Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.
© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung
PREDIKSI CURAH HUJAN DAN JUMLAH JAM HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN ADAPTIVE NEURAL FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) (Studi Kasus: PT. Adaro, Kalimantan Selatan) Rico Ricardo Lumban Gaol, Atika Lubis, dan Edi Riawan Program Studi Meteorologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Prediksi dilakukan untuk parameter curah hujan dan jumlah jam hujan di wilayah Kalimantan Selatan khususnya pada daerah pertambangan PT. Adaro Indonesia. Teknik prediksi dilakukan melalui training, sehingga hasil prediksinya dapat beragam untuk setiap member function (fungsi keanggotaan) prediksi. Atau dengan kata lain dapat memberikan nilai ketidakpastian hasil prediksi. Hasil prediksi curah hujan tersebut menghasilkan RMSE (Root Mean Square Error). Model temporal hasil identifikasi Adaptive Neural Fuzzy Inference System (ANFIS) dapat dipergunakan untuk memprediksi curah hujan (CH) dan jumlah jam hujan (rainhour). Hasil verifikasi skenario 3 (tiga) prediksi pada tahun 2012, jumlah CH dan rainhour didapatkan nilai korelasi masing-masing sebesar 95% dan 94%. Adapun skenario 3 yang dimaksud adalah skenario dengan menggunakan 3 jenis inputan, yaitu CH(t-6); CH(t-12); CH(t-18). Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam sistem prediksi kedepannya. Dan dapat disimpulkan pula bahwa dengan metode ANFIS dapat digunakan sebagai motode prediksi CH dan rainhour yang cukup akurat di daerah ini. Kata kunci: ANFIS, Rainhour, Prediksi.
1.
PENDAHULUAN
Di Indonesia kejadian anomali cuaca dominan memengaruhi produktivitas di berbagai bidang kerja terutama di lapangan (outdoor). Adapun faktor cuaca yang paling terasa perubahannya akibat anomali cuaca adalah curah hujan. Dampak anomali cuaca di lapangan diantaranya adalah terjadinya gangguan secara langsung terhadap lingkungan, seperti terjadinya genangan dan kekeringan berkepanjangan. Kalimantan Selatan merupakan daerah bertipe hujan yang dipengaruhi oleh monsoon. Namun, pernah beberapa kali terjadi hujan di atas kebiasaan (ekstrim). Oleh karena itu dibutuhkan prediksi terkait kondisi curah hujan kedepannya. Adapun prediksi curah hujan yang sering dilakukan ialah untuk menghasilkan output prediksi beberapa saat kedepan, baik sejam kedepan, sehari kedepan, maupun sebulan kedepan atau bahkan beberapa tahun kedepannya. Namun semakin panjang jangka waktu yang diprediksi maka kesalahan (error) model juga semakin besar (Warsito, 2008). Oleh karena itu diperlukan metode yang dapat menghasilkan keluaran terbaik agar dapat diaplikasikan langsung dalam kehidupan sehari-hari.
1
Dalam tugas akhir ini akan digunakan tools Adaptive Neural Fuzzy Inference System (ANFIS) sebagai model prediksi curah hujan (CH) dan jumlah jam hujan (rainhour) bulanan. Sebab banyak dari penelitian-penelitian sebelumnya telah menggunakan model ini untuk memprediksi curah hujan suatu daerah. Salah satunya Suwarman pada tahun 2010. 2.
DATA DAN METODE
Dalam penelitian ini hanya menggunakan 1 (satu) jenis data, yaitu data observasi lapangan dari salah satu kontraktor PT. Adaro Indonesia, Kontraktor PAMA, yaitu data AWS (Automatic Weather Station) dan rain gauge (penakar hujan). Adapun variabelnya ialah Rainfall/curah hujan (CH), Rainhour/jumlah jam hujan. Data ini berupa harian dan diubah menjadi data bulanan yang digunakan sebagai input model.
· ·
disimpulkan bahwa daerah tersebut dipengaruhi monsoon. Beberapa periode yang dominan dan tidak dominan. Menentukan pola curah hujan daerah tersebut apakah termasuk daerah: lokal, ekuatorial atau monsun.
Untuk melihat komposit bulanan tersebut digunakan data harian lapangan dari tahun 2002 – 2012 (Juli). Data harian dijadikan ke bulanan dan dianalisa dengan menggunakan bantuan Morlet Wavelet. Gambar 1. Diagram Alir
Diagram alir di atas merupakan proses kerja penelitian ini secara umum. Tahap awal sebelum melakukan prediksi, penelitian memulai dengan mengaji karateristik cuaca di daerah kajian.
Langkah pengerjaan ANFIS Langkah pengerjaan dengan ANFIS secara umum dapat diilustrasikan seperti skema di bawah ini:
Dalam penelitian ini, data yang ada akan digunakan sebagai inputan data training dan checking. Adapun prosesnya akan dilakukan dengan beberapa skenario dari beberapa susunan dan panjang data yang berbeda. 2.1
Karateristik Cuaca Daerah Kajian dengan Bantuan Wavelet
Gambar 2. Alur ANFIS
2.2 Analisis wavelet merupakan metode yang umum digunakan pada berbagai bidang disiplin ilmu, salah satunya meteorologi. Dalam meteorologi analisis wavelet dapat digunakan untuk mengetahui siklus curah hujan pada suatu kawasan serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan tersebut. Dengan menggunakan analisis wavelet pada curah hujan bulanan (time series) disuatu daerah dapat diketahui: Periode curah hujan daerah tersebut apakah setahun, setengah tahun atau memiliki periode lainnya serta kapan terjadinya. Faktor yang mempengaruhi curah hujan daerah tersebut. Misalnya, periode curah hujan daerah tersebut ialah setengah tahun, maka dapat
·
·
2
Verifikasi Hasil Prediksi Curah Hujan dengan Korelasi dan RMSE
Validasi dapat diterapkan pada berbagai model prakiraan karena pada dasarnya data yang dipakai dalam proses validasi adalah sama, yaitu observasi (data real) dan hasil prakiraan. Adapun yang dipakai dalam penelitian ini ialah validasi dengan korelasi dan RMSE. Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien (dinotasikan dengan r) yang menunjukkan hubungan (linear) relatif antara dua variabel. Dalam validasi hasil prakiraan, dua variabel yang dimaksud adalah observasi atau data real (dinotasikan dengan Y ) dan hasil prediksi (dinotasikan dengan Ŷ).
Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan persamaan :
dengan rYŶ: koefisien korelasi antara observasi (data real) dengan hasil prakiraan Yi: observasi (data real) pada periode ke– dengan i=1,2,…,n Ӯ: nilai rata–rata observasi (data real) Ŷi: hasil prakiraan pada pada periode ke– i dengan i=1,2,…,n Ŷ: nilai rata–rata hasil prakiraan N: panjang periode 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari pengolahan data yang telah dijelaskan sebelumnya, didapatkan hasil yang cukup representatif untuk prediksi CH dan rainhour di wilayah Kalimantan Selatan khususnya Kabupaten Tabalong daerah Tutupan pertambangan PT. Adaro Indonesia. 3.1
Karateristik Curah Hujan Wilayah South Tutupan
Penerapan metode prediksi CH yang didasarkan pada model statistik, termasuk wavelet, memerlukan pemahaman karakteristik hujan di wilayah yang akan diprediksi. Hal ini penting mengingat model yang dihasilkan sangat bergantung pada data yang digunakan untuk membentuk persamaannya. Dalam penelitian ini, karakteristik hujan di wilayah South Tutupan pola komposit bulanan curah hujan dapat dilihat dari hasil plot wavelet berikut:
Data time series curah hujan Tutupan 2002-2012. Menunjukkan adanya puncak hujan yang terjadi dua kali setahun. Kontur berwarna hitam yang melingkupi background warna merah menunjukan tingkat kepercayaan 95 % dengan menggunakan global wavelet sebagai background spektrumnya. Sedangkan daerah yang di bawah parabola disebut cone of influence atau COI. COI merupakan daerah pada spektrum wavelet dimana bagian tepinya sangat penting dan didefinisikan sebagai e-folding time untuk melakukan autokorelasi dari wavelet power pada tiap skala. Dari hasil wavelet yang telah dihasilkan juga akan dijadikan sebagai hipotesa untuk menjalankan beberapa skenario. Skenario yang akan dibuat ialah dengan melihat periode hujan yang mempengaruhi curah hujan wilayah kajian. 3.2
Analisis Hasil Prediksi CH dan Rainhour
Prediksi CH dilakukan di wilayah South Tutupan dengan metode ANFIS sama halnya juga dilakukan untuk prediksi rainhour. Sebelum digunakan untuk memprediksi, ANFIS melakukan training secara temporal. Pada periode training, variable epoch bisa digunakan sebagai indikator kesalahan (error). Berikut akan dibahas hasil prediksi masing-masing percobaan sebagaimana yang dijelaskan dalam metodologi.
Gambar 4. Skenario 1 : CH(t-1) CH (t-2) CH(t-3)
Gambar 3. Wavelet
3
Dari hasil training, antara output ANFIS dan data observasi (target), menunjukkan hubungan pola yang sama. Hal itu bisa dilihat juga dari grafik regresi di bawah ini. Dari hasil grafik di bawah ini menunjukkan 84.9% hasil testing artinya cukup bisa tergambarkan oleh model.
Gambar 5. R-Test Skenario 1
Gambar 8. R-Test Skenario 2
Selain itu juga bisa dilihat perbandingan hasil RMSE yang dihasilkan ketika training dan testing. Hasil training sudah menunjukkan hasil RMSE yang kecil, begitu juga dengan hasil testing.
Jika kita melihat hasil grafik perbandingan antara RMSE training dan testing juga terlihat perbandingan yang begitu jauh. Pada skenario 1 RMSE testing hanya sekitar 40mm/bulan, sementara skenario 2 sudah mencapai 50mm/bulan.
Gambar 6. RMSE Skenario 1
Gambar 9. RMSE Skenario 2
Oleh karena itu, pada skenario 1 ANFIS sudah bisa dikatakan cukup bisa menggambarkan kondisi nyata dari wilayah kajian.
Berikut skenario 3 dari percobaan. Antara plot hasil output ANFIS dan observasi tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Hal ini hampir sama dengan skenario pertama yang sebelumnya telah dijelaskan. Secara keseluruhan pola yang dibentuk ouput ANFIS dan data observasi yang dimiliki sudah dapat diikuti oleh ANFIS itu sendiri.
Selanjutnya jika melihat skenario 2 berikut, antara pola training ouput ANFIS dan observasi memang terlihat kesamaan. Namun, jika dilihat pada grafik dataset pada data ke 90-110, sangat terlihat bahwa ANFIS dengan skenario ini tidak cukup bisa menggambarkan kondisi lapangan yang sesungguhnya.
Gambar 10. Skenario 3 : CH(t-6) CH(t-12) CH(t-18)
Hal itu juga didukung dari korelasi yang dihasilkan testing di bawah ini, yaitu 81.4%. Gambar 7. Skenario 2 : CH(t-3) CH(t-6) CH(t-9)
Selain itu juga bisa bandingkan dengan hasil koefisien regresi yang dihasilkan. Pada skenario 2 ini hanya menghasilkan 66.7% dan itu jauh dari skenario 1.
4
Gambar 11. R-Test Skenario 3
Gambar 12. Kurva RMSE - Skenario 3
Gambar 15. Skenario 1 : CH(t-1) CH(t-2) CH(t-3)
Selanjutnya setelah melakukan beberapa skenario untuk memprediksi curah hujan, kali ini dilakukan beberapa skenario untuk memprediksi jam hujannya. Adapun langkah yang pertama dilakukan ialah mencari dan mengetahui terlebih dahulu, hal apa sajakah yang paling mempengaruhi jam hujan wilayah kajian.
Jika melihat skenario pertama pada plot training yang dihasilkan ANFIS cukup bisa menggambarkan data observasi. Hal itu bisa terlihat jelas pada plot grafik keduanya yang sudah memiliki kesamaan pola. Selain itu jika dilihat dari plot regresi testing skenario 1 ini juga sudah lumayan bagus, yaitu 84.5%.
Kali ini peneliti mencoba melihat apakah ada hubbungan antara curah hujan wilayah dan jam hujan wilayah.
Gambar 16. R Testing - Skenario 1
Gambar 13. Hubungan CH dan JH
Jika dilihat dari hasil plot, kedua variable ini memiliki kedekatan yang cukup baik. Hal itu juga bisa kita lihat dari koefisien regresi 71%, artinya persebaran antara curah hujan dan jam hujan memiliki kemiripan yang begitu dekat atau hubungan yang begitu dekat.
Jika melihat plot kurva RMSE baik training maupun testing juga sudah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Jika dilihat dan dibandingkan dengan jam hujan mean data observasi, maka RMSE testingnya hanya dibawah 20%.
Gambar 17. Kurva RMSE - Skenario 1
Gambar 14. Scatter CH dan JH
Oleh sebab itu, untuk memprediksi jam hujan wilayah kajian saya mendapatkan hipotesa pendukung bahwa untuk memprediksi jam hujan itu sama halnya seperti memprediksi curah hujan wilayah setempat.
5
Kemudian jika dilihat dari hasil skenario 2 berikut, hasilnya tidak sebaik dan tidak semulus skenario 1. Juga bisa dilihat dari hasil testingnyanya yang hanya 66.8% hal itu jauh jika diandingkan dengan skenario 1.
Gambar 18. Skenario 2 : CH(t-3) CH(t-6) CH(t-9)
Gambar 22. R Testing - Skenario 3
Adapun nilai RMSE testing yang dihasilkan yaitu sekitar 8 jam/bulan. Jika dibandingkan dengan mean jam hujan perbulannya, artinya error yang dihasilkannya tidak sampai mencapai 20%. Dan itu merupakan hasil output model ANFIS yang dihasilkan sudah cukup bagus. Gambar 19. R Testing - Skenario 2
Selain itu jika dilihat dari hasil RMSE yang dihasilkan skenario kedua ini. Menunjukkan perbedaan yang cukup jauh dari skenario 1, artinya skenario 1 masih lebih baik dari skenario 2 ini. Gambar 23. Kurva RMSE - Skenario 3
Berikut hasil verifikasi untuk melihat skenario terbaik yang akan dipakai untuk memprediksi kedepannya, baik skenario Curah Hujan yang akan digunakan maupun skenario Jam Hujannya. Gambar 20. Kurva RMSE - Skenario 2
Terakhir skenario 3 yaitu skenario dengan inputan CH(t-6) CH(t-12) CH(t-18) menunjukkan bahwa plot antara training ANFIS dan observasi sudah cukup bisa mengikuti pola observasinya.
Gambar 21. Skenario 3 : CH(t-6) CH(t-12) CH(t-18)
Untuk koeisien regresi testing yang dihasilkan sudah cukup memuaskan, sekitar 83%, artinya testing anfis dan observasi cukup tergambarkan dari segi polanya.
6
Table 1. Verifikasi CH
Table 2. Verifikasi JH
Referensi Suwarman, R., & Permadhi, Y. F. (2010). Aplikasi Metode ANFIS Untuk Prediksi Curah Hujan di Pulau Jawa Bagian Barat. Warsito, B., Rusgiyono, A., dan Amirillah, M.A., 2008, “Pemodelan General Regression Neural Network pada Data Pencemaran Udara di Kota Semarang”, Jurnal PRESIPITASI Volume 4 No 1 Edisi Maret, UNDIP.
Karena saat memerediksi nantinya hanya dipakai 1 skenario, maka pada tahap ini akan dipilih skenario terbaik dari kedua skenario tersebut, dan itu dilihat dari RMSE terkecilnya, meskipun ada kemungkinan korelasinya tidak sebaik skenario lainnya. Oleh karena itu, dari uji hasil prediksi 2012 ini terlihat bahwa baik pada prediksi CH dan jumlah jam hujan skenario 3 merupakan skenario terbaik.
4.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Dari ketiga skenario yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa skenario 3 (tiga) merupakan skenario terbaik untuk prediksi curah hujan dengan korelasi 95% dan RMSE 29.5 mm/bulan. Sementara untuk prediksi jumlah jam hujan memiliki korelasi 94% dan RMSE sebesar 9.1 jam/bulan. Adapun skenario 3 (tiga) tersebut ialah skenario yang menggunakan inputan CH(t-6) CH(t-12) CH(t-18). 4.2
Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Sebaiknya dalam meramalkan menggunakan ANFIS digunakan data simulasi yang lebih panjang. 2. Sebaiknya matriks inputan memasukkan variabel lain sebagai prediktor.
7