Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.
© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung
Hubungan antara Variabilitas Tahunan Monsun Australia dengan Aktivitas Siklon Tropis di Samudera Hindia DICKY ARDIANSYAH dan ZADRACH L. DUPE Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Siklon tropis merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi di daerah monsun dan dapat mengakibatkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu wilayah utama pembentukan siklon tropis tersebut adalah di Samudera Hindia. Dalam kajian ini, dilakukan kajian mengenai hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dengan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia. Dalam kajian ini, digunakan data siklon tropis selama 57 tahun (1949-2005) dari joint typhoon warning center (JTWC). Pada kajian ini, aktivitas siklon tropis yang dikaji adalah pada saat terjadinya tahun-tahun monsun kuat dan lemah berdasarkan indeks monsun Australia(AUSMI) yang didefinisikan oleh Kajikawa dkk. (2009). Analisis yang dilakukan berupa frekuensi dan titik pembentukan siklon tropis dan badai tropis, pola sirkulasi, vortisitas relatif, intensitas potensial, dan indeks potensial pembentukan siklon tropis (Genesis Potential Index, GPI). Dari analisis tersebut, secara umum diperoleh bahwa variabilitas tahunan monsun Australia dan aktivitas iklon tropis di Samudera Hindia memiliki korelasi yang positif. Frekuensi dan jumlah hari siklon dan badai tropis pada tahun monsun kuat komposit lebih banyak (18 siklon, 26 badai tropis, 264 hari) dibanding dengan tahun monsun lemah komposit (16 siklon, 23 badai tropis, 247 hari). Secara khusus, terdapat hubungan yang berbeda di antara keduanya di tempat yang berbeda. Hal itu ditunjukan oleh nilai intensitas potensial yang memiliki korelasi yang signifikan di Stasiun Darwin dibanding dengan Stasiun Perth. Hubungan antara keduanya dengan menggunakan genesis potential index kurang signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa GPI tidak dapat menggambarkan hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dengan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia. Kata kunci: AUSMI, tahun monsun kuat komposit, tahun monsun lemah komposit, frekuensi siklon tropis dan badai tropis, intensitas potensial, genesis potential index.
1.
merupakan salah satu kondisi yang dapat mengakibatkan tumbuhnya siklon tropis (Gray, 1975). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan hubungan di antara monsun dan siklon tersebut. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kumar dan Krishnan (2005) yang meneliti hubungan antara monsun musim panas India dengan aktivitas siklon tropis di Pasifik barat laut. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa hubungan antara monsun musim panas India dan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia memiliki korelasi negatif yang jumlah hari siklonnnya pada saat tahun-tahun monsun lemah lebih banyak (729 hari) dibanding dengan tahun-tahun monsun kuat (600 hari) (Kumar dan Krishnan, 2005). Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dengan aktivitas iklon tropis di Samudera Hindia. Dalam melakukan kajian ini, aktivitas siklon tropis yang akan dikaji adalah saat terjadinya tahuntahun monsun lemah dan kuat berdasarkan indeks
Pendahuluan
Australia merupakan salah satu daerah monsun yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang dikemukakan oleh Ramage (1971; dalam Slingo, 2003). Kriteriakriteria tersebut pada dasarnya mengemukakan bahwa suatu monsun dicirikan oleh angin yang tetap (steady), terus menerus (sustained), dan digerakkan oleh kondisi batas musiman, seperti temperatur daratan atau lautan (Slingo, 2003). Di dalam wilayah monsun tersebut kerap terjadi gangguan-gangguan tropis, salah satunya dalah siklon tropis. Siklon tropis ialah pusaran atmosferik kuat yang terbentuk di atas lautan tropis yang hangat (Kepert, 2010) dan merupakan tingkatan paling dewasa dalam gangguan tropis (Saha, 2010). Dari berbagai lautan di bumi, Samudera Hindia merupakan salah satu tempat terjadinya siklon tropis (COMET, 2011). Suhu rata-rata muka laut yang cukup hangat pada bulan Februari (lebih dari 28°C) di Samudera Hindia sebelah barat Australia (Saha, 2010)
1
monsun Australia (AUSMI) (Kajikawa dkk., 2009). Kajian aktivitas siklon tropis meliputi frekuensi kejadian siklon tropis, titik pembentukan siklon tropis, pola sirkulasi angin dan vortisitas relatif, intensitas potensial, dan indeks potensial pembentukan siklon tropis (genesis potential index). Wilayah kajian meliputi Benua Australia dan Samudera Hindia bagian selatan yang secara khusus berada pada koordinat 0°40°LS dan 40° BT-155° BT. . 2. Tinjauan Pustaka
Gambar 2.1. Skala Saffir-Simpson (sumber: http://www.coolgeography.co.uk)
2.1. Onset, Retreat, Periode, dan wilayah monsun Australia
2.4. Parameter Utama Terbentuknya Siklon Tropis
Sebagian besar wilayah Australia terletak di sabuk subtropis. Oleh karena itu, wilayah yang mengalami akibat dari iklim tipe-monsunal adalah sebagian besar Australia bagian utara (sebelah utara sekitar 20°LS) (Saha, 2010). Permulaan (Onset) dan akhir (retreat) monsun Australia terjadi saat pertama kali muncul dan berakhirnya angin baratan (westerlies) pada angin zonal 850 mb yang dirataratakan di wilayah Darwin, terlepas dari adanya perubahan arah angin yang datang dari arah timur. Secara umum, onset monsun Australia terjadi pada akhir Desember dan berakhir pada akhir Februari atau awal Maret (Holland, 1986).
Berdasarkan penelitiannya, Gray (1975) menetapkan enam parameter utama dalam pembentukan siklon tropis, yaitu sebagai berikut. 1. Vortisitas relatif di level rendah atmosfer; 2. rotasi bumi (parameter Coriolis); 3. geser vertikal angin horizontal antara troposfer bawah dan atas; 4. temperatur laut di atas 26°C; 5. gradien vertikal θe antara permukaan dan troposfer level tengah; 6. kelembaban relatif di troposfer tengah
2.2. Indeks Monsun Australia
2.5. Intensitas Potensial dan Genesis Potential Index (GPI)
Variabilitas dan kekuatan monsun dapat diukur oleh beberapa variabel seperti curah hujan, tekanan, atau sirkulasi di berbagai level yang berbeda (COMET, 2011). Selain dapat digambarkan langsung oleh parameter-parameter meteorologi, variabilitas dan kekuatan monsun pun dapat digambarkan oleh indeks monsoon. Pada monsun Australia, Kajikawa dkk. (2009). mendefinisikan indeks monsun Australia (AUSMI) dengan rata-rata angin zonal pada 850 hPa di atas wilayah 5°-15° LS, 110°-130° BT. Indeks ini dapat menggambarkan monsun Australia skala luas dalam kaitannya dengan siklus musiman dan variabilitas tahunan (Kajikawa dkk., 2009).
Intensitas potensial adalah intensitas maksimum yang dapat diperoleh siklon tropis berdasarkan keadaan termodinamis atmosfer dan muka laut yang diukur dalam angin maksimum (Vmax) atau tekanan pusat minimum (pmin) (Free dkk., 2004). Emanuel dan Nolan (2004) mengembangkan indeks pembentukan siklon tropis (genesis potential index, GPI) dengan memasukkan sebagian besar parameter-parameter yang telah dikemukakan oleh Gray (1975). Indeks tersebut dapat menggambarkan kejadian siklon seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2. 3.
2.3 Kekuatan Siklon Tropis
Data dan Metodologi
Terdapat beberapa data yang digunakan dalam tugas akhir ini. Data-data tersebut antara lain Data Indeks Monsun Australia (AUSMI) dari Asia-Pacific Data-Research Center (APDRC); data Siklon Tropis Joint Typhoon Warning Center (JTWC) selama 57 tahun; Data reanalisis harian angin zonal (uwnd) dan meridional (vwnd) dari NCEP/NCAR dengan resolusi 2,5 derajat. Selain data-data tersebut, digunakan data-data untuk menentukan nilai intensitas potensial dan genesis potential index (GPI) antara lain data radiosonde di dua stasiun (Darwin dan Perth) untuk periode 1981-2005 yang diperoleh dari Department of Atmospheric Science University of Wyoming; data reanalisis rata-rata harian tekanan muka laut (mean
Siklon tropis terbentuk dalam beberapa tahap: depresi tropis, badai tropis, dan hurricane (siklon tropis) (NOAA, 2001). Depresi tropis dicirikan oleh kecepatan angin sebesar 20 knot dan terdapat 1 isobar tertutup. Pada badai tropis, kecepatan angin meningkat hingga 34-64 knot dan terdapat beberapa isobar tertutup. Pada siklon tropis, kecepatan angin lebih besar dari 64 knot (Tjasyono, 2004). Kekuatan Siklon tropis dapat diukur oleh Skala Saffir-Simpson. Skala tersebut dapat terlihat pada Gambar 2.1.
2
Ck/CD merupakan perbandingan antara koefisien pertukaran entalpi dan koefisien geser permukaan yang dapat diasumsikan bernilai 1 (Holland dan Emanuel, 2011). Ts adalah temperatur muka laut. T0 adalah temperattur rata-rata panas yang dikeluarkan oleh sistem [lihat persamaan (19) dalam Emanuel (1986) untuk perhitungan lebih lanjut]. CAPE atau convective available potential energy adalah jumlah energi kinetik maksimum per satauan massa yang didapat oleh suatu parsel udara dari ketinggian konveksi bebas (free convection) sampai dengan ketinggian dekat tropopause. CAPE* adalah nilai CAPE untuk parsel udara yang sebelumnya telah jenuh pada muka laut. Intensitas potensial berupa tekanan minimum dapat dihitung dengan persamaan (2) (Bister dan Emanuel, 2002).
sea level pressure) dari NCEP/NCAR untuk periode 1981-2005 dengan resolusi 2,5 derajat; data reanalisis harian suhu muka laut (SST) dari NOAA (NOAA OI SST V2 High Resolution Dataset) untuk periode 19812005 dengan resolusi 0,25; dan data reanalisis bulanan vortisitas absolut dari CISL dengan resolusi 2,5 derajat.
ln
=
| ............................... (2)
+
Cp adalah kapasitas panas pada tekanan konstan (1004 Jkg-1K-1). P0 adalah tekanan (mb), pm adalah tekanan minimum, dan Vm adalah kecepatan angin maksimum. CAPE dapat dihitung dengan persamaan (3) (Holton, 2004). !"#$% & $'(
*+,*+./
Dalam melakukan kajian ini, pertama-tama dilakukan penentuan tahun-tahun kuat dan lemah monsun Australia berdasarkan AUSMI (Kajikawa dkk., 2009). Setelah itu, dilakukan beberapa metode sebagai berikut.
4 = |107 8|
Intensitas potensial berupa kecepatan angin maksimum dapat dihitung dengan persamaan (1) −
9:
ℋ 9 =
7<
)
>?
@<
9
) A1 + 0,1
& CDEF G
......... (4)
Variabel η adalah vortisitas absolut (s-1), ℋadalah kelembaban relatif pada 700 hPa (dalam persen), Vpot adalah intensitas potensial berupa kecepatan angin maksimum (ms-1), dan Vshear adalah vektor geser dari 850 hPa sampai dengan 200 hPa (ms-1). Metode lain yang digunakan adalah uji korelasi. Uji korelasi data merupakan suatu metode untuk mengetahui kekuatan hubungan antar dua variabel. Kuat lemah hubungan antar dua variabel tersebut diukur dalam jarak nilai koefisien korelasi antara nol sampai dengan satu. Terdapat hubungan linear sempurna jika nilai koefisien korelasi sama dengan +1 atau -1. Bila koefisien korelasi mendekati +1 atau -1, hubungan antara dua variabel itu kuat dan dapat dikatakan terdapat korelasi yang tinggi di antara keduanya. Akan tetapi, bila nilainya mendekati nol, hubungan antara dua variabel tersebut sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali (Walpole, 1982).
1) Membandingkan frekuensi siklon antara tahuntahun monsun kuat dan lemah. 2) Membandingkan titik-titik pembentukan badai dan siklon tropis antara tahun-tahun monsun kuat dan lemah komposit. 3) Membandingkan pola sirkulasi angin dan vortisitas relatif antara tahun-tahun monsun kuat dan lemah komposit. 4) Membandingkan nilai intensitas potensial dan Genesis Potential Index (GPI) pada data stasiun dan kemudian menghubungkannnya dengan AUSMI.
∗
) 01 ≡ 3 .................. (3)
B adalah energi kinetik maksimum per satuan massa yang dapat diperoleh suatu parsel yang bergerak naik dari ketinggian konveksi bebas (level of free convection, zLFC) sampai dengan ketinggian daya apung netral (level of neutral buoyancy, zLNB) dekat tropopause. Tenv merupakan temperatur lingkungan. Genesis Potential Index dapat dihitung dengan persamaan (4).
Gambar 2.2. Perbandingan nilai klimatologi GPI secara spasial antara Februari (a) dan September (b). Titik hitam menunjukkan kejadian pembentukan siklon dari 1970-2004 (a) dan 1970-2005 (b) (sumber: Camargo dkk., 2007)
=
$'(
| ...................... (1)
3
4.
Pada Gambar 4.2. terlihat bahwa dari akhir tahun 1940-an sampai dengan akhir 1970-an sebagian besar badai tidak diketahui jenisnya. Sebagian besar badai baru diketahui jenisnya mulai dari awal tahun 1980an. Jumlah frekuensi dan persentase tiap tipe badai dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari total kejadian siklon sebanyak 160 kejadian, berdasarkan Skala Saffir-Simpson 62 kejadian merupakan siklon kategori 1; 34 kejadian merupakan kategori 2; 29 kejadian merupakan kategori 3; 34 kejadian merupakan kategori 4, dan 1 kejadian merupakan kategori 5 (Gambar 4.3 a). Pada Gambar 4.3 b, ditunjukkan grafik hubungan antara frekuensi dan kategori siklon tropis. Seperti halnya pada gambar sebelumnya, siklon tropis dengan kategori 1 lebih banyak dibanding kategori lainnya Di tahun monsun kuat dan lemah komposit, tidak terdapat kejadian siklon tropis berkategori 5. Pada Gambar 4.4. ditunjukan grafik antara AUSMI 1982-2005 DJF dan frekuensi siklon dan badai tropis. Koefisien korelasi antara keduanya sebesar 0,065 dengan nilai signifikansi sebesar 0,763. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara keduanya sangat lemah.
Hasil dan Pembahasan
4.1. AUSMI Indeks monsun Australia (AUSMI) dapat dilihat pada Gambar 4.1. Kriteria penentuan tahun monsun kuat dan lemah adalah nilai AUSMI selama DJF berada di atas (monsun kuat) dan di bawah (monsun lemah) satu standar deviasi (Kajikawa dkk., 2009). Terdapat dua tahun monsun lemah yang tidak diperhitungkan pada pembahasan selanjutnya karena nilai indeksnya berdekatan dengan satu standar deviasi, yaitu tahun 1959 (-1,005) dan tahun 1998 (1,023). Dengan begitu, jumlah tahun monsun kuat dan lemah yang diperhitungkan selanjutnya memiliki jumlah tahun yang sama, yaitu sepuluh tahun. 4.2. Frekuensi data siklon Data yang diperoleh dari Joint typhoon warning center dengan rentang waktu 57 tahun (1949-2005) terbagi dalam empat jenis data. Keempat data tersebut adalah badai tropis, siklon tropis, badai subtropis, dan unknown strom atau badai yang tipe badainya tidak diketahui.
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2 -2.5
1949 1951 1953 1955 1957 1959 1961 1963 1965 1967 1969 1971 1973 1975 1977 1979 1981 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005
AUSMI Tahun 1949-2005
Gambar 4.1. Indeks Monsun Australia (AUSMI) Frekuensi Data Siklon JTWC pada DJF Siklon Tropis
Badai Tropis
Badai Subtropis
Unknown Storm
30 25 20 15 10 5 1949 1951 1953 1955 1957 1959 1961 1963 1965 1967 1969 1971 1973 1975 1977 1979 1981 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005
0
Gambar 4.2. Frekuensi dan proporsi data badai dari joint typhoon warning center (JTWC) berdasarkan tipe badai pada bulan Desember, Januari, dan Februari.
4
Tabel 4.1. Jumlah frekuensi dan persentase kejadian badai berdasarkan tipenya. jumlah unknown storm djf
jumlah badai subtropis djf
jumlah Badai Tropis djf
jumlah Siklon Tropis djf
382 (51%)
23 (3%)
185 (25%)
160 (21%)
(a)
(b)
Frekuensi Kategori Siklon Tropis berdasarkan Skala Saffir-Simpson
Frekuensi badai dan siklon tropis Tahun monsun kuat komposit
70 60
34
Frekuensi
Kategori 1
50 40
Tahun monsun lemah komposit
62
Kategori 2
34 29
30
Kategori 3
20
Kategori 4
10
26
30 25 20 15 10 5 0
6 7
Badai tropis
Kategori 5
1
23
cat 1
3 4
3 3
cat 2
cat 3
0
6 2 cat 4
0 0 cat 5
Kategori Tipe Siklon
Gambar 4.3. Frekuensi kategori siklon tropis berdasarkan Skala Saffir Simpson (a) dan .
AUSMI dan Frekuensi Siklon dan Badai tropis Siklon dan Badai Tropis
2
20 18 16 14 12 10 8 6
1.5 1 AUSMI
0.5 0 -0.5 -1 -1.5
4 2 0
-2 2005
2004
2002 2003
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
1985
1984
1983
1982
-2.5
Frekuensi siklon dan badai tropis
AUSMI
Tahun
Gambar 4.4. Grafik hubungan antara AUSMI dan frekuensi siklon dan badai tropis. koefisien korelasi antara keduanya adalah 0,065 dengan nilai signifikan sebesar 0,763.
jumlah siklon tropis saat tahun monsun lemah komposit adalah 16 buah. Selain titik-titk pembentukan siklon tropis, titik-titik pembentukan badai tropis pun ditunjukkan bersamaan dengan titiktitik pembentukan siklon tropis (Gambar 4.6). Titik berwarna merah merupakan titik pembentukan siklon tropis, sedangkan titik berwarna biru merupakan titik pembentukan badai tropis. Titik-titik pembentukan siklon dan badai tropis pada tahun monsun kuat komposit (Gambar 4.6 a) lebih tersebar ke arah timur atau di sekitar pantai utara Australia, Teluk Carpentaria, dan Laut Koral. Di sisi lain, titik-titik pembentukan siklon dan badai tropis pada tahun monsun lemah komposit (Gambar 4.6 b) lebih tersebar merata di wilayah Samudera Hindia.
4.3. Titik Pembentukan Siklon Tropis dan Badai Tropis Pada Gambar 4.5 ditunjukkan titik-titik pembentukan siklon tropis pada tahun monsun kuat komposit dan tahun monsun lemah komposit. Pada tahun monsun kuat komposit (Gambar 4.5 a) titik-titik pembentukan siklon tersebar merata dari Samudera Hindia bagian barat hingga pantai utara dan barat laut Australia, sedangkan pada tahun monsun lemah komposit (Gambar 4.5 b) titik-titik pembentukan siklon lebih terkonsentrasi ke arah barat Samudera Hindia. Pada tahun lemah komposit terlihat pula bahwa titik pembentukan siklon di pantai utara dan barat laut Australia lebih sedikit dibanding dengan tahun kuat komposit. Jumlah siklon tropis pada tahun monsun kuat koposit sebanyak 18 buah, sedangkan
5
(a)
(b)
Gambar 4.5. Titik-titik pembentukan siklon tropis pada tahun monsun kuat komposit (a) dan tahun monsun lemah komposit
(a)
(b)
Gambar 4.6. Titik-titik pembentukan siklon (titik merah) dan badai tropis (titik biru)pada tahun monsun kuat komposit (a) dan tahun monsun lemah komposit (b).
Pada Gambar 4.6 a. dapat terlihat pula titik-titik pembentukan siklon dan badai tropis di pantai utara, Teluk Carpentaria, dan Laut Koral pada tahun monsun kuat jumlahnya lebih banyak dibanding dengan tahuntahun monsun lemah (Gambar 4.6 b). Pada tahun monsun kuat komposit terdapat siklon tropis sebanyak 18 buah dan badai tropis sebanyak 26 buah, sedangkan pada tahun monsun lemah terdapat siklon tropis sebanyak 16 buah dan badai tropis sebanyak 23 buah.
(ditunjukkan dengan batas area warna kuning). Vortisitas bernilai negatif menandakan bahwa pergerakan udara di area tersebut cenderung bergerak secara siklonik. Pola siklonik sendiri terlihat di pantai barat laut hingga utara Australia. Di sisi lain, pada tahun lemah komposit (Gambar 4.7 b), area dengan nilai vortisitas negatif tampak terpusat di Samudera Hindia sebelah barat dan sebagian lain yang lebih kecil berada di pantai utara Australia, Laut Timor, Laut Arafuru, dan laut sebelah selatan NTB (ditunjukkan dengan batas area warna kuning). Pola siklonik terlihat di Samudera Hindia sebelah barat. Jumlah hari siklon tropis saat tahun monsun kuat komposit sebanyak 177 hari, sedangkan pada tahun monsun lemah sebanyak 133 hari. Selain membandingkan pola sirkulasi dan vortisitas pada hari-hari terjadinya siklon tropis, perbandingan juga dilakukan saat hari-hari terjadinya siklon tropis dan badai tropis. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.8. Pada tahun monsun kuat komposit (Gambar 4.8 a), area dengan vortisitas bernilai negatif memanjang dari Samudera Hindia bagian barat hingga mencapai pantai barat, barat laut, dan utara Australia (vortisitas dalam satuan s-1) (ditunjukkan dengan batas area warna kuning). Pada tahun monsun lemah komposit (Gambar 4.8 b), area dengan vortisitas bernilai negatif cenderung terpusat di Samudera Hindia bagian barat walaupun ada sebagian kecil di utara Australia (ditunjukkan dengan batas area warna kuning).
4.4. Pola Sirkulasi dan Vortisitas Relatif Untuk melihat hubungan antara monsun Australia dan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia, dilakukan pula perbandingan secara kualitatif antara pola sirkulasi dan vortisitas relatif pada ketinggian 850 hPa saat hari-hari terjadinya siklon tropis antara tahun monsun kuat komposit dan tahun monsun lemah komposit (Gambar 4.7). Hari-hari siklon adalah periode saat terdapat siklon tropis dengan minimal terdapat satu kejadian di wilayah Samudera Hindia. Jika terdapat beberapa siklon pada satu waktu, maka hari siklon dihitung saat terbentuknya siklon pada siklon pertama sampai menghilangnya siklon pada siklon terkahir (Kumar dan Krishnan, 2005). Pada Gambar 4.7 a terlihat bahwa pada tahun monsun kuat komposit area dengan vortisitas bernilai negatif tampak memanjang dari Samudera Hindia bagian barat hingga mencapai pantai barat, barat laut dan utara Australia (vortisitas dalam satuan s-1)
6
(a)
(b)
Gambar 4.7. Pola sirkulasi dan vortisitas di daerah kajian saat hari-hari terjadinya siklon tropis pada tahun monsun kuat komposit (a) dan tahun monsun lemah komposit (b) (vortisitas dalam satuan s-1). Tanda panah menunjukkan arah angin (dalam satuan ms-1).
(a)
(b)
Gambar 4.8. Pola sirkulasi dan vortisitas di daerah kajian saat hari-hari terjadinya siklon tropis dan badai tropis pada tahun monsun kuat komposit (a) dan tahun monsun lemah komposit (b) (vortisitas dalam satuan s-1). Tanda panah menunjukkan arah angin (dalam satuan ms-1).
Secara kualitatif terlihat bahwa cakupan area vortisitas bernilai negatif pada tahun monsun kuat komposit lebih luas dibanding dengan tahun monsun lemah komposit. Pola siklonik pada tahun monsun kuat komposit terlihat di pantai barat, barat laut, dan utara Australia, sedangkan pada tahun monsun lemah komposit terlihat lebih terkonsentrasi di Samudera Hindia bagian barat. Jumlah hari siklon dan badai tropis pada tahun monsun kuat komposit sebanyak 264 hari, sedangkan pada tahun monsun lemah komposit sebanyak 247 hari. Dari Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 terlihat bahwa pada saat monsun kuat komposit terdapat penguatan westerlies di sekitar pantai barat laut dan pantai utara Australia. McBride dan Zehr (1981, dalam Saha, 2010) dan McBride dan Keenan (1982, dalam Saha, 2010) menemukan bahwa penguatan monsoon westerlies ke arah equator merupakan keuntungan
(favorable) untuk berkembangnya suatu gangguan tropis menjadi siklon tropis. Dari sub bab sebelumnya dan dari kedua hasil yang ditunjukkan pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8, tampak bahwa frekuensi dan jumlah hari siklon dan badai tropis di tahun monsun kuat komposit lebih banyak dibanding dengan tahun monsun lemah komposit. Hal ini berbeda dengan kajian sebelumnya oleh Kumar dan Krishnan (2005) antara monsun musim panas India dan jumlah hari siklon di Pasifik barat laut. Pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 nilai area vortisitas negatif di tahun monsun lemah komposit tampak terbelah menjadi dua pusat: di Samudera Hindia bagian barat dan Pantai utara Australia. Area vortisitas negatif di pantai utara Australia tersebut memanjang ke laut timur laut Australia dan dapat meluas hingga ke Samudera Pasifik Barat daya.
7
sedangkan Stasiun Perth terletak pada 31,93°LS dan 115,95°BT.
4.5. Intensitas Potensial Dalam perhitungan intensitas potensial, digunakan data radiosonde dari Stasiun Darwin dan Perth. Kedua stasiun ini dipilih karena Stasiun Darwin terdapat di wilayah monsun Australia, sedangkan wilayah Perth berada di luar wilayah monsun Australia sebagai perbandingan. Pada Gambar 4.9. ditunjukkan letak kedua stasiun tersebut. Stasiun Darwin terletak pada 12,40°LS dan 130,88°BT,
Gambar 4.9. Letak Stasiun Darwin (merah) dan Perth (biru).
(a)
(b) Kecepatan Angin Maksimum (Vmax)
Tekanan Minimum (Pmin) Perth
Darwin
Perth
100
1050 1000 950 900 850 800 750
Vmax (m/s)
Pmin (mb)
Darwin
80 60 40 20 0
Tahun
Tahun
Gambar 4.10. Nilai tekanan minimum (a) dan kecepatan angin maksimum (b) di Darwin dan Perth.
(a)
(b)
AUSMI dan Anomali Pmin
AUSMI dan Anomali Vmax Perth
AUSMI
Anomali Vmax (m/s)
5 0 -5 -10
Tahun
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
-15 1990
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
1988
1986
1984
-20
Perth 10
1988
-10
Darwin
2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2 -2.5 1982
0
AUSMI
10
Anomali Pmin (mb)
20
1986
30
1984
Darwin
2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2 -2.5 1982
AUSMI
AUSMI
Tahun
Gambar 4.11. Grafik antara AUSMI dan anomali pmin (a) dan Grafik antara AUSMI dan anomali Vmax (b) beserta nilai koefisien korelasinya
Tabel 4.2. Nilai koefisien korelasi dan tingkat signifikansi antara AUSMI dan anomali pmin di Stasiun Darwin dan Perth
Tabel 4.3. Nilai koefisien korelasi dan tingkat signifikansi antara AUSMI dan anomali Vmax di Stasiun Darwin dan Perth
Pmin
vmax
Koef. Korelasi & tingkat signifikansi
Koef. Korelasi & tingkat signifikansi Darwin
Perth
Koef. korelasi
0,518
-0,057
Tingkat signifakansi
0.010
0.793
Darwin
Perth
Koef. Korelasi
-0,622
-0,247
Tingkat signifikansi
0,010
0,245
AUSMI
AUSMI
8
Pada Gambar 4.10. ditunjukkan nilai intensitas potensial tahunan dari tahun 1982-2005 berupa tekanan minimum (pmin) (Gambar 4.10a) dan kecepatan angin maksimum (Vmax) (Gambar 4.10b) di Stasiun Darwin dan Perth. Nilai rata-rata pmin Darwin sebesar 869,96 mb, sedangkan Perth sebesar 1008,16 mb. Di sisi lain, nilai rata-rata Vmax Darwin sebesar 80,67 m/s, sedangkan Perth 14,80 m/s. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas siklon tropis di Darwin lebih besar dibanding dengan di Perth. Hal ini berkaitan dengan area vortisitas negatif yang lebih luas di wilayah Darwin seperti telah dijelaskan di sub bab sebelumnya. Pada Gambar 4.11a ditunjukkan grafik hubungan antara AUSMI dan anomali pmin di Stasiun Darwin dan Perth. Terdapat korelasi positif di Stasiun Darwin dengan nilai koefisien sebesar 0,518 dan nilai signifikannya sebesar 0,010, sedangkan di Perth korelasinya negatif dengan nilai koefisien sebesar 0,057 dan nilai signifikannya 0,793 (Tabel 4.2). Pada Gambar 4.11b ditunjukkan grafik hubungan antara AUSMI dan anomali Vmax di stasiun Darwin
dan Perth. Terdapat korelasi negatif di Stasiun Darwin dengan nilai koefisien sebesar -0,622 dan nilai signifikannya sebesar 0,010, sedangkan di Perth korelasinya negatif dengan nilai koefisien sebesar 0,247 dan nilai signifikannya 0,245 (Tabel 4.3). Gambar 4.11a menunjukkan korelasi yang kuat antara AUSMI dan aktivitas siklon tropis di Darwin. Saat monsun menguat maka kecepatan angin maksimumnya berkurang (korelasi negatif). Di Perth kedua hubungannya lemah. Korelasi di Perth kurang signifikan karena wilayah Perth tidak termasuk wilayah monsun Australia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. 4.5.1. Analisis Diurnal pada Intensitas Potensial Pada Gambar 4.12 ditunjukkan grafik pmin dan Vmax pada 00 UTC dan 12 UTC di Darwin. Nilai pmin pada 00 UTC (siang hari) lebih rendah dibanding dengan 12 UTC (malam hari). Di sisi lain, nilai Vmax pada siang hari lebih besar dibanding pada malam hari. Begitu pula pada Gambar 4.13 yang menunjukkan grafik pmin dan Vmax pada 00 UTC dan 12 UTC di Stasiun Perth.
(a)
(b)
Tekanan Minimum (Pmin) Darwin Pmin Darwin 00 UTC
Kecepatan Angin Maksimum (Vmax) Darwin
Pmin Darwin 12 UTC
Vmax Darwin 00 UTC Rata-rata Vmax Darwin
920 900 880 860 840 820 800
100 Vmax (m/s)
Pmin (mb)
Rata-rata Pmin Darwin
Vmax Darwin 12 UTC
80 60 40 20 0 198219841986198819901992199419961998200020022004
198219841986198819901992199419961998200020022004
Tahun
Tahun
Gambar 4.12. Pmin Darwin pada 00 UTC, 12 UTC, dan rata-rata tahunan (a), dan Vmax Darwin 00 UTC, 12 UTC, dan rata-rata tahunan (b). (a)
(b)
Tekanan Minimum (Pmin) Perth Pmin Perth 00 UTC
Kecepatan Angin Maksimum (Vmax) Perth
Pmin Perth 12 UTC
Vmax Perth 00 UTC Rata-rata Vmax Perth
1020 1015 1010 1005 1000 995 990
Vmax (m/s)
Pm,in (mb)
Rata-rata Pmin Perth
Vmax Perth 12 UTC
30 25 20 15 10 5 0 198219841986198819901992199419961998200020022004
Tahun
Tahun
Gambar 4.13. Pmin Perth 00 UTC, 12 UTC, dan rata-rata tahunan (a), dan Vmax Perth 00 UTC, 12 UTC, dan rata-rata tahunan (b).
9
Keempat gambar tersebut menunjukkan bahwa adanya efek diurnal pada nilai intensitas potensial. Hal tersebut dapat disebabkan adanya pengaruh dari perbedaan pemanasan oleh sinar matahari. Pada siang hari, suhu permukaan bertambah sehingga tekanan berkurang.
4.6.1. AUSMI dan GPI Pada Gambar 4.15 ditunjukkan grafik hubungan antara AUSMI dan GPI di Darwin dan Perth. Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa korelasi di Darwin bernilai positif (nilai koef korelasi sebesar 0,278 dan nilai signifikansinya sebesar 0,2). Di Perth, nilai Korelasi Perth bernilai negatif (nilai koef korelasi -0,318 dan nilai signifikannya 0,13). Pada saat monsun menguat, indeks di Darwin meningkat pula sedangkan di Perth nilai indeksnya menurun. Walaupun terdapat perbedaan korelasi, korelasi keduanya dengan AUSMI kurang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa GPI tidak dapat menggambarkan hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dengan aktivitas siklon tropis di Samudera Hinda.
4.6. Genesis Potential Index (GPI) Pada Gambar 4.14 ditunjukkan nilai Genesis Potential Index (GPI) tahunan di Stasiun Darwin dan Perth dari tahun 1982-2005. Pada gambar tersebut tampak perbedaan yang cukup jauh antara nilai GPI di Darwin dengan nilai rata-rata sebesar 26,41 dan nilai GPI di Perth sebesar 0,052. Secara kualitatif hal ini sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Camargo dan Emanuel (2007) yang menunjukkan perbedaan nilai GPI antara Darwin dan Perth (Gambar 2.2)
Genesis Potential Index (GPI) 60
50
GPI
40
30 Darwin Perth
20
10
1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
0
Tahun
Gambar 4.14. perbedaan nilai GPI antara Darwin dan Perth.
(a)
(b)
AUSMI dan anomali GPI Darwin
AUSMI
Tahun
GPI Perth
2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2 -2.5
0.2 0.15 0.05 0 -0.05
Tahun
Gambar 4.15. Grafik hubungan antara AUSMI dan anomali GPI di Darwin (a) dan Perth (b)
10
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
1988
1986
1984
-0.1
GPI
0.1
1982
GPI
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
1988
1986
1984
30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15
AUSMI
GPI Darwin
2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2 -2.5 1982
AUSMI
ausmi
AUSMI dan Anomali GPI Perth
5.
Emanuel, K. A. (1986). An Air-Sea Interaction Theory for Tropical Cyclone. Part I: Steady-State Maintenance. Journal of The Atmospheric Sciences, Vol, 43, No. 2, 585-604. Emanuel, K. dan David S. Nolan. (2004). Tropical Cyclone Activity and The Global Climate System. Free, M., dkk. (2004). Potential Intensity of Tropical Cyclones: Comparison of Results from Radiosonde and Reanalysis Data. Journal of Climate, 17, 1722-1727. Gray, W.M. (1975). Tropical Cyclone Genesis. Department of Atmospheric Science Colorado State University Fort Collins, Colorado. Holland, G.J. (1986). Interannual Variability of the Australian Summer Monsoon at Darwin: 195282. MonthlyWeather Review, 114, 594-604. Holland, G. Dan Kerry Emanuel. (2011). Limits on Hurricane Intensity. Diakses dari situs web: http://wind.mit.edu/~emanuel/holem/holem.ht ml Holton, J. R. (2004). An Introduction to Dynamic Mteorology, 4th Edition. Elsevier Inc: London. Kajikawa, Y., Bin Wang, dan Jin Yang. (2009). A multi-time scale Australian monsoon index. International journal of climatology, DOI: 10.1002/joc. Kepert, 2010. Tropical Cyclone Structure and Dynamics. Global perspectives on tropical cyclones, 3-51. Kumar dan Krishnan, 2005. On the association between the Indian summer monsoon and the tropical cyclone activity over northwest Pacific. Current science, vol. 88, no. 4, 602612. NOAA. (2001). Hurricanes.. Unleashing Nature’s Fury: A Preparaedness Guide. U.S. Department of Commerce, National Oceanic and Atmospheric Administration, National Weather Service. Saha, K. (2010). Tropical Circulation Systems and Monsoons. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Slingo, J. (2003). Monsoon: Overview. Encyclopedia of Atmospheric Sciences, J. Holton dan J. A. Curry, Eds., Academic Press, 1365–1370 The COMET Program. (2011). Introduction to Tropical Meteorology, 2ndEdition. Diambil dari situs MetEd: http://www.meted.ucar.edu/tropical/textbook_2 nd_editi on/ Tjasyono, B. (2004). Klimatologi, Edisi Kedua. Penerbit ITB Bandung. Walpole, R. E. (1982). Pengantar Statistika, Edisi ke3. Diterjemahkan oleh: Ir. Bambang Sumantri, PT Gramedia Jakarta. Terjemahan dari: Introduction to Statistic 3rd edition.
Kesimpulan dan Saran
Dapat disimpulkan bahwa secara umum, terdapat korelasi positif antara variabilitas tahunaan monsun Australia dengan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumar dan Krishnan (2005) yang menunjukkan korelasi negatif antara monsun musim panas India dengan aktivitas siklon tropis di Pasifik barat-laut. Secara khusus, terdapat hubungan yang berbeda antara varibilitas tahunan monsun Australia dan aktivitas siklon tropis di tempat yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan nilai koefisien korelasi antara AUSMI dan intensitas potensial di Stasiun Darwin dan Perth. Hubungan keduanya di Stasiun Darwin lebih signifikan bila dibanding dengan Stasiun Perth. Aktivitas siklon tropis pada siang hari lebih besar dibanding dengan malam hari. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kecepatan angin maksimum (Vmax) yang lebih besar pada siang hari dibanding dengan malam hari baik di Stasiun Darwin maupun di Stasiun Perth. Secara khusus, pada penelitian ini GPI tidak dapat menggambarkan hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dengan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi di antara keduanya yang kurang signifikan baik di Stasiun Darwin maupun di Stasiun Perth. Dalam penelitian selanjutnya mengenai hubungan antara variabilitas tahunan monsun Australia dan aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia, sebaiknya wilayah kajian diperluas hingga mencakup Samudera Pasifik barat daya. Samudera Pasifik barat daya merupakan salah satu wilayah utama terbentuknya siklon tropis selain Samudera Hindia. Kajian pembentukan siklon tropis dengan menggunakan intensitas potensial dan genesis potential index (GPI) masih perlu dilakukan dengan mengambil titik-titik kajian yang lebih banyak. Perhitungan GPI sebaiknya dilakukan dengan mengambil titik kajian di wilayah laut. Khusus untuk wilayah Samudera Hindia, titik kajian dapat diambil di Samudera Hindia bagian barat yang merupakan tempat terbentuknya siklon.
REFERENSI Bister, M. dan Kerry A. Emanuel. (2002). Low frequency variability of tropical cyclone potential intensity 1. Interannual to interdecadal variability. Journal of geophysical research, vol. 107, no. D24, 26-1 - 26-15. Camargo, S.J., Kerry A. Emanuel, dan Adam H. Sobel. (2007). Use of a Genesis Potential Index to Diagnose ENSO Effects on Tropical Cyclone Genesis.Journal of Climate, 20, 4819-4834.
11