FKG Kenalkan Kesehatan Gigi pada Anak-Anak UNAIR NEWS – Penyakit gigi dan mulut selalu menjadi ancaman bagi setiap orang. Termasuk, anak-anak. Terlebih, persoalan karies yang masih memiliki prevalensi tinggi pada para bocah. Maka itu, penanggulangan penyakit dan perawatan gigi harus rutin dilaksanakan. Tujuannya, menjadikan anak Indonesia lebih sehat. Sehubungan dengan hal itu, Departemen Kedokteran Gigi Anak mengadakan serangkaian kegiatan. Bertempat di klinik spesialis kedokteran gigi anak Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) pada bulan Januari hingga maret lalu. Adapun poin-poin acaranya adalah penyuluhan dan pemeriksaan gigi gratis. Acara tersebut memiliki semangat untuk mengenalkan tentang kesehatan gigi pada anak-anak. Tak kurang dari 100 siswa TK dan SD dari berbagai wilayah di Surabaya hadir. Apa yang dilakukan itu tak lepas dari bentuk pengabdian masyarakat. “Kegiatan ini diharapkan dapat terlaksana setiap tahun. Kami siap melayani semua sekolah di wilayah Surabaya,” ujar Koordinator Acara Mega Moeharyono Putri, drg., Sp.KGA., Ph.D. Penulis: Humas FKG Editor: Rio F. Rachman
Mahasiswa UNAIR Jadi Panitia
Acara Dongeng Anak UNAIR NEWS – Pada Minggu (14/2) lalu, digelar acara Jatim Mendongeng 2016 di Masjid kampus B. Kegiatan itu dilaksanakan oleh RZ dan didukung oleh para donatur, Indosat Ooredoo, Odoj, Suara Muslim FM, dan Kreasi Langit. Sejumlah mahasiswa UNAIR turut ambil bagian sebagai panitia. Antara lain, Siti Mustaghfiroh (farmasi), Etik Trisusilowati dan Alif Suudiyah (keperawatan), Diana Fitri Latifah (kebidanan), Setya Ayu S. Jamilatul munawaroh, dan Ika Hajrotin Nisa (ekonomi islam), serta Priambudi Agung (kedokteran hewan). Kak Hadian tampil membawakan dongeng cerita nabi-nabi di hadapan anak-anak yang memenuhi venue acara. Kisah-kisah tersebut memiliki pesan utama, mengajak generasi penerus untuk menjadi pribadi yang baik. “Kami ingin berbagi keceriaan dan pelajaran melalui kisah-kisah nabi yang inspiratif,” kata Siti Mustaghfiroh.
Prosesi pelepasan balon yang sudah di bubuhi tulisan cita cita dari siswa-siswi (Foto: UNAIR NEWS) Usai dongeng selesai, terdapat hiburan yang tidak kalah menarik dari nasyid Afisena SMA IT Al-Uswah. Dengan lagu aransemen Balonku Ada Lima, Burung Kakak Tua, dan ABC yang di ketua oleh Kak Adil. Suara yang merdu nan indah membuat seluruh siswa-siswi atau hadirin gembira. Di penghujung acara, dilakukan pembagian bingkisan. Ada pula prosesi pelepasan balon yang di bawahnya sudah di bubuhi tulisan cita cita dari siswa-siswi selaku hadirin. Mereka tampak sangat senang dan gembira saat melepaskan balon cita cita. (*) Penulis: Rio F. Rachman
Pakar Psikologi: Seragam Bebas Bentuk Karakter Anak Hargai Perbedaan UNAIR NEWS – Di Indonesia, keberagaman adalah sebuah keniscayaan. Perbedaan latar belakang sosial, ekonomi, suku, agama dan ras sudah menjadi garis hidup bangsa. Kemajemukan itu tertuang dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Bertolak dari kenyataan tersebut, seluruh warga harus sadar dan tidak memposisikan perbedaan sebagai jurang pemisah. Sebaliknya, itulah perekat persatuan. Maka itu, pendidikan tentang pentingnya menghargai perbedaan mesti dilaksanakan secara berkesinambungan. Bahkan, sejak usia dini. Pakar Psikologi Anak Dr. Dewi Retno Suminar M.Si memiliki gagasan menarik terkait pendidikan tersebut. Dia menyatakan, pencetusan regulasi terkait pakaian untuk sekolah bisa dijadikan sarana mengenalkan siswa pada keanekaragaman di sekitarnya. “Saya pernah mengusulkan kepada kepala dinas pendidikan Surabaya untuk membuat regulasi baru. Yakni, dua atau tiga hari dalam seminggu, siswa-siswi dipersilakan memakai pakaian bebas alias tidak seragam,” kata Dewi. Dengan demikian, mereka terbiasa dengan perbedaan. Dari sana, mereka juga bisa melihat kawan-kawan dari berbagai latar belakang. Model dan jenis pakaian pun pasti tak sama. Dalam jangka panjang, mereka akan terbiasa memandang keragaman. Baik dari aspek sosial, ekonomi, budaya, bahkan agama dan lain sebagainya.
“Nah, nanti para guru bisa memberi pendampingan dan pemahaman mendasar sehungan dengan pembentukan karakter ini pada muridmurid,” ungkap dia. Dewi tidak hanya menyampaikan ide ini pada kepala dinas pendidikan Surabaya. Dia juga mengaku sering menyisipkan gagasan ini dalam banyak seminar. Dewi mengakui, kepala dinas pendidikan Surabaya belum mengaplikasikan ide ini. Alasannya, perlu sosialisasi terlebih dahulu pada para wali murid. Dikhawatirkan, orang tua malah jor-joran membelikan baju bagus untuk anaknya. Kalau sudah begitu, esensi dari tujuan awal ide tersebut bakal terdistorsi. “Maka itu, perlu sosialisasi mendalam. Sehingga, para orang tua dapat memahami poin utama dari gagasan ini,” kata dia. (*) Penulis: Rio F. Rachman
Di Tengah Isu LGBT dan Efek Negatif Internet, Mental Anak Perlu Diperkuat UNAIR NEWS – Belakangan ini, isu tentang LGBT menyeruak. Pun demikian, problem terkait efek negatif internet. Termasuk di dalamnya, soal pornografi yang bisa dengan mudah terakses di dunia maya. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa mesti dilindungi dari dampak dekonstruktif dua hal tadi. Orang tua dan guru mesti memiliki formula khusus yang sifatnya fundamental. Pakar Psikologi Anak Dr. Dewi Retno Suminar M.Si menyatakan,
penguatan mental sejak dini adalah kunci utama membentengi anak dari ekses jelek kemajuan zaman. Wakil Dekan III Fakultas Psikologi UNAIR ini menyatakan, kalau di masa lalu, orang tua berpikir bahwa kebutuhan anak-anak adalah sandang, papan, dan pangan. Di zaman sekarang, hal-hal tadi relatif sudah bisa teratasi. Maka itu, kebutuhan yang mestinya harus ikut diperhatikan adalah penguatan mental. Dia mengutarakan, mental merupakan kondisi psikis seseorang saat menghadapi sesuatu di sekitarnya atau yang terjadi terhadapnya. Bila seorang anak memiliki mental yang baik, dia akan menghadapi persoalan dengan tepat. Mental yang kuat akan mampu memfilter pengaruh dari luar. Pengaruh tidak baik, pasti bisa ditolak. Bagaimana cara menguatkan mental anak? Pertama, dengan mengajarkan disiplin bersama alasan kenapa dia harus melakukan itu. Misalnya, saat anak diminta disiplin bangun pagi, dia harus pula dijelaskan mengapa harus bangun pagi. “Nalar mereka dibentuk. Logika diasah sehingga mulai dapat berpikir sebab dan akibat. Baik dan buruk,” ungkap dia. Kedua, melatih anak-anak bertindak dengan orientasi Problem Solving. Contohnya, saat kendaraannya rusak, orang tua tidak langsung memperbaiki. pancingan yang bisa
Tapi, memberikan dia pertanyaan melatih kemampuan berpikirnya.
“Tanyakanlah, apa yang harus dilakukan jika kendaraan rusak. Biarkan anak menggunakan nalarnya untuk menyelesaikan masalahnya,” ungkap Dewi. Dengan melatih kedisiplinan dan bertindak dengan orientasi Problem Solving, mental anak-anak dilatih untuk menjadi kuat. Kekuatan mental itu bakal membantu pertumbuhannya di masa datang. Khususnya, dalam mengatasi persoalan di sekitar dan membentengi diri dari pengaruh negatif dari luar. (*) Penulis: Rio F. Rachman