Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.
© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung
PREDIKSI ALIRAN UDARA DI JEMBATAN SURAMADU DENGAN MODEL WRF-CFD BIMO ADI KUSUMO Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
ABSTRAK Jembatan Suramadu adalah jembatan terpanjang di Indonesia. Untuk meningkatkan aspek keamanan di Jembatan Suramadu dibutuhkan prediksi aliran udara untuk memberikan gambaran mengenai kondisi operasional jembatan. Model Weather Research & Forecast (WRF) sebagai model prediksi cuaca numerik dapat melakukan prediksi aliran angin. Akan tetapi karena resolusi yang terlalu rendah maka model skala mikro seperti Computational Fluid Dynamics (CFD) digunakan untuk memprediksi aliran dengan lebih mendetil. Konfigurasi WRF yang digunakan adalah 4 domain dengan domain terakhir memiliki resolusi 1 Km. Hasil WRF akan diverifikasikan dengan data Cross-Calibrated Multi-Platform (CCMP) yang sudah diuji kemampuannya untuk penggambaran kasus kejadian penutupan jembatan. Setelah diverifikasi maka data WRF akan dimasukkan menjadi kondisi batas dari CFD. Setelah itu CFD akan di jalankan untuk memodelkan aliran angin di bagian tengah jembatan secara 2D. Penelitian ini menunjukan bahwa hasil prediksi angin WRF-CFD tidak dapat menembus threshold penutupan jembatan yang ditentukan oleh pihak berwenang. Sehingga perhitungan gust dari WRF-CFD yang digunakan sebagai parameter keamanan jembatan. Dengan perhitungan gust tersebut maka model WRF-CFD dapat diimplementasikan dalam sistem prediksi aliran angin untuk keamanan pengguna jembatan. Kata Kunci : Jembatan Suramadu, WRF-CFD, gust, peringatan dini
1.
Untuk melakukan prediksi angin kita dapat menggunakan model prediksi cuaca numerik (Jafari 2012). Weather Research and Forecast (WRF) adalah salah satu model meteorologi skala meso yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi maupun penelitian atmosfer. Secara teoritis WRF dapat digunakan untuk mensimulasikan aliran udara skala mikro karena saat melakukan pengaturan WRF kita dapat mengatur resolusi yang kita inginkan termasuk resolusi tinggi. Akan tetapi Resolusi model tertinggi dengan menggunakan data tata guna lahan yang telah tersedia di dalam WRF adalah 1 km. Dengan Resolusi 1 km karakteristik fisis di sekitar jembatan tidak tergambar dengan baik sehingga sulit untuk melakukan prediksi angin di dekat jembatan. Salah satu metode untuk memprediksi angin di jembatan dengan detil adalah dengan menggunakan model Computational Fluid Dynamics (CFD). Model CFD memiliki resolusi yang sangat tinggi, mencapai 0.5 meter sehingga sangat ideal untuk memodelkan aliran udara di sebuah struktur kompleks seperti jembatan. Pola aliran angin di bangunan kompleks dapat digambarkan oleh model CFD dengan baik (Hanna, dkk., 2006).
Pendahuluan
Jembatan Suramadu yang mulai beroperasi pada tanggal 10 Juni 2010 adalah jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura. Tujuan dibangunnya jembatan ini adalah untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura. Oleh karena meningkatnya ketergantungan masyarakat terhadap Jembatan Suramadu maka keamanan jembatan harus ditinjau agar pengguna jembatan dapat terlindung dari bahaya. Salah satu aspek dalam keamanan dan keselamatan jembatan adalah aliran udara di jembatan terutama angin samping (crosswind). Angin kencang diatas jembatan dapat menyebabkan kecelakaan dan membahayakan pengguna jembatan. Struktur jembatan sendiri juga dapat berpengaruh pada aliran udara di sekitar jembatan (Xu dan Guo, 2004). Pada bulan Januari 2012 Jembatan Suramadu sudah ditutup sebanyak 11 kali akibat angin kencang. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem peringatan dini atau early warning sebelum kejadian angin kencang tersebut terjadi agar pihak pengelola dapat mempersiapkan diri menghadapi kejadian tersebut.
1
Sebelum penelitian ini ditulis belum ada penelitian yang membahas implementasi model kopel WRF-CFD untuk memprediksi angin di jembatan. Pada penelitian-penelitian sebelumnya seperti yang di lakukan oleh Karstens (2009). Model kopel WRFCFD digunakan untuk memodelkan perilaku angin di bangunan pada saat kejadian hurricane dan tornado. Metode yang sama juga digunakan oleh Meissner dan Weir (2011) untuk menilai potensi energi angin di daerah barat Amerika Serikat. Namun dari penelitian sebelumnya belum ada yang menggunakan kopel WRF-CFD untuk memprediksi aliran angin di jembatan. Permasalahan yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah bagaimana cara mengimplementasikan model kopel WRF-CFD dalam prediksi aliran udara untuk mendeteksi kemungkinan bahaya angin kencang di jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) sehingga dapat terbangunnya model prediksi aliran udara di Jembatan Suramadu dengan menggabungkan model WRF dan CFD. 2.
memiliki akurasi yang cukup baik untuk digunakan sebagai data verifikasi. Data CCMP tersebut harus diuji dulu dalam penggunaannya untuk menggambarkan kejadiankejadian penutupan jembatan sebelum digunakan untuk data verifikasi hasil prediksi WRF. Untuk melakukan identifikasi kejadian penutupan jembatan akan dilakukan dengan bantuan analisa Cumulative Distribution Function (CDF) terhadap data kecepatan angin dari CCMP selama 1 bulan dalam penelitian ini bulan September 2010 dan Oktober 2010. CDF dalam penelitian ini menjelaskan probabilitas kejadian suatu nilai kecepatan angin berdasarkan data yang kita miliki. Metode CDF untuk menganalisa probabilitas kecepatan angin telah dilakukan oleh Zaharim, dkk. (2009) a.)
Data dan Metodologi
2.1. Data Data utama utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil prediksi GFS yang akan menjadi nilai awal untuk prediksi dengan model WRF dan data analisis angin CCMP yang digunakan untuk memverifikasi hasil WRF. Data pendukung dalam tugas akhir ini adalah denah dan skema Jembatan Suramadu yang digunakan untuk membangun mesh jembatan dengan bantuan Computer-Aided Design (CAD) Global Forecast System (GFS) adalah model prediksi cuaca numerik global yang dijalankan oleh The National Oceanic and Atmospheric Administration’s (NOAA). Dalam penelitian ini data GFS yang digunakan adalah GFS 4 yang memiliki resolusi 0.5° x 0.5° atau sekitar 55.5 km x 55.5 km. Data GFS ini kemudian akan dijadikan nilai awal untuk menjalankan model WRF yang akan menghasilkan prediksi dengan resolusi yang lebih tinggi. Cycle yang digunakan dalam penelitian ini adalah cycle 18.00 UTC. Data CCMP adalah data observasi angin yang menggabungkan pengukuran angin dari satelit yang didapatkan dari Remote Sensing Systems (REMSS) dengan menggunakan Variational Analysis Method (VAM) untuk menghasilkan data angin dengan resolusi tinggi (0.25 derajat). CCMP memiliki resolusi 0.25 derajat atau sekitar 25 km di wilayah dekat ekuator. Data CCMP berupa komponen angin U dan V yang tersedia setiap 6 jam dimulai dari tahun 1987 hingga tahun 2010. Pada tahun 2011 Atlas dkk. melakukan penelitian mengenai akurasi CCMP yang digunakan untuk pencitraan kecepatan angin permukaan laut. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa perbedaan nilai atau selisih antara data CCMP dan data pengamatan insitu di daerah laut sebesar 0.5 m/s. Penelitian ini menunjukan bahwa data CCMP
b.)
Gambar 1. Hasil CDF data CCMP Bulan September 2010 (a) dan 2 Oktober 2010 (b). Nilai pada sumbu X adalah kecepatan angin dalam m/s, sedangkan nilai pada sumbu y adalah probabilitas kumulatif dari serangkaian kejadian kecepatan angin pada sumbu X. Gambar 1a adalah grafik hasil CDF dari kecepatan angin CCMP pada bulan September 2010. Pada tanggal 22 September 2010 pukul 06.00 UTC atau 13.00 WIB kecepatan angin menurut CCMP adalah 2.65 m/s. Grafik hasil CDF bulan September
2
menunjukan bahwa kejadian angin dengan kecepatan 2.65 m/s selama bulan September termasuk jarang terjadi. Hal ini ditunjukan dengan probabilitas kejadian dengan kecepatan angin 2.65 m/s pada Jembatan Suramadu adalah 0.11 atau dengan kata lain hanya 1 dari 10 kejadian angin yang memiliki kecepatan diatas 2.65 m/s dari data itulah maka pada kasus tanggal 22 September 2010 dapat dikatakan kasus yang ekstrim. Pada gambar 1b grafik hasil CDF dari kecepatan angin CCMP pada bulan Oktober 2010. Pada tanggal 2 Oktober 2010 jembatan ditutup pada pukul 09.00 UTC hingga 11.00 UTC, sedangkan data kecepatan angin dari CCMP hanya tersedia pukul 06.00 UTC dan 12.00 UTC. Oleh karena itu dalam analisa identifikasi untuk kasus pada tanggal 2 Oktober 2010 ini akan digunakan kecepatan angin pada pukul 06.00 UTC dan 12.00 UTC. Pukul 06.00 UTC atau 13.00 WIB kecepatan angin menurut CCMP adalah 4.60 m/s. Grafik hasil CDF bulan Oktober menunjukan bahwa kejadian angin dengan kecepatan 4.60 m/s memiliki nilai probabilitas 0.01. Pukul 12.00 UTC atau 19.00 WIB kecepatan angin menurut CCMP adalah 3.99 m/s. Grafik hasil CDF bulan Oktober menunjukan bahwa kejadian angin dengan kecepatan 3.99 m/s memiliki nilai probabilitas 0.025. Setelah melihat kasus kejadian pada bulan September 2010 dan bulan Oktober 2010 maka dapat disimpulkan bahwa data kecepatan angin dari CCMP berhasil mengidentifikasi kejadian angin kencang pada tanggal 22 September 2010 dan 2 Oktober 2010. Kesimpulan ini ditarik setelah melihat kemungkinan terjadinya kecepatan angin pada saat jembatan ditutup menurut CCMP sangatlah kecil, sehingga CCMP dapat dilakukan untuk melakukan verifikasi kecepatan angin keluaran WRF. Akan tetapi identifikasi oleh CCMP ini masih memiliki banyak kekurangan yang sebagian besar disebabkan oleh data CCMP sendiri. Kekurangan pertama adalah data CCMP memiliki jangka waktu hanya 6 jam, padahal kejadian angin kencang memiliki periode kejadian yang lebih kecil, dalam skala waktu jam atau bahkan menit. Permasalahan lainnya adalah data CCMP saat ini sudah tidak diperbaharui lagi. Data CCMP terakhir yang ada saat ini adalah tanggal 31 Desember 2010.
Skema denah struktur Jembatan Suramadu yang digunakan adalah skema umum yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2010). Data yang dibutuhkan telah dikumpulkan dan ditunjukan pada gambar 2. 2.2. Metode Metode pengerjaan penelitian ini terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu prediksi kecepatan angin dengan menggunakan model WRF, verifikasi hasil WRF dengan menggunakan CCMP dan diakhiri dengan simulasi aliran udara menggunakan CFD dengan kondisi batas hasil prediksi WRF. Penelitian ini menggunakan model WRF untuk melakukan prediksi kecepatan angin di daerah Jembatan Suramadu. Dalam penelitian ini model WRF menggunakan data GFS 4 sebagai kondisi awal. Data GFS 4 yang digunakan adalah data dari cycle 18.00 hari sebelumnya. Pemilihan cycle ini berdasarkan pada kebutuhan prediksi yang harus bisa mulai digunakan pada jam 07.00 WIB (00.00 UTC) agar dapat digunakan. Downscaling model WRF yang dilakukan pada penelitian ini sebanyak 4 kali, dengan resolusi domain pertama sebesar 27 km, domain kedua sebesar 9 km, domain ketiga sebesar 3 km dan domain ke 4 sebesar 1 km. Waktu yang dipilih untuk menjalankan model WRF ini adalah pada tanggal 18 Juni 2010, 14 Juli 2010, 22 September 2010, dan 2 Oktober 2010. Pemilihan tahun 2010 berdasarkan pada ketersediaan data CCMP, Sedangkan untuk tanggal di masingmasing bulan mencocokan pada kasus yang dikaji dalam penelitian ini. Pada tanggal 22 September 2010 dan 2 Oktober 2010 Jembatan Suramadu ditutup berdasarkan keterangan dari Kepala Gerbang Tol Suramadu (Joewono, 2010 ; ANTARA, 2010). Prediksi pada tanggal 14 Juli 2010 berfungsi sebagai fungsi kontrol dimana pada tanggal ini jembatan dalam kondisi aman dan tidak ditutup. Sedangkan prediksi pada tanggal 18 Juni digunakan untuk menambah jumlah data dalam proses verifikasi WRF dengan CCMP agar lebih representatif secara statistik. Waktu selang antar hasil prediksi yang digunakan adalah 10 menit. Skema parameterisasi yang digunakan pada model WRF dalam penelitian ini dapat dilihat pada table 1 Tabel 1 Konfigurasi skema parameterisasi WRF.
Parameterisasi Cumulus Microphysics Planetary Boundary Layer Gambar 2. Skema desain utama jembatan suramadu.. Sumber : Dept. PU Dirjen Bina Marga.
3
Skema yang digunakan Skema Kain-Fritsch Skema Lin et al. Skema Yonsei University
Hasil keluaran WRF harus diverifikasikan dengan data pengamatan dengan tujuan untuk melihat akurasi dari tingkat kepercayaan WRF dengan setting yang sudah dijelaskan sebelumnya. Hasil prediksi akan diverifikasi dengan data CCMP. Metode verifikasi yang digunakan untuk melihat galat yang dihasilkan oleh WRF adalah dengan Root Mean Square Error (RMSE) spasial komposit. Perhitungan RMSE dilakukan dengan menggabungkan hasil WRF yang tersaji secara spasial yang diurutkan menjadi 1 data set sehingga dapat diverifikasikan dengan data CCMP. Interpolasi harus dilakukan untuk menyamakan resolusi data CCMP dan hasil WRF. Grid yang dipakai dalam perhitungan adalah daerah Laut Jawa. Karena data CCMP cenderung memiliki akurasi yang tinggi di laut ketimbangkan di darat (Atlas, dkk. 2011). Dalam penelitian ini verifikasi yang akan dilakukan akan dibagi berdasarkan waktu prediksi yaitu prediksi 6 jam, 12 Jam, 18 Jam dan 24 jam. Hal ini disebabkan perbedaan error yang akan dihasilkan setiap error prediksi (Buizza 2004). Setelah mendapatkan output prediksi angin yang dihasilkan WRF dan telah di verifikasi menunjukan bahwa keluaran model WRF tersebut digunakan maka penulis memasukan output WRF tersebut kedalam CFD. Pada penelitian ini program CFD yang digunakan adalah Fluent versi 6.3. Persiapan model CFD dimulai dengan pembuatan desain dan struktur penampang jembatan dengan bantuan CAD. Desain yang dibangun adalah desain 2 dimensi dari penampang tengah jembatan utama (Main Bridge). Setelah desain jembatan tersebut selesai, desain akan dimasukan ke dalam preprocessor dari Fluent yaitu Gambit. Di dalam gambit dibangun grid perhitungan yang akan menjadi titik-titik perhitungan di Fluent. Kondisi batas Dalam penelitian ini kondisi batas inlet menggunakan velocity inlet dan kondisi batas outlet adalah pressure outlet. Sedangkan batas atas, bawah dan jembatan dianggap sebagai dinding seragam Konfigurasi Fluent yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : solver menggunakan persamaan Reynolds Averaging Navier-Stokes (RANS) dan model viscous yang digunakan adalah standard k – ε model. Pada pendefinisian kondisi batas dimasukkan kecepatan angin yang akan penulis kaji. Dalam penelitian ini untuk melihat pola kecepatan angin di atas dek jembatan, hasil prediksi kecepatan angin oleh WRF pada saat kejadian jembatan ditutup dijadikan kondisi batas. Asimilasi hasil prediksi angin WRF kedalam kondisi batas fluent menjadikan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopel antara WRF-CFD. Setelah selesai melakukan pengaturan tersebut maka dimulailah iterasi untuk menghitung model tersebut hingga residu (error) paling kecil dan hasil perhitungannya konvergen. Ketika hasil sudah konvergen maka proses perhitungan sudah selesai,
sehingga penulis dapat melanjutkan pada tahap postprocessing yaitu penggambaran.
3.
Hasil dan Pembahasan
3.1. Verifikasi Hasil Prediksi WRF Verifikasi hasil prediksi kecepatan angin dari WRF ini akan dilakukan dengan perhitungan RMSE spasial komposit sedangkan untuk arah angin akan digunakan analisa kualitatif dengan overlay vektorvektor angin.
#% !")%
!"#
%$!"&'%
!"((%
!"()%
+!,%
+#&%
!% *")% *% -./0%
+(%
+!#%
Gambar 3. Hasil perhitungan RMSE spasial komposit dari data CCMP dan hasil prediksi WRF di Laut Jawa dibagi berdasarkan Error prediksi. Pada gambar 3 menunjukan hasil perhitungan RMSE spasial komposit. Dapat dilihat bahwa hasil RMSE dari prediksi yang dilakukan cenderung naik ketika error prediksi meningkat. Hal ini disebabkan oleh karena hasil prediksi pertumbuhan error dari kondisi awal yang meningkat selama waktu prediksi. Penyebab lain dari kejadian ini adalah karena dalam prosesnya menggambarkan proses fisis di atmosfer WRF hanya menggunakan aproksimasi dan parameterisasi sehingga hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya (Buizza 2004). Setelah melihat RMSE dari data prediksi ini, penulis dapat menilai seberapa baik prediksi WRF ini untuk dapat digunakan sebagai nilai batas bagi model Fluent. Kimura & Niimi (2008) menyimpulkan bahwa untuk perhitungan RMSE kecepatan angin, threshold bahwa hasil prediksi tersebut memuaskan adalah 25 % dari nilai simpangan terjauh dalam data set tersebut. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa threshold RMSE hasil prediksi yang dapat ditoleransi adalah jika nilai RMSE berada di bawah 2.188 m/s. Jika kita lihat kembali gambar 3, error yang paling tinggi terletak pada error ke-18 dengan RMSE sebesar 1.66 m/s. Hal ini mengindikasikan bahwa keluaran model dapat digunakan untuk memprediksi aliran udara di Jembatan Suramadu Gambar 4.2 menunjukan plot vektor arah angin antara WRF dan CCMP pada tanggal 22 September 2010 pukul 06.00 UTC. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa pada bagian utara pulau jawa arah angin WRF dan CCMP berbeda. Walaupun begitu
4
pada daerah jembatan angin hasil prediksi WRF dan CCMP memiliki kesamaan yaitu kecenderungan
bergerak dari timur ke barat dengan perbedaan arah sekitar 30°.
a.)
b.)
c.)
d.)
Gambar 4. Plot vektor kecepatan angin observasi CCMP (panah biru) dan hasil prediksi WRF (panah merah) pada 22 September 2010 pukul 06.00 UTC (a) dan 2 Oktober 2010 pukul 12.00 UTC (c). Gambar 4 b dan dmenunjukan plot curah hujan dan angin WRF pada 22 September 2010 pukul 06.00 UTC (b) dan 2 Oktober 2010 pukul 12.00 UTC (d). Perbedaan ini disebabkan karena pada tanggal 22 September 2010 terdapat hujan badai di daerah Pulau Madura (Joewono 2010). Akan tetapi badai ini tidak dapat terdeteksi oleh CCMP, Namun WRF dapat memperlihatkan kejadian ini akibat perhitungan fisisnya yang menunjukan adanya Curah hujan pada daerah badai yang menjadi pusat divergensi angin seperti pada gambar 4b. Oleh sebab itu terdapat perbedaan pada arah angin yang dihasilkan oleh WRF dan CCMP pada tanggal 22 September 2010. Pada tanggal 2 Oktober 2010 perbedaan arah angin antara WRF dan CCMP sangat kecil. Kedua arah angin memiliki kecenderungan bergerak kearah yang sama yaitu bergerak dari timur ke barat. Kesamaan ini juga disebabkan oleh karena tidak terdapatnya hujan dalam kuantitas tinggi yang dapat menyebabkan pusat divergensi seperti pada tanggal 22 September 2010. Hal ini dapat ditunjukkan pada
gambar 4d, dimana hujan pada daerah prediksi sangat kecil. 3.2. Hasil Prediksi dengan Model WRF-CFD Hasil prediksi kecepatan angin WRF-CFD berupa kontur kecepatan angin pada bagian tengah jembatan dengan potongan melintang. Untuk melakukan analisis kecepatan angin di dekat permukaan maka jembatan akan dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu jalur mobil dan jalur sepeda motor. Gambar 5 menunjukan pembagian jalur lalu lintas di atas jembatan Gambar 6a adalah hasil prediksi kecepatan angin dengan model WRF-CFD pada tanggal 22 September 2010 pada pukul 05.00 UTC. Pada tanggal 22 September 2010 terjadi kasus penutupan jembatan yang dimulai pada pukul 05.00 UTC hingga pukul 07.00 UTC. Menurut hasil WRF pada tanggal 22
5
sebenuhnya baik untuk pengendara sepeda motor maupun mobil (Taufiq 2012). Dari data tersebut maka dapat dilihat pada tanggal 22 September 2010 saat jembatan di tutup, kecepatan angin di dek jembatan hasil model WRFCFD adalah 7.1 m/s. Threshold penutupan menurut BPWS adalah 40 Km/jam atau 11.1 m/s. Pada tanggal 2 Oktober 2010 saat jembatan di tutup, kecepatan angin di dek jembatan hasil model WRF-CFD adalah 10.1 m/s sedangkan Threshold penutupan menurut BPWS adalah 11.1 m/s. dari hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam 2 kasus yang di kaji ketidak-cocokan antara keputusan penutupan jembatan dan hasil model WRF-CFD. Akan tetapi perbandingan diatas tidak dapat diterima sepenuhnya karena threshold yang digunakan oleh BPWS adalah kecepatan angin di Stasiun Maritim BMKG Tanjung Perak, sedangkan hasil WRF-CFD berada di tengah Jembatan Suramadu. Sehingga data kecepatan angin yang digunakan tidak dapat dibandingkan. Perbandingan ini dapat dilakukan jika terdapat pengamatan angin di Jembatan Suramadu.
September 2010 angin bertiup dari arah timur menuju ke jembatan dengan kecepatan 6.24 m/s. Akan tetapi di dekat jembatan nilai kecepatan tersebut berubah, akibat efek aerodinamis penampang jembatan. Pada lajur Sepeda motor yang berasal dari Pulau Madura kecepatan angin di atas dek meningkat menjadi 7.19 m/s dari awalnya hanya 6.24 m/s. Peningkatan signifikan hanya terjadi pada jalur tersebut, di jalur lain peningkatan tidak begitu signifikan hanya sekitar 0.2 m/s hingga 0.4 m/s.
Timur
Barat
1
2
3
4
Gambar 5 Pembagian lajur lalu lintas Jembatan Suramadu. Lajur sepeda motor dari arah Pulau Madura (A), lajur mobil dari arah Pulau Madura (B), Lajur Mobil dari Arah Surabaya (C), dan Lajur Sepeda Motor dari arah Surabaya.
a.)
E A
Gambar 6b adalah hasil prediksi kecepatan angin dengan model WRF-CFD pada tanggal 2 Oktober 2010 pada pukul 09.00 UTC. Pada tanggal 2 Oktober 2010 terjadi kasus penutupan jembatan yang dimulai pada pukul 09.00 UTC hingga pukul 11.00 UTC. Menurut hasil WRF pada tanggal 2 Oktober 2010 angin bertiup dari arah timur menuju ke jembatan dengan kecepatan 8.75 m/s. Akan tetapi seperti pada kasus sebelumnya kecepatan angin di dekat jembatan meningkat menjadi 10.1 m/s di lajur Sepeda motor yang berasal dari Pulau Madura. Peningkatan signifikan hanya terjadi pada jalur tersebut, di jalur lain peningkatan tidak begitu signifikan bahkan pada jalur sepeda motor dari arah Surabaya kecepatan turun menjadi 8.49 m/s.
W ar
b.)
E
W
3.3. Analisa Parameter Keamanan Jembatan Parameter keamanan Jembatan Suramadu saat ini ditentukan oleh kecepatan angin yang terukur di Stasiun Maritim BMKG Tanjung Perak. Stasiun Maritim BMKG Tanjung Perak berjarak kurang lebih 4 Km dari Jembatan Suramadu. Parameter keselamatan yang digunakan saat ini oleh pihak Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) adalah ketika kecepatan angin di Stasiun Maritim BMKG Tanjung Perak mencapai 40 km/jam atau 11.1 m/s maka jembatan akan ditutup untuk pengendara sepeda motor. Sedangkan ketika kecepatan angin mencapai 60 km/jam atau 16.67 m/s maka jembatan akan ditutup
Gambar 6 Hasil Prediksi kecepatan angin di dek jembatan pada (a) 22 September 2010 pukul 05.00 UTC dan (b) 2 Oktober 2010 pukul 09.00 UTC.
6
Karena kecepatan angin hasil WRF-CFD cenderung berada di bawah threshold yang ditentukan BPWS pada saat kasus kejadian maka itu diperlukan suatu analisa parameter turunan WRF-CFD yang dapat digunakan sebagai komponen peringatan dini (Early Warning) untuk diimplementasikan di Jembatan Suramadu. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melakukan peringatan dini bahaya angin di jembatan adalah dengan perhitungan gust. Perhitungan gust dapat dilakukan dengan menggunakan hasil model WRF-CFD. Metode perhitungan gust yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu perhitungan variansi 3 Jam-an dan perhitungan gustiness. Perhitungan variansi 3 jam-an digunakan untuk melihat kondisi variabilitas kecepatan angin dalam waktu 3 jam tersebut. Variansi yang tinggi menyatakan terdapat fluktuasi kecepatan angin yang terjadi pada waktu tersebut. Awalnya penulis menentukan waktu perhitungan variansi berdasarkan lama penutupan jembatan yaitu 2 jam, namun dalam 2 jam data prediksi WRF yang ada hanya berjumlah 12 buah. Hal ini menyulitkan dalam analisa karena menurut penulis jumlah data untuk perhitungan variansi ini terlalu sedikit sehingga tidak representatif secara statistik. Oleh sebab itu penulis menentukan time window yang digunakan adalah 3 jam dengan jumlah data 18 buah. Perhitungan variansi dilakukan setiap 10 menit dengan konsep Moving-Variance. Pada konsep moving variance jumlah data yang akan dihitung variansinya akan tetap sejumlah 18 data, namun data petrtama akan berubah sesuai dengan waktu perhitungan. Perhitungan dimulai pada pukul 21.00 UTC dan dilakukan setiap 10 menit selama rentang waktu prediksi.
Gambar 7 adalah gambar grafik hasil perhitungan variansi yang dibandingkan dengan plot time series kecepatan angin hasil WRF-CFD pada tanggal 22 September 2010. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada saat waktu penutupan (05.00 UTC), variansi 3 jam-an yang dihitung paling tinggi dibandingkan dengan variansi 3 jam-an lainnya di hari tersebut. Variansi yang terhitung sekitar pukul 05.00 berkisar antara 0.8 hingga 0.87. Hal ini menunjukan bahwa kecepatan angin pada tanggal 22 September 2010 sekitar pukul 05.00 di dek jembatan sangat fluktuatif yang menandakan adanya kemungkinan gust yang kuat (Harper, Kepert dan Ginger 2008). Kesimpulan ini di dukung juga dengan grafik time series kecepatan angin hasil WRF-CFD yang menunjukan adanya spike pada pukul 05.00 UTC.
!"#$"%&$'
&")% &% '")% '% #")% #% !")% !% *")% *% ! ! # # # # *% !% #% '% &% )% (% 5% ,% $% ! ! ! ! ! ! ! ! ,% $% *% !% #% '% *% !% #% '% &% )% (% 5% (")*+'
!#%
,-.-/"*"%'0%1$%'234&5'
a.)
keluaran WRF-CFD pada tanggal 22 September 2010.
*",% !"#$"%&$'
6-78374%
!*%
!%
*"(% *"&% *"#% *%
,% (% &% #% *%
! ! # # # # *% !% #% '% &% )% (% 5% ,% $% ! ! ! ! ! ! ! ! ,% $% *% !% #% '% *% !% #% '% &% )% (% 5%
! ! # # # # *% !% #% '% &% )% (% 5% ,% $% ! ! ! ! ! ! ! ! ! ,% $% *% !% #% '% *% !% #% '% &% )% (% 5% ,% (")*+'
(")*+'
Gambar 8 Hasil Pehitungan Variansi 3 Jam-an (a) Plot Variansi 3 jam-an (b) Kecepatan angin keluaran WRF-CFD pada tanggal 22 September 2010.
,-.-/"*"%'0%1$%'234&5'
b.),% 6-78374% (%
Gambar 8 adalah gambar grafik hasil perhitungan variansi yang dibandingkan dengan plot time series kecepatan angin hasil WRF-CFD pada tanggal 22 September 2010. Pada saat jembatan ditutup pada pukul 09.00 UTC, variansi 3 jam-an yang dihitung mencapai 1.71. Jika kita perhatikan hasil perhitungan variansi meningkat drastis mulai dari pukul 09.00 UTC hingga 12.00 UTC. Puncak nilai variansi terdapat pada pada pukul 10.50 UTC dengan nilai variansi 4.04. Hal ini menunjukan pada kita
&% #% *% ! ! # # # # *% !% #% '% &% )% (% 5% ,% $% ! ! ! ! ! ! ! ! ! ,% $% *% !% #% '% *% !% #% '% &% )% (% 5% ,% (")*+'
Gambar 7 Hasil Pehitungan Variansi 3 Jam-an (a) Plot Variansi 3 jam-an (b) Kecepatan angin
7
bahwa pada kasus 2 Oktober 2010 kemungkinan terjadinya gust semakin besar setelah jembatan di tutup. Grafik time series kecepatan angin hasil WRFCFD dapat menceritakan kejadian ini. Dari pukul 06.00 UTC terlihat kecepatan angin meningkat secara perlahan-lahan hingga pada pukul 08.00 UTC hingga pukul 09.00 UTC terjadi penurunan kecepatan angin yang sangat drastis sebesar 6 m/s. Dari pukul 09.00 terjadi kenaikan kecepatan angin yang drastis hingga mencapai angka 8 m/s. Kecepatan ini terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada pukul 11.00 dengan kecepatan maksimum 10.1 m/s. Fluktuasi tersebut menandakan terjadinya gust yang sangat kuat dan tibatiba sehingga menjadi sangat berbahaya bagi pengguna fasilitas jembatan. Pada kedua kasus ini dapat disimpulkan bahwa pengukuran variansi dari hasil prediksi dapat digunakan untuk memprediksikan gust yang mungkin terjadi. Setelah melihat kedua kasus tersebut maka dapat disimpulkan bahwa threshold terjadinya penutupan jembatan adalah ketika nilai variansi 3 jaman berada di atas 0.8 dan terjadi kenaikan kecepatan angin yang dilihat dari time series kecepatan angin hasil prediksi WRF-CFD. Kesimpulan tersebut dapat ditarik setelah melihat pada kedua kasus, penutupan jembatan terjadi ketika nilai variansi 3 jam-an melebihi 0.8. Walaupun begitu hal ini perlu dikaji lebih lanjut karena kasus yang digunakan hanya 2 kejadian sehingga menurut penulis sulit untuk digeneralisasi. Hasil ini dapat dibilang sebagai batu loncatan (pre-eliminary result) untuk penelitianpenelitian selanjutnya mengenai penggunaan parameter ini secara keseluruhan. Untuk menganalisa seberapa kuat gust yang terjadi maka diperlukan perhitungan lain, karena nilai variansi dapat diartikan berupa penurunan drastis dari kecepatan angin. Kecepatan angin yang turun secara tiba-tiba dapat menyebabkan nilai variansi yang tinggi. Perhitungan gustiness dilakukan untuk memastikan bahwa nilai variansi yang didapatkan dari perhitungan variansi 3 jam-an adalah akibat kenaikan kecepatan angin. Tujuan lainnya dilakukannya perhitungan gustiness ini adalah untuk melihat memprediksi seberapa kuat gust yang akan terjadi dengan melihat kenaikan kecepatan angin. Pada dasarnya gustiness dihitung dengan melihat perbedaan kecepatan angin saat waktu yang dikaji dengan ratarata kebelakang selama selang waktu tersebut, yang dalam kasus kali ini adalah 3 jam agar rata-rata yang didapatkan lebih representatif secara statistik. Pada kasus 22 September 2010, didapatkan bahwa kecepatan angin maksimum terdapat pada kisaran pukul 05.00 UTC adalah 7.18 m/s yang terjadi pada pukul 04.50 UTC. Dari data tersebut maka penulis melakukan perhitungan rata-rata kecepatan angin mulai dari 02.50 UTC hingga 04.50 UTC. Nilai rata-rata yang didapatkan adalah 4.475 m/s. Lalu dilakukan perhitungan persentase kenaikan kecepatan
angin ketika pukul 04.50 UTC terhadap rata-rata tersebut. Untuk kasus 22 September 2010 ini kenaikan yang didapatkan sebesar 2.7 m/s atau sebesar 60.4 % dari kecepatan angin rata-rata yang terjadi. Pada kasus 2 Oktober 2010, didapatkan bahwa kecepatan angin maksimum terdapat pada kisaran pukul 09.00 UTC adalah 10.06 m/s yang terjadi pada pukul 10.20 UTC. Dari data tersebut maka penulis melakukan perhitungan rata-rata kecepatan angin mulai dari 08.20 UTC hingga 10.20 UTC. Nilai ratarata yang didapatkan adalah 7.01 m/s. Lalu dilakukan perhitungan prosentase kenaikan kecepatan angin ketika pukul 04.50 UTC terhadap rata-rata tersebut. Untuk kasus 2 Oktober 2010 ini kenaikan yang didapatkan sebesar 3.05 m/s atau sebesar 43.4 % dari kecepatan angin rata-rata yang terjadi. Dari studi kasus yang dilakukan dapat dilihat bahwa pada saat kejadian jembatan di tutup, tingkat kenaikan kecepatan angin pada selang waktu tersebut cukup tinggi yaitu 60.4% untuk kasus bulan September 2010 dan 43.4% untuk kasus bulan Oktober 2010. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perubahan kecepatan angin yang sangat signifikan pada selang waktu yang pendek, atau dengan kata lain adalah gust. Gustiness sendiri adalah tingkatan seberapa kuat gust yang terjadi dengan melihat perbedaan kecepatan dalam waktu yang sangat pendek.Semakin besar perbedaannya maka semakin kuat pula gust yang terjadi. 3.4. Sistem Peringatan Dini Keselamatan Jembatan Setelah melihat hasil perhitungan gust yang berasal dari hasil prediksi dapat menggambarkan kejadian penutupan jembatan maka penulis dapat merancang sebuah sistem implementasi hasil prediksi WRF-CFD untuk penggunaan operasional sehari-hari. Akan tetapi karena keterbatasan data pengamatan angin di jembatan sehingga penulis tidak dapat membuat suatu parameter pasti sebagai dasar utama penutupan jembatan, melainkan penelitian ini berfokus pada menghasilkan peringatan dini akan keamanan pengguna jembatan yang dapat digunakan sebagai data pendukung dalam kasus penutupan jembatan tersebut. Oleh karena hal tersebut parameter baku keselamatan jembatan tidak dapat dihasilkan oleh penelitian ini. Sistem peringatan dini yang dihasilkan oleh model ini dimulai pada pukul 20.00 UTC hari sebelumnya dimana data GFS 4 sudah dapat di download dan proses running WRF-CFD berjalan. Pukul 00.00 UTC model WRF-CFD telah selesai dan dapat digunakan untuk melakukan prediksi kecepatan angin. Setelah keluaran model telah didapatkan maka kita dapat menghitung variansi 3 jam-an selama 1 hari tersebut. Jika terdapat nilai variansi yang melebihi 0.8 maka waktu tersebut dikatakan rawan terjadi gust. Setelah mendapatkan perkiraan waktu yang rawan terjadi gust perhitungan akan dilanjutkan dengan
8
gustiness setiap 10 menit dari waktu yang telah dinyatakan rawan.
a.) 00:00 - 00:30 Perhitungan Variansi 3 Jam-an
00:30 - 01:30 Penentuan Waktu Siaga dari hasil Perhitungan (Siaga Pukul 04.00 UTC) 04:00 - 06:50 Perhitungan Gustiness
01:00 00:00
01:30 01:40 - 04:00 Persiapan Penutupan Jembatan 19:00
18:00
20:00
21:00
22:00
23:00
18:00 - 20:00 Persiapan Model WRF-CFD 19:00
24:00
01:00
02:00
03:00
05:00 - 07:00 Penutupan Jembatan
04:00
05:00
06:00
20:00 - 00:00 Running Model WRF-CFD 20:00
21:00
22:00
07:00
08:00 09:00
05:00 Apabila Gustiness melebihi 40 % 23:00
18:00
00:00
b.) 00:00 - 00:30 Perhitungan Variansi 3 Jam-an
00:30 - 01:30 Penentuan Waktu Siaga dari hasil Perhitungan (Siaga Pukul 04.00 UTC) 08:00 - 10:50 Perhitungan Gustiness
01:00 00:00
01:30 01:40 - 08:00 Persiapan Penutupan Jembatan 19:00
20:00
21:00
22:00
18:00 - 20:00 Persiapan Model WRF-CFD
18:00
19:00
23:00
24:00
01:00
02:00
03:00
04:00
20:01 - 00:00 Running Model WRF-CFD 20:00
21:00
22:00
18:00
05:00
09:00 - 11:00 Penutupan Jembatan 06:00
07:00
08:00
09:00
10:00
11:00
12:00 13:00
09:00 Apabila Gustiness melebihi 40 % 23:00 00:00
Gambar 9. Diagram timeline early warning untuk kasus (a) 22 September 2010 dan (b) 2 Oktober 2010 (Skala waktu dalam UTC) Jika terdapat kenaikan tingkat gustiness yang terhitung pada suatu waktu pada waktu tersebut melebihi 30% maka jembatan disarankan untuk ditutup. Dari perhitungan gustiness tersebut kita dapat melihat seberapa kuat gust yang akan terjadi. Akan tetapi karena kurangnya sampel penelitian maka threshold yang digunakan kemungkinan belum dapat diaplikasikan ke segala situasi dan kondisi. Terutama kondisi ketika gustiness-nya rendah namun kecepatan angin tinggi, hal tersebut tetap berbahaya bagi pengguna jembatan. Akan sangat membantu jika di jembatan dipasang anemometer untuk pengamatan kecepatan angin di jembatan saat kejadian. Dengan adanya pengamatan angin ini maka system peringatan dini akan memiliki data dan threshold yang terverifikasi. Timeline sistem peringatan dini dapat dilihat pada gambar 4.11 dan 4.12. Dengan hasil prediksi gust ini pihak BPWS dapat menentukan waktu-waktu yang rawan dan harus menjadi pusat perhatian. Prediksi ini juga dapat memberi waktu bagi BPWS untuk melakukan persiapan penutupan jembatan, sehingga meningkatkan waktu respons dari Tim BPWS. Walaupun tidak dapat menjadi alasan utama penutupan Jembatan Suramadu, prediksi angin dengan WRF-CFD ini dapat memberikan gambaran (Headsup) akan kondisi angin pada keesokan harinya. 4.
● CCMP dapat menunjukan adanya kejadian angin kencang saat Jembatan Suramadu ditutup melalui bantuan CDF. Akan tetapi data CCMP yang memiliki resolusi temporal rendah dan berakhir pada bulan Desember 2010 membuat CCMP tidak dapat digunakan sebagai parameter penentuan keamanan jembatan. ● Akurasi WRF baik arah maupun kecepatan angin cukup baik jika dibandingkan dengan CCMP karena RMSE dari WRF tidak mencapai threshold yang telah di tentukan sebelumnya. ● Nilai kecepatan angin dari prediksi WRFCFD tidak mencapai threshold penutupan jembatan yang telah ditentukan oleh BPWS yaitu 11.1 m/s. ● Perhitungan gust sebagai parameter turunan WRF dapat mengindikasikan tingkat keamanan di dek setelah di uji dengan kasus penutupan jembatan pada tanggal 22 September 2010 dan 2 Oktober 2010. ● Hasil analisis variansi dan gustiness dapat digunakan untuk membangun sistem peringatan dini angin kencang di Jembatan Suramadu dan berguna sebagai data pendukung keputusan operasional jembatan.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat pengerjaan tugas akhir ini adalah :
diambil
dalam
9
UCAR.
CISL RDA: ds744.9 Home Page. 2012. http://rda.ucar.edu/datasets/ds744.9/ (accessed 5 3, 2012). Yahaya, S., and J. P. Frangi. "Profile of the horizontal wind variance near the ground in near neutral flow – Ktheory and the transport of the turbulent kinetic energy." Annales Geophysicae, 2009: 1843-1859. Zaharim, Azami, Siti Khadijah Najid, Ahmad Mahir Razali, and Kamaruzzaman Sopian. "Wind Speed Analysis in the East Coast of Malaysia." European Journal of Cientific Research 32 (2009): 208-215. Zhou, Qi, Le-Dong Zhu, and Zhen-Shan Guo. "Study on wind environment over a bridge deck near tower using CFD with LES model and wind tunnel test." The Fifth International Symposium on Computational Wind Engineering. Chapel Hill, 2010.
REFERENSI ANTARA. Jembatan Suramadu di Tutup Akibat Angin Kencang. Oktober 2, 2010. http://www.mediaindonesia.com/read/2010/10/02/17 2377/125/101/Jembatan-Suramadu-Ditutup-akibatAngin-Kencang (accessed Juni 5, 2012). Atlas, Robert, et al. "A Cross-Calibrated, Multiplatform Ocean Surface Wind Velocity Product For Meteorological And Oceanographic Applications ." American Meteorology Society, 2011: 157-174. Badan Pengembangan Wilayah Surabaya Madura. Suramadu Percepat Pemberdayaan Ekonomi Madura. 2 12, 2012. http://bpws.go.id/?p=894 (accessed 6 2, 2012). Buizza, Roberto. "Introduction to ensemble prediction." European Centre for Medium-Range Weather Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. Jembatan Nasional Suramadu. 2010. www.suramadu.com (accessed Februari 20, 2012). Hanna, Steven R., et al. "DETAILED SIMULATIONS OF ATMOSPHERIC FLOW AND DISPERSION IN DOWNTOWN MANHATTAN." American Meteorology Society, 2006: 1713-1726. Harper, B. A., J. D. Kepert, and J. D. Ginger. Guidelines For Converting Between Various Wind Averaging Periods In Tropical Cyclone Conditions . World Meteorological Organization, 2008. International Pacific Research Center. Cross-Calibrated Multi-Platform (CCMP) Ocean Surface Wind Vector L3.5a Monthly First-Look Analyses. 10 27, 2011. http://apdrc.soest.hawaii.edu/datadoc/ccmp_month.p hp (accessed 6 3, 2012). Jafari, Samira. Numerical Study of Wind Turbine Performance in Complex Terrain. Laboratory of Energy Conversion ETH, Zurich: ETH Zurich, 2012. Joewono, Benny N. Angin Badai, Jembatan Suramadu di Tutup. september 22, 2010. http://nasional.kompas.com/read/2010/09/22/161611 69/function.simplexml-load-file (accessed Juni 5, 2012). Karstens, Christopher D. "Improved understanding of nearground winds in hurricanes and tornadoes." 2009. Kimura, Youichi, and kazuzo Niimi. "Verification of the guidance during the period of Typhoon Songda." Numerical Prediction Division , Japan Meteorological Agency, 2008. Meissner, Catherine, and David Weir. "Utilizing WRF data in CFD Models for Wind Energy Assessment." 2011. Taufiq, Fatkhurrohman. Ada Puting Beliung, Jalur Motor Suramadu Ditutup. Maret 13, 2012. http://www.tempo.co/read/news/2012/03/13/058389 905/Ada-Puting-Beliung-Jalur-Motor-SuramaduDitutup (accessed Juni 7, 2012).
10