FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN IBU TENTANG PENGGUNAAN IUD POST PLASENTA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN TAHUN 2013
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Diploma III Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh
Oleh : DEVI HERIATI NIM : 10010018
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN BANDA ACEH TAHUN 2013
1
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jumlah penduduk yang besar tidak selalu menjadi kekuatan pembangunan apabila tidak disertai dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Penduduk yang berkualitas tinggi akan mempercepat tercapainya pertumbuhan ekonomi dan tujuan-tujuan pembangunan. Sebaliknya, penduduk dengan jumlah yang besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan kualitas yang rendah akan menjadi beban pembangunan dan memperlambat tercapainya pertumbuhan ekonomi serta tujuan-tujuan pembangunan yang sebenarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk itu sendiri. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk mengendalikan tingkat pertumbuhan serta meningkatkan kualitasnya sangat diperlukan (BKKBN, 2009). Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas, maupun persebarannya merupakan problema berat yang harus diatasi untuk tercapainya keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia (BKKBN, 2009). Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan hasil sensus penduduk tahun 1971 jumlah penduduk Indonesia sebesar 119,2 juta jiwa, tahun 1980 jumlah penduduk Indonesia sebesar 147,5 juta jiwa, tahun 1990 jumlah penduduk Indonesia sebesar 179,4 juta jiwa, tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia sebesar 205,1 juta jiwa, tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Maka selama 10
3
tahun terakhir penduduk Indonesia bertambah sekitar 32,5 juta orang atau meningkat dengan tingkat (laju) pertumbuhan per tahun sebesar 1,49 persen (BPS, 2011). Situasi dan kondisi kependudukan saat ini merupakan fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama, lebih sungguh-sungguh, dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang telah dan perlu terus dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan seluruh lapisan masyarakat yaitu dengan pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kualitasnya melalui program keluarga berencana (BKKBN, 2009). Menurut International Confederation Of Midwives (ICM) pada tahun 2005 bidan adalah seorang yang telah berhasil atau sukses menyelesaikan pendidikan bidan yang terakreditasi dan diakui negara, telah memperoleh kualifikasi yang dibutuhkan untuk didaftarkan dan mendapat sertifikat dan atau secara resmi diberi lisensi untuk melakukan praktik kebidanan. Sedangkan definisi bidan di Indonesia adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan kebidanan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan memperoleh kualifikasi untuk registrasi dan memperoleh izin untuk melaksanankan praktik kebidanan (Purwandari, 2008). Tugas penting yang dilaksanakan bidan mencakup KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) dan KIPK (komunikasi interpersonal/konseling) untuk ibu, keluarga dan masyarakat, pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua,
4
kesehatan reproduksi perempuan, keluarga berencana, dan pemeliharan kesehatan anak (Purwandari, 2008). Fitriani (2011), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Keluarga Berencana (Family Planning) sangat bermanfaat bagi kesehatan ibu, dimana dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran anak, maka kesehatan ibu dapat terpelihara terutama kesehatan organ reproduksinya serta dapat meningkatkan kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak. Selain untuk ibu, keluarga berencana juga bermanfaat bagi suami, anak, serta bangsa (Sulistyawati, 2011). Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah serta jarak kehamilan dengan menggunakan metode kontrasepsi (Anggraini dan Martini, 2011). Metode kontrasepsi bekerja dengan cara mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi sel telur wanita (Sulistyawati, 2011). Salah satu sasaran Program keluarga berencana
yang
tertuang dalam RPJMN 2004-2009 yaitu menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun (Anggraini dan Martini, 2011). AKDR atau IUD adalah suatu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi
5
kontrasepsinya), diletakkan dalam kavum uterus sebagai usaha kontrasepsi, (Hidayati, 2009). Menurut Augustin (dalam Darwani, 2012) menyatakan bahwa pada tahun 2010 diperkirakan akseptor yang menggunakan AKDR/IUD 30 % terdapat di Cina, 13 % di Eropa, 5 % di Amerika dan sekitar 6,7 % di Negara Berkembang. Menurut laporan Riskesdas (2010), presentasi perempuan kawin umur 10-49 tahun yang menggunakan alat/cara KB menurut tempat tinggal yaitu Sterilisasi Wanita 2,1 %, Sterilisasi Pria 0,1 %, Pil 12,8 %, AKDR/Spiral 5,1 %, Susuk 1,4 %, Suntik 32,3 %, Kondom 1,1 %, Diafragma 0,1 %, Amenorrhea Laktasi 0,1 %, Pantang Berkala 0,4 %, Senggama Terputus 0,3 %, Tidak ber KB 44,2 %). Hal ini menunjukkan bahwa alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) masih kurang diminati dibandingkan dengan metode KB lainnya yang peminatnya lebih tinggi. Hasil pelayanan peserta KB baru sampai dengan bulan Desember 2011 di Provinsi Aceh menunjukan pencapaian peserta KB Baru total sebanyak 182.619 peserta, menurut jenis kontrasepsi yang digunakan yaitu sebagai berikut IUD 5.547 (3,04 %), MOW 1.247 (0,68 %), MOP 28 (0,02 %), Kondom 20.875 (11,43 %), Implant 6.169 (3,38 %), Suntikan 80.578 (44,12 %), dan Pil 68.175 (37,33 %) (BKKBN, 2011). Berdasarkan penelitian Putri (2011) yang dilakukan di Desa Seuneubok Rawa Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen didapatkan hasil bahwa dari 9 responden yang berpengetahuan kurang ternyata 100% tidak menggunakan AKDR. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Asiah (2012) yang
6
dilakukan di Rumah Sakit Umum Sigli yang mana dari 46 responden yang berpengetahuan kurang 35 diantaranya tidak menggunakan AKDR. Kedua hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Fauziah (2012) yang dilakukan di Desa Dayah Kruet Kecamatan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya yang menunjukkan hasil bahwa dari 31 responden yang berpengetahuan kurang 100% tidak menggunakan IUD. hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan akseptor KB terhadap pemilihan kontrasepsi AKDR/IUD dimana semakin kurang pengetahuan akseptor KB maka semakin kecil kemungkinan untuk menggunakan AKDR/IUD begitu juga sebaliknya. Selain hubungan pengetahuan dengan pemilihan AKDR, penelitian Putri (2011) yang dilakukan di Desa Seuneubok Rawa Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen menunjukkan pula hasil bahwa dari 18 responden yang berpendidikan dasar ternyata 15 tidak menggunakan AKDR. Hasil penelitian Asiah (2012) yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Sigli juga menunjukkan hasil dari 43 responden yang berpendidikan dasar 32 diantaranya tidak menggunakan AKDR/IUD. Penelitian Safrinawati (2012) yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam Kabupaten Aceh Besar menunjukkan pula hasil yang sama dengan kedua penelitian tersebut yang mana dari 54 responden yang berpendidikan dasar ternyata 44 memilih metode KB yang efektif. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa ada hubungan pendidikan akseptor KB dengan pemilihan kontrasepsi AKDR/IUD dimana semakin tinggi pendidikan akseptor KB maka semakin besar kemungkinan untuk menggunakan AKDR/IUD.
7
Berdasarkan penelitian Safrinawati (2012) yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam Kabupaten Aceh Besar didapatkan hasil bahwa dari 32 responden yang bekerja ternyata 87,5% memilih metode KB yang efektif sejalan dengan hasil penelitian Safrinawati, hasil penelitian yang dilakukan oleh Anita Di Pemukiman Tangan-Tangan Rayek Kecamatan Tangan-Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya (2012) juga menunjukkan bahwa dari 35 responden 25 responden yang bekerja memilih menggunakan metode KB AKDR, artinya ada hubungan pekerjaan akseptor KB dengan pemilihan metode KB yaitu apabila ibu bekerja maka semakin besar kemungkinan untuk menggunakan metode KB AKDR/IUD. Berdasarkan penelitian Darwani (2012) yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Kabupaten Aceh Besar didapatkan hasil bahwa dari 40 responden ternyata 23 diantaranya tidak menggunakan AKDR karena kurangnya informasi tentang AKDR dari tenaga kesehatan. Selain penelitian Darwani, hasil penelitian yang dilakukan oleh Anita Di Pemukiman Tangan-Tangan Kecamatan
Tangan-Tangan
Kabupaten
Aceh
Barat
Daya
(2012)
Rayek juga
menunjukkan bahwa dari 35 responden 27 diantaranya tidak menggunakan AKDR karena kurangnya informasi tentang AKDR. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh informasi dari tenaga kesehatan terhadap penggunaan AKDR oleh akseptor KB dimana apabila ibu mendapatkan informasi yang cukup maka semakin besar kemungkinan untuk menggunakan AKDR/IUD. Berdasarkan studi pendahulan yang peneliti lakukan di Ruang Seureune III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin didapatkan informasi bahwa dari
8
semua pasien post partum yang dirawat di ruang tersebut dari Januari 2012 sampai dengan Januari 2013 hanya 13 pasien yang tercatat menggunakan IUD Post Plasenta. Pasien yang menggunakan IUD Post plasenta tersebut 9 diantaranya adalah pasien post partum dengan proses persalinan secara seksio saesarea dan 4 lainnya adalah pasien post partum yang melalui proses persalinan secara spontan atau pervaginam. Dari data diatas menunjukkan bahwa pengguna IUD Post Plasenta masih sangat sedikit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin yang merupakan rumah sakit terbesar di Aceh, sedangkan kontrasepsi ini memiliki tingkat efektivitas yang tinggi dan merupakan metode KB jangka panjang (Saifuddin et al, 2006). Faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya akseptor IUD seperti yang telah disebutkan diatas diantaranya adalah karena pengaruh pengetahuan, pendidikan, pekerjaan dan informasi dari tenaga kesehatan. IUD post plasenta adalah IUD yang dipasang dalam waktu 10 menit setelah lepasnya plasenta pada persalinan pervaginam maupun seksio Sesarea, IUD yang dipasang setelah persalinan selanjutnya juga akan berfungsi seperti IUD yang dipasang saat siklus menstruasi (Saifuddin et al, 2006). Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian
tentang
“Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Pengetahuan Ibu Tentang Penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013”.
9
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang Penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang Penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013. b. Diketahuinya pengaruh pekerjaan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013”. c. Diketahuinya
pengaruh
informasi
dari
tenaga
kesehatan
terhadap
pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013”.
10
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam bidang penelitian, khususnya penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta. 2. Institusi Pendidikan Khususnya bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah Program Studi D-III Kebidanan, hasil penelitian secara teoritis dapat menambah khasanah ilmu kesehatan terutama tentang IUD Post Plasenta dan dapat dijadikan bahan bacaan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa kebidanan 3. Bagi Lahan Penelitian Sebagai tolak ukur dalam menilai tingkat pelayanan kesehatan dan bahan kajian serta informasi bagi tenaga kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada keluarga berencana khususnya IUD Post Plasenta. 4. Bagi Masyarakat Sebagai informasi dan penambah pengetahuan masyarakat tentang Keluarga
Berencana
khususnya
IUD
Post
Plasenta
sehingga
meningkatkan pandangan positif terhadap Keluarga Berencana.
dapat
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluarga Berencana Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai program untuk menangani masalah kependudukan yang ada. Salah satu programnya yaitu dengan Keluarga Berencana Nasional sebagai integral dari pembangunan Nasional yang mempunyai tujuan ganda yaitu mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Keadaan ini dapat dicapai dengan menganjurkan PUS untuk mengikuti Program Keluarga Berencana (BKKBN, 2011). Dalam undang-undang nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera (BKKBN, 2009). Menurut WHO, keluarga berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-obketif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kehamilan dalam hubungan dengan umur suami istri, dan menentukan jumlah anak
12
dalam keluarga. Program KB memiliki tujuan umum untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Program keluarga berencana dapat memberikan beberapa dampak, diantaranya adalah penurunan angka kematian ibu dan
anak,
penanggulangan
masalah
kesehatan
reproduksi,
peningkatan
kesejahteraan keluarga, dan peningkatan derajat kesehatan (Anggraeni & Martini, 2011).
B. IUD Post Plasenta IUD atau AKDR / SPIRAL adalah suatu benda kecil dari plastik lentur, sebagian besar memiliki lilitan tembaga yang dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang (Anggraeni & Martini, 2011). IUD atau AKDR mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma dan ovum karena adanya perubahan pada tuba dan cairan uterus. Hal ini disebabkan karena AKDR dianggap sebagai benda asing yang dapat menyebabkan peningkatan leukosit serta tembaga yang dililitkan pada AKDR juga bersifat toksik terhadap sperma dan ovum. Efektivitas IUD atau AKDR dalam mencegah kehamilan mencapai 98% hingga 100% bergantung pada jenis IUD atau AKDR. IUD atau AKDR merupakan metode kontrasepsi jangka panjang serta dapat dipasang segera setelah melahirkan ataupun pasca abortus (Meilani et al, 2010).
13
1. Pengertian IUD Post Plasenta IUD post plasenta adalah IUD yang dipasang dalam waktu 10 menit setelah lepasnya plasenta pada persalinan pervaginam maupun persalinan dengan seksio sesarea (Saifuddin et al, 2006, hlm MK – 78). Dengan adanya teknik baru yaitu IUD Post Plasenta maka dapat memberikan harapan dan kesempatan bagi ibu yang tidak ingin hamil lagi. Bagi Indonesia dengan kesulitan hidup yang cukup tinggi (30% miskin), dan banyaknya unmet need (8,6%) maka teknologi ini perlu untuk ditawarkan kepada pasien post partum dengan cara memberikan konseling sebelum persalinan. Peningkatan penggunaan IUD Post Plasenta akan dapat mengurangi jumlah kehamilan yang tidak diinginkan dimasa depan, sehingga akan mengurangi angka kematian ibu di Indonesia (Saifuddin et al, 2006) 2. Jenis Saifuddin (2006) menyatakan bahwa AKDR yang umumnya digunakan dalam pemasangan IUD Post Plasenta adalah AKDR jenis Cu-T khususnya AKDR CuT-380A yang dimasukkan kedalam fundus uteri dalam 10 menit setelah plasenta lahir.
14
Gambar 2.1 IUD Copper T AKDR CuT-380A adalah IUD berukuran kecil, terbuat dari kerangka plastik yang fleksibel berbahan polyethylene, berbentuk huruf T, pada batang dan tiap-tiap lengannya dibungkus dengan kawat tembaga halus (Cu) yang mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik. Dalam setiap batang plastik “T” terdapat 176 mg kawat tembaga (Cu) pada bagian vertikal, dan 66,5 mg tembaga pada bagian horizontal. Total luas permukaan tembaga adalah 380 mm2. Jangka waktu penggunaan IUD Copper T 380 A adalah 10 tahun, dan setelah 10 tahun AKDR tersebut harus dilepaskan namun dapat pula dilepaskan lebih awal sesuai dengan keinginan pasien (Varney et al, 2006) 3. Cara Kerja AKDR / IUD Post Plasenta langsung bekerja secara efektif segera setelah pemasangan selesai. AKDR bekerja dengan cara menghambat kemampuan
15
sperma untuk masuk ke tuba falopii, mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum uteri, AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu (AKDR membuat sperma sulit masuk kedalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi), dan memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (Saifuddin et al, 2010). 4. Efektivitas Sebagai alat kontrasepsi, AKDR / IUD Post Plasenta memiliki tingkat efektivitas yang tinggi yaitu 0,6 – 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125–170 kehamilan). Ini dapat pula diartikan bahwa angka kegagalan IUD Post Plasenta 0,8 % dibandingkan dengan pemasangan setelahnya (Saifuddin et al, 2010). 5. Keuntungan Menurut Nisa (2011), IUD Post Plasenta memiliki beberapa keuntungan, yang diantaranya adalah : a. Langsung bisa didapatkan oleh ibu yang melahirkan di tempat pelayanan kesehatan. b. Efektif dan tidak berefek pada produksi ASI c. Kesuburan dapat segera kembali segera setelah pelepasan d. Resiko terjadinya infeksi rendah yaitu dari 0,1-1,1 % e. Kejadian perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi dari jumlah populasi 1150 sampai 3800 wanita.
16
f. Kasus perdarahan lebih sedikit daripada IUD yang dipasang di waktu menstruasi Selain itu Saifuddin (2010), juga mengungkapkan beberapa keuntungan dari IUD itu sendiri, yaitu : a. Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi (1 kegagalan dalam 125 - 170 kehamilan). b. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan. c. Metode jangka panjang ( IUD Copper T 380 A bekerja hingga 10 tahun dan tidak perlu diganti). d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat. e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual. f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil. g. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. h. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan. i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi). j. AKDR dapat di lepaskan setiap saat sesuai dengan kehendak pasien. k. Membantu mencegah kehamilan di luar kandungan (kehamilan ektopik). 6. Kelemahan Kelemahan dari IUD Post Plasenta ialah dimana angka keberhasilannya ditentukan oleh waktu pemasangan, tenaga kesehatan yang memasang, dan teknik pemasangannya. Waktu pemasangan dalam 10 menit setelah keluarnya
17
plasenta memungkinkan angka ekspulsinya lebih kecil ditambah dengan ketersediaan tenaga kesehatan yang terlatih (dokter atau bidan) dan teknik pemasangan sampai ke fundus juga dapat meminimalisir kegagalan pemasangan (Nisa, 2011). Saifuddin (2010) mengatakan bahwa IUD Post Plasenta memiliki beberapa kekurangan lainnya, yaitu : a. AKDR dapat keluar dari uterus secara spontan, khususnya selama beberapa bulan pertama pemakaian. b. Angka ekspulsi lebih tinggi (6-10%) c. Kemungkinan terjadi perdarahan atau spotting beberapa hari setelah pemasangan. d. Perdarahan menstruasi biasanya akan lebih lama dan lebih banyak. e. AKDR tidak melindungi diri terhadap IMS termasuk virus AIDS. Apabila pasangan beresiko, mereka harus menggunakan kondom seperti halnya AKDR. 7. Indikasi Menurut Saifuddin (2010), Indikasi pemasangan IUD untuk tujuan kontrasepsi dapat dilakukan pada wanita dengan kriteria usia reproduktif, keadaan nulipara, menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang, ibu menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi, setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya, setelah abortus dan tidak terlihat adanya infeksi,
18
resiko rendah dari IMS, tidak menghendaki mentode hormonal dan tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari. 8. Kontraindikasi Kontraindikasi pemasangan IUD Post Plasenta ialah ketuban pecah lama, infeksi intrapartum, dan perdarahan post partum dan abnormal uterus (Saifuddin, 2010) 9. Pemasangan IUD Post Plasenta dimasukkan atau dipasang ke dalam fundus uteri dalam 10 menit setelah plasenta lahir dengan cara penolong menjepit AKDR di ujung jari tengah dan telunjuknya, kemudian jari penolong menyusuri sampai kefundus, dan kemudian meletakkan AKDR dengan benar di fundus dengan cara tangan kiri penolong memegang fundus dan menekannya kebawah, setelah selesai barulah dilakukan pemotongan benang AKDR sepanjang 6 cm sebelum insersi (Saifuddin, 2010). 10. Pemantauan Menurut Saifuddin (2010), pemantauan kondisi AKDR Post Plasenta dilakukan pada : a. Pemantauan dapat dilakukan 4 sampai 6 minggu setelah pemasangan AKDR. b. Pemantauan kondisi AKDR dapat pula dilakukan bila terdapat keluhan (nyeri, perdarahan, demam, dan sebagainya).
19
c. Benang AKDR harus diperiksa secara runtin selama bulan pertama penggunaan AKDR terutama setelah haid. d. Pemantauan juga harus dilakukan apabila benang AKDR tidak teraba, merasakan bagian yang keras dari AKDR, AKDR terlepas, keluar cairan yang mencurigakan dari vagina, serta adanya infeksi. 11. Efek Samping dan Penanganannya a. Amenorea Periksa apakah ibu sedang hamil, apabila tidak, jangan lepaskan AKDR, lakukan konseling dan selidiki penyebab amenorea. Apabila hamil, jelaskan dan sarankan untuk melepas AKDR apabila benang AKDR terlihat dan kehamilan kurang dari 13 minggu. Apabila benang tidak terlihat, atau kehamilan lebih dari 13 minggu, AKDR jangan dilepaskan. Apabila klien hamil dan tidak ingin melepaskan AKDR, jelaskan adanya resiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi serta gangguan perkembangan kehamilan (Saifuddin, 2010). b. Kejang Pastikan dan tegaskan adanya Penyakit Radang Panggul dan penyebab lain dari kejang kemudian tangani kejang sesuai penyebab yang ditemukan. Apabila
penyebab
tidak
ditemukan,
beri
analgesik
untuk
sedikit
meringankan kejang. Apabila klien mengalami kejang yang berat, lepaskan AKDR dan bantu klien menentukan metode kontrasepsi lainnya (Saifuddin, 2010).
20
c. Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur Pastikan dan tegaskan adanya infeksi pelvic dan kehamilan ektopik. Apabila tidak ada kelainan patologis, perdarahan berkelanjutan serta perdarahan hebat, lakukan konseling dan pemantauan. Beri ibuprofen (800 mg, 3 x sehari selama seminggu) untuk mengurangi perdarahan dan beri tablet besi (1 tablet setiap hari selama 1 sampai 3 bulan). Apabila klien menghendaki, maka AKDR mungkin untuk dilepaskan. Apabila klien telah menggunakan AKDR lebih dari 3 bulan dan di ketahui menderita anemia (Hb < 7g/%) anjurkan untuk melepas AKDR dan bantu pasien memilih kontrasepsi lain yang sesuai (Saifuddin, 2010). d. Benang yang hilang Pastikan adanya kehamilan atau tidak. Tanyakan apakah AKDR terlepas. Apabila tidak hamil dan AKDR tidak lepas, berikan kondom. Periksa benang AKDR didalam saluran endoserviks dan kavum uteri setelah haid berikutnya. Apabila tidak ditemukan rujuk klien ke dokter lalu lakukan pemeriksaan X-ray atau pemeriksaan ultrasound. Apabila tidak hamil dan AKDR yang hilang tidak ditemukan, pasang AKDR baru dan bantu klien menentukan metode kontrasepsi lainnya (Saifuddin, 2010). e. Adanya pengeluaran cairan dari vagina/dicurigai adanya PRP Lakukan pemeriksaan IMS. Lepaskan AKDR apabila ditemukan klien menderita atau sangat dicurigai menderita gonorhoe tau infeksi klamidia, dan lakukan pengobatan yang memadai. Bila klien mengalami PRP, obati
21
dan lepaskan AKDR sesudah 48 jam. Apabila AKDR dikeluarkan, beri metode lain sampai masalah teratasi dan bantu klien menentukan metode kontrasepsi lainnya (Saifuddin, 2010).
C. Pengetahuan Fitriani (2011), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancainderanya. Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia (Mubarak, 2011). Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (misalnya perilaku karena paksaan atau adanya aturan wajib) (Mubarak, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2011), Asiah (2012) dan Fauziah (2012) menunjukkan hasil bahwa responden yang memiliki
22
pengetahuan kurang cenderung tidak memilih untuk menggunakan metode KB AKDR/IUD, hal tersebut menyatakan bahwa ada pengaruh pengetahuan akseptor KB terhadap pemilihan kontrasepsi AKDR/IUD dimana semakin kurang pengetahuan akseptor KB maka semkain kecil kemungkinan untuk menggunakan AKDR/IUD dan begitu juga sebaliknya. Banyaknya penelitian yang menunjukkan kurangnya pengetahuan ibu tentang AKDR/IUD sehingga menyebabkan rendahnya jumlah pengguna AKDR/IUD membuktikan bahwa AKDR/IUD sebagai metode KB yang efektif masih merupakan suatu metode KB yang awam dimasyarakat sehingga mereka tidak berani memilih metode KB AKDR/IUD dan menunjukkan pula bahwa ini merupakan suatu masalah serius yang belum berhasil tertuntaskan di masyarakat. Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali (recall) materi yang telah dipelajari, termasuk hal spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima (Mubarak, 2011). Misalnya : tahu bahwa AKDR adalah alat kontrasepsi yang digunakan dengan cara dimasukan kedalam rahim
23
b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikannya secara luas (Mubarak, 2011). Misalnya orang yang memahami cara penggunaan pil KB, bukan hanya menyebutkan jadwal meminumnya, tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus diminum sesuai jadwalnya. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata (Mubarak, 2011). Misalnya, seseorang yang telah paham manfaat KB, ia akan lebih mudah untuk dapat menggunakan alat KB atau menjadi akseptor KB. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen yang masih saling terkait dan masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut (Mubarak, 2011). Misalnya dapat membedakan KB suntik 3 bulan dengan KB suntik yang 1 bulan. e. Sintesis (synthesis) Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru (Mubarak, 2011). Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo, 2005). Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan
24
kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar mengenai alat kontrasepsi AKDR. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2005). Misalnya seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana, seseorang dapat menilai manfaat olahraga, dan sebagainya. Mubarak (2011), mengatakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu : a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak (Mubarak, 2011).
25
b. Pekerjaan Lingkungan pekerjaan
dapat
membuat
seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung (Mubarak, 2011). c. Umur Dengan bertambahnya umur seseorang maka orang tersebut akan mengalami perubahan aspek fisik dan psikologis (mental). Perubahan aspek psikologis atau mental seseorang akan membuat tarif berpikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa (Mubarak, 2011). d. Minat Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal, sehingga seseorang memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam (Mubarak, 2011). e. Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Jika seseorang memiliki pengalaman menyenangkan, maka secara psikologis mampu menimbulkan kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaan seseorang. Pengalaman baik ini akhirnya dapat membentuk sikap positif dalam kehidupan seseorang (Mubarak, 2011).
26
f. Kebudayaan lingkungan sekitar Lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap seseorang. Kebudayaan lingkungan tempat hidup seseorang dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukkan sikap orang tersebut (Mubarak, 2011). g. Informasi Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru (Mubarak, 2011).
D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang Penggunaan IUD Post Plasenta Menurut Mubarak (2011), terdapat tujuh faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan ibu diantaranya adalah; pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan sekitar dan informasi. Berdasarkan teori yang disampaikan oleh Mubarak (2011) tersebut serta hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan, pekerjaan dan informasi dari tenaga kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam penggunaan IUD. Dalam penelitian ini, penulis hanya membahas variabel yang diteliti yaitu pendidikan, pekerjaan, dan dan informasi dari tenaga kesehatan. 1. Pendidikan Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
27
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Depdiknas, 2009). Notoatmodjo (2005), menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya persuasif atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara, mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran. Pendidikan formal yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta merupakan upaya untuk meningkatkan kecerdasan serta kemampuan bangsa. Kemampuan ini mencakup kemampuan kognitif, efektif dan psikomotor dari segala bidang keilmuan termasuk teknologi. Tingginya angka kelulusan perguruan tinggi dari suatu bangsa adalah merupakan indicator kualitas bangsa itu (Mubarak, 2005). Pendidikan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk mempengaruhi orang agar ia atau mereka berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Pendidikan kesehatan juga suatu kegiatan untuk menjadikan kondisi sedemikian rupa sehingga orang mampu untuk berperilaku hidup sehat (Fitriani, 2011). Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
28
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikan lebih rendah (Widianti, 2007). Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya (Erfandi, 2009). Menurut Depdiknas (2009), tahapan pendidikan yang di tetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik yaitu: a. Pendidikan dasar (Sekolah Dasar (SD)/Madrasah (MI) atau bentuk lain, Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTS) atau bentuk lain. b. Pendidikan menengah (Pendidikan menengah umum/kejuruan terdiri dari Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain sederajat c. Perguruan tinggi (Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas).
29
Semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak (Mubarak, 2011). Tingkat
pendidikan
sangat
berpengaruh
terhadap
wawasan
dn
pengetahuan ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin banyak informasi kesehatan yang diperolehnya sehingga pengetahuan mengenai alat kontrasepsi khususnya KB akan semakin baik sehingga ibu dapat mengambil keputusan yang tepat dan efektif tentang alat kontrasepsi yang akan digunakan 2. Pekerjaan Pekerjaan merupakan profesi atau kegiatan rutin yang dilakukan seharihari yang mendapatkan imbalan uang atau materi. Seseorang yang bekerja karena tuntutan pekerjaan dan lingkungan sekitarnya biasanya mempunyai tingkat wawasan dan pengetahuan yang lebih baik, karena ibu yang bekerja memiliki pergaulan dan informasi lebih baik (Notoatmodjo, 2003). Pekerjaan adalah pencarian barang apa saja yang menjadi pokok penghidupan yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah (Depdikbud, 2005). Menurut Notoatmodjo (2005), makin tinggi pengetahuan seseorang maka makin mudah seseorang memperoleh pekerjaan dan dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Lingkungan
pekerjaan
dapat
membuat
seseorang
memperoleh
pengalaman dan pengetahuan yang lebih banyak dan luas. Dengan kondisi sebagai seorang pegawai atau seorang karyawan, seorang ibu diharapkan dapat
30
memilih metode kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi dan bertahan jangka lama seperti AKDR sehingga dapat membantu ibu lebih nyaman dalam bekerja (Mubarak, 2011). 3. Informasi Dari Tenaga Kesehatan Informasi adalah keterangan, gagasan, maupun kenyataan-kenyataan yang perlu diketahui oleh masyarakat. Menurut Depkes informasi adalah pesan yang disampaikan oleh tenaga kesehatan kepada masyarakat (Anggraini & Martini, 2011). Menurut Notoatmodjo (dalam Asmawati, 2011), sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi, merangsang pikiran dan kemampuan, serta menambah pengetahuan. Sumber informasi dapat di peroleh dari media cetak (surat kabar, majalah, buku), media elektronik (tv, radio, internet) dan melalui tenaga kesehatan seperti pelatihan dan penyuluhan yang diadakan oleh (dokter, bidan, dan perawat). Aktivitas pertama seorang bidan sebagaimana didefinisikan dalam A Midwife’s Code of Practice (UKCC, 1991) ialah “untuk memberi informasi dan nasehat tentang KB yang tepat”. Bidan dapat memberikan informasi tentang peraturan jarak kehamilan atau informasi tentang ketersediaan pelayanan. Bidan dapat memberi saran kepada seorang wanita tentang pilihan-pilihan kontrasepsi atau dapat pula seorang bidan dilibatkan dalam memfasilitasi penggunaan metode kontrasepsi tertentu. Beberapa contoh peran bidan dalam keluarga berencana yang dapat dilakukan pada ibu postpartum adalah memberikan saran
31
kepada
ibu
tentang
metode
KB
yang
paling
cocok
untuk
ibu
(mempertimbangkan semua faktor fisik, social dan budaya); memastikan bahwa wanita mudah mencapai fasilitas KB, dan menginformasikan kepada wanita tentang waktu yang optimal untuk menggunakan metode kontrasepsi yang dipilih (Henderson & Jones, 2005). Salah satu langkah dalam memberikan informasi kepada masyarakat yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan ialah dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat secara intensif, terutama yang ditujukan kepada masyarakat yang datang keklinik dan masyarakat di lingkungan klinik (Sulistyawati, 2011). Menurut Saifuddin et al (2010), Kenyataan yang ada di lapangan adalah tidak semua sarana kesehatan dapat dijangkau oleh klien. Oleh karena itu untuk memberikan informasi kepada klien tentang Keluarga Berencana dapat dilakukan pada dua jenis tempat pelayanan, yaitu : a. Non klinik (di lapangan) Dilaksanakan oleh para petugas dilapangan yaitu PPLKB, PLKB, PKB, PPKBD, Sub PPKBD, dan kader yang sudah mendapatkan pelatihan konseling yang sesuai standar. Tugas utama dipusatkan pada pemberian informasi KB, baik dalam kelompok kecil maupun secara perorangan. Adapun informasi yang diberikan mencakup : Pengertian manfaat perencanaan keluarga
32
Proses terjadinya kehamilan/reproduksi sehat. Informasi berbagai kontrasepsi yang benar dan lengkap (cara kerja, manfaat, kemungkinan efek samping, komplikasi, kegagalan, kontra indikasi, tempat kontrasepsi bisa diperoleh, rujukan, serta biaya). b. Di klinik Dilaksanakan oleh petugas medis dan paramedis terlatih di klinik yaitu dokter, bidan, perawat serta bidan desa. Pelayanan konseling yang dilakukan dalam
rangka
memberikan
informasi
tentang
Keluarga
Berencana
diupayakan agar diberikan secara perorangan di ruangan khusus. Pemberian informasi di klinik dilakukan untuk melengkapi dan sebagai pemantapan informasi yang diberikan di lapangan, mencakup hal-hal berikut : Memberikan informasi KB yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan klien. Memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi kesehatan klien. Membantu klien memilih kontrasepsi lain seandainya yang dipilih ternyata tidak sesuai dengan kondisi kesehatannya. Merujuk klien seandainya kontrasepsi yang dipilih tidak tersedia di klinik atau jika klien membutuhkan bantuan medis dari ahli seandainya dalam pemeriksaan ditemui masalah kesehatan lain.
33
Memberikan informasi sebagai konseling pada kunjungan ulang untuk memastikan bahwa klien tidak mengalami keluhan dalam penggunaan kontrasepsi pilihannya. Sulistyawati
(2011),
menyatakan
bahwa
Pertimbangan
perlu
diberikannya penyuluhan kesehatan mengenai Keluarga Berencana oleh tenagatenaga klinik ialah karena tugas penyuluhan kesehatan merupakan tugas yang tidak dapat dipisahkan dari tugas utama mereka, misalnya ialah : a. Dokter-dokter difasilitas pelayanan KB memberikan juga informasi tentang Keluarga Berencana dalam/ketika memberikan pelayanan medis kepada pasien. b. Tenaga perawat kesehatan memberikan informasi tentang Keluarga Berencana saat praktik di klinik maupun pada waktu mengadakan kujungan kerumah. c. Tenaga administrasi klinik dapat juga memberikan informasi tentang Keluarga Berencana kepada pasien ketika sedang melakukan pedaftaran. d. Petugas-petugas klinik, terutama petugas dalam lingkungan KIA sudah memperoleh kepercayaan masyarakat sekitarnya, karena sifat-sifat pekerjaan serta pelayanan yang diberikan kepada masyarakat disekitar klinik yang bersangkutan. Kepercayaan ini terutama di kalangan kaum ibu yaitu golongan masyarakat yang justru menjadi salah satu sasaran Keluarga
34
Berencana sehingga memudahkan tenaga kesehatan dalam memberikan informasi kepada mereka. Tujuan umum dilakukannya penyuluhan kesehatan dalam rangka memberikan informasi tentang Keluarga Berencana ialah agar masyarakat dapat menjadikan Keluarga Berencana sebagai pola kehidupan, artinya masyarakat mengetahui, memahami, serta menyadari pentingnya Keluarga Berencana sehingga mau melaksanakannya untuk kesehatan dan kesejahteraan bagi keluarganya, masyarakat, serta Negara pada umumnya (Anggraini & Martini, 2011). Sulistyawati (2011), menyatakan bahwa tujuan khusus memberikan informasi tentang Keluarga Berencana kepada masyarakat ialah agar : a. Sasaran menggunakan salah satu metode (alat kontrasepsi) yaitu atas dasar kebutuhan karena adanya pengertian pengetahuan, dan kesadaran akan kegunaan atau manfaatnya. b. Sasaran menggunakan metode Keluarga Berencana dalam waktu yang cukup lama sehingga berpengaruh terhadap jumlah kelahiran, taraf kesehatan ibu dan keluarga, serta tingkat kesejahteraan keluarga. c. Keluarga berencana merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan keluarga. Informasi Keluarga Berencana yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada
masyarakat
diharapkan
mampu
membantu
masyarakat
dalam
mengambil keputusan untuk dapat memilih kontrasepsi yang paling sesuai
35
dengan kebutuhannya. Oleh karena itu yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan informasi tentang Keluarga Berencana ialah memberikan informasi yang jelas, benar, lengkap, serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien. Dengan mendengarkan apa yang disampaikan klien, petugas kesehatan akan dapat memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan setiap klien karena tidak semua klien dapat menangkap semua informasi tentang berbagai jenis kontrasepsi sehingga menyebabkan kesulitan bagi klien dalam mengingat informasi yang penting yang telah disampaikan. Selain itu, ketika memberikan informasi, petugas harus memberikan waktu bagi klien untuk berdiskusi, bertanya, dan mengajukan pendapat. Agar informasi yang diberikan mudah dipahami oleh klien, maka petugas dapat memperlihatkan contoh alat kontrasepsi dan cara penggunaannya. Petugas dapat memperlihatkan dan menjelaskannya dengan menggunakan flip charts, poster, pamphlet, atau halaman bergambar. setelah selesai memberikan informasi, petugas juga perlu melakukan penilaian bahwa klien telah mengerti sehingga dapat membantu klien mengingat apa yang harus dilakukan dan juga berbagi informasi kepada orang lain (Sulistyawati, 2011).
E. Kerangka Teoritis Menurut Mubarak (2011), terdapat tujuh faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan ibu sehingga dapat disimpulkan bahwa kerangka teoritis faktor-faktor
36
yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta ialah :
Mubarak (2011) 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Umur 4. Minat 5. Pengalaman 6. Kebudayaan lingkungan sekitar 7. Informasi dari tenaga kesehatan
Pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta
37
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka Konsep Menurut Mubarak (2011), terdapat tujuh faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan ibu diantaranya adalah; pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan sekitar dan informasi. Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri, Asiah, Fauziah, Safrinawati, Darwani, dan Anita yang menunjukkan hasil bahwa pendidikan, pekerjaan, dan informasi dari tenaga kesehatan mempengaruhi ibu dalam penggunaan IUD. Karena keterbatasan waktu dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas tentang pendidikan, pekerjaan, dan informasi dari tenaga kesehatan dalam mempengaruhi pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut : Variabel Independen
Variabel Dependen
Pendidikan Pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta
Pekerjaan
Informasi dari tenaga kesehatan Gambar 3.1 Kerangka Konsep
38
B. Definisi Operasional No.
Variabel
Defenisi
Cara Ukur
Operasional
Alat
Hasil
Ukur
Ukur
Skala Ukur
Dependent 1.
Pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta
Hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan tentang objek yaitu tentang IUD Post Plasenta
Menyebarkan Kuesioner Baik kuesioner pada responden Kurang dengan kriteria :
Ordinal
Baik bila 𝑋 ≥ 𝑋 Kurang bila 𝑋< 𝑋
Independent 1. Pendidikan Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden
Menyebarkan kuesioner Tinggi kuesioner pada responden Menedengan kriteria : ngah Tinggi bila tamat perguruan tinggi, akademi, dll.
Ordinal
Dasar
Menengah bila tamat SMA/sederajat Dasar bila tamat SD/sederajat atau tamat SMP/sederajat 2. Pekerjaan
Profesi atau Menyebarkan kegiatan yang kuesioner pada
kuesioner Bekerja
Ordinal
39
dilakukan ibu sehari-hari yang mendapatkan imbalan uang atau materi
responden dengan kriteria :
Tidak Bekerja
Bekerja bila swasta atau PNS
Tidak bekerja bila ibu sebagai rumah tangga 3. Informasi Informasi Menyebarkan Kuesioner Cukup dari Tenagayang kuesioner pada Kesehatan diberikan oleh responden Kurang tenaga dengan kriteria : kesehatan kepada klien Cukup bila tentang IUD 𝑋 ≥ 𝑋 Post Plasenta selama hamil Kurang bila hingga 𝑋<𝑋 persalinan
Ordinal
C. Hipotesa Penelitian 1. Ada pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013. 2. Ada pengaruh pekerjaan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013. 3. Ada pengaruh informasi dari tenaga kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013.
40
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu dimana data yang menyangkut variabel bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin tahun 2013.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu post partum yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013. Populasi dalam penelitian ini dikategorikan dalam kategori populasi Infinit yaitu dimana populasi tidak mempunyai jumlah yang tetap ataupun jumlahnya tidak terhingga (Nazir, 2005). 2. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah semua ibu post partum di Ruang Seurune III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013. Perhitungan besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus
41
sampel minimal Lemeshow (1997) untuk besar populasi (N) tidak diketahui, yaitu : 𝑍 2 𝑃 (1 − 𝑃) 𝑛= 𝑑2 Keterangan : n = Besar Sampel Z = Derajat Kepercayaan 90% (1,65) P = Proporsi yaitu 50% (0,50) d = presisi yaitu 10% (0,10) 𝑛=
𝑍 2 𝑃 (1 − 𝑃) 𝑑2
(1,65)2 . 0,50 (1 − 0,50) 𝑛= (0,10)2 𝑛=
2,7225. 0,50 (0,50) 0,01
𝑛=
2,7225. 0,25 0,01
𝑛=
0,680625 0,01
𝑛 = 68.0625 = 68 Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, maka didapatlah hasil sampel minimal sebanyak 68 orang.
42
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 2. Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 22 April sampai dengan 10 Juni 2013.
D. Pengumpulan Data 1. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data pada penelitian ini berupa kuesioner berjumlah 19 pertanyaan untuk semua sub variabel dengan perincian sebagai berikut : a. Pengetahuan terdiri dari 10 pertanyaan. Kuesioner menggunakan skala Guttman, bila jawaban “Benar” mendapat nilai 1, dan bila jawaban “Salah” mendapat nilai 0, nilai maksimal 10 sedangkan nilai minimal 0. b. Pendidikan terdiri dari 1 pertanyaan. Kuesioner
menggunakan
skala
Likert,
bila
jawaban
“SD/SMP/Sederajat” mendapat nilai 3, “SMA/Sederajat” mendapat nilai 2, dan “Akademi/Perguruan Tinggi” mendapat nilai 1. Nilai maksimal 3 sedangkan nilai minimal 1.
43
c. Pekerjaan terdiri dari 1 pertanyaan Kuesioner menggunakan skala Guttman, bila jawaban “Bekerja” mendapat nilai 1, dan “Tidak bekerja” mendapat nilai 0. Nilai maksimal 1 sedangkan nilai minimal 0. d. Informasi Dari Tenaga Kesehatan terdiri dari 7 pertanyaan. Kuesioner menggunakan skala Guttman, bila jawaban “Ya” mendapat nilai 1, dan bila jawaban “Tidak” mendapat nilai 0, nilai maksimal 7 sedangkan nilai minimal 0. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian (Saputra, 2009). Data primer dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan langsung
dengan
menyebarkan
kuesioner
pada
responden
tentang
pengetahuan, pendidikan, pekerjaan dan informasi dari tenaga kesehatan. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Dara sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan
44
historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak di publikasikan (Saputra, 2009). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang di dapat dari buku register Ruang Seureune III dan Ruang Rekam Medis Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
E. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Menurut Notoatmodjo (2010), pengolahan data dengan menggunakan komputer dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut : a. Editing Editing adalah kegiatan untuk pengecekan data-data yang telah terkumpul yaitu apakah jawaban-jawaban dari kuesioner sudah lengkap atau belum. Apabila ada jawaban yang belum lengkap, jika memungkinkan maka perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan, maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap tersebut diolah atau dimasukkan dalam pengolahan “data missing” (Notoatmodjo, 2010). b. Coding Coding merupakan kegiatan dimana setelah semua kuesioner di edit atau disunting, selanjutnya dilakukan “pengkodean” atau “coding” yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
45
bilangan. Misalnya dukungan suami : 1= tidak mendukung, 2= medukung. Pemberian kode sangat berguna dalam memasukkan data (data entry) (Notoatmodjo, 2010). c. Memasukkan Data (Data Entry) Memasukkan data ialah kegiatan dimana jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau “software” komputer. Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk “entry data” penelitian adalah paket program SPSS for window (Notoatmodjo, 2010). d. Pembersihan Data (Cleaning) Pembersihan data merupakan kegiatan dimana setelah semua data dari setiap responden selesai dimasukkan, maka perlu diperiksa kemabali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan perbaikan (Notoatmodjo, 2010). 2. Analisa Data a. Analisa Univariat Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
penelitian. Pada umumnya dalam analisa
univariat hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Kemudian ditentukan persentase (P) dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi menurut Budiarto (2004), yaitu sebagai berikut :
46
𝑃=
𝐹 × 100% 𝑛
Keterangan : P = Persentase n = Sampel F = Frekuensi b. Analisa Bivariat Analisa bivariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Hubungan antar variabel dilihat dengan menggunakan program computer SPSS for windows melalui perhitungan uji Chi Squre. Penilaian dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Jika p value < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. 2) Jika p value ≥ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Menurut Sabri dan Hastono (2006), aturan yang berlaku pada uji Chi Squre dalam program SPSS adalah sebagai berikut : 1) Bila pada tabel 2×2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah Fisher Exact. 2) Bila pada tabel 2×2 tidak ada nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah Continuity Correction.
47
3) Bila tabel lebih dari 2×2 misalnya 3×2, 3×3, dan lain-lain, maka hasil uji yang digunakan adalah Pearson Chis-Square.
48
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin merupakan rumah sakit pemerintah yang beralamat di Jln. Tgk. H.M. Daud Beureueh Nomor 108 Banda Aceh, memiliki luas area 196.480 m2 dengan luas bangunan 25.760 m2. Rumah sakit ini berdiri pada tanggal 22 Februari 1979 dan merupakan rumah sakit kelas “A” sesuai dengan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor: 1062/Menkes/Sk/2011, tentang peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin pada tanggal 1 juni 2011. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin menawarkan pelayanan kesehatan yang luas serta menyediakan pelayanan kesehatan baik rawat jalan, rawat inap serta medical check up. Selain itu, Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin sudah terakreditasi 16 pelayanan dari departemen kesehatan Republik Indonesia meliputi : administrasi manajemen, pelayanan medis, pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan, rekam medis, farmasi, radiologi, laboratorium, kamar operasi, pengendalian infeksi rumah sakit, perinatal, resiko tinggi, pelayanan rehabilitsi medik, pelayanan gizi, pelayanan intensif dan pelayanan darah.
49
B. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang beralamat di Jln. Tgk. H.M.Daud Beureueh Nomor 108 Banda Aceh pada tanggal 22 April sampai dengan 10 Juni 2013, dengan jumlah responden 68 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner yang berisi 19 pertanyaan tentang pengetahuan, pendidikan, pekerjaann dan informasi dari tenaga kesehatan, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Analisa Univariat a. Pengetahuan Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan pada Responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Baik
36
52,9
Kurang
32
47,1
68
100
Total
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 68 responden mayoritas berada pada kategori pengetahuan baik yaitu sebanyak 36 responden (52,9 %).
50
b. Pendidikan Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan pada Responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Tinggi
19
27,9
Menengah
23
33,8
Dasar
26
38,2
68
100
Total
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari 68 responden mayoritas berada pada kategori pendidikan dasar yaitu sebanyak 26 responden (38,2 %). c. Pekerjaan Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan pada Responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) Bekerja
15
22,1
Tidak Bekerja
53
77,9
68
100
Total
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 68 responden mayoritas berada pada kategori tidak bekerja yaitu sebanyak 53 responden (77,9 %).
51
d. Informasi dari Tenaga Kesehatan Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Informasi dari Tenaga Kesehatan pada Responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 Informasi dari Tenaga Frekuensi Persentase (%) Kesehatan Cukup
22
32,4
Kurang
46
67,6
68
100
Total
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dari 68 responden mayoritas berada pada kategori kurang informasi dari tenaga kesehatan yaitu sebanyak 46 responden (67,6 %).
2. Analisa Bivariat Berdasarkan hasil distribusi frekuensi tersebut, dilakukan analisa data bivariat dengan menggunakan program komputer SPSS for windows untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin yang meliputi pendidikan, pekerjaan dan informasi dari tenaga kesehatan. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada tabel berikut :
52
a. Pengaruh Pendidikan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penggunaan IUD Post Plasenta Tabel 5.5 Pengaruh Pendidikan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penggunaan IUD Post Plasenta pada Responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013 Pendidikan Pengetahuan p_ Ibu Tentang Total Penggunaan IUD Post Plasenta Value Baik Kurang f
%
f
%
f
%
Tinggi
16
84,2
3
15,8
19
100
Menengah
14
60,9
9
39,1
23
100
Dasar
6
23,1
20
76,9
26
100
Total
36
32
0,000
68
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa dari 26 responden yang memiliki tingkat pendidikan dasar ternyata 20 (76,9%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang penggunaan IUD Post Plasenta, sedangkan dari 23 responden yang memiliki tingkat pendidikan menengah ternyata 14 (60,9%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penggunaan IUD Post Plasenta dan dari 19 reponden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi ternyata 16 (84,2%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penggunaan IUD Post Plasenta. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan p value = 0,000. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta.
otal
53
b. Pengaruh Pekerjaan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penggunaan IUD Post Plasenta Tabel 5.6 Pengaruh Pekerjaan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penggunaan IUD Post Plasenta pada Responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013 p_ Ibu Tentang Pekerjaan Pengetahuan Total Value Penggunaan IUD Post Plasenta Baik
Kurang
f
%
f
%
f
%
Bekerja
14
93,3
1
6,7
15
100
Tidak Bekerja
22
41,5
31
58,5
53
100
36
32
0,001
68
Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa dari 53 responden yang tidak bekerja ternyata 31 (58,5%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang Penggunaan IUD Post Plasenta, sedangkan dari 15 responden yang bekerja ternyata 14 (93,3%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penggunaan IUD Post Plasenta. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan p value = 0,001. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh pekerjaan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta.
54
c. Pengaruh Informasi dari Tenaga Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penggunaan IUD Post Plasenta Tabel 5.7 Pengaruh Informasi dari Tenaga Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penggunaan IUD Post Plasenta pada Responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013 p_ Informasi dari Pengetahuan Ibu Tentang Total P Value Tenaga Kesehatan Penggunaan IUD Post Plasenta Baik Kurang f
%
f
%
f
%
Cukup
17
77,3
5
22,7
22
100
Kurang
19
41,3
27
58,7
46
100
Total
36
32
0,012
68
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa dari 46 responden yang kurang mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan ternyata 27 (58,7%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang Penggunaan IUD Post Plasenta, sedangkan dari 22 responden yang cukup mendapatkan infromasi dari tenaga kesehatan ternyata 17 (77,3%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penggunaan IUD Post Plasenta. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan p value = 0,012. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh informasi dari tenaga kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta.
55
C. Pembahasan 1. Pengaruh Pendidikan Terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penggunaan IUD Post Plasenta
Berdasarkan tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan dasar mayoritas berpengetahuan kurang tentang penggunaan IUD Post Plasenta yaitu (76,9%), responden yang memiliki tingkat pendidikan menengah mayoritas berpengetahuan baik tentang penggunaan IUD Post Plasenta yaitu (60,9%) sedangkan reponden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi mayoritas berpengetahuan baik tentang penggunaan IUD Post Plasenta (84,2%). Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan p value = 0,000. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Depdiknas, 2009). Pendidikan formal yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta merupakan upaya untuk meningkatkan kecerdasan serta kemampuan bangsa.
56
Kemampuan ini mencakup kemampuan kognitif, efektif dan psikomotor dari segala bidang keilmuan termasuk teknologi (Mubarak, 2005). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Widianti (2007) bahwa pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan denga seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung mendapatkan banyak informasi. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya (Erfandi, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Putri (2011) yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim pada akseptor keluarga berencana di Desa Seuneubok Rawa Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen menunjukkan bahwa ada hubungan pendidikan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim pada akseptor keluarga berencana. Hasil penelitian Asiah (2012) yang berjudul hubungan pendidikan dan usia tentang penggunaan AKDR di Rumah Sakit Umum Sigli juga menunjukkan hasil bahwa ada hubungan pendidikan dan usia tentang penggunaan AKDR.
57
Menurut peneliti, pendidikan merupakan hal yang sangat penting yang harus ditempuh oleh setiap individu, karena semakin tinggi pendidikan yang ditempuh oleh seseorang maka akan semakin memudahkan seseorang untuk menerima dan menyerap informasi sehingga pengetahuan orang tersebut akan semakin luas. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas akan cenderung berperilaku hidup sehat dan sadar tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan serta kesejahteraan keluarga termasuk dalam memilih alat kontrasepsi yang cocok, sesuai, dan efektif untuk ibu dan keluarga.
2. Pengaruh Pekerjaan Terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penggunaan IUD Post Plasenta Berdasarkan tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa dari 53 responden yang tidak bekerja ternyata 31 (58,5%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang Penggunaan IUD Post Plasenta, sedangkan dari 15 responden yang bekerja ternyata 14 (93,3%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penggunaan IUD Post Plasenta. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan p value = 0,001. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh pekerjaan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta. Pekerjaan merupakan profesi atau kegiatan rutin yang dilakukan seharihari yang mendapatkan imbalan uang atau materi. Seseorang yang bekerja
58
biasanya mempunyai tingkat wawasan dan pengetahuan yang lebih baik, karena ibu yang bekerja memiliki pergaulan dan informasi lebih baik (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Mubarak (2011), bahwa lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan penelitian Safrinawati (2012) yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa ada hubungan pekerjaan dengan pemilihan alat kontrasepsi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anita (2012) yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi PUS tentang pemilihan metode kontrasepsi Di Pemukiman Tangan-Tangan Rayek Kecamatan Tangan-Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya juga menunjukkan bahwa ada pengaruh pekerjaan tentang pemilihan metode kontrasepsi. Menurut peneliti, ibu yang bekerja akan bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang dari segala bidang sehingga memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih baik daripada ibu yang tidak bekerja. Selain itu, seseorang yang bekerja cenderung lebih mudah menerima informasi guna menambah pengetahuannya termasuk dalam hal kesehatan yang salah satunya adalah tentang metode kontrasepsi. Dengan kondisi demikian, ibu yang bekerja akan lebih memilih metode kontrasepsi yang memiliki tingkat efektifitas tinggi
59
dan bertahan jangka panjang seperti IUD Post Plasenta sehingga ibu dapat lebih nyaman dalam bekerja dan keluarga sejahtera.
3. Pengaruh Informasi dari Tenaga Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penggunaan IUD Post Plasenta Berdasarkan tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa dari 46 responden yang kurang mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan ternyata 27 (58,7%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang Penggunaan IUD Post Plasenta, sedangkan dari 22 responden yang cukup mendapatkan infromasi dari tenaga kesehatan ternyata 17 (77,3%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penggunaan IUD Post Plasenta. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan p value = 0,012. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh informasi dari tenaga kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta. Informasi adalah keterangan, gagasan, maupun kenyataan-kenyataan yang perlu diketahui oleh masyarakat. Menurut Depkes informasi adalah pesan yang disampaikan oleh tenaga kesehatan kepada masyarakat (Anggraini & Martini, 2011). Menurut Notoatmodjo (dalam Asmawati, 2011), sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi baik
60
dari media cetak ataupun melalui tenaga kesehatan seperti pelatihan dan penyuluhan yang diadakan oleh (dokter, bidan, dan perawat). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Mubarak (2011), bahwa kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru. Informasi yang didapat oleh seseorang akan merangsang pikiran dan kemampuan seseorang serta menambah pengetahuan. Tujuan umum memberikan informasi tentang keluarga berencana kepada masyarakat ialah agar masyarakat mengetahui, memahami, serta menyadari pentingnya keluarga berencana sehingga mau melaksanakannya untuk kesehatan dan kesejahteraan bagi keluarganya, masyarakat, serta Negara pada umumnya (Anggraini dan Martini, 2011). Berdasarkan penelitian Darwani (2012) yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim oleh akseptor keluarga berencana di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa ada hubungan informasi dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam rahim oleh akseptor keluarga berencana. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anita yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi PUS tentang pemilihan metode kontrasepsi Di Pemukiman Tangan-Tangan Rayek Kecamatan Tangan-Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya juga menunjukkan bahwa ada pengaruh informasi tentang pemilihan metode kontrasepsi.
61
Menurut peneliti, informasi adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap individu, karena semakin banyak informasi yang diperoleh seseorang maka akan semakin luas dan banyak pengetahuan seseorang sehingga usaha sadar tentang pentingnya menjaga kesehatan akan semakin tinggi. Dengan banyaknya informasi dari tenaga kesehatan yang diperoleh seorang ibu tentang pentingnya menggunakan alat kontrasepsi dan tingginya efektifitas IUD Post Plasenta sebagai salah satu alat kontrasepsi, maka minat ibu untuk menggunakan IUD Post Plasenta akan semakin meningkat.
62
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian dan uji statistik tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Terhadap Penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, maka dapat disimpulkan bahwa : 4. Ada pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013. 5. Ada pengaruh pekerjaan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013. 6. Ada pengaruh informasi dari tenaga kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang penggunaan IUD Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Tahun 2013.
B. Saran 1. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bidang penelitian, sehingga dapat menambah ilmu yang dimiliki peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya.
63
2. Institusi Pendidikan Diharapkan bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah khususnya Program Studi D-III Kebidanan, agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah khasanah ilmu kesehatan terutama tentang IUD Post Plasenta serta dapat dijadikan bahan bacaan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa kebidanan. 3. Bagi Lahan Penelitian Diharapkan kepada Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin agar terus meningkatkan pelayanan keluarga berencana melalui konseling serta penyuluhan-penyuluhan guna meningkatkan pengetahuan masyarakat. 4. Bagi Masyarakat Diharapkan dengan adanya penelitian ini meningkatkan pandangan positif masyarakat terhadap Keluarga Berencana dan dapat memilih alat kontrasepsi yang memiliki tingkat efektifitas tinggi seperti IUD Post Plasenta.
64
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Y. & Martini. (2011). Pelayanan Keluarga Berencana. Rohima Press. Yogyakarya. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. (2009). Evaluasi Pelaksanaan Program KB Nasional Semester I Tahun 2009. Penerbit Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Jakarta. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. (2011). Laporan Umpan Balik Hasil Pelaksanaan Pelayanan Kontrasepsi dan Pengendalian Lapangan. Penerbit Perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Aceh. Banda Aceh. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. (2010). Riset Kesehatan Dasar 2010. Penerbit Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Badan Pusat Statistik. (2011). Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Edisi 10. Penerbit Badan Pusat Statistik. Jakarta. Darwani. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Oleh Akseptor Keluarga Berencana Di Wilayah Kerja Puskesmas Saree. Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah Indonesia. Banda Aceh. Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Sistem Pendidikan Nasional. http://www. depdiknas.go.id. (Diakses pada 20 Januari 2013). Erfandi. (2009). Pengetahuan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi. http://for betterhealth.wordpress.com. (diakses pada 20 Januari 2013). Fitriani, Sinta. (2011). Promosi Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Henderson, C. & Jones, K. (2005). Buku Ajar Konsep Kebidanan. EGC. Jakarta.
65
Hidayati, Ratna. (2009). Metode dan Teknik Penggunaan Alat Kontrasepsi. Salemba Medika. Jakarta. Meilani, N., Setiyawati, N., Estiwidani, D. & Suherni. (2010). Pelayanan Keluarga Berencana. Fitramaya. Yogyakarta. Mubarak, Wahit I. (2011). Promosi Kesehatan untuk Kebidanan. Salemba Medika. Jakarta. Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor Selatan Nisa, Hana A. (2011). IUD Post Placenta Sebagai Solusi Ber-KB. http://bidanhana. blogspot.com/2011/04/iud-post-placenta-sebagai-solusi-ber-kb.html. (Diakses pada 16 Januari 2013). Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi. PT Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta. Pinem, Saroha. (2009). Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Trans Info Media. Jakarta. Purwandari, Atik. (2008). Konsep Kebidanan ; Sejarah dan Profesionalisme. EGC. Jakarta. Putri, Eka S.R. (2011). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Akseptor Keluarga Berencana Di Desa Seuneubok Rawa Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireun. Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah Indonesia. Banda Aceh. Sabri dan Hastono. (2006). Statistik Kesehatan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Safrinawati, J. (2012). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Di Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam Kabupaten Aceh
66
Besar. Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah Indonesia. Banda Aceh. Saifuddin, A. B., Affandi, B., Baharuddin, M., & Soekir, S. (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 1. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Saifuddin, A. B., Affandi, B., Baharuddin, M., & Soekir, S. (2010). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Saputra. (2009). Data Sekunder Dan Data Primer. http://nagabiru86.wordpress. com /2009/06/12/data-sekunder-dan-data-primer/. (Diakses pada 25 Agustus 2013). Sulistyawati, Ari. (2011). Pelayanan Keluarga Berencana. Salemba Medika. Jakarta. Varney, H., Kriebs, J.M. & Gegor, C.L. (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. EGC. Jakarta.