FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA DI UNI EROPA
Oleh SANTI CHINTIA A14304021
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN SANTI CHINTIA. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Dibimbing oleh Dr. Ir DEDI BUDIMAN HAKIM M.Ec. Industri tekstil dan produk tekstil Indonesia adalah industri yang telah lama menjadi primadona ekspor Indonesia. Kegiatan ekspor TPT Indonesia telah menjadi penyokong perekonomian Indonesia karena menjadi sumber penghasil devisa. Perdagangan TPT dunia yang terus meningkat dari tahun ke tahun merupakan peluang bagi Indonesia untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas ekspor produk TPT agar dapat bersaing dengan sejumlah negara produsen TPT seperti Cina dan India. Pasar ekspor utama TPT Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), dan Jepang. Setelah dihapuskannya kebijakan kuota, secara umum ekspor TPT Indonesia terus meningkat. Beda halnya dengan ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah : 1. mengkaji secara deskriptif perkembangan ekspor TPT Indonesia ke UE, 2. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di UE . Pada penelitian ini, analisis terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di UE dilakukan dengan metode ordinary least square (OLS). Data yang digunakan adalah data sekunder mulai tahun 1978-2007. Model persamaan yang digunakan dalam persamaan permintaan ekspor TPT terdiri dari beberapa variabel, yaitu : volume ekspor TPT, GDP per kapita, harga ekspor, nilai tukar, dan dummy kuota. Terdapat perubahan perkembangan volume ekspor TPT Indonesia ke UE saat sistem kuota berlaku dan saat sistem kuota sudah berakhir. Pada saat pemberlakuan sistem kuota rata-rata pertumbuhan volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa adalah 50,64 persen sedangkan pada saat sistem kuota berakhir yaitu tahun 2005-2007 rata-rata pertumbuhan volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa hanya sebesar 6,07 persen. Dari hasil estimasi model permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa, secara statistik dan ekonometrik hasil regresi dapat digunakan sebagai model permintan TPT Indonesia di Uni Eropa. Secara ekonomi semua variabel yang digunakan sesuai dengan teori yang berlaku kecuali harga ekspor TPT negara pesaing yaitu harga ekspor TPT India. Namun hal ini dapat dijelaskan dengan keadaan riil yang terjadi pada kondisi perdagangan TPT dunia.Hasil output Eviews menghasilkan nilai R 2 sebesar 88,98 persen dan adj − R 2 sebesar 86,69 persen. Artinya, variabel-variabel yang terdapat di dalam model tersebut dapat menjelaskan 89 persen variasi yang terjadi pada volume permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa, sedangkan 11 persen variasi yang terjadi dijelaskan oleh variabel lain di luar model Berdasarkan penelitian ini, saran yang diberikan penulis adalah : 1. sebaiknya pemerintah menerapkan safe guard system untuk mengurangi pola perdagangan transhipment ilegal. 2. Permintaan ekspor jenis produk TPT dari UE terhadap Indonesia didominasi oleh produk pakaian jadi Oleh karena itu, pengembangan industri TPT sebaiknya lebih ditekankan pada industri hilir. Selain itu, industri hilir menghasilkan produk dengan nilai tambah yang lebih besar.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA DI UNI EROPA
Oleh SANTI CHINTIA A14304021
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia Di Uni Eropa Nama
: Santi Chintia
NRP
: A14304021
Program Studi : Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas
: Pertanian
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc NIP. 131 846 871
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Agustus 2008
SANTI CHINTIA A14304021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat di selesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah bersedia membantu penulis baik secara moril maupun material selama proses penyusunan skripsi ini maupun selama penulis menjalankan kuliah di IPB. Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa” bertujuan untuk menganalisis penyebab turunnya ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa, terutama setelah dihapuskannya kebijakan kuota. Turunnya permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa diduga karena produk TPT Indonesia tidak dapat bersaing baik dari segi kualitas maupun harga dengan adanya produsen baru yaitu Cina. Oleh karena itu analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa harus segera dilakukan agar dapat dengan segera merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan kembali ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa. Penulis sadar masih banyak terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan serta dapat memenuhi apa yang diharapkan.
Bogor, Agustus 2008
SANTI CHINTIA A14304021
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tasikmalaya pada tanggal 22 Januari 1985, putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Lukman dan Ibu Entri S. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Karangnunggal I pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN Karangnunggal I hingga lulus tahun 2001. Pada tahun 2004, penulis lulus dari pendidikan menengah atas di SMAN I Tasikmalaya. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, diantaranya adalah sebagai pengurus IPB Crisis Center, anggota Klub Agribisnis, pengurus Himpunan Profesi Pecinta Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA), Asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum periode 2006-2007 dan periode 2007-2008, dan Asisten Peneliti Food Trade Outlook Jangka Menengah pada Tahun 2008.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Papa dan Mamah yang selalu memberikan doa dan kasih sayang serta dukungan yang luar biasa. Kedua adikku, Ari dan Resa yang selalu menjadi motivator bagi penulis. 2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc selaku dosen pembimbing atas bimbingan, perhatian, doa, dan motivasi yang diberikan pada penulis selama penulisan skripsi 3. Tanti Novianti, S.P, MSi selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan untuk perbaikan penulisan. 4. Adi Hadianto, S.P selaku dosen perwakilan komisi pendidikan atas kritik dan sarannya. 5. Djunaedi, Deputy Director of Business Climate Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Fasilitas Ekspor dan Impor Departemen Perdagangan Republik Indonesia atas informasi dan ilmu yang diberikan. 6. Heri Agus Santoso, staf
bidang Ekspor Produk Industri dan
Pertambangan, Direktorat Ekspor Produk Industri dan Pertambangan, Departemen Perindustrian Republik Indonesia atas informasi yang diberikan. 7. Teman-teman terbaik penulis : Nia, Cian, Pipit, dan Mute atas kebersamaan dan semangatnya.
8. Teman-teman seperjuangan selama penulisan skripsi : Rolas, Fitria, Ismail, Marlina, Nisa, dan Wida. 9. Segenap dosen dan staf Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya atas segala bantuan dan ilmu yang diberikan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ............................................................................................................ i DAFTAR TABEL............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 5 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 8 1.5 Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ............................ 9 2.2 Kebijakan Kuota .................................................................................... 11 2.3 Tinjauan Teoritis .................................................................................... 14 2.3.1 Teori Perdagangan Internasional.................................................... 14 2.3.2 Teori Permintaan Ekspor ............................................................... 17 2.3.3 Hubungan Pendapatan dan Perdagangan ....................................... 19 2.3.4 Hubungan Harga dan Perdagangan................................................ 21 2.3.5 Hubungan Nilai Tukar dan Perdagangan ....................................... 23 2.3.6 Analisi Regresi ............................................................................... 27 2.4 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 28 2.4.1 Penelitian mengenai Permintaan Ekspor Komoditi Indonesia....... 28 2.4.2 Penelitian mengenai Regresi Linier Berganda............................... 29 2.4.3 Penelitian mengenai Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia 30 2.5 Karangka Operasional.............................................................................. 31 2.6 Hipotesis................................................................................................... 32 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Penelitian ...................................................................................... 35 3.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 35 3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................... 37 3.4 Perumusan Model .................................................................................... 40 3.5 Konsep Elastisitas .................................................................................... 41 3.6 Pengujian Model ...................................................................................... 42 3.6.1 Kriteria Statistik ............................................................................. 43 3.6.2 Kriteria Ekonometrika.................................................................... 45 3.7 Definisi Operasional ................................................................................ 47 BAB IV. PERKEMBANGAN EKSPOR TPT 4.1 Perkembangan Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Uni Eropa ........................................................................... 50 4.2 Kebijakan Ekspor TPT Indonesia Saat Kuota dan Non Kuota ............... 54 BAB V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR TPT INDONESIA DI UNI EROPA 5.1 Fungsi Permintaan Ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa ........................ 56
5.2 Implikasi kebijakan ................................................................................. 69 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 71 6.2 Saran........................................................................................................ 71 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 73 LAMPIRAN........................................................................................................ 75
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1
Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2003-2007................................... 2
2
Kuota TPT Uni Eropa terhadap Indonesia..................................
3
Nilai Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Jerman, Inggris, dan
15
Belgia dalam US$........................................................................ 36 4
Hasil
Pendugaan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Permintaan Ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa........................
57
5
Matriks Korelasi..........................................................................
58
6
Nilai Elastisitas Variabel-Variabel Regresi................................. 59
7
Perkembangan Impor Uni Eropa Tahun 1997-2001...................
62
DAFTAR GAMBAR No 1
Halaman Share Produk TPT di Pasar Domestik Tahun 2007 (juta ton)....................................................................................................
2
Penjualan Produk TPT Indonesia tahun 2002-2006 (milyar US$)…..............................................................................................
3
Perdagangan
Tekstil
dan
Produk
Tekstil
Dunia
5
(US$
milyar).............................................................................................. 5
4
Ekspor TPT Indonesia ke AS, UE, dan Jepang Tahun 20022007..................................................................................................
4
3
6
Dampak Kebijakan Kuota Impor terhadap Keseimbangan Parsial di Negara II.......................................................................................
13
6
Kurva Perdagangan Internasional....................................................
17
7
Dampak Kenaikan Pendapatan pada Kuantitas Pembelian Barang A dan B di Negara II........................................................................
8 9
20
Pengaruh Kenaikan Harga Ekspor terhadap Permintaan Ekspor Negara II...........................................................................................
22
Penetapan Kurs Riil..........................................................................
24
10 Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Harga dan Kuantitas Permintaan Ekspor Negara II...........................................................
25
11 Dampak Apresiasi Nilai Tukar Negara II terhadap Keseimbangan Perdagangan Internasional...............................................................
26
12 Kerangka Pemikiran Konseptual......................................................
34
13 Share Produk Negara-Negara Pengekspor TPT di pasar Uni Eropa
37
14 Perkembangan Impor TPT Uni Eropa (milyar ton)..........................
53
15 Perkembangan Harga Ekspor TPT Indonesia dan India Tahun 1978-2007.........................................................................................
65
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu aktivitas perdagangan internasional yang mempunyai peranan penting bagi perekonomian suatu negara. Hal ini dikarenakan ekspor dapat menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk membiayai impor dan pembiayaan pembangunan sektor-sektor di dalam negeri. Perkembangan nilai ekspor Indonesia sampai tahun 1986 masih didominasi oleh sektor migas. Tetapi sejak tahun 1987 sampai sekarang dominasi ekspor Indonesia beralih ke komoditi non migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspor non migas (BPS, 2006). Nilai ekspor non migas Indonesia dari tahun 2003-2007 terus mengalami peningkatan hingga mencapai angka 36,41 milliar dolar pada Mei 2007. Tiga sektor utama dari ekspor non migas Indonesia yang terus menunjukkan kecenderungan (trend) yang meningkat adalah sektor pertanian, sektor industri, dan sektor pertambangan. Tahun 2003 nilai ekspor masing-masing sektor berturut-turut adalah US$ 2,53 miliar, US$ 40,88 miliar, dan US$ 3,99 miliar. Nilai ekspor masing-masing sektor tersebut menjadi US$ 3,64 miliar, US$ 65,02 miliar, dan US$ 11,20 miliar pada tahun 2006. Sektor industri menjadi leader dari ketiga sektor utama pendorong ekspor non migas. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk salah satu industri yang berkontribusi besar dari sektor industri hingga mencapai angka US$ 9,46 miliar pada tahun 2006. Nilai ekspor Indonesia tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2003-2007 dalam Miliar Dollar AS Ekspor Migas Non migas Sektor Pertanian Sektor Industri TPT Alat-alat Listrik Kayu Olahan Kertas Sektor Tambang dan lainnya Total Ekspor
2003 13.65 47.41 2.53 40.88 7.05 3.12 3.16 2.01 3.99 61.06
2004 15.65 55.94 2.50 48.67 7.65 3.49 3.25 2.23 4.76 71.58
2005 2006 19.23 21.21 66.43 79.59 2.88 3.64 55.59 65.02 8.59 9.46 4.36 4.45 3.70 3.91 2.32 2.86 7.95 11.20 85.66 100.80
2007* 7.89 36.41 1.27 29.82 9.81 53.21 44.30
Sumber : BPS diolah, 2003-2007 Catatan : * Januari-Mei
Tekstil dan produk tekstil merupakan penyumbang devisa terbesar di sektor indutri sehingga TPT telah menjadi komoditi andalan ekspor Indonesia. Pada Tabel 1, nilai ekspor TPT Indonesia lebih besar dibandingkan nilai ekspor hasil industri lainnya seperti alat-alat listrik, kayu olahan, dan kertas. Tahun 2006, nilai ekspor alat-alat listrik, kayu olahan, dan kertas secara berurutan adalah 4,45 milliar dolar, 3,91 milliar dolar, dan 2,86 milliar dolar, sedangkan nilai ekspor TPT telah mencapai angka 9, 46 milliar dolar di tahun yang sama. Sebagai sektor penghasil devisa ekspor, surplus ekspor TPT Indonesia selalu lebih dari US$ 5 milliar per tahun (API, 2007). Ekspor yang dilakukan oleh suatu negara umumnya dapat terjadi jika produksi domestik lebih besar daripada konsumsi domestik. Kasus yang terjadi pada TPT Indonesia, kebutuhan domestik TPT Indonesia lebih banyak dipenuhi oleh produk impor terutama setelah banyaknya produk impor ilegal. Laporan dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia, pada tahun 2007 dari 1,22 juta ton konsumsi domestik TPT Indonesia 70 persen dikuasai oleh produk impor ilegal. Produk impor ilegal yang masuk ke Indonesia didominasi oleh produk jenis
pakaian jadi (garment). Tahun 2003 nilai impor dan impor ilegal garment Indonesia berturut-turut 25 ribu ton dan 238 ribu ton. Nilai impor dan impor ilegal tersebut menjadi 88 ribu ton dan 861 ribu ton di tahun 2007. Share produk TPT di pasar domestik dapat dilihat pada Gambar 1. Membanjirnya produk impor ilegal didominasi produk impor asal Cina. Setelah sistem kebijakan kuota berakhir, pemerintah Cina memang menggalakkan berbagai upaya untuk lebih meningkatkan permintaan ekspor TPT nya di negara pengimpor. Salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah Cina adalah dengan pemotongan pajak ekspor bagi produk garment.
Impor Ilegal 70%
Suplai Lokal 23% Impor 7%
Sumber : Api 2007
Gambar 1. Share Produk TPT di Pasar Domestik Tahun 2007 (juta ton) Sejak tahun 1980, orientasi produksi TPT Indonesia sudah ditujukan untuk pasar ekspor, tetapi hal tersebut dilakukan oleh pemerintah setelah kebutuhan domestik terpenuhi. Fenomena yang terjadi setelah krisis ekonomi melanda Indonesia jumlah produk TPT yang diserap pasar lokal semakin menurun. Menurunnya share produk TPT lokal di pasar domestik diakibatkan membanjirnya produk impor baik legal maupun ilegal, sehingga produksi TPT Indonesia lebih banyak ditujukan untuk pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri. Penjualan produk TPT Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Ekspor Domestik
2002
2003
2004
2005
2006
Sumber : API 2007
Gambar 2. Penjualan Produk TPT Indonesia tahun 2002-2006 (milliar US$) Pasar ekspor utama Indonesia sampai saat ini
masih didominasi tiga
wilayah yaitu Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), dan Jepang. Tahun 2006 pangsa pasar ekspor AS sebesar 41 persen, UE 19 persen, dan Jepang sebesar 5 persen. Sedangkan untuk tahun 2007, pangsa pasar ekspor TPT Indonesia mengalami peningkatan ke AS dan penurunan ke UE, yaitu masing-masing adalah sebesar 43 persen dan 16 persen sedangkan pangsa pasar ke Jepang tidak mengalami perubahan.1 Gambar 3 memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekspor ke Amerika Serikat naik sebesar 10 persen yaitu menjadi US$ 4,32 miliar pada Tahun 2007. Pada tahun yang sama, share produk TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat mencapai 4,39 persen. Tahun sebelumnya, pangsa pasar (share) produk TPT Indonesia di Uni Eropa hanya sebesar 4,21 persen. Ekspor Indonesia ke UE mengalami penurunan sebesar 12 persen pada Tahun 2007 meskipun pada saat yang sama total impor TPT Uni Eropa dari semua negara pengimpornya naik sebesar 1,2
1
Road Map Industri Tekstil dan Produk Tekstil Strategi Pengembangan Jangka Pendek (2009), Jangka Menengah (2015) dan Jangka Panjang (2025) Departemen Perindustrian Republik Indonesia
persen. Sedangkan untuk ekspor Indonesia ke Jepang naik 2,1 persen menjadi US$ 504 juta (API, 2007).
Sumber : API 2007, diolah. Gambar 3. Ekspor TPT Indonesia ke AS, UE, dan Jepang Tahun 2002-2007 Turunnya ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa diakibatkan semakin eratnya hubungan antar negara-negara yang tergabung dalam keanggotaan Uni Eropa. Hal ini terkait dengan bertambahnya jumlah anggota negara Uni Eropa dari 15 negara menjadi 25 negara pada 1 Mei 2004. Perundingan-perundingan dengan beberapa kawasan banyak dilakukan oleh Uni Eropa untuk memperkuat posisi perdagangannya. Contoh perundingan yang telah dilakukan oleh Uni Eropa adalah perundingan dengan kawasan Mediterania untuk membentuk Euro-Mediterranean trade pada tahun 2010 yang telah dimulai sejak tahun 1995 (Barcelona process). Selain itu, Uni Eropa melanjutkan proses perundingan dengan enam negara anggota GCC (Gulf Cooperation Council) yang bertujuan untuk membentuk kawasan perdagangan bebas.
1.2 Perumusan Masalah Menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia pada tahun 2007, perdagangan TPT dunia setiap tahunnya terus meningkat dengan supplier
utamanya adalah Cina dan Hongkong, India, Uni Eropa, Turki, dan Korea. Sedangkan pasar utamanya adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. Kondisi perdagangan TPT dunia yang terus meningkat merupakan peluang bagi Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor TPT untuk terus meningkatkan volume ekspor TPT demi memenuhi permintaan TPT dunia yang terus meningkat. Pada tahun 2006, nilai perdagangan TPT dunia sebesar US$ 532 milliar. Di tahun 2008 diperkirakan nilai perdagangan TPT dunia akan mencapai US$ 565 milliar. Kondisi perdagangan TPT dunia dapat dilihat pada Gambar 4.
600 500 400 300
Produk Tekstil
200
Tekstil
100
0 1980 1990 1995 2000 2003 2004 2005 2006 Sumber : API 2007
Gambar 4 Perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil Dunia (US$ milyar) Posisi perdagangan TPT Indonesia di dua tujuan ekspor utama Indonesia yaitu AS dan Jepang setiap tahunnya terus membaik. Volume impor TPT AS dari Indonesia setiap tahunnya meningkat rata-rata 10 persen, sedangkan ekspor Indonesia rata-rata naik 10,67 persen. Beda halnya dengan posisi perdagangan TPT Indonesia di UE yang memiliki kecenderungan memburuk (API, 2007). Pada tahun 2004 dengan bertambahnya negara anggota UE menjadi 25 negara, menambah peluang dan pangsa pasar bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya proses pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi di negara anggota baru
yang semakin memberikan peluang peningkatan pertumbuhan ekonomi di UE. Diharapkan dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik dan populasi penduduk yang meningkat, UE akan meningkatkan permintaan produk TPT dari negara ketiga termasuk Indonesia. Kecenderungan
penurunan
pertumbuhan
permintaan
ekspor
TPT
Indonesia di Uni Eropa yang terjadi dari tahun 2004 ini sangat menarik untuk dianalisis karena bila pertumbuhan permintaan ekspor TPT Indonesia terus menurun maka Indonesia akan kehilangan salah satu tujuan ekspor terbesar yang selama ini telah menghasilkan banyak devisa bagi Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. bagaimanakah perkembangan permintaan ekspor TPT Indonesia di UE? 2. faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di UE?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. mendeskripsikan perkembangan permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa (UE), 2. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di UE
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan serta memberikan informasi baik untuk penulis sendiri maupun pihak lain. Informasi dan pengetahuan yang ada dalam hasil penelitian ini adalah mengenai perdagangan internasional Indonesia khususnya dalam ekspor TPT serta kaitannya dengan berbagai kebijakan dalam perdagangan tekstil dan produk tekstil. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan dalam mengambil arah orientasi perdagangan internasional, khususnya yang berkaitan dengan ekspor TPT Indonesia. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam mengambil kebijakan dimasa yang akan datang.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya menganalisis permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Pemilihan daerah tujuan ekspor disebabkan karena UE termasuk daerah tujuan ekspor
terbesar yang mengalami penurunan pertumbuhan permintaan
ekspor beberapa tahun terakhir ini. Jenis TPT yang termasuk dalam penelitian ini adalah serat, benang, kain, pakaian jadi, produk jadi lainnya, termasuk permadani.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia Keberadaan industri TPT di Indonesia dimulai dari pertenunan dan perajutan pada jaman sebelum kemerdekaan. Pada periode 1960-1970 industri TPT Indonesia terus tumbuh dan berkembang. Perkembangan di industri hulu dimulai dari industri serat sintesis serta pemintalan sedangkan perkembangan di industri hilir adalah industri pakaian jadi (garment). Kecenderungan perdagangan tekstil dunia menunjukkan prospek yang baik dan masa depan yang optimis mengingat trend konsumsi tekstil dunia terus meningkat. Pada periode 1975-1980 permintaan serat dunia meningkat sebesar 22 juta ton. Dari jumlah ini, 45 persen adalah permintaan negara-negara maju dan 29 persen permintaan negara-negara berkembang. Hal ini akan mengakibatkan adanya pergeseran peranan pengekspor tekstil dari negara-negara maju ke negaranegara berkembang sehingga akan memberi pengaruh masa depan yang sangat baik bagi pertekstilan di Indonesia. (Departemen Perindustrian, 1982) Pada tahun 1985 Indonesia telah mulai meningkatkan ekspor tekstil dan pakaian jadi. Peningkatan ekspor tersebut melonjak dengan pesat seiring dengan adanya peraturan KNOP 15 dan dilakukannya kebijakan pemerintah dalam pemberian sertifikat ekspor (Departemen Perindustrian, 1988). KNOP 15 merupakan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah yaitu dengan mendevaluasi nilai tukar rupiah hingga mencapai 33,6 persen dari Rp 415 per dolar menjadi Rp 625 per dolar. Peraturan KNOP 15 ditetapkan tanggal 15 November 1978.
Pada periode 1990-an, salah satu masalah yang dihadapi dunia usaha umumnya, maupun industri TPT khususnya adalah memburuknya tingkat pertumbuhan ekonomi global, kebijaksanaan uang ketat dan tingkat suku bunga yang tinggi. Memburuknya pertumbuhan ekonomi menyebabkan pertumbuhan permintaan TPT tidak sebaik tahun sebelumnya, sedangkan kebijaksanaan uang ketat dan suku bunga tinggi akan menghambat rehabilitasi maupun modernisasi mesin-mesin yang sudah tua dan tidak efisien lagi. Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang semula hanya merupakan barang substitusi impor, saat ini sudah menjadi salah satu komoditi ekspor nonmigas andalan Indonesia. Pada tahun 1991, nilai ekspor TPT mencapai nilai US$ 3.979,3 juta sehingga komoditi TPT memberikan hasil ekspor yang tertinggi diantara komoditi non migas. Diantara penghasil nilai tambah yang besar yaitu industri besar/sedang, TPT memberikan kontribusi sebesar 12,37 persen (Bank Bumi Daya, 1992). Adanya MFA (Multi Fiber Arrangement) menyebabkan negara importir mencari pemasok baru. Indonesia yang pada waktu itu TPT-nya baru berkembang secara tidak langsung terdorong untuk memasuki pasaran ekspor. Setelah industri TPT dalam negeri tumbuh dengan pesat, MFA dinilai merugikan karena sangat membatasi pertumbuhan ekspor TPT. Mengatasi kondisi di pasar kuota, ekspor ke negara non kuota telah digalakkan. Usaha ini telah membuahkan hasil, terbukti pada tahun 1991 ekspor TPT non kuota mencapai 70 persen dari total ekspor TPT Indonesia. Negara pesaing utama TPT Indonesia adalah Cina yang juga memiliki cukup sumberdaya manusia sebagai tenaga kerja disamping memiliki keunggulan yang lain yang tidak dipunyai Indonesia yakni kaya akan kapas. Oleh karena itu
dalam rangka mempertahankan daya saing TPT Indonesia, pengembangan TPT dari bahan sintesis yang bahan bakunya cukup tersedia di dalam negeri yakni dari industri petrokimia perlu dilakukan.
2.2 Kebijakan Kuota Pemerintah Indonesia melaksanakan pengaturan ekspor TPT ke negaranegara pengimpor yang memberlakukan pembatasan kuota. Kebijakan tersebut berlandaskan pengaturan perdagangan TPT dunia yang ditentukan oleh GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) di Jenewa pada tahun 1974 berdasarkan MFA (Multi Fiber Arrangement). MFA yang berlaku mulai 1 April 1974 merupakan perjanjian multilateral diantara lima puluh negara pengekspor dan pengimpor TPT dunia. Pada prinsipnya MFA merupakan bentuk kesepakatan multilateral, meskipun demikian antara dua anggotanya dapat mengadakan kesepakatan bilateral dengan syarat yang disepakati bersama. Menurut artikel Arrangement Regarding International Trade in Textile yang diterbitkan oleh GATT (1974) negara-negara peserta MFA dapat mengadakan kesepakatan bilateral untuk menghapuskan adanya gangguan pada pasar (market disruption) di negara pengimpor sehingga memungkinkan perluasan dan pembangunan perdagangan yang teratur (expansion and orderly development of trade). Indonesia ikut menandatangani MFA pada tahun 1977, kemudian dilanjutkan dengan perjanjian bilateral dengan negara-negara Amerika Serikat. Anggota Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Norwegia, Kanada, dan Turki. Perjanjian bilateral antara Uni Eropa dengan Indonesia ditanda tangani pada Tahun 1980.
Di Indonesia, pengaturan ekspor TPT dilakukan dengan menggunakan jumlah kuota nasional hasil kesepakatan bilateral dan memantau realisasi ekspornya. Berdasarkan jumlah kuota nasional tersebut, selanjutnya pemerintah Indonesia mengalokasikan kuota tersebut kepada pengusaha-pengusaha TPT, baik eksportir produsen maupun eksportir non-produsen. Instansi yang diberi kewenangan untuk mengatur pengalokasian kuota ekspor TPT sejak tahun 1977 sampai tahun 1996 adalah Departemen Perdagangan, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, dan Direktorat Ekspor. Penggabungan Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian berdasarkan Kepres RI Nomor 2 tahun 1996, kewenangan untuk mengatur pengalokasian kuota TPT ada pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Kemudian dengan keluarnya Kepres RI nomor 136 Tahun 1999 kewenangan pengalokasian kuota menjadi kewenangan Dirjen Perdagangan Luar Negeri. Peraturan-peraturan yang terbit dalam rangka pengelolaan kuota sampai dikeluarkannya Kepmen No. 53 dan Kepmen No. 67 Tahun 2000 (telah diperbaharui Kepmen No. 311 Tahun 2001), mengatur bahwa seluruh kuota TPT dialokasikan oleh pejabat tingkat Dirjen. Pengambilalihan hak kuota tersebut hanya dapat dilakukan oleh Eksportir Terdaftar Tekstil dan Produk Tekstil (ETTPT) melalui (BKI) Bursa Komoditi Indonesia (Kusumawardiani, 2005). Uni Eropa termasuk wilayah yang memberlakukan sistem kuota terhadap negara pengimpornya, termasuk untuk produk tekstil dari Indonesia. Kuota impor diartikan sebagai pembatasan langsung oleh suatu negara terhadap jumlah barang yang boleh diimpor dengan memberikan lisensi impor barang kepada kelompok individu atau perusahaan domestik tertentu (Salvatore, 1997).
Pemberlakuan kuota impor pada produk TPT yang diterapkan Uni Eropa terhadap negara pengekspornya memiliki dampak yang berbeda bagi negara yang memiliki keunggulan di produk TPT dan bagi negara yang kurang atau tidak memiliki keunggulan di produk yang sama. Bagi negara yang memiliki keunggulan produk TPT, contohnya Cina, kuota impor merupakan hambatan bagi perluasan usaha TPT di Cina. Namun bagi negara yang kurang memiliki keunggulan, kuota impor memberikan keuntungan berupa keamanan terjaminnya peluang pasar yang sudah tercipta. Px Sx
P1 P0 Dx S0
S1
D1
D0
X
Sumber : (Salvatore, 1997)
Gambar 5. Dampak Kebijakan Kuota Impor terhadap Keseimbangan Parsial di Negara II. Gambar 5 merupakan gambar mengenai dampak-dampak keseimbangan parsial yang ditimbulkan oleh pemberlakuan kuota impor. Kurva penawaran dan permintaan komoditi X di negara II ditunjukkan oleh garis Dx dan Sx. Po merupakan harga yang berlaku dalam kondisi perdagangan bebas (harga dunia) yang lebih rendah daripada harga autarki. Kondisi diatas akan memberikan stimulus bagi negara II untuk melakukan impor yaitu sebesar (SoDo). Kuota impor yang diberlakukan oleh negara II menyebabkan harga domestik di negara II akan meningkat menjadi P1. Pada kondisi ini, produsen domestik akan
meningkatkan produksinya, tetapi konsumsi domestik berkurang dengan jumlah impor negara II menjadi S1D1. Impor TPT yang dilakukan Uni Eropa dari Indonesia didominasi oleh produk HS 621040 (pakaian jadi). Kuota impor produk HS 621040 diatur dalam Council Regulation (EC) No.27/2003 tanggal 28 Desember 2001 yang mengamandemen Annexes I, III, V, VII dan IX dari Council Regulation (EC) No. 3030/93 tentang peraturan umum impor produk tekstil tertentu dari negara ketiga yang berlaku efektif mulai 1 januari 2002. Produk dengan HS 621040 (pakaian jadi) termasuk dalam kategori 78 dan untuk Indonesia sudah tidak dikenakan kuota impor oleh UE. Namun demikian untuk beberapa negara-negara pesaing Indonesia, produk ini masih dikenakan kuota. Dalam aturan ini dijelaskan pula produk-produk tekstil Indonesia yang masih mendapat kuota ekspor ke UE adalah kategori 1, 2, 2a, 3, 3a, 4, 5, 6, 7, 8, 23 dan 35.2 Tabel 2 menjelaskan besarnya kuota dan kategori yang ditetapkan Uni Eropa terhadap produk TPT asal Indonesia.
2.3 Tinjauan Teoritis 2.3.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan adalah kegiatan jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi. Perdagangan selalu menjadi kekuatan utama dalam hubungan ekonomi antar negara.
2
Men’s or Boy Garment Indonesia di Pasar Belgia. Perutusan Republik Indonesia untuk Masyarakat Eropa (PRI-UE). Miss on of Indonesia to The European Communities. Brussel’sBelgium.
Tabel 2. Kuota TPT Uni Eropa terhadap Indonesia Tujuan Kategori European Union 1 European Union 2 European Union 21 European Union 23 European Union 2A European Union 3 European Union 33 European Union 35 European Union 3A European Union 4 European Union 5 European Union 6 European Union 7 European Union 8 Sumber : textiles. web .id (2007)
Kuota 18,872,000 27,374,000 35,451,000 23,063,000 10,178,000 23,422,000 18,418,000 23,437,000 12,454,000 47,635,000 42,615,000 15,457,000 11,385,000 17,912,000
Satuan KG KG PCS KG KG KG KG KG KG PCS PCS PCS PCS PCS
Utilisasi 3,933,586 12,949,764 9,341,595 7,623,847 4,136,806 10,475,755 1,322,784 7,520,792 1,917,764 22,256,044 18,665,445 9,355,374 6,066,555 7,833,108
% Utilisasi 20.84 47.31 26.35 33.06 40.64 44.73 7.18 32.09 15.40 46.72 43.80 60.53 53.29 43.73
Perdagangan dan pertukaran secara ekonomi dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela. Perdagangan akan terjadi bila diantara pihak yang melakukan perdagangan mendapatkan manfaat atau keuntungan. Demikian pula halnya dengan perdagangan internasional. Dalam arti sempit, perdagangan internasional merupakan suatu gugusan masalah yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi antar negara. Apabila perdagangan internasional tidak ada maka masing-masing negara harus mengkonsumsi hasil produksinya sendiri (Salvatore, 1997). Perdagangan dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing negara yang terlibat, karena perdagangan akan mendorong spesialisasi produksi pada komoditi tertentu yang memiliki keunggulan komparatif sehingga negara yang bersangkutan dapat memusatkan segenap sumberdayanya pada sektor tersebut dan mengekspor sebagian outputnya untuk memperoleh keuntungan komoditi lain yang keunggulan komparatifnya tidak ia kuasai.
Dilihat dari segi permintaan, kegiatan ekspor diasumsikan sebagai fungsi permintaan pasar internsional terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara, sedangkan kegiatan impor diasumsikan sebagai fungsi permintaan suatu negara terhadap suatu komoditi dari pasar internasional. Pada dasarnya beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional suatu negara dari negara lainnya bersumber dari keinginan memperluas pasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan devisa bagi kegiatan pembangunan adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara, serta akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu (Salvatore, 1997). Mekanisme perdagangan internasional antara dua negara atau lebih dapat terjadi dengan gambaran sebagai berikut : suatu negara (misalnya Indonesia) akan mengekspor suatu komoditi (misalnya TPT) ke negara lain (misalnya Uni Eropa). Apabila harga domestik di Indonesia adalah PI dan harga domestik di Uni Eropa adalah PU. Struktur harga yang terjadi di Indonesia lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di Indonesia terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi) dengan demikian Indonesia mempunyai kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke Uni Eropa. Di lain pihak, di Uni Eropa terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di Uni Eropa lebih tinggi. Dalam hal ini Uni Eropa berkeinginan untuk membeli produk TPT dari Indonesia dengan harga yang relatif lebih murah. Gambaran mengenai perdagangan internasional antara Uni Eropa dan Indonesia dapat dilihat di Gambar 6.
Harga
PU
Harga
Ekspor
Si
Harga
Su
ES
P PI
ED
Impor
Du
Di Indonesia
Uni Eropa
Sumber : (Salvatore, 1997)
Gambar 6. Kurva Perdagangan Internasional Gambar 6 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di Indonesia sebesar PI sedangkan di Uni Eropa sebesar PU. Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PI sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PU. Pada saat harga internasional sama dengan PI atau PU maka tidak terjadi perdagangan internasional. Apabila harga internasional lebih besar dari PI maka terjadi excess supply (ES) di Indonesia dan apabila harga internasional lebih rendah dai PU maka terjadi excess demand (ED) di Uni Eropa. Dengan demikian, dari keseimbangan di Indonesia dan keseimbangan di Uni Eropa akan terbentuk kurva ES dan ED di pasar internasional, dimana perpotongan antara kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional yaitu sebesar P.
2.3.2 Teori Permintaan Ekspor Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang mempengaruhi permintaan. Permintaan ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi atau penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi atau
permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya (Salvatore, 1997) Secara matematis rumusnya dapat ditulis sebagai berikut : Xt = Qt – Ct + St-1 dimana :
Xt
= jumlah ekspor komoditas tahun ke t
Qt
= jumlah produksi domestik tahun ke t
Ct
= jumlah konsumsi domestik tahun ke t
St-1
= stok tahun sebelumnya.
Jika jumlah stok tahun sebelumnya diasumsikan nol, karena produksi pada tiap tahun semuanya diekspor, maka dengan demikian fungsi ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut : Xt = Qt – Ct Untuk komoditi ekspor, permintaan komoditi yang bersangkutan akan dialokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negeri (konsumsi domestik) atau luar negeri (ekspor), sedangkan yang tersisa akan menjadi persediaan yang akan dijual pada tahun berikutnya. Sebagai sebuah permintaan, maka
ekspor
suatu
negara
akan
dipengaruhi
oleh
faktor-faktor
yang
mempengaruhi permintaan negara tujuan ekspor terhadap komoditi yang dihasilkan, yaitu harga domestik negara tujuan ekspor (HDj), harga impor negara tujuan ekspor (HIj), pendapatan perkapita penduduk negara tujuan ekspor (YPj), dan selera penduduk negara tujuan ekspor (Sj). Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari negara tujuan ekspor, ekspor suatu negara sebagai sebuah permintaan juga dipengaruhi oleh faktor harga di pasar internasional (HX), dan nilai tukar (NT). Pengaruh jangka
panjang dalam kegiatan ekspor diketahui dengan memasukkan peubah lag yaitu volume ekspor tahun sebelumnya (Xt-1), dan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kondisi perekonomian negara terhadap kegiatan ekspor, perlu dimasukkan variabel dummy (D) berupa kondisi perekonomian. Secara keseluruhan fungsi ekspor suatu komoditi menjadi : Xt = f (HDt, HDt-1, HDj t, Hij t, YPj t, Sj t, HXt, NTt, Xt-1, D dimana : Xt
= volume ekspor tahun ke t
HDt
= harga domestik tahun ke t
HDt-1 = harga domestik tahun ke t-1 HDj t = harga domestik negara tujuan ekspor tahun ke t HIj t
= harga impor negara tujuan ekspor tahun ke t
YPj t = pendapatan perkapita negara tujuan ekspor tahun ke t Sj t
= selera negara tujuan ekspor tahun ke t
HXt
= harga ekspor tahun ke t
NTt
= nilai tukar mata uang negara pengekspor terhadap nilai tukar negara pengimpor tahun ke t
Xt-1
= volume ekspor tahun lalu, tahun ke t-1
D
= variabel dummy kondisi perekonomian negara
2.3.3 Hubungan Pendapatan dan Perdagangan Konsumsi seseorang terhadap suatu barang atau jasa sangat dipengaruhi oleh kendala anggaran atau pendapatannya. Ketika pendapatan seseorang meningkat, dengan asumsi harga-harga tidak berubah, dampaknya terhadap
kuantitas barang yang bisa dikonsumsinya tergantung pada sifat barang yang dikonsumsinya tersebut. Jika barang tersebut termasuk kategori barang normal, maka perubahan pada kuantitas barang yang dikonsumsi akan searah dengan perubahan pendapatannya (Nicholson, 2002). Artinya, jika terjadi peningkatan pendapatan, maka konsumsi barang tersebut juga akan meningkat, dan sebaliknya. Jika barang tersebut adalah barang inferior, maka perubahan pada kuantitas barang yang dikonsumsi akan berlawanan arah dengan perubahan pendapatannya. Untuk melihat pengaruh perubahan pendapatan terhadap kinerja ekspor suatu negara, diasumsikan bahwa barang yang diekspor negara tersebut adalah barang normal, cateris paribus. Misalkan suatu negara hanya mengkonsumsi dua barang A dan B yang merupakan barang normal. Saat pendapatannya meningkat, konsumsi negara tersebut pada barang A dan B juga akan meningkat. Hal ini seperti dijelaskan oleh Gambar 7. B
B1 B0
U1 U0
I1 I0
A0 A1
A
Sumber : Nicholson, 2002
Gambar 7.
Dampak Kenaikan Pendapatan pada Kuantitas Pembelian Barang A dan B di Negara II.
Kenaikan pendapatan akan menggeser garis anggaran ke luar (I0 ke I1) pilihan optimal (utilitas maksimum) pada barang A dan B ditunjukkan oleh
semakin tingginya titik persinggungan antara garis anggaran dan kurva utilitas. Garis anggaran akan bergeser paralel karena slope-nya tidak berubah. (Nicholson, 2002). Gambar 7 dimisalkan merupakan kurva garis anggaran dan kurva indiferen, serta barang A merupakan komoditi barang impor negara pengimpor. Terjadinya peningkatan pendapatan perkapita negara pengimpor, konsumsi terhadap barang A dan B juga akan meningkat. Kurva permintaan barang A akan bergeser ke atas. Jika kondisi ini tidak disertai dengan supply barang A di pasar domestik, maka akan memicu negara tersebut untuk meningkatkan permintaan ekspornya dari negara lain.
2.3.4 Hubungan Harga dan Perdagangan Menurut Lipsey (1995), harga dan kuantitas permintaan suatu komoditi berhubungan secara negatif. Artinya semakin tinggi harga suatu komoditi maka jumlah permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang, cateris paribus. Untuk harga ekspor, Lipsey (1995) menyatakan bahwa suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga yang ditawarkan berhubungan secara negatif dengan jumlah yang diminta, atau dengan kata lain semakin besar harga komoditi maka akan semakin sedikit kuantitas komoditi tersebut yang diminta. Sebaliknya harga berhubungan secara positif dengan penawaran. Semakin tinggi harga maka akan semakin banyak kuantitas yang ditawarkan. Berikut merupakan gambar hubungan harga ekspor dan volume komoditi yang di ekspor di negara pengimpor (Negara II).
Negara II
Px
S
P1 Po D 0
So
S1
D1
Do
Q
Sumber : Lipsey, 1995
Gambar 8. Pengaruh Kenaikan Harga Ekspor terhadap Permintaan Ekspor Negara II Gambar 8 menjelaskan mengenai kondisi perubahan permintaan ekspor di negara II. Salah satu penyebab perubahan permintaan ekspor
adalah adanya
perubahan harga ekspor komoditi yang diimpor. Kondisi awal, yaitu saat harga ekspor sebesar Po permintaan ekspor negara II adalah sebesar So-Do. Permintaan ekspor komoditi ini akan berkurang seiring kenaikan harga ekspor. Harga ekspor yang naik menjadi P1 menyebabkan permintaan ekspor negara II berkurang, yaitu menjadi S1-D1 (cateris paribus). Penyebab lain yang mempengaruhi turunnya permintaan ekspor negara II terhadap negara I adalah adanya harga yang lebih rendah yang ditawarkan negara pengekspor lainnya. Misalnya ada negara III yang menawarkan harga ekspor lebih rendah dibandingkan harga ekspor yang ditawarkan negara II. Kondisi ini akan menurunkan permintaan ekspor Negara II terhadap negara I dan mengalihkan permintaan ekspornya ke negara III. Dengan demikian harga ekspor Negara III berbanding lurus dengan permintaan ekspor negara II terhadap negara I. 2.3.5 Hubungan Nilai Tukar dan Perdagangan
Kegiatan ekspor suatu komoditas tidak terlepas dari masalah nilai tukar (exchange rate) atau yang biasa disebut dengan kurs. Para ekonom membedakan kurs menjdi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Menurut Mankiw (2003), kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang antar dua negara. Kurs riil kadang disebut juga term of trade. Kurs riil di antara dua negara dihitung dengan cara mengalikan kurs nominal dengan rasio harga yang diperdagangkan. Secara matematis, hubungan antara kurs nominal dan kurs riil dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut Kurs riil = Kurs no min al ×
PD PLN
PD adalah tingkat harga suatu komoditi di negara I (harga domestik) dan PLN adalah tingkat harga komoditi A di negara II (harga luar negeri). Jika kurs riil tinggi, harga barang-barang luar negeri relatif lebih murah dibandingkan barangbarang domestik. Sebaliknya jika kurs riil rendah, maka harga barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dibandingkan barang-barang domestik. Perubahan nilai tukar terhadap mata uang asing dapat mempengaruhi harga pada perdagangan dunia yang pada akhirnya dapat menentukan banyaknya penawaran dan permintaan ekspor. Apabila terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, maka barang-barang Indonesia akan dinilai relatif lebih murah sehingga daya saing produk Indonesia akan meningkat dan hal ini akan dapat meningkatkan permintaan ekspor untuk produk Indonesia. Kurs riil sangat terkait dengan neraca perdagangan atau ekspor neto (ekspor dikurangi impor). Bila kurs riil negara I rendah (nilai tukar mengalami depresiasi), barang-barang domestik negara I akan relatif lebih murah dari pada
barang-barang luar negeri. Hal ini akan meningkatkan ekspor netto barang-barang domestik karena masyarakat domestik akan mengurangi konsumsi produk negara lain dan masyarakat luar negeri akan meningkatkan permintaan produk domestik negara I. Dalam jangka panjang, efek dari devaluasi nilai tukar terhadap neraca perdagangan akan semakin besar jika disertai dengan penurunan jumlah persediaan uang dan atau peningkatan pendapatan masyarakat domestik (Rincon C dalam Fahmi 2008). Hal sebaliknya terjadi jika kurs negara I tinggi (nilai tukar mengalami apresiasi), barang-barang domestik akan relatif lebih mahal dari pada barang-barang luar negeri. Masyarakat domestik akan mengurangi permintaan terhadap barang domestik dan meningkatkan permintaan produk asing, sehingga ekspor netto akan berkurang. Dalam perekonomian terbuka kecil, ekspor netto harus sama dengan arus modal ke luar netto, yang sama dengan tabungan dikurangi investasi (Mankiw, 2003). Kurs riil S-I
M
NX (∈) Ekspor neto
Sumber : Salvatore 1993
Gambar 9. Penetapan Kurs Riil Kurs riil ditetapkan melalui perpotongan antara garis vertikal yang merupakan garis arus modal keluar neto dengan garis ekspor neto. Pada titik perpotongan ini (M), jumlah dolar yang ditawarkan untuk arus modal keluar neto
sama dengan jumlah dolar yang diminta untuk ekspor barang dan jasa neto. (Mankiw, 2003)
Px S P1 Po D* D Qo
Q1
Sumber : Salvatore, 1993
Gambar 10. Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Harga dan Kuantitas Permintaan Ekspor Negara II Dalam perekonomian yang hanya terdapat dua negara, apresiasi nilai tukar negara II terhadap nilai tukar perdagangan akan mendorong peningkatan permintaan ekspor barang di negara II. Peningkatan permintaan ekspor negara II terjadi karena harga barang ekspor negara II saat ini relatif lebih tinggi daripada harga barang yang sama yang diproduksi oleh negara I. Penduduk negara II akan beralih mengkonsumsi barang negara I yang harganya lebih rendah, dan akan meningkatkan permintaan ekspor negara II. Saat nilai tukar negara II terapresiasi harga-harga di negara II relatif lebih mahal dibandingkan harga-harga di Negara I. Kondisi ini akan memacu Negara II untuk memenuhi kebutuhan domestiknya dengan melakukan impor ke Negara I yang memiliki harga relatif lebih rendah. Dengan demikian, permintaan ekspor Negara II terhadap Negara I akan semakin besar. Permintaan ekspor yang semakin
besar di Negara II digambarkan oleh pergeseran kurva permintaan dari D menjadi D*. P
P
P
SII
ES
SI
P1 ED* ED
DI 0 QDI2 QDI QSI1 QSI2 Negara I
Q
QDW1 QDW2 Dunia
Q
0
DII QSII QDII1 QDII2
DII* Q
Negara II
Sumber : Salvatore, 1993
Gambar 11. Dampak Apresiasi Nilai Tukar Negara Keseimbangan Perdagangan Internasional.
II
terhadap
Misalkan P1 adalah harga ekspor yang diterapkan negara I terhadap negara II. Kurva permintaan ekspor negara I adalah DI dan kurva penawaran ekspor negara I adalah SI. Saat nilai tukar negara II mengalami kanaikan relatif terhadap nilai tukar negara I, kurva permintaan ekspor di negara II mengalami pergeseran, yaitu dari DII menjadi DII*. Dengan demikian pada harga yang sama jumlah permintaan ekspor negara II akan lebih banyak dari permintaan ekspor sebelumnya sebagai akibat apresiasi nilai tukar yang dialaminya. Artinya, setiap satu nilai tukar mata uang negara I yang diperoleh dari negara II dalam permintaan ekspornya akan bernilai lebih tinggi dari pada sebelum mengalami apresiasi kursnya. Pada tingkat harga yang lebih tinggi tersebut, negara II akan meningkatkan permintaan ekspornya dari negara I. Karena itu, negara II akan mengalami pergeseran kurva demand.
2.3.6 Analisis Regresi Analisis regresi adalah teknik ststistik yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan-hubungan diantara variabel-variabel. Analisis regresi berurusan dengan ketergantungan satu variabel pada variabel lain, namun hal ini bukan berarti menyatakan hubungan sebab-akibat (Gujarati, 1978). Dalam regresi linier berganda terdapat lebih dari satu variabel yang menjelaskan. Oleh karena itu analisis mengenai ketergantungan satu variabel pada lebih satu variabel yang menjelaskan dikenal sebagai analisis regresi berganda. (multiple regression analysis). Untuk menduga model populasi regresi berganda digunakan metode kuadrat terkecil (Least Square Method). Suatu statistik dikatakan sebagai penduga parameter yang konsisten apabila ada peluang untuk memperoleh perbedaan statistik dan parameter yang makin mendekati nol bila jumlah individu sampel bertambah banyak. Pendugaan nilai koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil ditujukan untuk mencapai kondisi statistik yang baik. Dalam upaya mencapai kondisi tersebut, metode kuadrat terkecil akan menghasilkan pendugaan yang baik apabila asumsi-asumsi yang mendasarinya terpenuhi. Prinsip metode kuadrat terkecil adalah meminimumkan selisish kuadrat antara Y-observasi dengan Y-dugaan. Dari
beberapa penelitian terdahulu
mengenai permintaan ekspor suatu komoditi dengan menggunakan data time series, maka penulis membandingkan model-model yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel dalam persamaan permintaan ekspor TPT Indonesia. Berdasarkan informasi tersebut kemudian penulis merumuskan model
yang sesuai untuk menganalisis permintaan ekspor TPT Indonesia yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.
2.4 Penelitian Terdahulu 2.4.1 Penelitian mengenai Permintaan Ekspor Komoditi Indonesia Hapsari (2008) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor karet alam Indonesia di Negara Cina. Variabel yang diduga mempengaruhi permintaan ekspor karet alam Indonesia di Negara Cina adalah harga ekspor karet alam, lag harga ekspor karet alam, lag ekspor, nilai tukar mata uang Cina terhadap mata uang Indonesia, dan GDP per kapita riil Negara Cina. Dari dugaan regresi yang digunakan, semua variabel yang ada pada model berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen dan koefisien semua variabel menunjukkan kesesuaian dengan teori terkecuali untuk variabel harga ekspor. Hasil OLS menyatakan bahwa nilai koefisien harga ekspor bertanda positif. Kondisi ini tidak sesuai dengan hipotesis awal. Bondar (2007) melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tuna Segar Indonesia”. Dalam penelitiannya menggunakan enam variabel yaitu : nilai tukar rupiah terhadap negara pengimpor (NTK), pendapatan perkapita negara tujuan ekspor (GDPkap), volume ekspor tuna olahan (OLAH), harga ekspor (PX), harga domestik (PD), dan jumlah penduduk negara tujuan ekspor. Hasil dugaan model ekspor tuna segar Indonesia dengan menggunakan metode Fixed Effect menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap ekspor tuna segar Indonesia pada taraf nyata lima persen adalah :
nilai tukar rupiah terhadap negara pengimpor (NTK), pendapatan perkapita negara tujuan ekspor (GDPkap), dan volume ekspor tuna olahan (OLAH). Variabel harga ekspor (PX), harga domestik (PD), dan jumlah penduduk negara tujuan ekspor (POP) merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor tuna segar Indonesia.
2.4.2 Penelitian mengenai Regresi Linier Berganda Penelitian yang menggunakan model regresi linier berganda telah banyak dilakukan diantaranya adalah seperti yang telah dilakukan oleh Sambudi (2005) dan Ningrum (2006). Ningrum melakukan analisis permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia. Hasil analisis model permintaan ekspor pulp Indonesia dari tahun 1980 sampai tahun 2005 menunjukkan bahwa harga ekspor pulp, nilai tukar, produksi pulp dan harga ekspor pulp tahun sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan ekspor pulp Indonesia. Harga ekspor pulp pada tahun itu dan harga ekspor pulp pada tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap permintaan, sedangkan variabel nilai tukar produksi pulp berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor pulp. Sambudi melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor kopi arabika Indonesia. Hasil analisis regresi pada model ekspor menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi arabika Indonesia adalah harga ekspor, harga domestik, nilai tukar, pendapatan perkapita, lag ekspor, produksi, dan dummy. Semua variabel yang terdapat dalam model ekspor masing-masing berpengaruh nyata terhadap ekspor kecuali pendapatan perkapita dan trend waktu.
2.4.3 Penelitian mengenai Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia Firdaus (2007) melakukan penelitian di bidang ekspor tekstil dan produk tekstil yaitu yang berjudul “Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Pasar AS”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan penawaran ekspor Indonesia yang dicerminkan oleh kekuatan daya saing dari TPT Indonesia masih di bawah kekuatan daya saing TPT Cina. Kusumawardiani (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Perkembangan Ekspor TPT dan Peran Pasar Kuota bagi Indonesia” menunjukkan bahwa variabel yang secara nyata mempengaruhi model ekspor tekstil Indonesia ke negara tujuan kuota yaitu Amerika Serikat adalah GNP riil dan nilai tukar riil. Sedangkan variabel yang secara nyata mempengaruhi model ekspor pakaian adalah GNP riil, nilai tukar riil, dummy krisis, dan dummy pergejolakan nilai tukar. Untuk negara tujuan non-kuota yaitu Singapura, variabel yang secara nyata mempengaruhi ekspor tekstil adalah GDP riil dan dummy krisis. Sedangkan variabel yang nyata mempengaruhi ekspor pakaian jadi adalah GDP dan dummy krisis. Perkembangan ekspor TPT Indonesia ke Singapura berfluktuasi pada periode tahun 1980-2002, sementara krisis ekonomi di Negara non-kuota Singapura menyebabkan terjadinya penurunan ekspor komoditi tekstil meningkat pakaian jadi Indonesia, dapat dilihat dari penurunan jumlah dan nilai produksi, ekspor serta impornya. Sedangkan di negara kuota Amerika Serikat, perkembangan ekspor TPT Indonesia periode yang sama meningkat sementara
krisis ekonomi menyebabkan terjadinya penurunan ekspor hanya pada komoditi pakaian jadi.
2.5 Kerangka Operasional Kondisi perdagangan TPT dunia terus menunjukkan peningkatan seiring dengan dicabutnya kebijakan kuota. Permintaan dunia pada produk TPT pun semakin meningkat. Kondisi ini seharusnya merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan volume ekspornya terutama ekspor Indonesia ke tiga tujuan utama ekspor yaitu Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), dan Jepang. Ekspor TPT Indonesia ke AS dan Jepang terus meningkat, beda halnya dengan ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa yang cenderung menurun, padahal Uni Eropa merupakan pengimpor terbesar untuk produk TPT. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan ekspor TPT Indonesia ke UE, mengetahui perkembangan kebijakan perdagangan TPT serta untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Semua variabel uji yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan hasil rujukan dari penelitian-penelitian terdahulu dan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui perkembangan ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa dan perkembangan kebijakan perdagangan TPT digunakan metode deskriptif sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa menggunakan metode OLS dengan menggunakan model analisis regresi berganda. Melalui analisis regresi, akan diketahui pengaruh variabel-variabel yang dianalisis dalam model, berpengaruh positif atau negatif terhadap volume ekspor TPT Indonesia. Besarnya pengaruh
yang yang ditimbulkan oleh masing-masing variabel juga dapat dilihat dari besaran koefisien-koefisien regresi masing-masing variabel. Setelah dilakukan serangkaian uji statistik dan dilanjutkan dengan evaluasi model, maka langkah selanjutnya adalah penerapan simulasi kebijakan yang bermanfaat untuk merumuskan kebijakan baru atau untuk memperbaiki kebijakan yang sudah ada di bidang ekspor TPT Indonesia. Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi pemerintah maupun para pelaku industri TPT serta para pelaku eksportir TPT dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan ekspor TPT Indonesia. Gambaran lengkap mengenai kerangka pemikiran konseptual dapat dilihat pada gambar 12.
2.6 Hipotesis Berdasarkan teori dan konsep ekonomi serta studi penelitian terdahulu, pada penelitian ini akan diajukan beberapa hipotesis : 1. Permintaan ekspor diduga berpengaruh positif terhadap volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa. Semakin besar permintaan ekspor dari Uni Eropa maka akan memberikan stimulus bagi Indonesia sebagai negara pengekspor untuk memperbesar volume ekspor TPTnya ke Uni Eropa. 2. Gross Domestik Product (GDP) per kapita Uni Eropa diduga berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor TPT. Peningkatan GDP per kapita akan meningkatkan daya beli masyarakat negara pengimpor. Daya beli yang yang semakin tinggi akan meningkatkan konsumsi terhadap suatu barang yang akan berimbas terhadap meningkatnya permintaan ekspor.
3. Harga ekspor TPT Indonesia di UE berpengaruh negatif
terhadap
permintaan ekspor TPT Indonesia di UE. Semakin tinggi harga ekspor ke negara tujuan ekspor maka permintaan ekspor TPT semakin rendah. 4. Harga ekspor TPT negara pesaing diduga berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Harga ekspor negara pesaing yang semakin tinggi (lebih mahal dibandingkan harga ekspor TPT Indonesia) menyebabkan konsumen di negara pengimpor beralih mengkonsumsi produk TPT yang lebih murah. Dengan demikian permintaan ekspor TPT dari Indonesia akan meningkat. 5. Nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap rupiah berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di UE. Depresiasi yang terjadi di negara pengekspor akan meningkatkan volume ekspor TPT Indonesia dan sebaliknya. 6. Pemberlakuan kuota diduga berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di UE. Pemberlakuan kebijakan kuota memberikan peluang yang besar bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia untuk semakin mengembangkan volume ekspornya ke negara-negara maju yang menerapkan sistem kuota.
Kondisi Perdagangan TPT Dunia Meningkat
Permintaan TPT Dunia Meningkat
Uni Eropa Pengimpor Terbesar
Permintaan TPT UE Meningkat
Ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa menurun
Perkembangan Ekspor TPT Indonesia ke UE
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa
Hipotesis Penelitian
Implikasi Kebijakan
Gambar 12. Kerangka Pemikiran Konseptual
III. METODE PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
ekspor TPT
Indonesia di Uni Eropa. Pembahasan akan diawali mengenai waktu penelitian dan jenis sumber data yang digunakan. Selanjutnya aspek metode dan pengolahan data akan dipaparkan secara detail. Bab ini akan diakhiri dengan penjelasan mengenai masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam model regresi.
3.1 Waktu Penelitian Kegiatan penelitian yang meliputi perumusan masalah, pengumpulan data dari berbagai instansi terkait, pengolahan data, interpretasi hasil olahan data, dan penarikan kesimpulan dilakukan selama enam bulan yaitu sejak bulan Februari Juli 2008. Khusus untuk pegngumpulan data dilakukan dari Bulan Maret-Mei 2008.
3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dimulai tahun 1978-2007. Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah data sekunder. Data-data diperoleh dari beberapa sumber yang berasal dari penelusuran internet seperti, Wikipedia, Commodity and Trade Database (COMTRADE), IFC (International Finance Corporation), (World Trade Organitation) WTO, (Internasioanl Monetary Fund) IMF, World Bank dan lain lain, serta dari instansi-insatansi terkait seperti BPS, API, Departemen
Perindustrian, dan Departemen Perdagangan. Penelitian terdahulu juga turut disertakan sebagai sumber informasi untuk melengkapi data yang diperlukan. Data-data yang diperlukan meliputi data volume ekspor TPT Indonesia ke UE, GDP nominal Uni Eropa, harga ekspor TPT Indonesia ke UE, harga ekspor TPT India, dan nilai tukar euro serta pound sterling terhadap rupiah. Pemilihan penggunaan dua nilai tukar luar negeri yaitu pound sterling dan euro terkait dengan diberlakukannya mata uang euro untuk kawasan Uni Eropa yang resmi ditetapkan tahun 2002. Tetapi sebelum penetapan resmi penggunaan mata uang euro, Uni Eropa telah menggunakan nilai tukar tersebut. Euro sudah dipersiapkan oleh pemerintah Uni Eropa sejak Tahun 1990. Mata uang euro digunakan dalam penelitian ini dari tahun 1995-2007, sedangkan untuk mata uang dari tahun 19781994 menggunakan mata uang Inggris yaitu pound sterling. Pound sterling dipilih untuk mewakili mata uang Uni Eropa sebelum adanya euro karena Inggris merupakan salah satu negara terbesar penyerap produk TPT Indonesia dibandingkan negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. Berikut merupakan tabel yang menggambarkan nilai ekspor TPT Indonesia ke tiga negara anggota Uni Eropa yang menyerap produk TPT Indonesia terbesar yaitu pakaian jadi. Tabel 3. Nilai Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Jerman, Inggris, dan Belgia dalam US$ 2005 2006 2007 401.071.470 412.673.921 356.456.866 Jerman 310.393.137 337.301.318 263.397.291 Inggris 113.777.209 123.468.779 109.205.918 Belgia Sumber : Departemen Perindustrian, 2007 (diolah)
Pemilihan harga ekspor negara pesaing yaitu menggunakan harga ekspor TPT India didasarkan atas dua alasan. Pertama, India mempunyai hubungan kekerabatan yang lebih kuat dibandingkan negara pengekspor terbesar TPT
lainnya di Uni Eropa. Hal ini disebabkan India merupakan negara bekas jajahan Inggris sehingga sampai sekarang Uni Eropa terutama Inggris masih mempunyai peran penting di India. Kedua, India merupakan negara ketiga terbesar yang menguasai pasar TPT Uni Eropa setelah China dan Turki. Pada Tahun 2007 India menguasai 4,1 persen pasar TPT Uni Eropa, sedangkan Cina merupakan negara terbesar yang menguasai pasar TPT Uni Eropa yaitu sebesar 16, 9 persen disusul oleh Turki yang menguasai pasar TPT Uni Eropa sebesar 8 persen. Berikut merupakan gambar share produk TPT masing-masing negara pengekspor di pasar Uni Eropa.
India, 4.10 Turkey, 8.00 Bangladesh, 2.90 Tunisia, 1.80 Morocco, 1.60
SHARE (%)
Pakistan, 1.50 Indonesia, 1.00 Switzerland, 1.00 HongKong, 0.90
China, 16.90
Sumber : API, 2007
Gambar 13. Share Produk Negara-Negara Pengekspor TPT di Pasar Uni Eropa
3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian ini, data yang diperoleh diolah dengan bantuan alat hitung kalkulator, selanjutnya hasil yang diperoleh dimasukkan dalam tabel sesuai dengan keperluan. Data yang telah ditabelkan dipersiapkan sebagai input
computer sesuai dengan model yang diduga dan asumsi yang digunakan. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif melalui model kuantitatif. Metode deskriptif juga digunakan untuk mengkaji perkembangan ekspor TPT Indonesia ke UE dan untuk mengkaji kebijakan ekspor TPT Indonesia ke UE. Sedangkan model kuantitatif dengan model analisis regresi berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia ke UE. Persamaan dalam penelitian diduga dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan menggunakan program Eviews 4.1. Model yang digunakan untuk mengkaji permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa adalah regresi linier berganda dengan teknik kuadrat terkecil biasa (OLS) karena : 1. Prosedur penghitungan OLS relatif lebih mudah dibandingkan dengan teknik lainnya dan mekanismenya mudah dimengerti 2. Metode ini memiliki beberapa properti statistik yang lebih populer diantara metode-metode analisis regresi lainnya 3. OLS sebagai salahsatu komponen penting dari teknik-teknik ekonometrika yang lain karena menjadi dasar bagi analisis persamaan simultan (2SLS dan 3SLS) Metode OLS juga memiliki kekurangan yaitu sangat sensitif terhadap jumlah data yang kecil. Secara umum, fungsi regresi dapat dituliskan sebagai berikut : Y = a0 + Σa1 Xi + Ei dimana : Y a0
= peubah tak bebas = intersep
Xi Ei I
= peubah bebas yang menjelaskan peubah tak bebas Y = error term (pengaruh sisa) = 1,2,3, …,n banyaknya peubah bebas dalam fungsi tersebut
Metode pendugaan kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square). didasarkan pada beberapa asumsi : 1. Nilai rata-rata pengganggu sama dengan nol, yaitu E(εi) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1,2,3,4,…,n, artinya nilai yang diharapkan bersyarat dari εi tergantung pada Xi tertentu adalah 0 2. Varian (εi) = E (εi²) = σ², sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi homoskedastisitas), artinya varian εi untuk setiap I yaitu varian bersyarat untuk εi adalah suatu angka konstan positif yang sama dengan σ². 3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu, berarti Cov (εi, εj) = 0, untuk i tidak = j. 4. Variabel bebas X1, X2, …, Xk konstan dalam sampling yang terulang dan bebas dari kesalahan pengganggu εi, E(Xi εi) = 0. 5. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak ada hubungan linier yang nyata antara variable-variabel bebas. 6. Serial independen. Artinya error term terdistribusi bebas.
Cov (ε t , ε s ) = Ε (ε tε s ) = 0 , untuk t ≠ s Dengan dipenuhi asumsi-asumsi diatas maka koefisien regresi yang diperoleh merupakan pendugaan linier terbaik yang tidak bias (BLUE = Best Linier Unbiased Estimators).
3.4 Perumusan Model
Menurut Koutsoyiannis (1977), spesifikasi model dilakukan untuk menjelaskan hubungan antar variabel dalam bentuk matematika sehingga fenomena ekonomi dapat dieksplorasi secara empiris. Pada penelitian ini, variabel-variabel bebas yang digunakan adalah GDP riil negara tujuan ekspor, harga ekspor riil, nilai tukar riil, dan pemberlakuan kuota. Sedangkan untuk variabel tak bebasnya adalah volume ekspor
TPT
Indonesia ke UE. Dengan demikian model persamaan regresi untuk permintaan ekspor TPT Indonesia di UE adalah sebagai berikut : X t = f (GDPt , PX t , PXI t , NTt , Dt ) X t = α + β1 GDPt − β 2 PX t + β 3 PXI t − β 4 NTt + β 5 Dt + et
dimana : Xt
= volume ekspor TPT Indonesia ke UE pada tahun ke-t (kg)
Ά
= autonomous ekspor (kg)
Βt
= parameter yang diduga, dengan t = 1,2,...,5
GDPt = GDP per kapita UE periode ke-t (dollar) PXt
= harga ekspor TPT Indonesia ke UE pada tahun ke t (US$/kg)
PXIt
= harga ekspor TPT India pada tahun ke t (US$/kg)
NTt
= nilai tukar mata uang Uni Eropa terhadap mata uang Indonesia pada tahun ke-t (Euro/Rupiah dan Pound Sterling/Rupiah)
Dt
= kebijakan kuota, 1 = ada kuota, 0 = tanpa adanya kuota.
Et
= error term pada periode ke-t Penulis memilih model log-log sebagai bentuk fungsional dari model
regresi. Pemilihan dilakukan karena terdapat ketimpangan nilai yang besar antar
variabel yang digunakan, baik variabel independen maupun variabel dependen. Ketimpangan nilai yang terjadi dapat diatasi dengan model log-log. Bentuk persamaan permintaan ekspor TPT setelah dirubah ke dalam model logaritma adalah sebagai berikut : Log ( X t ) = α + β1 Log (GDPt ) − β 2 Log ( PX t ) + β 3 Log ( PXI t ) − β 4 NTt + β 5 Dt + et
3.5 Konsep Elastisitas
Koutsoyiannis (1977) menyatakan bahwa untuk melihat derajat kepekaan variabel dependen pada suatu persamaan terhadap perubahan variabel independen dapat digunakan nilai elastisitasnya. Secara matematis, nilai elastisitas suatu persamaan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : elastisitas = (∂Y Y ) (∂X X ) =
∂Y X ⋅ ∂X Y
seperti diketahui bahwa : ∂ (ln Y ) 1 ∂ (ln X ) 1 = = , maka dan ∂Y ∂X Y X ∂Y ∂X , sehingga ∂ (ln Y ) = dan ∂ (ln X ) = Y X ∂ (ln Y ) ∂Y X ⋅ = elastisitas = ∂ (ln X ) ∂X Y
di mana: Y X
= rata-rata nilai peubah Y = rata-rata nilai peubah X Untuk variabel yang membentuk model semi-log (log-linear), maka nilai
elastisitasnya ditentukan dengan persamaan yang berbeda. Koefisien variabel independen dalam model semi-log belum mencerminkan nilai elastisitas dan hanya menggambarkan nilai:
∂ (ln Y ) X ∂ (ln Y ) ∂Y 1 = ⋅ , maka ∂X ∂X Y ∂Y 1 β= ⋅ ∂X Y
β=
karena persamaan elastisitas adalah
∂Y X ⋅ , maka β ∂X Y
(koefisien variabel
independen X ) harus dikalikan dengan X (rata-rata peubah independen X ). Persamaan elastisitas untuk model semi-log akan menjadi seperti berikut: elastisitas = β ⋅ X
dimana:
β X
= koefisien peubah X = rata-rata nilai peubah X
3.6 Pengujian Model
Model yang dianalisis merupakan pengujian terhadap hipotesis yang dilakukan. Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter estimasi tersebut, seperti pengujian statistik, ekonometrik, dan ekonomi. Pengujian statistik yang dimaksud meliputi, uji t, uji F, uji p-value, dan uji R2 atau adj-R2,. Pengujian hipotesis secara statistik bertujuan untuk melihat nyata tidaknya pengaruh variabel yang dipilih terhadap variable-variabel yang diteliti. Sedangkan pengujian ekonometrik adalah mengestimasi parameter regresi dengan menggunakan OLS maka harus melalui enam asumsi klasik Untuk melihat ada tidaknya pelanggaran terhadap enam asumsi tersebut maka dilakukan evaluasi model.
Pengujian secara ekonomi dilihat dari uji tanda dan besaran dari setiap koefisien dugaan yang telah diperoleh. Kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada setiap koefisien dugaan sesuai dengan teori ekonomi. Apabila model tersebut memenuhi kriteria ekonomi, maka model tersebut dapat dikatakan baik secara ekonomi. 3.6.1 Kriteria Statistik Uji t
Dipergunakan untuk menguji secara statistic apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tak bebas. Pengujian uji parsial ini (uji t) dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistiknya. Dimana, jika probabilitas nilai t-statistik menunjukkan nilai yang kurang dari derajat kepercayaan yang digunakan (α), maka dapat dikatakan tolak Ho yang berarti peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas dalam model. Sebaliknya, jika Ho diterima maka peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas pada tingkat signifikansi tertentu. Langkah pertama untuk melaksanakan uji t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian. H0 : β t = 0 t = 1,2,..., n H1 : β t ≠ 0 Selanjutnya dilakukan penghitungan t statistik dengan menggunakan rumus: ∧
β − βt t= Seβ
.............................................. (4)
di mana: ∧
β = Parameter dugaan β t = Parameter hipotesis Seβ = Standard error parameter β
Jika statistik t yang didapat pada taraf nyata sebesar α lebih besar daripada t-tabel (t-stat>t-tabel), maka tolak H0. Kesimpulannya koefisien dugaan β tidak sama dengan 0 dan variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya, jika statistik t lebih kecil daripada t-tabel (t-stat
Uji F digunakan untuk menguji bagaimanakah pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan. Pengujian uji F ini dapat dilihat dari nilai probabilitas F-statistiknya. Dengan melihat nilai probabilitas F-statistik akan diketahui apakah suatu persamaan akan lulus uji atau tidak. Jika probabilitas f-statistik menunjukkan besaran yang kurang dari taraf nyata yang digunakan (α), dapat disimpulkan tolak Ho yang artinya seluruh variable secara bersama-sama mampu menjelaskan atau mempengaruhi variabel tak bebas pada tingkat signifikansi dan derajat kebebasan tertentu. Uji p-value
Pada output olahan komputer biasanya disajikan data tentang nilai p (p-
value) yang dapat digunakan untuk menguji signifikasi model baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Jika p-value lebih kecil daripada taraf nyata sebesar
α , maka variabel bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Sebaliknya, jika p-value lebih besar daripada taraf nyata sebesar
α ,maka variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. R2 memiliki dua sifat diantaranya : pertama, R2 merupakan besaran non negative dan
kedua besarnya adalah 0<-R2<-1. Jika R2 sebesar 1 berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan. R2 ini akan bertambah tinggi dengan bertambahnya variabel bebas. Nilai R2 dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini. ⎡ ⎢∑ Yt − Y R2 = ⎣
(
∑(
)
⎛ ∧ ⎞⎤ ⎜⎜ Yt − Y ⎟⎟⎥ ⎝ ⎠⎦
)
2
⎛ ∧ ⎞ Yt − Y ∑ ⎜⎜ Yt − Y ⎟⎟ ⎝ ⎠
2
........................................ (6)
2
di mana: Yt = Y aktual ∧
Y t = Y dugaan Y = Y rata-rata
3.6.2 Kriteria Ekonometrika
Sebagai upaya untuk menghasilkan model yang efisien dan konsisten maka perlu dievaluasi apakah hasil estimasi terhadap model regresi tidak terjadi masalah heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Multikolinearitas
Untuk melihat ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilakukan dengan cara melihat correlations matrix. Multikolinearitas dideteksi dengan melihat
koefisien korelasi antar variabel bebas. Jika korelasinya kurang dari 0.8 (rule of
tumbs 0.8) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas. Tetapi jika nilai koefisien korelasinya lebih besar dari 0.8 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat multikolinearitas dalam model tersebut. Multikolinearitas yang dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi
OLS adalah exact
multicolinearity (multikolinearitas sempurna). Jika dalam suatu model terdapat miltikolinearitas yang sempurna maka akan diperoleh nilai R2 yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel dugaan yang signifikan. Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita mengabaikan adanya autokorelasi, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Autokorelasi cenderung akan mengestimasi standar eror lebih kecil dari pada nilai sebenarnya, sehingga nilai statistic-t akan lebih besar (overestimates). Dampaknya adalah uji F dan t menjadi tidak valid dan peramalan juga menjadi tidak efisien. Walaupun demikian, hasil estimasi dan peramalannya masih bersifat konsisten dan tidak bias. Sifat konsisten pada hasil estimasi dan peramalan model yang mengabaikan adanya autokorelasi tidak akan bertahan lama, kecuali lag dependent variable diikutsertakan sebagai variabel penjelas. Untuk melakukan pengujian ada atau tidaknya autokorelasi pada hasil estimasi di atas, kita akan menggunakan metode Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test. Sebelum melakukan pengujian, kita harus menyusun hipotesis awal dan hipotesis tandingannya. H0 : Tidak Ada autokorelasi H1 : Ada autokorelasi
, taraf nyata = α
Pengambilan kesimpulan bisa dilakukan dengan melihat apakah nilai probabilitas dari obs*R-squared lebih kecil atau lebih besar daripada taraf nyata
α . Jika nilai obs*R-squared lebih besar daripada taraf nyata α , maka terima H0. Artinya tidak terdapat autokorelasi dalam model regresi yang diperoleh. Dan jika sebaliknya, maka simpulkan terdapat autokorelasi yang signifikan pada model regresi tersebut. Heteroskedastisitas
Salahsatu asumsi yang penting dari pendugaan metode kuadrat terkecil adalah varian residual bersifat konstan. Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan dimana asumsi diatas tidak tercapai. Dampak adanya heteroskedastisitas adalah tidak efisiennya proses estimasi, sementara hasil estimasinya sendiri tetap konsisten dan tidak bias. Dengan adanya masalah heteroskedastisitas, akan mengakibatkan hasil uji t dan F dapat menjadi tidak berguna.Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada model, dilakukan dengan uji White
Heteroskedasticity. Yang dapat diketahui dengan melihat nilai probability obs*Rsquared. Apabila nilai probability obs*R-squared lebih besar dari derajat kepercayaan yang digunakan maka menunjukkan bahwa tidak ada masalah heteroskedastisitas. Artinya kedua asumsi diatas dipenuhi sehingga tidak terdapat nilai statistik t yang tidak signifikan, dan sebaliknya.
3.7 Definisi Operasional
1. Volume Ekspor Volume ekspor TPT yang menjadi variabel tak bebas dalam model merupakan volume ekspor TPT Indonesia ke UE. Yang termasuk ke dalam
TPT disini adalah serat (fiber), benang (fabric), kain (yarn), pakaian jadi (garment), barang jadi lainnya, dan permadani. 2. GDP per kapita GDP perkapita yang digunakan dalam penelitian merupakan hasil pembagian GDP nominal terhadap populasi penduduk. Selanjutnya, GDP nominal per kapita tersebut dibagi dengan GDP deflator untuk mendapatkan nilai riilnya. Sehingga, GDP yang digunakan dalam penelitian ini adalah GDP per kapita riil.
.
3. Harga TPT Ekspor Indonesia Harga TPT ekspor adalah harga yang diperoleh dari hasil pembagian antara nilai ekspor TPT Indonesia ke UE secara keseluruhan pada periode ke-t dengan volume ekspor TPT Indonesia ke UE pada periode yang sama. Harga TPT ekspor kemudian dibagi Indeks Harga Perdagangan Ekspor untuk mendapatkan nilai riilnya. 4. Harga TPT Ekspor India Harga TPT ekspor negara pesaing adalah harga TPT ekspor India. Harga diperoleh dari hasil pembagian antara nilai ekspor TPT India secara keseluruhan pada periode ke-t dengan volume ekspor TPT India pada periode yang sama. 5. Kuota Penerapan kebijakan kuota yang diterapkan negara-negara penganut kuota termasuk Uni Eropa terhadap negara ketiga, contohnya Indonesia adalah pembeda antara masa saat diterapkannya kebijakan kuota yang dinyatakan
sebagai 1, dan masa saat tidak diterapkannya kebijakan yang dinyatakan dengan 0. 6. Nilai Tukar Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar riil euro terhadap rupiah dan nilai tukar riil pound sterling terhadap rupiah. 7. Harga Autarki Harga autarki adalah harga saat tidak terjadi perdagangan internasional. 8. Negara Kuota dan Negara Non Kuota Negara kuota adalah negara pengimpor berdasarkan perjanjian bilateral TPT memberlakukan kuota terhadap sejumlah kategori atau group TPT dari Indonesia Negara-negara yang menerapkan kebijakan kuota adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, Norwegia, dan Turki. Negara non kuota adalah negara pengimpor TPT dari Indonesia yang tidak menerapkan sistem kuota, yaitu negara selain tersebut di atas. Jepang termasuk negara non kuota. 9. Negara I dan Negara II Negara I yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Indonesia, sedangkan Negara II adalah Uni Eropa.
IV. PERKEMBANGAN EKSPOR TPT
4.1 Perkembangan Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Uni Eropa
Tepat 1 Januari 2005 kuota ekspor TPT (tekstil dan produk tekstil) resmi dihapuskan dari perdagangan dunia. Tidak ada lagi yang membatasi perdagangan salah satu produk andalan ekspor Indonesia ini ke negara kuota seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Kanada. Sistem kuota memberi kepastian bagi Indonesia untuk mengekspor ke negara pasar terbesar TPT dunia. Tidak perlu ada persaingan karena setiap tahun ada ekspor TPT untuk kategori tertentu tanpa bersusah payah mencari peluang pasar. Ekspor TPT dengan menggunakan sistem kuota menguasai lebih dari 50 persen dari total ekspor nasional. Jumlah itu didominasi oleh ekspor garmen. Pada Tahun 2001, nilai ekspor kuota TPT mencapai US$ 3,16 miliar kemudian meningkat menjadi US$ 3,2 miliar pada 2002 sedangkan 2003 kembali naik menjadi US$ 3,48 miliar. Realisasi nilai ekspor TPT hingga periode Januari– Oktober 2004 sudah mencapai US$ 2,99 miliar. Rata-rata setiap tahun Indonesia mampu merealisasikan ekspor TPT ke negara kuota. Berdasarkan data Departemen Perdagangan yang dikutip dari PT Sucofindo realisasi kuota 2004 hingga 22 November 2004 sudah mencapai 86,91 persen untuk sejumlah kategori. Ekspor TPT ke negara kuota mulai diberlakukan oleh negara pengimpor sejak tahun 1980 dibawah kerangka kesepakatan Multi Fibre Arrangements (MFA). Setelah disepakatinya putaran Uruguay pada 15 April 1994 di Marrakesh,
maka Agreement on Textiles and Clothing (Perjanjian Tekstil dan Pakaian Jadi) sesuai kesepakatan GATT segera diimplementasikan bersamaan dengan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pemberlakuan sistem kuota memberi keuntungan bagi industri TPT nasional. Dengan posisi Uni Eropa sebagai pangsa pasar ekspor terbesar dunia, dan pangsa pasar ekspor kedua Indonesia, Industri TPT nasional pun tidak perlu lagi berkompetisi dengan negara lain memasuki pasar UE. Setelah dihapuskannya kebijakan kuota, pasar dunia untuk tekstil dan produk tekstil didominasi oleh Cina termasuk pasar Uni Eropa. Hal ini berimbas pula terhadap ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Permintaan ekspor TPT Indonesia di pasar UE mangalami penurunan. Berdasarkan data BPS, terdapat perubahan perkembangan volume ekspor TPT Indonesia ke UE saat sistem kuota berlaku dan saat sistem kuota sudah berakhir. Pada saat pemberlakuan sistem kuota yaitu dari tahun 1980-2004, rata-rata pertumbuhan permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa adalah 50,64 persen sedangkan pada saat sistem kuota berakhir yaitu tahun 2005-2007 rata-rata pertumbuhan permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa hanya sebesar 6,07 persen (BPS diolah). Penurunan ini disebabkan oleh tajamnya persaingan dunia usaha Penurunan ekspor TPT ke Uni Eropa setelah berakhirnya kebijakan kuota disebabkan oleh faktor internal yaitu kondisi negara yang kurang mendukung terhadap kinerja industri TPT. Sebagai contoh, kebijakan ketenagakerjaan, terutama pada sistem pengupahan, membuat iklim usaha menjadi tidak kondusif, tingkat keterampilan tenaga kerja di industri TPT terutama industri garment yang masih rendah, kurangnya investor yang mau menanamkan modalnya untuk
pengembangan industri TPT terutama untuk revitalisasi mesin-mesin yang sudah berumur tua, biaya birokrasi yang tinggi untuk prosedur ekspor yang akan membebankan terhadap biaya produksi. Akan tetapi, faktor eksternal juga ikut berperan besar dalam penurunan ekspor TPT ke Uni Eropa. Data menunjukkan bahwa kondisi perdagangan tekstil dunia terus mengalami peningkatan dan pasar Uni Eropa semakin dibanjiri produk tekstil dari negara produsen lainnya terutama Cina dan India. Berdasarkan data World Bank tahun 2005, turunnya permintaan ekspor Indonesia ke Uni Eropa disebabkan oleh empat faktor, yaitu : 1. biaya yang lebih tinggi menjadikan ekspor TPT Indonesia lebih mahal dibandingkan para pesaingnya 2. lemahnya iklim usaha menghambat investasi dalam industri ekspor 3. rendahnya akses terhadap kuantiítas dan kualitas prasarana yang memadai, mengakibatkan inefisiensi perdagangan, dan 4. munculnya negara-negara pesaing, seperti India dan Cina sebagai ancaman terhadap produk TPT ekspor Indonesia. Ekspor TPT Cina dan India tumbuh pesat di sejumlah pasar yang semula didominasi oleh Indonesia. Dengan berakhirnya Multi Fiber Agreement (MFA) pada tahun 2005, persaingan dari Cina semakin ketat. Pasar ekspor Indonesia ke negara yang tidak menerapkan kuota pun, seperti Jepang telah direbut oleh negara-negara pesaing yang berbiaya rendah. Hal ini terbukti dari ekspor TPT Indonesia ke Jepang yang mengalami penurunan sebesar 40 persen. Di pasar Uni Eropa, impor TPT yang dilakukan sebagian merupakan perdagangan intra negara-negara Uni Eropa sendiri. Pada tahun 2003 dari total nilai impor tekstil dan pakaian jadi sebesar USD 153.83 milyar dan sebesar 47,8
persen diantaranya atau sekitar USD 73,47 milyar merupakan perdagangan intra Uni Eropa. Indonesia menempati urutan ke-13 negara supplier TPT terbesar ke Uni Eropa. Khusus untuk pakaian jadi menempati urutan ke-9. Pangsa pasar TPT yang dimiliki Indonesia pada tahun 2003 sebesar 1,3 persen dengan nilai perdagangan sebesar USD 1,998 milyar. Sedangkan pada tahun 2004, ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa turun sebesar 15 persen atau senilai USD 1,698 milyar. EU Textile & Clothing Import Trend (mill ton) 22
20.9
21
19.9 19.3
20 18.5
19 18
17.6
19.6
19.9
20.2
20.5
20.8
18.1
17 16 15 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
sumber : API 2007
Gambar 14. Perkembangan Impor TPT Uni Eropa (milyar ton)
Dari grafik diatas terlihat bahwa impor TPT Uni Eropa mengalami penurunan pada tahun 2004 menuju tahun 2005. Hal ini terjadi sebagai dampak dari berakhirnya sistem kuota. Sedangkan dari tahun 2005 sampai tahun 2010, impor TPT Uni Eropa diperkirakan akan terus meningkat. Sementara itu, trend ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa setelah berakhirnya kuota terus melemah. Posisi perdagangan TPT Indonesia di UE terus melemah. Melemahnya posisi perdagangan Indonesia di Uni Eropa dipicu oleh semakin menguatnya perdagangan yang dilakukan antara sesama negara anggota Uni Eropa yang memilki jarak lebih dekat dibandingkan jarak dari Indonesia ke negara-negara
anggota Uni Eropa. Jarak berhubungan negatif dengan permintaan ekspor suatu negara. Semakin jauh jarak yang harus ditempuh, maka akan semakin meningkatkan biaya perjalanan. Tingginya biaya perjalanan akan berimbas terhadap tingginya penetapan harga ekspor. Dengan demikian, harga ekspor yang semakin tinggi akan mengurangi permintaan ekspor suatu negara terhadap negara pengimpornya. Permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa setiap tahunnya meningkat rata-rata 2 persen. Meskipun impor Uni Eropa pada Tahun 2007 naik 1,2 persen namun ekspor Indonesia ke Uni Eropa turun 12 persen. Sedangkan perdagangan UE dengan negara ASEAN lainnya yaitu Thailand, Vietnam, dan Malaysia umumnya mengalami defisit bagi UE.
4.2 Kebijakan Ekspor TPT Indonesia Saat Kuota dan Non Kuota
Ekspor TPT Indonesia ke negara eks kuota seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Turki wajib disertai dengan Master Bill of Leading dan Surat Keterangan Asal (SKA). SKA adalah dokumen yang berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian bilateral, regional, multilateral atau ketentuan sepihak dari suatu negara tertentu atau karena ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia wajib disertakan pada waktu barang ekspor Indonesia memasuki wilayah negara tertentu yang membuktikan bahwa barang tersebut berasal, dihasilkan dan atau diolah di Indonesia. Pemerintah memang harus mengeluarkan kebijakan baru berkaitan dengan dokumen ekspor TPT mengingat ada perbedaan antara dokumen ketika kuota masih berlaku dan ketika kuota sudah berakhir. Salah satu dokumen yang harus
ditetapkan oleh pemerintah berkaitan dengan dokumen ekspor adalah pada masa kuota diperlukan house bill of lading dan Surat Keterangan Asal (SKA), sementara pasca kuota dokumen yang diperlukan adalah master bill of lading dan SKA. House bill of lading dokumennya dikeluarkan oleh agen yang ada di Indonesia dan dapat dikeluarkan setelah TPT di atas kapal sedangkan master bill
of lading yang mengeluarkan adalah agen pelayaran dan hanya dapat dikeluarkan setelah TPT di atas kapal yang sudah berlayar. Penggunaan dokumen pabean
master bill of lading memberi kepastian dan ketepatan waktu barang dikirim. SKA baik masa kuota maupun pasca kuota, tetap diperlukan karena dibutuhkan oleh negara importir TPT Kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh Uni Eropa terhadap Indonesia mengikuti aturan yang dikenal dengan General System Preference (GSP). GSP membedakan aturan perdagangan menjadi tiga bagian, yaitu untuk negara miskin dibebaskan tarif masuk untuk 7200 jenis produk termasuk untuk produk TPT. Untuk negara berkembang seperti Indonesia, maka keringanan yang diberikan oleh GSP adalah tarif yang lebih rendah, yaitu mengurangi tariff menjadi 3,5 persen dari tarif yang diterapkan GSP untuk produk tekstil dari negara maju yaitu sebesar 10 persen.
V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR TPT INDONESIA DI UNI EROPA
Model ekonometrika dalam penelitian ini diduga dengan menggunakan metode kuadrat linier biasa atau ordinary least square (OLS) pada program
EVIEWS 4.1. Pada uji statistik, data hasil estimasi akan dianalisis uji t, uji F, dan uji R-square. Pada uji ekonometrika akan diuji dengan uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas. Sedangkan pembahasan ekonomi bertujuan untuk menganalisis hasil estimasi dengan keadaan yang sebenarnya. Terdapat
variabel
yang
dimasukkan
dalam
dugaan
persamaan
menghasilkan koefisien arahan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan menurut kriteria ekonomi akan tetapi hal ini dapat dijelaskan sesuai dengan kondisi riil yang terjadi.
5.1 Fungsi Permintaan Ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa
Model permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa yang dihasilkan berdasarkan output Eviews menghasilkan nilai R 2 sebesar 88,98 persen dan
adj − R 2 sebesar 86,69 persen. Artinya, variabel-variabel yang terdapat di dalam model tersebut dapat menjelaskan 89 persen variasi yang terjadi pada volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa, sedangkan 11 persen variasi yang terjadi dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Tabel 4. Semua variabel bebas berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen terhadap volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa kecuali harga ekspor TPT India. Secara keseluruhan, model dianggap dapat mempresentasikan permintaan
ekspor TPT Indonesia karena nilai probability dari F-statistik lebih kecil dari ά pada taraf nyata lima persen (p-value = 0,000000). Tabel 4
Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa
Variabel Konstanta GDP Harga ekspor TPT Indonesia Harga Ekspor TPT India Nilai Tukar Kuota
Koefisisen 2.807200 1.034311 -0.923088 -0.509492 -1.373145 0.628195
t-statistik 1.703259 4.367517 -3.346753 -1.487723 -4.160057 3.145382
R squared 88,98% F-statistik Adj-R squared 86,69% Prob (F-statistik) Obs*R-squared (uji LM) 3.335525 Obs*R-squared (Uji Heteroskedastisitas) 10.24916 Keterangan : *)
Probabilitas 0.1014*) 0.0002 0.0027 0.1498*) 0.0004 0.0044
38.79184 0.000000 Probabilitas 0.188669 Probabilitas 0.330694
tidak nyata pada taraf 5%
Sebuah model, selain dikatakan baik berdasarkan kriteria statistik juga harus bisa memenuhi kebaikan uji secara ekonometrika, yaitu pengujian terhadap pelanggaran asumsi metode OLS yang digunakan. Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan bahwa persamaan permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa tidak memiliki masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas. Hasil output Eviews untuk menguji autokorelasi menunjukkan bahwa nilai
probability obs * R − squared sebagai statistik uji adalah sebesar 0.188669 pada taraf nyata 0,05. Hipotesis awal yang dibuat untuk melakukan pengujian autokorelasi adalah tidak terdapat autokorelasi dalam model yang dihasilkan, sedangkan hipotesis tandingannya adalah terdapat autokorelasi dalam model. Dapat dilihat bahwa nilai probability obs * R − squared lebih besar dari pada taraf nyata 0,05. Kesimpulannya terima hipotesis nol yang berarti tidak terdapat autokorelasi yang signifikan pada model regresi yang dihasilkan.
Pengujian
terhadap
pelanggaran
asumsi
OLS
lainnya
yaitu
heteroskedatisitas adalah dengan melakukan uji White Heteroskedasticity dengan nilai probability obs * R − squared yang dihasilkan sebesar 0.330694. Nilai ini menujukkan tidak ada masalah heteroskedastisitas dalam model karena nilai yang didapat lebih besar dari 0,05. Pengujian terhadap multikolinearitas dalam program Eviews dapat dilakukan dengan melihat matriks korelasi antar variabel yang terdapat dalam model. Multikolinearitas terjadi saat koefisien korelasi diantara dua variabel dalam matriks korelasi bernilai lebih besar dari 0,8. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa terdapat nilai koefisien korelasi antara dua variabel yang bernilai lebih besar dari 0,8, yaitu korelasi antara volume ekspor dan harga ekspor. Sehingga dalam model terdapat multikolinearitas. Akan tetapi menurut Uji Klein menyatakan bahwa apabila nilai koefisien multikolinearitas masih dibawah nilai
R-square, maka multikolinearitas dapat diabaikan (Septina, 2008). Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas sempurna pada model regresi yang dihasilkan. Tabel 5 Matriks Korelasi
Ekspor Ekspor GDP H. Ekspor Indonesia H. Ekspor India Nilai Tukar Kuota
GDP
H. Ekspor H. Ekspor Indonesia India
Nilai Tukar
Kuota
1.000000 0.547390 -0.831249 0.136618 -0.587297 0.062203 0.547390 1.000000 -0.638484 0.229211 0.195591 -0.518992 -0.831249 -0.638484 1.000000 -0.342374 0.388951 0.208842 0.136618 0.229211 -0.342374 1.000000 0.031735 -0.017390 -0.587297 0.195591 0.388951 0.031735 1.000000 -0.364804 0.062203 -0.518992 0.208842 -0.017390 -0.364804 1.000000
Karena model regresi menggunakan model semi log yaitu model dengan variabel independennya tidak berbentuk logaritma semua, maka untuk melihat kepekaan perubahan variabel independen yang tidak berbentuk logaritma
mempengaruhi variabel dependennya harus terlebih dahulu diketahui nilai elastisitas variabel yang dimksud. Nilai elastisitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
elastisitas = (∂Y Y ) (∂X X ) =
dimana :
∂Y X ⋅ , ∂X Y
∂Y 1 ⋅ adalah koefisien peubah X ∂X Y X
adalah rata-rata nilai peubah X
Dengan menggunakan program microsoft excel maka didapat nilai elastisitas dari variabel nilai tukar adalah sebesar 0,34. Tabel 6.
Nilai Elastisitas Variabel-Variabel Regresi
Variabel GDP Harga ekspor TPT Indonesia Harga ekspor TPT India Nilai Tukar
Nilai Elastisitas 1,03 -0,92 -0.51 -0.32
Sifat Elastisitas Elastis Inelastis Inelastis Inelastis
GDP per kapita
Pada persamaan permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa yang telah didapatkan, variabel GDP per kapita memiliki tanda yang sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan. Di bagian hipotesis disebutkan bahwa GDP per kapita Uni Eropa berhubungan positif dengan volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi mengingat GDP per kapita merupakan ukuran daya beli masyarakat suatu negara. Jika GDP perkapita suatu negara naik, maka konsumsi masyarakat negara tersebut akan meningkat. Hal ini terjadi pada konsumsi barang normal. Beda halnya jika barang yang dikonsumsi
merupakan barang inferior. Konsumsi barang inferior akan berhubungan negatif dengan kenaikan GDP per kapita suatu negara. Pemintaan ekspor TPT dari Uni Eropa didominasi oleh produk pakaian jadi. Menurut teori ekonomi, pakaian jadi termasuk barang normal, sehingga naiknya GDP Uni Eropa akan meningkatkan konsumsi negara tersebut terhadap pakaian jadi. Kenaikan permintaan terhadap produk pakaian jadi di Uni Eropa akan mendorong pula terhadap naiknya permintaan ekspor Uni Eropa terhadap negara pengimpornya, termasuk impor TPT dari Indonesia. Alasan lain yang menjelaskan naiknya GDP perkapita Uni Eropa dapat meningkatkan permintaan volume ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa adalah kondisi jumlah penduduk Uni Eropa yang terus bertambah seiring bertambahnya jumlah negara yang menjadi anggota persemakmuran Uni Eropa. Uni Eropa didirikan oleh enam negara yaitu Belanda, Belgia, Italia, Jerman, Luksemburg, dan Perancis pada tahun 1957, kemudian disusul oleh masuknya Inggris, Denmark, dan Irlandia pada tahun 1973. Tahun 1981 Yunani ikut bergabung dengan Uni Eropa. Portugal dan Spanyol menyusul menjadi anggota Uni Eropa di Tahun 1986. Dengan bertambahnya jumlah anggota negara, kekuatan ekonomi Uni Eropa
semakin meningkat. Hal ini mendorong negara-negara lain yang
berada di wilayah Eropa untuk bergabung dengan Uni Eropa. Oleh karena itu, Swedia Finlandia, dan Austria memutuskan untuk ikut bergabung pada tahun 1995. Pada tahun 2004, bersamaan dengan berakhirnya kebijakan kuota jumlah anggota negara Uni Eropa telah bertambah menjadi dua puluh lima negara dengan
masuknya Cyprus, Republik Ceska, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Slovenia, dan Slowakia.3 Penambahan jumlah negara selain mengakibatkan populasi penduduk meningkat juga akan meningkatkan GDP suatu negara. Oleh karena itu, pada tahun 2003 Uni Eropa telah berpenduduk sekitar 380 juta jiwa dengan total GDP lebih tinggi dari GDP USA dan Jepang. Kondisi ini merupakan pasar terbesar di dunia. Oleh karena itu UE merupakan incaran bagi pemasaran produk-produk industri baik itu dari negara anggota UE sendiri, negara maju maupun negara berkembang. Data yang tercatat volume pasar UE untuk kebutuhan pakaiannya mencapai nilai Euro 215 miliar. Sepertiga dari kebutuhan tersebut dipenuhi oleh impor dengan menggunakan fasilitas quota yang diberikan kepada produsen tekstil negara-negara berkembang. Konsumsi pakaian jadi rata-rata perorang di Uni Eropa pada tahun 2000 adalah Euro 630 per tahunnya. Potensi yang besar tersebut tiga puluh persennya adalah konsumsi kelompok pakaian jadi outwear. Impor
tahun 2000 untuk pakaian jadi
kelompok outwear mengalami
pertumbuhan 14 persen dibandingkan tahun 1998 dan 1999 dengan nilai Euro 63,3 miliar. Tujuan utama pasar produk ini adalah Jerman dengan pangsa impornya sebesar 27 persen diikuti oleh Inggris 17 persen, Perancis 15 persen, Italia 8 persen, dan Belanda 7 persen.
3
Euro Bussiness. (European Indonesian Business Directory 2005). Euro Cham www.delidn.cec.eu.int
Tabel. 7 Perkembangan Impor TPT Uni Eropa Tahun 1997-2001 Impor HS 621040 (Euro - 000) Asal 1997 1998 158,646 194,734 Intra UE 403,177 487,813 Extra UE 29,065 42,495 Indonesia
1999 180,067 604,989 49,883
2000 223,030 630,142 71,379
2001 Trend (%) 209,740 7,19 648,955 21,90 63,545 23,16
Sumber : Eurostat, 2003
Berdasarkan hasil estimasi diketahui GDP per kapita memiliki koefisien regresi sebesar 1,03. Artinya, peningkatan GDP perkapita Uni Eropa sebesar 1 persen mengakibatkan permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa naik sebesar 1,03 persen. Dari nilai elastisitasnya dapat dilihat bahwa variabel GDP per kapita merupakan variabel yang paling responsif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa dibandingkan variabel-variabel lainnya Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia mengingat kekuatan ekonomi Uni Eropa diperkirakan akan terus meningkat setelah jumlah negara yang tergabung semakin banyak.
Harga Ekspor TPT Indonesia
Dalam teori ekonomi harga suatu komoditi akan berhubungan negatif dengan permintaan suatu komoditi. Perubahan harga komoditi itu sendiri akan menyebabkan pergerakan dalam kurva permintaan. Koefisien parameter pada variabel harga ekspor TPT sesuai dengan hipotesis awal dan memberikan pengaruh yang nyata pada taraf nyata 5 persen. Hasil estimasi OLS menyatakan bahwa nilai koefisien harga ekspor adalah sebesar -0,77. Artinya, jika harga ekspor TPT Indonesia naik sebesar satu persen akan menurunkan permintaan ekspor TPT sebesar 0,92 persen. Dilihat dari
nilai koefisien yang diperoleh, yaitu sebesar 0,92, variabel harga ekspor kurang responsif terhadap perubahan volume ekspor (inelastis). Pengaruh harga ekspor yang tidak elastis terhadap perubahan volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa diduga karena adanya Cina sebagai pengekspor utama di pasar Uni Eropa. Tetapi, walaupun Cina berperan sebagai pemasok utama, produk TPT Indonesia masih mempunyai image yang bagus di konsumen masyarakat Uni Eropa. Di Uni Eropa, Indonesia mempunyai pelanggan-pelanggan yang selama ini sudah percaya dan puas dengan kualitas produk tekstil Indonesia. Dengan demikian meski kuota dihapus kita masih mewarisi good image dari konsumen Uni Eropa. Good Image produk testil Indonesia di pasar Uni Eropa masih baik. Hal yang harus dilakukan adalah dengan terus mengefektifkan pemasaran dan mengefisienkan biaya produksi serta meningkatkan aspek pelayanan seperti ketepatan delivery order. Cina melakukan penetrasi ke pasar Uni Eropa secara besar-besaran dengan tawaran harga yang murah. Indonesia dinilai tidak lagi menjual kompetitif ekspor dengan tawaran harga murah tapi lebih ke kualitas. Murahnya harga barang-barang garment dari Cina dapat dengan mudah ditemui di pasar Uni Eropa. Serbuan barang dari Cina sulit untuk dihindari padahal dalam beberapa komoditi bahan baku seperti polyester, Cina masih tergantung pada impor dari Indonesia. Cina masih mengimpor PTA (purified terephthalic acid) dari Indonesia seharga US$ 820 per metrik ton dan Cina mengimpor sekitar 60.000 ton per tahun. Setelah sampai di Cina dan melalui berbagai proses produksi produk akhir garment bisa jauh lebih murah. Di Indonesia dengan proses yang sama, produk
akhir berupa garment bisa memiliki harga sekitar US$ 6 per kg. Namun Cina berani menjual produk-produk tersebut denga harga US$ 2 per kg.4 Murahnya harga ekspor Cina dibandingkan harga ekspor Indonesia semakin mengancam perkembangan ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa. Good Image produk TPT Indonesia di Uni Eropa harus benar-benar dimanfaatkan oleh para pengekspor Indonesia karena Indonesia sudah tidak kompetitif dari segi harga.
Harga Ekspor TPT India
Hasil analisis dari variabel harga ekspor TPT India menunjukkan bahwa harga ekspor TPT India tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 0,05 terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitasnya yang melebihi taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 0,15. Selain itu, hasil analisis menunjukkan bahwa tanda koefisien dari variabel harga ekspor TPT India tidak sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan. Hipotesis dari variabel harga ekspor TPT India bertanda positif. Artinya, kenaikan harga ekspor TPT India akan meingkatkan permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Akan tetapi, tanda koefisien variabel harga ekspor TPT India dari hasil analisis regresi yang telah dilakukan bertanda negatif, yaitu berbanding lurus dengan harga ekspor TPT Indonesia. Harga ekspor TPT India yang tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor TPT Indionesia di Uni Eropa disebabkan perbedaan jenis
4
Seri Industri Tekstil : Mewarisi ‘Good Image’ Era Kuota Oleh : Wahyuana
komoditi TPT yang diekspor oleh masing-masing negara ke Uni Eropa. Jenis permintaan TPT Uni Eropa dari Indonesia didominasi oleh pakaian jadi, sedangkan permintaan ekspor TPT dari India didominasi oleh kain. Dengan demikian harga TPT India tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Ekspor TPT Indonesia yang didominasi oleh pakaian jadi dan ekspor TPT India yang didominasi oleh kain terlihat dari perbedaan yang sangat jauh antara harga ekspor TPT India dengan harga ekspor TPT Indonesia yang digunakan pada penelitian ini. Berikut merupakan perbandingan perkembangan harga ekspor TPT Indonesia dengan harga ekspor TPT India. 14 12 10 8 6 4 2 0 1980
1985
1990
1995
INDIA
2000
2005
INDONESIA
Sumber : BPS dan COMTRADE, diolah (1978-2007)
Gambar 14. Perkembangan Harga Ekspor TPT Indonesia dan India Tahun 1978-2007
Gambar 14 memberikan gambaran yang sangat jelas mengenai perbedaan harga ekspor TPT Indonesia dengan harga ekspor TPT India. Secara umum, harga ekspor TPT Indonesia dari tahun ke tahun lebih tinggi dari harga ekspor TPT India. Hal ini disebabkan ekspor TPT Indonesia didominasi oleh jenis pakaian
jadi. Pakaian jadi merupakan produk TPT lanjutan dari kain, sehingga memilki nilai jual (harga ekspor) yang lebih tinggi dibandingkan kain.
Nilai Tukar
Koefisien nilai tukar euro terhadap rupiah memberikan pengaruh negatif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Variabel nilai tukar berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen dengan nilai elastisitas sebesar –0,32. Artinya jika terjadi apresiasi kurs di Uni Eropa sebesar 1 persen akan menurunkan volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa sebesar 0,32 persen. Kondisi di atas sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan. Kurs riil memiliki pengaruh negatif terhadap volume ekspor suatu negara. Apresiasi kurs riil di Uni Eropa akan menjadikan harga di Uni Eropa relatif lebih mahal dibandingkan harga di Indonesia. Hal ini akan mendorong Uni Eropa untuk meningkatkan permintaan ekspornya dari negara lain yang memiliki harga relatif lebih murah, sehingga akan memberi stimulus bagi peningkatan volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa.
Kuota
Koefisien penerapan kebijakan kuota memberikan pengaruh positif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Kondisi seharusnya adalah pada saat sistem kuota diterapkan, ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa lebih rendah dibandingkan setelah sistem kuota berakhir karena adanya pembatasan berupa kuota. Tetapi kondisi riil yang terjadi adalah ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa pada saat sistem kuota
berlaku memilki pertumbuhan yang lebih besar
dibandingkan setelah sistem
kuota berakhir. Fenomena diatas dapat dijelaskan karena pada saat sistem kuota diterapkan, Indonesia memiliki tujuan pasar yang jelas dengan jumlah kuota yang telah ditetapkan. Berbeda halnya dengan kondisi setelah kebijakan kuota berakhir, ekspor TPT Indonesia menghadapi persaingan dengan sejumlah negara eksportir TPT. Menjelang tahun 2004, yaitu saat bertambahnya anggota Uni Eropa menjadi dua puluh lima negara dan saat berakhirnya kebijakan kuota merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor TPT. Berubahnya jumlah anggota negara Uni Eropa menjadi 25 negara merupakan peluang yang besar karena secara otomatis populasi penduduk pun akan bertambah. Artinya kebutuhan terhadap produk sandang pun yaitu pakaian jadi akan meningkat. Tetapi, di sisi lain Indonesia menghadapi tantangan berupa persaingan dari pengekspor TPT negara lain contohnya Cina dan India Pertumbuhan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia ke UE sebagian besar mengandalkan fasilitas quota. Namun demikian dengan dihapuskannya kuota mulai 1 Januari 2005, maka tekstil dan produk Indonesia akan diuji kemampuan daya saingnya baik dari segi harga maupun kualitas. Semua produk TPT yang masuk ke UE akan bersaing secara bebas dan semua negara akan mempunyai kesempatan yang sama. Khusus untuk ekspor pakaian jadi nomor HS 621040 selama periode 1997-2001 Uni Eropa mengimpor lebih dari Euro 500 juta per tahun dengan kenaikan rata-rata 21,9 persen. Sedangkan impornya dari Indonesia selama periode tersebut mengalami peningkatan dari Euro 29,1 juta pada tahun 1997
menjadi Euro 63,5 juta pada tahun 2001 atau mengalami pertumbuhan rata-rata 23,16 persen per tahun. Sejak tahun 2001 pasar pakaian jadi UE dipenuhi oleh produk-produk pakaian jadi dengan harga yang murah dan diproduksi secara masal. Walaupun demikian tuntutan akan produk yang berkualitas tetap menjadi syarat utama konsumen di Uni Eropa.5 Berdasarkan data Eurotex (Federasi Industri Tekstil dan Pakaian Jadi UE) 2005, terdapat kenaikan ekspor yang sangat besar dari tahun 2004-2005 dari Cina ke UE yaitu sebesar 46.5 persen. Pakaian wanita naik 244 persen dengan harga turun 41 persen.. Selain itu, setelah UE menghapuskan kemudahan perdagangan melalui GSP (General system Preference) dengan Cina dan India berakibat terjadinya transaksi ilegal. Cina mengekspor produk TPT ke Indonesia yang akan dijadikan produk ekspor ke UE. Transhipment produk-produk tekstil Cina yang murah masuk ke pasar Indonesia, kemudian barang-barang itu diekpor lagi ke pasar internasional dengan memanfaatkan kuota dan brand image sebagai produk Indonesia. Siasat ini ditempuh karena ekspor tekstil Cina secara langsung sudah mendapat pembatasan kuota dengan safeguard system di beberapa negara seperti Amerika dan Uni Eropa. Selisih harga ekspor produk TPT Indonesia dan Cina yang sangat jauh memungkinkan terjadinya
pola bisnis transhipment garment. Garment Cina
masuk Indonesia dengan harga cuma sekitar US$ 2 per kg. Sementara harga ekspor garment Indonesia ke pasar luar sekitar US$ 4 per kg. Sehingga masih ada keuntungan selisih harga sekitar US$ 2 per kg. Harga-harga ini masih dibawah
5
Loc.cit.
harga wajar sebesar US$ 6 per kg, sehingga produk TPT ilegal dari Cina yang dijadikan barang transhipment sangat laku di Uni Eropa. Transhipment ini menjadi bisnis yang sangat menguntungkan bagi beberapa perusahaan garment kelas menengah dan bawah di Indonesia untuk jadi trader transhipment dengan memanfaatkan brand image perusahaannya sebagai produsen. Praktik dagang transhipment tidak hanya merugikan pasar ekpor, tetapi juga
berpengaruh
terhadap
pasar
industri
tekstil
domestik.
Persaingan pasar TPT yang ketat membuat para pengusaha Indonesia tak bisa berpangku tangan. Pasca kuota, mereka harus lebih aktif membuka dan mencari peluang pasar-pasar baru bagi tekstil Indonesia.
5.2 Implikasi kebijakan
Terkait dengan masalah turunnya pertumbuhan ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa setelah masa diterapkannya kebijakan kuota berakhir, maka ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa harus tumbuh kembali jika Indonesia ingin tetap mempertahankan Uni Eropa sebagai salah satu tujuan pasar ekspornya dan sebelum pangsa pasar di Uni Eropa semakin dikuasai oleh negara-negara produsen TPT lainnya yang sekarang terus bermunculan. Permasalahan utama yang terjadi pada perkembangan permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa adalah tergesernya pasar TPT Indonesia oleh produk tekstil asal Cina dan India yang memiliki perbedaan harga yang sangat jauh seperti yang sudah dijelaskan pada Gambar 14. Pemerintah Indonesia tidak dapat berbuat banyak terhadap kondisi harga ekspor TPT Indonesia karena harga ditentukan oleh mekanisme pasar. Sebenarnya
walaupun harga ekspor TPT Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan harga ekspor TPT Cina, Indonesia masih berpeluang meningkatkan ekspor garment dan kain ke Uni Eropa. Hal ini terkait dengan keputusan Komisi Dagang UE yang menerapkan kebijakan pembatasan impor TPT asal Cina pada tahun 2005. Selain itu terdapat kesamaan antara jenis produk TPT yang diekspor oleh Cina dengan yang diekspor Indonesia ke Uni Eropa
Masalah lain yang terjadi adalah,
pembatasan impor Uni Eropa terhadap produk Cina menyebabkan Indonesia dijadikan sebagai transhipment bagi produk-produk pakaian jadi asal Cina.6 Terkait dengan banyaknya praktik transhifment produk Cina yang dilakukan oleh para pengusaha tekstil Indonesia secara ilegal ke Uni Eropa, pemerintah seharusnya menerapkan safe guard system seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap produk tekstil dari Cina. Dengan diterapkannya safe guard system sedikitnya dapat mengurangi pola perdagangan transhipment Pemerintah melalui Bank Indonesia sebaiknya memusatkan kebijakannya agar nilai tukar rupiah tidak terlalu berfluktuatif. Nilai tukar yang berfluktuatuif tidak terlalu jauh memberikan kejelasan bagi perhitungan biaya dan penjualan. Dalam teori makroekonomi, penguatan rupiah baik untuk menurunkan inflasi, tetapi mengakibatkan barang-barang produksi Indonesia lebih mahal. Sementara itu penurunan nilai rupiah akan membantu meningkatkan daya saing. Tetapi dampak depresiasi lebih jauh beresiko memicu inflasi. Dengan demikian kebijakan menjaga nilai tukar rupiah tidak berfluktuatif dengan range yang besar akan lebih efektif.
6
Waspadai transshipment reekspor TPT China. Sumber : Bisnis Indonesia 29 April 2005
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Perkembangan permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa dari tahun 1978-2004 cenderung mengalami kenaikan. Kecenderungan penurunan permintaan ekspor TPT di Uni Eropa hanya terjadi setelah dihapuskannya kebijakan kuota yaitu setelah tahun 2004. Dokumen ekspor yang digunakan pada masa kuota adalah house bill of lading dan Surat Keterangan Asal (SKA), sementara pasca kuota dokumen yang diperlukan adalah master bill of lading dan SKA.
2.
Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di UE adalah GDP per kapita, harga ekspor TPT Indonesia, nilai tukar dan penerapan kuota. Harga ekspor TPT India tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata yang digunakan.
5.1 Saran
1.
Permintaan ekspor jenis produk TPT dari UE terhadap Indonesia didominasi oleh produk pakaian jadi Oleh karena itu, pengembangan industri TPT sebaiknya lebih ditekankan pada industri hilir. Selain itu, industri hilir menghasilkan produk dengan nilai tambah yang lebih besar.
2.
Sebaiknya dilakukan penelitian mengenai permintaan ekspor TPT dari tiga negara tujuan ekspor utama Indonesia, yaitu AS, Uni Eropa, dan Jepang secara
bersama-sama.
Tujuannya
adalah
agar
dapat
dihasilkan
perbandingan ekspor terhadap ketiga negara tersebut dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga dapat merumuskan kebijakan yang lebih efektif untuk masing-masing wilayah tujuan ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
A, Koutsoyiannis. 1977. Theory of Econometrics : An Introdutory Exposition of Econometrics. 2nd Edition. New York : Harper and Row Publishers Inc. Asosiasi Pertekstilan Indonesia. 2007. Indonesia Highlight 2007. Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jakarta. . 2007. Kinerja Industri TPT 2007 dan Proyeksi Tahun 2008. Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jakarta. . 2007. Road Map Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jakarta. Bank Bumi Daya. 1992. Industri Tekstil dan Produk Tekstil : Produksi, Pemasaran, dan Prospek. Bondar, Angra Irena. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tuna Segar Indonesia. Program sarjana Ekstensi Manajemen Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2006. Statistika Indonesia. 2005/2006. Badan Pusat Statistik : Jakarta. . 1978-2007. Statistik Industri Besar dan Sedang. Badan Pusat Statistik : Jakarta. . 1978-2007. Statistik Perdagangan Luar Indonesia-Ekspor. Volume 1. Badan Pusat Statistik : Jakarta.
Negeri
Departemen Perindustrian. 1982. Keadaan dan Perkembangan Industri Tekstil di Indonesia sampai Tahun 1980. Biro Data dan Analisa Departemen Perindustrian Republik Indonesia. . 1988. Penelitian dan Pengembangan Industri Tekstil. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Fahmi, Ismail. 2008. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Tekstildan Produk Tekstil (TPT) Indonesia. Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Firdaus, Ahmad Heri. 2007. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Pasar Amerika Serikat. FEM. IPB. Bogor.
Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. Penerjemah: Sumarno Zain. Penerbit Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari: Basic Econometrics Hapsari, Ella. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Karet Alam Indonesia di Negara Cina. Skripsi Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Kusumawardiani, Riandini. 2005. Analisi Perkembangan Ekpor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan Peran Pasar Kuota bagi Indonesia. FEM. IPB. Bogor. Lipsey, Richard G. 1995. Pengantar Makroekonomi Edisi Kesepuluh Jilid Dua. Jakarta : Binarupa Aksara. Mankiw, N. George. 2000. Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Penerjemah: Imam Nurmawan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari: Macroeconomics. . 2003. Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Penerjemah : Imam Nurmawan. Jakarta : Erlangga Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Ke delapan. Jakarta : Erlangga. Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2005. Penggunaan Teknik Ekonometri : Pendekatan Populer dan Praktis Dilengkapi Teknik Analisis dan Pengolahan Data dengan Menggunakan Paket Program SPSS, Edisi Revisi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Perkasa. Salvatore, Dominick. 1993. Internasional Economics. Fourth Edition. New York : Macmillan Publishing Company. Chapter 15 . 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima Jilid I. Jakarta : Erlangga. Sambudi. Selo. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Kopi Arabika Indonesia. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Septina,
Pipih. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi antar Daerah Propinsi Jawa Barat. Periode 1996-2006. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor
Winarno, Wing Wahyu. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data dan Variabel Penelitian
1986
7.047.442
1987
27.091.401
1988
17.932.888
1989
42.442.872
1990
48.389.914
1991
84.538.328
1992
105.040.749
1993
115.539.194
1994
130.195.991
1995
139.515.300
1996
145.614.672
1997
117.346.589
1998
230.614.583
1999
188.892.135
2000
163.666.759
2001
220.274.239
2002
199.201.426
2003
177.035.382
2004
259.916.516
2005
258.243.708
2006
395.813.876
GDP Uni Eropa 6.269,57 7.587,55 8.585,99 7.528,26 7.233,80 6.995,67 6.688,05 7.077,91 9.638,40 11.824,12 13.111,81 13.321,91 16.102,05 17.039,21 18.500,44 16.849,02 17.886,83 20.587,42 20.960,35 19.682,28 20.332,41 20.318,34 18.764,25 18.958,23 20.618,00 25.007,04 28.678,31 29.708,66 31.358,03
2007
259.569.237
30.398,12
Tahun
Volume Ekspor TPT
1978
539.535
1979
1.361.028
1980
1.164.163
1981
391.256
1982
3.200.365
1983
3.886.819
1984
7.547.784
1985
9.698.579
Harga Ekspor TPT Indonesia
Harga Ekspor TPT India
Nilai Tukar
Kuota
2,451
0,62
852
0
4,420
0,71
1368
0
4,282
0,95
1489
1
4,720
0,72
1313
1
4,640
0,64
1180
1
6,494
0,43
1403
1
4,167
0,97
1390
1
6,235
0,85
1469
1
3,765
1,23
1903
1
7,385
0,84
2713
1
4,527
2,20
3022
1
5,489
1,20
2917
1
5,738
1,30
3309
1
5,431
1,15
3466
1
5,210
1,22
3604
1
4,774
1,13
3158
1
4,753
1,21
2614
1
4,905
1,20
3000
1
3,748
4,56
3152
1
3,207
4,33
9557
1
8,765
4,70
9020
1
9,859
5,35
7576
1
13,155
4,75
8866
1
8,822
5,03
9308
1
7,993
7,29
8473
1
2,595
5,02
9655
1
6,552
2,06
11733
1
6,574
2,22
12032
0
5,319
5,63
11636
0
6,093
3,89
12194
0
Lampiran 2. Hasil Regresi dengan Menggunakan EVIEWS 4.1 Dependent Variable: LX Method: Least Squares Date: 08/22/08 Time: 12:40 Sample: 1978 2007 Included observations: 30 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LGDPR LPXR LPXIR NR DKU C
1.034311 -0.923088 -0.509492 -1373.145 0.628195 2.807200
0.236819 0.275816 0.342464 330.0785 0.199720 1.648135
4.367517 -3.346753 -1.487723 -4.160057 3.145382 1.703259
0.0002 0.0027 0.1498 0.0004 0.0044 0.1014
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.889888 0.866948 0.326996 2.566227 -5.686746 1.731113
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7.580526 0.896459 0.779116 1.059356 38.79184 0.000000
Lampiran 3. Output Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.376017 3.335525
Probability Probability
0.273482 0.188669
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 08/22/08 Time: 12:44 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LGDPR LPXR LPXIR NR DKU C RESID(-1) RESID(-2)
-0.180452 -0.058011 0.120668 -28.35402 -0.184092 1.225443 0.121399 0.373912
0.257732 0.275289 0.354767 329.3198 0.227606 1.786625 0.210279 0.248250
-0.700152 -0.210728 0.340134 -0.086099 -0.808820 0.685898 0.577322 1.506193
0.4912 0.8350 0.7370 0.9322 0.4273 0.4999 0.5696 0.1462
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.111184 -0.171621 0.321990 2.280903 -3.918768 2.000196
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
8.32E-16 0.297474 0.794585 1.168237 0.393148 0.896253
Lampiran 4. Output Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
1.153162 10.24916
Probability Probability
0.374068 0.330694
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 08/22/08 Time: 12:45 Sample: 1978 2007 Included observations: 30 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LGDPR LGDPR^2 LPXR LPXR^2 LPXIR LPXIR^2 NR NR^2 DKU
-0.793078 0.383236 -0.035347 -0.617177 0.213639 0.781153 -1.266826 495.4798 -265199.6 0.122102
4.069570 1.485885 0.134452 0.379112 0.175356 0.504038 0.729961 383.4515 227418.1 0.090856
-0.194880 0.257918 -0.262897 -1.627955 1.218316 1.549791 -1.735471 1.292158 -1.166132 1.343910
0.8475 0.7991 0.7953 0.1192 0.2373 0.1369 0.0980 0.2110 0.2573 0.1940
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.341639 0.045376 0.113509 0.257684 28.79011 2.980994
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.085541 0.116175 -1.252674 -0.785608 1.153162 0.374068
Lampiran 5. Matriks Korelasi LX LGDPR LPXR LPXIR NR DKU
LX 1.000000 0.547390 -0.831249 0.136618 -0.587297 0.062203
LGDPR 0.547390 1.000000 -0.638484 0.229211 0.195591 -0.518992
LPXR -0.831249 -0.638484 1.000000 -0.342374 0.388951 0.208842
LPXIR 0.136618 0.229211 -0.342374 1.000000 0.031735 -0.017390
NR -0.587297 0.195591 0.388951 0.031735 1.000000 -0.364804
DKU 0.062203 -0.518992 0.208842 -0.017390 -0.364804 1.000000