Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
LATIHAN Pengaruh Katalis Basa Pada Pemurnian Sitronel Dalam Minyak Jeruk Purut Menggunakan Reagen NaHSO3 Dan Na2SO3 Effect Base Catalyst of Purification Citronellal in Kaffir Lime Oil Used NaHSO3 and Na2SO3 Reagent Author15
[email protected]
ABSTRAK Sitronelal merupakan komponen yang berpotensi besar dalam bidang industri dan farmasi. Komponen tersebut merupakan komponen terbesar dalam minyak jeruk purut. Proses pemurnian sitronelal dapat menggunakan reagen NaHSO3 dan Na2SO3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kekuatan katalis basa penghidrolisis pada proses pemurnian sitronelal menggunakan reaksi penggaraman dengan reagen NaHSO3 dan Na2SO3. Proses penggaraman sitronelal dalam minyak jeruk purut digunakan NaHSO3 jenuh dan Na2SO3 2,8 M dengan variasi mol (1:1), sedangkan katalis penghidrolisis dari garam sitronelil bisulfida dan garam sitronelil sulfida digunakan basa NaHCO3, Na2CO3, dan NaOH. Kemurnian sitronelal hasil hidrolisis ditentukan berdasarkan kromatografi gasspektroskopi massa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemurnian sitronelal tertinggi menggunakan reagen NaHSO3 maupun Na2SO3 ketika katalis penghidrolisis Na2CO3 (pH 10,98) berturut-turut adalah 80,71 % dan 90,21 %. Kata kunci: minyak jeruk purut, sitronelal, NaHSO3, Na2SO3 ABSTRACT Citronellal is a component that has great potential in the field of industrial and pharmaceutical. The component is the largest component in Kaffir lime oil. The purification process of citronellal can use NaHSO3 and Na2SO3 reagent. This research aims to know about the influence of the strength base catalyst hydrolized in purification process citronellal was used salting reaction with NaHSO3 and Na2SO3 reagent. The process of salting citronellal was used in Kaffir lime oil saturated NaHSO3 and Na2SO3 2.8 M with variations of mole (1:1), while the catalyst hydrolyzed of citronellyl bisulfite salt and citronellyl sulfite salt were used NaHCO3, Na2CO3 and NaOH base. Purity of citronellal result of hydrolysis was determined by chromatography gas mass spectrometry. The results showed that the highest purity of citronellal was used NaHSO3 and Na2SO3 reagent when the hydrolyzed catalyst Na2CO3 (pH 10.98) 80.71% and 90.21%, respectively. Keywords: Kaffir lime oil, citronellal, NaHSO3, Na2SO3
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
PENDAHULUAN Minyak jeruk purut (Citrus hystrix) (MJP) merupakan minyak atsiri yang dapat diperoleh dari bagian daun (Loh et al., 2011 dan Srisukh et al., 2012), kulit buah (Ginting, 2005; Chanthaphon et al., 2008 dan Haiyee and Winitkitcharoen, 2012), akar (Panthong et al., 2013), buah (Wulaningsih, 2010), dan ranting (Warsito, dkk., 2016). Minyak atsiri jeruk purut mengandung beberapa komponen yaitu sitronelal, sitronelol, linalol, terpineol, pinena dan limonen (Loh et al., 2011; Srisukh et al., 2012; Haiyee and Winitkitcharoen, 2012; Ginting, 2005; dan Chanthaphon et al., 2008). Sitronelal yang merupakan salah satu komponen utama minyak jeruk purut tergolong sebagai kelompok monoterpenoid aldehid dan memiliki banyak kegunaan, misalnya sebagai komponen intermediet untuk berbagai macam sintesis parfum, obat-obatan maupun sebagai bahan dasar untuk sintesis isopulegol, mentol, sitronelol (Lenardao et al., 2007). Aplikasi langsung sitronelal digunakan sebagai obat pembasmi serangga Tetranychus urticae (da Camara et al., 2015), antibakteri (Chanthaphon et al., 2008), dan sebagai insektisida terhadap Spodoptera litura fabricius (Loh et al., 2011). Metode fisika maupun fisika-kimia seperti destilasi fraksinasi, ekstraksi pelarut ssuperkritis CO2 dan kromatografi kolom telah lama dikembangkan untuk pemurnian komponen atsiri. Namun metode tersebut memiliki beberapa kelemahan diantaranya yaitu penggunaan sample yang banyak, alat yang kompleks, dan waktu yang lama. Metode kimia melalui proses penggaraman sebagai salah satu alternatif karena dapat menggunakan jumlah sample yang sedikit dan reaksi dapat berlangsung secara cepat. Namun karena garam yang diperoleh sebagai produk sementara, maka untuk memperoleh sitronelal kembali sangat ditentukan oleh proses hidrolisis garam tersebut.
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
Penggunaan klorotrimetilsilan (Kjell et al., 1999), montmorillonite KSF dibawah radiasi microwave (Mitra et al., 1999), HCl (Ngadiwiyana et al., 2004), FeCl3.6H2O/SiO2 dan Fe(NO3)3.9H2O/SiO2 (Mohammadpoor-Baltork et al., 2007) telah dikembangkan untuk pemurnian komponen aldehid dengan menghidrolisis garam bisulfida. Namun penggunaan reagen tersebut berbahaya bagi lingkungan dan secara finansial cukup mahal dari beberapa reagen tersebut. Sedangkan penggunaan katalis basa (NaOH) 25 % (w/v) telah digunakan oleh Chong et al. (2015) untuk menghidrolisis garam geranil bisulfida dan menghasilkan geranial 81 %. Berdasarkan penelitian tersebut perlu dikembangkan penggunaan variasi katalis basa (NaHCO3, Na2CO3, dan NaOH) untuk mengetahui pengaruh % kemurnian dan % yield hasil hidrolisis garam. Ok perbaiki nanti ya… terlau buanyak.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik Universitas Brawijaya Malang, sejak Agustus 2015 sampai Februari 2016. MJP ranting-daun yang digunakan berasal dari hasil penyulingan di daerah Tulungagung, Jawa Timur. Alat yang digunakan adalah gelas beker, enlenmeyer, pipet volume, pipet ukur, magnetic stirrer, waterbath, timbangan analitik, hotplate/stirrer, Kromatografi GasSpektrometer Massa (KG-SM) (Shimadzu QP2010S), spektrofotometer FTIR (Shimadzu 8400S). Pemurnian sitronelal dengan reagen NaHSO3 dan Na2SO3 Pemurnian sitronelal dengan reagen NaHSO3 mengadopsi metode Armerago dan Chai (2009) dengan sedikit modifikasi, sedangkan pemurnian sitronelal dengan reagen Na2SO3 menggunakan metode Guenther (1972) dalam Pushpakumari (1987) dengan sedikit modifikasi. MJP sebanyak 15 ml direaksikan dengan NaHSO3 atau Na2SO3 dengan variasi mol (1:1). Namun reaksi antara MJP dengan Na2SO3 perlu ditambahkan asam kuat (H2SO4 20
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
%) dengan dipantau pH meter untuk menurunkan sifat basa kuat sehingga terbentuk endapan garam sitronelil sulfida. Kemudian diaduk hingga homogen menggunakan magnetic stirrer dan terbentuk endapan garam sitronelil bisulfida. Selanjutnya endapan disaring dengan corong Buchner dan dicuci dengan etanol sampai tidak meneteskan tetesan berwarna kuning. Garam sitronelil bisulfida maupun sulfida yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan variasi basa NaHCO3, Na2CO3 dan NaOH menggunakan bantuan magnetic stirrer sampai endapan larut sempurna. Hasil hidrolisis akan terbentuk 2 lapisan, lapisan atas sitronelal dan lapisan bawah lapisan air. Kedua lapisan tersebut dipisahkan dengan corong pisah. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi MJP Hasil
karakterisasi
MJP
dengan
KG-SM
menghasilkan
data
Total
Ionic
Chromatography (TIC) seperti disajikan pada Gambar 1. Tampak terdiri dari 27 puncak (komponen) dengan 5 komponen yang memiliki % kemurnian tertinggi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komponen utama MJP Table 1. The main compounds of Kaffir lime Nama Senyawa
Waktu Retensi (menit)
% Area
Linalol Sitronelal Isopulegol β-Sitronelol Sitronelil asetat
8,553 9,513 9,704 10,787 12,659
13,06 13,55 10,31 13,63 13,24
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
Gambar 1. TIC MJP Figure 1. TIC of Kaffir lime oil Reaksi penggaraman dengan reagen NaHSO3 dan Na2SO3 Hasil reaksi penggaraman sitronelal dengan reagen NaHSO3 menunjukkan bahwa reaksi berlangsung sangat cepat pada suhu kamar. Reaksi penggaraman ini berlangsung pada kondisi asam pH < 7 (MJP memiliki pH 4,63 dan NaHSO3 memiliki pH 3,18) dan menghasilkan garam berwarna putih. Sitronelal memiliki 2 gugus fungsi yang bersifat nukleofil pada karbon tak jenuh (alkena) dan elektrofil pada gugus aldehida. Sementara ion bisulfit (nukleofil) sebagai reagen yang digunakan untuk penggaraman dapat bereaksi dengan gugus aldehid. Namun ion ini dimungkinkan mengalami ionisasi lanjut menjadi H+ dan SO32-, sehingga H+ dapat mengadisi gugus alkena. Oleh karena itu, dalam penelitian ini untuk menekan terjadinya reaksi adisi tersebut maka digunakan rasio mol sitronelal dan bisulfit (1:1). Mekanisme reaksi yang terjadi antara sitronelal dengan NaHSO3 disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa reaksi diwali dengan protonasi gugus karbonil C=O dalam sitronelal oleh ion H+ dari HSO3-. Kerapatan elektron atom karbon pada gugus karbonil sitronelal menjadi tidak stabil dan terbentuk suatu karbokation primer dengan semakin meningkat polaritas C=O. Adanya protonasi akan memudahkan terikatnya ion bisulfit kedalam karbokation.
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
O C
OH
NaHSO3
HC
H
SO3Na
O O C H
+ HO
O
S
C
O Na
O
S H
H
O Na O
OH HC
O O Na
S O
Gambar 2. Mekanisme reaksi sitronelal dengan reagen NaHSO3 Figure 2. Mechanism reaction of citronellal with NaHSO3 reagent
Penggaraman sitronelal dengan larutan Na2SO3 tidak secepat reaksi penggaraman dengan larutan NaHSO3. Hal ini dikarenakan ion sulfit akan mengalami hidrolisis yang mengakibatkan pH campuran bernilai > 10 sebagai akibat diperolehnya ion OH- seperti persamaan reaksi pada Gambar 3. Persamaan reaksi tersebut nampak bahwa reaksi bersifat reversible yang menunjukkan bahwa ion bisulfit hanya sedikit yang terbentuk dan ion sulfit yang terbentuk dapat menyebabkan adisi pada ikatan rangkap tak jenuh pada sitronelal. Sehingga untuk meningkatkan jumlah ion bisulfit agar bereaksi dengan gugus aldehid dalam sitronelal secara maksimal maka dalam penelitian ini dilakukan dengan menambahkan ion H+ (asam) untuk menggeser reaksi kekanan dan reaksi berjalan seperti reaksi sitronelal dengan reagen NaHSO3. Na2SO3
2Na + SO32-
SO32- + H2O Gambar 3. Pembentukan ion HSO3Figure 3. Formation of HSO3- ion
HSO3 + OH
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111
869.84 829.33 792.69 738.69
e-mail: . . . . . . . .
90
1716.53
%T
1114.78
476.38
646.11
975.91
1313.43
2966.31
30
2923.88
3521.78 3454.27 3342.41
45
2854.45
60
1452.30 1411.80 1380.94
1654.81
572.82
75
1209.28 1180.35
1049.20
15
0
4000
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
1438.80
90 %T
1377.08
Gambar 4. Hasil FTIR garam sitronelil bisulfida Figure 4. Result FTIR of citronellyl bisulfite salt
493.74
45
549.67
1203.50 1647.10
60
1135.99
2966.31 2925.81
75
630.68
30
964.34
3450.41
15
0
4000
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar 5. Hasil FTIR garam sitronelil sulfide Figure 5. Result FTIR of citronellyl sulfite salt Terbentuknya garam sitronelil bisulfida maupun sulfida didukung oleh data FTIR pada Gambar 4 dan Gambar 5. Meskipun secara sepintas berbeda namun kedua spektra tersebut memiliki serapan khas yang hampir sama. Indikasi bahwa garam sitronelil bisulfida terbentuk adalah dengan hilangnya pita serapan gugus C=O aldehid yang seharusnya muncul didaerah 1700 cm-1 dan munculnya pita serapan khas O-H pada daerah 3342,41; 3454,27; dan 3521,78 cm-1. Selain itu muncul juga pita serapan khas S=O pada daerah 1114,78; 1180; dan 1209,28 cm-1 dan serapan khas C-O-S pada daerah 975, 91 cm-1. Sedangkan pada garam sitronelil
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
sulfida hilangnya pita serapan C=O dan muncul pita serapan O-H pada daerah 3450,41 cm-1, serapan khas S=O pada daerah 1135,99 dan 1203,5 cm-1 dan serapan khas C-O-S pada daerah 964,34 cm-1. Reaksi Hidrolisis Hidrolisis garam sitronelil bisulfida dan sulfida menggunakan variasi basa NaHCO3 (pH 8,13) dan Na2CO3 (pH 10,98) serta NaOH (pH 13,58). Adapun mekanisme hidrolisis garam sitronelil bisulfida disajikan pada Gambar 6. Jumlah kuantitas basa ion hidroksi yang digunakan dalam reaksi ini akan menentukan keberhasilan penarikan proton pada gugus hidroksi dan lepasnya ion sulfida. Oleh karena itu penggunaan basa dapat mempengaruhi kadar dan rendemen sitronelal.
OH HC
O
NaHCO3 / Na2CO3 / NaOH
C
SO3Na
O
H
H
HC SO3Na
O +
OH
C
+ H2O + NaSO3-
H
Gambar 6. Mekanisme hidrolisis garam aldehida dengan basa Figure 6. Mechanism hydrolysis of aldehyde salt with base
% Kemurnian dan % Yield Hasil % kemurnian dan % yield sitronelal menggunakan reagen NaHSO3 dan Na2SO3 dengan variasi katalis basa disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8. Tampak bahwa penggunaan reagen NaHSO3 dan Na2SO3 memiliki % peningkatan kadar sitronelal dibandingkan dengan % kemurnian awal sitronelal (Tabel 1). Hal ini membuktikan bahwa
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
reaksi adisi nukleofilik garam bisulfida maupun sulfida lebih reaktif bereaksi dengan gugus karbonil yang dimiliki oleh komponen aldehid (sitronelal) yang ada dalam MJP. Jika dilihat adanya komponen lain yang memiliki gugus karbonil C=O dalam MJP yaitu terdapat komponen sitronelil asetat (Tabel 1). Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa aldehid lebih reaktif untuk adisi nukleofilik dibandingkan ester karena aldehid tidak
% Area
memiliki gugus pergi (McMurry, 2008).
Gambar 7. Perbandingan pemurnian sitronelal dengan reagen NaHSO3 dan variasi katalis basa penghidrolisis Figure 7. Comparison purification of citronellal with NaHSO3 reagent and variation base catalyst hydrolized Pada Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan bahwa % kemurnian tertinggi sitronelal dengan menggunakan reagen NaHSO3 dan Na2SO3 ketika menggunakan katalis basa penghidrolisis Na2CO3. Persen kemurnian terendah ketika menggunakan katalis basa penghidrolisis NaHCO3 dan juga menghasilkan rendemen terendah. Sedangkan % yield tertinggi ketika menggunakan katalis basa NaOH. Hal ini membuktikan bahwa katalis basa kuat (NaOH) yang terionisasi sempurna dalam air menjadi -OH yang dapat menghidrolisis garam sitroneli bisulfida secara efektif dibandingkan dengan basa lemah (NaHCO3). Namun
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
jika dilihat berdasarkan kemurnian sitronelal penggunaan katalis basa Na2CO3 menghasilkan % kemurnian tinggi dibandingkan dengan penggunaan katalis basa NaOH. Hal ini terjadi dimungkinkan ion –OH yang sangat kuat dari hasil ionisasi basa NaOH dapat menyerang atom S yang bermuatan δ+ pada garam sitronelil bisulfida maupun sulfida dibandingkan dengan atom O yang bermuatan δ-. Sehingga hidrolisis yang terjadi ketika menggunakan basa NaOH tidak sempurna karena adanya kompetisi antara ion
–
OH
menyerang proton pada gugus hidroksi dan ion –OH yang menyerang atom S pada garam sitronelil bisulfida maupun sulfida. Hasil samping reaksi hidrolisis dengan NaOH
% Area
menghasilkan NaHSO4 yang berbentuk tetraheral terdistorsi (Effendy, 2006).
Gambar 8. Perbandingan pemurnian sitronelal dengan reagen Na2SO3 dan variasi katalis basa penghidrolisis Figure 8. Comparison purification of citronellal with Na2SO3 reagent and variation of base catalyst hydrolized
Persen peningkatan kemurnian sitronelal dipengaruhi juga oleh penggunaan reagen NaHSO3 dan Na2SO3. Penggunaan reagen Na2SO3 ternyata lebih reaktif dibandingkan menggunakan reagen NaHSO3 dengan % peningkatan kemurnian sitronelal yang tinggi ketika menggunakan Na2SO3. Hal ini kemungkinan terjadi karena sifat larutan MJP/NaHSO3 yang
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
terlalu asam dibandingkan dengan MJP/Na2SO3 yang bersifat sedikit basa. Semakin asam hasil reaksi maka dimungkinkan adanya ion H+ yang berlebih sehingga dapat mengadisi ikatan rangkap C=C dalam struktur sitronelal yang menyebabkan kadar sitronelal rendah, sehingga reaksi berjalan dengan baik ketika larutan bersifat sedikit basa (Tiemann, 1898 dalam Pushpakumari, 1987). Pengaruh Rasio Mol dalam Reaksi Penggaraman Suatu reaksi untuk menghasilkan produk yang terbaik salah satunya yaitu dipengaruhi oleh rasio mol. Adanya variasi rasio mol dapat diketahui nilai yang optimum untuk memperoleh produk yang terbaik. Dalam penelitian ini digunakan variasi rasio mol (1:2 dan 1:3) pada reaksi sitronelal-Na2SO3 yang memiliki % peningkatan kemurnian sironelal tinggi (Gambar 8). Variasi rasio mol tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semakin banyak reaktan Na2SO3 akan mengalami penurunan hasil kemurnian sitronelal ataukah sebaliknya. Dugaan tersebut mengarah pada adanya ikatan rangkap C=C dalam sitronelal yang kemungkinan ikatan rangkap C=C diadisi ion SO32- hasil ionisasi lanjut HSO3,sehingga dilakukan variasi rasio mol Na2SO3 lebih dari mol sitronelal. Hasil perbandingan kadar kemurnian sitronelal dengan Na2SO3 variasi mol disajikan pada Gambar 9. Penambahan 2 mol Na2SO3 ternyata meningkatkan kemurnian sitronelal sebesar 2,23 % jika dibandingkan dengan 1 mol Na2SO3, sedangkan penambahan 3 mol Na2SO3 menurunkan nilai kemurnian sitronelal sebear 0,95 %. Hasil perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3 tidak menunjukkan hasil yang signifikan, tetapi dengan variasi mol tersebut dapat diketahui bahwa semakin banyak mol Na2SO3 maka dapat menurunkan kemurnian sitronelal. Hal ini dimungkinkan semakin banyak Na2SO3 maka tumbukan antar molekul tidak efektif karena reagen saling berinteraksi dengan komponen target yang menyebabkan laju reaksi semakin menurun. Selain itu banyaknya Na2SO3 mengakibatkan ion SO32- hasil ionisasi lanjut HSO3-
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
dapat mengadisi gugus alkena C=C pada sitronelal berupa non-garam yang bercampur dalam filtrat.
Gambar 9. Kurva hubungan antara % area dengan variasi mol Na2SO3 Figure 9. Curve correlation between % area with variation of mole Na2SO3 KESIMPULAN Pemurnian sitronelal dalam MJP dipengaruhi oleh variasi katalis yang digunakan. Reagen Na2SO3 lebih reaktif untuk memurnikan sitronelal dalam MJP dibandingkan NaHSO3 dan pemurnian sitronelal lebih efektif menggunakan reagen Na2SO3 dengan variasi mol (1:2). DAFTAR PUSTAKA Armarego WLF and CLL Chai. 2009. Purification of Laboratory Chemicals (6th ed). Amsterdam ; Boston: Elsevier/Butterworth-Heinemann. 752 p. Chanthaphon S, S Chanthachum and T Hongpattarakere. 2008. Antimicrobial Activities of Essential Oils and Crude Extracts from Tropical Citrus spp. against Food-Related Microorganisms. Sonklanakarin Journal of Science and Technology 30(1): 125-131. da Camara CAG, Y Akhtar, MB Isman, RC Seffrin and FS Born. 2015. Repellent Activity of Essential Oils from Two Species of Citrus Against Tetranychus Urticae in The Laboratory and Greenhouse. Crop Protection 74: 110–115. Effendy. 2004. Teori VSEPR Kepolaran, dan Gaya AntarMolekul. Bayu Media, Malang. 290 hlm.
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
Faul M, R Larsen, A Levinson, J Tedrow and F Vounatsos. 2013. Direct Reductive Amination of Aldehyde Bisulfite Adducts Induced by 2-Picoline Borane: Application to the Synthesis of a DPP-IV Inhibitor. The Journal of Organic Chemistry 78(4): 1655-1659. Ginting H. 2005. Karakterisasi Simplisia dan Analisis Komponen Minyak Atsiri dari Kulit Buah Jeruk Purut (Citrus hystrix DC) Kering. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 3(1): 15-17. Haiyee ZA and C Winitkicharoen. 2012. Extraction of Volatile Oil from Kaffir Lime Leaves (Citrus hystrix) using Pressurised Liquid Extraction. International Journal of Food, Nutrition & Public Health 5(1): 201-210. Loh FS, RM Awang, D Omar and M Rahmani. 2011. Insecticidal Properties of Citrus hystrix DC Leaves Essential Oil against Spodoptera litura fabricius. J Med Plants Res 5(16): 3739–3744. McMurry S. 2008. Organic Chemistry (7th ed). America: Physical Sciences. Mitra AK, A De and N Karchaudhuri. 1999. Regeneration of Aldehydes from bisulfite Addition Products in the Solid State using Montmorillonite KSF Clay under Microwave Irradiation. J. Chem. Research (S): 560-561. Mohammadpoor-Baltork I, MM Khodael and H Ahankar. 2006. Selective Deprotection of Bisulfite Addition Products by FeCl3.6H2O and Fe(NO3)3.9H2O Supported on Silica gel Under Solvent-Free Condition. Letter in Organic Chemistry 3:872-876. Ngadiwiyana N, Ismiyarto dan K Anam. 2004. Pemanjangan Sistem Terkonjugasi Sinamaldehid dan Uji Aktivitas sebagai Bahan Aktif Tabir Surya. Kimia sains dan aplikasi 7(1): 24-29. Pandit CR, and NS Mani. 2009. Expedient Reductive Amination of Aldehyde Bisulfite Adduct. Synthesis (23): 4032-4036. Panthong K, Y Srisud, V Rukachaisirikul, N Hutadilok-Towatana, SP Voravuthikunchai and S Tewtrakul. 2013. Benzene, Coumarin and Quinolinone Derivatives from Roots of Citrus hystrix. Phytochemistry 88: 79–84. Pushpakumari K N. 1987. Studies on Lemongrass Oil. Cochin University of Science and Technology. (Thesis). Cochin: University of Science and Technology Cochin. 265 hlm. Srisukh V, C Tribuddharat, V Nukoolkarn, N Bunyapraphatsara, K Chokephaibulkit, S Phoomniyom, S Chuaphung, S Srifuengfung. 2012. Antibacterial Activity of Essential Oils from Citrus hystrix (makrut lime) against Respiratory Tract Pathogens. Science Asia 38(2): 212-217.
Dewan Redaksi Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 e-mail: . . . . . . . .
Warsito, EP Utomo dan SM Ulfa. 2016. Effect of Hydration and Oxidation Reaction of the Chemical Composition of Kaffir lime (Citrus hystrix DC.) Oil. J. Pure App. Chem. Res 5(2): 55-60. Wulaningsih A. 2010. Formulasi Sediaan Gel Minyak Atsiri Buah Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.) dan Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Propionibacterium acne secara In Vitro. Skripi. Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.