Fatma Yulia
ISSN Nomor 2337-7261
INHERITANCE SYSTEM PERFORMANCE BASED ON ADAT LAW AT SAKAI TRIBECOMMUNITY, MANDAU DISTRIC, BENGKALIS REGENCY, RIAU PROVINCE ( PANDANGAN MASYARAKAT SUKU SAKAI TERHADAP SISTEM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT DI KECAMATAN MANDAU, KABUPATEN BENGKALIS, PROVINSI RIAU )
Fatma Yulia, SH, M.Kn Practitioner (Notary, PPAT, and PPAK)
ABSTRACT This research aim to know properly about inheritance system performing according to with Adat Law of Sakai Tribe community, at Mandau District, Bengkalis Regency, Riau Province. Primary data are collected by semi-structured indepth interview, while secondary data are found by documents material study. The research was located at Mandau District, Bengkalis Regency, precisely at Pematang Pudu Village, Petani Village and Kesumbo Ampai Village. Sample of respondent in the research are determined by purposive sampling. There are 30 respondents and 7 key informant in this research. The data from library and field research were analysed qualitatively. The result of this research can be concluded, that is: performance of inheritance system in accord with Adat Law at Sakai Tribe Community, at Mandau District, Bengkalis Regency indicates to the combination between of inheritance law individually-collectively system. These matters can be seen from family or relative system that show a combined culture between Matrilineal and Parental system besides, it is also back grounded by preference a traditional community influenced of Islamic Law.
Key Words: Inheritance System, Adat Law, Sakai Tribe community
turut serta mengambil bagian dalam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dahulu
upaya Suku
Sakai
dikenal
pencapaian
pembangunan
di
percepatan
daerahnya.
Posisi
merupakan suku yang hidup dalam
geografis yang jauh di pedalaman saat ini
keterbelakangan dan keterasingan, baik
bukan lagi sebagai hambatan yang
pendidikan, sosial, maupun ekonomi.
berarti tersedianya sarana transportasi
Hal ini dapat dipahami karena secara
baik
geografis lokasi yang berada di daerah
mempercepat arus orang, barang, dan
pedalaman dengan dibatasi jarak, arus
jasa masuk dan keluar di daerah tersebut.
transportasi, dan sarana informasi serta
Dengan
komunikasi yang minim. Dengan
darat,
air,
berbagai
serta
udara
faktor-faktor
tersebut dan dipengaruhi dengan sistem
diberlakukannya
pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya,
daerah,
maka
politik serta hukum, dapat membawa
masyarakat adat telah berbenah diri dan
perubahan sosial kemasyarakatan adat
kebijakan
telah
itu
otonomi
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
14
Fatma Yulia
ISSN Nomor 2337-7261
setempat yang akan berimbas pada
yang ada di Suku Sakai Kecamatan
sistem
kehidupan
Mandau, Kabupaten Bengkalis, Propinsi
masyarakatnya, dan juga terhadap sistem
Riau tersebut yakni adanya dua sistem
kekerabatan masyarakat adat Suku Sakai
kekerabatan.
yang
dalam
pewarisannya terdapat perpaduan dua
kematian dan
sistem parental dan matrilineal, tentu
dan
pola
mempunyai
peranan
masalah perkawinan,
saja
Pos).
kekerabatan tersebut akan berdampak
warisan
mempunyai
arti
hukum
diantara
dua
sistem
pula terhadap pewarisannya.
penting
terhadap hak-hak dan kewajiban dan hubungan
adanya
sistem
pewarisan di dalam suatu keluarga (Riau
Proses pelaksanan pembagian harta
dengan
Dalam
1.2 Perumusan Masalah
masing-
Berdasarkan uraian tersebut di
masing unsur-unsur pewarisan. Bagi
atas,
masyarakat Suku Sakai Hukum Adat
permasalahan sebagai berikut;
waris adalah merupakan bagian dari
Bagaimana
kesatuan Hukum Adat lainnya yang tidak
pewarisan menurut Hukum Adat pada
lepas satu dengan lainnnya dan secara
masyarakat Suku Sakai di Kecamatan
khusus mempunyai tata aturan tersendiri
Mandau, Kabupaten Bengkalis, Propinsi
dalam pelaksanaannya.
Riau?
Sistem
kekerabatan
maka
dapat
dirumuskan
pelaksanaan
sistem
masyarakat
Suku Sakai memperlihatkan gabungan
II. METODE PENELITIAN
antara sistem parental dan matrilineal. Di
Penelitian
yang
berjudul
“
samping itu peranan saudara laki-laki
Pelaksanaan Sistem Pewarisan Menurut
dari ibu sangat penting dalam masalah
Hukum Adat Pada Masyarakat Suku Sakai
perkawinan, warisan, dan hubungan
Di
tanggung jawab kesejahteraan hidup dan
Bengkalis, Propinsi Riau” ini merupakan
penghormatan (hampir sama dengan
penelitian yuridis empiris1, yaitu penelitian
hubungan
yang mengutamakan penelitian lapangan
antara
mamak-kemenakan
dalam kebudayaan Minangkabau)
Kecamatan
Mandau,
Kabupaten
untuk memperoleh data primer, dengan
Penulis dalam hal ini tertarik
mempelajari gejala-gejala yang ada dalam
melakukan penelitian karena terdapat
masyarakat
adanya keunikan di dalam pewarisan
kehidupan
yang
berkaitan
masyarakat
Suku
dengan Sakai,
1
Vredenbreght Jacob, 1985, Pengantar Metodologi Untuk Ilmu-Ilmu Empiris, PT. Gramedia, Jakarta. Hal. 1
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
15
Fatma Yulia
ISSN Nomor 2337-7261
khususnya dalam bidang pewarisan.Untuk
induktif,
menunjang dan melengkapi data yang
penelitian berdasarkan hal-hal yang
diperoleh dari penelitian lapangan ini, maka
sifatnya
dilakukan pula penelitian kepustakaan untuk
kesimpulan
memperoleh data sekunder.
(Sutrisno Hadi, 1987, hal. 36).
Data metode
primer
diperoleh
melalui
yang
bersifat
wawancara
terstruktur.
sedangkan
khusus
III. HASIL
komprehensif (mendalam) dan dibuat secara semi
yaitu menyimpulkan hasil
kemudian
ditarik
bersifat
umum
yang
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
untuk
Proses pewarisan
atau
jalannya
mengumpulkan data sekunder diperoleh
pewarisan adalah cara bagaimana pewaris
melalui
Dalam
berbuat untuk meneruskan harta kekayaan
sampel
yang akan ditinggalkan kepada para waris
alat
penelitian
studi
ini
dokumen.
pengambilan
responden dipilih menggunakan purposive
ketika pewaris
sampling, terdapat 30 responden dan 7 nara
bagaimana cara warisan itu diteruskan
sumber. Data yang diambil dari penelitian
penguasaan dan pemakaiannya atau cara
pustaka dan
bagaimana
lapangan dianalisis secara
itu
masih
hidup
melaksanakan
dan
pembagian
kualitatif dengan metode deskriptif.
warisan kepada para waris setelah pewaris
1. Deskriptif
wafat2
Metode analisis
data
menggambarkan
dengan cara
keadaan
Dalam Hukum Waris Adat termasuk
yang
Hukum Adat masyarakat Suku Sakai, harta
sebenarnya terjadi di lapangan.
Warisan dapat dibagikan pada saat pewaris
2. Kualitatif
masih hidup dan setelah meninggal dunia. Di
Metode analisis
data
dengan cara
bawah ini akan diuraikan proses pewarisan
mengelompokkan dan menseleksi data
saat
yang diperoleh dari penelitian menurut
meninggal dunia adalah sebagai berikut:
kualitas dan kebenarannya, kemudian
a. Pembagian warisan sebelum pewaris
dihubungkan dengan teori-teori yang
diperoleh
Jawaban
dan
sesudah
pewaris
meninggal dunia
diperoleh dari penelitian kepustakaan, sehingga
sebelum
Pembagian
atas
warisan
sebelum
pewaris meninggal dunia atau masih
permasalahan dalam penelitian ini.
hidup dalam adat Suku Sakai biasanya
Metode berpikir yang digunakan dalam
dilakukan apabila ada anak yang akan
menganalisis
melangsungkan perkawinan, pada saat
data
adalah
metode
2
Hadikusuma, Hilman, 2003, Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal. 95
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
16
Fatma Yulia
ISSN Nomor 2337-7261
anak-anak telah dewasa, orang tua
dengan menghadirkan para ahli waris,
(pewaris) sakit-sakitan, atau telah lanjut
kerabat terdekat dan juga menghadirkan
usia (uzur). Pembagian ini dilakukan
tetua adat. Kehadiran tetua adat (pak
dengan cara penerusan atau pengalihan
Noik)
dengan penunjukkan ataupun dengan
dihadirkan untuk diketahui bahwa telah
cara berwasiat.
terjadi penunjukkan pada saat pewaris
ini
tidak
mutlak
biasanya
Hal senada diungkapkan oleh
masih hidup untuk menjaga hal-hal yang
pak Syamsul (Responden), beliau adalah
akan timbul dikemudian hari. Hadirnya
seorang sekretaris desa di desa Kesumbo
perangkat adat merupakan alat bukti
Ampai. Hal tersebut diatas dilakukan
yang kuat tentang adanya pembagian
adalah
warisan pada saat pewaris masih hidup.
semata-mata
merupakan
keinginan para pewaris sendiri, karena ingin
memberikan
bekal
b. Pembagian Warisan Setelah Pewaris
terhadap
Meninggal Dunia
anaknya yang baru saja ingin membina
Menurut keterangan Informan
rumah tangga, agar hidup anaknya
yang
bahagia.
(Responden), beliau adalah salah satu
Dalam
adat
suku
bernama
kalifah
Abdullah
Sakai
anak dari batin pucuk, ada perbedaan
penunjukkan mengenai bagian masing-
dalam hal pembagian harta warisan dari
masing telah dilakukan sebelum pewaris
si mati yang berlaku pada zaman
meninggal.
sebelum
Berdasarkan
yang didapat dari
keterangan
responden yang
kemerdekaan
Republik
Indonesia dan yang berlaku sekarang,
bernama pak Mukhtar (Responden),
kalau
dimana beliau adalah salah seorang
kemerdekaan Republik Indonesia harta
pegawai kelurahan di Desa Pematang
warisan si meninggal yang merupakan
Pudu
satu
kepala keluarga diberikan seluruhnya
Sakai.
kepada kemenakannya. Harta warisan
Penunjukkan tersebut pernah dialami
yang mutlak seluruhnya harus diberikan
olehnya. Semua anggota keluarga yang
kepada
ada dikumpulkan, lalu kedua orang tua
dinamakan “pusako” (harta pusaka)
beliau (pewaris) memberikan masing-
yang terdiri atas senjata, perhiasan, dan
masing sebidang tanah dengan batas-
peralatan berharga lainnya. Ini mungkin
batas yang telah ditentukan oleh orang
merupakan
adaptasi
tua
diberlakukannya
pembagian
dan
masyarakat
merupakan adat
(pewaris).
penerusan membuka
ini
salah
Suku
Penunjukkan dilakukan
semacam
rapat
atau
dalam
zaman
kemenakan
si
sebelum
meninggal
dari warisan
dengan
menurut garis laki-laki oleh Orang
keluarga
Sakai, yang pada dasarnya menganut Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
17
Fatma Yulia
ISSN Nomor 2337-7261
prinsip pembagian warisan Harta Pusaka
responden masyarakat Suku Sakai Di
secara matrilineal; dimana hubungan
Kecamatan
mamak-kemenakan yang pada dasarnya
Bengkalis pewarisannya telah bergeser
adalah prinsip hubungan matrilineal
dari Hukum Waris Adat Minang kabau
melalui
menuju Hukum Waris Islam. Dalam hal
garis ibu
menjadi prinsip
ini
laki-laki. Pada zaman sekarang bila yang
pencaharian pewaris saja, sedangkan
meninggal
keluarga
harta asal tetap kembali ke asal dan
(suami) maka separuh warisan dari si
pewarisannya menggunakan pewarisan
meninggal diberikan kepada kemenakan
Adat Minangkabau.
kepala
untuk
Kabupaten
hubungan langsung laki-laki dengan
adalah
khusus
Mandau,
pewarisan
harta
laki-laki anak dari saudara kandung
Hal-hal yang berkaitan dengan pewarisan
perempuan,
didalam masyarakat suku sakai Riau :
diberikan
dan
separuhnya
kepada
lagi
anak-anak
1. Pewaris
kandungnya. Warisan yang terutama
Pewaris
adalah
seorang
harus dibagi dua tersebut dinamakan
peninggal warisan yang pada waktu
“pusako”. Hal yang sama juga berlaku
meninggal dunia meninggalkan warisan
bagi “pusako” yang dimiliki istri yang
atau harta kekayaan. Hasil penelitian
meninggal. Di samping itu, hak atas padi
menunjukkan bahwa seluruh responden
ladang yang sedang dikerjakan dan ubi
100%
menggalo di kebun adalah hak anak-
bahwa baik ayah maupun ibu adalah
anak kandung dan istri3.
pewaris bagi keturunannya (anak-anak).
(30
responden)
berpendapat
Berdasarkan hasil penelitian 70
Para responden berpendapat bahwa
% (21 responden) mengatakan bahwa
sudah selayaknya hasil jerih payahnya
pewarisan
dinikmati oleh keturunannya, dalam arti
baru
terbuka
dengan
meninggalnya si pewaris. Adapun harta
dapat diwariskan kepada anak-anak.
yang diwariskan hanya terbatas pada
Pendapat tersebut sesuai dengan
harta pencaharian pewaris yang akan
hukum waris yang dianut oleh pewaris,
diwaris oleh ahli waris, sedangkan harta
yaitu 80% (24 responden) menggunakan
asal
dan
sistem Hukum Waris Islam dalam
pewarisannya menggunakan pewarisan
pembagian harta pencaharian pewaris,
adat Minangkabau. Dengan demikian hal
sedangkan 20% (6 responden) lainnya
ini
menyesuaikan diri dengan Hukum Waris
tetap
kembali
menunjukkan
ke
bahwa
asal
sebagian
3
Suparlan, Parsudi, 1995, Orang Sakai di Riau Masyarakat Terasing Dalam Masyarakat Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Hal. 192-193
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
18
Fatma Yulia
ISSN Nomor 2337-7261
Adat yang menganut sistem bilateral,
Adat yang diberikan hak secara langsung
seperti Hukum Waris Adat Jawa.
untuk memperoleh hak pemilikan dari
Sistem pewarisan dalam hal ini
harta waris pewaris. Pada asasnya yang
hanya khusus untuk harta pencaharian
dapat menjadi ahli waris adalah mereka
pewaris saja, sedangkan 100% (30
yang
responden) mengatakan mengenai harta
dengan
asal
mempunyai
hubungan
pewaris.
Dalam
darah
pewarisan
mereka
menggunakan
Hukum
Hukum Adat menganut adanya sistem
Adat
Minangkabau
karena
pewarisan keutamaan, pengertiannya
bagaimanapun harta asal kembali ke
yaitu sejauh ahli waris keutamaan masih
asal.
ada saat pewaris meninggal, maka ahli
Waris
2. Ahli Waris
waris lainnya tertutup sebagai ahli waris
Syarat
untuk
beralihnya
/ tidak berhak mewaris.
pewarisan menurut Hukum Adat ada 2 (dua)
yaitu
hubungan
Sistem kewarisan dalam garis
hubungan
besar terbagi dalam 3 (tiga) sistem, yaitu
darah.Menurut wawancara dengan salah
sistem kolektif, mayorat, dan individual.
seorang pemuka adat Suku Sakai dari
Di antara ketiga sistem itu pada
Desa petani yang bernama pak Musa
kenyataannya
ada
bahwa
campuran4.
Sistem
perkawinan
dan
(hasil
adanya
3. Sistem Pewarisan
adanya
wawancara
dengan
Narasumber):
yang
bersifat pewarisan
Masyarakat Adat Suku Sakai adalah
“ahli waris adalah orang-orang
merupakan perpaduan antara sistem
tertentu yang ditetapkan oleh adat yaitu
pewarisan kolektif-individual, hal ini
sekalian anak dan keturunannya dalam
dapat terlihat dengan bentuk sistem
garis lurus ke bawah”
kekerabatan/kekeluargaan
Definisi di atas menjelaskan
memperlihatkan
bahwa anak merupakan golongan paling
gabungan
yang antara
matrilineal dan parental.
utama untuk mewaris dan menghalangi
Hal
tersebut
dilatarbelakangi
golongan pihak lain untuk memperoleh
oleh kecenderungan masyarakat adat
harta warisan dari pewaris. Hal tersebut
yang kuat dipengaruhi Hukum Islam.
disepakati oleh Asben (Responden).
Faktor lainnya yang menyebabkan perlu
Jadi pengertian ahli waris yaitu
dilaksanakan
pihak-pihak yang berdasarkan Hukum
pembagian
secara
individual adalah dikarenakan tidak ada
4
Wiranata, I Gede A.B, 2005, Hukum Adat Indonesia (Perkembangan dari Masa ke Masa), PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal. 262
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
19
Fatma Yulia
lagi
ISSN Nomor 2337-7261
yang
berhasrat
memimpin
b. Mengenai harta bawaan masing-
penguasaan atau pemilikan harta warisan
masing, suami isteri mempunyai hak
secara bersama, disebabkan para waris
sepenuhnya
tidak terikat lagi pada satu rumah kerabat
perbuatan hukum harta bendanya.
untuk
melakukan
(rumah gadang) atau rumah orang tua
Berdasarkan isi-isi pasal tersebut
dan lapangan kehidupan masing-masing
dapatlah disimpulkan bahwa ketentuan-
anggota waris telah tersebar tempat
ketentuan yang termuat di dalamnya
kediamannya.
sesuai dengan ketentuan-ketentuan di
4. Harta Warisan
dalam Hukum Adat. Masyarakat Suku
Harta warisan adalah semua
Sakai mengenal pembagian harta yang
harta yang ditinggalkan oleh pewaris
dimilikinya yaitu Harta Pusaka Tinggi,
baik yang telah diwariskan semasa
Harta
hidupnya maupun harta yang masih ada
pencaharian. Menurut keterangan yang
pada
didapat dari Sutan Betuah yang bernama
waktu
meninggalnya
pewaris.Undang-Undang
Nomor
1
pak
Pusaka
Noik
Rendah,
dan
(Narasumber),
Harta
beliau
Tahun 1974 membedakan antara harta
mengatakan Untuk Harta Pusako Tinggi
bersama dengan harta bawaan hal ini
penguasaannya dikuasai oleh kepala
diatur di dalam pasal 35 UU Nomor 1
Suku, harta tersebut berbentuk hutan dan
Tahun 1974 yang berbunyi:
keris. Sedangkan bagian untuk harta
a. Harta benda yang diperoleh selama
pusaka rendah dan harta pencaharian
perkawinan menjadi harta bersama.
nantinya
b. Harta bawaan dari masing-masing
akan
dibagikan
kepada
kemenakan dan anak kandung dari orang
suami dan isteri dan harta yang
tuanya masing-masing.
diperoleh masing-masing sebagai
5. Hak Bagian Masing-masing Ahli Waris
hadiah atau warisan adalah dibawah
Berdasarkan
hasil
penelitian
masing-masing sepanjang para pihak
yang diperoleh dari wawancara dengan
tidak menentukan lain.
Nara Sumber dan responden dapatlah
Kekuasaan
tehadap
harta
dinyatakan kesimpulan bahwa urutan
bersama dan harta bawaan diatur di
yang berhak mendapat warisan pada
dalam pasal 36 UU Nomor 1 Tahun 1974
Masyarakat Suku Sakai adalah:
yang berbunyi:
a. Anak Kandung
a. Mengenai harta bersama, suami atau isteri
dapat
bertindak
Anak
atas
sah
sebagaimana
dimaksud pada pengertian tersebut
persetujuan kedua belah pihak
dalam hukum adat yaitu anak-anak yang dilahirkan sebagai akibat atau Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
20
Fatma Yulia
ISSN Nomor 2337-7261
dilahirkan di dalam perkawinan sah.
mendapat bagian warisan dalam
Hak bagian anak kandung apabila
jumlah yang sama dengan niali harga
pewaris
yang sama atau menurut banyaknya
meninggal adalah kepala
keluarga (suami) maka separuh
bagian yang sudah tertentu”
warisan dari si meninggal diberikan
Berdasarkan
kepada
anak-anak
kandungnya.
tersebut
atas
bahwa
dapat
Warisan yang terutama harus dibagi
dikatakan untuk ahli waris yang
dua tersebut dinamakan “pusako”.
berstatus anak kandung dengan
Hal yang sama juga berlaku bagi
sendirinya akan menjadi ahli waris
“pusako” yang dimiliki istri yang
yang diutamakan dari ahli waris
meninggal.
lainnya
Adapun
(harta
yang
nantinya
akan
pencahariaan) yakni hak atas padi
menguasai/meneruskan
ladang yang sedang dikerjakan dan
peninggalan orang tua kandung
ubi menggalo di kebun adalah hak
mereka. Hal ini karena didasarkan
anak-anak kandung dan istri5.
pada adanya prinsip hubungan darah.
Selain diberikan
pernyataan
sumber
(responden
harta
yang
Anak kandunglah yang tentunya
pak
mempunyai hubungan darah yang
Beberapa
paling terdekat dengan orang tua
oleh
Musa(Narasumber),
dan
nara
kandungnya.
sumber) mengatakan bahwa dalam
b. Janda / Duda
Hukum Adat Suku Sakai pada
Apabila
yang
meninggal
dasarnya tidak ada perbedaan antara
adalah suami dan yang ditinggalkan
ahli waris laki-laki atau perempuan
adalah janda beserta anak-anaknya,
yaitu kedudukannya sama. Menurut
suasana
Hilman Hadikusuma6 “Hukum adat
tidak banyak berubah. Harta warisan
tidak mengenal cara pembagian
yang
dengan
dipergunakan oleh keluarga tersebut
tetpi
5
di
keterangan
perhitungan selalu
matematika,
didasarkan
atas
kekeluargaan
ditinggalkan
umumnya
akan
melalui janda yang ditinggalkan
pertimbangan wujud benda dan
untuk
kebutuhan waris bersangkutan. Jadi
mereka. Ketentuan adat untuk hak
walaupun
Adat
janda yang ditinggalkan yaitu ½ dari
mengenal asas kesamaan hak tidak
harta bersama (harta pencaharian)
berarti bahwa setiap ahli waris akan
dan tetap memperoleh / menguasai
Hukum
Waris
6
Suparlan, Parsudi, 1995, Opcit
meneruskan
penghidupan
Hadikusuma, Hilman, 2003,Opcit, Hal. 105
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
21
Fatma Yulia
harta
ISSN Nomor 2337-7261
bawaannya
dibawanya
kedalam
yang
dari harta pencahariannya saja. Hal
perkawinan.
senada diungkapkan oleh pak Aden
Harta bersama dan harta bawaan
(Responden),
pewaris akan menjadi harta waris.
bahwa“ bagi si suami yang ditinggal
Hal
ini
sejalan
keputusan
landraad
tanggal
oktober
9
dengan
mati
bangkinang 1935
oleh
mendapatkan
yang
suami
beliau
mengatakan
isterinya
tidak
apa-apa,bahkan
tersebut
yang
si
memiliki
dikuatkan Raad van justitie padang
inisiatif untuk ke luar dari rumah,
tanggal 23 April 1936 (T.146-247)
seluruh harta yang tersisa di serahkan
dikatakan bahwa menurut ketentuan
kepada anak-anak mereka, yang di
adat di Minangkabau maka harta
perlukan adalah bekal awal untuk
yang diperoleh semasa perkawinan
menyambung
disebut harta pasuarangan (harta
tersebut bisa diambil dari harta
pencaharian) dan si isteri berhak atas
pencaharian
sebagian dari harta pencaharian itu
bersama) karena pada prinsipnya
dengan ketentuan bahwa pembagian
laki-laki mampu untuk mencari
hanya
nafkah yang berlebih.
dapat
dilakukan
bila
hidupnya.
suami
isteri
Harta
(harta
perkawinan diakhiri pada pembagian
Ditinjau dari uraian tersebut
mana suami isteri masing-masing
di atas. Maka sudah selayaknya
memperoleh bagian yang sama dari
seorang janda mendapatkan bagian
harta itu setelah dibayar terlebih
dari harta warisan yang ditinggalkan
dahulu hutang bersama7.
pewaris. Hal ini didasarkan pada
Sorang duda tidak mewaris
status janda itu sendiri, dimana
dari isterinya yang wafat. Jika siduda
seorang wanita (istri) yang dianggap
tidak kawin lagi dengan saudara
sebagai kaum yang lemah jika
kandung isteri yang wafat, anak-anak
dibandingkan dengan kemampuan
dan harta warisan tinggal ditempat
seorang laki-laki (suami). Harta
isteri diurus oleh mamak kepala
tersebut dapat digunakan sebagai
waris dari keluarga isteri. Dan jika
penopang hidup buat seorang janda
siduda tidak mempunyai anak lalu
dan anak-anaknya kelak. Dan di
pergi
tempat
samping itu masih adanya kewajiban
kedudukan isterinya semula ia hanya
penuh seorang istri (janda) terhadap
meninggalkan
diperkenankan
7
sendiri
membawa
bagian
Hadikusuma, Hilam, 2003, Ibid, Hal. 87
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
22
Fatma Yulia
ISSN Nomor 2337-7261
anak-anak yang ditinggalkan sampai
menganut
kelak anak tersebut dewasa.
warisan harta secara matrilineal.
c. Ayah dan ibu
pembagian
e. Anak angkat
Pengertian ayah dan ibu yang
Anak angkat adalah anak
dimaksud disini, yaitu ayah ibu yang
yang
perkawinannya
sehingga
kandung dari pasangan suami istri.
melahirkan pewaris. Menurut adat
Anak angkat hanya berhak mewaris
Masyarakat Suku Sakai bahwa untuk
terhadap harta bersama orang tua
bagian harta waris, (hak) ayah dan
angkatnya. Anak angkat tidak berhak
ibu hanya bisa diperoleh apabila ahli
mewaris
waris
dapat
kecuali jika telah ditentukan oleh
dinyatakan sudah tidak ada, maka
pewaris sebelum ia wafat. Hal ini
kesempatan ayah dan ibu barulah
sejalan
muncul terhadap harta warisan yang
Mahkamah Agung tanggal 18 Maret
ditinggalkan
1959 No. 37 K/Sip/1959 yang
utama
sah
benar-benar
oleh
pewaris.
Terkecuali apabila pembagian harta
bukan
harta
merupakan
bawaan
dengan
anak
pewaris
keputusan
menyatakan bahwa:
warisan tersebut dilakukan menurut
“Menurut Hukum Adat yang
pembagian Hukum Islam, maka
berlaku di jawa tengah, anak angkat
untuk bagian ayah dan ibu terhadap
hanya diperkenankan mewarisi harta
harta warisan mewaris bersama
gono-gini dari orang tua angkatnya,
golongan utama yaitu anak dan istri.
jadi tidak terhadap barang pusaka
d. Saudara-saudara dalam keturunan
(barang asal) anak angkat tidak berhak mewarisinya”8.
saudara sedarah pewaris Menurut keterangan yang diperoleh
di
beberapa
daerah
sumber
menyatakan
bahwa
Namun
ada
sebagian
penelitian,
pendapat yang dikemukakan oleh
(responden)
Narasumber yakni ketua adat Bapak
untuk
harta
M. Yatim, yang menyatakan bahwa
ditinggalkan
oleh
anak angkat tidak berhak mewaris,
pewaris, separuhnya jatuh kepada
latar belakang dari sebab anak angkat
kemenakan laki-laki dari saudara
tersebut tidak berhak mewaris dari
kandung
orang
pusako
8
prinsip
yang
perempuan,
hal
ini
tua
angkatnya
karena
disebabkan karena sifat kekerabatan
dipengaruhi ajaran yang mereka anut
Masyarakat Adat Suku Sakai yang
selama ini (agama Islam). Menurut
Ibid, Hal. 81
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
23
Fatma Yulia
ISSN Nomor 2337-7261
hukum waris Islam anak angkat
harta warisan dari pewaris kepada ahli
bukan
warisnya dapat dibagi sebagai berikut:
waris
angkatnya.
dari
orang
Oleh
tua
dikarenakan
1. Harta asal pewaris yaitu Harta
hubungan antara anak angkat dengan
Pusaka Rendah diwarisi oleh anak
orang tua angkat itu bukan hubungan
kandung dan kemenakan-kemenakan
anak
pewaris (Harta Asal kembali ke
sulbi,
yaitu
bukan
anak
kandung yang berasal dari tulang
Asal)
punggung kamu (Q. IV, 236 dan 1).
menggunakan Hukum Waris Adat
Jadi
kemungkinan
anak
Sistem
Minangkabau
angkat mendapatkan bagian dari
pewarisannya
(sistem
pewarisan
kolektif).
orang tua angkatnya dapat dilakukan
2. Harta
pencaharian
atau
harta
dengan (hibah atau wasiat) biasanya
bersama pewaris diwarisi oleh janda
telah ditentukan bagiannya oleh
dan anak-anak pewaris, sedangkan
pewaris sebelum meninggal.
pewarisannya
sebagian
menggunakan Hukum Waris Adat Jawa dan Hukum Waris Islam
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan
(sistem pewarisan individual).
Berdasarkan baik
penelitian
hasil lapangan
Pembagian
penelitian,
dilatar belakangi oleh sifat kekeluargaan atau kekerabatan yang memperlihatkan
yang telah penulis uraikan pada bab-bab maka
berikut
gabungan/campuran antara matrilineal
disajikan
dan parental, dan di samping itu juga
kesimpulan yang merupakan jawaban
adanya kecenderungan Masyarakat Adat
terhadap permasalahan dalam penelitian
yang kuat dipengaruhi Hukum Islam
ini, yaitu:
4.2 Saran
Pelaksanaan Sistem Pewarisan
Dalam proses pewarisan sistem
menurut Hukum Adat yang dianut oleh
hukum apa saja dipilih pada dasarnya
Masyarakat Suku Sakai di Kecamatan Mandau,
Kabupaten
yang perlu dijaga adalah keharmonisan
Bengkalis,
keluarga
mengarah ke perpaduan antara sistem pewarisan individual.
yang
bersifat
Hasil
dilakukan
dengan sistem pewarisan tersebut di atas
maupun
penelitian kepustakaan, serta analisis
terdahulu,
yang
dan
kerabat
agar
tidak
menimbulkan konflik. Oleh karena itu
kolektif-
pilihan hukum dalam pewarisan baik
penelitian
Sistem Hukum Waris Adat, Hukum
menunjukkan bahwa Dalam pembagian
Waris
Islam,
dan
Hukum
Waris
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
24
Fatma Yulia
ISSN Nomor 2337-7261
KUHperdata adalah pilihan hukum bersama ahli waris.
DAFTAR PUSTAKA 1. Literatur Hadikusuma, Hilman, 2003, Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hadi, Sutrisno, 1987, Metodelogi Research, Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta. Suparlan, Parsudi, 1995, Orang Sakai di Riau Masyarakat Terasing Dalam Masyarakat Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Vredenbreght Jacob, 1985, Pengantar Metodologi Untuk Ilmu-Ilmu Empiris, PT. Gramedia, Jakarta Wiranata, I Gede A.B, 2005, Hukum Adat Indonesia (Perkembangan dari Masa ke Masa), PT Citra Aditya Bakti, Bandung. 2. Peraturan perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Yurisprudensi Mahkamah Agung Tentang Hak Waris Janda 3. Data Elektronik - Http//www.google.com - Http//www.riaupos.com
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 02. No. 01. Maret 2014
25