PERBANDINGAN KUALITAS HASIL SINKRONISASI ESTRUS MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN DENGAN PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR DAN INTRAVULVA PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH
ELVI DWI YUNITASARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Kualitas Hasil Sinkronisasi Estrus Menggunakan Prostaglandin dengan Penyuntikan Intramuskular dan Intravulva pada Kambing Peranakan Etawah adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2012 Elvi Dwi Yunitasari NIM B04080036
ABSTRAK ELVI DWI YUNITASARI. Perbandingan Kualitas Hasil Sinkronisasi Estrus Menggunakan Prostaglandin dengan Penyuntikan Intramuskular dan Intravulva pada Kambing Peranakan Etawah. Dibimbing oleh M. AGUS SETIADI. Penelitian tentang perbandingan kualitas hasil sinkronisasi estrus dilakukan pada 20 ekor kambing peranakan etawah betina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan respon estrus serta waktu timbulnya dan lamanya estrus antara dua metode penyuntikan yang berbeda. Hewan dibagi menjadi dua kelompok dan disinkronisasi dengan PGF2α dua kali penyuntikan dengan jarak 11 hari. Kelompok pertama dengan penyuntikan intravulva dan kelompok kedua penyuntikan intramuskular. Pengamatan estrus dilakukan lima hari setelah penyuntikan yang kedua dengan memasukkan pejantan pengusik. Pengamatan dilakukan setiap pukul 09.00-10.00; 12.00-13.00 dan 16.00-17.00. Hasil penelitian didapatkan kambing dengan penyuntikan intravulva memiliki respon estrus lebih tinggi dari pada metode penyuntikan intramuskular (50% dibandingkan 30%). Onset estrus lebih cepat pada metode penyuntikan intravulva dari pada penyuntikan intramuskular (42.91±25.27 jam dibandingkan 56.48±29.81 jam). Durasi estrus lebih lama pada metode penyuntikan intravulva dari pada penyuntikan intramuskular (55.33±28.47 jam dibandingkan 28.41±3.71 jam). Pada penelitian ini dapat disimpulkan kualitas estrus dengan metode penyuntikan intravulva lebih baik dari pada intramuskular. Kata kunci : intramuskular, intravulva, peranakan etawah, sinkronisasi estrus
ABSTRACT ELVI DWI YUNITASARI. The Comparation Quality of Estrous Synchronization by Prostaglandin with Intramuscular Injection and Intravulva Injection in Peranakan Etawah Goat. Supervised by M. AGUS SETIADI. Study of Comparation Quality of Estrous Syncronization was done on 20 female peranakan etawah goats. This study was conducted to find out comparation of respons estrous, onset of estrous, and duration of estrous after two different methods. Animals were divided into two groups namely 10 goats were synchronized using double dose injection of PGF2α with 11 days appart. The first group was injected by intravulva’s method and the second group by intramuscular’s method. The estrous characteristic were observed for 5 days after second injection by introduced male goat in to the female. The estrous observation was done for 3 times a day at 09.00-10.00; 12.00-13.00 and 16.00-17.00. Respon of estrous in the intravulva’s method group was higher than intramuscular’s method (50% vs. 30%). Onset of estrous in the intravulva’s method group was faster than intramuscular’s method (42.91±25.27 hours vs. 56.48±29.81 hours). Duration of estrous in the intravulva’s method group was longer than intramuscular’s method (55.33±28.47 hours vs. 28.41±3.71 hours). It can be
concluded that quality of estrous by intravulva’s method was better than intramuscular’s method. Keywords: estrous synchronization, intramuscular, intravulva, peranakan etawah goat
PERBANDINGAN KUALITAS HASIL SINKRONISASI ESTRUS MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN DENGAN PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR DAN INTRAVULVA PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH
ELVI DWI YUNITASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi : Perbandingan Kualitas Hasil Sinkronisasi Estrus Menggunakan Prostaglandin dengan Penyuntikan Intramuskular dan Intravulva pada Kambing Peranakan Etawah Nama : Elvi Dwi Yunitasari NIM : B04080036
Disetujui oleh
Prof Dr drh Mohamad Agus Setiadi Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
drh Agus Setiyono, MS, Ph. D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala. yang telah memberikan kemampuan kepada Penulis untuk merampungkan penelitian yang berjudul “Perbandingan Kualitas Hasil Sinkronisasi Estrus Menggunakan Prostaglandin dengan Penyuntikan Intramuskular dan Intravulva pada Kambing Peranakan Etawah” sehingga bisa selesai tepat pada waktunya. Penelitian ini berlangsung selama 17 hari yaitu tanggal 27 Juli 2011 sampai tanggal 12 Agustus 2011 di Kawasan Pengembangan Pertanian Terpadu di Hambalang Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof Dr drh M. Agus Setiadi selaku Pembimbing, atas bimbingan dan arahan yang diberikan dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada drh Edo dan drh Angga selaku dokter hewan beserta pekerja di Kawasan Pengembangan Pertanian Terpadu di Hambalang Bogor. Ucapan terima kasih diberikan juga kepada Kadek Dwi Setiawan sebagai teman sepenelitian dan keluarga besar FKH IPB angkatan 45. Selain itu, tidak lupa kepada ayah dan ibu tercinta, kakak Sigit Panji Eko Wibowo dan seluruh pihak yang membantu dalam penelitian ini Adit, Farida, Ella, keluarga besar Wisma Jelita yang senantiasa memberikan motivasi dan doa. Penulis berharap semoga penelitian ini bisa bermanfaat, baik bagi Penulis pribadi maupun Pembaca.
Bogor, Desember 2012 Elvi Dwi Yunitasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Profil Kambing Peranakan Etawah
2
Siklus Estrus pada Kambing Peranakan Etawah
3
Sinkronisasi estrus
4
Hormon Prostaglandin
6
METODE
7
Tempat dan Waktu
7
Alat dan Bahan
7
Hewan Coba
8
Metode Percobaan
8
Pemilihan Resipien
8
Perlakuan Hormonal
8
Penentuan Status Estrus dan Parameter Pengukuran
9
Prosedur Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN
9 14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR TABEL 1 Respon estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva 2 Respon estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan Intramuskular 3 Onset estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva 4 Onset estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan Intramuskular 5 Durasi estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva 6 Durasi estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan Intramuskular 7 Karakteristik estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva dan intramuskular
10 10 11 11 13 13 14
DAFTAR GAMBAR 1 Kambing peranakan etawah jantan 2 Kambing peranakan etawah betina 3 Perubahan relatif pada tingkatan sirkulasi hormon dan perubahan ovarium selama siklus estrus 4 Perubahan respon hormon pada endometrium selama siklus estrus 5 Struktur kimia dari PGF2α 6 Vaskularisasi utero-ovarian pada kambing dan rute perjalanan PGF2α 7 Metode penyuntikan intravulva dan intramuskular 8 Teknik penyuntian PGF2α
2 3 3 4 6 7 8 9
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini peternakan kambing perah merupakan komoditas baru di Indonesia yang memiliki prospek pengembangan yang baik dan telah banyak diminati oleh masyarakat karena dinilai banyak memiliki keuntungan. Pemeliharaan ternak kambing perah merupakan salah satu alternatif upaya diversifikasi ternak perah selain sapi (Budiarsana dan Sutama 2001a). Kambing perah yang banyak dikembangkan di Indonesia salah satunya adalah kambing peranakan etawah (PE) (Aziz 2011) yang merupakan kambing lokal tipe dwiguna (penghasil daging dan susu) (Budiarsana dan Sutama 2001b). Populasi kambing mengalami pertumbuhan pada sepuluh tahun terakhir dan awal abad 21 di beberapa negara (Fonseca et al. 2005) namun di Indonesia masih terdapat kendala yang dihadapi dalam peningkatan populasi pada peternakan kambing PE yaitu rendahnya hasil perkawinan. Hal ini disebabkan oleh kesalahan deteksi estrus terutama dalam menentukan waktu estrus yang tepat. Kambing PE memiliki tanda-tanda berahi yang kurang jelas dibandingkan ternak lain (Budiarsana dan Sutama 2001b), oleh karenanya diperlukan upaya untuk memperjelas tanda-tanda estrus misalnya dengan teknik sinkronisasi estrus. Sinkronisasi estrus merupakan upaya untuk menyerentakkan estrus pada hewan betina dengan memanipulasi hormon reproduksinya agar hewan mengalami estrus secara bersamaan pada hari yang relatif sama sekitar 2-3 hari (Yudhie 2009). Teknologi sinkronisasi dapat digunakan untuk manipulasi estrus dan ovulasi sehingga memiliki ketepatan waktu dalam melakukan inseminasi yang dapat menambah keuntungan dalam produksi ternak secara masal (Blitek et al. 2010). Sinkronisasi estrus dapat diaplikasikan menggunakan berbagai hormon. Perlakuan hormonal merupakan kunci dalam memanipulasi proses reproduksi diantaranya timbulnya waktu estrus dan ovulasi (Blitek et al. 2010). Salah satu hormon yang umum digunakan adalah PGF2α yang memiliki target sasaran corpus luteum (CL) yang berada pada ovarium (Shangha et al. 2002). Mekanisme kerja PGF2α memiliki sifat yang unik yaitu melalui sistem counter current yaitu melalui mekanisme perembesan perembesan dari vena ke arteri (Peters et al. 1980., diacu dalam Hafez dan Hafez 2000) tanpa melalui sistem sirkulasi darah sistemik, sehingga aplikasi hormon PGF2α secara lokal akan memiliki reaksi yang berbeda. Oleh karenanya penelitian ini dilakukan untuk melihat respon dan kualitas estrus terbaik antara penyuntikan intramuskular dan intravulva.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian sinkronisasi estrus pada kambing peranakan etawah adalah : 1. Mengetahui respon estrus antara penyuntikan hormon PGF2α secara intramuskular dan intravulva
2
2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan akan mempermudah dalam menentukan waktu yang tepat untuk melakukan perkawinan pada ternak.
TINJAUAN PUSTAKA Profil Kambing Peranakan Etawah Kambing peranakan etawah (PE) merupakan hasil persilangan kambing etawah yang berasal dari Jamnapari India dengan kambing lokal jawarandu atau kambing kacang. Kambing PE ini dikembangbiakkan di daerah perbukitan Menoreh sebelah barat Yogyakarta dan di Kaligesing, Purworejo. Kambing PE memiliki berbagai keunggulan diantaranya penghasil susu, daging, pupuk dan kulit. Menurut Aziz (2011) pada masa laktasi kambing PE mampu menghasilkan 0.8–2.5 liter/hari Sedangkan menurut Budiarsana dan Sutama (2001a)1.5-3.5 liter/hari. Bobot badan kambing PE jantan dewasa antara 65–90 kg dan yang betina antara 45–70 kg. Ciri khas kambing PE adalah postur tubuh tinggi, untuk ternak jantan dewasa tinggi gumba atau pundak 90–110 cm (Gambar 1) dan betina 70–90 cm (Gambar 2). Kaki panjang dan bagian paha ditumbuhi rambut panjang, bagian atas hidung tampak cembung, telinga panjang (25-40 cm) terkulai ke bawah, serta warna rambut umumnya putih dengan belang hitam atau coklat tetapi ada juga yang polos putih, hitam atau coklat (Anonim 2011).
Gambar 1 Kambing peranakan etawah jantan
3
Gambar 2 Kambing peranakan etawah betina Siklus Estrus pada Kambing Peranakan Etawah Pada kambing PE, pubertas yang ditandai dengan estrus pertama terjadi pada umur 6-12 bulan dan dikawinkan setelah umur 1 tahun mengingat organ reproduksi belum sempurna. Pada masa estrus, disertai juga ovulasi (Mulyono 2005). Lindsay et al. (1982) berpendapat bahwa ovulasi merupakan suatu proses keluarnya sel telur dari ovarium akibat rupturnya folikel yang matang. Lamanya estrus atau durasi estrus hanya terjadi beberapa saat, yaitu sewaktu hormon estrogen pada puncaknya (24-48 jam). Siklus estrus merupakan terjadinya estrus ke estrus berikutnya (Mulyono 2005). Menurut Hafez dan Hafez (2000) panjangnya satu siklus estrus berbeda pada setiap spesies. Pada sapi, babi dan kambing memerlukan waktu 20 sampai 21 hari. Menurut Mulyono (2005) kambing memiliki jumlah ovum 2-3 buah per siklus. Perubahan sirkulasi hormon dan ovarium selama siklus estrus dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3
Perubahan relatif pada tingkatan sirkulasi hormon dan perubahan ovarium selama siklus estrus (Hafez dan Hafez 2000)
Menurut Hafez dan Hafez (2000), estrus dikarakterisasi oleh tingginya kadar estrogen yang bersirkulasi. Endometrium mengalami kenaikan ekspresi dari estrogen receptor (ER) dan progesterone receptor (PR). Folikel yang telah mengalami ovulasi akan berubah menjadi corpus hemoragikum (CH) dan secara perlahan berubah menjadi CL yang merupakan sebuah kelenjar endokrin
4
sementara yang dibentuk dari dinding folikel de Graff setelah mengeluarkan ovum, melalui berbagai mekanisme kompleks yang meliputi morfologi dan perubahan biokimia (Sangha et al. 2002). Siklus estrus secara umum dibagi menjadi 4 fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Berdasarkan perubahan-perubahan dalam ovarium, siklus estrus dapat dibedakan menjadi 2 fase yaitu fase folikel meliputi proestrus dan estrus, serta fase luteal meliputi metestrus dan diestrus (Mulyono 2005).
Gambar 4 Perubahan respon hormon pada endometrium selama siklus estrus (Hafez dan Hafez 2000) Gambar 4 menunjukkan respon hormon pada endometrium selama siklus estrus. Jumlah reseptor estrogen dan reseptor progesteron di endometrium tinggi antara estrus hingga hari ke 12 selama siklus. Progesteron mempengaruhi endometrium uterus mengeluarkan PGF2α dalam jumlah yang sangat sedikit dan ternyata lebih intensif untuk stimulasi estrogen atau oksitosin yang disebut dengan progesterone block. Pada hari ke 14, jumlah paparan progesteron mengalami penurunan terhadap reseptor progesteron sehingga terjadi kenaikan ekspresi dari reseptor estrogen dan disebut estrogen dominance. Hal ini menyebabkan sintesis reseptor oksitosin meningkat di endometrium, sehingga endometrium menjadi sensitif terhadap oksitosin. Stimulasi oksitosin dimediasi terus oleh kenaikan reseptor oksitosin di endometrium. Reseptor oksitosin berperan merubah asam arachidonic menjadi prostaglandin dan menghasilkan pengeluaran dan luteolisis PGF2α secara berkala (Hafez dan Hafez 2000). Kambing betina mengalami berahi dapat dilihat dari beberapa tanda diantaranya vulva mengalami oedema, kemerahan, dan sering mengeluarkan lendir, tingkah laku libido meningkat, selau gelisah, mengembek (ribut) terus; nafsu makan turun; ekor selalu digerak-gerakkan serta diam saat dinaiki oleh pejantan. Pergerakan ekor pada betina adalah suatu tanda yang pasti dari timbulnya berahi (Tomaszewska et al. 1991). Sinkronisasi Estrus Sinkronisasi estrus merupakan upaya untuk menyerentakkan estrus pada hewan betina dengan memanipulasi hormon reproduksinya agar hewan mengalami estrus secara bersamaan pada hari yang relatif sama sekitar 2-3 hari. Manfaat lain dari sinkronisasi estrus, peternak dapat mengatur pola produksi hewan dengan mengatur perkawinan, penyapihan, serta penjualan ternak sesuai dengan berat dan umur yang dikehendaki. Selain itu sinkronisasi estrus digunakan
5
untuk mengatasi permasalahan aplikasi inseminasi buatan menuju ke optimalisasi hasil konsepsinya (Yudhie 2009). Prinsip sinkronisasi estrus adalah dengan memperpanjang atau memperpendek daya hidup CL (Hafez dan Hafez 2000). Menurut Drion et al. (2001), pada kambing dan domba, induksi estrus atau sinkronisasi dan super ovulasi paling umum menggunakan gonadotropin.Yudhie (2009) berpendapat bahwa siklus estrus dapat diperpanjang dengan pemberian progesteron. Menurut Booth dan McDonald (1982) progesteron dihasilkan dari sel luteal dari CL. Meskipun demikian, progesteron dapat juga diisolasi dari kelenjar adrenal dan plasenta dibeberapa hewan. Selain itu progesteron atau progestagen (fluorogestone acetate, medroxy progesterone acetate atau norgestomet) bekerja dengan memperpanjang daya hidup dari CL (Drion et al. 2001). Progesteron berfungsi untuk menjaga kebuntingan. Mekanisme aksi dari progesteron berada di uterus yang menyebabkan myometrium menjadi tenang dan menyebabkan kelenjar endometrium mensekresikan uterine milk (Booth dan McDonald 1982). Mekanisme kerja progesteron dalam sinkronisasi estrus adalah dosis besar progesteron yang diberikan dapat menghambat pengeluaran GnRH dan gonadotropin pada kelenjar pituitary (Booth dan McDonald 1982). Pencegahan pelepasan hormon gonadotropin (LH dan FSH) dapat mencegah timbulnya estrus, sehingga apabila implant progesteron dicabut akan menyebabkan hormon gonadotropin diproduksi dalam jumlah banyak yang dapat menstimulasi mitosis dari sel granulosa dan pembentukan cairan folikuler dalam proses folikulogenesis. Folikel-folikel yang matang akan mengeluarkan estrogen (Hafez dan Hafez 2000). Kenaikan konsentrasi estrogen menyebabkan hewan menunjukkan tingkah laku estrus (Zanetti et al. 2010) yang disertai ovulasi 48-72 jam berikutnya (Hafez dan Hafez 2000). Progesteron dapat diaplikasikan melalui rute injeksi, oral, dan implant dengan syarat hewan tidak dalam keadaan ovulasi maupun estrus (Lindsay et al., 1982). Romano (2004) berpendapat bahwa pada kambing, fluorogestone acetate (FGA) dan medroxyprogesterone acetate (MAP) yang diaplikasikan implant intravaginal lebih efektif digunakan untuk sinkronisasi estrus. Progesteron lainnya yang dapat digunakan untuk sinkronisasi estrus adalah controlled internal drug release (CIDR), CIDR-B dan CIDR-G. Metode lain yang digunakan adalah mempercepat siklus estrus dengan memperpendek daya hidup CL, salah satunya dengan pemberian prostaglandin yang bekerja saat hewan dalam fase luteal (Martemucci dan D’Alessandro 2011). Jenis prostaglandin yang digunakan untuk melisiskan CL adalah PGF2α. Prostaglandin yang diberikan akan segera melisiskan CL dan diharapkan dalam waktu 2-3 hari CL akan lisis dengan sempurna dan estrus akan terjadi (Yudhie 2009). Pendapat lain mengatakan bahwa estrus akan terjadi secara serentak dalam waktu 2-4 hari setelah pemberian PGF2α (Booth dan McDonald 1982). Pada metode penyuntikan dapat dilakukan dengan sekali suntik maupun dua kali suntik (double injection) dengan interval waktu 11-12 hari (Yudhie 2009). PGF2α yang diinjeksikan saat sinkronisasi akan berinteraksi dari sel ke sel kemudian masuk ke pembuluh darah dan mengikuti aliran darah hingga sampai pada pembuluh darah uteroovarian. PGF2α menyebabkan luteolisis melalui konstriksi pembuluh darah uteroovarian sehingga darah yang dialirkan jumlahnya sedikit, sebagai akibatnya terjadi iskemia dan starvasi (Booth dan McDonald,
6
1982). Starvasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan asupan energi dan unsur-unsurnutrisi essensial yang diperlukan sel sehinggamengakibatkan terjadinya perubahan perubahan proses metabolisme unsur-unsur utama di dalam sel (Syahputra 2003). Iskemia dan starvasi di sel luteal menyebabkan terjadinya regresi CL dan hewan akan menunjukkan gejala estrus (Booth dan McDonald 1982).
Hormon Prostaglandin Menurut Hafez dan Hafez (2000) prostaglandin pertama kali diisolasi dari cairan kelenjar aksesoris alat kelamin, dinamakan prostaglandin karena awalnya dikumpulkan dari kelenjar prostat.Seluruh prostaglandin dibentuk dari 20 karbon yang terdiri dari asam lemak tak jenuh dengan sebuah cincin siklopentana. Asam arakhidonat yang merupakan asam lemak essensial adalah prekursor prostaglandin yang erat hubungannya dengan sistem reproduksi yang terdiri dari PGF2α dan prostaglandin E2(PE2). Menurut Booth dan McDonald (1982), nama PGF dikarenakan zat tersebut terdiri dari fosfat dan nama PGE karena terdiri dari eter. Pada PGF terdapat kelompok hidroksil pada posisi C9, sedangkan pada PGE terdapat keton pada posisi C9. PGF2α terdapat ikatan rangkap dua. Prostaglandin jenis ini merupakan hormon penting pada sistem reproduksi hewan. Sruktur PGF2α dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Struktur kimia dari PGF2α (Hafez dan Hafez 2000) Sebagian besar prostaglandin bekerja lokal dan berinteraksi dari sel ke sel. Tidak seperti hormon yang lainnya, prostaglandin tidak terlokalisasi pada jaringan khusus. Prostaglandin dialirkan melalui darah menuju target di organ reproduksi. (Hafez dan Hafez 2000). Perbedaan mekanisme kerja antara PGF2α dan PGE2. PGF2α bersifat luteolitik dan PGE2 bersifat luteoprotektif namun keduanya sama-sama dihasilkan di endometrium (Blitek et al. 2010). Menurut Hafez dan Hafez (2000) PGF2α berperan dalam rupturnya CL dan PGE2 berperan dalam pembentukan kembali CL, terutama dalam pembentukan CL. Mekanisme aksi PGF2α dalam melisiskan CL dapat dilihat pada Gambar 6
7
Gambar 6 Vaskularisasi utero-ovarian pada kambing dan rute perjalanan PGF2α (Peters et al. 1980., diacu dalam Hafez dan Hafez 2000) Dalam siklus reproduksi normal, CL dapat mempengaruhi uterus untuk menghasilkan zat luteolitik yang dapat melisiskan CL kembali. Zat luteolitik yang dihasilkan oleh endometrium dari uterus ini adalah PGF2α yang masuk ke dalam vena uterina menuju ke ovarium. PGF2α ditemukan dalam darah vena uterina dalam konsentrasi tinggi pada hari ke-15 dari siklus berahi (Hardjopranjoto 1995). PGF2α menyebabkan luteolisis melalui konstriksi pembuluh darah uteroovarian sehingga darah yang dialirkan jumlahnya sedikit akibatnya terjadi iskhemia dan starvasi di sel luteal. Pendapat lain mengatakan bahwa kemungkinan aktivitas PGF2α bertentangan langsung dengan sintesis progesteron (Booth dan McDonald 1982).
METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 27 Juli 2011 sampai tanggal 12 Agustus 2011. Tempat penelitian adalah Kawasan Pengembangan Pertanian Terpadu di Hambalang Bogor.
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah apron, tisu, kapas dan syringe. Bahan-bahan yang dipakai untuk penelitian ini adalah preparat hormon prostaglandin dengan merek Noroprost® dan alkohol.
8
Hewan Coba Hewan coba yang digunakan adalah 20 ekor kambing PE betina dan 1 ekor kambing jantan yang memiliki kondisi yang baik serta berumur minimal satu tahun yang ditandai dengan tanggalnya gigi seri satu (dewasa kelamin).
Metode Penelitian Pemilihan Resipien Pemilihan resipien dilakukan dengan pemeriksaan USG pada beberapa kambing betina. Hewan yang tidak bunting dipilih sebagai resipien.
Perlakuan Hormonal Sinkronisasi Kambing dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 10 ekor kambing betina yang mendapat perlakuan injeksi secara intravulva dan kelompok kedua terdiri dari 10 ekor diinjeksi secara intramuskular (IM). Metode penyuntikan intravulva dilakukan dengan injeksi hormon pada vulva hewan. Metode penyuntikkan intramuskular dilakukan dengan injeksi hormon pada celah yang dibentuk antara musculus semimembranosus dan musculus semitendinosus. Kedua otot tersebut berada di regio caudal femur (Nurhidayat et al. 2010). Posisi penyuntikan dapat dilihat pada Gambar 7.
(a) (b) Gambar 7 Tempat penyuntikan (a) Metode Intravulva, (b) Intramuskular Sinkronisasi estrus dilakukan dengan menggunakan hormon PGF2α sebanyak 1 ml per ekor dengan kandungan zat aktif dinoprost 5 mg (0.5% w/v). Metode injeksi yang digunakan merupakan metode double injection dengan selang waktu 11 hari seperti yang terlihat pada gambar 8.
9
A
B
Hari ke- 1 – 2 – 3 – 4 – 5 – 6 – 7 – 8 – 9 – 10 – 11 – 12 – 13 – 14 – 15 – 16 - 17 C Gambar 8 Teknik penyuntian PGF2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 09.00-10.00, 12.00-13.00, dan 16.00-17.00 Penentuan Status Estrus dan Parameter Pengukuran Status estrus ditentukan dengan dimasukkannya pejantan pengusik pada kelompok kambing betina. Kambing betina yang menunjukkan gejala diam saat dinaiki pejantan pengusik merupakan kambing dengan status estrus puncak. Pengamatan dilakukan 3 kali sehari selama 1 jam yaitu pada pukul 09.00-10.00; 12.00-13.00 dan 16.00-17.00. Penentuan status estrus ini dilakukan 5 hari berturut-turut setelah injeksi kedua. Parameter pengukuran yang digunakan yaitu: 1. Respon Estrus Respon estrus merupakan jumlah hewan yang menunjukkan gejala estrus setelah perlakuan sinkronisasi. Respon estrus x 100% 2. Onset Estrus Onset estrus merupakan waktu timbulnya estrus dihitung mulai dari injeksi kedua sampai pertama kali timbul gejala estrus. 3. Durasi Estrus Durasi estrus atau lamanya estrus dihitung mulai dari pertama kali hewan menunjukkan gejala estrus sampai dengan estrus yang terakhir.
Analisis data Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan persentase kejadian estrus (respon estrus), durasi estrus, onset estrus serta tingkat keseragaman estrus dari kedua kelompok perlakuan penyuntikan pada hewan coba. Analisa data ditentukan dengan ada tidaknya perbedaan yang nyata antara respon estrus, onset estrus, durasi estrus serta tingkat keseragaman estrus dan diuji statistik dengan uji sampel dengan menggunakan uji t.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyuntikan hormon PGF2α terdapat beberapa metode yang telah umum digunakan yaitu intravulva dan intramuskular, selain itu dapat diaplikasikan dengan metode intrauterin. Beberapa hasil pengamatan parameter estrus dapat dilihat sebagai berikut :
10
Respon Estrus Senyawa prostaglandin menyebabkan terjadinya estrus dengan melisiskan CL secara serentak selama masa dari pertengahan sampai akhir dari siklus dan hanya efektif bila CL yang sedang aktif untuk dilisiskan, oleh sebab itu diperlukan dua kali perlakuan dengan jarak 8-12 hari (Tomaszewska et al. 1991). Penelitian ini menggunakan PGF2α dengan zat aktif dinoprost dengan pertimbangan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stevenson dan Phatak (2010) yang menyatakan bahwa dinoprost lebih efektif daripada cloprostenol dalam menurunkan konsentrasi progesteron pada sapi dalam 72 jam. Hasil pengamatan respon estrus pada kambing setelah penyuntikan PGF2α yang kedua dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1 Respon estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva Kode Umur Hewan Hewan (tahun) M14 1.5 M77 4 M25 2.5 K22 2.5 M61 3.5 K13 1.5 M53 2.5 H14 3.5 M30 2.5 K20 1.5 Keterangan : + : Hewan menunjukkan gejala estrus - : Hewan tidak menunjukkan gejala estrus
Respon + + + + + -
Tabel 2 Respon estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intramuskular Kode Umur Hewan Hewan (tahun) K08 2.5 M91 3.5 K24 1.5 S00 2.5 M52 2.5 K14 1.5 K12 2.5 K18 1.5 K23 1.5 S01 1.5 Keterangan : + : Hewan menunjukkan gejala estrus - : Hewan tidak menunjukkan gejala estrus
Respon + + + -
Respon estrus yang ditunjukkan melalui presentase kejadian estrus lebih tinggi pada kambing dengan metode penyuntikan intravulva dari pada metode penyuntikan intramuskular. Hasil penelitian didapatkan 50% kambing atau 5 dari 10 ekor kambing menunjukkan respon estrus pada pemberian PGF2α dengan metode penyuntikan intravulva, sedangkan pada penyuntikan intramuskular hanya 30% kambing atau 3 dari 10 ekor kambing. Respon estrus yang rendah kemungkinan dapat disebabkan karena kurangnya dosis hormon yang diberikan. Dosis penyuntikan hormon PGF2α pada kambing adalah 6-8 mg (Arthur 1996) atau 10-15 mg secara intramuskular pada kambing atau domba (Booth dan
11
McDonald 1982), sedangkan pada penelitian ini diberikan PGF2α dengan dosis 5 mg. Pertimbangan penggunaan dosis tersebut didasarkan pada perkiraan bobot kambing yang digunakan adalah 1/5 dari bobot sapi, dimana Noroprost® yang digunakan dengan ketentuan 5 ml per ekor sapi yang mengandung 25 mg dinoprost sehingga diambil keputusan menggunakan hormon sebanyak 1 ml per ekor kambing yang mengandung dinoprost 5 mg. Siregar et al. (2010) berpendapat bahwa pada penyuntikan hormon PGF2α secara intravulva memberikan respon estrus lebih banyak karena lokasinya yang lebih mudah untuk didistribusikan melalui mekanisme counter current. Pada vulva hormon PGF2α yang disuntikkan mula-mula berada pada sel-sel di bawah kulit. Menurut Hardjopranjoto (1995), secara anatomi lapisan dalam bibir vulva berupa mukosa yang bergambung dengan vestibulum vaginae di depannya. Pemberian darah sama dengan pada vagina yaitu arteri uterina. Arteri ovarica (pensuplai darah pada ovarium) dan vena uterina terletak sangat berdekatan sehingga memungkinkan perpindahan hormon seperti PGF2α dan steroid dari pembuluh vena ke arteri. Semakin banyaknya hewan yang menunjukkan gejala estrus maka dapat dikatakan bahwa metode tersebut tepat untuk diaplikasikan. Berdasarkan banyaknya respon estrus maka metode penyuntikan intravulva dapat dijadikan pilihan yang tepat dalam melakukan sinkronisasi estrus pada kambing PE.
Onset Estrus Onset estrus merupakan waktu timbulnya estrus dihitung mulai dari injeksi kedua sampai pertama kali timbul gejala estrus (Fonseca et al. 2005). Hasil pengamatan onset estrus pada kambing setelah penyuntikan PGF2α yang kedua dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3 Onset estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva Kode Hewan M25 K22 M61 H14 M30
Umur Hewan (tahun) 2.5 2.5 3.5 3.5 2.5 Rata-rata ( )
Onset Estrus (jam) 70.50 29.10 22.31 22.30 70.36 42.91
Tabel 4 Onset estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intramuskular Kode Hewan K08 M91 K18
Umur Hewan (tahun) 2.5 3.5 1.5 Rata-rata ( )
Onset Estrus (jam) 22.25 70.43 76.75 56.48
Onset estrus pada penyuntikan intravulva berkisar 22.30-70.50 jam dengan rata-rata 42.91 jam, sedangkan pada metode penyuntikan intramuskular onset estrus berkisar 22.25-76.75 jam dengan rata-rata 56.48 jam. Pada penelitian ini
12
dengan melihat rata-rata dapat dikatakan onset estrus pada metode penyuntikan intravulva lebih cepat dari pada metode penyuntikan intramuskular. Hasil penelitian Setiadi dan Aepul (2010) pada domba garut didapatkan onset estrus yang lebih lama yaitu 32.63±3.07 pada penyuntikan PGF2α secara intamuskular. Ras hewan juga mempengaruhi perbedaan dari onset estrus (Tambing et al. 2001). Perbedaan onset estrus pada kedua metode tersebut diduga berkaitan erat dengan lokasi penyuntikan intravulva yang memungkinkan hormon PGF2α lebih mudah untuk didistribusikan langsung melalui mekanisme counter current (Siregar et al. 2010), oleh sebab itu pada penyuntikan intravulva memiliki onset estrus yang lebih pendek dari pada penyuntikan intramuskular. Faktor umur juga memberikan kontribusi mengenai perbedaan onset estrus pada kedua metode penyuntikan tersebut. Pada penyuntikan secara intravulva memiliki rata-rata umur kambing yang lebih tua daripada kelompok hewan penyuntikan intramuskular dan dimungkinkan memiliki pertumbuhan folikel yang lebih cepat, dimana dalam pertumbuhan folikel akan dihasilkan cukup banyak estrogen yang menyebabkan ternak menunjukkan tanda-tanda estrus (Tomaszewska et al. 1991). PGF2α dalam siklus reproduksi normal, dihasilkan oleh endometrium dari uterus, kemudian dalam perjalanannya PGF2α masuk ke dalam vena uterina menuju ke ovarium. PGF2α ditemukan dalam darah vena uterina dalam konsentrasi tinggi pada hari ke-15 dari siklus estrus (Hardjopranjoto 1995). Tingginya kadar PGF2α yang bersifat luteolitik dalam arteri menyebabkan vasokonstriktor pembuluh darah uteroovarian sehingga aliran darah menuju CL berkurang. Hal ini mengakibatkan iskhemia dan starvasi pada CL (Booth dan McDonald 1982). Iskemia merupakan keadaan sel yang kekurangan oksigen dan starvasi merupakan keadaan sel yang kekurangan kalori (Murray et al. 1996), dengan demikian lisisnya sel granulosa pada CL dikontrol vaskularisasi darah, transpor oksigen, nutrisi serta hormon, disamping itu hipertofi pada sel granulosa CL, hiperplasi dari jaringan ikat fibroblas dan vaskularisasi darah yang minim pada CL berkontribusi dalam penurunan ukuran dari CL (Sangha et al. 2002). Apabila terjadi regresi pada CL maka akan terjadi ovulasi dan hewan memberikan respon estrus (Booth dan McDonald 1982). Normalnya kambing akan mengalami estrus dengan onset estrus 1-3 hari setelah injeksi kedua PGF2α dengan dosis 10-15 mg secara intramuskular (Booth dan McDonald 1982). Semakin cepat onset estrus yang diperoleh maka mengindikasikan semakin tepat pula metode tersebut untuk diaplikasikan karena akan mempermudah peternak untuk segera melakukan perkawinan pada ternaknya, sehingga lebih meningkatkan efesiensi waktu dalam manajemen peternakan khususnya untuk menikatkan populasi ternak. Berdasarkan onset estrus maka metode penyuntikan intravulva dapat dijadikan pilihan yang tepat dalam melakukan sinkronisasi estrus pada kambing PE.
Durasi Estrus Durasi estrus atau lamanya estrus adalah waktu yang dihitung mulai dari pertama kali hewan menunjukkan gejala estrus sampai dengan estrus yang terakhir (Fonseca et al. 2005). Hasil pengamatan durasi estrus pada kambing setelah penyuntikan PGF2α yang kedua dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.
13
Tabel 5 Durasi estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva Kode Hewan M25 K22 M61 H14 M30
Umur Hewan (tahun) 2.5 2.5 3.5 3.5 2.5 Rata-rata ( )
Durasi Estrus (jam) 30.58 48.08 96.15 71.80 30.06 55.33
Tabel 6 Durasi estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intramuskular Kode Hewan K08 M91 K18
Umur Hewan (tahun) 2.5 3.5 1.5 Rata-rata ( )
Durasi Estrus (jam) 30.38 30.73 24.13 28.41
Pada metode penyuntikan intravulva durasi estrus berkisar 30.06-96.15 jam dengan rata-rata 55.33 jam, sedangkan pada metode intramuskular durasi estrus berkisar 24.13-30.73 jam dengan rata-rata 28.41 jam. Pada metode penyuntikan intravulva didapatkan rata-rata durasi estrus yang lebih lama dibandingkan pada metode penyuntikan intramuskular. Perbedaan durasi estrus dari kedua metode tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kadar prostaglandin yang sampai pada CL. Hafez dan Hafez (2000) berpendapat bahwa ada sebagian prostaglandin yang mengendap di darah, sehingga ada kemungkinan pada metode penyuntikan intravulva memiliki kadar prostaglandin yang lebih tinggi untuk melisiskan CL mengingat rute perjalanan prostaglandin pada pembuluh darah lebih pendek jaraknya dari pada metode penyuntikan intramuskular. Lama birahi pada kambing PE adalah 25-40 jam (Tambing et al. 2001), pada penelitian ini didapatkan metode penyuntikan intravulva memiliki rata-rata durasi estrus lebih lama yaitu 55.33 jam. Durasi estrus pada kambing kacang antara 32-45 jam, kambing Boer 37 jam (Tambing et al. 2001), domba garut 30.95±4.32 (Setiadi dan Aepul 2010). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan selain oleh adanya perbedaan bangsa dan tata laksana pemeliharaan terutama pengelolaan reproduksi, juga oleh faktor gelombang pertumbuhan folikel (follicle development wave). Perbedaan lamanya estrus juga bergantung pada jumlah dan kualitas folikel yang berbeda. Jumlah folikel yang banyak berkorelasi pula dengan estrogen yang dihasilkan juga semakin banyak sehingga dimungkinkan durasi estrus yang dihasilkan akan lama. Gelombang pertumbuhan folikel dalam satu siklus berahi pada kambing saat ini belum diketahui dengan pasti, sehingga sangat sulit untuk menentukan dengan tepat aplikasi hormonal untuk program penyerentakan estrus dan waktu inseminasi karena waktu ovulasi tidak diketahui. Kontrol gelombang pertumbuhan folikel sangat penting dalam program superovulasi dan sinkronisasi estrus, yaitu mempengaruhi lama siklus estrus dan panjang fase luteal (Tambing et al. 2001).
14
Perbedaan karakteristik estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva dan intramuskular dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7
Karakteristik estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva dan intramuskular
Metode Penyuntikan
Respon estrus (%)
± SD (jam)
Onset estrus Durasi estrus Intravulva 50 42.91 ± 25.27a 55.33 ± 28.47a Intramuskular 30 56.48 ± 29.81a 28.41 ± 3.71a Ket: Huruf superscript yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)
Kualitas estrus yang dihasilkan pada metode penyuntikan intravulva dapat dikatakan lebih baik dengan melihat onset estrus yang lebih cepat dan durasi estrus yang lebih lama daripada metode penyuntikan intramuskular, namun menurut perhitungan statistik kedua metode penyuntikan tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal tersebut mengindikasikan metode penyuntikan intravulva lebih tepat untuk diaplikasikan pada kambing PE. Deteksi birahi yang tepat merupakan faktor yang penting dalam usaha peternakan. Hal ini penting dalam program inseminasi buatan sehingga inseminasi dapat dilakukan pada saat yang tepat (Tomaszewska et al. 1991).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil kualitas estrus pada metode penyuntikan intravulva lebih baik dari pada intramuskular. Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut tentang hormonal dan keadaan folikel.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2011. Cara budidaya ternak kambing etawa. [terhubung berkala] http://budidayanews.blogspot.com/2011/02/cara-budidaya-ternakkambing-etawa.html [10 Juli 2011]. Arthur GH, Noakes DE, Pearson H, Parkinson TJ. 1996. Veterinary Reproduction and Obstetrics. Ed ke-7. London: The Bath Pr. Aziz A. 2011. Mengenal kambing peranakan etawa (PE). [terhubung berkala] http://www.etawafarm.com/2011/12/mengenal-kambing-peranakanetawa_pe.html [10 Juli 2011]. Blitek A, Waclawik A, Kaczmarek MM, Kiewisz J, Ziecik AJ. 2010. Effect of estrus induction on prostaglandin content and prostaglandin synthesis
15
enzyme expression in the uterus of early pregnant pigs. Theriogenology 73:1244-1256. Booth NH, McDonald LE. 1982. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Ed ke-5. Iowa: Iowa State University Pr. Budiarsana IGM, Sutama IK. 2001a. Efisiensi produksi susu kambing peranakan etawah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 17-18 Sep 2001. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm:427-433. Budiarsana IGM, Sutama IK. 2001b. Fertilitas kambing peranakan etawah pada perkawinan alami dan inseminasi buatan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 17-18 Sep 2001. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm:85-92. Drion PV et al. 2001. Four years of induction/ synchronization of estrus in dairy goats: effect on the evolution of eCG binding rate in relation with the parameters of reproduction.Reprod. Nutr. Dev. 41:401-412. Fonseca JF, Bruschi JH, Santos ICC, Viana JHM, Magalhaes ACM. 2005. Induction of estrus in non-lactating dairy goats with different estrous synchrony protocols. Anim. Reprod. Sci.85:117-124. Hafez B dan Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7. Philadelphia: Lippincot William and Wilkins. Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Surabaya: Airlangga University Pr. Lindsay DR, Entwistle KW, Winantea A. 1982. Reproduction in Domestic Livestock in Indonesia. Melbourne: University of Queensland Pr. Martemucci G, D’Alessandro AG. 2011. Synchronization of oestrus and ovulation by short time combined FGA, PGF2α, GnRH, eCG treatments for natural AI fixed-time. Anim. Reprod. Sci. 123:32-39. Mulyono S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Jakarta: Penebar Swadaya. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 1996. Biokimia Harper. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Nurhidayat, Sigit K, Setijanto H, Agungpriyono S, Nisa C, Novelina S, Supratikno. 2010. Atlas Neuro-Angiologi dan Organologi Kambing. Bogor: Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi Departemen Anatomi dan Farmakologi FKH IPB. Peters P dan McNatty KP.1980. Corpus Luteum Function. Di dalam: Hafez B dan Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7. Philadelphia: Lippincot William and Wilkins. Romano JE. 2004. Synchronization of estrus using CIDR, FGA or MAP intravaginal pessaries during the breeding season in Nubian goats. Small Rumin. Res. 55:15-19. Sangha GK, Sharma RK, Guraya SS. 2002. Biology of corpus luteum in small ruminants. Rumin. Res. 43:53-64. Siregar TN, Armansyah T, Sayuti A, Syafruddin. 2010. Tampilan reproduksi kambing betina lokal yang induksi berahinya dilakukan dengan sistem sinkronisasi singkat. J. Veteriner. 11 (1):30-35.
16
Stevenson JS, Phatak AP. 2010. Rates of luteolysis and pregnancy in dairy cows after treatment with cloprostenol or dinoprost. Theriogenology 73:11271138. Setiadi MA, Aepul. 2010. Estrous characteristic in garut sheep after estrous synchronization using prostaglandin and progesterone-CIDR. Proc. SEAVSA congress; Bogor, 20-22 Juli 2010. Bogor: IPB Pr. hlm: 121122. Syahputra M. 2003. Biokimia starvasi. [terhubung berkala] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3553/1/biokimia-syah putra1.pdf [30September 2011]. Tambing NS, Gazali M, Purwantara B. 2001. Pemberdayaan teknologi inseminasi buatan pada ternak kambing. Wartazoa. Vol.11 No.1 Tomaszewska, Wodzicka M, Sutama IK, Putu IG, Chaniago TD. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yudhie. 2009. Teknik sinkronisasi estrus pada sapi. [terhubung berkala]http://yudhiestar.blogspot.com/2009/12/teknik-sinkronisasi-estruspada-sapi.html [20September 2011]. Zanetti EDS, Polegato BF, Duarte JMB. 2010. Comparasion of two methods of synchronization of estrus in brown brocket deer (Mazama gouazoubira). Anim. Reprod. Sci. 117:266-274.
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada 9 Juni 1990 di Malang, Jawa Timur dari ayahanda Joko Mahendrantoro dan ibunda Heny Sulistyawati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 1996 sampai tahun 2002 penulis menyelesaikan studi pendidikan dasar di SD Negeri Mulyo Agung 3, tahun 2005 lulus dari MTs Negeri 1 Malang, dan pada tahun 2008 penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 8 Malang. Pada tahun 2008 penulis masuk perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi dan kegiatan kampus. Penulis sempat aktif dalam kepengurusan Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Malang. Selain itu, penulis pernah aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Jawa Timur (IMAJATIM) bidang kewirausahaan dan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB sebagai anggota pasif. Penulis aktif pula pada Himpunan Profesi Satwa Liar (SATLI) FKH IPB sebagai bendahara 2 tahun kepengurusan 2009/2010 dan sebagai ketua bidang kewirausahaan tahun kepengurusan 2010/2011.