FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAMANYA PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU NIFAS DI RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2013
SKRIPSI Untuk Menyelesaikan Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKes U’budiyah Banda Aceh
Oleh: ELIDA FITRI NIM: 121010210036
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN BANDA ACEH TAHUN 2013
ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAMANYA PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU NIFAS DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2013
Elida Fitri1, Ritawati2 viii + 54 halaman: 10 tabel, 10 lampiran Latar Belakang: Faktor penyebab terjadinya infeksi nifas bisa berasal dari perlukaan pada jalan lahir yang merupakan media yang baik untuk berkembangnya kuman. Proses penyembuhan luka perineum yang normal adalah 6 sampai 7 hari post partum. Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian ibu post partum mengingat kondisi ibu post partum masih lemah. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penyembuhan luka perineum pada masa nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Metode penelitian: Penelitian ini bersifat Analitik dengan desain penelitian Cross sectional. Populasi seluruh ibu nifas yang ada di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 68 responden. Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling kemudian data dikumpulkan dengan melakukan penyebaran kuesioner. Analisis statistik yang digunakan adalah Chi-Square. Hasil Penelitian: Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penyembuhan luka ibu nifas berada pada kategori lambat yaitu 42 (61,8%), mobilisasi dini pada kategori tidak dilakukan yaitu 43 (63,2%), pemberian antibiotik pada kategori diberikan yaitu 41 (60,3%), Personal hygiene pada kategori tidak bersih yaitu 38 (55,9%), dn status gizi pada kategori kurang yaitu 37 (54.4%). Kesimpulan: Berdasarkan uji analisis data diperoleh: ada hubungan antara mobilisasi dini dengan lamanya penyembuhan luka perineum, tidak ada hubungan antara pemberian antibiotik dengan lamanya penyembuhan luka perineum, tidak ada hubungan antara personal hygiene dengan lamanya penyembuhan luka perineum, dan Ada hubungan antara status gizi dengan lamanya penyembuhan luka perineum Kata Kunci Kepustakaan 1 2
: Lamanya penyembuhan luka perineum, faktor yang mempengaruhi : 16 Buku (2002-2011), 2 jurnal, 5 situs internet.
Mahasiswi Prodi D-IV Kebidanan STIKes U’budiyah Dosen Pembimbing Prodi D-IV Kebidanan STIKes U’budiyah
ABSTRACT FACTORS AFFECTING THE DURATION OF WOUND HEALING PERINEUM DURING CHILDBIRTH IN ZAINOEL ABIDIN HOSPITAL YEAR 2013
Elida Fitri1, Ritawati2
viii + 54 page: 10 list, 10 attachment Latar Belakang: Factors causing postpartum infection can come from injury in the birth canal which is a good medium for the growth of germs. Perineal wound healing process is normal is 6 to 7 days post partum. Management of complications that can lead to slow postpartum maternal death maternal postpartum given conditions are still weak. Tujuan Penelitian: To determine the factors that influence the duration of perineal wound healing in postnatal Dr. Zainoel Abidin Hospital in Banda Aceh. Metode penelitian: This study is Analytical Cross sectional study design. All postpartum women population that is in the Hospital Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The samples in this study were 68 respondents. Purposive sampling techniques for sampling and then the data was collected by distributing questionnaires. Statistical analysis used was Chi-Square. Hasil Penelitian: The results showed that the healing old wounds postpartum mothers are in the slow category 42 (61.8%), early mobilization in categories not do that 43 (63.2%), administration of antibiotics in the category given that 41 (60.3% ), Personal hygiene is not clean in the category is 38 (55.9%), dn on the nutritional status of the poor category 37 (54.4%) Kesimpulan: Based on test data analysis: there is a relationship between early mobilization with the length of perineal wound healing, there was no association between duration of antibiotic treatment with perineal wound healing, there is no relationship between personal hygiene to the length of perineal wound healing, and There is a relationship between the nutritional status of the healing length perineal wound Keyword Literature 1 2
: The duration of perineal wound healing, factors affecting : 16 Book (2002-2011), 2 jurnal, 5 internet.
Mahasiswi Prodi D-IV Kebidanan STIKes U’budiyah Supervisor Prodi D-IV Kebidanan STIKes U’budiyah
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Persalinan merupakan peristiwa keluarnya bayi, plasenta dan selaput amnion. Dalam proses pengeluaran buah kehamilan ini sering kali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka biasanya ringan, tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. (Hellen, 2001) Perlukaan pada jalan lahir dapat pula terjadi oleh karena memang disengaja seperti pada tindakan episiotomi. Tindakan untuk mencegah terjadinya robekan perineum yang luas dan dalam disertai pinggir yang tidak rata, dimana penyembuhan luka akan lambat atau terganggu. Luka insisi yang lurus ( rata ) lebih mudah diperbaiki dan lebih cepat sembuh dibanding luka laserasi yang robekannya tidak teratur serta tidak terkendali. Seperti halnya insisi pada bagian tubuh lainnya, luka jahitan robekan (episiotomi) mungkin tidak mau merapat. Faktor predisposisi keadaan ini mencakup daya kesembuhan yang buruk seperti defisiensi gizi dan adanya infeksi. Tingkatan robekan juga dapat mempengaruhi penyembuhan. Hampir dari 90 % pada proses persalinan banyak yang mengalami robekan perineum, baik dengan atau tanpa episiotomi. Biasanya penyembuhan luka pada robekan perineum ini akan sembuh bervariasi, ada yang sembuh normal dan ada yang
mengalami kelambatan dalam penyebuhannya, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya karakteristik ibu bersalin, status gizi, kondisi perlukaan dan perawatanya. (Harry, 2003) Pada pasca persalinan dapat terjadi masalah kesehatan seperti infeksi nifas yang dapat menyebabkan kematian pada ibu. Angka Kematian Ibu (AKI) sangat sulit diukur atau dihitung secara akurat karena sistem pencatatan atau pelaporan, selain dari data Puskesmas belum baku serta masih banyak kasus kematian yang tidak dilaporkan. Menurut WHO di seluruh dunia setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi terkait dengan kehamilan dan nifas. Dengan kata lain 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan, persalinan dan nifas. (WHO, 2008) Sebagian besar penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, yaitu sebesar 90% terjadi saat persalinan dan segera setelah persalinan. Penyebab langsungnya antara lain akibat perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS KIA tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah karena perdarahan (39%), eklampsi (20%), infeksi (7%), lain-lain (33%). (Sulistyawati, 2010) Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Aceh tahun 2011 jumlah kematian ibu yang dilaporkan adalah 158/100.000 lahir hidup. Sementara bila dibandingkan dengan tahun 2010 terjadi penurunan dari 193/100000 lahir hidup. Persentase kematian ibu berdasarkan penyebabnya yaitu perdarahan (38%), eklamsi (20%) dan infeksi (4%). Diharapkan pada tahun 2014 Aceh sudah dapat mencapai target nasional untuk menurunkan
AKI menjadi 118 kematian/100.000 kelahiran hidup. Untuk memenuhi target MDG’s mengenai penurunan Angka Kematian Ibu pada tahun 2015 maka diperlukan kerja keras sehingga perlu adanya antisipasi terhadap faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian infeksi nifas pada ibu. (Dinas Kesehatan, 2012). Faktor penyebab terjadinya infeksi nifas bisa berasal dari perlukaan pada jalan lahir yang merupakan media yang baik untuk berkembangnya kuman. Hal ini diakibatkan oleh daya tahan tubuh ibu yang rendah setelah melahirkan, perawatan yang kurang baik dan kebersihan yang kurang terjaga. Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih atau pada jalan lahir. Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian ibu post partum mengingat kondisi ibu post partum masih lemah.(Wiknjosastro, 2005) Infeksi nifas merupakan penyebab kematian ibu, akan tetapi sekarang kemajuan ilmu kebidanan khususnya pengetahuan ibu dan tenaga kesehatan tentang sebab-sebab infeksi masa nifas serta pencegahannya dan adanya obatobat antibiotik yang baru di negara-negara maju peranannya sebagai penyebab kematian ibu hamil dan infeksi nifas sudah berkurang. Tetapi di Negara berkembang penyebab kematian ibu akibat infeksi nifas masih jauh dari sempurna, maka resiko terjadi infeksi nifas masih sangat besar dan ini tidak boleh dianggap mudah karena dapat menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu sangat penting bagi ibu nifas melakukan perawatan perineum. (Salmina, 2008)
Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk meyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ reproduksi seperti waktu sebelum hamil. Perawatan luka perineum bekas jahitan
sangatlah
penting karena luka bekas jahitan jalan lahir ini dapat menjadi pintu masuk kuman dan menimbulkan infeksi, ibu menjadi demam, luka basah dan jahitan terbuka, bahkan ada yang mengeluarkan bau busuk dari jalan lahir (vagina). Perawatan luka jalan lahir ini dimulai sesegera mungkin setelah 2 jam dari persalinan normal. Dengan cara melatih dan menganjurkan ibu untuk mulai bergerak duduk dan latihan berjalan. (Refni, 2011) Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu post partum terlentang di tempat tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan. Mobilisasi dini sangat penting dalam mencegah trombosis vena. Mobilisasi dini dapat mengurangi bendungan lochea dalam rahim, meningkatkan peredaran darah sekitar alat kelamin, mempercepat mobilisasi alat kelamin ke keadaan semula. Setelah persalinan normal jika gerakan ibu tidak terhalang oleh pemasangan infus dan tanda-tanda vitalnya juga memuaskan, biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi dan pergi ke kamar mandi dengan dibantu satu atau dua jam setelah melahirkan secara normal. (Hellen, 2001) Infeksi jalan lahir dapat dicegah dengan prilaku hidup bersih dan sehat termasuk kebersihan diri dan lingkungan. Seperti yang diketahui daya tahan tubuh dan kesehatan ibu setelah melahirkan lebih rendah dari biasanya yang sangat beresiko untuk berkembang biak kuman yang masuk dijalan lahir. Infeksi nifas juga sering terjadi karena kurang pengetahuan dan respon ibu
tentang perawatan vulva atau vagina pada masa nifas. Sehingga ibu tersebut tidak perlu melakukan perwatan vulva atau vagina. Oleh karena itu dalam masa nifas kebersihan ibu harus dijaga untuk mencegah terjadi komplikasi dan infeksi. (Salmina, 2008) Proses penyembuhan luka perineum yang normal adalah 6 sampai 7 hari post partum. Setelah ditelusuri lebih lanjut, budaya pada masa nifas sekarang ini masih tetap dilakukan, seperti ibu nifas dilarang makan telur, daging, udang, ikan laut, lele, buah-buahan dan makanan yang berminyak,. Setelah melahirkan, ibu hanya boleh makan tahu, tempe, ibu dilarang banyak makan dan minum, dan makanan harus dibakar terlebih dahulu sebelum dikonsumsi karena dapat menghambat penyembuhan luka. Sebenarnya apabila itu dilakukan akan berdampak negatif yaitu proses penyembuhan luka perineum ibu tidak berlangsung dengan baik. Seperti masyarakat di Aceh yang memiliki aturan anjuran untuk berbaring saat masa nifas, perawatan masa nifas dengan pengurutan, mengkonsumsi minuman berupa jamujamuann dan berpantang pada makanan tertentu. (Nurdin, 2009) Setelah melakukan studi pendahuluan di
Rumah Sakit Umum
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 11 April tahun 2013, setelah diwawancara dari 10 ibu postpartum yang dilakukan penjahitan perineum, ditemukan 6 ibu mengatakan saat masa nifas tidak boleh makan, minum banyak, dan makan hanya dengan nasi putih dan ikan asin agar luka jahitan cepat kering. Ibu juga mengatakan setelah melahirkan mereka hanya tidur terlentang karena takut benang jahitan terlepas. Menurut data yang diperoleh tahun 2012 di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh terdapat
15 ibu yang didiagnosa infeksi pada masa nifas. Oleh karena itu peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lamanya Penyembuhan Luka Perineum pada Ibu Nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas mengenai penyembuhan luka perineum pada masa nifas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lamanya Penyembuhan Luka Perineum Pada Masa Nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penyembuhan luka perineum pada masa nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 2. Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui hubungan mobilisasi dini dengan lamanya penyembuhan luka perineum pada masa nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
b.
Untuk mengetahui hubungan pemberian antibiotik dengan lamanya penyembuhan luka perineum pada masa nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
c.
Untuk mengetahui hubungan personal hygiene dengan lamanya penyembuhan luka perineum pada masa nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
d.
Untuk
mengetahui
hubungan
status
gizi
dengan
lamanya
penyembuhan luka perineum pada masa nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Peneliti Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai lamanya penyembuhan luka perineum pada masa nifas 2. Untuk Tempat Penelitian Untuk menambah masukan terhadap pelayanan kesehatan ibu nifas di Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh sehingga dapat menurunkan Angka Kematian Ibu yang disebabkan oleh infeksi pada masa nifas dan meningkatkan kesejahteraan ibu pada masa nifas. 3. Untuk Institusi Pendidikan Untuk menambah bahan bacaan, referensi di institusi pendidikan dan dapat digunakan untuk data penelitian selanjutnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas adalah waktu yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. (Sarwono, 2007) Masa nifas (puerperium) adalah masa sesudahnya persalinan terhitung dari saat selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat-alat kandungan. (Depkes RI, 2004) Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lama masa nifas yaitu 6-8 minggu. (Muchtar, 2001) Masa nifas adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan. (Suherni. 2009)
B. Luka Perineum Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Perineum adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus atau ruang terbentuk jajaran genjang yang terletak dibawah dasar panggul dengan panjangnya ratarata 4 cm. Luka perineum adalah robekan yang terjadi daerah perineum atau sengaja diepisiotomi untuk mempermudah kelahiran bayi. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi dengan
menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. (Elva, 2012) Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum vagina, serviks dan robekan uterus. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat arteril atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam atau dengan speculum. (Harry, 2003)
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Perineum Menurut
Smeltzer
(2002),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penyembuhan luka perineum, yaitu: 1. Mobilisasi dini Mobilisasi dini dilakukan oleh semua ibu post partum, baik ibu yang mengalami persalinan normal maupun persalinan dengan tindakan dan mempunyai variasi tertagantung pada keadaan umum ibu, jenis persalinan atau tindakan persalinan. Adapun manfaat dari mobilisasi dini antara lain dapat mempercepat proses pengeluaran lochea dan membantu proses penyembuhan luka 2. Tradisi
Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk perawatan pasca persalinan masih banyak digunakan, meskipun oleh kalangan masyarakat modern. Misalnya untuk perawatan kebersihan genital, masyarakat tradisional menggunakan daun sirih yang direbus dengan air kemudian dipakai untuk membasuh alat genetalia. 3. Pengetahuan Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca persalinan sangat menentukan lama penyembuhan luka perineum. Apabila pengetahuan ibu kurang telebih
masalah
kebersihan
maka
penyembuhan
lukapun
akan
berlangsung lama. 4. Sosial ekonomi Pengaruh dari kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama penyebuhan perineum adalah keadaan fisik dan mental ibu dalam melakukan aktifitas sehari-hari pasca persalinan. Jika ibu memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, bisa jadi penyembuhan luka perineum berlangsung lama karena timbulnya rasa malas dalam merawat diri.
5. Penanganan petugas Pada saat persalinan, pembersihannya harus dilakukan dengan tepat oleh penangan petugas kesehatan, hal ini merupakan salah satu penyebab yang dapat menentukan lama penyembuhan luka perineum. 6. Kondisi ibu
Kondisi kesehatan ibu baik secara fisik maupun mental, dapat menyebabkan lama penyembuhan. Jika kondisi ibu sehat, maka ibu dapat merawat diri dengan baik. 7. Gizi Makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan segar. Dan akan mempercepat masa penyembuhan luka perineum. 8. Usia Penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada orang tua. Orang yang sudah lanjut usianya tidak dapat mentolerir stress seperti trauma jaringan atau infeksi. 9. Penanganan jaringan Penanganan yang kasar menyebabkan cedera dan memperlambat penyembuhan. 10. Pemberian Antibiotik Terapi obat digunakan untuk menangani kesakitan manusia, Pemilian obat yang benar dan rencana terapi yang tepat yaitu untuk memantau dan mengukur hasil terapi, dan dalam pemberian terapi obat harus memperhatikan dosis obat, dan rute pemberian. Jangan sampai terjadi kesalahan pemberian karena akan menyebabkan kegagalan. 11. Hipovolemia Volume darah yang tidak mencukupi mengarah pada vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah) dan penurunan oksigen dan nutrient yang tersedia utuk penyembuhan luka.
12. Personal hygiene Personal hygiene (kebersihan diri) dapat memperlambat penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu dan kuman.
D.
Pengertian Infeksi Masa Nifas Infeksi masa nifas (puerpuralis) adalah infeksi pada traktus genitalia setelah persalinan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga mencapai 38ºC atau lebi selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama. Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuk kuman-kuman atau bakteri ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. (Mitayani, 2011)
E.
Golongan Infeksi Masa Nifas Menurut (Mitayani, 2011), infeksi nifas dapat dibagi dalam dua golongan berikut, yaitu: 1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium. a.
Vulvitis Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan ini mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan mangaluarkan pus.
b.
Vaginitis Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau
melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas. c.
Servisitis Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
d.
Endometritis Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikut sertakan seluruh endometrium.
2. Infeksi yang penyebaran melalui pembuluh darah, saluran limfe (sistemik dan melalui permukaan endometrium). a.
Penyebaran Melalui Pembuluh Darah 1) Septikemia Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kumankuman
yang
sangat
pathogen
biasanya
Streptococcus
haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas. Pada septikemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus, langsung masuk ke peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi
umum. Adanya septikemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai dengan menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39-40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140160/menit atau lebih). Penderita dapat meninggal dalam 6-7 hari postpartum. 2) Piemia Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta
sinus-sinus pada bekas tempat
plasenta.
Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempattempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung kumankuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya absesabses ditempat-tempat tersebut. Satu ciri khusus pada piemia ialah bahwa berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai dengan menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. b.
Penyebaran Melalui Jalan Limfe dan Jalan Lain 1) Peritonitis Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam
uterus langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan diantara kedua lembar ligamentum latum yang menyebabkan parametritis ( sellulitis pelvika). Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri. Muka penderita yang mulanya kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, dan kulit muka dingin, 2) Parametritis (Sellulitis Pelvika) Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan sellulitis pelvika. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.
F. Fase-Fase Penyembuhan Luka Penyembuhan luka perineum adalah mulai membaiknya luka perineum dengan terbentuknya jaringan baru yang menutupi luka perineum dalam jangka waktu 6-7 hari postpartum. Sebagian besar luka perineum dapat digolongkan sebagai luka dalam karena trauma jaringan melibatkan lapisan di bawah epidermis dan dermis, orang yang mengalami luka, tubuh akan memberikan reaksi atas terjadinya luka tersebut. Reaksi yang terjadi yaitu melalui fase-fase yang disebut sebagai fase penyembuhan luka. Menurut Smeltzer (2002), fase penyembuhan luka yaitu: 1. Fase Inflamasi (24 jam pertama – 48 jam) Fase inflamasi adalah fase peradangan. Setelah terjadi trauma atau luka, pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya, pengerutan ujung pembuluh darah yang terputus (retraksi), reaksi hemostasis serta terjadi reaksi inflamasi (peradangan). Respon peradangan adalah suatu reaksi normal yang merupakan hal penting untuk memastikan penyembuhan luka.
Peradangan berfungsi mengisolasi jaringan yang rusak dan
mengurangi penyebaran infeksi. 2. Fase Proliferasi (48 jam – 5 hari) Proses fibroplasia yaitu penggantian parenkrim yang tidak dapat beregenerasi dengan jaringan ikat. Proses ini dimulai sejak 24 jam setelah cidera. Pada fase proliferasi, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung
mengerut, sehingga menyebabkan tarikan pada tepi luka. Fibroblast dan sel endotel vaskular mulai berproliferasi dan dengan waktu 3-5 hari terbentuk jaringan granulasi yang merupakan tanda dari penyembuhan. Jaringan granulasi berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus. Bentuk akhir dari jaringan granulasi adalah suatu parut yang terdiri dari fibroblast berbentuk spindel, kolagen yang tebal, fragmen jaringan elastik, matriks ekstraseluler serta pembuluh darah yang relatif sedikit dan tidak kelihatan aktif. 3. Fase Maturasi (5 hari - berbulan-bulan) Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dinyatakan berakhir jika semua tanda radang sudah hilang dan bisa berlangsung berbulan-bulan. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Oedema dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan yang maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
G.
Perawatan Luka Perineum Perawatan perineum pada masa nifas adalah pemenuhan kebutuhan untuk meyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti waktu sebelum hamil. Bila daerah vulva dan perineum tidak bersih, mudah terjadi infeksi pada jahitan perineum saluran vagina dan uterus. Perawatan luka bekas jahitan sangatlah penting karena luka bekas jahitan jalan lahir ini dapat menjadi pintu masuk kuman dan menimbulkan infeksi, ibu menjadi demam, luka basah dan jahitan terbuka, bahkan ada yang mengeluarkan bau busuk dari jalan lahir (vagina). Perawatan luka jalan lahir ini dimulai sesegera mungkin setelah 6 jam dari persalinan normal. Ibu akan dilatih dan dianjurkan untuk mulai bergerak duduk dan latihan berjalan. Tentu saja bila keadaan ibu cukup stabil dan tidak mengalami komplikasi misalnya tekanan darah tinggi atau pendarahan.
Tujuan Perawatan Luka Perineum adalah: 1. Untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum, maupun di dalam uterus. 2. Untuk penyembuhan luka perineum (jahitan perineum). 3. Untuk menjaga kebersihan perineum dan vulva Waktu perawatan luka perineum adalah: 1. Saat Mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut. Setelah terbuka maka akan kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut. 2. Setelah Buang Air Kecil (BAK) Pada saat buang air kecil kemungkin besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum. 3. Setelah Buang Air Besar (BAK) Pada saat buang air besar, dilakukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum. (Refni, 2011)
H.
Cara Perawatan Luka Perineum Persiapan yang diperlukan, antara lain : 1. Air hangat 2. Sabun 3. Waslap 4. Handuk kering dan bersih 5. Pembalut ganti yang secukupnya 6. Celana dalam yang bersih Cara perawatan luka perineum, yaitu: 1. Lepas semua pembalut dan cebok dari arah depan ke belakang
2. Waslap dibasahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan waslap yang sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka jahitan. Jangan takut dengan rasa nyeri, bila tidak dibersihkan dengan benar maka darah kotor akan menempel pada luka jahitan dan menjadi tempat kuman berkembang biak. 3. Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa luka benar – benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil. 4. Setelah luka bersih boleh berendam dalam air hangat dengan menggunakan tempat rendam khusus. Atau bila tidak bisa melakukan perendaman dengan air hangat cukup di siram dengan air hangat. 5.
Kenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman dan celana dalam yang bersih dari bahan katun. Jangan mengenakan celana dalam yang bisa menimbulkan reaksi alergi.
6. Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih luka jahitan maka akan semakin cepat sembuh dan kering. Lakukan perawatan yang benar setiap kali ibu buang air kecil atau saat mandi dan bila mengganti pembalut. 7. Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan cepat sembuh. Makanan berprotein ini bisa diperoleh dari telur, ikan, ayam dan daging, tahu, tempe. Jangan pantang makanan, ibu boleh makan semua makanan kecuali bila ada riwayat alergi. 8. Luka tidak perlu dikompres obat antiseptik cair tanpa seijin dokter atau bidan.
9. Lakukan senam nifas, yaitu senam untuk ibu setelah melahirkan, boleh mengangkat kaki saat tiduran secara bergantian. Kaki diangkat satu persatu secara bergantian mulai setinggi 45˚ sampai 90˚. Perbanyak latihan jalan dengan posisi badan lurus jangan membungkuk. Boleh jongkok pelan– pelan. Jangan kawatir jahitan akan lepas karena jahitan sangat kuat. Lepas karena ibu tidak rajin membersihkan luka jahitan sehingga terjadi infeksi atau pada beberapa kasus yang sangat jarang ibu alergi benang jahitan tersebut. Luka jahitan rata-rata akan kering dan baik dalam waktu kurang dari satu minggu. Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh ibu nifas, yaitu: 1. Luka Jahitan Memang Akan Terasa Sedikit Nyeri Jangan cemas, rasa nyeri ini akibat terputusnya jaringan saraf dan jaringan otot , namun semakin sering di gerakkan maka nyeri akan berkurang. Bila ibu hanya berbaring terus menerus dan takut bergerak karena nyeri akan menghambat proses penyenbuhan. Sirkulasi darah pada luka menjadi tidak lancar.
2. Luka Terlihat Sedikit Bengkak dan Merah Pada proses penyembuhan luka tubuh secara alami akan memproduksi zatzat yang merupakan reaksi perlawanan terhadap kuman. Sehingga dalam proses penyembuhan luka kadang terjadi sedikit pembengkakan dan kemerahan. Asalkan luka bersih ibu tak perlu cemas. Bengkak dan merah ini bersifat sementara. (Refni, 2011)
I.
Kebutuhan Dasar Masa Nifas Menurut (Aiyeyeh et al, 2011), kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan ibu nifas antara lain: 1. Nutrisi dan Cairan Pada masa nifas masalah diet perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan. Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai berikut: a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari. b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup. c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari. d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya selama 40 hari pasca persalinan. e. Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
Tabel 2.1 Penambahan makanan pada wanita hamil dan menyusui Zat makanan
Wanita hamil 20 minggu
Wanita menyusui
terakhir Kalori
3000 kalori
500 - 800 kalori
Protein
20 gram
40 gram
Calsium
0,6 gram
0,6 gram
Ferrum
5 mg
5 mg
Vit A
1000 iu
2000 iu
Thamin
0,2 mg
0,5 mg
Riboflavin
0,2 mg
0,5 mg
Niacin
2 mg
5 mg
Vit C
30 mg
30 mg
2. Mobilisasi Dini Sebagian ibu nifas dapat melakukan mobilisasi segera setelah persalinan. Aktifitas tersebut amat berguna bagi semua sistem tubuh, terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru. Hal tersebut juga membantu mencegah thrombosis pada pembuluh tungkai dan membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit menjadi sehat. Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap, memberikan jarak antara aktivitas dan istirahat. Dalam 2 jam setelah bersalin ibu harus sudah bisa melakukan mobilisasi dapat dilakukan secara perlahan-lahan dan bertahap. Dapat dilakukan dengan miring kanan atau kiri terlebih dahulu, kemudian duduk dan berangsur-angsur untuk berdiri dan jalan. Mobilisasi Dini (Early mobilization) bermanfaat untuk : a. Melancarkan pengeluaran lokea, mengurangi infeksi puerperium
b. Ibu merasa lebih sehat dan kuat c. Mempercepat involusi alat kandungan d. Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih baik e. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme f. Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada ibu g. Mencegah trombosis pada pembuluh tungkai. 3. Kebutuhan Eliminasi BAK/BAB a. Miksi/BAK Pada persalinan normal masalah berkemih dan buang air besar tidak mengalami hambatan apapun. Kebanyakan pasien dapat melakukan BAK secara spontan dalam 8 jam setelah melahirkan. Miksi hendaknya dilakukan sendiri secepatnya, kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus spinchter ani selama persalinan, juga karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila dalam 3 hari ibu tidak dapat berkemih, dapat dilakukan rangsangan untuk berkemih dengan mengkompres vesica urinaria dengan air hangat, jika ibu belum bisa melakukan maka ajarkan ibu untuk berkemih sambil membuka kran air, jika tetap belum bisa melakukan juga maka dapat dilakukan kateterisasi. b. Defekasi/BAB
Buang air besar akan biasa setelah sehari, kecuali bila ibu takut dengan luka episiotomy. Bila sampai 3-4 hari belum buang air besar, sebaiknya dilakukan diberikan obat ransangan per oral atau per rektal, jika masih belum bisa dilakukan klisma untuk merangsang buang air besar sehingga tidak mengalami sembelit dan menyebabkan jahitan terbuka. 4. Kebersihan Diri/ Personal Hygiene Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu unutuk menjaga kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2 kali sehari, mengganti pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan dimana ibu tinggal.Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat perineum dengan baik dengan menggunakan antiseptik (Dethol) dan selalu diingat bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang. Jaga kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari infeksi, baik pada luka jahitan maupun kulit. a. Pakaian
Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat karena produksi keringat menjadi banyak. Produksi keringat yang tinggi berguna untuk menghilangkan ekstra volume saat hamil. Sebaiknya, pakaian agak longgar di daerah dada sehingga payudara tidak tertekan dan kering. Demikian juga dengan pakaian dalam, agar tidak terjadi iritasi (lecet) pada daerah sekitarnya akibat lochea. b. Rambut
Setelah bayi lahir, ibu mungkin akan mengalami kerontokan rambut akibat gangguan perubahan hormon sehingga keadaannya menjadi lebih tipis dibandingkan keadaan normal. Jumlah dan lamanya kerontokan berbeda-beda antara satu wanita dengan wanita yang lain. Meskipun demikian, kebanyakan akan pulih setelah beberapa bulan. Cuci rambut dengan conditioner yang cukup, lalu menggunakan sisir yang lembut. c. Kebersihan kulit
Setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan saat hamil akan dikeluarkan kembali melalui air seni dan keringat untuk menghilangkan pembengkakan pada wajah, kaki, betis, dan tangan ibu. oleh karena itu, dalam minggu-minggu pertama setelah melahirkan, ibu akan merasakan jumlah keringat yang lebih banyak dari biasanya. Usahakan mandi lebih sering dan jaga agar kulit tetap kering. a. Kebersihan vulva dan sekitarnya.
Mengajarkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan cara membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Bersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau besar. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari atau disetrika. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh luka, membasuh dengan air dingin atau cuci menggunakan sabun. Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan rasa nyaman dan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka perineum dapat dilakukan dengan cara mencuci daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis BAK/BAB yang dimulai dengan mencuci bagian depan, baru kenudian daerah anus. Sebelum dan sesudahnya ibu dianjukan untuk mencuci tangan. Pembalut hendaknya diganti minimal 2 kali sehari. Bila pembalut yang dipakai ibu bukan pembalut habis pakai, pembalut dapat dipakai kembali dengan dicuci, dijemur dibawah sinar matahari dan disetrika 5. Kebutuhan Istirahat dan Tidur Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup. Sarankan Ibu untuk: a.
Istirahat tidur yang dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari.
b.
Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
c.
Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan.
d.
Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam berbagai hal : 1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi 2) Memperlambat perdarahan
proses
involusi
uterus
dan
memperbanyak
3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dandirinya. 6. Kebutuhan Seksual Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu tidak merasa nyeri, aman untuk memulai, melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan. Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka episiotomi telah sembuh dan lokea telah berhenti. Hendaknya pula hubungan seksual dapat ditunda sedapat mungkin sampai 40 hari setelah persalinan, karena pada waktu itu diharapkan organ-organ tubuh telah pulih kembali. Ibu mengalami ovulasi dan mungkin mengalami kehamilan sebelum haid yang pertama timbul setelah persalinan. Untuk itu bila senggama tidak mungkin menunggu sampai hari ke-40, suami/istri perlu melakukan usaha untuk mencegah kehamilan. Pada saat inilah waktu yang tepat untuk memberikan konseling tentang pelayanan KB.
7. Rencana KB (Keluarga Berencana)
Rencana KB setelah ibu melahirkan itu sangatlah penting, dikerenakan secara tidak langsung KB dapat membantu ibu untuk dapat merawat anaknya dengan baik serta mengistirahatkan alat kandungannya (pemulihan alat kandungan). Ibu dan suami dapat memiih alat kontrasepsi KB apa saja yang ingin digunakan. 8. Kebutuhan Perawatan Payudara Sebaiknya perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara : pembalutan mammae sampai tertekan, pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet Lynoral dan Pardolel. Ibu menyusui harus menjaga payudaranya untuk tetap bersih dan kering. Menggunakan Bra yang menyokong payudara. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui, kemudian apabila lecetnya sangat berat dapat diistirahatkan salam 24 jam. Asi dikeluarkan dan diminumkam dengan menggunakan sendok. Selain itu, untuk menghilangkan rasa nyeri dapat minum paracetamol 1 tablet setiap 4 – 6 jam. 9. Senam Nifas Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami perubahan fisik seperti dinding perut menjadi kendor, longgarnya liang senggama dan otot dasar panggul. Untuk mengembalikan kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima, senam nifas sangat baik dilakukan
pada ibu setelah melahirkan. Ibu tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulasi dini (bangun dan bergerak setelah beberapa jam melahirkan) dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula. Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari yang kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat pemulihan keadaan ibu. Tujuan dilakukannya senam nifas pada ibu setelah melahirkan adalah : a.
Membantu mempercepat pemulihan keadaan ibu
b. Mempercepat proses involusi dan pemulihan fungsi alat kandungan c.
Membantu memulihkan kekuatan dan kekencangan otot-otot panggul, perut dan pirenium terutama otot yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan
d. Memperlancar pengeluaran lochea e.
Membantu mengurangi rasa sakiit pada otot-otot setelah melahirkan
f.
Merelaksasikan otot-otot yang menunjang proses kehamilan dan persalinan
g. Meminimalisir timbulnya kelainan dan komplikasi nifas, misalnya emboli, trombosia dan lain-lain.
J.
Kerangka Konsep Pada pasca persalinan dapat terjadi masalah kesehatan seperti infeksi nifas yang dapat menyebabkan kematian pada ibu. Faktor penyebab terjadinya infeksi nifas bisa berasal dari perlukaan pada jalan lahir yang
merupakan media yang baik untuk berkembangnya kuman. Hal ini diakibatkan oleh daya tahan tubuh ibu yang rendah setelah melahirkan, perawatan yang kurang baik dan kebersihan yang kurang terjaga. Kematian ibu dapat disebabkan oleh masalah pengetahuan ibu tentang pra dan pasca persalinan, faktor tempat pelayanan kesehatan, faktor gizi, sepsis puerperalis, perdarahan,
gestosis,
perlukaan
jalan
lahir
dan
trombo
emboli.
(Wiknjosastro, 2005) Variabel Independen
Variabel Dependen
Mobilisasi Dini
Pemberian Antibiotik
Lamanya Penyembuhan Luka Perineum
Personal Hygiene Status Gizi
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
K. Hipotesis 1. Ada hubungan mobilisasi dini dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 2. Ada
hubungan
pemberian
antibiotik
dengan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi lamanya penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
3. Ada hubungan personal hygiene dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 4. Ada hubungan status gizi dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat analitik yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh, dengan pendekatan crossectional yaitu pengambilan data primer dan skunder dilakukan pada waktu yang sama.
B.
Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu postpartum yang bersalin secara normal di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin. 2. Sampel Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah ibu post partun dengan persalinan normal yang dilakukan penjahitan perineum yang berjumlah 68 ibu.
Sampel dihitung dengan menggunakan rumus Lameshow:
Diketahui: Zα=1,645 P=50% (0,50) Q= 1-P d=0,10
n = 67,24 Jadi, berjumlah 68 sampel.
C.
Lokasi dan WaktuPenelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada bulan 11 Juli s/d 28 Agustus 2013.
D.
Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan skunder. Data primer langsung diperoleh di tempat penelitian dengan menyebarkan kuisioner yang berisi pertanyaan yang selanjutnya diisi oleh responden dan kemudian data tersebut dikumpulkan untuk pengolahan dan analisis data.
Data skunder diperoleh dari buku register Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh. E.
Defenisi Operasional
N Variabel o Variadel Dependent 1 Lamanya penyembuhan luka perineum
Tabel 3.1 Defenisi Operasional Definisi Cara Ukur Alat Ukur Operasional Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan luka perineum.
Variabel Independent 1 Mobilisasi Dini Segala sesuatu aktivitas seperti miring kiri, miring kanan, duduk, dan berjalan yang dikakukan ibu nifas segera setelah persalinan.
Hasil Ukur
Observasi dengan kriteria: -Cepat bila <6 hari -Lambat bila ≥6 hari
Daftar Ceklist
Wawancara dengan kriteria: -Dilakukan bila x ≥ 7 -Tidak dilakukan bila x < 7
Kuesioner - Dilakukan x≥7 Tidak dilakukan x< 7
Ordinal
Nominal
2
Pemberian Antibiotik
Obat-obatan yang Observasi diberikan pada ibu nifas untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada luka perineum.
Daftar Ceklist
3
Personal Hygiene
Segala sesuatu yang dilakukan ibu nifas dalam menjaga kebersihan diri dan perawatan perineum seperti mengganti
Kuesioner
Wawancara dengan kriteria: -Bersih bila x≥7 -Tidak bersih bila x < 7
- Cepat x<6 hari - Lambat x≥6 hari
Skala Ukur
- Diberikan - Tidak diberikan
- Bersih x≥7 - Tidak Bersih x<7
Ordinal
Ordinal
pembalut minimal tiga kali sehari dan menjaga luka tetap kering. 4
Status Gizi
F.
Keadaan tubuh ibu yang menggambarkan keseimbangan antara konsumsi dan asupan gizi dalam tubuh ibu diukur dari tinggi badan dan berat badan ibu.
Observasi dengan kriteria: -Lebih bila IM T 25-29,9. -Normal bila IMT 18,524,9. -Kurang bila IMT <18,5
Daftar Ceklist
Lebih IM T 25-29,9 Norma l IMT 18,524,9. Kuran g IMT <18,5 -
Instrumen Penelitian Untuk
mendapatkan
data
penelitian
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Lamnya Penyembuhan Luka Perineum pada Ibu Nifas, peneliti menyediakan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan oleh peneliti dan berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat, yang terdiri atas: 1. Pertanyaan mengenai lamanya penyembuhan luka perineum yang terdiri dari 1 pertanyaan. 2. Pertanyaan mengenai mobilisasi dini yang terdiri dari 10 pertanyaan. Jika jawaban benar diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0. 3. Pertanyaan mengenai pemberian antibiotik yang terdiri dari 1 pertanyaan, yang diperoleh dari buku rawatan. Jika ada diberi nilai 1 dan jika tidak diberi nilai 0. 4. Pertanyan mengenai personal hygiene yang terdiri dari 10 pertanyaan. Jika jawaban benar diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0.
Ordinal
G.
Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Menurut Budiarto (2002), data yang dikumpulkan merupakan data mentah yang harus diorganisasi sedemikian rupa agar dapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik sehingga mudah dianalisis dan ditarik kesimpulan. Kegiatan dalam proses pengolahan data adalah: a. Pemeriksaan Data (Editing) Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan dilakukan pengecekan identitas responden dan mengecek kelengapan data dengan memerisa isi instrument pengumpulan data b. Pemberian Kode (Coding) Pada tahap ini data yang telah diperoleh diberikan angka-angka atau kode untuk mempermudah pengumpulan data. c. Transfering Pada tahap ini data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari
responden
pertama
sampai
responden
terakhir
untu
dimasukkan kedalam tabel sesuai dengan variabel yang diteliti. d. Penyusunan Data (Tabulasi) Pada tahap ini responden dikelompokkan berdasarkan kategori yang telah dibuat untuk tiap-tiap variabelyang diukur dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tabel frekuensi.
2. Analisa Data Menurut Notoatmodjo (2005), analisis data dalam penelitian ini mencakup: a. Analisa Univariat Analisa yang dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Menurut Budiarto (2002), hasil pengolahan data dianalisis secara manual dengan presentasi dari setiap variabel. Untuk menilai
variabel,
penganalisaan
data
dilakukan
menggunakan rumus rata-rata sampel:
= Keterangan: : rata-rata : nilai pengamatan : jumlah pengamatan jumlah Untuk menghitung persentasi menggunakan rumus:
Keterangan: P= Presentase
dengan
f= Frekuensi teramati n= Jumlah sampel b. Analisa Bivariat Analisa bivariat merupakan analisa hasil dari variabel bebas diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang digunakan adalah hasil tabukasi silang. Untuk mengetahui hipotesis dilakukan analisa statistik dengan uji chi-square test (
) dengan menggunakan pogram khusus SPSS (Statistical
Product and Service Solution). Selanjutnya ditarik suatu kesimpulan, bila nilai signifikan P
maka Ho ditolak dan
Ha diterima yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara variabel terikat dengan variabel bebas. Aturan yang berlaku pada uji Chi-square (X2) untuk program komputerisasi SPSS adalah sebagai berikut: 1) Bila pada tabel 2x2 dijumpai nilai E (harapan) kurang dari 5, maka uji yang digunakan adalah fisher exact test. 2) Bila pada tabel 2x2 dan tidak ada nilai E<5, maka uji yang digunakan adalah continuity correction. 3) Bila pada tabel yang lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x3 dan lain-lain maka gunakan uji pearson chi square. 4) Uji Likelihood Ratio dan Linear-by-linear Association, biasanya digunakan untuk keperluan lebih spesifik misalnya untuk analisis stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga
untuk mengetahui linear antara 2 variabel kategorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh beralamat di Jl. Tgk. Daud Beureueh No. 108 Banda Aceh, memiliki luas area 196.480 m2. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Timur berbatas dengan AKPER Poltekes Kemenkes/ PMI/ Stadion H. Dimurtala. 2. Sebelah Barat berbatas dengan Jl. Dr. T. Syarif Thaib/ Kelurahan Beurawe. 3. Sebelah Utara berbatas dengan Jl. Tgk. Daud Beureueh. 4. Sebelah Selatan berbatas dengan kelurahan Bandar Baru
B.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dari 68 responden ibu nifas yang dilakukan penjahitan perineum tentang faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penyembuhan luka perineum di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, yang dilakukan pada tanggal 11 Juli s/d 28 Agustus 2013, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Analisa Univariat
Analisa dengan menggunakan univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi seperti yang akan dijelaskan sebagai berikut :
a.
Lamanya Penyembuhan Luka Perineum Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kesembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 (n=68) No Lamanya Penyembuhan Frekuensi Persentase Luka Perineum (%) 1 Cepat 26 38,2 2 Lambat 42 61,8 Jumlah 68 100.0 Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013) Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 68 responden di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013 penyembuhan luka perineum berada pada kategori lambat, yaitu sebanyak 42 responden (61,8%).
b. ..................................................................................................... M obilisasi Dini Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Mobilisasi Dini Pada Ibu Nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 (n=68) No Mobilisasi Dini Frekuensi Persentase (%) 1 Dilakukan 25 36,8 2 Tidak Dilakukan 43 63,2 Jumlah 68 100.0 Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013) Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui dari 68 responden di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013 frekuensi mobiliasi dini berada pada kategori tidak dilakukan, yaitu sebanyak 43 responden (63,2%).
c. ..................................................................................................... P emberian Antibiotik Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pemberian Antibiotik Pada Ibu Nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013(n=68) No Pemberian Antibiotik Frekuensi Persentase (%) 1 Diberikan 41 60,3 2 Tidak Diberikan 27 39,7 Jumlah 68 100.0 Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013) Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui dari 68 responden di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013 frekuensi pemberian antibiotik berada pada kategori diberikan, yaitu sebanyak 41 responden (60,3%). d. ..................................................................................................... P ersonal Hygiene Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene Pada Ibu Nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 (n=68) No Personal Hygiene Frekuensi Persentase (%) 1 Bersih 30 44,1 2 Tidak Bersih 38 55,9 Jumlah 68 100.0 Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013) Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui dari 68 responden di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013
frekuensi personal hygiene berada pada kategori tidak bersih, yaitu sebanyak 38 responden (55,9%).
e. ..................................................................................................... S tatus Gizi Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada Ibu Nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 (n=68) No Status Gizi Frekuensi Persentase (%) 1 Lebih 20 29,4 2 Normal 11 16,2 3 Kurang 37 54,4 Jumlah 68 100.0 Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013) Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui dari 68 responden di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013 frekuensi status gizi berada pada kategori kurang, yaitu sebanyak 37 responden (54,4%). 2. Analisa Bivariat a.
Hubungan Mobilisasi Dini dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum Tabel 4.6 Hubungan Mobilisasi Dini dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 (n=68) N Mobilisasi Lamanya o Dini Penyembuhan Luka p Perineum Total % value
α
Cepat f 14 12
1 2
% 56,0 27,9
Lambat f 11 31
% 44,0 72,1
Dilakukan Tidak Dilakukan Total 26 38,2 42 61,8 Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013)
25 43
100,0 100,0
68
100,0
0,041
0,05
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa dari 25 responden ibu nifas melakukan mobilisasi dini dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 11 (44%) sedangkan dari 43 responden tidak melakukan mobilisasi dini dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 31 (72,1%). Hasil analisis statistik pada tabel diatas menunjukkan nilai p value 0,041 (0,041<0,05) yang berarti ada hubungan antara mobilisasi dini dengan lamanya penyembuhan luka perineum. b.
Hubungan Pemberian Antibiotik dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum Tabel 4.7 Hubungan Pemberian Antibiotik dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 (n=68) N Pemberian Lamanya o Antibiotik Penyembuhan Luka p Perineum Total % value Cepat Lambat 1 Diberikan 2 Tidak Diberikan Total
f 20 6
% 48,8 22,2
f 21 21
% 51,2 77,8
41 27
100,0 100,0
26
38,2
42
61,8
68
100,0
0,051
Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013) Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat diketahui bahwa dari 41 responden ibu nifas diberikan antibiotik dan penyembuhan lukanya
α
0,05
lambat terdapat 21 (51,2%) sedangkan dari 27 responden yang tidak diberikan antibiotik dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 21 (77,8%). Hasil analisis statistik pada tabel diatas menunjukkan nilai p value 0,051 (0,051>0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara pemberian antibiotik dengan lamanya penyembuhan luka perineum.
c.
Hubungan Personal Hygiene dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum Tabel 4.8 Hubungan Personal Hygiene dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 (n=68) N Personal Lamanya o Hygiene Penyembuhan Luka p Perineum Total % value Cepat Lambat f 9 17
1 2
% 30.0 44,7
f 21 21
% 70.0 53,3
Bersih 30 Tidak 38 Bersih Total 26 38,2 42 61,8 68 Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013)
100,0 100,0
0,322
100,0
Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dapat diketahui bahwa dari 30 responden ibu nifas yang personal hygienenya bersih dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 21 (70%) sedangkan dari 38 responden
yang
personal
hygienenya
tidak
bersih
dan
penyembuhan lukanya lambat terdapat 21 (53,3%). Hasil analisis statistik pada tabel diatas menunjukkan nilai p value 0,322
α
0,05
(0,322>0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara personal hygiene dengan lamanya penyembuhan luka perineum.
d.
Hubungan Status Gizi dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum Tabel
N o
4.9
Hubungan Status Gizi dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 (n=68) Status Lamanya Gizi Penyembuhan Luka p Perineum Total % value Cepat Lambat
f % f % 1 Lebih 5 25,0 15 75,0 2 Normal 8 72,7 3 27,3 3 Kurang 13 35,1 24 64,9 Total 26 38,2 42 61,8 Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013)
20 11 37 68
100,0 100,0 100,0 100,0
0,028
Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dapat diketahui bahwa dari 20 responden ibu nifas yang status gizinya lebih dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 15 (75%) sedangkan dari 11 responden yang status gizinya normal dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 3 (27,3%) dan dari 37 responden yang status gizinya kurang dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 24 (64,9%)
α
0,05
.Hasil analisis statistik pada tabel diatas menunjukkan nilai p value 0,028 (0,028<0,05) yang berarti ada hubungan antara status gizi dengan lamanya penyembuhan luka perineum.
C.
Pembahasan 1. Hubungan Mobilisasi Dini dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa dari 25 responden ibu nifas melakukan mobilisasi dini dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 11 (44%) sedangkan dari 43 responden tidak melakukan mobilisasi dini dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 31 (72,1%). Hasil analisis statistik pada tabel diatas menunjukkan nilai p value 0,041 (0,041<0,05) yang berarti ada hubungan antara mobilisasi dini dengan lamanya penyembuhan luka perineum. Penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Smeltzer (2002), mobilisasi dini dilakukan oleh semua ibu post partum, baik ibu yang mengalami persalinan normal maupun persalinan dengan tindakan. Adapun manfaat dari mobilisasi dini antara lain dapat mempercepat proses pengeluaran lochea dan membantu proses penyembuhan luka perineum.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Astika (2012) yang berjudul Hubungan Mobilisasi Dini dan Berpantang Makanan dengan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas RSUD Surakarta Tahun 2012, yang menyimpulkan bahwa mobilisasi dini ada hubungan dengan penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan variabel mobilisasi dini dan ibu nifas sebagai responden, sedangkan perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah waktu dan tempat penelitian dilakukan pada saat yang berbeda. Peneliti berasumsi, bahwa ibu post partum banyak yang tidak melakukan mobilisasi dini dan penyembuhan luka perineumnya lambat ini disebabkan karena ibu kurang mengetahui manfaat dari mobilisasi dini dan ibu juga merasa takut untuk bergerak karena benang jahitan lukanya akan terlepas. 2. Hubungan Pemberian Antibiotik dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat diketahui bahwa dari 41 responden ibu nifas diberikan antibiotik dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 21 (51,2%) sedangkan dari 27 responden yang tidak diberikan antibiotik dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 21 (77,8%). Hasil analisis statistik pada tabel diatas menunjukkan nilai p value 0,051 (0,051>0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara pemberian antibiotik dengan lamanya penyembuhan luka perineum.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pemberian antibiotik tidak berhubungan dengan penyembuhan luka perineum ibu. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh sikap ibu yang baik maupun tindakannya dalam meningkatkan penyembuhan luka perineum misalnya dalam hal melakukan perawatan luka perineum. Peneliti berasumsi, seiring berkembangnya zaman dan kemajuan ilmu kesehatan khususnya pengetahuan ibu dan tenaga kesehatan tentang sebab-sebab infeksi masa nifas serta pencegahannya dan adanya obatobat antibiotik yang baru dapat mengurangi penyebab infeksi pada masa nifas dan penyembuhan luka menjadi cepat. Ibu nifas juga sudah teratur dalam mengkonsumsi obat-obat yang diberikan. 3. Hubungan Personal Hygiene dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dapat diketahui bahwa dari 30 responden ibu nifas yang personal hygienenya bersih dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 21 (70%) sedangkan dari 38 responden yang personal hygienenya tidak bersih dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 21 (53,3%). Hasil analisis statistik pada tabel diatas menunjukkan nilai p value 0,322 (0,322>0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara personal hygiene dengan lamanya penyembuhan luka perineum. Berdasarkan teori kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan akan membuat rasa nyaman pada ibu. Merawat dan menjaga perineum ibu tetap selalu bersih dan kering, dan membersihkan
alat kelamin dari depan ke belakang itu akan membuat proses penyembuhan luka akan cepat sembuh. Melakukan perawatan atau personal hygiene bertujuan untuk mencegah resiko terjadinya infeksi. (Hapsari, 2010) Penelitian ini sesuai dengan penelitian Dina Dewi (2011) yang berjudul Hubungan Personal Hygiene dengan Kecepatan Kesembuhan Luka Perineum pada Ibu Post Partum di Seluruh Wilayah Kerja Puskesmas Singosari Kabupaten Malang, yang menyimpulkan tidak ada hubungan antara personal hygiene dengan kecepatan kesembuhan luka perineum pada ibu nifas. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan variabel personal hygiene, ibu nifas sebagai responden, dan penelitan bersifat analitik dengan pendekatan crossectional sedangkan perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah waktu dan tempat penelitian dilakukan pada saat yang berbeda. Peneliti berasumsi, bahwa baiknya kesembuhan luka perineum ibu dan baiknya personal hygiene ibu itu dikarenakan ibu sudah mengerti dan mengetahui tentang manfaat dari personal hygiene dan ibu mau melakukannya di kehidupan sehari-hari khususnya pada masa nifas. Faktor yang paling berpengaruh dari kecepatan kesembuhan luka perineum bukan hanya personal hygiene tapi juga mobilisasi dini, status gizi, dan obat-obatan. 4. Hubungan Status Gizi dengan Lamanya Penyembuhan Luka Perineum
Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dapat diketahui bahwa dari 20 responden ibu nifas yang status gizinya lebih dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 15 (75%) sedangkan dari 11 responden yang status gizinya normal dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 3 (27,3%) dan dari 37 responden yang status gizinya kurang dan penyembuhan lukanya lambat terdapat 24 (64,9%) .Hasil analisis statistik pada tabel diatas menunjukkan nilai p value 0,028 (0,028<0,05) yang berarti ada hubungan antara status gizi dengan lamanya penyembuhan luka perineum. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Smeltzer (2002), makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan segar. Dan akan mempercepat masa penyembuhan luka perineum. Kualitas dan jumlah makan yang dikonsumsi ibu sangat berpengaruh pada penyembuhan luka jalan lahir. Adapun manfaat gizi seimbang adalah untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, serta mencegah terjadinya infeksi. Ibu memerlukan gizi baik untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Yulizawati (2012) yang berjudul Hubungan Antara Sikap Ibu Nifas Terhadap Makanan Gizi Seimbang Dengan Penyembuhan Luka Perineum Di Klinik Bersalin Khairunnisa Tahun 2012 yang menyimpulkan bahwa
ada hubungan
antara sikap ibu nifas terhadap makanan gizi seimbang dengan penyembuhan luka perineum. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan variabel gizi, ibu
nifas sebagai responden, dan penelitan bersifat analitik dengan pendekatan crossectional sedangkan perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah waktu dan tempat penelitian dilakukan pada saat yang berbeda. Peneliti berasumsi, bahwa dari sebagian ibu nifas masih melakukan pantang makanan, ibu hanya makan makanan tertentu saja. Jika seorang ibu mempunyai sikap yang baik terhadap gizi akan melahirkan perilaku yang baik pula dalam meningkatkan status gizinya, namun pada kenyataannya sering kali sikap tidak sejalan dengan tindakan. Seperti dalam hal menyediakan kebutuhan makanan bagi keluarga, ibu yang mempunyai sikap positif belum tentu dapat menyediakan kebutuhan gizi keluarga dengan optimal.
C.
Keterbatasan Penelitian Keterbatasan sebuah penelitian adalah kelemahan/hambatan dalam penelitian yang dihadapi oleh peneliti. Adapun keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah : 1. Kuesioner yang digunakan peneliti dibuat sendiri sehingga masih banyak ketidaksempurnaan. 2. Penyebaran kuesioner dengan metode wawancara sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dalam mewawancarai responden
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan pada 68 responden tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi penyembuhan Luka Perineum pada Ibu Nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Ada hubungan antara mobilisasi dini dengan lamanya penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan nilai p value 0,041 (p<0,05) 2. Tidak ada hubungan antara pemberian antibiotik dengan lamanya penyembuhan luka perineum pada ibu nifas Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan nilai p value 0,051 (p>0,05) 3. Tidak
ada
hubungan
antara
personal
hygiene
dengan
lamanya
penyembuhan luka perineum pada ibu nifas Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan nilai p value 0,322 (p>0,05)
4. Ada hubungan antara status gizi dengan lamanya penyembuhan luka perineum pada ibu nifas Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan nilai p value 0,028 (p<0,05)
B.
Saran 1. Tempat Penelitian Diharapkan informasi yang di peroleh dapat digunakan untuk memberikan pemahaman pada ibu-ibu tentang resiko terjadinya infeksi pada masa nifas dan perawatan pada masa nifas. 2. Institusi Pendidikan Sebagai bahan informasi kepada pembaca tentang faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. 3. Peneliti Diharapkan dapat mengembangkan dan melanjutkan penelitian ini secara lebih mendalam dengan menggunakan variabel, instrumen dan teknik yang lain agar lebih spesifik sehingga hasil yang didapatkan lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto. (2002). Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC Depkes RI (Departemen Kesehatan Republik Indonesia). (2002). Asuhan Persalinan Normal. JHPIEGO: Jakarta Dinas Kesehatan Aceh. (2012). Profil Kesehatan Aceh 2011. Dinas Kesehatan: Aceh Farrer, Hellen. (2001). Perawatan Maternitas. Edisi 2. EGC. Jakarta. Mitayani, (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika: Jakarta Mochtar, Rustam. (2001). Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC: Jakarta. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Rineka Cipta. Oxorn, Harry. (2003). Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan. Human Labor and Birth. Yayasan Essentia Medica: Jakarta. Rukiyah, Aiyeyeh. Yulianti, Lia. & Liana, Meida. (2011). Asuhan Kebidanan III (Nifas). Trans Info Media: Jakarta
Salmina. (2008). Gambaran Prilaku Ibu Nifas Dalam Memelihara Kebesihan Vulva di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Zainoel Abidin. Akademi Kebidanan Saleha Banda Aceh. KTI Saifuddin, Abdul Bari. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta Sarwono, Prawirohardjo, (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Jakarta. Suherni. & Hesty. (2009). Perawatan Masa Nifas. Fitramaya: Yogyakarta Sulistyawati, Ari. & Esti. (2010), Asuhan Kebidanan pda Ibu Bersalin. Salemba Medika: Jakarta Smeltzer S. C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta Wiknjosastro, Hanifa. (2005). Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka-SP: Jakarta Wiknjosastro, Hanifa. (2005). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka-SP: Jakarta Dewi Dina. (2011). Hubungan personal hygiene dengan Kecepatan Kesembuhan Luka Perineum pada Ibu Post Partum di Seluruh Wilayah Kerja Puskesmas Singosari Kabupaten Malang. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/viewFile/1050/11 33_umm_scientific_journal.pdf di akses pada tanggal 21 Agustus 2013 Elva. (2012). Luka Perineum. http://elvantris.blogspot.com/2012/10/perineum. diakses pada tanggal 4 Februari 2013 Hapsari. (2010). Health Education, Personal Hygiene, Istirahat dan Tidur pada Ibu Nifas. http://superbidanhapsari.wordpress.com/2010/06/01/healtheducation-personal-hygiene-istirahat-dan-tidur-pada-ibu-nifas-2/ diakses pada tanggal 21 Agustus 2013 Nurdin, Mulyadi. (2009). Perlakuan terhadap Ibu Menurut Adat Aceh. http://mulyadinurdin.wordpress.com/2009/12/30/perlakuan-terhadap-ibumenurut-adat-aceh/
Refni. (2011). Perawatan Luka Jahitan Perineum http://refnidudulz.blogspot.com/2011/11/perawatan-luka-jahitanperineum.html diakses pada tanggal 4 Januari 2013 WHO
(2008), Global Health Observatory Data Repository. http://apps.who.int/ghodata/?vid=240 diakses pada tanggal 27 Januari 2013