lebih rendah daripada gel tanpa minyak nilam (Lampiran 12). Artinya, nilam memberikan pengaruh positif pada ketahanan bobot gel. Pengaruh ini positif dan efektif pada gel yang mengandung glukomanan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Menurut Rahmaisni (2011), nilam mengikat wangi karena memiliki titik didih dan uap
36
yang lebih tinggi ketimbang minyak jeruk purut dan minyak kenanga. Peran minyak nilam sebagai zat fiksatif wangi minyak atsiri lain, diduga oleh adanya semacam kohesivitas antara minyak nilam dengan komponen-komponen dalam minyak atsiri yang lain sehingga minyak jeruk purut dan kenanga tidak mudah menguap. Hasil Uji Duncan terhadap interaksi formula dan nilam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa setiap sampel menghasilkan perbedaan yang signifikan dengan sampel yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh keragaman pada ketiga faktor (kekuatan gel, sineresis, dan penggunaan nilam) dan interaksi yang nyata pada ketiga faktor tersebut. Semakin beragam faktor-faktor yang memengaruhi dan semakin nyata interaksi antar faktor tersebut mengakibatkan semakin beragamnya penguapan zat cair yang dihasilkan. Gel memiliki berat awal yang berbeda-beda, maka untuk melihat perubahannya setiap minggu, dilakukan perhitungan penurunan bobot gel secara grafimetri, yakni dengan menghitung nilai persentase berat tersisa terhadap berat awal produk. Produk gel pengharum ruangan yang memiliki nilai persentase berat tersisa terhadap berat awal lebih tinggi berarti memiliki penguapan yang lebih kecil, dengan kata lain memiliki ketahanan wangi lebih tinggi. Persentase penurunan bobot gel pengharum ruangan dilihat pada setiap konsentrasi, yaitu 3 % dan 5 %, grafik dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12. Dari grafik terlihat bahwa setiap sampel mengalami penurunan bobot setiap minggunya. Ada tiga kondisi penurunan bobot gel pengharum ruangan selama penyimpanan yaitu, menurun lebih cepat dari gel yang lain, menurun lebih cepat dari minggu sebelumnya (mengalami percepatan penurunan), dan stabil. Gel pengharum ruangan yang menurun lebih cepat dari yang lain adalah gel yang titik bobotnya berada di bawah titik bobot gel yang lain, gel pengharum ruangan yang mengalami percepatan penurunan adalah gel yang garis bobotnya memotong garis bobot gel yang lain sehingga besar bobot sisanya menjadi lebih kecil, sedangkan gel pengharum ruangan yang stabil adalah gel yang menurun bobotnya namun tidak sampai melewati garis bobot gel lain. 100
Bobot sisa (%)
98 Perbandingan karagenanglukomanan, penggunaan minyak nilam:
96
60 :40, dengan nilam
94
60 :40, tanpa nilam 100 : 0, dengan nilam
92
100 : 0, tanpa nilam
90 88 0
7 14 Lama penyimpanan (hari)
21
Gambar 11. Grafimetri gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 3 %
37
100 98 Perbandingan karagenanglukomanan, penggunaan minyak nilam:
Bobot sisa (%)
96 94
60 :40, dengan nilam 60 :40, tanpa nilam
92
100 : 0, dengan nilam 100 : 0, tanpa nilam
90 88 86 0
7 14 Lama penyimpanan (hari)
21
Gambar 12. Grafimetri gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 5 % Pada konsentrasi 3 %, formula gel dengan perbandingan 60 : 40 tanpa minyak nilam dan perbandingan 100 : 0 dengan minyak nilam mengalami percepatan penurunan mulai minggu kedua. Sedangkan perbandingan 60 : 40 dengan minyak nilam serta perbandingan 100 : 0 tanpa minyak nilam mengalami penurunan yang stabil per minggunya. Pada konsentrasi 5 %, terlihat penurunan bobot yang lebih stabil pada setiap jenis gel pengharum ruangan. Kecuali pada gel perbandingan 100 : 0 tanpa minyak nilam, dimana garis bobotnya mengalami percepatan penurunan pada minggu ke dua. Susut bobot yang hilang pada semua sampel gel pengharum ruangan lebih besar daripada bobot minyak atsiri yang dikandungnya karena tidak hanya minyak atsiri yang menguap, namun juga air. Untuk mengetahui ketahanan minyak atsiri yang dikandung setiap sampel gel pengharum ruangan, dilakukan uji kekuatan wangi gel pengharum ruangan melalui uji sensorik. Melalui uji ini, dapat diketahui ketahanan wangi gel pengharum ruangan yang lebih baik setelah tiga minggu penyimpanan. Semakin tinggi kekuatan wanginya pada saat dilakukan pengujian maka semakin banyak minyak atsiri yang masih terkandung di dalam gel pengharum ruangan.
4.2.2. Kekuatan Wangi Selama Penyimpanan Kekuatan wangi pada uji sensorik dilakukan melalui pendekatan data kualitatif menjadi data kuantitatif. Data kualitatif merupakan besar kekuatan wangi yang dirasakan oleh panelis, kemudian kekuatan wangi tersebut diwakilkan ke dalam skor sehingga menjadi data kuantitatif yang berwujud angka. Tingkat kekuatan wangi tersebut diwakilkan dengan skor dari 5 sampai 1 (5 = sama wangi, 4 = sedikit kurang wangi, 3 = kurang wangi, 2 = sangat kurang wangi, dan 1 = tidak wangi). Kekuatan wangi dilihat pada setiap konsentrasi, yaitu 3 % dan 5 %. Grafik kekuatan wangi pada setiap minggunya dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.
38
5,0 4,5 Perbandingan karagenanglukomanan, penggunaan minyak nilam:
Kekuatan wangi
4,0 3,5
60 : 40, dengan nilam
3,0
60 : 40, tanpa nilam 100 : 0, dengan nilam
2,5
100 : 0, tanpa nilam
2,0 1,5 1,0 7
14 Waktu penyimpanan (hari)
21
Gambar 13. Hasil uji sensorik kekuatan wangi gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 3 % selama 21 hari
5,0 4,5 Perbandingan karagenanglukomanan, penggunaan minyak nilam :
Kekuatan wangi
4,0 3,5
60 : 40, dengan nilam
3,0
60 : 40, tanpa nilam 100 : 0, dengan nilam
2,5
100 : 0, tanpa nilam
2,0 1,5 1,0 7
14 Waktu penyimpanan (hari)
21
Gambar 14. Hasil uji sensorik kekuatan wangi gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 5 % selama 21 hari Hasil pengujian menghasilkan rata-rata skor dalam bentuk desimal, toleransi yang digunakan adalah sebesar 0.5. Contoh, untuk keadaan kurang wangi (skor 3) maka meliputi skor 2.5 hingga 3.5. Pada konsentrasi hidrokoloid 3 %, kekuatan wangi gel pengharum ruangan selama 3 minggu berada pada skala 3.7 hingga 2.9, yaitu pada keadaan kurang wangi. Perubahan kekuatan wangi yang
39
terjadi selama 3 minggu ini memperlihatkan perubahan yang tidak begitu signifikan. Sampai pada penyimpanan minggu kedua, gel pengharum ruangan secara keseluruhan masih berada di atas skor 3 (kurang wangi). Gel pengharum ruangan perbandingan 60 : 40 dengan minyak nilam dan perbandingan 100 : 0 belum mengalami penurunan skor kekuatan wangi, sedangkan gel perbandingan 60 : 40 tanpa minyak nilam mengalami sedikit penurunan skor. Pada penyimpanan minggu ketiga, seluruh gel pengharum ruangan mengalami penurunan kekuatan wangi dan berada di bawah skor 3 yaitu 2.9 dengan kekuatan wangi pada level kurang wangi. Pada konsentrasi hidrokoloid 5 %, kekuatan wangi gel pengharum ruangan berada pada skala 3.7 hingga 2.7, yaitu pada level sedikit kurang wangi hingga kurang wangi. Skala ini lebih rendah daripada gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 3 %. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kehomogenan minyak atsiri pada gel akibat struktur gel yang terlalu cepat mengeras saat pengadukan. Akibatnya, minyak atsiri yang tidak tercampur ke dalam gel lebih cepat menguap. Pada minggu pertama, seluruh sampel berada di atas skor 3. Gel pengharum ruangan yang menggunakan nilam menunjukkan kekuatan wangi yang lebih tinggi, yaitu berada di atas skor 3.5 (sedikit kurang wangi), sedangkan formula yang lain berada di bawah skor 3.5 (kurang wangi). Pada minggu kedua, terdapat satu gel pengharum ruangan yang berada di bawah skor 3, yaitu gel pengharum ruangan perbandingan 100 : 0 konsentrasi 5 % tanpa minyak nilam. Pada minggu ketiga, kekuatan wangi berada dalam skala 3 hingga 2.7, yaitu masih dalam level kurang wangi. Standar kekuatan wangi gel pengharum ruangan yang sudah tidak layak digunakan atau dinyatakan habis wanginya adalah 2 (sangat kurang wangi). Hasil menunjukkan semua sampel gel pengharum ruangan masih memiliki kekuatan wangi di atas skor 2.5 (kurang wangi). Artinya, dalam waktu tiga minggu semua sampel gel pengharum ruangan masih dalam kondisi yang layak digunakan. Kekuatan wangi gel pengharum ruangan pada minggu ketiga dievaluasi menggunakan rancangan acak faktorial (Lampiran 14). Hasil ternyata menunjukkan tidak adanya perbedaan kekuatan wangi yang signifikan pada semua jenis gel pengharum ruangan. Dengan demikian, pemilihan gel pengharum ruangan lebih didasarkan pada sifat gel yang dihasilkan dan kekuatan wangi yang bertahan lebih lama, yaitu perbandingan 60 : 40 dengan minyak nilam. Glukomanan menghasilkan hidrokoloid yang elastis sehingga lebih mudah bercampur dengan minyak atsiri sehingga minyak atsiri lebih terikat. Interaksi antara glukomanan dengan nilam memberikan pengaruh positif pada ketahanan dan kekuatan wangi gel pengharum ruangan. Konsentrasi 5 % menghasilkan kekuatan gel paling tinggi dan sineresis paling rendah, namun sulit bercampur dengan minyak atsiri karena terlalu kental dan mudah mengeras sehingga minyak atsiri tersisa di bagian permukaan gel. Oleh karena itu, dipilih konsentrasi 3 % agar lebih mudah dicampur dengan minyak atsiri. Selain itu, konsentrasi 3 % memiliki kekuatan gel yang cukup tinggi serta nilai sineresis yang masih berada dalam batas toleransi (maksimal 1%). Formula gel pengharum ruangan yang terpilih, yaitu perbandingan 60 : 40 konsentrasi hidrokoloid 3% dengan minyak nilam kemudian dikalkulasikan menggunakan metode garis linear untuk diketahui batas ketahanan wanginya. Grafik pada Gambar 15, menunjukkan apabila nilai “y” pada persamaan diubah dengan nilai 2.5 (sangat kurang wangi), maka diperoleh nilai “x” sebesar 5.8. Artinya, ketahanan wangi gel pengharum ruangan adalah selama 5.8 dikali 7 hari, yaitu 40 hari dengan bobot gel sebesar 70.63 gram (Lampiran 15). Savary et al (2006) menyatakan bahwa ketahanan wangi disebabkan oleh bahan pewangi tersebut terserap dalam kompleks jaringan/matriks atau karena kombinasi antara tepung/pati dan polisakarida pembentuk gel.
40
5,0
Kekuatan Wangi
4,5 Perbandingan karagenanglukomanan, penggunaan minyak nilam :
4,0 3,5
60 : 40, dengan nilam
3,0 y = -0,2x + 3,6667
2,5
Linear (60 : 40, dengan nilam)
2,0 1,5 1,0 7
14 21 Waktu Penyimpanan (hari)
Gambar 15. Tren ketahanan wangi gel pengarum ruangan dengan perbandingan karagenan glukomanan 60 : 40, konsentrasi hidrokoloid 3%, dan penggunaan minyak nilam Menurut De Roos (2003), terdapat dua faktor utama yang mengontrol/mengatur nilai pelepasan bahan pewangi dari suatu produk pengharum ruangan yaitu, kemampuan melepaskan pewangi dari produk dasar (faktor termodinamik) dan kemampuan/daya tahan transfer massa dari produk ke udara Selain formula gel, penggunaan bahan fiksatif (minyak nilam), dan konsentrasi bahan pewangi, ketahanan wangi juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan gel pengharum ruangan yaitu, suhu ruangan, kelembaban ruangan, sirkulasi udara dalam ruangan, dan ukuran ruangan. Suhu yang lebih tinggi dan kelembaban yang lebih rendah menyebabkan gel pengharum ruangan menjadi lebih cepat habis. Sirkulasi udara dan ukuran ruangan memengaruhi perbedaan gradien konsentrasi minyak dan air di dalam gel dengan ruangan. Ruangan dengan sirkulasi udara yang tinggi dan terbuka serta ukuran ruangan yang lebih luas membuat gradien konsentrasi minyak yang lebih besar sehingga minyak lebih cepat menguap. Berdasarkan percobaan, gel yang disimpan selama seminggu pada ruangan sebesar 3 x 3 m dengan sirkulasi udara rendah dan sedikit terbuka (pintu dan jendela tertutup, hanya sedikit ventilasi) serta suhu tinggi mengakibatkan gel pengharum ruangan sangat mengkerut dan tidak memiliki wangi lagi. Sirkulasi udara yang rendah mengakibatkan panas terperangkap dalam ruangan sehingga minyak dan air cepat menguap. Minyak dan air yang telah menguap ini keluar melalui ventilasi pada ruangan. Tidak demikian dengan gel pengharum ruangan yang disimpan pada ruangan yang sama dengan sirkulasi yang baik (pintu dan jendela terbuka), volume dan wanginya bertahan lebih lama.
41
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Pencampuran glukomanan dengan kappa karagenan menghasilkan gel yang bersifat lebih elastis. Perbandingan karegenan dan glukomanan dan konsentrasinya memberikan pengaruh nyata pada kekuatan gel dan sineresis. Kekuatan gel berbanding lurus dengan perbandingan dan konsentrasi, sedangkan sineresis berbanding terbalik. Perbandingan karagenan-glukomanan sebesar 60 : 40 menghasilkan kekuatan gel dan sineresis yang paling tinggi. Setiap perbandingan memiliki kekuatan gel yang berbeda signifikan. Sinersis perbandingan 60 : 40 tidak berbeda signifikan dengan perbandingan 70 : 30. Konsentrasi 5 % menghasilkan kekuatan gel yang paling tinggi dan sineresis yang paling rendah. Tiap konsentrasi menghasilkan kekuatan gel yang berbeda signifikan, sedangkan sineresis pada konsentrasi 4 % tidak berbeda signifikan dengan sineresis pada konsentrasi 5 %. Perbandingan yang dipilih adalah 60 : 40 karena paling efektif dalam meningkatkan kekuatan gel. Konsentrasi yang dipilih adalah 5% karena memberikan kekuatan gel tertinggi dan sineresis terendah, namun 3% juga digunakan karena sineresisnya masih dalam batas standar (kurang dari 1%). Kekuatan gel dan sineresis memberikan pengaruh yang nyata pada ketahanan bobot dimana kekuatan gel bebanding lurus dengan ketahanan bobot, sedangkan sineresis berbanding terbalik dengan ketahanan bobot. Perbandingan 60 : 40 konsentrasi 5% dengan nilam menghasilkan ketahanan bobot yang paling baik dan glukomanan membuat hidrokoloid bercampur dengan minyak dengan lebih baik. Namun demikian, bahan gel dengan perbandingan 60 : 40 konsentrasi 5% sulit untuk dicampur dengan minyak atsiri karena terlalu kental dan cepat mengeras. Oleh karena itu, konsentrasi yang dipilih adalah 3 %. Konsentrasi 3 % juga memiliki ketahanan wangi yang lebih baik daripada 5%. Kekuatan gel, sineresis, dan nilam tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kekuatan wangi. Oleh karena itu, formula yang dipilih adalah campuran karagenan-glukomanan 60 : 40 konsentrasi 3% dengan minyak nilam, ketahanan wanginya adalah selama 40 hari dengan bobot awal 70.63 gram.
5.2. SARAN 1. Sebaiknya dilakukan pengamatan struktur gel dengan mikroskop mikro pada tahap pemilihan gel terbaik agar lebih terlihat struktur gel dan stabilitasnya. 2. Sebaiknya dilakukan pengamatan dengan mikroskop mikro pada tahap penyimpanan (setelah diberi pewangi) selama tiga minggu, yang dilakukan setiap minggunya, agar terlihat perubahan struktur dan penurunan kandungan minyak yang terisolasi di dalam jaringan gel. 3. Dilakukan penambahan K+, potassium, atau komponen lain yang dapat membentuk ikatan/sinergisme yang lebih baik antara kappa karagenan dan glukomanan. Dengan ini diharapkan kekuatan gel menjadi lebih tinggi dengan konsentrasi tepung yang lebih rendah serta diperoleh sineresis yang lebih rendah. 4. Sebaiknya pengecekan kekuatan gel dilakukan pada waktu tunggu yang sama untuk meminimalisasi perbedaan peningkatan kekuatan gel.
42
DAFTAR PUSTAKA
Anggadireja J, Zantika A, Sujatmiko W, Istini S, Noor Z. 1993. Teknologi produk perikanan dalam industri farmasi : potensi dan pemanfaatan makro algae-laut. Makalah pada Stadium General Teknologi dan Alternatif Produk Perikanan dalam Industri Farmasi, Bogor. Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2009. Kebijakan Pengembangan Industri Minyak Atsiri. Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan, Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian. Seminar International Essential Oil II, 28 April 2009 (tidak dipublikasikan). Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sedian Farmasi. Jakarta : Universitas Indonesia. Bhattacharya S, Banerjee S. 2011. Compressive textural attributes, opacity and syneresis of gels prepared from gellan, agar and their mixtures. Journal of Food Engineering 102 (2011) 287–292. BBP2TP. 2011. Manfaat limbah nilam sebagai pengendali opt. http://Ditjenbun.Deptan.Go.Id/Bbp2tpbon/ Index.Php?Option=Com_Content&View=Frontpage&Itemid=21&Limitstart=85. [20 Februari 2012]. Bubnis WA. 2000. Carrageenan. http://www.fmcbiopolymer.com/. [ 16 Juli 2012]. DAI. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. Editor: Dr. Molide Rizal, Dr. Meika S. Rusli dan Ariato Mulyadi. Bogor : Dewan Atsiri Indonesia dan IPB. Departemen Pertanian. 2010. Multifungsi glukomannan litbangdeptan.go.id/?p=berita.2.184. [ 16 Juli 2012].
dari
umbi
iles-iles.
http://perkebunan.
DepKes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ke-3. Jakarta : Departemen Kesehatan. De Roos KB. 2003. Effect of Texture and Microstructure on Flavour Retention and Release. Review. International Dairy Journal 13 (2003) 593–605. Dorna TS. 2009. Karakteristik Minyak Atsiri Jerangau (Acorus calamus). Medan : Universitas Sumatera Selatan. Eliasson A. 1996. Carbohydrates in Food. New York : Marcel Dekker Inc. Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Bogor : Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Guenther. 1990. Minyak Atsiri Jilid I dan IVA. Semangat Ketaren, penerjemah. Terjemahan dari : The Essential Oils. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Glicksman. 1979. Gelling Hydrocolloids in Food Product Appliction di dalam Polysaccharides in Food. J. M. V. Blanshard dan J. R. Mitchell (eds.). Butteworths, London. Glikcsman. 1983. Food Hydrocolloids. Volume I. Florida: CRC Press Boca Raton. p 207 Hargreaves. 2003. Chemical Formulation; An Overview of Surfactant-Based Preparations Used In Everyday Life. RSC Paperbacks. P 119.
43
Harijati N, Azrianingsi R, Widyarti S. 2009. Laporan penelitian hibah bersaing : studi penurunan obesitas menggunakan glukomannan asal Amorphophallus endemik Indonesia. Malang : Universitas Brawijaya. Harsojuwono BA. 2005. Laporan survai kawasan porang di Jawa Timur. Jakarta : P.T. FIM. Ichad. 2011. Minyak essensial seimbangkan pikiran. http://ichadchemical.wordpress.com/minyak-essensialseimbangkan-pikiran/. [20 Februari 2012]. Imeson. 2000. Carrageenan. Phillips GO dan Williams PA, editor. Di dalam Handbook of Hydrocolloids. CRC Press. BocaRaton. Johnson A. 2002. Konjac glucomanan. http://www.glucomannan.com/.[12 Agustus 2012]. Ketaren S. 1985. Teknologi Minyak Atsiri. Bogor : IPB Press. Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta : Balai Pustaka. Kiswanti ED. 2009. Pemanfaatan karagenan yang ditambahkan minyak sereh wangi pada formula gel penolak nyamuk Culex quinquefasciatus [skripsi]. Bogor : Program Sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lawrence BM. 1993. Perfumer and Flavorist 18 (1993) 43. Lutony TL, Rahmayati Y. 1999. Minyak Atsiri. Jakarta : Penebar Swadaya. Ma’mun SS. 2009. Karakteristik Minyak Atsiri Potensial. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Maryadhi A. 2007. Pembuatan Bahan Acuan Minyak Nilam. Cianjur : Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI. McHugh. 2003. A guide to seaweed industry. Fisheries and Aquacultures Department. FAO. Mikonnen KS. 2009. Mannans as film formers and emulsion stabilizers [Disertasi]. Helsinki : Departemen Teknologi Pangan, Universitas Helsinki. Nerio LS, Olivero J, Stashenko E. 2010. Repellent Activity of essential oils : a review. Bioresource Technology, 101 (1) :372-378. Oroojalian F, Kasra-Kermanshahi R, Azizi M, Bassami MR. 2010. Phytochemical composition of the essential oils from three apiaceae species and their antibacterial effects on food-borne pathogens. Food Chemistry (120)3: 765-770. Pandey R, Karla A, Tandon S, Mehrotra N, Singh HN, Kumar S. 2000. Essential oils as potential sources of nematicidal compounds. J. Phytopatho-logy. 148:501-502. Pebrianata E. 2005. Pengaruh pencampuran kappa dan iota karagenan terhadap kekuatan gel dan viskositas karagenan campuran [skripsi]. Bogor : Program Sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rahmaisni A. 2011. Aplikasi minyak atsiri pada produk gel pengharum ruangan anti serangga [skripsi]. Bogor : Program Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rowe, Raymond C, Paul JS, Paul JW. 2003. Handbook of Pharmaceutical Excipients. London: Pharmaceutical Press.
44
Rukmana R. 2003. Nilam Prospek Agribisnis dan Teknik Budi Daya. Yogyakarta : Kanisius. Rusli S. 1991. Pemurnian atau peningkatan mutu minyak nilam dan daun cengkeh. Prosiding Pengembangan Tanaman Atsiri di Sumatera, Bukit Tinggi, 4-8-1991. Bogor : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 89 - 96. Sabini D. 2006. Aplikasi minyak atsiri pada produk home care dan personal care. Prosiding Pengembangan Produk Baru danTurunannya. Solo: Konverensi Nasional Minyak Atisiri, 83-85. Saccketti G, Maietti S, Muzzoli M, Scaglianti M, Manfredini S, Radice M, Bruni R. 2005. Comparative Evaluation of 11 Essential Oils of Different Origin as Functional Antioxidants, Anti-radicals, and Antimicrobials in Food. Food Chemistry 91:621-632. Sait S. 1991. Potensi minyak atsiri daun indonesia sebagai sumber bahan obat. Di dalam Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pengembangn Atsiri di Sumatera. Bukut Tinggi, 31 Agustus 1991. Bogor : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Sait S, Lubis EH. 1991. Pengaruh Cara Isolasi Minyak Atsiri dan Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC) terhadap Sifat Wangi Dasar (Fragrant Principle) Aslinya. Bogor : Balai Penelitian Kemurgi dan Aneka Industri. Sarwono B. 1986. Jeruk dan Kerabatnya. Jakarta : Penebar Swadaya. Sastrohamidjojo H. 2002. Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: FMIPA, UGM. Sato A, Asano K, Sato T. 1990. The chemical composition of Citrus hystrix dc (Swangi). J. Ess. Oil Res., 2 : 179 – 183 Satrohamidjojo H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Savary G, Elisabeth G, Jean-Louis D, Nathalie C. 2006. Mixture of aroma compounds: Determination of partition coefficients in complex semi-solid matrices. Food Research International 39 (2006) 372–379. Setiawati R. 2009. Kajian penggunaan daun pepaya, daun belimbing, wuluh, daun cente, daun jeruk purut, dan bunga kecombang sebagai insektisida alami terhadap perkembangan Sitophilus zeamais motsch dan aplikasinya pada penyimpanan beras [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sinurat E, Murdinah, Peranginangin R. 2009. Pengaruh campuran semi refined carrageenan (src) dan locust bean gum (lbg) terhadap sifat fisik dan sensori gel pengarum ruangan. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan. Vol.4. No. 1. Juni 2009.13-20. Sukamto. 2009. Prospek Tanaman Nilam Penghasil Minyak Atsiri; Pengembangannya Melalui Sistim Pola Tanam. Bogor : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Sulaeman S. 2006. Pengembangan agribisnis komoditi rumput laut melalui model klaster bisnis. Infokop Nomor 28 Tahun XXII. www.smecda.com/ deputi7/file_Infokop/EDISI%2028/komoditi_rumput_ laut.pdf. [8 September 2012]. Takigami S. 2000. Konjac Mannan, di dalam Handbook of Hydrocolloids. G.O.
45
Thomas WR. 1997. Konjac gum di dalam thickening and gelling agents for food. A. P. Imeson (ed.). London : Blackie Academic and Professional. Kementrian Perdaganagan RI. 2011. Indonesian essential oil the scents of natural life. Trade Polici Analysis and Development Agency (Trecyda) Ministry of Trade, Republic of Indonesia. Phillips, Williams PA. (eds.). New York : CRC Press. Thomas WR. 1997. Konjac Gum di dalam Thickening and Gelling Agents for Food. A. P. Imeson (ed.). London : Blackie Academic and Professional. Van de Velde F, De Ruiter GA. 2005. Carrageenan. Steinbüchel A dan Rhee SK, editor. Didalam Polysaccharides and Polyamides in the Food Industry. Vol 1. Weinheim : Wiley-VCH Verlag GmbH and Co. KGaA. Verawaty. 2008. Pemetaan tekstur dan karakteristik gel hasil kombinasi karagenan dan konjak [skripsi]. Bogor : Program Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wicaksono B. 1999. Formulasi pengharum ruangan dari karaginan [skripsi]. Bogor : Program Sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Widjanarko SB. 2008. Bahan pembentuk gel. http://simonbwidjanarko.files.wordpress.com. [14 Agustus 2012]. Wijaya GS. 1994. Pengaruh penambahan antioksidan dan anti penggumpal terhadap mutu flavor bubuk daun jeruk purut (Citrus hystrix dc) selama penyimpanan [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
46
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Spesifikasi kappa karagenan
48
Lampiran 2. Angket seleksi panelis Uji Segitiga
Tanggal
:
Nama Lengkap
:
Produk
: Gel Pengharum Ruangan
Instruksi
: Isilah dengan tanda V di bawah salah satu kode sampel yang Anda nyatakan memiliki kekuatan wangi yang berbeda
Instruksi
170
162
159
452
712
222
: Isilah dengan tanda V di bawah salah satu kode sampel yang Anda nyatakan memiliki jenis wangi yang berbeda
433
731
131
479
414
451
Uji Rangking
Instruksi
: Urutkanlah sampel dari konsentrasi tertinggi (Rangking 1) ke konsentrasi terendah (Rangking 3) dengan menuliskan kode sampel di bawah rangking.
1
2
3
49
Lampiran 3. Tabel anova kekuatan gel dan sineresis Kekuatan Gel Source Model Error Corrected Total
R-Square 0.978447
DF 8 18 26
Sum of Squares 33767200.61 743833.41 34511034.03
Coeff Var 10.87511
Source Perbandingan Konsentrasi Perbandingan*konsentrasi
Mean Square 4220900.08 41324.08
Root MSE 203.2832
DF 2 2 4
F Value 102.14
Pr > F <.0001
Strength Mean 1869.252
Type III SS 17131530.18 8963520.58 7672149.86
Mean Square 8565765.09 4481760.29 1918037.46
F Value 207.28 108.45 46.41
Pr > F <.0001 <.0001 <.0001
Sineresis Source Model Error Corrected Total
R-Square 0.938298
DF 8 18 26
Sum of Squares 1.73582878 0.11414806 1.84997684
Coeff Var 15.24384
Source Perbandingan konsentrasi Perbandingan*konsentrasi
Mean Square 0.21697860 0.00634156
Root MSE 0.079634
DF 2 2 4
F Value 34.22
Pr > F <.0001
sineresis Mean 0.522400
Type III SS 0.37267853 1.23756416 0.12558609
Mean Square 0.18633927 0.61878208 0.03139652
F Value 29.38 97.58 4.95
Pr > F <.0001 <.0001 0.0072
Lampiran 4. Hasil uji duncan faktor perbandingan terhadap kekuatan gel Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perbandingan A 2989.50 9 60 : 40 B
1411.77
9
70 : 30
C
1206.49
9
100 : 0
50
Lampiran 5. Hasil uji duncan faktor konsentrasi terhadap kekuatan gel Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Konsentrasi A 2568.37 9 5 B
1882.19
9
4
C
1157.20
9
3
Lampiran 6. Uji duncan faktor perbandingan terhadap sineresis Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perbandingan A 0.61764 9 60 : 40 A A 0.59269 9 70 : 30 B
0.35688
9
100 : 0
Lampiran 7. Uji duncan faktor konsentrasi terhadap sineresis Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N konsentrasi A 0.82325 9 3 B B B
0.40151
9
4
0.34245
9
5
51
Lampiran 8. Tabel anova uji susut bobot Source Model Error Corrected Total
R-Square 0.999875
DF 7 16 23
Coeff Var 0.178090
Source formula nilam formula*nilam
DF 3 1 3
Sum of Squares 20.84319583 0.00260000 20.84579583
Root MSE 0.012748
Type I SS 4.00091250 1.06260417 15.77967917
Mean Square 2.97759940 0.00016250
F Value 18323.7
Pr > F <.0001
bobot Mean 7.157917
Mean Square 1.33363750 1.06260417 5.25989306
F Value 8207.00 6539.10 32368.6
Pr > F <.0001 <.0001 <.0001
Lampiran 9. Uji duncan faktor formula terhadap penguapan zat cair Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N formula A 7.673333 6 F2 B
7.328333
6
F1
C
7.076667
6
F3
D
6.553333
6
F4
52
Lampiran 10. Uji duncan faktor interaksi komposisi dan konsentrasi terhadap kekuatan gel Means with the are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 4581.3 3
D D D D D D D D D D D
same
letter
Jenis Gel 60 : 40, 5 %
B
3056.2
3
60 : 40, 4 %
C C C C C C C
1705.0
3
70 : 30, 5 %
1425.2
3
70 : 30, 4 %
1418.8
3
100 : 0, 5 %
1331.0
3
60 : 40, 3 %
1165.2
3
100 : 0, 4 %
1105.1
3
70 : 30, 3 %
1035.5
3
100 : 0, 3 %
Lampiran 11. Uji duncan faktor interaksi komposisi dan konsentrasi terhadap sineresis Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Jenis A 1.00719 3 70 : 30, 3 %
D D D D D F F F
B
0.80551
3
60 : 40, 3 %
C C C C C
0.65704
3
100 : 0, 3 %
0.52566
3
60 : 40, 4 %
0.52174
3
60 : 40, 5 %
E E E
0.41246
3
70 : 30, 4 %
0.35841
3
70 : 30, 5 %
G G G
0.26640
3
100 : 0, 4 %
0.14719
3
100 : 0, 5 %
53
Lampiran 12. Uji Duncan faktor penggunaan minyak nilam terhadapsusut bobot Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N nilam A 7.368333 12 Tidak B
6.947500
12
Ya
Lampiran 13. Uji Duncan faktor interaksi formula dan penggunaan minyak nilam terhadap penguapan zat cair Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Jenis* A 9.23333 3 F2T B
7.66667
3
F3N
C
7.35667
3
F1T
D
7.30000
3
F1N
E
6.71000
3
F4N
F
6.48667
3
F3T
G
6.39667
3
F4T
H
6.11333
3
F2N
*T = tanpa minyak nilam, N = dengan minyak nilam
54
Lampiran 14. Tabel anova kekuatan wangi Source Model Error Corrected Total
R-Square 0.006999
DF 7 104 111
Coeff Var 35.91826
Source formula nilam formula*nilam
DF 3 1 3
Sum of Squares 0.7767857 110.2142857 110.9910714
Root MSE 1.029443
Type III SS 0.02678571 0.22321429 0.52678571
Mean Square 0.1109694 1.0597527
F Value 0.10
Pr > F 0.9979
kekuatanwangi Mean 2.866071
Mean Square 0.00892857 0.22321429 0.17559524
F Value 0.01 0.21 0.17
Pr > F 0.9989 0.6472 0.9193
55
Lampiran 15. Perubahan bobot gel pengharum ruangan dan penguapan zat cair selama penyimpanan (g) Sampel*
Bobot Sisa H-0
F3N
F3T
F4N
F4T
F1N
H-7
H-14
Zat Cair yang Menguap H-21
H-7
H-14
H-21
Total Penguapan
68,22
66,34
64,31
60,56
1,88
2,03
3,75
7,66
68,22
66,36
64,31
60,56
1,86
2,05
3,75
7,66
68,24
66,36
64,29
60,56
1,88
2,07
3,73
7,68
70,19
68,39
66,59
63,71
1,80
1,80
2,88
6,48
70,19
68,41
66,61
63,71
1,78
1,80
2,90
6,48
70,19
68,39
66,61
63,69
1,80
1,78
2,92
6,50
67,92
65,69
63,66
61,19
2,23
2,03
2,47
6,73
67,90
65,69
63,66
61,21
2,21
2,03
2,45
6,69
67,92
65,69
63,68
61,21
2,23
2,01
2,47
6,71
72,17
70,48
68,68
65,78
1,69
1,80
2,90
6,39
72,19
70,48
68,68
65,78
1,71
1,80
2,90
6,41
72,19
70,46
68,68
65,80
1,73
1,78
2,88
6,39
70,62
68,35
66,25
63,33
2,27
2,10
2,92
7,29
70,64
68,35
66,25
63,33
2,29
2,10
2,92
7,31
70,64
68,35
66,27
63,34
2,29
2,08
2,93
7,30
72,56
70,95
68,70
65,21
1,61
2,25
3,49
7,35
72,56
70,95
68,72
65,21
1,61
2,23
3,51
7,35
72,58
70,97
68,72
65,21
1,61
2,25
3,51
7,37
72,71
70,89
69,19
66,59
1,82
1,70
2,60
6,12
72,71
70,89
69,19
66,61
1,82
1,70
2,58
6,10
72,73
70,91
69,19
66,61
1,82
1,72
2,58
6,12
76,75
73,30
71,10
67,51
3,45
2,20
3,59
9,24
76,75
73,32
71,10
67,51
3,43
2,22
3,59
9,24
76,75 73,32 71,12 67,53 *T = tanpa minyak nilam, N = dengan minyak nilam
3,43
2,20
3,59
9,22
F1T
F2N
F2T
Rata-rata Total Penguapan
7,67
6,49
6,71
6,40
7,30
7,36
6,11
9,23
56