PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015
PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM FASE PROLIFERASI PADA IBU NIFAS THE PROCESS OF HEALING PROLIFERATION PHASE PERINEUM LESION Prakirtia Primadona dan Dewi Susilowati Poltekkes Surakarta Jurusan Kebidanan Jl Kesatrian No. 2 PO BOX 180 Danguran, Klaten Selatan Telp. 08121505684
Abstrak Kebanyakan robekan pada perinuem terjadi sewaktu melahirkan dan penanganannya merupakan masalah kebidanan. Kerusakan pada penyokong panggul biasanya segera terlihat dan diperbaiki setelah persalinan (Bobak, 2005). Data di ruang nifas RSUD Wonosari, Gunung Kidul pada bulan Februari 2014 dari 44 persalinan, 23 (52,3%) diantaranya mengalami laserasi jalan lahir dan harus dijahit. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penyembuhan luka perineum fase proliferasi pada ibu nifas di RSUD Wonosari, Gunung Kidul. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan desain penelitian survey cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas yang mendapat jahitan perineum di RSUD Wonosari, Gunung Kidul pada tanggal 1 - 30 April 2014 sebanyak 45 orang. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa 37 responden (82%) mengalami gejala kulit berwarna merah terang, 41 responden (91%) mengalami gejala luka tampak halus, 43 responden (96%) mengalami gejala luka tidak mudah berdarah, 43 responden (96%) mengalami gejala tampak jaringan parut, 44 responden (98%) mengalami gejala kedua tepi luka tampak lebih merapat, 39 responden (87%) mengalami gejala kulit luar berwarna putih bersemu merah dan semi transparan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh simpulan gambaran Penyembuhan luka perineum fase proliferasi pada ibu nifas di RSUD Wonosari, Gunung Kidul mayoritas ibu nifas berusia 20-35 tahun, tingkat pendidikan menengah, jumlah anak 1, dan berstatus gizi normal. Kata Kunci: Luka perineum fase proliferasi, Ibu nifas Abstract Most rips in perineum occurs during childbearing and the management of it is a gynecological issue. The damage in pelvic buffer appears immediately and is corrected after childbearing (Bobak, 2005). The data in postpartum ward of Wonosari Local General Hospital, Gunung Kidul on February 2014, showed that out of 44 deliveries, 23 (52.3%) developed vaginal laceration and should be stitched. The purposes of the research are to find out a description of proliferation-phase perineum lesion healing in postpartum women in Wonosari Local General Hospital, Gunung Kidul. This study was a descriptive research was cross-sectional survey research design. The population of research was all postpartum women receiving perineum stitching in Wonosari Local General Hospital, Gunung Kidul on April 1st to 30th, 2014, consisting of 45 women. The sampling technique used was purposive sampling. The results showed there was 37 respondents (82%) presented with bright red skin, 41 (91%) with apparently smooth lesion, 43 (96%) with not-easily bleeding lesion, 43 (96%) with grate tissue, 44 (98%) with more tight lesion edge, 39 (87%) with reddish white, semi-transparent epidermis. The conclusions of this study: A description on proliferation phaseperineum lesion healing in Wonosari Local General Hospital, Gunung Kidul showed that majority post-partum women were 20-35 years old, with secondary education level, with 1 child, and with normal nutrition status. Keywords: proliferation phase perineum lesion, post-partum women
1
PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Penyembuhan Luka Perineum pada Ibu Nifas di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari, Gunung Kidul”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran penyembuhan luka perineum fase proliferasi pada ibu nifas di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari, Gunung Kidul?”. Tujuan Penelitian, mengetahui gambaran penyembuhan luka perineum pada fase proliferasi berdasarkan umur, pendidikan, paritas, status gizi ibu nifas di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari, Gunung Kidul.
PENDAHULUAN Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia yang paling sering adalah perdarahan pasca persalinan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi puerperium (8%), abortus (5%), partus lama/macet (5%), emboli obstetric (3%), trauma obstetric (5%), dan lain-lain (11%).1) Infeksi merupakan urutan ketiga penyebab kematian ibu. Faktor penyebab terjadinya infeksi nifas berasal dari perlukaan pada jalan lahir yang merupakan media yang baik untuk berkembangnya kuman. 2) Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kemih atau pada jalan lahir. Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian ibu post partum mengingat kondisi ibu post partum masih lemah. Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan angka pulih dalam waktu 3 bulan. Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Sebenarnya sebagian besar bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan melalui asuhan kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis. Robekan terjadi bisa karena robekan spontan bisa juga karena tindakan episiotomi. Beberapa cidera jaringan penyokong, baik cidera akut maupun nonakut, baik telah diperbaiki atau belum, dapat terjadi masalah ginekologis dikemudian hari. Kerusakan pada penyokong panggul biasanya segera terlihat dan diperbaiki setelah persalinan. Proses penyembuhan luka terdapat tiga fase, yaitu: fase inflamasi (24 jam pertama–48 jam), fase proliferasi (48 jam–5 hari), dan Fase maturasi (5 hari-berbulan-bulan). Dalam proses penyembuhan luka sebaiknya mendapatkan asuhan yang baik, apabila tidak mendapat asuhan yang baik maka akan menimbulkan keadaan yang patologi. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari, Gunung Kidul pada bulan Januari 2014 dari 70 persalinan, 40 diantaranya mengalami luka perineum dan harus dijahit, sehingga peneliti tertarik
METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah menggunakan pendekatan survei atau cross sectional. Survei cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktorfaktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya setiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas yang bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari pada tanggal 1-30 April 2014 Gunung Kidul. Jumlah ibu nifas pada tanggal 1-30 April 2014 yang bersalin ada 65 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang mendapatkan jahitan perineum dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian, berjumlah 45 orang. Kriteria Inklusi meliputi: Ibu nifas hari ke – 5 yang partus yang mengalami luka perineum, Ibu nifas yang bersedia menjadi responden. Kriteria Eksklusi: Ibu nifas yang mengalami infeksi pada luka perineu, Ibu nifas yang memiliki riwayat penyakit yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka, misalnya Deabetes Melitus, Ibu nifas yang tidak bersedia menjadi responden. Analisis data penelitian ini dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Data disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan distribusi frekuensi variabel yang teliti, sehingga diperoleh gambaran obyek yang diteliti.
2
PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 Penyembuhan Luka Perineum
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian tentang penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari, Gunung Kidul pada tanggal 1 – 30 April 2014. Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari, periode penelitian pada bulan April 2014 ada 76 ibu nifas, dan 45 diantaranya memiliki luka pada perineum.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Penyembuhan Luka Perineum No
1
Tabel 1. Karakteristik Responden No 1
2
3
4
Karakteristik Responden Umur Kurang dari 20 tahun 20-35 tahun Lebih dari 35 tahun Jumlah Pendidikan Dasar Menengah Tinggi Jumlah Paritas Primipara Multipara Grandemultipara Jumlah Status Gizi Kurang Normal Lebih Jumlah
F
2
% 3
5 27 13 45
11,11 60 28,89 100
15 26 4 45
33,33 57,78 8,89 100
23 19 3 45
51,11 42,22 6,67 100
10 30 5 45
22,22 66,67 11,11 100
4 5
6
Fase Proliferasi Kulit bekas luka berwarna merah terang Luka tampak halus Luka tidak mudah berdarah Tampak jaringan parut Kedua tepi luka tampak lebih merapat Kulit luar berwarna putih bersemu merah dan semi transparan
Mengalami
Tidak Mengalami
F
%
F
%
37
82
8
18
41
91
4
8.9
43
96
2
4.4
43
96
2
4.4
44
98
1
2.2
39
87
6
13
Pembahasan Observasi penyembuhan luka perineum pada ibu nifas dilakukan pada saat medikasi, yaitu hari ke – 5 post partum. Hasil penelitian didapat 37 responden (82%) mengalami gejala kulit berwarna merah terang, 41 responden (91%) mengalami gejala luka tampak halus, 43 responden (96%) mengalami gejala luka tidak mudah berdarah, 43 responden (96%) mengalami gejala tampak jaringan parut, 44 responden (98%) mengalami gejala kedua tepi luka tampak lebih merapat, 39 responden (87%) mengalami gejala kulit luar berwarna putih bersemu merah dan semi transparan. Pada fase proliferasi terjadi pertumbuhan jaringan baru melalui proses granulasi, kontraksi luka, dan epitelialisasi. Selama granulasi, kapiler dari sekitar pembuluh darah tumbuh ke dasar luka. Jaringan granulasi yang sehat berwarna merah terang, halus, bercahaya, dan dasarnya tampak mengerut dan tidak mudah berdarah. Setelah luka berisi jaringan ikat, fibroblas terkumpul di sekitar tepi luka dan berkontraksi, merapatkan kedua tepi luka. Terbentuk jaringan parut epitel fibrosa yang lebih kuat pada saat fibroblas dan serat kolagen mulai menyusut, menimbulkan kontraksi pada area tersebut.
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan umur responden terbanyak berusia antara 20-35 tahun yaitu sebanyak 27 responden (60%), berdasarkan pendidikan responden terbanyak 26 responden (57,78%) berpendidikan menengah, berdasarkan paritas responden paling banyak dengan karakteristik primipara yaitu sebanyak 23 responden (51,11%), dan berdasarkan status gizi responden paling banyak dengan karakteristik status gizi normal yaitu sebanyak 30 responden (66,67%).
3
PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 Berdasarkan keenam gejala fase proliferasi didapat terbanyak berusia 20-35 tahun yaitu 27 responden (60%) Penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda daripada orang tua. Orang yang sudah lanjut usianya tidak dapat mentolerir stress seperti trauma jaringan atau infeksi. Berdasarkan pendidikan terbanyak berpendidikan menengah yaitu26 responden (57,78%) Makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki dan sebaliknya bila pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilainilai baru yang diperkenalkan. Tingkat pendidikan yang tinggi akan mempermudah seseorang menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki khususnya mengenai perawatan luka perineum. Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca persalinan sangat menentukan lama penyembuhan luka perineum. Apabila pengetahuan ibu kurang, terlebih masalah kebersihan maka penyembuhan lukapun akan berlangsung lama. Berdasarkan paritas terbanyak paritas primipara yaitu 23 responden (51,11%) Paritas juga mempengaruhi ibu nifas dalam melakukan perawatan perineum. Menurut Soekidjo (2002), bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Karena pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran. Apabila seseorang telah melahirkan anak yang kedua kali dan seterusnya umumnya dapat melakukan perawatan perineum dengan baik karena mereka telah memperoleh pengalaman dan informasi pada kelahiran anak sebelumnya. Pekerjaan dalam hal ini juga dapat mempengaruhi ibu nifas dalam melakukan perawatan perineum, dimana ibu yang bekerja akan mudah mendapatkan informasi dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Berdasarkan status gizi terbanyak mempunyai status gizi normal yaitu 30 responden (66,67%). Makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan segar, dan akan mempercepat masa penyembuhan luka perineum. Status gizi mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka. Status gizi yang buruk mempengaruhi sistem kekebalan tubuh yang memberi perlindungan terhadap penyakit infeksi seperti penurunan sekretori imuno globulin A (AIgA) yang dapat memberikan kekebalan permukaan membrane mukosa, gangguan system fagositosis, gangguan pembentukan keke-
balan humoral tertentu, berkurangnya sebagian komplemen dan berkurangnya thymus sel (T). Terdapat keterbatasan dalam melakukan penelitian yang kaitannya dengan penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di RSUD Wonosari, Gunung Kidul, yaitu pada pencatatan ibu bersalin tidak selalu dilakukan tepat setelah ibu bersalin, jadi perhitungan hari pada masa nifas juga kurang tepat, karena peneliti tidak melakukan pengkajian pada saat ibu bersalin. Peneliti hanya mengambil data dari pencatatan persalinan untuk mengetahui hari pada masa nifas. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan observasi dari 6 gejala pada luka fase proliferasi (post partum hari ke - 5), yang diamati dari 45 responden didapatkan hasil: 1. Sebanyak 37 responden (82%) mengalami gejala kulit berwarna merah terang, 41 responden (91%) mengalami gejala luka tampak halus, 43 responden (96%) mengalami gejala luka tidak mudah berdarah, 43 responden (96%) mengalami gejala tampak jaringan parut, 44 responden (98%) mengalami gejala kedua tepi luka tampak lebih merapat, 39 responden (87%) mengalami gejala kulit luar berwarna putih bersemu merah dan semi transparan. 2. Berdasarkan usia terbanyak berusia 20-35 tahun, yaitu 27 responden (60%), berpendidikan menengah, yaitu 26 responden (57.78%), paritas primipara, yaitu 23 responden (51,11%), status gizi normal, yaitu 30 responden (66,6%). Saran 1. Bagi ibu nifas untuk selalu menjaga kebersihan perineum agar luka perineum segera sembuh 2. Bagi bidan untuk selalu memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya menjaga kebersihan diri setelah persalinan agar tidak terjadi infeksi pada luka perineum. Selain itu tenaga kesehatan hendaknya memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka perineum.
4
PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktek edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC.
DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Oxorn, Harry. (2003). Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan. Human Labor and Birth. Jakarta: Yayasan Essentia Medica
Buku Panduan Peserta APN Revisi 2007 dengan Bahan Tambahan Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi, 2007.
Saifuddin. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: EGC.
Bobak, Lowdermik dan Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi IV. Jakarta: EGC.Coad, J dan Dunstall, M. 2007. Anatomi dan Fisiologi untuk Bidan. In: Pendit B. U. Anatomy and Physiology for Midwifes. Jakarta: EGC.
Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika. Suherni. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. Sujiyatini, Djanah N dan Kurniati, A. 2010. Asuhan Ibu Nifas. Yogyakarta: Cyrilus Publisher.
Henderson, C dan Jones, K. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
Sulistyawati, A. 2009. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Andi Offset.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007. Konsep Obstetri dan Ginekologi Sosial Indonesia. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kandungan, Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Mochtar, Rustam. 2008. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
5