Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, 20120730138
I.
Flow-chart
Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah : 1. Nasabah mengajukan pembiayaan kepada bank dengan akad musyarakah untuk mendapatkan tambahan modal. 2. Antara nasabah dan bank saling berkontribusi dlam usaha ini. 3. Dalam hal ini kedua belah pihak saling bekerja sama dalam mengelola usaha , dimana keuntungan dibagi sesuai kesepakatan. 4. Jika terjadi kerugian maka ditanggung bersama-sama dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Rukun dan syarat pembiayaan Dibawah ini adalah beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan musyarakah yang dimuat dalam fatwa DSN no. 8 tentang musyarakah. 1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan caracara komunikasi modern. 2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut: a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. d. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal. e. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja. f. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri. 3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian) a. Modal Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan. b. Kerja Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak. c. Keuntungan Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad. d. Kerugian Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masingmasing dalam modal. 4. Biaya Operasional dan Persengketaan a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama. b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Skema Mudharabah
Penjelasan alur akad Mudharabah : 1. Nasabah mengajukan pembiayaan kepada bank untuk memperoleh modal usaha. 2. Bank memberikan modal sebesar 100% untuk dikelola oleh nasabah yang dimiliki keahlian tertentu. 3. Ketika akad berlangsung telah ditentukan proporsi bagi hasilnya. 4. Setelah proses usaha berjalan lalu keuntungan dibagi sesuai ketentuan nisbah. Selain itu nasabah juga mengembalikan modal pokok kepada bank.
Rukun Dan Syarat Pembiayaan Dibawah ini adalah beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah yang dimuat dalam fatwa DSN no. 7 tentang mudharabah. 1. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum. 2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c.
Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi: a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk persentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
Mekanisme Pembiayaan
1. 2.
Pada sisi pembiayaan, akad mudharabah biasanya diterapkan pada dua hal, yaitu: Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa Investasi khusus, yang disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal
II.
Karakteristik Nasabah
1. Memiliki keahlian/kemampuan pada bidangnya. 2. Dikenal oleh pasar, yaitu sudah memiliki nama dan popular dikalangan rekanan bisnis dan masyarakat pada umumnya. 3. Mampu mengoreksi risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam bisnis. 4. Memiliki jaminan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dillakukan oleh mudharib. 5. Berasal dari keluarga pebisnis. 6. Mudharib memiliki komitmen yang tinggi atas usahanya. 7. Memiliki wawasan, kreatif, inovtif dan dapat menjelaskan serta meyakinkan para calon pembelinya. 8. Memiliki usaha sendiri, yaitu jelasnya suatu kepemilikan objek yang ditransaksikan.
9. Memiliki hubungan historis dengan pemilik dana. 10. Mampu menangkap peluang bisnis. 11. Track-record mudharib.
III. Prosentase akad mudhorobah dan musyarakah bank panin syariah tahun 2010-2013 Keterangan Mudharabah Musyarakah
2013 575.075 363.160
2012 517.354 229.961
2011 269.583 48.683
2010 100.792 81.044
Jumlah 1.462.807 722.848
IV. Permasalahan Mudharabah Pertama, kontrak profit loss sharing dikaitkan dengan agency problems manakala seorang pengusaha tidak mempunyai insentif untuk memberikan usaha tetapi mempunyai insentif untuk melaporkan profit yang lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan pribadi dari manager, dan manakala ini terjadi pada kasus profit loss sharing, kaum kapitalis ragu-ragu untuk berinvestasi berdasarkan basis profit loss sharing. Kedua, kontrak profit loss sharing membutuhkan jaminan agar dapat berfungsi secara efisien. Sedikitnya jaminan hak property pada kontrak profit loss sharing menyebabkan kegagalan adopsi karena tidak ada aturan yang melandasi. Pada praktiknya di Indonesia, jaminan hak property atas profit-loss sharing belum diatur dengan tegas dan jelas Ketiga, perbankan Islam menawarkan risiko yang lebih kecil dari pembiayaan dibandingkan dengan perbankan konvensional. Hal ini berdasarkan konsep mudharabah dan musharakah yang dianutnya. Tetapi seringkali pelaksanaannya manajemen asset dari mudharabah dan musharakah tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Idealnya, dana pada perbankan syariah disalurkan melalui kegiatan investasi pada asset riil. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia, pengelolaan asset pada perbankan syariah masih terpusat pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Keempat, batasan peran investor pada manajemen dan dikotomi struktur keuangan dari kontrak profit loss sharing menimbulkan ketidak partisipasian. Mereka tidak berbagi kontrak
berdasarkan partisipasi pengambilan keputusan. Disatu sisi terlihat hanya pihak manajemen yang mengelola dana sedangkan investor hanya menikmati hasilnya. Kelima, pembiayaan ekuitas tidak tepat bagi pembiayaan proyek jangka pendek manakala dihadapkan pada tingkat risiko yang tinggi (efek diversifikasi waktu pada ekuitas). Pada kasus di Indonesia, dimana banyak pengelolaan dana perbankan syariah yang disalurkan melalui sertifikat wadiah bank Indonesia, menimbulkan risiko yang tinggi jika pembiayaan tersebut berjangka pendek dan lebih berisiko lagi jika bank syariah menyalurkan pengelolaan dana melalui Jakarta Islamic Index. Keenam, kesulitan mendapatkan informasi memadai tentang kualitas proyek yang akan dibiayai; Ketuju, potensi mudharib untuk melaporkan biaya lebih tinggi; Kedelapan,wujudnya moral hazard dan adverse selection menjadi halangan untuk kompetitif
V.
Upaya untuk membuat daya tarik bagi nasabah mudharabah dan musyarakah Akomodasi persyaratan moral dalam kontrak yang dibuat; memberikan insentif berupa reward financial kepada mudharib atas kinerja selain factor keimanan: adanya mekanisme insentif; melibatkan mudharib dalam kepemilikan proyek