Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.
© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung
Pemakaian Data Satelit TRMM Dalam Melihat Potensi Mikrohido Pada Suatu Wilayah (Studi Kasus: Jawa Barat Bagian Selatan) FARID JUMARTIN Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132
ABSTRAK Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro dapat dijadikan solusi untuk mengatasi dan mengurangi masalah elektrifkasi pada daerah – daerah di Jawa Barat Bagian Selatan. Model Soil and Water Assessment Tool (SWAT) dapat menghitung kesetimbangan air dalam suatu DAS dengan input curah hujan. Debit hasil simulasi SWAT nantinya bisa dipakai untuk menghitung potensi daya. Namun yang menjadi masalah adalah stasiun/pos hujan tidak selalu update dalam menghitung curah hujan yang turun. Data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) sebagai data satelit selalu up to date dalam menghitung curah hujan dan dapat diunduh secara gratis dan praktis. Oleh karena itu data TRMM bisa dijadikan data alternatif sebagai input utama model SWAT. Namun data TRMM memiliki estimasi dibawah data curah hujan observasi maka data TRMM dikoreksi terlebih dahulu. Pada penelitian ini metode bias correction digunakan agar nilai TRMM mendekati nilai curah hujan observasi. Validasi debit hasil simulasi SWAT dari data TRMM terhadap debit aktual di empat stasiun debit, yaitu Stasiun debit Cimandiri, Cisokan, Cangkuang dan Citarik didapat korelasi sebesar: 0.77, 0.76, 0.81 dan 0.80. Sedangkan RMSE simulasi debit dari data TRMM terhadap debit aktual adalah 10.62, 5.18, 13.91 dan 5.56. Korelasi dan RMSE tersebut tidak berbeda jauh dengan korelasi yang dihasilkan oleh debit hasil simulasi SWAT dari data curah hujan observasi. Kata kunci : TRMM, bias correction, SWAT, debit.
1.
Di Provinsi Jawa Barat, dengan potensi sumber daya air yang cukup melimpah, salah satu alternatif untuk menanggulangi masalah suplai listrik adalah dengan membangun pembangkit listrik tenaga air sekala kecil yang dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). Tenaga air merupakan salah satu sumber daya terpenting, selain sumber daya energi yang berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batubara. Hampir 30% dari total kebutuhan energi di seluruh dunia diperoleh dari tenaga air melalui pembangkit-pembangkit listrik tenaga air, baik dalam skala kecil maupun besar (Intamani, 2007). Pemanfaatan energi hydropower ada tiga jenis, yaitu: Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit listrik Minihidro (PLTM) dan Pembangkit Listrik Mikro Hidro. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTMH) merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan aliran air sungai yang ditahan oleh bendungan. Dimana bendungan tersebut memiliki ketinggian tertentu yang membuat air memiliki energi potensial yang dapat menggerakkan turbin sehingga dapat ditransformasikan energi potensial menjadi energi mekanik dan kemudian menjadi energi listrik oleh generator. Pembangkit ini mampu menghasilkan daya lebih dari 1000 KiloWatt (KW). Pembangkit listrik Mini Hidro merupakan Pembangkit listrik skala
Pendahuluan
Negara Indonesia adalah Negara kepulauan yang masih banyak daerah-daerah yang masih terpencil dan belum ada penerangan listrik dan terjangkau oleh PLN. Padahal listrik atau penerangan sangat dibutuhkan oleh daerah tersebut agar daerah tersebut tidak ketinggalan dalam memperoleh informasi yang bertujuan untuk memajukan daerah tersebut dan dapat meningkatan produktifitas masyarakatnya. Tidak mencukupinya suplai energi, khususnya energi listrik merupakan salah satu masalah strategis yang dihadapi Indonesia . Saat ini rasio elektrifikasi secara nasional baru 65% sedangkan Tingkat rasio elektrifikasi di Jawa Barat baru mencapai 69,89 persen pada 2010. Kendati rasio elektrifikasi di Jawa Barat masih lebih tinggi dari beberapa provinsi lain di Pulau Sumatera dan Sulawesi, namun pencapaiannya masih lebih rendah dibandingkan beberapa provinsi lain di Pulau Jawa yang rasio elektrifikasinya rata-rata sudah di atas 70 persen. Menurut General Manajer PLN Distribusi Jawa Barat (DJBB), Denny Pranoto, penduduk Jabar yang belum terelektrifikasi itu banyak terdapat di pelosok, misalnya di Cianjur, Garut, Tasikmalaya, bahkan ada beberapa penduduk di Kota Cimahi yang belum terelektrifikasi.
1
kecil yang mampu menghasilkan listrik 100 KW hingga 1000 KW. Sedangkan untuk PLTMH hanya mampu menghasilkan listrik kurang dari 100 KW dengan menggunakan aliran air alami (Ibrahim, 2006). Provinsi Jawa Barat memiliki sumber daya air yang melimpah. Sebagian besar wilayah Jawa Barat memiliki curah hujan 2000-3000 mm per tahun. Dalam rentang tahun 1992 - 2001 jumlah curah hujan di beberapa daerah cukup besar, contohnya pada Stasiun Ciwidey. Jumlah bulan basah (jumlah curah hujan bulanan lebih dari 100mm) adalah 9 bulan dengan curah hujan rata-rata lebih besar dari 150mm/bulan untuk bulan basah (Arya, 2012). Dengan curah hujan yang tinggi seperti itu merupakan curah hujan yang cukup tinggi di Indonesia sehingga sungai–sungai di Jabar memiliki potensi debit yang cukup besar. Sebelumnya telah ada penelitian yang meneliti potensi mikrohidro pada daerah Jawa Barat Bagian Selatan berdasarkan curah hujan oleh Arya pada tahun 2012. Keterbatasan data curah hujan observasi membuat penelitian tersebut hanya dilakukan pada rentang waktu 1998-2006. Data satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) dapat dijadikan data alternatif dalam menggantikan data curah hujan observasi yang biasanya datanya terbatas dan tidak selalu kontinu. Data TRMM memiliki kelebihan seperti dapat diunduh secara gratis, praktis dan selalu update dalam mencatat curah hujan suatu wilayah. Penelitian penerapan data satelit TRMM dalam perencanaan hydropower, menggunakan model neraca air bulanan sederhana untuk mensimulasikan limpasan dapat memperoleh hasil yang baik. Hal ini berarti data satelit TRMM dapat digunakan untuk melakukan simulasi limpasan DAS sebagai penyelidikan awal.Model yang lebih baik dapat digunakan untuk melakukan studi dari karakteristik yang lebih mendalam untuk data satelit TRMM sebelum mendapatkan kesimpulan yang konkrit (Tamrakar dan Alfredsen, 2012). Hasil penelitian sebelumnya di Indonesia menunjukkan bahwa hubungan antara TRMM dengan data lapangan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) adalah kuat khususnya terhadap pola hujan bulanan (As-syakur dkk., 2010; Suryantoro dkk., 2008) walaupun masih dalam kondisi dibawah estimasi data hujan BMKG (As-syakur dkk., 2010). Oleh karena estimasi data TRMM di bawah data curah hujan observasi maka pada data TRMM di bias correction terlebih dahulu agar nilai data TRMM mendekati nilai curah hujan observasi. Bias correction merupakan salah satu metode downscaling yang memaksa distribusi peluang dari simulasi historis untuk cocok terhadap distribusi observasinya (Wood, dkk., 2002). Berdasarkan penelitian terhadap mikrohidro sebelumnya oleh Arya (2012), Debit sungai merupakan parameter penting dalam perhitungan potensi mikrohidro. Untuk analisis spasial,
pengukuran debit sungai secara langsung akan tidak efektif dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama. Metode yang sering dilakukan untuk mengestimasi nilai debit adalah dengan menghitung kesetimbangan air pada daerah tersebut. Debit yang mengalir di sungai merupakan total run-off (TRO) yang terjadi berdasarkan jumlah curah hujan yang turun. SWAT merupakan model hidrologi yang dapat menghitung debit berdasarkan curah hujan. SWAT merupakan model yang memiliki kompleksitas menengah dan bisa digunakan untuk analisis kontinu. Selain itu model ini bisa menganalisis dengan baik ketika tata guna lahan beragam (PB Americas, 2008). Menurut Andrionita (2012) Simulasi hidrologi suatu DAS dengan model SWAT dipisahkan ke dalam dua bagian utama yaitu fase lahan pada siklus hidrologi dan fase air pada siklus hidrologi. Fase lahan mengendalikan jumlah air, sedimen, unsur hara dan pestisida yang masuk ke dalam saluran utama pada setiap Sub DAS.
Gambar 1.1. Daerah kajian studi, ditandai dengan daerah yang diwarnai warna warni (Jawa Barat Bagian Selatan) .
2.
Data dan Metodologi
Dalam mengkaji potensi mikrohidro menggunakan model SWAT diperlukan data meteorologi maupun geologi. Pada penelitian ini menggunakan data curah hujan (TRMM), data topografi, data tutupan lahan, data temperatur, data curah hujan observasi ( untuk perbandingan output) dan data debit aktual (validasi data). Data TRMM yang digunakan pada penelitian ini merupakan data 3B42V6. Data ini merupakan data estimasi TRMM selama 3 jam yang kemudian pada pengolahannya diakumulasikan menjadi data harian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pemakaian data satelit TRMM dalam menghitung
2
potensi mikrohidro dengan membandingkan perhitungan potensi mikrohidro berdasarkan curah hujan observasi (penelitian Arya tahun 2012). Penelitian ini dimulai dengan mengkoreksi data TRMM terhadap data curah hujan observasi, menghitung debit menggunakan model SWAT lalu evaluasi debit terhadap debit aktual dan simulasi debit dari data curah hujan observasi yang telah dilakukan oleh Arya pada tahun 2012, pembuatan peta potensi mikrohidro dan pemetaan potensi mikrohidro dari tahun 2007-2010. Untuk memvalidasi data debit, dilakukan evaluasi debit hasil SWAT dengan debit aktual hasil observasi. Evaluasi ini dilakukan dengan metode korelasi, root mean square error (RMSE) dan perbandingan kualitatif grafik keduanya. Jika korelasi lebih besar dari 0.75, maka hasil SWAT dianggap valid dan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Jika tidak, maka dilakukan simulasi ulang dengan melihat kembali pendefinisian tutupan lahan dan jenis tanah. Error yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pendefinisian jenis tanah dan landcover. Dari timeseries data debit yang dihasilkan oleh SWAT dapat dihitung terlebih dahulu debit andalan. Debit andalan merupakan debit rencana yang diharapkan selalu tersedia dan ada sepanjang tahun dengan peluang yang ditentukan. Pada kajian ini debit andalan dihitung pada peluang 80%. Perhitungan debit andalan 80% dilakukan menggunakan metode Cumulative Distribution Function (CDF). Perhitungan potensi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaaan daya hidraulik air, yaitu:
Pair = ρ.g.Q.H.e Pair ρ g Q H e
Gambar 2.2 Diagram alir klasifikasi tanah dan tutupan Lahan
(2.1)
= Daya Hidrolik yang dihasilkan (Watt) = massa jenis air (1000 kg/m3) = konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/dtk2 ) = debit (m3/dtk) = tinggi jatuh efektif (m) = efisiensi turbin (%)
Gambar 2.3 Diagram alir pengerjaan tugas akhir 3.
Hasil dan Pembahasan
3.1 koreksi Data TRMM Pada penelitian ini penulis pertama-tama mensimulasikan debit dengan menginput 2 data berbeda pada model SWAT, yaitu data curah hujan observasi(penelitian yang telah dilakukan oleh Arya pada tahun 2012) dan data TRMM untuk dibandingkan. Selain direct run off dan total run off, precipitation juga merupakan output dari model SWAT. Model SWAT menghitung curah hujan harian yang telah diinput dengan menggunakan metode polygon Thiessen, yaitu yaitu antara titik stasiun curah hujan dibuat curah hujan wilayahnya sesuai dengan luas daerah dan persebaran letak stasiun yang digunakan lalu model SWAT mengakumulasikan data
Gambar 2.1 Diagram alir pengerjaan subdas
3
curah hujan harian tersebut menjadi curah hujan bulanan.
Gambar 3.3: grafik perbandingan debit aktual dengan debit hasil model SWAT Gambar 3.1 Perbandingan Output curah hujan hasil swat pada 3 DAS, yaitu Citarum,Cimandiri dan Cimanuk.
Tabel 3.1 korelasi simulasi debit SWAT terhadap data actual
Untuk menghitung debit yang akan digunakan untuk menghitung potensi mikrohidro melalui model SWAT, nilai curah hujan sangat memegang peranan penting agar nantinya debit yang telah diestimasikan oleh model SWAT dapat akurat. Oleh karena itu diperlukan koreksi data TRMM terhadap data curah hujan observasi.
korelasi CH Obs TRMM Cimandiri 0.87 0.77 Cangkuang 0.82 0.76 Cisokan 0.89 0.81 Citarik 0.76 0.8
Tabel 3.2 RMSE simulasi debit SWAT terhadap data aktual RMSE Cimandiri Cangkuang Cisokan Citarik
CH Obs TRMM 11.7 10.62 1.68 5.18 10.04 13.91 10.61 5.56
Validasi antara debit aktual dengan simulasi debit SWAT menggunakan data TRMM memiliki korelasi yang memuaskan. Keempat korelasi antara debit SWAT dari data TRMM dengan debit aktual memiliki nilai diatas 0.75.
Gambar 3.2 Perbandingan curah hujan output
SWAT setelah dikoreksi 3.2 Validasi Debit
3.3 Debit Andalan
Untuk validasi debit diperlukan data debit aktual dari stasiun debit sungai. Evaluasi debit dilakukan terhadap 4 stasiun debit, yaitu Cisokan, Cimandiri, Citarik dan Cangkuang. Data yang dibandingkan hanya pada beberapa tahun karena adanya keterbatasan data (data tidak kontinu) dan data yang dibandingkan merupakan data debit bulanan (m3/s).
Debit andalan pada penelitian ini dilakukan secara spasial. Debit andalan merupakan hal yang penting dalam menghitung potensi mikrohidro. Debit andalan penting dilakukan karena sepanjang tahun debit yang mengalir di sungai-sungai berbeda. Untuk melihat seberapa bagus pemakaian data TRMM untuk mengkaji potensi mikrohidro dapat dilihat dengan membandingkan debit andalan hasil simulasi SWAT TRMM dengan debit andalan hasil simulasi SWAT curah hujan observasi.
4
ini merupakan langkah yang penting dalam menentukan potensi mikrohido suatu wilayah. oleh karena itu bisa dikatakan data satelit TRMM sudah bisa digunakan untuk mengkaji potensi mikrohidro wilayah kajian ini. 3.4 Perbandingan Potensi Setelah nilai debit andalan didapatkan selanjutnya dihitung potensi mikrohidro pada wilayah kajian ini. Perhitungan potensinya dilakukan secara spasial.
Gambar 3.4 Debit andalan berdasarkan curah hujan observasi (Arya, 2012) Gambar 3.4 menunjukan data debit andalan berdasarkan curah hujan observasi untuk dibandingkan dengan debit andalan berdasarkan data satelit TRMM. Gambar 3.6 Peta potensi daya output . Peta potensi daya output. Nilai 0-10 dianggap tidak berpotensi, 10-100 merupakan skala PLTMH, 100-1000 merupakan skala PLTM, 1000-5000 merupakan skala PLTA kecil dan lebih dari 5000 merupakan PLTA besar.
Mikohidro merupakan istilah yang digunakan untuk pembangkit tenaga listrik menggunakan air dengan kapasitas daya yang dihasilkan kurang dari 100 KW. Potensi mikrohidro pada gambar diatas ditunjukan oleh gradasi warna hijau. Installasi PLTMH memungkinkan dilakukan di daerah Jawa Barat bagian selatan, mengingat topografi daerahnya yang berbukit-bukit. Potensi mikrohidro pada gambar 4.15 ditunjukan oleh garis warna hijau sedangkan untuk potensi daya PLTM (Pembangkit Listrik Minihidro) dan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) dapat dilihat pada garis warna oranye dan warna merah. Gambar 3.5 Debit andalan berdasarkan data satelit TRMM Dari gambar 4.14 dapat dilihat debit andalan yang dari data TRMM memiliki kemiripan dengan debit andalan dari data curah hujan observasi dari segi nilai debit andalan itu sendiri. Penentuan debit andalan
5
Pada tahun 2010 ketersediaan daya dapat diketahui dengan menggunakan data curah hujan TRMM (gambar 3.8). Daya paling tinggi yang dihitung berdasarkan data curah hujan trmm pada rentang waktu 2007-2010 adalah 47,340.
3.5 Debit Andalan dan Potensi ( Data TRMM 2007-2010) •
Debit Andalan
4. Kesimpulan Dan Saran 4.1 Kesimpulan Data TRMM dapat menggantikan data curah hujan observasi dengan baik tetapi harus dilakukan koreksi terlebih dahulu. Pada penelitian ini dapat diketahui potensi mikrohidro di daerah Jawa Barat bagian selatan pada tahun 2010. Data TRMM pada penelitian ini memiliki hubungan yang kuat dengan data curah hujan observasi. Hal ini bisa dilihat dari korelasi yang dihasilkan pada masing-masing subdas yang telah dipilih untuk dibandingkan. Korelasi yang dihasilkan pada masing-masing DAS, yaitu DAS Cimandiri 0.60, DAS Citarum: 0.74 dan DAS Cimanuk 0.62. Data TRMM cukup baik digunakan untuk menjadi inputan model SWAT dalam menghitung debit yang akan digunakan dalam menghitung potensi mikrohidro suatu wilayah. korelasi yang didapatkan antara debit hasil simulasi SWAT TRMM terhadap data debit aktual dari 4 stasiun debit adalah: Cimandiri 0.77, Cisokan 0.81, Cangkuang 0.76, Citarik 0.80. Sedangkan RMSE simulasi debit dari data TRMM terhadap debit aktual adalah Cimandiri 10.62, Cangkuang 5.18, Cisokan 13.91, Citarik 5.56. Korelasi dan RMSE tersebut tidak berbeda jauh dengan korelasi dan RMSE yang dihasilkan oleh debit hasil simulasi SWAT dari data curah hujan observasi terhadap debit aktual.
Gambar 3.7 Debit andalan pada rentang waktu
2007-2010 Dengan kelebihan yang dimiliki oleh data TRMM yang update dalam menghitung curah hujan harian, data TRMM dapat menghitung debit andalan dalam rentang waktu 2007-2010. Pada penelitian sebelumnya oleh Arya (2012) menggunakan data curah hujan observasi dikarenakan adanya keterbatasan data. •
Potensi
4.2 Saran •
Perlu dilakukan analisis lebih mendalam untuk hasil potensi daya yang debitnya berasal dari data TRMM.
•
Perlu
dilakukan
penelitian
penggunaan
TRMM dalam menghitung potensi pada daerah kajian lain.
REFERENSI
Adrionita. (2011). Analisis Debit Sungai Dengan Model SWAT Pada Berbagai Penggunaan Lahan Di DAS Citarum Hulu Jawa Barat.Bogor:IPB
Gambar 3.8 Peta potensi daya output SWAT (data
TRMM 2007-2010)
6
Aldrian, E., & Susanto, R. D. (2003). Identification of Three Dominant Rainfall Regions Within Indonesia and Their Relationship To Sea Surface Temperature. International Journal of Climatology, 1438-1443.
Setyawan, F., Hariadi,. Nuraini, A.T., Linarka, A.U., & Eko, Heriyanto. (2010). Pemanfaatan Data Curah Hujan Satelit TRMM Untuk Database Zona Prakiraan Musim. BMKG.
Akbari, A., Samah, A. A., & Othman, F. (2012). Integration of SRTM and SRTM Date Into The GISBades Hydrological Model For The Purpose of Flood Modelling. Hydrology and Earth System Sciences Discussion, 4748-4775.
Susanto., & Suwargana, N. ( 2010). Model Simulasi Debit Aliran/Sungai Karena Pengaruh Curah Hujan Dan Penutup Lahan Menggunakan Data Penginderaan Jauh. Lapan.
Arya, K. D. (2012). Analisis Potensi Mikrohidro Berdasarkan Curah Hujan.Bandung: TAMeteorologi ITB.
Tamrakar, B., & Alfredsen, K. (December 2012). Applicability of TRMM Satellite Data in Hydrowater Planning. Rentech Symposium Compendium, Volume 2, 60-64.
As-syakur, A. R. (2011). Pola Spasial Hubungan Curah Hujan dengan ENSO dan IOD di Indonesia Observasi Menggunakan Data TRMM 3B43.
Walingford, H. (2003). Handbook for the Assessment of Catchment Water Demand and Use. Zimbabwe.
Inomata, H., Takeuchi, K., & Fukami, K. (2012). Development of A Statistical Bias Correction Method For Daily Precipitation Data of GCM20. Journal of Japan Society of Civil Engineers , 67 (4), I_247-I_252. Intamani, A., & Nidiasyah, P. (2007). Perencanaan Teknis PLTM Pekatan, NTB. Bandung: TA - T. Sipil ITB.
Ibrahim, H. D. (2006). Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (UPTL) 2006 - 2015. PLN. Neitsch, S., Arnold, J., Kiniry, J., & Williams, J. (2005). SWAT Theoritical Documentation. Tjasyono, B. (1999). Klimatologi Umum. Bandung: Penerbit ITB. PB Americas, Inc. (2008). Model Selection and Recommendation Report for Central Oahu Watershed Study. Honolulu: Department of Environmental Service. Pemda Jabar. (2011). Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Jawa Barat. King, K. W., Arnold, J. G., & Bingner, R. L. (1999). Comparison of Green-Ampt and Curve Number Method on Goodwin Creek Watershed Using SWAT. American Society of Agricultural Engineers, (pp. 919 - 925).
Salathe Jr, E. (2005). Downscaling simulations of future global climate application to hydrolic modelling. International Journal of Climatology , 419-436.
7