i
FORMULASI SABUN PADAT DENGAN MENGGUNAKAN MINYAK KELAPA DAN MINYAK KAKAO
Oleh : IBNU CHOIR NIM. 120500092
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
ii
FORMULASI SABUN PADAT DENGAN MENGGUNAKAN MINYAK KELAPA DAN MINYAK KAKAO
Oleh :
IBNU CHOIR NIM. 120500092
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
iii
FORMULASI SABUN PADAT DENGAN MENGGUNAKAN MINYAK KELAPA DAN MINYAK KAKAO
OLEH : IBNU CHOIR NIM. 120500092
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
iv
HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah
:
Formulasi Sabun Padat Dengan Menggunakan Minyak Kelapa dan Minyak Kakao
Nama
:
Ibnu Choir
NIM
:
120500092
Program Studi
:
Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan
Jurusan
:
Teknologi Pertanian
Pembimbing,
Muhammad Atta Bary SP., M.Si NIP. 19760727 20031 2 1002 Penguji I,
Penguji II,
Dr. Andi Early Febrinda, S.TP,, MP NIP. 19710226 200212 2 001
Khusnul Khotimah, S.TP., M.Sc NIP. 19791025 200604 2 002
Menyetujui,
Mengesahkan,
Ketua Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan
Ketua Jurusan Teknologi Pertanian
Muhammad Yamin, S.TP., M.Si NIP. 19740813 200212 1 001
Hamka, S.TP., M.Sc NIP. 19760408 200812 1 002
v
ABSTRAK IBNU CHOIR. Formulasi Sabun Padat Dengan Menggunakan Minyak Kelapa Dan Minyak Kakao (di bawah bimbingan MUHAMMAD ATTA BARY). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kombinasi jenis minyak pada komposisi tertentu terhadap mutu sabun padat yang dihasilkan dan mendapatkan formula terbaik dalam pembuatan sabun padat dengan menggunakan lebih dari satu jenis minyak dalam formula sabun. Penelitian ini terdiri dari 3 perlakuan yaitu perbandingan antara minyak kelapa 2 : minyak kakao 1 (F1), minyak kelapa 1 : minyak kakao 1 (F2) dan minyak kelapa 4 : minyak kakao 1 (F3). Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar asam lemak dan persentase busa. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor dan dianalisa menggunakan analisis sidik ragam. Bila berbeda signifikan maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf uji 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada formula 2 dengan perbandingan minyak kelapa 1 : minyak kakao 1 memiliki standar mutu yang baik. Standar mutu yang dihasilkan formula 2 pada penelitian ini memiliki kadar air 0.46% dan kadar asam lemak bebas 39.03%, standar mutu yang dihasilkan formula 2 tersebut sesuai dengan SNI 06-3532-1994. Kata Kunci : sabun, minyak kelapa, minyak kakao
vi
RIWAYAT HIDUP Ibnu Choir , lahir pada tanggal 2 Desember tahun 1993 di Samarinda, Provinsi Kalimantan timur. Merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Mukhlasin dan Katminah. Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 042 Samarinda pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2006, kemudian melanjutkan ke MTs Miftahul Ulum Anggana pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009 melanjutkan ke MA Miftahul Ulum Anggana dan lulus pada tahun 2012. Kemudian melanjutkan ke kuliah di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan, Jurusan Teknologi Pertanian. Pada tanggal 09 Maret sampai dengan 29 April 2015 mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) PT. Hutan Hijau Mas, Desa Gunung Sari, Kecamatan Segah, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Kelapa Sawit. Penelitian dan penyusunan Karya Ilmiah ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu dari bulan Juni – Agustus tahun 2015, yang merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapat sebutan Ahli Madya. Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Kedua orang tua serta keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga saya dapat menyesaikan karya ilmiah. 2. Muhammad Atta Bary SP., M.Si. selaku Dosen Pembimbing. 3. Bapak Muh.Yamin S,TP., M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan. 4. Dr. Andi Early Febrinda STP., MP, selaku dosen penguji 1 karya ilmiah. 5. Khusnul Khotimah S.TP., M.Sc selaku dosen Penguji 2 karya ilmiah. 6. Bapak ibu dosen serta seluruh staf dan teknisi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan (TPHP). 7. Keluarga yang telah banyak memberikan do’a serta dorongan material sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. 8. Rekan – rekan mahasiswa Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan yang telah bersedia membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Semoga apa yang mereka berikan kepada penulis baik doa maupun dukungan moral dapat dibalas oleh Tuhan yang Maha Esa. Dalam penyusunan
viii
karya ilmiah ini, penulis sadar bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini.
Penulis
Kampus Sei Kledang, 21 September 2015
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv ABSTRAK ........................................................................................................... v RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A.
Latar belakang ....................................................................................... 1
B.
Tujuan ................................................................................................... 1
C.
Manfaat ................................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 12 A.
Waktu dan Tempat .............................................................................. 12
B.
Alat dan Bahan .................................................................................... 12
C.
Cara kerja ............................................................................................ 12
D.
Rancangan Percobaan ........................................................................ 15
E.
Prosedur Analisis Sifat Fisikokimia Sabun Padat ................................. 15
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 18 A.
KADAR AIR ......................................................................................... 18
B.
KADAR ASAM LEMAK BEBAS ........................................................... 19
C.
PERSENTASE BUSA .......................................................................... 21
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 23 A.
Kesimpulan .......................................................................................... 23
B.
Saran ................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24 LAMPIRAN ........................................................................................................ 25
x
DAFTAR TABEL Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1.
SNI No. 06-3532-1994 Sabun Mandi Padat .........................
7
2.
Rata-rata kadar air …........…………………………….............
18
3.
Analisis sidik ragam kadar air …..…………………………….
19
4.
Rata-rata kadar asam lemak bebas .............................……..
20
5.
Analisis sidik ragam kadar asam lemak bebas .…………….
20
6.
Rata-rata persentase busa ...........…………………………….
21
7.
Analisis sidik ragam persentase busa ..............................….
22
xi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Tubuh Utama
1. Diagram alir pembuatan sabun ..................................................
Halaman 14
2. Diagram batang persentase kadar air …………………......…… 18 3. Diagram batang persentase kadar asam lemak bebas …..……..
20
4. Diagram batang persentase busa …..............……………………
22
5. Dokumentasi proses penelitian ..................................................
29
xii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1.
Rancangan acak lengkap kadar air …….........………………….
26
2.
Rancangan acak lengkap asam lemak bebas .........................
27
3.
Rancangan acak lengkap persentase busa.…………………….
28
1
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Shrivastava (1982) menyatakan bahwa pemilihan jenis minyak yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun merupakan hal yang penting, karena sebagian besar komponen pembentuk sabun adalah minyak. Pemilihan jenis minyak sebagai sumber asam lemak akan menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan karena setiap jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun. Asam lemak merupakan komponen utama penyusun lemak atau minyak. Asam lemak dari berbagai jenis minyak yang digunakan untuk membuat sabun transparan mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani (SNI 1994). Sabun transparan atau disebut juga sabun gliserin merupakan hasil penyabunan antara asam lemak dan basa kuat seperti sabun mandi biasa. Perbedaannya diantara keduanya hanya terletak pada penampilan yang transparan dan tidak transparan. Sabun transparan memiliki penampilan yang transparan dan menarik, serta mampu menghasilkan busa yang lembut di kulit karena
mengandung
bahan-bahan
yang
berfungsi
sebagai
humektan
(moisturizer). B. Tujuan Tujuan yang ingin di capai dari penelitian karya ilmiah ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh penggunaan kombinasi jenis minyak pada komposisi tertentu terhadap mutu sabun padat yang dihasilkan.
2
2. Mendapatkan formula terbaik dalam pembuatan sabun padat dengan menggunakan lebih dari satu jenis minyak dalam formula sabun. C. Manfaat Manfaat dari penelitian karya ilmiah ini adalah sebagai informasi dan aplikasi teknologi pembuatan sabun padat bagi masyarakat
khususnya
mahasiswa di bidang Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan di Samarinda.
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kakao ( Theobroma cacao L.) Sejak dari fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang cokelat memerlukan waktu ± 5 bulan. Buah matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang melepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Buah yang telah dipanen kemudian dipecah. Pengolahan biji cokelat meliputi pembuangan pulp, pematian biji, pembentukan aroma, pengeringan, dan kesesuaian kandungan biji serta berat keringnya sehingga siap digunakan untuk berbagai kebutuhan siregar (2008). Adapun pengolahan produk primer (Biji Kakao) sebagai berikut : 1. Panen tepat matang Buah kakao matang ditandai oleh perubahan warna kulit buah kakao yang semula hijau menjadi kuning. 2. Sortasi buah sehat Buah sehat adalah buah matang yang tidak terkena serangan hama dan penyakit, ditandai oleh tampilan kulit buah yang mulus dan segar. 3. Pembelahan buah Buah dibelah dengan alat mekanis untuk memisahkan biji kakao dengan kulit buah dan plasenta. Biji kakao diolah lanjut sebagai bahan makanan, sedangkan kulit buah merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan baku kompos, pakan ternak dan biogas.
4
4. Pemerasan pulpa (lendir) biji kakao Biji kakao dilapisi oleh pulpa berwarna putih. Lapisan pulpa dikurangi secara mekanik antara 30 – 40 % dari berat pulpa awal agar fermentasi berjalan lebih sempurna dan mencegah timbulnya cacat rasa asam. 5. Fermentasi biji kakao Fermentasi ditujukan untuk menumbuhkan senyawa pembentuk citarasa dan aroma khas cokelat dengan bantuan mikroba alami. Biji kakao dimasukkan ke dalam peti kayu tingkat atas selama 2 hari dan kemudian dipindahkan ke peti tingkat bawah. Fermentasi dilanjutkan lagi di peti bawah selama 2 hari berikutnya. 6. Pengeringan mekanis Biji kakao hasil fermentasi dikeringkan secara mekanis pada suhu 50-55ºC. Kadar air biji kakao yang semula 55 % turun menjadi 7 % selama 40 jam. Sumber energi pengeringan adalah kolektor surya dan kayu yang diperoleh dari hasil pangkasan pohon pelindung tanaman kakao. Kipas udara pengering digerakkan oleh motor listrik atau motor disel dengan bahan bakar bio-disel. 7. Sortasi biji kakao kering Biji kakao hasil pengeringan disortasi secara mekanik untuk memisahkan biji ukuran besar (jumlah biji 85 – 90/100 gr sample), ukuran medium (jumlah biji 95 – 110/100 gr sampel) dan ukuran kecil (jumlah biji > 110/100 gr sampel). Biji pecah dan kotoran terpisah di rak paling bawah. 8. Pengemasan dan penggudangan Biji kakao atas dasar ukurannya dikemas dalam karung goni (60 kg) berlabel produksi dan disimpan dalam gudang yang bersih dan berventilasi cukup.
5
Tumpukan karung-karung (6 lapis) disangga di atas palet kayu dan tidak menempel di dinding gudang. Pengolahan produk antara (lemak dan bungkil kakao) sebagai berikut : 1. Biji kakao Biji kakao fermentasi yang memenuhi syarat mutu fisik, kimiawi dan kebersihan sesuai SNI 2323-2008 digunakan sebagai bahan baku pengolahan cokelat. 2. Penyangraian Penyangraian merupakan tahap awal proses produksi makanan dan minuman cokelat dan bertujuan untuk membentuk aroma dan citarasa khas cokelat dari biji kakao. Penyangraian dilakukan pada suhu 115 – 120ºC selama 20 sampai 30 menit. 3. Pemisahan kulit biji Biji sangrai dikupas untuk memperoleh daging biji (nib) yang digunakan sebagai bahan baku cokelat. Kulit biji (shell) diolah menjadi pakan ternak dan kompos. 4. Pemastaan Proses penggilingan menyebabkan dinding-dinding sel daging biji pecah dan cairan lemak keluar dari dalam biji sehingga daging biji yang semula padat menjadi cairan kental yang disebut pasta kakao. 5.
Pengempaan Pasta kakao merupakan campuran lemak kakao yang berbentuk cair dan partikel non-lemak yang mempunyai bentuk padat. Keduanya dapat dipisahkan dengan alat kempa (hidrolik) di dalam silinder yang dilengkapi dengan saringan.
6
6. Lemak kakao Lemak kakao cair akan menerobos saringan dan keluar dari dinding silinder. Lemak kakao memiliki sifat khas yakni bersifat plastis, warna putihkekuningan dan mempunyai aroma khas cokelat. 7. Bungkil kakao Sisa hasil kempaan adalah bungkil yang tertinggal di dalam silinder. Bungkil dihaluskan menjadi bubuk halus yang merupakan bahan baku utama minuman cokelat, es krim dan kue cokelat kering. B. Sabun
Hill (2005) menyatakan bahwa sabun batangan yang ideal harus memiliki kekerasan yang cukup untuk memaksimalkan pemakaian (user cycles) dan ketahanan yang cukup terhadap penyerapan air (water reabsorption) ketika tidak sedang di gunakan, sementara pada saat yang sama juga mampu menghasilkan busa dalam jumlah yang cukup untuk mendukung daya bersihnya. Berdasarkan SNI (1994) sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani yang umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik yang digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Sabun yang dibuat dari NaOH dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap). Sabun yang berkualitas baik harus memiliki daya detergensi yang tinggi, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan dan tetap efektif walaupun digunakan pada suhu dan tingkat kesadahan air yang berbeda-beda (Shrivastava 1982).
7
Kirk et al mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama, yaitu asam lemak dengan rantai karbon C12-C18 dan sodium atau potasium. made, opaque, dan transparan. Sabun mengandung garam (air sadah). Sabun batang dan penampakannya tidak transparan, sementara sabun transparan memilikipenampakan yang transparan dan menarik kulit. Proses pembuatan sabun telah dikenal sejak lama. Produk yang cukup dikenal adalah pears transparent soap. Sama halnya dengan sabun mandi biasa, sabun juga merupakan reaksi hasil penyabunan antara asam lemak dan basa (Mitsui 1997). Tabel 1. SNI No. 06-3532-1994 Sabun Mandi Padat No.
Uraian
1
Kadar Air (%)
2
Jumlah Asam Lemak (%)
SNI Tipe 1
Tipe 2
Seperfat
Maks 15
Maks 15
Maks 15
> 70
64 - 70
> 70 %
Max 0,1
Max 0,1
Max 0,1
Asam Lemak Bebas (%)
> 2,5
> 2,5
> 2,5
Lemak Netral (%)
> 2,5
> 2,5
> 2,5
3
Alkali Bebas (%)
4 5
C. Minyak Kelapa
Menurut Woodroof (1979), minyak kelapa diperoleh sebagai hasil ekstraksi daging buah kelapa segar. Daging kelapa segar mengandung 35-50% minyak, kadar minyak akan naik menjadi 63-65%. Asam-asam lemak dominan yang menyusun minyak kelapa adalah laurat dan miristat, yang merupakan asam-asam lemak berbobot molekul rendah, sedangkan menurut Ketaren (1986), minyak kelapa memiliki sekitar 90% kandungan asam lemak jenuh. Shrivastava (1982) menyatakan bahwa minyak kelapa memiliki sifat mudah tersaponifikasi (tersabunkan) dan cenderung mudah menjadi tengik
8
(rancid). Shrivastava (1982) juga menyatakan bahwa minyak kelapa sebagai salah satu jenis minyak dengan kandungan asam lemak yang paling kompleks. D. Asam Stearat (C18H36O2) Asam stearat adalah jenis asam lemak dengan rantai hidrokarbon yang panjang, mengandung gugus karboksil di salah satu ujungnya dan gugus metil di ujung yang lain. Asam stearat memiliki 18 atom karbon dan merupakan asam lemak jenuh karena tidak memiliki ikatan rangkap di antara atom karbonnya. Menurut (Mitsui 1997), asam stearat sering digunakan sebagai bahan dasar pembuatan krim dan sabun. Asam stearat berbentuk padatan berwarna putih kekuningan dan berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun. Stearat merupakan hasil samping dalam proses pembuatan minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu stearin (fraksi padatan) dan olein (fraksi cairan). Pemisahan kedua fraksi tersebut dilakukan melalui proses fraksinasi. Pada proses fraksinasi akan didapatkan fraksi stearin sebanyak 25 persen dan fraksi olein (minyak makan) sebanyak 75 persen. Stearin memiliki slip melting point sekitar 44.5-56.20 C sedangkan olein pada kisaran 13-230C. Hal ini menunjukkan bahwa stearin yang memiliki slip melting pont lebih tinggi akan berada dalam bentuk padat pada suhu kamar (Harjono 2009). E. Lemak Kakao Lemak kakao memiliki sifat yang khas dibandingkan dengan lemak nabati lainnya, diantara sifat lemak kakao tersebut bersifat plastis, memiliki kandungan senyawa lemak padat yang relatif tinggi, warnanya putih kekuningan dan memiliki bau khas dari coklat. Selain itu lemak kakao mengalami proses penyusutan
9
volume (kontraksi) pada saat dilakukan pendinginan sehingga padatan lemak yang dihasilkan sangat kompak dan memiliki penampilan fisik yang menarik. Sifat-sifat inilah yang menjadi unggulan dibandingkan jenis lemak yang lainnya (Mulato dan Widyotomo, 2003). Melihat dari sifat lemak kakao diatas maka lemak kakao dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, baik bidang mengenai olahan makanan maupun bidang mengenai kacantikan dan farmasi (Mulato dan Widyotomo 2003). Untuk bidang olahan makanan lemak kakao digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan permen cokelat yang sebelumnya dicampur dengan pasta kakao, susu, dan gula. Selain itu lemak kakao bisa juga digunakkan sebagai minyak untuk menggoreng makanan namun dengan harga kakao yang mahal dan juga membutuhkan proses lanjutan yang juga membutuhkan biaya tambahan maka lemak kakao sebagai minyak goreng terasa kurang efisien. Sedangkan mengenai manfaat lemak kakao di bidang kecantikan digunakan sebagai bahan pencampur untuk produk pelembab serta pewarna bibir hal ini bisa dilakukan karena lemak kakao yang bersifat lembut untuk kulit dan mudah mencair pada suhu tubuh. F. Natrium Hidroksida (NaOH) Natrium hidroksida adalah senyawa alkali berbentuk butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopis, serta reaksinya dengan asam lemak menghasilkan sabun dan gliserol. NaOH sering digunakan dalam industri pembuatan hard soap. NaOH merupakan salah satu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. Menurut Departemen Perindustrian (1984), banyaknya alkali yang akan
10
digunakan dalam pembuatan sabun padat dapat ditentukan dengan melihat besarnya bilangan penyabunan. G. Gliserin (C3H8O3) Gliserin merupakan produk samping pemecahan minyak atau lemak untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin diperoleh sebagai hasil samping pembuatan sabun dari berbagai asam lemak, berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa agak manis. Kegunaan gliserin berubah-ubah sesuai dengan produknya. Pada pembuatan sabun padat, gliserin berfungsi untuk menghasilkan
penampakan
yang
memberikan
kelembaban
pada
kulit
(humektan). Humektan (moisturizer) adalah skin conditioning agents yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Menurut Mitsui (1997), gliserin telah digunakan sejak lama sebagai humektan karena gliserin merupakan komponen higroskopis yang dapat mengikat air dan mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit. Efektifitas gliserin tergantung pada kelembaban lingkungan di sekitarnya. Humektan contohnya gliserin dan propilen glikol, dapat melembabkan kulit pada kondisi kelembaban tinggi. Mitsui (1997) juga menyatakan bahwa gliserin dengan konsentrasi 10% dapat meningkatkan kehalusan dan kelembutan kulit. H. Etanol (C2H5OH) Etanol berfungsi sebagai pelarut dalam pembuatan sabun padat karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan lemak sehingga akan menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi. Etanol juga berfungsi untuk membentuk tekstur sabun (Shrivastava 1982).
11
I.
Sukrosa (C12H22O11) Menurut Mitsui (1997) glukosa atau sukrosa berfungsi sebagai
transparent agent dan humektan. Glukosa merupakan monosakarida dengan enam atom C, sedangkan sukrosa merupakan penggabungan molekul-molekul glukosa dan fruktosa. J. Carboxy Methyl Cellulose (CMC) CMC adalah ester polimer selulosa yang larut dalam air dibuat dengan mereaksikan Natrium Monoklorasetat dengan selulosa basa (Fardiaz, 1987). Menurut Winarno (1991), Natrium karboxymethyl selulosa merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh industri makanan adalah garam Na karboxyl methyl selulosa murni kemudian ditambahkan Na kloroasetat untuk mendapatkan tekstur yang baik. Selain itu juga digunakan untuk mencegah terjadinya retrogradasi dan sineresis pada bahan makanan. Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa yang mudah larut dalam air. Oleh karena itu CMC mudah dihidrolisis menjadi gulagula sederhana oleh enzim selulase dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol oleh bakteri (Masfufatun, 2010). Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari selulosa dan ini sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel,sebagai pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan penyebaran antibiotik (Winarno, 1991)
12
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Waktu
: Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai dengan 31 Agustus 2015
Tempat
:Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Kimia Analitik Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
B. Alat dan Bahan 1. Bahan baku utama Bahan baku yang digunakan minyak kelapa 50 ml dan lemak kakao 25 gram. 2. Bahan kimia Bahan yang digunakan adalah : asam stearat 25 gram, NaOH 30% 30 ml, Gliserin 40 ml, Etanol 99% 40 ml, NaCl 0.2, CMC 25 gram, Gula pasir 40 gram. 3. Alat Alat yang digunakan adalah, Hot plate, timbangan analitik, spatula, termometer, gelas piala, pengaduk, erlenmeyer, labu ukur, labu pemisah, tabung reaksi, corong, alat titrasi, vortex, oven, pipet tetes, desikator, penggaris, strirrer, aluminium foil dan cetakan. C. Cara kerja a. Panaskan minyak kelapa dan minyak kakao dalam erlenmeyer 250 ml menggunakan hot plate dengan suhu 60º- 65ºC b. Kemudian panaskan asam stearat dengan suhu 60ºC.
13
c. Masukan asam stearat ke dalam erlenmeyer dan dicampurkan dengan minyak kelapa yang telah dipanaskan dengan suhu 70ºC. d. Masukan NaOH aduk hingga terbentuk saponifikasi e. Setelah stok sabun terbentuk, ke dalam adonan ditambahkan bahanbahan lain, yaitu gliserin dan Etanol, kemudian NaCl, sukrosa, CMC dan air. Adonan kemudian diaduk dengan kecepatan konstan pada suhu 7080oC, sampai semua bahan tercampur dengan sempurna. f. Adonan sabun yang masih panas langsung dituangkan ke dalam cetakan. Tutup dengan plastik agar adonan tidak terkena udara luar. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya kerak putih yang dapat mengurangi nilai estetika sabun. g. Setelah dingin, sabun akan mengeras dan dapat dikeluarkan dari cetakannya. Sabun padat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.
14
Minyak kelapa dan lemak kakao
Pemanasan T = 60˚-65oC
Asam Stearat (Cair)
Minyak Nabati
Penyabunan
NaOH 30%
Stok Sabun
Etanol 96%
Pengadukan T = 70-80oC
NaCl Sukrosa CMC
Pencetakan
Sabun Transparan
Gambar 3. Diagram Proses Pembuatan Sabun Padat.
15
D. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal yaitu perlakuan kombinasi minyak nabati. Sabun padat dalam penelitian ini dibuat dengan mencampurkan dua jenis minyak nabati. Minyak nabati yang digunakan adalah minyak kelapa dan minyak kakao. Penelitian ini memiliki tiga taraf perlakuan yaitu sebagai berikut : 1. Minyak Kelapa : Minyak Kakao : (2:1) 2. Minyak Kelapa : Minyak Kakao : (1:1) 3. Minyak Kelapa : Minyak Kakao : (4:1) Pada penelitian dilakukan tiga kali ulangan sehingga memiliki sembilan satuan percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95%, apabila terdapat perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui pengaruh perlakuan (taraf) terhadap hasil pengamatan. Analisis yang dilakukan terhadap sabun padat meliputi pengukuran terhadap kadar air, kadar asam lemak bebas, persentase busa. E. Prosedur Analisis Sifat Fisikokimia Sabun Padat a. Kadar Air dan Zat Menguap Sabun (SNI 06 – 3532 – 1994) Prinsip : Penguapan air dan zat menguap menggunakan energi panas Prosedur : Sampel sebanyak 5 gram ditempatkan di dalam wadah tahan panas, kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 105oC selama 2 jam. Gelembung yang timbul dihancurkan dengan batang pengaduk. Sampel ditimbang
16
setelah didinginkan di dalam desikator, atau dipanaskan lagi bila perlu sampai bobotnya tetap.
Kadar air (%) =
×100%
b. Kadar Asam Lemak Bebas (SNI 06 – 3532 – 1994) Prinsip : Pengukuran asam lemak yang terikat dalam bentuk garam pada sabun diukur dengan cara memutus ikatan asam lemak dan Na dengan menggunakan asam kuat. Prosedur : Kurang lebih 2 gram sampel dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambah 25 ml air panas dan dipanaskan di atas penangas air sampai sampel larut seluruhnya, kemudian dimasukkan ke dalam labu Cassia berskala minimal 0.1 ml. Sisa sampel dalam gelas piala dibilas dengan air destilata dan air bilasannya dituang kedalam labu Cassia, kemudian ditambah beberapa tetes indikator oranye dan 10 – 15 ml HCl 10% (atau 7 – 10 ml H2SO4 25%). Asam lemak bebas akan mengapung dan larutan berubah warna menjadi merah muda. Labu Cassia berisi larutan sampel dipanaskan dalam penangas air dengan kondisi leher labu terendam air sampai setengahnya. Setelah asam lemaknya terpisah dan mengapung, ke dalam labu ditambahkan air panas sampai lemaknya berada di antara skala pembagian pada leher labu. Larutan dipanaskan terus selama ± 30 menit dan dibaca pada suhu 100ºC (pada saat air dalam penangas mendidih).
17
Kadar Asam Lemak Bebas :
×100%
Keterangan : 0.84.1 BD asam lemak pada 100 oC c. Persentase Busa (Piyali et al., 1999) Prinsip : Persentase busa diukur dengan mengukur persentase busa yang bertahan pada selang waktu tertentu. Prosedur : Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan ke dalam 9 ml air, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dikocok dengan menggunakan vortex selama 30 detik. Busa yang terbentuk diukur tingginya. Sampel didiamkan selama 1 jam kemudian tinggi busa diukur kembali. Jika sampel yang diukur jumlahnya lebih dari satu, harus menggunakan tabung reaksi yang dimensinya sama.
Persentase Busa (%) =
×100%
18
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar air Berdasarkan hasil analisa kadar air pada pembuatan sabun diperoleh bahwa rata-rata kandungan kadar air sabun adalah pada perbandingan minyak kelapa 2 : minyak kakao 1 (F1) yaitu 0.89%, pada perbandingan minyak kelapa 1: minyak kakao 1 (F2) yaitu 0.46%, dan pada perbandingan minyak kelapa 4 : minyak kakao 1 (F3) yaitu 0.62%. Untuk lebih jelasnya data rata-rata kadar air (%) pembuatan sabun dengan penambahan bahan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1 berikut ini. Tabel 2. Rata-rata Kadar Air (%) Formulasi Sabun Padat yang dihasilkan dengan penambahan bahan yang berbeda Ulangan
Perlakuan
Jumlah
Rata-rata
Notasi
0,83
2,67
0,89
b
0,61
0,33
1,37
0,46
a
0,84
0,53
1,87
0,62
ab
5,91
1,97 0,66
1
2
3
F1
1,02
0,82
F2
0,42
F3
0,49
Jumlah Umum (G) Rataan Umum
Dalam bentuk grafik, perhitungan kadar air formulasi sabun padat dengan penambahan bahan yang berbeda dapat dilihat sebagai berikut :
Persentase
1.00
0,89 b
0.80 0,46 a
0.60
0,62 ab
0.40 0.20 0.00 F1
F2
F3
Perlakuan
Gambar 1. Rata-rata Kadar air (%) Formulasi Sabun Padat yang dihasilkan dengan penambahan bahan yang berbeda.
19
Hasil analisa sidik ragam kadar air formulasi sabun padat dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini : Tabel 3. Analisa Sidik Ragam Kadar Air Formulasi Sabun Padat yang dihasilkan dengan penambahan bahan yang berbeda Sumber Keragaman Perlakuan
Derajat Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
2
0,29
0,14
0,14 0,43
0,02
Galat 6 Total 8 Keterangan *= berbeda nyata
F hitung 6,09*
F tabel 5% 5,14
1% 10,82
Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan formula 2 berbeda nyata terhadap parameter kadar air sabun yang dihasilkan, dibuktikan dengan nilai F hitung lebih besar dari pada F tabel taraf uji 5%. Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat di dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Rata-rata masing-masing perlakuan yang dihasilkan adalah 0,6%. Kadar air dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dari sabun padat. Semakin tinggi kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin lunak, sebaliknya semakin rendah kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin keras. B. Kadar asam lemak bebas Berdasarkan hasil analisa kadar asam lemak bebas pada pembuatan sabun diperoleh bahwa rata-rata kandungan kadar asam lemak bebas sabun adalah pada perbandingan minyak kelapa 2 : minyak kakao 1 (F1) yaitu 42.59%, pada perbandingan minyak kelapa 1 : minyak kakao 1 (F2) yaitu 39.03%, dan pada perbandingan minyak kelapa 4 : minyak kakao 1 (F3) yaitu 54.48%. Untuk lebih jelasnya, data rata-rata kadar asam lemak bebas (%) pembuatan sabun dengan penambahan bahan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 2 berikut ini.
20
Tabel 4. Rata-rata Kadar Asam lemak Bebas (%) Formulasi Sabun Padat yang dihasilkan dengan penambahan bahan yang berbeda Ulangan
Perlakuan
Jumlah
Rata-rata
45,57
127,76
42,59
24,33
44,12
81,27
39,03
57,35
57,96
163,43
54,48
408,28
136,09 45,36
1
2
3
F1
41,30
40,90
F2
48,62
48,13 Jumlah Umum (G) Rataan Umum
F3
Dalam bentuk grafik batang, perhitungan kadar asam lemak bebas formulasi sabun padat dengan penambahan bahan yang berbeda dapat dilihat sebagai
Persentase
berikut : 54.48
60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
42.59
39.03
F1
F2
F3
Perlakuan
Gambar 2. Rata-rata Kadar asam lemak bebas (%) Formulasi Sabun Padat yang dihasilkan dengan penambahan bahan yang berbeda. Hasil analisa sidik ragam kadar asam lemak bebas formulasi sabun padat dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini : Tabel 5. Analisa Sidik Ragam Kadar Asam Lemak Bebas Formulasi Sabun Padat yang dihasilkan dengan penambahan bahan yang berbeda Sumber Keragaman Perlakuan Galat
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F hitung
Bebas
Kuadrat 392,83
Tengah 196,41
2,89
407,95
67,99
2
6 800,78 Total 8 tn Keterangan : = tidak berbeda nyata
tn
F tabel 5%
1%
5,14
10,82
Dari analisa sidik ragam terlihat bahwa pada perlakuan tidak berbeda nyata terhadap parameter kadar asam lemak bebas yang dihasilkan. sabun
21
dapat dipengaruhi oleh kadar asam lemak dan jumlah basa yang digunakan. Kandungan asam lemak pada minyak yang digunakan yaitu 41%, dan diduga asam lemak tersebut telah bereaksi seluruhnya dengan NaOH yang digunakan. Hal ini diperkuat oleh Ketaren (2008), bahwa pemakaian larutan kaustik soda (NaOH) pada konsentrasi tinggi akan bereaksi dengan minyak sehingga mengurangi minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Wijana dkk., (2005) menambahkan bahwa penambahan NaOH harus tepat karena apabila terlalu banyak dapat memberikan pengaruh negatif yaitu iritasi kulit dan apabila terlalu sedikit maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas tinggi yang mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran. C. Persentase busa Berdasarkan hasil analisa persentase busa pada pembuatan sabun diperoleh bahwa rata-rata kandungan persentase busa sabun adalah pada perbandingan minyak kelapa 2 : minyak kakao 1 (F1) yaitu 58,89%, pada perbandingan minyak kelapa 1 : minyak kakao 1 (F2) yaitu 63,89%, dan pada perbandingan minyak kelapa 4 : minyak kakao 1 (F3) yaitu 56,11%. Untuk lebih jelasnya , data rata-rata kadar busa (%) pembuatan sabun dengan penambahan bahan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 3 berikut ini. Tabel 6. Rata-rata Persentase Busa (%) Formulasi Sabun Padat yang dihasilkan dengan penambahan bahan yang berbeda
F1
1 60,00
Ulangan 2 50,00
3 66,67
F2
66,67
50,00
F3
60,00
33,33
Perlakuan
Jumlah Umum (G) Rataan Umum
Jumlah
Rata-rata
176,67
58,89
75,00
191,67
63,89
75,00
168,33
56,11
536,67
178,89 59,63
22
Dalam bentuk grafik batang, perhitungan persentase busa formulasi sabun padat
Persentase
dengan penambahan bahan yang berbeda dapat dilihat sebagai berikut : 66 64 62 60 58 56 54 52
63.89 58.89 56.11
F1
F2
F3
Perlakuan
Gambar 3. Rata-rata Persentase Busa (%) Formulasi Sabun Padat yang dihasilkan dengan penambahan bahan yang berbeda. Hasil analisa sidik ragam persentase busa formulasi sabun padat dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini : Tabel 7. Analisa Sidik Ragam Persentase Busa Formulasi Sabun Padat yang dihasilkan dengan penambahan bahan yang berbeda Sumber
derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
2
382,06
191,03
Galat
6
3422,18
570,37
F tabel
F hitung tn
0,34
5%
1%
5,14
10,82
Total 8 3804,24 Keterangan tn= tidak berbeda nyata
Dari analisa sidik ragam terlihat bahwa setiap perlakuan tidak berbeda nyata terhadap parameter persentase busa dengan kombinasi perlakuan lainya. Hal ini disebabkan karena bahan dasar minyak atau lemak yang digunakan sebagai pembanding bahan dasar minyak kelapa yang banyak mengandung asam laurat yang bersifat mengeraskan, membersihkan dan menghasilkan busa yang tidak begitu banyak.
23
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Jenis dan perbandingan minyak yang digunakan memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar air sabun padat yang dihasilkan, namun tidak memiliki pengaruh terhadap kadar asam lemak bebas dan persentasi busa. Pada parameter kadar air terendah didapatkan pada formula 2 yaitu 0,46% dan kadar air tertinggi sabun didapatkan pada formula 1 yaitu 0,89%. Parameter asam lemak memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap formula pada setiap perlakuan. Kadar asam lemak terendah didapatkan pada formula 2 yaitu 39,03% dan kadar asam lemak tertinggi didapatkan pada formula 3 yaitu 54,48%. Persentase busa memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap formula pada setiap perlakuan. Persentase busa tertinggi didapatkan pada formula 2 yaitu 63,89% dan persentase busa terendah didapatkan pada formula 3 yaitu 56,11%. 2. Dari analisis sidik ragam maka dapat disimpulkan bahwa formula 2 menghasilkan persentase kadar air, kadar asam lemak bebas, dan busa yang lebih baik dibandingkan dengan formula 1 dan formula 3. B. Saran Diharapkan ada penelitian yang serupa dengan menggunakan formula yang berbeda agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal dan penambahan parameter pengujian yaitu pH, kekerasan, uji organoleptik dan daya simpan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, S., 1987. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Harjono, 2009. Pembuatan Sabun Mandi. Penebar Swadaya. Jakarta Hill, J. C. 2005. High Unsaponifiables and Methods of Using The Same. WO/2005/004831.http://www.wipo.int (1 Februari 2011) Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press Ketaren, S. 2008. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. UI–Press. Jakarta. Kirk, R. E., D. F. Othmer, J. D. Scott dan A. Standen. 1954. Encyclopedia of Chemical Technology. 12:573-592. Newyork : Interscience Publishers Masfufatun. Hidrolisis Carboxy Methyl Cellulose (CMC) Dengan Enzim Selulase Zymomonas Mobilis. Thesis.Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Mitsui, T. 1997. New Cosmetics Science. Tokyo : Shiseido Co., Ltd. November. 2009. Piyali G, Bhirud RG, dan Kumar VV. 1999. Detergency and foam studies on linear alkil benzen sulfonat and secondary alkil sulfonat. J Surfac Deterg. 2(4):489-493 Shrivastava, S. B. 1982. Soap, Detergent, and Parfume Industry. New Delhi : Small Industry Research Institute SNI 06-3532-1994. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Dewan Standar Nasional. Jakarta. Susinggih, Wijana, dkk. 2005. Mengolah Minyak Goreng Bekas. Trubus Agrisarana. Surabaya Tjitrosoepomo, S., 1988. Budidaya Cacao, Kansius. Yogyakarta. Tumpal H.S. Siregar, Slamet Riyadi, dan Laeli Nuraeni. 2008. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta. Widyotomo, S dan S. Mulato. 2003. Standarisasi Mutu BijI Kakao. Pusat Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Woodroof, J. G. 1979. Coconuts Production, Processing, Products. Second Edition. USA : The AVI Publishing Company, Inc.
25
LAMPIRAN
26
Lampiran 1. Rancangan acak lengkap kadar air
Ulangan
Perlakuan F1 F2 F3
1
2
3
1,02 0,42 0,49
0,82 0,61 0,84
0,83 0,33 0,53
Jumlah Umum (G)
Jumlah
Rata-rata
Notasi
2,67
0,89
b
1,37
0,46
a
1,87
0,62
ab
5,91
1,97
Rataan Umum
0,66
Rumus : berat awal - berat akhir / berat sampel x 100% db umum = (r x t) – 1 8 db perlakuan = t – 1
2
db galat = t (r- 1)
6
faktor koreksi (FK) =
= 3.8809
jk umum = Yik2 – FK = 0,428335344 jk perlakuan = Yi2 – FK = 0.284983 jk galat = jk umum – jk perlakuan = 0.140273
= 0.142492
kt perlakuan =
kt galat =
= 0.023379
F hitung = Rataan umum =
= 6.094901 = 41.38512
Koefisien Keragaman =
√
= 0.0036946112
27
Lampiran 2. Rancangan acak lengkap asam lemak bebas
Ulangan
Perlakuan F1 F2 F3
1
2
3
41,30 48,62 48,13
40,90 24,33 57,35
45,57 44,12 57,96
Jumlah Umum (G)
Jumlah
Rata-rata
127,76
42,59
117,08
39,03
163,43
54,48
408,28
136,09
Rataan Umum
45,36
Rumus : volume asam lemak x 0,84 / berat sample x 100%
db umum = (r x t) – 1
8
db perlakuan = t – 1
2
db galat = t (r- 1)
6
faktor koreksi (FK) =
= 3.8809
jk umum = Yik2 – FK = 0,428335344 jk perlakuan = Yi2 – FK = 0.284983 jk galat = jk umum – jk perlakuan = 0.140273
= 0.142492
kt perlakuan =
kt galat =
= 0.023379
F hitung = Rataan umum =
= 6.094901 = 1.970781
Koefisien Keragaman =
√
= 0.0775844345
28
Lampiran 3. Rancangan acak lengkap persentase busa
Ulangan
Perlakuan
Jumlah
Rata-rata
176,67
58,89
191,67
63,89
168,33
56,11
536,67 Rataan Umum Rumus : tinggi akhir busa (mm) / tinggi awal busa (mm) x 100%
178,89
F1 F2 F3
1
2
3
60,00 66,67 60,00
50,00 50,00 33,33
66,67 75,00 75,00
Jumlah Umum (G)
db umum = (r x t) – 1
8
db perlakuan = t – 1
2
db galat = t (r- 1)
6
faktor koreksi (FK) =
= 32001.23
jk umum = Yik2 – FK = 1448.365 jk perlakuan = Yi2 – FK = 93.20988 jk galat = jk umum – jk perlakuan = 1355.556
= 46.60494
kt perlakuan =
kt galat =
= 225.9259
F hitung = Rataan umum =
= 0.206284153 = 59.62963
Koefisien Keragaman =
√
= 0.2520698459
59,63
29
Lampiran 4. Dokumentasi Proses Penelitian
Gambar 4. Bahan kimia
Gambar 5. Lemak kakao dan VCO
Gambar 6. Proses pengadukan
30
Gambar 7. Proses saponifikasi
Gambar 8. Hasil sabun padat